View
231
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ANALISIS PENGARUH PDRB, AGRISHARE, RATA-RATA LAMA SEKOLAH,
DAN ANGKA MELEK HURUF TERHADAP JUMLAH
PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA
Widiatma Nugroho
Evi Yulia Purwanti, SE., MSi,
ABSTRACT
Poverty is a problem faced by all countries in the world, especially the developing countries like Indonesia. Poverty is welfare measures of a country, because it measured by one’s powerlessness to meet minimum needs. In Indonesia poverty is an unresolved problem for the reason that almost all Indonesia province had more than 10 percent poverty rate.
Based on this problem, this research aims to analyze the influence of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS), literacy rates (AMH) to the number of poor people in Indonesia. This research uses panel linier regression analysis with Fixed Effect Model (FEM), in 2006-2009.
The results shows that the variables of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS) influence significantly the number of poor people, even literacy rates (AMH) variable are not significant to the number of poor people.
Keyword: the number of poor people, Fixed Effect Model (FEM), gross regional domestic product, agrishare, mean years school, literacy rates
PENDAHULUAN
Pembangunan pada prinsipnya merupakan usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah untuk menuju
modernisasi dalam rangka mensejahterakan rakyat baik secara lahir maupun batin. Dalam
pembangunan terjadi suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan
berkelanjutan. Disinilah peran pemerintah harus lebih jeli menggerakkan masyarakat agar
berpartisipasi dalam pembangunan serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki negara
itu, untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa, karena pada dasarnya pembangunan
diselenggarakan oleh rakyat bersama pemerintah. Suatu pembangunan dapat diukur dari laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional atau Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di tingkat daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan
garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057
per orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari
perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis
kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas lantai bangunan,
penggunaan air bersih, dan fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek
huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan kesehatan (rendahnya konsumsi
makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak
memadai).
Sebelum masa krisis pada tahun 1997, Indonesia menjadi salah satu model pembangunan
yang diakui karena berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS, dalam kurun waktu 1976-1996 jumlah
penduduk miskin di Indonesia menurun dari 54,2 juta jiwa atau sekitar 40% dari total penduduk
menjadi 34,01 juta jiwa atau sekitar 17%. Dengan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997
telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin kembali naik dan kondisi tersebut diikuti pula
dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin tercatat
menjadi 49,5 juta jiwa atau sebsesar 24,23% dari jumlah penduduk dan sedikit menurun pada
tahun 1999 menjadi 47,9 juta jiwa atau mencapai 23,4 % dari total jumlah penduduk.
Setelah puncak krisis dilalui dan ekonomi mulai pulih, angka kemiskinan dan jumlah
penduduk miskin kembali turun. Di awal milenium tingkat kemiskinan masih sebesar 19 persen
atau 38, 70 juta jiwa. Dalam sepuluh tahun, terjadi penurunan penduduk miskin sebanyak 7 juta
jiwa, dan angka kemiskinan berhasil diturunkan menjadi 13% di tahun 2010. Ada satu
pengecualian, di tahun 2006 angka kemiskinan naik dari 16% menjadi 17,8%. Kenaikan tingkat
kemiskinan saat itu sangat dipengaruhi oleh tingginya inflasi yang disebabkan kombinasi
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan gejolak harga pangan, terutama beras (TNP2K, 2010).
Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin
di Indonesia Tahun 1976-2010
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta)
Persentase Penduduk Miskin
Tahun Jumlah Penduduk
Miskin (juta)
Persentase Penduduk
Miskin (%) (%)
1976 54.2 40.1 2000 38.7 19.14
1978 47.2 33.3 2001 37.9 18.41
1980 42.3 28.6 2002 38.4 18.2
1981 40.6 26.9 2003 37.3 17.42
1984 35 21.6 2004 36.1 16.66
1987 30 17.4 2005 35.1 15.97
1990 27.2 15.1 2006 39.3 17.75
1993 25.9 13.7 2007 37.17 16.58
1996 34.01 17.47 2008 34.96 15.42
1998 49.5 24.23 2009 32.53 14.15
1999 47.97 23.43 2010 31.02 13.33 Sumber: BPS,Statistika Indonesia,diolah
Salah satu indikator penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan ekonomi.
Menurut Balisacan (dalam Hermanto S. dan Dwi W., 2007) menyatakan bahwa Indonesia
memiliki catatan yang mengesankan mengenai pertumbuhan ekonomi dan pengurangan
kemiskinan selama dua dekade. Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukan hubungan yang kuat
dalam tingkat agregat.
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling strategis di Indonesia karena sebagian
besar penduduk miskin di Indonesia berada di pedesaan yang bermata pencaharian sebagai
petani. Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian akan mempercepat penurunan jumlah
penduduk miskin yang ada di Indonesia karena langsung mengarah pada sektor sentral yang
menjadi mata pencaharian penduduk miskin.
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin mengalami naik dan turun. Pada
tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan dari 15,97 persen pada tahun 2005
menjadi 17,75 persen pada tahun 2006. Pencapaian tingkat kemiskinan sebesar 14,15 persen di
tahun 2009 ini masih berada di bawah target kemiskinan RPJM 2005-2009, yaitu sebesar 8,2
persen. Pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) juga mengalami penurunan menjadi 5,51
persen pada tahun 2006 dari 5,69 persen di tahun 2005 dan terus menurun lagi menjadi 5,01
persen pada tahun 2007. Hal ini tidak langsung terlihat apabila melihat tabel 2 karena PDB dari
tahun 2004-2009 selalu mengalami pertumbuhan. Akan tetapi, pertumbuhannya tidak menjadi
lebih rendah bila dibandingkan denga tahun-tahun sebelumnya. Dari tabel 2 dapat dilihat dalam
rentang tahun 2004-2009 laju pertumbuhan agrishare mengalami dua kali penurunan, yaitu pada
tahun 2005 dan 2009. Akan tetapi, secara garis besar agrishare terus mengalami pertumbuhan.
