Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    1/22

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Sebelum Islam datang ke dunia ini, telah terdapat sejumlah agama yang

    dianut oleh umat mansuia. Para ahli Ilmu Perbandingan Agama (The Comparative

    Study Of Religion ) bida membagi agama secara garis besar ke dala dua bagian.

    Pertama, kelompok agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui wahyu-wahyunya

    sebagaimana termaksud dalam kitab suci Alquran. Kedua, kelopok agama yang

    didasarkan pada hasil renungan mendalam dari tokoh yang membawanya

    sebagaimana terdokumentasikan dalam kitab suci yang disusunnya.Islam adalah agama yang terakhir di antara agama besar di dunia yang

    semuanya merupakan kekuatan raksasa yang mengeerakkan revolusi dunia, dan

    mengubah nasib sekalian bangsa. Selain itu, Islam bukan saja agama yang

    terakhir melainkan agama yang melengkapi segala-galanya dan mencakup

    sekalian agama yang datang sebelumnya.

    Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal demikian

    perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional

    dapat dirasakan oleh penganutnya. Berbagai pendekatan tersebut meliputi

    pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, psikologis, historis,

    kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan

    di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang

    ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami

    Dikalangan para ahli masih terdapat perbedaan disekitar permasalahan

    apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan,

    mengingat sifat dan karakteristik antara ilme pengetahuan dan agama berbeda.

    - 1 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    2/22

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang diatas penulis dapat menarik rumusan masalah yang akan

    dibahas menjadi pembahsan makalah ini yaitu mengenai

    1. Islam Sebagai Produk Wahyu

    2. Islam sebagai Produk Sejarah

    3. Islam sebagai Produk Budaya dan

    4. Islam Sebagai Produk Interaksi social

    C. Tujuan Makalah

    Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa bisa mengerti

    mengenai Islam Sebagai Produk Wahyu, Islam sebagai Produk Budaya dan IslamSebagai Produk Interaksi sosial

    - 2 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    3/22

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Islam Sebagai Produk Wahyu

    1. Pengertian Islam

    Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu

    alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama

    sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya.

    Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka.

    Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang

    diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebihistimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang

    bisa diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun.

    Dalam permasalahan kali ini kami akan menjelaskan secara detail tentang

    Islam sebagai agama wahyu, klasifikasinya, perbandingan dengan agama lain dan

    Islam yang telah disalahpahami serta pembenarannya.

    Ada dua sisi yang dapat kita gunakan untuk memahami pengertian agama

    Islam, yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi pengertian tentang

    Islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

    Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima

    yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dan kata salima selanjutnya

    diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam

    kedamaian.1

    Senada dengan pendapat di atas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari

    bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Dari asal

    kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam keadaan selamat

    sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat.2

    1 Maulana Muhammad ali, Islamologi (dinul Islam) (Jakarta : Ikhtiar Baru Vam Hoeve, 1980), Hlm 22 Narsruddin Razak,Dienul Islam, (Bandung : Al-Maarif), 1977) cet II, hlm 56

    - 3 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    4/22

    Dari pengertian itu, kata Islam dekat arti kata agama yang berarti menguasai,

    menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan.3

    2. Sumber Ajaran Islam

    Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber ajaran Islam yang

    utama adalah Alquran dan Al-Sunnah; sedangkan penalaran atau akal pikiran

    sebagai alat untuk memahami Alquran dan Al-Sunnah .

    1. Alquran

    Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar

    pengertian Alquran baik dari segi bahasa maupun istilah. Asy-Syafii

    misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun,dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah

    lazim digunakan dalam pengertian kalamullah (firman Allah) yang

    diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra

    berpendapat bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata

    qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan

    kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan.

    Selanjutnya, Al-Asyari dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal

    Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti menggabungkan suatu atas

    yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling

    bergabung dan berkaitan.4

    Manna al-Qathhthan, secara ringkas mengutip pendapat para ulama

    pada umumnya yang menyatakan bahwa Alquran adalah firman Allah yang

    diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi yang

    membacanya. Pengertian yang demikian senada dengan yang diberikan Al-

    Zarqani.

    2. Al-Sunnah

    3 Harun nasution,Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I ( Jakarta : UI Press, 1979, hlm 94 Lihat subhi as-shalih, membahas ilmu-ilmu al-qiuran, (terj) . pustaka Firdaus dari judl asli Mabahits

    fi ulum al-quran, (Jakarta : Pustaka firdaus, 1991), cet. II, hlm 9

    - 4 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    5/22

    Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan

    pada keterangan ayat-ayat Alquran dan hadis juga didasarkan kepada

    pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk

    menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah

    masih hidup maupun setelah beliau wafat.

    Menurut bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan

    terkadang jalan tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian

    Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya :

    Barang siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala

    bagi yang membuat sunnah itu dan pahala bagi orang yang mengerjakanny;

    dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yangmembuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.

    Sementara ituJumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis

    mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu

    segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam

    bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul

    mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi

    Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan beliau yang

    berkaitan dengan hukum.

    Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah

    memiliki fungsi yang pada intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-

    Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :

    1. Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;

    2. Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;

    3. Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan;

    dan ada pula

    4. Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak)

    yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna

    tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai

    - 5 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    6/22

    keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada

    hadis nabi.

    3. Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :

    1. Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,

    melainkan diturunkan kepada masyarakat.

    2. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan

    menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.

    3. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.

    4. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan

    dan kepekaan manusia.

    5. Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak (tauhid)

    6. Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa dan keadaan.

    4. Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :

    1. Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.

    2. Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul).

    3. Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-

    perubahan dalam perjalanan sejarahnya.

    4. Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran masyarakatnya

    (penganutnya).

    5. Konsep ketuhanannya: dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah

    monotheisme nisbi.

    6. Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa,

    dan keadaan.

    5. Ciri-ciri Agama Islam

    - 6 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    7/22

    Kata Islam, berasal dari kata as la ma - yus li mu Is la man artinya,

    tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam terambil dari kata dasar sa la ma

    atau sa li ma yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela. Dari akar

    kata sa la ma itu juga terbentuk kata salmon, silmun artinya damai patuh dan

    meyerahkan diri. Sedangkan agama, menurut bahasa Al-Quran banyak

    digunakan din.

    Islam adalah agama sepanjang sejarah manusia, ajaran dari seluruh nabi dan

    rasulnya yang penah di utus oleh Allah SWT pada bangsa-bangsa dan kelompok-

    kelompok manusia. Islam agama bagi Adam a.s, Nabi Ibrahim, Nabi Yakub,

    Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi Isa a.s.

    Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada NabiMuhammad SAW untuk disampaikan serta diteruskan kepada seluruh umat

    manusia yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan

    ketentuan-ketentuan ibadah dan muamalah (syariah) yang menentukan proses

    berpikir, merasa, berbuat, dan proses terbentuknya hati.

    Pada dasarnya Islam terdiri dari 3 unsur pokok yaitu iman, islam dan ihsan,

    meskipun ketiganya mempunyai pengertian yang berbeda tetapi dalam praktek

    satu sama lain saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.

    Iman artinya membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan

    merealisasikannya dalam perbuatan akan adanya Allah SWT, dengan adanya

    segala Kemaha sempurnaan-Nya, para Malaikat, Kitab-kitab Allah, para Nabi

    dan Rasul, hari akhir serta Qadha dan Qadhar.

    Islam artinya taat, tunduk, patuh dan menyerahkan diri dari segala ketentuan

    yang telah ditetapkan Allah SWT.

    Ihsan artinya berakhlak serta berbuat shalih sehingga dalam melaksanakan

    ibadah kepada Allah dan bermuamalah (interaksi) dengan sesama mahluk

    dilaksanakan dengan penuh keikhlasan seakan-akan Allah menyaksikan gerak-

    geriknya sepanjang waktu meskipun ia sendiri tidak melihatnya.

    - 7 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    8/22

    Dari yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pada agama Islamlah

    kita temui ciri-ciri agama wahyu yang lengkap. Sehingga agama Islam, bukan

    hanya agama yang benar, tetapi juga agama yang sempurna.

