32
TUGAS FINAL HUKUM AGRARIA TANAH TERLANTAR TERKAIT HAK ATAS TANAH

Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

TUGAS FINAL HUKUM AGRARIA

TANAH TERLANTAR TERKAIT HAK ATAS TANAH

Page 2: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

SUB MATERI

HAK ATAS TANAH

TANAH TERLANTAR

SISTEMATIKA PENETAPAN TANAH TERLANTAR

UNSUR-UNSUR TERJADINYA TANAH

TERLANTAR

Page 3: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Masih ingat Hak Atas

Tanah?

Page 4: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Pada umumnya sebutan tanah selalu dikaitkan dengan hak atas tanah yang diberikan atau dimiliki oleh seseorang, agar dapat dinikmati manfaatnya, dan digunakan sesuai dengan peruntukkannya. Dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA menyebutkan tanah sebagai berikut : ” Atas dasar menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.”

Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

Page 5: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Tanpa perlu dijelaskan satu per-satu, kita telah mengetahu bahwa hak atas tanah terdapat 4 bagian tetapi pada kali ini akan dikaitkan mengenai hak atas tanah individual yang terdapat pada pasal 16 dan 53 yang tentu saja berkaitan dengan tanah terlantar. Adapun hak atas tanah tersebut antara lain:

1. Hak milik2. Hak guna usaha3. Hak guna bangunan4. Hak pakai Hak bersifat tetap5. Hak sewa6. Hak membuka tanah 7. Hak memungut hasil hutan 8. Hak lain-lain Hak bersifat sementara

- Hak gadai- Hak usaha bagi hasil- Hak menumpang- Hak sewa pertanian

Pasal 16Ayat (1)

Review kembali hak atas tanah individu

Pasal 53 UUPA

Page 6: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

9. Hak guna air10. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan Pasal 16 ayat (2)11. Hak guna ruang angkasa12. Hak pengelolaan13. Hak penguasaan hutan Hak bersifat ditentukan kemudian

Tanpa perlu dijelaskan lagi, cukup untuk review sekilas maka hak atas tanah ini saat berkaitan dengan hak-hak atas ditanah walaupun tidak semuanya.

Hak atas tanah yang diberikan oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolan kepada perseorangan atau badan hukum harus digunakan/dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Kenyataannya, banyak tanah yang tidak diusahakan/dipergunakan sebagaimana mestinya, tanah-tanah inilah yang berpotensi menjadi tanah terlantar. Misalnya tanah yang seharusnya dipergunakan sebagai lahan pertanian justru tidak diolah sebagaimana mestinya untuk pertanian.

Page 7: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Sebagaimana dicantumkan dalam Visi BPN yaitu menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-sebesar kemakmuran rakyat, maka tanah yang ada di Indonesia harus mampu dioptimalkan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian hak atas tanah tersebut. Tanah terlantar menjadi hambatan bagi terwujudnya kemakmuran rakyat dikarenakan kurang efektifnya penggunaan tanah tersebut sesuai dengan kemampuan tanah yang dimilikinya.

Hak-hak atas tanah yang diberikan oleh negara kepada setiap warga negara atau badan hukum, memberikan konsekuensi hukum kepada pemegang hak atas tanah untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, dan mengusahakan sendiri tanah-tanah tersebut dengan baik, dan yang terutama tidak menelantarkannya.

Page 8: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

PP. No. 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah terlantar mengatur mengenai kriteria tanah yang dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar, yaitu terdapat dalam Pasal 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 : 1. Tanah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai dapat

dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemgang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak diperihara dengan baik (Pasal 3);

2. Tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai yang tidak dimaksudkan untuk dipecah menjadi beberpa bidang tanah dalam rangka penggunaannya tidak dipergunakan sesuai dengan keadaanya atau sifat dan tujuan haknya, apabila tanah tersebut tidak dipergunakan menurut peruntukannya dan rencana tata ruang wilayah yang berlaku pada waktu permulaan penggunaan pembangunan fisik di atas tanah tersebut (Pasal 4);

Kriteria tanah sebagai tanah terlantar

Page 9: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

3. Tanah hak guna usaha tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya, apabila tanah itu tidak diusahakan sesuai dengan kriteria pengusahaan tanah pertanian yang baik sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan jika hanya sebagian dari bidang tanah hak guna usaha yang memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar (Pasal 5 ayat (1) dan (2));