Tabel 2 Perbandingan PDB, Pertumbuhan Ekonomi, dan Agrishare dengan
Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2004-2009
Tahun PDB Pertumbuhan Ekonomi
Tahun Agrishare Tingkat Kemiskinan
(miliar rupiah)
(%) (%) (%)
2004 1.656.516,8 5.03 2004 2.82 16.66
2005 1.750.815,2 5.69 2005 2.66 15.97
2006 1.847.126,7 5.51 2006 3.36 17.75
2007 1.964.327,3 5.01 2007 3.43 16.58
2008 2.082.315,9 5.03 2008 4.83 15.42
2009 2.176.975,5 4.85 2009 4.13 14.15
Sumber : BPS,Statistika Indonesia 2004-2009,diolah
Pendidikan merupakan pionir dalam pembangunan masa depan suatu bangsa. Jika dunia
pendidikan suatu bangsa tidak dapat berkembang dengan baik maka pembangunan bangsa
tersebut akan terganggu. Sebab, pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan sekaligus
mempertahankan jati diri manusia suatu bangsa. Selain indikator rata-rata lama sekolah,
indikator lain untuk mengukur pendidikan penduduk di suatu wilayah adalah dengan
menggunakan angka melek huruf. Wongdesmiwati (2009) menyebutkan bahwa peningkatan
jumlah dan kualitas SDM akan menurunkan tingkat kemiskinan. Kualitas sumber daya manusia
dapat dilihat berdasarkan tingkat pendidikannya. Todaro menyebutkan bahwa peningkatan
kemampuan tidak langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya utilitas sehingga
meningkatkan pendapatan (Todaro, 2000).
Tabel 3 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas di Indonesia Tahun 2004-2009
Tahun Angka Melek Huruf Rata-Rata Lama Sekolah
(%) (tahun)
2004 90.4 7.2
2005 90.9 7.3
2006 91.5 7.4
2007 91.87 7.5
2008 92.2 7.5
2009 92.93 7.9
Sumber : BPS,Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, aaaaaaaaadiolah
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas Sumberdaya Manusia
sehingga menjadikan diri sebagai kaum yang berdaya. Banyak orang miskin yang tidak
mendapatkan pendidikan dan mengalami kebodohan sehingga tidak bisa terlepas dari lingkaran
kemiskinan. Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk memahami bahwa kemiskinan bisa
mengakibatkan kebodohan,dan kebodohan jelas identik dengan kemiskinan. Tabel 3
memperlihatkan bahwa Angka Melek Huruf di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Melihat peningkatan angka melek huruf hanya 2,5 persen selama 6 tahun. Rata-Rata Lama
Sekolah di Indonesia selalu meningkat tiap tahunnya, tetapi kenaikan tersebut masih sangat kecil
karena hanya berkisar 0,7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mudah bagi pemerintah
untuk meningkatkan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah di Indonesia..
Kemiskinan merupakan salah satu tolok ukur kondisi sosial ekonomi dalam menilai
keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah di suatu daerah. Banyak sekali masalah-
masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan.
Dari masalah tersebut, muncul pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap perubahan jumlah penduduk miskin?
2. Bagaimana pengaruh agrishare terhadap perubahan jumlah penduduk miskin?
3. Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap perubahan jumlah penduduk
miskin?
4. Bagaimana pengaruh angka melek huruf terhadap perubahan jumlah penduduk
miskin?
5. Bagaimana pengaruh PDRB, agrishare, angka melek huruf, dan rata-rata lama
sekolah terhadap perubahan jumlah penduduk miskin?
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain :
1) Menganalisis pengaruh PDRB terhadap perubahan jumlah penduduk miskin.
2) Menganalisis pengaruh agrishare terhadap perubahan jumlah penduduk miskin.
3) Menganalisis pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap perubahan jumlah
penduduk miskin.
4) Menganalisis pengaruh angka melek huruf terhadap perubahan jumlah penduduk
miskin.
5) Menganalisis pengaruh PDRB, agrishare, rata-rata lama sekolah, dan angka melek
huruf terhadap perubahan jumlah penduduk miskin.
TELAAH TEORI
Teori Kemiskinan
Menurut Todaro (2000) menyatakan bahwa variasi kemiskinan di negara berkembang
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat
pendapatan, (2) perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh negara yang berlainan, (3) perbedaan
kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan peranan
sektor swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat ketergantungan
pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan, (7) perbedaan pembagian kekuasaan,
struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
Sedangkan menurut Jhingan (
yang menjadi penyebab dan sekaligus a
prasarana dan sarana pendidik
penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan
kesehatan dan pola konsumsi buruk sehing
tenaga kerja produktif. Ketiga,
dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.
Lingkaran Kemiskinan
Sumber : Jhingan (1992)
Lingkaran setan Nurkse (dalam Jhingan, 1992), menjelaskan tentang deretan kekuatan
yang melingkar yang saling bereaksi satu sama lain sehingga menempatkan suatu negara miskin
tetap berada dalam keadaan melarat. Ling
produktivitas total di negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal,
menyebabkan produktivitas yang rendah. Produktivitas yang rendah tercermin di dalam
pendapatan nyata yang rendah. Re
menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang
rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah. Ini lah yang ditunjukkan
pada gambar 1.
Produktivitas
Rendah
Pendapatan
Rendah
Permintaan
Rendah
Investasi
Rendah
Kurang
Modal
Sedangkan menurut Jhingan (1992), mengemukaan tiga ciri utama negara berkembang
yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada
prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah
dan tidak memiliki keterampilan ataupun keahlian.
konsumsi buruk sehingga hanya sebagian kecil penduduk yang bisa
tenaga kerja produktif. Ketiga, penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian
produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.
