View
213
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
JURNAL
REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM ANIMASI
(Studi Semiotika Tentang Representasi Perempuan
yang Diwakili Tokoh Princess dalam Film Animasi Disney Moana)
Oleh:
NGUNGRUM QURANI ISDARMADJI
D1215036
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
WOMAN REPRESENTATION IN ANIMATED FILMS(Semiotics Study on Woman Representation Which Is Represented by Princess
in Disney Moana Animation Movie)
Ngungrum Qurani IsdarmadjiMonika Sri Yuliarti
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan PolitikUniversitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
This research is motivated by the tendency of princess animation movies in influencing the audience especially children. Children can easily accept and imitate the values in princess movies. This phenomenon is not followed by the born of princess movies depicting women in accordance with reality. Disney several times tried to answer the issue by producing different princess figure, but the princess are still considered racist and displays woman depictions that are not in accordance with reality. In 2016, Disney released a princess movie entitled Moana. Unlike the princess predecessors, Moana's appearance as a woman tends to be more praised. This encourages researchers to see how the woman figure is represented in the animated movie Moana.
This research is a qualitative paradigm research. This study sees communication as the production and exchange of meaning. This study deals with how messages or texts interact with people in order to generate meaning. To achieve the level of meaning of the message, Roland Barthes's semiotics approach is used which examines a sign through denotation, connotation, and myth. The author uses 16 pieces of scenes (shots) in the film Moana selected based on the category of job, nature, behavior, way of thinking, the appearance of women, and its relationship with men. In addition, the scenes are also selected based on the existence of all or some elements of the film that can be studied such as the narrative elements, semantics, and cinematography.
In this research, data analysis is done in two stages. The first stage, the authors do the study by looking at the existing denotation on selected scene pieces. The author then did a study by looking at the connotations of the symbols described in the first stage. After conducting a denotation and connotation analysis, the next step is to analyze the myth.
After reviewing the Disney Moana animated films of the job category, the nature, the behavior, the way of thinking, and the appearance of women, and their relationship with men, the researchers concluded that the women in the film Moana are represented as a person who can make important decisions, participate in governmental matter , not cowardly, confident and able to achieve the goal, rational, intelligent, strong, active (express opinion directly), tend to be rough, not slim, and not always trying to look beautiful.Keywords: Semiotics Roland Barthes, Women Representation, Film, Disney Princess
1
Pendahuluan
Film merupakan salah satu bentuk media massa yang memiliki pengaruh yang
spesifik dan terukur pada konsep penonton terhadap realitas. Para ahli dan kritikus
menyadari kemampuan film untuk memengaruhi penontonnya terutama anak-
anak. Salah satu genre film yang begitu diminati oleh semua orang dari berbagai
jenjang usia terutama anak-anak adalah yang mengangkat kisah seorang putri atau
princess.
Bila berbicara kisah para princess, Disney menjadi produsen terkuat saat ini.
Disney tidak hanya memproduksi film princess yang laku keras di pasaran,
Disney juga berhasil merambah pasar merchandise yang digandungi oleh anak-
anak perempuan. Nilai jual games dan mainan bertema Disney Princess di tahun
2014 mencapai 722 juta dollar Amerika. Disney mengatakan awal bulan
Desember 2014 sudah terjual tiga juta gaun Frozen di Amerika Utara. Jumlah ini
setara dengan jumlah anak perempuan usia empat tahun di Amerika Utara. Disney
juga meluncurkan merek Frozen dalam bentuk jus dan yoghurt kemasan, perban,
hingga produk perawatan mulut. Disney memperkirakan bahwa Frozen telah
membawa pendapatan ritel sekitar 65 juta poundsterling selama tahun 2014
(Appelbaum, 2014).
Kesuksesan film dan produk-produk di bawah lini Disney Princess dapat
menjadi salah satu bukti kuatnya merek ini dalam memengaruhi anak-anak
perempuan maupun masyarakat secara umum. Sayangnya film-film di bawah lini
Disney Princess maupun film-film bertema puteri kerajaan lainnya belum
mencerminkan sosok perempuan yang realistis. Kebanyakan dari film-film
bertema princess juga banyak mengandung diskriminasi terhadap sosok
perempuan.
Film-film Disney Princess yang mengangkat kisah hidup seorang putri, mulai
dari Snow White and the Seven Dwarfs sampai Beauty and the Beast, memiliki
unsur serupa (Matyas dalam Go, 2013). Film-film tersebut menggambarkan putri
atau perempuan dengan sudut pandang tertentu. Princess dalam kisah Snow White
and the Seven Dwarfs sampai Beauty and the Beast, yang rilis dari tahun 1937-
1991, digambarkan sebagai sosok wanita yang cantik, muda, baik hati, cenderung
tidak berdaya tanpa bantuan pria dan meyakini bahwa untuk hidup bahagia
2
mereka harus menikahi seorang pangeran. Banyak kritik yang akhirnya
manghampiri Disney karena hanya membuat tokoh putri berkulit putih saja.
