41
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap (1). Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu bagian dari fasilitas di rumah sakit, yaitu tempat penyelenggara semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditunjukkan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Salah satu bagian dari instalasi farmasi rumah sakit adalah apotek rumah sakit, yaitu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (2). Salah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia adalah apotek. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Fasiltaskefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmsian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis kefarmasian (3). Standar pelayanan kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen dan kerja sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang

Di Indonesia Rumah Sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan

kesehatan secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa

pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,

rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan

melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap (1).

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu bagian dari fasilitas di

rumah sakit, yaitu tempat penyelenggara semua kegiatan pekerjaan kefarmasian

yang ditunjukkan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Salah satu bagian dari

instalasi farmasi rumah sakit adalah apotek rumah sakit, yaitu tempat tertentu,

tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat

(2).

Salah satu tempat pelayanan kesehatan di Indonesia adalah apotek. Apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

Apoteker. Fasiltaskefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan

pekerjaan kefarmsian. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan

pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis kefarmasian

(3).

Standar pelayanan kefarmasian di Apotek ditetapkan sebagai acuan

pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Untuk keberhasilan pelaksanaan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek diperlukan komitmen dan kerja sama

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

2

semua pemangku kepentingan. Hal tersebut akan menjadikan pelayanan

kefarmasian di Apotek semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh

pasien dan masyarakat yang pada akhinya dapat meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan (4).

PerMenkesNo 72 Tahun 2016 Standar Pelayanan Kefarrnasian di Rumah

Sakit pasal 2 telah disebutkan pengaturan standar pelayanan kefarmasian di

rumah sakit bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,

menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan

masyarakat dari penggunaan obat tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien

(patientsafety) (5).

Pelayanan apotek rumah sakit diperlukan oleh masyarakat untuk

memberikan jaminan pengobatan rasional (efektif, aman, tersedia, biaya

terjangkau). Selain itu juga diperlukan pelayanan yang berkualitas agar dapat

memuaskan masyarakat sebagai konsumen (2).

Pasien melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan

kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan

diselenggarakan dengan cara yang sopan dan satun, tepat waktu, tanggap dan

mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau

meluasnya penyakit (6).

Kepuasan pasien mempunyai tempat tersendiri dan merupakan hal yang

sangat penting untuk bertahannya suatu rumah sakit. Kepuasan akan terjadi

apabila harapan dari pasien dapat terpenuhi oleh pelayanan yang diberikan rumah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

3

sakit sehingga perlu diperhatikan dan dievaluasi secara terus-menerus kepuasan

dan harapan dari pasien (6).

Kepuasan pasien adalah masalah penting bagi penyedia layanan kesehatan.

Penyedia layanan kesehatan bekerja dan bersaing secara kompetetif dalam

memenuhi kepuasan pelanggannya. Kepuasan pasien pada dasarnya untuk

memuaskan harapan pasien dan memahami kebutuhan mereka (7).

Berdasarkan model mutu jasa, terdapat lima penentu kualitas mutu jasa.

Kualitas dari suatu kerja / pelayanan dapat disajikan menurut tingkat dimensinya,

seperti kehandalan (realibility) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang

dijanjikan dengan percaya dan akurat, daya tangkap (responsiveness) yaitu

kemampuan untuk membantu dan memberikan jasa dengan cepat terhadap

pelanggan, jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopanan dan kemampuan

karyawan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, empati (empathy)

yaitu kesediaan untuk peduli dan memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan,

berwujud (tangibles) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan dan personil (7).

Penelitian terdahulu tentang Hubungan Kualitas Pelayanan Pasien Rawat

Jalan Dengan Tingkat Kepuasan di Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam

Siti Siti Maryam Kota Manado kepuasan pelayanan farmasi dapat dilihat dari 5

dimensi (ketanggapan, kehandalan, jaminan, empati, bukti langsung). Hasil

penelitian menunjukkan ketanggapan baik sebesar 47%; kehandalan baik sebesar

32%; jaminan baik sebesar 29%; empati baik sebesar 48%; bukti langsung baik

sebesar 88% dan pasien yang puas sebesar 42%. Hasil uji statistik variabel

ketanggapan dengan kepuasan pasien menunjukkan nilai signifikan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

