Upload
operator-warnet-vast-raha
View
138
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
A. Stroke ( istilah lain Cerebrovascular accident ( CVA ) atau Cerebral apoplexy ), adalah kerusakan otak akibat tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak. Stroke tidak hanya akan menimbulkan kecacatan yang dapat membebani seumur hidup tapi juga ancaman kematian bagi pasien. Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat stroke yang berfungsi menghancurkan bekuan darah disuntikkan kurang dari tiga jam sejak serangan (periode emas). Obat yang diberikan biasanya diberikan berdasarkan penyebab stroke , dan akibat yang diti mbulkan oleh stroke tersebut, seperti obat depresi (untuk mengatasi gangguan psikis), dan memerlukan respirator (alat bantu nafas). Salah satu penyebab stroke adalah kolesterol yang meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah akibat bekuan darah, sehingga obat stroke yang biasa diberikan obat pengencer darah dan obat penurun kadar kolesterol. Antikoagulan (anti penggumpalan) tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak. Perawatan Paska Stroke Sekali terkena serangan stroke tidak membuat Anda terbebas dari stroke. Di samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserang kembali di kemudian hari. Pasca stroke biasanya penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya. Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan pasien agar mampu menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih buruk dari serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7 kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke. Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, Gaya hidup sehat haruslah jadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti: berhenti merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat, berolahraga teratur 3 X seminggu (30-45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga berat badan jangan sampai kelebihan berat badan, berhenti minum alkohol dan atasi stres. obat alami makan ganggang laut cokelat. sumber : http://medicastore.com/brown_seaweed/obat_rawat_stroke.htm B. Poliomielitis , Polio (Poliomielitis) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian. PENYEBAB Penyebabnya adalah virus polio. Penularan virus terjadi melalui beberapa cara: - Secara langsung dari orang ke orang - Melalui percikan ludah penderita - Melalui tinja penderita. Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu diserap dan diserbarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Resiko terjadinya polio: # Belum mendapatkan imunisasi polio # Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio # Kehamilan # Usia sangat lanjut atau sangat muda # Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani pengangkatan Amandel atau pencabutan gigi) # Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh). GEJALA Terdapat 3 pola dasar pada infeksi polio: - Infeksi subklinis - Non-paralitik - Paralitik. 95% kasus merupakan infeksi subklinis. Poliomielitis klinis menyerang sistem saraf pusat (otak dan korda spinalis) serta erbagi menjadi non -paralitik serta paralitik. Infeksi klinis bisa terjadi setelah penderita sembuh dari suatu infeksi subklinis. 1. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72 jam) - demam ringan - sakit kepala
- tidak enak badan - nyeri tenggorokan - tenggorokan tampak merah - muntah. 2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu) - demam sedang - sakit kepala - kaku kuduk - muntah - diare - kelelahan yang luar biasa - rewel - nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut - kejang dan nyeri otot - nyeri leher - nyeri leher bagian depan - kaku kuduk - nyeri punggung - nyeri tungkai (otot betis) - ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri - kekakuan otot. 3. Poliomielitis paralitik - demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya - sakit kepala - kaku kuduk dan punggung - kelemahan otot asimetrik - onsetnya cepat - segera berkembang menjadi kelumpuhan - lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena - perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum) - peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri) - sulit untuk memulai proses berkemih - sembelit - perut kembung - gangguan menelan - nyeri otot - kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung - ngiler - gangguan pernafasan - rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi - refleks Babinski positif. KOMPLIKASI Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan. Polio DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat. PENGOBATAN Polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti-virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernafasan menjadi lemah, bisa digunakan ventilator. The goal of treatment is to control symptoms while the infection runs its course. Lifesaving measures, particularly assistance with breathing, may be necessary in severe cases. Jika terjadi infeksi saluran kemih, diberikan antibiotik. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bisa diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bisa dikurangi dengan kompres hangat. Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan fungsi otot mungkin perlu dilakukan terapi fisik, pemakaian
sepatu korektif atau penyangga maupun pembedahan ortopedik. PROGNOSIS Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Jika tidak menyerang otak dan korda spinalis, kemungkinan akan terjadi pemulihan total. Jika menyerang otak atau korda spinalis, merupakan suatu keadaan gawat Darurat yang mungkin akan menyebabkan kelumpuhan atau kematian (biasanya akbiat gangguan pernafasan). PENCEGAHAN Vaksin polio merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak. Terdapat 2 jenis vaksin polio: # Vaksin Salk, merupakan vaksin virus polio yang tidak aktif # Vaksin Sabin, merupakan vaksin virus polio hidup. Yang memberikan kekebalan yang lebih baik (sampai lebih dari 90%) dan yang lebih disukai adalah vaksin Sabin per-oral (melalui mulut). Tetapi pada penderita gangguan sistem kekebalan, vaksin polio hidup bisa menyebabkan polio. Karena itu vaksin ini tidak diberikan kepada penderita gangguan sistem kekebalan atau orang yang berhubungan dekat dengan penderita gangguan sistem kekebalan karean virus yang hidup dikeluarkan melalui tinja. Dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan hendak mengadakan perjalanan ke daerah yang masih sering terjadi polio, sebaiknya menjalani vaksinasi terlebih dahulu. sumber : http://indonesiaindonesia.com/f/12899-polio/ C. Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya letusan-letusan listrik ( impuls ) pada neuron-neuron otak. spesies Golden Stichopus Variegatus (gamat / teripang emas) yaitu spesies terbaik dan satu-satunya spesies yang mengandung Gamapeptide (tidak ditemukan pada spesies lain). Gamapeptide bermanfaat untuk mencegah inflamasi, mengurangi rasa sakit, 3x mempercepat penyembuhan luka, mengaktifkan pertumbuhan dan mengaktifkan sel-sel, membuat kulit lebih muda dan meningkatkan kecantikan, menstabilkan emosi, memelihara sirkulasi darah. Teripang memiliki kandungan gizi lengkap. Antara lain 9 jenis karbohidrat, 59 jenis asam lemak, 19 jenis asam amino, 25 komponen vitamin, 10 jenis mineral, dan 5 jenis sterol. Semua bersatu-padu membangun kekebalan tubuh dan memperbaiki sel-sel yang rusak.Teripang tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat. Untuk wilayah Indonesia, teripang banyak ditemukan di perairan bagian Timur Indonesia, seperti di perairan Kalimantan. D. Meningitis yaitu peradangan selaput otak (meninges), yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitis atau bakteri dan virus lainnya yang dapat menyebabkan peradangan. E. Neuritis yaitu gangguan pada saraf sistem saraf tepi (perifer) yang disebabkan adanya peradangan, paparan bahan kimia beracun, ataupun tekanan (trauma) fisik. F. Hidrosefalus merupakan peradangan selaput otak (serebrospinal) sehingga cairan otak terkumpul di otak. Akibatnya, kepala membesar G. Penyakit Parkinson yaitu gangguan/penyakit kemunduran otak akibat kerusakan bagian otak yang mengendalikan gerakan otot. Ciri-ciri penderita penyakit ini adalah tubuh yang selalu gemetar, mengalami kesakitan dalam berjalan, bergerak, dan berkoordinasi.
sistem Persyarafan
Definisi:
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular
dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan. Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:
fokal dan atau global
akut
berlangsung antara 24 jam atau lebih
disebabkan gangguan aliran darah otak
tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam. 2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat. 3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.
Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi: 1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan
hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
Etiologi Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis),
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
Tanda dan Gejala
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia) 2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku 4. Menurun atau hilangnya rasa 5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi 8. Gangguan status mental
Faktor resiko Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.
Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.
Keterangan: Cardiovaskuler disease.
Adanya emboli dan thrombus pada otak dapat disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler, mis : arterosklerosis
Kadar hematokrit tinggi
Darahnya cepat mengental menyebabkan aliran darah itu lambat sehingga sel darah muda pecah dan mengendap meninbulkan trombus→stroke
Diabetes Hipergligekemia, darahnya kental sehingga beresiko membentuk endapan pada pembuluh darah ( thrombus ) → stroke
Kontrasepsi oral + hipertensi, usia > 35 tahun, merokok, kadar esterogen tinggi Penurunan tekanan darah terlalu lama
aliran darah ke otak berkurang sehingga ferfusi 02 ke otak berkurang →stroke
Patofisiologi 1. Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan
beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan
paralysis berat pada beberapa jam atau hari. Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah
menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi
berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,
tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di
daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja
enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur.
Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.
Diagnosis Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang
berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.
Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan
maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus amerika : 6 jam 2. Konsensus eropa: 1,5 jam 3. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window: 1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi. Terapi umum: Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital a. memepertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O 2, trakeotomi, pasang alat
bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung 3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan
kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus: Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti
agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA. 1. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral 2. Neuroprotektan: - Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen - Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak - Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan Pengobatan konservatif:
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara
oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
Pembedahan: Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani
tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan. Asuhan Keperawatan Pengkajian:
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3. kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular. 5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri. 7. kemampuan untuk bicara 8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
Diagnosa yang mungkin muncul: 1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera
otak 2. nyeri b.d hemiparese dan disuse 3. Kurang perawatan diri b.d gejala sisa stroke
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak 5. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan mengikuti instruksi
6. Inkontinensia b.d kandung kemih flaksid, ketidak stabilan detrusor 7. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian perawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan Ambulasi/ROM 1. Terapi latihan Pergerakan
mobilitas fisik b.d
hemiparese, kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, spastisitas, dan
cedera otak
normal dipertahankan
KH: -Sendi tidak kaku
-Tidak terjadi atropi otot
Mobilitas sendi -Jelaskan pada klien&kelg
tujuan latihan pergerakan sendi. -Monitor
lokasi&ketidaknyamanan selama latihan
-Gunakan pakaian yang longgar -Kaji kemampuan klien
terhadap pergerakan -Encourage ROM aktif
-Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/kelg. -Ubah posisi klien tiap 2
jam. -Kaji
perkembangan/kemajuan latihan 2. Self care Assistance
-Monitor kemandirian klien -bantu perawatan diri klien
dalam hal: makan,mandi, toileting. -Ajarkan keluarga dalam
pemenuhan perawatan diri klien.
aktif/pasif bertujuan untuk
mempertahankan fleksibilitas sendi Ketidakmampuan
fisik dan psikologis klien dapat
menurunkan perawatan diri sehari-hari dan
dapat terpenuhi dengan bantuan
agar kebersihan diri klien dapat terjaga
2. Nyeri kepala b.d hemiparese,
disuse
Klien dapat mengontrol nyeri
KH: -Klien
mengatakan nyeri yang dirasakan
berkurang -Klien dapat
mendeskripsikan bagaimana mengontrol
nyeri -Klien
mengatakan kebutuhan istirahat dapat
terpenuhi -Klien dapat
menerapkan metode non farmakologik
untuk mengontrol
nyeri
1. Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T)
2. Pantau tanda-tanda vital. 3. Berikan tindakan
kenyamanan. Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi,
fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.
4. Berikan analgetik sesuai indikasi
Menyediakan data dasar untuk memantau
perubahan dan mengevaluasi
intervensi. Memberikan dukungan
menurunkan ketegangan otot,
meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang
perhatian, meningkatkan rasa
control diri dan kemampuan kopimg.
Titik managemen intervensi
3. Resiko infeksi b.d prosedur
invasif
Pasien tidak mengalami
infeksi KH:
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-Klien mampu menjelaskan
tanda&gejala
1. Mengobservasi&melaporkan
tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas
dan peningkatan suhu badan 2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam,
melaporkan jika temperature lebih dari 380C
3. Menggunakan
Onset infeksi dengan system
imun diaktivasi&tanda
infeksi muncul Klien dengan netropeni tidak
memproduksi cukup respon
inflamasi karena itu
infeksi thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji
suhu 4. Catat7laporkan nilai laboratorium
5. kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur
dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan
pada protein untuk pembentukan system imun
panas biasanya tanda&sering
merupakan satu-satunya tanda Nilai suhu
memiliki konsekuensi yang
penting terhadap pengobatan yang tepat
Nilai lab berkorelasi dgn
riwayat klien&pemeriksaan fisik utk
memberikan pandangan
menyeluruh Dapat mencegah kerusakan kulit,
kulit yang utuh merupakan
pertahanan pertama terhadap mikroorganisme