Disney kemudian menanggapi isu rasial tersebut dengan melahirkan tokoh
putri non-kulit putih di tahun 1992 melalui sosok Putri Jasmine dalam Film
Aladdin yang berasal dari Timur Tengah atau Arab. Upaya Disney tidak berhenti
sampai di situ, tahun 1995 Disney melahirkan sosok putri dari Indian, penduduk
asli Benua Amerika, Pocahontas. Dua karakter putri baru dalam film Aladdin dan
Pocahontas tersebut kemudian diikuti oleh karakter putri lainnya dalam film,
yakni Mulan dari China, The Princess and the Frog mewakili Afrika-Amerika,
Tangled, dan Brave. Namun keenam princess Disney tersebut belum bisa
memuaskan para ktitikus film.
Pada tahun 2016, Disney memperkenalkan tokoh princess baru. Sosok
princess bernama Moana ini mewakili karakter perempuan dari Polynesia.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, berbeda dari tokoh princess
pendahulunya, penggambaran sosok perempuan dalam Moana cenderung minim
kritik. Banyak artikel yang memuji penggambaran sosoknya. Hal ini yang
menarik minat peneliti untuk menggali lebih jauh tentang penggambaran sosok
perempuan yang diwakili oleh Moana. Peneliti ingin melihat sejauh mana
kemajuan yang Disney buat dalam menggambarkan perempuan dalam film
animasinya. Peneliti ingin mengetahui apakah penggambaran sosok perempuan
dalam Moana telah mendekati sosok perempuan dalam realitas objektif.
Penelitian ini akan fokus meneliti tentang sosok perempuan yang diwakili oleh
tokoh Moana dilihat dari pekerjaan, sifat, tingkah laku, cara berpikir, dan
penampilan kaum perempuan, serta hubungannya dengan laki-laki (Go, 2013).
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi ide produksi film
dalam menggambarkan sosok perempuan mendekati realitas objektif. Nantinya
para pembuat film lain dapat menghasilkan karya-karya film yang lebih baik
dalam menggambarkan sosok perempuan mendekati realitas yang ada di
kehidupan nyata.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang telah disebutkan, maka didapatkan rumusan
permasalahan sebagai berikut:
3
Bagaimana sosok perempuan yang diwakili oleh tokoh seorang putri
(princess) direpresentasikan dalam film animasi Moana?
Telaah Pustaka
1. Komunikasi Massa
Komunikasi merupakan salah satu dari kegiatan sehari-hari yang benar-
benar terhubung dengan semua kehidupan kemanusiaan, sehingga kadang-
kadang kita mengabaikan penyebaran, kepentingan, dan kerumitannya
(Littlejohn dan Foss, 2013). Setiap aspek kehidupan manusia dipengaruhi
oleh komunikasi dengan orang lain. Menurut Fiske (2011) komunikasi adalah
salah satu aktivitas manusia yang diakui setiap orang namun hanya sedikit
yang bisa mendefinisikannya secara memuaskan.
Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak
dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of
mass communication (media komunikasi massa) (Nurudin, 2015). Massa
dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang
berkaitan dengan media massa. Massa di sini menunjuk pada khalayak,
audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Menurut Nurudin (2015), media
massa dalam komunikasi massa terbagi atas media elektronik (televisi, radio),
media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, dan film.
2. Film Sebagai Representasi Realitas
Film merupakan salah satu bentuk media massa yang memiliki peran
menyampaikan pesan. Isi media, termasuk film, pada hakikatnya adalah hasil
konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Selain
berperan sebagai alat merepresentasikan realitas, bahasa juga mampu
menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan dari realitas tersebut
(Sobur, 2012).
Film merekam realitas yang berkembang dalam masyarakat kemudian
diangkat ke layar lebar. Sebagai representasi realitas, film membentuk dan
“menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi,
dan ideologi dari kebudayaannya (Graeme Turner dalam Sobur, 2012). Oleh
karena itu film berhubungan langsung dengan masyarakat atau massa. Para
4
pembuat film mempunyai pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada
penonton yang bertujuan untuk membentuk sebuah makna.
3. Sinematografi
Sinematografi adalah perlakuan sineas terhadap kamera serta stok filmnya.
