23
Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner Pendidikan Guru Sekolah Dasar Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan STKIP Hamzanwadi Pancor Rifqi dan Intan Cahya Mentari 3/13/2014

Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

  • Upload
    rifqi-8

  • View
    2.513

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

STKIP Hamzanwadi Pancor

Rifqi dan Intan Cahya Mentari

3/13/2014

Page 2: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

PEMBAHASANTEORI EVOLUSIONER dan PSIKOLOGI EVOLUSIONER

A. Teori Darwin dan Psikologi Evolusioner

a. Seleksi Alam

Seleksi alam atau biasa disebut dengan natural selection adalah karya dari Darwin.

Sebenarnya para ahli biologi sudah sejak lama memikirkan tentang perubahan dalam struktur

biologis, namun Darwin lah yang mempopulerkan konsep seleksi alam ini.

Konsep seleksi alam dalam relevansinya dengan psikologi evolusioner akan dijelaskan dibawah

ini :

a. Variabititas, variabilitas disini ditekankan pada aktivitas visual, kekuatan fisik dan dalam

kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individulah yang menjadi unsur pokok dalam

terjadinya variabilitas ini.

b. Hanya beberapa perbedaan individu yang dapat diwariskan artinya bahwa hanya

beberapa sifat atau perbedaan yang dapat diturunkan dari orangtua ke anaknya dan

seterusnya. Variasi yang disebabkan oleh mutasi genetik atau oleh kejadian lingkungan

yang tidak menguntungkan, tidak akan di turunkan ke keturunan berikutnya. Demikian

pula variasi dalam perilaku dalam perilaku belajar, entah itu menguntungkan atau tidak

akan diteruskan ke generasi berikutnya melalui belajar, tetapi tidak diwarisakan.

Interaksi antar individu dengan tuntutan lingkungan tempat tinggal akan memungkinkan

terjadinya seleksi alam.

b. Adaptasi

Adaptasi diartikan sebagai cara bagaimana individu mengatasi tekanan lingkungan

sekitarnya untuk bertahan hidup. Individu yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup,

sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau kelangkaan jenis.

Pada dasarnya adaptasi adalah cara untuk mempertahankan keberadaan. Dilihat dari latar

belakang perkembangannya, pada mulanya adaptasi diartikan sama dengan penyesuaian diri.

Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik,

fisiologis atau biologis. Misalnya seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah

dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Dengan demikian,

Page 3: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

dilihat dari dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartiakan sebagai usaha

mempertahankan diri secara fisik.

B.   Teori Belajar Bolles

Robert C. Bolles lahir di Sacramento, California, pada 1928. Dia bekerja di U.S. Naval

Radiological Defence Laboratory di dekat Fransisco, California. Bolles bergabung dengan

Garcia dalam program studi psikologi di Berkeley dimana keduanya belajar dibawah bimbingan

Tolman. Pada masa ini Lewis Petrinovich melakukan eksperimen awal yang menimbulkan minta

Bolles pada teori belajar evolusioner (Bolles & Petrinovich, 1954; Petrinovich & Bolles, 1954).

Pada 1964 dia ke University Washington dan mengajar di sana sampai dia meninggal pada 8

April 1994 karena serangan jantung. Sepanjang kariernya Bolles menulis lebih dari 160 artikel

riset dan tiga buku teks yang berpengaruh, termasuk teks tentang teori belajar. Dia bekerja

sebagai editor Animal Learning and Behavior tahun 1981 sampai 1984.

  Konsep Teoritis Utama

1.       Expekstasi

Menurut Bolles, belajar melibatkan pengembangan expectancies

(ekspektasi,pengharapan). Yakni, organisme belajar satu jenis kejadian yang mendahului

kejadian lainnya.

      Pengkondisian klasik sebagai ekspektasi yang dipelajari yang ketika diberi satu stimulus

(CS) akan menimbulkan stimulus lain (US). Dalam kehidupan sehari-hari, melihat kilat dan

berharap ada suara petir adalah contoh dari jenis ekspektasi stimulus-stimulus atau S-S ini.

