Upload
tenri-ashari
View
4.589
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis SMF Ilmu Bedah Universitas Sebelas Maret (UNS)/RSUD Dr. Moewardi, Solo, Indonesia
Citation preview
LAPORAN KASUS BEDAH ANAK
SEORANG ANAK PEREMPUAN 7 BULAN DENGAN
HERNIA INGUINALIS LATERALIS
DEKSTRA REPONIBILIS
Oleh:
Tenri Ashari Wanahari
(G99131087)
Residen Pembimbing Pembimbing
dr. Chrisna Budi Satriyo
dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2014
1
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. M
Tanggal lahir/Umur : 31 Agustus 2013/ 7 bulan
Jenis Kelamin : Laki laki
Nama Ayah : Tn. N
Pekerjaan Ayah : Swasta
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Banjarsari Surakarta Jawa Tengah
Tanggal masuk : 26 April 2014
Tanggal pemeriksaan : 28 April 2014
No. RM : 01215303
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Benjolan keluar masuk di lipat paha kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengeluhkan benjolan
pada lipat paha kanan pasien yang dapat hilang timbul. Benjolan sebesar
telur puyuh, awalnya kecil kemudian semakin lama dirasakan semakin
membesar. Benjolan timbul dengan gerakan aktif pasien, batuk, ataupun
menangis dan hilang saat tidur/istirahat. Bak 3- 4 kali sehari, BAK berdarah
(-), nyeri saat BAK (-), BAK menetes (-). BAB 1 - 2 kali sehari, BAB lendir
(-), BAB berdarah (-).
2
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Pneumonia : disangkal
2. Riwayat Kejang Demam : disangkal
3. Riwayat Diare : disangkal
4. Riwayat Asma : disangkal
5. Riwayat Campak : disangkal
6. Riwayat Alergi Obat/Makanan : disangkal
7. Riwayat Mondok : disangkal
D. Riwayat Kelahiran
Penderita dilahirkan per abdominal cukup bulan. Saat dilahirkan
penderita menangis kuat, dan gerak aktif. BBL: 3800 gram, panjang badan:
48 cm, lingkar kepala: 34 cm, lingkar dada: 36 cm, lingkar lengan: 11 cm.
Anus (+).
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Keadaan umum : tampak pucat
- Derajat kesadaran : compos mentis
- Derajat gizi : gizi kesan cukup
B. Tanda vital
- Hearth Rate : 90 x/menit
- Frekuensi Pernafasan : 24 x/ menit
- Suhu : 36,9 0C
C. Kulit
Kulit sawo matang, kering (-), ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
E. Wajah
Odema (-), wajah orang tua (-)
3
F. Mata
Cekung (-/-), Oedema palpebra (-/-), Odema periorbita (-/-), konjungtiva
anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
(2mm/2mm)
G. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-)
H. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (+), kering (-), malammpati 1
I. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
J. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
K. Leher
Bentuk normocolli, limfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak
membesar, kaku kuduk (-), gerak bebas, deviasi trakhea (-), JVP tidak
meningkat
L. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan (-/-)
M. Abdomen
Inspeksi : Dinding Perut sejajar Dinding Dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba
4
N. Genitourinaria
Penis normal, OUE di ujung glands penis
O. Skrotum
Testis dua buah
P. Inguinal
Status Lokalis
Regio inguinalis dekstra
Inspeksi : tampak adanya benjolan ukuran 2 cm x 1 cm x 1 cm
dapat keluar masuk, tanda peradangan (-), warna sama dengan jaringan
sekitar
Q. Ekstremitas
Akral dingin Oedem Anemis
IV. ASSESSMENT I
Hernia unguinalis lateralis dekstra reponibilis
V. PLAN I
Mondok bangsal
Cek darah rutin, pt/aptt, HbsAg, Golongan darah
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah 26 April 2014
Hemoglobin : 10,4 g/dl
Hematokrit : 32 %
Eritrosit : 4,22 .106 µL
Leukosit : 14,5 .103 µL
Trombosit : 396.103 µL
Golongan darah : A
PT : 12,7 detik
APTT : 35,2 detik
Albumin : 4,1 g/dl
- -
- -
- -
- -
- -
- -
5
HbsAg : non reaktif
Natrium : 131 mmol/L
Kalium : 4,7 mmol/L
Chlorida : 107 mmol/L
VII. ASSESSMENT II
Hernia unguinalis lateralis dekstra reponibilis
VIII. PLAN II
Herniotomy
Konsul bagian anastesi
6
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi hernia
Hernia didefinisikan sebagai penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan
melewati pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya. Hernia paling sering
terjadi pada dinding abdomen, tepatnya pada daerah yang aponeurosis dan
fasianya tidak dilindungi oleh otot. Bagian tersebut terutama pada region inguinal,
femoral, umbilical, linea alba, dan bagian bawa linea semilunaris.