Fungsi imun dipengaruhi oleh
intake protein
4. Defisit perawatan diri
b.d gejala sisa stroke
Klien dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri
KH: -Klien terbebas dari bau, dapat
makan sendiri, dan berpakaian
sendiri
7. Observasi kemampuan klien untuk mandi,
berpakaian dan makan. 8. Bantu klien dalam posisi
duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan
9. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan
berpakaian 10. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering
Dengan menggunakan
intervensi langsung dapat menentukan
intervensi yang tepat untuk klien Posisi duduk
membantu proses menelan dan
mencegah aspirasi Konservasi energi meningkatkan
toleransi aktivitas dan peningkatan
kemampuan perawatan diri Untuk
meningkatkan nafsu makan
5. Gangguan pola tidur b.d lingkungan
&kurangnya privasi
Klien dapat memenuhi kebutuhan
tiudur KH:
Klien jarng terbangun pada malam hari
-Klien mudah tertidur tanpa
merasa kesulitan -Klien dapat bangun pada
pagi hari dengan segar&tidak
merasa lelah
1. Mengkaji pola tidur klien untuk merencanakan perawatan
2. Observasi medikasi & diet klien
3.Bantu klien mengurangi nyeri sebelum tidur dan posisikan klien dengan
nyaman untuk tidur 4. Jaga lingkungan tenang,
misalnya menurunkan volume radio&televisi
Kebiasaan pola tidur adalah individual. Data
yang dikumpulkan secara
komprehensif dan holistic dibutuhkan untuk memutuskan
etiologi gangguan tidur
Sulit tidur bias merupakan efek samping medikasi
Klien mengatakan posisi yang tidak
nyaman dan nyeri
adalah factor yang sering menjadi
penyebab gangguan tidur Keramaian yang
berlebih menyebabkan
gangguan tidur
7. Kurang pengetahuan
b.d kurang mengakses
informasi kesehatan
Pengetahuan klien meningkat
KH: -Klien &
keluarga memahami tentang penyakit
Stroke, perawatan dan
pengobatan
1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien
untuk belajar 2. Mengkaji
pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya
terhadap keinginan belajar 3. Berikan materi yang
paling penting pada klien 4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan
kemampuan klien untuk belajar & mendukung
perubahan perilaku yang diperlukan 5. Mengkaji keinginan
keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan
kembali materi yang diajarkan
Proses belajar tergantung pada
situasi tertentu, interaksi social,
nilai budaya dan lingkungan Informasi baru
diserap meallui asumsi dan fakta
sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi
Informasi akan lebih mengena
apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang
komplek Dukungan keluarga
diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku
1. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan selaput pembungkus otak yaitu meninges. Meningitis disebabkanoleh virus, sehingga dapat menular.
2. Multiple schlerosis (MS=Sklerosis Ganda atau disseminated sclerosis) MS merupakan penyakit saraf kronis yang mempengaruhi sistem saraf pusat, sehingga
dapatmenyebabkan gangguan organ seperti: rasa sakit, masalah penglihatan, berbicara, depresi, gangguankoordinasi dan kelemahan pada otot sampai kelumpuhan.
3. Nyeri saraf Nyeri saraf dapat terjadi karena adanya gangguan saraf sensorik maupun motorik. Gejala nyeri
saraf sering disertai dengan gejala lain seperti: kehilangan rasa, kebas. urat saraf kejepit dan penyakit uratsaraf gangguan metabolik (seperti diabetic neuropaty pada penderita penyakit kencing manis
ataudiabetes mellitus). Gangguan motorik karena nyeri saraf dari yang ringan (seperti kram) sampaigangguan berat (seperti kelumpuhan).
4. Hidrocephalus Tanda hidrocephalus berupa pembengkakan kepala karena kelebihan cairan yang ada di sekitar
otak.Akibatnya, dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan gangguan organ tubuh. 5. Penyakit urat saraf kejepit
Penyakit saraf kejepit sering terjadi pada leher, pinggang dan telapak tangan.
PERSYARAFAN POLIOMIELITIS I. KONSEP MEDIS A. Pengertian Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot. B. Etiologi Penyebab poliomielitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu : 1. Brunhilde 2. Lansing 3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan/oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari Klasifikasi virus : Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA) Familia : Picornaviridae Genus : Enterovirus Spesies : Poliovirus C. Patofisiologi Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomielitis ialah : 1. Medula spinalis terutama kornu anterior, 2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital, 3. Sereblum terutama inti-inti virmis, 4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra, 5. Talamus dan hipotalamus, 6. Palidum dan 7. Korteks serebri, hanya daerah motorik. D. Manifestasi Klinis Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu : 1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. 2. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen. 3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hampir sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. 4. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain :
Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.
Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang. E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan darah
Cairan serebrospinal Isolasi virus volio 2. Pemeriksaan radiologi
F. Penatalaksanaan Medis 1. Poliomielitis aboratif
Diberikan analgetik dan sedative Diet adekuat
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti. 2. Poliomielitis non paralitik Sama seperti aborif Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap
2 – 4 jam. 3. Poliomielitis paralitik
Perawatan dirumah sakit Istirahat total
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Fisioterafi Akupuntur
Interferon Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan. Fase akut : Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (pap an penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi. Sesudah fase akut : Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang. G. Penularan & Pencegahan Cara penularannya dapat melalui : 1. Inhalasi 2. Makanan dan minuman 3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral berkembang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu. Cara pencegahan dapat dilalui melalui : 1. Imunisasi 2. Jangan masuk daerah endemis 3. Jangan melakukan tindakan endemis H. Komplikasi 1. Hiperkalsuria 2. Melena 3. Pelebaran lambung akut 4. Hipertensi ringan 5. Pneumonia 6. Ulkus dekubitus dan emboli paru 7. Psikosis
SISTEM PERSYARAFAN
2.1. Definisi Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik. 2.2. Etiologi Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum 2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol 4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) 5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007). Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik,
remote simtomatik epilepsi (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom
yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk. Dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam
kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut: Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko
terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40%
dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.
Perubahan bisa terjadi pada awal saat otak janin mulai berkembang, yakni pada bulan pertama dan kedua kehamilan. Dapat pula diakibatkan adanya gangguan pada ibu hamil muda seperti infeksi, demam tinggi,
kurang gizi (malnutrisi) yang bisa menimbulkan bekas berupa kerentanan untuk terjadinya kejang. Proses persalinan yang sulit, persalinan kurang bulan atau telat bulan (serotinus) mengakibatkan otak janin sempat mengalami kekurangan zat asam dan ini berpotensi menjadi ''embrio'' epilepsi. Bahkan bayi yang
tidak segera menangis saat lahir atau adanya gangguan pada otak seperti infeksi/radang otak dan selaput otak, cedera karena benturan fisik/trauma serta adanya tumor otak atau kelainan pembuluh darah otak
juga memberikan kontribusi terjadinya epilepsi.
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik Infeksi akut Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma Gejala putus obat dan alcohol Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll ) Alkoholisme
2.3.Patofisiologi Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan
(impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber
gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls- impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraselule r. Jika natrium yang
seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut : 1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. 2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila
terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan. 3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi)
yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA). 4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik
secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di
cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara
konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
2.4. Klasifikasi Kejang
2.4.1. Berdasarkan penyebabnya 1. epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya 2. epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2.4.2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan 1. Epilepsi partial (lokal, fokal)
1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal
Dengan gejala motorik - Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson. - Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
- Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu - Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-
bunyi tertentu Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
- Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum. - Visual : terlihat cahaya
- Auditoris : terdengar sesuatu - Olfaktoris : terhidu sesuatu - Gustatoris : terkecap sesuatu
- Disertai vertigo
Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) - Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
- Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah. - Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar. - Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun. - Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan
menurunnya kesadaran. - Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya
gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran. - Hanya dengan penurunan kesadaran
- Dengan automatisme 3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
1. Epilepsi umum 1) Petit mal/ Lena (absence)
Lena khas (tipical absence) Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit
dan biasanya dijumpai pada anak. - Hanya penurunan kesadaran
- Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral. - Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak
melemas sehingga tampak mengulai.
- Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau
mengedang. - Dengan automatisme - Dengan komponen autonom.
2.5. Manifestasi Klinis dan Perilaku a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya) e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat
kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat i) Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang k) Gigi geliginya terkancing l) Hitam bola matanya berputar- putar
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan
tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya
pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh
adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma
fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
2.6. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. - mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal - menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak 2.7. Penatalaksanaan Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni: - Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan. - Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
PERSYARAFAN
2.1 MENINGITIS 2.1.1 Definisi Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord.
Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
2.1.2 Etiologi 1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk
yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang
tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit
terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya
bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes
zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel
dan gangguan neurologic. 3. Meningitis Jamur Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan
AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain:
bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental. Faktor resiko terjadinya meningitis : 1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
1. Otitis media
2. Pneumonia 3. Sinusitis
4. Sickle cell anemia 5. Fraktur cranial, trauma otak 6. Operasi spinal
7. Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2. Trauma kepala Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium
1. Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :
1. Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges → pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan
interstisial → edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK 2. Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan
otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian
premotor. 2. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local → scar
tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak → hodrosefalus
3. Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum: 1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin 4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering 5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman,
kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah 9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi
lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak,
chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi. 10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes
mellitus Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
1. Anak dan Remaja
a) Demam b) Mengigil
c) Sakit kepala d) Muntah e) Perubahan pada sensorium
f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal) g) Peka rangsang
h) Agitasi i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI))
,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma. 1. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun. a) Demam b) Muntah
c) Peka rangsang yang nyata d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
e) Fontanel menonjol. 3.Neonatus: a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik
tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti b) Menolak untuk makan.
c) Kemampuan menghisap menurun. d) Muntah atau diare. e) Tonus buruk.
f) Kurang gerakan. g) Menangis buruk.
h) Leher biasanya lemas.
i) Tanda-tanda non-spesifik: j) Hipothermia atau demam.
k) Peka rangsang. l) Mengantuk. m) Kejang.
n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea. o) Sianosis.
p) Penurunan berat badan. 2.1.4 Pathofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh
otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan
otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak
(barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus. Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya kuman juga bisa
melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak
diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak
ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..
1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat,
glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri. 2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur
biasanya negative. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit
terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum: meningkat (meningitis)
LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri) Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial Arteriografi karotis : Letak abses
2.1.6 Komplikasi Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen
dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan
adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena
komplikasi dari nervous system. 2.1.7 Penatalaksanaan
Farmakologis a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa : 1. Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 ½ tahun. 2. Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan. 2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3 b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari. c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan : a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3. b. Pengobatan simtomatis : 1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan. 2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas : a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis. b) Kompres air PAM atau es
c. Pengobatan suportif : 1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%. Perawatan a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka. 2) Hisap lender
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi. 4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh). b. Bila penderita tidak sadar lama.
1) Beri makanan melalui sonda. 2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita
sesering mungkin. 3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika. c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement. d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah 2) Respirasi 3) Nadi
4) Produksi air kemih 5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
PERSYARAFAN
A.Definisi
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan
"cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit
yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di
sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis.
Hidrosefalus di bedakan atas dua tipe yaitu :
1. Hidrosefalus Obstruktif
2. Hidrosefalus Komunikas
B.Etiologi
1. Kelainan bawaan Stenosis akuaduktus sylvii Spina bivida dan cranium bivida
Sindrom dandy – walker
Kista araknoid Anomali pembuluh darah
2. Infeksi
3. Neoplasma 4. Pendarahan
C.KLASIFIKASI
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus
tersembunyi (occult hydrocephalus). 2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik. 4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
D.PATOFISILOGI
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari
tiga mekanisme yaitu: Produksi likuor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran likuor, Peningkatan
tekanan sinus venosa. Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial(TIK) sebagai upaya
mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari : Kompresi sistem serebrovaskuler, Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan
ekstraseluler, Perubahan mekanis dari otak. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis, Hilangnya jaringan otak. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang
seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena
kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.
E.MANIFESTASI KLINIS 1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada
daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak
melebar dan berkelok. 2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak- kanak Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial.
Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di
bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
Fontanel anterior yang sangat tegang, Sutura kranium tampak atau teraba melebar, Kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset
phenomenon).
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Rontgen foto kepala
2. Transimulasi 3. Lingkaran kepala 4. Ventrikulografi
5. Ultrasonografi 6. CT Scan kepala
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging ) G. PENATALAKSANAAN
Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu
menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: 1. Drainase ventrikule-peritoneal 2. Drainase Lombo-Peritoneal
3. Drainase ventrikulo-Pleural 4. Drainase ventrikule-Uretrostomi
5. Drainase ke dalam anterium mastoid Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil
(Holter Valve/katup Holter) yang memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. H. KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan malfungsi. Malfungsi
disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus (
jaringan /eksudat ) atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti
dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi pada
saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.