      Pengkondisian operan dan Instrumental melibatkan pengembangan ekspektasi respons-

stimulus atau R-S (Bolles, 1972). Misalnya seekor tikus belajar mengharapkan bahwa jika ia

menekan tuas dalam kotak, maka akan muncul makanan. Dalam kehidupan sehari-hari, berharap

mendengar suara bel ketika tombol bel di pintu ditekan adalah contoh dari ekspektasi R-S.

2.      Predisposisi Bawaan

Penekanan Bolles pada ekspektasi menunjukkan pengaruh dari Tolman. Akan tetapi, ada

perbedaan penting antara kedua teoritisi itu. Tolman berkosentrasi pada ekspektasi S-S dan R-S

yang dipelajari, sedangkan Bolles menekankan pada ekspektasi S-S dan R-S bawaan ( innate)

dalam analisisnya terhadap perilaku, dan penekanan pada S-S dan R-S bawaan inilah yang

menempatkannnya segolongan denga psikolog lain yang tertarik pada penjelasan perilaku dari

Page 4: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

prespektif evolusi. Contoh dari dari hubungan S-S bawaan adalah ketika bayi menunjukkan

ketakutan akan suara yang keras, mengisyaratkan bayi tersebut memperkirakan peristiwa yang

berbahaya untuk diikuti. Ekspektasi R-S bawaan dicontohkan oleh perilaku stereotip yang

banyak dilakukan spesies saat menghadapi makanan, minuman, bahaya, dan objek atau kejadian

biologis yang signifikan lainnya.

Menurut Dojman (1997), cacat dalam teori belajar tradisional, seperti teori Thorndike,

Watson, Skinner, Hull, adalah asumsinya yang dikenal sebagai empirical principle of

equipotentiality (prinsip ekuipotensialitas empiris) (jangan tertukar dengan hukum

ekuipotensialitas-nya Karl Lashley). Prinsip ekuipotensialitas empiris ini menyatakan bahwa

hukum belajar “berlaku secara ekual untuk setiap tipe stimulus dan setiap tipe respons”. Jadi,

prinsip eekuipotensialitas empiris menyebabkan menyebabkan periset mempelajari belajar dalam

satu spesies tertentu tanpa mempertimbangkan sejarah evolusi dari spesies itu. Selain itu, ketika

anggota spesies tidak belajar melakukan suatu respons dalam kondisi yang ditentukan, hasil yang

mengecewakan akan dinisbahkan ke disfungsi peralatan atau kesalahan eksperimenter, atau

dianggap sebagai “gangguan” yang tidak bisa dijelaskan.

3.       Motivasi Membatasi Fleksibilitas Respons

Beberapa teoritis telah meminimalkan atau menolak peran motivasi dalam proses belajar

(misalnya, Guthrie dan Tolman). Teoritisi lainnya (misalnya, Hull) mementingkan motivasi

organisme. Menurutnya, motivasi dan belajar tidak bisa dipisahkam. Namun, dalam pandangan

Bolles, seseorang harus tau baik itu keadaan motivasional itu. Menurut Bolles (1979, 1988),

organisme mungkin fleksibel dalam hal ekspektasi S-S, ekspektasi R-S mungkin lebih terbatas

sebab motivasi menghasilkan bias respon. Artinya, hewan akan kesulitan mempelajari perilaku

yang berkonflik dengan perilaku yang terjadi secara alami dalam situasi tersebut. Misalnya,

organisme tidak akan belajar perilaku yang berhubungan dengan tindakan membebaskan diri

guna mendapatkan makanan, atau tidak akan belajar perilaku tertentu untuk bisa bebas dari

stimulus yang menyakitkan atau berbahaya.

4.     Argumen Tempat

Bolles (1988) mengatakan bahwa pemahaman atas belajar harus diiringi dengan pemahaman atas

sejarah evolusi organisme. Dia mengatakan bahwa, hewan punya kewajiban, dorongan, untuk

belajar dan untuk tidak belajar, tergantung pada tempat mereka berada dan bagaimana

menyesuaikan diri dengan keseluruhaan skema. Kita dapat memperkirakan beberapa jenis

Page 5: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

pengalaman akan direfleksikan dalam belajar, dan sebagian lainnya tidak... tugas belajar yang

melanggar komitmen biologis terhadap tempatnya dapat diperkirakan akan menghasilkan

perilaku anomali. Sebuah tugas belajar yang menguatkan predisposisi hewan untuk berperilaku

dengan cara tertentu akan lebih besar kemungkinannya untuk sukses. Ini adalah argumen tempat.

C. Batas BiologisRobert C. Bolles

  Batas Biologis dari Belajar

Kita telah melihat bahwa teori Bolles dibangun berdasarkan ide bahwa predisposisi

bawaan akan membatasi asosiasi yang bisa dipelajari organisme dan respon yang akan diberikan

organisme dalam situasi spesifik. Ide ini didukung oleh Seligman (1970) yang berpendapat

bahwa beberapa spesies belajar asosiasi dengan lebih mudah dibanding spesies lainnya sebab

mereka secara biologis sudah lebih siap untuk melakukannya. Jadi tempat asosiasi pada

preparedness continuum (kontinum kesiapan) akan menentukan seberapa mudah asosiasi itu

akan dipelajari.

1. Pengkondisian Instrumental

Dalam eksperimennya Bolles`menggunakan satu kelompok tikus untuk menguji teorinya,

tikus-tikus itu dibuat kehausan dan kelaparan. Mereka diperkuat dengan air dan makanan

kemanapun mereka berbelok. Dalam studi ini tikus yang lapar yang mencari makanan

melakukan tugas dengan lebih cepat ketimbang tikus haus yang mencari air. Penjelasan evolusi

bisa menerangkan bahwa tikus berkembang sebagai hewan omnivora dan suka keluyuran, maka

mereka mungkin akan menyimpang dalam mewncari makanan di lokasi yang sama sedangkan

air adalah sumber yang lebih stabil. Dengan kata lain tikus siap untuk pergi ke tempat yang sama

untuk mencari air tetapi tidak mereka tidak siap untuk pergi ke tempat yang sama untuk

menemukan makanan.

Melarikan diri dan menghindar. Organisme mungkin menunjukkan tingkat fleksibilitas

respon dan eksplorasi dalam hal mendapatkan makanan dan minuman. Misalnya tikus lapar

mungkin menekan tuas, menelusuri jalur teka-teki, mengendus cangkir kecil dan sebagainya.

Bolles mengakui bahwa hewan melarikan diri dari predator harus bisa dilakukan dalam satu kali

tindakan agar ia bisa bertahan hidup.

Strategi tikus adalah menggunakan pola perilaku yang tepat untuk melindungi dirinya se4ndiri

yanmg disebut sebagai reaksi defensif spesifik-spesifik (SSDR).

Page 6: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

2. Pengkondisian Operan

Bolles,Reley,Cantor dan Duncan (1974) menunjukkan bahwa semua tikus akan belajar

mengantisipasi makanan jika ia disajikan pada jadwal penguatan interval tetap (F1) (sekali per

hari) namun mereka tidak siap untuk mempelajari setrum listrik yang menyakitkan jika setrum

itu terjadi pada jadwal F1 sama. Menurut Bolles tikus dapat dengan mudah lari maju mundur

untuk ,menghindari setrum tetapi mereka kesulitan menekan tuas untuk menghindari setrum.

3.   Autoshaping

Bolles (1979) menyatakan bahwa autoshaping melibatkan belajar S-S namun tidak terjadi

belajar rerspon baru. Dia menginterpretasikan perilaku mematuk itu sebagai respon bawaan

terhadap stimulus yang karena kontiguitas temporalnya dengan menyajikan makanan

mendapatkan properti yang terkait dengan makanan. Dalam eksperimen autoshaping pematukan

mereduksi tingkat penguatan namun pematukan kunci terus berlanjut. Evolusi tidak selalu

melahirkan kemajuan, adaptasi yang mungkin sukses di tempat tertentu (EEA) mungkin akan

bermasalah dalam lingkungan modern atau dalam laboratorium.

