View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
41
BAB III
ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM
Tidak salah memang jika pendidikan diposisikan sebagai kebutuhan
primer. Dalam pemenuhan kebutuhan realitas itu manusia dituntut untuk selalu
dan selalu mengembangkan potensi yang di milikinya. Dalam upaya tersebut
manusia membutuhkan rel yang mampu untuk membawa, menunjukkan,
mengarahkan, mewujudkan tujuan pendidikan yang diimpi-impikan.
Pendidikan adalah jalan yang akan mampu membawa keberadaan manusia
dan nilai kodrati kemanusiaannya. Keberadaan manusia serta nilai kodrati yang
dimiliki oleh manusia merupakan hal penting yang harus dikembangkan dengan
berorientasi pada nilai-nilai pendidikan Islam.
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses atau perbuatan yang khusus
diperlakukan oleh manusia sesuai dengan kodrat yang dikaruniakan tuhan
kepada manusia. Mahluk yang lain nampaknya tidak memerlukan perbuatan
ataupun tindakan yang disebut pendidikan. Tuhan telah menciptakan manusia
dalam bentuk bayi, mahluk tiada daya, berhadapan dengan manusia yang telah
dewasa.Pendidikan merupakan usaha untuk menjembatani manusia yang
memiliki kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk melangsungkan
tugas hidupnya. Menurut Ngalim Purwanto adalah segala usaha orang dewasa
dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan
jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.1
Istilah pendidikan merupakan istilah yang bersifat relatif. Banyak
pakar pendidikan yang mendefinisikan pendidikan dengan model yang
berbeda, dengan argumen yang berbeda, dengan langkah yang berbeda tapi
yang pasti dengan arah yang sama, yakni mengembangkan fitrah ataupun
potensi lahiriyah yang dimiliki oleh manusia.
1 Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan teoritis dan Praktis, ( Bandung,Remaja Rosdakarya,
1995), hal. 10
42
Menurut Ahmad. D. Marimba Pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.2
Sedang menurut Dr. Ahmad Tafsir Pendidikan adalah usaha
meningkatkan diri dalam segala aspeknya.3 Aspek-aspek dalam
pendidikan mencakup beberapa
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilannya yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.4
Dari beberapa pengertian menurut beberapa pakar pendidikan,
maka penulis berinisiatif menyimpulkan, bahwa pendidikan adalah segala
usaha yang dilakukan baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain guna
menuju kesempurnaan sehingga mau dan mampu melaksanakan norma-
norma kebenaran dan kebaikan.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Realitas menunjukkan bahwa dewasa ini sering dijumpai adanya
kerancuan dalam penggunaan pendidikan Islam. Bila kita menyebut
Pendidikan Islam konotasinya sering dibatasi pada pendidikan agama
Islam. Padahal bila dikaitkan dengan kurikulum pada lembaga pendidikan
formal atau non formal, pendidikan agama Islam hanya terbatas pada
bidang-bidang studi agama seperti tauhid, fiqih, tarikh, tafsir dan hadis.
Bertolak dari risalah Islamiyah yang bertujuan mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta mewujudkan
2 Ahmad. D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung, Al maarif, 1989
), hal. 23 3 Dr. Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, ( Bandung, Remaja Rosda
Karya: 1992), cet II, hal. 5 4 UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ( pasal 1 ayat 1 ). 3
43
rahmatan lil ‘alamin, maka timbul pertanyaan, apakah semua itu akan
tercapai hanya dengan pendidikan agama.
Pendidikan agama memang sangat penting dan strategik dalam
rangka menanamkan nilai-nilai spiritual Islam, tetapi hal ini baru
merupakan sebagian dari seluruh kerangka Pendidikan Islam hanya
terbatas pada bidang-bidang studi agama seperti tauhid, fiqih, tarikh dan
lain-lain.
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut pandangan Islam
sebagaimana telah diuraikan di atas, dan mengingat betapa kompleksnya
risalah pendidikan Islamiyah, maka sebenarnya yang dimaksud dengan
pengertian Pendidikan Islam ialah “ Segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insani yang ada
padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya ( Insan Kamil ) sesuai
dengan norma Islam”.
Konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat di
formulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan taqwa serta
memiliki berbagai kemmapuan yang teraktualisasi dalam hubungannya
dengan tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitar secara
baik, positif dan konstruktif. Demikianlah manusia produk Pendidikan
Islam yang diharapkan, yang pantas menjadi Khalifatul fil Ardl.
Drs. Hasbullah dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia menjabarkan ada lima yang menjadi prinsip-prinsip pendidikan
Islam yakni:
1.Prinsip pembebasan manusia dari ancaman
kesesatan yang membawa manusia kepada
api neraka.
2.Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang
memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia didunia dan
akhirat, sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan
bertaqwa, yang senantiasa memanjatkan do’a sehari-hari.
44
3. Prinsip Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar serta membebaskan manusia
dari belenggu-belenggu kenistaan.
4. Prinsip pengembangan daya fikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat
menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya
cipta, rasa dan karsanya.
5. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar
keimanan yang kaya akan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain
saling mengembangkan hidupnya untuk menghambakan dirinya pada
sang pencipta.5
3. Tujuan, fungsi dan Proses Pendidikan Islam
Mempelajari tentang studi pendidikan Islam, tentang masalah-
maslah yang berhubungan dengan pendidikan Islam sudah barang tentu
sangat bermanfaat terutama dalam rangka memberikan sumbangsih bagi
perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam.
Secara umum Pendidikan berfungsi sebagai transformasi ilmu
pengetahuan dan pengembangan berbagai disiplin ilmu dalam rangka
menjaga dan melestarikan ilmu pengetahuan tentu saja yang didasarkan
pada Al Quran dan sumber-sumber hukum Islam lainnya.
Pendidikan Islam, dengan bertitik tolak pada prinsip Iman-Islam-
Ihsan atau akidah-ibadah-akhlak untuk menuju suatu sasaran kemuliaan
manusia dan budaya yang diridhoi Allah. Lebih jauh Prof .Dr.Jusuf Amir
Faisal menjelaskan tentang fungsi-fungsi pendidikan Islam:
a. Individualisasi nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya derajat
manusia muttaqin dalam bersikap berfikir dan berprilaku.
b. Sosialisasi nilai-nilai dan ajaran Islam demi terbentuknya umat Islam.
Rekayasa kultur Islam demi terbentuknya dan berkembangnya
peradaban Islam.
5 Drs. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, ( Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 1995), hal. 129
45
c. Menemukan, mengembangkan, serta memelihara ilmu,teknologi, dan
keterampilan demi terbentuknya insan kamil dan profesional.
d. Pengembangan intelektual muslim yang mampu mencari,
mengembangkan serta memelihara ilmu dan teknologi.
e. Pengembangan pendidikan yang berkelanjutan dalam bidang
ekonomi, fisika, kimia, arsitektur, seni musik, seni budaya, politik,
olahraga, kesehatan, dan sebagainya.
f. Pengembangan kualitas muslim dan warga negara sebagai anggota
dan pembina masyarakat yang berkualitas kompetitif.6
Selain fungsi pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam pada
hakikatnya sama dengan dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama
Islam itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang
rentangnya berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan
manusia), baik secara linear maupun secara algoritmik (berurutan secara
logis) berada dalam garis mukmin-muslim-muhsin dengan perangkat
komponen, variabel, dan parameternya yang bersifat kompetitif.7
Oleh karena itu Jusuf memberikan Lima tujuan pendidikan Islam
yakni:
a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah
mahdhah.
b.Membentuk manusia muslim yang di samping dapat melaksanakan
ibadah mahdhah juga dapat melaksanakan ibadah muamalah dalam
kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota
masyarakat dalam lingkungan tertentu.
c. Membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyarakat
dan bangsanya dalamrangka bertanggung jawab kepada Allah sebagai
penciptanya.
6 Jusuf. Op Cit. hal.95-96 7 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, ( Jakarta, Gema Insani Press, 1995),
hal. 96.
46
d.Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan
terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan
memasuki teknostruktur masyarakatnya.
e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu (Agama dan ilmu-ilmu
Islami lainnya)
Suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat bila sesuai dengan fungsinya.
Oleh karena itu perlu ditegaskan lebih dahulu apa fungsi pendidikan itu. Dalam
bukunya Ideologi Pendidikan Islam DR. Ahmadi memberikan tiga tujuan
pendidikan yang bersifat normatif, yakni:
a. Memberikan arah proses pendidikan. Sebelum kita menentukan
dan menyusun kurikulum langkah utama yang harus dilakukan
adalah merumuskan tujuan pendidikan. Tanpa ada kejelasan
tujuan, seluruh aktivitas pendidikan akan kehilangan arah, kacau
bahkan menemui kegagalan.
b. Memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan karena pada
dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin
dicapai dan diinternalisasikan pada anak atau subjek didik.
c. Tujuan pendidikan merupakan criteria atau ukuran dalam evaluasi
pendidikan.8
Mengenai tujuan pendidikan, Ahmadi mengkategorikan menjadi tiga
tujuan yaitu, Tertinggi, umum dan khusus. Tujuan tertinggi pendidikan Islam ini
pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai
ciptaan Allah, yaitu:
a. Menjadi hamba Allah yang bertaqwa, Tujuan ini sejalan dengan tujuan
hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada
Allah.
b. Mengantarkan subjek didik menjadi Khalifatullah Fil Arld yang mampu
memakmurkannya.
c. Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup didunia sampai akhirat.
8 Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2004), hal, 90-91)
47
Dalam tujuan diatas lebih pada pendekatan filosofis, sedangkan tujuan
umum pendidikan Islam lebih bersifat empirik dan realistis. Tujuan umum
berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut
perubahan sikap, perilaku dan kepribadian subjek didik, sehingga mampu
menghadirkan dirinya sebagai pribadi yang utuh ( Self Realization)
Dengan kembali pada Al Qur’an dapat disimpulkan bahwa realisasi diri
sebagai tujuan umum pendidikan Islam tidak lain adalah terpadunya fikir, zikir
dan amal pribadi seseorang. Disinilah kunci utama untuk sampai pada tujuan
tertinggi “ Ma’rifatullah dan Ta’abud Illallah”
Sedang tujuan khusus pendidikan Islam adalah pengkhususan atau
opersionalisasi tujuan tertinggi dan terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam.
Yujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan
dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada
kerangka tujuan tertinggi, terakhir dan umum. Pengkhususan tujuan pendidikan
ini didasarkan pada:
a. Kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu
diselenggarakan.
b. Minat, bakat dan kesanggupan subjek didik
c. Tuntunan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu.9
Dari beberapa tujuan pendidikan Islam yang telah dijelaskan diatas, paling
tidak memiliki tujuan yang pasti, yaitu manusia sebagai khalifah di bumi. Ketika
Allah pertama kali memperkenalkan misi manusia untuk mendiami bumi dengan
menjadikan manusia sebagai khalifah dibumi sebagaiman disebutkan dalam Al
Qur’an surah Al Baqarah ayat 30-34. malaikat menduga bahwa yang bakal terjadi
adalah penguasaan manusia atas manusia sehingga akan menimbulkan
pertumpahan darah dan kerusakan diatas bumi, sebagaimana pengalaman histories
yang berhasil diamati oleh malaikat. Sementara malaikat sendiri mengaku
merekalah yang senantiasa bertasbih, memuji kebesaran dan mensucikan Allah.
9 Ahmadi , Op Cit, hal, 90-103.
48
Ternyata yang dikehendaki Allah dalam mengemban tugas khalifah ini
adalah bukan pengasaan manusia atas manusia tetapi tugas kependidikan yang
merupakan konsekuensi dari tanggung jawab intelektual adam (yang telah diajar
oleh Allah ) untuk menegakkan kebenaran ( inkuntum shadiqin). Pengakuan
malaikat atas kebenaran ilmiah adalah merupakan sikap ibadah ( sujud ) dan
pengingkaran ( iblis) atas kebenaran ilmiah tersebut merupakan sikap organisme
yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, inilah yang disebut dengan kekafiran.
Proses pendidikan dalam hal ini adalah merupakan satu proses untuk
mengubah dan mengangkat harkat, martabat manusia (adam ) dari sesamanya (
malaikat).
Logika yang dapat ditarik dari surah Al Baqarah 30-34 adalah untuk
menghentikan pertumpahan darah dan pengrusakan bumi, tidak cukup dengan
beretasbih, memuji kebesaran Allah, apalagi dengan kesombongan, melainkan
harus ditegakkan dengan kebenaran. Demikian pula menegakkan kebenaran tidak
cukup hanya dengan bertasbih danmemuji kebesaran tuhan, melainkan harus
melalui proses pendidikan dengan memberi penghormatan terhadap kebenaran
ilmiah.
Karena itu hakekat pendidikan Islam bukan untuk meleburkan sifat dan
potensi insani kedalam sifat dan potensi melakiyah, melainkan justru merupakan
proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insani sehingga dapat
menumbuhkan kesadaran untuk menemukan kebenaran.10
Dalam kaitannya dengan proses pendidikan Islam adalah suatu upaya atau
proses, pencarian, pembentukan, dan pengembangan sikap dan prilaku untuk
mencari, mengembangkan, memelihara, serta menggunakan ilmu dan perangkat
teknologi atau keterampilan demi kepentingan manusia sesuai dengan ajaran
islam. Oleh karena itu, pada hakekatnya, proses pendidikan islam merupakan
proses pelestarian dan penyemprnaan kultur islam yang selalu berkembang dalam
proses transformasi budaya yang berkesinambungan di atas ketetapan wahyu
yang merupakan nilai universal.
10 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
1996), hal. 32.
49
Agar proses pendidikan Islam dapat berjalan secara konsisten dan terarah
serta menemukan nilai efektif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Kedudukan bahan pelajaran, khususnya ilmu dan teknologi dalam
perspektif Islam atau epistimologi ilmu Islami. Merupakan suatu
keharusan untuk menjadikan bahan pelajaran itu sebagai komponen
pendidikan yang pembentukannya dilakukan secara bertahap. Disamping
itu diupayakan pula aplikasi ilmu keislaman dalam kehidupan masyarakat,
sehingga pilihan atau spesialisasi ilmu-ilmu Islami atau ilmu-ilmu
keislaman.
b.Tenaga pendidik yang berkualitas dalambidang ilmu yang menjadi
spesialisasinya dan bidang metodologi pendidikan secara profesional.
Pengadaan tenaga pendidik, sebelum diperoleh melalui hasil sistem
pendidikan Islam tersebut dibentuk dengan sistem latihan.
Ada tiga tahapan dalam mempersiapkan tenaga pendidik yang
berkualitas, yaitu:
a) Preservice yang pesertanya adalah tenaga ahli ilmu umum yang
dilengkapi ilmu agama dan ahli ilmu agama yang dilengkapi ilmu
umum secara integral.
b) Inservice untuk mereka yang sudah terlibat dalam kegiatan
pendidikan tersebut sesuai dengan prinsip pendekatan integratif
seperti prinsip diatas.
c) Onservice, untuk mereka yang sudah terlibat dalam pendidikan
tersebut dengan kegiatan supervisi dan bimbingan dengan prinsip
pengembangan preservice dan Inservice.
c. Administrasi, berupa penunjang proses yang dijalankan dengan suatu
sistem mekanisme yang menjamin berfungsinya sebagai sarana tindak
lanjut pendidikan akademik serta sumber data dan informasi.
d.Pembelajaran dijalankan dengan mengikuti prinsip seleksi, gradasi dan
evaluasi yang ketat. Artinya, penyusunan bahan ajar, metodologi dan
evaluasi dilakukan sesuai dengan tujuan umum ( terbentuknya manusia
50
muttaqin). Selain itu sebagai evaluasi keberhasilan peserta didik
hendaknya meliputi:
a) Aspek kognitif (ilmu)
b) Aspek profesional (psikomotor), yaitu kemampuan untuk
mengaplikasikan atau menggunakan ilmu, teknologi dan
keterampilan dalam kehidupan.
c) Aspek kreatifitas, yaitu kemampuan untuk mengembangkan
sesuatu lebih jauh dari apa yang telah di peroleh.
d) Aspek kepribadian yang utuh sebagai hamba Allah, warga
negara, komunitas masyarakat, serta anggota komunitas
keluarga yang respektif.
Keempat aspek inilah yang nantinya akan mampu melihat sisi
keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran dan transformasi ilmu
pendidikan. Karena selamaini pendidikan cenderung dimaknai sebagai transfer of
knowledge saja, bukan internalisasi nilai dan norma.
4. Institusionalisasi Pendidikan Islam
Istilah institusionalisasi yang dimaksud dalam penelitian ini sudah tentu
ada hubungannya dengan kata institusi. Institusionalisasi ( pelembagaan) adalah
bentuk verba dari kata institusi. Hanya saja kata pelembagaan ini tidak berarti
memasukkan ke dalam lembaga atau memfungsionalkan sesuatu dalam
lembaga, umpamanya lembaga pendidikan. Lebih tepatnya, melembagakan
yang dimaksud adalah melembagakan nilai kemanusiaan agar menjadi prinsip
yang kukuh dan diterima sebagai bagian mendasar dalam budaya (kultur)
bangsa Indonesia sebagai salah satu pola perangkat prilaku.11
Bertolak dari asumsi bahwa Life is education and education is life,
dalam arti pendidikanmerupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia , dan
seluruh proses hidup dan kehidupan manusia, adalah proses pendidikan, maka
pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup
11 Jusuf. Op Cit, hal. 173
51
Islami, yang diharapkan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup
orang Islam.
Namun demikian, timbul pula pertanyaan, apa saja aspek-aspek
kehidupan ?. Dalam konteks inilah para pakar dan pemikir serta pengembang
pendidikan Islam mempunyai visi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tidak
bisa dilepaskan dari sistem politik dan latar belakang sosio-kultural yang
mengitarinya. Secara historis-sosiologis, setidaknya telah muncul beberapa
paradigma pengembangan pendidikan Islam. Yakni sebagai berikut:
1.Paradigma formisme
Didalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat
sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi. Segala sesuatu hanya
dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, ada
dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, STAIN/IAIN dan Non
STAIN/IAIAN, Madrasah dan non madrasah, pendidikan keagamaan dan
nonkeagamaan atau pendidikan agama dan pendidikan umum, demikian
seterusnya.
Pandangan yang dikotomis tersebut pada giliran selanjutnya
dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia dan
akhirat, kehidupan jasmani dan ruhani, sehingga pendidikan Islam hanya
diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan ruhani saja.
Dengan demikian , pendidikan agama dihadapkan dengan
pendidikan non agama, pendidikan keislaman dengan non keislaman,
pendidikan agama dengan pendidikan umum, sehingga pendidikan Islam
(al tarbiyah al islamiyah) berarti al tarbiyah al diniyah/ pendidikan
keagamaan, ta’lim al din/ pengajaran agama, al ta’lim al islami/
pengajaran keislaman dalam rangka tarbiyah al muslimin ( mendidik
orang-orang islam).
Karena itu, pengembangan pendidikan Islam hanya berkisar pada
aspek ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi
2.Paradigma mekanisme
52
Dalam paradigma ini , pendidikan Islam mengedepankan aspek
sosio humanisme kemasyarakatan, yang tetap berorientasi pada sisi
pendidikan Islam dan insaniyah. Sehingga peran manusia benar-benar
menjadi hal yang berbeda dengan mahluk yang lain.