Unsur sinematografi secara umum dibagi menjadi tiga aspek, yakni: kamera
dan film, framing, serta durasi gambar. Framing merupakan hubungan
kamera dengan objek yang dijabarkan kembali menjadi jarak dan sudut
kamera. Jarak sendiri terbagi menjadi Extreme Long Shot, Very Long Shot,
Long Shot, Medium Long Shot, Medium Shot, Medium Close-up, Close-up,
Big Close-up, dan Extreme Close-up. Selain jarak, framing juga terdiri dari
sudut kamera. Sudut kamera adalah sudut pandang kamera terhadap objek
yang berada dalam frame. Secara umum, sudut kamera dapat dibagi menjadi
tiga yakni Low Angle, High Angle, dan Eye Level
4. Representasi Perempuan
Media kebanyakan merepresentasikan laki-laki dengan sifar aktif,
petualang, kuat, agresif secara seksual, dan sebagian besar tidak terlibat
dalam hubungan-hubungan antar manusia. Sedangkan perempuan
direpresentasikan muda, langsingm cantik, pasif, bergantung, dan seringkali
tidak cakap/tangkas (Wood dalam Go, 2013).
Media massa menstrereotipe perempuan ke dalam 6 kategori, yakni di
bidang pekerjaan/kegiatan, sifat-sifat, sikap/tingkah laku, cara berpikir,
hubungan dengan laki-laki dan penampilannya (Go, 2013). Dalam penelitian
ini, peneliti akan meneliti representasi perempuan berdasarkan 6 kategori
yang juga digunakan Go (2013) dalam jurnal berjudul Representasi
Stereotipe Perempuan Dalam Film Brave. Pada jurnal karya Go (2013), ia
mengolah 6 kategori tersebut ke dalam beberapa sub kategori yang
diungkapkan oleh para peneliti lainnya.
a. Pekerjaan
Pada kategori pekerjaan, Go (2013) membaginya ke dalam beberapa sub
kategori, yakni ranah pekerjaan/ kegiatan di rumah (domestik), tidak bisa
membuat keputusan penting, dan tidak terlibat dengan dunia
politik/pemerintahan.
5
b. Sifat
Pada kategori sifat, Go (2013) membaginya ke dalam beberapa sub
kategori, yakni penuh belas kasih (compasion), penakut, dan percaya diri
tapi tidak berdaya mencapai tujuannya.
c. Sikap/Tingkah laku
Pada kategori sikap atau tingkah laku, Go (2013) membaginya ke dalam
beberapa sub kategori, yakni lemah, pasif (tidak mengutarakan pemikiran
secara langsung), dan bertingkah laku dan berbicara dengan manis (tidak
kasar).
d. Cara Berpikir
Pada kategori cara berpikir, Go (2013) membaginya ke dalam dua sub
kategori, yakni tidak rasional dan tidak cerdas.
e. Penampilan
Pada kategori penampilan, Go (2013) membaginya ke dalam beberapa sub
kategori, yakni berusaha selalu tampil cantik, langsing, dan tidak
berpakaian terbuka.
f. Hubungan Perempuan dengan Laki-Laki
Pada kategori hubungan perempuan dengan laki-laki, Go (2013)
membaginya ke dalam beberapa sub kategori, yakni sebagai pendamping
yang selalu menolong dan bergantung pada laki-laki.
5. Semotika Roland Barthes
Istilah semeiotics diperkenalkan oleh Hippocrates (460-337 SM), penemu
ilmu medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala menurut Hippocrates,
merupakan simeon. Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata
Yunani simeon yang berarti petunjuk (mark) atau tanda (sign) fisik (Danesi,
2010). Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvesi
sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang
lain (Eco dalam Sobur, 2012: 95).
Roland Barthes sangat dikenal luas sebagai penulis yang menggunakan
analisis semiotik dan mengembangkan pemikiran Ferdinand de Saussure.
Barthes memberikan sumbangsih besar pada ketekunannya mempelajari
tentang tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli
6
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara
panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan
tataran ke-dua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya.
Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut konotatif, yang didalam mythologies-
nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran
pertama.
Roland Barthes juga memperkenalkan model sistematis dalam
menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju
pada gagasan tentang signifikansi dua tahap (two order of signification)
seperti yang terlihat pada gambar berikut (Fiske, 1990 dalam Sobur, 2012).
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian berparadigma kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian yang menafsirkan fenomena dari sejumlah
individu atau sekelompok orang yang berkaitan dengan masalah sosial atau
kemanusiaan. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berusaha untuk mengeksplorasi
dan memahami makna dari sebuah fenomena (Creswell, 2012).
Representasi tentang sosok perempuan dalam masyarakat yang diwakili
oleh tokoh seorang putri atau princess yang ditampilkan dalam film animasi
Moana dilihat dengan memfokuskan pada tanda-tanda yang ada. Tanda-tanda ini
terdapat pada shot-shot dan dialog dalam film animasi Moana, dimana tanda-
tanda ini menggambarkan sosok perempuan (pekerjaan, sifat, tingkah laku, cara
7
Sumber: John Fiske, 1990 dalam Alex Sobur, Analisis Teks Media, 2012, hlm. 127
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
berpikir, dan penampilan kaum perempuan, serta hubungannya dengan laki-laki)
bila dilihat dari sebuah film.
Semiotika digunakan untuk membantu menganalisa makna dan tanda-
tanda yang ada di film animasi Moana. Semiotika adalah suatu upaya mendekati
interpretasi lambang-lambang, yakni bagaimana membaca lambang-lambang
proses menemukan makna.
Sajian dan Analisis Data
1. Pekerjaan
Kategori pekerjaan dibagi ke dalam beberapa sub kategori, yakni ranah
pekerjaan/ kegiatan di rumah (domestik), tidak bisa membuat keputusan
penting, dan tidak terlibat dengan dunia politik/pemerintahan.
8
Dari rangkaian tanda dalam scene yang merepresentasikan ranah
pekerjaan/kegiatan di rumah (domestik), tidak bisa membuat keputusan
penting, dan tidak terlibat dengan dunia politik/pemerintahan dapat ditarik
suatu makna dimana perempuan dalam film ini masih digambarkan terlibat
dalam kegiatan domestik namun digambarkan bisa membuat keputusan
penting dan terlibat dengan dunia politik/pemerintahan. Rangkaian tanda
tersebut berupa tokoh yang terlibat dalam adegan, dialog, dan teknik
pengambilan gambar.
Pada gambar (1) seluruh tokoh yang terlibat pada adegan adalah
perempuan, tidak ada satupun tokoh laki-laki yang nampak. Hal ini secara
tidak langsung memberikan pesan bahwa memasak, salah satu kegiatan
domestik, adalah sebuah kegiatan yang hanya dilakukan oleh perempuan.
Teknik pengambilan gambar medium long shot memungkinkan penonton
mengidentifikasi jenis kelamin tokoh. Dari analisis konotasi tersebut maka
dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos seorang yang mengganggap
kegiatan domestik seperti memasak adalah wilayah kerja perempuan dalam
kebudayaan tertentu.
Pada gambar (2) Moana membuat sebuah keputusan penting untuk
memecahkan masalah rusaknya hasil panen yang di hadapi beberapa wanita.
Moana menyarankan untuk menebang semua pohon yang berpenyakit,
menanam pohon-pohon kelapa baru, dan menentukan tempat dimana pohon-
pohon kelapa yang baru harus ditanam. Padahal dalam beberapa adat,
penentuan lahan untuk menanam akan melalui sebuah proses panjang.
Pengambilan keputusan semacam ini juga hanya dilakukan oleh pemimpin
atau bisa juga dilakukan oleh orang yang dituakan.
Teknik pengambilan gambar menggunakan medium long shot. Shot ini
menampilan objek dalam jarak yang cukup dekat dengan penonton, akan
tetapi tetap menunjukan bahasa tubuh tokoh secara jelas (Naratama, 2004).
Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada.
Mitos tentang proses pengambilan keputusan penting dalam kebudayaan
tertentu.
9
Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
Pada gambar (3) terlihat sebuah headdress yang dibuat untuk Moana.
Dalam beberapa tradisi suku di dunia, headdress memiliki makna yang
berbeda-beda. Suku Indian adalah salah satu suku yang menggunakan
headdress sebagai penanda bahwa pemakainya merupakan orang terkuat
dan paling berpengaruh di suku tersebut. Teknik pengambilan gambar yang
digunakan adalah long shot yang berguna untuk memberikan kesan keadaan
kehidupan, kegiatan, interaksi antarkarakter di dalam setting cerita. Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang proses penggunaan headdress dalam kebudayaan tertentu.
2. Sifat
Kategori sifat dibagi ke dalam beberapa sub kategori, yakni penuh belas
kasih (compasion), penakut, dan percaya diri tapi tidak berdaya mencapai
tujuannya.
10
Dari rangkaian tanda dalam scene yang merepresentasikan penuh belas
kasih (compasion), penakut, dan percaya diri tapi tidak berdaya mencapai
tujuannya dapat ditarik suatu makna dimana perempuan dalam film ini masih
digambarkan penuh belas kasih (compasion), namun digambarkan pemberani
dan berdaya mencapai tujuannya. Rangkaian tanda tersebut berupa tokoh yang
terlibat dalam adegan, dialog, gesture dan teknik pengambilan gambar.
