20
TAHAPAN DALAM PERKEMBANGAN BIROKRASI (Menurut Max Weber*) --------------------------------- ---------------------------------- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Max Weber adalah sorang ahli sosiologi berkebangsaan Jerman yang hidup sejak tahun 1864-1920, merupakan sosok paling terkenal dan paling berpengaruh dalam teori sosiologi (Ritzer George, 2008). Selain gagasan- gagasannya yang sangat kritis tentang aspek sosiologi, Weber juga memberikan perhatian pada aspek sejarah dan ekonomi, dan juga tidak kalah pentingnya muncul berbagai pikiran teoritis terhadap birokrasi dan penyelenggaraannya. Konsep birokrasi pertama kali dikemukakan oleh Vincent de Gournay seorang ahli ekonomi yang hidup antara tahun 1712-1759, Jhon Stuart Mill dan Gaetano Mosca (Garna, K. Yudistira (1996;155). Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan makna birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi. Birokrasi yang dikaji Weber adalah birokrasi patrimonial, karena saat itu berlangsung dan dialami Weber, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. Weber melihat birokrasi sebagai tipe paling murni dari apa yang disebut otoritas legal. Sementara otoritas legal menurut Weber adalah sebuah dominasi

Tugas 1 Kuliah S3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Program Beras RaskinCara penyaluran raskin

Citation preview

Page 1: Tugas 1 Kuliah S3

TAHAPAN DALAM PERKEMBANGAN BIROKRASI(Menurut Max Weber*)

-------------------------------------------------------------------

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Max Weber adalah sorang ahli sosiologi berkebangsaan Jerman yang hidup sejak

tahun 1864-1920, merupakan sosok paling terkenal dan paling berpengaruh

dalam teori sosiologi (Ritzer George, 2008). Selain gagasan-gagasannya yang

sangat kritis tentang aspek sosiologi, Weber juga memberikan perhatian pada

aspek sejarah dan ekonomi, dan juga tidak kalah pentingnya muncul berbagai

pikiran teoritis terhadap birokrasi dan penyelenggaraannya.

Konsep birokrasi pertama kali dikemukakan oleh Vincent de Gournay seorang

ahli ekonomi yang hidup antara tahun 1712-1759, Jhon Stuart Mill dan Gaetano

Mosca (Garna, K. Yudistira (1996;155).

Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan makna birokrasi. Weber

menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya

melekat pada birokrasi. Birokrasi yang dikaji Weber adalah birokrasi patrimonial,

karena saat itu berlangsung dan dialami Weber, yaitu birokrasi yang

dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. Weber melihat birokrasi

sebagai tipe paling murni dari apa yang disebut otoritas legal. Sementara otoritas

legal menurut Weber adalah sebuah dominasi probabilitas suatu perintah tertentu

yang dipatuhi oleh sekelompok orang.

Yang menjadi perhatian Weber dalam pikiran sosialogisnya adalah tiga dasar

yang digunakan para pengikutnya melegitimasi sebuah otoritas yaitu rasional,

tradisional dan kharismatik. Terhadap tiga bagian otoritas tersebut, Ritzer George

menjelaskan bahwa legitimasi rasional bersandar pada kepercayaan akan legalitas

aturan untuk mengeluarkan perintah. Otoritas yang mendapat legitimasi

tradisional didasarkan pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesucian

tradisi kuno, sementara otoritas yang mendapatkan legitimasi dari karisma

didasarkan pada kesetiaan para pengikutnya terhadap kesucian yang tidak lazim,

antara lain: sosok teladan, heroisme, atau kekuatan khusus yang dimiliki

pemimpin, maupun pada tatanan normatif yang berlaku.

Tulisan ini akan membahas perkembangan birokrasi dalam beberapa tahapan

menurut Weber, dimana tahapan ini secara keseluruhan mengarah pada suatu

proses penyelenggaraan birokrasi yang mantap dan mendukung dalam upaya

memberikan kepuasaan pelayanan kepada rakyat sebagai pelanggan.

Page 2: Tugas 1 Kuliah S3

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Birokrasi

Secara etimologis, birokrasi berasal dari kata “biro” (meja) dan “kratein”

(pemerintahan), yang jika disintesakan berarti pemerintahan meja. Jadinya lucu

pengertian seperti ini, tetapi memang demikianlah hakikat birokrasi sebab dalam

kiprahnya lembaga ini tampak kaku dan dikuasai oleh orang-orang yang berlindung

di balik meja.

Garna, K Yudistira (1996 ; 155) mendefinisikan birokrasi sebagai suatu organisasi

formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur yang terdiri dari para

pakar yang terlatih; biasanya organisasi itu memiliki pemusatan, kewibawaan yang

menekankan akan unsur tatasusila, pengetahuan teknis dan tatacara impersonal. Jadi

Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir

yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan

publik yang efektif dan efisien.

Birokrasi juga dioperasikan dengan sejumlah aturan serta prosedur yang bersifat

tetap. Terdapat rantai komando berupa hirarki kewenangan di mana tanggung jawab

setiap bagin-bagiannya “mengalir” dari atas ke bawah.

Selain itu birokrasi juga disebut sebagai badan yang menyelenggarakan civil service

(pelayanan publik). Birokrasi terdiri dari orang-orang yang diangkat oleh eksekutif,

dan posisi mereka datang dan pergi. Artinya, penempatan mereka dalam birokrasi

kadang mengalami pergeseran atau tetap dipertahankan pada posisi tertentu atas

dasar penilaian prestasi dan kinerja yang bersangkutan.

Sehubungan dengan seperangkat aturan dan prosedur yang mengatur alur birokrasi

tersebut, maka setiap pegawai yang malas biasanya mendapat teguran dari atasan,

yang jika tegurannya tidak disikapi kemungkinan besar bisa diberhentikan dari

posisinya. Sebaliknya, jika seorang pegawai menunjukkan kinerja dan prestasi yang

memuaskan, ada kemungkinan akan dipromosikan menempati posisi yang lebih

tinggi. Tentunya dengan tanggung jawab, kewenangan dan penghasilan yang lebih

besar.

B. Karakteristik Birokrasi menurut Weber.

Karakter birokrasi dimaksudkan sebagai hal-hal yang cenderung dilaksanakan dalam

birokrasi yang menunjukkan jati dirinya birokrasi tersebut, dan hal-hal tersebut

tampak mencuat di setiap level atau tingkatan birokrasi. Max Weber

mengidentifikasi 8 karakteristik birokrasi, yaitu :

Page 3: Tugas 1 Kuliah S3

1) organisasi yang disusun secara hirarkhis;

2) setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus;

3) pelayan publik (civil servants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan

dipilih, dimana pengangkatan tersebut didasarkan pada kualifikasi kemampuan,

jenjang pendidikan, atau pengujian (examination);

4) seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi;

5) pekerjaan sekaligus jenjang karier;

6) para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka;

7) setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin;

8) promosi yang ada didasarkan atas penilaian atasan (superior judments);

Dari perspektifi politik, karakter birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal

yang ideal. Artinya, terkadang pola rekruitmen pegawai dalam birokrasi yang

seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, justru tidak

terlaksana. Ini disebabkan karena masih berlangsungnya pola rekruitmen pegawai

berdasarkan kepentingan pemerintah bahkan juga kepentingan golongan tertentu.

Bagi Weber, jika ke-8 sifat di atas dilekatkan ke sebuah birokrasi, maka birokrasi

tersebut dapat dikatakan bercorak legal-rasional.

Selanjutnya, Weber melanjutkan ke sisi pekerja (staf) di organisasi yang legal-

rasional. Bagi Weber, kedudukan staf di sebuah organisasi legal-rasional adalah

sebagai berikut:

1) para anggota staf bersifat bebas secara pribadi, dalam arti hanya menjalankan

tugas-tugas impersonal sesuai dengan jabatan mereka; 

2) terdapat hirarki jabatan yang jelas; 

3) fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas; 

4) para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak; 

5) para pejabat dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, idealnya didasarkan

pada suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian; 

6) para pejabat memiliki gaji dan biasanya juga dilengkapi hak-hak pensiun. Gaji

bersifat berjenjang menurut kedudukan dalam hirarki. Pejabat dapat selalu

menempati posnya, dan dalam keadaan-keadaan tertentu, pejabat juga dapat

diberhentikan; 

7) pos jabatan adalah lapangan kerja yang pokok bagi para pejabat; 

8) suatu struktur karir dn promosi dimungkinkan atas dasar senioritas dan keahlian

(merit) serta menurut pertimbangan keunggulan (superior); 

9) pejabat sangat mungkin tidak sesuai dengan pos jabatannya maupun dengan

sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut, dan; 

Page 4: Tugas 1 Kuliah S3

10) pejabat tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam. 

Weber menyatakan, birokrasi itu sistem kekuasaan, di mana pemimpin

(superordinat) mempraktekan kontrol atas bawahan (subordinat). Sistem

birokrasi menekankan pada aspek “disiplin.” Sebab itu, Weber juga memasukkan

birokrasi sebagai sistem legal-rasional. Legal oleh sebab tunduk pada aturan-

aturan tertulis dan dapat disimak oleh siapa pun juga. Rasional artinya dapat

dipahami, dipelajari, dan jelas penjelasan sebab-akibatnya.

Khususnya, Weber memperhatikan fenomena kontrol superordinat atas

subordinat. Kontrol ini, jika tidak dilakukan pembatasan, berakibat pada

akumulasi kekuatan absolut di tangan superordinat. Akibatnya, organisasi tidak

lagi berjalan secara rasional melainkan sesuai keinginan pemimpin belaka. Bagi

Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam

birokrasi, yang meliputi aspek-aspek berikut:

1. Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam

pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu

atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat

saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan. 

2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung

jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya,

untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan

DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil

tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan. 

3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak

mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja

direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya,

tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara

bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi

honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan

tugas tersebut. 

4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang

bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank

Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya,

terlebih dahulu harus dilakukan fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar

Gubernur Bank Indonesia yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada

rakyat secara keseluruhan. 

Page 5: Tugas 1 Kuliah S3

5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang

diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai

politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi.

Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik

mewakili rakyat pemilih mereka. 

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh

pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan

di sana-sini atas pandangan Weber.

C. Tahapan-tahapan Perkembangan Birokrasi

Dalam buku.. Weber menjelaskan tahapan-tahapan perkembangan birokrasi

secara singkat dengan memberikan penekanan pada aspek profesional.

o Tahap awal perkembangan birokrasi adalah rekruitmen aparatur berkualitas

atau profesional. Menurut Weber aspek profesional menjadi fondasi bagi

posisi kekuasaan pemegang jabatan. Profesi atau keahlian dapat melestarikan

posisi seorang pejabat publik. Selain pejabat publik juga direkruit badan-

badan kolegiat sebagai tim ahli yang mendampingi pemegang jabatan

memberikan saran pertimbangan dalam pemecahan masalah birokrasi.

o Tahap perkembangan berikutnya adalah bahwa permasalahan yang dihadapi

dibicarakan dan pemecahannya dalam bentuk produk hukum yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang- undangan.

o Tahap berikutnya

D. Kritik atas Pandangan Weber mengenai Birokrasi 

Secanggih apapun analisis manusia, ia akan menuai kritik. Demikian pula

pandangan Weber tentang birokrasi. Berikut akan disampaikan sejumlah kritik

para ahli terhadap pandangan Weber, yang diambil dari karya Martin Albrow.

Robert K. Merton. Dalam artikelnya “Bureaucratic Structure and Personality”,

Merton mempersoalkan gagasan birokrasi rasional Weber. Bagi Merton,

penekanan Weber pada reliabilitas (kehandalan) dan ketepatan akan

menimbulkan kegagalan dalam suatu administrasi. Mengapa? Peraturan yang

dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan, dapat menjadi tujuan itu sendiri.

Selain itu, birokrat yang berkuasa akan membentuk solidaritas kelompok dan

kerap menolak perubahan. Jika para pejabat ini dimaksudkan untuk melayani

publik, maka norma-norma impersonal yang menuntun tingka laku mereka dapat

menyebabkan konflik dengan individu-individu warganegara. Apa yang

Page 6: Tugas 1 Kuliah S3

ditekankan Merton adalah, bahwa suatu struktur yang rasional dalam pengetian

Weber dapat dengan mudah menimbulkan akibat-akibat yang tidak diharapkan

dan mengganggu bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

Philip Selznick. Selznick mengutarakan kritiknya atas Weber tentang

Disfungsionalisasi Birokrasi. Ia fokus pada pembagian fungsi-fungsi di dalam

suatu organisasi. Selznick menunjukkan bagaimana sub-sub unit mewujudkan

tujuan organisasi secara keseluruhan. Pembentukan departemen-departemen baru

untuk meniadakan kecenderungan lama, hanya akan memperburuk situasi karena

akan muncul lebih banyak sub-sub unit tujuan.

Talcott Parsons. Parsons fokus pada kenyataan bahwa staf administrasi yang

dimaksud Weber, telah didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional

dan juga hak untuk memerintah. Atribut-atribut seperti itu, kilah Parsons, dapat

memunculkan konflik di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk

memastikan bahwa posisi dalam hirarki otoritas akan diiringi oleh keterampilan

profesional yang sepadan. Akibatnya, timbul persoalan bagi angggota organisasi:

Siapa yang harus dipatuhi? Orang yang memiliki hak untuk memerintah atau

orang yang memiliki keahlian yang hebat?

Alvin Gouldner. Gouldner melanjutkan kritik Parsons atas Weber. Gouldner

memuatnya dalam Pattern of Industrial Bureaucracy. Dalam analisisnya tentang

dasar kepatuhan dalam suatu organisasi, Gouldner menyimpulkan argumennya

pada konflik antara otoritas birokrati dan otoritas profesional. Ia membedakan 2

tipe birokrasi yang uta: “Pemusatan-Hukuman (punishment centered) dan

Perwakilan (representative). Pada tipe punishment centered, para anggota

birokrasi pura-pura setuju dengan peraturan yang mereka anggap dipaksakan

kepada mereka oleh suatu kelompok yang asing. Sedang pada tipe

Representative, para anggota organisasi memandang peraturan sebagai kebutuhan

menurut pertimbangan teknis dan diperlukan sesuai dengan kepentingan meerka

sendiri. Dua sikap yang berbeda terhadap peraturan ini memiliki pengaruh yang

mencolok pada pelaksanaan organisasi yang efisien.

R.G. Francis dan R.C. Stone. Francis dan Stone melanjutkan kritik Gouldner

dalam buku mereka Service and Procedure in Bureaucracy. Francis dan Stone

menunjukkan bahwa walaupun literatur resmi tentang organisasi dapat melarang

impersonalitas dan kesetiaan yang kuat pada prosedur yang sudah ditentukan,

tetapi dalam prakteknya para staf birokrasi dapat menyesuaikan tindakan mereka

dengan keadaan-keadaan yang cocok dnegan kebutuhan-kebutuhan individu.

Page 7: Tugas 1 Kuliah S3

Rudolf Smend. Smend sama seperti Weber, berasal dari Jerman. Ia mengeluhkan

bahwa Weber bertanggung jawab terhadap kesalahpahaman pemahaman tentang

administrasi sebagai mesin rasional. Sementara pada pejabatnya hanyalah

mengemban fungsi-fungsi teknis. Hakim dan pejabat administrasi bukan

merupakan etres inanimes. Mereka adalah makhluk berbudaya (gestig) dan

makhluk sosial yang secra aktif mengemban fungsi-fungsi tertentu di dalam

keseluruhan budaya. Apa yang dilakuka oleh manusia-manusia seperti itu

ditentukan oleh keseluruhan budaya, yang diorientasikan melalui fungsi-

fugnsinya, dan pada gilirannya membantu menentukan hakikat dari seseluruhan

budaya tersebut. Dalam menerangkan hal ini, Smend menambahkan, masuk akal

jika orang-oorang sosialis mengeluhkan “keadilan yang borjuistis.”

