Upload
ekal-kurniawan
View
235
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
USULAN PENELITIAN SKRIPSI
“ANALISIS PROGRAM REGENERASI PERSONIL
SATBRIMOBDA JAWA BARAT”
Disusun Oleh :
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA :
NIM :
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM
FAKULTAS : HUKUM
JUDUL : ANALISIS PROGRAM REGENERASI
PERSONIL SATBRIMOBDA JAWA BARAT.
PEMB. AKADEMIK :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan
judul “ANALISIS PROGRAM REGENERASI PERSONIL SATUAN
BRIMOBDA JAWA BARAT”. Laporan proposal skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mengerjakan skripsi pada program Strata-1 di Jurusan
Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Djuanda Bogor.
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak .............................., selaku Ketua Jurusan Hukum, Fakultas Hukum,
Universitas Djuanda Bogor.
2. Bapak .............................., selaku Dosen Pembimbing, Jurusan Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Djuanda Bogor, atas bimbingan, saran, dan
motivasi yang diberikan.
3. Bapak ..............................., atas bimbingan, saran, dan motivasi yang
diberikan.
4. Ibu ..................................., selaku Koordinator Tugas Akhir dan Skripsi
Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Djuanda Bogor.
5. Segenap Dosen Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Djuanda
Bogor yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Rekan-rekan Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Djuanda
Bogor atas saran dan bantuannya.
7. Orang tua, saudara-saudara kami, atas doa, bimbingan, serta kasih sayang
yang selalu tercurah selama ini.
8. Keluarga besar Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Djuanda
Bogor, khususnya teman-teman seperjuangan kami di Jurusan Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Djuanda Bogor, atas semua dukungan,
semangat, serta kerjasamanya.
9. Seluruh civitas akademika Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Djuanda Bogor, yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.
iii
Kami menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya
sehingga akhirnya laporan proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih
lanjut. Amiin.
Bogor, ...... ........ 2016
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 11
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 11
E. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 12
F. Metoda Penelitian dan Lokasi Penelitian ................................................. 25
G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku, agama dan
adat istiadat yang beraneka ragam dari sabang sampai merauke. Adat istiadat
tersebut sangat berbeda satu sama lainnya. Sejak negara ini memproklamasikan
kemerdekaannya maka, Indonesia terbentuk menjadi negara kesatuan dengan
memiliki satu sistem hukum yang berlaku secara Nasional1 dan apabila kita
ibaratkan sebagai sebuah organisasi maka negara kita memiliki suatu sistem
dalam menjalankan pemerintahan yang mana tentunya juga memiliki apa yang
disebut sebagai sub-system sehingga dapat terciptanya suatu ketersinambungan
dalam menjalankan rantai organisasi dan untuk mencapai tujuan yang dicita-
citakan organisasi tidak lepas dari sumber daya. Dalam hal ini susunan organisasi
dan tata kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disesuaikan dengan
kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya yang diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden,2 yang di ibaratkan sebagai bagian dari system organisasi
adalah lembaga kenegaraan yang dalam pembahasan ini salah satunya merupakan
sub-system yang khusus bergerak dibidang hukum dan perundang-undangan
untuk menjaga tatanan nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat dan sub-
system itu adalah aparat pemerintah yang terdiri dari polisi, jaksa dan hakim dan
ketiganya merupakan penegak hukum yang ditunjuk dan memiliki kewenangan
dalam menegakkan hukum untuk menciptakan keadilan dan rasa aman ditengah-
tengah masyarakat tentunya dengan prosedur yang telah diatur sesuai dalam
undang-undang yang berlaku yang selanjutnya kita ketahui bersama tergabung
dalam mekanisme Criminal Justice System.3 Dalam organisasi Negara dan
1 Praya Dira. Makna Indonesia Sebagai Negara Hukum. 2015. Hlm 6.
http://dokumen.tips/documents/makna-indonesia-sebagai-negara-hukum.html. Diakses pada
Tanggal 14 Agustus 2016. 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian Republik
Indonesia. Bab II. Pasal 7. 3 Wibisono S, Profesionalisme Dan Mentalitas Ideal Personil Polri Dalam Menghadapi
Tantangan Tugas, 2015, Hlm 1. http://sonnywibisono66.blogspot.com/2015/03/profesionalisme-
dan-mentalitas-ideal.html. Diakses pada Tanggal 11 Juli 2016
2
Pemerintahan Polri yang dipimpin oleh Kapolri merupakan Lembaga Negara non
Departemen yang berkedudukan langsung di bawah Presiden, yang dalam
pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, dan dijelaskan pada UU No 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab fungsi kepolisian Kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan kebijakan teknis kepolisian, antara lain menentukan dan
menetapkan penyelengaraan kegiatan operasional kepolisian dalam rangka
pelaksanaan tugas kepolisian negara Republik Indonesia dan penyelenggaraan
pembinaan kemampuan Kepolisian Negera Republik Indonesia. Pelaksanaan
kegiatan operasional dan pembinaan kemampuan kepolisian dilaksanakan oleh
seluruh fungsi kepolisian secara berjenjeng mulai dari tingkat pusat sampai
tingkat daerah yang terendah yaitu Pos Polisi, dan tanggungjawab atas
pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian secara hierarkhi dari tingkat paling
bawah ke tingkat pusat yaitu Kapolri, selanjutnya Kapolri
mempertangungjawabkan kepada Presiden Republik Indonesia.4 Hal ini
mengingat karena Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR-RI. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat tentunya
harus memiliki sumber daya manusia (SDM) yang baik. Sumber daya terpenting
dalam suatu organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia
merupakan faktor penting atas efektivitas organisasi, karena tingkah laku mereka
dalam jangka panjang akan memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan
organisasi. Orang-orang yang dalam organisasi memberikan tenaga, bakat,
kreativitas dan usaha mereka kepada organisasi. Tanpa orang-orang yang cakap
organisasi dan manajemen akan gagal mencapai tujuannya. Melalui pemanfaatan
sumber daya manusia secara optimal, maka akan dapat meningkatkan prestasi
kerja personil maupun organisasi. Melalui penilaian prestasi kerja personil akan
4 Komjen (Purn) Imam Sujarwo, Perkembangan Organisasi Brimob dari Masa ke Masa. 2014,
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Korps Brimob Polri
3
diketahui kecakapan personil dalam menyelesaikan uraian pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.5
Sumber daya manusia (SDM) juga merupakan faktor penentu keberhasilan
dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Sebagai aparatur, kesatuan brimob
merupakan sebuah profesi yang menjadi salah satu tulang punggung negara dalam
melaksanakan pengamanan. oleh karena itu diperlukan program regenerasi atau
manajemen sumber daya manusia untuk mengatasi kesenjangan antara personil
yang dimiliki dengan tuntutan tugas yang dihadapi. Dengan adanya mutasi
personil dalam mewujudkan situasi dan kondisi yang lebih baik sangat di perlukan
sumber daya manusia (SDM) yang enerjik dan cekatan, dalam arti anggota yang
muda yang penuh semangat, disiplin, berdedikasi tinggi dan terampil dalam
mengemban tugas operasional sehingga tercapai hasil tugas yang baik dan
optimal.6 Selanjutnya untuk mengatasi persoalan sumber daya manusia tersebut
maka di pandang sangat perlu di dalam kesatuan Sat Brimob Polda Jawa Barat
dapat segera merencanakan dan menyusun program Regenerasi anggota brimob di
jajaran Sat Brimobda Jabar dengan harapan akan tercipta suatu kondisi yang
sangat baik dan prima yang berkaitan dengan terciptanya kecepatan mobilisasi
pasukan dalam melayani masyarakat di seluruh wilayah hukum Polda Jawa barat.
Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (Korps) tertua di dalam
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian
Indonesia pada tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru. Brimob
termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga tergolong ke
dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas
kepolisian.7
Pada masa Orde Lama, Mobrig menjadi kesatuan khusus yang dimiliki
Polri dengan pengkhususan pada gangguan keamanan dan ketertiban tingkat
tinggi, seperti konflik dan gerakan separatisme. Hal ini mendorong upaya
penyempurnaan organisasi. Meski hanya bersifat sementara dan koordinatif, di
5 Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. 1997. Hlm 7-9. 6 Ruyatnasih dkk. Pengaruh Rekruitmen Sumber Daya Manusia Terhadap Penempatan Karyawan
Kerja Tetap Pada Pt Bina San Prima Karawang. Jurnal Manajemen Vol. 09 No.2, 2012. Hlm 622. 7 Kamal Izat. Pembinaan Perilaku Anggota Brimob. Universitas Indonesia. Depok. 2008. Hlm 55
4
tingkat karesidenan MBK (Mobile Brigade Karesidenan) diubah menjadi Rayon
Mobrig dan MBB (Mobile Brigade Besar) di tingkat provinsi diubah menjadi
kompi reserve (cadangan). Di tingkat pusat dibentuk koordinator dan inspektur
Mobile Brigade yang berkewajiban mengurusi pasukan Mobrig yang
berkedudukan di Purwokerto dengan tugas membantu Kepala Djawatan
Kepolisian Negara berkaitan dengan Mobrig. Sementara di tingkat provinsi
dibentuk Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade yang berkewajiban
mengurusi pasukan Mobrig di daerah yang berkeduduakn di provinsi, di mana
konsekuensinya di tiap kabupaten dibentuk kompi-kompi Mobrig. Mobrig
kemudian ditingkatkan statusnya, yang semula setingkat kompi, maka
berdasarkan Surat Keputusan Departemen Kepolisian Negara No. Pol:
13/MB/1959 tertanggal 25 April 1959 ditingkatkan statusnya menjadi setingkat
batalyon, sementara koordinator daerah Mobrig diubah menjadi Komandemen
Daerah serta Koordinator Mobile Brigade Djawatan Kepolisian Negara diubah
menjadi komandemen Mobile Brigade Pusat, yang juga diubah lagi menjadi
Komandemen Mobrig Pusat. Menjelang Ulang Tahun Mobrig ke 16, Menteri
Kepala Kepolisian Negara mengeluarkan surat order (Perintah) dengan nomor:
Y.M. No. Pol: 23/61 tertanggal 16 Agustus 1961, di mana berisi penetapan hari
ulang tahun, dengan Inspektur Upacara Presiden Soekarno, yang mengubah
sebutan Mobrig menjadi Brigade Mobil, atau Brimob. Akan tetapi pada
perjalanannya, perubahan penamaan tersebut tidak memberikan satu persfektif
bahwa penamaan tersebut kurang memberikan penekan akan pentingnya
integralitas Brimob sebagai bagian dari kesatuan yang ada di Polri. justru
perwatakan Brimob mengarah pada pengentalan karakteristik militer yang
sesungguhnya bertolak belakang dengan esensi Polri sebagai organisasi pengelola
keamanan yang berwatak sipil. Justru yang makin menarik adalah dari berbagai
proses perubahan ketatanegaraan dan legal formalnya, hingga terbitnya UU Pokok
Kepolisian No. 13/1961 yang mempertegas posisi Polri sebagai salah satu unsur
ABRI. Perubahan tersebut mendorong internalisasi nilai militeristik dalam tubuh
dan struktur Polri. Apalagi sejak dikeluarkannya Keppres No. 155/1965 tanggal 6
Juli 1965 tentang disamakannya pendidikan pada level akademi bagi ABRI dan
Polri. Setelah itu dikembalikan ke masing-masing akademinya. Hal ini jelas
5
mengubah perwajahan Polri dari sipil ke militer, dengan berbagai atribut yang
dikenakannya. Permasalahan yang kemudian muncul adalah, bahwa Polri
merupakan institusi sipil yang harus mencitrakan dirinya sebagai bagian dari sipil
dalam operasionalnya. Tak terkecuali Brimob.8
Brimob yang sejak awal memang kesatuan paramiliter yang merupakan
kesatuan khusus Polri makin mengentalkan warna militeristiknya ketika Polri
disatukan dengan TNI dengan nama ABRI, warna militeristik makin kental, bukan
hanya terbatas pada satuan Brimob saja, melainkan menjadi bagian dari kultur di
Polri. Bahkan hal tersebut makin menguatkan kultur militeristik yang meresap di
satuan Brimob. Perubahan ini sangat mempengaruhi kinerja Polri, dan Brimob
pada khususnya dalam mengoperasionalkan peran dan fungsinya sebagai alat
keamanan negara. Upaya mendorong agar proses demokrasi sebagai bagian dari
komitmen Polri dalam mewujudkan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri) yang
kondusif hampir tidak terjadi. Penekanan bahwa tugas Brimob dalam bidang
Kamtibmas gangguan tingkat tinggi dan di front pertempuran, terkoreksi dengan
keluarnya Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: SK/05/III/1972, tertanggal 2 Maret
1972 tentang Refungsionalisasi dan Reorganisasi Organisasi Brimob, yang
mengurangi peran front tempur dan militernya. Di samping itu Surat Keputusan
tersebut menempatkan Brimob kembali pada esensi awal pendiriannya yakni di
bawah komando langsung Kapolda, sama ketika organisasi Brimob kali pertama
dengan nama Mobile Brigade Karesidenan (MBK) tersebut.9
Mengacu kepada SK tersebut pula, tugas dan fungsi Brimob dipangkas
tidak lagi pada tugas tempur militer, tapi fungsi satuan bantuan operasional taktis
kepolisian, guna menghadapi kriminalitas tingkat tinggi. Sehingga bentuk
organisasinya juga tidak lagi bersifat korps yang bersifat vertikal, namun kesatuan
yang dibatasi hanya sampai pada tingkat batalyon kedudukan kompi-kompi yang
berdiri sendiri (BS), menjadi organik pada komando-komando kewilayahan Polri
(Polda). Perubahan struktur organisasi tersebut hanya bertahan selama sebelas
tahun, karena pada 14 November 1983, struktur Brimob kembali dirubah, dengan
8 Muradi. Quo Vadis Brimob Polri. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2009. Hlm 7-9. 9 Komjen (Purn) Imam Sujarwo, Perkembangan Organisasi Brimob dari Masa ke Masa. 2014,
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Korps Brimob Polri.
6
benar-benar melikuidasi keberadaan batalyon dan Kompi BS (berdiri sendiri). Hal
ini berarti ada penyempitan dengan keberadaan batalyon dan kompi dari mulai
pertama pembentukannya hingga Surat Keputusan Polri No. Pol.:
Skep/522/XI/1983, digantikan dengan pembentukan Satuan Brimob, yang
membawahi kompi-kompi non-BS. Berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. :
Kep/10/IX/1996 tanggal 16 September 1996 tentang “Pengesahan Korps Brimob
Polri”. Satuan Brimob mengalami validasi organisasi dengan perubahan struktur
Organisasinya, sebutan Pus Brimob dirubah menjadi Korps Brimob Polri dengan
dipimpin oleh Perwira Tinggi Bintang Satu dengan sebutan Komandan Korps
Brimob Polri dengan mengesahkan Brimob Polri sebagai badan pelaksana pusat
tingkat Mabes Polri berkedudukan di bawah Kapolri. Berdasarkan Surat
Keputusan Kapolri No. Pol.: 53/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang
Organisasi dan tata kerja tingkat Mabes Polri, struktur Organisasi Korps Brimob
mengalami perubahan dimana terdapat perubahan sebutan Pimpinan Korbrimob
dari Dankorbrimob Polri menjadi Kepala Korps Brimob Polri dengan dijabat oleh
Perwira Tinggi bintang dua. Berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 21 tahun 2010
tanggal 14 September 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan
Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 444). Korps Brimob
Polri terdiri dari 4 Satker : Mako Korbrimob, Satuan I Gegana , Satuan II Pelopor
dan Satuan III Pelopor Berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 22 tahun 2010
tanggal 28 September 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Satuan
Organisasi Pada Tingkat Kepolisian Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 477), Satuan Brimob Polri di Polda di pimpin oleh
Perwira Menengah berpangkat KBP tanpa melihat Type Polda, masing-masing
Satuan terdiri dari Detasemen Gegana dan Detasemen Pelopor. Perlu dibuat
eselonisasi untuk kasat brimob daerah dah kasat di mako korbrimob disesuaikan
dengan tingkatan polda.10
Sat Brimob Polda Jabar sebagai bagian dari Polda Jabar di bidang
pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
10 Mabes Polri, Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/552/XI/1983. Tentang
Likuidasi Satuan Brimob dan Redislokasi Kompi-kompi BS Brimob, 1983.
7
pelayanan kepada masyarakat di wilayah Propinsi Jawa Barat harus mampu
memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan perlindungan hak asasi kepada
masyarakatnya, serta dapat menunjukkan transparansi dalam setiap tindakan,
menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran, keadilan dan kepastian sebagai wujud
pertanggung jawaban kepada publik. Sat Brimob Polda Jabar sebagai satuan
back up kewilayahan dalam penanggulangan gangguan keamanan berintensitas
tinggi, terorisme, huru hara / kerusuhan massa, kejahatan teroganisir bersenjata
api atau bahan peledak termasuk penyelamatan dan pertolongan/search and rescue
(SAR) bencana atau gangguan lainnya bersama unsur pelaksana operasional
Kepolisian, dalam rangka penegakan hukum dan keamanan dalam Negeri, sesuai
perintah Kapolda atau permintaan mendesak dari satuan fungsi / kewilayahan.
Serta tugas-tugas lainnya sangatlah membutuhkan tampilan kesatuan yang
memiliki performance yang mantap sesuai dengan postur Brimob yang di sertai
kemampuan, disiplin, dedikasi, dan loyalitas yang tinggi serta mobilitas pasukan
guna mendukung tugas operasional yang berhasil maksimal. Dalam
mengantisipasi dan mendukung semua kegiatan tersebut maka Satbrimobda Jawa
Barat juga dipandang perlu membuat program regenerasi anggota Brimob guna
mendukung dan meningkatkan mobilisasi operasional pasukan dan performance
pasukan yang mantap.11
Perkembangan dan kemajuan zaman dalam situasi kamtibmas yang sangat
dinamis mengakibatkan upaya penegakan hukum dan keamanan di wilayah Jawa
Barat dari waktu kewaktu senantiasa di hadapkan kepada tantangan tugas yang
semakin kompleks. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama
mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pada UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia Bab I Pasal 1 ayat 6 “Keamanan dalam negeri
adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan,
11 Peraturan Kepala Korps Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 1 Tahun
2011 tentang Hubungan Tata Cara Kerja di Lingkungan Korps Brigade Mobil Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Bab 2 pasal 4 ayat 1.
8
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat”.12
Terlebih lagi bila di kaitkan
dengan situasi politik di tahun 2014 yang lalu, yaitu pemilihan calon legislatif dan
pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang di ikuti partai – partai politik
yang berpotensi memunculkan kerawanan kamtibmas terutama yang berimplikasi
pada kontijensi, antara lain konflik antar partai politik, money politik, perdebatan
tidak sehat dan unjuk rasa masyarakat yang disertai dengan tindakan anarkis.13
Belum lagi adanya konflik komunal seperti yang terjadi di Maluku / Ambon yaitu
konflik yang bernuansa sara yang terjadi beberapa tahun yang lalu dan itu
alhamdulillah dapat di selesaikan walaupun dengan kurun waktu yang cukup lama
yaitu kurang lebih 5 tahun berjalan. Dan yang masih hangat terjadi sekarang di
wilayah Timur Indonesia, di Papua yaitu tentang pemberontakan Separatis OPM
(Organisasi Papua Merdeka) dan di Poso yaitu pemberontakan kelompok
bersenjata Santoso juga menjadi pekerjaan tambahan POLRI di Republik ini pada
saat ini.14
Melihat perkembangan dinamika demokrasi dan suhu politik yang sering
memanas seiring dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya
berbagai kejahatan baik dalam jenis maupun bentuk nya atau yang sering di sebut
sebagai Modus Operandi yang tentunya mempunyai dampak terhadap gangguan
kamtibmas, misalnya dalam dinamika demokrasi membuka peluang bagi
masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dengan melakukan kegiatan
pengumpulan massa yang begitu besar dan berujung pada tindakan anarkis, untuk
itu diharapkan adanya upaya polri yang profesional dalam menghadapi
perkembangan lingkungan strategis yang harus di dukung dengan kesatuan
Brimob yang memiliki mobilitas operasional pasukan yang tinggi serta
performance kesatuan Brimob yang mantap. Keberhasilan dalam menjalankan
tugas tidak pernah lepas dari permasalahan. Untuk mencapai keberhasilan maka
perlu adanya program yang mampu mengatasi setiap permasalahan dan setiap
12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian Republik
Indonesia. 13 Muradi, Rakernis Korps Brimob Polri T.A. Peran Brimob Polri Dalam
Pengamanan Pemilu 2014, 2016, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/03-
peran-brimob-polri.pdf, Diakses pada Tanggal 11 Juli 2016. 14 Ridwan Nurkholis M. “Teror Proyek Menyudutkan Umat Islam” Sabili 16 November 2006, hlm.
