13
Artikel 1 Masalah Pengangguran dan Kemiskinan Oleh Ragiman Selasa, 3 Agustus 2010 Pengangguran dan kemiskinan merupakan momok di banyak negara, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15 juta tenaga kerja atau sekitar 8 persen lebih menganggur. Apalagi, di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pemerintah sendiri selama ini selalu memfokuskan program pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Hasilnya memang belum sepenuhnya memuaskan berbagai pihak meski indikator-indikator sosial yang ada telah menunjukkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada Juni 2010 sebesar 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,33 persen per tahun. Dari jumlah itu, jumlah angkatan kerja kini mencapai 116 juta orang. Sebanyak 107,41 juta orang adalah penduduk yang bekerja. Sedangkan jumlah penganggur sebanyak 8,59 juta orang atau penganggur terbuka sebesar 7,41 persen. Memang itu mengalami penurunan apabila dibanding 2009 yang sebesar 8,14 persen. Penduduk miskin tahun 2010 berjumlah 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen, mengalami penurunan 1,51 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2009 (sebanyak 32,53 juta) atau 14,15 persen. Banyak kalangan menginginkan percepatan dan keseriusan penanganan masalah pengangguran dan kemiskinan ini. Sebab, pada hakikatnya, hasil- hasil pembangunan diperuntukkan bagi manusia itu sendiri, termasuk rakyat miskin dan para penganggur. Tidak ada seorang pun menginginkan menjadi miskin atau menganggur. Logikanya, apabila kemiskinan dan pengangguran akan dikurangi dengan drastis, tentu anggaran untuk itu pun mesti ditambah-hubungan yang berbanding terbalik. Oleh karena itu, jika perlu, pemerintah dapat memplot anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana pemerintah memplot 20 persen APBN-nya untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, pemerintah dapat juga meningkatkan stimulus fiskalnya khusus untuk mengurangi atau mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Memang, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014, tersurat pemerintah akan terus melanjutkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Termasuk di dalamnya mewujudkan pertumbuhan disertai pemerataan (growth with equity). Ketiga strategi itu diharapkan sebagai pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan kerja. Dengan

Artikel Pengangguran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Artikel Pengangguran

Artikel 1

Masalah Penganggurandan KemiskinanOleh Ragiman

Selasa, 3 Agustus 2010

Pengangguran dan kemiskinan merupakan momok di banyak negara, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat (AS) sekalipun. Ternyata tercatat 15 juta tenaga kerja atau sekitar 8 persen lebih menganggur. Apalagi, di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Pemerintah sendiri selama ini selalu memfokuskan program pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Hasilnya memang belum sepenuhnya memuaskan berbagai pihak meski indikator-indikator sosial yang ada telah menunjukkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada Juni 2010 sebesar 234,2 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,33 persen per tahun. Dari jumlah itu, jumlah angkatan kerja kini mencapai 116 juta orang. Sebanyak 107,41 juta orang adalah penduduk yang bekerja. Sedangkan jumlah penganggur sebanyak 8,59 juta orang atau penganggur terbuka sebesar 7,41 persen. Memang itu mengalami penurunan apabila dibanding 2009 yang sebesar 8,14 persen. Penduduk miskin tahun 2010 berjumlah 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen, mengalami penurunan 1,51 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2009 (sebanyak 32,53 juta) atau 14,15 persen. Banyak kalangan menginginkan percepatan dan keseriusan penanganan masalah pengangguran dan kemiskinan ini. Sebab, pada hakikatnya, hasil-hasil pembangunan diperuntukkan bagi manusia itu sendiri, termasuk rakyat miskin dan para penganggur. Tidak ada seorang pun menginginkan menjadi miskin atau menganggur. Logikanya, apabila kemiskinan dan pengangguran akan dikurangi dengan drastis, tentu anggaran untuk itu pun mesti ditambah-hubungan yang berbanding terbalik. Oleh karena itu, jika perlu, pemerintah dapat memplot anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus untuk pengentasan kemiskinan dan pengangguran, sebagaimana pemerintah memplot 20 persen APBN-nya untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, pemerintah dapat juga meningkatkan stimulus fiskalnya khusus untuk mengurangi atau mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Memang, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014, tersurat pemerintah akan terus melanjutkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Termasuk di dalamnya mewujudkan pertumbuhan disertai pemerataan (growth with equity). Ketiga strategi itu diharapkan sebagai pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan kerja. Dengan demikian, makin banyak keluarga Indonesia dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan dapat keluar dari kemiskinan. Prioritas pembangunan nasional yang dijabarkan dalam RPJM 2010-2014 terdapat 11 butir, antara lain penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang disebut terakhir menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Bagaimanapun, pembangunan ekonomi yang pro growth, pro job, dan pro poor perlu terus dilaksanakan. Cara yang ditempuh adalah dengan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan juga lembaga keuangan. Komitmen ini hendaknya tidak sebatas rencana dan wacana, namun benar-benar harus dapat direalisasikan dan diimplementasikan.

Page 2: Artikel Pengangguran

Sebenarnya, kondisi perekonomian dunia yang terus membaik sebagai akibat krisis finansial global mempunyai pengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik. Ini terindikasi dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Dengan dukungan kebijakan pemerintah yang ekspansif, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat memperluas terciptanya lapangan kerja baru. Sejak 2005, rata-rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan makin meningkat sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya. Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Dilanjutkannya berbagai langkah antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini, apabila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan mereka sendiri. Jika target pertumbuhan ekonomi berkisar 5,3 persen tahun 2010, diperkirakan pertumbuhan lapangan kerja baru akan tercapai lebih dari 2 persen. Sementara itu, jumlah penduduk yang masuk angkatan kerja setiap tahun diperkirakan juga meningkat rata-rata sebesar 1,76 persen. Tentu saja peningkatan lapangan kerja baru yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan angkatan kerja akan berdampak pada makin menurunnya tingkat pengangguran. Selama ini tingkat pengangguran menurun karena didukung makin tingginya angkatan kerja yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Pada awal tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka diperkirakan berada pada kisaran 7,41 persen. Demikian pula tingkat kemiskinan tahun 2010, diharapkan terus mengalami penurunan. Tercatat jumlah penduduk miskin awal 2010 sebesar 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Di antaranya di daerah pedesaan, penduduk miskin berkurang 0,69 juta orang, dari 20,62 juta menjadi 19,93 juta. Sedangkan di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang dari 11,91 juta menjadi 11,10 juta orang. Berbagai program dan upaya harus terus dilaksanakan pemerintah, seperti perluasan kesempatan kerja, pemberian subsidi, bantuan sosial dan lain-lain. Ini penting untuk menurunkan tingkat kemiskinan tahun 2010 yang berada pada kisaran 12-13,5 persen. Begitu juga untuk menciptakan pembangunan ekonomi berkualitas dan berkeadilan, berbagai langkah perlu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tentu untuk merealisasikannya diperlukan penyempurnaan peraturan mengenai ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. ***

Penulis adalah peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi MakroBadan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

Artikel 2

Page 3: Artikel Pengangguran

Dolar Melemah Tertekan Masalah PengangguranJumat, 6 Agustus 2010 08:08 WIB

New York (ANTARA News) - Dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang utama lainnya pada Kamis, di tengah kekhawatiran tentang pasar tenaga kerja yang tetap menjadi duri dalam sisi pemulihan ekonomi terbesar di dunia.

Euro berpindah tangan pada 1,3190 dolar di New York pada sekitar 2100 GMT, lebih tinggi dari 1,3155 dolar pada Rabu malam.

Dolar juga turun terhadap mata uang Jepang, menjadi 85,82 yen dari 86,26 yen pada Rabu.

Sentimen untuk dolar telah berkurang oleh data pemerintah Kamis yang menunjukkan klaim baru untuk memanfaatkan anggaran pengangguran AS minggu lalu secara tak terduga naik ke tingkat tertinggi sejak April, menyoroti keprihatinan pengangguran bisa menggelincirkan pemulihan.

Klaim awal naik 4,1 persen menjadi 479.000 pada pekan yang berakhir 31 Juli, Departemen Tenaga Kerja mengatakan, membingungkan banyak analis yang memperkirakan klaim turun menjadi 455.000.

Data pengangguran terbaru datang menjelang laporan utama pemerintah AS Jumat, yang sebagian besar ekonom mengatakan diperkirakan menunjukkan pengangguran sudah tinggi karena perusahaan tetap enggan untuk merekrut pekerja dalam jumlah besar.

Mereka percaya Juli memperlihatkan upah sektor non-pertanian turun 87.000 dan tingkat pengangguran naik tipis menjadi 9,6 persen, meningkatkan keraguan lebih lanjut tentang pemulihan ekonomi yang rapuh.