    B. Islam Sebagai Produk Sejarah

    Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai

    peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan

    pelaku dari peristiwa tersebut.5

    Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke

    alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan

    melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alamidealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.

    Islam bukanlah agama yang tidak mau memahami konteks perubahan

    zaman. Dimensi historisitas Islam lebih melihat kenyataan sosial-budaya untuk

    membuka ruang kemanusiaan sedalam-dalamnya. Humanitas bisa ditangkap

    apabila rasio dan akal budi dipakai dalam menganalisis teks agama. Sisi

    historisitas agama lebih banyak dieksplorasi untuk lebih memahami kenyataan

    kemanusiaan hari ini.

    Gagasan Islam otentik dan Islam universal kurang mengeksplorasi sisi

    historitas Islam. Realitas lokalitas (budaya) kurang mendapat tempat dalam

    pemahaman mereka. Islam dengan sangat apresiatif memahami budaya, dan

    berposisi secara rekonsiliatif. Bahkan fenomena budaya banyak dijadikan rujukan

    keagamaan. Ada dialektika antara agama dan budaya. Dan di Islam, kaitan antara

    teks dan budaya memang sering sulit untuk dipisahkan. Kekuatan budaya banyak

    mempengaruhi proses pembentukan teks-teks agama.

    Mengenai pengaruh budaya dalam Islam pada masa Arab klasik, Khalil

    Abdul Karim menyebut sakralisasi Bulan Ramadhan merupakan salah satu tradisi

    5 Abudinnata, Metodologi Studi Islam, 2001 hal 46

    - 8 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    9/22

    yang diwarisi Islam dari bangsa Arab yang menjadi sumber dasar Islam. Hal

    lain misalkan, mengagungkan bulan-bulan haram (Dzulqadah, Dzulhijjah,

    Muharram, dan Rajab) bukan merupakan tradisi Islam.

    Ada tenggara, penyebutan bulan-bulan suci itu dilatarbelakangi oleh tradisi

    bangsa Arab yang tidak membenarkan perang dalam rentang keempat bulan

    tersebut. Tradisi berperang merupakan tradisi tribalisme suku-suku Arab pada

    saat itu, sehingga penetapan empat bulan suci itu sebagai fase gencatan sejata dan

    kesempatan untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Atau, misalkan juga

    mengenai jilbab. Jilbab merupakan produk budaya Arab pada saat itu sebagai alat

    kultural untuk media pengamanan sosial bagi perempuan. Karena jilbab itu pada

    awalnya adalah budaya, dan Al-Quran menyebutkannya maka sering kitamengartikan jilbab itu adalah bagian dari tradisi Islam. Hal semacam itu banyak

    disalahartikan. Kaitan budaya antara Arab dan Islam membuat kita kesulitan

    untuk memilah mana yang merupakan budaya Islam sendiri dan mana yang

    bukan.

    Oleh sebab itu, metode kritik historis (an-naqd at-tarikhy) sangat penting

    untuk dilakukan dalam menganalisis tradisi. Apakah teks seluruhnya merupakan

    turunan dari langit? Bukankah intervensi manusiawi sangat mempengaruhi nalar

    pemikiran dalam teks agama?

    Muhammad dan Jibril sebagai penerima teks pertama juga tidak lepas dari

    bagaimana keduanya mencoba menafsirkan teks. Otentisitas dan universalitas

    yang ada dalam Islam lebih dimaknai sebagai pemahaman teologis yang sifatnya

    hanya dalam wilayah privat dalam keyakinan keagamaan kita. Penggalian makna

    Islam yang lebih memahami konteks budaya menjadi sesuatu yang tidak tabu dan

    perlu untuk mendapat tempat seluas-luasnya dalam wacana atau tradisi pemikiran

    kita6

    C. Islam Sebagai Produk Interaksi Sosial

    6 http://jn76.wordpress.com/2008/09/21/islam-sebagai-produk-budaya/

    - 9 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    10/22

    Penelitian keagamaan merupakan penelitian yang objek kajiannya adalah

    agama sebagai produk interaksi sosial atau perilaku manusia. Oleh karena itu,

    metode yang digunakan adalah metode-metode penelitian sosial pada umumnya.

