11
BAB II PEMBAHASAN LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN A. Hadist ن ع و ي ب ا د ي ع س در خ ل ا ي ض ر له ال ه ن ع ن ع ي ب لن ا ص.م ال$ ق م ك ا ّ : ايوس ل خ ل وا ي ف, $ ات$ رق لط ا وا ل ا$ ق ا : يول س ر له ال ما ا ي ل ن م ا ي س ل ا خ مّ د ي= تّ د خ> ت ن ال$ ق$ قا, ه ي فول س ر له ال ص.م ا اذ : ق م$ تH نI ب اّ لا ا س ل خ م ل ا وا عط ا ق$ ق ي رّ لط ا وا ل ا$ ه, قّ $ ق ح : وماّ $ ق ح$ ق ي رّ لط ا ا يول س ر له ال ؟ ال$ قّ ض ع: ر, ص ب ل اّ ف ك وّ , ورذ ي لاذ ا ر ملام, وا لاّ س ل ا ي هّ لي , وا روف مع ل ا ي ن عرواه( , ر ك ي م ل ا اري خ ت ل ا و) م سل مDiriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda, "Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Para sahabat berkata, "Ya Rasulullah, kami duduk di situ untuk mengobrol, kami tidak bisa meninggalkannya." Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan tempat itu maka kalian harus menunaikan hak jalan." Para sahabat bertanya, "Apa hak jalan itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, membuang hal-hal yang mengganggu di jalan, menjawab salam, memerintahkan perkara ma'ruf, dan melarang perbuatan mungkar," (H.R Bukahri dan Muslim). 1 1 Shabir Muslich, Drs. M.A, Terjemah Riyadhus Shalihin II, PT. Karya Toha Putra Semarang, Semarang : 2004. 1

makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

  • Upload
    afif

  • View
    496

  • Download
    13

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

BAB II

PEMBAHASAN

LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

A. Hadist

: اّي�اكم قال ص.م النبي عن عنه الله رضي الخدر سعيد ابي وعن

من لن!!ا م!!ا الل!!ه رس!!ول : ّي!!ا الطرق!!ات, ق!!الوا في والجل!!وس

� ابيتم : ف!!اذا ص.م الله رسول فيها, ققال نتحد�ث بد� مجالسنا اّال

ه, ق!!الوا الط�رّي!!ق ف!!اعطوا المجلس ّي!!ا الط�رّي!!ق ح!!ق� : وم!!ا حق!!�

الم, واّالمر اّالذي, ورّد� البصر, وكّف� : غّض� قال ؟ الله رسول الس�

مسلم( و البخاري المنكر, )رواه عن بالمعروف, والن�هي

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri r.a, bahwasanya Nabi saw. pernah bersabda,

"Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan." Para sahabat berkata, "Ya

Rasulullah, kami duduk di situ untuk mengobrol, kami tidak bisa meninggalkannya."

Beliau bersabda, "Jika kalian tidak mau meninggalkan tempat itu maka kalian harus

menunaikan hak jalan." Para sahabat bertanya, "Apa hak jalan itu ya Rasulullah?"

Beliau menjawab, "Menundukkan pandangan, membuang hal-hal yang mengganggu

di jalan, menjawab salam, memerintahkan perkara ma'ruf, dan melarang perbuatan

mungkar," (H.R Bukahri dan Muslim).1

 

Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azb r.a, ia berkata, "Nabi saw. melintas di majelis

orang-orang Anshar, lalu beliau bersabda, "Jika kalian enggan meninggalkan tempat

tersebut maka tunjukilah si penanya jalan, jawablah salam dan tolonglah orang yang

teraniaya'," (Shahih, HR Abu Dawud ath-Thayalisi [710] dan at-Tirmidzi [2726]).

Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. mendatangi

kami pada saat kami duduk-duduk di pinggir jalan. Lalu beliau bersabda, 'Janganlah

kalian duduk-duduk di pinggir jalan ini sebab ini adalah majelisnya syaitan. Jika 1 Shabir Muslich, Drs. M.A, Terjemah Riyadhus Shalihin II, PT. Karya Toha Putra Semarang, Semarang : 2004.

1

Page 2: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

kalian enggan meninggalkannya maka tunaikanlah hak jalan.' Lantas Rasulullah saw.

pergi. Aku berkata, 'Rasululllah saw. bersabda, 'Tunaikanlah hak jalan dan aku belum

bertanya apa hak jalan itu.' Maka akupun mengejarkan dan bertanya, 'Ya Rasulullah,

anda katakan begini dan begitu, lalu apa hak jalan itu?' beliau menjawab, 'Hak jalan

adalah menjawab salam, menundukkan pandangan, tidak mengganggu orang lewat,

menunjuki orang yang tersesat, dan menolong orang yang teraniaya'," (Hasan

lighairihi, HR ath-Thahawi dalam kitab Musykilul Atsar [165]).

B. Penjelasan Kebahasaan

Ungkapan beliau: “mâ lanâ min majâlisinâ buddun” [kami tidak punya

(pilihan) tempat duduk-duduk” maksudnya adalah kami membutuhkan untuk

duduk-duduk di tempat-tempat seperti ini, karena adanya faedah yang kami

dapatkan.

Ungkapan beliau : “fa a’thû ath-tharîqa haqqahu” [berilah jalan tersebut haknya]

maksudnya adalah bila kalian memang harus duduk di jalan tersebut, maka

hendaklah kalian memperhatikan etika yang berkaitan dengan duduk-duduk di

jalan dan kode etiknya yang wajib dipatuhi oleh kalian.

Ungkapan beliau : “ghadl-dlul bashar” [memicingkan pandangan] maksudnya

adalah mencegahnya dari hal yang tidak halal dilihat olehnya.

Ungkapan beliau : “kufful adza” [mencegah (adanya) gangguan] maksudnya

adalah mencegah adanya gangguan terhadap pejalan atau orang-orang yang lewat

disana, baik berupa perkataan ataupun perbuatan seperti mempersempit jalan

mereka, mengejek mereka dan sebagainya.

C. Periwayat Hadits

Beliau adalah seorang shahabat yang agung, Abu Sa’îd, Sa’d bin Mâlik bin

Sinân al-Khazrajiy al-Anshâriy al-Khudriy. Kata terakhir ini dinisbatkan kepada

Khudrah, yaitu sebuah perkampungan kaum Anshâr. Ayah beliau mati syahid pada

perang Uhud. Beliau ikut dalam perang Khandaq dan dalam Bai’atur Ridlwân.

2

Page 3: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

Meriwayatkan dari Nabi sebanyak 1170 hadits. Beliau termasuk ahli fiqih juga ahli

ijtihad kalangan shahabat dan wafat pada tahun 74 H.

D. Faedah-Faedah Hadits Dan Hukum-Hukum Terkait

Diantara tujuan agama kita adalah untuk mengangkat derajat masyarakat

Islam kepada hal-hal yang agung, kemuliaan akhlaq dan keluhuran etika.

Sebaliknya, menjauhkan seluruh elemennya dari setiap budipekerti yang jelek dan

pekerjaan yang hina. Islam juga menginginkan terciptanya masyarakat yang

diliputi oleh rasa cinta dan damai serta mengikat mereka dengan rasa

persaudaraan (ukhuwwah) dan kecintaan.

Hadits diatas menunjukkan kesempurnaan dienul Islam dalam syari’at,

akhlaq, etika, menjaga hak orang lain serta dalam seluruh aspek kehidupan. Ini

merupakan tasyr’i yang tidak ada duanya dalam agama atau aliran manapun.

Asal hukum terhadap hal yang berkenaan dengan “jalan” dan tempat-

tempat umum adalah bukan untuk dijadikan tempat duduk-duduk, karena

implikasinya besar, diantaranya:

1) Menimbulkan fitnah,

2) Mengganggu orang lain baik dengan cacian, kerlingan ataupun

julukan,

3) Mengintip urusan pribadi orang lain,

4) Membuang-buang waktu dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.

Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam dalam hadits diatas memaparkan sebagian

dari kode etik yang wajib diketahui dan dipatuhi oleh para pengguna jalan, yaitu:

1) Memicingkan mata dan mengekangnya dari melihat hal

yang haram; sebab “jalan” juga digunakan oleh kaum wanita untuk lewat

dan memenuhi kebutuhan mereka. Jadi, memicingkan mata dari hal-hal

yang diharamkan termasuk kewajiban yang patut diindahkan dalam setiap

situasi dan kondisi. Allah berfirman:“Katakanlah kepada laki-laki yang

beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara

kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,

3

Page 4: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (Q.S.

24/an-Nûr:30).

2) Mencegah adanya gangguan terhadap orang-orang yang

berlalu lalang dalam segala bentuknya, baik skalanya besar ataupun kecil

seperti menyakitinya dengan ucapan yang tak layak; cacian, makian,

ghibah, ejekan dan sindiran. Bentuk lainnya adalah gangguan yang

berupa pandangan ke arah bagian dalam rumah orang lain tanpa

seizinnya. Termasuk juga dalam kategori gangguan tersebut; bermain

bola di halaman rumah orang, sebab dapat menjadi biang pengganggu

bagi tuannya, dan lainnya.

3) Menjawab salam; para ulama secara ijma’ menyepakati

wajibnya menjawab salam. Allah Ta’ala berfirman: “Apabila kamu

dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah pernghormatan itu

dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan yang serupa)…”. (Q.S.

4/an-Nisa’: 86). Dalam hal ini, seperti yang sudah diketahui bahwa

hukum memulai salam adalah sunnah dan pelakunya diganjar pahala.

Salam adalah ucapan hormat kaum muslimin yang berisi doa

keselamatan, rahmat dan keberkahan.

4) Melakukan amar ma’ruf nahi mungkar ; ini merupakan hak

peringkat keempat dalam hadits diatas dan secara khusus disinggung

disini karena jalan dan semisalnya merupakan sasaran kemungkinan

terjadinya banyak kemungkaran.

5) Banyak nash-nash baik dari al-Kitab maupun as-Sunnah

yang menyentuh prinsip yang agung ini, diantaranya firman Allah Ta’ala:

“dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan dan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari

yang mungkar…”. (Q.S. 3/Âli ‘Imrân: 104).

6) Dalam hadits Nabi, beliau Shallallâhu ‘alaihi wasallam

bersabda: “barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, maka

hendaklah dia mencegahnya dengan tangannya; jika dia tidak mampu,

4

Page 5: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya; yang

demikian itulah selemah-lemah iman”.

Banyak sekali nash-nash lain yang menyebutkan

sebagian dari kode etik yang wajib diketahui dan dipatuhi oleh para pengguna

jalan, diantaranya:

1) berbicara dengan baik,

2) menjawab orang yang bersin (orang yang bersin harus mengucapkan

alhamdulillâh sedangkan orang yang menjawabnya adalah dengan

mengucapkan kepadanya yarhamukallâh),

3) membantu orang yang mengharapkan bantuan,

4) menolong orang yang lemah,

5) menunjuki jalan bagi orang yang sesat di jalan,

6) memberi petunjuk kepada orang yang dilanda kebingungan,

7) mengembalikan kezhaliman orang yang zhalim, yaitu dengan cara

mencegahnya.2

E. Penjelasan :

1. Larangan keras duduk-duduk di pinggir jalan, sebab itu adalah majelis syaitan,

kecuali apabila hak jalan tersebut ditunaikan.

Abu Ja'far ath-Thahawi berkata dalam kitabnya Musykilul Atsar (I/158), "Coba

perhatikan atsar-atsar ini, ternyata kita dapati bahwa Rasulullah saw. melarang duduk

di pinggir jalan. Kemudian beliau membolehkannya dengan catatan harus

menunaikan hak-hak jalan tersebut sebagai syarat pembolehannya. Kita juga dapati

bahwa larangan duduk di pinggir jalan ditujukan bagi mereka yang tetapi ingin duduk

di pinggir jalan tetapi tidak menunaikan syarat-syarat tadi. Padahal duduk di tempat

tersebut dibolehkan bagi mereka yang dapat menjamin dirinya menunaikan syarat-

syarat dibolehkannya duduk di pinggir jalan." Dengan demikian, jelaslah perbedaan

antara larangan Nabi saw. dan pembolehannya. Dan masing-masing memiliki makna

yang berbeda dengan yang lainnya.

2 http://ranselhijau.wordpress.com/2009/04/18/kode-etik-bagi-pengguna-jalan/#more-231

5

Page 6: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

Hadits ini menunjukkan bolehnya menggunakan jalan umum selama tidak

mengganggu pengguna jalan. Jika demikian halnya maka secara akal, apabila duduk

di pinggir jalan dapat membuat sempit bagi pengguna jalan, tidak termasuk hal yang

dibolehkan oleh Rasulullah saw. Perkara seperti ini hukumnya sebagaimana yang

tercantum dalam hadits Sahl bin Mu'adz al-Juhani dari ayahnya, "Ketika areal

perumahan sudah semakin sempit hingga orang-orang menutup jalan untuk

perumahan, maka pada beberapa peperangan Rasulullah saw. memerintahkan untuk

diumumkan bahwa barangsiapa yang rumahnya sempit lantas ia menutup jalan untuk

perumahan maka tidak ada jihad baginya."