4. Tanah hak guna bangunan atau hak pakai yang dimaksudkan untuk dipecah menjadi beberapa bidang tanah dalam rangka penggunaannya tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya, apabila tanah tersebut tidak dipecah dalam rangka pengembangannya sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang dan jika hanya sebagian dari bidang tanah hak guna bangunan atau hak pakai yang memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar (Pasal 6 ayat (1) dan (2));

Page 10: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

5. Tanah hak pengelolaan dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila kewenangan hak menguasai dari negara atas tanah tersebut tidak dilaksanakan oleh pemegang hak sesuai tujuan pemberian, pelimpahan kewenangan tersebut, dan jika hanya sebagian dari bidang tanah hak pengelolaan yang memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar (Pasal 7 ayat (1) dan (2);

6. Tanah yang sudah diperoleh penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar, apabila tanah tersebut oleh pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tidak dimohon haknya atau tidak dipelihara dengan baik, dan dan jika hanya sebagian dari bidang tanah hak tersebut di atas yang memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar (Pasal 8 ayat (1) dan (2)). Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka penentuan tanah sebagai tanah terlantar yang dapat menyebabkan hapusnya suatu hak atas tanah dan menjadikan tanah tersebut dalam penguasaan negara ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria tersebut dalam PP. No. 36 Tahun 1998

Page 11: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Apakah itu Tanah Terlantar?

Page 12: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Dalam ketentuan UUPA terkandung suatu amanah yaitu bahwa pemilik dan atau pemegang hak atas tanah tidak boleh menelantarkan tanahnya. Hal tersebut berarti setiap pemberian hak oleh negara kepada perorangan atatu badan hukum haruslah bersama-sama dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang hak sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 

Secara filosofis tanah terlantar sangat bertentangan dengan asas yang menentukan bahwa tanah merupakan aset atau modal, bahkan tanah merupakan sumber kehidupan manusia yang tidak akan habis. Tanah berfungsi untuk menyejahterakan manusia sehingga tanah harus digunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Itu sebabnya mengabaikan kewajiban menggunakan dan mengelola tanah sesuai dengan hak yang dimiliki merupakan tindakan pelanggaran terhadap fungsi sosial tanah.

Tanah Terlantar

Page 13: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Apabila nantinya diketahui pemegang hak mengabaikan kewajiban terhadap tanah sehingga keadaan tanah menjadi terlantar atau tidak produktif, tidak memberi manfaat bagi pemegang hak maupun masyarakat sekitarnya, mengalami penurunan kualitas kesuburan dalam waktu tertentu, maka pemerintah harus segera bertindak, dan menyatakan suatu bidang tanah dalam keadaan terlantar. secara yuridis hal ini harus diikuti dengan tindakan pemerintah untuk melakukan pembatalan terhadap hak atas tanah tersebut. Kemudian tanah kembali kepada negara yang selanjutnya akan diserahkan kepada subjek hukum lainnya untuk dimanfaatkan kembali. Realitas seperti itu menunjukkan bahwa secara administrasi tertib hukum pertanahan perlu ditegakkan secara tegas.

Page 14: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Konsep tanah terlantar menurut hukum adat dapat ditemukan dalam pengertian-pengertian tanah terlantar menurut Hukum Adat. Berikut pengertian tanah terlantar dalam beberapa wilayah Hukum Adat di Indonesia

Sulawesi Selatan (Bugis) Dalam masyarakat Bugis, tanah terlantar disebut dengan istilah Tona Kabu, Tona Kallanggelung Amo. Adapun kriteria tanah yang dikategorikan sebagai tanah tersebut adalah tanah sawah yang ditinggalkan selama 10 tahun atau lebih. Hal itu dilihat melalui indikasi-indikasi yaitu pematang-pematangnya tidak kelihatan lagi, dan semua tanda-tandanya sudah hilang secara keseluruhan.

Sumatera Utara

Dalam masyarakat Sumatera Utara, tanah terlantar disebut dengan istilah Soppalan, yaitu tanah bekas yang ditinggalkan dan telah ditumbuhi alang-alang, tanah bekas ladang yang belum lama ditinggalkan dan telah menjadi semak, tanah yang sengaja ditelantarkan untuk penggembalaan ternak masyarakat, dan tanah yang baru sekali dibuka kemudian terlantar.

