78
KUMPULAN CERPEN Oleh: Fajar Sany Juni 2016

Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

KUMPULAN CERPENOleh: Fajar Sany

Juni 2016

Page 2: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Bersama, Menuju Kegelapan

Sebuah mobil yang berisi sekumpulan remaja, merayap dalam guyuran hujan deras,menuju sebuah wilayah perbukitan yang dipenuhi pohon.

Karena jarak pandang yang terbatas, salah seorang dari mereka menyuruh untukmenepi sejenak, tapi si pengemudi menolaknya.

“Kamu ini penakut sekali sih. Nih, aku nyalakan lampu kabutnya.” Kata Bayu pada Elan.

Hujan pun berhenti, tapi jalanan tetap berkabut. Tak lama kemudian, dari arah yangberlawanan muncul sebuah mobil. Pengemudinya membunyikan klakson danmenurunkan kaca depan.

“Hey, kalian mau kemana?” Tanya bapak tersebut.

“Kami mau ke kota Kalér.” Jawab Bayu.

“Jangan lewat sini, saya juga balik arah, mau lewat jalan bawah saja, biarlah macetjuga.”

“Terimakasih pak, tapi kami akan tetap lewat sini, lebih asyik daripada harus bermacet-macetan ditengah kota.”

“Ouh... yasudah, saya cuman ngasih saran.”

***

Kembali ke perjalanan, mereka mendapati sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan.Semua lampu seinnya menyala kelap-kelip.

“Maaf pak, mobilnya kenapa? Apa ada yang bisa kami bantu?” Tanya Bayu.

“Oh tidak, tidak apa-apa, tadi hanya mogok sebentar, lalu istirahat sejenak. Ini juga mauberangkat lagi.”

“Syukur kalau begitu.”

“Mmm... kalian mau kesana ya, kota Kalér?”

“Iya pak, ini kami baru lulus SMA, mau ngerayain di rumah teman kami.”

“Jangan lewat sana, makanya ini saya juga balik arah.”

“Memangnya kenapa pak?”

“Ya jangan saja, tadi saya ketemu orang sini, katanya bahaya kalo lewat sini sendirian,apalagi sekarang cuacanya hujan.”

Page 3: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Tapi kami ada 7 orang pak?”

“Maksudnya, kendaraannya jangan sendirian, baiknya banyakan seperti konvoi, atauminimal 3 mobil.”

Bapak itupun kemudian berlalu.

Karena merasa aneh, Elan menyarankan Bayu untuk berbalik arah saja danmenggunakan jalan bawah, tapi ditolak.

“Kenapa harus merasa aneh, dan kenapa pula harus balik arah, terus mengambil jalanbawah?”

***

Di pertengahan jalan, mereka menemukan sebuah warung, kemudian berhenti untukmembeli rokok.

“Hanya kalian dalam satu mobil?” Tanya seorang ibu pemilik warung tersebut.

“Ya...”

“Sebaiknya kalian tidak lewat sini, balik arah dan ambil jalan lain. Sangat berbahaya,apalagi sekarang berkabut dan hujan.”

Bayu menggaruk-garuk kepalanya, “Bu, sebenarnya ada apa? Sebelumnya saya sudahbertemu dua orang bapak-bapak, mereka mengatakan hal yang sama pada kami.”

“Ya, tadi suami saya juga baru memberitahu seorang bapak-bapak yang menggunakanmobil sedan merah.”

“Sebenarnya ada apa sih bu?”

Ibu itu berwajah datar. Tanpa menatap Bayu, dia merapi-rapikan dagangannya.

“Aku tidak mengerti dengan mereka semua, sebenarnya ada apa?” Keluh Bayu.

“Bay, sebaiknya kita balik arah saja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan tempatini.” Kata Elan.

“Ah, sepertinya kamu juga terbawa omongan orang-orang tadi.”

“Kalau kamu takut kegelapan, keterlaluan, kita kan bersama-sama? Kalau sendirianwajar. Yasudah kita bersama-sama saja menuju kegelapan, hahaha!”

***

Mereka sampai pada tanjakan yang cukup panjang. Tiba-tiba hujan turun mengguyurimereka.

Page 4: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Weuh, makin gelap saja...” kata Elan.

Lampu kabut tetap tidak mampu untuk menembus tirai air yang menghalangipandangan. Laju mereka menjadi melambat. Jam di dasbor menunjukkan pukul 16.50.

Setelah itu, jalanan menurun.

“Hati-hati Bay... santai saja.” Kata Elan gemetaran.

“Ya aku tahu, ini juga santai!”

Di akhir turunan, mereka mendapati pepohonan rimbun di sebelah kiri jalan yangmembuat kegelapan.

Tiba-tiba Elan berteriak, “Bay, belok kiri, itu jalannya kesana, belok, belok!” Sambilmenunjuk ke pepohonan tadi.

Bayu meliuk ke kiri, tapi mobil langsung menukik ke bawah, jatuh menuju kegelapan.Semuanya hanya bisa berteriak meminta tolong. Jam di dasbor menunjukkan pukul17.00.

Setelah itu suara-suara teriakan tersebut berhenti, menyisakan suara hujan danbeberapa hewan yang menjadi saksi bisu.

3 September 2015

Page 5: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Gunung Pembuktian

Pagi itu, Deni, Khairul, dan Radit telah berkumpul di rumah Amir.

“Selamat datang semuanya, maaf kalau rumahku berantakan, lagipula ini bukanrumahku. Aku lebih suka menyebutnya posko, hehehe...” kata Amir, “baik, kita mulaisaja sekarang.”

Mereka berempat kemudian berangkat dengan berjalan kaki.

Sampailah mereka di perkampungan bawah gunung. Deni dan Radit tampak kelelahan.Botol minum yang mereka bawa telah habis, sedangkan Khairul masih tersisasetengahnya.

“Aku sudah bilang agar banyak makan, minum, dan istirahat sebelum hari pendakiantiba, supaya tidak repot ke kaliannya. Deni, Radit, katanya ini pendakian keempatkalian?”

Mereka berdua hanya mengusap keningnya yang berlumuran keringat.

***

Malam pun tiba, sampailah di pertengahan gunung. Mereka mendirikan tenda danbermalam disana sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya. Amir, Dani, dan Khairulberkumpul mengelilingi api unggun.

“Radit dimana ya?” Tanya Khairul.

Deni mengintip ke dalam tenda, “Tidur!”

“Padahal jam di tanganku belum sampai angka 9, dia sudah tidur. Atau memang jamkuyang salah?”

“Tidak... tidak salah,” balas Amir, “mungkin jam dia yang terlalu maju.”

***

Esok paginya mereka melanjutkan perjalanan. Deni dan Radit tampak ngos-ngosan,sedangkan Khairul terlihat ceria sambil bernyanyi kecil.

“Bagaimana kalian tidak lelah, padahal kita baru saja istirahat, sedangkan kalianmengemut permen? Kemarin sore sebelum berangkat kan aku sudah mengingatkan.”Kata Amir.

Khairul mengeluarkan bungkusan berisi beberapa gula merah, lalu menyodorkannyapada Deni dan Radit.

“Tidak usah, aku juga bawa.” Kata Deni.

Page 6: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Nah, itu kamu bawa kenapa tidak diemut?” Tanya Amir.

Deni tersenyum, “tadinya aku mau, tapi setelah melihat permen Radit, aku jadi tertarik.”

“Uh... gula merah, aku tidak suka rasanya, terlalu manis.” Kata Radit.

***

Setelah melalui perjalanan yang melelahkan, sampailah di tujuan utama, puncakgunung. Wajah mereka berempat terlihat ceria ketika menyaksikan pemandangan kotadari atas, dengan kabut putih yang menutupi wilayah perhutanan di sekitarnya.

“Syukur, kita sampai di puncak sesuai rencana.”

Kemudian Khairul duduk di sebuah batu sambil melihat pemandangan. Sesekali diamemotret dengan kameranya.

Radit menulis sesuatu di kertas, kemudian memotretnya bersama pemandangan. Denipun meniru, tapi dengan kata-kata yang berbeda, “Indonesia itu luas, jangan cumandiem dirumah.”

Amir tertawa melihat mereka berdua.

***

Lima hari kemudian, Deni, Khairul, dan Radit berkumpul kembali di rumah Amir.

“Selamat sore, mohon maaf bang Amir tidak bisa hadir, dia ada halangan, jadidiwakilkan pada saya.”

“Langsung saja, setelah kami bermusyawarah, maka yang lolos masuk kelompokpecinta alam ini adalah...”

“Khairul.”

“Apa...” kata Radit, “apa alasannya?”

“Ya, kenapa?” Tambah Deni.

“Lelaki tersebut terdiam sejenak, “saya tidak bisa memberitahukannya, biar bang Amirsaja nanti yang bicara.”

Radit mendekat, lalu berdiri seperti orang yang menantang.

“Ayolah, kemarin aku sudah bersusah payah mengikuti ujian tersebut, masa aku tidaklulus?”

“Hmmm...”

“Baiklah.”

Page 7: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Alasannya karena...” lelaki itu membuka kertas, “Deni, ingin menjadi pecinta alamkarena ikut-ikutan saja; sedangkan Radit, karena ingin mempecundangi orang lain.”

“Mempecundangi? Aku tidak mengerti ini!” Kata Radit dengan tinggi.

“Ya, aku juga tidak mengerti ikut-ikutan saja bagaimana?” Tambah Deni.

“Saya sudah memberitahukannya, jika ada yang mau protes, besok pagi bang Amirsudah kembali, saya hanya melaksanakan tugas saja. Terima kasih.”

Lelaki itu kemudian langsung pergi tanpa menghiraukan Deni dan Radit yangmenggerutu.

10 September 2015

Page 8: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Pencuri Sapi

Pagi itu, Ahsan dan beberapa warga berkumpul di sebuah saung.

“Selama saya tinggal disini, baru sekarang mendengar bapak kehilangan sapi.”

“Saya juga heran, tidak ada bekasnya, seakan sapi itu menghilang secara tiba-tiba.”Kata Ahsan.

“Mungkin sapi anda diambil oleh makhluk halus.” Kata seorang warga.

Tak lama kemudian datanglah seorang kakek-kakek sambil menghisap rokok lintingan.

“Bisa jadi... ayam-ayam saya juga pernah menghilang secara misterius, tanpameninggalkan jejak.”

“Dan tahukah kalian siapa pelakunya?”

Semuanya terdiam melongo.

Kakek tersebut kemudian membisikkan sesuatu.

***

Malam harinya, Ahsan bersama pekerjanya melakukan ronda hingga matahari terbit.Namun tidak ada tanda-tanda yang hendak mencuri. Malam berikutnya pun masihsama, terus hingga malam ketiga.

Esok paginya, Ahsan menemui si kakek.

“Nihil, sama sekali tidak ada.”

“Kek, harimau hitam itu hanyalah mitos...”

“Hmmm...” si kakek mengelus-elus jenggotnya.

Tok-tok-tok!

Seorang pemuda datang dan memperkenalkan diri, kemudian ikut mengobrol.

“Pak Ahsan, saya dengar 3 hari yang lalu anda kehilangan sapi?”

“Ya...” jawab Ahsan.

“Saya sudah mendengar ceritanya.”

“Jadi begini...” pemuda itu kemudian menceritakan sesuatu.

Page 9: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

***

Malamnya, Ahsan bersama pekerjanya kembali meronda, kali ini dibantu oleh si pemudatadi dan teman-temannya. Tapi seperti malam-malam sebelumnya, tidak ada tandasiapapun yang hendak mencuri. Malam besoknya pun sama, hingga malam keenamtiba.

“Sudah 6 malam kita melakukan ronda, tak ada sedikitpun tanda-tanda yang akanmencuri sapiku, semuanya tampak normal. Tapi ini benar-benar aneh... lalu siapa yangmalam minggu kemarin mencuri sapiku dengan sangat rapih? Tanpa berbekassedikitpun...”

Si pemuda menggaruk-garuk kepalanya, “Saya juga merasa aneh, tumben sindikatpencuri hewan ternak itu tidak beraksi, entah tidak beraksi kesini, atau memang merekasudah pensiun.”

“Mungkin yang mencuri sapi bapak menggunakan teknologi semacam teleportasi.”

***

Keesokan harinya, semua kembali berkumpul di saung.

“Saya rasa kita semua harus logis. Harimau hitam tentu tidak logis, karena harimauyang sebenarnya saja sudah punah di pulau ini. Kemudian sindikat pencuri hewanternak yang memiliki ilmu tidak terlihat, mungkin pindah daerah operasinya, ataukebetulan sedang tidak beraksi.” Kata Ahsan.

Setelah berbincang-bincang cukup lama, mereka membubarkan diri.

***

Seminggu berlalu, keadaan berjalan seperti biasa, tidak ada keanehan apapun.

Malam itu, tinggal 2 jam lagi menuju tahun baru. Pusat kota yang terletak di sebelahutara tampak lebih bercahaya dari biasanya, dari sana terdengar suara dentumanpetasan dan mercon.

Ahsan yang sedang makan malam bersama keluarganya, terpaksa menerima seorangtamu yang datang tiba-tiba.

“Kata sepupu saya, kabarnya komplotan itu mulai bergerak ke wilayah ini. Saya harapbapak waspada, apalagi sekarang malam tahun baru, warga sini banyak yang pergi kekota.”

“Apakah mereka memiliki ilmu hitam tidak terlihat? Karena saya pernah diberitahutentang mereka.”

“Bukan... yang ini memiliki kemampuan menghipnotis.”

***

Page 10: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Waktu menunjukkan tepat pukul 00.00, serentak nyala kembang api menggila di langitkota, disertai suara-suara yang membuat orang-orang tidak bisa memejamkan matanya.

Keadaan baru benar-benar sepi pada pukul 2. Ahsan yang setengah tidur di teras,dibangunkan oleh suara dengungan halus yang berasal dari pepohonan di belakangrumahnya.

Ketika dia memeriksanya, tidak ditemukan apa-apa.

Namun saat memeriksa kompleks peternakannya, dia terkejut setengah mati ketikaseekor sapinya melayang ke atas, menuju sebuah benda seperti pesawat terbang, tapitanpa sayap, dan tanpa suara sedikitpun.

Hendak lari, saat itu pula sekujur tubuhnya menjadi kaku. Dia hanya bisa melihat kalaudirinya juga ikut melayang ke atas seperti sapinya.

15 September 2015

Page 11: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Smartphone Ratna

Hari itu sepertinya bukan hari yang baik bagi Ratna, dia pulang ke rumah dengan wajahmuram; badannya bungkuk lesu. Pamannya yang sedang mengobrol dengan tetanggamenyudahi obrolan, lalu masuk ke dalam kamarnya.

“Sepertinya ada masalah?”

“Tidak ada…”

“Benar?”

“Iya… Ratna hanya sedikit lemas, tadi ujian matematika dapat nilai 5, dan harusmengulanginya lagi besok.”

“Hmmm… yasudah.”

“Eh… kalau mau martabak, ada di atas kulkas, rasa coklat kacang kesukaanmu.”

“Terimakasih paman.”

***

Esok paginya, Ratna dimarahi oleh gurunya karena terlambat, akibat angkot yangditumpanginya mogok.

“Huh… terlambat melulu, dasar siput!” Kata Nani, teman sekelas Ratna, di kantin.

Tak lama kemudian, datang Lina dan Tika, kawan se-geng Nani. Ratna memainkansmartphone-nya, tidak menghiraukan kehadiran mereka.

“Uh, aku jadi gemas sama anak ini… heh, kenapa sih waktu itu kita ngajakin ke pantai,kamu gak mau ikut, malah seperti… menghindar gitu, keki ya sama kita-kita ini?”

Ratna tetap memainkan smartphone-nya.

“Jawab hey!” Nani menyenggol lengan Ratna.

“Karena aku tidak punya uang untuk kesananya.”

“Tidak punya uang? Bukannya pamanmu yang sekarang jadi orangtuamu itu bekerja?Ya berarti punya uang dong, kenapa gak minta? Benar kan kata aku juga, kamu keki.”

“Jangan berkata seperti itu, kamu tidak tahu tentang aku atau juga pamanku!”

“Eh… biasa aja dong tidak perlu melotot seperti itu matanya, mentang-mentang yatimpiatu, jangan merasa kebal ya, dan…”

Page 12: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Lihat mukaku ketika aku sedang berbicara!” Dengan penuh emosi, Nani menepaktangan Ratna sehingga smartphone-nya terjatuh.

Ratna langsung mendorong Nani hingga bertengkar.

Tak berlangsung lama, Yayu yang juga teman sekelas mereka, datang melerai; menarikRatna keluar dari incaran bogem Nani.

“Tak bisakah kamu berhenti mengganggu Ratna?” Tanya Yayu.

Nani memperbaiki rambutnya yang acak-acakan, “Dia keki sih sama aku, Lina, danTika.”

Yayu membawa Ratna keluar dari kantin.

“Kamu tidak apa-apa?”

“Tidak apa… aku hanya sakit sedikit.” Jawab Ratna sambil mengelap ujung bibirnyayang berdarah.

***

Besoknya, Nani dan kawan-kawan kembali mendatangi Ratna, kali ini di taman kota.

“Hey, aku hanya mau minta maaf soal kemarin.”

“Ya, tidak apa-apa.”

“Eh, selama ini kok kita tidak pernah tahu sih siapa pacar kamu?”

“Aku tidak punya pacar.”

“Yang benar… masa sih, kamu kan cantik. Mmm… sepertinya di HP ada foto-foto si diatuh.”

“Sumpah tidak ada.” Kata Ratna sambil terus memainkan smartphone-nya.

“Masih saja cuek, menyebalkan.” Kata Nani dalam hati. Matanya meliuk ke smartphoneRatna, kemudian mencoba mengambilnya.

“Apaan? Diamlah Nan, jangan menggangguku!”

Nani kembali mencobanya dan berhasil, tapi terlepas sehingga jatuh ke tanah.Untungnya, Yayu yang baru saja kembali dari membeli makanan, segera datang danmembawa Ratna dari sana.

“Huh dasar! Di HP-nya pasti ada tuh semua rahasianya.” Kata Nani.

***

“Terimakasih Yay, sudah repot-repot mau membantuku.”

Page 13: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Tidak apa-apa lah, itulah gunanya sahabat.”

“Hmmm… seharusnya kamu jangan terlalu sering memainkan HP-mu, bersosial lahsecara langsung, bukan lewat dunia maya. Lagipula tidak baik kalau sedang mengobroldengan orang, atau ada orang yang dikenal disekitar kita, kita malah cuek, sepertimemainkan HP misalnya.”

“Hemh… iya Yay makasih.”

***

Siang itu, seorang siswa datang ke kantin, “Wey, ada yang ketabrak tuh diluar,meninggal!”

Nani dan Yayu yang sedang mengobrol, segera menuju ke tempat kejadian.

Di jalan depan sekolah, mereka melihat tubuh Ratna yang bersimbah darah telahditutupi oleh koran.

“Segera hubungi polisi, ini ada yang berhasil memotret plat nomornya!” Kata seorangwarga.

Ketika tubuh Ratna diangkut warga ke dalam ambulans, smartphone-nya terjatuh darisaku rok. Nani yang melihat, dengan sigap mengambilnya. Dia langsung ke pinggirjalan.

“Apa yang kamu lakukan? Kembalikan Nan!” Kata Yayu sambil mencengkeram lenganNani.

“Setelah melihat isinya!” Jawab Nani.

Ketika dibuka, isinya hanya game, musik, dan foto-foto ayah dan ibunya yang telah lamawafat; tidak ada foto-foto lelaki atau yang lainnya.”

“Selama ini tuduhanku salah.” Kata Nani.

21 September 2015

Page 14: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Kunjungan Alien

Pada suatu waktu di tahun 1870-an, sekelompok alien datang dengan damai ke bumi.Mereka saling bertukar barang dengan penduduk setempat. Alien memberikanbeberapa peralatan canggih mereka (yang sebenarnya tidak dimengerti manusia), danmanusia memberikan barang-barang seperti pedang, senapan, meriam, benderakerajaan, dan beberapa cinderamata.

Selanjutnya mereka kembali mengunjungi bumi berkali-kali, hingga terakhir kalinya ditahun 1970.

Setelah sekian lama tidak mengunjungi bumi, pada tahun 2015 mereka kembaliberkunjung. Namun tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini mereka kecewa.Pemimpinnya bertanya kenapa mereka kecewa.

Mereka menjawab, “Kali ini penduduk bumi tidak menyenangkan seperti yang dulu…”

“Kenapa?”

“Mereka seperti tidak menganggap kami. Ketika kami datang, perhatian mereka hanyapada sebuah alat yang mereka pegang; ketika kami berkeliling, mereka hanya sibukmemainkan alat tersebut.”

“Lalu apa yang kalian bawa dari kunjungan kali ini?”

“Hanya ini…” kata salah satu dari mereka sambil menunjukkan foto-foto selfie dangroufie mereka bersama manusia.

23 September 2015

Page 15: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Lembur

Hari ini mungkin adalah hari yang kurang mengenakkan bagi Anton, dimana diadiharuskan lembur secara mendadak oleh bosnya. Biasanya dia diberitahu seharisebelumnya, tapi setelah bosnya diganti oleh seorang ibu-ibu, semuanya berubah;termasuk uang lembur yang berkurang, malah terkadang telat atau tidak diberikan.

Malamnya, setelah mengerjakan tugas yang bertumpuk, Anton merasa lapar. Jammenunjukkan pukul 20.30. Kebetulan sekali di ruangan itu ada Dita yang ikut lemburbersamanya. Usia Dita 5 tahun lebih muda, parasnya cantik; katanya ada beberapakaryawan yang kepincut padanya, tapi ditanggapi dengan dingin.

“Mau nasi goreng, atau lebih mewah, pizza?” Tanya Anton.

“Ah tidak usah repot-repot, saya makan di rumah saja.”

“Hmmm… tapi nanti juga mau kan?”

Dita tersenyum kecil.

“Eh, pake parfum apa sih, kok gak biasanya… baunya alami gini seperti aroma bunga-bungaan, biasanya kan wangi parfum merek Versace itu deh kalo gak salah.”

Dita kembali hanya tersenyum kecil.

***

Setelah memakan nasi goreng yang dibeli di depan kantor, muncul bisikan-bisikan ditelinga Anton sebelah kiri.

“Kamu lihat perempuan itu? Tubuhnya menggairahkan, kulitnya bersih kuning terang,matanya tajam, hidungnya mancung, bibirnya tipis, dan rambutnya lurus panjang.Apakah kamu tidak tertarik untuk mencobanya?”

“Tidak…” kata Anton dalam hati.

“Benarkah?”

Jantung Anton mulai berdegup kencang, nafasnya naik-turun, matanya terusmemperhatikan Dita, otaknya mengimajinasikan sesuatu.

Dia berdiri, berjalan perlahan mendekati Dita.

Kembali muncul bisikan, kali ini di telinga kanannya.

“Berhenti, jangan lakukan perbuatan tercela itu!”

Page 16: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Apa kamu mau saudarimu, bibimu, nenekmu, bahkan ibumu sendiri diperlakukanseperti itu?”

“Dan lebih parahnya lagi, kelak istrimu kalau sudah menikah nanti?”Langah Anton terhenti, berdiri terpaku.

“Kamu kenapa?” Tanya Dita.

“Oh… tidak… tidak apa-apa, ini perut sepertinya kepenuhan, jadi perlu diberdirikan….”

***

Keesokan paginya, Anton terpaksa izin datang terlambat ke kantor karena harusmenolong tetangga yang rumahnya kebakaran. Mobil pemadam kebakaran tidak bisamasuk ke perumahan sempit itu, jadi dia harus bulak-balik mengambil air dari beberaparumah warga.

Beruntung api tidak keburu membesar, dan dapat segera dipadamkan.

“Fiuh… syukurlah.” Kata Anton di ruang TV.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering.

“Halo?”

“Halo Anton?”

“Iya?”

“Kabar duka, rekan kerja kita ada yang meninggal.”

“Siapa?”

“Dita.”

“Apa? Semalam aku lembur bersamanya…”

“Hah, kamu mabok? Dini hari tadi jasadnya ditemukan warga di pesawahan, menurutPolisi dia menjadi korban pemerkosaan sekaligus perampokan.”

“Sumpah aku tidak mabok, dan aku tidak pernah mabok… semalam aku lemburbersama Dita…”

“Mungkin kamu lelah ketika lemburnya, jadi berhalusinasi.”

“Sumpahnya, tidak!”

“Ya ya ya… lebih baik sekarang kamu kesini saja.”

27 September 2015

Page 17: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Tetangga

Semua orang pasti mengharapkan memiliki tetangga yang baik. Apa jadinya kalau tidakmemiliki tetangga yang baik? Syukur aku memiliki tetangga yang baik, tidak pernahmengganggu, hanya saja dia lebih tertutup dibandingkan tetangga yang lainnya. Diamemiliki seorang istri, seorang anak perempuan, dan seorang anak laki-laki.

Suatu sore aku mendengar suara keributan dari tetanggaku itu.

“Aku ingin mobil!” Kata istrinya, diikuti suara pintu yang dibanting.

Benar dugaanku, yang jarang atau tidak pernah ribut, sekali ributnya, seperti gunungberapi yang lama tidak aktif.

***

Selama sebulan ini, sepertinya mereka jarang berada di rumah, atau memang jarangkeluar rumah. Entahlah, terkadang memberikan kesan misterius.

Ketika sedang mandi, aku mendengar suara orang berbicara yang berasal daritetanggaku itu. Aku dapat mendengarnya, karena tembok ini berbatasan langsungdengan rumahnya; ditambah ada lubang ventilasi yang berdekatan dengan gentingrumahnya. Namun, suara orang yang berbicara itu tidak seperti yang sedangmengobrol, tidak terdengar suara lawan bicaranya, tapi terdengar seperti yang sedangkomat-kamit.

***

Pagi itu, aku melihat sebuah mobil di depan rumahnya, lalu bersama istri dan keduaanaknya, masuk ke dalam mobil dan pergi entah kemana. Mungkin liburan, karenasekarang hari Sabtu.

Sabtu depannya, aku kembali melihat sebuah mobil di depan rumahnya, kali ini berbedadengan sebelumnya. Tak lama kemudian istrinya masuk ke dalam mobil tersebut,dengan pakaian yang glamour, lalu pergi entah kemana. Baru sekarang aku melihatistrinya seperti itu, biasanya pakaiannya sederhana.

Awalnya aku tidak yakin kalau tetanggaku itu memiliki dua mobil, tapi berubah ketikamelihat dua mobil tersebut yang selalu bulak-balik hampir setiap harinya, ditambahmereka membeli sepeda motor sebanyak tiga unit. Satu untuk dia dan istrinya, dansisanya masing-masing untuk kedua anaknya. Pikirku, mungkin mereka memilikipekerjaan baru yang mengharuskan menggunakan mobil.

***

Tiga bulan berlalu, pada suatu malam aku merasa sangat kepanasan, begitu pula istridan seorang putriku. Semuanya merasa aneh, karena diluar, udara terasa normal,

Page 18: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

dingin. Setelah kunyalakan kipas angin dan membuka beberapa jendela, hawa panasmasih terasa, namun dapat diminimalisir; semuanya kembali tidur.

Sekitar pukul 2 dini hari, aku pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil; lalu akumencium bau yang tidak sedap, bau amis yang datang dari lubang ventilasi. Selesai itu,aku naik ke atas untuk memeriksa, dan ternyata benar, bau tersebut berasal daritetanggaku.

Kuberanikan untuk mengetuk pintu rumahnya, tapi tidak ada respon. Saat kuputuskanuntuk pulang, pintu terbuka, anak perempuannya keluar dan langsung memelukku.

“Pak Yudi… tolong saya pak!”

“Kenapa, ada apa ini?”

“… ayah… ayah…”

“Kenapa dengan ayah?”

“Dia membunuh Ari… dan juga… dan juga… ibu….” Tangannya yang berlumuran darahmengenai bajuku.

Aku langsung masuk ke dalam dan mendapati istri serta anak lelakinya terbujur kakubersimbah darah di lantai ruangan keluarga. Tapi, aku tidak menemukan dia.

Lalu aku naik ke lantai dua dan menemukannya di gudang; dia sedang berdirimenghadap dinding. Disana terdapat menyan, buah-buahan, kopi, rokok, lilin, danbenda-benda aneh lainnya. Ketika kupanggil, dia membalikkan badannya ke arahku,kulihat matanya merah, dan wajahnya gelap. Dia tersenyum padaku.

5 Oktober 2015

Page 19: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Misteri Gantung Diri

Brak! Suara pintu dibanting yang menggetarkan jendela, terdengar sangat jelas. Ekaberlari menyusuri kamar-kamar kos di sebelah kirinya. Wajahnya terlihat merah dengankedua matanya yang terbuka lebar.

Dia mengetuk beberapa kamar, tapi tidak ada respon. Keadaan begitu sepi, seakanseluruh penghuninya tidak berada di dalam. Padahal bukan hari libur.

Di depan, dia bertemu dengan Dadan, pemilik warung sebelah yang dekat dengan parapenghuni kos.

“Neng Eka, sore gini kok lari-lari kayak dikejar hantu, ada apa?”

Eka memegang pundak Dadan. “Pak... tolong saya pak...” Nafasnya tersengal-sengalsambil menunjuk-nunjuk ke arah kosan.

“Gina pak... Gina...”

“Kenapa?”

“Dia bunuh diri di kamar.”

Beberapa saat kemudian, datang Hani, teman kuliahnya, tapi tidak ngekos disana.

“Hey ada apa sepertinya ada masalah?”

“Ah nanti dijelasin neng, sekarang ikut aja ke dalam!”

***

Mereka bertiga berlari menuju kamar yang terletak di ujung.

Dengan wajah tegang, Dadan dan Hani memasuki kamar tersebut.

“Hah... mana?” Tanya Hani.

Eka menggaruk-garuk kepalanya kebingungan. “Tadi disini...tadi disini dia gantung diripake kabel!”

“Tapi ini gak ada neng?” Kata Dadan.

“Kamu ngelindur?” Tanya Hani.

“Aku gak bohong Ni, tadi aku bener-bener ngeliat dia ngegantung disini... disini!”

“Ah kamu mungkin lagi stres gara-gara kebanyakan tugas, gapunya uang, atau lagiguntreng sama si aa.” Kata Hani sambil memegang pangkal lengan kanan Eka. “Udah

Page 20: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

sekarang mah gini aja, kita ke warung Pak Dadan nenangin diri, tenang, ntar aku yangbayar.”

***

Mereka bertiga berjalan pelan. Dadan dan Hani meliuk-liuk ke setiap penjuru.

“Sepi sekali.” Kata Dadan.

Wajah Eka masih tampak bingung, dia tidak percaya dengan apa yang baru sajadilihatnya.

Hani memegang pundaknya, “Menurut penelitian, dibanding laki-laki, perempuan lebihmudah berhalusinasi ketika mengalami masalah. Itulah kenapa perempuan tidak bolehmelakukan pekerjaan berat yang menguras banyak tenaga, baik pikiran maupun fisik.”

Eka tidak membalas omongan Hani.

“Ada juga yang bilang kalau untuk menyadarkan orang yang sedang berhalusinasi,seperti tidak merespon pembicaraan temannya adalah...”

“Dengan menceburkannya ke air!”

Hani mendorong Eka ke sebuah kolam ikan disampingnya. Beruntung ikan di kolamtersebut sedang tidak ada.