4. Pengkondisian Klasik

Di dalam riset Garcia mengidentifikasikan bahwa di dalam suatu spesies, asosiasi tertentu

akan lebih mudah dibentuk ketimbang asosiasi lainnya karena adanya sejarah evolusi spesies itu.

Karena itu para penulis berpendapat bahwa spesies akan bisa sangat adaptif jika (sebagian besar)

organisme dapat belajar menghindari berdasarkan aroma bukan berdasarkan bentuk,warna atau

struktur dari makanan atau minuman yang membuat mereka sakit. Seperti respon yang

dikondisikan lainnya aversi cita rasa yang dipelajari dapat mengalami pelenyapan (extinction).

Dengan kata lain jika aroma (CS) disajikan berkali-kali tanpa diikuti rasa sakit (UR) organisme

akan mendekati dan mengonsumsi substansi yang pernah dihindarinya.

5.   Behaviorisme Biologis

Karya yang lebih baru dari William Timberlake memperluas dan mengelaborasikan

argumen Bolles. Timberlake memuji tradisi behavioral atas perannya dalam membangun metobe

standar dan teknik pengukuran standart untuk meneliti belajar dan dia mengakui logika dari

percobaan yang terkontrol yang telah matang pada masanya behaviorisme. Tetapi seperti Bolles,

Timberlake berpendapat bahwa usaha untuk mengungkap prinsip belajar yang umum dan abstrak

cenderung mengabaikan perbedaan spesifik-spesifik dalam kesiapan belajarnya. Jadi jika kita

tidak memahami organisme dari prespektif bioevolusi fenomena seperti yang diamati dalam

Page 7: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

autoshaping atau “misbehavior” sering dianggap sebagai kesalahan dan membuat kita mungkin

menolak teori atau metode lain yang mungkin lebih berguna.

D.   Aplikasi Psikologi Evolusioner dalam Perilaku Manusia

Psikologi evolusioner telah di aplikasikan secara luas untuk memahami perilaku manusia.

Wilson menyajikan basis biologis dari perilaku sosial manusia. Dia berpendapat bahwa baik itu

pikiran manusia atau kultur manusia terus berkembang lantaran hal-hal tersebut membantu

kelangsungan hidup manusia. Peran psikologi dalam sintesis baru ini dikemukakan dalam akalah

Wilson yang disampaikan pada pertemuan nasional American Psicological Association di Boston

pada tahun 1999. Dalam pembahasan dibawah nanti kita akan membatasi diri pada pengaruh

persiapan belajar terhadap perkembangan fobia, seleksi pasangan, parenting, kekerasan keluarga,

“altruisme”, dan perilaku moral, serta perkembangan bahasa, tapi ada bidang lain dimana prinsip

evolusi telah diaplikasikan, seperti agresi dan perang; pemerkosaan, incest, dan bunuh diri;

penghindaran incest; dan agama.

1.   Perkembangan Fobia

Fobia pada manusia, yang berupa rasa takut berlebihan terhadap suatu stimuli seperti ular

atau laba-laba, sulit untuk dijelaskan dalam term pengkondisian klasik. Penjelasan evolusioner

tentang perkembangan fobia dibawah ini diberikan oleh Lumsden dan Wilson (1981) dan

penjelasan ini sesuai dengan konsep kesiapan Seligman:

Kesiapan belajar manusia paling jelas dimanifestasikan dalam kasus fobia, yang berupa

rasa takut yang disebabkan oleh kombinasi dari beberapa hal. Fobia memberikan respons yang

ekstrem. Fobia biasanya muncul dengan seutuhnya setelah ada satu penguatan negatif dan

biasanya sulit untuk dihilangkan. Yang menarik adalah fenomena yang menimbulkan reaksi ini

(ruang tertutup, ketinggian, badai, air deras, ular dan laba-laba) secara konsisten mengandung

beberapa bahayayang mengancam lingkungan manusia sedangkan pistol, pisau, mobil, stop

kontak listrik, dan peralatan teknologi lainnya yang berbahaya jarang menimbulkan fobia. Maka,

adalah masuk akal untuk menyimpulkan bahwa fobia dalah kasus ekstrem dari reaksi ketakutan

irasional yang menyebabkan rasa takut menjadi berlebihan. Seseorang terkadang lebih suka

menjauhi bukit ketimbang berjalan diatasnya.