Gambar 1 Lingkaran Kemiskinan (Vicious Circle Nurkse)
Sumber : Jhingan (1992)
Lingkaran setan Nurkse (dalam Jhingan, 1992), menjelaskan tentang deretan kekuatan
yang melingkar yang saling bereaksi satu sama lain sehingga menempatkan suatu negara miskin
tetap berada dalam keadaan melarat. Lingkaran setan pada pokoknya berasal dari fakta bahwa
produktivitas total di negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal,
menyebabkan produktivitas yang rendah. Produktivitas yang rendah tercermin di dalam
pendapatan nyata yang rendah. Rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan tingkat permintaan
menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang
rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah. Ini lah yang ditunjukkan
), mengemukaan tiga ciri utama negara berkembang
g saling terkait pada kemiskinan. Pertama,
menyebabkan tingginya jumlah
ataupun keahlian. Kedua, sarana
sebagian kecil penduduk yang bisa menjadi
penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan
Lingkaran setan Nurkse (dalam Jhingan, 1992), menjelaskan tentang deretan kekuatan
yang melingkar yang saling bereaksi satu sama lain sehingga menempatkan suatu negara miskin
karan setan pada pokoknya berasal dari fakta bahwa
produktivitas total di negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal,
menyebabkan produktivitas yang rendah. Produktivitas yang rendah tercermin di dalam
ndahnya tingkat pendapatan menyebabkan tingkat permintaan
menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang
rendah kembali menyebabkan modal kurang dan produktivitas rendah. Ini lah yang ditunjukkan
Produk Domestik Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi di suatu wilayah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah
mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan
oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor
produksi Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut
menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah.
Kuncoro (2001) menyatakan bahwa pendekatan pembangunan tradisional lebih dimaknai
sebagai pembangunan yang lebih memfokuskan pada peningkatan PDRB suatu provinsi,
Kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Saat ini umumnya PDRB baru dihitung berdasarkan
dua pendekatan, yaitu dari sisi sektoral/lapangan usaha dan dari sisi penggunaan. Selanjutnya
PDRB juga dihitung berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. Total PDRB menunjukkan
jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu.
Agriculture
Agriculture merupakan salah satu sektor dari sembilan sektor di dalam PDRB dengan
menggunakan pendekatan produksi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2011).
Sektor ini berperan di dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Regional
Domestik Bruto (PRDB), penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan,
penyedia lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung,
sektor pertanian juga memiliki kontribusi yang tidak langsung berupa efek pengganda (multiplier
effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Dampak pengganda
tersebut relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sebagai sektor andalan dalam
pembangunan ekonomi nasional.
Perekonomian negara terbelakang seperti biasanya ditandai oleh luasnya sektor primer,
dan sempitnya sektor sekunder serta tersier. Pertumbuhan di sektor pertanian akan memberikan
dampak pada pertumbuhan pada sektor industri. Jhingan (1992) mengatakan pada waktu
produksi pertanian naik, kenaikan ini akan meningkatkan pendapatan di sektor pertanian, yang
pada gilirannya menaikkan permintaan di pedesaan akan barang konsumen dan input pertanian.
Naiknya permintaan di bidang ini merupakan rangsangan bagi ekspansi di sektor industri
(Jhingan, 1992).
Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan formal yang dicapai
oleh masyarakat suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi
jenjang pendidikan yang dijalani. Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang
dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang
diikuti. Untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP.
Untuk memperoleh pekerjaan yang ditawarkan di sektor modern didasarkan kepada tingkat
pendidikan seseorang dan tingkat penghasilan yang dimiliki selama hidup berkorelasi positif
terhadap tingkat pendidikannya. Tingkat penghasilan ini sangat dipengaruhi oleh lamanya
seseorang memperoleh pendidikan (Todaro, 2000). Rata-rata lama sekolah merupakan indikator
tingkat pendidikan di suatu daerah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk modal manusia
(human capital) yang menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Angka Melek Huruf
Menurut UNESCO (n.d.) definisi dari melek huruf adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, mengkomunikasikan, membuat, dan mengolah isi
dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan
berbagai situasi. Kemampuan baca tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran
berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya. Kemampuan
baca tulis ini juga berkaitan langsung dengan cara seseorang untuk memperoleh pengetahuan,
menggali potensi, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang luas.
Salah satu indikator terlaksananya dengan baik pendidikan untuk masyarakat dapat
diketahui dengan meningkatnya angka melek huruf atau kemampuan baca tulis dalam
masyarakat tersebut. Indikator ini juga dapat menggambarkan mutu dari SDM yang ada di suatu
wilayah yang diukur dalam aspek pendidikan, karena semakin tinggi angka kecakapan baca tulis
maka semakin tinggi pula mutu dan kualitas SDM (BPS, 2011).
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai kemiskinan telah banyak dilakukan dan digunakan sebagai
referensi oleh peneliti dalam melaksanakan ini, antara lain:
a. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin (Herwanto
Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2007)
Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
kemiskinan di Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
Panel Data. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kenaikan PDRB mengakibatkan
penurunan atas angka kemiskinan, kenaikan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan
atas angka kemiskinan, kenaikan inflasi mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan,
kenaikan share pertanian dan industri mengakibatkan penurunan atas angka kemiskinan,
dimana pengaruh tingkat pendidikan SMP lebih besar dari pada pengaruh share pertanian.