Tanah terlantar dalam hukum adat

Page 15: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Aceh Di Aceh, apabila pada sebidang tanah sama sekali tidak ada aktivitas pemanfaatan tanah itu selama 3 bulan, maka hak okupasi dan hilang tanah kembali kepada Hak Ulayat.

Maluku Di Maluku, tanah dinyatakan terlantar apabila dalam jangka waktu 10-15 tahun tidak dimanfaatkan dan tanah kembali menjadi Hak Pertuanan (ulayat).

Kalimantan Selatan (Banjar) Di Kalimantan Selatan, tanah bekas ladang yang ditinggalkan 2 musim atau lebih akan kembali menjadi padang atau tanah tanpa pemilik.

Untuk menentukan kriteria suatu hak atas tanah dapat dikatakan tanah terlantar adalah dengan cara mensistematisasi unsur-unsur yang ada dalam pengertian mengenai tanah terlantar. Dalam Hukum Adat Tanah terlantar dapat dirumuskan sebagai tanah sawah atau ladang yang ditinggalkan oleh pemilik atau penggarapnya dalam beberapa waktu tertentu (3 s.d. 15 tahun) sampai tanah sawah atau ladang itu menjadi semak belukar, maka tanah tersebut kembali kepada Hak Ulayat atau masyarakat adat.

Page 16: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 PP No. 36 Tahun 1998 yang dimaksud dengan tanah terlantar adalah tanah yang ditelantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan atau pihak-pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan pertimbangan bahwa PP No. 36 Tahun 1998 tidak dapat lagi dijadikan acuan penyelesaian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar sehingga perlu dilakukan penggantian peraturan maka diterbitkan PP No. 11 Tahun 2010. Peraturan pemerintah tersebut mencabut PP No. 36 Tahun 1998 dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Salah satu yang menjadi kelemahan dalam PP. No. 36 Tahun 1998 adalah tidak ditentukannya berapa lama tanah yang tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya dapat dikatakan tanah terlantar.

 

Bagaimana tanah terlantar menurut peraturan pemerintah?

Page 17: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Definisi tanah terlantar tidak diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (“PP No.11/2010”), tetapi diatur di dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.

Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Page 18: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Dalam Pasal 2 PP No. 11 Tahun 2010 menggolongkan suatu tanah adalah terlantar dari segi status tanah dan dari segi penggunaan tanahnya .

1. Dari segi status tanahnya, yaitu meliputi hak penguasaan atas tanah yang sudah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau Hak Pengelolaan dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Serta hak penguasaan atas tanah yang sudah ada dasar penguasaannya, dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak dimohonkan hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalam izin/keputusan /surat lainnya dari pejabat yang berwenang.

 

Penggolongan Tanah Terlantar

Page 19: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

2. Dari segi penggunaan tanahnya, yaitu kondisi-kondisi yang dimaksud dengan tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya adalah karena pemegang hak perseorangan dimaksud tidak memiliki kemampuan dari segi ekonomi untuk mengusahakan, mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Selain itu yang dimaksud dengan tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya yaitu pemegang hak instansi Pemerintah/BUMN/BUMD dimaksud karena keterbatasan anggaran negara/daerah untuk mengusahakan, mempergunakan atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya. Serta yang dimaksud dengan tanah yang terindikasi terlantar adalah tanah hak dan atau dengan dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. Untuk memperoleh data tanah terindikasi tanah terlantar dilaksanakan kegiatan inventarisasi oleh kepala wilayah BPN kepada kepala BPN RI.

Page 20: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Apakah unsur terjadinya tanah terlantar?

Page 21: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Unsur-unsur yang esensial terjadinya tanah telantar maka kriteria atau ukuran yang dapat dipakai untuk menetapkan sebidang tanah penguasaan instansi pemerintah sebagai tanah telantar yaitu dengan cara kembali menjelaskan dengan melakukan penafsiran-penafsiran terhadap unsur yang ada, dengan fokus terhadap tujuan pemberian hak atas tanah. Sehingga apabila dari kondisi fisik tampak tanah tidak terawat atau tidak terpelihara, itu berarti tidak sesuai dengan tujuan pemberian haknya. Sehingga kriteria tanah telantar yaitu :

1. Harus ada tanah hak (Objek)2. Harus ada pemilik/pemegang hak atas tanah (subjek)3. Harus ada perbuatan yang sengaja tidak menggunakan tanah4. Harus ada perbuatan mengabaikan kewajibannya5. Harus ada jangka waktu tertentu dimana pemegang hak mengabakan

kewajibannya

Unsur-unsur Terjadinya Tanah Terlantar

Page 22: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Objek tanah terlantarBerikut beberapa ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan objek tanah terlantar dapat dikemukakan sebagai berikut :  Dalam UUPA Hak milik atas tanah hapus bila tanahnya jatuh kepada negara

karena ditelantarkan (Pasal 27 poin a. 3). Penjelasan Pasal 27 menyatakan :

 “Tanah ditelantarkan kalau dengan sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan dari pada haknya”. Hak Guna Usaha hapus karena ditelantarkan (Pasal 34 e). Hak Guna Bangunan hapus karena ditelantarkan (Pasal 40 e)   Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 secara rinci dan jelas

mengatur mengenai pemberian hak atas tanah (Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai), objek hak, serta jangka waktu dan lamanya suatu hak diberikan oleh negara kepada subjek hak. Apabila pemegang hak tidak melaksanakan kewajibannya, maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e, Hak Guna Usaha hapus karena ditelantarkan.

Page 23: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 1998 menyatakan bahwa “tanah terlantar yang dikuasai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya tetapi belum diperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Mengenai ruang lingkup tanah terlantar dalam PP No. 36 Tahun 1998 dibagi menjadi tiga bagian.

Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 dan Pasal 1 Angka 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 menyebutkan bahwa objek tanah terlantar adalah tanah yang sudah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, atau Hak Pengelolaan dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Demikian pula tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalam izin/keputusan/surat lainnya dari pejabat yang berwenang.

Page 24: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Subjek tanah terlantarTerkait dengan tanah terlantar apabila disimak ketentuan Pasal

3 PP No. 11 Tahun 2010 maka tanah Hak Guna Usaha, tanah Hak Guna Bangunan, ataupun Hak Pakai yang dimiliki oleh subjek badan hukum atau perusahaan yang diberikan di atas tanah negara merupakan sasaran utama objek penertiban tanah terlantar. Dalam Pasal 3 PP No. 11 Tahun 2010 dijelaskan bahwa Tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya dikecualikan sebagai tanah terlantar. Begitu juga tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara / Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya dikecualikan atau tidak termasuk objek penertiban tanah terlantar

Page 25: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan subjek penertiban tanah terlantar adalah Perseorangan, Badan Hukum dan Pemerintah. Namun subjek perseorangan dan pemerintah masih mendapat pengecualian apabila tidak sengaja tidak menggunakan tanah haknya dalam artian tidak mampu secara ekonomi bagi perorangan ataupun karena keterbatasan anggaran bagi pemerintah. Terkait dengan perseorangan yang tidak sengaja karena alasan ekonomi ataupun pemerintah yang mempunyai keterbatasan anggaran belum ada aturan yang secara jelas mengatur bagaimana orang tersebut dapat dikatakan tidak mampu secara ekonomi ataupun pemerintah mempunyai keterbatasan anggaran sehingga dikecualikan tanahnya sebagai tanah terlantar

Page 26: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Bagaimana

sistematika

penetapan

tanah terlantar?

Page 27: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Sistematika penetapan tanah terlantar Indentifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar

Identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar dilaksanakan oleh panitia yang terdiri dari unsur Badan Pertanahan Nasional dan unsur instansi terkait yang diatur oleh Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia (“BPN”). Dalam Pasal 7 PP No.11/2010, kegiatan identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar meliputi:

1. verifikasi data fisik dan data yuridis;2. mengecek buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya

untuk mengetahui keberadaan pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada saat pengajuan hak;

3. meminta keterangan dari pemegang hak dan pihak lain yang terkait, dan pemegang hak dan pihak lain yang terkait tersebut harus memberi keterangan atau menyampaikan data yang diperlukan;

4. melaksanakan pemeriksaan fisik;

Page 28: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

5. melaksanakan ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;

6. membuat analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;7. menyusun laporan hasil identifikasi dan penelitian;8. melaksanakan sidang Panitia; dan9. membuat Berita Acara.

Peringatan

Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan terdapat tanah terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah memberitahukan dan sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama kepada Pemegang Hak, agar dalam jangkawaktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya suratperingatan, menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya.

Di dalam surat peringatan perlu disebutkan hal-hal yang secara konkret harus dilakukan oleh pemegang hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan yang dimaksud.

Page 29: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Penetapan tanah terlantar

Apabila pemegang hak tetap tidak melaksanakan peringatan tertulis yang diberikan oleh Kepala Kator Wilayah, maka Kepala Kantor Wilayah mengusulkan kepada Kepala BPN untuk menetapkan tanah yangbersangkutan sebagai tanah terlantar. Kemudian,Kepala BPN menetapkan tanah yang diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah sebagai tanah terlantar. Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak, penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Dalam hal tanah yang akan ditetapkan sebagai tanah terlantar adalah tanah yang telah diberikan dasar penguasaan, penetapan tanah terlantar memuat juga pemutusan hubungan hukum serta penegasan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Page 30: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Contoh kasus Tanah Terlantar di Yogyakarta

Setiap Kantor Wilayah BPN memiliki bagian yang menangani bidang pengendalian pertanahan dan pemberdayaan masyarakat. Mereka melakukan pengendalian terhadap tanah-tanah yang telah dilakukan pendaftarannya dalam berbagai bentuk hak. Dalam rangka pengendalian itu diperoleh angka sekitar 300 hektar tanah yang diidentifikasi terlantar (kota-desa). Dengan keluarnya PP no 11 tahun 2010 yang mengecualikan tanah yang dikuasai oleh pemerintah sebagai obyek tanah terlantar, maka akhirnya hanya ditetapkan 62,1038 ha atas 15 subyek hak. Jenis hak umumnya adalah HGB.

Di masa lalu, pemanfaatan tanah terlantar dalam praktik dan definisi formal dilakukan oleh instansi pemerintah non-BPN, yang dapat bekerjasama dengan pemegang hak serta diatur oleh Pemerintah Daerah. Sebagai contoh adalah pemanfaatan tanah kosong di Kabupaten Bantul melalui program ABRI Manunggal Pertanian (AMP). Ada dua jenis pemanfaatan yakni dilakukan oleh masyarakat sendiri dan dilakukan oleh instansi pemerintah. Program pertama berupa pemanfaatan atas tanah tujuh pengembang perumahan. Mereka ini menguasai tanah cukup luas dan seluruh atau sebagian tanahnya masih dalam keadaan kosong.

Page 31: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)

Pengembang tersebut adalah Perum Perumnas, Koperasi BKUK Dekopindo, PT. Nuscon Asri, PT. Aditra Graha Asri, PT. Heksana Adi Gatra Mulya, PT. Lita Internusa, dan PT. Griya Mataram Singgasana. Dalam pengakuan pengembang, penelantaran itu disebabkan faktor ekonomi berupa suku bunga tinggi sehingga mereka kesulitan mendapat kredit bank untuk pembangunan perumahan, serta krisis ekonomi tahun 1999 yang mengakibatkan rendahnya permintaan pembangunan rumah. Pemanfaatan yang dilakukan adalah penanaman kembali tanah kosong oleh pemilik semula di atas tanah pengembang.

Program kedua adalah berupa penanaman tanaman pangan oleh ABRI (Kodim 0729 Bantul) sebagaimana dinyatakan oleh Surat Keputusan Penanggung Jawab Operasi ABRI Manunggal Pertanian No. Skep/06/IV/1998. Penanaman dilakukan di atas tanah-tanah kosong masyarakat melalui sistem bagi hasil, yang mana pemilik mendapat 60% hasil serta upah tenaga kerja jika mereka sendiri yang mengerjakannya.

Dalam dokumen resmi, program inilah yang sering dicatat sebagai bentuk pemanfaatan tanah terlantar, mengabaikan kenyataan bahwa masyarakat luas dengan definisi mengenai tanah kosong dan dihadapkan pada kondisi aktualnya, telah banyak memanfaatkan tanah-tanah yang dianggap kosong/terlantar tersebut.

Page 32: Tanah Terlantar (Hak Atas Tanah)