Ohman dan Mineka (2001, 2003) mengatakan bahwa beberapa fobia diperoleh secara

cepat karena mereka dimediasi oleh proses belajar otomatis yang tak disadari. Untuk

Page 8: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

mengeksplorasi bagaimana belaja r tanpa sadar ini bekerja, Ohman dan rekannya menggunakan

prosedur yang dinamakan backward masking. Dalam prosedur ini , sebuah stimulus visual

ditampilkan sebentar, mungkin hanya 20 atau 30 milidetik. Stimulus ini di ikuti dengan tayangan

visual kedua. Penayangan visual kedua ini tampaknya mencampuri atau “menutupi” pemrosesan

visual secara sadar terhadap stimulus. Jadi, stimulus kedua ini adalah satu-satunya yang

dipersepsi secara sadar. Prosedur ini dapat digambarkan dalam diagram berikut:

Psikolog evolusioner juga mendiskusikan xenophobia atau rasa takut terhadap orang

asing. Fobia ini , kata mereka berasal dari tendensi primitif untuk mendikotomisasikan orang

sebagai anggota satu kelompok (klan, desa, atau suku) dengan orang diluar anggota kelompok.

Anggota dalam kelompok hidup sesuai dengan keyakinan dan aturan yang sama (misalnya

prinsip agama) dan umumnya dianggap sebagai kawan, sedangkan orang luar kelompok hidup

berdasarkan aturan dan prinsip berbeda dan dianggap sebagai setidaknya musuh potensial.

Dalam xenophobia seseorang mungkin melihat adanya kecenderungan natural kearah prasangka.

2. Seleksi Pasangan

Dari sudut pandang psikologi evolusioner pemilihan pasangan, banyak standar yang

ditransmisikan secara sosial sebenarnya adalah standar buatan. Banyak standar sosial sebenarnya

dengan daya tarik bisa berubah-ubah: misalnya, standar gaya rambut, riasan wajah, gaya pakaian,

dan bahkan bentuk tubuh, semuanya bisa berubah. Bagi psikolog evolusioner, harus ada kriteria

seleksi pasangan yang lebih mendasar ketimbang standar sosial untuk daya tarik fisik di dalam

satu kultur dan kriteria ini bersifat universal. Karenanya perspektif evolusioner menunjukkan

bahwa pasangan yang menarik akan memiliki karakteristik yang mungkin tidak ada

hubungannya dengan daya tarik fisik. Contoh karakteristik itu misalnya sifat pengasih dan

pengasuh, subur reproduksinya, pantas jadi pasangan dan orang tua, dan sebagainya..

Karakteristik paling penting yang diidentifikasikan oleh pria atau wanita adalah kebaikan

dan pemahaman, kemudian kecerdasan, yang semua faktor itu penting bagi kelangsungan hidup

kita, pasangan kita, dan keturunan kita. Walau ada kemiripan antara pria dan wanita namun ada

dua pengecualian. Lelaki cenderung meletakkan urutan “daya tarik fisik” di tingkat lebih tinggi

ketimbang wanita, dan wanita cendering meletakkan “kemampuan mencari nafkah yang baik”

lebih tinggi ketimbang lelaki. Penjelasan evolusi untuk perbedaan ini adalah bahwa perempuan

menghabiskan banyak sumber daya biologis untuk melahirkan dan mengasuh anak, dan karena

wanita, sampai saat ini, masih merupakan satu-satunya pihak yang bisa mengandung bayi. Jadi,

Page 9: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

wanita lebih menekankan pada kemampuan pria untuk melindungi dan memberi nafkah

keluarga. Sebaliknya, lelaki memberi penekanan lebih pada daya tarik fisik karena dianggap

sebagai prediktor kemampuan reproduksi wanita.

