View
219
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam dalam makna yang umum sebagai agama atau ajaran maupun
Islam dalam pengertian yang khusus menyangkut hukum Islam ketika
dipahami oleh penganutnya membentuk banyak kecenderungan orientasi
paham keagamaan, diantaranya membentuk paham atau aliran (mazhab)
(Nashir, 2013: 147). Selain faktor tersebut, kondisi-kondisi sosiologis para
penganutnya ikut mempengaruhi munculnya paham-paham dalam agama
Islam. Paham atau aliran (mazhab) itu diantaranya adalah aliran Salafiyah.
Salafiyah sebagai aliran paham (mazhab) atau gerakan, muncul
pada abad ke-7 H dikembangkan oleh para ulama atau pengikut mazhab
Hanbali (Ahmad bin Hanbal) yang berpendapat bahwa garis besar
pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Ahmad bin Hanbal yang
menghidupkan akidah ulama Salaf dan berusaha memerangi paham
lainnya. Aliran ini dihidupkan dan disebarluaskan secara gencar oleh
Syaikh Al-Islam Ibn Taimiyyah. Selanjutnya, pada abad ke-12 pemikiran
Salafiyah itu muncul dan dihidupkan kembali di Jazirah Arab oleh
Muhammad bin Abdul Wahab dengan pengikutnya kaum Wahabi, yang
secara terus-menerus mengkampanyekan paham ini dengan keras dan
membangkitkan amarah sebagian ulama. Perkembangan berikutnya,
Salafiyah dikembangkan dan dinisbahkan kepada para pembaru Islam
2
pada era dunia modern, yaitu Sayyid Jamaluddin Al-Afghani (1838-1987),
(Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Rasyid Ridha (1856-1935),
dan Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) (Nashir, 2013: 151). Atau dapat
dikatakan mereka sebagai tokoh penggerak Salafiyah modern.
Pemikiran Salafiyah selain mengajak kembali pada Islam generasi
awal yang dipandang murni, juga berusaha membangkitkan kembali dunia
Islam dengan mengadakan pembaruan keagamaan dan reformasi moral
sebagaimana dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh,
Abdurrahman Al-Kawakibi, dan Muhammad Rasyid Ridha, yang dikenal
pula sebagai gerakan pembaruan. Gerakan Salafiyah juga memiliki
orientasi keagamaan lainnya, yaitu mengecam praktik tarekat karena
dianggap melanggengkan keterbelakangan dan mengajarkan fatalisme atau
kepasrahan hidup, serta praktik-praktik keagamaan yang mengajarkan
pemujaan berlebihan terhadap wali, kuburan, dan orang-orang yang
dianggap suci (2013: 152).
Menurut Hasan (dalam Nashir, 2013: 152), kaum Salafiyah sering
pula disebut sebagai golongan tradisional, kadang disamakan juga dengan
fundamentalisme. Kategori tradisional atau fundamentalisme disebutkan
karena kecenderungan Salafiyah untuk kembali ke asal dan akar, ke masa
lampau pada zaman Nabi dan para sahabatnya dalam generasi kaum Salaf.
Sedangkan gerakan modernisme Islam yang dipelopori oleh Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh disebut sebagai gerakan Salafiyah
Modern (Syamsuddin, 2001: 31-38).
3
Kedua tokoh di atas yang menjadi pelopor gerakan modernisme
atau disebut juga kaum modernis masuk dalam kategori Salafiyah karena
watak utama moderisme ialah mengajak kembali ke Islam yang murni
yang bertema ar-ruju>’u ila> al-Qura>n wa as-Sunnah, selain orientasi pada
pembaruan melalui ijtihad. Gerakan modernisme Islam belakangan ini
disebut pula dengan gerakan pemurnian (purifikasi), sehingga dalam
makna lain sering pula disebut sebagai gerakan puritan. Perkembangan
berikutnya dari corak dan orientasi Salafisme atau juga modernisme Islam
itu maka muncul berbagai ragam gerakan baik yang bersifat radikal atau
fundamentalis, moderat, maupun liberal (Nashir, 2013: 153).
Rais memaparkan bahwa gerakan pembaruan atau reformasi Islam
mulai muncul sejak zaman Dinasti Umayyah, ketika pemerintahan Islam
mengambil bentuk kerajaan dan secara sewenang-wenang pemerintah
melakukan penindasan terhadap masyarakat. Aktor yang cukup berperan
pada saat itu muncul dari gerakan sufi. Gerakan ini merupakan reaksi
terhadap penafsiran berbagai macam gerakan pembaruan yang muncul
sebelum abad ke-20 ini diarahkan untuk menghentikan proses degenerasi
umat dan untuk mempersempit kesenjangan antara Islam dalam teori ideal
Islam dan Islam dalam praktik historical Islam. Gerakan pembaruan yang
menekankan pada membangkitkan semangat ijtihad ini muncul dari
kesadaran umat Islam sendiri, bukan karena desakkan dan pengaruh Barat
(Rais, 1994: v-xiii).