Epidemiologi dan faktor risiko
Tiga dari empat kasus herniasi dinding abdomen terjadi pada inguinal, dengan
perbandingan hernia indirek dan direk 2:1. Herniasi juga lebih sering terjadi pada
bagian kanan dibandingkan bagian kiri. Terjadi pada pria 7 kali lebih sering
dibandingkan wanita. Hernia femoral lebih sering terjadi pada usia lanjut dan pada
pria yang telah dilakukan operasi hernia sebelumnya.
Faktor risiko terjadinya hernia inguinal dengan komplikasi lebih berat
diantaranya usia yang sangat muda, laki-laki, proses perjalanan penyakit yang
lebih cepat, dan hernia pada sisi kanan.
Gambar 5. Hernia dinding abdomen1
7
Etiologi
Hernia terjadi ketika terjadi keterlambatan penurupan prosesus vaginalis setelah
penurunan testis ke dalam skrotum selama perkembangan fetal. Penyebab
terjadinya hernia belum sepenuhnya dipahami, namun diketahui terdapat
perbedaan antara hernia pada anak dengan dewasa. Pada anak, penyebab tersering
adalah gangguan kongenital kelainan jaringan ikat (misalnya anak dengan
dislokasi panggul).
Anatomi
Seperti dijelaskan pada bagian embriologi, testis turun melalui kanalis
inguinalis. Kanalis inguinalis sendiri terbentuk dari aponeurosis m. oblikus
abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus dan m. transversus
abdominis. Pada bagian eksternal oleh aponeurosis m. oblikus abdominis
eksternus (Poupart’s ligamen); bagian cefal oleh ligamentum inguinale propria
yang merupakan gabungan ligamen m.oblikus abdominis internus dan m.
transversus abdominis; pada bagian posterior dibentuk oleh fasia transversalis dan
aponeurosis m.transversus abdominis. Pada bagian superfisial, keluar korda
spermatis, pada cincin inguinal eksternal yang berbentuk oval di sebelah lateral
tuberkulum pubic.
Gambar 8. Potongan parasagittal kanalis inguinalis “Nyhus’s classic”
8
Kanalis inguinalis sendiri merupakan kanal sepanjang 4 cm yang terletak
2-4 cm bagian cefal dari ligamen inguinal. Kanalis ini menghubungkan cincin
inguinal internal dengan cincin inguinal eksternal yang berisi korda spermatikus
dan ligamen melingkar dari uterus. Korda spermatikus terdiri dari serat
m.cremaster, pembuluh limfe, dan prosesus vaginalis. M.cremaster sendiri
merupakan perpenjangan m.oblikus internal.
Pada perbatasan dinding kanal inguinal terdapat daerah segitiga
Hesselbach, dengan batas superolateral a.vasa epigastrica inferior, batas medial
m.rectus abdominis, dan bagian inferior ligamen inguinal.