3-10
9
anggota perlu memperhatikan kenyamanan dalam bekerja dan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat agar para anggota mendapatkan keberhasilan dalam
bekerja. Mutasi merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam tubuh Polri
selain untuk memberikan kesempatan mengembangkan karier, mutasi jabatan juga
dibutuhkan dalam rangka memberikan suasana baru serta meningkatkan potensi
kinerja yang baik di organisasi maupun bagi personil, dalam rangka kepentingan
dinas dan kelancaran pelaksanaan tugas di lingkungan Satbrimob Polda Jabar
dalam pembinaan karier anggota dan atau untuk penyegaran organisasi. Pada
proses mutasi anggota tersebut, pihak kepolisian sering mengalami permasalahan
internal.15
Mutasi bisa diartikan sebagai kegiatan pemindahan personel dari suatu
jabatan ke jabatan lain, atau antar daerah.16
Mutasi dilakukan dalam ruang lingkup organisasi kepolisian nan
pelaksanaannya harus sinkron dengan undang-undang yang berlaku. Kegiatan
memindahkan anggota Polri dari satu lokasi dinas ke lokasi dinas lain disebut
mutasi Polri. Akan tetapi, mutasi sebenarnya tak selamanya sama dengan
pemindahan. Mutasi Polri meliputi kegiatan memindahkan anggota Polri,
pengoperan tanggung jawab, pemindahan status atau jabatan Polri, dan
sejenisnya.17
Permasalahan internal dalam kesatuan Brimob khususnya di Sat
Brimobda Jabar dan umumnya di Sat Brimobda yang lainnya di seluruh
Nusantara. Akibat yang di timbulkan dari permasalahan tersebut bagi personil
Brimob banyak sekali antara lain : 1. Menurunnya kecepatan mobillisasi pasukan,
saat melaksanakan tugas operasional back up satuan wilayah, 2. Menurunnya
semangat dan moril anggota saat berlatih yang di sebabkan faktor usia anggota
yang pada umumnya sudah sangat senior, 3. Menurunnya tingkat kedisiplinan
anggota saat melaksanakan dinas / tugas sehari hari baik di dalam Mako maupun
di luar saat back up satuan wilayah, 4. Berubahnya mindset anggota yang sudah
terkontaminasi dengan pemikiran dan angan-angan ingin pindah kepolisi tugas
umum sehingga mengakibatkan berpengaruh pada kinerja anggota, 5. Akibat
adanya pergeseran pola pikir tersebut maka terjadi pula pergeseran kultur lama
15 Rarung N, dkk, Pengaruh Mutasi Pegawai Dan Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja
Terhadap Prestasi Kerja Pegawai. Jurnal EMBA. Vol. 3, No. 4, Manado, 1983, Hlm. 143. 16
Hasibuan Malayu. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta 17 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia . No. 16 Tahun 2012
10
yaitu : yang dulunya pasukan Brimob memiliki jiwa korsa yang kuat sehingga
sekarang sudah sedikit luntur dan terkikis dan itu semua akibat dari faktor usia
dimana mereka (anggota) sudah cukup jenuh dengan situasi kedinasan di kesatuan
Brimob.
Kesatuan brimob di bawah jajaran Kepolisian daerah Jawa Barat yang
mengemban visi terwujudnya postur Brimob Polri yang profesional, bermoral,
modern dan patuh hukum sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,
juga mampu melaksanakan tugas pokoknya dengan mengedepankan kemitraan
serta percepatan dalam pelayanan atau Quick Response yang menjadi salah satu
program dalam grand strategi Polri tahap pertama. Dalam menjalankan peran atau
tugas yang lebih berat dari tugas kepolisian yang lain sebagai back up satuan
kewilayahan, Sat Brimobda Jabar dengan sumber daya manusia yang mengalami
perpindahan jabatan ke jabatan lain. Pada kenyataannya, program mutasi dengan
sumber daya manusia yang dimiliki belum bisa mengatasi permasalahan
keanggotaan.18
Mutasi merupakan hal yang biasa dilakukan dalam sebuah organisasi
termasuk Sat Brimobda Jabar. Selain program mutasi pada Satuan Brimobda
Jabar. Namun penting juga melakukan program regenerasi dalam tubuh Polri
selain untuk mengatasi permasalahan internal juga penting dalam pembinaan karir
bagi anggota yang bersangkutan, juga untuk penyegaran dan peningkatan kinerja
anggota Polri kearah yang lebih baik. Sebagai mana disebutkan pada bab II Pasal
3 dan 4 batas usia pensiun anggota polri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 /
2003 “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang telah mencapai batas
usia pensiun diberhentikan dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Batas usia pensiun anggota polri maksimum 58 (lima puluh delapan)
tahun berlaku untuk semua golongan dan dapat dipertahankan sampai usia 60
(enam puluh) tahun bila memiliki ke ahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam
tugas Kepolisian”.19
Hal ini mendukung program regenerasi dalam pengembangan
18 Anonim, Pembangunan Postur Sumber Daya Manusia Sat Brimob Polda X Yang Paripurna
Guna Akselerasi Pelayanan Prima Dalam Rangka Stabilitas Kamtibmas, 2015, Hlm. 1.
http://nkp.seleksipolri.com/wp-content/uploads/2015/09/NKP-BRIMOB.pdf. Diakses pada
Tanggal 12 Juli 2016. 19 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003. Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
11
karir Sat Brimobda Jabar untuk pengembangan karir personil, sehingga dinamika
kerja Polri yang ada akan terus menggalami peningkatan untuk mencapai sukses
dalam meningkatkan mobilisasi pasukan. Namun bila masa jabatan perasonil
sebagai Polri diperpanjang, hal itu akan menghambat proses regenerasi di tubuh
Sat Brimobda ini karena akan menutup karier Polri lainnya yang sudah
selayaknya dipromosikan.
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, peneliti tertarik untuk
menganalisis serta membahas permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian
dengan judul : ANALISIS PROGRAM REGENERASI PERSONIL
SATBRIMOBDA JAWA BARAT.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka pokok
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana program Regenerasi Personil (SDM) dijajaran Satbrimobda
jabar dilaksanakan.
2. Hambatan apa saja yang dihadapi Satbrimobda Jabar dalam pelaksanaan
program Regenerasi.
3. Upaya mengatasi hambatan yang terjadi dalam program Regenerasi
Satbrimobda Jabar.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dan menganalisi tentang program Regenerasi Satbrimobda
Jawa Barat dilaksanakan.
2. Untuk mengetahui Satbrimobda Jawa Barat dalam pelaksanaan program
Regenerasi.
D. Kegunaan Penelitian
Sedangkan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
12
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran khususnya pada Hukum Kepolisian Republik Indonesia yaitu
Perkap 16 tahun 2012 tentang mutasi anggota Polri.
