Upload
didik-windiarto
View
1.696
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP KETIDAKPATUHAN MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) DI KECAMATAN SUNGKAI SELATAN : SKRIPSI ADMINISTRASI NEGARA
Citation preview
Skripsi ini di Download dari-----------------------------------------------
Datakomputer.Com--------------------------------------------------------------------------------------------------
RIBUAN FILE SKRIPSI GRATIS
GAK USAH BAYAR
Software, Skripsi, Tutorial, Shop, Forum, Media sosial
1
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP
KETIDAKPATUHAN MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN (PBB) DI KECAMATAN SUNGKAI SELATAN
2
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan tidak dapat digerakan tanpa adanya dukungan dana terutama yang
berasal dari dalam negeri sehingga pada sektor ini penerimaan dalam negeri
sangat diperlukan. Pemerintah berupaya setiap tahunnya penerimaan dalam
negeri terutama dari pajak terus meningkat. Demikian penting pajak bagi negara,
maka pemungutannya didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 23 huruf (a), bahwa segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan
Undang-undang.
Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang
lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau memperoleh
manfaat dari padanya, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan
memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada
negara melalui pajak, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). pengaturan PBB,
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, yang di ubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan atau
yang disebut dengan UUPBB.Undang-undang ini merupakan landasan hukum
dalam pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dan/atau perolehan
manfaat atas bumi dan/atau kepemilikan, penguasaan dan/atau perolehan manfaat
atas bangunan.
3
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak Negara, yaitu suatu jenis pajak yang
dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak dengan instansi operasionalnya Kantor
Pelayanan Pajak Pratama. Kemudian menurut pasal 18 UU PBB, menyebutkan:
a. Hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan imbangan pembagian
sekurang-kurangnya 90% (sembilan puluh persen) untuk pemerintahan daerah
tingkat II dan pemerintah daerak tingkat I sebagai pendapatan daerah yang
bersangkutan (pemerintahan daerah tingkat II sekarang adalah pemerintah
kabupaten sedangkan pemerintahan tingkat I adalah pemerintahan propinsi).
b. Bagian penerimaan pemerintahan daerah sebagai mana yang dimaksud dalam
Ayat (1), sebagian besar diberikan kepada pemerintah daerah tingkat II
(pemerintahan kabupaten).
c. Imbangan pembagian hasil penerimaan pajak sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Umumnya masyarakat yang tidak membayar PBB dikarenakan keadaan ekonomi
dan tingkat pendidikan rendah, serta kurangnya kesadaran dan kepatuhan untuk
membayar pajak atau bahkan tidak tahu seluk beluk pajak. Disamping itu, ada
juga orang yang memiliki perekonomian, pendidikan yang baik serta yang tahu
seluk beluk pajak dan manfaat pajak bagi negara maupun bagi dirinya sendiri
tidak membayar pajak atau tidak disiplin tepat pada waktunya membayar PBB.
Maka, diperlukan sanksi dan alat paksa yang dapat digunakan untuk memaksa
wajib pajak agar menerapkan kewajibanya dan sadar akan kewajibanya.
4
Menurut Rochmat Soemitro (1991:85), sanksi pajak itu sendiri ada dua jenis yaitu:
a. Sanksi Pidana adalah sanksi yang dijatuhkan oleh hakim pidana dalam suatu putusan (vonnis) dalam sidangnya kepada seseorang,baik ia wajib pajak,orang belusm wajib pajak maupun pejabat pajak,yang telah melakukan perbuatan-perbuatan dibidang perpajakan yang memenuhi rumusan Undang-Undang yang oleh Undang-Undang diancam dengan sanksi pidana.
b. Sanksi Administratif, sifat dan pelaksanaanya lain dari pada sanksi pidana. Sanksi Administratif adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pejabat Administrasi terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang dikualifikasikan lebih ringan daripada tindak pidana, yang selalu berupa sejumlah uang, baik suatu jumlah tetap atau suatu perkalian atau persentase dari jumlah pajak yang terutang.
Sanksi administratif bagi wajib PBB telah diatur dalm UUPBB yaitu Pasal 9 Ayat
(2), Pasal 10 Ayat (2), (3) dan Ayat (4) dan dalam Pasal 11 Ayat (3) UUPBB
adalah sebagai berikut:
a. denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak
yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)
walaupun sudah ditegur secara tertulis seperti yang dirumuskan dalam Pasal 9
Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan Ayat (3) UUPBB.
b. denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang bagi wajib
pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil
pemeriksaan Drirektorat Jendral Pajak). Hal tersebut telah dirumuskan dalam
Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UUPBB.
c. dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan,yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling lama
24 bulan untuk pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak
dibayar atau pembayaran kurang, seperti yang dirumuskan dalam Pasal 11
Ayat (3) UU PBB.
5
Dalam penjatuhkan sanksi Administratif dilakukan oleh aparatur negara yang
terdiri dari fungsionaris/ pejabat atau lembaga negara yang diberi wewenang dan
kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan, untuk melaksanakan
segala ketentuan yang sudah ditentukan dalam undang-undang perpajakan.
Untuk memudahkan wajib pajak menerapkan kewajibannya, maka pemerintah
menyediakan berbagai fasilitas diantaranya adalah: Bank, Pos dan Giro, dan
tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Hal ini menunjukan begitu
besarnya perhatian dan fasilitas yang diberikan kepada wajib pajak untuk
melaksanakan kewajibannya, tetapi dilapangan dalam penerapan pemungutan
PBB tidak semudah yang dibayangkan karena masih ada wajib pajak yang belum
menyadari akan pentingnya pemenuhan kewajiban tersebut bagi dirinya dan
Negara, sehingga mereka belum mau membayar PBB.
Dalam hal penerapan pemungutan PBB pada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Lampung Utara, ditemukan bahwa terdapat permasalahan
ketidakpatuhan/kelalaian wajib pajak PBB di Kabupaten lampung Utara. Hal ini
tergambar data tentang target dan capaian pendapatan pajak PBB Kabupaten
Lampung Utara tahun anggaran 2008, sebagai berikut: PBB yang ditergetkan oleh
APBD sebesar Rp.4.998.769.768,- tetapi realisasinya hanya mencapai
Rp.3.698.369.808,- atau 73,99 %dengan capaian terendah yang terdapat di
Kecamatan Sungkai Selatan yaitu Rp.246.313.030,- atau 57,22%.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan
mengkaji permasalahan yang ada dan membahas permasalahan tersebut kedalam
bentuk skripsi yang berjudul: “Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap
6
Ketidakpatuhan Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Di Kecamatan
Sungkai Selatan Lampung Utara”.
1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang
akan dibahas adalah bagaimana bentuk-bentuk atau jenis-jenis sanksi administrasi
dalam penerapan terhadap ketidakpatuhan membayar pajak bumi dan bangunan
yaitu berupa:
a. Bagaimana penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib
pajak dalam membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan ?
b. Faktor-faktor apakah yang menghambat penerapan sanksi administratif
terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB di Kecamatan
Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami:
a. Untuk mengetahui dan memahami penerapan sanksi administrasi terhadap
ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
b. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang menghambat penerapan sanksi
administrasi terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB;
7
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna, baik secara teoritis dan praktis:
1.4.1
Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan berguna untuk dapat menemukan atau
menghasilkan tatacara penerapan sanksi administrasi kepada wajib pajak
PBB yang tidak patuh menunaikan kewajiban
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini berguna sebagai acuan atau referensi bagi pemerintahan
daerah dalam rangka menghasilkan keputusan pemberian sanksi
administrasi terhadap wajib pajak PBB yang tidak patuh menunaikan
kewajibannya.
8
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang PBB
2.1.1 Pengertian PBB
Pengertian PBB menurut UUPBB adalah iuran yang dikenakan terhadap pemilik,
pemegang kekuasaan, penyewa dan yang memperoleh manfaat dari bumi dan atau
bangunan. Pengertian Bumi disini adalah termasuk permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada dibawahnya. Bumi menunjuk pada permukaan bumi meliputi
tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau
perairan dan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha.
Dari peranan di atas, dapat disimpulh\kan bahwa pengertian PBB adalah iuran
yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak,
memilik, menguasai dan memperoleh manfaat dari buni dan bangunan.
2.1.2 Objek PBB
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU PBB, yang menjadi Objek PBB adalah bumi
dan atau bangunan. bumi, permukaan bumi, tanah (perairan) dan tubuh bumi
yang ada dibawahnya. Sedangkan bangunan yang juga dijadikan objek PBB
9
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan
atau perairan.
Selanjutnya penjelasan dari Pasal 1 Angka (2) UUPBB, menguraikan lebih lanjut
mengenai pengertian bangunan yang menjadi objek PBB adalah :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek suatu bangunan seperti
hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan denan kompleks banguan tersebut;
b. Jalan TOL;
c. Kolam renang;
d. Pagar mewah;
e. Tempat olahraga;
f. Galangan kapal;
g. Darmaga;
h. Taman mewah;
i. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas;
j. Pipa minyak;
k. Fasilitas lain yang memberi manfaat
Dalam rangka memberikan manfaat kepada pemerintahan atau berupaya dalam
pelaksanaan pemungutan PBB secara adil maka undang-undang memberikan
kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur tentang klasifikasi objek
pajak.yang dimaksud dengan klasifikasi objek bumi dan bangunan adalah
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai
pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terhutang.
10
Menurut Mardiasmo (2002:271) dalam menentukan klasifikasi bumi dan
bangunan Menteri Keuangan harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Bumi/tanah:
1) Letak;
2) Peruntukan;
3) Pemanfaatan;
4) Kondisi;
b. Bangunan:
1) Bahan yang digunakan;
2) Rekayasa;
3) Letak;
4) Kondisi lingkungan dan lain-lain;
Objek PBB yng tidak dikenakan PBB pasal 3 UUPBB yaitu objek pajak yang :
a. Digunakan semata-semata untuk melayani kepentingan umum yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu;
c. Merupakan hutan lindung, hutan seuka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum
dibebani oleh suatu hak;
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh mentri keuangan;
11
f. Objek pajak digunakan oleh untuk penyelenggaraan pemerintahan;
g. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (OJOPTKP) ditetapkan
paling besar Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib pajak.
2.1.3 Subjek PBB
Subjek PBB menurut Pasal 4 UUPBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Selanjutnya dapat dirinci, bahwa yang dimksud subjek pajak sebagaimana
dimaksudkan diatas adalah terdiri dari orang atau badan yang:
a. Memiliki atau mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan:
1) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah) saja;
2) Memiliki atau mempunyai hak atas bangunan saja; dan
3) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah dan bangunan).
b. Menguasai bumi dan atau bangunan:
1) Menguasai bumi (tanah) saja;
2) Menguasai bangunan saja; dan
3) Menguasai bumi (tanah) dan bangunan;
c. Memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan:
1) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) saja;
2) Memperoleh manfaat atas bangunan saja; dan
3) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) dan bangunan.
12
Berdasarkan rincian diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek PBB adalah:
a. Pemilik;
b. Pemegang kekuasaan;
c. Penyewa atau sebagainya.
Subjek pajak sebagaimana diuraikan diatas, adalah pihak yang berkewajiban
mendapatkan objek pajak dan membayar PBB. Dalam hal ini disebut wajib pajak.
Terhadap objek pajak yang belum jelas wajib pajaknya, UUPBB memberikan
wewenang pada Ditjen pajak untuk menetapkan subjek pajak sebagai wajib
pajak.sebagai keseimbangan, UUPBB memberikan hak kepada subjek pajakyang
telah ditetapkan sebagai wajib pajak untuk dapat memberikan keterangan secara
tertulis kepada Ditjen pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak
dimaksud.atas keberatan tersebut dalam waktu sebulan sejak diterimannya surat
keterangan ini Ditjen pajak akan mengeluarkan surat keputusan disertai dengan
alasan-alasannya. ( Pasal 4 UUPBB).
2.2 Tinjauan Tentang Sanksi Administrasi
2.2.1 Pengertian Sanksi Administrasi dan Ketidakpatuhan Wajib Pajak
Sanksi merupakan penegak hukum selain pengawasan,sanksi merupakan bagian
penting dalam setiap peraturan parunang-undangan. Sanksi biasanya dicantumkan
pada bagian akhir suatu perundang-undangan (incaun davenenum). Sanksi
diperlukan sebagai instrumen untuk menjamin penegakan hukum administrasi,
karena sanksi mempuyai sifat memaksa.
13
Menurut Philipus M Hadjon (2002 : 245) mendefinisikan secara jelas tentang pengertian sanksi administrasi, tetapi hanya memberikan batasan bahwa dalam hukum administrasi, penggunaan dan penerapan sanksi administrasi merupakan wewenang pemerintah. Sanksi administrasi ditinjau dari hukum administrasi, karena merupakan alat kekuasaan yang bersifat publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang telah ditetapkan dalam norma hukum administrasi negara.
S Prajudi Atmosudirjo (1994 : 141) mendefinisikan secara jelas tentang pengertian sanksi administrasi tetapi hanya menyebutkan bahwa bilamana dalam suatu tindakan hukum administrasi terhadap suatu ikatan hukum (rechtsbetrekking) diantara administrasi dan seorang warga masyarakat, dimana si warga masyarakat terikat (veplichting) untuk melakukan atau memenuhi sesuatu, sedangkan ia lalai atau tidak dapat menunaikannya, maka administrasi dapat melakukan danksi hukum adminstrasi negara terhadapnya tanpa perantara atau melalui hakim.
Dari kedua pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian sanksi
administrasi adalah alat kekuasaan pemerintah yang bersifat publik memaksa,
yang digunakan sebagai reaksi dari kelalaian warga masyarakat terhadap
kewajibannya, yang pelaksanaannya tidak memerlukan putusan pengadilan
terlebih dahulu.
Menurut Rochmat Soemitro (1991:84) mengatakan bahwa sanksi administrati sifat dan pelaksanaanya lian dari pada sanksi pidana. Sanksi administratif adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pejabat administrasi terhadap wajib pajak yang melanggar ketentuan Undang-Undang yang dikualifikasikan lebih ringan dari pada tindak pidana, yang selalu berupa sejumlah uang, baik suatu jumlah tetap atau suatu perkalian atau persentase dari jumlah pajak yang terutang.
Sedangkan menurut Marsono (1986:46) sanksi administrasi merupakan sanksi
yang dikenakan bagi subyek pajak atau wajib pajak dalam hal tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan data obyek pajak dan waktu
pembayaran pajak
14
2.2.2 Jenis Sanksi Administrasi
Menurut Philipus M Hadjo (2002 : 245) sanksi Administrasi terdiri dari :
a. Paksaan pemerintah (bestuursdwang), yaitu tindakan nyata yang dilakukan
oleh odgan pemerintahan atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula
terhadap hal yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan
dengan peraturan perudang-undangan.
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan.
c. Pengenaan denda administrasi yang bersifat tambahan terhadap hukuman yang
telah dijatuhkan atas pelanggaran peraturan perundang-undangan, sanksi ini
biasanya terdapat pada hukum pajak, jaminan sosial dan hukum kepegawaian.
d. Pengenaan uang paksa (dwangsom) diterapkan kepada warga negara yang
tidak mematuhi atau melanggar peraturan perundang-undangan .
Menurut Bambang Waluyo (1989:84) dalam bukunya tindak pidana perpajakan
menyatakan bahwa saksi administratif sampai dengan saksi pidana yang berupa
saksi pidana pencabutan kemerdekaan dikenakan terhadap wajib pajak yang
menyimpang dari ketentuan kewajiban perpajakan. Dan saksi administratif
perpajakan itu sendiri ada 3 (tiga) macam yang dapat dikenakan terhadap wajib
pajak sesuai dengan sistem Undang-Undang perpajakan, tiga macam sanksi
administrasi tersebut adalah:
a. Denda Aministrasi;
b. Sanksi Bunga;
c. Sanksi Kenaikan Pajak;
15
Berdasarkan dari tiga macam sanksi administrasi tersebut adalah:
1) Denda administrasi
Besar saksi administrasi yang berupa denda administrasi sangat bervariasi dan
bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
formal penyampaian Surat Pemberutahuan Tahunan (SPT), seperti:
1) Adanya kekeliruan dalam pengisian SPT
2) Adanya kelalaian pengisian faktur pajak dan
3) Adanya keterlambatan pembayaran pajak terhutang.
Secara rinci denda administrasi yang dimaksud meliputi:
a) Denda administrasi sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah) dan 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dikenakan terhadap wajib
pajak yang tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT, yaitu
apabila terlambat menyampaikan SPT melampaui batas 20 (dua puluh) hari
bagi penyampaian surat pemberitahuan masa dan 3 (tiga) bulan bagi
penyampaian surat pemberitahuan tahunan. (Pasal 3 dan Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 16 tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang selanjutnya disebut UU KUP).
b) Denda administrasi sebesar dua kali jumlah pajak
yang kurang dibayar. Sanksi ini dikenakan terhadap wajib pajak yang
dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya
disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya
terhutang ( Pasal 8 Ayat (3) UU KUP). Pasal 8 Ayat (3) menyebutkan
bahwa:
16
sekalipun telah dilakukan tindak pemeriksaan, tetapi sepanjang belum
dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang
dilakukan wajib pajak sebagai mana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP,
terhadap ketidak benaran wajib pajak tersebut tidak akan dilakukan
penyidikan, apabila wajib pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidak benaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang
kurang dibayar.
c) Denda administrasi sebesar 2% (dua persen) dari
dasar pengenaan pajak, dikenakaan terhadap pengusaha kena pajak yang
tidak melaporkan usahanya kepada Direktur Jenderal pajak ditempat
pengusaha bertempat tinggal atau berkedudukan dan tidak membuat atau
tidak mengisi selengkapnya faktur pajak ( Pasal 14 UUKUP).
d) Denda administrasi sebesar 2% (dua persen ) sebulan.
Menurut Pasal 11 Ayat (3) UU PBB: pajak yang terhutang yang pada saat
jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda
administrasi sebesar 2% (dau persen) sebulan, yang dihitungdari saat
jatuhtempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.
e) Denda administrasi sebesar 25% dari pokok pajak.
Denda administrasi sebesar ini dikenakan terhadap wajib pajak yang tidak
menyampiakan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) dalam waktu 30
(tiga puluh) hari setelah diterimanya SPOP dan setelah ditegur secara tertulis
17
melalui surat teguran ( Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan
Ayat (3) UU PBB).
f)Denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang.
Pengenaan sanksi yang demikian ditujukan terhadap wajib pajak yang
mengisi SPOP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya yaitu berdasarkan
hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari
jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib
pajak ( Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UU PBB).
g) Denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen)
dari bea materai yang tidak atau kurang dibayar.
b. Sanksi Bunga
Pengenaan sanksi berupa bunga sebesar 2% perbulan dikenakan terhadap
wajib pajak yang pembayaran pajaknya tidak sesuai dengan ketentuan atau
terlambat dibayar ( Pasal 8 Ayat (2), Pasal 14 Ayat (3) dan Pasal 19 UU
KUP)
c. Sanksi Kenaikan Pajak
Wajib pajak melakukan ketidak benaran dalam pengisian SPT dapat
dikenakan sanksi berupa ketetapan pajak tambahan dengan kenaikan pajak
sebesar 50% (lima puluh persen) bagi wajib pajak yang membayar sendiri
beban pajaknya ataau 100% bagi pemotong atau pemungut pajak (Pasal 15
UU KUP).
sanksi administrasi adalah hukuman ringan dari pejabat administrasi terhadap
subyek pajak atau wajib pajak yang melanggar ketentuan Undang-Undang
18
Perpajakan (UU PBB) yang berlaku, sanksi administrasi tersebut dapat berupa
bunga, denda dan kenaikan jumlah pajak yang harus dibayarkan.
2.2.3 Sanksi Administrasi Dalam UUPBB
Sanksi administratif bagi wajib PBB telah diatur dalm UUPBB yaitu Pasal 9 Ayat
(2), Pasal 10 Ayat (2), (3) dan Ayat (4) dan dalam Pasal 11 Ayat (3) UUPBB
adalah sebagai berikut:
a. denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak bagi wajib pajak
yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP)
walaupun sudah ditegur secara tertulis seperti yang dirumuskan dalam Pasal
9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a dan Ayat (3) UUPBB yaitu:
Pasal 9 Ayat (2) menyebutkan bahwa :
Surat pemberitahuan Obyek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)
harus diisi dengan jelas, benar,dan lengkap serta ditandatangani dan
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi obyek pajak,selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal
diterimanya surat pemberitahuan Obyek Pajak dan Subyek Pajak.
Pasal 10 ayat(2) huruf a menyebutkan bahwa:
apabila Surat Pemberitahuan Obyek pajak tidak disampaikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9ayat(2) dan telah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
Pasal 10 ayat(3) menyebutkan bahwa :
jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagai mana
dimaksud dalan Ayat (2) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan
19
denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lama persen) dihitung dari
pokok pajak.
b. denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terhutang bagi wajib
pajak yang melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil
pemeriksaan Drirektorat Jendral Pajak). Hal tersebut telah dirumuskan
dalam Pasal 10 Ayat (2) huruf b dan Ayat (4) UUPBB yaitu:
Pasal 10 Ayat (2) huruf b, meyebutkan bahwa apabila berdasarkan
pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih
besar dari jumlah pajak yang dihutangkan berdasarkan Surat Pemberitahuan
Obyek Pajak yang disampaikan oleh wajib pajak.
Pasal 10 Ayat (4) menyebutkan bahwa :
Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak senagai mana yang
dimaksud dalam Ayat (2) huruf b,adalah selisih pajak yang terutang
berdasarkan hasil pemeriksan tau keterangan lain dengan pajak yang
terutang yang dihitung berdasarkan Surat Pemberitahuan Obyek Pajak
ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak terhutang.
c. dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan,yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran. Untuk jangka waktu paling
lama 24 bulan untuk pajak terhutang yang pada saat jatuh tempo
pembayaran tidak dibayar atau pembayaran kurang, seperti yang dirumuskan
dalam:
Pasal 11 Ayat (3) UU PBB yaitu:
Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% sebulan, yang
20
dihitung pada saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk
jangka waktu paling lama 24 bulan.
Yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak adalah saat pelunasan denda
administrasi tadi ditambah dengan hutang pajak yang belum atau kurang dibayar
yaitu paling lambat dibayar dalam waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat
tagihan pajak oleh wajib pajak. Mengenai tempat pembayaran pajak yang
terutang, ditentukan dibank, kantor Pos dan Giro ataupun tempat lain yang
ditunjuk ( Pasal 11 Ayat (4) dan (5) UU PBB).
2.2.4 Pengertian Ketidakpatuhan
Kata dasar dari ketidakpatuhan adalah patuh, dan yang dimaksud dengan patuh
adalah taat, setia, atau loyal (M. D. J.AL Barri, 1996:326).
Patuh adalah selalu menurut selalu taat, mematuhi, manaati (Suwardi
Notosudirjo,1990 : 223). Sedangkan pengertian patuh menurut kamus Besar
Bahasa Indonesia,(1997:654) adalah suka menurut (perintah dan sebagai),
berdisiplin, mematuhi, mantaati.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa ketidakpatuhan adalah sikap yang
tidak taat, tidak mematuhi, tidak berdisiplin, dan tidak menuruti terhadap perintah
dan peraturan atau ketentuan yang berlaku.
Ketidakpatuhan wajib pajak (wajib PBB) dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya dapat mempengaruhi penerimaan pajak dan peningkatan
penerimaan pajak. Untuk itu apabila terdapat wajib PBB yang tidak memenuhi
21
kewajibannya, maka selayaknya pejabat administrasi dari suatu kantor pelayanan
pajak untuk memberi sanksi sesuai aturan yang ada.
2.2.5 Jenis Ketidakpatuhan wajib pajak PBB
Ketidakpatuhan wajib pajak dalam UUPBB dapat dirinci sebagai berikut:
a. Wajib pajak tidak menyampaikan SPOP walaupun sudah ditegur secara
tertulis (Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a UU PBB).
b. Wajib pajak melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil
pemeriksaan Ditjen Pajak).(Pasal 10 Ayat (2) huruf b UU PBB).
c. Pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau
kurang dibayar (Pasal 11 Ayat (3) UUP BB).
Menurut Salamun AT (1990: 191) terdapat Enam (6) hal yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak, yaitu:
a. Tarif pajak ;
b. Pelaksanaan penagihan yang rapi, konsisten dan konsekuen;
c. Ada tidaknya sanksi pelanggaran;
d. Pelaksanaan sanksi secara konsisten, konsekuen dan tanpa pandang bulu;
e. Pembelanjaan dan penggunaan dana tersebut harus untuk kepentingan umum
dan kesejahteraan masyarakat, maksudnya adalah hasil dari pajak tersebut
terlihat oleh masyarakat dan berwujud nyata;
f. Pelayanan birokrasi pemerintahan yang baik dan bersih tanpa adanya
kesulitan, pemungutan liar dan korupsi.
22
Dari ke-Enam hal tersebut empat hal (1-4) hal berada dalam kewenangan Dirjen
Pajak sedangkan sisanya berdada diluar kewenangan Dirjen pajak.
Menurut Salamun AT (1990:191) Sebab-sebab ketidakpatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajibanya secara umum dibagi dalam dua bagian:
a. Sebab-sebab yang berasal dari individu:
a) Kondisi ekonomi, yaitu rendahnya tingkat pendapatan;
b) Tingkat pendidikan yang rendah;
c) Kesadaran moral yang rendah;
b. Sebab - sebab yang berasal dari luar individu:
1) Sistem pemungutan itu sendiri;
2) Lemahnya sanksi yang diterapkan;
2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB
Tata cara pembayaran dan penagihan PBB telah ditentukan dalam Pasal 11, 12,
13, dan 14 UUPBB, yang pokoknya mengatur hal-hal berikut:
a. Jangka waktu pembayaran PBB yang terutang berdasarkan SPPT (Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang), selambat-lambatnya enam bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
b. Jangka waktu pembayaran PBB yang terutang berdasarkan surat ketetapan
pajak (SKP), selambat-lambatnya satu bulan sejak tanggal diterimanya SKP
oleh wajib pajak.
c. Denda administrasi atas pajak yang terutang (tidak atau kurang bayar)
setelah jatuh tempo sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat
23
jatuh tempo sesuai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) bulan.
d. Penagihan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) harus dilunasi selambat -
lambatnya 1(satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib pajak.
Tempat pembayaran PBB adalag di bank, kantor pos dan giro, dan tempat
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
e. SPPT, SKP dan STP merupakan dasar penagihan pajak.
f. Surat paksa untuk jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak
dibayar pada waktunya.
g. Pelimpahan wewenang penagihan PBB kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota.
2.4 Dasar hukum penerapan sanksi administrasi
Sanksi administrasi terhadap ketidak patuhan wajib pajak dalam membayar pajak
PBB di atur dalam :
a. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tatacara
perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang KUTAP.
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Perubahan
Pertama Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang PBB.
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa.
24
2.5 Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung PBB
Untuk menghitung besarnya PBB, telah ditentukan dalam Pasal 5, 6, dan 7 UU
PBB dengan unsur-unsur sebagai berikut:
Uraian dari unsur-unsur tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Tarip Pajak berdasarkan Pasal 5 UUPBB menyebutkan bahwa tariff pajak
yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima per sepuluh
persen).
2. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); NJOP yang berupa tanah (bumi) dan
bangunan dapat ditentukan sebagai berikut:
a) Pendekatan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu
suatu pendekatan untuk menentukan NJOP dengan cara
membandingkanya dengan harga objek lain yang sejenis dan letaknya
berdekatan serta telah diketahui harga jualnya.
b) Pendekatan nilai perolehan baru, yaitu pendekatan untuk menentukan
NJOP derngan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh/membangun objek pajak dengan dipergunakan unit biaya
dari material/ komponen bangunan.
c) Pendekatan nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan untuk
menentukan NJOP dengan memperhitungkan hasil produksi/ pendapatan
objek pajak yang bersangkutan. Berdasarkan pasal 6 ayat (2) UUPBB
bahwa besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh mentri keuangan
RI. Namun demikian, untuk daerah tertentu yang tingkat
25
pembangunannya mengakibatkan peningkatan NJOP-nya terlalu besar,
maka NJOP ditetapkan setahun sekali. Dalam hal penetapan nilai jual
mentri keuangan RI mendengar pertimbangan gubernur serta
memperhatikan asas self assessment (wajib pajak diberi kepercayaan
untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang).
3. Dasar penghitungan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah NJKP yang
ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-
tingginya 100% dari NJOP.
4. Rumusan menghitung PBB untuk menghitung besarnya PBB yang terutang
adalah dengan cara mengalihkan tarif pajak yang besarnya 0,5% (lima per
sepuluh persen) dari NJKP (pasal 7 UUPBB).
26
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan Normatif adalah salah satu pendekatan yang dilakukan dengan cara
melihat, mengumpulkan, menelaah dan mempelajari peraturan perundang-
undangan, literatur-literatur serta dokumen-dokumen, doktrin-doktrin hukum dan
sistem hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
Pendekatan empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat,
mengumpulkan, dan mempelajari semua informasi mengenai penerapan hukum
didalam perakteknya, dalam hal ini menyangkut dengan penerapan sanksi
administrasi terhadap ketidak patuhan membayar pajak bumi dan bangunan di
Kabupaten Lampung Utara.