Sedangkan kenaikan Dummy krisis mengakibatkan peningkatan atas angka kemiskinan.
b. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia (Analisis Ekonometri)
(Wongdesmiwati, 2009).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di Indonesia. dalam melakukan analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan data-data yang digunakan adalah data
sekunder mengenai jumlah penduduk, produk domestik bruto, angka melek huruf, angka
harapan hidup, penggunaan listrik dan konsumsi makanan. Metode analisis yang digunakan
yaitu analisis regresi berganda (multiple regression) dengan menggunakan alat analisis
eviews 4.1. Hasil penelitian menunjukkan hanya ada tiga variabel yang terbukti signifikan
mempengaruhi jumlah penduduk miskin, yaitu jumlah penduduk, Produk Domestik Bruto
(PDB), dan Angka Melek Huruf.
c. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Publik terhadap Peningkatan Pembangunan
Manusia dan Pengurangan Kemiskinan (Yani Mulyaningsih, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh pengeluaran pemerintah di
sektor publik terhadap pembangunan manusia di Indonesia dan kemiskinan dan juga
menganalisis pengaruh pembangunan manusia terhadap kemiskinan di Indonesia
menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengeluaran
pemerintah di sketor publik tidak berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan manusia
di Indonesia dan tidak terbukti mempengaruhi kemiskinan sementara pembangunan manusia
terbukti signifikan mempengaruhi kemiskinan
d. Pro Poor Growth Tingkat Provinsi di Indonesia (Atik Mar’atis Suhartini, 2011).
Penelitian ini menganalisis tentang derajat dan faktor-faktor yang mempengaruhi Pro
Poor Growth di tingkat provinsi di Indonesia. Untuk menganalisis derajat manfaat
pertumbuhan terhadap penduduk miskin menggunakan Poverty Equivalent Growth Rate
(PEGR) sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pro poor growth dianalisis dengan
menggunakan regresi data panel.
Hipotesis
Berdasarkan teori dan permasalahan yang ada, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
1. Diduga variabel PDRB berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin.
2. Diduga variabel agrishare berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin.
3. Diduga variabel rata-rata lama sekolah berpengaruh negatif terhadap jumlah
penduduk miskin.
4. Diduga variabel angka melek huruf berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk
miskin.
5. Diduga variabel PDRB, agrishare, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf
secara bersama-sama mempengaruhi jumlah penduduk miskin.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel endogen (dependen) dan empat variabel
eksogen (independen) variabel endogen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin.
Variabel eksogen untuk penelitian ini adalah PDRB, agrishare, rata-rata lama sekolah, dan
angka melek huruf.
Definisi Operasional
� Jumlah Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
� PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau secara umum PDRB
memberikan gambaran kinerja ekonomi makro suatu wilayah dari waktu ke waktu. Nilai
PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDRB 33 Provinsi di Indonesia atas
dasar harga konstan 2000 selama tahun 2006-2009. Satuan dari variabel PDRB ini adalah
miliar rupiah (BPS).
� Agrishare
Agrishare adalah kontribusi sektor pertanian di dalam PDRB yang dihitung berdasarkan
pendekatan produksi. Satuan dari variabel agrishare ini adalah persen.
� Angka Melek Huruf
Angka Melek Huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat
membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya di 33 Provinsi di Indonesia (BPS).
Adapun satuan dari variabel pendidikan ini adalah persen.
� Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk usia lebih dari 15 tahun
dalam menempuh pendidikan formal. Satuan yang digunakan dalam menghitung rata-rata
lama sekolah adalah tahun.
Metode Analisis
Studi ini menggunakan analisis data panel sebagai pengolahan data dengan menggunakan
program Eviews 6. Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara deret
waktu (time-series data) dan kerat lintang (cross-section data). Model yang digunakan adalah
dengan menggunakan Fixed Effect Model sehingga model yang ada akan dimasukkan variabel
dummy. Penggunaan dummy wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan yang
terjadi antar wilayah (provinsi) dalam rentang tahun 2006-2009 , dimana Provinsi Jawa Timur
digunakan sebagai wilayah acuan (benchmark). Alasan penggunaan Provinsi Jawa Timur sebagai
benchmark adalah karena Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin yang paling
tinggi.
LOG(KM)it = α1 + β1 LOG(PDRB)it + β1 LOG(AG)it + β2 LOG(AMH)it +β3
LOG(RLS)it + +α2 D2i+ α3 D3i+ α4 D4i+ α5 D5i+ α6D6i+ α7 D7i+ α8 D8i+ α9
D9i+ α10 D10i+ α11 D11i+α12 D12i+ α13 D13i+ α14 D14i+ α15 D15i+ α16 D16i+ α17
D17i+ α18 D18i+ α19 D19i+ α20 D20i+ α21 D21i+ α22 D22i+ α23 D23i+ α24
D24i+α25 D25i+ α26 D26i+ α27 D27i+ α28 D28i+ α29 D29i+ α30 D30i+ α31
D31i+α32 D32i+ α33 D33i+ Eit
Keterangan :
LOG = logaritma natural
KM = jumlah penduduk miskin dalam ribu jiwa.