3.   Parenting

Walaupun peran spesifik orang tua dalam mendidik, mensosialisasikan, dan

mendisiplinkan anak akan dipengaruhi oleh kultur, mereka juga merefleksikan pengaruh

biologis. Bagi psikolog evolusioner, tugasnya adalah menjelaskan mengapa dua orang dewasa

mungkin menghabiskan sumber daya fisik dan biologisnya (dan melakukan kegiatan yang

berisiko) untuk orang lain (yakni si anak) yang jarang mengatakan “terimaksih” dan mungkin

tidak menyadar pentingnya tindakan pengorbanan orang tua selama bertahun-tahun.

Seleksi Kerabat, penjelasan evolusi tentang parenting dimulai dengan prinsip seleksi kerabat

Neo-Darwinian, yakni ide bahwa kesesuaian evolusioner membutuhkan kelangsungan bukan

hanya gen-gen kita, tetapi juga gen-gen dari individu yang memiliki hubungan dengan kita

(kecocokan inklusif). Hamilton’s Rule (kaidah Hamilton) menunjukkan hal ini berkaitan dengan

altruism (altruisme), yakni tindakan pengorbanan diri tanpa pamrih demi kebaikan pihak lain.

Secara spesifik kaidah itu mengatakan bahwa perilaku altruistik terjadi ketika rB > C dan:

B = Manfaat yang didapat oleh penerima tindakan altruistik

C = Biaya yang mesti di tanggung pelaku tindak altruistik

r = Proporsi gen yang sama-sama dimiliki oleh aktor dan resipian tindakan altruistik.

Dengan cara ini psikolog evolusioner memandang parenting bukan sebagai perilaku yang

dipelajari, tetapi sebagai tindakan yang dipengaruhi oleh prisip seleksi kerabat. Keturunan kita

akan banyak di untungkan karena mereka termasuk dalam orang yang paling mungkin

mendapatkan bantuan tanpa pamrih dari kita. Seperti dikatakan Krebs (1998), orang tua “sekedar

melakukan apa yang mereka harus lakukan untuk memperbanyak gen mereka sendiri.”

Perbedaan Jenis Kelamin. Barash (1979) menunjukkan bahwa parenting kebanyakan adalah

tugas perempuan: “ belum ada dalam sejarah manusia, baik dimasa lalu maupun kini, ada

perempuan yang tidak memiliki tanggung jawab utama untuk pengasuhan anak. Parenting adalah

pekerjaan yang berkaitan dengan jenis kelamin. Menurut psikolog evolusioner, ada dua alasan

utama mengapa wanita cenderung lebih terlibat dalam parenting ketimbang pria. Pertama, wanita

memiliki lebih banyak “investasi” pada anak ketimbang lelaki. Barash menjelaskan bahwa

“Telur di buahi oleh sperma, bukan sebaliknya. Dan yang hamil adalah wanita, bukan pria. Yang

Page 10: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

kedua, seperti dikemukakan Buss (1998): “tidak pernah wanita merasa ragu bahwa anak yang

dilahirkannya adalah anaknya sendiri. Sebaliknya, lelaki boleh jadi tidak yakin bahwa bayi itu

adalah hasil spermanya.”

Kekerasan keluarga, implikasi penting dari kaidah Hamilton dan seleksi kerabat secara umum

adalah perilaku kekerasan tidak mungkin diarahkan kepada orang-orang yang memiliki gen sama

dengan kita. Karenanya, kekerasan dalam keluarga, seharusnya jarang terjadi. Namun,

kenyataannya kekerasan dalam keluarga hampir terjadi setiap hari. Secara spesifik, seleksi

kerabat menguatkan perilaku kekerasan terhadap anggota keluarga yang tidak terkait secara

genetik. Misalnya dalam kompilasi data pembunuhan di Detroit, Daly dan Wilson menemukan

bahwa tindak pembunuhan yang dilakukan terhadap pasangan (kerabat yang tidak punya

hubungan genetik), atau individu lain yang bukan kerabat dekat, besarnya lebih banyak 20 kali

lipat ketimbang pembunuhan terhadap orang tua, anak, atau kerabat yang punya hubungan

genetik.