4

Rumah Sakit Sinar Husni Medan merupakan rumah sakit umum yang

diselenggarakan oleh pihak swasta. Apoteker Rumah Sakit Sinar Husni Medan

mempunyai 1 orang apoteker dan asisten Apoteker 7 orang. Data kunjungan

pasien rawat jalan tercatat pada bulan febuari 2018 sekitar 500 pasien. Hasil

pengamatan dan wawancara singkat yang dilakukan kepada 10 pasien Rawat Jalan

di instalasi Rumah Sakit Sinar Husni terdapat keluhan mengenai pelayanan dalam

operasional sehari-hari, mengenai waktu tunggu yang lama, dan kurang nya

informasi tentang obat. Mengingat peran apotek yang cukup besar sebagai sumber

dana rumah sakit, serta semakin banyaknya pesaing apotek-apotek disekitar

Rumah Sakit Sinar Husni Medan.

Penilaian mutu pelayanan kefarmasian, salah satunya dilakukan dengan

cara mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian yang

diterima selama ini, baik itu dari pelayanan maupun informasi mengenai obat

yang dibutuhkan pasien. Maka tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui

kualitas pelayanan pasien di rawat jalan dengan tingkat kepuasan di apotek

instalasi farmasi Rumah Sakit Sinar Husni Medan sehingga dapat menjadi acuan

dan pengembangan dalam pelayanan di kota Medan khususnya.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada pengaruh mutu pelayanan kefarmasian Reliability

(Kehandalan), Responsiveness Ketanggapan), Assurance (Jaminan), Emphaty

(Empati), Tangibles (Bukti langsung) terhadap kepuasan pasien rawat jalan di

Apotek Rumah Sakit Sinar Husni Medan tahun 2018?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

5

1.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu

pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di apotek rumah sakit sinar husni

medan tahun 2018.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kefarmasianReliability

(Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan), Emphaty

(Empati), Tangibles (Bukti langsung) terhadap kepuasan pasien rawat jalan di

Apotek Rumah Sakit Sinar Husni Medan tahun 2018.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Sinar Husni

penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan

untuk evaluasi dan pengambil kebijaksanaan dalam meningkatkan kualitas

pelayanan di instalasi rumah sakit.

2. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan pengetahuan sehingga masyarakat dapat

berpastisipasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian

menjadi lebih baik.

3. Bagi Institut Kesehatan Helvetia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi, menambah

informasi dan studi literatur mahasiswa khususnya tentang kepelayanan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

6

kefarmasian sehingga dapat memberikan mutu informasi kesehatan

mengenai pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek.

1.6. Kerangka Konsep

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Gambar 1.1. Kerangka Konsep

Mutu Pelayanan Kefarmasian Apotek

Rumah Sakit Sinar Husni Medan :

- Reliability (Keandalan)

- Responseveness (Ketanggapan)

- Assurance (Jaminan)

- Emphaty (Empati)

- Tangibles (Bukti Langsung)

- Tangible (BuktiLangsung)

Kepuasan Pasien Rawat

jalan Rumah Sakit Sinar

Husni Medan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mutu Pelayanan

2.1.1. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu Pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan akan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan

dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau

puskesmas secara wajar dan efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan

memuaskan norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memerhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.

Mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :

1. Menurut pasien atau masyarakat adalah empati, respek, tanggap, sesuai

dengan kebutuhan dan ramah.

2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara

profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, peralatan yang

memenuhi standar.

3. Menurut manajer atau administrator adalah mendorong manajer untuk

mengatur staf, pasien atau masyarakat dengan baik.

4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menurut pemilik agar memiliki

tenaga profesional yang bermutu dan cakap (1).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

8

2.1.2. Manfaat Mutu Pelayanan Kesehatan

Adapun manfaat dari program jaminan mutu adalah sebagai berikut :

1. Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan

Peningkatan efektifitas pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan

dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat karena pelayanan

kesehatan diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu dan

teknologi dan standar yang telah ditetapkan.

2. Dapat meninggatkan efisien pelayanan kesehatan.

Peningkatan efisien yang dimaksud ini erat hubungannya dengan dapat

dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar atauun yang

berlebihan. Biaya tambahan karena harus menangani efek samping atau

komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah standar dapat dihindari.

3. Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelyanan kesehatan.

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuai

pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa

pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada

gilirannya pasti akan bereran besar dalam meninggatkan derajat kesehatan

masyarakat secara keseluruhan.

4. Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan

timbulnya gugatan hukum pada saat ini sebagai akibat makin baiknya

tingkat pendidikan masyarakat maka kesadaran hukum masyarakat juga

telah semakin meningkat. Mencegah kemungkinan gugatan hukum

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

9

terhadap penyelenggara pelayaan kesehatan antara lain karena

ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. (1).

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam

memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan

Notoadmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya

adalah pelayanan prenventif (pengetahuan) dan promotif (peningkatan kesehatan)

dengan sasaran masyarakat (8).

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (4).

2.1.3. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Menurutparasuraman dalam Wiyono terdapat 10 indikator untuk

mengukur kepuasan pelanggan. Dalam perkembangan selanjutnya kesepuluh

faktor tersebut dirangkup menjadi 5 (lima) dimensi mutu pelayanan sebagai

penentu kualitas jasa:

1. Reliability/Keandalan

Reability atau keandalan adalah elemen yang berkaitan dengan

kemampuan untuk mewujudkan pelayanan yang dapat diandalkan..

2. Responsiveness/Ketanggapan

Responsiveness atau daya tanggap adalah elemen yang berkaitan dengan

kesedian karyawan dalam membantu dan memberikan pelayanan yang

terbaik bagi pasien, petugas dapat memberikan informasi yang jelas,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

10

petugas dapat memberikan pelayanan dengan segera dan tepat waktu,

petugas memberikan pelayanan yang baik.

3. Assurane/Jaminan

Assurance atau jaminan hal ini terutama mencakup pengetahuan,

kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya petugas. selain itu, bebas

dari bahaya saat pelayanan merupakan jaminan juga.

4. Emphaty/Empati

Empathy merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan langsung

oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara

individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi

komponen dari dimesi ini merupakan kemampuan melakukan untuk

menyampaikan imformasi kepada konsumen atau memperolrh masukan

dari konsumen dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan

memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.

5. Tangibles/Bukti langsung

Tangibles merupakan bukti nyata adalah segala sesuatu yang tampak

seperti : fasilitas, peralatan, kenyamanan ruangan, dan sikap petugas (8).

2.2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Berdasarkan kewenang pada peraturan perundangan - undangan pelayanan

kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

pengelola obat (dryoriented) berkembang menjadi pelayanan komprehensif

meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

11

Pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan

yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus

didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana..

1. Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai dilakukan sesuai ketentuan perundang–udangan yang berlaku

sebagai berikut :

A. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sedian Farmasi, Alat

Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

B. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan

Sedian Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundangan – undangan.

C. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesipikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

D. Penyimpanan

a) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik

dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada

wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

12

ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang –

kurangnya memuat nama obat, nomor batchdan tanggal

kadaluwarsa.

b) Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

c) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk

sedian dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

d) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (FistExpire First Out)

dan FIFO (First In First Out)

E. Pemusnahan

a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan

jenis dan bentuk sediaan. pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak

yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan

obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker

dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat

izin praktik.

b) Resep yang disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan.

F. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persedian sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem

pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

13

G. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sedian Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan

(surat pesanan, faktur), penyimpanan, penyerahan dan pencatatan

lainnya. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

2. Pelayanan Farmasi KliniK

Pelayanan farmasi klinik di Apotik merupakan bagian dari pelayanan

Kefarmasian yang meliputi :

A. Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administrasi meliputi :

nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan, nama dokter,

nomor surat izin praktik, alamat, nomor telepon dan paraf tanggal

penulisan resep. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk dan

kekuatan sedian, stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi : ketetapan dosis obat dan indikasi,

aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi,

reaksi obat yang tidak diinginkan, interaksi obat.

B. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal

sebagai berikut :

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan resep

2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

14

3. Memberikan etiket sekurang – kurangnya

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk

obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari

penggunaan yang salah.

C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak

memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam

segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien

atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk Obat resep, obat

bebas dan herbal., Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, rute dan

metode pemberian, farmakokinektik, farmakologi, keamanan pada

pengguna ibu hamil, ketersedian, harga sifat fisika dan kimia dari obat

dan lain–lain.

D. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dan pasien /

keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran

dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan

obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (homepharmacycare)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefaramasian yang bersifat kunjungan rumag, khususnya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

15

untuk kelompok lania dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis

lainnya.

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seseorang pasien

mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan

memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping

G. Monitoring Efek Samping (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi

atau memodifikasi fungsi fisologis (9).

2.3. Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan dengan

demikian, kepuasan pasien merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu

layanan kesehatan (6).

Menurut Oliver “kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya

kebutuhan”, sedangkan menurut Kotler mengemukkan bahwa tingkat kepuasaan

adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah

membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu

produk dan harapan-harapannya. Sukarbuntuk mengukur tinggkat kepuasan

pasien karena menyangkut perilaku yang sifatnya sangat subyetif. Kepuasan

seseorang terhadap suatu obyek bervarisi mulai dari tingkat sangat puas, puas,

cukup puas, kurang puas, sangat tidak puas (10).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

16

2.3.1. Dimensi Kepuasan

Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat di bedakan menjadi dua

macam.

1. Kepuasan yang mengacu hanya pada penerapan kode etik serta standar

pelayanan profesi. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup

penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. Hubungan dokter-pasien

terbinarnya hubungan dokter-pasien yang baik, adalah salah satu dari

kewajiban etik. Terselengaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas

hubungan dokter-pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan yaitu

sangat di harapkan setiap dokter dapat dan bersedia memberikan

perhatian yang cukup, menampung dan mendengarkan semua keluhan

serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya

tentang segala hal yang ingin diketahui oleh pasien.

b. Kenyamanan pelayanan

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas suasana

pelayanan yang nyaman harus dapat dipertahankan. Kenyamanan yang

dimaksud disini tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan

tetapi yang penting lagi yang menyangkut sikap serta tindakan para

pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

17

c. Kebebasan melakukan pilihan

Suatu pelayanan kesehatan yang disebut bermutu apabila kebebasan ini

dapat diberikan dan karena itu harus dapat dilaksanakan oleh setiap

penyelenggara pelayanan kesehatan.

d. Pengetahuan dan kompetisi teknis

Pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan dan kompetensi

teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik tetapi juga

merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan kesehatan.

e. Efektivitas pelayanan

Semakin efektif pelayanan kesehatan tersebut, maka semakin tinggi

pula kualitas pelayanan kesehatan.

f. Keamanan tindakan

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang berkualitas

aspek keamanan tindakan ini haruslah diperhatikan.

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan. Ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian

terhadap kepuasan pasien mengenai :

a. ketersediaan pelayanan kesehatan

b. kewajaran pelayanan kesehatan

c. kesinambungan pelayanan kesehatan

d. penerimaan pelayanan kesehatan

e. ketercapaian pelayanan kesehatan

f. keterjangkauan pelayanan kesehatan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

18

g. efisiensi pelayanan kesehatan

h. mutu pelayanan kesehatan

Jika dibandingkan kedua kelompok dimensi kepuasan ini, terlihat bahwa

dimensi kepuasan ini, terlihat bahwa dimensi kepuasan yang kedua bersifat ideal.

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang semua persyaratan pelayanan

kesehatannya memuaskan pasien, tidaklah semudah yang diperkirakan (11).

2.3.2. Pengukuran Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien dapat diukur dengan indikator sebagai berikut :

1. Kepuasan terhadap akses pelayanan kesehatan.

2. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan .

3. Kepuasan terhadap proses layaanan kesehatan, termasuk hubungan antar

manusia.

4. Kepuasan terhadap pasien layanan kesehatan.

5. Pelayanan kesehatan itu tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan.

6. Kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa

ataupun keadaan gawat darurat.

7. Pasien mengerti tentang sistem layanan kesehatan iu bekerja, keuntungan

dan keteresediaan layanan kesehatan (6).

2.3.3. Aspek-aspek yang memengaruhi kepuasan pasien

Aspek-aspek yang mungkin memengaruhi kepuasan pasien rawat jalan

rumah sakit, antara lain :

1. Penampilan gedung rumah sakit menyakinkan dan menarik.

2. Lingkungan rumah sakit bersih, nyaman dan teratur.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

19

3. Pertamanan rumah sakit indah dan dipelihara dengan baik.

4. Peraparkiran rumah sakit teratur dan aman.

5. Petunjuk arah/nama ruangan yang jelas dalam lingkungan rumah sakit.

6. Penampilan dokter/perawat/petugas kesehatan lain rapi dan bersih,

bersikap mau menolong.

7. Kantor rekam medik buka tepat waktu.

8. Petugas rekam medik melayani dengan sopan, ramah dan tanggap.

9. Kursi untuk pasien yang menunggu obat di apotek cukup tersedia.

10. Pengambilan obat di apotek rumah sakit tepat waktu.

11. Layanan petugas apotek sopan, ramah dan tanggap.

12. Harga obat di apotek rumah sakit terjangkau daya beli.

13. Petugas apotek rumah sakit memberi informasi yang jelas mengenai

tentang cara minum dan menyimpan obat.

14. Dokter menyapa dengan sopan, ramah dan ingin membantu.

15. Dokter memberi informasi yang dimengerti dan lengkap tentang penyakit.

16. Obat kebutuhan pasien selalu tersedia di apotek rumah sakit (6).

2.4. Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 9 tahun 2017, apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktikkefarmasian oleh

Apoteker. Dengan demikian pelayanan kefarmasian yang sangat baik sangat

dibutuhkan masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan. Untuk

menigkatkan aksesibillitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

20

kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di

Apotek ;

Pengaturan Apotek bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kefarmsian di Apotek

3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan

pelayanan kefarmasian di Apotek.

Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai

dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika

profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.

Penyelenggara pelayanan kefarmasian di Apotik harus menjamin

ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang

aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau .

2.4.1. Sumber Daya Kefarmasian

A. Sumber Daya Manusia

Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat

dibantu oleh Apoteker pendamping dan / atau tenaga Teknis Kefarmasian yang

memiliki Surat Tanda Registasi dan Surat Izin Praktik.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus

menjalankan peran yaitu :

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

21

1. Pemberi layanan

Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien,

Apoteker harus mengintegraksikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinabungan.

2. Pengambil keputusan

Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada.

3. Komunikator

Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi

kesehatan laiinya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus

mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.

4. Pemimpin

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

5. Pengelola

Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran

dan informasi secara efektif.

6. Pembelajaran seumur hidup

Apoteker harus terus meninggatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan

profesi melalui pendidikan berkelanjutan.

7. Peneliti

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip / kaidah ilmiah dalam

mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

22

memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan

kefarmasian.

B. Sarana dan Prasarana

Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat atau pasien, sarana dan

prasarana Apotek dapat menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian.

Sarana dan prasana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan

kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi :

1. Ruang penerimaan Resep

2. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sedian secara terbatas)

3. Ruang penyerahan Obat

4. Ruang konseling

5. Ruang penyimpanan Sedian Farmasi, Alat Kesehtaan, dan bahanmedis

habis pakai

6. Ruang arsip (4).

2.5. Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah bagian dari integral dari keseluruhan sistem sv

kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, yakni

harus sesuai dengan garis-garis besr haluan negara, Sistem Kesehatan Nasional

dan repelitadibidang kesehatan serta peraturan perundangan-udangan.

1. Rumah sakit dapat dimiliki dan diselenggarakan oleh pemerintah dan

swasta

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

23

2. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh: Depertemen

Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, Badan Usaha Milik Negara.

3. Rumah sakit swasta dimiliki dan diselenggarakan oleh: yayasan dan badan

hukum lain yang bersifat sosial (12).

2.5.1. Jenis-Jenis Rumah Sakit

Sesuai dengan perkembangan rumah sakit di Indonesia dan perkembangan

rumah sakit secara modern. Pada saat ini rumah sakit dapat di bedakan beberapa

macam atau jenis, yakni sebagai berikut :

1. Menurut pemilik, ada dua macam yaitu rumah sakit pemerintah dan

Rumah sakit swasta.

2. Menurut Filsofi yang dianut, ada dua macam yaitu rumah sakit yang tidak

mencari keuntungan dan rumah sakit yang mencari keuntungan.

3. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan, ada dua macam rumah

sakit yaitu rumah sakit umum dan serta rumah sakit khusus.

4. Menurut Manajemen rumah sakit dalam perpektif sejarah ada enam,

rumah sakit milik pemerintah, rumah sakit milik militer, rumah sakit milik

yayasan keagamaan dan yayasan, rumah sakit swasta milik dokter, rumah

sakit milik swasta yang mencari keuntungan dan rumah sakit milik badan

usaha milik negara.

5. Menurut lokasi rumah sakit dibedakan beberapa macam yaitu rumah sakit

pusat yang lokasinya di ibukota negara, rumah sakit provinsi jika letaknya

di provinsi, rumah sakit kabupaten jika letaknya di Kabupaten atau

Kotamadya (12).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

24

2.5.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi (Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.34/MenKes/Per/III/2010 :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Memiliki jumlah tempat tidur minimal 400 unit. Fasilitas dan kemampuan

pelayanan paling sedikit memiliki 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5

pelayanan penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain dan 13

pelayanan medik sub-spesialis.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

Memiliki jumlah tempat tidur minimal 200 unit. Fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4

pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lainnya

dan 2 pelayanan medik sub spesialis.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

Memiliki jumlah tempat tidur minimal 100 buah. Fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis

dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

Memiliki jumlah tempat tidur minimal 50 buah. Fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar.

Selain rumah sakit umum, ada juga rumah sait khusus. Jenis rumah sakit

khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker,

Jiwa,Ortopedi, Kulit dan Kelamin, Paru (12).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

25

2.5.3. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit

1. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum kelas A Tenaga Kefarmasian

a. Satu apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.

b. Lima apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling

sedikit sepuluh tenaga kefarmasian.

c. Lima apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga

kefarmasian .

d. Satu apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal dua

tenaga kefarmasian

e. Satu apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit dua

tenaga teknis kefarmasian.

f. Satu apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang

dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap

atau rawat jalan dan di bantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian

Rumah Sakit.

g. Satu apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap

melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan

dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan

dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

2. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas B Tenaga

Kefarmasian:

a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

26

b. Empat orang apoteker yang bertugas di rawat jalaan yang dibantu oleh

paling sedikit delapan orang tenaga teknis kefarmasian.

c. Empat orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit

delapan orang tenaga teknis kefarmsian.

d. Satu orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit dua

orang tenaga teknis kefarmasian.

e. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi di

rawat inap dan rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefaramasian

yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan

kefarmasian rumah sakit

f. Satu orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat

merangkap melakukan pelayanan kefarmasian yang jumlahnya

disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas C Tenaga Kefarmasian:

a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit.

b. Dua apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling

sedikit empat orang tenaga teknis kefarmasian.

c. Empat orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit

delapan orang tenaga teknis kefarmasian.

d. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan kefarmasian

klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

27

kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja

pelayanan kefarmasiaan Rumah Sakit.

4. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Umum Kelas D Tenaga Kefarmasian:

a. Satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit.

b. Satu orang apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang

dibantu oleh paling sedikit dua orang tenaga teknis kefarmasian.

c. Satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di

rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian

yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmsian

Rumah Sakit (13).

2.5.4. Standar PelayananKefarmasian di Rumah Sakit

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (14).

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian.Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit meliputi standar:

1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan medis Habis

Pakai

Pengelolaan Sedian Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

28

A. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,

alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.

pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai.

B. Perencanaan kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah

dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk

menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu

dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-

dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,

epidemologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

C. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus

menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga

terjangkau dan sesuai standar mutu. pengadaan merupakan kegiatan

yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah

yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

29

pemilihanmetode pengadaan pemilihan pemasok, penentu spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

D. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera

dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan baik.

E. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan / menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada

unit pelayanan / pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,

jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem

distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan

pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai di unit pelayanan.

F. Pemusnahan dan penarikan

Pemusnahan dan penarian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus

dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundagan-udangan yang berlaku.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

30

G. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,

dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi

harus bersama Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.

H. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan

untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

2. Pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

meliputi:

A. Pengkajian dan pelayanan resep

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian Resep, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,

penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan

pemberian obat (medicationerror). Kegiatan ini untuk menganalisa

adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus

melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi,

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

31

persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat

inap maupun rawat jalan.

B. Penelusuran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain

yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat

diperoleh dari wawancara atau data rekam medik / pencatatan

penggunaan Obat pasien.

C. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi

pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi

dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication

error) seperti Obat tidak berikan, duplikasi, kesalahan dosis atau

interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada

pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar

ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke

layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

D. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat,

tidak bias, terkini dan komprehesif yang dilakukan oleh Apoteker

kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta

pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

32

E. Konseling

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran

terkait terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan atau

keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di

semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas insiatif Apoteker,

rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian

konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan atau

keluarga Apoteker.

F. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang

dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan

untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji

masalah terkait Obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak

dikehendaki.

G. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang

mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif

dan rasional bagi pasien.

H. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan

pemantauan setiap respons terhadap Obat yang tidak dikehendaki,

yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk

tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

33

reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja

farmakologi.

I. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi

penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara

kualitatif dan kuantitatif.

J. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas

produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta

menghindari terjadinya kesalahan obat.

K. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi

hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang

merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari

Apoteker kepada dokter (5).

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian surveyanalitik dengan pendekatan

cross sectional untuk mengetahui Pengaruh Kepuasan Pasien Rawat Jalan dengan

Mutu Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Sinar Husni Medan Tahun 2018

(15).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotik Rumah Sakit Umum Sinar Husni Medan

Jalan Veteran, Gang Utama Pasar V, Helvetia, Deli Serdang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan bulan Maret-Mei 2018 di Apotik

Instalasi Rumah Sakit Umum Sinar HusniMedan Jalan Veteran, Gang Utama

Pasar V, Helvtia, Deli Serdang.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pasien rawat jalan di

apotik Instalasi farmasi Rumah Sakit Sinar Husni. Pada pasien rawat jalan di

bulan Januari 2018 sebanyak 500 orang.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

35

3.3.2. Sampel

Dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan

pengamatan/pengukuran pada pasien rawat jalan di Apotik Instalasi Rumah Sakit

Umum Sinar HusniMedan. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini di

tentukan melalui perhitungan jumlah populasi. Jumlah populasi dalam penelitian

ini telah diketahui sehingga pengambilan sampel yang diperlukan dalam

penelitian ini menggunakan rumus Slovin berikut.

n = 𝑁

1+𝑁(𝑒2)

n = 500

1+500 (0,12)

n = 500

1+500 (0,01)

n = 500

1+5

n = 500

6

n = 83.33

n = 83 sampel

Keterangan:

n : Ukuran sampel

N : Jumlah populasi

E : Standar error(10%)

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

36

3.3.3. Karakteristik Responden Penelitian

1. Jenis Kelamin

Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita

2. Usia

Usia pasien terdiri atas 17 sampai 70 tahun.

3. Pendidikan.

SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi

3.4. Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.4.1. Definisi Operasional

a. Variabel Independen

Pelayanan dapat di ukur berdasarkan beberapa kategori yaitu :

1. Tengibles (Bukti langsung)

Adalah bukti dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa seperti

fasilitas fisik pelengkapan pegawai, alat-alat atau perlengkapan yang

digunakan.

2. Reliability ( Kehandalan)

Kehandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan

jasa pelayanan yang tepat, akurat, berkaitan dengan kesiapan petugas

saat diperlukan, serta dapat dihandalkan.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

37

3. Responsivines (Cepat tanggap)

Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang

cepat kepada pelanggan, tidak membiarkan konsumen menunggu

tanpa adanya suatu alasan yang jelas.

4. Assurance (Jaminan)

Sebuah jaminan atau kepastian mencakup pemberian informasi yang

jelas, keramahan, kesopanan keamanan dan sifat yang dipercaya yang

dimiliki para staf yang dapat menjamin kinerja yang baik sehingga

menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.