PDRB = PDRB dalam miliar rupiah
AG = agrishare dalam persen
AMH = angka melek huruf dalam persen
RLS = rata-rata lama sekolah dalam tahun
D2 = 1 untuk Prov. NAD D2 = 0 untuk Prov. Lainnya
D3 = 1 untuk Prov. Sumut D3 = 0 untuk Prov. Lainnya
D4 = 1 untuk Prov. Sumbar D4 = 0 untuk Prov. Lainnya
D5 = 1 untuk Prov. Riau D5 = 0 untuk Prov. Lainnya
D6 = 1 untuk Prov. Jambi D6 = 0 untuk Prov. Lainnya
D7 = 1 untuk Prov. Sumsel D7 = 0 untuk Prov. Lainnya
D8 = 1 untuk Prov. Bengkulu D8 = 0 untuk Prov. Lainnya
D9 = 1 untuk Prov. Lampung D9 = 0 untuk Prov. Lainnya
D10 = 1 untuk Prov. Kep. Babel D10 = 0 untuk Prov. Lainnya
D11 = 1 untuk Prov. Kep. Riau D11 = 0 untuk Prov. Lainnya
D12 = 1 untuk Prov. DKI Jakarta D12 = 0 untuk Prov. Lainnya
D13 = 1 untuk Prov. Jabar D13 = 0 untuk Prov. Lainnya
D14 = 1 untuk Prov. Jateng D14 = 0 untuk Prov. Lainnya
D15 = 1 untuk Prov. DIY D15 = 0 untuk Prov. Lainnya
D16 = 1 untuk Prov. Banten D16 = 0 untuk Prov. Lainnya
D17 = 1 untuk Prov. Bali D17 = 0 untuk Prov. Lainnya
D18 = 1 untuk Prov. NTB D18 = 0 untuk Prov. Lainnya
D20 = 1 untuk Prov. NTT D19 = 0 untuk Prov. Lainnya
D21 = 1 untuk Prov. Kalbar D20 = 0 untuk Prov. Lainnya
D19 = 1 untuk Prov. Kalteng D21= 0 untuk Prov. Lainnya
D22 = 1 untuk Prov. Kalsel D22 = 0 untuk Prov. Lainnya
D23 = 1 untuk Prov. Kaltim D23 = 0 untuk Prov. Lainnya
D24 = 1 untuk Prov. Sulut D24 = 0 untuk Prov. Lainnya
D25 = 1 untuk Prov. Sulteng D25 = 0 untuk Prov. Lainnya
D26 = 1 untuk Prov. Sulsel D26 = 0 untuk Prov. Lainnya
D27 = 1 untuk Prov. Sultara D27 = 0 untuk Prov. Lainnya
D28 = 1 untuk Prov. Gorontalo D28 = 0 untuk Prov. Lainnya
D29 =1 untuk Prov. Sulbar D29 = 0 untuk Prov. Lainnya
D30 = 1 untuk Prov. Maluku D30 = 0 untuk Prov. Lainnya
D31 = 1 untuk Prov. Malut D31 = 0 untuk Prov. Lainnya
D32 = 1 untuk Prov Papua Barat D32 = 0 untuk Prov. Lainnya
D33 = 1 untuk Prov Papua D33 = 0 untuk Prov. Lainnya
α1 = intercept benchmark (acuan)
α2- α32 = diferential intercept koefisien
β1- β3 = koefisien regresi
E = error
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pemilihan model yang dilakukan, menghasilkan model Fixed Effect Model
(FEM) yang terpilih. Dalam analisis data panel untuk model FEM, jika asumsi yang dipakai
adalah slope koefisien konstan tetapi bervariasi antar wilayah. Bentuk model FEM adalah
dengan memasukkan variabel dummy untuk menyatakan perbedaan intersep. Penggunaan dummy
wilayah dalam penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan yang terjadi antar wilayah
(provinsi) dalam rentang tahun 2006-2009 , dimana Provinsi Jawa Timur digunakan sebagai
wilayah acuan (benchmark). Alasan penggunaan Provinsi Jawa Timur sebagai benchmark
adalah karena Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penduduk miskin yang paling tinggi.
Tabel 4 Hasil Regresi Fixed Effect Model
Variabel Koefisien t-Statistik Prob.
C 27.31602 8.250842 0
LOG(AG) -1.03774 -4.06189 0.0001
LOG(PDRB) -1.45359 -11.6096 0
LOG(RLS) -0.65264 -2.37231 0.0197
LOG(AMH) -0.00314 -0.00368 0.9971
R2 0.99782
F - Statistik 1208.014
Prob. F - Statistik 0
Jumlah Observasi 132
Signifikansi pada α = 5% Sumber : Output Eviews 6, Lampiran B
Deteksi Normalitas
Berdasarkan hasil uji normalitas, menunjukkan nilai Jarque-Bera 0,405950 < nilai χ2
Tabel (α = 0,05, df = 4) adalah 9,48773 sehingga H0 diterima berarti data berdistribusi normal
sedangkan apabila dilihat dari probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,816299 > α = 5% berarti data
berdistribusi normal.
Uji Asumsi Klasik
Deteksi Multikolinearitas
Dari rangkuman regresi parsial pada Tabel 4.13 , dapat dilihat bahwa nilai R2 pada
persamaan regresi utama (KM) lebih besar dari nilai R2 auxilary pada regresi parsial independen
yitu: PDRB (R2= 0,433051), AG (R2= 0,425099), AMH (R2= 0,456835), RLS (R2= 0,574987).
Artinya, model estimasi regresi KM tidak terkena gejala multikolinearitas.
Tabel 5 Hasil Koefisien Determinasi (R2) Parsial
Persamaan KM
KM
Regresi Parsial Variabel Independen
PDRB AG AMH RLS R2= 0,997820
R2= 0,433051
R2= 0,425099
R2= 0,456835 R2= 0,574987
Sumber : Pengolahan data Eviews 6 (2011)
Deteksi Heterokedastisitas
Dalam penelitian ini digunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey (BPG) untuk melihat apakah
di dalam penelitian tersebut terdapat masalah heterokedastisitas. Penelitian dikatakan memiliki
masalah heterokedastisitas apabila error atau residual model yang diamati tidak memiliki varian
yang konstan dari satu observasi ke observasi lainnya.
Tabel 6 Hasil Uji BPG
S.E. of regression 0.002759
Sum squared resid 0.000723
Sumber : Pengolahan data Eviews 6 (2011)
Berdasarkan Tabel 6 dapat dihitung χ2hitung = ESS/2 = 0,000723/2 = 0,000361,5. Sehingga
χ2hitung (0,000361,5)< lebih kecil dari nilai χ2Tabel (α = 0,05, df = 4) adalah 9,48773 sehingga H0
diterima, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan kemiskinan tersebut bebas dari
heterokedastisitas.