3.Paradigma organisme
Kaitannya dengan paradigma makanisme dan formisme, paradigma
organisme adalah upaya manusia untuk selalu membina dan
mengelompokkan aspek kemanusiaannya dengan kedua paradigma yang
mengedepankan dikotomi dan sifat insaniyah manusia.
Sebenarnya, umat Islam dalam lintasan sejarah yang panjang telah
memperlihatkan pentingnya pendidikan Islam. Hal ini dapat ditelusuri sejak masa
Rasulullah SAW hingga dewasa ini.12
Wahyu yang pertama diterima Rasulullah memperlihatkan pada
pentingnya proses pembelajaran. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan
Rasulullah, seperti mengadakan ta’lim ( pembelajaran ) kepada para sahabatnya
untuk menegetahui ajaran-ajaran Islam sehingga ia membuat komplek belajar
(Dar al Arqam), merupakan salah satu bukti perhatian Rasulullah terhadap
pendidikan.13
Perkembangan pendidikan Islam ditandai dengan berdirinya madrasah
Islamiyah yang bersifat formal. Perjalanan lembaga pendidikan Islam dari masa
ke masa mengalami kemajuan yang signifikan, terbukti dengan bermunculnya
pondok pesantren, majlis taklim, madrasah.
Diberbagai daerah banyak lahir berbagai madrasah dan pondok pesantren
antaralain di Sumatera paling tidak lahir dua madrasah yakni madrasah
Adabiyah dan Madras School. Madrasah Adabiyah yang di dirikan oleh Syekh
Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Madrasah ini kemudian berubah menjadi
HIS ( Holand Inland School ) Adabiyah pada tahun 1915 M. Pada tahun 1910 M
didirikan Madras School didaerah batu sangkar sumatera barat oleh syaikh M.
12 Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, ( Jakarta, Raja Grafindo, 2004),
hal. 171. 13 Ibid, hal. 172.
53
Taib Umar. Dan pada tahun 1918 Muhammad Yunus mendirikan Diniyah
School sebagai lanjutan Madras School.14
Adapun pondok pesantren yang pertamakali membuka madrasah formal
ialah tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M dibawah pimpinan syekh
Abd Karim Amrullah, beliau adalah ayah Hamka.
Di jambi didirikan podok pesantren dan madrasah Nurul Iman. Pada tahun
1913 oleh H. Abd Somad, seorang ulama’ besar keluaran Makah. Madrasah
Sa’adah al darain didirikan oleh H. Ahmad Syakur, Madrasah Nurul Islam oleh
H.M. Saleh, Madrasah Juharain oleh H. Abd. Majid pada tahun 1922.
Adapun di Jawa, permulaan abad 20 baru bermunculan pondok pesantren
Tebuireng dijombang oleh K.H. Hasyim Asy’ari pada tahun 1899. dan pada
tahun 1919 madrasah formal salafiyah berdiri dan diasuh oleh K.H Ilyas.
Madrasah ini mengajarkan ilmu agama dan pengetahuan umum.
Baru setelah itu banyak bermunculan pondok pesantren lain semisal,
Pondok Pesantren Tambak Beras di Jombang oleh K.H Wahab Hasbullah dan
pondok Rejoso peterongan oleh K.H Tamin pada tahun 1919 M. Kedua pondok
Pesantren tersebut juga memiliki madrasah formal. Dan pada tahun 1926 berdiri
pondok pesantren Modern Gontor oleh K.H Imam Zarkasy dan K.H. Sahal.15
Selain itu, madrasah yang juga menjadi salah satu bagian dari
pendidikan Islam juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Madrasah
yang berarti tempat belajar atau sekolah dengan konotasi khusus yaitu sekolah
yang mengajarkan ilmu agama Islam. Dalam arti tempat belajar adalah untuk
mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan
dan keahlian lainnya yang berkembnag pada zamannya. Sekitar abad ke 19
pemerintah belanda mulai memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut
system persekolahan didunia barat, sehingga sedikit banyak mempengaruhi
system pendidikan yang telah berkembang di Indonesia, termasuk pesantren
menjadi system pendidikan madrasah. Sistem sekolah yang dikembangkan
14 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta, Bumi Aksara, 1997), hal. 193. 15 Ibid, hal. 194
54
kolonial belanda telah masuk dunia pesantren. Sistem khalaqah bergeser ke arah
system madrasah dalam bentuk klasikal, dengan unit-unit kelas.16
Pada perkembangan selanjutnya banyak madrasah yang didirikan terpisah
dengan induknya yaitu pesantren, surau, masjid, bahkan dengan adanya ide-ide
pembaharuan dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, tidak sedikit
madrasah yang didirikan sudah lepas sama sekali dengan pesantren yang tidak
hanya memberikan pengetahuan agama saja tetapi juga mengajarkan
pengetahuan umum, sesuai dengan tuntutan zaman.
Dan pada awal abad 20 adalah merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan madrasah diseluruh Indonesia, dengan nama dan tingkatan yang
bervariasi, dan belum ada keseragaman baik isi kurikulum serta rencana
pelajaran. Baru setelah Indonesia memperoleh pengakuan kemerdekaan mulai
dirintis penyeragaman bentuk, system dan rencana pelajaran.