Eka langsung bangkit dan memandang ke arah Hani sambil menyibak rambutnya yangbasah menutupi mata. Dia melihat beberapa orang yang dikenalnya keluar dari kamarkos. Beberapa dari mereka membawa kertas besar yang bertuliskan: SELAMAT ULANGTAHUN YANG KE-20 EKA

Kemudian datang Gina sambil membawa bolu yang sudah dipasangi lilin yang menyala.Dia menyodorkannya pada Eka yang masih terpaku di kolam.

“Tiup Ka!” Kata Gina.

“Liat itu zombie nyuruh niup lilin.” Kata Hani.

Eka meniup lilinnya sambil senyam-senyum. “Sialan, aku lupa kalau sekarang bulanApril.” Gerutunya dalam hati.

“Wah konspirasi tingkat tinggi sampe ngelibatin Pak Dadan.” Kata Eka.

“Hehe... maap neng...” kata Dadan.

Para penghuni kos yang lain keluar dari dalam kamarnya menonton Eka sambil tertawa-tawa.

Gina terus cekikikan puas meski terkadang mengusap-ngusap lehernya yang nampakmerah.

Page 21: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Untung dia gak lama-lama ngeliatin aku ngegantung, kalo iya, bisa mati beneran aku.”Katanya dalam hati.

19 Nopember 2015

Page 22: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Cepot dan Tentara Belanda

Secepat kilat, Cepot dan Dawala terus berlari tanpa melihat ke belakang. Seekor anjinggalak mengejar setelah mereka berdua mencoba mengusirnya dari pekarangan milikwarga.

“La, lari dimensi, lari dimensi!” Teriak Cepot.

“Diam, terus lari!” Balas Dawala.

Setelah melewati belokan, mereka melihat saung yang tertutupi pagar hidup, lalubersembunyi disana. Si anjing pun kehilangan jejak, kemudian pergi entah kemana.

“Aman!” Kata Cepot.

Mereka berdiam diri disana mendinginkan tubuh sambil meminum lahang dari penjualyang lewat.

***

Krak... dug!

Terdengar suara ranting patah dan benda keras yang membentur tanah, disertai suaraorang yang berbicara bahasa asing.

Setelah dilihat, sekumpulan tentara Belanda sedang berkumpul di jejeran pohon kelapayang terletak dekat perkebunan warga pribumi.

Seorang bapak-bapak mendekati dan berbicara dengan mereka, tapi kemudian dibentakdan diusir. Selang beberapa menit, seorang kakek-kakek datang, dan bernasib samadengan bapak tadi.

“Kurang ajar!” Kata Cepot, “La, ayo kita marahi mereka!”

***

“Mau apa lagi kau inlander!?” Sentak seorang yang berbadan kekar dan tinggi padaCepot.

“Ehm... anu... maaf kang, eh tuan... itu kan pohon kelapanya milik warga sini, jadi...”

“Jadi kami tidak boleh mengambilnya, begitu?” Sambil melotot menatap kedua mataCepot.

“Ini negeri siapa, siapa yang jadi tuanmu hey, kamu tahu dimana letak NederlandsIndie?”

“Di... disini tuan...”

Page 23: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Jaaah, kamu tahu itu, diatas kakimu.”

“Sekarang pergi dari sini dom inlander!”

Cepot dan Dawala pun meninggalkan sekumpulan tentara Belanda tersebut dan kembalike saung.

***

“Ari kamu ngajakin kayak harimau, pas ketemu malah jadi kucing.” Kata Dawala.

“Emmm, kirain gak akan segalak itu, kan harus secara baik-baik.”

“Iya tapi lihat situasi dan kondisi juga, mereka kan tentara.”

“Sudah, sekarang giliran saya yang ngadepin bule-bule bangsat itu, mereka perludikasih silat!” Kata Dawala sambil mengencangkan ikat pinggangnya.

Cepot tidak peduli dan membiarkan adiknya pergi sendiri. Dia malah tidur-tiduran sambilbersiul.

Tidak sampai 5 menit, Dawala kembali sambil terhuyung-huyung. Wajahnya bonyok.

“Eleuh... kamu gak apa-apa La?”

Dawala mengacungkan jempolnya, “ba... ba... baik...” lalu jatuh ke tanah.

***

Di rumah, Cepot terus berpikir bagaimana caranya untuk memberi pelajaran padatentara Belanda itu. Dia menyandarkan badannya pada pohon sambil bermain suling.

Lalu, dia teringat pada cerita Si Kancil.

“Aha!”

Segera dia menuju pasar yang berada tidak jauh dari sana.

***

Pagi-pagi, Cepot berdandan untuk menyamarkan dirinya sebagai seorang pedagangpanggul.

Di dekat kamp, terlihat tentara Belanda yang kemarin, sedang bersantai sambil bermainkartu. Dengan tenang Cepot berjalan ke depannya.

“Oi inlander, apa yang kau jual?”

“Saya jual bumbu-bumbu masakan, tuan.”

Page 24: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Aaah, tepat sekali, kami mau bakar ikan.”

“Mmm, ikannya dapat dari mana tuan?”

“Eih, kenapa bertanya seperti itu? Bukan urusanmu! Yang pasti dari kolam sebelahsana.”

Cepot menaikkan pundak sambil menggaruk kepalanya, “ehe... iya tuan maaf, bumbu-bumbu ini dapat melezatkan ikan-ikan yang akan tuan bakar.”

“Iya pasti itu, tentu saja!”

Mereka kemudian memborong semua dagangan Cepot.

***

Sorenya, seorang Jenderal Belanda melakukan pemeriksaan ke kamp tersebut. Semuapasukan berkumpul di lapangan.

Namun di tengah-tengah upacara, seorang tentara memegang perutnya sambil memintaizin untuk ke toilet; satu persatu diikuti pula oleh tentara yang lainnya. Beberapa kaliterdengar suara kentut dan geraman perut. Upacara pun menjadi kacau. Si Jenderalkebingungan, lalu memanggil seorang kapten yang menjadi pimpinan kamp, tapi sikapten pun sama-sama menderita. Tanpa mempedulikan keberadaan sang Jenderal,semua pasukan berlarian ke belakang kamp.

Dari kejauhan, Cepot cekikikan puas bersama warga setempat.

22 Nopember 2015

Page 25: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Cepot Pergi ke Tasikmalaya

Trak! Sebuah anak panah menancap tepat di lingkaran merah yang terletak di tengahlingkaran-lingkaran merah dan putih.

“Giliranmu.” Kata Ajang.

Cepot membidik panahnya, dan...

Stak! Anak panah mengenai lingkaran merah yang paling luar.

“Ha... meleset, coba lagi Pot!”

“Ah kampret euy!”

Cepot membidik panahnya lagi, kali ini tangannya sedikit gemetaran, dan...

Wusss! Tiba-tiba bertiup angin kencang disertai debu dan dedaunan. Setelah reda, anakpanah tersebut tidak terlihat. Kemudian mereka mencarinya cukup lama; hinggaakhirnya ditemukan menancap pada seekor kambing yang tergeletak sekarat.

“Waduh celaka!” Kata Cepot.

“Pot kabur Pot!”

Ketika baru melangkahkan kakinya, seorang bapak-bapak berbadan gendut datang danlangsung melihat kambing tersebut. Sialnya, Ajang dan Cepot menggendong panahmereka di punggung.

“Kalian membunuh kambing saya!? Kurangajar!”

Tidak dapat menyangkal, mereka berdua segera mengambil langkah seribu.

“Wah euy... si bapak larinya kenceng!” Kata Cepot setelah meliuk ke belakang.

Tanpa disadari, mereka berdua menuju sebuah tebing tinggi yang terdapat sungai dibawahnya. Pepohonan yang rimbun menghalangi pandangan.

Krasss! Mereka berdua langsung menghentikan larinya, tapi sayangnya sudahterlambat. Mereka langsung terjun bebas ke bawah. Ajang jatuh terlebih dahulumembentur sebuah batu, sedangkan Cepot masih sempat melihatnya sebelum diatercebur ke dalam air.

“Jaaang!”

Brusss!

“Ja... a... aa... a... ng!”

Page 26: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Jaaang!”

“Jaaang!”

“Jaaa... jang?”

Cepot memperhatikan sekelilingnya, terlihat jam dinding, jendela, tirai, dan meja.

“Mimpi tadi bisa jadi pertanda, aku harus bertemu dengannya!”

***

Cepot dan Dawala sedang berada di Makassar ikut ayahnya, Semar yang dinas disana.Khawatir terjadi sesuatu pada Ajang, sahabat lamanya tersebut yang tinggal diTasikmalaya, Cepot mengajak Dawala untuk kesana, dan sekalian pulang ke Bandung.

Karena perjalanan menggunakan kapal laut akan memakan waktu yang lama, makaSemar menyuruh mereka untuk naik pesawat terbang.

Mendengarnya, Cepot senang bukan main karena dari dulu dia ingin sekali naikpesawat terbang. Sayangnya, dia tidak tahu bagaimana caranya bepergianmenggunakan pesawat terbang; sehingga Dawala lah yang mengurusi semuanya,karena dia pernah sekali naik pesawat.

Tiga hari kemudian, setelah melalui berbagai proses, mereka berdua telah berada didalam pesawat. Suasana pesawat yang nyaman, membuat mereka tertidur selama diperjalanan.

***

“Tuan, tuan,” seorang pramugari membangunkan, “pesawat telah sampai di tujuan,silahkan keluar melalui pintu belakang.”

“Aaah, akhirnya sampai juga, sudah lama aku tidak makan kupat tahu Singaparna.” KataCepot.

“Heeuh, sama, ayo kita kesana.”

“Ngomong-ngomong, kenapa ya udaranya terasa panas begini?” Kata Cepot sambilmengepak-ngepak bajunya. “Perasaan Tasik tidak sepanas ini.”

“Mungkin inilah yang dinamakan pemanasan global, terasa kan?” Kata Dawala.

***

Di dalam gedung bandara, Cepot merasa aneh karena tulisan-tulisan yang ada tidakmenggunakan bahasa Indonesia, meski ada bahasa Inggrisnya. Seragam para petugasbandara, pakaian orang-orang, dan pembicaraan yang terdengar serasa asing baginya,walaupun wajah-wajah mereka sama dengan di Indonesia.

Page 27: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Dawala yang juga menyadari keanehan tersebut, menelan ludahnya dalam-dalam.

“Permisi pak, saya mau tanya, kalau pintu keluar disebelah mana ya?” Tanya Cepotpada seorang petugas keamanan yang melewat.

Petugas tersebut diam dan memperhatikan Cepot dengan saksama.

“Pak, pintu keluar disebelah mana ya?”

“Aaah, awak mesti datang dari Indonesia?”

Cepot terdiam sejenak.

“Iya saya Indonesia, terus kenapa?”

“Selamat datang di lapangan terbang antarabangsa Kuala Lumpur kerajaan Malaya.”

Cepot pun menyadari dimana dia berada sekarang. Dia tahu Kuala Lumpur.

“Dawala... kéhéd! Ini bukan Tasikmalaya, tapi Malaya! Salah beli tiket!”

Selesai bertengkar, mereka segera memesan tiket tujuan Tasikmalaya. Beruntungmereka diberi uang lebih oleh Semar, tapi sesampainya di Tasikmalaya, mereka tidakbisa jajan, serta terpaksa jalan kaki dan menumpang truk bak terbuka untuk sampai kerumah Ajang.

Akhirnya Cepot dapat bertemu sahabatnya itu dalam keadaan sehat.

25 Nopember 2015

Page 28: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Cepot jadi Pahlawan Dadakan

Grummm! Suara sepeda motor sport memecah kelengangan taman kota di sore hari.Burung-burung yang bertengger beterbangan ke langit. Dengan gagahnya Cepot melajupelan menyusuri jalan sambil membonceng pacarnya, Tika.

“Kemana lagi neng?”

“Ke atas yuk, biar bisa liat pemandangan.”

Cepot memacu motornya ke arah perbukitan. Tangan Tika memegang pundak Cepotuntuk menjaga keseimbangan.

“Enakeun euy, apalagi kalau sambil dipijitin.” Goda Cepot.

“Enak aja, emangnya aku tukang pijit?”

Setelah beberapa menit, mereka sampai di sebuah tebing. Dengan romantis merekamemandangi kota yang mulai berkelap-kelip lampunya.

Tika mengambil ponselnya, dan...

Trilit! Trilit! Trilit!

Cepot terkejut, lalu berusaha menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya. Tapi Tikamendekatkannya lagi. Suaranya sangat keras, membuat telinga cepot berdenging.Meski cepot berusaha menjauhkannya kembali dan protes, Tika seakan tidak peduli, diaterus mendekatkannya ke telinga Cepot.

Trilit! Trilit! Trilit!

Trilit! Trilit! Trilit!

Trilit! Trilit! Trilit!

“Aaah!”

Ternyata itu semua hanya mimpi. Tepat di dekat telinga kanannya, ponsel Cepotberbunyi. Di layar terpampang gambar bel dan tulisan hari Sabtu pukul 10.32.

“Oh sial!”

Tanpa berlama-lama lagi dia langsung bangkit dari kasurnya.

***

“Tidak ada alasan, cepat kesini!Sudah telat setengah jam lebih, janjian macam apa ini?”Kata Tika melalui ponsel.

Page 29: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Cepot mencari sepeda motor sport-nya, tapi tidak ada. Yang ada hanyalah sebuahsepeda motor bebek, itupun spatbor belakangnya belumterpasang, dan bensinnyahampir kosong.

“Dawala, kéhéd, motor aing!” Gerutu Cepot.

***

Di pom bensin, Cepot membuka dompetnya yang berisi STNK, SIM, dan tiga lembaruang 10 ribu.

“Aduh lupa... sial... sial!”

Dia tidak punya pilihan lain selain melanjutkan perjalanan, karena jika balik lagi kerumah, akan membuat dia lebih terlambat, belum lagi jalanan yang macet.

Dengan kemampuan “selap-selip” nya, Cepot dapat menembus mobil-mobil yangmenutupi jalan. Tapi karena kurang teliti, dia menuju jalan yang salah.

Ketika akan berbalik arah, tiba-tiba datang sebuah sepeda motor dengan kecepatantinggi.

Triiit!

Hampir menabrak roda depan sepeda motor Cepot, si pengendara banting stang kekanan, membentur tembok rendah, kemudian terpental ke semak-semak. Beruntungmasih hidup, hanya mengalami memar-memar. Cepot yang terkejut langsung terjatuh.

Beberapa saat kemudian, datang tiga orang mengendarai sepeda motor. Seorangbapak-bapak langsung menghampiri Cepot, sedangkan yang lainnya segera mendekatipengendara tadi.

“Terimakasih jang, berkat dirimu, kami selamat! Kamu tidak apa-apa?”

“Iya pak gak apa-apa, tadi cuman kaget aja.”

Bapak tersebut terdiam sebentar menatap wajah Cepot, kemudian membukadompetnya, dan memberikan 5 lembar uang 100 ribu. “Ini untuk kamu sebagaibalasannya menjadi pahlawan kami.”

“Mmm... maksudnya... saya jadi pahlawan apa?”

“Orang itu telah mencuri data-data penting perusahaan kami, dan juga uang 100 juta.Kalau dia berhasil membawanya, perusahaan kami bisa bangkrut, tapi berkat kamu...kami selamat. Terima kasih.”

Cepot langsung berlagak sungkan, walau sebenarnya dia ingin segera meraih uang 500ribu itu dari tangan si bapak.

“Oh... iya, sama-sama pak.”

Page 30: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

***

Sesampainya di depan sebuah warung, dia melihat Tika sedang menunggu. Denganpercaya diri sambil senyam-senyum, Cepot menghampirinya.

Tika memarahiCepot habis-habisan. Cepot hanya diam saja seperti murid yang sedangdiceramahi gurunya.

Setelah reda, Cepot mengeluarkan jurus “pendingin amarah wanita” nya denganmengeluarkan kata-kata manis. Lalu Cepot memperlihatkan isi dompetnya dan berkata,“neng, kita ke danau yuk. Aa tadi jadi pahlawan dadakan dan dapet ini.”

Mata Tika langsung terbuka lebar, “hayu atuh!”