    Maka, berkenaan dengan hal itu, tanpaknya kitapun tidak perlu menyusun teori

    penelitian tersendiri, tetapi cukup meminjam teori ilmu-ilmu sosial yang sudah ada

    dan telah diuji. Beberapa teori yang dapat digunakan adalah :

    [1] Teori perubahan sosial,

    [2] Teori struktural-fungsional,

    [3] Teori antropologi dan sosiologi agama,

    [4] Teori budaya dan tafsir budaya simbolik,

    [5] Teori pertukaran sosial, dan[6] Teori sikap.

    Menurut Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, bahwa seorang peneliti

    Ummu Salamah dalam meneliti Tradisi Tarekat dan Dampak Konsistensi

    Aktualisasinya terhadap Perilaku Sosial Penganut Tarekat [Studi Kasus Tarekat

    Tijaniyah di Kabupaten Garut, Jawa Barat: dalam Perspektif Perubahan Sosial],

    menggunakan teori-teori sosial yang disebutkan di atas. Dengan demikian,

    penelitian di atas meminjam teori-teori yang dibangun dalam ilmu-ilmu sosial. Ia

    disebut penelitian keagamaan [religius research] dalam pandangan Midletton

    atau penelitian hidup agama dalam pandangan Juhaya S. Praja, karena objeknya

    adalah perilaku Tarekat Tijaniah7

    7 Maulana Muhammad ali, Islamologi (dinul Islam) (Jakarta : Ikhtiar Baru Vam

    Hoeve, 1980), Hlm 2Narsruddin Razak,Dienul Islam, (Bandung : Al-Maarif), 1977) cet II, hlm 56

    Harun nasution,Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I ( Jakarta : UI Press, 1979, hlm 9

    Lihat subhi as-shalih, membahas ilmu-ilmu al-qiuran, (terj) . pustaka Firdaus dari judl asli Mabahits fiulum al-quran, (Jakarta : Pustaka firdaus, 1991), cet. II, hlm 9

    Abudinnata, Metodologi Studi Islam, 2001 hal 46

    http://jn76.wordpress.com/2008/09/21/islam-sebagai-produk-budaya/

    Juhaya S. Praja,1997:55-57, dalam Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, 2001:64

    - 10 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    11/22

    Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat

    dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.

    Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang

    membatasi diri terhadap persoalan penilaian.

    Dari dua definisi terlihat bahwa sosiologi adalah ilmu yang

    menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan

    serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.

    Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan

    dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang

    kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila

    menggunakan jasa bantuan dan ilmu sosiologi.Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif,

    menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini Islam

    terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut :

    1). Pertama, dalam Alquran atau kitab-kitab hadis, proporsi terbesar kedua

    sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Menurut

    Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah Al-Islamiyah yang dikutip

    Jalaluddin Rahmat, dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah

    dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding

    seratus untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).

    2). Kedua, bahwa ditekankannya masalah muamalah (sosial) dalam Islam ialah

    adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan

    urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau

    ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan tetap dikerjakan

    sebagaimana mestinya.

    3). Ketiga, bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran

    lebih besar daripada ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang

    dilakukan secara berjemaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang

    - 11 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    12/22

    dikerjakan sendirian (munfarid) dengan ukuran satu berbanding dua puluh

    derajat.

    4). Keempat, dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak

    sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya

    (tembusannya) adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah

    sosial.

    5). Kelima, dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang

    kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.

    Dunia saat ini tengah memasuki era globalisasi dengan dampak negatif dan

    positifnya. Di antara dampak negatif tersebut misalnya terjadi dislokasi,

    dehumanisasi, sekuralisasi dan sebagainya; sedangkan dampak positifnya antaralain terbukanya berbagai kemudahan dan kenyamanan, baik dalam lingkungan

    ekonomi (ekonosfer), informasi (infosfer), teknologi (teknosfer), sosial (sisosfer)

    maupun psikolgi (psikosfer).

    1. Pandangan Ajaran Islam Tentang Ilmu Sosial

    Sejak kelahirannya belasan abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai

    agama yang memberi perhatian pada keseimbangan hidup antara dunia dan

    akhirat; antara hubungan manusia dengan Tuhan; antara hubungan manusia

    dengan manusia; dan antara urusan ibadah dengan urusan muamalah

    Dalam keadaan demikian, kita saat ini nampaknya sudah mendesak untuk

    mememiliki ilmu pengetahuan sosial yang mampu membebaskan manusia dari

    berbagai problema tersebut. Ilmu pengetahuan sosial yang dimaksudkan adalah

    ilmu pengetahuan yang digali dari nilai-nilai agama. Kuntowijoyo

    menyebutnya sebagai ilmu sosial profetik.

    2. Ilmu Sosial Yang Bernuansa Islam

    Menurut Kuntowijoyo, kita butuh ilmu sosial profetik, yaitu ilmu sosial

    yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tetapi juga

    memberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa dana oleh

    siapa. Yaitu ilmu sosial yang mampu mengubah fenomena berdasarkan cita-cita

    - 12 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    13/22

    etik dan profetik tertentu; perubahan tersebut didasarkan pada tiga hal.Pertama,

    cita-cita kemanusiaan, kedua, liberasi dan ketiga, transendensi.

    Nilai-nilai kemanusiaan (humanisasi), liberasi dan transendensi yang

    dapat digali dari ayat tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

    Pertama, bahwa tujuan humanisasai adalah memanusiakan manusia dari

    proses dehumanisasi.

    Sementara itu tujuan liberasi adalah pembebasan manusia dari lingkungan

    teknologi, pemerasan kehidupan, menyatu dengan orang miskin yang tregusur

    oleh kekuatan ekonomi raksasa dan berusaha membebaskan manusia dari

    belenggu yang kita buat sendiri.

    Selanjutnya, tujuan dari transendensi adalah menumbuhkan dimensitransendental dalam kebudayaan.

    Dalam ilmu sosial profetik, kita ingin melakukan reorientasi terhadap

    epistemologi, orientasi terhadap mode of thought dan mode of inquirity, yaitu

    suatu pandangan bahwa sumber ilmu bukan hanya berasal dari rasio dan empiri

    sebagaimana yang dianut dalam masyarakat barat, tetapi juga dari wahyu.

    D. Islam Sebagai Produk Budaya

    Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil

    kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian,

    adat istiadat; dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk

    menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan

    Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang

    kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan,

    kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kacakapan lain yang

    diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

    Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan

    menggunakan dan mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya

    - 13 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    14/22

    Kelahiran agama sangat terkait dengan konstruksi budaya. Tekstualitas agama

    lebih mengafirmasi konteks sosial dan budaya yang tengah bergumul pada saat

    itu. Islam, sebagai salah satu agama monoteis (abrahamiyah), juga merupakan

    bentuk ajaran kehidupan yang lebih melihat kenyataan sosial, tidak hanya berupa

    turunan dari langit. Ketika Islam hadir ke muka bumi dan menyejarah secara

    totalitas, tidak ada lagi baju sakralitas di dalamnya. Islam sangat memahami

    kenyataan lokalitas budaya setempat dan historisitas proses pergumulan antara

    teks dan realitas.

    Peradaban Arab-Islam adalah peradaban teks. Teks menjadi rujukan penting

    dalam upaya memahami keduanya. Dan Al-Quran sendiri merupakan kumpulan

    teks yang menjadi acuan keberagamaan bagi umat Islam. Di dalamnya terkandungpergolakan ilmiah dalam memahami pesan Tuhan, yang kemudian dihubungkan

    dengan realitas yang tengah terjadi pada saat pembentukan teks. Karena

    peradaban Islam adalah teks, maka perlu perangkat atau metodologi ilmiah untuk

    membongkar konstruksi nalar yang menjadi bagian penting di dalamnya.

    Khalifah Umar al-Faruq pernah menyatakan, Arab adalah bahan baku

    Islam, atau artinya, bangsa Arab adalah materi bagi pembentukan Islam.

    Peryataan Umar itu kemudian banyak dipahami, seperti Thaha Husain, yaitu

    dalam konteks militerisme Islam pada saat itu. Padahal, tidaklah demikian.

    Dengan potensi rasionalitas yang sangat mengental dalam pikirannya, Umar

    bermaksud menjelaskan, Islam itu tidak bisa lepas dari konteks budaya Arab pada

    saat itu. Sehingga, dalam beberapa hal Umar banyak menafsir ulang terhadap

    syariah. Dan ada kesan beliau berani membuat putusan hukum yang kelihatannya

    banyak berbeda dengan arus pemikiran sahabat pada saat itu. Umar sangat dikenal

    sebagai seorang rasionalis sejati.

    Atas dasar argumen yang dikemukakan oleh Umar ini, Khalil Abdul Karim

    membuat analisis mengenai kaitan antara agama, budaya, dan kekuasaan dalam

    bukunya Hegemoni Quraisy (LKIS:2002). Menurutnya, produksi-produksi

    kebahasaan (al-Muntaj al-Lughawiyyah), seperti puisi, khitabah, dan beberapa

    - 14 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    15/22

    kata hikmah (amtsal) yang dimiliki oleh orang-orang Arab sebelum kenabian

    Muhammad, itu semua banyak berperan dalam proses pentauhidan dan persiapan

    menuju suatu kondisi objektif yang matang, yang berakhir dengan berdi-rinya

    Negara Quraisy di Yatsrib.

    Banyak fakta saat itu membuktikan, hegemoni kaum Quraisy sangat

    menentukan produksi kebahasaan dalam makna agama. Kebudayaan suku itu

    masuk dalam proses pembentukan teks. Sehingga kita perlu mencermati lebih

    mendalam bagaimana kaitan antara agama sebagai pesan suci ilahi dengan

    intervensi manusia yang lebih mementingkan kekuasaan dan kebudayaannya bisa

    masuk dalam proses produksi nalar agama.

    1. Profanitas TeksTidak selamanya teks itu adalah sesuatu yang sakral. Pembacaan

    terhadap teks tidak bisa terlepas dari konteks sejarah dan kebudayaan yang

    melingkupi bangunan teks tersebut. Pada saat kita memahami makna agama

    yang tercermin dalam penampakan teks, profanitas (duniawi) sangat melekat

    dalam konstruksi nalar teks. Penyejarahan teks dilakukan agar bisa

    menyesuaikan dengan kondisi yang memang menjadi kenyataan historis umat

    manusia

    Pada saat memahami teks, kita tidak bisa mengandalkan penafsiran

    secara literal, tetapi harus ada upaya penafsiran secara hermeneutis

    (tawiliyah) atas kenyataan-kenyataan sosial dan budaya yang mengitari teks.

    Teks yang diam dan sakral itu pasti menjadi objek manusia. Maka, teks tidak

    lagi menjadi sesuatu yang diam dan sakral, karena manusia atau si penafsir

    memosisikan teks itu harus dihubungkan dengan realitas. Lalu, teks menjadi

    sesuatu yang profan dan berhak untuk diutak-atik, bahkan tidak aneh apabila

    kemudian kita menolak teks dalam beberapa pengamalan syariahnya yang

    cenderung menindas kemanusiaan dan keadilan

    Menurut Abu Zayd dalam Mafhumun-Nash: Dirasah fi Ulumil

    Quran (1990), Al-Quran adalah teks kebudayaan (muntaj tsaqafy), yaitu

    - 15 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    16/22

    teks semantik yang menjadi teks sentral dalam wacana pemikiran Islam. Teks

    dalam Al-Quran adalah teks peradaban karena di dalamnya memuat

    pembentukan dalam pergolakan (dialog/dialektika) antara manusia dan

    realitas di satu sisi, dan manusia dengan teks di sisi lain.

    Dalam konsep teks, Al-Quran bisa didekati dengan metode-metode

    analisis teks. Metode analisis bahasa (semiotika) merupakan metode

    humaniora yang dapat digunakan untuk memahami wacana keagamaan dalam

    Islam. Hal ini sangat tepat diterapkan dalam menganalisis teks Al-Quran

    karena peradaban Islam Arab adalah peradaban teks, dan di dalamnya memuat

    pergolakan pemikiran ketika Al-Quran itu berwujud. Dalam Islam, Al-

    Quran memiliki peran budaya yang tidak dapat diabaikan dalam membentukwajah peradaban Islam.

    - 16 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    17/22

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata salima yang berarti selamat

    sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya memelihara dalam

    keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat

    Penelitian keagamaan merupakan penelitian yang objek kajiannya adalah

    agama sebagai produk interaksi sosial atau perilaku manusia. Oleh karena itu,metode yang digunakan adalah metode-metode penelitian sosial pada umumnya.

    Maka, berkenaan dengan hal itu, tanpaknya kitapun tidak perlu menyusun teori

    penelitian tersendiri, tetapi cukup meminjam teori ilmu-ilmu sosial yang sudah

    ada dan telah diuji.

    Islam bukanlah agama yang tidak mau memahami konteks perubahan zaman.

    Dimensi historisitas Islam lebih melihat kenyataan sosial-budaya untuk membuka

    ruang kemanusiaan sedalam-dalamnya. Humanitas bisa ditangkap apabila rasio

    dan akal budi dipakai dalam menganalisis teks agama. Sisi historisitas agama

    lebih banyak dieksplorasi untuk lebih memahami kenyataan kemanusiaan hari ini

    B. Saran

    Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

    terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

    saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

    - 17 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    18/22

    DAFTAR PUSTAKA

    Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, 1996.

    Abudinnata, Metodologi Studi Islam, 2001.

    M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek.

    Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam.

    Taufik Abdullah dan Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama.

    - 18 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    19/22

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga

    penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Islam Sebagai Produk

    wahyu, Produk Sejarah, Produk Interaksi Sosial Dan Produk Budaya tepat

    pada waktunya.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

    membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi

    motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat

    menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.

    Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak

    terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

    saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

    Bengkulu, Oktober 2010

    Penyusun

    - 19 -i

    iii

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    20/22

    MAKALAH- METODE STUDI ISLAM

    -Islam Sebagai Produk wahyu, Produk Sejarah, Produk Interaksi Sosial Dan

    Produk Budaya

    Oleh :

    Dosen Pembimbing :

    JURUSAN TARBIYAH

    PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERISTAIN (BENGKULU)

    2010

    - 20 -

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    21/22

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................................KATA PENGANTAR...................................................................................... i

    DAFATR ISI.................................................................................................... ii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang.............................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2

    C. Tujuan Makalah............................................................................ 2

    BAB II PEMBAHASAN

    A. Islam Sebagai Produk Wahyu............................................................... 3

    B. Islam Sebagai Produk Sejarah.............................................................. 8

    C. Islam Sebagai Produk Interaksi Sosial................................................. 10

    D. Islam Sebagai Produk Budaya............................................................. 13

    BAB III PENUTUP

    A. Kesimpulan........................................................................................... 17

    B. Kritik dan Saran ................................................................................... 17

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iii

    - 21 -ii

  • 8/8/2019 Islam Sebagai Produk Wahyu, Produk Budaya, Produk Interaksi ]Sosial

    22/22

    DAFTAR PUSTAKA

    Abudinnata, Metodologi Studi Islam, Pt. Taja Grafindo Persada. Jakarta: 2001.

    Maulana Muhammad ali, Islamologi (dinul Islam) (Jakarta : Ikhtiar Baru Vam Hoeve,

    1980), Hlm 2

    Narsruddin Razak,Dienul Islam, (Bandung : Al-Maarif), 1977) cet II, hlm 56

    Harun nasution,Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I ( Jakarta : UI Press,1979, hlm 9

    http://jn76.wordpress.com/2008/09/21/islam-sebagai-produk-budaya/Juhaya S. Praja,1997:55-57, dalam Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, 2001:64