Pada gambar (4) Sina tampak menghampiri Moana yang bersedih lalu
duduk bersamanya merupakan bentuk empati dan simpati sebagai wujud belas
kasih. Menurut Neff (2015), belas kasih (compassion) sendiri mengacu pada
gabungan kualitas yang sangat baik yakni kebaikan (kindness), kelembutan
(tenderness), kebajikan (benevolence), pengertian (understanding), empati
(empathy), simpati (sympathy), dan perasaan sesama (fellow-feeling), disertai
dorongan untuk membantu makhluk hidup lainnya, manusia atau hewan, yang
sedang dalam kesulitan. Teknik pengambilan gambar pada adegan ini yaitu
close-up (CU). Close-up memiliki makna psikologis. Dari analisis konotasi
tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos seorang yang
mengganggap perempuan penuh belas kasih dalam kebudayaan tertentu.
Pada gambar (5) Moana dikejar oleh Tamatoa karena ia ingin
menyelamatkan Maui. Moana menjadikan dirinya sebagai umpan agar Maui
tidak dimangsa oleh Tamatoa. Moana menunjukan keberaniannya dengan
“merelakan” dirinya sebagai umpan. Teknik pengambilan gambar pada adegan
ini yaitu very long shot (VLS). Very long shot digunakan secara luas di mana
informasi akan figur dibutuhkan tanpa informasi individu secara detail. Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang perempuan pemberani dalam kebudayaan tertentu.
Pada gambar (6) terlihat kedua kaki Moana dilebarkan dan digunakan
sebagai tumpuan. Tubuh Moana tampak tegak dengan bahu tertarik ke
belakang. Amy Cuddy dalam Wahyuningsih (2015) berpendapat bahwa pose
tubuh yang menunjukan sisi kuat adalah terbuka, lengan dan kaki melebar,
bahu tertarik ke belakang atau dada membusung. Bahasa tubuh yang
ditunjukkan Moana dapat diartikan bahwa ia percaya bahwa ia kuat dan
mampu mencapai tujuannya untuk mengembalikan jantung Te Fiti.
11
Gambar 7 Gambar 9
Teknik pengambilan gambar pada adegan ini yaitu long shot (LS). Shot ini
memberikan kesan keadaan kehidupan, kegiatan, interaksi antarkarakter di
dalam setting cerita. Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan
mitos yang ada. Mitos tentang proses perempuan yang percaya diri dan mampu
mencapai tujuannya dalam kebudayaan tertentu.
3. Sikap/Tingkah Laku
Kategori sikap atau tingkah laku dibagi ke dalam beberapa sub kategori,
yakni lemah, pasif (tidak mengutarakan pemikiran secara langsung), dan
bertingkah laku dan berbicara dengan manis (tidak kasar).
Dari rangkaian
tanda dalam scene yang merepresentasikan lemah, pasif (tidak mengutarakan
pemikiran secara langsung), dan bertingkah laku dan berbicara dengan manis
(tidak kasar) dapat ditarik suatu makna dimana perempuan dalam film ini
digambarkan berlawanan (kontradiksi) dari subkategori tersebut. Rangkaian
tanda tersebut berupa tokoh yang terlibat dalam adegan, dialog, gesture dan
teknik pengambilan gambar.
Pada gambar (7) menunjukan kegigihan Moana saat melakukan pelayaran
untuk mencari Maui. Hal ini mengindikasikan bahwa Moana bukanlah sosok
perempuan yang lemah. Moana tidak gentar pergi seorang diri melintasi lautan
padahal ia tidak memiliki kemampuan untuk menakhodai sebuah kano. Teknik
pengambilan gambar pada adegan ini yaitu very long shot (VLS), di mana
sosok tokoh dan gerakan yang dilakukannya hampir sama pentingnya dengan
latar belakangnya. Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan
mitos yang ada. Mitos perempuan yang kuat kebudayaan tertentu.
Pada gambar (8) Moana berdiri tepat di tengah ruangan dan tampak
sedang menyampaikan pendapatnya. Pertemuan ini dihadiri oleh penduduk
Motunui yang tua maupun muda serta laki-laki maupun perempuan. Teknik
pengambilan gambar adalah long shot (LS). Pada long shot tubuh fisik
12
Gambar 8
Gambar 10
manusia/tokoh telah tampak jelas namun latarbelakang masih dominan. Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang bagaimana perempuan mengemukakan pendapatnya dalam kebudayaan
tertentu.