"Dolar AS sekali lagi dirusak oleh data pekerjaan lemah di pagi hari karena pelaku pasar menunggu data kunci upah non-pertanian pada besok," kata analis Samarjit Shankar dari Bank of New York Mellon.

"Itu sekali lagi mengingatkan investor bahwa pasar tenaga kerja AS tetap seimbang dengan

Page 4: Artikel Pengangguran

nyaman," katanya.

Sentimen dolar melemah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran bahwa berlanjutnya melambannya pemulihan AS bisa mendorong Bank Sentral AS atau Federal Reserve untuk meningkatkan "pelonggaran kuantitatif" - memompa uang ke dalam ekonomi melalui pembelian aset.

"Untuk menjadi penyelamat untuk dolar, gaji swasta perlu meningkat lebih dari 90.000," kata analis Kathy Lien dari Global Forex Trading, jelang data upah non-pertanian Jumat yang mengukur keduanya baik sektor pemerintah maupun swasta.

"Jika tidak, ketakutan pasar tentang pemulihan lambat akan diverifikasi, memberikan pedagang alasan kuat untuk membuang dolar," katanya dikutip AFP.

Sektor swasta diperkirakan telah menciptakan sekitar 82.500 pekerjaan pada Juli tapi pekerjaan pemerintah diyakini telah jatuh 169.500.

Sebagian besar pekerjaan pemerintah yang hilang diyakini pekerjaan sementara yang dibuat untuk pelaksanaa sensus.

Terhadap mata uang utama lainnya Kamis, dolar turun menjadi 1,0453 franc Swiss dari 1,0530 pada Rabu, sedangkan pound Inggris naik menjadi 1,5893 dolar dari 1,5878.

Artikel 3

Page 5: Artikel Pengangguran

Pengangguran 2010 Turun TipisPengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan Universitas masih tinggi karena lapangan kerja yang semakin sempit.

JAKARTA- Pemerintah memperkirakan angka pengangguran pada 2010 turun menjadi 7,6 persen dari 7,87 persen pada 2009. Angka pengangguran yang menurun disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang mulai pulih.Demikian dikemukakan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/1).

"Kondisi ketenagakerjaan pada periode 2005-2009 terus mengalami perbaikan. Tren tersebut diperkirakan berlanjut pada 2010," kata Rahma.Kondisi ketenagakerjaan, lanjut Rahma, menunjukkan perbaikan yang konsisten. Angka pengangguran terbuka terus menurun dari 11,24 persen (11,9 juta jiwa) pada 2005menjadi 7,87 persen (8,96 juta jiwa) pada 2009. Selain itu, kesempatan kerja juga meningkat rata-rata 2,78 persen per tahun selama periode 2005-2009. Dalam periode tersebut lapangan kerja bertambah 10,91 juta.

Tren perbaikan tersebut, tambah Rahma, diperkirakan terus berlanjut pada 2010, dengan penurunan angka pengangguran menjadi 7,6 persen. "Sektor yang diharapkan mampu menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah industri," ujar dia.Masing-masing sektor usaha, menurut Rahma, memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda dalam hal menyerapan tenaga kerja. Dalam periode 2005-2009, sektor jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas penciptaan lapangan kerja yang paling tinggi.

Pertumbuhan kesempatan kerja, kata Rahma, juga diiringi oleh perbaikan penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Sampai Agustus 2009, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor informal, yaitu 67,86 juta jiwa (69,35 persen). "Sasaran kami adalah meningkatkan keterampilan dan keahlian pencari kena," kata dia.Akan tetapi, kata Rahma, tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan perguruan tinggi masih cukup besar, yaitu mencapai 4,66 juta jiwa (4,4 persen). "Kasus yang memprihatinkan bagi pemerintah adalah pengangguran terbuka untuk lulusan SMA dan universitas yang masih tinggi. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin tinggi tingkatan pengangguran karena lapangan kerja yang semakin sempit," kata dia.

Salah satu cara agar tidak terjadi ledakan angka pengangguran, lanjut Rahma, adalah dengan mempertahankan penduduk berusia 15,16, dan 17 tahun di bangku pendidikan. "Ini dilakukan untuk mengurangijumlah penawaran dalam pasar tenaga kerja," ujar dia.

Respons Lambat

Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati mengatakan respons pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran lambat. Sektor pertanian, tambah Ninasapti, selalu menjadi bantaian penyerapan tenaga kerja, terutama pada masa panen."Namun, kualitas

Page 6: Artikel Pengangguran

pekerjaan di sektor pertanian dapat dikatakan rendah karena hanya bekerja satu jam atau tujuh jam setiap pekan. Ini sering disebut sebagai non full employment" papar Ninasapti.