Deteksi Autokolerasi
Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokolerasi yakni dengan
menggunkan uji Breusch-Godfrey (BG). Jika nilai Probability Obs*R-square > α = 5%, berarti
H0 diterima atau dengan kata lain bebas autokolerasi dan jika nilai Probability Obs*R-square < α
= 5%, berarti H0 ditolak atau dengan kata lain terkena autokolerasi.
Tabel 7 Hasil Uji Breusch-Godfrey
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.043966 Prob. F(1,94) 0.8344
Obs*R-squared 0.06171 Prob. Chi-Square(1) 0.8038
Sumber : Pengolahan data Eviews 6 (2011)
Berdasarkan Tabel 4.15, menunjukkan hasil nilai Probability Obs*R-square (prob. Chi-
Square) sebesar 0,8038 > α = 5%, berarti H0 diterima atau dengan kata lain bebas autokolerasi.
Koefisien Determinasi (R2)
Dari hasil estimasi, R2 yang diperoleh untuk KM adalah sebesar 0,997820. Artinya model
persamaan regresi mampu menjelaskan hubungan variabel dependen (KM) dan variabel
independen (PDRB, AG, AMH, dan RLS) sebesar 99,78%. Sementara 0,22 persen sisanya
dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model ini dan faktor-faktor
lainnya sehingga dapat disimpulkan model ini baik dan dapat menjelaskan permasalahan
penelitian ini.
Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh-pengaruh dari variabel-variabel
independen secara bersama-sama atau keseluruhan. Parameternya adalah bila nilai F hitung lebih
besar dibandingkan dengan F tabel atau nilai probabilitas F-stats lebih kecil dari nilai alpha (α) 1
persen, 5 persen, atau 10 persen, maka dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan variabel-
variabel independen dalam model berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.
Tabel 8 Hasil Uji F (α=5%) Persamaan KM Variabel F-Statistic F-Tabel
KM 1208.01 2,68 Sumber : Pengolahan data Eviews 6 (2011)
Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan variabel-variabel
independen yaitu PDRB, AG, AMH, dan RLS dalam model berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen yaitu KM. hal ini dikarenakan F-Statistik (1208,014) > F-tabel α = 5% (2,68).
Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Uji t bermaksud untuk melihat signifikansi pengaruh variabel independen secara individu
terhadap variabel dependen. Parameter yang digunakan adalah suatu variabel independen
dikatakan secara signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen bila nilai t–statistik lebih
besar dari nilai t tabel atau juga dapat diketahui dari nilai probabilitas t-statistik yang lebih kecil
dari nilai alpha (α) 1 persen, 5 persen, atau 10 persen.
Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa tidak semua variabel independen signifikan
dalam model, dimana ada variabel independen yang memiliki nilai probabilitas dari t-statistik
yang lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α=0,5%). Adapun variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan yaitu PDRB, AG, dan RLS. Sedangkan variabel independen yang
tidak signifikan berpengaruh yaitu AMH.
Tabel 9 Hasil Uji t (α = 0,05)
Variabel Koefisien t-statistik t-Tabel Probabilitas Kesimpulan
LOG(PDRB) -1.45359 -11.6096 1.65685 0 Signifikan LOG(AG) -1.03774 -4.06189 1.65685 0.0001 Signifikan LOG(RLS) -0.65264 -2.37231 1.65685 0.0197 Signifikan
LOG(AMH) -0.00314 -0.00368 1.65685 0.9971 Tidak Signifikan Sumber : Pengolahan data Eviews 6 (2011)
Interpretasi Hasil Analisis
Dari data yang diperoleh dilakukan pengolahan data menggunakan Fixed Effect Model
(FEM). Adapun variabel dependen yang digunakan dalam model penelitian ini yaitu Jumlah
Penduduk Miskin (KM), sedangkan variabel independen yang digunkan yaitu Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), Agrishare (AG), rata-rata lama sekolah (RLS), dan Angka Melek
Hururf (AMH).
Dari empat variabel yang digunakan, ada tiga variabel independen yang signifikan dan
satu variabel independen yang tidak signifikan. Variabel independen yang signifikan yaitu
PDRB, AG, dan RLS. Sedangkan variabel independen yang tidak signiofikan yaitu AMH.
Berdasarkan hasil regresi linear berganda di atas, maka dapat dibentuk model persamaan
regresi berganda sebagai berikut :
Log (KM) = 23,59257 –1,453586 * Log (PDRB) - 1,037743 * Log (AG) – 0,652644 * Log
(RLS) – 0,003139 * Log (AMH) – 0512122D2 + 1,593069D3 – 1,246923D4 –
0,077228D5 – 1,570692D6 - 1,760907D7 - 0,392598D8 - 1,412742D9 -
5,345307D10 - 4,218007D11 - 3,723451D12 + 3,503996D13 + 1,972009D14 +
0,995157D15 + 1,255480D16 - 2,811065D17 - 1,592239D18 - 1,681451D19 -
1,615284D20 - 2,932121D21 - 2,452742D22 - 1,507493D23 - 3,335827D24 -
4,474883D25 - 1,652618D26 - 0,685216D27 - 5,195875D28 - 3,482346D29 -
4,375396D30 - 6,133682D31 - 2,576790D32 - 3,846954D33
PDRB terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Tanda parameter variabel PDRB adalah negatif yaitu -1,453586 yang menunjukan
apabila PDRB naik 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
1,453 persen. Apabila PDRB turun sebesar 1 triliun akan menaikkan jumlah penduduk miskin
(KM) sebesar 1,453 persen. Hasil penelitian empiris yang pernah dilakukan sebelumnya pun
memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi
Wahyuniarti (2007) menunjukkan bahwa kenaikan dari PDRB berpengaruh negatif terhadap
jumlah penduduk miskin. Selanjutnya diungkapkan bahwa pentingnya mempercepat
pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan
pertumbuhan ekonomi yang cepat maka kemiskinan di daerah dapat ditekan jumlahya. Hasil
penelitian mereka menyebutkan bahwa Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wongdesmiwati
(2009) yang meneliti kemiskinan di Indonesia, PDB berpengaruh negatif terhadap jumlah
penduduk miskin.