“Hehehe...” Cepot tersenyum lebar.

26 Nopember 2015

Page 31: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Lelaki yang Gantung Diri

Brak! Sebotol minuman bersoda jatuh ke lantai. Seorang lelaki segera mengetuk-ngetukpintu kamar disebelahnya, dan kamar yang lainnya, tapi tidak ada tanggapan. Lalu diaberlari menuju halaman depan.

“Kang Yana kenapa kok lari-lari kayak dikejar setan?” Tanya Arif, bapak penjaga kos.

“Dedi pak... Dedi...”

“Kenapa dengan kang Dedi?”

“Dia... dia gantung diri di kamar...”

“Waduh... kok bisa? Ayo kita periksa!”

Saat hendak melangkah, datang Lalan, teman sekelas Yana, tapi tidak ngekos disana.

“Ada apa ini, sepertinya ada masalah?”

“Ah nanti dijelasin kang, sekarang ikut kami aja ke dalem!”

***

Di dalam kompleks kos, Lalan melihat kesana-sini. Suasana kosan begitu sepi, tidakada seorangpun yang terlihat selain mereka bertiga.

“Aneh, kok sepi sekali ya? Padahal sekarang hari Rabu.” Kata Lalan.

Sampai di depan pintu kamar, mereka terdiam sejenak saling berpandangan satu samalainnya dengan tegang.

Arif membuka pintu.

“Lah... gak ada siapa-siapa kang?”

Yana menggaruk-garuk kepalanya, “ta ta tadi dia disini, ngegantung pake kain... disini!”

“Yakin kang gak salah lihat? Tapi ini gak ada, bekasnya juga enggak.”

“Mungkin kamu berhalusinasi Yan.” Kata Lalan.

“Aku tidak berhalusinasi! Aku...”

“Sudah, kita ke warung depan aja dulu buat nenangin diri, tenang aku yang bayarin.”

***

Page 32: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Mereka bertiga berjalan pelan. Arif memperhatikan satu persatu kamar kos yang masihsepi seakan ditinggal penghuninya.

“Menurut ahli psikologi, permasalahan hidup bisa membuat stres, dan terkadang stresdapat membuat penderitanya berhalusinasi.” Kata Lalan sambil memegang pundakYana.

“Ya... mungkin kamu stres karena masalah kuliah, masa depan yang masih gelap, krisiskeuangan, masalah keluarga, masalah teman, dan... masalah perempuan, ya, biasanyalaki-laki begitu rapuh ketika bermasalah dengan perempuan.”

“Jadi... apa masalahmu dengan si dia?”

Yana hanya diam dengan tatapan kosong ke depan.

“Mmm... katanya untuk menyadarkan orang yang berhalusinasi adalah...”

“Mmm...”

“Dengan menceburkannya ke kolam yang berisi air!”

Sekuat tenaga Lalan mendorong Yana ke sebuah kolam ikan di sampingnya. Beruntungikan-ikannya sedang tidak ada.

Yana segera bangkit dan memandang ke arah Lalan sambil menyibak rambutnya yangbasah menutupi mata. Dia melihat pintu-pintu kamar terbuka, kemudian beberapa orangyang dikenalnya keluar dari dalam. Mereka berdiri didekat kolam sambil tertawa-tawa,dan membentangkan kertas besar yang bertuliskan: SELAMAT ULANG TAHUN KE-20YAN!

Kemudian datang Asti, pacarnya, sambil membawa bolu yang sudah dipasangi lilin yangmenyala.

Dedipun muncul. “Hey lur, maaf tadi udah bikin kamu kaget! Hehehe...”

“Kalian harusnya ngeliat gimana ekspresi muka dia waktu ngeliat aku ngegantung,hahaha!”

“Liat tuh zombie lagi ngomong.” Kata Lalan menunjuk ke Dedi.

“Sialan, aku lupa kalau sekarang bulan April.”Kata Yana. “Koplok, ini konspirasi tingkattinggi sampe ngelibatin pak Arif!”

“Hehehe... maaf atuh kang!”

Dedi cekikikan puas sambil mengusap-ngusap lehernya yang tampak merah.

“Untung dia gak lama-lama ngeliatin aku ngegantung, kalo iya, bisa mati beneran aku.”Katanya dalam hati.

27 Nopember 2015

Page 33: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Perempuan Selalu Benar

Suatu hari, ibu guru bahasa Inggris kelas XI akan mengadakan ujian. Semua siswadiwajibkan membawa kamus.

Maman yang hanya memiliki kamus Inggris-Indonesia ---karena kamus Indonesia-Inggris lamanya rusak--- berniat membeli kamus baru. Sebelum berangkat ke toko buku,dia meminta saran pada temannya, Yuda, tentang kamus yang bagus.

***

Ujian pun tiba, setiap murid disuruh ke depan dan menulis di papan tulis,menerjemahkan bahasa Indonesia ke Inggris.

Kini giliran Maman maju kedepan.

“Oke Maman, terjemahkan ini...”

“Di Amerika Serikat, menyetir mobil di lajur kiri adalah salah, yang benar adalah di lajurkanan.”

Maman membuka kamus, dia hampir berhasil menyusun kalimatnya, tapi kemudiankebingungan.

“Kenapa Man, ada masalah?”

“Oh ini bu lagi nyari...” Maman membolak-balik kamusnya.

“Waktunya habis, silahkan duduk. Selanjutnya, Mila maju ke depan.”

***

Ketika istirahat, Dani, Jaka, dan Maman berkumpul di kantin.

“Sayang sekali kamu Man, padahal tinggal sedikit lagi.” Kata Jaka. “Emang kenapasampe ngebolak-balik gitu, gak ketemu katanya, atau gimana?”

“Iya aku nyari kata 'salah' kok gak ada.”

“Oh ya?” Kata Dani. “Coba lihat kamusnya.”

Dani mengamati setiap halaman, dari awal sampai akhir. Kemudian sampul depannya.

“Pantes...”

“Kenapa Dan?”

“Perempuan selalu benar...”

Page 34: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Maksudnya?”

“Lihat penyusunnya alias pembuatnya, tiga orang bersaudari.”

“Apa hubungannya?”

“Ya, karena pembuatnya perempuan, tiga orang lagi; mereka tidak memasukkan kata'salah' karena perempuan selalu benar. Coba lihat ini, kata 'benar' ada, sedangkan kata'salah' tidak ada. Mustahil salah cetak, ini sudah cetakan ke-3.”

“Kamu benar Dan...” kata Maman sambil bengong. “Lain kali aku beli yang pembuatnyalaki-laki.”

29 Nopember 2015

Page 35: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Orangtua Selalu Benar

Pagi itu, setengah berlari Agus menuju sebuah ruangan yang terletak di pojok loronggedung. Sampai di depan pintu, dia melihat seorang bapak-bapak bertubuh tinggi besarsedang duduk di kursi depan kelas.

“Pagi pak, maaf telat.”

“Silahkan duduk Gus.”

Pak Domo, itulah nama dosen tersebut. Selain mengajar mata kuliah Matematika dikelasnya saat ini, dia juga mengajar mata kuliah Fisika dan Statistika di kelas lainnya.

“Yang lainnya kemana Gus?” Tanya pak Domo sambil membagi-bagikan kertas soalujian.

“Gak tau pak, gak liat sama gak ada kabar.”

Melihat soal ujian tersebut, Agus terpana sambil menggaruk-garuk kepalanya.

***

Satu jam lewat lima belas menit pun berlalu. Belum ada satupun soal yang dijawabAgus. Matanya tampak berat, dan rambutnya acak-acakan. Waktu yang tersisa tinggallima belas menit lagi.

Pak Domo merogoh saku bajunya, “halo?” Lalu berjalan keluar kelas. Sampai 5 menitdia belum kembali.

Agus segera memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menghampiri Fikri dan Nida.Tanpa basa-basi dia langsung menyalin apa yang ada di kertas jawaban merekaberdua.

***

Minggu depannya ketika bertemu kembali dengan kuliah Matematika, pak Domomemberikan kertas jawaban ujian pada Agus.

“Nyontek darimana Gus?”

Jantung Agus langsung berdetak kencang. “Anu pak... mmm...”

“Ini kok jawabannya dari nomer 1 sampai 10 sama dengan Fikri, sisanya dari 11 sampai20 sama dengan Nida?”

“Yang lainnya juga jawabannya ada yang sama, tapi kayaknya cuman kamu aja yangnyontek ke Fikri sama Nida, kenapa Gus? Padahal jawaban mereka juga banyak yangsalah.”

Page 36: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Itu pak... mmm...”

“Iya Gus?”

“Soalnya mereka kan suami-istri dan udah punya anak, saya kira jawaban merekabakalan benar semua, soalnya kan orangtua selalu benar.”

PakDomo mengangkat tinggi alisnya. “Kata siapa itu Gus?”

“Kata ibu saya pak...”

“Hmmm...”pak Domo mendekati Agus, kemudian mengangkat jempolnya tepat di depanmuka Agus.

“Benar sekali Gus, seratus buat kamu!”

“Besok ke ruangan samping laboratorium komputer ya, remedial!”

“Aduh pak...” Agus menempelkan tangannya ke jidat.

2 Desember 2015

Page 37: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Pelesetan Transformers: Kejeniusan Megatron

Suatu hari, Decepticon mendatangi Jakarta untuk mencari Sam yang kabur dari AmerikaSerikat. Sam memegang sebuah kacamata yang menyimpan koordinat lokasi The Cube.

Setelah penyamarannya terbongkar oleh aksi konyol agen Sector Seven yang dipimpinoleh Simon, Decepticon membuat kerusakan disana-sini. Autobot segera datang untukmelawan, tapi mereka dapat dipojokkan. Pasukan Indonesia yang datang pun berhasildihancurkan dengan mudah.

Ketika Megatron akan membunuh Optimus, senjata di tangannya tiba-tiba macet.Kemudian dia melihat ke lubang senjatanya sambil dikocok-kocok.

Duar!

Senjata pamungkas tersebut meletus dan meledakkan kepala Megatron berkeping-keping. Peluru energinya tembus hingga mengenaidada Starscream yang berdiri dibelakangnya.

Duar!

Dada Starscream pun meledak. Kedua pentolan Decepticon tersebut langsung rubuh ketanah tak bergerak lagi.

Melihat keduanya mati, anggota Decepticon yang lain menjadi kalang kabut. Optimussegera mengambil kesempatan, dan langsung menghajar para Decepticon, diikuti olehAutobot lainnya.

Akhirnya semua Decepticon dapat dihabisi. Dunia terselamatkan. Sam dan Mikaelayang dari tadi menonton dari kejauhan segera datang ke TKP.

“Waw... kukira Megatron benar-benar jenius.” Kata Sam.

4 Desember 2015

Page 38: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Pelesetan Batman: 'Blunder' si Joker

Malam itu, markas Joker diserang oleh Batman, Robin, dan Batgirl. Pasukan Jokerberhasil membunuh Robin dan Batgirl, tetapi Batman dapat menghabisi mereka semuahingga tersisa Joker saja.

Sebelum berhadapan dengan Batman, Joker mendengarkan rekaman seorang agenmata-matanya yang memberitahu kelemahan Batman.

Di atap gedung, Joker beradu jotos dengan Batman. Tentu saja Joker bukan tandinganBatman. Berkali-kali Joker melayangkan pukulannya, tapi tidak berefek sama sekali;sebaliknya, dengan mudah Batman mendaratkan bogemnya yang membuat Jokerkelabakan. Meskipun demikian, Joker terus tertawa.

Batman melempar Joker hingga hampir terjatuh dari gedung, tapi dia memegang kerahbajunya. Joker sudah tahu dengan kebiasaan ini, dia tahu Batman tidak akan pernahmembunuh musuh-musuhnya.

“Ada kata-kata terakhir?” Tanya Batman.

“Ada! Tapi pertanyaan...”

“Katakan!”

“Kapan nikah?”

“Hah, aku sudah kebal dengan itu, yang lain!”

“Baik...”

“Apa kelemahan Superman?”

“Batu kripton!”

“Terlalu mudah, berikan pertanyaan yang lebih sulit!”

“Hmmm... baiklah...” Joker mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, “berbicara tentangbatu kripton, kamu tahu ini apa?”

Batman memandang tajam ke tangan Joker.

“Apa? Aaah... tidaaak!”

“Hehehehehe... kenapa Man?”

“Sialan kau Joker! Jangan buah peria itu! Aaargh!”

Page 39: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Hahaha...”Joker tertawa puas, “kamu sama seperti Superman, sama-sama superheroyang memiliki kelemahan!”

“Tidak... Joker, plis!”

Batman melepaskan pegangannya. Membuat Joker langsung terjatuh dari puncakgedung 10 tingkat tersebut.

“Oh sial...” kata Joker.

Duak! Tubuhnya menghantam beton. Dia langsung tewas. Belum cukup sampai disitu,sebuah truk pengangkut sampah melewat dan... craaak! Tamatlah riwayatnya.

5 Desember 2015

Page 40: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Gadis Itu Bernama

Srat! Tepat di depan Beni, seorang pengendara sepeda motor menjambret tas milikseorang ibu-ibu pejalan kaki. Ibu-ibu tersebut berteriak minta tolong, namun keadaanyang sepi membuat si penjambret leluasa kabur.

Masih dalam pandangan, Beni langsung memacu kencang sepeda motornya. Hinggadaerah keramaian, Beni masih bisa melihatnya; namun si penjambret berhasil lolossetelah memasuki wilayah pemukiman. Tidak bisa menemukannya, Beni memilihpulang; tapi bensin yang hampir kosong mengharuskannya mampir dulu ke sebuahSPBU.

Di SPBU, dia malah jengkel karena antrian yang panjang, dan adanya orang-orang 'elite'yang tidak mengantri, ditambah asap dari sebuah truk pabrik.

Tiba-tiba matanya kemudian tertuju pada seorang gadis yang sedang berdiri di ujung.

“Cantik sekali...”

Hatinya yang tadi sumpek, seketika menjadi adem.

***

Dua hari kemudian, Beni kembali melalui jalan tadi untuk memata-matai jika jambrettersebut muncul lagi. Masih penasaran dengan si gadis, dia menuju SPBU kemarin.

Betapa senangnyaBeni dapat melihat kembali si gadis. Dia ingin berkenalan, tapi belumberani. Keesokan harinya pun sama, hanya melihat dari kejauhan sambil mengagumipesonanya.

***

Hari keempat, Beni memberanikan diri untuk berkenalan dengan si gadis. Tapisayangnya gadis tersebut tidak ada disana.

Hari kelima dan keenam, masih belum menyerah, dia kembali kesana, tapi gadistersebut masih tidak ada juga.

Hari ketujuh semangatnya hampir hilang, tapi menyerah bukanlah pilihannya. Di hari iniakhirnya dia dapat melihat si gadis.

Beni turun dari sepeda motornya, lalu menghampiri si gadis. Rambutnya yang sedikitacak-acakan dia rapikan oleh tangannya.

“Sore neng.”

“Sore juga, ada apa?”

Page 41: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Sa... saya... saya Beni.”

“Siapa ya?”

“Iya saya Beni... ummm... cuman mau kenalan aja.”

“Kenalan? Apa ada yang penting sekali?”

“Pengen tau aja namaeneng siapa, he...”

“Hmmm, saya Nurlaela.”

“Oh Nurlaela... dipanggilnya apa?”

“Lela.”

“Eh... ehm... neng Lela, selama ini saya suka merhatiin eneng terus. Neng itu cantik,anggun, kulitnya bersih terang, menimbulkan semacam perasaan sejuk gitu di hatisaya.”

“Oh makasih, tapi ini judulnya acara gombal seperti di TV atau ngerayu gitu ya?”

“Enggak... hehehe... pengen kenalan aja....”

“Ngomong-ngomong, neng sepertinya sering sekali ada disini ya, ngapain sih neng?”

Nurlaela tersenyum kecil. “Nungguin seseorang.”

“Seseorang? Waduh... udah punya pacar dong? Atau jangan-jangan, udah punyasuami?”

“Enggak, saya sendiri kok, orang masih 19 tahun juga.”

“Owh, lebih tuaan saya dong.”

“Hmmm... gitu ya?”

“Iya, hehe... jadi, nungguin siapa dong neng?”

“Saya lagi nungguin...”

“Ummm...”

“Nungguin temen saya tuh baru beres jam kerjanya, sekarang giliran saya yang kerja.”

“Kerja apa gitu neng?”

“Ngeladenin orang yang mau ngisi bensin lah, kan saya kerja disini, gimana sih akangini.”

“Oh iya yah...” Beni menggaruk-garuk kepalanya.

Page 42: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

9 Desember 2015

Page 43: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Mobil Baru si Bagja

Sore itu sehabis kerja, Bagja mengendarai mobil sedannya yang baru saja dia beli.Saking senangnya, dia bernyanyi-nyanyi sambil menyetel musik Rock n' Rollkesukaannya. Suara raungan gitar dan vokal yang melengking memenuhi mobil yanghanya diisi oleh dirinya sendiri.

Saat memasuki daerah pemukiman penduduk,tiba-tiba, mesin mobil tersebut mati. Cobadihidupkan kembali, tidak bisa; dicoba berkali-kali lagi, masih tetap tidak menyala.Diperiksa mesinnya, semua tampak baik-baik saja. Roda, ban, dan rem pun tidak adayang bermasalah.

Bagja kebingungan, dia melamun. Diluar hujan turun dengan cepat. Di dasbor, terdapatsebatang coklat pemberian kekasihnya yang menutupi panel kemudi, dia tersenyum.

Ketika sedang mengunyah coklat tersebut, matanya tertuju pada panel indikator bahanbakar yang merah menyala, menandakan bahwa tangkinya kosong.

“Aduh!” Bagja menepuk dahinya,” lupa... pantas mesinnya mati....”

Terpaksa dia harus meminta tolong pada warga sekitar untuk menderek mobilnya kesebuah SPBU yang letaknya cukup jauh dari sana.

9 Desember 2015

Page 44: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Mobil Misterius

Pagi itu para warga berkumpul di rumah pak Wisnu, membahas tentang mobil misteriusyang kerap muncul di malam hari. Misterius karena mobil tersebut berjalan sendiri tanpaada seorangpun di dalamnya, dan selalu muncul di malam hari. Meskipun tidakmengganggu, tetap membuat warga resah dan penasaran. Haris, seorang pemuda yangmasih orang baru di kampung itu, sangat antusias dengan masalah ini, karena dikampung lamanya pernah terjadi kasus serupa, yaitu delman hantu yang berjalan tanpaditarik kuda dan tidak ada orangnya.

Malam Jumat, Haris dan para pemuda melakukan ronda malam. Mereka menantikehadiran mobil misterius tersebut. Namun hingga adzan shubuh berkumandang, tidakjuga muncul. Esok malamnya pun masih samahingga malam Senin. Yang munculhanyalah sebuah mobil berisi sekumpulan anak muda glamor yang hendak pesta kekota.

Malam Rabu minggu depan, ketika sedang tidur, Haris dibangunkan oleh temannyabahwa mobil misterius tersebut muncul di jalan dekat lapangan sepak bola. Secarasembunyi-sembunyi, para pemuda mengawasi mobil tersebut perlahan melajumengelilingisekitar lapangan, kemudian masuk ke lapangan. Lampu jalan yangmenembus kaca depan, menunjukkan tidak ada seorangpun di dalamnya.

Setelah itu mereka memutuskan untuk mendekatinya. Tanpa diduga, mobil tersebutmenabrak salah seorang pemuda hingga terpental; membuat mereka marah lalumenendang, memukul, dan menggoyang-goyangkan mobil tersebut. Namun itu malahmembuat mobil terus melaju hingga tertahan oleh pepohonan.

Tiba-tiba, muncul dua orang lelaki muda berkacamata.

“Tunggu! Tahan! Jangan rusak mobil itu!”

“Siapa kalian?” Tanya Haris.

“Kami pegawai perusahaan yang sedang menguji mobil yang dikendalikan dari jarakjauh oleh komputer.”

“Haaah?” Kata yang lainnya.

Setelah mendengar penjelasan dari kedua lelaki berkacamata tersebut, Haris danpemuda lainnya memutuskan untuk bubar. Akhirnya teka-teki mobil misterius yangselama ini menghantui kampung tersebut, selesai sudah.

“Uh dasar perusahaan, bikin percobaan di daerah orang lain seenaknya saja gak bilang-bilang dulu!” Gerutu Haris.

10 Desember 2015

Page 45: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Piring Terbang

Ketika aku sedang asyik ngumpul bareng teman-teman sambil ditemani pisang gorengdan kopi di saung dekat sawah, tiba-tiba datang si Boni yang berlari seperti dikejarhantu.

“Buuud! Buuud!”

“Wow wow wow... tenang... tenang... kenapa Don?” Tanyaku.

“Disana ada piring terbang Bud!”

“Eeeh... piring terbang, apa yang kamu bicarakan?”

“Lebih baik kita kesana sekarang dan melihatnya!” Kata Boni.

Kami sampai didekat sebuah rumah yang memiliki kebun yang luas. Aku melihat kelangit, tidak ada apapun, selain warna birunya dan awan-awan putih.

Dari sebuah pintu belakang rumah tersebut, tiba-tiba muncul sebuah sendok yangmelayang, kemudian garpu, kemudian mangkuk, kemudian... piring!

Melihat kami, seorang ibu-ibu di dalam rumah tersebut langsung marah danmengarahkan lemparannya kepada kami.

Beberapa saat kemudian datang seorang ibu-ibu lain. “Sudah, jangan diganggu, pergidari sini, ibu itu lagi stres gara-gara mobilnya yang baru dia beli seminggu yang lalu,hilang waktu diparkir di pasar.”

“Eih... apa?” Kataku.

Setelah itu kamipun kembali ke saung. Kukira piring terbang alien, eh ternyata piringmakan yang diterbangkan oleh ibu-ibu stres.

11 Desember 2015

Page 46: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Pelesetan Superhero Amerika: Rahasia Kostum Wonderwoman

Tiga orang superhero ternama kelas dunia sedang bersantai di sebuah bar di kota NewYork. Mereka adalah Batman, Superman, dan Wonderwoman.

“Ngomong-ngomong, kenapa sih kalian pake celana dalemnya diluar, terus pake sayaplagi?” Tanya Wonderwoman.

“Kalo aku sih pake celana dalem diluar cuman masalah estetika aja biar keliatan kuatkayak binaragawan gitu; terus sayap juga sama, biar ada wibawanya, kebayang kankalo aku gak pake sayap? Kayak kepala tanpa rambut.” Jawab Superman.

“Aku juga sama, cuman kalo buat aku, sayap ada fungsi buat ngelindungin badan daridingin, kan aku kerjanya malem-malem; juga buat nyembunyiin peralatan rahasia juga.”Kata Batman.

“Nah, kamu sendiri kenapa kostumnya seksi banget kayak mau renang?” TanyaSuperman.

“Hmmm... kalian mau tau?”

“Karena dengan kostum seksi seperti itu yang nakal, bisa bikin musuh yang cowokpikirannya jadi ngeres, pikiran ngeres kan jadi kacau fokusnya, fokus kacau jadigampang kan ngurusinnya? Lah itu rahasia umum kali.”

“Ooo... begitu....” kata Batman dan Superman.

15 Desember 2015

Page 47: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Nasib si Reaktor

Sebagai orang yang berkecimpung di bidang Teknologi Informasi (TI), tas punggungberisi Laptop, Smartphone, dan pakaian rapih adalah yang harus ada pada diri Arif;menjadikannya semacam seragam yang mesti dikenakan setiap hari, termasuk ketikasedang jalan-jalan.

Ketika sedang bersantai di sebuah kios kue alun-alun kota, dia melihat seorangperempuan muda sedang berlari mengejar seorang lelaki berbadan besar yangmemegang sebuah tas berwarna merah.

“Itu pasti jambret, aku harus menolongnya!”

Arif menitipkan barang-barangnya pada pemilik kios, kemudian mengejar lelaki tersebut.

Ketika tepat berada puluhan sentimeterdi belakangnya, Arif segera loncat dan menahankedua kakinya, membuatnya langsung terjatuh dengan posisi dada dan mukamembentur tanah hingga berdarah.

“Aha, kena kamu! Sekarang kembalikan tas itu!”

Beberapa saat kemudian datang sekelompok lelaki yang bukannya membantu Arif, tapimalah menghajarnya.

Duk! Duak! Kapow!

“Bentar... ben... bentar... tahan dulu! Kenapa malah saya yang dihajar, saya kanmencoba menolong perempuan itu darijambret ini?”

“Menolong? Kamu mengacaukan semuanya!” Kata seorang lelaki berkemeja hitam,“Adegannya, pemainnya, dan waktunya; kami sedang membuat film, kamu tidak lihat?”

Arif melihat sekelilingnya, ada sejumlah kru film beserta peralatannya. Semua oranghanya menatapnya kosong. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain 'maaf'. Sambiltertunduk dengan mukanya yang lebam-lebam, dia kembali ke kios, lalu pulang kerumahnya.

17 Desember 2015

Page 48: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Sosok Misterius

Sitanggu adalah kampung yang terletak di daerah yang menanjak. Alam pegununganmembuat suasananya sejuk. Seorang pemuda bernama Agum sedang berkumpulbersama teman-temannya di sebuah warung, menikmati udara pagi yang masih gelapsambil ditemani kopi, rokok, dan gorengan.

Dari atas, terdengar suara mesin truk, kemudian...

Krak... Kress... Krats... Duaaar!

Suara ranting-ranting patah dengan cepat disusul oleh suara ledakan yang sangat kerasseperti bom, memecah kesunyian dengan dahsyat. Warga langsung keluar darirumahnya. Dari jalan sebelah atas, terlihat nyala api yang sangat terang disertai asaphitam pekat membumbung ke udara.

Agum dan warga berduyun-duyun menuju lokasi kejadian. Disana, di samping kiri jalanyang merupakan jurang, terdapat sebuah truk tangki bahan bakar minyak yang sedangterbakar hebat. Bagian depannya nyaris tidak berbentuk lagi.

Hingga beberapa menit berlalu, api masih menyala besar akibat pepohonan lebatdisekitarnya yang ikut terbakar. Belum ada warga yang berani turun. Pemadamkebakaran pun dipastikan lama tibanya karena letakkampung yang jauh dari kota.

Dari api yang membara, muncul sesosok tubuh yang terbakar berjalan luntang-lantung.Kebetulan hanya Agum dan seorang temannya yang melihat. Mereka berdua segeraturun ke bawah.

Sempat mencari-cari sebentar di rerimbunan pohon, akhirnya mereka menemukansosok tersebut di bibir sungai sedang bersiap menceburkan diri, kemudian...

Cebur!

Api yang melahap tubuhnya seketika hilang. Betapa terkejutnya Agum ketika dia bisamelihat dengan jelas sosok tersebut adalah seorang laki-laki tampan bertubuh atletis.Tapi yang lebih mengejutkannya adalah tidak ada sedikitpun bekas terbakar ditubuhnya.

“Woi kalian kok malah bengong, bukannya nolongin... saya pinjem pakaian boleh gak,pakaian saya tadi abis kebakar, kalian lihat sendiri kan? Jangan khawatir, nanti sayakembaliin.”

Teman Agum segera naik ke atas menuju rumahnya.

“A... a... aku... aku gak percaya dengan ini... si... siapa kamu? Harusnya kamu udahmati... tapi tidak ada luka sedikitpun?”

“Nanti saya jelasin kalo udah pake baju.”

Page 49: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Teman Agum pun datang sambil membawakan pakaian dalam, celana, dan kaus.

“Baiklah, tapi cuman kalian aja yang tahu, oke!”

Agum dan temannya mengangguk.

“Saya Superman....”

“Sup apa?” Tanya Agum.

“Superman.”

“Apa? Bagaimana mungkin kamu ini Super...”

“Kalian liat aku enggak apa-apa kan walaupun udah kebakar api, masih belumpercaya?”

“Ya aku percaya...”

“Tapi, kalau memang benar kamu Superman, ngapain kamu disini, bukannya pekerjaankamu itu wartawan, dan pacar kamu itu Lilis eh Luis maksudnya?”

“Ya... itu dua tahun yang lalu, sekarang saya jualan baju. Kebetulan tadi saya lagi laripagi, karena sambil dengerin musik dan mata merem, gak nyadar dari depan itu truklangsung nabrak saya, mungkin remnya blong. Sadar-sadar udah kebakar, sial bangetkan?”

Setelah bercakap-cakap cukup lama, Superman langsung terbang pulang ke rumahnya.Tidak ada warga yang melihat karena hari masih cukup gelap.

17 Desember 2015

Page 50: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Ayah di Langit

Siang itu Talita berjalan pelan keluar dari gerbang sekolahnya sambil sesekalimengusap air mata yang membasahi pipinya. Pandangannya tertuju pada tanahdibawah yang basah setelah diguyur hujan. Teman-temannya berjalan melewati,bersama ayah dan ibu masing-masing.

Di rumah, dia termenung sendiri di kamar, sambil memandangi langit sore lewat jendela.Lasri, pembantu yang sekaligus tetangganya, pamit untuk pulang. Beberapa menitkemudian, sebuah mobil sedan putih tiba di depan pagar rumah, ibunya pulang.

“Dedek, mamah pulang!” Sambil membawa sebungkus roti kukus.

Biasanya dia akan langsung memakannya, tapi sekarang tidak.

“Dedek kenapa cemberut begitu?”

Dia masih terdiam memandang keluar jendela.

“Mah...”

“Iya sayang?”

“Kenapa mamah tadi pagi tidak datang ke sekolah Lita? Teman-teman datang kesekolah bersama ayah ibunya.”

“Dan... mamah... ayah Lita siapa, teman-teman yang lain punya ayah?”

Ibunya mendekat lalu memeluknya.

“Maafkan mamah sayang, tadi mamah kira pekerjaan di kantor bisa dilewat, tapiternyata tidak, mamah menyesal sekali. Dan... tentang ayah, sebenarnya Lita jugapunya ayah; dia orangnya baik, pintar, dan tampan. Tanpanya, Lita tidak akan pernahlahir. Mata Lita juga sama dengan mata ayah.”

“Sekarang dia ada dimana, kenapa Lita belum pernah bertemu?” Tanyanya pelan.

“Ada... ayah ada... tapi sekarang dia sedang berada di langit. Dan suatu hari nanti kitaakan bertemu ayah disana.”

“Di langit... apa yang sedang ayah lakukan di langit?”

“Dia... dia sedang berbahagia sekarang, dan terkadang dia melihat kita dari sana.Sekarang, makan dulu nih rotinya ya.”

Kemudian Talita memakan roti kukus tersebut.

***

Page 51: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Keesokan harinya di sekolah, Talita terlibat pertengkaran dengan beberapa temannya;hingga salah seorang dari mereka menyinggung tentang ayahnya.

Sepulang sekolah, Talita menangis sendiri di taman dekat sekolah. Seorang guru yangkebetulan melewat menghampirinya, kemudian mengobrol sebentar, lalu mengantarnyapulang.

“Mamah, aku benar-benar ingin bertemu ayah! Jangan bohong ayah ada dimana!”

“Mamah tidak bohong dek, dia ada dilangit. Sekarang mamah harus pergi, adapertemuan dengan klien!” Kata ibunya sambil sesekali menjawab obrolan di telepongenggam. Kemudian dengan terburu-buru menuju halaman depan, lalu pergimengendarai mobil. Tinggal dia dan Lasri berdua di rumah.

***

Sore itu, Lasri berada di kantor polisi, duduk menghadap seorang lelaki yangmenginterogasi dirinya. Sementara itu di ruangan lain, ibu Talita sedang menangis.