Ke depan, menurut Ninasapti, sektor pertanian harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. "Memang ada negara yang sepenuhnya bergantung kepada pertanian tradisional. Namun, negara tersebut cenderung miskin," ujar dia.Oleh karena itu, kata Ninasapti, sektor pertanian harus bersentuhan dengan pendekatan industrial. "Pertanian ha-rus menjadi basis bagi industri pengolahan. Dengan begitu, terjadi penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja," jelas dia.

Selain itu. Indonesia juga harus mengembangkan sektor jasa. "Negara tetangga seperti Malaysia sudah berhasil mengembangkan sektor jasa Itulah mengapa mereka saat ini mengalami kemajuan pesat," ujar dia.Untuk mengembangkan sektor jasa, lanjut Ninasapti, pendidikan harus dibenahi. "Kalau hanya wajib belajar sampai SMP, maka tidak akan bisa. Sektor jasa membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten, tidak hanya lulusan SMP/" kata dia.

Dengan peralihan sektor pertanian ke industri dan pengembangkan sektor jasa, tambah Ninasapti, maka upaya pengurangan pengangguran akan lebih berjangka panjang. "Namun sampai saat ini, upaya ke arah sana belum terlihat," ujar dia. ajl/E-S

Artikel 4

Page 7: Artikel Pengangguran

Pengangguran Masih Suram hingga Tahun 2008

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional memperkirakan dalam lima tahun ke depan gambaran soal angka pengangguran di Indonesia masih akan suram karena tidak tersedianya lapangan kerja.

Dalam kaitan itu, negara masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern mengingat struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar ke bawah.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) juga memperkirakan pada tahun 2004 jumlah angkatan kerja akan mencapai 102,88 juta orang, termasuk angkatan kerja baru 2,10 juta orang. Tambahan lapangan kerja yang tercipta hanya 10,83 juta orang.

Penciptaan lapangan kerja yang tak mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja baru itu menyebabkan angka pengangguran terbuka tahun 2004 meningkat menjadi 10,83 juta orang (10,32 persen dari angkatan kerja), dari tahun sebelumnya 10,13 juta orang (9,85 persen dari angkatan kerja).

Peningkatan angka pengangguran terbuka ini diperkirakan masih akan berlanjut tahun 2005, di mana angka pengangguran terbuka diproyeksikan menjadi 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari angkatan kerja (lihat tabel). Proyeksi ini dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004 dan 2005 masing-masing 4,49 persen dan 5,03 persen.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kwik Kian Gie mengatakan, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada tahun 2005, lapangan kerja yang tercipta hanya 1,75 juta orang dan pengangguran terbuka mencapai 11,19 juta orang atau 10,45 persen dari jumlah angkatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan 4,49 persen pada tahun 2004 dan 5,03 persen pada tahun 2005 dinilai sama sekali tidak menjamin terbukanya lapangan kerja. Sebab, investasi baru cenderung menggunakan mesin modern dan canggih sehingga tidak memerlukan banyak pekerja.

Kwik mengungkapkan hal itu pada seminar “Pasar Kerja yang Ramah Pasar” di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (9/9). Pembicara lain dalam seminar itu antara lain Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto, ekonom dari Universitas Nasional Australia (ANU) Chris Manning, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Soedjai Kartasasmita, dan Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Rekson Silaban.

Menurut Kwik, tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah terus membesarnya jumlah pengangguran. Data tahun 2002 menunjukkan, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,13 juta orang atau 9,06 persen dari keseluruhan angkatan kerja. Jumlah ini dua kali lipat lebih dari jumlah pengangguran terbuka sebesar 4,3 juta jiwa atau 4,86 persen tahun 1996, atau setahun sebelum krisis.

Page 8: Artikel Pengangguran

Data itu belum termasuk setengah penganggur, yakni orang yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, yang jumlahnya mencapai 28,9 juta orang pada tahun 2002.

Yang lebih memprihatinkan adalah terus menurunnya kesempatan kerja formal, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Jumlah pekerja formal di pedesaan yang mempunyai upah tetap atau waged worker tahun 2001 berkurang sebanyak 3,3 juta orang. Tahun 2002, jumlah pekerja formal di perkotaan berkurang 469.000 orang dan di pedesaan berkurang 1,1 juta orang.

