14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan merupakan satu pilar pokok pembangunan dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan kompetetitif sesuai dengan visi Kementrian Pendidikan Nasional 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan dari semua pihak. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Salah satunya dengan membuat berbagai langkah seperti yang dirumuskan berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) Nomor 20 Tahun 2003. Pada USPN telah dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, 1

Mulyati supervisi 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mulyati supervisi 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan mutu pendidikan merupakan satu pilar pokok pembangunan

dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan

sumber daya manusia (SDM) yang cerdas dan kompetetitif sesuai dengan visi

Kementrian Pendidikan Nasional 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut

diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan dari

semua pihak. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan

mutu pendidikan nasional. Salah satunya dengan membuat berbagai langkah

seperti yang dirumuskan berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem

Pendidikan Nasional (USPN) Nomor 20 Tahun 2003.

Pada USPN telah dirumuskan bahwa tujuan pendidikan nasional, yaitu

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. USPN juga menegaskan bahwa setiap warga negara

mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Sebagai realisasi upaya peningkatan mutu pendidikan pemerintah telah

menetapkan peraturan pemerintah (PP) 19 Tahun 2005 yaitu tentang Standar

Nasional Pendidikan (SNP). SNP ini sangat diperlukan karena akan menjadi

acuan dasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan

1

Page 2: Mulyati supervisi 1

yang antara lain, meliputi kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan

penyelenggaraan pendidikan. Acuan dasar tersebut merupakan standar

nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola,

penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerja dalam

memberikan layanan pendidikan yang bermutu.

PP No 19 Tahun 2005 tentang SNP menegaskan bahwa Standar

Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di

seluruh wilayah hukum Indonesia yang berfungsi sebagai dasar bagi

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan pada setiap satuan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang bermutu. SNP berisi

ketentuan tentang delapan standar yang dicita-citakan dapat terwujud di

semua satuan pendidikan pada kurun waktu tertentu, meliputi Standar Isi,

Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar

Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.

Mengingat bahwa kondisi satuan pendidikan pada saat ini masih sangat

beragam, dan sebagian kualitasnya masih berada di bawah SNP, maka perlu

dicari strategi untuk mencapai SNP secara bertahap dengan menetapkan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) melalaui Permendiknas Nomor 15 Tahun

2010 yang merupakan tingkat pelayanan minimal yang harus dipenuhi oleh

setiap satuan pendidikan. Apabila SPM pendidikan telah tercapai maka indikator

tingkat (mutu) layanan akan dinaikkan dari waktu ke waktu, hingga pada

akhirnya mencapai tingkatan yang ditetapkan dalam SNP. Oleh karena itu SPM

pendidikan dapat diartikan sebagai strategi untuk mencapai SNP secara

bertahap dan merupakan sasaran antara untuk menuju pemenuhan SNP.

2

Page 3: Mulyati supervisi 1

Sehubungan dengan hal tersebut, kepala sekolah mempunyai peran

yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar

Kepala Sekolah/Madrasah telah menetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi

kompetensi yang perlu dimiliki kepala sekolah, yaitu: Kepribadian, Manajerial,

Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Salah satu kompetensi yang sangat

berperan langsung terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah dimensi

kompetensi supervisi. Dengan kompetensi itu dapat menunaikan kewajiban

menumbuhkan motivasi diri serta menguasai prinsip-prinsip supervisi sehingga

memiliki tingkat kesiapan yang baik sebagai insan pembina sekolah. Melalui

kompetensi ini kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat penting di dalam

mendorong guru untuk melakukan proses pembelajaran yang berkualitas.

Kepala Sekolah merupakan pembina guru dalam pengelolaan mutu

pendidikan, meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam

melaksanakan tugas pokoknya. Secara akademis kepala sekolah dapat

membimbing guru dalam mengembangkan, melaksanakan, dan melakukan

penjaminan mutu KTSP, mengarahkan pengembangan silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran, meningakatkan kinerja dalam mengevaluasi

pembelajaran sehingga dapat menghasilkan standar lulusan yang bermutu.

Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses mengamanatkan

bahwa setiap guru wajib melaksanakan: perencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, melakukan penilaian dan adanya pengawasan

oleh kepala sekolah.

3

Page 4: Mulyati supervisi 1

Namun pada kenyataannya penyelenggaraan pendidikan Indonesia

terutama proses pembelajaran di kelas saat ini seolah-olah masih merupakan

otoritas sepenuhnya pada guru. Hampir tidak ada pihak luar yang peduli,

memperhatikan serta mencermati pelaksanaan pembelajaran guru di hadapan

peserta didiknya. Bahkan sering dikatakan bahwa pekerjaan guru adalah

merupakan profesi yang tidak dapat dilihat oleh orang lain, kecuali klien (siswa).