3.2 Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-
bahan kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-
literatur lainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
27
3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan (Library Research) atau setudi dokumen, untuk
memperoleh data sekunder dipergunakan studi kepustakaan,yang dilakukan
denagn cara membaca, mempelajari, mengutip, dan merangkum data yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
b. Studi Lapangan, untuk memperoleh data primer adalah dengan cara
mengadakan pengamatan langsung di tempat yang dijadikan obyek penelitian,
dengan mengadakan wawancara yang ditujukan kepada responden yang
ditentukan secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara
tunjuk, karena mereka inilah yang mengetahui permasalahan yang diteliti.
Responden terdiri dari:
a) Ibu Hj. Nuraini Shoheh, S.IP., selaku Koordinator penerimaan PBB di
Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara.
b) Bapak Nizar Agung, S.H., selaku Kepala seksi penerimaan dan penagihan
PBB Dipenda Kabupaten Lampung Utara.
c) Bapak Badarrudin selaku Juru sita dan penagihan PBB KP-PBB Kota
Bumi.
d) Wajib PBB (10 orang) dengan asumsi bahwa sampel tersebut memahami
tentang arti penting PBB.
28
3.3.2 Prosedur Pengolahan Data
Apabila data yang telah dikumpulkan baik itu data primer maupun sekunder
kemudian diolah melalui tahapan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (Editing), yaitu memeriksa data yang telah diperoleh secara
keseluruhan untuk mendapatkan akurasi data yang berhubungan dengan
penelitian dan memastikan tidak terjadi kesalahan dalam data yang akan
dijadikan bahan analisis.
b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data yang telah dievaliasi dan
dikategorisasi menurut bahasanya masing-masing setelah dianalisis agar
sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini.
c. Sistematisasi data, yaitu penyusunan data secara kronologis terhadap data
yang telah diedit dan diklasifikasikan agar mudah dianalisis.
3.4 Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang diwujudkan
dengan cara menggambarkan kenyataan atau keadaan-keadaan atas suatu obyek
dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihah-pihak
yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Hasil analisis tersebut
kemudian diinterprestasikan guna memberikan gambaran yang jelas terhadap
permasalahan yang diajukan.
29
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Sungkai Selatan
4.1.1 Keadaan Wilayah
Kecamatan Sungkai Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Lampung Utara. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 19.419 Ha, yang berbatas
wilayah dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sungkai Utara,
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungkai Tengah,
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sungkai Barat,
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Hulu Sungkai.
Kecamatan ini terbagi dalam 10 (sepuluh) Kampung dan 3 (tiga) Kelurahan, 62
(enam puluh dua) dusun, 145 (seratus empat puluh lima) Rukun warga dan 445
( empat ratus empat puluh lima) Rukun tetangga, kampung dan kelurahan tersebut
adalah: Ketapang, Banjar Ketapang, Kota Agung, Gedung Ketapang, Karang Rejo
I, Sidodadi, Labuhan Ratu Kampung, Labuhan Ratu Pasar, Bumi Ratu dan Sinar
Galih.
30
4.1.2 Keadaan Penduduk
Kecamatan Sungkai Selatan merupakan salah satu kampung di Kabupaten
Lampung Utara dan jumlah penduduk Kecamatan Sungkai Selatan sampai dengan
tahun 2008 mencapai 97.555 orang dan berkepadatan per Km2 mencapai 502
jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 22.459 KK, jumlah penduduk laki-laki
47.044 orang dan jumlah penduduk perempuan 50.511 orang
Untuk dapat lebih jelas memahami kondisi sosial ekonomi penduduk Kecamatan
Sungkai Selatan, berikut ini disajikan data jumlah penduduk berdasarkan tingkat
pendidikan dan berdasarkan mata pencariannya.
Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelaminnya di kecamatan Sungkai Selatan
No Tingkat pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah1 Tidak sekolah 6350 7259 136092 SD tidak tamat 7235 8270 155053 SLTP 8572 9787 183594 SMU/SMK/Sederajat 7237 8308 155815 Diploma 564 645 11916 Sarjana 381 435 8167 Pasca Sajana - - -
jumlah 30339 34704 65061(Sumber: Data Monografi Kecamatan Sungkai Selatan tahun 2008
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian dan jenis kelaminnya di Kecamatan Sungkai Selatan
No Mata Pencarian Laki-laki Perempuan Jumlah1 Pertanian 31989 36568 685572 Perkebunan 10 - 103 Industri Kecil 3151 3603 67544 Industri Pabrik 1082 1236 23165 Perdagangan dan Jasa 5221 5969 111906 Lain-lain
(PNS,TNI.POLRI)5598 6399 11997
jumlah 47051 53775 100824(Sumber: Data Monografi Kecamatan Sungkai Selatan Tahun 2008)
31
Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa penduduk Kecamatan Sungkai Selatan
masih banyak yang berpendidikan rendah dan memiliki penghasilan yang rendah
pula. Asumsi ini ditujukan dengan masih banyaknya penduduk yang tidak sekolah
atau tidak tamat SD dan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani,
baik petani penggarap atau petani mandiri yang lahan garapanya tidak luas
(kurang dari 2 Ha)
Untuk dapat mengetahui jumlah wajib pajak PBB di Kecamatan Sungkai Selatan
digunakan laporan tahunan pemerintah PBB Kecamatan Sungkai Selatan. Laporan
tersebut berisi jumlah penduduk, target, realisasi dan jumlah pajak yang terhutang.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Hj. Nuraini Shoheh, S.IP. pada tanggal 10
Maret 2009, bahwa data yang ada tersebut sewaktu-waktu dapat berubah baik
mengenai jumlah wajib pajaknya maupun jumlah penerimaannya. Untuk dapat
mengtahui jumlah wajib pajak di Kecamatan Sungkai Selatan di bawah ini
disajikan data jumlah wajib pajak PBB tahun 2008 yang dirinci berdasarkan
kampung.
Tabel 3. Jumlah wajib pajak perkampung di Kecamatan Sungkai Selatan
No Kampung / Kelurahan Jumlah WP1 Ketapang 9802 Banjar Ketapang 1.0253 Kota Agung 3504 Gedung Ketapang 6315 Karang Rejo I 6806 Sidodai 1.5737 Labuhan Ratu Kampung 7058 Labuhan Ratu pasar 1.3509 Bumi Ratu 2.06610 Sinar Galih 2.773
Jumlah 12.133(Sumber: laporan penerimaan PBB Kecamatan Sungkai Selatan tahun 2008)
32
Dari data di atas (tabel 1dan 2), diperoleh gambaran awal bahwa kelalaian
membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan dikarenakan keadaan ekonomi
masyarakat, hal ini didasarkan pada data tentang keadaan ekonomi penduduk
yaitu kurang lebih 12,2% dari total penduduk Kecamatan Sungkai Selatan.
Untuk mengatasi kondisi seperti diatas, pemerintahan pusat telah membuat
kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteru Keuangan RI Nomor
362/KMK.04/1999 tentang Pengurangan PBB.
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) SK Menteri Keuangan RI Nomor
362/KMK.04/1999 dikemukakan bahwa, dalam kondisi tertentu wajib pajak dapat
mengajukan pengurangan PBB dengan alasan:
a. Objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/perternakan yang
hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh
wajib pajak orang pribadi.
b. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat
adanya pembangunan atau perkembangan ekonomi.
c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan
sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi.
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehinggakewajiban PBB-nya sulit
dipenuhi.
33
e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh veteran
pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.
f. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai,dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius
sepanjang tahun sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan
Berdasarkan Pasal 3 SK Menteri Keuangan Nomor 362/KMK.04/1999
pengurangan PBB diberikan atas pajak yang terutang yang tercantum dala Surat
Pemberutahuan Paja Terhutang (SPPT) atau Surat Keterapan Pajak (SKP)
Sedangkan tujuan pemberian pengurangan PBB berdasarkan pasal 5 SK Menteri
Keuangan RI Nomor 362/KMK.04/1999 adalah untuk meringankan wajib pajak
PBB tertentu agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik dan untuk
mendapatkan pengurangan PBB, wajib pajak PBB bersangkutan dapat
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor PelayananPajak PBB yang
menerbitkan SPPT atau SKP dengan mensantumkan besarnya persentase
pengurangan yang dimohonkan.
4.2. Penerapan Sanksi Administrasi Tehadap Ketidakpatuhan Membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan
4.2.1 Jenis Sanksi Administrasi PBB yang Dilakssanakan di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Hj. Nuraini Shoheh, S.IP selaku
Koordinator penerimaan PBB Kecamatan Sungkai Selatan, diperoleh keterangan
bahwa jenis sanksi yang dilaksanakan di kecamatan ini adalah sanksi aministrasi
berupa bunga sebesar 2% perbulan dari pokok pajak terutang yang penagihan
34
pajaknya berdasarkan SPPT bukan berdasarkan SKP. Alasan pengenaan sanksi
tersebut adalah agar wajib pajak PBB segera membayar kewajibannya sehingga
target anggaran yang berasal dari PBB dapat tercapai dan terciptanya tertib
administrasi bidang perpajakan serta adanya kepastian hukum dalam hal
pemilikan, penguasaan dan atau pemanfaatan objek PBB.
Untuk lebih memperjelas alur penerapan sanksi, beliau juga memaparkan proses
pelaksanaan sanksi yaitu:
a. Setelah SPPT disampaikan oleh petugas pemungut pajak tingkat Desa (kepala
desa dibantu bayan/RT) kepada wajib pajak, si wajib pajak tidak
melaksanakan kewajibannya yaitu membayar PBB-nya dalam toleransi waktu
yang diberikan (6 bulan).
b. Setelah itu petugas pemungut pajak tingkat desa (kepala desa dibantu
bayan/RT) akan memberitahukan bahwa wajib pajak dimaksud belum
memenuhi kewajibannya yaitu membayar PBB dalam waktu yang telah
ditentukan.
c. Baru setelah itu wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% per bulan dari pokok pajak ang dihitung setelah lewat masa
toleransi pembayaran PBB (6 bulan) dan pembayaran dilakukan di Bank
Rakyar Indonesia (BRI) Unit Kota Bumi atau dapat dititipkan kepada kolektor
pemungut pajak (pamong desa atau kecamatan) lalu pamong desa/kecamatan
membayarkannya ke BRI Unit Kota Bumi beserta bunganya.
35
Berikut ini disajikan contoh penghitungan PBB yang terlambat bayar dan telah
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari pokok
pajak terhutang.
SPPT tahun 2008 diterima pada tanggal 1 Maret 2008 dengan pajak terhutang sebesar Rp. 100.000.- (seratus ribu rupiah). Sesuai dengan ketentuan UU jatuh tempo pembayaran PBB tersebut adalah 6 (enam) bulan setelah SPPT diterima yaitu tanggal 31 Agustus 2008.dalam contoh kasus ini si wajib pajak baru membayar pada tanggal 21 Oktober 2008, jadi terlambat sebulan 20 (dua puluh) hari maka dihitung menjadi 2 bulan.besarnya denda yang dikenakan adalah 2 x 2% x Rp.100.000,-= Rp.4000,-.
Jadi pajak yang harus dibayar adalah RP.100.000 + Rp.4000, = Rp.104.000,-.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nizar Agung,S.H.tempat
pembayaran PBB untuk wilayah Kecamatan Sungkai Selatan baik yang tepat
waktu atau yang menunggak adalah Bank Rakyat Indonesia Unit Kota Bumi atau
dapat dititipkan kepada pamong desa/kecamatan. Sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% per bulan dari pokok pajak adalah sanksi yang wajar dikenakan
terhadap wajib pajak PBB yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Dari uraian diatasdapat disimpulkan bahwa penagihan PBB di Kecamatan
Sungkai Selatan hanya berdasarkan SPPT, sedangkan penagihan dengan
menggunakan SKP tidak ada oleh karena itu penagihan pajak dengan surat paksa
dan jenis sanksi administrasi berupa penyitaanobjek pajak yang belum pernah ada.
4.2.2 Penerapan Sanksi Administrasi PBB di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Badarrudin selaku juru sita dan penagihan
PBB KP-PBB Kota Bumi pada tanggal 15 Maret 2009 bahwa wajib pajak PBB
Kecamatan Sungkai Selatan yang belum melaksanakan kewajibannya cukup
36
banyak, hal ini dapat dilihat pada tabel jumlah penunggak PBB tahun 2008
dibawah ini.
Tabel 4. Jumlah wajib pajak yang menunggak dan jumlah tunggakan tahun 2008
No Kampung/Kelurahan Jumlah WP Penunggakan Tunggakan (RP)
1 Ketapang 980 225 8,013,5302 Banjar Ketapang 1025 256 17,127,9893 Kota Agung 350 71 9,081,0824 Gedung Ketapang 631 180 17,014,6615 Karang Rejo I 680 205 29,965,2466 Sidodai 1573 558 25,858,1377 Labuhan Ratu Kampung 705 251 60,659,9868 Labuhan Ratu pasar 1350 532 25,547,9479 Bumi Ratu 2066 927 75,254,10110 Sinar Galih 2773 1125 63,605,122
Jumlah 12133 5318 332.127.801(Sumber: Laporan Tahunan KP-PBB Kota Bumi 2008)
Berdasarkan table diatas, dapat disimpulkan bahwa tunggakan PBB di Kecamatan
Sungkai Selatan tahun 2008 adalah Rp.33,127,801,- (tiga ratus tiga puluh dua juta
seratus dua puluh tujuh ribu delapan ratus satu rupiah) dari 5.318 (lima ribu tga
ratus delapan belas) wajib pajak yang menunggak. Jadi lebih kurang 57,22% (lima
puluh tujuh koma dua puluh dua persen) dari 12.133 (dua belas ribu seratus tiga
puluh tiga) wajib pajak PBB di Kecamatan Sungkai Selatan yang menunggak
PBB dan terkena sanksi administrasi.
Kemudian setelah diberitahukan bahwa wajib pajak dimaksud belum
melaksanakan kewajibannya dan selanjutnya dikenakan sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% dari pokok pajak, terlihat bahwa hanya sedikit sekali
yang melaksanakan kewajibannya yaitu hanya 8,14% dari jumlah wajib pajak
yang menunggak tetapi jika dilihat angka nominalnya maka jumlahnya sangat
37
signifikan yaitu Rp.101,913,711 (seratus satu juta sembilan ratus tiga belas ribu
seratus tujuh puluh tujuh rupiah) atau kurang lebih 31% dari target penerimaan
PBB Kecamatan Sungkai Selatan.
