View
1.118
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN
Saat ini para akuntan pada umumnya telah menyepakati bahwasanya pajak penghasilan
perusahaan merupakan sebuah beban. Berdasarkan GAAP saat ini, pajak penghasilan harus
diperlakukan sebagai beban. Perlakuan ini sesuai dengan teori manajemen kepemilikan
(proprietary theory) karena akumulasi penghasilan bagi pemilik akan dikurangi oleh kewajiban-
kewajiban perusahaan ke pemerintah. Selain itu, karena pajak penghasilan tidak diakibatkan oleh
transaksi-transaksi dengan pemilik, memperlakukan pajak penghasilan perusahaan sebagai beban
(expense) adalah sesuai dengan definisi SFAC No. 6 mengenai penghasilan/laba komprehensif
(comprehensive income). Oleh karena itu, selintas tidak terlihat ada masalah berkaitan dengan
akuntansi pajak penghasilan.
Namun sebaliknya, selama bertahun-tahun akuntansi pajak penghasilan merupakan
sebuah topik akuntansi keuangan yang paling kontroversial. Kontroversi tersebut berpusat pada
sejumlah issu mengenai pelaporan (reporting) dan pengukuran (measurement).
PERSPEKTIF HISTORIS
Akuntansi pajak penghasilan menjadi sebuah issu yang signifikan di tahun 1940-an ketika
IRC (Internal Revenue Code) mengizinkan perusahaan-perusahaan untuk menyusutkan cost
fasilitas-fasilitas darurat yang dianggap penting untuk keperluan perang selama periode enam
bulan. Selama lima tahun, bisnis-bisnis bisa mengurangi laba fiskal/laba fiskal (taxable income)
mereka sampai di bawah standar yang seharusnya jika didasarkan pada metode penyusutan yang
diperhitungkan (sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim). Total beban penyusutan selama
umur aktiva/aset untuk laba dalam laporan keuangan adalah sama seperti laba fiskal, tetapi
pengalokasian beban pada laba akuntansi masing-masing periode pelaporan secara signifikan
berbeda dengan alokasi laba fiskal. Sebelum dikeluarkannya peraturan IRC ini, para praktisi
akuntansi membebankan pajak penghasilan saat ia muncul per laporan pajak (tax return)
perusahaan. Beberapa akuntan berargumen bahwasanya jika penyusutan pajak yang dipercepat
diperbolehkan, maka pembebanan jumlah kewajiban pajak yang timbul pada masing-masing
periode akan berakibat ada munculnya ketidakjelasan (distorsi) dalam laporan pendapatan
periodik. Sebagai contoh, ketika laba komersial sama jumlahnya pada masing-masing periode
akuntansi, beban pajak akan berfluktuasi dan pendapatan-pendapatan yang dilaporkan tidak
dinormalisir.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Pertanyaan awal yang timbul dengan diterapkannya pajak terhadap laba perusahaan
adalah apakah pajak-pajak penghasilan merupakan beban ataukah merupakan pendistribusian
laba perusahaan ke pemerintah. The Committee on Accounting Procedure menyelesaikan issu ini
dalam ARB No. 23, "Akuntansi Pajak Penghasilan," dengan memposisikan bahwa pajak
penghasilan merupakan suatu beban yang perlu dialokasikan ke penghasilan sebagaimana
layaknya pengalokasian beban-beban perusahaan lainnya. ARB No. 23 kemudian menjadi Bab 10,
Bagian B dari ARB No. 43, yang merupakan seperangkat prosedur-prosedur akuntansi AICPA,
dimana di dalamnya dinyatakan:
Pajak penghasilan adalah suatu beban yang perlu dialokasikan (jika diperlukan dan bisa dipraktekkan) ke penghasilan dan pos-pos lainnya, seperti layaknya pengalokasian beban-beban lain. Yang harus dicerminkan oleh laporan laba rugi … adalah beban yang bisa dialokasikan (secara tepat) pada penghasilan yang tercakup di dalam laporan laba rugi untuk tahun yang bersangkutan.
Item-item yang dilaporkan dalam laporan laba rugi memiliki konsekuensi pajak. Konsekuensi
tersebut merupakan beban dan harus diperlakukan sama seperti beban-beban lain yang
dilaporkan di dalam laporan laba rugi. Accrual accounting mengharuskan diakuinya pos-pos
penerimaan dan beban dalam periode tahun buku, tanpa melihat tanggal (waktu terjadinya) bon
dan pembayaran. Maka dari itu, pengaruh pajak terhadap transaksi-transaksi bisnis haruslah
dicatat dengan cara yang sama. Yakni, pajak penghasilan harus dialokasikan ke periode-periode
tahun buku sedemikian rupa sehingga item-item yang dilaporkan dalam laporan laba rugi cocok
dengan konsekuensi pajak mereka masing-masing. Pengalokasian pajak penghasilan ke periode-
periode akuntansi ini diistilahkan dengan interperiod tax allocation (alokasi pajak antar periode).
ARB No. 23 tidak berlaku pada kasus-kasus dimana "perbedaan di antara laporan
penerimaan pajak (tax return) dan laporan laba rugi akan terjadi berulang-ulang secara tetap di
dalam kurun waktu yang lama". Muncul perdebatan mengenai perlu tidaknya pengalokasian
konsekuensi pajak dari semua item yang memunculkan perlakuan pajak yang berbeda dengan
perlakuan akuntansi. Selain itu, ARB No. 23 tidak memberikan pedoman yang jelas mengenai
bagaimana cara mengukur suatu konsekuensi pajak tertentu secara spesifik. Sifat dari pajak
penghasilan selanjutnya dipelajari oleh APB, yang kemudian menerbitkan APB Opinion No. 11,
"Akuntansi Pajak Penghasilan." Pengumuman ini memperluas cakupan interperiod tax allocation
ke semua item yang memunculkan perbedaan pengakuan atas pendapatan dan beban di dalam
laporan laba rugi dan laporan penerimaan pajak. Pengumuman ini mengharuskan diterapkannya
deferred method, yang mengukur pengaruh konsekuensi pajak yang akan datang dengan
menggunakan tarif pajak saat ini. (yang mana merupakan pendekatan laporan laba rugi (income
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
statement approach) yang menekankan pada konsep kecocokan). Metode ini konsisten dengan
rekomendasi-rekomendasi yang digaris bawahi di dalam ARB No. 43. Namun, APB Opinion No. 11
banyak menuai kritik. Para penentangnya menyatakan bahwa dipakainya tarif pajak saat ini akan
berakibat pada nilai-nilai laporan rugi laba yang tidak merefleksikan konsekuensi pajak masa
depan dari peristiwa dan transaksi-transaksi ekonomi, karena saat konsekuensi masa depan
tersebut akhirnya terjadi, tarif pajak kemungkinan besar sudah berubah. Merespon hal ini, FASB
menerbitkan SFAS No. 96, "Akuntansi Pajak Penghasilan," yang melarang pendekatan neraca
(balance sheet approach) untuk mengalokasikan pajak penghasilan pada periode-periode
akuntansi. Tetapi SFAS No. 96 tidak berhasil membungkam kritik-kritik mengenai pelaporan pajak
penghasilan, dan beberapa ketetapan di dalamnya begitu kontroversial sehingga FASB terpaksa
menunda tanggal efektif berlakunya putusan tersebut sampai dua kali. Kemudian SFAS No. 96
digantikan oleh SFAS No. 109, "Akuntansi Pajak Penghasilan."
MASALAH ALOKASI PAJAK PENGHASILAN
Berdasarkan SFAC No. 1, tujuan dari pelaporan keuangan adalah untuk menyediakan
informasi yang bermanfaat dalam memprediksikan jumlah dan waktu diterimanya aliran kas di
masa depan. GAAP memberikan panduan-panduan dalam pelaporan dan pengukuran peristiwa
dan transaksi-transaksi ekonomi guna mencapai tujuan ini.
Peristiwa dan transaksi-transaksi ekonomi umumnya memiliki konsekuensi aliran kas
pajak. Konsekuensi ini dilaporkan pada penerimaan pajak sesuai dengan IRC. Peristiwa-peristiwa
ekonomi yang sama yang menyebabkan kenaikan laba fiskal/laba fiskal juga dilaporkan di dalam
laporan keuangan yang dipublikasikan selanjutnya oleh GAAP. Secara umum, pendapatan menjadi
kena pajak ketika para wajib pajak menerima kas atau beban menjadi deductible (yang bisa
dikurangi/dipotong) saat ia dibayarkan (kriteria ability to pay). Maka dari itu, akuntansi pajak
penghasilan lebih dekat kaitannya dengan akuntansi berbasis kas (cash based accounting)
daripada akuntansi keuangan (financial accounting). Karena IRC didasarkan pada kriteria ability to
pay (kemampuan untuk membayar), ketentuan-ketentuan pelaporan di dalam IRC menjadi
berbeda dengan ketentuan-ketentuan pelaporan untuk akuntansi keuangan sebagaimana yang
didefinisikan oleh GAAP. Sebagai akibatnya, pajak-pajak yang dibayar pada suatu tahun
kemungkinan tidak merefleksikan konsekuensi pajak dari peristiwa dan transaksi-transaksi yang
dilaporkan di dalam laporan laba rugi pada tahun yang sama.
Ketika IRC mensyaratkan pendapatan dan beban untuk diakui dalam periode-periode
akuntansi yang berbeda dengan GAAP, laba fiskal secara temporer menjadi berbeda (ada selisih)
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
dengan laba akuntansi sebelum kena pajak (pretax). Dalam periode berikutnya, peristiwa ekonomi
yang menyebabkan perbedaan tersebut akan berbalik (reverse) dengan sendirinya. Perbedaan
tersebut menyebabkan sebuah masalah akuntansi yang diistilahkan dengan masalah alokasi
pajak penghasilan (income tax allocation).
Tujuan dari akuntansi pajak-pajak penghasilan adalah untuk mengakui jumlah pajak-pajak
yang dapat dibayarkan atau yang dapat dikembalikan untuk tahun yang sedang berjalan dan
untuk mengakui konsekuensi pajak yang akan datang dari perbedaan temporer serta kerugian
operasi bersih (net operating losses – NOLs) dan kredit-kredit pajak yang tidak terpakai. Untuk
memudahkan pembahasan mengenai issu-issu yang dimunculkan oleh konsep alokasi pajak
antarperiode, terlebih dahulu kita menelaah sifat perbedaan antara laba sebelum pajak, laba
fiskal, dan NOLs.
BEDA TEMPORER DAN BEDA PERMANEN
Perbedaan temporer antara laba sebelum pajak dan laba fiskal mempengaruhi dua periode
akuntansi atau lebih dan oleh karena itu melibatkan pengalokasian pajak-pajak penghasilan antar
periode akuntansi. Perbedaan permanen tidak memiliki konsekuensi alokasi pajak penghasilan.
Beda Permanen
Ada peristiwa dan transaksi-transaksi tertentu yang menyebabkan perbedaan antara laba
komersial dan laba fiskal menjadi permanen. Umumnya perbedaan permanen (permanent
differences) antara laba akuntansi (yang dicatat sesuai prinsip akuntansi) dan laba fiskal/laba fiskal
muncul ketika ketentuan-ketentuan khusus IRC membebaskan tipe-tipe pendapatan tertentu dari
perpajakan atau melarang pemotongan/ pengurangan tipe-tipe beban tertentu. Ada tiga tipe
perbedaan permanen:
1. Pendapatan yang diakui untuk tujuan-tujuan pelaporan akuntansi keuangan yang tidak
pernah kena pajak. Contohnya antara lain adalah: bunga atas saham-saham pemerintah dan
pendapatan asuransi jiwa yang dibayarkan ke perusahaan saat karyawan yang diasuransikan
meninggal.
2. Beban-beban yang diakui untuk tujuan-tujuan akuntansi keuangan yang tidak pernah dapat
dikurangkan (nondeductible) untuk tujuan-tujuan pajak penghasilan. Contohnya: premi-
premi asuransi jiwa atas karyawan dimana perusahaan adalah ahli warisnya.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
3. Potongan-potongan pajak penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai beban
berdasarkan GAAP. Contohnya antara lain adalah: persentase deplesi yang melebihi deplesi
cost dan pengenyampingan (exclusion) dividen khusus.
Perbedaan permanen mempengaruhi laba komersial atau laba fiskal, tetapi tidak kedua-
duanya secara bersamaan. Perusahaan yang memiliki pendapatan tidak kena pajak atau
potongan-potongan tambahan untuk tujuan-tujuan pelaporan pajak penghasilan akan
melaporkan laba fiskal yang relatif lebih rendah daripada laba komersial. Sementara perusahaan
yang memiliki pos-pos beban yang tidak dapat dikurangkan akan melaporkan laba fiskal yang
relatif lebih tinggi.
Beda Temporer
Umumnya perbedaan temporer (temporary differences) antara laba komersial dan laba
fiskal muncul karena waktu penerimaan, keuntungan, beban, atau kerugian yang dicatat di dalam
laporan laba akuntansi terjadi pada periode yang berbeda dengan laporan laba fiskal. Perbedaan
waktu ini mengakibatkan perbedaan pada dasar/basis pencatatan aktiva dan kewajiban untuk
tujuan-tujuan akuntansi keuangan dengan dasar untuk tujuan-tujuan pencatatan pajak
penghasilan di akhir suatu periode akuntansi tertentu. Perbedaan temporer lainnya dapat terjadi
karena ketentuan-ketentuan khusus di dalam IRC menciptakan dasar penyusutan atau dasar
pengakuan kerugian atau keuntungan untuk tujuan-tujuan perpajakan yang berbeda dengan
dasar yang digunakan untuk tujuan-tujuan akuntansi. Karena banyak dari perbedaan temporer
lainnya ini yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum pajak yang lebih kompleks, di sini
hanya akan dibahas perbedaan yang berkaitan dengan waktu saja.
Ketika perbedaan temporer muncul, ia menyebabkan laba komersial saat ini menjadi lebih
besar ataupun lebih kecil daripada laba fiskal/laba fiskal saat ini. Perbedaan temporer yang
menyebabkan laba komersial saat ini menjadi lebih besar daripada laba fiskal saat ini akan
menyebabkan laba fiskal masa depan menjadi lebih besar daripada laba komersial masa depan.
Perbedaan (selisih) di masa depan tersebut akan menjadi kena pajak saat mereka muncul di
dalam periode-periode akuntansi yang bersangkutan; karena itu, nilai laba fiskal masa depan yang
lebih besar dari laba komersial diistilahkan sebagai jumlah yang dapat dikenakan pajak (taxable
amounts). Hal yang sebaliknya terjadi untuk perbedaan temporer yang menyebabkan laba fiskal
saat ini melebihi laba komersial. Perbedaan temporer seperti ini akan memunculkan jumlah-
jumlah yg dapat dikurangkan di tahun mendatang (future deductible amounts).
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
APB Opinion No. 11 membatasi lingkup perbedaan temporer pada perbedaan waktu saja.
Perbedaan waktu (timing differences) terjadi ketika pendapatan atau keuntungan yang dapat
dikenakan pajak, atau beban atau kerugian yang dapat dikurangi pajak diakui pada satu periode
akuntansi untuk tujuan-tujuan pelaporan akuntansi keuangan dan pada satu periode akuntansi
yang berbeda untuk tujuan-tujuan pelaporan pajak penghasilan.
Perbedaan temporer yang memunculkan nilai kena pajak masa depan diakibatkan oleh
penundaan/penangguhan pembayaran pajak ke periode-periode akuntansi yang akan datang.
Mereka yang mendukung SFAS No. 109 yang menerapkan pendekatan neraa (balance sheet
approach) untuk mengukur dan melaporkan pajak penghasilan tertangguhkan berargumen
bahwasanya karena perbedaan temporer ini diakibatkan oleh transaksi atau peristiwa terdahulu
(perbedaan temporer yang berawal) yang akan mengalami pembalikan (reverse) dan karena itu
menghasilkan kemungkinan aliran aset ekonomi keluar (outflow) di masa depan (konsekuensi
pajak masa depan), konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer ini sesuai dengan
definisi kewajiban berdasarkan Conceptual Framework dan perlu dilaporkan sebagai kewajiban-
kewajiban pajak yang ditangguhkan. Sebaliknya, mereka berargumen bahwa perbedaan waktu
yang memunculkan jumlah-jumlah yang dapat dikurangi di masa depan (future deductible
amounts) merepresentasikan manfaat pajak (tax benefit) dan karena itu sesuai dengan definisi
Conceptual Framework mengenai aset. Sebagai akibatnya, konsekuensi pajak masa depan dari
perbedaan temporer ini merupakan aktiva pajak tangguhan. Contoh dari masing-masing tipe
perbedaan temporer disajikan di bawah ini:
Laba Akuntansi Saat Ini Lebih Besar dari Laba fiskal Saat Ini
1. Pendapatan atau keuntungan dicakupkan dalam laba akuntansi sebelum mereka dicakupkan
dalam laba fiskal/laba fiskal. Sebagai contoh, laba kotor atas penjualan secara angsuran
dicakupkan ke dalam laba akuntansi pada saat penjualan tetapi mungkin akan dilaporkan
untuk tujuan-tujuan perpajakan saat uangnya (kas) ditagih.
2. Beban atau kerugian dikurangi untuk menghitung laba fiskal sebelum mereka dikurangi untuk
menghitung laba akuntansi. Sebagai contoh, suatu aset/aktiva tetap bisa jadi disusutkan
dengan metode penyusutan MACRS (Modified Accelerated Cost Recovery System) untuk
tujuan-tujuan perpajakan dan dengan metode straight-line untuk tujuan-tujuan akuntansi.
Laba Akuntansi Saat Ini Lebih Kecil dari Laba fiskal Saat Ini
1. Pendapatan atau keuntungan dicakupkan dalam laba fiskal sebelum mereka dicakupkan
dalam laba akuntansi. Sebagai contoh, pendapatan sewa sewa yang diterima di muka
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
menjadi kena pajak saat ia diterima, tetapi ia dilaporkan dalam laba akuntansi saat jatuh
tempo.
2. Beban atau kerugian dikurangi untuk menghitung laba akuntansi sebelum mereka dikurangi
untuk menentukan laba fiskal. Sebagai contoh, cost garansi produk diestimasikan dan
dilaporkan sebagai beban untuk tujuan-tujuan laba akuntansi saat produk yang bersangkutan
dijual, tetapi mereka dikurangi untuk menentukan laba fiskal saat kerusakan produk benar-
benar terjadi di kemudian hari.
SFAS No. 109 memperluas lingkup perbedaan temporer dengan mencakupkan semua
"peristiwa yang menciptakan perbedaan antara basis/dasar perpajakan aktiva dan kewajiban
dengan nilai-nilai (jumlah) mereka untuk pelaporan keuangan. Sebagai contoh, sebuah aktiva yang
didonasikan ke perusahaan memiliki dasar nol untuk tujuan-tujuan perpajakan tetapi dicatat pada
nilai pasarnya yang wajar untuk tujuan-tujuan akuntansi. Hal ini menciptakan suatu perbedaan
temporer yang akan terkoreksi (mengalami pembalikan) dengan sendirinya baik melalui
penyusutan maupun penjualan aktiva yang bersangkutan. Oleh karena itu, perbedaan temporer
tambahan ini juga menghasilkan konsekuensi pajak yang mempengaruhi dua periode akuntansi
atau lebih. Perbedaan temporer tambahan berikut ini tercatat di dalam SFAS No. 109.