“Ketika saya sampai disana, dia sudah berada di atas tembok, kemudian ketika sayaberteriak menyuruhnya turun,dia malah meloncat sambil berusaha menggapai langit.”Jawab Lasri sedikit gemetaran.

“Apa ada kata-kata yang dia ucapkan sebelum jatuh?” Tanya penyidik.

“Ada, sebelumnya saya tanya apa yang sedang dia lakukan disana, dia menjawab inginbertemu ayahnya di langit, kemudian meloncat dan... jatuh.”

Sebelumnya, siang itu Talita ditemukan tewas di halaman belakang setelah terjatuh dariatap rumahnya.

9 Januari 2016

Page 52: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Hari yang Aneh

Mobil sedan berwarna perak itu berhenti di depan sebuah gedung rumah sakit yangsudah ditinggalkan. Dilihat dari arsitekturnya, berasal dari tahun 1970-an. Cuaca yangmendung membuat suasana menjadi gelap meski hari masih jam 2 siang. Arman danseorang temannya keluar dari mobil, lalu masuk ke gedung tersebut.

Di dalam, mereka menemukan hampir semua perabotan masih utuh, meski telahtertutup debu dan sarang laba-laba.

“Sepertinya rumah sakit ini ditinggalkan begitu saja.” Kata teman Arman.

“Benar, bisa dibayangkan kepanikan saat itu.”Balas Arman.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang berlarian menggema ke seluruh ruangan.

“Ya ampun, suara apa itu?” Kata Arman.

“Sepertinya ada yang tidak beres, ayo kita...”

Belum selesai temanArman berbicara, duak! Pintu di belakang terbuka. Muncul banyakorang berpakaian compang-camping berlarian ke arah mereka berdua sambil berteriak,“tolong!”

“Aaah tidaaak!” Teriak Arman. Dia terbangun dari tidurnya.

“Sialan, ternyata hanya mimpi!”

Dia melihat ke jam dinding, “oh tidak, aku bisa dimarahi bos.”

Dengan kecepatan tinggi, dia segera mandi, berpakaian, sarapan, lalu berangkat kekantornya.

***

Sesampainya di kantor, Arman lega karena ternyata hari itu bos tidak bisa hadir. Tapidia merasa aneh dengan pemandangan yang ada, tidak ada satupun keyboard yangterpasang ke setiap komputer.

“Jon, pada kemana semua keyboard komputer disini?” Tanya Arman.

“Eh, kamu tahu hari ini hari apa?”

“Hari Jumat?” Jawab Arman.

“Benar, dan sekarang itu adalah hari... hari tanpa keyboard!”

“Hah, aku baru dengar?” Arman keheranan.

Page 53: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Ya memang bukan sedunia, hanya kantor ini saja. Ikuti saja yang ada.”

Arman menggaruk-garuk kepalanya, “ini hari yang aneh, aku pasti masih bermimpi.”

Tanpa banyak bicara, seharian Arman bekerja tanpa keyboard di komputernya.

13 Januari 2016

Page 54: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Cerita Ani dan Budi di Terminal Bus

Ditengah guyuran hujan deras, Budi berlari menuju sebuah terminal bus. Dalamhirukpikuk orang-orang, dia melihat seorang perempuan berbaju merah di kejauhan.

“Ani...” katanya pelan, kemudian mengeras, “Ani!”

Ani pun menoleh mencari-cari arah suara panggilan tersebut.

Budi segera menghampiri Ani.

“Ani... jangan pergi, jangan tinggalkan aku.” Kata Budi sambil memegang lengan Ani.

“Tidak bisa Budi, aku harus pergi, kamu sendiri yang menginginkan aku memutuskanini.”Kata Ani.

“Maafkan aku Ani, aku tidak bermaksud seperti itu....”Mata Budi mulai mengeluarkan airmata.

Ani berusaha tegar supaya tidak ikut menangis, meskipun dalam hatinya marahbercampur sedih.

“Ani... maafkan aku, kumohon jangan pergi....”

“Tidak bisa... aku harus pergi....” Ani tersenyum sedih.

“Kumohon Ani....”

Ani menempelkan tangan kanannya ke pipi kiri Budi, lalu menyeka air matahingga bulumata bawahnya. Mata Budi menjadi lebih merah dan mengeluarkan lebih banyak airmata.

“Hentikan Budi, hentikan tangisanmu itu.”

Kedua mata Budi berkedip-kedip, terus semakin berkedip-kedip; memerah danmengeluarkan air.

“Budi, hentikan, itu tetap tidak akan merubah keputusanku untuk...”

“Aaaaaa!” Budi berteriak sekeras-kerasnya, “Mataku!”

Orang-orang disekitar kagetdan memandang kearah Budi.

Budi berlarian kesana kemari sambil berkata, “Air! Air!” Tapi letak toilet terlalu jauh.

“Sialan! Panas! Apa ini!?”Kata Budi.

Page 55: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Beberapa saat kemudian dia melihat seorang pedagang keliling tak jauh dari sana, lalusegera menghampiri dan mengambil sebotol air mineral, kemudian menyiramkan kekedua matanya.

Ani terkejut, dia melihat ujung-ujung jari tangan kanannya berwarna sedikit jingga.Tasnya dibuka, dia mengeluarkan sebungkus makanan bertuliskan: Keripik Ultra Pedasyang belum lama dimakannya tadi ketika dalam perjalanan ke terminal.

“Ooops....” katanya dalam hati.Budi pun akhirnya segera pergi ke klinik terdekat, dan Ani sendiri segera naik ke busdan pergi entah kemana.

27 Januari 2016

Page 56: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Insiden Cekikikan

Pagi itu suasana kelas terasa tegang. Semua siswa duduk dengan tegak. Mata merekatidak lepas dari memandangi pintu.

“Apakah semalam kamu sudah menghafal?” Tanya Ujang.

“Sedikit.” Jawab Atang.

“Mampus….” Kata Ujang lagi.

Tlak… tlak… tlak… terdengar suara langkah kaki, kemudian, kreeek… pintu terbuka.Muncul seorang bapak-bapak berbadan tinggi besar, tetapi tidak berkumis tebal, alisnyayang tebal. Pandangannya tajam menyapu semua siswa.

“Baik, kita mulai ujiannya.”

Pak Guru kemudian mengambil sebatang kapur pendek dari atas meja.

Atang dan Ujang melotot melihat semua yang ditulis di papan tulis, soal-soal matematikayang memusingkan.

Tak ada seorangpun yang bergerak, hanya memelototi papan tulis seperti Atang danUjang.

Kapur yang dipegang pun habis, Pak Guru mengambil satu lagi yang sama-samapendek seperti sebelumnya.

Greeek… greeek….

Ketika ditulis, tidak memunculkan tulisan.

Siswa tetap diam.

Pak Guru melihat benda putih di tangannya tersebut, kemudian dia berkata, “Apa? Inibukan kapur, tapi sukro!”

“Haaah?” Kata para siswa keheranan.

Berbeda dengan yang lainnya, Atang malah tertawa cekikikan, dan itu membuat PakGuru marah.

Plak! Sukro itu pun membentur kepala Atang.

“Atang, mengerjakannya diluar.” Kata Pak Guru dengan dinginnya.

“Tapi pak?” Kata Atang.

Page 57: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Keluar.”

“Tapi pak?”

“Keluar atau nilainya nol.”

Atang lalu keluar dari kelas.

“Pak, bagaimana saya mau mengerjakan kalau soalnya ditulis di papan tulis di dalamkelas?” Atang komplain.

Pak Guru memberikan selembar kertas yang berisi soal-soal tersebut.

“Sial…” Kata Atang di dalam hati.

Akhirnya Atang mengerjakan ujian matematika di luar kelas akibat cekikikannyatersebut.

9 Februari 2016

Page 58: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Sosok Dari Rerimbunan Pohon

Tuing… duaaar! Suara bom terdengar dari arah utara.

Di sebuah desa di selatan, tiga orang pemuda berseragam coklat sedang duduk dibawah pohon sambil membawa senapan di punggungnya.

“Bud, loe yakin kalo pasukan kita bisa nahan itu pasukan Belanda?” Tanya Anto.

“Yakin gak yakin kita tetep disuruh jagain ini desa.” Jawab Budi.

Beberapa saat kemudian terdengar suara tembakan yang saling berbalas satu samalainnya dari arah utara.

“Ngeri banget ya kayaknya kalo kita ke garis depan sana.” Kata Anto.

“Iya, tapi lebih ngeri lagi malem-malem gini ini desa kayak desa mati, gak adapenghuninya.” Kata Dodi.

Krik… krik… krik… krik… krik… suara jangkrik beserta binatang malam lainnyaterdengar ramai.

“Tolong! Tolong! Tolong!” Tiba-tiba terdengar suara perempuan dari arah rerimbunanpohon.

“Widih… siapa tuh cewek malem-malem gini?” Kata Anto.

“Loe periksa sana To.” Pinta Dodi.

“Gila loe, bisa-bisa setan tuh, takut gue ah!” Jawab Anto.

“Yaudah kita bertiga aja kesana, sulit amat sih. Ketemu setan juga kagak bakalan mati,kecuali kalo bawa bedil.” Kata Budi.

Mereka bertiga menghampiri rerimbunan pohon tersebut, lalu…

Sesosok perempuan muda muncul dengan berjalan sempoyongan, kedua tangannyamenjulur ke depan, mulutnya mengeluarkan darah, dan perutnya bolong berdarah-darah.

“Sun… sun… sundel bolooong!” Kata Budi sambil menunjuk-nunjuk.

Tanpa basa-basi, mereka bertiga langsung lari terbirit-birit.

Tak beberapa lama kemudian, dari rerimbunan pohon muncul seorang laki-lakiberseragam coklat sama seperti mereka bertiga.

Page 59: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Eh goblok malah lari, ini cewek korban mortir Belanda malah dikira sundel bolong.Bukannya ditolongin, ntar keburu mati….” kata lelaki tersebut.

Perempuan itu pun terjatuh ke tanah.

“Yah, mati deh… bener kan. Kampret tuh mereka semua.”

9 Februari 2016

Page 60: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Kemana Pensil Itu Pergi

Trililililit! Trililililit! Trililililit! Sore itu telepon Mamat berbunyi.

“Halo?”

“Mat, mungkin ini terdengar tidak enak, tapi... batas waktunya aku undur menjadi besoksiang.”

“Apa, bagaimana bisa? Bagaimana...”

“Lakukan saja, atau kamu akan kehilangan jutaan rupiah yang berharga itu,penjelasannya nanti belakangan.”

Tuuut! Penelepon tersebut menutup teleponnya.

Beni dan Erlan melihat ke arah bos mereka.

“Ada apa bos?” Tanya Beni.

Mamat tidak segera menjawabnya, dia langsung mengarahkan tangan kanannya kekertas di meja.

“Besok pagi harus selesai.” Katanya.

Beni dan Erlan saling bertatapan, kemudian melakukan pekerjaannya masing-masing.

Tak beberapa lama kemudian Mamat terlihat mencari-cari sesuatu, kursinya diputar kekanan dan ke kiri.

“Dimana itu?”

“Dimana apa bos?” Tanya Beni.

“Pensil itu, pensil yang ada warna biru di ujungnya....”

“Terakhir kali kulihat, sebelum bos menerima telepon, ada di genggaman tangan kananbos.” Jawab Beni.

“Uh, tapi kok jadi tidak ada ya, kemana pensil itu pergi?”

Mamat mengacak-ngacak hampir semua benda di sekitarnya, tapi pensil tersebut tidakada.

“Aduh, dimana ya?”

Page 61: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Hingga matahari terbenam, Mamat masih belum menemukannya. Kemudian dia pergike toilet untuk buang air kecil. Selesai buang air kecil dia membasuh mukanya, lalumengaca.

“Kampreeet!” Katanya sambil mengambil sebuah kayu panjang dari jepitan telingakanannya, yang ternyata adalah sebatang pensil dengan warna biru di ujungnya.Akhirnya pensil hilang tersebut berhasil ditemukan.

Mamat kembali ke ruangan kerjanya, kemudian mengerjakan pekerjaannya.

12 Februari 2016

Page 62: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Suara Tertawaan Misterius

Malam itu, Syarip keluar dari kosannya untuk membeli makanan. Ketika akan melewatijalan yang biasa dilaluinya, jalan tersebut tertutup lumpur bekas banjir tadi sore.Terpaksa dia melewati jalan yang membelah kompleks pekuburan. Jalan itu sepi danminim penerangan.

Di pertengahan jalan, dia merasa ada seseorang yang mengikutinya di belakang, tapisetelah dilihat, tidak ada siapa-siapa. Bulu kuduknya mulai berdiri.

Beberapa menit kemudian dia mendengar suara langkah kaki di sampingnya, tapisetelah dilihat, ternyata seekor kucing.

Syarip mempercepat langkahnya hingga sampai di depan sebuah masjid yang dipenuhioleh beberapa pedagang kaki lima.

Selesai membeli makanan, dia kembali melewati jalan tersebut.

Beberapa menit kemudian...

Hihihihi!

Tiba-tiba terdengar suara tertawaan perempuan misterius.

Dia melihat ke sekelilingnya, tidak ada siapa-siapa.

Hihihihihi! Suara tersebut kembali terdengar

Hihihihihi! Hihihihihi! Hihihihihi! Lama kelamaan volumenya semakin tinggi.

“Iiih kunti!” Kata Syarip sambil berlari sekencang-kencangnya.

Suara tersebut terus terdengar hingga dia sampai di depan kos.

Drrrt... drrrt... drrrt... terasa sesuatu bergetar di badannya.

“Eh?” dia mengambil ponsel di saku jaketnya.

Ternyata ponsel tersebutlah yang mengeluarkan suara tertawaan perempuan tersebut.

“Goblok, ini pasti si Doni yang ngejailin masang alarm pake ringtone kunti!”

Masuk ke dalam kos, Doni dan teman-teman yang lain langsung tertawa terbahak-bahakmengetahui reaksi Syarip. Akhirnya Doni mengakui kalau dialah yang telah menyetelalarm ber-ringtone suara tertawaan kuntilanak tersebut.

12 Februari 2016

Page 63: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Perut Buncit Samadengan Koruptor

Siang itu pulang sekolah, Aceng berjalan melewati pasar. Di depan sebuah toko mainan,dia melihat seorang ibu hamil sedang duduk sambil menunggu angkutan umum lewat.

Dihampirinya ibu tersebut, kemudian...

Duk! Aceng memukul perut ibu itu menggunakan tangan kanannya.

Sontak orang-orang segera menampar Aceng.

“Kurangajar kau bocah SD! Apa masalahmu?”

“Dia koruptor yang harus dibasmi pak!” Jawab Aceng mantap.

“Eh... darimana kamu tahu kalau dia koruptor?”

“Kata Pak Dono satpam di sekolah saya, koruptor itu merusak negara, karena itu harusdihajar, dan ciri-cirinya adalah berperut buncit!” Jawab Aceng lagi.

Mendengar jawaban tersebut, orang-orang hanya melongo sambil garuk-garuk kepala.Ibu-ibu hamil tadi beruntung tidak mengalami luka yang serius.

Sedangkan Aceng langsung diusir dari sana.

“Pergi sana dasar bocah edan!” Kata orang-orang.

27 Februari 2016

Page 64: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Penggaris yang Bergerak Sendiri

Hoam! Arya terbangun dari tidur sebentarnya. Dikucek-kucek matanya, kemudian diamelihat penggaris di meja bergerak-gerak sendiri.

Arya meliuk ke kanan-kirinya, tidak ada siapapun. Semua teman-teman sekelasnyasedang berada diluar, menikmati jam istirahat.

“Apa-apaan ini?” Katanya.

Dia menahan penggaris tersebut, pergerakan berhenti.

Dia melepasnya, penggaris kembali bergerak kesana-kemari.

“Jangan-jangan ini kerjaan setan yang diceritain Pak Didin.”

Lalu dia bangkit dari bangkunya. Penggaris berhenti bergerak, tapi tidak dipedulikan.

Saat berjalan menuju pintu, terdengar suara cekikikan. Setelah dicari, berasal daritempat duduk Arya. Disana Boni sedang jongkok dibawah mejanya.

“Hahaha, vis bro!” Kata Boni.

“Ngapain kamu disana?” Tanya Arya.

“Hanya menjahilimu pake ini....” jawabnya sambil memegang sebatang magnet.

Ternyata Bonilah yang dari tadi menggerak-gerakkan penggaris Arya yang terbuat daribesi menggunakan magnetnya.

Boni lalu mengajak Arya keluar dari kelas dan jajan di kantin.

3 Maret 2016

Page 65: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Senjata Rahasia Soni

Dor! Suara tembakan terdengar jelas menggelegar di udara. Memecah keheninganmalam itu.

Seorang lelaki berbadan tinggi besar berlari dengan cepat menyusuri gang sempit,diikuti oleh dua orang lelaki lain yang memegang pistol di tangannya.

Lelaki berbadan besar itu kemudian menemui tembok di ujung gang. Begitupun disebelah kanan-kirinya yang hanya tembok tinggi.

“Tidak ada jalan lagi Son... sekarang angkat tangan dan balikkan badanmu kesini!” Kataseorang lelaki yang mengejarnya.

“Akhirnya, setelah 3 tahun menjadi buronan, malam ini petualanganmu berakhir.”Tambah lelaki pengejar yang satunya lagi.

Soni membalikkan badannya, wajahnya terlihat datar, kemudian dia mengangkattangannya perlahan.

Kedua polisi tadi masih menodongkan pistol ke arahnya.

“Uuuh! Bau apa ini?” Kata seorang polisi itu.

Soni tersenyum kecil, “itu adalah bau [sensor] ku yang menjadi senjata rahasia,hahaha!”

“Sialan! Baunya... menusuk hidung, tenggorokan, dan paru-paruku!”

“Kurangajar kamu Son! Baj... jing....”

Kedua polisi itupun ambruk tak sadarkan diri ke tanah.

Soni melangkahi tubuh keduanya, kemudian pergi dari tempat itu. Akhirnya dia kembalilolos dari kejaran polisi yang selalu berusaha menangkapnya selama ini.

24 Maret 2016

Page 66: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Tas Kejutan

Tengah siang itu, Boni dan Dodi sedang duduk-duduk di bawah sebuah pohon yangmelindungi mereka dari terik matahari. Di ujung jalan, mereka melihat seorangpengendara sepeda motor yang akan melewati jalan di depan mereka. Mereka berduasaling menatap satu sama lain sambil tersenyum. Mata mereka dengan tajammemperhatikan pengendara tersebut.

Beberapa saat kemudian...

Boni ke tengah jalan sambil melambai-lambaikan kedua tangannya.

Pengendara lelaki tersebut berhenti, “kenapa ya bang?”

“Maaf bisa minta tolong, apa anda membawa kunci pas? Ini motor saya bermasalah.”Jawab Boni.

“Oh, ada.” Pengendara itu lalu meminggirkan sepeda motornya.

Ketika sedang melihat mesin sepeda motor Boni, Dodi muncul dari balik semak-semak,kemudian menempelkan sebuah kain ke hidungnya. Tak sampai 5 detik, pengendara itulangsung tak sadarkan diri.

Boni segera menyeret tubuhnya ke semak-semak, mengambil tas di punggung, lalupergi membawa kabur sepeda motornya. Sedangkan Dodi menggunakan sepeda motorBoni.

***

Di rumah kontrakan Boni, mereka berdua tertawa-tawa sambil merokok dan minum-minum.

“Kerja bagus Dod!” Kata Boni.

“Ya ya ya, hahaha! Sepertinya isi tas itu berharga sekali Bon...” balas Dodi.

Boni mengambil tas tersebut, “uh... berat juga, apa ya isinya?”

Sreeet... Boni mengeluarkan sebuah kotak kardus dari dalamnya.

“Ha... sepertinya benda yang sangat berharga!” Kata Boni.

Kardus pun dibuka, dan ternyata isinya adalah...

Sebuah bom waktu rakitan, dan layar LED-nya yang berwarna merah menunjukkanangka: 00.00.03

“Apa?” kata Boni.

Page 67: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Tatapan Dodi terlihat kosong.

DUAAARRR!!!

Bom tersebut meledak, mereka berdua tewas seketika. Rumah kontrakan tersebutlangsung hancur berkeping-keping. Beruntung tidak ada korban jiwa lain selain merekaberdua karena rumah tersebut tidak menyatu dengan rumah warga yang lainnya.

24 Maret 2016

Page 68: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Pertemuan Dengan Muka Rata

Cerita ini adalah kisah nyata yang dialami oleh seorang sepupu teman saya ketikasepupunya itu masih mesantren di salah satu pondok pesantren yang ada di wilayahBandung pada tahun 2003 lalu. Saat itu dia duduk di kelas 3 MAK (Madrasah AliyahKeagamaan), dan menjadi anggota organisasi santri (sama dengan OSIS di sekolahumum) bagian BLAT (Bagian Listrik Air dan Transportasi).

13 tahun yang lalu, kondisi pesantrenku saat itu tidaklah seperti sekarang ini. Dalampenglihatanku, sekarang seperti kota kecil yang dipenuhi oleh bangunan-bangunanmegah. Di siang hari, bangunan-bangunan tersebut terlihat elegan dan kokoh denganwarnanya yang didominasi warna biru. Ketika malam tiba, lampu-lampunya yangberwarna-warni tampak gemerlapan seperti di kota-kota pada umumnya. Tidak adabagian-bagian yang gelap, semuanya sudah tersinari cahaya lampu; kalaupun ada yanggelap akibat lampunya putus atau rusak, itu tidak akan lama karena cepat diganti olehpengurus pondok. Kamera CCTV hampir terpasang disetiap bagian-bagian penting.Jalan-jalan yang dulunya masih banyak yang kumuh, apalagi ketika musim hujan,sekarang sudah tidak ada lagi karena semuanya telah di beton atau di paving block.Semuanya telah berubah menjadi indah. Jika memikirkan masaku saat itu, kemudianmembandingkannya dengan saat ini, aku merasa sedih; betapa enaknya santri-santrisekarang karena fasilitasnya yang melimpah, apalagi sekarang sudah ada internetdengan media sosialnya dan tentu saja smartphone, dan berbagai teknologi canggihlainnya, sedangkan aku dulu? Kamera digital pun masih barang mahal dan langka. Ya...setidaknya itu dalam anggapanku.

Bandung, Nopember 2003, saat itu adalah liburan panjang pertengahan tahun yangbertepatan dengan bulan Ramadhan. Jadi seminggu sebelum hari Idul Fitri tiba, pondokmeliburkan santrinya selama sebulan. Kami biasa menyebutnya: perpulangan Idul Fitri.

Tapi, tidak semua santri pulang ke asalnya masing-masing, karena kelas 6 dan kelas 5(setingkat dengan kelas 3 dan 2 SMA) diharuskan melaksanakan piket pondok. Merekayang tidak bisa melaksanakan piket pondok, diharuskan membuat surat pernyataan.Ada 4 kelompok yang masing-masing masa tugasnya adalah satu minggu. Santri bebasmemilih kelompoknya, dan itu dilakukan seminggu sebelum liburan panjang tiba. Akumemilih kelompok-1 yang bertugas di minggu pertama liburan panjang, tepatnya ketikabulan Ramadhan tersisa 1 minggu lagi. Biasanya mereka yang memilih kelompok iniadalah yang domisilinya di Bandung Raya, tak peduli dia pribumi atau pendatang.

Bagiku, piket pondok adalah saat yang menyenangkan, karena seperti camping. Kamibebas melakukan apapun di pondok, asalkan tidak melakukan hal-hal yang dapatmerusak pondok atau mengganggu Kamtibmas pondok dan masyarakat sekitar. Pondokmenjadi seperti rumah kami yang besar, dengan fasilitas camping tentunya. Kami punbisa bebas keluar pondok dan menjelajahi lingkungan sekitar, asalkan ketika waktupengabsenan hadir, dan tidak semua anggota meninggalkan pondok. Pengabsenandilaksanakan ketika selepas shalat shubuh dan isya yang diimami langsung olehpimpinan pondok (kiai). Untuk santri putra, terdapat 3 Rayon (sama dengan blok dalam

Page 69: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

perumahan), yaitu Rayon A, B, dan C. Rayon A dan C memiliki dua pos, sedangkanRayon B hanya satu; itu karena Rayon A dan C memiliki gerbang yang menghubungkandengan luar pondok. Aku kebagian di pos Rayon A yang diposisikan dekat asramasantri, tepatnya di panggung yang biasa dipakai untuk menampilkan acara-acarakesenian atau pengumuman penting bagi santri putra.

Hari ke-4, sekitar pukul 23-an, aku merasa seperti bukan di malam hari, tidak terasakantuk sedikitpun; malah badan terasa segar. Aku yakin ini efek kopi hitam yangkuminum 3 jam lalu. Di pos, aku dan dua orang temanku sesama kelas 6, dan tiga orangkelas 5 sedang menonton TV yang dibawa oleh salah seorang temanku yangdomisilinya tidak jauh dari pondok. Saat itu TV-nya masih berjenis tabung. Teman poskusesama kelas 6 yang lain ada yang sedang sibuk mengecat lemarinya, dan ada yangsedang berkumpul mengelilingi api unggun sambil ngobrol-ngobrol dengan santri lainnyadi lapangan kecil dekat jemuran.

Pukul 2 dini hari, aku keluar dari pos untuk mengambil beberapa buku komik di kamarkuyang terletak di Rayon B, tepatnya di kamar khusus bagi bagian BLAT. Bukan hanyakomik, tapi beberapa buku bacaan lainnya yang sudah aku bawa sebelumnya sebagaipersiapan untuk membunuh waktu selama piket pondok.

Saat hendak keluar dari kamar, datang seorang santri kelas 5 mengatakan bahwa dikamar mandi hurufL (disebut demikian karena jejeran kamar mandinya jika dilihat dariatas membentuk huruf L), tiga kamar mandinya yang terletak diujung tampak gelap,karena lampunya putus atau bagaimana. Saat itu jika dibandingkan dengan sekarang,kondisi kamar mandi hurufL di malam hari terkesan angker. Posisinya yang terletakdiantara Rayon A dan B, lebih rendah dibandingkan tanah sekitar, bersebelahanlangsung dengan selokan besar (tersambung dengan sungai Citarum), lantainya yangkeramik merah, dindingnya yang agak kumuh berlumut, langit-langitnya yang bilikbambu, dan rerumputan disekitarnya yang lebat benar-benar membuat merinding. Tapisebagai seorang pengurus, aku tidak boleh takut apalagi malas. Aku kesana seorangdiri sambil membawa peralatan kelistrikan dan tiga buah bohlam yang masih berjenispijar.

Sesampainya disana, benar saja ketiga kamar mandi tersebut masing-masingbohlamnya putus. Ketika aku hendak memasang bohlam di kamar mandi yang ketiga,aliran listrik dari PLN ke pondok terputus, suatu kejadian yang biasa terjadi di pondok.Suasana menjadi gelap total, apalagi aku berada di dalam ruangan; diluar hanya adapenerangan dari sinar bulan, itupun kalau langit cerah. Aku tidak berani bergerak karenaditakutkan terjatuh ke bawah. Kemudian aku mengambil senter yang kugantungkan disabuk. Sayangnya setelah kunyalakan, senter tersebut tanpa sengaja jatuh ke bawah,karena aku kurang kuat memegangnya.

Saat kulihat kebawah, senter tersebut menyinari sesuatu; bukan sebuah kotakpenyimpanan alat mandi, atau benda lainnya. Aku heran karena benda itu berbulu,setelah kuperhatikan lebih seksama lagi (karena mataku sedikit minus), ternyata ituadalah sebuah kepala! Ya sebuah kepala buntung yang wajahnya menghadap ke lantai.Tidak ada darah yamg terlihat, hanya rambutnya yang hitam gimbal acak-acakan. Taksampai 5 detik jantungku sudah berdegup kencang dengan keringat dingin yang keluarderas dari seluruh pori-pori tubuh membasahi celana, baju, dan mukaku. Aku mencobateriak dan bergerak, tapi aku tidak bisa, sekujur tubuh seakan membatu, telingaku jugaberdenging tidak bisa mendengar suara diluar. Hanya mataku saja yang bisa digerakkan

Page 70: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

dan berkedip. Selama 6 tahun aku mesantren disini, aku sudah mendengar banyaksekali cerita mistis, tapi baru kali ini aku mengalaminya sendiri.

Mataku masih tertuju pada kepala buntung itu. Lalu, kepala itu berputar menghadapkanwajahnya kearahku. Dan aku bisa melihat wajah kepala buntung itu... rata! Maksudkubukan rata datar, tapi rata tanpa mata, hidung, mulut, dll. Seperti orang yang menutupkepalanya dengan kain yang biasa dipakai maling, namun tanpa ada lubang sedikitpun.Kulitnya putih pucat dan dekil karena menyentuh lantai yang sedang kotor oleh bekaslangkah kaki-kaki santri.

Kemudian, si muka rata itu berbicara dalam bahasa Sunda kasar yang artinya adalahmenyuruhku memperingati para santri yang menggunakan kamar mandi disini agar tidaksuka ribut seperti bersiul, nyanyi-nyanyi, bercanda ria, dan keributan yang lainnya,karena itu sangat mengganggu dia. Kalau masih suka ribut, maka dia akan mengganggusantri tersebut saat sedang menggunakan kamar mandi ini. Suaranya berat sepertibapak-bapak berusia 50 tahunan, dan aku bisa melihat di bagian yang seharusnyaterdapat mulut, bergerak-gerak saat dia sedang berbicara.

Senter itupun mati, dan aku kembali tidak bisa melihat apapun. Beberapa detikkemudian, lampu menyala, lalu badan dan pendengaranku pulih kembali. Terdengarsuara generator diesel yang sangat bising diluar. Kami biasa menyebutnya: genset.Tangan kananku masih memegang bohlam yang hendak dipasangkan. Kepala buntungbermuka rata tadi sudah tidak ada.

Selesai mengerjakan tugasku itu, aku kembali ke kamar bagian BLAT untuk menyimpanperalatan. Aku tidak bisa tidur hingga waktu shalat shubuh tiba. Selesai shalat shubuhdan pengabsenan, baru aku bisa tertidur pulas di kamar hingga dibangunkan olehtemanku pada pukul 13.30-an. Dia bertanya kenapa aku tidak berada di pos, akulangsung saja menceritakan apa yang tadi malam baru kualami. Temanku itu kemudianmengajakku ke pos, dan kebetulan disana ada seorang kakak alumnus pondok yangrumahnya masih di sekitaran pondok. Aku menceritakan kejadian tadi malam (yangmembuat santri kelas 6 dan 5 disana melongo). Kakak alumnus tersebut kemudianmenceritakan bahwa tanah kamar mandi huruf L tersebut dulunya adalah sebuahpekuburan tua misterius, yang mana tidak ada seorang warga pun yang mengklaimnya.Ketika hendak dibangun kamar mandi huruf L, beserta lapangan untuk jemuran didepannya, pekuburan tersebut dibongkar. Saat itu kakak alumnus tersebut masih dudukdi kelas 2, dan dia melihat banyak sekali tulang belulang manusia. Setelah dibongkar,bekas pekuburan tersebut lalu diuruk.

Kini meskipun belasan tahun sudah berlalu, aku tidak akan pernah melupakanpengalaman mistis tersebut.

17 Mei 2016

Page 71: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Sistem Baru, Jenderal

Suatu waktu, Hasta, seorang jenderal tertinggi Kerajaan Yutun ditugasi oleh rajamengunjungi Kekaisaran Adikara untuk belajar bagaimana Kekaisaran tersebutmengorganisir pasukannya. Hasta pun pergi dengan ditemani beberapa petinggikerajaan.

Sesampainya di Kekaisaran Adikara, Hasta takjub terhadap kekaisaran tersebut yangmampu mengorganisir pasukannya yang berjumlah sangat banyak dengan begituteratur. Belasan kali lebih banyak daripada negaranya. Pasukan yang ada tidak hanyaberasal dari penduduk Kekaisaran Adikara saja, tapi juga dari berbagai negara yangmenjadi jajahan atau sekutu kekaisaran; menjadikan pasukan Kekaisaran Adikara multinegara. Dalam pandangan Hasta, tidak mudah untuk mengatur pasukan yangheterogen.

Beberapa hari kemudian, tanpa diduga suatu kelompok pemberontak yangmenginginkan pemerintahan diganti menjadi republik, menyerang kekaisaran. Seranganpemberontak tersebut kerapkali merepotkan karena dilakukan secara sporadis dan jugadidukung persenjataan yang cukup banyak. Hasta berkesempatan untuk menyaksikanbagaimana pasukan Kekaisaran Adikara beraksi.

Namun Hasta merasa aneh karena semua pasukan yang maju bertempur adalahperempuan, entah itu komandan lapangan, pasukan infanteri, kru kendaraan lapis baja,operator artileri, personil medis, dan yang lainnya. Sedangkan pasukan laki-lakinyahanya menyaksikan saja jalannya pertempuran melalui televisi. Baru kali ini Hastamenyaksikan bagaimana perempuan diterjang badai peluru senapan mesin, dicabik-cabik granat atau roket, ditusuk bayonet, dan dihajar popor senapan. Pemandangantersebut membuat Hasta pusing.

Hasta bertanya kepada salah satu Jenderal Kekaisaran Adikara, kenapa semua yangmaju ke medan perang adalah perempuan. Jenderal lelaki tersebut menjawab, “Karenanegara kami sudah menerapkan sistem kesetaraan gender, apakah negaramu belummenerapkan sistem ini jenderal?”

Hasta mengerutkan dahinya, kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang beruban.

22 Mei 2016

Page 72: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Dia Dari Masa Lalu

Kota Bandung, hari Jumat di pertengahan Maret 2013.

Jam di tanganku menunjukkan pukul 16.37, langit telah dipenuhi awan-awan hitam,keadaan cukup gelap tanpa ada sedikitpun sinar jingga matahari yang menembus awan,dan udara terasa dingin. Kukeluarkan jaket dari dalam kantong punggung, lalukukenakan. Tak sampai satu menit, hujan turun dengan deras. Rintik-rintiknyaberukuran besar, menghasilkan suara keras ketika menghantam angkot yang kunaiki ini;terdengar seperti dilempari batu.

“Kiri!” Kata salah seorang penumpang ibu-ibu yang duduk menghadap ke pintu. Angkotberhenti di depan sebuah warung kecil yang disekitarnya terdapat banyak pohon-pohonbesar. Seorang perempuan muda tampak sudah menunggu ibu-ibu tadi sambilmembawa payung. Aku pun ikut turun, kemudian menghampiri warung kecil tersebut.Disana ada beberapa bapak-bapak yang sedang ngopi.

Salah seorang dari mereka ada yang berprofesi sebagai guru SMA. Dia menceritakankalau tahun kemarin dia pernah diancam oleh orang tua salah seorang siswanya karenamemberikan PR (Pekerjaan Rumah) yang dianggap terlalu sulit; padahal PR tersebutdia susun berdasarkan apa yang telah dia ajarkan.

Dalam keadaan hujan seperti ini, pisang goreng dan kopi memang camilan yang pas.Apalagi suasana disini terasa sejuk. Sebenarnya aku merindukan bajigur atau bandrekyang dijual oleh para pedagang tradisional, namun keberadaannya saat ini begitulangka. Aku kurang menyukai versi instan karena rasanya tidak senikmat versitradisional.

Pukul 17.25, hujan masih belum berhenti, meski tidak sederas tadi. Aku tidak bisaberlama-lama disini karena nanti malam aku harus ke kosan temanku memenuhi janjibertanding sepak bola. Tentunya permainan sepak bola di komputer. Tapi, aku merasaberat untuk beranjak, posisinya sudah terlanjur enak. Apalagi suasananya yang dinginseperti ini, membawaku kepada yang namanya melamun, dan itu terasa nikmat.

Kemudian, aku melihat seorang perempuan muda yang memegang payung berjalanmenuju trotoar, lalu dia berdiri disana menunggu angkot yang melintas. Tubuhnyasedikit kurus, tidak terlalu tinggi, rambutnya hitam panjang melebihi bahu, dan kulitnyaterang. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia tidak meliuk kearah sini, hanyasampingnya saja.

Tiba-tiba aku jadi teringat seseorang, dari masa lalu. Seseorang yang pernah membuatwajahku memerah di depan teman-temanku, dan itu membuatku malu. Seseorang yangpernah membuatku menjadi bisa menggambar sebuah taman kota dengan sangatindah, padahal sebelumnya aku tidak bisa menggambar seperti itu. Dan berbagaikenangan indah lainnya. Perempuan itu bernama Yayu. 4 tahun lalu, ketika kamidiwisuda, selesailah ceritaku di kampus, begitupula dengannya. Kejadian saat itumemang menyakitkan, bahkan aku belum meminta maaf kepadanya. Aku sungguh

Page 73: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

menyesal selama 4 tahun ini. Maka dari itu, aku ingin meminta maaf. Mungkinperempuan di trotoar itu adalah Yayu.

Aku beranjak dari tempat duduk, kemudian berjalan ke dekatnya. Tadinya aku hanyaingin memastikan saja dengan melihat wajahnya kalau itu Yayu, tapi aku keceplosanmengatakan 'Yayu' dengan cukup keras. Perempuan itu pun melihat kearahku, sehinggaaku pun bisa melihat wajahnya. Ternyata benar itu Yayu! Wajahnya tidak berubah, tapisekarang terlihat lebih berseri.

“Yayu, itukah kamu, sedang apa disini?” Tanyaku.

Dia hanya tersenyum.

Aku berjalan perlahan mendekatinya.

“Yay?” Kataku lagi.

Dia masih tersenyum.

Lalu sebuah telapak tangan berada di depanku, menghalangi penglihatan. Telapaktangan milik seorang bapak-bapak yang berada di sampingku.

“Hey jang, ari kamu kenapa?” Tanyanya.

“Mau nyapa teman saya.” Jawabku.

“Kamu berkhayal atau bagaimana?” Katanya lagi.

Kulihat Yayu sudah tidak ada.

“Tadi disitu ada seorang perempuan pak, pake payung.” Kataku.

“Perempuan pake payung? Dari tadi tidak ada siapa-siapa disitu. Kamu berbicara sendiriseperti orang yang melindur.”

Kulihat kembali, memang benar tidak ada siapa-siapa. Orang-orang di warung kecil itusemuanya melihat ke arahku, yang sedang melewat juga.

Ibu-ibu pemilik warung menghampiriku, kemudian memberikan sebotol air tawar.“Minum Aqua dulu jang, gratis.” Katanya.

Oh, ternyata tadi hanya halusinasi akibat lamunanku saja. Sialan.

30 Mei 2016

Page 74: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

Catatan Seorang Gadis Asri

Sebuah karet gelang merah mendarat di kepala belakang Hira. Refleks dia memegangkepala belakangnya, lalu meliuk ke belakang mencari-cari sumber datangnya bendatersebut. Anak-anak lelaki dan perempuan di belakangnya tampak duduk dengantenang menulis apa yang ada di papan tulis, begitu pula dengan yang ada di sebelahkanan dan kiri.

Beberapa menit kemudian, sebuah karet gelang merah kembali mendarat di kepalabelakang Hira. Kali ini, dia meliuk dengan cepat sehingga berhasil memergoki pelakunyayang ternyata adalah Resti dan gengnya.

“Uuu... dasar sok cantik!”

“Dasar kalian dengki!” Balas Hira sambil membidikkan karet gelang tadi ke arah Resti.

Tanpa disadari, bu guru masuk kembali ke kelas, “Hira, jangan main-main!”

“Mereka yang duluan...”

“Sudah kamu jangan malah ikut-ikutan!” Kata bu guru.

Resti dan gengnya cekikikan puas melihat Hira.

***

Esok pagi, kalender hari ini menunjukkan tanggal merah, sekolah libur. Hira mengambilsepedanya, kemudian mengunjungi warung-warung yang berada di sekitar sambilmembawa banyak kue buatan ibunya untuk dijual.

“Semoga semua kue itu laris hari ini.” Kata ibunya saat Hira kembali ke rumah.

“Ayah masih sakit?” Tanya Hira.

“Masih.”

Hira melihat ayahnya terbaring di tempat tidur. Dia adalah seorang guru SD. Sudah 6bulan terakhir ini tidak mengajar karena terkena stroke.

“Kita masih belum punya biaya.” Kata ibunya.

***

Sepulang sekolah, Hira bermain badminton bersama Nina, sahabatnya, dan teman-teman yang lainnya. Resti dan gengnya yang kebetulan melewat, memaksakan diribergabung.

“Main badminton saja kok pake make-up?” Kata Resti.

Page 75: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Siapa yang pake make-up?” Jawab Hira.

“Jangan dengarkan dia Ra!” Kata Nina.

“Orang miskin begitu gayanya sok seperti orang kaya!”

Nina langsung menghentikan permainannya, kemudian menghampiri Resti yang sedangbermain.

“Kamu bisa diam tidak? Mengganggu teman aku saja, kenapa?”

“Eh... Na!” Kata yang lainnya melihat tindakan Nina.

Resti menyingkirkan ujung raket Nina dari lehernya, “aku tidak suka dia.”

“Kamu tidak suka karena dengki dia memiliki paras cantik, dan kamu menganggap itumelebihi kamu. Akui saja!”

“Dia bergaya seperti orang kaya, padahal mis...”

Nina menempelkan kembali ujung raketnya di leher Resti, “kamu juga dengki karena diaselalu tampil rapi!”

“Na... sudahlah.” Kata Hira memegang pundak Nina.

***

Setelah bermain, Hira, Nina, dan yang lainnya beristirahat sejenak. Langit mulai terlihatgelap.

“Semua ini gara-gara aku, aku melibatkan kalian dalam masalah dengan si Resti.”

Nina memegang pundak Hira, “itulah gunanya sahabat, sahabat yang baik akanmembela temannya ketika mendapat ancaman.”

Hira tersenyum.

“Ummm... Na.”

“Ya Ra?”

“Aku butuh bantuan....”

“Jangan sungkan Ra.”

“Aku ingin bisa mendapatkan uang sendiri, bagaimana caranya ya?”

Nina mengarahkan mukanya pada Hira, “apa, memangnya kenapa kamu inginmendapatkan uang sendiri?”

Page 76: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

“Untuk biaya pengobatan ayahku, sudah 6 bulan terakhir ini dia menderita stroke,jadinya tidak bisa bekerja.”

***

Tiga hari kemudian. Sepulang sekolah, Hira, Nina, dan teman-teman dekatnyaberkumpul di warung depan sekolah.

“Ra, kita punya ide untuk membantumu.” Kata Nina.

“Membantu apa?” Tanya Hira.

“Katanya ingin mendapatkan uang sendiri?”

Hari Sabtu sore, mereka mendirikan sebuah stan di alun-alun kota. Mereka menjualberbagai makanan tradisional, termasuk aneka kue buatan ibu Hira. Makanan tersebutberasal dari masing-masing keluarga atau kerabat mereka, seperti Nina yang menjualdodol coklat milik pamannya.

“Na, terimakasih atas semua ini, aku telah merepotkan kalian.”

“Santai saja, lagipula kita semua juga mendapatkan untungnya, dan juga ada kegiatansupaya tidak jenuh, hehehe.”

***

Selama tiga bulan ini, mereka semua mendapatkan keuntungan yang cukup besar darimendirikan stan tersebut. Uang jajan pun tidak lagi meminta kepada orangtua.

Sementara itu, keajaiban menghampiri ayah Hira, dia sembuh dari penyakit stroke-nyasetelah menjalani terapi yang diberikan oleh rekan sesama gurunya. Meski tidak benar-benar sembuh seperti sebelum terkena penyakit tersebut, dia sudah dapat kembalibekerja.

Hira dan teman-temannya senang sekali mengetahui kabar tersebut. Meskipundemikian, kegiatan mereka tidak berhenti.

“Ternyata selalu ada hikmah disetiap musibah.” Kata Hira.

“Selalu ada, selalu, seperti yang sekarang kita rasakan, hasil jerih payah kita.” BalasNina.

***

Suatu sore di bulan puasa, Hira berangkat dari rumahnya, menuju sebuah selter bus.Dari sana, bersama Nina, mereka akan naik bus menuju sebuah restoran di pinggirankota untuk mengadakan buka bersama teman-teman sekelasnya.

Di tengah perjalanan, angkot yang dinaikinya tiba-tiba mogok. Semua penumpangnyaterpaksa diturunkan. Hira hendak memberitahu Nina, tapi pulsa ponselnya habis. Diatahu tempat penjual pulsa di daerah tersebut, namun jalan yang biasa dilewatinya

Page 77: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

tergenang banjir, sehingga dia harus menggunakan jalan lain yang sepi karena tertutupipepohonan di kanan-kirinya.

Selesai membeli pulsa, dia segera kembali menuju jalan utama.

Dari arah belakang, sebuah mobil sedan melaju dengan kencang, kemudian tiba-tibaberbelok ke kiri memasuki trotoar dimana Hira sedang berjalan. Refleks Hira segeramelompat ke kiri, tapi sayang terlambat, Hira terpental hingga kepalanya membentursebuah pohon.

***

Tuuut... tuuut... tuuut...

“Kemana dia, apa sudah disana? Wah keterlaluan kalau begitu.” Kata Nina sambilmenutup ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 17.30, dua puluh menit lagi adzanmaghrib berkumandang. Merasa terlalu lama menunggu, akhirnya dia pergi tanpamenunggu Hira.

“Aku tidak tahu, tidak ada kabar, ditelepon pun tidak diangkat, padahal kami sudahjanjian berangkat bersama dari selter itu.” Kata Nina pada teman-teman sesampainyadisana.

Selesai shalat maghrib, mereka semua duduk-duduk di taman depan masjid.

Derrrt... derrrt... ponsel Nina bergetar. Di layarnya terpampang nama pemanggil: Hira.

“Halo?” Kata pemanggil tersebut.

“Suaranya bukan Hira,” kata Nina pada teman-teman, “i iya halo?”

“Ini dengan Nina?”

“Iya benar....”

Wajah Nina berubah menjadi serius, “ayo kita ke rumah sakit!”

***

Nina seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hira sudah terbujur kaku dihadapannya. Seorang polisi yang ada disana mengatakan bahwa pelakupenabrakannya masih dalam proses pencarian.

Salah seorang perawat mendekati Nina, “dia meninggal karena cedera otak seriusakibat benturan keras, tapi anehnya... tidak ada darah yang keluar, wajah dan seluruhtubuhnya rapi, bersih, dan wangi. Semula saya kira dia artis.”

Semua teman-temannya merasa sedih kehilangan Hira. Resti dan gengnya memintamaaf karena selama ini mereka selalu mengganggu Hira, dan Resti mengakui kalauperbuatannya selama ini dilandasi oleh rasa dengkinya pada Hira.

Page 78: Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016

***

Seminggu setelah jasad Hira dikuburkan, ibu Hira membersihkan kamar bekas anaknya.Saat sedang merapikan lemari buku, dia menemukan sebuah buku catatan berwarnacoklat tua dengan kover keras. Ternyata sebuah buku catatan harian. Ibu Hira membacadengan seksama setiap halaman, hingga di pertengahan, terdapat sebuah catatan yangtertulis:

“Aku akan selalu berusaha rapi dan bersih dalam hidup ini supaya kalau suatu saat nantiaku mati, orang-orang tidak dimuakkan oleh penampilanku yang lusuh, dan kotoran-kotoran yang ada di tubuhku.”

13 Juni 2016