19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinterkasi dengan pemangku kepentingan. Etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Sebagaimana kita mengetahui bahwa orientasi ilmu pemasaran adalah pasar. Sebab pasar merupakan mitra sasaran dan sumber penghasilan yang dapat menghidupi dan mendukung pertubuhan perusahaan. Oleh karena itu segala upaya dalam bidang pemasaran selalu berorientasi pada kepuasan pasar. Dan jika pasar dilayani oleh perusahaan, kemudian pasar merasa puas, maka hal ini membuat pasar tetap loyal terhadap produk perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu kita dituntut bukan saja mempercanggih teknik pemasaran kita tetapi juga memperhatikan tanggung jawab terhadap konsumen dan masyarakat. Tidak dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan

MAKALAH ETIKA PEMASARAN (1)

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan

usaha termasuk dalam berinterkasi dengan pemangku kepentingan. Etika

bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.

Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam

kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Sebagaimana kita mengetahui bahwa

orientasi ilmu pemasaran adalah pasar. Sebab pasar merupakan mitra sasaran

dan sumber penghasilan yang dapat menghidupi dan mendukung pertubuhan

perusahaan. Oleh karena itu segala upaya dalam bidang pemasaran selalu

berorientasi pada kepuasan pasar. Dan jika pasar dilayani oleh perusahaan,

kemudian pasar merasa puas, maka hal ini membuat pasar tetap loyal terhadap

produk perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu kita dituntut

bukan saja mempercanggih teknik pemasaran kita tetapi juga memperhatikan

tanggung jawab terhadap konsumen dan masyarakat.

Tidak dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan

akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat sehingga

akan kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan

beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat

menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan

yang menjunjung tinggi nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk

perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula,

terutama apabila perusahaaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis.

Misalnya diskriminsi dalam sistem jenjang karier.

Ketika para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka

maknanya adalah:

1. Penghindaran terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas

kerja seseorang;

2. Tindakan penghindaran terhadap perlawanan hukum sipil yang

dilakukan perusahaan;

3. Penghindaran terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.

Bisnis biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah

mengalami kerugian dan reputasi perusahaan mulai menurun. Munculnya

kasus-kasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya,

seperti adanya kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan

orang lain, hadirnya tekanan persaingan dalam meraih keuntungan yang

melahirkan konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan

antara tujuan perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan

pertentangan antara kepentingan atasan dan bawahannya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemahanan Konsep

Kotler dan Amtsrong mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai

proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun

hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari

pelanggan sebagai imbalannya.

Ada tiga kata kunci yang kuat dari konsep Kotler dan Amstrong

mengenai pemasaran:

1. Pemasar harus memahami dan memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen

2. Menciptakan hubungan yang kuat dengan pelanggannya; dan

3. Akhirnya mendapatkan imbalan dari pelanggan sebagai gantinya.

Dalam kenyataannya tidak pernah ada hubungan yang langgeng dari

pelanggan terhadap pemasar kalau pembeli tidak untungsehingga

kemungkinan besar merugikan pemasar juga. Dulu kita memahami kata bijak

ini: satu konsumen yang tidak puas akan bercerita pada sembilan orang

lainnya. Namun di zaman informasi saat ini, ternyata satu konsumen bisa

cerita kemana-mana melalui blogs, facebook ataupun media lainnya sehingga

diperlukan adanya suatu pembentukan kesan yang baik dari konsumen

terhadap produsen.

Masyarakat dan konsumen saat sekarang, terlebih lagi pada masa

depan, akan peduli terhadap kualitas dan mulai memperhatikan sisi moralitas

dan tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam situasi dimana persaingan

menjadi lebih ketat dan reputasi perusahaan menjadi modal penting, maka

setiap kebijakan dan keputusan haruslah didasarkan pada kode etik yang

berlaku dan ditetapkan oleh perusahaan maupun asosiasi profesional. Salah

satu kasus yang kita angkat ini mengenai pelanggaran etika pemasaran dalam

konteks promosi. Dalam hal ini, promosi berbentuk iklan.

Etika pemasaran dalam konteks promosi :

a. Sarana memperkenalkan barang;

b. Informasi kegunaan dan kualifikasi barang.

c. Sarana daya tarik barang terhadap konsumen;

d. Informasi fakta yang ditopang kejujuran.

B. Pengertian Iklan

Menurut Etika Pariwara Indonesia (EPI) iklan adalah pesan

komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang

disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal

serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Unsur persuasif

dalam iklan harus dikemas sedemikian rupa sehingga langsung dapat

dimengerti oleh pemirsanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Iklan

umumnya singkat dan padat karena mahalnya biaya pemasangannya di media

massa.

Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia, disebutkan 3 asas utama

periklanan yaitu:

Iklan dan pelaku periklanan harus:

1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.

2. Bersaing secara sehat.

3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya,

negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang

berlaku.