4. Altruisme dan Perilaku Moral

Jenis altruisme yang didikusikan di atas dinamakan kin altruism (altruisme kerabat) dan

kemunculannya ditentukan oleh Kaidah Hamilton. Psikolog evolusioner juga mendiskusikan

reciprocal altruism (altruime resiprokal), yakni tindakan membantu yang dilakukan oleh

individu yang tidak punya hubungan secara genetik dengan yang dibantu. Altruime resiprokal

didasarkan pada fakta bahwa manusia yang bekerja sama lebih mungkin untuk bertahan hidup

ketimbang mereka yang tidak mau bekerja sama (misalnya, dalam berburu atau berperang).

Altruisme resiprokal di dasarkan pada asumsi bahwa jika seseorang membantu anggota

komunitas , maka suatu saat nanti, anggota itu, atau anggota lain dari komunitas itu, akan

membalas dengan memberi pertolongan pula. Altruisme ini mengikuti pepatah : “Berbuatlah

kepada orang lain sebagaimana anda ingin orang lain berbuat kepada diri anda sendiri.”

5. Bahasa

Menurut psikolog evolusioner, belajar bahasa mungkin mengilustrasikan kesiapan

biologis dalamproses belajar manusia secara lebih dramatis ketimbang fenomena lain yang kita

diskusikan.

Pinker (1994) mengakui bahwa masih banyak yang harus dipelajari tentang evolusi bahasa,

perkembangan bahasa, dan peran otak manusia dalam fenomena ini, dia sangat mendukung

perspektif psikologi evolusioner:

Page 11: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

Setiap diskusi menunjukkan kompleksitas naluri bahasa yang adaptif. Bahasa banyak

terdiri banya: sintaksis, dengan kombinasi frasanya morfologi, sistem kombinasi kedua:

leksikon, vokal, kaidah fonologi dan struktur fonologi, persepsi ucapan, algoritma, algoritma

belajar. Bagian-bagian itu secara fisik diketahui sebagai sirkuit neural yang rumit. Sirkuit ini

mempunyai kemampuan penting, kemampuan untuk menyampaikan berbagai macam struktur

pemikiran dari kepala ke mulut.”

E. Pandangan Psikologi Evolusioner tentang Pendidikan

Psikologi evolusioner tidak memiliki implikasi untuk teknik pengajaran spesifik, tetapi

memiliki implikasi untuk kurikulum pendidikan secara umum. Psikolog evolusioner juga

percaya bahwa manusia secara biologis siap untuk belajar hal-hal yang dinilai positif oleh suatu

kultur. Misalnya, karena manusia cenderung bisa menguasai bahasa, maka sekolah harus

menekankan pada belajar bilingual di tahap awal pendidikan.

Psikolog evolusioner mengingatkan pendidikan untuk menghindari “nothing-butism”,

yakni asumsi bahwa perilaku ditentukan oleh gen atau oleh kultur saja. Menurut mereka,

perilaku manusia selalu merupakan fungsi dari keduanya. Realisasi ini mungkin secara khusus

penting ketika menghadapi problem perilaku seperti prasangka atau agresi.

F. Evaluasi Psikologi Evolusioner

Pada prinsipnya setiap teori yang dikemukakan oleh para ahli adalah benar dalam bingkai-

bingkai tertentu. Sementara implementasi yang dituntut saat ini adalah kemampuan pengajar dalam

menghargai pembelajar sebagai manusia yang bersifat individual dan sosial. Kaitannya dengan

analisis teori belajar evolusioner dapat dilihat pada tabel di bawah ini

No Teori Belajar Konsep Dasar Keunggulan Kelemahan

1 Evolusioner Perilaku manusia selalu merupakan fungsi dari gen dan dan kultur

-       Kecerdasan adalah sifat genitas yang dimili manusia

-       Dominasi kultural yang harus dihindari

-      Mengabaikan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang oleh satu individu yang dapat meningkatkan pemahaman objek yang diulangi.

-       Akselarasi kultur yang berimplikasi

Page 12: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

pada tingkat keragaman kultural

  Kontribusi

Psikologi evolusioner membedakan antara proximate explanations dengan ultimate

explanations tentang prilaku. Proximate explanations merujuk pada kondisi deprivasi, stimuli

lingkungan yang dapat diamati, kontingensi penguatan, dan sejarah belajar organisme. Ultimate

explanations menekankan pada ciri bawaan dan prilaku organisme yang dibentuk oleh seleksi

alami.

  Kritik

Mungkin kritik paling umum terhadap psikologi evolusioner, dan terhadap teori evolusi,

adalah klaim bahwa argumen evolusioner bersifat sirkular ( memutar). Artinya, pengkritik

mengatakan bahwa adaptasi yang sukses didefinisikan sebagai ciri bawaan fisik atau behavioral

yang menjaga seleksi alam ( dan karenanya direproduksi); karenanya, jika suatu perilaku eksis

dalam satu generasi, ia pasti dipilih dan karenanya akan menjadi adaptasi yang sukses.

Kritik kedua mangatakan bahwa penjelasan evolusi tentang perilaku mencakup doktrin

determinisme genetik. Yakni, jika kita adalah produk dari warisan genetik, maka kita mewarisi

gen yang serakah dan mementingkan diri sendiri.

Ketiga, pengkritik khawatir bahwa psikology evolusioner menyebabkan kembalinya

Darwinisme sosial, doktrin yang menjustifikasi nepotisme, rasisme, dan mungkin bahkan

pembiakan selektif.

Keempat, kritikus mengklaim bahwa predisposisi genetik tidak mencakup proses belajar

akibatnya pengkritik ini mengatakan bahwa jika suatu perilaku adalah hasil dari proses genetik,

maka perilaku itu tidak dipelajari. Situasi hanya memunculkan perilaku; jadi, semua perilaku

dideskripsikan sebagai gugusan respon yang tidak dikondisikan.

PENUTUP

Page 13: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

A. Kesimpulan

Menurut teori evolusioner perilaku manusia selalu merupakan fungsi dari gen dan dan kultur.

Teori evolusioner lebih menekankan pada sejarah evolusi proses belajar organisme. Paradigma ini

lebih berfokus pada cara di mana proses evolusi mempersiapkan organisme untuk beberapa jenis

belajar tetapi membuat jenis belajar lain menjadi sulit atau mustahil. Penerimaan teori evolusi oleh

komunitas ilmiah menandai pukulan telak terhadap ego manusia. Evolusi mengembalikan

kontiunitas antara manusia dan hewan lain yang telah diabaikan selama berabad-abad. Kehadiran

karya Darwin (1859-1958) On the Origin of Species by Means of Natural Selection, yang

mempopulerkan konsep natural selection (seleksi alam) sebagai dasar dari perubahan tersebut.

B. Saran

Agar proses belajar berlangsung secara sukses maka diperlukannya perilaku eksis sebagai

proses adaptasi. Kecerdasan bawaan yang diyakini dapat mempengaruhi dalam proses

pembelajaran dapat ditingkatkan melalui kultur yang ada dalam lingkungannya itu. Kami

harapkan dengan adanya pemahaman mengenai teori-teori pembelajaran ini, dapat

mempermudah para konselor atau guru BK dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

PSIKOLOGI BELAJAR

Page 14: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

TEORI EVOLUSIONER DAN PSIKOLOGI EVOLUSIONER

(TEORI C. BOLLES)

Dosen Pengampu : BQ. Shofa Ilhami, MA

OLEH :

KELOMPOK VI (6)

RIFQI

INTAN CAHYA MENTARI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

( STKIP HAMZANWADI SELONG )

2014

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Teori Evolusioner dan Psikologi Evolusioner dalam Psikologi Belajar

Hergenhahn, B.R., Olson M.H. (2008). Theory of Learning, Edisi ke-tujuh. Jakarta: Kencana