Dari sini dapat dikatakan bahwa madrasah-madrasah pada awal
perkembangannya masih bersifat diniyah semata-mata, atau materi
pendidikannya agama saja. Baru sekitar tahun 1930 terjadi pembaharuan
madrasah, yaitu dengan memasukkannya pengetahuan umum kedalam
kurikulumnya.
5.Orientasi Pendidikan Islam dalam Pendidikan Multikultural
Dalam orientasi pendidikan multikultural ada beberapa ide yang saling
bersinggungan antara orientasi pendidikan multikultural dengan tujuan akhir
pendidikan Islam diantaranya adalah Pendidikan ukhuwah17 yang dalam
pendidikan multikultural di sebut dengan orientasi pengakuan terhadap
pluralitas dan heterogenitas. Karena ukhuwah akan terbentuk dengan baik jika
diantara sesama mampu memahami perbedaan , kekurangan dan kelebihan
masing-masing.
Orientasi yang lain adalah orientasi kesejahteraan. Dalam pendidikan
Islam, pendidikan kesejahteraan18 masyarakat sebenarnya sangat tergantung
pada kesejahteraan, ketenteraman serta kedamaian hubungan dalam keluarga.
16 Zuhairini. Et,al. Metodologi Pendidikan Agama, ( Solo, Ramadhani, 1993), hal. 42 17 Zuhairini, Sejarah…., hal. 44 18 Ibid, hal, 48
55
Orientasi kesejehteraan dalam pendidikan multikultural adalah multikultural
mengorientasikan kesejahteraan dengan asumsi bahwa model kesejahteraan
yang menjadi orientasi pendidikan multikultural adalah hal yang bukan hanya
bersifat materi, tetapi juga yang bersifat spiritual.
Pada dasarnya manusia sudah merasa sejahtera ketika kebutuhan-
kebutuhan dasarnya terpenuhi, dihargai dan diakui oleh orang lain dan
diberlakukan sebagai manusia.19
Selain itu, dalam ayat ke 13 dari surat Al Hujurat Islam mengakui
adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan20, inipun juga selaras dengan
orientasi pendidikan multikultural yakni orientasi proporsional Proporsional
dalam orientasi pendidikan multikultural adalah merupakan nilai yang di
pandang dari aspek apapun adalah sangat tepat.21Ketepatan disini tidak diartikan
sebagai ketepatan yang bersifat rigid dalam arti hanya menggunakan salah satu
pertimbangan, misalnya pertimbangan kualitas intelektual, atau kuantitasnya,
melainkan ketepatan yang ditinjau dari semua sudut pandang, khusunya yang
berkaitan dengan nilai-nilai proporsional, sehingga berbagai kalangan mampu
menerima dengan lapang dada. Orientasi seperti inilah yang diharapkan akan
menjadi pilar pendidikan multikultural.
Pada penggalan ayat diatas sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk menegaskan
bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada
perbedaan antara satu suku dengan yang lain.22 Dan ini sesuai dengan Ideologi
pendidikan multicultural yakni Ideologi sosialisme adalah Ideologi yang
mendasarkan diri pada nilai-nilai kebersamaan manusia. Ideologi ini
mengajarkan nilai bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama terhadap
segala sesuatu.23
19 Ainurrafiq Dawam, Emoh Sekolah, ( Yogyakarta, Inspeal Press, 2003), hal. 106 20 Zuhairini, Loc. Cit, hal. 50. 21 Ibid, hal. 106 22 M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah V. 13, ( Jakarta, Lentera Hati, 2003), hal. 260 23 Ainurrafiq Dawam, Op Cit, hal. 116
56
Dan pada akhir ayat ini, disana ada sebuah peringatan lebih dalam lagi
bagi manusia yang silau matanya karena terpesona oleh urusan kebangsaan dan
kesukuan, sehingga mereka lupa bahwa keduanya itu gunanya bukan untuk
membanggakan suatu bangsa kepada bangsa yang lain, suku satu dengan suku
yang lain, didunia bukan untuk bermusuhan, melainkan lita’arafu yakni saling
mengenal ( memahami dan mengetahui).24
6. Metode dan sistem Pendidikan Islam
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan , karena ia menjadi sarana dalam
menyampaikn materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum. Tanpa metode,
suatu materi peljaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam
kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.25
Dalam proses pendidikan Islam, metode yang tepat guna dan bguna pabila
mengandung nilai-nilai yang intrinsic dan ekstrinsik yang sejalan dengan materi
pelajaran dan secara fungsuonal dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai
ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum,
dan tujuan pendidikan Islam terkandung nilai relevansi dan operasional dalam
proses kependidikan.