Agrishare terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil estimasi yang diperlihatkan persamaan 4.1 diperoleh variabel Agrishare (AG)
berepengaruh negatif terhadap variabel jumlah penduduk miskin (KM). Tanda parameter
Agrishare (AG) adalah negatif yaitu 1,037743 yang menunjukkan apabila Agrishare (AG) naik
sebesar 1% maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar 1.037 jiwa. Apabila
Agrishare (AG) turun sebesar 1% maka akan menaikkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
1.037 jiwa.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2011) yang
melakukan penelitian tentang produktivitas sektor pertanian tingkat provinsi di Indonesia.
Menurut Suhartini peningkatan produktivitas sektor pertanian setidaknya berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan rumah tangga miskin yang memiliki sumber penghasilan utama sektor
ini. Demikian juga dengan hasil penelitian dari Hermanto S. dan Dwi W. (2007) bahwa program-
program pengentasan kemiskinan sebaiknya difokuskan di sektor pertanian di perdesaan.
Rata-Rata Lama Sekolah dan Jumlah Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil studi empiris, diperoleh variabel Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk Miskin (KM) di Indonesia. Tanda parameter
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) adalah negatif 0,652644 yang menunjukkan apabila Rata-Rata
Lama Sekolah (RLS) naik 1 % maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
0,652644 %. Apabila Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) turun sebesar 1 % maka akan menaikkan
jumlah penduduk miskin (KM) sebesar 0,652644 %. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Atik Mar’atis Suhartini (2011).
Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori
dalam penelitian ini. Menurut Simmons (dalam Todaro, 2000), pendidikan di banyak negara
merupakan cara untuk menyelamatkan diri dan kemiskinan. Dimana digambarkan dengan
seorang miskin yang diharapkan pekerjaan baik serta penghasilan yang tinggi maka harus
mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi pendidikan tinggi hanya mampu dicapai oleh
orang kaya. Sedangkan orang miskin tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikan
hingga ke tingkat yang lebih tinggi seperti sekolah lanjutan dan universitas. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Atik Mar’atis Suhartini (2011).
Interpretasi Variabel Dummy pada Model FEM
Provinsi Jawa Timur dipilih menjadi benchmark karena Provinsi Jawa Timur merupakan
Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. Terdapat 30 variabel
dummy signifikan dan 2 variabel dummy tidak signifikan. Variabel dummy yang tidak signifikan
adalah Provinsi Riau dan Provinsi Bengkulu. Signifikan dan tidak signifikan variabel dummy
menandakan perbandingan kondisi yang dimiliki variabel dummy dengan benchmark. Apabila
variabel dummy tersebut signifikan, artinya kondisi kemiskinan di dalam provinsi dummy tidak
sama dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur sebagai benchmark. Sedangkan apabila
memiliki tidak signifikan, artinya kondisi kemiskinan di dalam provinsi-provinsi yang menjadi
dummy sama dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur yang dijadikan benchmark.
Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan karakteristik variabel dummy ada. Hal ini
dilihat berdasarkan tanda di dalam koefisien yang terdapat pada variabel dummy. Apabila
koefisiennya memiliki tanda positif hal ini menandakan variabel dummy tersebut memiliki
tingkat karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan karakteristik dari benchmark. Ada
lima variabel dummy yang bertanda positif yaitu Prov. Sumatera Utara, Prov. Jawa Barat, Prov.
Jawa Tengah, Prov D.I. Yogyakarta, dan Provinsi Banten. Hal ini menandakan kelima provinsi
ini memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan Provinsi Jawa Timur sebagai
benchmark. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki nilai koefisien tertinggi
dibandingkan empat variabel dummy yang lain, nilai 3,503996 pada koefisien dummy Provinsi
Jawa Barat menunjukkan apabila ada perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Agrishare (AG), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH) baik antar
daerah maupun antar waktu untuk Provinsi Jawa Barat akan memiliki rata-rata jumlah penduduk
miskin yang lebih baik 3,503996 dibanding Provinsi Jawa Timur.
Di dalam variabel dummy yang di teliti terdapata 27 variabel yang memiliki tanda
negatif. Koefisien yang memiliki tanda negatif menandakan variabel dummy tersebut memiliki
tingkat karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan karakteristik dari benchmark
Provinsi-provinsi yang bertanda negatif ada 27 provinsi, hal ini menandakan provinsi-provinsi
ini memiliki karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan benchmark. Provinsi yang
memiliki koefisien terendah adalah Provinsi Maluku Utara dengan nilai koefisien -6,133682. Hal
ini menunjukkan apabila ada perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Agrishare
(AG), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH) baik antar daerah
maupun antar waktu untuk Provinsi Maluku Utara akan memiliki rata-rata jumlah penduduk
miskin yang lebih rendah 6,133682 dibanding Provinsi Jawa Timur.
Variabel dummy yang memiliki karakteristik lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi
Jawa Timur sebaiknya perlu meningkatkan kembali PDRB yang ada. Ada 27 Provinsi yang
memiliki karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur. Di dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB memiliki signifikansi yang sempurna dengan demikian
PDRB memiliki pengaruh yang sangat kuat dibandingkan dengan variabel yang lain. Jadi, untuk
mempercepat penurunan jumlah penduduk miskin perlu ditingkatkan kembali PDRB di dalam 27
provinsi tersebut.
