Click here to load reader
Upload
rajautomo
View
128
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KEPEMIMPINAN PANCASILA UNTUK MENHUMANISASI PEMIKIRAN
PEMIMPIN
PENGANTAR
Indonesia pernah mengalami kolonialisme dan imperialisme selama bertahun tahun.
Hal ini mengakibatkan kemunduran di berbagai bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya
maupun pendidikan. Dalam bidang politik misalnya, bangsa Indonesia hanya berkesempatan
menduduki jabatan-jabatan rendah. Demikian pada bidang ekonomi, dimana rakyat bekerja
dengan upah yang rendah dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
keterampilan. Pendidikan dan kebudayaan jelas mengalami kemunduran dengan minimnya
rakyat yang dapat membaca dan menulis serta merosotnya budaya Indonesia hingga hampir
saja kehilangan kepribadian bangsa.
Kemunduran multibidang yang terjadi merupakan suatu tantangan bagi rakyat
Indonesia. Tantangan ini menumbuhkan semangat juang yang didasari dari rasa senasib-
sepenanggungan. Perjuangan pun mulai timbul di berbagai regional dengan satu tujuan
nasional, kemerdekaan Indonesia.
Perjuangan di Indonesia ditandai dengan munculnya tokoh tokoh masyarakat. Tokoh-
tokoh ini merupakan sosok pemimpin yang dipercaya rakyat agar mampu bahumembahu
mewujudkan cita-cita, kemerdekaan Indonesia. Sebut saja, jenderal soedirman adalah
panglima angkatan perang pertama dan termuda yang pernah dimiliki Indonesia. Ia dikenal
karena keteguhan prinsip dan keyakinan. Sosok ini selalu menempatkan kepentingan bangsa
di atas kepentingan pribadi. Bahkan, dalam keadaan sakit dan lemah, ia tetap ikut berjuang
bersama rakyat demi memberikan semangat dan pemikirannya.
Tokoh lain yang perjalanan hidupnya diwarnai dengan perjuangan dan pengabdian
demi kepentingan bangsa adalah Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah Bapak Pendidikan
Nasional Negara Republik Indonesia. ia merintis kemajuan pendidikan Indonesia dengan
mendirikan perguruan Taman Siswa. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan
sarana membentuk rakyat yang berfikir kritis, berperasaan, dan merdeka serta percaya akan
kemampuan sendiri.
Tokoh pemimpin yang dipercaya rakyat tidak hanya memiliki peran perjuangan,
namun harus memiliki sosok yang menjadi teladan dan pengayom. Hal inilah yang ada pada
tokoh pergerakan kala itu. Demikian halnya pada Bapak Muhammad Hatta, yang merupakan
salah satu founding father Negara Republik Indonesia. Ia merupakan sosok aktifis yang aktif
1
di perkumpulan pemuda dan organisasi politik sejak remaja. Sosoknya yang jujur dan
bersahaja merupakan pengayom masyarakat terutama dalam memberikan nasihat-nasihat
politik. Hatta melahirkan konsepsi ”koperasi” dalam perekonomian Indonesia. Koperasi
merupakan salah satu bidang usaha kerakyatan yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Perjuangan pahlawan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia dilanjutkan oleh
lahirnya sosok pemimpin baru. Regenerasi ini terus berlangsung dalam upaya memajukan
negara Republik Indonesia baik dalam negeri maupun di dunia internasional. Salah satu
tokoh yang terkenal adalah Bacharuddin Jusuf Habibie. B.J. Habibie merupakan presiden
ketiga Republik Indonesia. Sosok ini dikenal dengan kecerdasan dan kecemerlangannya di
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Habibie merupakan Bapak Teknologi Indonesia. Di
masa pemerintahannya, ia menekankan pentingnya pelaksanaan demokrasi dalam kehidupan
bernegara, misalnya melalui sistem multipartai dalam Pemilihan Umum.
Tokoh-tokoh ini merupakan contoh pemimpin ideal yang dimiliki bangsa Indonesia.
Pada hakikatnya, pemimpin adalah proses mempengaruhi. Seorang pemimpin adalah orang
yang mampu mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pengaruh
pemimpin tidak hanya dalam hal memberikan perintah, namun harus mampu menjadi
pengaruh bagi pribadi anggotanya. Pemimpin harus dapat menjadi teladan dan mampu
mengayomi serta memberi motivasi bagi anggotanya.