Perbedaan Temporer Tambahan
1. Pengurangan pada dasar pajak dari aktiva-aktiva yang dapat disusutkan karena kredit pajak .
Jumlah yang diterima atas perolehan nilai aktiva di masa depan untuk tujuan-tujuan
akuntansi akan menjadi dapat dikenakan pajak (taxable) ketika aktiva-aktiva tersebut
diperoleh. Sebagai contoh, IRC dulunya mengizinkan para wajib pajak untuk mengurangi
dasar penyusutan sebanyak separuh dari jumlah kredit pajak investasi (investment tax credit
– ITC) yang diambil untuk aktiva. Sebagai akibatnya, laba fiskal di masa depan akan lebih
besar dari laba komersial, selisihnya sebesar jumlah dari pengurangan dasar pajak. Oleh
karena itu, pengurangan dasar merupakan sebuah perbedaan temporer yang menciptakan
suatu jumlah yang dapat dikenakan pajak di masa depan (future taxable amount).
2. ITC yang dicatat dengan deferred method. Mengulang kembali pembahasan sebelumnya
bahwasanya perlakuan akuntansi yang dipakai untuk ITC adalah untuk mengurangi cost aktiva
yang berkaitan sebesar jumlah ITC. Jika metode ini digunakan, jumlah yang diterima atas
perolehan masa depan dari cost aktiva yang dikurangi untuk tujuan-tujuan akuntansi akan
menjadi lebih kecil daripada dasar pajak aktiva. Selisihnya akan bisa dikurangi pajak saat
aktiva diperoleh.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
3. Operasi-operasi luar negeri yang mana kurs yang berlaku adalah kurs dalam laporan.
Ketentuan-ketentuan SFAS No. 52, "Translasi Nilai Mata Uang Luar Negeri," mengharuskan
aktiva-aktiva tertentu untuk diukur ulang dari kurs luar negeri menjadi dollar AS dengan
menggunakan nilai tukar historis jika kurs fungsional adalah kurs dalam laporan. Jika nilai
tukar kemudian berubah, maka akan ada perbedaan antara dasar pajak yang memakai kurs
luar negeri dengan cost historis aktiva dan kewajiban yang memakai kurs dollar AS.
Perbedaan itu akan dapat kena pajak atau kena pengurangan pajak untuk tujuan-tujuan
perpajakan luar negeri ketika jumlah aktiva dan kewajiban yang dilaporkan diperoleh dan
diselesaikan.
4. Kenaikan dasar pajak aktiva karena indexing terkait dengan inflasi. Undang-undang
perpajakan bisa saja mengharuskan penyesuaian-penyesuaian dasar pajak dari aktiva yang
dapat disusutkan untuk menghadapi pengaruh inflasi. Dasar yang telah disesuaikan dengan
inflasi (inflation-adjusted) tersebut kemudian akan dipergunakan untuk menghitung
pengurangan-pengurangan pajak masa depan untuk penyusutan, atau keuntungan/kerugian
atas penjualan aktiva. Jumlah yang diterima atas perolehan cost yang tersisa dari aktiva di
masa depan yang dicatat untuk tujuan-tujuan akuntansi kemudian akan menjadi lebih kecil
daripada dasar pajak aktiva yang tersisa, dan selisihnya akan bisa kena pengurangan pajak
saat aktiva itu diperoleh.
5. Kombinasi-kombinasi bisnis yang dicatat dengan metode pembelian. Mungkin saja ada
perbedaan antara nilai yang ditetapkan dan dasar ajak dari aktiva dan kewajiban yang diakui
dalam kombinasi bisnis yang dicatat sebagai pembelian. Perbedaan tersebut akan
memunculkan jumlah yang dapat dikenakan pajak atau yang dapat dipotong ketika jumlah
aktiva yang dicatat diperoleh atau ketika jumlah kewajiban yang dicatat diselesaikan.
GAAP mengharuskan publikasi laporan keuangan untuk merefleksikan konsekuensi pajak
dari peristiwa dan transaksi yang dilaporkan di dalam laporan keuangan tersebut. Karena GAAP
dan IRC tidak selalu sepakat mengenai waktu pengakuan pendapatan dan beban yang
menciptakan perbedaan temporer, beban pajak penghasilan periode saat ini harus mencakupkan
pengaruh yang diakibatkan oleh pengakuan konsekuensi pajak masa depan terhadap periode saat
ini. Pengaruh dari konsekuensi pajak masa depan tersebut dilaporkan sebagai aktiva pajak yang
ditangguhkan dan kewajiban pajak yang ditangguhkan. Dengan kata lain, aliran kas yang
diharapkan dari konsekuensi pajak masa depan yang diakibatkan oleh perbedaan temporer antara
laba komersial dan laba fiskal merefleksikan manfaat-manfaat pajak masa depan yang diantisipasi
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
(aktiva/aset pajak yang ditangguhkan) atau hutang pajak (kewajiban pajak yang ditangguhkan).
Sebagai akibatnya, beban pajak penghasilan setara dengan jumlah pajak penghasilan yang saat ini
menjadi hutang, disesuaikan untuk perubahan-perubahan pada aktiva dan kewajiban pajak yang
ditangguhkan.
Kerugian Operasi Bersih (Net Operating Losses – NOLs)
NOL muncul ketika jumlah total pengurangan pajak dan kerguian dikurangi pajak (tax-
deductible losses) lebih besar daripada jumlah total pendapatan dan keuntungan kena pajak
dalam suatu periode akuntansi. IRC mengizinkan perusahaan-perusahaan yang memiliki NOLs
untuk memindahkan kerugian-kerugian ini ke periode terdahulu atau periode ke depan untuk
mengimbangi laba fiskal tercatat lainnya (kompensasi kerugian). NOL carryback menyebabkan
dilakukannya pengembalian (refund) pajak-pajak terdahulu yang sudah dibayar. Karena itu, NOL
carryback memiliki manfaat pajak dan untuk tujuan akuntansi dilaporkan sebagai pengurangan
rugi periode saat ini. Penerimaannya diakui dalam neraca, dan keuntungan/manfaat yang terkait
ditunjukkan dalam laporan rugi laba tahun yang sedang berjalan.
Kontroversi lain muncul dalam perdebatan mengenai akuntansi pajak penghasilan terkait
dengan perlu tidaknya mengakui potensi manfaat NOL carryforward (pemindahan NOL ke periode
ke depan). APB berargumen bahwasanya manfaat NOL carryforward secara umum tidak dijamin
dalam periode kerugian. Namun demikian, APB Opinion No 11 mengizinkan pengakuan manfaat
yang diantisipasi untuk direlisasikan dari NOL carryforward pada situasi-situasi yang tidak biasa
ketika realisasinya dijamin tanpa keragu-raguan. SFAS No. 96 tidak mengizinkan potensi manfaat
pajak dari NOL carryforward untuk diperlakukan sebagai aktiva. Putusan ini didasarkan pada
argumen berikut:
Kerugian atau laba yang terjadi di masa depan merupakan peristiwa-peristiwa masa depan yang tidak diakui dalam laporan keuangan untuk tahun saat ini dan tidak diasumsikan dalam laporan keuangan untuk tahun saat ini. Peristiwa-peristiwa masa depan tersebut tidak perlu diantisipasi (terlepas dari tingkat probabilitasnya) untuk tujuan-tujuan pengakuan atau pengukuran… [pajak penghasilan] … dalam tahun yang sedang berjalan.
SFAS No. 109 membebaskan kebijakan-kebijakan untuk mengakui aktiva-aktiva pajak (seperti yang
akan dibahas nantinya) dan untuk memperlakukan NOL carryforward dalam laporan akuntansi.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Issu-issu Konseptual
Issu utama mengenai alokasi pajak penghasilan adalah perlu tidaknya dan bagaimana
caranya untuk mencatat pengaruh pajak dari perbedaan temporer antara laba fiskal dan laba
komersial. Beberapa akuntan meyakini bahwa tidaklah tepat untuk mengakui pengaruh pajak dari
perbedaan ini di dalam laporan akuntansi. Akuntan-akuntan lainnya merasa bahwa pengakuan
tersebut boleh dilakukan, tetapi tidak menyetujui metode yang digunakan. Terdapat juga
perdebatan mengenai tarif pajak yang sesuai dan perlu tidaknya mendiskontokan pengaruh pajak
masa depan yang dilaporkan ke nilai sekarang. Dan terakhir, terdapat pertentangan mengenai
apakah alokasi pajak antar periode perlu diterapkan secara menyeluruh ke semua perbedaan,
ataukah hanya pada perbedaan yang diperkirakan akan mengalami pembalikan (reverse) di masa
depan.
Alokasi versus Non-alokasi
Meskipun secara resmi telah ditetapkan bahwa alokasi pajak antar periode harus
dilakukan, para penentangnya bersikeras menyatakan bahwa jumlah beban pajak penghasilan
yang dilaporkan dalam laporan laba rugi perusahaan seharusnya sama besarnya dengan hutang
pajak penghasilan untuk periode akuntansi yang bersangkutan sebagaimana yang ditentukan oleh
laporan pajak penghasilan. Berdasarkan pendekatan ini, maka tidak ada alokasi antar periode
untuk pajak-pajak penghasilan.
Mereka yang mendukung non-alokasi memberikan argumen sebagai berikut:
1. Pajak penghasilan hanya datang dari laba fiskal. Dalam hal ini, fakta bahwa perusahaan
memiliki laba akuntansi atau tidak tidaklah relevan. Maka dari itu, upaya-upaya untuk
mencocokkan pajak penghasilan dengan laba akuntansi tidak memberikan informasi yang
relevan bagi para pengguna laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan yang
bersangkutan.
2. Pajak penghasilan berbeda dengan beban-beban lainnya; oleh karena itu, pengalokasian
dengan cara yang sama seperti yang diterapkan pada beban-beban lain adalah tidak relevan.
Beban (expenses) muncul untuk menghasilkan pendapatan; pajak penghasilan tidak
menghasilkan pendapatan.
3. Pajak penghasilan dipungut atas total laba fiskal, bukan atas item-item pendapatan dan
beban secara terpisah. Oleh karena itu, tidak mungkin ada perbedaan temporer terkait
dengan item-item ini.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
4. Alokasi pajak antar periode menyembunyikan suatu perbedaan ekonomi antara perusahaan
yang menerapkan strategi-strategi pajak yang mengurangi pembayaran pajak saat ini (dan
karena itu secara ekonomis lebih unggul) dan perusahaan yang tidak menerapkan hal
tersebut.
5. Melaporkan beban pajak penghasilan perusahaan pada jumlah yang dibayarkan atau yang
menjadi hutang saat ini merupakan metode yang lebih baik untuk memprediksi aliran kas
keluar perusahaan di masa depan, karena banyak pajak yang ditangguhkan yang tidak akan
pernah dibayar, atau akan dibayar tetapi tidak pasti kapan.
6. Alokasi pajak penghasilan membutuhkan suatu peramalan laba masa depan secara implisit.
Untuk mencakupkan peramalan (forecasting) seperti itu ke dalam persiapan informasi
keuangan tidak konsisten dengan prinsip konservatisme.
7. Tidak ada kewajiban saat ini untuk kemungkinan konsekuensi pajak masa depan atas
transaksi saat ini atau yang sebelumnya, karena tidak ada kewajiban legal untuk membayar
pajak sampai laporan pajak masa depan yang sebenarnya disiapkan.
8. Pencatatan dan prosedur-prosedur akuntansi yang melibatkan pengalokasian pajak antar
periode membutuhkan biaya yang terlalu tinggi (tidak sesuai dengan manfaat yang
diperkirakan).
Di sisi lain, mereka yang mendukung alokasi pajak antar periode memberikan alasan-
alasan berikut ini untuk mendebat mereka yang mendukung non-alokasi:
1. Pajak penghasilan berasal dari terjadinya transaksi dan peristiwa ekonomi. Sebagai akibatnya,
beban pajak penghasilan haruslah didasarkan pada hasil-hasil dari transaksi atau peristiwa
yang tercakup di dalam laporan laba akuntansi.
2. Pajak penghasilan merupakan beban melakukan bisnis dan haruslah melibatkan konsep-
konsep accrual, deferral, dan estimasi yang sama seperti yang diterapkan pada beban-beban
lain.
3. Perbedaan di antara waktu pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan
munculnya perbedaan temporer yang akan mengalami pembalikan di masa depan. Bisnis-
bisnis yang tumbuh dan berkembang maka saldo aktiva dan kewajibannya juga akan
bertambah. Aktiva-aktiva yang lama ditagih, kewajiban-kewajiban lama dibayar, lalu aktiva
dan kewajiban yang baru akan menggantikannya. Saldo pajak yang ditangguhkan bertambah
dengan cara yang sama.
4. Alokasi pajak antar periode mempertinggi manfaat laba bersih perusahaan sebagai informasi
yang berguna untuk mengukur kekuatan pendapatan jangka panjangnya. Selain itu juga dapat
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
mencegah ketidakjelasan-ketidakjelasan dalam laporan laba periodik yang diakibatkan oleh
peraturan-peraturan pajak penghasilan.
5. Tidak mengalokasikan beban pajak penghasilan perusahaan akan menyulitkan upaya untuk
memprediksi aliran kas masa depannya. Sebagai contoh, aliran kas masuk perusahaan di
masa depan yang berasal dari tagihan penjualan angsuran biasanya akan diimbangi oleh
aliran kas keluar untuk pajak yang terkait dengannya.
6. Pajak penghasilan yang saat ini ditangguhkan pada akhirnya nanti akan dibayarkan. Validitas
aktiva dan kewajiban-kewajiban lain yang dilaporkan di dalam neraca bergantung pada
asumsi bahwa perusahaan akan terus aktif (dengan kata lain, di masa depan perusahaan
masih memperoleh laba bersih).
7. Perbedaan temporer memiliki kaitan dengan konsekuensi pajak masa depan. Sebagai contoh,
perubahan pada perbedaan temporer yang memunculkan penghematan pajak saat ini akan
menimbulkan laba fiskal masa depan yang lebih tinggi (pembayaran pajak yang lebih tinggi di
masa depan). Dalam hal ini, kewajiban-kewajiban pajak yang ditangguhkan sama seperti
contingent liability (kewajiban yang mungkin ditanggung) lain yang untuk saat ini dilaporkan
berdasarkan GAAP.
Alokasi Parsial versus Alokasi Komprehensif
Ketetapan-ketetapan akuntansi resmi tidak saja mengharuskan digunakannya alokasi pajak antar
periode, tetapi juga mengharuskan ia diterapkan ke semua perbedaan temporer antara laba fiskal
dan laba komersial. Pendekatan ini diistilahkan sebagai alokasi pajak penghasilan antar periode
"komprehensif (menyeluruh)". Ada pendekatan lain yang disebut sebagai alokasi pajak
penghasilan antar periode "parsial (sebagian)", dimana pajak hanya dialokasikan pada beberapa
perbedaan temporer saja. Issu yang muncul di sini adalah berapa banyak pajak penghasilan yang
sebaiknya dialokasikan. Berdasarkan pendekatan alokasi komprehensif, beban pajak penghasilan
yang dilaporkan di dalam sebuah periode akuntansi dipengaruhi oleh semua transaksi dan
peristiwa yang dimasukkan dalam menghitung laba komersial untuk periode itu. Di dalam
pendekatan alokasi komprehensif, konsekuensi pajak dari semua perbedaan temporer merupakan
aktiva dan kewajiban yang ditangguhkan. Mereka yang mendukung pendekatan ini menganggap
semua transaksi dan peristiwa yang menciptakan perbedaan temporer berpengaruh terhadap
aliran kas dalam periode akuntansi saat konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer
tersebut terealisasi. Berdasarkan pendekatan ini, konsekuensi pajak masa depan dari sebuah
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
perbedaan temporer sama seperti piutang belum terbayar atau invoice hutang, yang di masa
depan nantinya akan ditagih atau dibayarkan.
Sebaliknya, berdasarkan alokasi parsial, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam
suatu periode akuntansi tidak akan dipengaruhi oleh perbedaan temporer yang tidak diperkirakan
akan mengalami pembalikan (reverse) di masa depan. Dalam kasus-kasus tertentu, kelompok-
kelompok transaksi atau pristiwa yang serupa bisa secara terus menerus menciptakan perbedaan
temporer baru di masa depan yang akan mengimbangi realisasi jumlah yang bisa dikenakan pajak
atau yang bisa dipotong pajak, sehingga terjadi penundaan konsekuensi pajak yang ditangguhkan
sampai waktu yang tidak diketahui. Para pendukung pendekatan alokasi parsial berargumen
bahwasanya perbedaan temporer seperti ini lebih menyerupai perbedaan permanen. Contohnya
antara lain adalah penyusutan untuk perusahaan manufakturing yang memiliki banyak aktiva yang
bisa disusutkan, dan penjualan secara angsuran untuk perusahaan-perusahaan merchandise.
Mereka yang mendukung alokasi komprehensif memberikan argumen-argumen berikut:
1. Perbedaan temporer secara individual akan mengalami pembalikan. Perbedaan temporer
tidak bisa menjadi permanen; pengaruh dari peristiwa-peristiwa di masa depan tidak boleh
diasumsikan. Tidaklah tepat untuk melihat pengaruh dari perbedaan temporer secara
berkelompok terhadap pajak penghasilan; fokusnya haruslah pada masing-masing item yang
membentuk kelompok itu. Perbedaan temporer sebaiknya dilihat seperti layaknya rekening
hutang. Meskipun total saldo hutang tidak berubah, banyak kredit dan transaksi-transaksi
pembayaran individual yang mempengaruhi total tersebut.
2. Akuntansi merupakan catatan historis. Tidaklah tepat untuk memperbandingkan pengaruh
pajak penghasilan dari transaksi-transaksi yang mungkin terjadi di masa depan dengan
pengaruh pajak dari transaksi-transaksi yang telah terjadi.
3. Pengaruh pajak penghasilan dari perbedaan temporer haruslah dilaporkan dalam periode
yang bersamaan dengan saat dilaporkannya transaksi dan peristiwa-peristiwa yang terkait di
dalam laba komersial.
4. Laporan akuntansi tidak boleh dimanipulasi oleh pihak manajemen, misalnya mengubah
hasil-hasil operasi perusahaan atau dengan seenaknya memutuskan perbedaan temporer
mana yang akan mengalami pembalikan di masa depan dan mana yang tidak.
Sebaliknya, mereka yang mendukung pendekatan alokasi pajak penghasilan parsial
berargumen:
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
1. Semua kelompok perbedaan temporer tidaklah sama dengan kelompok-kelompok item
akuntansi lainnya, misalnya saja kelompok rekening hutang. Rekening hutang mengalami "roll
over" sebagai akibat dari kredit dan transaksi-transaksi pembayaran. Akan tetapi, pajak
penghasilan didasarkan pada total laba fiskal dan bukan pada item-item individual yang
menyusun laba tersebut. Oleh karena itu, akan tepat kiranya jika dampak dari perbedaan
temporer secara kelompok terhadap pajak penghasilan dipertimbangkan.
2. Alokasi pajak penghasilan secara komprehensif akan mengaburkan realita ekonomi yang
sebenarnya. Peraturan-peraturan pajak penghasilan yang menyebabkan perbedaan temporer
akan terus ada. Misalkan saja, kecil kemungkinannya Kongres mengurangi insentif-insentif
investasi terkait dengan penyusutan. Sebagai akibatnya, hampir bisa dipastikan bahwa
investasi-investasi masa depan akan menghasilkan perbedaan penyusutan yang cukup besar.
Oleh karena itu, dampak masa depan perlu dipertimbangkan, disamping juga transaksi-
transaksi historis.
3. Penilaian aliran kas perusahaan di masa depan akan lebih akurat jika menggunakan
pendekatan alokasi parsial. Karena pajak penghasilan yang ditangguhkan (jika ada) yang
dilaporkan pada laporan neraca perusahaan dengan pendekatan alokasi parsial nantinya akan
mengalami pembalikan (dan bukannya terus bertambah), alokasi parsial akan bisa
merefleksikan aliran kas masa depan dengan lebih baik.
4. Hasil-hasil laporan akuntansi tidak boleh dikaburkan oleh penggunaan pendekatan mekanis
yang kaku seperti pendekatan komprehensif. Selain itu, tujuan dari fungsi audit adalah untuk
mengidentifikasi dan mencegah manipulasi manajemen.
Mendiskonto Pajak-pajak yang Ditangguhkan
GAAP mengharuskan dilakukannya alokasi pajak penghasilan antar periode dengan
pendekatan komprehensif. Aktiva dan kewajiban-kewajiban pajak tangguhan yang dilaporkan
merefleksikan konsekuensi pajak yang diantisipasi di masa depan yang diakibatkan oleh
perbedaan temporer antara laba komersial dan laba fiskal.
Mereka yang mendukung sistem pelaporan pajak tangguhan pada nilai yang terdiskonto
berargumen bahwasanya perusahaan yang mengurangi atau menunda pembayaran pajak secara
ekonomis lebih unggul. Mereka meyakini bahwa dengan mendiskonto pajak-pajak tangguhan,
perusahaan merefleksikan keunggulan strategi pajaknya di dalam laporan keuangannya. Mereka
juga merasa bahwa mendiskontokan pajak tangguhan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
yang ditetapkan untuk item-item seperti notes receivable dan notes payable (wesel hutang),
beban pensiun, dan sewa kontrak. Para pendukung konsep ini menyatakan bahwa nilai yang
didiskonto merupakan indikator aliran kas masa depan yang paling tepat.
Di sisi lain, mereka yang menentang konsep diskonto ini menyatakan bahwa
mendiskontokan pajak-pajak tangguhan akan menyebabkan ketidakcocokan antara transaksi-
transaksi kena pajak dan pengaruh pajak yang terkait dengannya. Transaksi kena pajak akan
dilaporkan pada satu periode sementara pengaruh pajak yang terkait dengannya akan dilaporkan
pada beberapa periode. Mereka juga berargumen bahwasanya diskonto akan menutupi beban
pajak perusahaan yang sebenarnya; dimana faktor diskon dilaporkan sebagai beban bunga
sementara seharusnya dilaporkan sebagai bagian dari beban pajak penghasilan. Selain itu pula,
pajak tangguhan bisa dianggap sebagai pinjaman-pinjaman bebas-bunga dari pemerintah yang
tidak perlu didiskontokan karena tarif bunga efektif adalah nol. Meskipun argumen ini logis, tetapi
alasan yang lebih tepat adalah bahwa nilai waktu uang penting artinya bagi kesejahteraan
perusahaan, dan karena aspek ini, GAAP mengharuskan diterapkannya bunga atas instrumen-
instrumen finansial yang tidak menghasilkan bunga. Nilai waktu uang menjadi lebih tinggi jika
pembayaran pajak ditunda, karena itu berdasarkan GAAP perlu diterapkan bunga atas pajak-pajak
yang ditangguhkan.
METODE-METODE ALOKASI PAJAK ANTAR PERIODE ALTERNATIF
Ada tiga metode alokasi pajak penghasilan yang bisa digunakan bersama-sama dengan
pendekatan alokasi komprehensif ataupun parsial, yaitu: (1) deferred method; (2) asset/liability
method; dan (3) net-of-tax method
Deferred Method (Metode Penangguhan)
Metode penangguhan merupakan pendekatan laporan laba rugi. Ia didasarkan pada
konsep bahwa beban pajak penghasilan berkaitan dengan periode dimana penghasilan/laba itu
diakui. Metode penangguhan mengukur beban pajak penghasilan seakan-akan laba komersial
untuk periode saat ini dilaporkan dalam laporan pajak penghasilan (income tax return) saat ini.
Pengaruh pajak dari perbedaan temporer adalah selisih antara pajak penghasilan yang dihitung
dengan mencakupkan perbedaan temporer dan yang dihitung dengan tidak mencakupkan
perbedaan itu. Selisih yang dihasilkan antara beban pajak penghasilan dan hutang pajak
penghasilan adalah bernilai debet atau kredit atas rekening pajak tangguhan.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Saldo rekening pajak tangguhan dilaporkan dalam neraca sebagai kredit pajak tangguhan
atau beban pajak tangguhan. Berdasarkan metode penangguhan, nilai pajak tangguhan yang
dilaporkan dalam neraca merupakan pengaruh dari perbedaan temporer yang akan mengalami
pembalikan di masa depan, dan diukur dengan menggunakan tarif dan undang-undang pajak
penghasilan yang berlaku ketika perbedaan itu pertama kali muncul. Tidak ada penyesuaian atas
pajak tangguhan jika terjadi perubahan pada tarif pajak penghasilan atau undang-undang
perpajakan setelah periode terjadinya perbedaan. Ketika tangguhan mengalami pembalikan,
pengaruh pajak dicatat pada nilai tarif yang ada pada saat perbedaan temporer pertama kali
terjadi.
APB Opinion No. 11 mengharuskan dilakukannya alokasi pajak penghasilan antar periode
komprehensif dengan menggunakan metode penangguhan. Seperti halnya ARB No. 43, APB
Opinion No. 11 menyimpulkan bahwasanya "beban pajak penghasilan haruslah mencakupkan
pengaruh pajak dari transaksi pendapatan dan beban yang dicakup di dalam penghitungan laba
komersial." Metode ini memunculkan cukup banyak perdebatan. Kritik utama yang dilontarkan
adalah bahwa baik beban pajak tangguhan maupun kredit pajak tangguhan tidak memiliki ciri-ciri
utama dari aktiva atau kewajiban. Karena metode penangguhan tidak menggunakan tarif pajak
yang akan berlaku saat perbedaan temporer mengalami pembalikan, mereka tidak dapat
mengukur kemungkinan manfaat atau pengorbanan di masa depan; maka dari itu pajak
tangguhan tidak sesuai dengan definisi aktiva atau kewajiban di dalam SFAC No. 6. Saldo pajak
tangguhan hanya sekedar merepresentasikan pengaruh kumulatif dari perbedaan temporer yang
menunggu untuk disesuaikan di periode-periode akuntansi mendatang.
Mereka yang mendukung metode penangguhan memberikan argumen-argumen sebagai
berikut:
1. Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang paling penting, dan pencocokan
(matching) adalah aspek vital dari proses akuntansi. Oleh karena itu, tidaklah terlalu penting
jika secara konsep pajak-pajak tangguhan bukan merupakan aktiva atau kewajiban yang
sesungguhnya.
2. Pajak tangguhan merupakan akibat dari transaksi atau peristiwa historis yang menciptakan
perbedaan temporer. Karena akuntansi pada umumnya melaporkan peristiwa-peristiwa
ekonomi dengan dasar historical cost, pajak tangguhan perlu dilaporkan dengan cara yang
sama.
3. Tarif pajak penghasilan bisa diverifikasi. Pajak-pajak tangguhan yang dilaporkan dengan
didasarkan pada tarif historis akan meningkatkan reliabilitas informasi akuntansi.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Asset/Liability Method (Metode Aktiva/Kewajiban)
Metode aktiva/kewajiban merupakan metode yang berorientasi pada neraca. Tujuannya
adalah untuk mengumpulkan dan melaporkan total manfaat pajak atau hutang pajak yang akan
direalisasi atau dinilai berdasarkan perbedaan temporer saat jumlah kena pajak atau kena
potongan pajaknya terjadi di masa depan. Perbedaan temporer dianggap memunculkan suatu
manfaat pajak yang akan mengurangi pembayaran pajak di masa depan, ataupun suatu kewajiban
pajak yang akan dibayarkan di masa depan dengan tarif pajak yang berlaku nantinya. Secara
teoritis, tarif pajak masa depan yang digunakan sebaiknya diestimasikan, dengan didasarkan pada
perkiraan-perkiraan mengenai perubahan-perubahan hukum pajak di masa depan. Akan tetapi,
menurut GAAP, tarif pajak masa depan yang digunakan untuk menentukan saldo aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan periode sekarang haruslah didasarkan pada hukum pajak yang berlaku
saat ini.
Berdasarkan metode ini, nilai pajak tangguhan dilaporkan pada neraca untuk mengukur
konsekuensi pajak masa depan dari perbedaan temporer yang sudah ada; yang digunakan adalah
tarif dan undang-undang pajak yang diresmikan saat ini yang baru berefek ketika konsekuensi
pajak tersebut muncul. Dengan metode ini, aktiva dan kewajiban pajak tangguhan dilaporkan
pada nilai yang diperkirakan akan terealisasi nantinya.
Berdasarkan metode aktiva/kewajiban, beban pajak penghasilan adalah jumlah (atau
perbedaan antara) perubahan pada saldo aktiva dan kewajiban tangguhan dengan ketentuan
pajak penghasilan saat ini per laporan pajak. Menurut FASB, pajak tangguhan berdasarkan
metode aktiva/kewajiban sesuai dengan definisi konseptual aktiva dan kewajiban yang tercantum
di dalam SFAC No. 6. Sebagai contoh, saldo kredit pajak tangguhan dari suatu entitas (pos
rekening) bisa dianggap sebagai kemungkinan pengorbanan masa depan (pembayaran pajak yang
didasarkan pada tarif pajak masa depan) yang timbul dari kewajiban-kewajiban saat ini (pajak
yang menjadi hutang) sebagai akibat dari transaksi-transaksi terdahulu (perbedaan yang
mengawali).
Argumen-argumen yang mendukung metode aktiva/kewajiban yaitu:
1. Neraca merupakan sebuah laporan keuangan yang semakin penting. Melaporkan pajak
tangguhan dengan mendasarkannya pada tarif pajak yang diperkirakan saat perbedaan
temporer mengalami pembalikan akan meningkatkan nilai prediktif dari aliran kas masa
depan, likuiditas, dan fleksibilitas finansial.
2. Melaporkan pajak tangguhan yang didasarkan pada perkiraan tarif pajak secara konseptual
lebih kokoh karena nilai yang dilaporkan merepresentasikan pengorbanan ekonomi yang
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
mungkin terjadi di masa depan (pembayaran pajak di masa depan) ataupun manfaat ekonomi
(pengurangan pajak di masa depan).
3. Pajak tangguhan mungkin merupakan akibat dari transaksi-transaksi historis, tetapi sesuai
dengan definisinya, mereka adalah pajak yang ditunda dan akan dibayar (atau dipotong) di
masa depan pada tingkat tarif pajak masa depan.
4. Estimasi digunakan secara luas dalam akuntansi. Menggunakan tarif pajak masa depan yang
diestimasikan untuk pajak-pajak yang ditangguhkan tidak akan menimbulkan masalah terkait
dengan reliabilitas dan verifikasinya.
5. Karena beban pajak penghasilan berasal dari perubahan-perubahan nilai neraca,
pengukurannya konsisten dengan definisi SFAC No. 6 dan SFAS No. 130 mengenai pendapatan
komprehensif.
Net-of-Tax Method (Metode Bersih Pajak)
Metode ini lebih merupakan metode pengungkapan (disclosure) daripada metode untuk
menghitung pajak tangguhan. Dalam metode ini, pajak tangguhan dihitung dengan menggunakan
tarif asal pada periode dimana perbedaan temporer timbul (metode penangguhan) maupun
dengan tarif pajak pada periode terjadinya pembalikan perbedaan temporer (metode
aktiva/kewajiban). Namun hasil perhitungan pajak tangguhan tidak diungkapkan dalam neraca.
Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan diperlakukan sebagai penyesuaian atas
perkiraan-perkiraan yang berhubungan dengan perbedaan temporer tersebut. Secara umum,
rekening disesuaikan dengan memakai penyisihan penilaian.
Ada dua alternatif untuk mengungkap beban pajak penghasilan periodik dalam laporan
laba rugi berdasarkan metode bersih pajak. Berdasarkan alternatif pertama, pengaruh pajak
dicakupkan dalam total beban pajak penghasilan. Jadi, beban pajak penghasilan dilaporkan
dengan cara yang sama seperti metode penangguhan atau metode aktiva/kewajiban. Berdasarkan
alternatif kedua, beban pajak penghasilan akan dilaporkan dengan nilai yang sama seperti hutang
pajak penghasilan saat ini, dan pengaruh pajak dari perbedaan temporer akan digabungkan
dengan item-item penerimaan atau beban yang terkait dengannya. Sebagai contoh, pengaruh
pajak penyusutan pajak tambahan akan dilaporkan sebagai penyesuaian terhadap beban
penyusutan.
Argumen dasar yang mendukung metode bersih pajak adalah bahwa semua transaksi
penerimaan dan beban melibatkan perubahan pada rekening-rekening aktiva dan kewajiban
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
tertentu dan dilaporkan sesuai dengan kriteria masing-masing. Oleh karena itu, laporan akuntansi
untuk pengaruh pajak dari perbedaan temporer seharusnya tidak berbeda.
Ada beberapa argumen yang menentang metode bersih pajak. Argumen utamanya adalah
bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi nilai aktiva dan kewajiban tetapi tidak dicatat
dalam rekening. Dan tidaklah tepat untuk menyebutkan satu faktor saja (dampak terhadap pajak-
pajak masa depan) sebagai nilai yang mempengaruhi. Selain itu, rekening aktiva atau kewajiban
yang terkait tidak selalu bisa ditentukan. Disamping itu, metode bersih pajak dianggap terlalu
rumit dan menyimpang dari konsep-konsep tradisional dalam mengukur aktiva dan kewajiban.
FASB Tidak Puas dengan Metode Penangguhan
Metode penangguhan ditetapkan oleh APB Opinion No. 11. Pada tahun 1982, didorong
oleh banyaknya kritik dan protes mengenai metode penangguhan, FASB mulai
mempertimbangkan kembali akuntansi untuk pajak penghasilan. Dalam SFAC No. 6, FASB
mengindikasikan bahwa jumlah pajak penghasilan tangguhan yang dilaporkan dalam neraca tidak
sesuai dengan definisi baru dari aktiva dan kewajiban. Penerapan metode penangguhan seringkali
memunculkan saldo kredit pajak tangguhan dalam laporan. Berdasarkan metode penangguhan,
kredit pajak tangguhan muncul ketika pembayaran pajak penghasilan ditangguhkan ke periode
buku selanjutnya. Akan tetapi, tarif pajak yang dipakai untuk mengukur penangguhan itu mungkin
tidak lagi berlaku saat pajak-pajak tangguhan itu akhirnya benar-benar dibayar. Jika saldo kredit
pajak penghasilan tangguhan merupakan kewajiban, maka jumlah yang dilaporkan di dalam
neraca haruslah merefleksikan aliran-aliran kas keluar di masa depan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikannya.
Setelah itu, Undang-undang mengenai Reformasi Perpajakan tahun 1986 secara signifikan
mengurangi tarif pajak penghasilan dan memunculkan tekanan-tekanan tambahan untuk
mengubah metode pelaporan akuntansi perbedaan temporer. Setelah mempertimbangkan
berbagai argumen yang ada, pada tahun 1987 FASB mengeluarkan SFAS No. 96 yang
menyimpulkan:
1. Alokasi pajak penghasilan antar periode untuk perbedaan temporer merupakan hal yang
sewajarnya.
2. Penerapan pendekatan alokasi komprehensif.
3. Penggunaan metode aktiva/kewajiban dalam mengalokasikan pajak peng-hasilan.
Selain menerima argumen-argumen yang mendukung metode aktiva/ kewajiban, FASB
juga menyampaikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
1. Konsekuensi pajak pajak penghasilan atas suatu peristiwa perlu diakui dalam periode
akuntansi yang sama seperti saat peristiwa tersebut diakui dalam laporan keuangan. Meski
pada umumnya peristiwa-peristiwa mempengaruhi laba fiskal dan laba komersial dalam
periode akuntansi yang sama, konsekuensi pajak penghasilan atas beberapa peristiwa
tertentu ditangguhkan.
2. Pengakuan pajak penghasilan tangguhan konsisten dengan konsep akuntansi accrual.
Menurut akuntansi accrual, ada asumsi bahwa di masa depan akan ada pemulihan dan
penyelesaian atas nilai aktiva dan kewajiban yang dilaporkan. Asumsi tersebut mengharuskan
adanya pengakuan atas konsekuensi pajak tangguhan dari perbedaan temporer yang akan
dikembalikan atau dibayarkan ketika nilai aktiva dan kewajiban yang dilaporkan dipulihkan
dan diselesaikan.
3. Berdasarkan metode aktiva/kewajiban, konsekuensi pajak tangguhan dari perbedaan
temporer secara umum merupakan kewajiban dan aset yang dapat diakui.
Perhatikan bahwasanya FASB menekankan bahwa perbedaan temporer mengakibatkan
munculnya konsekuensi pajak masa depan, dan bukannya pengalokasian pajak di antara periode-
periode akuntansi. Non-alokasi, alokasi parsial, serta metode penangguhan dan bersih pajak
ditolak dan bukan merupakan GAAP. Lebih lanjut, FASB tidak mengizinkan pelaporan pajak
tangguhan dengan menggunakan pendekatan present-value (nilai sekarang). Pendekatan ini juga
tidak boleh diterapkan dalam akuntansi pajak penghasilan.
Ketidakpuasan Dunia Bisnis atas SFAS No. 96
Setelah SFAS No. 96 dikeluarkan, dan sebelum tanggal pengimplementasiannya, banyak
bisnis yang merasa tidak puas terkait dengan pengaruh dari standar tersebut nantinya atas
laporan keuangan mereka dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengimplementasikannya.
Penolakan tersebut menjadi sedemikian luas sehingga tanggal pengimplementasian ditunda dua
kali.
Penolakan utama terhadap SFAS No. 96 berfokus pada biaya penjadwalan (scheduling)
yang harus dilakukan untuk menentukan apakah suatu aktiva pajak tangguhan bisa diakui atau
tidak dan besar kerugian beberapa aktiva pajak tangguhan karena diasumsikan laba masa depan
adalah nol. Sebelum tanggal efektif berlakunya SFAS No. 96, FASB menerima (1) permintaan untuk
mengamandemen sebagian besar dari ketentuan-ketentuan nya; (2) banyak permintaan untuk
mengubah kriteria pengakuan dan pengukuran aktiva-aktiva pajak tangguhan untuk
mengantisipasi (dalam situasi-situasi tertentu) konsekuensi pajak dari pendapatan masa depan,
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
dan (3) permintaan untuk mengurangi rumitnya penjadwalan pembalikan (reversal) perbedaan
temporer di masa depan dan proses pertimbangan strategi-strategi perencanaan pajak. Pada
tanggal 5 Juni 1991, Dewan menerbitkan sebuah Exposure Draft (Draft Rancangan) yang di
dalamnya diajukan sebuah standar baru untuk menggantikan SFAS No. 96. Selanjutnya, pada
tanggal 17 Juni 1991, Dewan mengeluarkan Exposure Draft lain untuk memundurkan tanggal
efektif pengimplementasian SFAS No. 96 untuk ketiga kalinya ke tanggal 15 Desember 1992
(efektif untuk statemen tahun 1993) guna memberikan waktu kepada pihak-pihak yang
berkepentingan untuk memberikan respon mereka atas Exposure Draft 5 Juni 1991. Akhirnya di
awal tahun 1992 SFAS No. 109 diterbitkan.
SFAS NO. 109
FASB berhasil diyakinkan oleh kritik-kritik yang menentang SFAS No. 96 bahwasanya
aktiva-aktiva pajak tangguhan seharusnya diperlakukan sama seperti kewajiban pajak tangguhan,
dan bahwa ketentuan-ketentuan penjadwalan yang tertera di dalam SFAS No. 96 terlalu rumit dan
memakan biaya. Akan tetapi, Dewan tidak ingin kembali ke metode penangguhan dan tetap
menerapkan pendekatan aktiva/kewajiban. SFAS No. 109 merespon pertimbangan-pertimbangan
tersebut dengan mengizinkan dilakukannya pengakuan dan pengukuran aktiva pajak tangguhan
dan kewajiban pajak tangguhan secara terpisah (terlepas dari asumsi-asumsi laba di masa depan)
dengan menggunakan tarif pajak rata-rata yang berlaku untuk tahun-tahun mendatang. Aktiva
pajak tangguhan akan dikurangi dengan penyisihan penilaian pajak (tax valuation allowance) jika
ada bukti yang mengindikasikan bahwa ada kemungkinan lebih besar (kemungkinan lebih dari 50
persen) bahwa sebagian atau seluruh aktiva pajak tangguhan tidak akan terealisasi.
Ketentuan-ketentuan ini membuat langkah-langkah penentuan saldo kewajiban dan
aktiva pajak tangguhan menjadi lebih sederhana, yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi perbedaan temporer, NOL carryforwards, dan kredit-kredit pajak yang tidak
terpakai.
2. Mengukur/menghitung total kewajiban pajak tangguhan dengan menerapkan tarif pajak
ekspektasi pada julah-jumlah yang dapat dikenakan pajak di masa depan.
3. Mengukur total aktiva pajak tangguhan dengan menerapkan tarif pajak masa depan pada
jumlah-jumlah yang dapat dikurangi di masa depan dan NOL carryforward.
4. Mengukur aktiva-aktiva pajak tangguhan untuk masing-masing tipe kredit pajak yang tidak
terpakai.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
5. Mengukur penyisihan penilaian yang didasarkan pada kriteria kemungkinan lebih besar (more
likely than not criterion).
Penyisihan Penilaian
Aktiva pajak tangguhan mengukur potensi manfaat yang akan diterima di tahun-tahun ke
depan yang timbul dari perbedaan temporer, NOL carryover, dankredit-kredit pajak yang tidak
terpakai. Karena mungkin saja ada laba fiskal di masa depan yang tidak mencukupi untuk
meperoleh manfaat dari aktiva pajak tangguhan yang dicatat, SFAS No. 109 mensyaratkan adanya
penyisihan penilaian (valuation allowance) yang mencukupi untuk mengurangi aktiva pajak
tangguhan sampai ke jumlah yang lebih besar kemungkinannya untuk terealisasi. Kriteria
kemungkinan yang lebih besar (more likely than not) merupakan standar pengukuran baru bagi
FASB. Sebelumnya, dalam menetapkan standar untuk contingent liability, FASB memperkenalkan
istilah probable, reasonably probable, dan remote. Penggunaan istilah-istilah ini untuk aktiva-
aktiva pajak tangguhan akan menyiratkan pendekatan affirmative judgment dimana pengakuan
baru dilakukan jika ada kemungkinan realisasi. Aktiva-aktiva pajak tangguhan tidak perlu diakui
jika kemungkinan realisasinya lebih rendah dari "mungkin". Dewan memutuskan untuk tidak
menggunakan pendekatan ini karena merasa bahwa istilah probable ("mungkin") merupakan
tolok ukur yang terlalu kaku untuk mengakui aktiva pajak tangguhan.
FASB juga mempertimbangkan pendekatan penurunan nilai (impairment approach)
dimana aktiva pajak tangguhan akan diakui kecuali jika ada kemungkinan aktiva tersebut tidak
akan terealisasi. Impairment approach juga dikesampingkan karena akan mengakibatkan
diakuinya suatu aktiva pajak tangguhan yang tidak diperkirakan akan terealisasi ketika
kemungkinannya untuk tidak terealisasi lebih kecil dari "mungkin".
Kriteria kemungkinan yang lebih besar (more likely than not) dipilih karena kriteria ini
melenyapkan perbedaan antara pendekatan affirmative judgment dan impairment approach.
Dalam prakteknya, kriteria ini akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengakuan suatu aktiva pajak tangguhan jika kemungkinan terealisasinya manfaat pajak di
masa depan lebih tinggi dari 50 persen (pendekatan affirmative judgment).
2. Pengakuan suatu aktiva pajak tangguhan kecuali jika kemungkinan tidak terealisasinya
manfaat pajak di masa depan lebih tinggi dari 50 persen (impairment approach).
Penggunaan kriteria more likely than not memungkinkan para praktisi untuk mengabaikan
asumsi bahwa laba masa depan sama dengan nol. Mereka dapat mengasumsikan bahwa di masa
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
depan akan ada laba fiskal yang cukup besar untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan kecuali
jika bukti menunjukkan bahwa lebih besar kemungkinannya untuk tidak terealisasi.
Berikut ini adalah kemungkinan sumber-sumber laba fiskal (affirmative evidence) yang
dapat memungkinkan terealisasinya aktiva pajak tangguhan (sebagaimana yang dikutip di dalam
SFAS No. 109:
1. Pembalikan (reversal) perbedaan temporer kena pajak saat ini di masa depan.
2. Laba fiskal di masa depan yang tidak termasuk dalam perbedaan temporer kena pajak dan
carryover.
3. Laba fiskal dalam tahun yang sedang berjalan atau tahun sebelumnya, dimana jumlah yang
dapat dikurangkan yang dimunculkan oleh perbedaan temporer masih bisa dibawa kembali
ke tahun tersebut.
4. Untuk mencegah kadaluwarsanya NOL atau tax credit carryover, perusahaan bisa
menerapkan strategi perencanaan pajak untuk:
a. Mengakselerasi jumlah-jumlah kena pajak agar bisa menerapkan carryforward.
b. Mengubah sifat dari jumlah kena pajak atau kena potongan dari laba/kerugian biasa
menjadi laba/kerugian modal.
c. Berpindah dari investasi tidak kena pajak ke investasi kena pajak.
SFAS No. 109 menekankan bahwa perlu dilakukan penilaian untuk menentukan apakah
suatu penyisihan penilaian perlu dilaporkan atau tidak. Jika ya, maka perlu ditentukan juga tingkat
penurunan nilai aktiva pajak tangguhan yang lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Di sisi
negatifnya, ada kemungkinan terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. NOL atau tax credit carryforward yang kadaluwarsa sebelum terpakai.
2. Kerugian yang diantisipasi.
3. Kewajiban pajak yang tidak terselesaikan yang mungkin berpengaruh buruk terhadap operasi
dan laba perusahaan di masa depan.
4. Periode carryover yang telrlau singkat sehingga membatasi ralisasi manfaat pajak tangguhan
jika (a) suatu perbedaan temporer yang dapat dipotong pajak diperkirakan akan berbalik
dalam satu periode atau (b) siklus operasi bisnis terus berputar.
Bukti negatif ini perlu diperbandingkan dengan kemungkinan positifnya sebagai berikut:
1. Adanya kontrak-kontrak atau sales backlog.
2. Apresiasi suatu nilai aktiva yang signifikan yang melebihi basis pajaknya.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
3. Histori penerimaan yang kokoh (selain dari NOL atau perbedaan temporer kena potongan
pajak) dibarengi dengan bukti bahwa kerugian yang dialami bukanlah keadaan yang kontinyu.
Dengan mengurangi kekakuan asumsi laba masa depan, keharusan untuk melakukan
penjadwalan (scheduling) sebagaimana yang diharuskan oleh SFAS No. 96 menjadi sangat
berkurang. Diasumsikan bahwa jika ada laba fiskal yang cukup besar di tahun-tahun mendatang
untuk merealisasikan manfaat-manfaat pajak dari jumlah-jumlah kena potongan pajak yang sudah
ada, ketentuan carryback dan carryforward sesuai SFAS No. 96 tidak dibutuhkan. Di sisi lain, jika
tidak memungkinkan untuk mengasumsikan laba fiskal yang mencukupi di masa depan, maka
penjadwalan mungkin akan dibutuhkan untuk menentukan saldo dalam rekening penyisihan
penilaian. Akan tetapi, penjadwalan tidak lagi harus dilakukan untuk menentukan klasifikasi
jumlah tangguhan yang tepat antara lancar dan tidak lancar.
Pengadopsian pendekatan more likely than not mendorong FASB untuk menyimpulkan
bahwa pendekatan yang serupa perlu diterapkan pada NOLs, kredit tak terpakai, dan jumlah-
jumlah kena potongan yang berasal dari perbedaan temporer. sesuai dengan SFAS No. 109, NOLs
sekarang akan menghasilkan aktiva-aktiva pajak tangguhan kecuali jika lebih besar
kemungkinannya untuk tidak bisa diperbandingkan dengan laba fiskal masa depan. Ini merupakan
sebuah perubahan yang signifikan. Potensi keuntungan bernilai jutaan dollar yang sebelumnya
tidak terlaporkan sekarang akan dicakupkan dalam aktiva perusahaan.
Pergeseran Interpretasi atas Konsekuensi pajak Masa Depan
FASB khawatir kalau ada keharusan untuk mengukur kewajiban pajak tangguhan dan
aktiva pajak tangguhan secara terpisah dan mengurangi aktiva-aktiva pajak tangguhan dengan
penyisihan penilaian, maka nilai neraca tidak akan merefleksikan pengaruh dari perbandingan
jumlah-jumlah yang dapat dikenakan potongan dengan jumlah yang dapat dikenakan pajak atau
jaminan atas realisasi aktiva-aktiva pajak tangguhan yang harusnya akan terjadi berdasarkan SFAS
No. 96. Singkatnya, ketentuan-ketentuan di dalam SFAS No. 109 memperkenalkan tingkat
kepastian yang berbeda terkait dengan ekspektasi/harapan aliran kas di masa depan. Sebagai
akibatnya, Dewan (FASB) menelaah kembali untuk melihat apakah kewajiban pajak tangguhan
dan aktiva pajak tangguhan yang muncul sesuai dengan definisi aktiva dan kewajiban yang tertera
di dalam SFAC No. 6. Dewan menyimpulkan bahwa mereka sesuai dan bahwa informasi yang
disediakan bermanfaat, dapat dimengerti, dan tidak lebih rumit ketimbang pendekatan-
pendekatan pajak penghasilan lainnya.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Pengungkapan Laporan keuangan
Ada beberapa issu pengungkapan yang muncul sehubungan dengan pelaporan pajak penghasilan
dalam laporan keuangan
Penyajian Laporan laba rugi dan Pengungkapan-pengungkapan yang Terkait dengannya
Penggambaran pengaruh perpajakan terhadap segmen-segmen utama laporan laba rugi
dan terhadap item-item yang berpengaruh langsung ke laba ditahan akan menjadi lebih akurat
jika beban pajak penghasilan dialokasikan untuk satu periode di antara item-item ini. Alokasi pajak
penghasilan di dalam satu periode akuntansi diistilahkan sebagai alokasi pajak intra periode
(interperiod tax allocation). Alokasi pajak intra periode diharuskan oleh GAAP. Item-item beban
(atau manfaat) pajak penghasilan diungkapkan untuk laba bersih dari operasi-operasi perusahaan
berkelanjuta, keuntungan atau kerugian akibat ditutupnya satu segmen bisnis, dan item-item luar
biasa. Selain itu, pengaruh pajak atas setiap penyesuaian periode terdahulu dan pengaruh
retroaktif dari perubahan-perubahan akuntansi terhadap pendapatan yang ditahan juga harus
diungkap.
SFAS No. 109 juga mengharuskan pengungkapan komponen-komponen signifikan dari
pajak penghasilan yang bisa diatribusikan pada laba dari operasi-operasi yang berkelanjutan.
Komponen-komponen tersebut antara lain:
1. Pembayaran (atau manfaat) pajak penghasilan saat ini.
2. Beban atau manfaat pajak yang ditangguhkan (selain dari item-item 3-8 di bawah ini)
3. Kredit-kredit pajak investasi.
4. Bantuan-bantuan pemerintah (jika mereka mengurangi beban pajak penghasilan)
5. Keuntungan rugi operasi yang dibawa ke periode berikut (carryforward).
6. Beban pajak penghasilan yang berasal dari alokasi manfaat pajak ke laporan neraca.
7. Penyesuaian-penyesuaian terhadap kewajiban atau aktiva pajak tangguhan atas perubahan-
perubahan yang terjadi pada undang-undang perpajakan atau perubahan status pajak dari
entitas pelapor.
8. Penyesuaian saldo awal dari penyisihan penilaian karena adanya perubahan keadaan yang
menyebabkan terjadinya perubahan penilaian mengenai kemungkinan realisasi aktiva pajak
tangguhan yang terkait.
Penyajian Neraca dan Pengungkapan-pengungkapan yang Terkait dengannya
Pembayaran (atau manfaat/keuntungan) pajak saat ini dilaporkan dalam neraca sebagai
kewajiban atau aktiva lancar. Saldo pajak tangguhan dilaporkan sebagai aktiva dan kewajiban.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Mereka diklasifikasikan sebagai (1) nilai bersih lancar (net current amount) dan (2) nilai bersih
tidak lancar (net noncurrent amount). Klasifikasi ini didasarkan pada pengklasifikasian aktiva atau
kewajiban terkait yang menyebabkan item-item tangguhan. Aktiva atau kewajiban pajak
tangguhan terkait dengan suatu aktiva atau kewajiban jika pengurangan aktiva atau kewajiban
akan menyebabkan perbedaan temporer yang akan mengalami pembalikan. Aktiva atau
kewajiban pajak tangguhan yang tidak memiliki kaitan dengan suatu aktiva atau kewajiban
(termasuk aktiva-aktiva pajak tangguhan yang diciptakan oleh NOL atau kredit pajak yang dibawa
ke periode berikutnya) diklasifikasikan sebagai lancar atau tidak lancar sesuai dengan perkiraan
tanggal pembalikan perbedaan temporer. Aktiva pajak tidak lancar bersih yang ditangguhkan
diklasifikasikan sebagai Aktiva Lain-lain. Kewajiban pajak tidak lancar bersih yang ditangguhkan
diklasifikasikan sebagai Kewajiban Jangka Panjang. Penyisihan penilaian/valuation allowance (dan
perubahan bersih di dalamnya) yang berkaitan dengan aktiva-aktiva pajak tangguhan yang tidak
memenuhi kriteria kemungkinan lebih besar untuk terealisasi haruslah diungkapkan. Selain itu,
perusahaan juga harus mengungkapkan estimasi pengaruh pajak dari masing-masing item yang
memunculkan sebagian besar dari kewajiban dan aktiva-aktiva pajak tangguhan (diluar dari
penyisihan penilaian).
Ketentuan-ketentuan Pengungkapan SEC
SEC juga telah mengadopsi ketentuan-ketentuan pengungkapan pajak penghasilan untuk
perusahaan-perusahaan yang menerbitkan saham-saham yang diperdagangkan untuk
umum/publik. Pengungkapan yang disyaratkan antara lain:
1. Rekonsiliasi selisih antara beban pajak penghasilan dan jumlah beban pajak yang seharusnya
dilaporkan jika yang diterapkan atas laporan laba perusahaan adalah tarif sesuai peraturan .
2. Jumlah perbedaan temporer yang diakibatkan oleh penangguhan kredit-kredit pajak investasi
(ketika dan jika ITC bisa diterapkan).
ANALISIS FINANSIAL PAJAK PENGHASILAN
Ketentuan pengungkapan berdasarkan SFAS No. 109 dan ketentuan pengungkapan
laporan keuangan SEC, memungkinkan para investor, kreditor dan pengguna-pengguna informasi
finansial lainnya untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih baik. Secara spesifik sebagai
berikut:
1. Kualitas pendapatan bisa dinilai karena situasi-situasi khusus yang memunculkan pendapatan
satu-saat disoroti.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
2. Aliran kas masa depan bisa dinilai dengan lebih mudah karena pembalikan aktiva dan
kewajiban-kewajiban pajak tangguhan disoroti.
3. Pengaturan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah menjadi lebih kokoh karena lebih
mudah untuk menghitung tarif pajak aktual.
Catatan kaki di dalam laporan keuangan perusahaan memberikan informasi tambahan
yang bisa digunakan untuk menganalisa jumlah pajak penghasilannya. Secara spesifik, perusahaan
pada umumnya akan mengungkapkan informasi mengenai jumlah pajak yang akan dibayarkan
sesuai dengan tarif yang ditentukan oleh undang-udang federal, dan jumlah yang sebenarnya
dibayarkan (selain dari informasi mengenai perubahan-perubahan pada rekening aktiva dan
kewajiban pajak tangguhan serta informasi mengenai carryback dan carryforward pajak
penghasilan).
Sebagai contoh, masalah alokasi parsial versus komprehensif telah menyebabkan
beberapa ahli analisis keuangan untuk mengenyampingkan jumlah kewajiban pajak tangguhan
dalam menilai arus kas dan laba yang dapat dipertahankan di masa depan. Mereka yang
mendukung pendekatan alokasi parsial menyatakan bahwa ini merupakan kewajiban yang tidak
akan pernah dibayar, sehingga tidak memiliki konsekuensi arus kas masa depan.
Terakhir, telah dinyatakan secara tersirat bahwa jumlah kewajiban pajak penghasilan
perusahaan juga bisa digunakan untuk menilai seberapa agresif perusahaan tersebut dalam
melaporkan pendapatan-pendapatan akuntansinya.
STANDAR-STANDAR AKUNTANSI INTERNASIONAL
Pembahasan IASC mengenai akuntansi untuk pajak penghasilan tertera di dalam IAS No.
12, "Akuntansi untuk Pajak atas Laba". Pada tahun 1996, pernyataan ini direvisi untuk mengurangi
jumlah opsi yang dimiliki perusahaan saat membuat laporan akuntansi untuk pajak-pajak yang
ditangguhkan. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan diizinkan untuk menerangkan perbedaan
waktu pajak penghasilan dengan menggunakan metode penangguhan maupun metode
kewajiban. Berdasarkan standar yang telah direvisi, hanya metode kewajiban yang diizinkan.
Standar yang telah direvisi ini cukup mirip dengan GAAP Amerika Serikat sebagaimana yang
digaris bawahi di dalam SFAS No. 109. IASC menambahkan beberapa issu lain seperti apakah
konsekuensi pajak dalam pemulihan nilai bawaan dari aktiva dan kewajiban-kewajiban tertentu
bergantung pada cara pemulihan atau penyelesaian (misal, tarif-tarif pajak yang berbeda atas
keuntungan modal). Jika ya, maka aktiva dan kewajiban-kewajiban pajak tangguhan akan diukur
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
berdasarkan konsekuensi pajak yang akan menyertai pemulihan atau penyelesaian yang
diperkirakan.
A B a b 1 1 – A k u n t a n s i P a j a k P e n g h a s i l a n 27
Recommended