“Indikator ini menunjukkan, kesempatan kerja yang tercipta selama tahun 2001 dan 2002 memiliki kualitas rendah karena lebih banyak kesempatan kerja tercipta di sektor informal,” katanya.

Sementara itu, ada kecenderungan di perusahaan besar ada peningkatan upah yang lebih tinggi dari pertumbuhan nilai tambahnya. “Jika hal ini benar, ini sebagai tanda bahwa daya saing tenaga kerja Indonesia makin menurun, padahal sangat dibutuhkan menghadapi persaingan global,” ujar Kwik menjelaskan.

Menurut dia, supaya bisa menambah lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi harus bisa mencapai enam sampai tujuh persen. Padahal, untuk mencapai pertumbuhan tujuh persen sangat sulit, karena mengandalkan investasi baru. Sementara itu, investor tidak akan memilih Indonesia sebagai tempat menanam modal karena biaya ekonomi sangat tinggi, akibat masih kuatnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Kalau ingin investor datang ke Indonesia, KKN harus benar-benar diberantas, tidak cukup dengan ngomong, tetapi pelakunya harus benar-benar dihukum tanpa pandang bulu,” ucap Kwik tegas.

Peredam

Dengan kondisi seperti sekarang ini, menurut Kwik, investasi yang diutamakan adalah sektor yang tidak terlalu modern dan tanpa menggunakan mesin canggih. Dikatakannya pula, selama ini sektor informal dinilai sangat membantu menyerap orang-orang yang menganggur, tetapi kreatif dan menjadi peredam di tengah pasar global. Namun, bukan berarti sektor formal diabaikan.

Direktur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas Bambang Widianto memaparkan, lima tahun ke depan negara ini masih harus mengembangkan industri padat pekerja dan sangat tidak mungkin beralih ke teknologi modern.

Alasannya, struktur angkatan kerja, pekerja, dan pengangguran terbuka menurut pendidikan masih didominasi oleh tamatan sekolah dasar (SD) ke bawah. Untuk angkatan kerja tahun 2002, yang berpendidikan SD ke bawah mencapai 59,05 juta orang atau sekitar 58,6 persen dari angkatan kerja.

Perkembangan yang dinilai memprihatinkan oleh Bambang adalah kecenderungan menciutnya sektor informal periode 2001-2002, yang dibarengi dengan perbedaan upah yang makin lebar

Page 9: Artikel Pengangguran

antara pekerja di sektor formal dan informal. Faktor lain adalah menurunnya produktivitas di sektor industri pengolahan serta meningkatnya pengangguran usia muda, yakni 15-19 tahun.

Sementara itu, ada beberapa aturan main yang berpotensi menyebabkan infleksibilitas pasar kerja. Misalnya, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan di tempat kerja, menyangkut pemutusan hubungan kerja (PHK), dan yang berkaitan dengan upah minimum.

Sumber : (Eta) Harian Kompas, Jakarta

Artikel 5

Page 10: Artikel Pengangguran

Fenomena Kemiskinan dan pengangguran di Indonesia

Rupanya fenomena pertambahan pengangguran dan kemiskinan lebih mudah terjadi ketimbang dicegah apalagi diturunkan jumlahnya. Kepekaan atau elastisitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Pemerintah memperkirakan pada tahun ini, akibat krisis ekonomi global, jumlah tambahan pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 200 ribu orang. PHK ini dipengaruhi oleh menurunnya perumbuhan ekonomi dari prakiraan sebesar 5.5% menjadi 4.5% saja. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini karena pertumbuhan ekspor yang juga menurun. Semula ekspor diproyeksikan tumbuh 5% namun kini hanya diprakirakan mencapai 2.5%. Akibatnya produktifitas nasional pun menurun. Akibat turunannya apabila prakiraan proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5.5% jumlah penduduk miskin akan mencapai 28 juta atau 12,68% dari total penduduk. Namun kalau hanya 4.5% disamping timbulnya pengangguran baru maka juga diikuti dengan meningkatnya penduduk miskin menjadi 30,24 juta jiwa atau 13,34% dari total penduduk.

Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan:

1. Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K),2. Kelompok Usaha Bersama (KUBE);3. Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Kawasan Terpadu (TPSP-KUD)4. Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP)5. Pengembangan Kawasan Terpadu (KPT)6. Inpres Desa Tertinggal (IDT)7. Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT)8. Program Pengembangan Kecamatan (PPK)9. Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)10. Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE)11. Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD)