35
http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik- taktik-dan-model-pembelajaran Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran Tanggal: 03 Oktober 2008 oleh: Akhmad Sudrajat Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sumber belajar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pedagogi

Citation preview

Page 1: Sumber belajar

http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode,

Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran

Tanggal: 03 Oktober 2008

oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga

seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1)

pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik

pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan

istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah

tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap

proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang

sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari

metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,

pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang

berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan

pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi

pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat

unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran

(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat

yang memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif

untuk mencapai sasaran.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak

titik awal sampai dengan sasaran.

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)

untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil

perilaku dan pribadi peserta didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang

paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik

pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan

ukuran baku keberhasilan.

Page 2: Sumber belajar

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran

J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung

makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang

keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari

strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-

discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).

Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan

antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan

berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of

operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina

Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat

digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)

demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)

brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan

demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam

mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah

pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang

tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang

jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan

teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya

tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor

metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau

teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama

menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang

digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena

memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki

sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang

sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan

dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari

guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus

juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah

terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model

pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.

Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)

model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4)

Page 3: Sumber belajar

model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model

pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat

divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain

pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur

umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara

merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran

tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai

kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah

modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda

dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan

dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya,

maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah

ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,

seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam

mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan,

sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru

atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang

kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan)

sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah

dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta

konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru

pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang

khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya

akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin

memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

Page 4: Sumber belajar

Sumber:

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat

Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan

Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran

(http://smacepiring.wordpress.com/)

Page 5: Sumber belajar

Teori-Teori Belajar

Tanggal: 04 Oktober 2008

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari

aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori belajar,

yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif menurut Piaget; (C) teori pemrosesan

informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar gestalt.

<!--[if !supportLists]-->A. <!--[endif]-->Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi

fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme

tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.

Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi

kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

<!--[if !supportLists]-->1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar,

diantaranya:

<!--[if !supportLists]-->

1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,

maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak

memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang

terjadi antara Stimulus- Respons.

2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan

organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana

unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu.

3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan

semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang

atau tidak dilatih.

<!--[endif]--><!--[if !supportLists]--><!--[endif]--><!--[if !supportLists]--><!--[endif]--> <!--[if

!supportLists]-->2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov<!--[endif]-->

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum

belajar, diantaranya :

<!--[if !supportLists]-->

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua

macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai

reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang

sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Page 6: Sumber belajar

<!--[endif]--><!--[if !supportLists]--><!--[endif]--> <!--[if !supportLists]-->3. Operant Conditioning

menurut B.F. Skinner<!--[endif]-->

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung

merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

<!--[if !supportLists]-->

1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,

maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui

proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut

akan menurun bahkan musnah.

<!--[endif]--><!--[if !supportLists]--><!--[endif]--> Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa

yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama

terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,

melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya

adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun

tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

<!--[if !supportLists]-->4. Social Learning menurut Albert Bandura<!--[endif]-->

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar

yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan

penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata

refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil

interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar

menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi

melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih

memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang

individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini,

seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan

teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold

method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The

Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

<!--[if !supportLists]-->B. <!--[endif]-->Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan

untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan

individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1)

sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran

lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.

James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person

takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of

their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts

by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk

Page 7: Sumber belajar

melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya

dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan

kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

1. <!--[if !supportLists]-->Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa.

Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara

berfikir anak.

2. <!--[if !supportLists]-->Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi

lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan

lingkungan sebaik-baiknya.

3. <!--[if !supportLists]-->Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi

tidak asing.

4. <!--[if !supportLists]-->Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap

perkembangannya.

5. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang

untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

<!--[if !supportLists]-->C. <!--[endif]-->Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat

penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.

Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk

kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam

pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi

eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk

mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi

eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses

pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)

pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)

perlakuan dan (8) umpan balik.

D. <!--[endif]-->Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau

konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan

dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada

tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hubungan bentuk dan latar (figure and gound

relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu

figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan,

warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar

bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling

berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang

sebagai satu bentuk tertentu.

3. <!--[if !supportLists]-->Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan

cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

Page 8: Sumber belajar

4. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Arah bersama (common direction); bahwa unsur-

unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan

dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

5. <!--[if !supportLists]-->Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata

bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung

membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

6. <!--[if !supportLists]-->Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi

kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:

1. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari

dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam

bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku

dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain

sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna

dibanding dengan perilaku “Molecular”.

2. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah

membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan

geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral

merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-

olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan

suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

3. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal

atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan

obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,

virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain,

gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.

4. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pemberian makna terhadap suatu rangsangan

sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi

yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam

memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang

peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta

didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur

dalam suatu obyek atau peristiwa.

2. <!--[if !supportLists]-->Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);

kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam

proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif

sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah,

khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-

hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan

proses kehidupannya.

3. <!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa

perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-

respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses

pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin

Page 9: Sumber belajar

dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas

pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. <!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku

individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu,

materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi

lingkungan kehidupan peserta didik.

5. <!--[if !supportLists]-->Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam

situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar

terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi

tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan

yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas

dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).

Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok

dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam

memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat

membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang

diajarkannya.

Page 10: Sumber belajar

Teori-Teori Motivasi

Tanggal: 04 Oktober 2008

oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat

persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari

dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas

perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan

lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan

pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian

kinerja (prestasi) seseorang.

Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk

memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi

kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan

kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk

mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7)

tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8)

arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi,

antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori

Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua

Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan);

(8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

(disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo

Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow

(Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada

pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan

fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa

aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan

intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem

needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi

diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk

mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan

nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang

diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan

primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas

dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan

intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia

merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat

materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam

kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan

mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep

“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai

tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga

berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep

Page 11: Sumber belajar

tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan

berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan

tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan

pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin

mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang

diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan

manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang

pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman

serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia

digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu

ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang

akan datang;

b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari

pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.

c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi

dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah

memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi

pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan

Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for

Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan

kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan

kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau

pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik,

manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen

mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi.

Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak

lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri

umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan

moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka

sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan

umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang

berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan

huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R =

Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan

pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara

konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan

Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam

teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut

konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut

Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu

diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan

tampak bahwa :

Page 12: Sumber belajar

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk

memuaskannya;

b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila

kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;

c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar

keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena

menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang

dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin

dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi

Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu

faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi

yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud

dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang

berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan

seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan

seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan

pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain

status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan

seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para

penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem

imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan

dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah

yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan

kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang

diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang

diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

a. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau

b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal

sebagai pembanding, yaitu :

a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi

pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;

b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat

pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;

c. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta

melakukan kegiatan sejenis;

d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang

merupakan hak para pegawai

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan

petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan

timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul

berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi,

Page 13: Sumber belajar

sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat

kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan

perpindahan pegawai ke organisasi lain.

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme

motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya;

(c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan

rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang

penetapan tujuan

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu

teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat

suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa

tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang

sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang

bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang

menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang

bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya,

jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan

menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini

mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian

membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-

cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting

karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa

yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model

kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang

bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi

tersebut.

Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang

ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari

berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.

Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa

manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang

menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang

mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya

dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian

tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi

konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti,

akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar

menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya

diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran

dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan

kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat

pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.

Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap

Page 14: Sumber belajar

memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-

cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti

masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha

mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai

kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di

kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang

mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .

Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang

bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi

seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e)

keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan

sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja;

(d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Page 15: Sumber belajar

Membuat Jadwal Pelajaran dengan CEPAT

Tanggal: 20 November 2008

Membuat jadwal dalam sebuah sekolah adalah kegiatan rutinitas tahunan bahkan

mungkin per semester. Gampang gampang susah kalimat yang cocok untuk mewakili

pekerjaan yang satu ini, gampang kalau permintaan guru tidak banyak modelnya, tapi jadi

pekerjaan yang susah jika jumlah guru banyak, masing-masing minta jadwal jam kosong

yang harinya tertentu, biasanya sabtu hehehehe, ditambah lagi model team teaching dan

moving class, bisa-bisa gak bisa tidur nyenyak seminggu hehehehehe. Akan menjadi

lebih ringan bila diawali dengan perhitungan awal sebagai berikut:

Kegiatan penyusunan jadual pelajaran akan terasa mudah dan cepat apabila mengikuti

langkah-langkah sistematik penyusunan jadual pelajaran. Langkah-langkah penyusunan

jadual pelajaran dalam manajemen kurikulum adalah sebagai berikut:

1. penyusunan struktur program kurikulum masing-masing mata pelajaran ( jenis

mata pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam perminggu masing-masing maple

tiap jenjang kelas),

2. penyusunan pembagian tugas jam mengajar guru (berisi nama guru, jenis mata

pelajaran yang diajarkan, jumlah jam masing-masing mapel, dan kelas yang

diajar)

3. penentuan hari-hari atau jam-jam kosong masing-masing mata pelajaran dan guru

(misalnya; pelajaran Penjasorkes hanya jam ke 1 s.d 4, hari untuk kegiatan

MGMP, pembinaan, dan kegiatan sekolah lainnya),

4. penentuan jumlah jam pelajaran sekolah tiap hari atau tiap minggu (misalnya

senin s.d kamis: 8 jam pelajaran, jumat dan sabtu: 6 jam pelajaran; jadi jumlah

jam pelajaran sekolah perminggu adalah 44 jam pelajaran),

5. penentuan jumlah ruang mapel (khusus sekolah yang menyelenggarakan

moving class), jumlah ruang mapel adalah pembulatan ke atas (harus!) dari rasio

jumlah

jam pelajaran tiap mapel total dengan jumlah jam pelajaran sekolah perminggu,

yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

Rasio ruang mapel= juml jam mapel total per minggu dibagi jumlah jam

pelajaran sekolah perminggu

Hasilnya pembagian dibulatkan keatas, misal ketemu 2,23 butuh ruang 3

6. penentuan jumlah jam pelajaran tiap ruang mapel perminggu

Page 16: Sumber belajar

Untuk menentukan jumlah jam pelajaran dalam ruang tertentu harus merata, yaitu

tidak boleh melebihi jumlah jam mapel total perminggu dibagi jumlah ruang

mapel. Rumus menghitung jumlah jam pelajaran maksimum tiap ruang mapel

dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah JP maks tiap ruang mapel =jumlah jam mapel total perminggu

dibagi jumlah ruang mapel

7. mendistribusikan jam-jam guru mata pelajaran pada kelas, jam, dan hari-hari yang

telah direncanakan

Sekarang semua komponen sudah tersedia dan Bapak Ibu sekarang siap membuat

jadwalnya, boleh dengan cara manual ataupun dengan cara kompterisasi, Kalau Bapak

Ibu menginginkan yang cara cepa silahkan diklik disini

Jadwal Pelajaran Otomatis dengan Asc Timetables

Ditulis oleh animhadi di/pada 20 Nopember, 2008

(http://animhadi.wordpress.com/2008/11/20/jadwal-pelajaran-otomatis-dengan-asc-

timetables/)

Page 17: Sumber belajar

Landasan Bimbingan dan Konseling

Tanggal: 04 Oktober 2008

Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.

Abstrak :

Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan

memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu

dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2)

landasan psikologis; (3) landasan sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia,

selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek

pedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan

dalam praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu

memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam

melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.

Kata kunci : bimbingan dan konseling, landasan filosofis, landasan psikologis; landasan

sosial-budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

A. Pendahuluan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di

Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan

konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak

dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan

penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan

pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun

praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu

memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan

(klien). .

Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai

bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para

penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan

bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-

tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..

Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan

dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai

“polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan

dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan

penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain,

Page 18: Sumber belajar

penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun

di atas landasan yang seharusnya.

Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan

konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang

beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan

konseling.

B. Landasan Bimbingan dan Konseling

Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak

jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti

landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun

landasan pendidikan secara umum.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor

yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana

utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah

bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat

dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka

bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan

bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh

akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri

dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,

berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok

yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan

filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan

(ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing

landasan bimbingan dan konseling tersebut :

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman

khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling

yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan

filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari

jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk

menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan

dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat

modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para

penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph,

dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk

meningkatkan perkembangan dirinya.