Pemungutan dan pengenaan sanksi kepada wajib pajak yang tunggakan pajaknya
lebih dari Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah) adalah dalam rangka penerapan
pemungutan sehingga pendapatan yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan
dengan biaya pemungutan PBB
Dari hasil wawancara dengan Ibu Hj. Nuraini Shoheh, S.IP, keadaan mengenai
masih banyaknya wajib pajak yang belum membayar dikarenakan beberapa hal
yaitu:
a. Adanya kemungkinan SPPT tidak sampai pada yang bersangkutan atau tidak
diterima oleh wajib pajak PBB, bias dikarenakan alamat wajib pajak PBB
tidak jelas, tidak diketahui siapa wajib pajak PBB-nya atas suatu objek pajak.
b. Kurangnya petugas pemungut pajak, yaitu hanya sebanyak 5 (lima) orang per
kampong/kelurahan.
c. Adanya petugas kolektor yang tidak bertanggung jawab sehingga
mengakibatkan tidak sampainya SPPT atau bahkan tidak disetorkannya uang
pajak.
d. Kesadaran wajib pajak untuk membayar PBB yang masih rendah sehingga
menyebabkan mereka malas untuk melaksanakan kewajibannya.
e. Wajib pajak kurang mengerti manfaat dari membayar PBB.
38
Dari hasil wawancara dengan Bapak Nizar Agung, S.H. selaku Kasi Penerimaan
dan Penagihan PBB Dipenda Kabupaten Lampung Utara, beliau mengemukakan
bahwa aparat pemerintah Kecamatan Sungkai Selatan juga mempunyai tugas agar
pelaksanaan sanksi administrasi berjalan dengan baik dan lancar, seperti tugas
yang dilakukan oleh camat yang selain sebagai kepala wilayah juga mempunyai
tugas di bidang penerimaan PBB yaitu:
a. Selaku penanggung jawab penerimaan PBB pada 10 (sepuluh) kampung.
b. Mengawasi dan memantau terhadap penerimaan PBB dan penerapan undang-
undang perpajakan terutama PBB.
c. Mengawasi dan bertanggung jawab atas penerimaan ketetapan PBB kampung
se-Kecamatan Sungkai Selatan.
d. Mengambil kebijakan atau rekomendasi sesuai dengan kewenangannya setelah
terlebih dahulu berkoordinasi dengan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Lampung Utara atau Kantor Pelayanan Pajak PBB Kota Bumi.
e. Dalam melaksanakan tugasnya camat dibantu oleh pembantu kolektor
(penerimaan) kecamatan sekaligus bertugas selaku koordinator penerimaan
dan bertanggung jawab atas pengendalian penerimaan dan penanganan
permasalahan PBB, yaitu:
a) Melaksanakan pemantauan terhadap permasalahan PBB yang berkaitan
dengan pokok-pokok ketetapan, potensi daerah, realisasi penerimaan,
piutang pajak, realisasi penerimaan piutang pajak, pelaksanaan dan
pengawasan sanksi hukum yang telah ditetapkan, usaha-usaha dalam
pemantauan dan pencarian tunggakan.
39
b) Menangani dalam hal terdapat permohonan keberatan dan atau
pengurangan PBB antara lain: pengajuan tentang keberatan kelas tanah
atau kelas bangunan, luas bangunan atau luas tanah, salah nama atau
alamat wajib pajak dan objek pajak.
c) Ketetapan PBB yang menyangkut antara lain; penyampaian SPPT, objek
atau subjek yang tidak jelas, adanya SPPT ganda.
d) Pendataan dan penilaian antara lain menyangkut; Data banyak yang tiak
seuai dengan objek atau subjek, masih bayak objek atau subjek yang
tidak terdaftar.
e) Proses pembayaran misalnya: STSS (surat tanda terima setoran) belum
sampai ke Bank tempat pembayaran, mengatasi STSS yang belum
masuk dengan menggunakan terlebih dahulu TTS (tanda terima
sementara).
f) Membantu pemecahan masalah PBB dan mengikuti rapat-rapat
koordinasi antara dinas dalamrangka optimalisasi pemungutan.
Menurut Bapak Badarrudin, dalam rangka mengatasi permasalahan
ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar PBB-nya Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Utara melakukan pendekatan secara persuasif yaitu dengan
mempengaruhi, mendidik dan memberikan penjelasan tentang pentingnya pajak
kepada wajib pajk itu sendiri serta menggali permasalahan yang menjadi kendala
masyarakat dalam membayar PBB. Sehingga dapat diketahui sebab - sebab dari
ketidakpatuhan tersebut dan pemecahannya. Apabila wajib pajak tidak mampu
membayar PBB-nya maka ia dapat mengajukan keberatan dengan dibantu oleh
aparat kecamatan yang membidangi pemungutan pajak khususnya PBB dalam
40
membuat surat permohonan pengurangan PBB dengan ketentuan yang sudah
diatur dalam Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 362/KMK.04/1999
tentang pemberian pengurangan PBB, yaitu:
a. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau
perseorangan.
b. Dalam hal permohonan pengurangan pajak terutang diajukan secara
perorangan, maka wajib pajak harus melampirkn:
a) Fotokopi SPPT/ SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan
pengurangannya.
b) Fotokopi tanda anggota veteran bagi anggota veteran.
c. Dalm hal permohonan pengurangan pajak terutang diajukan secara kolektif
dapat diajukan sebelum SPPT ditertibkan, selambat-lambatnya tanggal 10
Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui:
a) Pemerintah daerah setempat, atau
b) Organisasi Liguin Veteran Republik Indonesia, bagi anggota veteran
d. Dalam hal permohonan pengurangan pajak terutang diajukan oleh wajib pajak
maka harus melampirkan:
a) Fotokopi SPPT/ SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan
pengurangannya,
b) Fotokopi SPT PPH dari tahun pajak terakhir beserta lampirannya ,dan
c) Laporan keuangan.
e. Permohonan pengurangan pajak terutang sebagai mana dimaksud dalam Pasal
2 Angka (2) harus melampirkan surat keterangan dari pemerintah daerah
setempat/instansi terkait.
41
f. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang
apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas objek yang sama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketentuan dan penerapan sanksi
administrasi bertujuan untuk menumbuhkan kepatuhan wajib pajak dalam
menunaikan kewajibannya. Dalam rangka menambah penerimaan Negara dan
tujuan lain yaitu tertib administrasi.
4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sanksi Administrasi PBB di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara
Pelaksanaan sanksi administrasi terhadap wajib pajak di Kecamatan Sungkai
Selatan masih menghadapi hambatanb - hambatan yang cukup menyulitkan bagi
penerapan sanksi tersebut. Berikut ini akan disajikan keterangan dari koordinasi
kolektor PBB kecamatan Sungkai Selatan dan juru sita dan penagihan Kabupaten
Lampung Utara.
Menurut koordinator kolektor PBB Kecamatan Sungkai Selatan, faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan sanksi tersebut dalah:
a. Kurangnya data tentang objek pajak dan subjek pajak sehingga fiskus
mengalami kesulitan dalam menentukan siapa wajib pajaknya dan berapa nilai
riil pajaknya.
b. Kurangnya kesadaran wajib pajak mengenai pentingnya membayar pajak,
masyarakat wajib pajak beranggapan bahwa pajak merupakan beban
masyarakat kecil, hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah
dan kurang adanya penyuluhan tentang pentingnya pajak khususnya PBB.
42
c. Masih terdapat wajib pajak yang tidak mengetahui bahwa tanah atau bangunan
yang ia miliki adalah merupakan objek PBB. Hal ini disebabkan karena
terdapat objek pajak yang telah disewakan kepada orang lain untuk waktu
yang cukup lama dan menggunakan perjanjian sewa menyewa yang kurang
jelas atau bahkan hanya perjanjian lisan.
d. Kurangnya sosialisasi dari aparat perpajakan dan kurangnya peran serta
petugas kntor pelayanan pajak PBB di kelurahan, hal ini disebabkan tidak
aktifnya petugas teknis kantor pelayanan pajak PBB atau petugas yang
ditunjuk oleh kantor pelayanan pajak PBB dalam tugas pelayanan yang efektif
dan efisien.