2. Kegunaan Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran, saran dan masukan bagi pihak
terkait yaitu Satuan Brimob Polda Jabar dan semua Personilnya
E. Kerangka Pemikiran
Bangsa Indonesia sejak jaman lampau, jauh sebelum kemerdekaan
merupakan bangsa yang religius, bangsa yang saling tolong menolong satu sama
lainnya dalam hidup bermasyarakat, oleh karena itu ketika para pendiri negara ini
mencari dasar berpijak berdirinya negara Indonesia yang merdeka, menggali nilai-
nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sejak negara ini
memproklamasikan kemerdekaannya maka, Indonesia terbentuk menjadi negara
kesatuan dengan memiliki satu sistem hukum yang berlaku secara Nasional.20
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum nasional dan sekaligus
membuktikan bahwa selain filsafat Negara, Pancasila juga sebagai filsafat hukum
Indonesia.21
Menurut Muhammad Yamin, Pancasila adalah suatu sistem filsafat,
kelima sila itu tersusun dalam suatu rumusan pikiran-pikiran filsafat yang
harmonis. Soedirman Kartahadiprojo, mengatakan bahwa Pancasila merupakan
isi jiwa bangsa Indonesia. Kalau filsafat itu isi jiwa suatu bangsa, maka Pancasila
adalah filsafat bangsa Indonesia.22
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama
dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Oleh
karena itu, fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara didasarkan pada
Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, jo
Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978) yang menjelaskan bahwa Pancasila sebagai
20 Praya Dira. Makna Indonesia Sebagai Negara Hukum. 2015. Hlm 6.
http://dokumen.tips/documents/makna-indonesia-sebagai-negara-hukum.html. Diakses pada
Tanggal 14 Agustus 2016. 21 Prasetyo Teguh dan Barkatullah Halim A. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum. Jakarta : Rajawali
Pers, 2012. Hlm. 367. 22 Kailani M.S, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Pen. Paradigma, 2008. Hlm 37-38.
13
sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada
hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari
bangsa Indonesia.23
Kemudian mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum ini dijelaskan kembali dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/2000
tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan pada Pasal
1 ayat (3) yang menyatakan bahwa ”sumber hukum dasar nasional adalah
Pancasila. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU
No.10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi
negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila”.24
Pancasila selalu merupakan suatu kesatuan,
sila yang satu tidak bisa dilepas-lepaskan dari sila yang lain. Pancasila sebagai
dasar negara dan pandangan hidup bangsa terdapat kandungan akan nilai-nilai.
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional adalah nilai-nilai yang
bersifat tetap. Namun, pada penjabarannya, dilakukan secara dinamis dan kreatif
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat Indonesia. Diterima
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional (pandangan hidup bangsa)
membawa dampak bahwa nilai-nilai Pancasila dijadikan landasan pokok, dan
landasan fundamental bagi setiap penyelenggaraan negara Indonesia.
Pancasila berisi lima sila yang hakikatnya berisi lima nilai dasar yang
fundamental. Hakikat Nilai-nilai Pancasila Sila pertama Pancasila, Ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia,
menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil
23 Achmad Fauzi, Soetomo, dkk. Pancasila di Tinjau dari Segi Sejarah, Segi Yurudis
Konstitusional dan Segi Filosofis, Malang : Lembaga Penerbitan Universtas Brawijaya, 1989.
Hlm. 42. 24 Kurnisar. Pancasila Sumber Hukum dari Segala Sumber Hukum di Indonesia, Jurnal Ilmiah
Ilmu Sosial, Vol 11, No. 3, Palembang, 2012, Hlm. 243.
14
dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang berdaulat penuh, yang
bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.25
Mengingat bahwa Pancasila adalah dasar negara, maka mengamalkan dan
mengamankan Pancasila sebagai dasar negara mempunyai sifat
imperatif/memaksa, artinya setiap warga negara Indonesia harus tunduk/taat
kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai dasar negara harus
ditindak menurut hukum, yakni hukum yang berlaku di negara Indonesia. Sebagai
sumber dari segala sumber hukum, pengamalan dan pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila harus dijadikan sebagai landasan pokok dari permasalahan regenerasi di
Satuan Brimoda Jawa Barat.26
Menurut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. memberikan petunjuk-petunjuk nyata
dan jelas wujud pengamalan kelima Sila dari Pancasila sebagai beriukut :
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa : Hormat menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-
beda, sehingga terbina kerukunan hidup. Atas keyakinan yang demikianlah
maka berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara memberikan
jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai
dengan kepercayaannya dan beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya. Hakikat tersebut sesuai dengan Pasal 29, UUD 1945 : 1.
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.27
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab : Mengakui persamaan derajat
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia, saling
mencintai sesama manusia, tidak semena-mena terhadap orang lain dan
menjujung tinggi nilai kemanusiaan. Di dalam sila II Kemanusiaan Yang
25 Darji Darmodiharjo, Nyoman Dekker, dkk. Santiaji Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional,
1991. Hlm. 39 26 Ibid. Hlm. 14. 27 Ibid. Hlm. 38.
15
Adil Dan Beradab telah tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap,
yang memenuhi seluruh hakikat makhluk manusia. Kemanusiaan yang adil
dan beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia
(Indonesia). Menurut pasal 27, UUD 1945 : 1. Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, 2.
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.28
c. Sila Persatuan Indonesia : Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan
dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Indonesia mengandung dua makna,
pertama : makna geografis, yang berarti sebagai bumi yang membentang
dari 95o – 141
o bujur timur dan dari 6
o lintang utara sampai 11
o lintang
selatan. Kedua : makna bangsa dari arti politis, yaitu bangsa yang hidup di
dalam wilayah itu. Indonesia dalam sila III ini ialah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia
ini bersatu karena di dorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan
Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia, bertujuan memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Menurut Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang antara lain berbunyi:
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indoneisa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”29
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan : Mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
28 Ibid. Hlm. 40-42. 29 Ibid. Hlm. 43.
16
untuk kepentingan bersama, musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi
oleh semangat kekeluargaan, keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan. Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti
sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu.
Kerakyatan dalam hubungan sila IV ini berarti bahwa kekuasaan yang
tertinggi berada di tangan rakyat. Kerakyatan disebut pula kedaulatan
rakyat (rakyat yang berdaulat/berkuasa) atau demokrasi (rakyat yang
memerintah). Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio
yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan
bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan
bertanggung jawab serta didorong oleh itikad baik sesuai dengan hati
nurani.30
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia : Mengembangkan
perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan, bersikap adil, menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak-hak orang lain,
tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan
bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan. Sila keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang
mendahuluinya, merupakan tujuan bangsa Indoneisa dalam bernegara,
yang perwujudannya ialah tata masyarakat adil makmur berdasarkan
Pancasila.31
Dasar negara Pancasila itu dinyatakan secara tegas dalam pokok-pokok
pikiran dari Pembukaan UUD 1945. dengan demikian, jelas pula bahwa Pancasila
itu yang menjadi sumber dari segala sumber hukum negara kita. Tujuannya adalah
untuk dipergunakan sebagai dasar negara. Jadi, dilihat dari fungsinya, Pancasila
memiliki fungsi utama sebagai dasar negara Republik Indonesia.32
30 Ibid. Hlm. 44-46. 31 Ibid. Hlm. 46-48. 32 Achmad Fauzi, Soetomo, dkk. Pancasila di Tinjau dari Segi Sejarah, Segi Yurudis
Konstitusional dan Segi Filosofis, Malang : Lembaga Penerbitan Universtas Brawijaya, 1989.
Hlm. 73.
17
Indonesia merupakan negara hukum. Aristoteles, merumuskan negara hukum
adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk
warga Negara dan sebagai dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila
kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Peraturan yang
sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi
pergaulan antar warga negaranya. maka menurutnya yang memerintah Negara
bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang
hukum dan keseimbangan saja.33
Di Indonesia istilah Negara Hukum, sering diterjemahkan rechtsstaat atau the
rule of law. Paham rechtsstaat pada dasarnya bertumpu pada sistem Eropa
Kontinental. Ide tentang rechtsstaat mulai populer pada abad ke XVII sebagai
akibat dari situasi sosial politik Eropa didominir oleh absolutisme raja.34
Penjelasan UUD 1945 mengatakan, antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas
hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Jadi
jelas bahwa cita-cita Negara hukum (rul of law) yang tekandung dalam UUD
1945 bukanlah sekedar Negara yang berlandaskan sembarang hukum. Hukum
yang didambakan bukanlah hukum yang ditetapkan semata-mata atas dasar
kekeuasaan, yang dapat menuju atau mencerminkan kekuasaan mutlak atau
otoriter. Hukum yang demikian bukanlah hukum yang adil (just law), yang
didasarkan pada keadilan bagi rakyat. 35
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep
“rechtsstaat” dan “the rule of law”, juga berkaitan dengan konsep “nomocracy”
yang berasal dari perkataan “nomos” dan “cratos”. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan “demos” dan “cratos” atau “kratien” dalam demokrasi.
“Nomos” berarti norma, sedangkan “cratos” adalah kekuasaan. Yang dibayangkan
sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau
hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan
hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggris
33 Abdul, Aziz H, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Pelajar, 2011, Hlm. 8. 34 Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum di Indonesia, Jakarta : Ind-Hill Co. 1989, Hlm 29 35 Soedjati, Djiwantono, J. Setengah Abad Negara Pancasila. Jakarta : Centre for Strategic and
International Studies (CSIS), 1955. Hlm, 47.
18
yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule
of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law,
and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum
itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “The Laws”36
, jelas
tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama
dikembangkan dari zaman Yunani Kuno. Dalam rangka perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam Perubahan
Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau “Rechtsstaat” yang
sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan
tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yangmenyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara
Hukum.” Dalam konsep Negara Hukum itu, di idealkan bahwa yang harus
dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan
politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa
Inggris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah “the rule of law, not of
man”. Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah hukum sebagai sistem,
bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai “wayang” dari skenario
sistem yang mengaturnya.37
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental
dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, JuliusStahl, Fichte,
dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan
dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas
kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius
Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu
mencakup empat elemen penting, yaitu:38
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
36 Lihat Plato: The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata
pengantar oleh Trevor J. Saunders. 37 Jimly Asshiddiqie. Gagasan Negara Hukum Indonesia, Buana Ilmu, Jakarta, 2007, hlm. 176 38
Arief Sidharta, Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal Hukum),
“Rule ofLaw”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3Tahun II, November
2004, Hlm.124-125.
19
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap
Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law.
2. Equality before the law.
3. Due Process of Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di
atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang
dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern
di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”,
prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas
dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman
sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi.
Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “The
International Commission of Jurists” itu adalah:39
1. Negara harus tunduk pada hukum.
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan kehidupan
bernegara mengalami banyak perubahan. Konsep negara mulai mengalami
pergeseran yang pada awalnya negara merupakan negara yang berdasarkan pada
kekuasan beralih pada konsep negara yang mendasarkan atas hukum (rechtsstaat).
Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechts staat dan the rule of law)
mengandung pengertian bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap
penyelenggara negara atau pemerintah untuk tunduk pada hukum (subject to the
law). Tidak ada kekuasaan diatas hukum (above to the law). Atas dasar
pernyataan tersebut maka tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang
(arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power) baik pada
negara berbentuk kerajaan maupun republik. Secara maknawi, tunduk pada
hukum mengandung pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran
39 Ibid. Hlm 125.
20
pemisahan dan pembagian kekuasaan. Oleh sebab itu, negara berlandaskan hukum
memuat unsur pemisahan atau pembagian kekuasaan.40
Kekuasaan negara menetapkan, melaksanakan dan menegakkan kepatuhan
terhadap hukum, apalagi dalam negara kesejahteraan (welfare state), dimana
negara berhak ikut campur hampir diseluruh bidang kehidupan rakyat, sehingga
penggunaan kekuasaan negara itu mempunyai potensi melanggar hak -hak rakyat
yang ada dalam negara tersebut, bahkan hak-hak rakyat yang paling mendasar-pun
(HAM) dapat dilanggar. “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts
absolutely”, demikian adegium yang dikemukakan oleh Lord Acton. Dengan
demikian, moral kekuasaan tidak boleh hanya diserahkan pada niat, ataupun sifat-
sifat pribadi seseorang yang kebetulan sedang memegangnya. Betapun baiknya
seseorang, yang namanya kekuasaan tetaplah harus diatur dan dibatasi.41
Setiap negara dijalankan oleh organ negara yang diatur dalam konstitusi.
Pengaturan kewenangan organ negara dalam konstitusi dimaksudkan agar tercipta
keseimbangan antara organ negara yang satu dengan lainnya (check and
balances). A. Hamid Attamimi menyebutkan bahwa konstitusi adalah pemberi
pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara
harus dijalankan. Secara umum, konstitusi dapat dikatakan demokratis
mengandung prinsip dalam kehidupan bernegara yaitu salah satunya adanya
pembagian kekuasaan berdasarkan trias politica dan adanya kontrol serta
keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan.42
Pemahaman mengenai organ negara dikenal dengan trias politica yang berarti
bahwa kekuasaan negara dilaksanakan oleh tiga cabang kekuasaan yaitu
kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga cabang
kekuasaan tersebut diatur dan ditentukan kewenangannya oleh konstitusi.
Mariam Budiardjo menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan
parlementer, badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain.
40 Manan, Bagir. Lembaga Kepresidenan, Jakarta : FH UII Press, 2003 , Hlm. 11. 41 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD
1945, Jakarta : Buana Ilmu, 2005, Hlm. 37. 42 Azra Azyumardi dan Hidayat K. Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008. Hlm. 73-
74
21
Kabinet sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab”
diharapkan mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang
mendukungnya, dan mati hidupnya kabinet tergantung pada dukungan dalam
badan legislatif (asas tanggung jawab menteri). Selanjutnya Saldi Isra
menyimpulkan bahwa, disamping pemisahan jabatan kepala negara (head of
master) dengan kepala pemerintahan (head of goverment), karakter paling
mendasar dalam sistem pemerintahan parlementer adalah tingginya tingkat
dependensi atau ketergantungan eksekutif kepada dukungan parlemen. Apalagi,
eksekutif tidak dipilih langsung oleh pemilih sebagaimana pemilihan untuk
anggota legislatif. Oleh karena itu parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam
sistem pemerintahan parlementer.43
Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan
perlindungan dan keamanan internal warga masyarakat. Indonesia berbentuk
Negara Kesatuan. Artinya, Negara Indonesia hanya ada 1, yaitu Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, organisasi kepolisian kita juga hanya ada
1 saja, yaitu Kepolisian Republik Indonesia, disingkat POLRI. Polri merupakan
produk sejarah yang panjang, karena itu singkatannya pun tidak dapat lagi diubah
selain POLRI. Padahal sejak Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, Pasal
30 UUD 1945 menggunakan sebutan “Kepolisian Negara Republik Indonesia”
sebagai nama yang dapat disingkat menjadi KNRI, bukan lagi POLRI.44
Dengan rangkaian sejarahnya yang panjang itu, POLRI tumbuh dan
berkembang sebagai satu kesatuan institusi kepolisian yang utuh seperti halnya
TNI. Karena itu, dalam Pasal 30 ayat (4) UUD 1945, ditegaskan, “Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum”. Dengan demikian baik POLRI maupun TNI sama-
sama merupakan alat negara, artinya bukan alat pemerintah apa lagi alat partai
politik, dan kedua organisasi merupakan satu kesatuan institusi yang bersifat
nasional yang tidak dapat dipecah-pecah atas dasar kedaerahan.45
43 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislati f: Menguatnya model Legislasi Parlementer Dalam
Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2010, hlm. 30-31. 44 Jimly Asshiddiqie, Kedudukan Konstitutional Kepolisian Dalam Tata-Pemerintahan Negara,
Jakarta : Buana Ilmu, 2006, Hlm 25. 45 Ibid., Hlm. 27.
22
Dalam sistem pemerintahan presidential Indonesia berdasarkan UUD 1945,
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan sebagai “single
executive”. Pada pokoknya semua kekuasaan yang berasal dari rakyat
dimandatkan dan didelegasikan kepada Presiden sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan itu. Hanya saja, untuk kepentingan checks and
balances sesuai dengan prinsip negara hukum dan demokrasi, kekuasaan rakyat
yang tercermin dalam jabatan Presiden itu dibatasi secara konstitusional dengan
cara menyerahkan sebagian urusan kepada cabang-cabang kekuasaan dan
institusi-institusi independen lainnya, seperti MPR, DPR, MK, MA, BPK, dan
lembaga -lembaga atau komisi-komisi negara yang bersifat independen, termasuk
TNI dan POLRI dalam menjalankan tugas konstitusionalnya masing-masing.
Karena itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden
dan karena itu semua institusi berada dalam jangkauan koordinasi oleh Presiden,
dan bahkan dalam lingkup eksekutif semua berada di bawah kekuasaan Presiden
secara subordinatif. POLRI termasuk cabang kekuasaan eksekutif dan karenanya
berada di bawah Presiden. Akan tetapi, dalam pelaksanaan operasionalnya,
Presiden memerlukan para pembantu, dan itulah yang disebut sebagai menteri,
yaitu untuk melakukan fungsi koordinasi.46
Kepolisian memiliki peranan penting dalam mewujudkan keamanan dan
kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, kepolisian merupakan lembaga
pengayom masyarakat dalam segala kondisi sosial yang caruk maruk. Peran
kepolisian dapat dikatakan sebagai aspek kedudukan yang berhubungan dengan
kedudukanya sebagai pelindung masyarakat. Menurut Soejono Sukanto, Peran
atau Peranan (Role) merupakan aspek dinamis dari suatu kedudukan atau (status).
Apabila seseorang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukanaya
maka dia menjalankan suatu peran. Sedangkan menurut teori peranan (roletheory)
yang di kutip oleh setiawan mengatakan bahwa “Peranan atau Peran adalah
sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu”
menurut teori ini, peranan yang berbeda menimbulkan tingkah laku itu sesuai
dengan suatau situasi lain relatif bebas (Independent) tergantung pada orang yang
46 Ibid., Hlm. 28-29.
23
menjalankan peran tersebut, jadi setiap orang akan mempunyai peranan pada
masing-masing situasi.47
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, bahwa
keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya
masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi
kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara
yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.48
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.49
Keamanan dan
ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah
satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban,
dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung
kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan
masyarakat.50
Menurut Sadjijono bahwa: “Istilah polisi adalah sebagai organ atau lembaga
pemerintahan yang ada dalam negara, Sedangkan istilah kepolisian adalah sebagai
organ dan sebagi fungsi. Sebagi organ yaitu suatu lembaga pemerintahan yang
terorganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi,
yakni tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa Undang-
undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan,
47 Rayni Wulansuci S. Pdf. Peran dan Fungi TNI dan Polri dalam Pertahanan dan Keamanan
Negara pada Massa Reformasi, 2011. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2016 48 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. 49 Ibid. Pasal 1 Ayat 1. 50 Ibid. Pasal 1 Ayat 5.
24
ketertiban masyarakat, penegak hukum pelindung, pengayom, pelayananan
masyarakat.51
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 pasal 3. Menyatakan bahwa
“Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
penegakan hukum, perlindungan, dan pembibimbingan masyarakatdalam rangka
terjaminya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat
guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat”52
Menurut Sadjijono dalam menjalankan fungsinya sebagai aparat penegak
hukum polisi wajib memahami asas-asas hukum yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pelaksanaan tugas yaitu:
1. Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum
wajib tunduk pada hukum
2. Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani
permasalahan dalam masyarakat yang bersifat diskresi, karna belum diatur
dalam hukum.
3. Asas Partisipasi, Dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat
polisi mengkoordinasikan pengamanan swakarsa untuk mewujudkan
kekuatan hukum dikalangan masyarakat.
4. Asas Preventif selalu mengedepankan tindakan pencegahan dari pada
penindakan kepada masyarakat.
5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan
permasalahan yang lebih besar sebelum di tangani oleh institusi yang
membidangi.53
Berdasarkan asas-asas tersebut diatas maka fungsi polisi yang terdapat dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2002 telah mengalami perubahan citra, maka
fungsi polisi menjadi fleksibel dalam artian satua saat mereka harus tegas
menangani suatu peristiwa, namun dalam situasi tertentu mereka harus sangat
dekat dengan masyarakat guna menjalakan asas preventif. Oleh karenanya harus
mampu dan memahami perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, serta
kebutuhan mereka, dalam mendapatkan perlindungan keamanan. Keadaan ini
menuntut polisi untuk melakukan regenarasi agar fungsi kepolisian dapat
terealisasikan sebagaimana lembaga kepolisian memiliki tugas yang sangat besar
untuk melindungi negara, dengan ruang lingkup yang sangat luas.
51 Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, Yogyakarta : PT. Laksbang Presindo, 2010, Hlm. 56. 52 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 53 Sadjijono, op. cit. hlm 17
25
F. Metoda Penelitian dan Lokasi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Doctrinal dan Non Doctrinal
yaitu :
Penelitian hukum Doctrinal atau penelitian hukum normatif hukum
yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi,
perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan
penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu
undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.
Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif
mempunyai cakupan yang luas.
Penelitian Non Doctrinal yaitu berupa studi-studi empiris untuk
menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses
bekerjanya regenerasi didalam satbrimobda. Yaitu menganalisa tentang
pemindahan personel Polri dari suatu jabatan ke jabatan lain, atau antar
daerah.
2. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer, data sekunder dan data tersier
yaitu :
a) Data Primer
Data Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah; Hukum
Adat; Yurisprudensi; Traktat.
b) Data Sekunder
Data Sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan Hukum primer, seperti : RUU, hasil penelitian, hasil
karya dari kalangan hukum, dan lain-lain.
26
c) Data Tersier
Data Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder; contohnya
adalah kamus, ensiklopedia, ineks kumulatif, dan lain-lain.
3. Lokasi penelitian
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis
melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Kantor Kesatuan
Brimob Polda Jabar Cikole Bandung.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang
sangat penting dalam penulisan, karena dengan adanya data dapat
menunjang penulisan sebagai bahan dalam penulisan itu sendiri. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan
wawancara yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung terhadap
obyek yang diteliti dalam rangka memperoleh data primer dengan
wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab
secara langsung baik lisan tertulis maupun pengamatan langsung.
5. Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan
metode penelitian hukum normatif-empiris. Metode penelitian hukum
normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara
pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur
empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi
ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dalam
penelitian jenis ini terdapat tiga kategori yakni:
- Non judicial Case Study
Merupakan pendekatan studi kasus hukum yang tanpa konflik
sehingga tidak ada campur tangan dengan pengadilan.
- Judicial Case Study
Pendekatan judicial case study ini merupakan pendekatan studi
kasus hukum karena konflik sehingga akan melibatkan campur tangan
27
dengan pengadilan untuk memberikan keputusan penyelesaian
(yurisprudensi)
- Live Case Study
Pendekatan live case study merupakan pendekatan pada suatu
peristiwa hukum yang prosesnya masih berlangsung atau belum berakhir..
G. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Pemikiran
F. Metoda Penelitian dan Lokasi Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG KESATUAN BRIMOBDA
DAN PROGRAM REGENERASI
A. BRIMOB
1. Sejarah Berdiri Kesatuan Brimob
2. Tugas Pokok dan Fungsi Brimob
3. Wilayah Kewenangan Brimob
4. Kebutuhan yang Mengatur
B. Program Regenerasi
1. Pengertian Regenerasi
2. Maksud dan Tujuan Regenerasi
3. Macam-macam Regenerasi
4. Kebutuhan yang Mengatur
C. Program Regenerasi di Kesatuan Brimob Jawa Barat
1. Program Regenerasi
2. Tujuan dari Program Regenerasi
3. Kebijakan Program Regenerasi
28
BAB IV. ANALISIS
A. Program Regenerasi di Satuan Brimobda Jawa Barat
B. Hambatan
C. Upaya Mengatasi Hambatan
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Abdul, Aziz H. 2011. Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia.
Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.
Achmad Fauzi, Soetomo, dkk. 1989. Pancasila di Tinjau dari Segi Sejarah, Segi
Yurudis Konstitusional dan Segi Filosofis. Malang : Lembaga Penerbitan
Universtas Brawijaya.
Azra, Azyumardi dan Hidayat K. 2008. Pendidikan Kewargaan (Civic
Education), Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Darji Darmodiharjo, Nyoman Dekker, dkk. 1991. Santiaji Pancasila. Surabaya :
Usaha Nasional.
Hasibuan Malayu. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara.
Jimly Asshiddiqie. 2003. Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran
Kekuasaan Dalam UUD 1945. Jakarta : Buana Ilmu.
--------------------. 2006. Kedudukan Konstitutional Kepolisian Dalam Tata-
Pemerintahan Negara. Jakarta : Buana Ilmu.
--------------------. 2007. Gagasan Negara Hukum Indonesia. Jakarta. : Buana
Ilmu.
Kamal Izat. 2008. Pembinaan Perilaku Anggota Brimob. Depok : Universitas
Indonesia.
Kailani M.S. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Pen. Paradigma.
Manan dan Bagir. 2003. Lembaga Kepresidenan. Jakarta : FH UII Press.
Muradi. Quo Vadis Brimob Polri. 2009. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Wahjono P. 1989. Pembangunan Hukum di Indonesia. Jakarta : Ind-Hill Co.
Prasetyo Teguh dan Barkatullah Halim A. 2012. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum.
Jakarta : Rajawali Pers.
Saldi Isra. 2010. Pergeseran Fungsi Legislati. Jakarta : Rajawali Pers.
Siagian dan Sondang P. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi
Aksara.
30
Soedjati, Djiwantono, J. 1955. Setengah Abad Negara Pancasila. Jakarta : Centre
for Strategic and International Studies (CSIS).
The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata
pengantar oleh Trevor J. Saunders.
Sumber Undang-undang :
Komjen (Purn) Imam Sujarwo. 2014. Perkembangan Organisasi Brimob dari
Masa ke Masa. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
Korps Brimob Polri.
Mabes Polri. 1983. Keputusan Kapolri No. Pol. Kep/552/XI/1983. Tentang
Likuidasi Satuan Brimob dan Redislokasi Kompi-kompi BS Brimob.
Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian
Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003. Tentang Pemberhentian Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Korps Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia
No. 1 Tahun 2011 tentang Hubungan Tata Cara Kerja di Lingkungan
Korps Brigade Mobil Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor. 16 Tahun 2012.
Tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sumber Jurnal dan Majalah :
Arief Sidharta. 2004. Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum. Jurnal Hukum.
“Rule of Law”. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Jakarta.
Ruyatnasih dkk. 2012. Pengaruh Rekruitmen Sumber Daya Manusia Terhadap
Penempatan Karyawan Kerja Tetap Pada Pt Bina San Prima Karawang.
Jurnal Manajemen Vol. 09. No.2.
Rarung N dkk. 1983. Pengaruh Mutasi Pegawai Dan Pelaksanaan Penilaian
Prestasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai. Jurnal EMBA. Vol. 3.
No. 4. Manado.
Kurnisar. 2012. Pancasila Sumber Hukum dari Segala Sumber Hukum di
Indonesia. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial. Vol 11. No. 3. Palembang.
Ridwan Nurkholis M. .Teror Proyek Menyudutkan Umat Islam. Sabili 16
31
November 2006.
Sumber digital :
Anonim. 2015. Pembangunan Postur Sumber Daya Manusia Sat Brimob Polda X
Yang Paripurna Guna Akselerasi Pelayanan Prima Dalam Rangka
Stabilitas Kamtibmas. http://nkp.seleksipolri.com/wp-
content/uploads/2015/09/NKP-BRIMOB.pdf. Diakses pada Tanggal 12
Juli 2016.
Muradi. 2016. Rakernis Korps Brimob Polri T.A. Peran Brimob Polri Dalam
Pengamanan Pemilu 2014. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2016/05/03-peran-brimob-polri.pdf. Diakses pada
Tanggal 11 Juli 2016.
Praya Dira. 2015. Makna Indonesia Sebagai Negara Hukum.
http://dokumen.tips/documents/makna-indonesia-sebagai-negara-
hukum.html. Diakses pada Tanggal 14 Agustus 2016.
Rayni Wulansuci S. 2011. Peran dan Fungi TNI dan Polri dalam
Pertahanan dan Keamanan Negara pada Massa Reformasi.
ib.ui.ac.id/file?file=digital/20273547-T29297-Peran%20dan.pdf. Diakses
pada tanggal 25 Agustus 2016
Wibisono S. 2015. Profesionalisme Dan Mentalitas Ideal Personil Polri Dalam
Menghadapi Tantangan Tugas.
http://sonnywibisono66.blogspot.com/2015/03/profesionalisme-dan-
mentalitas-ideal.html. Diakses pada Tanggal 11 Juli 2016.