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 99,78 persen. Secara parsial seluruh variabel independen yakni
PDRB, Agrishare, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Angka Melek Huruf berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan 0,22 persen sisanya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model ini
2. Variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan,
artinya peningkatan PDRB akan mengurangi kemiskinan di di Indonesia.
3. Variabel Agrishare mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi
kemiskinan, artinya peningkatan Agrishare akan mengurangi kemiskinan di Indonesia.
4. Variabel Rata-Rata Lama Sekolah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
mempengaruhi kemiskinan, artinya peningkatan Rata-Rata lama Sekolah akan
mengurangi kemiskinan di Indonesia.
5. Variabel Angka Melek Huruf mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan
mempengaruhi kemiskinan. Hal ini dikarenakan nilai Angka Melek Huruf tidak terlalu
bervariasi dan kecenderungan nilai Angka Melek Huruf sudah mendekati angka 100
persen. Hal ini dapat dilihat dari data Angka Melek Huruf di Provinsi-Provinsi di
Indonesia tahun 2006-2009.
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan
dalam penelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Jumlah variabel yang diteliti di dalam penelitian ini hanya berjumlah empat variabel
yaitu Produk Domestik regional Bruto (PDRB), Agrishare (AG), Rata-Rata Lama
Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH). Padahal masih terdapat faktor yang
berhubungan dengan kemiskinan, seperti: Indeks Gini, Jumlah Penduduk,
Industrishare, Krisis Ekonomi, dan lain-lain.
2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu selama empat tahun, masih
terlalu singkat. Hal ini dikarenakan sumber data yang terbatas.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang disampaikan
untuk menurunkan kemiskinan di Indonesia, yaitu:
1. PDRB akan selalu menjadi landasan untuk pengentasan kemiskinan, oleh karena itu perlu
terus diupayakan kenaikan PDRB. Untuk dapat mengurangi jumlah penduduk miskin
yang ada di Indonesia sebaiknya pemerintah lebih memacu kembali PDRB yang ada
karena berdasarkan hasil penelitian pengaruh PDRB terhadap jumlah penduduk miskin
signifikan sempurna.
2. Agrishare memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, sehingga
diharapkan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan revitalisasi pertanian. Program
pemerintah dalam rangka peningkatan Agrishare perlu diintensifkan lagi, seperti berbagai
riset dan pengembangan di bidang pertanian melalui revitalisasi pertanian.
3. Rata-Rata Lama Sekolah berdasarkan penelitian memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap kemiskinan. Penelitian ini menemukan semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi kemungkinan seseorang tersebut untuk terhindar
dari kemiskinan. Hal ini seharusnya perlu dibantu oleh kebijakan pemerintah agar orang-
orang miskin mampu terlepas dari kemiskinan. Sehingga program wajib belajar yang
telah dicanangkan hingga 9 tahun perlu ditingkatkan kembali hingga 12 tahun.
4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat
pengaruh variabel PDRB, Agrishare, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Angka Melek Huruf
terhadap Kemiskinan di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan studi lanjutan yang lebih
mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil
penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
berbagai pihak yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam hal penekanan
kemiskinan.
REFERENSI
Atik Mar’atis. 2011. Pro Poor Growth Tingkat Provinsi di Indonesia. Tesis. S2 IE-IPB. Bogor.
Badan Pusat Statistika, berbagai tahun. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia menurut Lapangan Usaha. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistika Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistika Kesejahteraan Rakyat. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistik Pendidikan. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
Baltagi, Badi H. 2005. Econometric Analysis of Panel; Data 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England.
BKKBN, 2009. Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2009, BKKBN, Jakarta : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Damodar Gujarati, 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Terjemahan : Sumarno Zain.
Departemen Pertanian, 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009. Jakarta : Departemen Pertanian.
Firmansyah, 2009, Modul Praktek regresi Data Panel dengan Eviews 6. Semarang : Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Undip.
Gidion Mbilijora, 2007, Upaya Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam Menjawab MDGs. Lokakarya Nasional seri ke II di Wonosobo-Jateng: Sumba Timur.
Hermanto S., Dwi W., 2007, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Penduduk Miskin di Indonesia : Proses Pemerataan dan Pemiskinan, Direktur Kajian Ekonomi, Institusi Pertanian Bogor.
Jhingan, ML. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : CV. Rajawali.
Lincolin Arsyad, 1997, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, Penerbit BP STIE YKPN, Yogyakarta.
Mankiew, Gregory, 2000, Teori Makro Ekonomi, Erlangga , Jakarta.
Mudrajad Kuncoro, 2001, Metode Kuantitatif, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Rasiden Karo, K., S., dkk., 2009, Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia, Fakultas Ekonomi : Institut Pertanian Bogor.
Sadono Sukirno, 2000, Makro Ekonomi Modern, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suparno, 2010, Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro Poor Growth Policy di Indonesia. Tesis. S2 IE-IPB. Bogor.
TNP2K, 2010, Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan Program Percepatan, Edisi Kedua. Jakarta: TNP2K, available: http://www.tnp2k.wapresri.go.id.
Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedua, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tulus H. Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Usman, dkk., 2009, Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Fiskal, Fakultas Ekonomi : Institut Pertanian Bogor.
Wing Wahyu.W, 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews : Edisi Kedua. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Wongdesmiwati, 2009, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, available: http://www.wordpress,com.
Yani Mulyaningsih. 2008. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di sektor Publik Terhadap Peningkatan Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. Tesis. S2 Program Pasca Studi Kajian Timur Tengah dan Islam. Univesitas Indonesia. Jakarta.
Recommended