Pada gambar (9) tampak Moana melampiaskan kemarahannya langsung
pada laut. Moana mengarahkan pandangan tajam dan tangannya ke arah laut
dan mengeluarkan beberapa dialog makian. Teknik pengambilan gambar
adalah long shot (LS). Pada long shot tubuh fisik manusia/tokoh telah tampak
jelas namun latarbelakang masih dominan. Dari analisis konotasi tersebut maka
dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos tentang bagaimana perempuan
berbicara dalam kebudayaan tertentu.
4. Cara Berpikir
Kategori cara berpikir dibagi ke dalam dua sub kategori, yakni tidak
rasional dan tidak cerdas.
Dari rangkaian tanda dalam scene yang merepresentasikan tidak rasional
dan tidak cerdas dapat ditarik suatu makna dimana perempuan dalam film ini
digambarkan berlawanan (kontradiksi) dari subkategori tersebut. Rangkaian
tanda tersebut berupa tokoh yang terlibat dalam adegan, dialog, gesture dan
teknik pengambilan gambar.
Pada gambar (10) Moana menyampaikan cara untuk melewati Te Ka. Te
Ka merupakan monster yang tubuhnya terbuat dari lava. Te Ka tidak dapat
beranjak dari pulau pembatas karena pulau pembatas tersebut dibatasi oleh
genangan air. Apabila terkena air maka Te Ka akan merasa kesakitan. Moana
berpikir ia dan Maui bisa mencari jalan lain untuk melewati Te Ka. Hal yang
paling penting adalah jalur tersebut harus melewati area berair. Pemikirannya
tentang sifat lava yang tidak dapat terkena air menunjukan bahwa Moana
mampu berpikir secara rasional. Teknik pengambilan gambar adalah long shot
13
Gambar 11
Gambar 13
(LS). Pada long shot tubuh fisik manusia/tokoh telah tampak jelas namun
latarbelakang masih dominan. Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan
dengan mitos yang ada. Mitos tentang perempuan yang mampu berpikir
rasional dalam kebudayaan tertentu.
Pada gambar (11) Moana digambarkan mampu menyelesaikan sebuah
masalah yang sudah berkali-kali coba diselesaikan sendiri oleh seorang laki-
laki pada gambar tetapi gagal. Moana kemudian datang dan mencoba
menganalisa permasalahan laki-laki tersebut dan mencari penyebab
sebenarnya. Teknik pengambilan gambarnya adalah medium long shot (MLS)
yang memungkinkan penonton untuk melihat dengan cukup jelas pakaian yang
dikenakan tokoh, jenis rambut, warna kulit, dan perubahan ekspresi wajah.
Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang proses perempuan cerdas dalam kebudayaan tertentu.
5. Penampilan
Kategori penampilan dibagi ke dalam beberapa sub kategori, yakni
berusaha selalu tampil cantik, langsing, dan tidak berpakaian terbuka.
Dari rangkaian tanda dalam scene yang merepresentasikan berusaha selalu
tampil cantik, langsing, dan tidak berpakaian terbuka dapat ditarik suatu makna
dimana perempuan dalam film ini masih digambarkan tidak berpakaian
terbuka, namun digambarkan tidak selalu berusaha selalu tampil cantik dan
tidak langsing. Rangkaian tanda tersebut berupa tokoh yang terlibat dalam
adegan, dialog, gesture dan teknik pengambilan gambar.
Pada gambar (12) memperlihatkan Moana yang tampil “apa adanya”
setelah bangun dari pingsan. Penampilannya tampak acak-acakan. Rambut,
wajah, dan tubuhnya dipenuhi dengan pasir pantai dan berantakan. Hal ini
bermakna bahwa perempuan dalam keadaan tertentu tidak dapat tampil selalu
14
Gambar 12 Gambar 14
sempurna. Teknik pengambilan gambar medium close-up (MCU) yang mampu
memberikan informasi kepada penonton semua hal terkait tokoh (detail wajah,
warna kulit, perubahan ekspresi wajah). Dari analisis konotasi tersebut maka
dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos tentang prempuan yang berusaha
tampil cantik dalam kebudayaan tertentu.
Pada gambar (13) terlihat Moana dan Gramma Tala sedang melakukan
sebuah tarian. Saat melakukan gerakan tari, penonton dapat melihat dengan
jelas bahwa postur tubuh Gramma Tala gemuk. Lebih lanjut postur tubuh
Moana tampak tidak terlalu langsing namun juga tidak terlalu gemuk. Teknik
pengambilan gambar adalah long shot (LS). Pada long shot tubuh fisik
manusia/tokoh telah tampak jelas namun latarbelakang masih dominan. Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang bentuk tubuh perempuan dalam kebudayaan tertentu.
Pada gambar (14) terlihat cara berpakaian Moana dan beberapa wanita di
Motunui. Pakaian yang dikenakan Moana dan juga wanita Motunui pada
dasarnya merupakan bentuk pakaian yang tertutup. Hal ini sesuai dengan
penggunaan pakaian yang ada di dataran asli Polynesia. Teknik pengambilan
gambar yang digunakan adalah long shot yang berguna untuk memberikan
kesan keadaan kehidupan, kegiatan, interaksi antarkarakter di dalam setting
cerita. Dari analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada.
Mitos tentang proses cara berpakaian perempuan dalam kebudayaan tertentu.
6. Hubungan dengan Laki-laki
Kategori hubungan perempuan dengan laki-laki dibagi ke dalam beberapa
sub kategori, yakni sebagai pendamping yang selalu menolong dan bergantung
pada laki-laki.
15
Gambar 15 Gambar 16
Dari rangkaian tanda dalam scene yang merepresentasikan perempuan
sebagai pendamping yang selalu menolong dan bergantung pada laki-laki dapat
ditarik suatu makna dimana perempuan dalam film ini masih seperti dua
subkategori tersebut. Rangkaian tanda tersebut berupa tokoh yang terlibat
dalam adegan, dialog, gesture dan teknik pengambilan gambar.
Pada gambar (15) Moana berusaha memberi pertolongan pada Maui.
Pertolongan yang Moana berikan adalah melalui kalimat membangkitkan
semangat. Sebelumnya, Moana juga mengatakan bahwa ia tidak dapat
menolong Maui jika Maui tidak mengizikannnya. Hal ini ia katakan dengan
kalimat dialog. Selain menggunakan kalimat dialog untuk menyemangati Maui,
Moana juga melakukan beberapa gesture untuk menunjukan perhatiannya.
Teknik pengambilan gambar menggunakan teknik close-up (CU) yang
mampu memperlihatkan wajah, tangan, dan kaki, atau objek kecil lainnya, juga
memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gesture yang mendetail. Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang peran perempuan sebagai pendamping yang selalu menolong dalam
kebudayaan tertentu.
Pada gambar (16) diceritakan Moana harus mencari Maui sebelum ia bisa
mengembalikan jantung Te Fiti. Maui adalah sosok manusia setengah dewa
yang memiliki kemampuan berlayar mumpuni, keahlian untuk mengubah
wujud, dan kekuatan dari pancingnya dapat membantu Moana untuk
mensukseskan misinya. Moana memiliki keyakinan, kecerdasan, dan rasa
percaya diri untuk menyelesaikan misi ini. Namun, keyakinan, kecerdasan, dan
rasa percaya diri saja tidak cukup. Jika ingin berhasil dalam misi ini, Moana
(perempuan) tetaplah membutuhkan bantuan dari Maui (laki-laki).
. Teknik pengambilan gambar yang digunakan adalah medium close-up
(MCU), shot ini mampu memberikan informasi kepada penonton semua hal
terkait tokoh (detail wajah, warna kulit, perubahan ekspresi wajah). Dari
analisis konotasi tersebut maka dikaitkan dengan mitos yang ada. Mitos
tentang perempuan yang bergantung pada laku-laki dalam kebudayaan tertentu.
16
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap
film Moana pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut
yakni, keenam kategori representasi perempuan yang digunakan dalam penelitian
yakni pekerjaan, sifat, sikap/tingkah laku, cara berpikir, penampilan, dan
hubungan perempuan dengan laki-laki, semuanya terwakili dalam film Moana.
Melalui analisis semiotika Roland Barthes terhadap scene-scene kunci
dalam film Moana, ditemukan kategori yang menarik dan kontradiktif dari
penggambaran perempuan di film Disney princess sebelumnya. Kategori tersebut
adalah cara berpikir, sikap/tingkah laku, dan penampilan.
a. Kategori cara berpikir muncul sebagai kategori yang menarik karena sosok
perempuan dalam film Moana digambarkan sebagai perempuan yang cerdas
dan mampu berpikir rasional.
b. Kategori sikap/tingkah laku juga menunjukan perempuan yang kuat, aktif
(mengutarakan pemikiran secara langsung), dan berbicara dengan tidak manis
(cenderung kasar).
c. Kategori lainnya yang muncul dengan perkembangan adalah penggambaran
penampilan perempuan. Pada film ini perempuan tidak digambarkan sebagai
sosok yang selalu berusaha untuk tampil cantik dan langsing.
Pada kategori lainnya seperti pekerjaan, sifat, dan hubungan dengan laki-
laki cenderung masih memiliki subkategori yang mirip dengan penggambaran
perempuan yang distereotipkan oleh media maupun di film-film Disney princess
sebelumnya. Stereotip tersebut mencakup ranah pekerjaan domestik, sifat yang
penuh belas kasih (compassion), bertindak sebagai pendamping laki-laki yang
selalu menolong, dan bergantung pada laki-laki.
Dari temuan penelitian ini, peneliti menyimpulkan dari rumusan masalah
mengenai representasi perempuan dalam film Moana adalah digambarkan sebagai
sosok yang bisa membuat keputusan penting, terlibat dengan dunia pemerintahan
di desanya, tidak penakut, percaya diri dan bisa mencapai tujuannya, rasional,
cerdas, kuat, aktif (menyampaikan pendapat secara langsung), berbicara dengan
tidak manis (cenderung kasar), tidak langsing, serta tidak selalu berusaha untuk
tampil cantik.
17
Perubahan yang cukup signifikan dalam merepresentasikan perempuan
dalam film Moana menjadi sebuah hal baru pada film princess yang sangat
dicintai anak-anak. Hal ini menjadi sangat penting karena sosok princess
memberikan pesan kepada anak-anak bagaimana penggambaran perempuan dalam
memandang diri mereka sendiri. Anak-anak cenderung belajar mengenai
lingkungan dari apa yang mereka tonton.
Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka ada beberapa saran yang
dapat penulis berikan, yakni penelitian ini terbatas pada pemaknaan simbol-
simbol yang merepresentasikan perempuan berdasarkan subkategori yang telah
dimodifikasi dari penelitian Go (2013). Penelitian selanjutnya dapat
memfokuskan pada subkategori lain yang belum dicantumkan dalam penelitian
ini, seperti perempuan yang hanya terlibat dalam sejumlah profesi saja (biasanya
berkaitan dengan pengasuhan/nurturing), emosional (mengandalkan perasaan
dibandingkan logika), dan lain-lain. Selain Go (2013), ada beberapa peneliti lain
yang melakukan pendekatan representasi perempuan dari kategori dan subkategori
yang berbeda.
Penelitian lebih lanjut juga dapat menggunakan sejumlah teori dan
sumber-sumber yang lebih banyak lagi, terutama teori untuk melihat makna
berdasarkan sinematografi film. Hal ini dilakukan agar makna dalam film yang
dikaji dapat diungkap dengan lebih valid.
Semua simbol dalam film dapat dimaknai berbeda oleh masing-masing
individu, oleh sebab itu peneliti terhadap teks yang diteliti bersifat subjektif. Hal
ini kemudian melahirkan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Peneliti
mengharapkan adanya penelitian lain yang mengangkat tema serupa dengan
penelitian ini guna mengurangi subjektifitas yang mungkin saja terjadi. Adanya
penelitian lain juga diharapkan dapat mengembangkan tema yang sudah diangkat
peneliti sehingga dapat memberikan sumbangsih yang lebih besar pada
interpretasi film menggunakan teknik semiotika.
Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat mematangkan konsep dan
pemikiran sebelum menentukan tema yang akan diambil sebagai bahan penelitian.
Hal ini dilakukan agar peneliti selanjutnya dapat melewati dan mengantisipasi
18
hambatan-hambatan dalam proses pengerjaan. Mengambil tema yang memiliki
unsur kedekatan maupun disukai bisa menjadi salah satu cara agar lebih
menikmati dalam proses mengerjakan penelitian.
19
DAFTAR PUSTAKA
Appelbaum, B. (2014). Disney’s Frozen: The Power of Princess Merchandising. Retrieved from http://www.independent.co.uk/news/business/analysis-and-features/disneys-frozen-the-power-of-princess-merchandising-9899016.html .
Creswell, J. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Pelajar.
Danesi, M. (2011). Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta, Indonesia: Jalasutra.Fiske, J. (2011). Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta, Indonesia: Jalasutra.Go, F. (2013). Representasi Stereotipe Perempuan Dalam Film Brave. Jurnal E-
Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya, 1(2), 13-24.Littlejohn, S & Foss, K. (2013). Teori Komunikasi: Theories of Human
Communication. Jakarta, Indonesia: Salemba Humanika.Naratama. (2004). Menjadi sutradara televisi dengan single dan multi camera.
Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.Neff, K. (2015). The Five Myths of Self-Compassion. Retrieved from
https://greatergood.berkeley.edu/article/item/the_five_myths_of_self_compassion.
Nurudin. (2015). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta, Indonesia: PT Rajagrafindo Persada.
Sobur, A. (2012). Analisis Teks Media. Bandung, Indonesia: PT Remaja Rosdakarya.
Wahyuningsih, A. (2015). Pahami Arti 11 Bahasa Tubuh dari Lawan Bicaramu. Retrieved from https://www.brilio.net/life/pahami-arti-11-bahasa-tubuh-dari-lawan-bicaramu-150812l.html.
20
Recommended