Page 19: Sumber belajar

Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia

berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.

Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri

khususnya melalui pendidikan.

Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya

untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol

keburukan.

Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara

mendalam.

Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud

melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.

Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.

Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat

pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan

manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi

apa manusia itu.

Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,

manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk

melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling

diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor

dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya

sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

2. Landasan Psikologis

Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi

konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk

kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai

oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c)

perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.

a. Motif dan Motivasi

Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang

berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki

oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun

motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh

pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut

tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)

maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental

atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan

Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan

mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak

Page 20: Sumber belajar

lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti

struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian

tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan

untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana

individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada

individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan

rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan

sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu

yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang

memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara

optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang

kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi

bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu

Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu

yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya

meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial.

Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan,

diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan

kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual;

(3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang

perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori

dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan

sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu

semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek

perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan

individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan

lingkungan.

d. Belajar

Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar

untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan

mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan

mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk

menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu.

Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah

tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun

psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar,

Page 21: Sumber belajar

baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar

sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori

belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme;

(2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar

Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.

e. Kepribadian

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang

kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang

dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005)

menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari

studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian

yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi

dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang

unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian

kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)

mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat

behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,

ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara

pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat

dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh

keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon,

segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga

menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam

berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian

yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori

Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan

Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi

Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The

Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)

mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :

Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya

dalam memegang pendirian atau pendapat.

Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap

rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.

Page 22: Sumber belajar

Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari

lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.

Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau

perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau

melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.

Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan

orang lain.

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan

mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat

memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi

perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat

mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk

memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat

mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap

potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor

dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar

yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor

kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh

karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya

terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi

umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan

psikologi kepribadian.

3. Landasan Sosial-Budaya

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman

kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang

mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan

produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan

dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-

budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat

mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang

melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan

perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang

bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka

tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat

menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang

besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan

klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang

berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan

yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :

Page 23: Sumber belajar

(a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan

menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-

pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun

sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.

Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu

berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian

terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit

pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu

memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan

yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture

shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus

berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin

harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)

mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan

dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya

plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan

semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan

dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara

nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-

dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang

bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan

berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes,

inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku

teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah

menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan

secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa

disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek

bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi,

filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama.

Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan

pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun

prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain

dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk

penelitian.

Page 24: Sumber belajar

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis

komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam

bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak

memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling

pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan

teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien)

tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui

hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.

Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut

kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan

bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya

mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno,

2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu

mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik

berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan

penelitian.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno

(2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan

paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,

yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan

salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan

konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan

konseling.

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal

pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong

perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-

kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya

secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi)

serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk

membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya

(2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan

konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat

yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan

kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang

berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai

spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan

konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.

Page 25: Sumber belajar

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang

berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber

dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan

Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang

penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.

C. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas

landasan yang kokoh.

Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya

layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.

Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b) landasan

psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia,

dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling.

Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang

menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b)

pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian.

Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang

mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan

bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman

budaya.

Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan

konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.

Layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan

pada keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan

pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Sumber Bacaan :

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya

Remaja.

Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko

Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius

Page 26: Sumber belajar

Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek

Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti

Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York :

McMillan Publishing.

Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara),

Bandung : Refika

Gerungan 1964. Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori

Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill

Book Company

Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP

Bandung

.———-2006. Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis

Kompetensi (makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK

Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung :

P.T. Remaja Rosdakarya.

Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas

.———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta :

Rineka Cipta

.——–2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta

Sarlito Wirawan.2005. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo

Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta

Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.

Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT

Rosda Karya Remaja.