Apabila ada pengawas, kepala sekolah, atau sesama guru yang ingin tahu

bagaimana seorang guru mengajar, hal ini sering dianggap tabu dan dikatakan

tidak percaya pada guru. Kondisi tersebut sering dipengaruhi oleh budaya

tertutup yang melingkupi iklim kerja di sekolah-sekolah selama ini. Oleh karena

itu walau pun kepala sekolah dan pengawas (supervisor) memiliki kewenangan

untuk monitoring dan menilai kinerja guru dalam pembelajaran, namun selama

ini kurang maksimal dilakukan.

Penilaian kinerja guru sering hanya diukur dari administrasi pembelajaran

yang ditulis. Kunjungan kelas seakan masih merupakan formalitas, atau bahkan

hanya dilakukan bila seorang guru dianggap bermasalah. Kondisi demikian tentu

tidak mendukung upaya peningkatan mutu pendidikan, yang ruhnya terletak

pada interaksi antara guru dan siswa di kelas. Akuntabilitas guru menjadi

rendah, dan hanya terfokus pada bagaimana membuat siswa dapat

mengerjakan soal-soal ujian. Pada mata pelajaran tertentu yang tidak termasuk

materi ujian nasional, bahkan dikesankan lebih santai lagi. Pembelajaran yang

aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna bagi kehidupan siswa, masih

jauh dari harapan.

4

Page 5: Mulyati supervisi 1

Akiibat kondisi semacam itu permasalahan rendahnya kualitas

pembelajaran di kelas tidak kunjung usai. Kualitas pembelajaran di kelas sering

bersumber dari beberapa hal pokok berikut: ketidaklengkapan administrasi

pembelajaran guru (pengembangan silabus, RPP, dan administrasi penilaian)

rendahnya kemampuan guru melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), rendahnya kemampuan dan motivasi

guru meningkatkan pengetahuannya.

Banyak guru masih menggunakan Silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) hasil copy paste. Hanya beberapa guru yang

mengembangkan silabus dan menyusun RPP sendiri. Administrasi penilaian

masih lemah dalam hal teknik dan instrumen penilaian, kisi-kisi dan analisis

butir soal, serta program remidial dan pengayaan. Daftar nilai masih sebatas

nilai tugas dan ulangan harian dalam bentuk kognitif. Lembar penilaian afektif

(pengamatan) dan psikomotor juga belum nampak. Penentuan KKM belum

mempertimbangkan berbagai aspek. Banyak guru belum paham

komponen/dasar penentuan kriteria ketuntasan minimal (KKM) meski sudah

mempunyai daftar KKM.

Rendahnya kemampuan guru melakukan pembeljaran aktif, inovatif,

kreatif, efektif, menyenangkan, gembira dan berbobot (PAIKEM GEMBROT)

juga masih jauh panggang dari api. Dari hasil pengamatan, observasi dan

diskusi beberapa guru antara lain: banyak guru-guru mengajar masih

menggunakan pola lama dengan mendominasi kelas dengan ceramah, belum

menerapkan pembelajaran inovatif seperti memanfaatkan model-model

pembelajaran kooperatif, CTL atau lainnya.

5

Page 6: Mulyati supervisi 1

Guru yang sudah secara sadar membawakan pembelajarannya inovatif

merasa kekurangan waktu, karena proses persiapannya terlalu lama dan siswa

juga cenderung lambat dalam hal mengubah posisi tempat duduk. Guru juga

kurang mengeksplorasi siswa untuk mengembangkan keterampilan kooperatif

dan berkolaborasi (eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi), meski di dalam RPP

dicantumkan guru jarang yang benar-benar menerapkannya di kelas. Guru

belum sepenuhnya memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran, meski

dari penelusuran RPP yang dibuat memang ada ada rencana guru

memanfaatkan sumber-sumber belajar dan media yang beragam.

Adanya pemahaman yang keliru bahwa pemanfaatan multimedia

pembelajaran semata-mata menggunakan teknologi canggih (komputer)

padahal untuk beberapa mata pelajaran tertentu justru pemanfaatan lingkungan

bisa lebih mengembangkan daya pikir dan nalar siswa, karena siswa

berinteraksi langsung dengan sumber belajar (alam takambang). Selain itu guru

yang telah memanfaatkan multimedia (komputer) hanya sebatas memindahkan

papan tulis dengan menayangkannya dalam bentuk power poin sehingga justru

mematikan kreatifitas siswa (pembisuan siswa) karena siswa hanya melihat,

tidak melakukan aktifitas apapun. Jika berlarut-larut ini akan membuat siswa

cepat bosan.