Oleh karena itu wajib bagi orang yang memiliki akal untuk memahami hadits

Rasulullah saw. yang beliau tujukan kepada ummatnya. Sesungguhnya beliau

berbicara kepada mereka agar mereka benar-benar berada di atas aturan agama

mereka, di atas adab yang berlaku dalam agama mereka, dan hukum-hukum yang

telah ditetapkan dalam agama mereka. Dan hendaklah ia mengetahui bahwa tidak ada

pertentangan di dalam hukum-hukum tersebut. Dan setiap makna yang beliau

lontarkan kepada mereka yang mengandung lafadz bertentangan dengan lafadz

sebelumnya merupakan lafadz yang memiliki makna yang sejenis dan dicari dari

masing-masing kedua makna tersebut. Apabila terdetik dalam hati mereka adanya

pertentangan atau perbedaan, berarti makna tersebut bukan seperti yang mereka duga.

Dan apabila sebagian orang tidak mengetahui makna tersebut, itu dikarenakan

kelemahan ilmunya, bukan karena adanya pertentangan sebagaimana apa yang

mereka sangka. Sebab Allah telah menjamin tidak ada pertentangan di dalamnya.

Allah berfirman :

"Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat

pertentangan yang banyak di dalamnya," (An-Nisaa': 82).3

3 Depag R.I, Al-Qur’an dan Terjemah, C.V Aneka Ilmu, Semarang : 2001.

6

Page 7: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

2. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Baari (XI/11), "Seluruh hadits-

hadits ini mengandung 14 adab yang aku susun dalam bait-bait berikut, "Ku

kumpulkan beberapa adab untuk mereka yang ingin duduk di pinggir jalan. Dari

sabda manusia terbaik. Tebarkan salam dan ucapan baik. Mengucapkan tasymit bagi

yang bersin. Membalas salam dengan baik. Membantu sesama dan menolong yang

teraniaya. Memberi minum bagi yang haus serta menunjukkan jalan dan kebaikan.

Menyuruh berbuat baik, melarang kemungkaran dan tidak mengganggu.

Menundukkan pandangan dan banyak berdzikir kepada Allah."

Dan termasuk penyebab terlarangnya duduk di pinggir jalan karena akan

berhadapan dengan bahaya fitnah wanita-wanita muda dan dikhawatirkan munculnya

fitnah setelah melihat mereka. Padahal para wanita tidak terlarang melintas di jalan-

jalan untuk suatu keperluan. Demikian juga jika ia berada di rumahnya, tentunya ia

tidak akan berhadapan dengan hak-hak Allah dan hak kaum muslimin di mana ia

tidak sendirian dan harus melakukan apa yang wajib ia lakukan, seperti ketika ia

melihat kemungkaran dan terhentinya kebaikan, maka pada saat itu seorang muslim

wajib menyuruh berbuat baik dan melarang kemungkaran tersebut. Sebab

meninggalkan itu semua berarti telah berbuat maksiat.

Demikian juga, ia akan bertemu dengan orang yang akan melintas maka

mereka harus menjawab salam mereka. Dan mungkin akan membuatnya bosan

menjawab salam jika pelintas yang memberi salam semakin banyak, sementara

menjawab salam itu hukumnya wajib. Jika ia tidak jawab salam tentunya ia akan

mendapat dosa.

Oleh karena itu, orang yang diperintahkan untuk tidak menghadang fitnah dan

menyuruh untuk melakukan sesuatu yang diperkirakan ia sanggup melakukannya.

Untuk menghindari masalah inilah syari'at menganjurkan mereka agar tidak duduk di

pinggir jalan. Ketika para sahabat menyebutkan pentingnya tempat tersebut bagi

mereka untuk beberapa maslahat, tempat berjumpa, tempat membincangkan masalah

agama dan dunia atau untuk tempat istirahat dengan berbicalah masalah yang

hukumnya mubah, maka Rasulullah saw. menunjukkan kepada mereka perkara-

7

Page 8: makalah hadist LARANGAN DUDUK – DUDUK DI PINGGIR JALAN

perkara di atas yang dapat menghilangkan kerusakan yang timbul akibat duduk di

pinggir jalan.4

4 Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari, Pustaka Imam Syafi'I : 2006, h. 3/330-331.

8