Sedangkan menurut Bapak Badarrudin selaku juru sita dan penagihan PBB KP-
PBB Kota Bumi, faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sanksi tersebut
adalah:
a. Faktor data, data yang tidak akurat mengenai subjek pajak, objek pajak dan
nilai objek pajak sehingga menyulitkan pemberian SPPT kepada wajib pajak,
b. Faktor wajib pajak, wajib pajak kurang menyadari pentinnya membayar pajak
dan kurang tepatnya waktu pembayaran pajak.
c. Faktor aparat-aparat yang ada dilapangan yang berfungsi sebagai ujung
tombak penagihan pajak tidak secara serius melaksanakan kewajibannya.
43
4.3 Upaya yang Ditempuh dalam Penerapan Sanksi Administrasi
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Hj. Nuraini Shoheh, S.IP, diperoleh
keterangan banwa Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara khususnya
Kecamatan Sungkai Selatan dalam rangka optimalisasi dan pelaksanaan sanksi
administrasi telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Memberikan himbauan atau tegurn kepada wajib pajak PBB yang terkena
sanksi agar patuh dan segera melaksanakan kewajibannya. Pemberitahuan dan
teguran tersebut dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait,
sepertiaparat kampung, aparat kecamatan, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lampung Utara dan Dipenda Kabupaten Lampung Utara.
b. Mengadakan pendekatan secara persuasif yaitu pendekatan langsung kepada
wajib pajak PBB yang bersangkutan sehingga dapat diketahui sebab tidak
dibayarnya PBB.
c. Mengadakan penyuluhan tentang PBB sehingga diharapkan dengan
penyuluhan tersubut, agar masyarakat tergugah untuk membayar PBB-nya.
d. Mendidik aparat pemungut pajak/ kolektor PBB sehingga diharapkan aparat
tersebut dapat menjadi aparat yang profesional dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya.
e. Mengadakan pendataan ulang mengenai objek dan wajib pajak sehingga baik
data yang sudah ada atau data yang belum ada dapat diperjelas statusnya.
f. Mengadakan bulan bakti penerimaan PBB setiap tahun. Pada bulan ini para
kolektor PBB mengadakan penagihan kepada wajib pajak PBB, memberikan
penyuluhan dan memberikan himbauan kepada wajib pajak PBB dengan
44
tujuan pada akhir periode nanti target peneriman PBB dapat tercapai tanpa
menghadapi hambatan yang berarti.
g. Mengadakan koordinasi rutin antara kolektor PBB tingkat kampung, kolektor
PBB tingkat kecamatan dengan KP-PBB Kota Bumi dalam rangka penyatuan
visi dan misi mengenai cara pemungutan PBB di Kabupaten Lampung Utara
khususnya Kecamatan Sungkai Selatan.
45
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dalam bab terdahulu, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
a. Penerapan sanksi administrasi terhadap ketidakpatuhan membayar PBB di
Kecamatan Sungkai Selatan belum berjalan sebagaimana mestinya.
dikarenakan masih banyak kendala yang dihadapi baik yang berasal dari wajib
pajak, objek pajak ataupun yang berasal dari aparat pemungut sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% dari pokok pajak, meskipun nunggak
wajib Pajak masih harus tetap membayar denda tunggakannya.
b. Faktor yang mempengaruhi penerapan sanksi administrasi di Kecamatan
Sungkai Selatan antara lain, kurangnya data tentang objek pajak dan subjek
pajak, kurangnya kesadaran wajib pajak mengenai pentingnya membayar
pajak, masih terdapat wajib pajak yang tidak mengetahui bahwa tanah atau
bangunan yang ia miliki adalah merupakan objek pajak, kurangnya sosialisasi
dari aparat perpajakan dan kurangnya peran serta petugas kantor pelayanan
pajak PBB di kelurahan,
46
5.2 Saran
Dalam rangka pencapaian tujuan pemungutan pajak yaitu tercapainya target
penerimaan pajak dan tercapainya tertib administrasi perpajakan, disarankan agar
pemerintah daerah (fiskus) melakukan hal dibawah ini:
a. Sosialisasi terhadap wajib pajak harus dilakukan secara berkesinambungan
agar masyarakat semakin mengerti arti penting pajak dan diharapkan dengan
pemahaman masyarakat akan arti penting pajak, maka mereka mau untuk
melaksanakan kewajibannya secara sukarela.
b. Hendaknya diberikan pendidikan lanjutan bagi para petugas pemungut pajak
baik tingkat kampung maupun tingkat kecamatan agar mereka semakin
memahami teknik pemungutan pajak yang baik sehingga diharapkan proses
pemungutan dan penerapan sanksi administrasi dapat dilakukan secara
profesional.
47
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul........................................................................................ iAbstrak...................................................................................................... iiHalaman Persetujuan............................................................................... iiiHalamam Pengesahan.............................................................................. ivRiwayat Hidup........................................................................................... vMotto.......................................................................................................... viKata Pengantar......................................................................................... viiDaftar Isi.................................................................................................... viii
BAB I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 11.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup...................................................... 51.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 51.4 Kegunaan Penelitan.............................................................................. 6
1.4.1 Kegunaan Teoritis........................................................................61.4.2 Kegunaan Praktis..........................................................................6
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang PBB............................................................................72.1.1 Pengertian PBB ...............................................................................72.1.2 Objek PBB………………………………………………………...72.1.3 Subjek PBB......................................................................................10
2.2 Tinjauan Tentang Sanksi Administrasi.....................................................112.2.1 Pengertian Sanksi Administrasi dan Ketidakpatuhan Wajib Pajak..112.2.2 Jenis Sanksi Administrasi ................................................................132.2.3 Sanksi Administrasi Dalam UUPBB ..............................................172.2.4 Pengertian Ketidakpatuhan………………………………………..192.2.5 Jenis Ketidak patuhan wajib pajak PBB..........................................20
2.3 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan PBB..............................................21
2.4 Dasar hukum penerapan sanksi administrasi.............................................22
2.5 Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung PBB...........................................23
48
BAB III.METODELOGI PENELITAN HUKUM
3.1 Penedekatan Masalah…....................................................................... 253.2 Sumber Data………............................................................................ 253.3 Prosedur Pengumpulan dan pengolahann Data.....................................26
3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data....................................................... 263.3.2 Prosedur Pengolahan Data ......................................................... 27
3.4 Analisis Data........................................................................................ 27
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Sungkai Selatan………………………...28
4.1.1 Keadaan Wilayah……………………………………………….284.1.2 Keadaan Penduduk……...……………………………................29
4.2 Penerapan Sanksi Administrasi Tehadap Kelalaian Membayar PBB di Kecamatan Sungkai Selatan…..…………….…………………324.2.1 Jenis Sanksi Administrasi yang Dilaksanakan di Kecamatan
Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara……………………...324.3.2 Penerapan Sanksi Administrasi di Kecamatan Sungkai-
Selatan Kabupaten Lampung Utara………………………………354.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Sanksi Administrasi
di Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara…………….404.4 Upaya yang Ditempuh dalam Penerapan Sanksi Administrasi…….……41
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan………………………………………………………………44
5.2 Saran…………………………………………………………………..45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
49
Skripsi ini di Download dari-----------------------------------------------
Datakomputer.Com--------------------------------------------------------------------------------------------------
RIBUAN FILE SKRIPSI GRATIS
GAK USAH BAYAR
Software, Skripsi, Tutorial, Shop, Forum, Media sosial
50