Pemimpin ideal dibutuhkan dalam setiap zaman. Regenerasi merupakan jalan untuk
menemukan pemimpin-pemimpin baru. Dalam hal ini, pemuda merupakan aktor-aktor
penting dalam proses regenerasi tersebut karena pemuda memiliki perpaduan kematangan
emosional dan intelektual dalam kekuatan fisik yang prima. Dalam kondisi itulah akan lahir
pemimpin yang mampu memajukan bangsa ke arah yang dinamis. Persoalan bangsa yang
begitu besar memerlukan energi yang besar pula dari seorang pemimpin nasional.
ISI
I. KEPEMIMPINAN
a. Defenisi
Rauch and Behlig mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses yang
mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama. Proses
2
tersebut memberi arti pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin
dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Kepemimpinan berasal dari kata "Pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing.
Pimpin dapat pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti
mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal yang
berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan bimbingan,
menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko, mempengaruhi dan
meyakinkan pihak lain. Dari uraian diatas kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu proses
mempengaruhi aktivitas orang lain atau sekelompok orang untuk bekerjasama mencapai
tujuan tertentu.
II. TOKOH PEMIMPIN INDONESIA
Sejarah Indonesia mencatat lahirnya tokoh-tokoh pemimpin nasional.
a. Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman (1916-1950) lahir pada tanggal 24 Januari 1916.. Beliau adalah
pahlawan revolusioner dalam upaya mencapai dan mempertahankan kemerdekaan.
Soedirman terpilih menjadi panglima angkatan perang Republik Indonesia di usia 31 tahun
melalui konferensi. Selanjutnya ia memperoleh pangkat Jenderal lewat pelantikan presiden.
Pangkat ini lazimnya dicapai melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi, namun
Jenderal Soedirman mendapatkannya sebagai apresiasi terhadap prestasinya dalam
memimpin.
Jenderal Soedirman adalah panglima sekaligus jenderal pertama dan termuda
Republik Indonesia. Ketika menjadi jenderal, Soedirman dikenal dengan orang yang ditakuti
lawan dan disegani kawan. Kepemimpinan sudirman menanamkan semangat perjuangan
kepada anak buahnya bahwa mereka yang gugur dalam perang tidaklah mati sia-sia
melainkan gugur sebagai seorang pejuang.
Jenderal Soedirman adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Hal ini dibuktikan
dengan keikutsertaannya dalam perang gerilya di saat keadaannya sangat lemah akibat
kondisi paru-parunya hanya tinggal satu yang berfungsi. Dengan ditandu, ia tetap berangkat
memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia
berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam
3
keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada
pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan
penyakitnya.
Jenderal Soedirman adalah pribadi yang sangat sederhana, disiplin, pantang menyerah
dan menyatu dengan rakyat. Meskipun memiliki jabatan yang tinggi, beliau selalu menolak
dengan halus perlakuan yang berlebihan dari para anak buahnya, bahkan tidak menampakkan
dirinya sebagai seorang Panglima Besar. Sejumlah sifat mulia yang dimiliki Jenderal
Soedirman ini seharusnya dapat ditiru oleh generasi muda Indonesia, agar pemuda Indonesia
tidak hanya memikirkan tentang dirinya sendiri tetapi berbuat untuk kemajuan bangsa.
b. Mohammad Hatta
Mohammad Hatta (1902-1980) lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi.
Sosok Moh Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat Indonesia karena
perjuangannya dalam meraih kemerdekaan Indonesia. Moh Hatta adalah tokoh organisasi
pemuda dan aktif dalam berbagai kegiatan politik. Beliau dikenal sebagai salah satu dari The
Founding Fathers Indonesia. Setelah menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia, Moh
Hatta menjabat sebagai Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Selama menjadi tokoh
politik dan negarawan, Moh Hatta adalah figur yang sedikit bicara tetapi lebih banyak
berbuat.
Moh Hatta dikenal sebagai seseorang yang sangat memegang teguh kedisiplinan,
kesederhanaan, keimanan, dan ketakwaan yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Beliau juga memiliki rasa kasih, bersih dan jujur, serta selalu berorientasi pada rakyat kecil
dan lemah. Perhatian beliau yang dalam terhadap rakyat kecil mendorongnya untuk
mempelopori Gerakan Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan
miskin dan kelompok ekonomi lemah. Karena itu Bung Hatta diangkat menjadi Bapak
Koperasi Indonesia.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan konstitusional yang
cukup kuat di Indonesia, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1, yang
menyebutkan bahwa ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Badan usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah
koperasi. Koperasi adalah sebuah lembaga mandiri bagi lapisan masyarakat kecil untuk bisa
mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara
menerapkan prinsip efisiensi, yang berlandaskan pada asas kekeluargaan.
4
Pelajaran yang dapat diambil dari keteladanan sifat Moh Hatta dalam organisasi dan
kehidupan politik adalah pentingnya memiliki jiwa patriot dalam diri setiap pemimpin, agar
selalu memikirkan kehidupan orang banyak. Seorang pemimpin tidak mungkin muncul dalam
satu malam, melainkan lahir dari proses tumbuh dalam lingkungan masyarakat. Sehingga dia
terlatih untuk mampu memahami keinginan dan aspirasi masyarakat, dan kemudian
menggunakan ilmunya untuk mewujudkan cita-cita masyarakat tersebut.
c. Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (1889-1959), lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari
lahirnya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh karena jasa-jasanya dalam
memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Beliau terlahir dari lingkungan keluarga kerajaan,
dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, namun mengubah namanya menjadi
Ki Hadjar Dewantara karena tidak mau menggunakan gelar kebangsawanan. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas berinteraksi dan lebih dekat dengan rakyat, baik secara
fisik maupun hatinya.
Pada masa kolonialisme di Indonesia, sebelum mengabdikan diri pada dunia
pendidikan, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam kegiatan politik dan sosial. Namun akibat
mendirikan organisasi politik yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan
menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial, beliau pun diasingkan ke
Belanda. Dalam pengasingannya, beliau mendalami masalah pendidikan dan pengajaran.
Sekembalinya ke tanah air, ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian
dari alat perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Sebab, apabila rakyat diberi pendidikan
yang memadai maka wawasannya akan semakin luas, dan dengan demikian keinginan untuk
merdeka, baik secara fisik, mental, serta rohani akan semakin tinggi.
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa, yang merupakan
sekolah pertama yang menanamkan rasa kebangsaan kepada peserta didiknya. Beliau telah
berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia, yang tidak
membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, dan status
sosial, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Hal yang dapat dipetik dari perjalanan Ki Hadjar Dewantara dalam diri pemimpin
yaitu seorang pemimpin seharusnya dapat menjadi figur keteladanan, sekaligus menjadi
pendidik yang mengajarkan kebaikan dan keluhuran bagi anggotanya. Sebab pemimpin sejati
merupakan perantara Tuhan dalam membawa keselamatan bagi masyarakat luas.
5
d. Bacharuddin Jusuf Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936.
Beliau adalah Seorang pemimpin harus bisa memiliki sifat-sifat manusiawi dalam
melaksanakan kepemimpinannya. Di Indonesia, pemimpin yang dikatakan manusiawi itu
adalah pemimpin yang berlandaskan pada Pancasila, karena di dalam Pancasila terkandung
lima nilai moriil kemanusiaan yang ditanamkan pada seluruh masyarakat. Maka, sudah
sepantasnya apabila seorang pemimpin memiliki lima nilai tersebut dalam dirinya.
Seorang mahasiswa sebagai calon pemimpin, sudah pasti harus memiliki nilai-nilai
manusiawi dalam kepemimpinannya kelak. Hal ini hanya bisa tercapai dengan bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir yang merupakan
nilai-nilai dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang nyata.
Adapun isi dari sila-sila Pancasila yaitu :
1. Ketuhanan yang Maha Esa
Sila ini memiliki arti bahwa seorang pemimpin dan juga seluruh masyarakat
Indonesia harus memiliki keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan memeluk salah
satu agama. Pengaturan tentang kehidupan beragama di Indonesia diatur dengan Undang-
Undang No.1/PNPS/1965 jo UU No.5/1969. Pada Undang-Undang ini dinyatakan bahwa
Penduduk Indonesia pada umumnya memeluk salah satu dari 6 agama, yaitu : Islam, Kristen
Protestan, Kristen Khatolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Pengaturan lebih lanjut tentang
keberadaan agama Kong Hu Cu diatur dengan Keputusan Presiden No.6 Tahun 2000.
Seorang pemimpin harus memiliki keyakinan beragama. Keyakinan itu akan
menumbuhkan perilaku yang bermoral sehingga dapat menjadi teladan bagi anggotanya.
Disamping itu, nilai moral itu akan menumbuhkan sikap tenggang rasa dan toleransi antar
umat beragama sehingga tercipta suasana yang damai dan tentram sehingga tercipta
kerjasama antar umat beragama. Keadaan ini akan memudahkan pemimpin dalam proses
kepemimpinan.
6
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Keadilan dalam konsep kepemimpinan adalah suatu proses penyelarasan (aligning)
dalam menghormati manusia sebagai ciptaan Tuhan. Setiap manusia memiliki hak yang sama
namun memiliki berbagai kepentingan. Oleh karena itu, pemimpin harus mampu
menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut sehingga dapat mencapai tujuan
Beradab dalam konsep kepemimpinan artinya seorang memimpin harus memiliki
etika dalam setiap tindakan maupun kebijakan. Hal ini akan tercermin dalam kebijakan
pemimpin yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Persatuan Indonesia
Sila persatuan ini menunjukkan kecintaan terhadap organisasi. Kecintaan ini akan
menumbuhkan sikap memiliki terhadap organisasi sehingga akan memberikan kontribusi
penuh terhadap kemajuan organisasi. Sikap tersebut akan menumbuhkan persatuan dan
kesatuan yang dapat meminimalisasi kecenderungan sikap primordialisme (butir 1 dan 2).
Seorang pemimpin harus memiliki idealisme. Idealisme yang kuat mendukung
terbentuknya integritas dalam proses kepemimpinan. Integritas ini akan menumbuhkan
persatuan dalam organisasi.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan
Ada tiga hal yang paling penting yang terkandung pada sila keempat ini. Yang
pertama adalah bahwa pemimpin harus bisa menjadi seorang pemimpin sekaligus orang yang
dipimpin. Artinya di satu sisi dia bisa menjadi seorang yang mempengaruhi orang lain namun
di sisi lain dia harus bisa merasakan sebagai orang yang dipimpin, dan memposisikan dirinya
sebagai rekan. Karena kepemimpinan itu adalah mempengaruhi, dan untuk mempengaruhi
maka kita perlu mengenal dan memahami ornag yang akan kita pengaruhi tersebut. Salah satu
caranya adalah dengan terjun langsung sebagai rekan bagi yang dipimpin.
Yang kedua adalah musyawarah, di dalam konsep musyawarah ini terkandung
prinsip demokrasi yang dicetuskan oleh Russeau, yang mengatakan bahwa demokrasi adalah
7
pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Artinya apapun yang dilakukan pemerintah harus
berorientasi pada rakyat. Musyawarah adalah salah satu cara untuk mewujudkan prinsip itu.
Yang ketiga adalah aspirasi. Aspirasi hanya dapat tersampaikan melalui suatu
musyawarah. Di Indonesia sistem yang dipakai dalam menyampaikan aspirasi adalah
perwakilan. Hal ini sesuai juga dengan konsep demokrasi, karena pemimpin Indonesia yang
dipilih adalah berasal dari rakyat, artinya dia harus bisa memimpin dari, oleh dan untuk
dirinya dalam kapasitasnya sebagai rakyat yang dipilih dalam memimpin.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial dalam konsep kepemimpinan tercermin dalam proses pertimbangan,
pengambilan dan pelaksanaan kebijakan. Semua proses ini harus memperhatikan seluruh
aspek sosial, baik kepentingan individu maupun kelompok.
Kepemimpinan berdasarkan Pancasila merupakan identitas nasional yang menjadi
dasar bagi terciptanya kepemimpinan ideal di Indonesia. Di dalam butir-butir Pancasila
terangkum prinsip-prinsip demokrasi yang diakui secara gobal. Satu hal yang menjadi ciri
khas yang membedakan Pancasila dengan prinsip demokrasi secara umum adalah sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
e. Cara menumbuhkan kepemimpinan pancasila
Dalam mengaplikasikan Pancasila dalam suatu kepemimpinan, harus mengacu pada beberapa
prinsip, yaitu :
1. Ing ngarso sung tulodo
Prinsip ini mengandung arti bahwa seorang pemimpin ketika berada di depan harus mampu
menjadikan dirinya sebagai contoh bagi anggotanya. Artinya, seorang pemimpin harus
mampu menjaga sikap, perilaku dan tindakan sehingga menjadi teladan bagi anggotanya.
2. Ing madyo mengun karso
Prinsip ini mengandung arti bahwa seorang pemimpin ketika berada di tengah harus mampu
menjadi motivator bagi orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus
8
memiliki sikap rendah hati dalam menjalin hubungan dengan anggotanya sehingga motivasi
yang disampaikan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan anggotanya.
3. Tut wuri handayani
Prinsip ini mengandung arti bahwa seorang pemimpin ketika berada di belakang harus
mampu mendorong dan memberi semangat kepada orang-orang yang dipimpinnya sehingga
dapat menjalankan kinerja mereka secara total.
Prinsip-prinsip diatas berasal dari bahasa Jawa. Ketiga prinsip ini mengandung arti
bahwa pemimpin harus dapat memberikan kontribusi dimanapun dia berada.
Cara untuk menanamkan kepemimpinan Pancasila dalam kehidupan mahasiswa, yaitu :
1. Membentuk pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, melalui :
1. Menetapkan kurikulum kewarganegaraan dalam sistem pendidikan
Di Indonesia, pendidikan kewarganegaraan telah diterapkan mulai sejak
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
2. Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dalam rangka menumbuhkan kecintaan
terhadap bangsa Indonesia
Di Indonesia, terdapat berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler yang dapat
menumbuhkan kecintaan pada tanah air, seperti Pramuka, Paskibraka, Seni
Tari Daerah, Seni Musik Daerah, dan Organisasi Kemahasiswaan.
3. Mengikuti kegiatan sosial yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila
Sila pertama dapat diaplikasikan melalui kegiatan-kegiatan keagamaan; Sila
kedua dapat diaplikasikan dalam hal pengakuan persamaan derajat dan
persamaan hak asasi dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membedakan
jenis kelamin, suku, agama dan kedudukan sosialnya, misalnya dalam
Pemilihan Umum, hak untuk memilih dan dipilih harus berlaku bagi semua
warga negara;
2. Menerapkan nilai-nilai pancasila dalam proses kepemimpinan, dengan cara :
Internalisasi nilai-nilai persatuan dalam menjalankan kegiatan kepemimpinan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menerapkan sikap tenggang rasa demi menjaga integritas kelompok.
Sikap tenggang rasa ini akan menumbuhkan rasa kekeluargaan sehingga segala pekerjaan
dapat dilakukan dengan bergotong royong. Segala masalah dalam proses kepemimpinan
dibicarakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
9
3. Meningkatkan kapasitas kepemimpinan mahasiswa, dengan cara
Perguruan Tinggi memiliki Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) sebagai suatu sarana pengembangan soft skill mahasiswa. Oleh karena
itu, dalam rangka meningkatkan jiwa kepemimpinan, seorang mahasiswa harus terjun
langsung dalam BEM dan UKM tersebut.
KESIMPULAN
Pemuda adalah masa depan bangsa, dengan perpaduan kematangan emosional dan
intelektual dalam kekuatan fisik yang prima. Pemuda sebagai mahasiswa dituntut
untuk menjadi agent of change dan agent of social control. Oleh karena itu,
mahasiswa memiliki tanggung jawab moral sebagai pihak netral yang mampu menjadi
mediator antara pemerintah dengan rakyat.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi. Humanizing Leadership Mind berarti
keseluruhan proses dalam rangka optimalisasi paradigma berpikir pemimpin yang
ideal. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menentukan dengan benar
apa yang harus dilakukan. Mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, membutuhkan pemimpin yang
berjiwa Pancasila. Jiwa Pancasila ini terbentuk dari aplikasi nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasi nilai-nilai Pancasila dalam kepemimpinan mahasiswa dapat diwujudkan
dengan cara menanamkan nilai-nilai pancasila dalam individu sehingga nilai-nilai
tersebut dapat diterapkan pula dalam proses kepemimpinan. Selain itu, untuk menjadi
seorang pemimpin ideal, mahasiswa harus membekali dirinya dengan soft skill
melalui ikut serta dalam kegiatan kemahasiswaan.
BIBLIOGRAFI
Jacobs, T.O., & Jacques, E. (1990). Military executive leadership. In K.E. Clark & M. B. Clark (Eds.), Measures of leadership. Greensboro, NC: Center for Creative Leadership.
Rauch, C.F., & Behling, O. 1984. ‘Functionalism : Basis for alternate approach to the study of leadership’. In J.G. Hunt, D.M. Hosking, C.A. Schriesheim and R. Stewart (eds) Leaders and manaers : International perspectives on managerial behavior and leadership. Elmsford, New York: Pergamon Press, 45-62.
Covey R, Stephen, Principle Conterred Leadership London : A Fire Book Of Sihon, 199510