4
Masa taklid muncul akibat umat Islam mengalami kemunduran dan
degenerasi umat. Masa ini umat Islam mengalami kemunduran dalam
berbagai bidang, baik pemikiran keagamaan, politik, sosial, ekonomi,
maupun moral. Setelah Baghdad jatuh ke tangan Mongol, negara Islam
jatuh bangun, para penguasa tidak berdaya, kezaliman merajalela dan para
ulama tidak berijtihad secara murni lagi. Sementara itu masyarakat muslim
banyak menjadi penyembah kuburan nabi, ulama, tokoh-tokoh tarekat, dan
sufi untuk mengharapkan berkah para nabi.
Situasi seperti itu memunculkan inisiatif ulama yang ingin
membangun kembali alam pikiran kaum muslimin dengan menyadarkan
mereka agar kembali pada al-Qur’an dan hadis sebagaimana yang telah
ditempuh kaum Salaf. Gerakan ini dipelopori oleh Ibn Taimiyah pada abad
7 Hijriah. Ia mendesak kaum muslimin dengan gencar agar kembali pada
ajaran yang utama, al-Qur’an dan sunnah Nabi saw (Ensiklopedi Islam,
1994: 204).
Ibn Taimiyah menyiarkan pahamnya ini dengan gencar sehingga
menyebabkan perselisihan antara mereka dengan mazhab lain. Pada abad
ke-12 Hijriyah muncul ajaran serupa yang di bawa oleh Muhammad ibn
Abdul Wahhab yang terus menerus mengampanyekannya sehingga
membangkitkan amarah ulama. Gerakan ini pada awalnya dinamakan
dengan Wahhabiyah namun karena berkonotasi negatif mereka
menamakannya dengan Salafiyah. Penyebabnya adalah dikarenakan dalam
menyebarkan pahamnya mereka menggunakan kekerasan. Sebenarnya
5
gerakan semacam ini pernah muncul pada abad ke-4 Hijriyah, mereka
terdiri dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa garis besar
pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal
yang menghidupkan akidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham
lainnya (Abu Zahrah, 1996: 225).
Memasuki abad ke-19 M, dunia Islam benar-benar terpuruk.
Hampir seluruh dunia Muslim berada dalam cengkraman penjajahan.
Umat Islam benar-benar terjebak pada taklid buta dan mengalami
kejumudan dalam berbagai bidang, baik pendidikan, sosial, politik, dan
budaya. Di tengah kondisi dunia Islam yang benar-benar terbelakang itu,
Jamaludin Al-Aghani (1839-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905)
menghidupkan dan mendirikan Salafiyah modern
(http://khazanah.republika.co.id: 2012).
Modernisme atau pembaruan Islam sendiri bagi para penggeraknya
sebagaimana ditunjukkan oleh kedua pembaru Islam tersebut memiliki
perspektif yang kukuh bahwa original message Islam yang telah
memberikan bagan Ideal bagi pembentukan masyarakat Muslim pada
masa lalu tetap berlaku untuk masa kini maupun masa yang akan datang.
Berdasarkan ulasan singkat mengenai latar belakang muculnya
gerakan (mazhab) Salafiyah modern yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-
Afghani dan Muhammad Abduh di atas, peneliti tertarik untuk membahas
sebuah penelitian yang berjudul Peran Tokoh Dua Serangkai Jamaluddin
6
Al-Afghani (1828 M- 1897 M) dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M)
dalam Pemikiran Salafiyah Modern.
Manfaat penelitian ini secara teoretis sebagai upaya untuk
meningkatkan daya kritis pemikiran mahasiswa terhadap pemikiran-
pemikiran yang lahir dari para pemikir terkhusus Jamaluddin Al-Afghani
dan Muhammad Abduh dalam gerakan-gerakan Islam muncul seiring
perkembangan zaman. Secara praktis penelitian ini memberikan
sumbangan karya tulis ilmiah kepada kekayaan wawasan intelektual Islam
dan kebudayaan Islam, serta sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan
bahan acuannya bagi peneliti lain yang mengkaji perihal gerakan Salafiyah
Modern.
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mengambil referensi dari
beberapa penelitian terdahulu, artikel, jurnal, dan juga buku-buku yang
terkait dengan pembahasan penelitian. Namun, sepanjang peneliti mencari
referensi yang membahas tentang Salafiyah Modern, peneliti hanya
menemukan beberapa penelitian terdahulu dan beberapa buku yang
penulis dapatkan. Sehingga penelitian tentang peran Jamaluddin Al-
Afghani (1838 M- 1897 M) dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M)
dalam Pemikiran Salafiyah Modern sejauh pengamatan penulis belum
pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun demikian, banyak
penelitian dengan objek yang sama yaitu pemikiran modernisasi
Muhammad Abduh, tetapi berbeda tinjauan dan kacamata keilmuan yang
7
digunakan. Terdapat pula penelitian dengan cara pengkajian yang sama,
tetapi berbeda objek. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya:
Pertama, jurnal yang berjudul Islamic Civilization In The Face of
Modernity : The Case of Jamal Al-Din Al-Afghani And Muhammad Abduh
oleh Abba Idris Adam dalam Proceeding of The Sosial Sciences Research
ICSSR 2014. Dalam tulisannya, Abba Idris membahas tentang peran Al-
Afghani dan Muhammad Abduh sebagai pelopor Modernisme Islam pada
akhir abad 19 M sampai awal abad 20 M. Selanjutnya ia menjelaskan
tentang peran Jamal Al-Din dan Muhammad Abduh dalam
mempertahankan Peradaban Islam terhadap kekuatan Kolonial Barat
dalam bidang pendidikan, agama, dan terutama bidang politik.
Kedua, Jurnal yang berjudul Aliran Kalam Salafiyah oleh
Muhammaddin dalam Jurnal Ilmu Agama Vol. 16, No 1 (2015). Dalam
jurnalnya tersebut, Muhammaddin membahas tiga bagian pokok, yaitu 1).
pengertian Salaf, 2). Pemikiran kalam Ahmad bin Hambal, dan 3).
Pemikiran Ahmad Ibn Taimiyah. Kesimpulan dari penelitian
Muhammaddin yaitu 1.) manhaj Salaf adalah ajaran Islam sesungguhnya
yang dibawa oleh Nabi SAW dan difahami serta dijalankan oleh para
Salafush-sha>lih-radhiyalahu ‘anhum, yang ditokohi oleh para sahabat,
kemudian oleh para Tabi’in dan selanjuntnya Tabi’tabi’in, 2). ciri khas
dari pemikiran Imam Hanbali yaitu lebih menerapkan pendekatan tekstual
daripada pendekatan ta’wil, dan 3). Ibnu Taimiyah merupakan tokoh Salaf
yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal.
8
Ketiga, jurnal yang berjudul Prinsip-Prinsip Dakwah Salafiyah
oleh Muhammaddin dalam Jurnal Ilmu Agama Vol. 15 No. 1 tahun 2014.
Dalam penelitian tersebut Muhammaddin fokus membahas tentang
prinsip-prinsip dakwah dari mazhab Salafiyah. Prinsip-prinsip tersebut
yaitu berdakwah kepada tauhid, berdakwah dengan ikhlas, berdakwah
dengan ilmu, memerangi bid’ah dan beragam pemikiran dari luar Islam
yang masuk ke dalamnya, berdakwah dengan akhlak yang baik dan
berdakwah dengan hikmah, menggunakan kelemah lembutan dalam
berdakwah, mengajarkan kesabaran dalam mengahadapi segala macam
gangguan dan rintangan manusia yang ditemui dalam berdakwah,
tashfiyah (pemurnian Islam) dan tarbiyah (pembinaan di atas yang murni),
berlaku adil dan menjadi penengah dalam dakwah, memerangi hizbiyah
dan fanatik golongan.
Keempat, Andi Aderus (UIN Alauddin Makassar, 2011) dengan
hasil penelitiannya yang berjudul Karakteristik Pemikiran Salafi di
Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman. Dalam disertasinya tersebut,
Andi menjelaskan secara total mengenai Salafi baik Salafi literalis maupun
rasionalis. Penelitian tersebut juga menyinggung seputar gerakan Wahabi
yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Kesimpulan yang
didapat dalam disertasi ini ialah pemikiran Salafi dalam masalah
i’tiqadiyyah, furu’iyyah, dan prinsip beragama.
Kelima, jurnal yang ditulis oleh Drs. H. Muhammaddin, M.Hum
dengan judul Manhaj Salafiyah dalam Jurnal Ilmu Agama Vo. 16 No. 2
9
tahun 2013. Dalam jurnal ketiganya ini, Muhammaddin membahas tentang
pengertian dari kata Salafi, prinsip-prinsip yang dipegang oleh manhaj
Salaf, dan di akhir pembahasan Muhammaddin menyebutkan kaidah-
kaidah dalam amar ma’ruf nahi munkar.
Keenam, buku yang berjudul Islam Syariat: Reproduksi Salafiyah
Ideologis di Indonesia yang ditulis oleh Dr. Haedar Nashir. Buku yang
diterbitkan oleh penerbit Mizan tahun 2013 tersebut membahas tentang
pengertian dari Islam Syariat dan faktor-faktor lahirnya gerakan Islam
seperti gerakan atau mahzhab Salafiyah Ideologis di Indonesia. Dalam
buku tersebut juga dijelaskan mengenai munculnya gerakan Salafiyah
yang bercorak modernis yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh.
Ketujuh, buku yang berjudul Islam Politik di Dunia Kontemporer:
Konsep, Genealogi, dan Teori karya Noorhaidi Hasan tahun 2012. Dalam
buku tersebut Noorhaidi membagi pembahasan menjadi enam bab
pembahan. Bab pertama membahas tentang definisi dan konsep dari Islam
politik, bab kedua mengupas tentang genealogi Islam politik yang di
dalamnya terdapat gerakan-gerakan puritanisme Islam yang dicetuskan
oleh Muhammad bin Abdul Wahab termasuk kedalamnya gerakan dakwah
Salafiyah, bab ketiga membahas tentang ideologi-ideologi dalam Islam
politik, bab keempat mengupas sosiologi Islam politik, bab kelima
mendiskusikan teori gerakan sosial dalam menganalisis bagaimana
10
gerakan Islam politik muncul dan berkembang, dan bab terakhir
menghadirkan diskusi tentang tantangan Islam politik terhadap Indonesia.
Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad N. Amir, dkk
dalam jurnal Asian Journal Of Management Sciences And Education
Vol.1. No.1, 2012.Jurnal dengan judul Muhammad Abduh’s Contributions
to Modernity tersebut Ahmad N. Amir dkk menjelaskan mengenai
kontribusi modernisme yang dilakukan oleh Muhammad Abduh di
beberapa aspek kehidupan masyarakat Mesir, seperti dalam reformasi
pendidikan di Mesir, reformasi di bidang sosial dan politik. Di awal jurnal
Amir dkk, menjelaskan pengertian dari modernisme dan perbedaan antara
modernitas, modernisme, modern, dan modernisasi. Selanjutnya di dalam
pembahasan dibahas tentang gerakan reformasi modern yang dicetuskan
oleh Muhammad Abduh yang di dalamnya membahas tentang Pan Islami.
Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan mengenai kontribusi Modernisme
Muhammad Abduh dalam bidang sosial yaitu tentang kesetaraan gender
yang pada waktu itu terdapat kesalahpahaman hak dan kewajiban antara
laki-laki dan perempuan Mesir.
Beberapa penelitian dan pembahasan terkait gerakan Salafiyah dan
Salafiyah modern di dunia Islam khususnya di Mesir telah dilakukan dari
berbagai sudut pandang dan kacamata keilmuan. Maka dalam penelitian
ini peneliti tertarik untuk meneliti peran tokoh dua serangkai Jamaluddin
Al-Afghani (1838 M- 1897 M) dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M)
dalam Pemikiran Salafiyah Modern.
11
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka
rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah munculnya gerakan Salafiyah Modern?
2. Bagaimanakah peran Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897
M) Dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M) dalam
Pemikiran Salafiyah Modern?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan sejarah lahirnya gerakan Salafiyah Modern.
2. Mendeskripsikan peran Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897
M) dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M) dalam
Pemikiran Salafiyah Modern.
D. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah diperlukan supaya permasalahan dalam objek
penelitian tidak meluas, oleh karena itu perlu dijelaskan mengenai batasan
objek penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dan
memperdalam penelitian tersebut.
Penelitian ini dibatasi pada kajian tentang peran tokoh dua
serangkai Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897 M) dan Muhammad
12
Abduh (1849 M- 1905 M) dalam Pemikiran Salafiyah Modern. Batasan
waktu yang digunakan dalam penelitian adalah tahun lahir Jamaluddin Al-
Afghani 1838 M sampai tahun wafatnya beliau 1897 M dan tahun lahir
Muhammad Abduh yaitu tahun 1849 M sampai tahun wafatnya beliau
1905 M. Sedangkan batasan tempat dalam penelitian adalah di Mesir.
Sebelumnya, dalam pembahasan akan dijelaskan mengenai biografi
singkat Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Fokus dalam
penelitian ini adalah menjelaskan tentang peran Jamaluddin Al-Afghani
dan Muhammad Abduh dalam pemikiran Salafiyah Modern.
E. LANDASAN TEORI
Penelitian ini bermaksud untuk mengupas peran tokoh dua
serangkai Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897 M) dan Muhammad
Abduh (1849 M- 1905 M) dalam Pemikiran Salafiyah Modern. Untuk
mempermudah dalam mengupas masalah yang akan ditulis maka penulis
melakukkan beberapa batasan teoritis agar dalam pelaksanaanya
pembahasan tidak menyimpang dari topik yang telah ditentukan.
Penelitian ini juga menggunakan teori modernisasi. Pembahasannya
sebagai berikut:
1. Batasan Tokoh Dua Serangkai Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh
Penelitian ini bermaksud untuk membahas peran dari tokoh dua
serangkai Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh dalam
13
pemikiran gerakan Salafiyah modern. Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh merupakan tokoh pembaharu atau modernisme pada
akhir abad ke-19 M dan awal abad ke-20 M.
Kedua tokoh tersebut dikatakan sebagai tokoh dua serangkai
karena Al-Afghani dan Abduh memiliki hubungan yang sangat dekat.
Kedekatan antara kedua tokoh tersebut disebabkan tidak bukan karena
Jamaluddin Al-Afghani merupakan seorang guru dan Muhammad Abduh
sebagai muridnya. Hubungan yang terjalin diantara keduanya dimulai
ketika pada tahun 1869 Jamaluddin Al-Afghani yang terkenal sebagai
Mujahid (pejuang), Mujaddid (Pembaharu, reformer) dan seorang ulama
datang ke Mesir. Saat itu Muhammad Abduh masih menjadi mahasiswa di
Universitas Al-Azhar. Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin
untuk pertama kalinya ketika Abduh datang ke rumah Al-Afghani bersama
Syekh Hasan At Tawil untuk belajar ilmu tasawuf dan tafsir ( Abduh,
1975: 17).
Melihat cara berfikir dan corak keilmuan Al-Afghani yang modern
membuat Muhammad Abduh tertarik kepadanya. Hal tersebut membuat
Muhammad Abduh benar-benar mengaguminya dan selalu berada di
sampingnya. Selain Muhammad Abduh, banyak pula mahasiswa-
mahasiswa Al-Azhar lain yang diajak oleh Abduh untuk ikut datang
belajar bersama Jamaluddin Al-Afghani. Salah satunya adalah Rasyid
Ridha.
14
Menurut Nashir (2013: 151-152) Jamaluddin Al-Afghani (1838-
1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rayid Ridha (1856-1935)
merupakan para pembaru Islam pada era dunia modern. Ketiga tokoh
tersebut berusaha membangkitkan kembali dunia Islam dengan
mengadakan pembaharuan keagamaan dan reformasi moral. Esposito
(dalam Nashir, 2013: 154) juga menambahkan jika Afghani adalah
katalisator, maka muridnya, Muhammad Abduh (1849-1905) dan Rasyid
Ridho (1865-1935) adalah pemandu Islam Modern.
Terlepas dari hubungan guru dan murid antara ketiga tokoh di atas,
terdapat perbedaan pemikiran antara Jamaluddin Al-Afghani dan
Muhammad Abduh dengan Rasyid Ridha. Dalam perkembangannya,
pemikiran Salafiyah modern Rasyid Ridha mengarah pada konservatisme.
Esposito memberikan catatan menarik tentang kencenderungan
konservativisme Salafiyah Rasyid Ridha sebagai berikut:
“Ridha mengubah orientasi gerakan Salafi ke arah
yang lebih konservatif selama tiga puluh tahun setelah
kematian Abduh pada tahun 1905. Meski sangat tertarik
dengan Afghani dan Abduh, Ridha memiliki perjumpaan
yang lebih terbatas dengan Barat. Dia tidak pernah banyak
berkenalan dengan Barat, tidak pula berbicara dengan bahasa
Barat. Konservativisme Ridha tercermin dalam
pemahamannya yang lebih terbatas mengenai istilah Salaf,
generasi pendahulu yang saleh. Sedangkan menurut Abduh,
Salaf menunjuk arti umum sebagai abad-abad Islam awal”
Esposito (dalam Nashir, 2013: 156).
Berdasarkan pemaparan di atas peneliti hanya membahas
tokoh dua serangkai Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh
saja. Hal tersebut disebabkan karena antara kedua tokoh tersebut
15
memiliki kecocokan dalam hal pemikiran tentang reformasi atau
pembaharuan Islam. Sedangkan tokoh Rasyid Ridha yang juga
merupakan murid dari Al-Afghani dan Abduh memiliki pemikiran
tentang refomasi Islam yang lebih bersifat konservatisme.
2. Teori Modernisasi
Gagasan “modern” berasal dari sebutan terhadap institusi, ide, dan
perilaku yang muncul dari kemerosotan masyarakat pertengahan di Eropa.
Walaupun benih modernitas itu telah bersemai ratusan tahun sebelumnya,
barulah pada abad ke-19 kehidupan modern itu benar-benar terwujud.
Perubahan besar tersebut menjadi momentum penting sebagaimana
disebut oleh Karl Polanyi (1973) sebagai Transformasi Besar (Jones, 2009:
32).
Menurut Eisentadat dalam Abraham (1991: 4), berdasarkan
sejarahnya, modernisasi merupakan proses perubahan menuju tipe sistem
sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan
Amerika Utara dari abad ke-19 dan 20 meluas ke negara-negara Amerika
Selatan, Asia serta Afrika. Abraham menambahkan modernisasi berarti
turut serta bersama dunia modern dan karena itu meningkatkan kesatuan
yang diperlukan, kendatipun secara kacau. Sedangkan menurut Everet
Rogers dalam Abraham (1991:5), modernisasi merupakan proses dengan
mana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup
lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat berubah.
16
Black mendefinisikan modernisasi sebagai proses dengan mana
secara historis lembaga-lembaga yang berkembang secara perlahan
disesuaikan dengan perubahan fungsi secara cepat yang menimbulkan
peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya dalam hal
pengetahuan manusia, yang memungkinkannya untuk menguasai
lingkungannya, yang menimbulkan revolusi ilmiah (Abraham, 1991: 6)
Sztompka (2010: 148) menjelaskan makna modernisasi paling
khusus mengacu pada masyarakat terbelakang atau tertinggal dan
melukiskan upaya mereka untuk mengejar ketertinggalan dari masyarakat
paling maju yang hidup berdampingan dengan mereka pada periode
historis yang sama dalam masyarakat global.
a. Konsep Modernisasi
Konsep modernisasi yang disepakati teoritisi modernisasi di tahun
1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dengan tiga cara: historis,
relatif, dan analisis. Menurut Eisenstadt dalam Sztompka (2010: 152)
secara historis modernisasi adalah proses perubahan menuju tipe sistem
sosial, ekonomi, dan politik yang telah maju di Eropa Barat dan Amerika
Utara dari abad ke-17 hingga 19 dan kemudian menyebar ke negara Eropa
lain dan dari abad ke-19 dan 20 ke negara Amerika Selatan, Asia, dan
Afrika. Sedangkan menurut tokoh lainnya yaitu Wilbert Moore
menjelaskan definisi modernisasi secara historis adalah tranformasi total
masyarakat tradisional atau pra-modern ke tipe masyarakat teknologi dan
17
organisasi sosial yang menyerupai kemajuan dunia Barat yang
ekonominya makmur dan situasi politiknya stabil.
Menurut pengertian relatif, modernisasi berarti upaya yang
bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh rakyat
banyak maupun oleh elite penguasa. Definisi untuk analisis berciri lebih
khusus daripada kedua definisi di atas, yakni melukiskan dimensi
masyarakat modern dengan maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat
tradisional atau masyarkat pra-modern. Sebagian analis memusatkan
perhatian pada aspek struktural. Neil Smelser misalnya, melukiskan
modernisasi sebagai transisi multidimensional yang meliputi enam bidang.
Modernisasi di bidang ekonomi, mengakarnya teknologi dalam ilmu
pengetahuan. Di bidang politik, ditandai oleh transmisi dari kekuasaan
suku ke sistem hak pilih, perwakilanm partai politik, dan kekuasaan
demokrasi. Di bidang pendidikan, modernisasi meliputi penurunan angka
buta huruf dan peningkatan perhatian pada pengetahuan, keterampilan, dan
kecakapan. Di bidang agama ditandai dengan sekulerisasi. Di bidang
keluarga ditandai oleh berkurangnya peran ikatan kekeluargaan dan makin
besarnya spesialisasi fungsional keluarga. Di bidang stratifikasi,
modernisasi berarti penekanan pada mobilitas dan prestasi individual
ketimbangn pada status yang diwarisi (Sztompka, 2010: 152-153).
b. Unsur-unsur Modernisasi
Seandainya kita abaikan proses modernisasi yang sedang
berlangsung pada suatu titik tertentu untuk kepentingan suatu analisis
18
teoritis, dengan sendirinya ia akan tampak sebagai segitiga yang terdiri
dari tiga bagian yang berbeda seperti tergambar berikut ini:
Gambar 1. Unsur-Unsur Modernisasi
Contoh modernisasi tersebut memiliki tiga sisi yang saling terkait.
Perubahan dalam satu faset otomatis akan mengakibatkan perubahan pada
dua sisi lainnya.
A. Struktural : diferensiasi struktur kelembagaan.
B. Attitidinal : orientasi individu ke arah “maju”.
C. Prosessual : spesialisasi fungsional proses sosial.
Faset struktural meliputi peningkatan diferensial dan integrasi
struktur yang ada serta pengembangan pengaturan insitusi secara inovatif.
Namun, diferensiasi dan spesialisasi pada suatu ketika diperkuat dan
ditopang oleh semua mekanisme pencakupan integrasi- perluasan peranan
negara dan meningkatnya saling keterkaitan organisasi-organisasi yang
berdasarkan spesialisasi.
Faset sikap mencakup transformasi sikap tradisional yang
didasarkan pada adat dan sistem keyakinan agama menjadi berbagai
bentuk rasionalitas sekuler yang didasarkan pada lmu dan skeptisisme
Attitudinal Stuctural
Processual
19
yang terorganisasi. Elemen faset tingkah laku lainnya mencakup motivasi
berprestasi yang makin meluas, spririt wiraswasta, aspirasi berpendidikan
tinggi, revolusi harapan yang meningkat, bangkitnya sikap-sikap
egalitarian dan pemberontokan melawan paternalisme dan otoritarianisme,
keterbukaan terhadap pengalaman baru dan sikap positif terhadap
kehidupan dan alam, serta pandangan dunia yang rasonal.
Dasar piramida segitiga tersebut merupakan suatu variasi yang luas
perubahan presesual yang mencakup spesialisasi fungsional, peranan
status baru, revolusi dalam komunikasi massa, pelepasan secara sukarela
tradisi, perencanaan pembangunan dan bencana sosial yang dtimbulkan
oleh agen perubahan “resmi”, dan bencana-bencana sosial- histeri massa,
letupan kekerasaan, gerakan agama dan politik dan lain-lain – yang
merefleksikan ketidakseimbangan gerakan diferensial dan intergrasi.
Berdasarkan penjelasan mengenai landasan teori diatas, maka
peneliti menggunakan teori modernisasi sebagai landasan utama dalam
memaparkan pemikiran-pemikiran modernisasi dalam Salafiyah modern
dari tokoh dua serangkai Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
F. DATA DAN SUMBER DATA
1. Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh
alam (dalam arti luas), yang harus dicari, dikumpulkan dan dipilih oleh
peneliti. Data dapat berwujud angka, perkataan, kalimat, wacana, gambar
20
atau foto, rekaman, catatan ataupun arsip, dokumen dan buku (Subroto,
1992: 34). Suatu bentuk data merupakan fakta-fakta yang relevan atau
saling berkaitan antara satu dengan lainnya secara logis dengan (a)
masalah-masalah dalam penelitian yang ingin dijawab, dan dengan (b)
kerangka teori atau paradigma yang digunakan untuk menjawab berbagai
permasalahan tersebut. Jadi data adalah fakta-fakta yang telah dipilih dan
diseleksi berdasarkan atas relevansinya (Putra, 2009: 23).
Data yang menjadi bahan penelitian ini adalah pemaparan kalimat-
kalimat yang berupa perkataan dari para ahli sejarah mengenai pemikiran
Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897 M) dan Muhammad Abduh (1849
M- 1905 M) dalam gerakan Salafiyah Modern. Data- data tersebut
dikumpulkan dari penelitian pustaka, yaitu proses mencari, menelusuri,
memilih data yang relevan dengan topik bahasan dan menganalisa.
2. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan
informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi
dua, yaitu (1) data primer, dan (2) data sekunder. Data primer adalah data
yang digunakan oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan
permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian. Sedangkan data
sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian. Dalam
sebuah penelitian, yang biasanya menjadi data sekunder yaitu literature,
21
artikel, jurnal, serta situs internet yang berkenaan dengan penelitian yang
dilakukan (Sugiyono, 2009:137).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kepustakaan yang berupa buku, e-book, hasil penelitian dan lain
sebagainya yang diuraikan dengan perincian sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Menurut Ratna (2010:475) sumber data primer merupakan
sumber data yang di dalamnya data utama dihasilkan. Sumber data
utama pada penelitian ini adalah buku Islam Syariat: Reproduksi
Salafiyah Ideologi Di Indonesiakarya Haedar Nashir,Islam Politik
di Dunia Kontemporer: Konsep, Genealogi, dan Teori karya
Noorhaidi Hasan, buku Risalah Tauhid karya Syekh Muhammad
Abduh, buku Pembaharu dan Pembaharuan Dalam Islam karya
Busthami M. Saaid M.A,buku Muhammad Abduh dan Teologi
Rasional Muktazilah karya Harun Nasution, Pembaharuan
Pemikiran Modern Dalam Islamkarya Rusli Ris’andanAliran
Pembaharuan Islam: Dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai K.H.A.
Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang di
dalamnya data sekunder dihasilkan, seperti buku-buku teks dan
berbagi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik yang
sudah diterbitkan maupun belum (Ratna, 2010:475). Sumber data
22
sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang bersumber dari
buku-buku, skripsi, artikel, jurnal serta situs internet yang
berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
G. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif deskriptif dan metode cross-cultural studies. Penelitian kualitatif
menurut Zuldafrial (2011:2) adalah penelitian yang berdasarkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
perilaku yang diamati. Metode cross-cultural studies adalah model kajian
budaya yang menitikberatkan pada komparatif dan pemahaman antar
budaya atau disebut dengan perbandingan antar budaya (Endraswara,
2006: 73-74).
Berbagai hal yang dapat diperbandingkan dalam cross-cultural
studies antara lain: (1) persepsi, yaitu bagaimana tanggapan pelaku budaya
satu dengan yang lain ketika menerima dan atau menolak budaya yang
hadir, (2) kognisi, yaitu membandingkan pola pemikiran pendukung
budaya masing-masing, (3) kepribadian dan jati diri, yaitu
membandingkan kepribadian dan jati diri pemilik budaya masing-masing
(2006: 76). Dari berbagai hal yang dibandingkan ini, peneliti akan mencari
kolerasi atau hubungan kemiripan.
Teknik penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan tekik akhir.
23
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan melalui penelitian kepustakaan (library research).
Pengumpulan data dengan teknik pustaka, yaitu mengumpulkan data yang
berkaitan dengan objek penelitian melalui buku, jurnal, skripsi,artikel,
situs internet yang mendukung penelitian in. Selain itu penelitian
kepustakaan peneliti lakukan ke berbagai perpustakaan untuk mendukung
penelitian ini, diantaranya :
a) perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
b) perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS).
c) perpustakaan Institusi Agama Islam (IAIN) Surakarta,
perpustakaan Islam Surakarta.
d) perpustakaan Ganesha Surakarta.
e) perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, dan
f) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
2. Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis. Berdasarkan
analisis rumusan masalah yang ada, maka peneliti membagi analisis awal
terdiri dari biografi Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh,
kemudian analisis deskriptif dari pengertian Salafiyah dan munculnya
gerakan Salafiyah modern, terakhir analisis peran Jamaluddin Al-Afghani
24
(1838 M- 1897 M) dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M) dalam
Pemikiran Salafiyah Modern.
3. Teknik Akhir
Teknik akhir dari penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil
analisis yang disajikan secara informal, yaitu deskriptif melalui kata-kata,
kalimat, gambar dan bentuk-bentuk narasi yang lain serta kesimpulan.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sebuah penelitian agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas dan
berkesinambungan antara bab demi bab, maka sistematika penulisan
penelitian ini sebagai berikut:
Bab I meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Pembatasan Masalah, Tinjauan Pustaka,
Landasan Teori, Sumber Data dan Data, Metode Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
Bab II merupakan pembahasan yang terdiri dari deskripsi biografi
Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, pemaparan tentang
sejarah lahirnya gerakan Salafiyah dan Salafiyah modern, deskripsi
tentang modernisasi pemikiran Jamaluddin Al-Afghani (1838 M- 1897 M)
dan Muhammad Abduh (1849 M- 1905 M) serta perannya dalam
Pemikiran Salafiyah Modern di Mesir.
25
Bab III merupakan penutup yang terdiri dari hasil kesimpulan dan
saran. Kesimpulan merupakan hasil yang diperoleh peneliti setelah
meneliti dan menganalisi pembahasan yang dikaji. Sedangakan saran
berisi anjuran untuk pembaca atau peneliti lain yang akan meneliti pada
objek yang sama. Di akhir laporan penelitian terdapat daftar pustaka dan
lampiran.
Recommended