Page 27: Sumber belajar

Cara menggabungkan file RAR

Tanggal: 09 Oktober 2008

Bahan Ajar yang diupload di situs PSB dirancang untuk dapat mudah di download

yaitu dengan memecah file bahan ajar menjadi beberapa file (split). Berikut ini cara

untuk menggabungkan kembali file bahan ajar sehingga dapat dibuka,

Instalasi program kompresi yang dapat membaca ekstensi .rar, dalam hal ini

menggunakan WinRAR. Untuk mendapatkan program WinRAR terbaru silahkan kunjungi

URL: http://www.rarlab.com

Download seluruh bagian-bagian file terkompresi di situs PSB

Untuk menggabungkan filenya ikuti langkah berikut:

Page 28: Sumber belajar

Langkah No. 1, tempatkan semua hasil download pada satu folder

Langkah No. 2, klik dua kali bagian pertama file bahan ajar

Langkah No. 3, buka file bahan ajar yang dimaksud, setelah file terbuka save as bahan

ajar folder yang diinginkan.

Page 29: Sumber belajar

Cara mengaktifkan makro pada MS

PowerPoint

Tanggal: 22 September 2008

Beberapa bahan ajar yang terdapat di situs PSB, terutama yang berformat ppt,

menggunakan makro dalam penyusunan contoh soal. Bahan ajar yang

menggunakan makro tidak akan berjalan jika sistem sekuriti makro tidak diturunkan ke level

Medium atau Low. Berikut ini adalah langkah-langkah penurunan level sekuriti,

1. Untuk MS PowerPoint 2003:

Langkah No. 1, klik Menu

Langkah No. 2, pilih Macro

Langkah No. 3, lalu klik Security ...

Page 30: Sumber belajar

Langkah No. 4, klik Tab Security Level

Langkah No. 5, pilih level Medium atau Low, lalu klik OK.

Tutup Program MS PowerPoint 2003 lalu buka kembali, setelah itu buka file bahan ajar.

2. Untuk MS PowerPoint 2007:

Langkah No. 1, klik logo Microsoft Office

Langkah No. 2, lalu klik menu PowerPoint Options

Page 31: Sumber belajar

Langkah No. 3, klik menu Popular

Langkah No. 4, lalu centang Show Developer tab

in the Ribbon, lalu klik OK

Langkah No. 5, klik menu Developer

Langkah No. 6, lalu klik Macro Security

Page 32: Sumber belajar

Langkah No. 7, klik Macro Settings

Langkah No. 8, lalu pilih Enable all macros (not

recommended; potentially dangerous code can run), lalu klik OK.

Tutup Program MS PowerPoint 2007 lalu buka kembali, setelah itu buka file bahan ajar.

Penulis Artikel

Penulis:

Page 33: Sumber belajar

Credit Text di PowerPoint

Tanggal: 06 Agustus 2008

Credit Text adalah tulisan yang bergerak dari bawah ke atas berulang-

ulang. Mungkin kita sering melihat animasi teks tersebut pada suatu

halaman website yang menyampaikan pesan khusus dengan animasi

Credit Text. Halaman website tersebut biasanya menggunakan

pemrograman javascript atau animasi flash. Sebetulnya PowerPoint sudah

menyediakan efek animasi Credit. Animasi kredit pada PowerPoint akan menggerakkan objek

bergerak dari bawah ke atas juga. Tetapi animasi ini menembus batas slide. Pada artikel kali ini,

akan dibahas membuat efek Credit Text yang dibatasi pada area tertentu saja atau sebuah

frame.

Sediakan sebuah slide dan tambahkan objek Shape berupa Box dan RoundBox. Round Box

akan dijadikan sebagai frame pembatas pergerakan teks. Di dalam RoundBox tambahkan

TextBox dan isikan teks sebagai objek yang akan diberi efek animasi Credit.

Pilih objek TextBox dan tampilkan Custom Animations. Tambahkan efek animasi Entrance

"Peek In" dengan arah "From Bottom". Kecepatan animasi pilih "Very Slow", dan mulai

pergerakan animasi (start) pilih "With Previous".

Page 34: Sumber belajar

Tambahkan Efek Timing untuk menetukan perulangan dengan "Until end of slide".

Copy atau gandakan objek TextBox sehingga terbentuk objek TextBox kedua. Posisikan objek

TextBox kedua tepat sama dengan objek TextBox Pertama.

Pilih order animasi yang kedua dan ganti efek animasi dengan tombol [Change]. Tentukan efek

animasi Exit "Peek Out" dengan arah "To Top". Mulai pergerakan animasi (start) pilih "With

Previous".

Page 35: Sumber belajar

Tampikan slide dengan menekan [Shift][F5].