Selain itu terdapat pula kanal femoral, dengan batas anterior traktus
illiopubic, batas posterior ligamen cooper, batas lateral v. femoral. Segitiga
femoral terletak dengan apeks tuberkulum pubic. Bagian ini merupakan lokasi
terbentuknya hernia femoralis, di sebelah medial pembuluh darah femoral.
Klasifikasi hernia
Hernia dapat digolongkan melalui beberapa pembagian, diantaranya:
Reducible vs irreducible. Hernia reducible dimana isi hernia dapat dikembalikan
ke posisi seharusnya, sedangkan irreducible atau inkarserata jika tidak dapat
dikembalikan.
Hernia eksternal vs hernia internal. Hernia eksternal meliputi seluruh lapisan
dinding abdomen, sedangkan hernia internal dimana bagian usus yang menonjol
hanya pada defek di rongga peritoneum. Kasus khusus dimana kantung hernia
berada di dalam lapisan muskuloaponeurotik disebut hernia interparietal.
Hernia inguinal dapat dibagi menjadi hernia indirek dan hernia direk. Pada hernia
indirek kantung hernia melalui kanalis inguinal (melalui cincin inguinal internal
secara oblik ke cincin inguinal eksternal, menuju skrotum); sedangkan pada
hernia direk, kantung hernia menonjol keluar melalui bagian medial cincin
inguinal internal dan di bagian inferior pembuluh darah epigastrik (tepatnya pada
segitiga hesselbach). Dua dari tiga kasus hernia inguinal merupakan hernia
indirek.
9
Gambar 9. Lokasi hernia indirek vs direk, gambaran dari struktur preperitoneal
sisi inguinal kanan
Komplikasi
Hernia inguinal perlu mendapat perhatian, dan tidak dapat ditunda terlalu lama
karena dapat menyebabkan komplikasi serius, berupa inkarserata, obstruksi usus,
dan strangulasi.
Inkarserata didefinisikan sebagai hernia yang tidak dapat direduksi, hal ini
terjadi karena ukuran leher hernia relative dengan peningkatan ukuran usus yang
melewatinya, maupun akibat terjadinya adesi dengan kantung hernia. Inkarserata
bukan sebuah kondisi emergency, karena tidak membahayakan nyawa. Gejala
yang ditunjukan mirip dengan gejala obstruksi, yakni muntah warna hijau, rasa
penuh, dan konstipasi.
Strangulasi dapat menyebabkan iskemia pada usus, dan terjadi nekrosis
(gangrene) yang dapat menyebabkan sepsis dan membahayakan jiwa. Maka dari
itu, tindakan pembedahan segera dibutuhkan setelah resusitasi cairan, antibiotik
10
dan dekompresi. Strangulasi lebih sering terjadi pada hernia yang lebih besar
dengan lubang yang lebih kecil, dengan angka 1-3%. Gejala terjadinya strangulasi
berupa gejala obstruksi yang khas dengan hernia yang tegang, dengan kuliat
permukaan yang merah hingga kebiruan, serta kehilangan bising uysus pada
bagian tersebut. Klinis pasien tampak sakit berat, dehidrasi dan demam disertai
leukositosis, dan asidosis metabolik.
Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan hernia memiliki variasi gejala dari asimtomatik hingga nyeri
hebat pada daerah kelamin. Pada pasien yang asimtomatik, biasanya diketahui
memiliki hernia ketika melakukan pemeriksaan fisik rutin atau pun karena
keingintahuan akan benjolan pada daerah kelamin yang tidak terasa sakit.
Deskripsi gejala yang timbul pada pasien dengan hernia dapat berupa rasa
berat atau tertarik pada daerah kelamin yang semakin memberat seiring
berjalannya hari, muncul secara intermiten dan menjalar ke testis; keluhan nyeri
tajam dapat dirasakan local atau difus namun jarang.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara terbaik dalam menyingkirkan diagnosis-
diagnosis banding benjolan pada daerah kelamin, serta menentukan ada atau
tidaknya hernia inguinalis. Diagnosis dapat ditegakan hanya dengan inspeksi
adanya tonjolan pada daerah inguinal, namun pada hernia yang tidak kasat mat,
diperlukan pemeriksaan lanjutan pada kanalis inguinalis. Berikut akan dijelaskan
lebih lanjut mengenai pemeriksaan fisik pada organ skrotum dan pemeriksaan
terhadap hernia itu sendiri.
Skrotum
Inspeksi pada pemeriksaan skrotum meliputi inspeksi pada kulit bagian
anterior maupun posterior, dan kontur dari skrotum itu sendiri.
Pada kasus dengan kecurigaan hernia, penting untuk memperhatikan kontur
dari skrotum untuk melihat kesimetrisan pada kedua sisi skrotum. Swelling dapat
mengindikasikan adanya hernia inguinalis, hidrokel, atau edema skrotalis.
11
Sedangkan pada undescended testicle (UDT) akan tampak salah satu sisi lebih
kecil dibandingkan sisi sebelahnya atau kedua sisi tampak lebih kecil
dibandingkan normal jika UDT terjadi di kedua testis. Keluhan swelling disertai
nyeri dan rasa hangat mengindikasikan adanya epididymitis akut, orchitis, torsio
dari spermatic cord, atau hernia inguinalis strangulate.
Palpasi dilakukan pada setiap testis dan epididymis untuk menentukan ukuran
dan bentuk, ada atau tidaknya nodul, serta nyeri ketika dilakukan penekanan.
Adanya nodul yang tidak disertai nyeri pada pasien usia 15 hingga 35 tahun dapat
dipikirkan merupakan tumor jinak testis. Palpasi pada spermatic cord untuk
menyingkirkan dugaan adanya varikokel maupun hidrokel, dan palpasi pada vas
deferens untuk menyingkirkan dugaan infeksi kronik yang menyebabkan
penebalan pada vas deferens.
Pemeriksaan transiluminasi dapat dilakukan dengan memberikan cahaya dari
bagian posterior skrotum dan melewati bagian yang mengalami swelling. Pada
kasus hidrokel akan tampak pendaran cahaya yang diteruskan oleh cairan di
dalam skrotum yang tidak ditemukan pada testis normal ataupun kasus hernia.
Hernia
Hernia dapat terjadi baik pada bagian femoral maupun inguinal, sehingga pada
inspeksi, bagian-bagian tersebut perlu diperhatikan lebih teliti, dan untuk
meyakinkan bahwa pasien benar memiliki hernia, pasien diminta mengedan untuk
menambah tekanan intraabdominal yang memastikan diagnosis hernia pada
pasien.
Gambar 10. Presensi Hernia pada Daerah Kelamin
12
Palpasi hernia inguinalis dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk tangan
sesuai sisi yang diperiksa. Lakukan invaginasi kulit skrotum hingga menyentuh
bagian kanalis inguinalis eksternal yang jika terjadi pelebaran cincin kanalis, jari
telunjuk akan dapat memasuki kanalis tersebut. massa hernia akan menyentuh jari
ketika pasien batuk atau mengedan ketika tengah dilakukan pemeriksaan. Pada
hernia indirek, ujung jari akan dapat menahan sehingga tidak terjadi penonjolan
hernia, sedangkan pada hernia direk tidak berpengaruh terhadap maneuver ini.
Gambar 11. Teknik Pemeriksaan Hernia Inguinalis
Pada kecurigaan adanya hernia skrotalis sebagai etiologi dari timbulnya
benjolan di skrotum, dilakukan pemeriksaan terhadap pasien dengan posisi
berbaring dan berdiri. Pemeriksaan dengan posisi berdiri, dilakukan sebagaimana
pemeriksaan hernia inguinalis, sedangkan pemeriksaan pada posisi berbaring
dilakukan untuk melihat apakah benjolan menetap ketika berbaring atau
menghilang. Hilangnya berjolan skrotum ketika berbaring mengindikasikan
bahwa benjolan merupakan hernia.
Lakukan pula perabaan pada benjolan skrotum dan coba cari bagian atas dari
benjolan; pemeriksaan ini dapat membedakan benjolan berasal dari hernia atau
merupakan suatu hidrokel. Pada hernia, bagian atas benjolan tidak dapat
ditemukan dengan perabaan, namun dapat pada hidrokel.
13
Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk menemukan adanya suara usus pada
kasus hernia, namun tidak pada hidrokel.
GAMBAR 12. PERBANDINGAN HERNIA SKROTALIS DAN HIDROKEL
Setelah dipastikan benjolan merupakan sebuah hernia, lakukan penekanan
dengan menggunakan jari terhadap benjolan sebagai upaya mengembalikan massa
ke rongga abdomen. Pada hernia inkarserata, massa tidak dapat dikembalikan ke
dalam rongga abdomen, sedangkan pada hernia strangulate terjadi compromised
terhadap supply darah pada bagian organ yang terjebak dan ditandai dengan
adanya tenderness, mual, muntah, dan hal ini membutuhkan tatalaksana bedah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam membantu menegakkan
diagnosis adalah USG. USG diketahui memiliki derajat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi adanya hernia direk, indirek, dan
femoral. CT scan dari abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk mendiagnosis
bentuk hernia lain atau pun massa di daerah kelamin yang atipikal.
Tatalaksana
Mayoritas surgeon berpendapat bahwa tatalaksana hernia yang paling baik
adalah dengan operasi. Hal ini dikatakan karena kecenderungan hernia pada
bagian kelamin akan menghasilkan pembesaran daerah yang mengalami hernia
14
secara progresif dan akan menimbulkan kelemahan otot yang akan berpotensi
menjadi hernia inkarserata ataupun strangulate.
Teknik operatif laparoskopik herniorafi banyak digunakan sebagai
tatalaksana untuk hernia inguinalis berdasarkan pada kelebihannya yaitu lebih
minimalnya rasa tidak nyaman atau nyeri setelah dilakukan tindakan operatif,
waktu penyembuhan yang dibutuhkan lebih singkat sehingga akan lebih cepat
kembali menjalankan aktivitas seperti biasa, kemampuan untuk menatalaksana
hernia bilateral lebih baik dibandingkan dengan metode lain, dapat dilakukan
simultan dengan laparoskopi diagnostik, paling mudah untuk melakukan ligasi
pada kantung hernia, dan fungsi kosmetik lebih baik dibandingkan dengan metode
lain.
Namun, perlu diperhatikan komplikasi-komplikasi yang masih dapat terjadi
pada penggunaan metode laparoskopi ini, antara lain adanya kemungkinan
perforasi usus atau cedera vascular, adanya potensi timbulnya perlengketan pada
daerah peritoneum yang renggang, atau pada lokasi ditempatkannya alat prostetik,
dan dibutuhkannya anestesi umum dalam melakukan tindakan ini.
Saat ini, terdapat 3 indikasi utama dilakukannya laparoskopi herniorafi, yaitu
:
1. hernia rekuren setelah dilakukannya open repair
2. hernia bilateral
3. adanya hernia inguinalis pada pasien yang membutuhkan laparoskopi untuk
prosedur lain.
15
DAFTAR PUSTAKA
Mantu Nur Farid. Hernia Inguinalis pada Bayi dan Anak. Kuliah Bedah
Anak.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. Hal 17-304.
Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabiston’s Essential Surgey, Alih Bahasa
Petrus Andrianto, Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta : EGC, 1995,
hal228 - 231.
Schrock, Theodore R, Ilmu Bedah; Handbook of Surgey, Penerjemah
Med.Ajidharma dkk, Ed. 7 Jakarta, EGC, 1991, hal 300 - 302.
Shochat Stephen. Hernia Inguinalis. 2000. Dalam : Behrman, Kliegman,
Arvin(ed). Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol. 2 ed.15. Jakarta. Hal 1372-
1375.
Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC. 2005. Hal 524-5322.