Ada tiga aspek nilai yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam yang
hendak direalisasikan melalui metode yang mengndung watak dan relevansi
tersebut. Pertama, membentuk anak didik menjadi hamba Allah yang
mengabdikan dirinya kepada Allah semata. Kedua, bernilai edukatif yang
mengacu kepada petunjuk Alqur’an. Ketiga, berkaitan dengan motivasi dan
kedisiplinan sesuai ajaran Al qur’an yang disebut pahala dan siksaan.26
Prof. H.M.Arifin dalam bukunya Ilmu pendidikan Islam menyebutkan ada
delapan metode pendidikan yakni:
24 Hamka, Tafsir Al Azhar Jil.9, ( singapura, Pustaka Nsional, 1990), hal. 6836. 25 Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Ilmu Pendidikan Islam, ( Bumi Aksara, Jakarta: 2003), hal.
144 26 Dalam bahasa psikologi pahala dan siksaan adlah reword and punishment (Hadiah dan
hukuman), ketika seorang siswa mampu mengapliksikan nilai-nilai yang terkndung dalam pendidikan dalam kehidupan sehari-hari, maka Reward ia dapatkan, namun jika peserta didik melanggar sebuah aturan ataupun norma yang diajarkan, maka Punushment yang ia peroleh. Dan tidak lain Reward ang Punishment dalam pendidikan hanyalah sebagai motivasi belajar siswa.
57
1. Metode situsional yang mendorong manusia didik untuk belajar
dengan perasaan gembira dalam berbagai tempat dan keadaan. Metode
ini memberikan kesan-kesan yang menyenangkan sehingga melekat
pada ingatan yang cukup lama.
2. Metode tarhib wat Tarhib mendorong manusia didik untuk belajar
suatu bahan pelajaran atas dasar minat yang berkesadaran pribadi,
terlepas dari paksaan dan tekanan mental
3. Metode belajar yang berdasarkan Conditioning dapat menimbulkan
konsentrsi perhatian anak didik kearah bahan-bahan pelajaran yang
disajikan oleh guru.
4. Metode yang berdasarkan prinsip bermakna, ini akan menjadikan
siswa menyukai dan bergairah untuk mempelajari bahan pelajaran
yang disampaikan oleh guru.
5. Metode Dialogis, akan melahirkan sikap keterbukaan antara guru dan
murid, akan mendorong untuk saling memberi dan mengambil (take
and give) antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Dalam
metode ini berjalan secara demokratis dimana manusia didik
ditempatkan sebagai pribadi yang mempunyai kemampuan dan
memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampunnya yang
semakin tampak kemandiriannya, dan tidak selalu bergantung pada
guru.
6. Metode Inovasi. Metode ini akan menuntut guru untuk selalu mencari
dan mencari sumber ilmu baru yang terbaik untuk peserta didik.
7. Metode pemberian contoh. Metode ini dipraktikkan oleh Nabi
Muhammad yakni beliu sebagai Uswatun Hasanah.
8. Metode yang menitik beratkan pada bimbingan yang berdasarkan rasa
kasih saying terhadap anak didik akan menghasilkan kedayagunaan
proses belajar mengajar.
58
7. Asas-asas Pendidikan Islam
Dalam pelaksanaannya pendidikan Islam memiliki asas yang
berfungsi sebagai peyokong apa yang menjadi agenda pendidikan islam,
selain itu fungsi utama asas pendidikan Islam adalah sebagai pemersatu
antara asas yang satu dengan asas yang lain.
Hasan langgulung dalam buku Asas –Asas Pendidikan Islam
menjabarkan hal-hal yang berkenaan dengan asas-asas pendidikan, adalah
sebagai berikut:
Asas historis yakni asas ini berlaku bagi seorang guru dengan
mengandalkan hasil pengalaman masa lalu, dengan undang-undang dan
peraturan-peraturannya, batas-batas dan kekurangan-kekurangannya.
Asas sosial yang memberi kerangka budaya dari mana arah
pendidikan itu bertolak dan bergerak yakni memindah budaya, memilih
dan mengembangkannya.
Asas ekonomi yang memberikan perspektif tentang potensi
manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur sumber-
sumbernya dan bertanggung jawab terhadap anggaran belanjanya.
Asas politik dan administrasi yang memberikan bingkai ideologi
dari mana ia bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan
rencana yang telah dibuat.
Asas psikologis yang memberikan informasi tentang watak peserta
didik, pengajar, cara-cara terbaik dalam pelaksanaan dan penilaian,
pengukuran dan bimbingan..
Yang terakhir asas filsafat yang memberikan kemampuan memilih
yang lebih baik, memberi arah suatu sistem, mengontrol, dan memberi
arah kepada semua asas yang lain.27
Dalam pendidikan Islam paling tidak ada tiga aspek yang
diharapkan mampu menjadi inspirator pendidikan Islam dan mampu untuk
27 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, ( Jakarta, Pustaka Alhusna, 1992),
hal. 6.
59
mengembangkan pola fikir Islami setiap muslim. Ketiga aspek tersebut
adalah: Asas politik dan administrasi, aspek ekonomi, aspek psikologis.
Pertama, asas politik kaitannya dengan pendidikan Islam adalah
bahwa setiap individu muslim boleh hidup dimana-mana diatas permukaan
bumi, dan memberi loyalitas kepada undang-undang negeri asalkan ia
tidak menentang syari’ah dalam kawasan yang mempengaruhi hidupnya
sendiri28. Maksudnya manusia diberi kewenangan untuk mengelola
kehidupan dan keduniaan sebagai fasilitas untuk pengembangan diri.
Namun ketika urusan undang-undang pada lingkungannya tidak
sesuai dengan Islam maka ia sebagai mahluk yang difasilitasi akal, ia
boleh hijrah kelompok kawasan Islam atau ia akan menanggung akibat
terburuk terhadap kehidupannya sendiri.
Sedang asas administrasi dalam pendidikan Islam adalah Islam
yang menjadi sumber bagi sistem pendidikan dan administrasi Islam.
Artinya Islam selain sebagai way of life, keberadaan Islam diharapkan
mampu menjadi peraturan ( undang-undang) yang bisa membawa manusia
kearah keadilan. Namun peraturan yang ada tidak dapat berdiri sendiri
melainkan harus berdampingan dengan agama.29
Kedua asas ekonomi, asas ini mengisyaratkan bahwa keberadaan
manusia sangat komplek baik permasalahan hidup, kebutuhan hidup
ataupun hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Ekonomi dan Pendidikan Islam
Dalam sejarah pendidikan Islam tampak hubungan antara ekonomi
dan pendidikan itu erat sekali, terutama yang tergambar dakam sistem
wakaf, shodaqoh dan lain-lain.30
Namun teori yang membahas mengenai hubungan ekonomi dan
pendidikan ini adalah merupakan hal yang baru, seperti dikatakan diatas.
Kalau dalam pendidikan Islam telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi
tapak tempat berdirinya pendidikan Islam, maka tidak berbeda dengan
28 Ibid, hal. 194. 29 Langgulung, Op Cit, hal. 195 30 Langgulung, Op Cit, hal. 149
60
ekonomi islam telah meletakkan dasar-dasar pokok empat ekonomi Islam
pada dasar yang sama yakni Islam.
Ketiga adalah asas psikologis
8. Beberapa Pendekatan Dalam Pendidikan Islam.
Pendidikan Islam adalah tidak lain adalah sebuah sistem yang
memerlukan beberapa komposisi pendukung yakni sebagai penguat sistem
tersebut. Dalam mengaktualisasikan system tersebut dibutuhkan pula beberapa
pendekatan yakni:
a. Pendidikan Humanistik Religius
Pendekatan humanistic religius sebagai alternatif ialah
kebalikan dari pendekatan dehumanistik religius. Esensi pendekatan
humanistic religius adalah mengajarkan keimanan tidak semata-mata
merujuk teks kitab suci, tetapi melalui pengalaman hidup dengan
menghadirkan tuhan dalam mengatasi persoalan kehidupan individu
dan sosial.
b. Pendekatan Rasional Kritis.
Pendekatan humanistic tidak dapat dipisahkan dengan
pendekatan rasional kritis. Rasionalitas keberagamaan seseorang dapat
diukur dari seberapa besar kadar penggunaan akal dalam memahami
dan mengamalkan ajaran agama.
Berkenaan dengan materi pendidikan Islam tidak seyogyanya
hanya sebatas pengetahuan dan pengalaman keagamaan hasil internalisasi
kita ataupun ulama-ulama tempo dulu. Dalam halini ada beberapa
perubahan social yang harus dihadapi:
a) Nilai Ikhlas. Ikhlas dalam menjalankan ibadah dan didasarkan hanya
karena Allah.
b) Pemahaman tentang pahala dan dosa jangan dianalogkan dengan
hitungan matematis. Karena pemahaman dogma agama secara
matematius akan berdampak tumbuhnya sikap sekuler. Misal kalau
kita solat akan mendapat pahala sekian dan kalau kita berbuat dosa
61
kita mendapat dosa sekian. Maka dengan pikiran matematis akan
menjadi Impas.
c) Pemahaman segala sesuatu yang berhubungan dengan dalil naqli harus
didasarkan dengan pendidikan.
c. Pendekatan Fungsional
Ciri keberagamaan masyarakat modern adalah keberagaman yang
fungsional. Karena salah satu cirri pemikiran modern adalah mengukur
kebaikan sesuatu dari aspek fungsi secara riil bagi kehidupan. Sesuatu
yang tidak dianggap tidak fungsional lebih baik dotinggalkan.
Penyampaian pendidikan Islam yang hanya terfokus pada doktrin agama
atau kaidah-kaidah agama tanpa menekankan pentingnya hikmah dibalik
kaidah tersebut menjadikan agama tidak fungsional.
d. Pendekatan Kultural
Pendidikan agama atau pendidikan Islam dengan pendekatan cultural
artinya pendidikan dilakukan dengan tanpa menggunakan label Islam,
tetapi menekankan pengalaman nilaiinilai universal yang menjadi
kebutuhan manusia yang berlaku dikomunitas masyarakat.
Recommended