Iklan yang beretika adalah iklan yang menyatakan kebenaran dan

kejujuran, tetapi iklan tidaklah akan efektif bila ia tidak mempunyai unsur

persuasif. Akibatnya, tidak akan ada iklan yang akan menceritakan the whole

truth dalam pesan iklannya. Iklan dapat berfungsi menginformasikan kepada

konsumen atas keberadaan suatu produk/jasa dan apa saja keunggulan produk

tersebut (tidak akan disebutkan apa kelemahannya, kecuali untuk beberapa

jenis produk tertentu yang diatur secara khusus oleh pemerintah – seperti

rokok dan obat-obatan). Bila iklan “harus mendidik”, maka hal itu harus

dipahami dengan batasan/koridor di atas.

Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan

layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat

dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga

penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran).

Hal-hal yang diatur mengenai pariwara di Indonesia berdasarkan EPI

(Etika Pariwara Indonesia) antara lain:

1. Bahasa

Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh

khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang

dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh

perancang pesan iklan tersebut

2. Tanda Asteris (*)

Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan

untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau

membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya

dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu

produk. Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan

untuk memberi penjelasan lebih rinci.

3. Pemakaian Kata "Gratis"

Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh

dicantumkan dalam iklan bila ternyata konsumen harus membayar biaya

lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus

dicantumkan dengan jelas.

4. Pencantum Harga

Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus

ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan

diperolehnya dengan harga tersebut

5. Merendahkan

Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun

tidak langsung.

6. Peniruan

Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing

sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun

menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi

baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun

eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk

merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar,

komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan

properti. Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih

dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan

hingga kurun dua tahun terakhir.

7. Pornografi dan Pornoaksi

Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan

cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.

C. Contoh Kasus Pelanggaran Etika Pariwara pada produk XL dan AS

Permasalahan yang terjadi: (pelanggaran terhadap UU RI NO. 8

TAHUN 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal 9 ayat 8 yang berbunyi

“secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa

lain”).

1. Banyak iklan yang mempromosikan produk mereka dengan cara

membandingkan nya dengan produk saingannya.

2. Ada beberapa iklan yang dianggap mengejek produk lain yang sejenis

dengan produk mereka dengan cara menyindir (berupa kata-kata),

menampilkan gambar produk lain (dengan sedikit disamarkan),

merendahkan iklan produk saingannya (dangan cara mengutip kata-kata

dari iklan produk tersebut).

Karena persaingan antar perusahaan untuk menarik dan meningkatkan

penjualan sebanyak-banyaknya, iklan kini tidak lagi memperhatikan etikanya

dalam hal promosi yang sebenarnya. Persaingan tidak sehatpun terjadi.

Sebagai contoh: Sebelumnya, iklan-iklan antara XL dan AS tidak terlalu

menarik perhatian pemirsa. Hal ini dikarenakan, iklan hanya berisi informasi-

informasi mengenai layanan-layanan yang ditawarkan kedua operator tersebut.

Namun akhir-akhir ini, iklan kedua operator tesebut semakin menarik

perhatian akibat aksi saling sindir yang berlebihan dan melanggar etika yang

seharusnya. Kronologinya seperti ini:

1. Awalnya XL membuat iklan Sule diwawancarai Baim. dalam iklan ini

tidak ada unsur menjelekkan kartu AS.

2. Beberapa bulan kemudian muncul iklan dari kartu As dengan bintang Sule

yang sebelumnya kita tahu ada di iklan kartu XL. Dalam iklan ini, As

menyindir XL dengan kata-kata:

Sule : “Saya kapok dibohongin ama anak kecil”. Dengan kata lain ia

menyindir iklan XL sewaktu Baim mewawancarainya.

3. Setelah iklan Sule As ramai dibicarakan, XL pun mengeluarkan iklan lagi

tetapi tidak menyindir As secara frontal, hanya membuat perumpamaan

yang menggunakan warna AS dalam iklan versi sulap. Menyindir dengan

warna kerap digunakan operator untuk menyerang satu sama lain.

4. Setelah iklan XL versi sulap keluar, akhirnya AS mengeluarkan beberapa

iklan sebagai pembalas sindiran iklan XL.

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf

a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.

2.000.000.000,00 (dua miliar Rupiah).

Hingga saat ini aksi saling sindir dalam iklan dengan produk

sejenispun masih kerap terjadi. Iklan tersebut berlomba-lomba menunjukkan

kebaikan produk dari perusaah sendiri dan menjelekkan produk dari

perusahaan lain. Iklan yang seharusnya informatif dan kreatif, menjadi tidak

lagi demikian karena hanya mementingkan keuntungan perusahaan dengan

cara yang frontal, meskipun masih ada iklan yang tetap mempertahankan etika

yang seharusnya. Padahal hal ini dapat menimbulkan kebingungan publik dan

pandangan negatif terhadap produsen dalam iklan produk tersebut.

Pelanggaran ini termasuk dalam ammoral management dalam etika

bisnis karena pihak – pihak yang terlibat seharusnya sangat mengerti dengan

prosedur dan kodeetik perikalanan, akan tetapi mereka dengan sengaja

melanggar salah satu dari kode etik tersebut.

D. Contoh Kasus Pelanggaran Etika Pariwara pada produk HIT dalam

perlindungan konsumen

Saya ambil contoh dari iklan produk HIT. Produk HIT dianggap

merupakan anti nyamuk yang efektif dan murah untuk menjauhkan nyamuk

dari kita. Tetapi, ternyata murahnya harga tersebut juga membawa dampak

negatif bagi konsumen HIT. Telah ditemukan zat kimia berbahaya di dalam

kandungan kimia HIT  yang dapat membahayakan kesehatan konsumennya,

yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara

lain keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan,

gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. Obat anti-

nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot)

dan HIT 17 L (cair isi ulang). Departemen Pertanian juga telah mengeluarkan

larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak

awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat

dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi

masyarakat umum sebagai konsumen. Produsen masih dapat menciptakan

produk baru yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.

1. Pembahasan dan Analisis Produk

a. Jenis Pelanggaran ?

Pelanggaran prinsip etika bisnis yang dilakukan yaitu prinsip kejujuran

dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumen

mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat

berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak member tahu

penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan di

semprot oleh produk itu semestinya di tunggu 30 menit terlebih dahulu

baru kemudian dapat dimasuki / digunakan ruangan tersebut.

b. Siapa Yang Melakukan Pelanggaran ?

PT. Megasari Makmur

c. Apa Akibatnya ?

Akibat dari 2 zat kimia Propoxur dan Diklorvos yang berbahaya bagi

manusia mengakibatkan keracunan terhadap darah , gangguan syaraf ,

gangguan pernapasan , gangguan terhadap sel tubuh , kanker hati dan

kanker lambung.

d. Apa Tindakan Pemerintah ?

Hal ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak

bersungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai

konsumen. karena masih banyak produsen menciptakan produk baru

yang berbahaya bagi konsumen tanpa inspeksi pemerintah.

e. Melanggar UU pasal berapa ?

Jika dilihat menurut UUD , PT. Megasari Makmur sudah melanggar

beberapa pasal, yaitu:

1) Pasal 4, hak konsumen

Ayat 1: “hak atas kenyamanan, Keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang/jasa”

Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang/jasa”

PT. Megasari Makmur tidak pernah member peringatan

kepada konsumen tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam

produk mereka. Akibat nya kesehatan konsumen dibahayakan

dengan alas an mengurangi biaya produksi HIT.

2) Pasal 7, kewajiban pelaku usaha

Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

PT. Megasari Makmur tidak pernah menberi indikasi

penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila

sebuah kamar disemprot dengan pertisida, harus dibiarkan selama

setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.

3) Pasal 8

Ayat 1 : “pelaku usaha dilarang memproduksi / memperdagangkan

barang/jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar

yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-

undangan”

PT. Megasari Makmur tetap meluncurkan produk mereka

walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standard an

ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut. Seharusnya, produk

HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal

yang tidak di inginkan, tetapi mereka tetap menjual walaupun

sudah ada korban dari produknya.

4) Pasal 19

Ayat 1 : “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi

atas kerusakan, pencemaran, dan kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan”

Ayat 2 : “ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa pengembalian uang atau penggantian barang/jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”

Ayat 3 : “pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu

7 hari setelah tanggal transaksi”

Menurut pasal tersebut PT. Megasari Makmur harus

memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan

para konsumen.

E. Contoh Kasus Indomie di Taiwan

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Akhir - Akhir ini sangat marak iklan iklan yang saling menjatuhkan dan

merendahkan antara sesama produk sejenis.

b. Hal ini melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh EPI (Etika

Pariwara Indonesia).

c. Dinyatakan bahwa pelanggaran etika periklanan adalah pelanggaran.

d. Sejauh ini belum ada pihak yang menuntut ke pihak yang berwajib.

e. Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industry di

pasar internasional. Ini bias terjadi sikap para pengusaha kita. Lebih

extreme bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang

berlaku secara umum dan tidak mengikat itu. Kencendrungan makin

banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat ke prihatinan banyak pihak.

Pengabdian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat

masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak,

para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan

menghancurkan nama mereka sendiri dan Negara.

2. Saran

a. Sebaiknya perusahaan/orang yang akan membuat iklan dapat memikirkan

ide yang lebih kreatif untuk mempromosikan produk/jasa mereka tanpa

harus menjatuhkan produk/jasa saingannya.

b. Diberikan Penghargaan kepada iklan-iklan kreatif tanpa menjatuhkan

ikklan lainnya, hal ini agar dapat memotifasi insan periklanan agar lebib

baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, 2004. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Cetakan ke-6, CV. Alfabeta. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, 2003. Manajemen penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.

Band, Oliver. 1991. Membangun Kepuasan Pelanggan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Keraf, Sony A, 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius, Yogyakarta, Edisi Baru.

Muslich, 1998. Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.