5. Emphaty (Empati)

Kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik

memberikan keadilan pada setiap pelanggan dan memahami

kebutuhan pelanggan.

b. Variabel Dependen

Kepuasan pasien adalah penilaian pasien terhadap mutu pelayanan yang

diterima meliputi 5 (lima) variabel. Responsiveness (Cepat Tanggap),

Reliabilty (Kehandalan), Assurance (Jaminan), Empathy (Empati) dan

Tangible (Bukti Langsung).

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

38

3.4.2. Aspek Pengukuran

Tabel 3.1. Pengukuran Pelayanan Kefarmasian dan Aspek Pengukuran

Kepuasan Pasien

Variabel

Independent

Jumlah

Pertanyaan

Cara Alat dan

Ukur

Skala

Pengukuran Value

Jenis

Skala

Ukur

Mutu

Pelayanan

Kefarmasian

Apotek

Kuesioner 27

pertanyaan

Sangat Setuju = 3

Setuju = 2

Tidak Setuju = 1

Sangat Tidak

Setuju = 0

Wawancara

dengan

menggunakan

kuesioner 27

Skor Max :81

65-81

46-64

27-45

Baik (3)

Cukup

(2)

Kurang

(1)

Ordinal

Variabel

Dependent

Jumlah

Pertanyaan

Cara Alat dan

Ukur

Skala

Pengukuran Value

Jenis

Skala

Ukur

Kepuasan

Pasien

Kuesioner 9

pertanyaan

Puas = 3

Kurang Puas = 2

Tidak Puas = 1

Wawancara

dengan

menggunakan

kuesioner9

Skor Max :27

23-27

16-22

9-15

Baik (3)

Cukup

(2)

Kurang

(1)

Ordinal

3.5. Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder

3.5.1. Jenis Data

a. Data Primer

Data ini diperoleh melalui survei dengan menggunakan kuesioner yang

telah dipersiapkan dan dibagikan kepada responden untuk mengetahui

hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

39

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil dokumentasi oleh

pihak lain, misalnya rekam medik, rekapitulasi nilai, data kunjungan

pasien, profil Rumah Sakit dan lain-lain.

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data prtimer diperoleh langsung dari jawaban pasien di Rumah Sakit Sinar

Husni Medan atas pertanyaan yang diajukan melalui kuesioner yang telah

dibuat sebelumnya diseseuaikan dengan maksud penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari Rumah Sakit

Sinar Husni Medan.

3.5.3. Validasi Data

Dalam penelitian ini kuesioner tidak dilakukan uji validitas dan uji

reabilitas dikarenakan sudah diteliti oleh jurnal Claudia Ella Prastika dan Rima

Erviana analisis kepuasan pasien terhadap pelayanan instalasi farmasi rawat jalan

di Rumah Sakit Jogja periode Januari-Maret 2017 (16).

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Pengolahan Data

1. Proses Editing

Hasil wawancara,angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan

penyuntingan (editting) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah

merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan kuesioner tersebut.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

40

2. Proses Coding

Setelah kuisioner diteliti atau disunting selanjutnya dilakukan pengkodean

atau coding, yakni mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

3. Proses pembesihan data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidak kelengkapan, dan sebagainya,

kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut

pembersihan data (data cleaning).

4. Proses Prosesing

Yakni dari jawaban – jawaban dari masing-masing responden yang dalam

bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

software komputer. Salah satu paket program yang paling sering

digunakan untuk data entri data penelitian adalah paket program SPSS 17

(17).

3.6.2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat digunakan untuk mendeskripsikan data yang dilakukan

pada tiap variabel dari hasil penelitian. Data disajikan dalam tabel

distribusi frekuensi (18).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangrepository.helvetia.ac.id/1110/2/BAB I-III 1601012018.pdf5 1.3. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan adanya pengaruh mutu pelayanan

41

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan (korelasi) antara

variabel independen dengan variabel dependen. Untuk membuktikan

adanya hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel

terikat digunakan uji chi-square.

c. Analisis Multivariat

Dalam analisis multivariate dilakukan berbagai langkah pembuatan model.

Model terakhir terjadi apabila semua variabel independen dengan

dependen sudah tidak mempunyai nilai p>0,1.