Beberapa kondisi secara umum di atas juga terjadi di SMP 11

Surakarta, apalagi selama ini guru jarang dipantau lewat program supervisi.

Padahal idealnya, menurut Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, kepala sekolah melakukan

supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam

setiap semester.

6

Page 7: Mulyati supervisi 1

Dalam kondisi demikian, maka peran kepala sekolah sebagai pembina

guru sangat diharapkan. Kepala sekolah harus berfungsi sebagai kontrol

kualitas dalam proses pendidikan, khususnya pembelajaran/bimbingan.

Kualitas tidak hanya pada dimensi ketercapaian target materi dan nilai ulangan

siswa, namun juga kebermaknaan proses pembelajaran yang dilakukan guru.

Demi mendukung peran kepala sekolah/madrasah dalam meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah/madrasah maka dibutuhkan kepala sekolah yang

mempunyai kompetensi kuat dalam kontrol kualitas pembelajaran yang

dilakukan guru. Oleh karena itu kompetensi supervisi kepala sekolah sangat

diperlukan dalam mewujudkan kualitas pembelajaran.

Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka pada kesempatan ini

sebagai tindak lanjut dari kegiatan On the Job Learning (OJL) Diklat Peningkatan

Kompetensi Supervisi Kepala Sekolah tahun 2012, maka kepala sekolah

berusaha melakukan upaya awal dengan malakukan kajian berupa pelaksanaan

Supervisi Akademik sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di

SMP Negeri 11 Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka pada kesempatan ini maka

kepala sekolah berusaha melakukan upaya awal dengan melakukan kajian

berupa pelaksanaan Supervisi Akademik. Oleh karena itu rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Apakah Supervisi Akademik dapat meningkatkan Upaya Meningkatkan

Kualitas Pembelajaran di SMP Negeri 11 Surakarta.

7

Page 8: Mulyati supervisi 1

C. Tujuan

Kegiatan supervisi akademik ini bertujuan:

1. Meningkatkan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah yang meliputi:

konsep supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru,

membuat rencana program supervisi akademik dengan pendekatan dan

teknik supervsi yang tepat, dan melaksanakan tindak lanjut supervisi

akademik.

2. Memberikan kesempatan kepada kepala sekolah untuk mendapatkan

pengalaman dan pembelajaran melalui praktik supervisi akademik dengan

paradigma, pendekatan dan teknik-teknik yang telah diperoleh selama

kegiatan diklat In Service Learning.

3. Meningkatkan kepekaan kepala sekolah terhadap pengelolaan proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru sehingga dapat

menumbuhkembangkan keterampilan guru mengelola proses pembelajaran

yang inovatif, kreatif, pemecahan masalah, dan menumbuhkan naluri

kewirausahaan.

4. Membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam

memahami kegiatan akademik, kegiatan pembelajaran di kelas,

mengembangkan keterampilan mengajarnya dan menggunakan

kemampuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

5. Mendorong guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-

tugas mengajarnya, pengembangan kemampuannya sendiri, serta

mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-sungguh

(komitmen) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.

,

8

Page 9: Mulyati supervisi 1

D. Manfaat

Manfaat kegiatan supervisi akademik adalah:

1. Bagi Kepala sekolah:

a. Sebagai upaya meningkatkan kemampuan kepala sekolah dalam

mempengaruhi, menggerakkan, mengembangkan dan memberdayakan

guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan memanfaatkan

sumber daya yang ada.

b. Sebagai upaya kepala sekolah untuk lebih mendekatkan hubungan kepala

sekolah dengan guru sehingga terjalin hubungan yang harmonis melalui

supervisi akademik dan supervisi klinis sehingga guru mampu

mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

2. Bagi guru:

a. Membantu guru dalam meningkatkan kompetensinya khusunya dalam

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian

pembelajaran.

b. Sebagai wahana peningkatan kemampuan guru dalam memanfaatkan

sumber belajar, alat bantu, dan media pembelajaran yang kreati dan

inovatif, sehingga proses pembelajaran dapat efektif.

c. Sebagai upaya meningkatkan komitmen terhadap tugas dan fungsinya

serta pengembangan karakter pribadi lainnya.

3. Bagi Sekolah:

a. Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah .

b. Meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.

9

Page 10: Mulyati supervisi 1

c. Sebagai kontrol kualitas atau penjaminan mutu pembelajaran

4. Bagi Siswa:

a. Sebagai jaminan mendapatkan pelayanan pembelajaran yang optimal

b. Sebagai upaya membina perilaku belajar siswa yang lebih baik.

10