Reinhard Bendix. Bendix berpendapat bahwa efisiensi organisasi tidak dapat

dinilai tanpa mempertimbangkan aturan-aturan formal dan sikap-sikap manusia

terhadapnya. Dalam bukunya Higher Civil Servants in American Society, Bendix

membantah adanya kemauan mematuhi undang-undang tanpa campur tangan dari

nilai-nilai sosial dan politik yang umum. Semua peraturan diterapkan pada kasus-

ksus tertentu, dan dalam menentukan apakah suatu kasus berada di bawah

peraturan, seorang pejabat arus mengemukakan alasan-alasan yang dapat

dijadikan pertimbangan. Dalam membuat pertimbangannya, pejabat menemukan

suatu dilema. Di satu sisi, jika terlalu tunduk dengan undang-undang ia secara

populer disebut bersikap birokratis. Tetapi, di sisi lain, jika ia terlalu percaya

pada inisiatif semangat kemanusiaan, sepanjang hal itu tidak tertulis di dalam

kitab perundang-undangan, maka tindakannya secara populer disebut sebagai

suatu penyalahgunaan kekuasaan, karena mencampuri hak prerogatif badan

legislatif.

Carl Friedrich. Seorang lainnya, Carl Friedrich, mengkritisi pendapat Weber

bahwa seorang birokrat selalu harus bertindak sesuai aturan yang tertulis.

Kenyataannya, peraturan-peraturan merupakan petunjuk yang tidak lengkap

untuk bertindak. Ini artinya, faktor-faktor di luar peraturan harus

dipertimbangkan oleh ilmuwan sosial dalam menginterpretasikan tindakan

pejabat. Kemungkinan interpretasi ini menggambarkan perlunya pilihan untuk

digunakan sebagai pertimbangan setiap administrator. Ini berlawanan dengan

pendapat Weber, yang membenarkan birokrasi untuk menghindari semua

tanggung jawab atas tindakannya. Bagi Friedrich, seorang birokrat bisa bertindak

di luar ketentuan teknis, ataupun menurut instruksi. Friedrich, sebab itu,

mengkritik Weber karena mengabaikan tanggung jawab tersebut. Ia menganggap

Page 8: Tugas 1 Kuliah S3

penekanan Weber terhadap otoritas membuat organisasi sosial jadi menyerupai

organisasi militer. Ia menghalangi setiap jenis konsultasi, dan hanya

mengandalkan pola kooperatisme. 

Peter Blau. Bagi Blau, dalam bukunya The Dynamic of Bureaucracy, pandangan

yang fleksibel tetap harus berlangsung di organisasi rasional sekalipun

(birokrasi). Di dalam lingkungan yang berubah, pencapaian atas tujuan organisasi

bergantung pada perubahan secara terus-menerus di dalam struktur birokrasi.

Karena itu, efisiensi tidak dapat dijamin dengan membelenggu pejabat melalui

seperangkat undang-undang yang kaku. Hanya dengan membolehkan pejabat

mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi sebagai suatu keseluruhan, dan

menyesuaikan tingkah lakunya sesuai dengan persepsinya tentangng keadaan

yang berubah, maka akan dihasilkan suatu administrasi yang efisien.

R. V. Presthus, W. Delaney, Joseph Lapalombara. Presthus mengamati

kecenderungan birokrasi di negara-negara non Barat. Ia menganggap konsep

birokrasi Weber belum tentu cocok bagi lingkungan non Barat. Ia menemukan

bahwa pada industri batubara di Turki, dorongan-dorongan ekonomis dan

material untuk melakukan usaha tidaklah seefektif dengan mereka yang

mengusahakan hal yang sama di Barat. Kesimpulan kontra Weber juga

dikemukakan W. Delaney. Bagi Delaney, administrasi bercorak patrimonial

justru mungkin saja cocok bagi masyarakat dengan pembagian kerja yang

sederhana dan tradisional. Juga, Joseph Lapalombara menemukan fakta bahwa

birokrasi ala Cina dan Rusia lebih efektif ketimbang birokrasi Weber.

E. Dari Weber ke Teori Besi Oligarki

Seorang pejabat birokrasi adalah berkepribadian bebas dan ditunjuk dalam posisi

berdasarkan peraturan, menggunakan kewenangan yang diberikan kepadanya

dengan gaya kepemimpinan yang adil, dan kesetiaannya tergambar melalui

pelaksanaan tugasnya secara sepenuh hati, penunjukkan dan penempatan kerja

berdasarkan kualifikasi teknis yang dimiliki, kerja administratif dikerjakan penuh

waktu (full time), pekerjaan diganjar berdasarkan upah harian dea prospek masa

depan sepanjang karir.

Seorang pegawai pemerintah harus menggunakan penilaian dan keterampilannya,

akan tetapi tugasnya adalah menempatkan kedua hal tersebut pada kewenangan

yang lebih tinggi; akhirnya ia hanya bertanggungjawab untuk menjalankan

sebagian tugas yang telah ditugaskan dan harus mengorbankan penilaiannya

Page 9: Tugas 1 Kuliah S3

apabila bertentangan dengan tugas pekerjaannya. Pola kerja Weber banyak

diikuti oleh yang lainnya seperti Robert Michels dengan teori Besi Oligarki (Iron

Law of Oligarchy).

F. Konsep Birokrasi Martin Albrow

Martin Albrow adalah sosiolog dari Inggris. Ia banyak menulis seputar pandangan

para ahli tentang konsep birokrasi Weber. Akhirnya, ia sendiri mengajukan beberapa

konsepsinya engenai birokrasi. Albrow membagi 7 cara pandang birokrasi. Ketujuh

cara pandang ini dipergunakan sebagai pisau analisis guna menganalisis fenomena

birokrasi yang banyak dipraktekkan di era modern. Ketujuh konsepsi birokrasi

Albrow adalah sebagai berikut :

1. Birokrasi sebagai organisasi rasional

Birokrasi sebagai organisasi rasional sebagian besar mengikut pada pemahaman

Weber. Namun, rasional di sini patut dipahami bukan sebagai segalanya terukur

secara pasti dan jelas. Kajian sosial tidap pernah menghasilkan sesuatu yang pasti

menurut hipotesis yang diangkat. Birokrasi dapat dikatakan sebagai organisasi

yang memaksimumkan efisiensi dalam administrasi. Secara teknis, birokrasi juga

mengacu pada mode pengorganisasian dengan tujuan utamanya menjaga stabilitas

dan efisiensi dalam organisasi-organisasi yang besar dan kompleks. Birokrasi juga

mengacu pada susunan kegiatan yang rasional yang diarahkan untuk pencapaian

tujuan-tujuan organisasi. 

Perbedaan dengan Weber adalah, jika Weber memaklumkan birokrasi sebagai

“organisasi rasional”, Albrow memaksudkan birokrasi sebagai “organisasi yang di

dalamnya manusia menerapkan kriteria rasionalitas terhadap tindakan mereka.”

2. Birokrasi sebagai Inefesiensi Organisasi

Birokrasi merupakan antitesis (perlawanan) dari dari vitalitas administratif dan

kretivitas manajerianl. Birokrasi juga dinyatakan sebagai susunan manifestasi

kelembagaan yang cenderung ke arah infleksibilitas dan depersonalisasi. Selain itu,

birokrasi juga mengacu pada ketidaksempurnaan dalam struktur dan fungsi dalam

organisasi-organisasi besar.

Birokrasi terlalu percaya kepada preseden (aturan yang dibuat sebelumnya),

kurang inisiatif, penundaan (lamban dalam berbagai urusan), berkembangbiaknya

formulir (terlalu banyak formalitas), duplikasi usaha, dan departementalisme.

Page 10: Tugas 1 Kuliah S3

Birokrasi juga merupakan organisasi yang tidak dapat memperbaiki perilakunya

dengan cara belajar dari kesalahannya. Aturan-aturan di dalam birokrasi cenderung

dipakai para anggotanya untuk kepentingan diri sendiri.

3. Birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat.

Birokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan oleh para administrator yang

profesional. Atau, birokrasi merupakan pemerintahan oleh para pejabat. Dalam

pengertian ini, pejabat memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan

sesuatu. Juga, seringkali dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat. 

4. Birokrasi sebagai administrasi negara (publik)

Birokrasi merupakan komponen sistem politik, baik administrasi pemerintahan

sipil ataupun publik. Ia mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi

merupakan sistem administrasi, yaitu struktur yang mengalokasikan barang dan

jasa dalam suatu pemerintahan. Lewat birokrasi, kebijakan-kebijakan negara

diimplementasikan. 

5. Birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan pejabat.

Birokrasi dianggap sebagai sebuah struktur (badan). Di struktur itu, staf-staf

administrasi yang menjalankan otoritas keseharian menjadi bagian penting. Staf-

staf itu terdiri dari orang-orang yang diangkat. Mereka inilah yang disebut

birokrasai-birokrasi. Fungsi dari orang-orang itu disebut sebagai administrasi.

6. Birokrasi sebagai suatu organisasi

Birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi berskala besar, formal, dan modern.

Suatu organisasi dapat disebut birokrasi atau bukan mengikut pada ciri-ciri yang

sudah disebut.

7. Birokrasi sebagai masyarakat modern

Birokrasi sebagai masyarakat modern, mengacu pada suatu kondisi di mana

masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang diselenggarakan oleh birokrasi.

Untuk itu, tidak dibedakan antara birokrasi perusahaan swasta besar ataupun

birokrasi negara. Selama masyarakat tunduk kepada aturan-aturan yang ada di dua

tipe birokrasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut modern.

Page 11: Tugas 1 Kuliah S3

G.Kesimpulan

1. Weber tidak pernah secara spesifik membangun sebuah teori birokrasi. Weber

hanya mengamati organisasi negara yang dijalankan sebuah dinasti di masa

hidupnya. Birokrasi tersebut bercorak patrimonial sehingga tidak efektif di dalam

menjalankan kebijakan negara. Sebab itu, Weber membangun pengertian birokrasi

sebagai sebuah organisasi yang legal rasional. 

2. Weber telah menyebutkan 8 karakteristik yang menjadi ideal typhus dari suatu

organisasi yang legal rasional. Karakteristik-karakteristik ini kemudian

diterjemahkan sebagai penciriannya atas birokrasi sebagai sebuah organisasi yang

legal-rasional. 

3. Weber juga telah membangun 10 ciri staf yang bekerja di dalam birokrasi sebagai

sebuah organisasi yang bersifat legal-rasional. Ke-10 ciri tersebut kini melekat

pada sifat pejabat yang kita sebut sebagai birokrat. 

4. Weber juga telah memahami dampak negatif dari akumulasi kekuasaan orang di

dalam birokrasi. Sebab itu, Weber menyodorkan 5 mekanisme yang mudah-

mudahan dapat mencegah efek negatif kekuasaan orang-orang yang ada di dalam

sebuah birokrasi. 

5. Konsepsi Weber tentang birokrasi menghadapi kritik tajam dari sejumlah ahli. Para

ahli tersebut berkisar pada sosiolog, teoretisi manajemen, hingga praktisi

administrasi.

Page 12: Tugas 1 Kuliah S3

REFERENSI

Garna, K. Yudistira, 1996, Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar, Konsep, Posisi, Pasca Sarjana, Unpad

Bandung.

Hafusi Jonathan Mavanyisi, 2002, The Nature of Political Control over the Bureaucracy

with Reference to the Northern Province, Thesis Master Degree on Public

Administration, University of South Africa.

John Toye, 2006, Modern Bureaucracy, Research Paper No. 2006/52, Unived Nations

University. 

Martin Albrow,2004, Birokrasi, Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet.3 

Weber M, 2007. Essay in Sociology (The International Library of Sociology). C. Wright

Mills and H.H. Gerth.

Page 13: Tugas 1 Kuliah S3

Michael G. Roskin, et al., menyebutkan pengertian birokrasi adalah organisasi berskala besar yang terdiri atas pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers).

E. Tahapan Perkembangan BirokrasiF. Kritikan terhadap Konsep Konsep Birokrasi Max WeberG. KesimpulanH. Penutup.