Hakim Komisaris Dan Penegakan Hak Asasi Manusia

Embed Size (px)

Citation preview

HAKIM KOMISARIS DAN PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA Penulis : Habibi No. Rek : BNI (0191516311)

Penerapan praperadilan saat ini cenderung tidak sesuai lagi dengan tujuan awalnya yaitu untuk melakukan proses pengawasan horizontal terhadap proses pidana. Hal ini, tercermin dari banyaknya permasalahan yang timbul dalam proses praperadilan. Salah satunya yaitu banyaknya hakim yang lebih memperhatikan syarat-syarat formil seperti adanya surat perintah penangkapan/penahanan (pasal 18 dan 21 ayat (2) KUHAP), dan cenderung, mengabaikan syarat-syarat materiilnya seperti alasan orang harus ditangkap/ditahan. Padahal syarat materiil merupakan syarat terpenting yang dapat menentukan dapat tidaknya seseorang dikenakan upaya paksa. Menanggapi permasalahan yang ditimbulkan oleh praperadilan, maka pemerintah menawarkan konsep Hakim Komisaris pada Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang diharapkan mampu mengatasi kelemahan yang dimiliki praperadilan sehingga perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia bisa tercapai. Akan tetapi, tawaran ini ditanggapi dengan bebagai pro dan kontra diberbagai kalangan. Ada yang mengatakan bahwa hakim komisaris malah akan semakin memperumit proses peradilan dan memunculkan penguasa-penguasa baru dalam peradilan, tapi ada juga yang beranggapan bahwa hakim komisaris akan mempermudah tugas hakim dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum dan permasalahan HAM. Terlepas dari berbagai macam pro dan kontra yang ditimbulkan oleh hakim komisaris. Saya sendiri berpandangan bahwa, munculnya tawaran hakim komisaris adalah salah satu

upaya positif yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permsalahan carut-marutnya pelaksanaan praperadilan selama ini. Karena sangat disadari, tidak maksimalnya peran praperadilan dalam menjamin dan melindungi HAM khususnya hak-hak tersangka atau terdakwa membuat banyak orang yang tidak bersalah justru divonis bersalah oleh hakim. Saya ingin mengajak pembaca untuk mengingat beberapa kasus hukum yang membuat banyak orang bertanya-tanya tentang penegakan hukum selama ini, misalnya kasus Sengkon dan Karta (petani/1974) yang dituduh membunuh padahal mereka bukan pelakunya, Budi Harjono (mahasiswa/2002) yang dituduh membunuh ayahnya, mengakui bahwa selama proses penyidikan ia selalu mendapat tekanan dan kekerasan dari aparat, Kasus Risman Lakoro dan Rostin Mahaji (petani penggarap/2002) yang dituduh membunuh anaknya, mengakui bahwa selama proses penyidikan selalu disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pembunuh meski ia bukanlah pelakunya, Kasus Devid, Imam Hambali dan Priyanto (pekerja salon/2008) yang dituduh membunuh Asrori, mengakui bahwa mereka diancam pistol serta dipukuli selama pemeriksaan dan akhirnya polisi mengaku salah tangkap, dan yang paling memilukan lagi ketika seorang nenek tua (Nenek Aminah/2009) harus menjalani hukuman 1.5 bulan hanya karena mencuri 3 buah kakao, dan masih banyak kasus lainnya. Beberapa contoh di atas, adalah sebagian bukti betapa mirisnya penegakan hukum di bangsa ini. Oleh karena itu, saya berpandangan bahwa tawaran ini harus ditanggapi dengan baik dan positif. Konsep hakim komisaris sendiri sudah cukup bagus dengan berbagai macam kelebihan yang dimiliki, seperti semakin luasnya kewenangan yang diberikan dibandingkan kewenangan praperadilan (pasal 111 RUU KUHAP). Menurut saya, ini merupakan satu nilai lebih, karena dengan memberikan kewenangan yang lebih luas kepada hakim komisaris seperti, kewenangan untuk memeriksa semua tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. akan

membuat aparat penegak hukum semakin hati-hati dan cermat dalam melakukan upaya paksa. Selain itu, hakim komisaris juga sangat memperhatikan HAM dan kepentingan masyarakat. Karena konsep hakim komisaris tidak mensyaratkan keharusan adanya permohonan dari tersangka atau terdakwa, keluarga, atau kuasa hukumnya, sehingga dapat dipahami bahwa konsep hakim komisaris lebih bersifat aktif dalam menilai dan menentukan kelayakan dari semua tindakan aparat penegak hukum dibandingkan praperadilan. Hal ini tentu sangat baik bagi kepentingan masyarakat, karena kita pahami bersama bahwa masih banyaknya masyarakat kita yang tidak memahami hukum dengan baik sehingga terkadang mereka mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya dari aparat. Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh hakim komisaris dibanding dengan praperadilan tentu tidak berarti bahwa konsep hakim komisaris ini akan mudah untuk diaplikasikan, mengingat banyaknya masalah dalam proses penegakan hukum yang dihadapi bangsa saat ini, misalnya masalah moral dan integritas aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan advokat) yang sampai saat ini belum dapat diatasi, minimnya jumlah hakim yang tersebar di berbagai daerah, belum lagi masalah kualitas dan kapabilitas dari aparat penegak hukum yang masih harus dipertanyakan, masalah lainnya. Oleh karena itu, penerapan konsep hakim komisaris kelak, harus didukung dengan langkah-langkah konrit perbaikan baik perbaikan eksternal maupun internal di masing-masing instansi penegak hukum. Selain itu, kualitas, kompetensi, moral dan integritas dari hakim komisaris haruslah benar-benar mendapat perhatian yang lebih, karena jika tidak malah akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan penindasan model baru dalam proses penegakan hukum dikarenakan sangat luasnya kewenangan yang dimiliki oleh hakim komisaris. Penerapan konsep hakim komisaris juga harus didukung dengan adanya ketentuan yang mewajibkan aparat penegak hukum yang menimbulkan timbulnya gugatan praperadilan untuk

proaktif dalam mempertanggungjawabkan segala upaya hukum yang dilakukannya terhadap tersangka atau terdakwa. Karena tidak dapat dipungkiri, selama ini aparat hukum yang bermasalah dengan gugatan praperadilan cenderung kurang perhatian terhadap praperadilan. Selain itu, harus ada pengaturan mengenai mekanisme pemeriksaan yang sederhada dan tidak rumit, agar konsep hakim komisaris tidak malah menjadi penyebab baru rumitnya penyelesaian suatu perkara dan malah membuat adanya penumpukan perkara. Saya sendiri menyadari bahwa konsep hakim komisaris tetaplah memiliki kelemahan. Akan tetapi, saya tetap berpendirian bahwa konsep hakim komisaris adalah satu terobosan baru yang dapat coba kita terapkan sebagai solusi terhadap praperadilan. Saya juga yakin bahwa, ketika konsep hakim komisaris ini dilaksanakan dengan konsisten dan didukung dengan adanya upaya perbaikan terhadap internal instansi penegak hukum, maka harapan kita terhadap proses penegakan hukum yang berkeadilan dan berprikemanusiaan dapat tercapai dengan maksimal, sebab hukum dan penegakan hukum harus benar-benar memberikan jamiman terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia.