Upload
aliyudhih
View
1.198
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT PADA INSTANSI
PEMERINTAH YANG TELAH MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS:
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
TESIS
Ali Yudhi Hartanto
NPM 1206185053
FAKULTAS EKONOMI MAGISTER MANAJEMEN KONSENTRASI OPERASI
UNIVERSITAS INDONESIA JULI 2014
i Universitas Indonesia
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT PADA INSTANSI
PEMERINTAH YANG TELAH MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS:
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Manajemen
Ali Yudhi Hartanto NPM 1206185053
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
KEKHUSUSAN OPERASI UNIVERSITAS INDONESIA
JULI 2014
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Juli 2014
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama : Ali Yudhi Hartanto NPM : 1206185053 Program Studi : Magister Manajemen Judul Tesis : Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality
Management Pada Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bahan persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA ( )
Ketua Penguji : Dr. Setyo Hari Wijanto ( )
Anggota Penguji : Rizqiah Insanita, MM ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 11 Juli 2014
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat Iman, Islam
serta segala doa dimohonkan kepadaNya dan shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, cahaya di atas cahaya, manusia
teladan sepanjang zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan karya akhir
berjudul “Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada
Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan RI”.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak masa perkuliahan sampai pada
penyusunan tesis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada yang terhormat :
1. Bapak Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA selaku dosen pembimbing
penulisan karya akhir yang memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis dalam rangka menyelesaikan karya khir ini.
2. Bapak Dr. Setyo Hari Wijanto dan Ibu Rizqiah Insanita, MM selaku dosen
penguji yang telah memberikan masukan berharga bagi penulis terhadap
penulisan tesis ini.
3. Ibu Dr. Tengku Ezni Balqiah selaku selaku ketua program Magister
Manajemen Universitas Indonesia.
4. Seluruh dosen dan pegawai Program Magister Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia yang telah memberikan seluruh
dedikasinya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.
5. Bapak Drs. Djoko Triyono, Apt, MM dan Ibu M. Linda Sitanggang, Apt,
Ph.D serta Ibu Dra. Dewi Prawitasari, Apt, M.Si atas perkenannya
memberikan dukungan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.
6. Seluruh rekan-rekan di MM UI terutama kelas F-121 dan MO-121 dan
khususnya teman diskusi penyusunan tesis Azhar, Reiny, Ira, Iria, Utha
dan Crispina atas kebersamaan dan perjuangan selama perkuliahan.
v Universitas Indonesia
7. Keluarga terkasih, Farida Kurniawati, Alvina Lintang Dharmastuti dan
Aditya Iqbal Dharmapradana atas cinta dan kebahagiaan yang dimiliki
serta kesabaran menantikan penulis menyelesaikan pendidikan.
8. Rekan-rekan Inspektorat Badan POM, Inspektur, Auditor dan teman di
Sub Bagian Tata Usaha, Sdr. Nunik, Nina, Devi, Ibu Ana, Pak Agus, Pak
Joko, Dodi, Willy dan Abi atas bantuan dan pengertiannya untuk selalu
menyelesaikan dengan hasil sangat baik setiap penugasan kantor.
Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Mohon maaf atas segala kesalahan yang telah penulis
perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja selama menyelesaikan studi di
Magister Manajemen Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa manusia adalah tempat khilaf dan salah sehingga tidak
ada suatu ciptaan makhluk yang sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang
membangun bagi kesempurnaan karya akhir tetap diharapkan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 11 Juli 2014
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN HAK CIPTA KARYA ILMIAH SIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITA INDONESIA
Karya ilmiah ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang-Undang
Karya ilmiah yang berjudul :
Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada Instansi
Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan RI.
Dengan penulis Ali Yudhi Hartanto (Fakultas Ekonomi)
Yang diumumkan pertama kali kepada publik melalui sidang Tesis pada tanggal
23 Juni 2014 di Jakarta, merupakan karya ilmiah milik Ali Yudhi Hartanto
sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia yang Hak Ciptanya dilindungi
Undang-Undang.
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
Pasal 35 ayat (4) dan Penjelasannya bahwa
“Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta”
Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal itu berarti suatu
Ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi.
vii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Ali Yudhi Hartanto
NPM : 1206185053
Program Studi : Magister Manajemen
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
FAKTO-FAKTOR PENGHAMBAT PENERAPAN TOTAL QUALITY
MANAGEMENT PADA INSTANSI PEMERINTAH YANG TELAH
MENERAPKAN ISO 9001:2008 STUDI KASUS: BADAN PENGAWAS OBAT
DAN MAKANAN RI
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 11 Juli 2014
Yang menyatakan
(Ali Yudhi Hartanto)
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ali Yudhi Hartanto Program Studi : Magister Manajemen Judul : Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality
Management Pada Instansi Pemerintah Yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008 Studi Kasus: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Pembimbing : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai organisasi pelayanan publik telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008. Kemudian dirasakan bahwa ISO 9001:2008 lebih menitikberatkan pembuktian kepatuhan terhadap standar dan belum mengakomodasi kebutuhan Badan POM akan pemenuhan ekspektasi pelanggan serta peningkatan kinerja organisasi secara berkelanjutan. Oleh karenanya penerapan TQM, konsep manajemen kualitas yang lebih luas penting untuk dikembangkan. Meskipun disadari penerapannya di sektor publik memerlukan adaptasi dan modifikasi. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi TQM sebagai pengembangan dari penerapan ISO 9001:2008 serta mempertimbangkan strategy improvement yang dapat dilakukan. Penelitian mereplikasi model yang dikembangkan Ngai dan Cheng (1995), menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup dengan jawaban skala likert lima poin. Responden ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data dari 266 responden kemudian dilakukan uji reliabilitas, uji validitas, uji korelasi, dan uji regresi berganda dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 14. Penelitian mendapatkan hasil faktor hambatan dengan koefisien regresi infrastruktur -0,401, manajerial -0,338, dan organisasional -0,229 bersama-sama mempengaruhi penerapan TQM dengan koefisien korelasi majemuk sebesar 0,708 dengan R square senilai 0,501. Kenaikan nilai faktor hambatan akan diikuti penurunan nilai penerapan TQM. Sehingga model penelitian ini berhasil mengidentifikasi faktor penghambat penerapan TQM di Badan POM. Kata Kunci : Badan POM, Faktor Hambatan, TQM, ISO 9001:2008, SPSS v 14.
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ali Yudhi Hartanto Study Program : Magister of Manajement Title : Factors Barrier That Influences Implementation of Total
Quality Management In Government Agencies That Have Implemented ISO 9001:2008 Case Study: National Agency of Drug and Food Control In Indonesia.
Consellor : Ir. Muslim Efendi Harahap, MSIE, MBA The National Agency for Drug and Food Control (NADFC) as a public service organizations have obtained ISO 9001:2008 certification. And then felt that ISO 9001:2008 emphasizes adherence to proof of compliance with standards and not yet accommodate the needs to fulfillment of customer expectations and sustainable organizational performance improvement. Therefore the implementation of TQM, the concept of a broader quality management essential to develop. Although it was realized that the implementation in the public sector require adaptation and modification. The study aims to understand what factors that become barriers on implementing the concept of TQM and consider the improvement strategy to do. Research replicate the model developed by Ngai and Cheng (1995), using a questionnaire with closed-form questions with answers five-point Likert scale. Respondents determined using purposive sampling technique. Data from 266 respondents were then conducted a reliability test, validity test, correlation test, linearity test, and regression test using SPSS statistical software version 14. Obtain research results the infrastructure, managerial, and organizational barrier factors jointly affect the implementation of TQM with correlation coefficient of 0.708 with a compound R square of 0.501. Infrastruktur coefficiean regression -0,401, managerial -0,338, and organisational -0,229. The increase in the value of barriers factor would be followed by decrease in the value of the implementation of TQM. So that the model is able to identify barriers factor the implementation of TQM in the NADFC. Key Words : Badan POM, Barriers Factor, TQM, ISO 9001:2008, SPSS v 14.
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…...……………………... ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii KATA PENGANTAR……………………………………………………… iv HALAMAN PERNYATAAN HAK CIPTA KARYA ILMIAH……...…... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………... vii ABSTRAK………………………………………………………………….. viii DAFTAR ISI…………………………………...…………………………… x DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xiii DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xiv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xv I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 1 1.2 Identifikasi Masalah……………………………………………. 3 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………...…… 3 1.4 Pembatasan Masalah ………………………………...............… 4 1.5 Metodologi Penelitian………………………………………….. 4 1.5.1 Tempat Penelitian………………………………………. 4 1.5.2 Tahap-Tahap Penelitian ................................................... 5 1.5.3 Desain Penelitian……………………………………….. 5 1.5.4 Teknik sampling………………………………………... 5 1.5.5 Jenis Data …….………….....................………………... 6 1.5.6 Metode Pengumpulan Data……………………………... 6 1.5.7 Analisis Data……………………………………………. 6 1.6 Sistematika Penulisan 6
2 TINJAUAN PUSTAKA...…………………………………………… 8 2.1 Konsep Kualitas………………………………………………... 8 2.1.1 Pengertian Kualitas……………………………………... 8 2.1.2 Kualitas di Sektor Pelayanan Publik……………………. 9 2.2 Internasional Standard Organization seri (ISO) 9000………….. 11 2.2.1 Pengertian ISO 9001:2008……………………………… 11 2.2.2 Prinsip-prinsip Manajemen Kualitas Berdasarkan ISO
9001:2008……………………………………………….
13 2.2.3 Persyaratan Standar dari Sistem Manajemen Kualitas
ISO 9001:2008………………………………………….
15 2.2.4 Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO
9001:2008……………………………………………….
16 2.3 ISO 9000 dan TQM………………….........……………………. 18 2.4 Manajemen Kualitas Total (TQM)……………………………... 23 2.4.1 Definisi TQM…………………………………………… 23 2.4.2 TQM di Sektor Pelayanan Publik…………...………….. 26 2.4.3 Hambatan dalam Implementasi TQM………………….. 29
xi Universitas Indonesia
3 PROFIL BADAN POM……………………………………………... 34 3.1 Latar Belakang…………………………………………………. 34 3.2 Visi dan Misi…………………………………………………… 37 3.3 Gambaran Umum Tugas Pokok dan Fungsi…………………… 38 3.4 Struktur Organisasi ……………………………………………. 41 3.5 Budaya Organisasi..........……………………………………….. 41 3.6 Pernyataan Kebijakan Mutu……………………………………. 42 3.7 Ruang Lingkup ISO 9001:2008………………………………... 42 3.7.1 Lokasi ………………………………………………….. 42 3.7.2 Pelayanan……………………………………………….. 42 3.7.3 Proses…………………………………………………… 43 3.7.4 Standar………………………………………………….. 43
4 METODE PENELITIAN…………………………………………… 45 4.1 Tempat Penelitian………………………………………………. 45 4.2 Desain Penelitian……………………………………………….. 45 4.3 Definisi Operasional dan Hipotesis……………………………. 46 4.3.1 Faktor Penerapan TQM………………………………… 46 4.3.2 Faktor Budaya dan Pegawai……………………………. 47 4.3.3 Faktor Infrastruktur…………………………………….. 48 4.3.4 Faktor Managerial ……………………………………… 49 4.3.5 Faktor Organisasional…………………………………... 50 4.4 Pengumpulan Data……………………………………………... 51 4.4.1 Kuesioner……………………………………………….. 51 4.4.2 Teknik Sampling………………………………………... 52 4.4.3 Jumlah Data…………………………………………….. 53 4.4.4 Jenis data………………………………………………... 53 4.5 Metode Analisis Data…………………………………………... 54 4.5.1 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas………………………. 54 4.5.2 Korelasi…………………………………………………. 55 4.5.3 Regresi Berganda……………………………………….. 56
5 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN…………………………. 59 5.1 Pengolahan Data……………………………………………….. 59 5.2 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas………………………………. 60 5.2.1 Faktor Penerapan TQM………………………………… 60 5.2.2 Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai………………… 61 5.2.3 Faktor Hambatan Infrastruktur…………………………. 62 5.2.4 Faktor Hambatan Manajerial …………………………... 63 5.2.5 Faktor Hambatan Organisasional………………………. 63 5.3 Analisis Korelasi ………………………………………………. 64 5.3.1 Korelasi antara Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai
dengan Penerapan TQM………………………. 65
5.3.2 Korelasi antara Faktor Hambatan Infrastruktur dengan Penerapan TQM…………………………………………
65
5.3.3 Korelasi antara Faktor Hambatan Manajerial dengan Penerapan TQM…………………………………………
66
xii Universitas Indonesia
5.3.4 Korelasi antara Faktor Hambatan Organisasional dengan Penerapan TQM……………………………..........…...
66
5.4 Analisis Regresi………………………………………………… 66 5.4.1 Uji Multikolinearitas……………………………………. 66 5.4.2 Analisis Regresi Linier Pengaruh Faktor Hambatan
terhadap Penerapan TQM……………………………….
67 5.5 Pembahasan…………………………………………………….. 70
6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 75 6.1 Kesimpulan…………………………………………………….. 75
6.2 Saran …………………………………………………………… 76 DAFTAR PUSTAKA....…………………………………………………… 79
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian…………………………………….. 5
Gambar 2.1 Big Quality yang Dipengaruhi Konsep QCDSM………… 8
Gambar 2.2 Model Penerapan ISO 9001:2008………………………... 15
Gambar 3.1 Logo Badan POM............................................................... 34
Gambar 3.2 Pengawasan Post-Market Badan POM............................... 35
Gambar 3.3 Pengujian Sampel Obat dan Makanan................................ 39
Gambar 3.4 Sosialisasi Pengawasan Badan POM.................................. 40
Gambar 3.5 Struktur Organisasi Badan POM…………………………. 41
Gambar 3.6 Business Process Badan POM RI………………………... 43
Gambar 4.1 Penerapan TQM Pelayanan Publik………………………. 46
Gambar 4.2 Faktor Budaya dan Pegawai……………………………… 47
Gambar 4.3 Faktor Infrastruktur ……………………………………… 48
Gambar 4.4 Faktor Manajerial ………………………………………... 50
Gambar 4.5 Faktor Organisasional …………………………………… 51
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kesesuaian Faktor Hambatan dalam Penerapan TQM… 32
Tabel 5.1 Responden Rate………………………………………………... 59
Tabel 5.2 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Penerapan TQM di Pelayanan Publik………………………………..........
61
Tabel 5.3 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Budaya dan
Pegawai…………………………………………………...
61
Tabel 5.4 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Hambatan Infrastruktur……………………………………………….
62
Tabel 5.5 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Hambatan
Manajerial…………………………………………………
63
Tabel 5.6 Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Hambatan Organisasional…………………………………………….
64
Tabel 5.7 Korelasi antara Faktor Hambatan dengan Penerapan
TQM………………………………………………………
64
Tabel 5.8 Uji Multikolinearitas Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM………………………………………….................
67
Tabel 5.9 Hasil Anova Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM
…………………………………………………………….
68
Tabel 5.10 Model Summary Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM………………………………………………………
68
Tabel 5.11 Koefisien Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM…… 69
xv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengujian SPSS Faktor Penerapan TQM................................. 81
Lampiran 2 Pengujian SPSS Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai........
83
Lampiran 3 Pengujian SPSS Faktor Hambatan Infrastruktur.....................
84
Lampiran 4 Pengujian SPSS Faktor Hambatan Manajerial........................
86
Lampiran 5 Pengujian SPSS Faktor Hambatan Organisasional..................
87
Lampiran 6 Pengujian SPSS Korelasi.........................................................
88
Lampiran 7 Pengujian SPSS Regresi Linier................................................
89
Lampiran 8 Kuesioner……………………………………………………. 90
Lampiran 9 Rekapitulasi Hasil Kuesioner................................................... 92
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM) terbentuk
pada tanggal 31 Desember 2001 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2005.
Badan POM mempunyai visi menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang
inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.
Sejalan dengan visi tersebut, dan dalam upaya meningkatkan perlindungan
kesehatan masyarakat dari risiko produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi
syarat, palsu, substandar dan ilegal, Badan POM berupaya memperkuat sistem
pengawasan obat dan makanan yang komprehensif dan menyeluruh.
Pengawasan obat dan makanan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya pada
produk akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif dan sistematik, mulai dari kualitas bahan yang digunakan, cara-cara
produksi, distribusi, penyimpanan, sampai produk tersebut siap dikonsumsi oleh
masyarakat. Pada seluruh mata rantai tersebut, harus ada sistem yang memiliki
mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas produk sehingga secara dini dapat
dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk substandar,
kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Selain melaksanakan fungsi perlindungan kesehatan masyarakat, Badan POM
juga mendukung perkuatan ekonomi nasional melalui peningkatan pemenuhan
standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional bagi produk obat dan
makanan yang dihasilkan oleh industri obat dan makanan dalam negeri.
Bimbingan teknis bagi pelaku usaha bidang Obat dan Makanan merupakan
kontribusi yang diberikan Badan POM.
2
Universitas Indonesia
Disamping program pengawasan obat dan makanan, Badan POM juga
menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan
Makanan. Program ini merupakan kegiatan internal berupa kegiatan tata
hubungan kerja (tahubja), komunikasi, informasi, edukasi, penataan sumber daya
manusia aparatur, pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintahan, dan lain-lain.
Untuk mendukung konsistensi pelaksanaan kegiatan pengawasan obat dan
makanan, maka sejak tahun 2010 Badan POM telah mengajukan untuk
mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2008. Akhirnya, pada tahun 2011 Badan POM
memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008 yang diterbitkan oleh United Registrar of
System (URS) UK. Seluruh unit Badan POM baik di pusat maupun daerah telah
mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 ini.
Setelah penerapan ISO 9001:2008 selama 4 (empat) tahun ini, dirasakan bahwa
sertifikasi ISO 9001:2008 lebih menitikberatkan pada pembuktian kepatuhan
terhadap standar operasi baku (SOP) yang telah disusun. Penurunan nilai Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) yang dihasilkan dari survei internal selama 3 tahun
terakhir dan pemenuhan CAPA yang masih sebatas formalitas untuk memperbaiki
temuan hasil audit survailance dan audit internal merupakan inidikasi bahwa ISO
9001:2008 Badan POM belum sepenuhnya mengakomodasi pemenuhan
ekspektasi pelanggan dan peningkatan kinerja organisasi.
Lebih lanjut, studi Magd dan Curry (2003) menyimpulkan, apabila organisasi
hendak mempertahankan keunggulan kompetitifnya dan meningkatkan kualitas
dari sistem yang dibangun, maka direkomendasikan untuk menerapkan ISO 9000
sebagai dasar untuk mengembangkan TQM. Kedua sistem tersebut apabila
diimplementasikan akan membimbing organisasi mencapai keberhasilan dan
mendapatkan keunggulan kompetitif-nya. Kedua pendekatan sistem kualitas
tersebut saling melengkapi satu dengan lainnya.
Dalam penerapannya, ISO 9000 dapat diterapkan terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan untuk menciptakan stabilitas dan konsistensi dalam operasi perusahaan,
baru kemudian organisasi dapat menerapkan TQM yang dapat memacu motivasi
3
Universitas Indonesia
pegawai, operasi yang efektif dan mencapai keberhasilan kinerja organisasi
(Magd dan Curry, 2003 dan To, Lee dan Yu, 2011).
Pengembangan manajemen kualitas dari ISO 9001:2008 menuju TQM
membutuhkan usaha yang tidak sedikit. Proses adaptasi dan modifikasi diperlukan
agar TQM dapat diterapkan disektor pelayanan publik. Penelitian ini melakukan
adaptasi atas variabel yang mewakili penerapan TQM pada sektor pelayanan
publik. Penelitian ini menggunakan konsep penelitian Anderson et al (1995) dan
Rungtusanathan et al (1998) dalam Douglas (2004) dengan 7 (tujuh) variabel
berupa visionary leadership, internal and external cooperation, learning, process
management, continous improvement, employee fulfilment, dan customer
satisfaction.
Selanjutnya, faktor yang diduga berpotensi menghambat penerapan TQM terdiri
dari 4 (empat) model konstruksi yang disari dari 17 (tujuh belas) dan terdiri dari
faktor budaya dan pekerja, infratruktur, manajerial dan organisasional. Empat
model konstruksi dimaksud berupa hambatan budaya dan pegawai, hambatan
infrastruktur, hambatan manajerial dan hambatan organisasional sebagaimana
dikemukakan Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009).
1.2. Identifikasi Masalah
Permasalahan dirumuskan sebagai berikut: Sertifikasi ISO 9001:2008 lebih
menitikberatkan pada pembuktian kepatuhan terhadap standar dan belum
mengakomodasi kebutuhan Badan POM akan pemenuhan ekspektasi pelanggan
serta peningkatan kinerja organisasi secara berkelanjutan. Oleh karena itu
kebutuhan akan penerapan TQM sektor publik di Badan POM menjadi penting.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
§ Mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam implementasi TQM
sebagai pengembangan dari penerapan ISO 9001:2008.
§ Mempertimbangkan Strategy Improvement yang dapat dilakukan.
4
Universitas Indonesia
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya :
a. Dengan mengetahui faktor yang berpotensi menjadi penghambat penerapan
TQM, diharapkan Badan POM dapat menyusun langkah-langkah untuk
mengantisipasi, mengelola dan menyusun program untuk mengeliminasi
kegagalan penerapan TQM dan meningkatkan peluang keberhasilan
penerapan TQM.
b. Bagi organisasi pelayanan publik, dapat menjadi acuan informasi penerapan
TQM.
c. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai salah satu sumber informasi
yang dapat memperkaya dunia pustaka terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan TQM pada organisasi pelayanan publik.
1.4. Pembatasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian yang berjudul ”Prediksi
Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management pada Instansi
Pemerintah yang Telah Menerapkan ISO 9001:2008, Studi Kasus: Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI” dibatasi pada potensi faktor hambatan
penerapan TQM model konstrusi Ngai dan Cheng (1995) di Badan POM.
Penelitian dilaksanakan pada periode waktu bulan Maret sampai dengan Mei
tahun 2014.
1.5. Metodologi Penelitian
1.5.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (Kantor Pusat)
dengan satuan kerja yang terdiri dari satuan kerja Sekretariat Utama; Kedeputian
Pengawasan Produk Terapetik dan Napza; Kedeputian Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Kedeputian Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya; Pusat Penyidikan Obat dan Makanan;
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional; Pusat Informasi Obat dan Makanan;
Pusat Riset Obat dan Makanan dan Inspektorat Badan POM.
5
Universitas Indonesia
1.5.2. Tahap-Tahap Penelitian
Berikut adalah bagan yang menunjukkan alur penelitian yang akan dilakukan:
Gambar 1.1 Bagan Alir Penelitian
1.5.3. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus di
Kantor Badan POM. Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat dilakukan
prediksi faktor-faktor yang berpotensi menghambat penerapan TQM.
1.5.4. Teknik Sampling
Responden dipilih dalam pengumpulan data ditentukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Pemilihan dan penentuan sampel berdasarkan kriteria
dan tujuan tertentu.
6
Universitas Indonesia
1.5.5. Jenis Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui studi kasus.
Sedangkan pembahasan dilakukan dengan memanfaatkan data primer dan data
sekunder yang berupa data kuantitatif.
1.5.6. Metode Pengumpulan Data
Data Primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner. Pengumpulan data
menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun
sedemikian rupa sehingga responden hanya mengisi atau menandainya dengan
mudah dan cepat. Kuesioner didesain sedemikian rupa dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami, singkat dan jelas. Penggunaan
bahasa menghindari kalimat dan kata bermakna ganda, serta menghindari dari bias
kepentingan pribadi (Sudjana, 2002 dalam Wijaya, 2009).
Kuesioner didesain terdiri dari tiga bagian yaitu: pertama terkait dengan identitas
responden, kedua terkait dengan pertanyaan dan pernyataan yang berhubungan
dengan penerapan TQM di Badan POM dan ketiga berupa pertanyaan dan
pernyataan responden tentang faktor penghambat penerapan TQM.
Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah bentuk tertutup. Jawaban pertanyaan
telah disediakan dalam bentuk skala likert lima poin (1=sangat tidak setuju,
2=tidak setuju, 3=netral, 4=setuju, 5=sangat setuju).
1.5.7. Analisis Data
Data yang yang diperoleh kemudian diuji secara statistik dengan uji reliabilitas,
uji validitas, uji korelasi, dan uji regresi berganda. Pengolahan data dilaksanakan
dengan menggunakan bantuan software SPSS versi 14.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan di dalam karya akhir ini terdiri dari 5 bab, yaitu :
BAB 1 Pendahuluan
Bab ini memberikan ulasan yang berisi permasalahan yang akan di
7
Universitas Indonesia
bahas. Terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 Tinjauan Penelitian
Bab ini memberikan ulasan mengenai konsep kualitas, konsep
international standard organization (ISO) 9000, keterkaitan ISO
9001:2008 dengan manajemen kualitas total, konsep manajemen
kualitas total (TQM). Selanjutnya diuraikan juga penelitian-
penelitian terdahulu tentang permasalahan ini.
BAB 3 Profil Badan POM
Bab ini memberikan ulasan mengenai Badan POM. Memaparkan
dasar hukum terbentuknya Badan POM, tugas pokok dan fungsi
(TUPOKSI) organisasi, visi, misi, tujuan dan sasaran strategis,
budaya kerja dan sertifikasi ISO 9001:2008 di Badan POM.
BAB 4 Metode Penelitian
Bab ini memberikan ulasan tentang sumber data, populasi dan
sampel penelitian yang akan diambil. Membahas pula model
penelitian yang diterapkan, pengukuran variabel, dan metode
analisis data yang digunakan.
BAB 5 Analisis dan Pembahasan
Bab ini membahas analisis data yang diperoleh dari rekapitulasi
penilaian responden. Kemudian dibandingkan dengan teori faktor
yang menghambat penerapan TQM, sehingga diperoleh faktor-
faktor yang berpengaruh dan menghambat.
BAB 6 Kesimpulan dan Saran
Bab ini akan menyampaikan kesimpulan hasil penelitian dan saran
yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan, dalam hal ini Badan POM dan instansi pemerintah
pemberi layanan publik yang akan menerapkan TQM.
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kualitas
2.1.1. Pengertian Kualitas
Banyak definisi yang telah diungkapkan untuk menjabarkan arti dari
mutu/kualitas. Salah satunya adalah pengertian mutu dari pengaruh Jepang yaitu
mutu merupakan Big Quality yang dipengaruhi oleh konsep QCDSM dan
disajikan pada Gambar 2.1 (Ulya, 2004, p.9).
Keterangan: Q Quality/Kualitas : Yang meliputi kualitas produk/jasa/aktivitas/
pekerjaan sehari-hari. C Cost/Biaya : Yang meliputi kualitas harga dan biaya. D Delivery/Pengiriman : Yang meliputi kualitas tepat waktu, tempat dan
jumlah. S Safety/Keamanan : Yang meliputi kualitas keselamatan/kenyamanan. M Morale/Moral : Yang meliputi kualitas mental/moral karyawan.
Gambar 2.1. Big Quality yang Dipengaruhi Konsep QCDSM
Kualitas Kelas Dunia
Kualitas
Desain Produk
Pemenuhan
Servis/Jasa
BiayaBiaya Efektif
Harga Efektif
Pengiriman
Desain Produk
Pemenuhan
Servis/Jasa
KeamananBiaya Efektif
Harga Efektif
Moral Harga yang efektif
9
Universitas Indonesia
Sumber: Diolah kembali dari Ulya (2004, p.9)
Goetsh dan Davis (2000) menyatakan bahwa mutu merupakan konsep yang
mudah untuk divisualisasikan akan tetapi sulit untuk didefinisikan. Walaupun
tidak ada definisi tentang mutu yang bisa diterima secara universal, namun
berdasarkan kesamaan elemen antara definisi-definisi yang ada, maka mutu dapat
didefinisikan sebagai berikut:
“Quality is a dynamic associated with products, services, people, processes,
and environment that meets or exceeds expectations” (Ulya, 2004, p.10).
2.1.2. Kualitas di Sektor Pelayanan Publik
Parasuraman di dalam Kotler (2000) menyampaikan dimensi kualitas jasa terdiri
dari:
a. Reliability (Keandalan), merupakan kemampuan untuk melakukan pelayanan
sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
b. Responsiveness (Ketanggapan), merupakan kemauan untuk menolong
pelanggan dan kesediaan untuk melayani pelanggan dengan baik.
c. Assurance (Jaminan), merupakan pengetahuan, kesopanan dan kepercayaan
diri petugas serta sifat yang dapat dipercaya.
d. Emphaty (Empati), merupakan rasa peduli untuk memberikan perhatian
secara individual kepada pelanggan.
e. Tangible (Bukti langung), merupakan meliputi fasilitas fisik, perlengkapan
karyawan dan sarana komunikasi.
Namun, Caster (1995) dalam bukunya Quality in Public Services –
Managers’Choices mengemukakan pendapat bahwa kualitas dalam pelayanan
publik bukanlah hal yang mudah. Layanan jasa/servis tidak seperti barang
manufaktur, dimana definisi kualitas proses relatif mudah, yang melibatkan
transaksi individu dan mempunyai standar baku, sementara layanan jasa/servis
yang paling rutin sekalipun akan sangat berbeda. Sementara, kualitas dalam
pelayanan publik melekat pada layanan itu sendiri. Kritik terhadap pelayanan
publik di masa lalu yang terlalu menitikberatkan pada penanganan individu yang
menganggap seolah-olah pelayanan jasa/servis merupakan bagian mesin pada
sabuk ban berjalan.
10
Universitas Indonesia
Lebih lanjut, Caster (1995) menyampaikan layanan jasa/servis berbeda dengan
barang, dan pelayanan publik berbeda dari layanan jasa/servis yang disediakan
oleh swasta yang mengutamakan keuntungan dan pangsa pasar (dan akuntabilitas
kepada pemegang saham). Pelayanan publik tidak hanya berhubungan dengan
konsumen secara langsung, akan tetapi dengan seluruh masyarakat pengguna.
Definisi kualitas pelayanan publik harus memperhatikan perbedaan ini. Caster
(1995) mengemukakan 4 (empat) poin untuk membahas definisi kualitas pada
pelayanan publik berupa :
a. Dimensi kualitas dapat didefinisikan dalam tiga cara, dimensi technical (apa),
dimensi the-non technical (bagaimana) dan dimensi environmental (di mana).
Sebagian besar karakteristik kualitas dapat dianalisis dengan dimensi ini yang
berlaku untuk proses kualitas seluruh produksi layanan, dari input sampai ke
outcome.
b. Gagasan bahwa kualitas berkaitan erat dengan kepuasan menjadi sangat
penting, akan tetapi tetap memiliki keterbatasan. Pengakuan bahwa terdapat
kesenjangan antara harapan, persepsi atau pengalaman dengan kenyataan
telah membangun tiga dimensi kualitas, ditafsirkan dan, akhirnya,
dilaksanakan.
c. Untuk menjembatani kesenjangan (gap) dan sebagian sifat pelayanan publik,
terdapat kebutuhan untuk melaksanakan dialog dan negosiasi antara pihak-
pihak penyedia pelayanan publik dengan pelanggan dan masyarakat secara
luas. Hal ini memperlihatkan adanya ‘perdagangan’ antara karakteristik
kualitas, serta perbedaan antara standar kualitas yang ideal dan realistis.
Pengambilan keputusan pada organisasi pelayanan publik yang demokratis
dan partisipatif atas bagaimana kualitas layanan didefinisikan menjadi
memiliki legitimasi yang lebih besar serta memiliki kepemilikan dan
komitmen.
d. Meskipun tidak ada batasan tertentu antara kualitas layanan jasa/servis dan
karakteristik lain seperti keadilan, efisiensi atau biaya, sangat disarankan
bahwa faktor-faktor ini dipisahkan dari gagasan kualitas.
Hal ini untuk menghindari definisi kualitas menjadi sangat luas. Sebagian lagi
karena karakteristik tersebut dapat saling melengkapi dan saling tergantung,
11
Universitas Indonesia
atau berdiri sendiri tanpa tergantung satu dengan lainnya. Karakteristik yang
berbasis pada nilai yang berbeda akan menghasilkan kebijakan dan
membutuhkan tindakan program yang berbeda pula.
Eicher (2001) lebih lanjut mengatakan bahwa kualitas dalam organisasi pelayanan
publik harus mempertimbangkan sejumlah fitur khas. Setiap organisasi pelayanan
publik memiliki misi yang unik dan harus mendefinisikan kebutuhan yang
berbeda dari berbagai pemangku kepentingan termasuk pelanggan, pemerintah
pusat dan daerah, partai politik, dan organisasi lembaga swadaya masyarakat
(LSM). Namun, perbedaan ini tidak berarti bahwa esensi dari praktek manajemen
yang baik, seperti ISO 9001:2000, tidak bisa diterapkan pada sektor pelayanan
publik (To, Lee dan Yu, 2011).
Swiss dan James (1992) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan;
pertama dan yang terpenting adalah pelanggan adalah penentu akhir dari kualitas;
kedua, kualitas harus dibangun ke dalam produk awal dalam proses produksi
(hulu) bukannya ditambahkan pada di akhir (hilir); ketiga, mencegah variabilitas
adalah kunci untuk menghasilkan kualitas tinggi; keempat, kualitas dihasilkan dari
pegawai yang bekerja dalam sistem; kelima, kualitas membutuhkan perbaikan
terus-menerus dari input dan proses; keenam, peningkatan kualitas membutuhkan
partisipasi pegawai yang kuat; dan ketujuh, kualitas membutuhkan komitmen total
organisasi.
2.2. Internasional Standard Organization seri (ISO) 9000
2.2.1. Pengertian ISO 9001:2008
Standar ISO 9000 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1987 oleh organisasi
internasional untuk standardisasi, yang berbasis di Genewa, Swiss. ISO 9000
adalah bagian dari seri standar yang mendefinisikan prinsip-prinsip manajemen
mutu, mencantumkan persyaratan sertifikasi, dan memberikan pedoman tentang
bagaimana membangun sistem untuk mengelola prosedur, proses kualitas dan
produk atau jasa. ISO 9000 menyajikan dasar yang kuat untuk memastikan
kualitas produk dan jasa bagi pelanggan serta proses yang menciptakan mereka
12
Universitas Indonesia
(Najmi dan Kehoe, 2001; Heras et al., 2002 dan Abraham, 2000 dalam Magd dan
Curry, 2003; To, Lee dan Yu, 2011).
Standar ISO 9000 didasarkan pada konsep bahwa karakteristik minimum tertentu
dari sistem manajemen mutu yang digunakan sebagai standar, memberikan
keuntungan bagi pemasok dan pelanggan, dan fokus pada proses dari kualitas
produk. Tujuan dari standar ini adalah untuk memberikan sistem mutu yang
efektif mencerminkan praktek-praktek perusahaan untuk memproduksi barang dan
jasa yang sesuai dengan kebutuhan. Memfasilitasi perdagangan global dan
meningkatkan efektivitas dari organisasi serta meningkatkan kualitas pelayanan
umum, dari perspektif pelanggan eksternal dan internal (Van der Wiele et al.,
2000 dan Halis dan Oztas, 2001 dalam Magd dan Curry, 2003; To, Lee dan Yu,
2011).
Untuk dapat bertahan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, adopsi sistem
manajemen mutu berdasarkan pada model ISO 9001/2/3: 1994 yang bertujuan
untuk mencapai kepuasan pelanggan dengan mencegah ketidaksesuaian, tidak
cukup. Sebaliknya, sistem yang lebih proaktif, yang didorong oleh kepuasan
pelanggan, harus diperkenalkan. Oleh karena itu, Organisasi Internasional untuk
Standardisasi (ISO) menerbitkan seri baru standar ISO 9000 pada tanggal 15
Desember 2000 (ISO 2000) sebagai ISO 9000:2000 (Oztas dan Ulusay, 2000; Ho,
2001).
Dalam perjalanannya, seri standar ISO 9000 telah mengalami revisi sebanyak 3
(tiga) kali dalam dua dekade terakhir. Pertama pada tahun 1994, kemudian revisi
dengan perubahan besar pada tahun 2000 dan terakhir sekali dengan revisi minor
pada tahun 2008. Revisi kedua standar ISO 9000 diluncurkan pada akhir tahun
2000 dalam upaya untuk menyelaraskan semua standar dan menghapus bias
manufaktur dari ISO 9000:1994. ISO 9000:2000 didasarkan pada prinsip
manajemen delapan kualitas yang mencerminkan praktek manajemen terbaik (To,
Lee dan Yu, 2011; Cargill, 2001; Russell, 2000 dan Beckford, 2002 dalam Magd
dan Curry, 2003).
13
Universitas Indonesia
Standar yang direvisi telah dikembangkan menggunakan struktur-proses dengan
basis yang lebih sederhana dan terdiri dari 20 elemen ISO 9001:1994. Standar
revisi difokuskan pada tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya,
realisasi produk dan pengukuran, analisis dan perbaikan (Zuckerman, 2001;
McAdam dan Fulton, 2002 dalam Magd dan Curry, 2003).
ISO 9001: 2000 (dan 2008), dimaksudkan untuk lebih terlihat struktural dan
mudah digunakan dan memiliki karakteristik sebagai berikut. Pertama,
menekankan orientasi proses dan mengadopsi serta membangun dengan baik
pendekatan manajemen, yaitu berupa – plan – do – check – act – model, untuk
terus menerus meningkatkan kinerja sistem. Kedua, menitikberatkan pentingnya
delapan prinsip-prinsip manajemen mutu. Menggunakan empat blok dari
tanggung jawab manajemen, manajemen sumber daya, manajemen proses,
pengukuran, analisis dan perbaikan (To, Lee dan Yu, 2011; Ho, 2001 dalam Magd
dan Curry, 2003).
Mengenai efektivitas ISO 9001:2000, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
adopsi berhubungan secara positif dengan kinerja dalam organisasi yang diteliti.
Oleh karena itu, sebagian peneliti berpendapat bahwa hanya dengan mengadopsi
dan mempertahankan sertifikasi ISO 9001:2000/2008 saja tidak cukup. Organisasi
pelayanan publik harus mempertimbangkan ISO 9001:2000/2008 sebagai praktek
manajemen strategis yang dapat mencapai kinerja organisasi yang unggul.
Semakin banyak sumber daya dan komitmen organisasi publik yang ditujukan
untuk menerapkan prinsip-prinsip ISO 9001:2000/2008 maka kinerja yang lebih
baik dapat dicapai (To, Lee dan Yu, 2011).
2.2.2. Prinsip-prinsip Manajemen Kualitas Berdasarkan ISO 9001:2008
Gaspersz (2001) menjelaskan delapan prinsip manajemen kualitas dalam ISO
9001:2000 yang digunakan oleh manajemen sebagai suatu kerangka kerja
(framework) yang akan membawa organisasi menuju peningkatan kinerja.
Prinsip-prinsip ini diturunkan dari pengalaman kolektif dan pengetahuan dari para
ahli internasional yang berpartisipasi dalam komite teknik ISO/TC 176, yang
14
Universitas Indonesia
bertanggungjawab untuk mengembangkan dan mempertahankan standar-standar
ISO 9000.
Gaspersz (2001) menerangkan delapan prinsip manajemen kualitas yang
tercantum dalam ISO 9000:2000 dan dalam ISO 9004:2000 berupa:
• Prinsip pertama fokus pada pelanggan, organisasi tergantung pada pelanggan
mereka. Oleh karena itu manajemen harus memahami, memenuhi dan
melebihi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan sekarang dan akan datang.
• Prinsip kedua kepemimpinan, pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan
arah dari organisasi. Mereka harus menciptakan dan memelihara lingkungan
internal agar pegawai terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan organisasi.
• Prinsip ketiga keterlibatan pegawai, pegawai pada semua tingkatan
merupakan faktor yang sangat penting dari suatu organisasi dan keterlibatan
pegawai secara penuh akan memungkinkan kemampuannya digunakan untuk
manfaat organisasi.
• Prinsip keempat pendekatan proses, suatu hasil yang diinginkan akan tercapai
secara lebih efisien apabila aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan
dikelola sebagai suatu proses. Proses didefinisikan sebagai integrasi
sekuensial dari pegawai, material, metode, mesin dan peralatan dalam suatu
lingkungan guna menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. Suatu proses
mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah
langkah sekuensial yang terorganisasi.
• Prinsip kelima pendekatan sistem terhadap manajemen, pengidentifikasian,
pemahaman dan pengelolaan dari proses-proses yang saling berkaitan sebagai
suatu sistem akan memberikan kontribusi pada efektifitas dan efisiensi
organisasi dalam mencapai tujuannya.
• Prinsip ke enam peningkatan terus-menerus, peningkatan terus-menerus
didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus-menerus
meningkatkan efektifitas dan/atau efisiensi organisasi untuk memenuhi
kebijakan dan tujuan dari organisasi. Peningkatan terus-menerus
membutuhkan langkah-langkah konsolidasi yang progresif, menanggapi
15
Universitas Indonesia
perkembangan kebutuhan dan ekpektasi pelanggan dan akan menjamin suatu
evolusi dinamik dari sistem manajemen kulitas.
• Prinsip ketujuh pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan, keputusan
yang efektif adalah yang berdasarkan pada analisis data dan informasi untuk
menghilangkan akar penyebab masalah. Sehingga masalah-masalah kualitas
dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan manajemen
organisasi, seharusnya ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan
efektivitas implementasi sistem manajemen kualitas.
• Prinsip kedelapan hubungan pemasok yang saling menguntungkan, suatu
organisasi dan pemasoknya adalah saling tergantung saling menguntungkan
yang akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai
tambah.
2.2.3. Persyaratan Standar dari Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2008
Gambar 2.2. Model Penerapan ISO 9001:2008
Sumber: www.isosh.com
Gambar 2.2 diatas melukiskan konseptual persyaratan ISO 9001:2008 yang
bersifat umum dan kemudian dirinci dalam internasional standar sebagai “model
16
Universitas Indonesia
process”. Model ini merefleksikan integrasi dari 4 elemen utama yaitu klausul 5,
6, 7 dan 8.
2.2.4. Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2008
Jones et al (1997) dalam Magd dan Curry (2003) mengidentifikasi tiga alasan
untuk sertifikasi ISO:
a. Developmental (keinginan untuk memperbaiki proses internal perusahaan,
keinginan untuk meningkatkan kinerja kompetitif secara keseluruhan di
organisasi).
b. Non-developmental (kebutuhan pelanggan utama, keinginan untuk tidak
menjadi tertinggal dari proses tender atau pasar di masa yang akan datang,
realisasi bahwa hal tersebut semakin menjadi kebutuhan bisnis, pemasaran
dan alat publik relasi), dan
c. Alasan campuran (merupakan kombinasi dari alasan developmental dan non-
developmental).
Gaspersz (2001) juga mengemukakan beberapa manfaat yang telah diperoleh
perusahaan dengan menerapkan ISO 9001:2000 sebagai berikut:
• Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan kualitas
yang terorganisasi dan sistemik.
• Perusahaan yang telah tersertifikasi ISO 9001:2000 diizinkan untuk
mengiklankan pada media massa bahwa sistem manajemen kualitas dari
perusahaan itu telah diakui secara internasional. Hal ini berarti meningkatkan
citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global.
• Audit sistem manajemen kualitas dari perusahaan yang telah sertifikasi ISO
9001:2000 dilakukan secara periodik sehingga pelanggan tidak perlu
melakukan audit sistem kualitas. Hal ini menghemat biaya dan mengurangi
duplikasi audit sistem kualitas oleh pelanggan.
• Perusahaan yang telah memperoleh ISO 9001:2000 secara otomoatis terdaftar
di lembaga registrasi, sehingga apabila pelanggan potensial ingin mencari
pemasok yang memiliki sertifikat ISO 9001:2000 akan menghubungi
lembaga registrasi, maka hal itu berarti terbuka kesempatan pasar baru.
17
Universitas Indonesia
• Meningkatkan kualitas dan produktifitas dari manajemen melalui kerjasama
dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten, serta
pengurangan dan pencegahan pemborosan karena operasi internal menjadi
lebih baik.
• Meningkatkan kesadaran kualitas dalam perusahaan.
• Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh pegawai dan manajer
organisasi yang terdefinisi secara baik.
• Terjadi perubahan positif dalam hal kultur kualitas dari anggota organisasi,
karena manajemen dan pegawai terdorong untuk mempertahankan sertifikasi
ISO 9001: 2000.
To, Lee dan Yu (2011) menginformasikan bahwa Dr Lawrence Eicher - Sekretaris
Jenderal ISO - mengindikasikan empat faktor yang mendorong minat organisasi
dalam menerapkan ISO 9001:2000 di sektor publik:
a. Pengenalan terhadap tender yang kompetitif bagi kontrak pengadaan telah
dihasilkan dari layanan ini.
b. Bagi pelayanan publik, menjadi semakin dituntut dan semakin cerdas tentang
arti kualitas layanan.
c. Penekanan dalam manajemen sektor publik telah bergeser dari lembaga
tradisional yang menentukan prioritsnya sendiri dibandingkan dengan
pendekatan yang berfokus pada pelanggan, dan.
d. Pengembangan umum dari manajemen mutu di sektor manufaktur dan jasa
swasta berarti bahwa pelayanan yang disediakan sektor publik tidak bisa
menjauhkan diri dari gerakan kualitas.
Umumnya organisasi yang menerapkan standar ISO 9000, mencapai peningkatan
kualitas dan efisiensi, meningkatkan komunikasi, keunggulan kompetitif,
peningkatan pangsa pasar, mengurangi biaya dan prosedur saham yang lebih
tinggi (Najmi dan Kehoe, 2001 dalam Magd dan Curry, 2003). Namun, alasan
yang paling penting untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9000 adalah dari pihak
eksternal, yaitu, perusahaan mencoba untuk melakukannya baik karena tuntutan
dari mitra dan pemasok atau sebagai alat marketing (Rayner dan Porter, 1991;
Askey dan Dale, 1994; Vloeberghs dan Bellens, 1996; Ebrahimpour et al., 1997;
18
Universitas Indonesia
Brown et al., 1998; Anderson et al., 1999; Casadesus et al., 1999; Hughes et al.,
2000; Martinez Fuentes et al., 2000; Withers dan Ebrahimpour, 2000 dalam
Martinez -Lorente dan Martinez-Costa, 2004).
2.3. ISO 9000 dan TQM
Lee dan Palmer (1999) mengemukakan, TQM dan ISO 9000 merupakan
pendekatan kualitas yang paling lazim. Seri standar ISO 9000 merupakan sistem
formal untuk mengevaluasi kemampuan organisasi untuk secara konsisten
merancang, memproduksi dan memberikan produk dan layanan yang berkualitas.
Manajemen kualitas total (TQM) dipandang sebagai konsep yang relatif baru dan
cara bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka,
akan tetapi mungkin juga menjadi kunci untuk kelangsungan hidup dan mencapai
keunggulan kompetitif dalam lingkungan ketidakpastian yang dihadapi dunia
bisnis saat ini. Namun, terdapat beberapa pandangan dalam literatur mengenai
keduanya, ISO 9000 dan TQM dapat melengkapi atau bertentangan satu sama lain
(Magd dan Curry, 2003).
Beberapa peneliti menguji konsep ISO 9000 dan konsep TQM pada khususnya,
sementara yang lain melihat ISO 9000 sebagai ritual dari TQM yang tidak harus
dipisahkan. Dalam memeriksa ISO 9000 dan TQM, Laszlo (1996) menekankan
bahwa ISO 9000 dan TQM adalah pendekatan yang sama sekali berbeda.
Penerapan ISO 9000 diasosiasikan terkait dengan lini pegawai, sedangkan TQM
lebih berhubungan dengan manajemen puncak (Magd dan Curry, 2003).
Selain itu, fokus dari ISO 9000 adalah pada membuktikan kepatuhan terhadap
standar dan memperoleh sertifikasi, sedangkan TQM berfokus pada perbaikan
terus-menerus dan mencapai dan mempertahankan kepuasan pelanggan.
Selanjutnya, Yung (1997) mengklaim bahwa konsep TQM lebih luas dan lebih
dalam dari ISO 9000. TQM diidentifikasi digunakan internal organisasi dan
cenderung digunakan untuk melampaui kepuasan pelanggan, sedangkan ISO 9000
hanya untuk kebutuhan penilaian eksternal dalam rangka mencapai kepuasan
pelanggan. Untuk melanjutkan pemeriksaan yang efektif dari ISO 9000 dan TQM,
penting untuk membandingkan pendekatan proses/sistem penilaian ISO 9000;
19
Universitas Indonesia
panduan jaminan kualitas, pelatihan, dokumentasi, dan audit pendaftaran (Magd
dan Curry, 2003).
Dilain pihak, sejumlah peneliti mempercayai bahwa ISO 9001:2000 lebih dekat
dengan konsep TQM seperti Malcolm Baldrige atau penghargaan kualitas
nasional lainnya. Hal ini didukung dengan studi yang telah dilakukan Tamini dan
Sebastianelli (1998) yang meyakini bahwa ISO 9001:2008 mendekati konsep
TQM (Amar dan Zain, 2002).
Studi McNary (1997) menunjukkan bahwa beberapa komponen dari sistem seri
ISO 9000 bekerja bersama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan
konsistensi sebagaimana yang hendak dicapai dengan sertifikasi ISO-nya. Dan
studi Magd dan Curry (2003) menyimpulkan, bahwa apabila organisasi hendak
mempertahankan keunggulan kompetitifnya dan meningkatkan kualitas dari
sistem yang dibangun, maka direkomendasikan untuk menerapkan ISO 9000
sebagai dasar untuk mengembangkan TQM. Kedua sistem tersebut apabila
diimplemetasikan akan membimbing organisasi mencapai keberhasilan dan
mendapatkan keunggulan kompetitif-nya. Kedua pendekatan sistem kualitas
tersebut saling melengkapi satu dengan lainnya.
Terkait TQM, sistem Deming (1993) memberikan pengetahuan mendalam atas
peta baru teori yang oleh Wich digunakan untuk memahami dan mengoptimalkan
organisasi dimana kita bekerja, dan dengan demikian memberikan kontribusi ke
seluruh negeri. Sistem ini memiliki empat bidang yang memberikan pemahaman
yang saling terkait. Hal itu adalah pengetahuan tentang sistem, pengetahuan
tentang variasi, teori pengetahuan, dan pengetahuan tentang psikologi. Menurut
McNary (1997), berdasarkan uraian proses ISO 9000 dan sistem Deming, jelas
bahwa komponen proses ISO 9000 bekerja sama untuk saling mendukung untuk
mencapai keteguhan tujuan sertifikasi. Hal ini pada gilirannya memungkinkan
organisasi untuk mendapatkan pengetahuan tentang sistem, yang membentuk
dasar bagi sistem pengetahuan yang mendalam (Magd dan Curry, 2003).
Standar revisi ISO 9000 adalah satu langkah maju menuju TQM, kepuasan
pelanggan tidak hanya mencapai jaminan kualitas produk. Namun, McAdam dan
20
Universitas Indonesia
Jackson (2002), Lau et al (1999), McAdam dan McKeown (1999), Corigan (1994)
dan Henkoff (1993) menyimpulkan bahwa ISO 9000 dan TQM harus melengkapi
satu sama lain untuk mencapai tujuan dari organisasi (Magd dan Curry, 2003).
Arora (1996) menggambarkan ISO 9000 sebagai pilar dalam pendekatan
perusahaan untuk TQM karena elemen penting seperti pelatihan, pengendalian
proses statistik (SPQ) dan komitmen manajemen. Dia menambahkan bahwa ISO
9000 adalah bagian penting dari TQM.
Untuk mendukung klaim mereka, Lai (1996) menyebutkan bahwa TQM adalah
sebuah pendekatan untuk kualitas yang melampaui ISO 9000. Lai menambahkan
bahwa ISO 9000 dan TQM adalah juga alternatif yang berbeda satu sama lain, dan
tidak saling bertentangan. ISO 9000 membangun fondasi yang kuat untuk
lingkungan TQM, menekankan kebutuhan pelanggan, keterlibatan karyawan, dan
melakukan perbaikan terus menerus (Magd dan Curry, 2003).
McAdam dan McKeown (1999) menemukan mayoritas organisasi dalam
penelitian mereka berkembang dari ISO untuk TQM dan ISO dianggap menjadi
langkah penting menuju perjalanan TQM. Bahkan, perusahaan yang ingin tetap
kompetitif dan meningkatkan sistem mutu, merekomendasikan penggunaan ISO
9000 sebagai dasar untuk sistem yang jauh lebih luas dari TQM. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa ISO 9000 merupakan bagian penting dari
TQM, dan penerapan kedua pendekatan bersama-sama akan menyebabkan
keberhasilan organisasi dan keunggulan kompetitif. Jelas bahwa kedua
pendekatan cenderung saling melengkapi. Menurut Bohlen (2003), ISO 9000
dapat diimplementasikan pertama untuk menciptakan konsistensi stabilitas dalam
pekerjaan organisasi, kemudian dapat menerapkan TQM untuk meningkatkan
motivasi karyawan dan efisiensi operasional, dan mencapai keberhasilan
organisasi secara keseluruhan dan kinerja (Magd dan Curry, 2003).
Martinez-Lorente dan Martinez-Costa (2004) mengemukakan dalam penelitiannya
terdapat sekelompok kecil peneliti telah menyelesaikan efek gabungan dari TQM
dan ISO 9000 dan mereka setuju dalam menunjukkan bahwa implementasi TQM
mengarah ke hasil yang lebih baik dalam aspek-aspek dari sertifikasi ISO 9000
21
Universitas Indonesia
(Terziovski et al., 1997). Namun, salah satu manfaat yang timbul dari standar
adalah bahwa hal itu merupakan langkah pertama yang baik menuju sistem TQM,
menciptakan kesadaran tentang kualitas antara pekerja dan iklim yang baik untuk
menerapkannya (Taylor, 1995; Tummala dan Tang, 1996; Baena Lopez, 1998;
Skrabec, 1999; Sun, 2000; Escanciano et al., 2001).
Bahkan ada kelompok lain dari peneliti yang menegaskan bahwa sertifikasi ISO
9000 memiliki dampak yang lebih dari pada menerapkan sistem TQM (Brecka,
1994; Meegan dan Taylor, 1997; Huang et al., 1999; Hughes et al., 2000; Sun,
2000; Gotzamanis dan Tsiotras, 2002 dalam Martinez - Lorente dan Martinez –
Costa, 2004). Akhirnya Martinez - Lorente dan Martinez - Costa (2004)
berpendapat bahwa sertifikasi ISO 9000:1994 termasuk dalam elemen deskripsi
yang bisa setara dengan prinsip-prinsip TQM.
Kedua sistem memiliki elemen umum yang sama. Ini adalah alasan mengapa
banyak peneliti menganggap ISO 9000 sebagai langkah pertama menuju TQM
(Taylor, 1995; Tummala dan Tang, 1996; Baena Lopez, 1998; Skrabec , 1999;
Sun, 2000; Escanciano et al., 2001 dalam Martinez - Lorente dan Martinez –
Costa, 2004). Beberapa elemen umum yang dikemukakan oleh Martinez - Lorente
dan Martinez – Costa (2004) adalah:
a. Manajemen arus proses ISO 9000 pada dasarnya adalah daftar norma-norma
tentang bagaimana mengelola proses (Lee et al., 1999). Sebuah aplikasi yang
baik dari ISO 9000 dapat menyebabkan proses lebih terkontrol, meskipun
pengendalian proses statistik bukan merupakan prasyarat dari ISO.
b. Informasi dan pengumpulan data. Kedua model menyiratkan memperoleh
data tentang kualitas. Perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa ISO 9000
tidak memerlukan analisis data dan TQM hanya membutuhkan pengumpulan
data jika tujuannya menganalisis dan menggunakan hasilnya untuk
meningkatkan kualitas (Tummala dan Tang, 1996; Lee at al., 1999;
Gotzamanis dan Tsiotras, 2001).
c. Penggunaan alat statistik ISO 9000 mencakup persyaratan ini (klausul 4.20)
tetapi perusahaan mungkin mendapatkan sertifikasi tanpa menerapkan dan
alat statistik (Lee et al., 1999).
22
Universitas Indonesia
d. Dapat diterima bahwa sebuah perusahaan sertifikat ISO 9000 mungkin telah
menjadi bagian dari cara untuk mencapai TQM. Namun, itu hanya bagian
pertama dari perjalanan dan bukan akhir. Karena itu terdapat persyaratan
TQM yang ISO 9000 tidak dapat memenuhinya (Martinez - Lorente dan
Martinez - Costa, 2004).
e. Perbaikan berkelanjutan. Ini adalah salah satu pilar TQM (Deming, 1982).
ISO 9000 memperkenalkan perbaikan hanya melalui pencegahan dan koreksi
ketidaksesuaian. Ini adalah fokus pasif, bertentangan dengan TQM pro - aktif
(Lee et al., 1999; Scheuerman, 1999).
f. Fokus pelanggan. ISO 9000 hanya membutuhkan penerapan satu set prosedur
yang difokuskan pada pemenuhan desain spesifikasi. Pelanggan adalah raja
dalam lingkungan TQM. Semuanya dilakukan untuk mencoba mendapatkan
kepuasan pelanggan (Lee et al., 1999).
g. Pengembangan pegawai dan partisipasi. ISO 9000 tidak memberikan
kepentingan khusus untuk hal ini (Tummala dan Tang, 1996; Gotzamani dan
Tsiotras, 2001).
Dalam penelitiannya, Martinez - Lorente dan Martinez – Costa (2004) juga
mengemukakan unsur-unsur ISO 9000 yang berlawanan dengan TQM seperti:
a. Exsessive birokrasi, birokrasi ini dapat mengakibatkan demotivasi dan
kegelisahan di kalangan karyawan.
b. Kurangnya fleksibilitas (Gotzamani dan Tsiotras, 2001); pelaksanaan yang
benar dari norma dapat menghambat perubahan penting dari proses bertujuan
untuk perbaikan terus-menerus.
c. ISO 9000 dapat memaksa perusahaan untuk membuat kontrol pada produk
yang diterima dari pemasok ketika TQM melakukan kontrol dan set up dari
hubungan dengan pemasok berdasarkan saling percaya.
d. ISO 9000 dapat memaksa perusahaan untuk membuat kontrol yang
berlebihan untuk produk antara dan akhir. Penekanan TQM pada pencegahan
dan tidak inspeksi, bagaimanapun, ISO 9000 memberikan pentingnya
pemeriksaan (Tummala dan Tang, 1996).
23
Universitas Indonesia
Sebagian besar dari mereka setuju dalam menyatakan bahwa dimensi yang paling
berpengaruh adalah seperti yang diungkapkan oleh Powell (1995) yang
menyatakan sebagai intangible, faktor perilaku seperti kepemimpinan,
keterampilan dan budaya organisasional, komitmen eksekutif, organisasi terbuka
dan pemberdayaan. Dow et al (1999) mencapai kesimpulan yang sama. Mereka
menemukan bahwa hanya tiga dimensi TQM - komitmen pegawai, visi bersama
dan fokus pelanggan - memiliki hubungan positif dengan kualitas produk.
Anderson dan sohal (1999) menemukan bahwa dimensi TQM yang paling penting
adalah kepemimpinan dan fokus pelanggan. Samson dan Terziovski (1999)
mengidentifikasi sebagai yang paling penting adalah variabel kepemimpinan,
manajemen tenaga kerja dan fokus pelanggan (Martinez-Lorente dan Martinez-
Costa, 2004).
2.4. Manajemen Kualitas Total (TQM)
2.4.1. Definisi TQM
Meskipun istilah TQM telah digunakan secara luas, istilah lain juga digunakan
untuk menyatakan sesuatu – perhatian fokus pelanggan untuk terus meningkatkan
kualitas dan melibatkan seluruh organisasi dalam upaya ini (Leitch dan John,
1993). Jeffries et al. (1996) mendefinisikan TQM sebagai cara yang komprehensif
dan terpadu dalam pengelolaan organisasi dalam rangka memenuhi kebutuhan
pelanggan secara konsisten dan mencapai perbaikan terus-menerus dalam setiap
aspek kegiatan organisasi. Ho (1999) mendefinisikan, TQM mensyaratkan bahwa
setiap orang dalam organisasi, termasuk pelanggan dan pemasok, terlibat dalam
perbaikan terus-menerus untuk tujuan memenuhi ekspektasi pelanggan dan
sebuah persyaratan yang tersirat dengan komitmen penuh dari manajemen puncak.
Hal ini menjadi jelas bahwa TQM adalah filosofi manajemen yang fokus pada
pelanggan yang bertujuan perbaikan terus-menerus dari proses dan manajemen
organisasi melalui kendali statistik, desain prosedur, penyebaran kebijakan dan
teknik manajemen sumber daya manusia (Au dan Choi, 1999 dalam Magd dan
Curry, 2003).
24
Universitas Indonesia
Oakland (1993) dalam Magd dan Curry (2003) memperluas definisi tentang TQM
sebagai:
"... pada dasarnya merupakan cara perencanaan, pengorganisasian dan
memahami setiap kegiatan organisasi dan tergantung pada masing-masing
individu pada setiap tingkat. Bagi sebuah organisasi untuk menjadi benar-benar
efektif, setiap bagian harus bekerja sama menuju tujuan yang sama, mengakui
bahwa setiap orang dan setiap kegiatan mempengaruhi dan pada gilirannya
dipengaruhi oleh orang lain"
W.E. Deming, menegaskan bahwa kualitas dimulai dari manajemen puncak dan
merupakan kegiatan yang strategis, filosofi dasar Deming adalah bahwa kualitas
dan meningkatnya produktivitas sebagai 'proses variabilitas' (ketidakpastian
proses) yang menurun. Dalam 14 kuncinya untuk kualitas perbaikan, Deming
menekankan perlunya metode kendali statistik, partisipasi, pendidikan,
keterbukaan dan perbaikan tujuan. Deming, menawarkan 14 kunci untuk
memandu transformasi organisasi untuk menuju kualitas total. 14 kunci tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan keteguhan tujuan untuk perbaikan produk dan jasa (Create
constancy of purpose for the improvement of product and services).
2. Mengadopsi filosofi baru (Adopt the new philosophy).
3. Menghentikan ketergantungan pada inspeksi massa (Cease dependence on
mass inspection).
4. Mengakhiri praktek menghargai bisnis hanya pada harga saja (End the
practice of awarding business on prace tag alone).
5. Terus-menerus meningkatkan sistem produksi dan jasa (Improve constantly
and forever the the system of production and service).
6. Melembagakan program pelatihan (Institute training and retraining).
7. Melembagakan kepemimpinan (Institute leadership).
8. Mengusir rasa takut (Drive out fear).
9. Meruntuhkan penghalang diantara staf (Break down barriers between staff
area).
10. Menghilangkan slogan, desakan dan target untuk angkatan kerja (Eliminate
slogans, exhortations, and targets for the workforce).
25
Universitas Indonesia
11. Menghilangkan numerik kuota (Eliminate numerical quotas).
12. Menghilangkan hambatan untuk kebanggaan pengerjaan (Remove barriers to
pride of workmanship).
13. Lembaga program yang kuat pendidikan dan pelatihan kembali (Institute a
vigorous program of education and retraining).
14. Keterlibatan semua orang bekerja untuk mencapai tujuan (Take action to
accomplish the transformation) (Slack et al., 2007; Reeg, 1992; Walton,
1986).
Salah satu aspek yang paling kuat muncul dari TQM adalah konsep internal
pelanggan dan pemasok dalam negeri. Ini adalah pengakuan bahwa setiap orang
adalah pelanggan dalam organisasi dan mengkonsumsi barang atau jasa yang
disediakan oleh pemasok internal lainnya, dan semua orang juga merupakan
pemasok internal barang dan jasa bagi pelanggan internal lainnya. Implikasi dari
hal ini adalah bahwa kesalahan dalam pelayanan yang diberikan dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi produk atau jasa yang mencapai pelanggan
eksternal. Jadi, salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa pelanggan
eksternal puas adalah untuk membangun gagasan bahwa setiap bagian dari
organisasi memberikan kontribusi untuk kepuasan pelanggan eksternal dengan
memenuhi sendiri pelanggan internal. TQM menggunakan konsep ini dengan
menekankan bahwa setiap proses dalam operasi memiliki tanggung jawab untuk
mengelola hubungan pelanggan - pemasok intern ini. Mereka melakukan ini
terutama dengan mendefinisikan sejelas mungkin apa yang mereka sendiri dan
kebutuhan pelanggan mereka berada. Dalam efek ini berarti mendefinisikan apa
yang dimaksud dengan 'bebas dari kesalahan' layanan - kualitas, kecepatan,
kehandalan dan fleksibilitas yang dibutuhkan oleh pelanggan internal. Latihan
ulangan apa harus terjadi untuk seluruh operasi dan pelanggan eksternal (Slack et
al., 2007).
TQM memberikan konsep keseluruhan yang mendorong perbaikan terus-menerus
dalam suatu organisasi. Filosofi TQM menekankan perspektif yang luas yang
sistematis, terpadu, konsisten, organisasi yang melibatkan semua orang dan segala
sesuatu. Berfokus terutama pada kepuasan total bagi pelanggan internal dan
26
Universitas Indonesia
eksternal dalam lingkungan manajemen yang berusaha melakukan perbaikan
terus-menerus dari semua sistem dan proses (Ho, 2001 dalam Magd dan Curry,
2003).
Beberapa penulis telah berusaha untuk mendefinisikan dimensi kunci yang
merupakan TQM termasuk: Ahire (1996), Dale et al. (1994) dan Flynn et al.
(1994). Baru-baru ini, Martines Lorente et al (2000) merasionalisasikan menjadi
delapan dimensi:
1. Top management support.
2. Workforce management.
3. Employees attitudes.
4. Employee behaviour.
5. Customer relationship.
6. Supplier relationship.
7. Product design process, and
8. Process flow management (Martinez-Lorente dan Martinez-Costa,
2004).
Lebih jauh Leitch dan John (1993) menyampaikan manfaat TQM dalam dua cara
(1) efek pada pelanggan eksternal yang tercermin dari kinerja organisasi secara
keseluruhan, dan (2) efek pada pelanggan internal tercermin dari kondisi operasi
internal. "Kinerja organisasi secara keseluruhan" didefinisikan sebagai kualitas,
produktivitas, ketepatan waktu, kepuasan pelanggan, layanan pelanggan, dan
biaya.
2.4.2. TQM di Sektor Pelayanan Publik
Penerapan TQM secara meluas akhirnya sampai ke organisasi pemerintah yang
merupakan sektor publik (Leitch, 1992). Pengembangan TQM di Amerika Serikat
bahkan telah disahkan oleh Presiden Bush, dengan pernyataan:
"Menegaskan kembali kepemimpinan kami akan memerlukan komitmen yang
kuat untuk manajemen kualitas total dan prinsip perbaikan terus-menerus ....
27
Universitas Indonesia
prinsip-prinsip peningkatan kualitas berlaku ... ke sektor publik maupun
perusahaan swasta" (Carr dan Littman, 1992 dalam Swiss dan James, 1992).
Organisasi pemerintah menyadari bahwa penerapan TQM melalui peningkatan
kualitas merupakan cara terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan pelayanan
publik. Pelayanan publik yang memadai dalam anggaran terbatas selalu menjadi
perhatian pemerintah, perhatian untuk menemukan cara yang lebih baik untuk
meningkatkan produktivitas dan pelayanan publik juga telah tumbuh (Leitch,
1992; Leitch dan John, 1993).
Sebagai cara untuk meningkatkan kualitas dalam perencanaan dan evaluasi proses
kerja, gerakan menuju TQM masih relatif baru di sektor publik. Meskipun
beberapa telah mencobanya, hanya segelintir dari sekitar 80.000 organisasi
federal, negara, dan lembaga pemerintah lokal di Amerika Serikat telah berhasil
dalam menerapkan prinsip-prinsip TQM untuk menghilangkan pemborosan
sumber daya yang terbatas, memberdayakan karyawan, dan secara efektif
menangani pengaduan masyarakat tentang ketepatan waktu dan kualitas layanan
(Loomba dan Spencer, 1997).
TQM tetap jauh lebih sulit untuk diterapkan pada pelayanan publik, karena
pelayanan publik lebih padat karya, dan hasil layanan mereka sering diproduksi
dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini membuat keseragaman output menjadi
lebih sulit, dan itu juga berarti bahwa pelanggan akan mengevaluasi layanan tidak
hanya pada hasil tetapi juga pada perilaku dan bahkan penampilan dari orang yang
menyampaikannya. Beberapa keterbatasan kegunaan TQM untuk lembaga sektor
publik adalah penekanan pada produk daripada layanan, pada kelompok
konsumen didefinisikan dengan baik, pada input dan proses daripada hasil (Swiss
dan James, 1992).
Lebih jauh, Swiss dan James (1992) mengemukakan alasan bahwa dalam bentuk
yang belum diubah atau bentuk klasik, TQM terlihat tidak cocok dengan
lingkungan pemerintah. Penggunaan TQM dalam pemerintahan memiliki
beberapa masalah besar, modifikasi cukup untuk pelayanan, ketidakpekaan dalam
mengidentifikasikan pelanggan pemerintah, penekanan yang berlebihan pada
28
Universitas Indonesia
input dan proses, dan intensitas tuntutan manajemen tingkat atas yang jarang
dapat dipenuhi oleh budaya pemerintah. Swiss (1992) juga menyatakan bahwa
TQM tidak cocok dengan lingkungan pemerintah dan bahwa ia memerlukan
modifikasi jika ingin digunakan dalam pemerintahan. Swiss mengidentifikasi 4
(empat) masalah besar ketika berusaha untuk menerapkan TQM versi standar:
a. Mendefinisikan pelanggan pemerintah, isu-isu mengenai identifikasi
pelanggan, konflik jika tidak kontradiksi antara harapan pelanggan.
b. Jasa versus produk, Swiss percaya bahwa aplikasi TQM untuk layanan
bermasalah karena layanan lebih tenaga kerja itensive dan dapat tidak
memiliki keseragaman output, yang berarti bahwa pelanggan akan
mengevaluasi layanan tidak hanya pada hasil tetapi juga pada perilaku dan
bahkan penampilan orang yang menyampaikannya.
c. Berfokus pada input dan proses, dan TQM fokus pada proses akan
menyebabkan perpindahan tujuan dalam organisasi pelayanan pemerintah.
Dengan perpindahan tujuan ia berarti bahwa tujuan pelayanan organisasi akan
dapat digantikan oleh penekanan birokrasi dan menerapkan aturan-aturan
prosedural.
d. Budaya pemerintah, TQM harus dimulai dari bagian atas organisasi dan harus
mendapatkan dukungan penuh manajemen puncak serta partisipasi, Swiss
(1992) berpendapat bahwa atribut utama dari pemerintah adalah perpindahan
yang relatif tinggi di manajemen puncak membuat budaya "lemah" pada
sebagian besar bisnis dan, oleh karena itu, kurang memungkinkan untuk
mempertahankan keteguhan dari tujuan yang dipersyaratkan oleh TQM.
Untuk dapat berhasil diterapkan, penerapan TQM ke sektor publik memerlukan
adaptasi terlebih dahulu sebelum benar-benar dapat diterapkan.
a. Proses adaptasi diperlukan karena TQM secara umum diterapkan di dunia
industri manufacturing dan hampir seluruhnya diaplikasikan pada produksi
assembly line dan berbagai prosesnya. Jika penerapan TQM memperhatikan
lingkup operasi sektor publik yang spesifik dan dimodifikasikan sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kharakteristik sektor publik, maka TQM dapat
memberikan kontribusi yang berguna kepada manajemen (Swiss 1992).
29
Universitas Indonesia
b. TQM merupakan produk dari kontrol kualitas statistik dan teknik industri,
dan hampir semua aplikasi awal adalah untuk pekerjaan perakitan dan proses
lainnya. Jika diperkenalkan dengan penyesuaian dengan kepekaan terhadap
lingkungan pemerintahan, TQM dapat memberikan kontribusi yang baik
untuk manajemen publik kontemporer (Swiss dan James, 1992).
2.4.3. Hambatan dalam Implementasi TQM
Penelitian yang dilakukan oleh Tamini dan Sebastianelli (1998), menemukan
beberapa faktor yang bekerja melawan implementasi TQM. Hambatan utama
yang dikutip oleh sampel termasuk tidak terhubungnya kompensasi manajemen
untuk mencapai tujuan kualitas dan kurangnya pelatihan di berbagai bidang
seperti diskusi kelompok, teknik komunikasi, keterampilan peningkatan kualitas,
identifikasi masalah dan teknik pemecahan masalah.
Adebanjo dan Kehoe (1998), yang mempelajari penerapan TQM dalam organisasi
manufaktur Inggris, masalah kualitas diidentifikasi sebagai tercantum di bawah
ini: (1) Manajemen puncak tidak menuntut pengukuran sistematis tingkat
kepuasan pelanggan dan program pelatihan; (2) Kurangnya program pelatihan
untuk keterampilan pekerja dan keterlibatan dalam aktifitas peningkatan kualitas;
(3) Organisasi tidak menempatkan pentingnya kasus barang dikembalikan atau
berhubungan kasus tersebut kepada pelanggan; (4) Banyak organisasi tidak
melibatkan pemasok ketika membuat perbaikan untuk produk dan pada umumnya
pemasok mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan organisasi; (5)
Fasilitator kerja sama tim dan teknik team building tidak cukup; (6) Evaluasi
pekerja tidak memiliki pendekatan yang sistematis dan karenanya perkiraan
kenaikan gaji yang tidak sepadan dengan fungsi pekerjaan; (7) Apresiasi atas
kontribusi para pekerja tidak jelas.
Penelitian lain menemukan beberapa faktor penghambat penerapan TQM seperti
yang dikemukakan oleh Master (1996) menemukan faktor-faktor berikut
memberikan kontribusi yang mengarah ke implementasi TQM tidak efektif: (1)
Kurangnya komitmen manajemen; (2) Pemahaman lemah terkait manajemen
mutu; (3) Ketidakmampuan untuk mengubah budaya organisasi; (4) Kurangnya
30
Universitas Indonesia
akurasi dalam perencanaan kualitas; (5) Tidak adanya pelatihan yang
berkesinambungan dan pendidikan; (6) Sumber daya tidak mencukupi.
Beberapa perusahaan memiliki pengalaman menghadapi masalah yang cukup
besar pada fase pengenalan, pengembangan dan pengukuran peningkatan TQM.
Hambatan umum untuk pelaksanaan dan pengembangan program TQM adalah (1)
Perencanaan yang buruk, tidak adanya startegi sering memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kualitas efektif; (2) Kurangnya komitmen manajemen,
program implementasi yang berkualitas akan berhasil hanya jika manajemen
puncak sepenuhnya berkomitmen melampaui pengumuman publik; (3) Resistensi
dari angkatan kerja, pegawai sering tidak bersedia untuk merangkul TQM untuk
berbagai alasan; (4) Kurangnya pelatihan yang tepat, ada bukti bahwa kurangnya
pemahaman dan pelatihan yang tepat ada di semua tingkat organisasi; (5) Kerja
sama tim, sebagian besar program TQM menempatkan penekanan besar pada
kerja tim dan kelompok pemecahan masalah; (6) penggunaan off program, banyak
eksekutif belajar melalui kesalahan mereka bahwa proses mutu harus disesuaikan
dengan, tidak diadaptasi oleh organisasi. Perusahaan yang memperkenalkan off
packages shelft sering menemukan bahwa mereka tidak memenuhi kebutuhan
mereka. Pada akhirnya, program-program berkualitas yang dikemas baik benar-
benar ditolak; (7) Kegagalan untuk mengubah filosofi organisasi, banyak
perusahaan menemukan bahwa transisi kinerja melalui kontrol manajemen
terhadap kinerja melalui orang-orang yang sulit untuk dicapai; (7) Kurangnya
sumber daya yang disediakan, banyak kualitas departemen yang overworkerd dan
understafed, mereka gagal untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang signifikan; dan (8) Kurangnya pengukuran yang efektif
dari peningkatan kualitas, TQM berpusat memonitor karyawan dan proses, dan
menetapkan sasaran yang mengantisipasi kebutuhan pelanggan sehingga dia
terkejut dan senang (Whalen dan Rahim, 1994).
Hambatan serupa juga dirasakan dalam menerapkan TQM di Indonesia. Studi
penerapan TQM di Indonesia pada perusahaan manufactur yang telah menerapkan
ISO 9001:2008 yang dilakukan Ammar dan Zain (2002) telah menemukan 11
faktor yang dipandang sebagai hambatan terhadap keberhasilan pelaksanaan TQM
31
Universitas Indonesia
dalam organisasi manufaktur di Indonesia. 11 (sebelas) faktor tersebut adalah: (1)
Sumber daya manusia (tingkat cukup pendidikan, kurangnya keterampilan); (2)
Manajemen (kurangnya pemahaman tentang manajemen mutu); (3) Sikap
terhadap kualitas (sulit untuk mengubah pola pikir karyawan yang berkaitan
dengan kualitas); (4) Budaya organisasi (asimilasi miskin budaya kerja yang
berkualitas); (5) Hubungan antar divisi (ada perbedaan yang sangat luas pendapat
antara kualitas dan départemen produksi pada banyak hal organisasi terkait); (6)
Bahan (bahan baku tidak sesuai dengan spesifikasi); (7) Mesin (buruknya kondisi
mesin yang digunakan dalam proses produksi); (8) Peralatan; (9) Informasi
(kurangnya informasi mengenai kualitas); (10) Metode (tidak semua kegiatan
untuk mengontrol kualitas produk memiliki metode standar atau dilakukan dengan
cara yang konsisten); dan (11) pelatihan.
Studi pada industri jasa juga mengemukakan 6 (enam) permasalahan dalam
penerapan TQM berupa kepemimpinan, kontrol dan pengelolaan perubahan,
hambatan untuk perubahan, komunikasi, budaya pegawai, dan monitoring
perubahan (Huq, 2005).
Arvinder dan Spencer (1997) mengajukan survei sejenis pada organisasi
pemerintah dan menemukan beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam
penerapan TQM berupa budaya organisasi, struktur organisasi dan kebijakan
manajemen. Beberapa temuan penting dari penelitian lapangan ini adalah bahwa
hambatan terbesar untuk pelaksanaan TQM terletak dalam budaya lembaga,
struktur organisasi, dan kebijakan manajemen. Untuk TQM harus dilembagakan
dalam setiap instansi pemerintah, pegawai di semua tingkatan perlu dilatih,
diberdayakan, dan dihargai untuk kerja tim. Di atas semua, manajemen lembaga
perlu menciptakan lingkungan yang mendorong untuk belajar, komunikasi
terbuka, kerja tim, untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik melalui
TQM.
Whale dan Rahim, 1994 menyampaikan, secara umum penerapan dan
pengembangan TQM di sektor publik menunjukkan beberapa hambatan yang
terjadi seperti perencanaan yang buruk; kurangnya komitmen dari manajemen;
perlawanan dari karyawan; kurangnya pelatihan yang sesuai; kepuasan bekerja
32
Universitas Indonesia
dalam tim, kegagalan untuk mengubah filosofi organisasi, kurangnya sumberdaya
yang tersedia, kurangnya pengukuran yang efektif atas peningkatan kualitas. Rago
(1994) menyampaikan bahwa lingkungan pemerintahan dengan budaya politik
dan kebutuhan yang tak terpenuhi dari persediaan yang tidak terbatas kepada
pelanggan yang menciptakan masalah nyata untuk penerapan TQM.
Keterlibatan kepemimpinan merupakan aspek penting dari keberhasilan, tidak
hanya para pemimpin perlu memastikan bahwa mereka menjelaskan tujuan dari
inisiatif organisasi TQM mereka, tetapi mereka juga perlu untuk mengadopsi
filosofi pribadi baru dan menunjukkan perubahan pikiran set mereka saat mereka
terlibat langsung dalam transformasi budaya (Kluse, 2009).
Secara lebih mendetail, Ngai dan Cheng (1995) mengidentifikasi dimensi-dimensi
yang dapat berpotensi sebagai faktor penghambat penerapan TQM. Faktor-faktor
tersebut yaitu faktor budaya dan pekerja, faktor infrastruktur organisasi, faktor
manajerial dan faktor organisasional. Model faktor hambatan penerapan TQM
Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009) merupakan faktor yang lebih
komprehensif apabila dibandingkan dengan faktor hambatan penerapan TQM
yang diajukan oleh peneliti lainnya. Sebagaimana diinformasikan pada Tabel 2.1,
faktor hambatan Ngai dan Cheng (1995) lebih terstruktur untuk menjelaskan
faktor-faktor yang dapat menghambatan penerapan TQM.
Tabel 2.1. Kesesuaian Faktor Hambatan dalam Penerapan TQM
Faktor Unsur Kesesuaian Unsur Hambatan dengan Peneliti Lainnya
Hambatan budaya dan pekerja
Kesulitan mengubah budaya Master (1996), Whalen dan Rahim (1994), Ammar dan Zain (2002), Huq (2005); Arvinder dan Spencer (1997)
Penolakan terhadap perubahan Whalen dan Rahim (1994), Ammar dan Zain (2002), Huq (2005)
Kurang komitmen dan keterlibatan pekerja
Whalen dan Rahim (1994)
Ketidak percayaan pekerja terhadap kualitas
-
33
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Faktor Unsur Kesesuaian Unsur Hambatan dengan Peneliti Lainnya
Hambatan infrastruktur
Kurang pengetahuan tentang sistem kualitas
Master (1996), Ammar dan Zain (2002)
Tidak ada sistem umpan balik pelanggan
-
Kurangnya pelatihan bertema kualitas
Whale dan Rahim (1994), Adebanjo dan Kehoe (1998), Tamini dan Sebastianelli (1998), Master (1996), Ammar dan Zain (2002)
Tidak adanya penghargaan - Tidak mengembangkan pengukuran kualitas
Whale dan Rahim (1994), Adebanjo dan Kehoe (1998), Ammar dan Zain (2002), Huq (2005)
Tidak ada keahlian manajemen kualitas
Tamini dan Sebastianelli (1998)
Hambatan manajerial
Kurangnya komitmen manajemen puncak
Whale dan Rahim (1994), Master (1996)
Tidak adanya visi dan misi - Tingginya turn over eksekutif kunci
-
Kurangnya sifat kepemimpinan Huq (2005) Hambatan organisasional
Ketidakefektifan komunikasi organisasi
Tamini dan Sebastianelli (1998), Ammar dan Zain (2002), Huq (2005)
Adanya territorialism - Adanya politik organisasi Rago (1994)
Sumber: Diolah kembali dari Model Ngai dan Cheng (1995) dengan peneliti lainnya
Disamping model faktor hambatan Ngai dan Cheng (1995), masih terdapat ruang
untuk melanjutkan penelitian sejenis dengan menambahkan variabel lain berupa:
perencanaan kualitas (Master 1996, Whalen dan Rahim 1994), sumber daya
(Master 1996; Whalen dan Rahim 1994), informasi (Ammar dan Zain, 2002),
struktur organisasi (Arvinder dan Spencer, 1997), identifikasi masalah dan teknik
pemecahan masalah, (Tamini dan Sebastianelli, 1998) dan tidak melibatkan
suplier (Adebanjo dan Kehoe, 1998).
34
Universitas Indonesia
BAB 3
PROFIL BADAN POM
5.1. Latar Belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM) terbentuk
pada tanggal 31 Desember 2001 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2005.
Pengawasan obat dan makanan di Indonesia yang merupakan bagian integral dari
pembangunan kesehatan, harus dapat mengantisipasi perubahan lingkungan
strategis yang senantiasa berubah secara dinamik. Perubahan-perubahan tersebut,
baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem
pengawasan obat dan makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat.
Dalam upaya meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko
produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat, palsu, substandar dan
ilegal, Badan POM berupaya memperkuat sistem pengawasan obat dan makanan
yang komprehensif dan menyeluruh.
Gambar 3.1. Logo Badan POM Sumber: www.pom.go.id
Salah satu fungsi strategis Badan POM adalah untuk melindungi kesehatan
masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu. Hal ini sejalan dengan agenda meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui program reformasi kesehatan masyarakat dalam
upaya pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang optimal dalam mencapai
target MDGs (Millennium Development Goals).
35
Universitas Indonesia
Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan mempunyai
lingkup yang luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat
banyak dengan sensitivitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada
keselamatan dan kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat
dilakukan secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat,
tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan sistematik, mulai dari kualitas
bahan yang digunakan, cara-cara produksi, distribusi, penyimpanan, sampai
produk tersebut siap dikonsumsi oleh masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar
global, pengawasan harus dilakukan mulai dari produk masuk di-entry point
sampai beredar di pasar. Pada seluruh mata rantai tersebut harus ada sistem yang
memiliki mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas produk sehingga secara dini
dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu, produk substandar,
kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat.
Gambar 3.2. Pengawasan Post-Market Badan POM Sumber: www.pom.go.id
Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan obat dan
makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat,
memiliki integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki
36
Universitas Indonesia
kewenangan untuk melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi
mandat kepada Badan POM untuk melaksanakan tugas tersebut.
Selain melaksanakan fungsi perlindungan kesehatan masyarakat, Badan POM
juga mendukung perkuatan ekonomi nasional melalui peningkatan pemenuhan
standar dan ketentuan yang berlaku secara internasional bagi produk obat dan
makanan yang dihasilkan oleh industri obat dan makanan dalam negeri.
Bimbingan teknis bagi pelaku usaha bidang obat dan makanan merupakan
kontribusi Badan POM bagi peningkatan daya saing produk dalam negeri untuk
dapat mengambil peran dalam perdagangan regional dan global.
Dewasa ini dan di masa depan pengawasan obat dan makanan akan menghadapi
lingkungan strategis yang sangat dinamis. Globalisasi ekonomi, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kesepakatan-kesepakatan regional seperti
harmonisasi Association of South East Asia Nations (ASEAN), ASEAN Free
Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mempunyai
konsekuensi dan implikasi yang signifikan pada sistem pengawasan obat dan
makanan (SISPOM). Produk obat dan sediaan farmasi lainnya serta makanan akan
lebih mudah masuk dan keluar dari satu negara ke negara lainnya tanpa hambatan
(barrier) yang minimal. Realitas ini mengharuskan Indonesia memiliki SISPOM
yang efektif dan efisien, untuk melindungi kesehatan dan keselamatan seluruh
rakyat Indonesia terhadap produk-produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pada
saat yang sama, SISPOM harus memiliki basis yang kuat agar mampu menjadi
penapis terhadap mutu obat dan makanan produksi indonesia yang diekspor ke
berbagai negara.
Dengan jumlah penduduk yang terbesar di ASEAN dan wilayah kepulauan yang
terluas, Indonesia sudah sepatutnya memiliki SISPOM yang terbaik di ASEAN,
baik mencakup human capital, sistem operasional maupun infrastrukturnya.
Dalam konteks ini perlu dilakukan penguatan kompetensi dan kapabilitas Badan
POM sehingga memiliki kinerja yang berkelas dunia (world class). Badan POM
ke depan akan dibangun menjadi institusi yang memiliki basis ilmu pengetahuan
(knowledge-base) yang kuat dengan jaringan nasional maupun internasional yang
dinamis dan kohesif. Bersamaan dengan itu, Badan POM melakukan
37
Universitas Indonesia
pemberdayaan publik (public empowerment) agar masyarakat memiliki kesadaran
dan kemampuan untuk mencegah dan melindungi diri sendiri terhadap risiko dari
obat dan makanan yang tidak memenuhi standar yang berlaku (Dokumen Renstra,
2010).
5.2. Visi dan Misi
Pernyataan Visi
Dalam menghadapi dinamika lingkungan dengan segala bentuk perubahannya,
maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita untuk mewujudkan suatu keadaan
ideal bagi masyarakat Indonesia, yaitu:
MENJADI INSTITUSI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN YANG
INOVATIF, KREDIBEL DAN DIAKUI SECARA INTERNASIONAL
UNTUK MELINDUNGI MASYARAKAT
Misi Badan POM adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi Badan POM. Pernyataan misi merupakan
gambaran tentang kegiatan utama.
Pernyataan Misi
Misi Badan POM didefinisikan sebagai tujuan mulia organisasi untuk:
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.
2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
Pernyataan Tujuan
Sesuai dengan visi dan misi Badan POM, tujuan utama pembangunan pengawasan
Obat dan Makanan tahun 2010-2014 adalah meningkatnya efektivitas
perlindungan masyarakat dari produk obat dan makanan yang berisiko terhadap
kesehatan serta meningkatnya daya saing produk obat dan makanan.
38
Universitas Indonesia
Berdasarkan tujuan tersebut disusun indikator tujuan sebagai berikut:
a. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya sendiri dari
Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan;
b. Meningkatnya kepatuhan sarana produksi dan sarana disribusi obat dan
makanan terhadap standar dan ketentuan yang berlaku (Dokumen Renstra,
2010)
5.3. Gambaran Umum Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Keputusan PresidenNomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2005, maka kedudukan, tugas, fungsi,
susunan organisasi dan tata kerja Badan POM sebagai berikut :
Kedudukan
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) adalah lembaga
pemerintah non departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
Pemerintah tertentu dari Presiden.
2. Badan POM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
3. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan.
4. Badan POM dipimpin oleh Kepala.
Tugas
BPOM mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
39
Universitas Indonesia
d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi
pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Kegiatan yang dilaksanakan Badan POM antara lain sebagai berikut:
a. Standardisasi berupa kegiatan: merancang standar produk terapetik dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT); standar obat tradisional,
suplemen makanan dan kosmetik; dan standar makanan.
b. Pengawasan pre-market berupa kegiatan: persetujuan pemasaran produk
terapetik; persetujuan pemasaran obat tradisional, suplemen makanan dan
kosmetik; persetujuan pendaftaran pangan olahan.
c. Pengawasan Post-market berupa kegiatan:
Gambar 3.3. Pengujian Sampel Obat dan Makanan
• Sampling dan pengujian laboratorium produk terapetik, narkotika dan
psikotropika, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik, pangan,
garam beryodium, pangan jajanan anak sekolah (PJAS), tepung terigu,
kemasan pangan.
40
Universitas Indonesia
• Pemeriksaan terhadap industri farmasi; sarana produksi obat tradisional,
industri kosmetik; dan sarana produksi pangan.
• Pemeriksaan di tingkat sarana distribusi, dilakukan pengawasan
terhadap: obat palsu dan obat tanpa izin edar; pemasukan bahan baku
obat dan obat impor; surveilan keamanan produk terapetik; pengawasan
promosi/iklan dan penandaan obat; sarana pengelola narkotika,
psikotropika dan prekursor; iklan rokok; label rokok, distribusi bahan
berbahaya, iklan obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan,
sarana distribusi obat tradisional, kosmetika dan suplemen makanan,
dan sarana distribusi pangan.
• Penyidikan tindak pidana obat dan makanan.
d. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan unit layanan pengaduan
konsumen (ULPK).
Gambar 3.4. Sosialisasi Pengawasan Badan POM
Sumber: www.pom.go.id
e. Penelitian dan pengembangan penunjang pengawasan obat dan makanan.
f. Riset keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan dan pengembangan obat
asli indonesia (Dokumen Renstra, 2010).
41
Universitas Indonesia
5.4. Struktur Organisasi
Gambar 3.5. Struktur Organisasi Badan POM
Sumber: Dokumen Renstra Badan POM (2010)
5.5. Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati
dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-
nilai luhur yang hidup dan tumbuh kembang dalam organisasi menjadi semangat
SekretariatUtama
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Inspektorat 1. Biro Perencanaan dan
Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat 4. Biro Umum
Pusat Penyidikan
Obat dan Makanan
Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat
dan Makanan
Deputi I Bidang Pengawasan Produk
Terapetik dan Napza
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT
3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT
4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT
5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif
Deputi II Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
1. Direktorat Penilaian Obat
Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik
2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen
4. Direktorat Obat Asli Indonesia
Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan Dan Bahan Berbahaya
1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan
3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan
4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Balai Besar/Balai POM
42
Universitas Indonesia
bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
• PROFESIONAL, Menegakkan profesionalisme dengan integritas,
objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.
• KREDIBILITAS, Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional
dan internasional.
• CEPAT TANGGAP, Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
• KERJASAMA TIM, Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan
komunikasi yang baik.
• INOVATIF, Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini (Dokumen Renstra, 2010).
5.6. Pernyataan Kebijakan Mutu
Badan POM RI berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari obat dan
makanan yang beresiko terhadap kesehatan dan secara terus menerus
meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh
pemangku kepentingan (Manual Mutu, 2011).
5.7. Ruang Lingkup ISO 9001:2008
Merujuk pada dokumen Manual Mutu Badan POM (2011), Badan POM
menerapkan sistem manajemen mutu mencakup:
5.7.1. Lokasi
Kantor Pusat, alamat Jln. Percetakan Negara No. 23 Jakarta 10560 Indonesia.
5.7.2. Pelayanan
Kegiatan pengawasan obat dan makanan di seluruh wilayah Republik Indonesia
baik yang dilakukan oleh kantor pusat BPOM RI maupun Balai Besar/Balai POM.
43
Universitas Indonesia
5.7.3. Proses
Semua proses manajemen yang ada di BPOM RI baik yang dilakukan oleh Kantor
Pusat BPOM RI maupun Balai Besar / Balai POM RI dan yang tertuang dalam
peta proses bisnis.
Keseluruhan proses kegiatan di Badan POM terangkum dalam 15 kelompok
proses, sebagaimana digambarkan pada Gambar 3.6 diatas.
Business Process Map BPOM
Planning & Financial
Support
Gambar 3.6. Business Proses Badan POM RI
Sumber: Manual Mutu Badan POM
5.7.4. Standar
Standar yang digunakan untuk penerapan sistem manajemen adalah ISO
9001:2008 dengan pengecualian:
a. Sistem laboratorium baik kantor pusat maupun Balai Besar/Balai POM
merujuk pada ketentuan standar ISO/IEC 17025:2005.
44
Universitas Indonesia
b. Sistem NRA Assessment BPOM merujuk pada standar WHO Quality System
Requirement for National GMP Inspectorates (TRS 902 Annex 8, 2002).
c. Sistem PIC/S BPOM merujuk pada ketentuan standar PIC/s Quality System
Requirement for Pharmaceutical Inspectorate (PI 0023).
d. Sistem riset dan pengembangan merujuk pada persyaratan akreditasi pranata
penelitian dan pengembangan (KNAPPP 02:2007).
45
Universitas Indonesia
BAB 4
METODE PENELITIAN
9.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Badan POM (Kantor Pusat) dengan satuan kerja yang
terdiri dari Sekretaris Utama; Kedeputian Pengawasan Produk Terapetik dan
Napza; Kedeputian Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen; Kedeputian Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya;
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan; Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional; Pusat Informasi Obat dan Makanan; Pusat Riset Obat dan Makanan dan
Inspektorat Badan POM.
9.2. Desain penelitian
Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus di
Kantor Badan POM. Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui
faktor-faktor yang menghambat penerapan TQM di Badan POM.
Penelitan ini mengadopsi konsep atau menggunakan istilah penerapan TQM, yaitu
penerapan konsep-konsep TQM dengan 7 (tujuh) variabel yang dikemukakan
dalam penelitian Anderson et al (1995) dan Rungtusanathan et al (1998) dalam
Douglas (2004). Kemudian diadopsi sebagai faktor penerapan TQM pada
organisasi pelayanan sektor publik.
Skema penelitian ini mengadopsi pula penelitian sejenis di Indonesia mengenai
potensi hambatan penerapan TQM pada perusahaan yang memiliki sertifikat ISO
9000 yang telah dilakukan oleh Wijaya pada tahun 2009. Selanjutnya skema
digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpotensi dapat menghambat
penerapan TQM pada sektor pelayanan publik.
Penelitian dilaksanakan untuk menguji 4 (empat) model konstruksi yang disari
dari 17 (tujuh belas) faktor yang diduga berpotensi menghambat penerapan TQM.
Empat model konstruksi dimaksud berupa hambatan budaya dan pegawai,
46
Universitas Indonesia
hambatan infrastruktur, hambatan manajerial dan hambatan organisasional
sebagaimana dikemukakan Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009).
9.3. Definisi Operasional
Definisi operasional diperlukan untuk memahami maksud penelitian dengan cara
menyebarkan kuesioner, definisi operasional ini akan memudahkan penulis untuk
menganalisis model konstruksi dan faktor yang berpotensi menghambat
penerapan TQM (Wijaya, 2009).
9.3.1. Faktor Penerapan TQM
Gambar 4.1. Penerapan TQM Pelayanan Publik
Sumber: Anderson et al (1995) dan Rungtusanathan et al (1998) dalam Douglas (2004)
Evaluasi TQM pada sektor jasa mempunyai 7 (tujuh) variabel yaitu: dimensi
sistem organisasi berupa variabel manajemen puncak memiliki kemampuan untuk
membangun, melaksanakan dan memimpin pencapaian visi dan misi yang
didorong oleh perubahan kebutuhan (visionary leadership), manajemen berusaha
untuk membangun komunikasi dan kerjasama dengan pegawai dan kerjasama
dengan pihak-pihak ketiga dan pelanggan (internal and external cooperation),
manajemen memiliki kemampuan untuk mengenali dan memelihara
pengembangan keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya (learning),
organisasi memiliki prosedur operasi standar (SOP) dan aturan perilaku yang
Penerapan TQM
Visionary leadership
Internal and external
cooperation
Learning
Process management Continous
improvement
Employee fulfilment
Customer satisfaction
47
Universitas Indonesia
menekankan pengelolaan proses atau cara tindakan, bukan kepada hasil (process
management), serta dimensi proses dan outcame dengan variabel organisasi
memiliki kecenderungan untuk melakukan perbaikan yang terus menerus dan
melakukan inovasi proses, produk, dan jasa (continous improvement), manajemen
berusaha memenuhi kebutuhan pegawai (employee fulfilment) dan organisasi
berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan (customer satisfaction), Anderson et al.
(1995) dan Rungtusanathan et al. (1998) dalam Douglas (2004).
Hambatan yang diduga terjadi sebagai berikut:
9.3.2. Faktor Budaya dan Pegawai
Hambatan faktor budaya dan pegawai terdiri dari variabel kesulitan mengubah
budaya, penolakan terhadap perubahan, kurang komitmen dan keterlibatan
pegawai dan ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas (Ngai dan Cheng, 1995
dalam Wijaya, 2009).
Gambar 4.2. Faktor Budaya dan Pegawai Sumber: Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009)
H1 : Faktor budaya dan pegawai berpotensi menghambat penerapan Manajemen Kualitas Total (TQM) di Badan POM.
• Kesulitan dalam mengubah budaya (Difficulty in change of culture), adalah
kesulitan dalam mengubah nilai-nilai, aturan, norma, dan tradisi dalam
melaksanakan pekerjaan untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan
(Luthans, 1995 dalam Wijaya, 2009, p.43).
• Penolakan perubahan dari cara yang biasa dilakukan (Fear or resistance to
change the way do things), adalah ketidaksanggupan pegawai untuk mengubah
48
Universitas Indonesia
cara kerja yang sudah biasa mereka lakukan (Lewis, 1996 dalam Wijaya, 2009,
p.43).
• Kurangnya komitmen dan keterlibatan seluruh pegawai (Lack of commitment
and involving all employee), adalah tidak adanya konsistensi dari pegawai
dalam menerapkan prinsip-prinsip TQM karena kurangnya keterlibatan
pegawai dalam sistem kualitas (Wijaya, 2009, p.44).
• Ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas (Lack of confidend of employee),
adalah tidak meyakini dan menyadari bahwa sistem kualitas ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan, keinginan dan kepuasan konsumen (Wijaya, 2009,
p.44).
9.3.3. Faktor Infrastruktur
Hambatan faktor infrastruktur terdiri dari: kurangnya pengetahuan tentang sistem
kualitas, tidak ada sistem umpan balik pelanggan, kurangnya pelatihan bertema
kualitas, tidak adanya penghargaan, tidak mengembangkan pengukuran kualitas,
dan tidak ada keahlian manajemen kualitas (Ngai dan Cheng, 1995 dalam Wijaya,
2009).
H2 : Faktor infrastruktur berpotensi meghambat penerapan Manajemen Kualitas Total (TQM) di Badan POM.
Gambar 4.3. Faktor Infrastruktur
Sumber: Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009)
49
Universitas Indonesia
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman sistem manajemen kualitas
(Inadequate knowledge and understanding of quality management system),
adalah tidak melakukan pencarian, pengembangan dan bekerjasama, dengan
suplier dalam mengembangkan kualitas secara terus-menerus untuk mencapai
kepuasan konsumen (Wijaya, 2009, p.32).
• Tidak mengembangkan pengukuran kualitas (Underdeveloped measure of
quality), adalah tidak melakukan monitoring kinerja dan hasil produk
perusahaan yang berkaitan dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan
konsumen (Wijaya, 2009, p.33).
• Kurangnya pendidikan dan pelatihan kualitas (Insufficient in quality training
and education),adalah tidak memberikan pengetahuan mengapa, bagaimana
melaksanakan dan mengembangkan keahlian atau ketrampilan di bidang
kualitas (Wijaya, 2009, p.33).
• Tidak adanya sistem penghargaan dan hadiah (Lack of recognition and reward
system), adalah tidak memberikan insentif kepada pekerja yang berpartisipasi
dan berprestasi dalam pengembangan kualitas (Wijaya, 2009, p.33).
• Tidak ada sistem umpan balik dari konsumen (Lack of customer feedback
system), adalah tidak memiliki sistem yang disediakan untuk mendapatkan
penilaian dan informasi yang berkaitan dengan produk, pelayanan, keinginan
dan kebutuhan konsumen (Wijaya, 2009, p.32).
• Tidak memiliki keahlian manajemen kualitas (Lack of expertise in quality
management) adalah tidak adanya pegawai yang memiliki pengetahuan,
pemahaman dan pengalaman dalam menerapkan prinsip-prinsip TQM (Wijaya,
2009, p.33).
9.3.4. Faktor Managerial
Hambatan faktor manajerial terdiri dari variabel: kurangnya komitmen
manajemen puncak, tidak adanya visi dan misi, tingginya turn over eksekutif
kunci, dan kurangnya sifat kepemimpinan (Ngai dan Cheng, 1995 dalam Wijaya,
2009).
H3 : Faktor Manajerial berpotensi menghambat penerapan Manajemen Kualitas Total (TQM) di Badan POM.
50
Universitas Indonesia
Gambar 4.4. Faktor Manajerial
Sumber: Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009)
• Komitmen manajemen puncak (Top manager’s commitment), adalah
konsistensi manajemen puncak dalam melaksanakan prinsip-prinsip TQM
(Wijaya, 2009, p.34).
• Tidak adanya visi dan misi (No proper of vision and mission), adalah
manajemen tidak memahami mengenai bisnis yang sedang dilakukan
organisasi dan ingin menjadi organisasi yang bagaimana dalam melakukan
kegiatan bisnis tersebut (Luthans, 1995 dalam Wijaya, 2009, p.34).
• Tingginya tingkat perputaran eksekutif kunci (High turnover/change in key
executive). Perputaran/turnover adalah proses penggantian atau pemutasian
pejabat/pekerja untuk menduduki/melakukan jabatan/pekerjaan dalam
perusahaan secara periodik (Zeffan, 1994 dalam Wijaya, 2009, p.34).
• Tidak adanya sifat kepemimpinan (Lack of leadership), adalah bahwa manajer
tidak memiliki kecakapan dan pembawaan yang dapat memeberikan isnpirasi
kepada orang lain untuk mengikutinya (Mani, 1995 dalam Wijaya, 2009, p.34).
9.3.5. Faktor Organisasional
Hambatan faktor organisasional terdiri dari variabel: ketidakefektifan komunikasi
organisasi, adanya territorialism, dan adanya politik organisasi (Ngai dan Cheng,
1995 dalam Wijaya, 2009).
H4 : Faktor organisasional berpotensi menghambat penerapan TQM di Badan POM.
Faktor manajerial
Kurangnya komitmen manajemen puncak Pernyataan No. 11
Tidak adanya visi dan misi Pernyataan No. 12
Tingginya turn overeksekutif kunci Pernyataan No. 13
Kurangnya sifat kepemimpinan Pernyataan No. 14
51
Universitas Indonesia
Gambar 4.5. Faktor Organisasional
Sumber: Ngai dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009)
• Jaringan komunikasi internal maupun eksternal yang tidak efektif (Ineffective
internal and external communication network). Komunikasi adalah aliran
informasi dan pengetahuan antar fungsi-fungsi organisasi secara vertikal
maupun horisontal (Wijaya, 2009, p.34).
• Territorialism adalah keengganan pegawai menyumbangkan pemikirannya
kepada orang lain, jika mereka merasa kedudukannya terancam (McCrimmon,
1995 dalam Wijaya, 2009, p.34).
• Politik keorganisasian (Organization politics). Politik keorganizasian
merupakan kegiatan seseorang untuk mendapatkan, meningkatkan dan
menggunakan kekuasaan dan sumber-sumber lain untuk memperoleh hasil
yang mereka inginkan dalam situasi ketidakpastian atau ketidaksetujuan
(Comer, 1992 dalam Wijaya, 2009, p.35).
9.4. Pengumpulan Data
9.4.1. Kuesioner
Kuesioner didesain terdiri dari tiga bagian yaitu: Pertama, pertanyaan terkait
identitas responden yang meliputi pertanyaan jenis kelamin, umur, pendidikan,
jabatan dan keterlibatan dalam QMS Badan POM.
Kedua, pertanyaan dan pernyataan responden sehubungan dengan penerapan
TQM di Badan POM. Pertanyaan pernyataan dikembangkan dari 7 (tujuh) simpul
penerapan TQM yang dikutip dari studi Anderson et al (1995), Rungtusanathan et
al (1998) dalam Douglas (2004).
Faktor organisasional
Ketidakefektifan komunikasi organisasi Pernyataan No. 15
Adanya territorialism Pernyataan No. 16
Adanya politik organisasi Pernyataan No. 17
52
Universitas Indonesia
Ketiga, berupa pertanyaan dan pernyataan responden tentang faktor penghambat
penerapan TQM. Pertanyaan dikembangkan dari 17 dimensi yang berpotensi
menghambat penerapan TQM yang telah dikemukakan oleh Ngai dan Cheng
(1995) dalam survei sejenis yang dilakukan di Indonesia oleh Wijaya (2009)
mengenai faktor yang berpotensi menghambat penerapan TQM di industri yang
telah menerapkan sertifikasi ISO 9001:2000.
Kuesioner disusun dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
dan disusun sedemikian rupa sehingga responden hanya menandai jawaban yang
diinginkan dengan cepat dan mudah. Kuesioner didesain menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti dan dipahami, singkat, padat dan jelas, menghindari
penggunaan kata-kata bermakna ganda, serta menghindari dari bias kepentingan
pribadi.
Bentuk pertanyaan dalam kuesioner adalah bentuk tertutup dimana jawabannya
sudah disediakan dalam bentuk skala likert lima poin (1=sangat tidak setuju,
2=tidak setuju, 3=netral, 4=setuju, 5=sangat setuju).
Atas penilaian yang dilakukan oleh responden, kemudian dilakukan ‘reverse code’
atas jawaban yang diberikan pada bagian tiga kuesioner.
9.4.2. Teknik sampling
Responden yang dipilih dalam pengumpulan data ditentukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Responden dipilih dan ditentukan
berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu.
Purposive sampling adalah teknik sampling yang akan digunakan untuk
memperoleh sampel yang tepat sesuai dengan penilaian dari peneliti (Malhotra,
2004 dalam Wijaya, 2009), juga didasari pada argumentasi bahwa itu bukan
bertujuan untuk membuat generalisasi, tetapi ditujukan untuk melakukan
eksplorasi fakta dalam suatu konteks tertentu (Sutopo, 1996, p.37).
53
Universitas Indonesia
9.4.3. Jumlah Data
Generalisasi dan ukuran sampel, selain perannya dalam menentukan kekuatan
statistik, ukuran sampel juga mempengaruhi generalisasi hasil dengan rasio
pengamatan variabel independen. Aturan umum adalah bahwa rasio tidak boleh di
bawah 5:1. Artinya lima pengamatan yang dibuat untuk masing-masing variabel
independen. Meskipun rasio minimum adalah 5:1, tingkat yang diinginkan antara
15 sampai 20 observasi untuk setiap variabel independen. Ketika tingkat ini
tercapai hasilnya harus digeneralisasikan jika sampel representatif (Hair et al.,
2010).
Dalam penelitian ini, data kuesioner minimal yang dikumpulkan adalah sejumlah
24 (dua puluh empat) dikalikan 5 (lima) responden. Sehingga jumlah responden
minimal sejumlah 120 (seratus dua puluh) responden.
9.4.4. Jenis data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif melalui studi kasus.
Sedangkan pembahasan dilakukan dengan memanfaatkan data primer dan data
sekunder yang berupa data kuantitatif.
Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada responden.
Sedangkan cara untuk memperoleh data sekunder terdiri dari:
• Dokumentasi, dilakukan dengan memanfaatkan dokumen tertulis, gambar,
foto yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dimiliki oleh Badan
POM.
• Studi pustaka, dilakukan dengan mempelajari, mendalami, dan mengutip teori
ataupun konsep dari sejumlah literatur baik berupa buku, jurnal, majalah,
koran atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, dan variabel
penelitian.
54
Universitas Indonesia
9.5. Metode Analisis Data
9.5.1. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas (Internal Consistency)
Uji realibilitas merupakan salah satu prosedur uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah penelitian yang telah dilakukan terhadap responden melalui
kuesioner dapat dimengerti dengan mudah, juga untuk mengetahui apakah alat
pengukur menunjukkan konsistensi internal dalam instrumen. Instrumen yang
handal dapat menunjukkan bahwa variabel-variabel yang bersifat sementara dan
situasional tidak akan mempengaruhi (Cooper dan Emory, 1996 dalam Wijaya
2009, p.35).
Uji reliabilitas akan menghasilkan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas ini dapat
dicerminkan melalui nilai korelasi yang tinggi. Semakin tinggi nilai korelasi,
maka akan semakin konsisten penelitian yang telah dibuat (Malhotra, 2007 dalam
Wijaya, 2009). Sehingga variabel atau sekumpulan variabel yang diukur konsisten
dalam apa yang dimaksudkan untuk diukur. Jika beberapa pengukuran yang
diambil, maka semua akan konsisten dalam nilai-nilai mereka (Hair et al., 2010,
p.175 dan Trihendradi, 2013).
Uji reliabilitas berbeda dari uji validitas, uji validitas menekankan pada
bagaimana jawaban atas pertanyaan diukur dan bukan dengan apa yang harus
diukur. Validitas ini berkaitan dengan seberapa baik konsep didefinisikan oleh
ukuran (s). Sedangkan reliabilitas berkaitan dengan konsistensi mengukur (s)
(Hair et al., 2010).
Uji validitas, merupakan konsep studi ukuran atau kumpulan set langkah-langkah
yang menggambarkan sejauh mana ia bebas dari kesalahan sistematik atau non
acak (Hair et al., 2010).
Untuk melihat validitas masing-masing pertanyaan, maka apabila nilai
signifikansi antara variabel total dengan variabel masing-masing pertanyaan
memiliki nilai dibawah nilai alfa (0,05). Apabila signifikasi <0,000 dapat
disimpulkan bahwa semua variabel pertanyaan valid (Trihendradi, 2013).
55
Universitas Indonesia
9.5.2. Korelasi
Alat uji ini digunakan untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara
manajemen perusahaan yang menerapkan TQM dengan faktor-faktor hambatan
budaya dan pekerja, hambatan infrastruktur, hambatan manajerial dan hambatan
organisasional.
Irianto (2004) mengemukakan bahwa korelasi yang sering digunakan oleh peneliti
adalah korelasi Pearson atau Product Moment Correlation. Hasil perhitungan
korelasi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok besar
yaitu :
a. Korelasi positif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati + 1 atau
sama dengan 1. Ini berarti bahwa setiap kenaikan skor / nilai pada variabel X
akan diikuti dengan kenaikan skor/nilai variabel Y, dan sebaliknya.
b. Korelasi negatif kuat, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati - 1 atau
sama dengan - 1. Ini berarti bahwa setiap kenaikan skor / nilai pada variabel
X akan diikuti dengan penurunan skor/nilai variabel Y, dan sebaliknya.
c. Tidak ada korelasi, apabila hasil perhitungan korelasi mendekati 0, hal ini
berarti bahwa naik turunnya skor/nilai satu variabel tidak mempunyai kaitan
dengan naik turunnya skor/nilai variabel yang lainnya.
Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan sedangkan nilai
signifikansinya (sig.) menunjukkan signifikansi hubungan tersebut. Jika nilai
koefisien korelasinya (r) lebih dari 0,5 maka hubungan antar kedua variabel kuat.
Dan, jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka hubungan faktor
hambatan signifikan dengan penerapan TQM (Sarwono, 2007 dalam Wijaya,
2009).
Uji ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor-skor setiap butir
pernyataan dengan skor total pada setiap konstruksi (corrected item-total
correlation). Nilai korelasi dapat ditunjukkan melalui koefisien Cranbach’s
Alpha, dimana jika nilainya di atas 0,6 maka data yang telah dikumpulkan
semakin reliabel.
56
Universitas Indonesia
Santoso (2014) mengemukakan bahwa proses analisis faktor mencoba
menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang
saling independen satu dengan lain. Tahapan analisis faktor yang dilakukan
adalah :
• Menilai korelasi variabel-variabel yang diuji dengan alat uji KMO dan
Bartlett’s test of sphericity dan anti image. Apabila angka KMO dan
Bartlett’s test adalah diatas 0,5 dengan signifikansi dibawah 0,05, maka
variabel dan sampel yang ada bisa dianalisis dengan analisis faktor. Angka
MSA (Measure of sampling adequacy) berkisar 0 sampai dengan 1 dengan
kriteria:
§ MSA=1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel
yang lain.
§ MSA>0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
§ MSA<0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih
lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.
• Proses factoring extraction menggunakan principal component untuk faktor
penerapan TQM, dan principal axis factoring untuk faktor-faktor penghambat
penerapan TQM. Jumlah faktor yang digunakan adalah 1 faktor.
• Rotation none.
• Factor score yang dipilih adalah regression.
• Option yang digunakan adalah exclude cases listwise.
9.5.3. Regresi Berganda
Hair et al (2010) menerangkan bahwa kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas
adalah dua alasan utama untuk regresi penggunaan luas di berbagai macam
aplikasi. Seperti yang akan Anda lihat pada bagian berikutnya, regresi berganda
dapat mewakili berbagai hubungan ketergantungan. Peneliti menggabungkan tiga
fitur :
a. Ukuran sampel, regresi berganda mempertahankan tingkat yang diperlukan
dari kekuatan statistik dan signifikansi praktek/statistik pada berbagai ukuran
sampel.
57
Universitas Indonesia
b. Elemen yang unik dari hubungan ketergantungan (dependence relationship).
Meskipun variabel bebas diasumsikan metrik dan memiliki hubungan linear
dengan variabel dependen, kedua asumsi dapat menciptakan variabel
tambahan untuk mewakili aspek-aspek khusus mewakili aspek khusus dari
hubungan.
c. Sifat variabel independen. Beberapa regresi mengakomodasi variabel bebas
metrik yang diasumsikan tetap di alam serta dengan komponen random.
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikatnya
diperlukan perhitungan koefisien korelasi. Dalam regresi linier sederhana,
koefisien korelasi merupakan kuadrat korelasi antara Y dan X, tetapi dalam
regresi linier ganda, koefisien korelasi merupakan sumbangan atau kontribusi
bersama dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya (Irianto, 2004).
Lebih jauh, Irianto (2004) menjelaskan bahwa untuk mengetahui besarnya
kontribusi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan
mempertimbangkan hubungan variabel bebas lainnya, baik terhadap variabel
terikat maupun variabel bebas yang dicari kontribusinya, diperlukan analisis
tersendiri. Korelasi parsial yang pertama menyatakan hubungan antara variabel
bebas pertama dengan variabel terikat dengan menghilangkan pengaruh
(hubungan) variabel bebas kedua dengan variabel bebas pertama dan pengaruh
variabel kedua dengan variabel terikatnya, dan seterusnya. Dengan
menghilangkan pengaruh tersebut maka kontribusi variabel pertama maupun
kedua terhadap variabel terikatnya merupakan kontribusi yang mendekati murni.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam regresi ganda adalah :
1. Sampel harus diambil secara acak (random) dari populasi yang berdistribusi
normal. Normalitas dapat diatasi dengan mengambil sampel banyak, disamping
itu normalitas dapat diketahui dengan uji normalitas.
2. Data variabel terikat harus berskala interval atau skala ratio, sedangkan skala
untuk variabel bebas tidak harus interval atau ratio tetapi bisa juga untuk data
yang berskala lebih rendah.
3. Antara variabel bebas dengan variabel terikatnya mempunyai hubungan secara
teoritis, dan melalui perhitungan korelasi sederhana dapat diuji signifikansi
58
Universitas Indonesia
hubungan tersebut. Jika ternyata antara variabel bebas dengan variabel terikat
tidak mempunyai hubungan sederhana yang signifikan maka korelasi ganda
pun tidak akan signifikan.
4. Persamaan regresi harus linier.
Dengan bantuan SPSS kita akan mendapatkan hasil perhitungan R square dalam
Model Summary. Angka tersebut menjelaskan besarnya pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap varibel dependen. Juga diperoleh
koefisien beta yang menjelaskan besarnya pengaruh parsial dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
Untuk melihat kemampuan variabel independen dalam model regresi untuk
menjelaskan variabel dependen maka digunakan uji F. Sedangkan untuk melihat
adakah hubungan linier antara variabel independen secara individual dengan
variabel dependen dilakukan Uji t.
Uji hipotesis dengan uji t ini dilakukan dengan membandingkan t hasil penelitian
dengan t tabel. Baik uji F maupun uji t dapat diperkuat dengan melihat angka
signifikansinya (sig.) apakah angka sig tersebut lebih kecil dari taraf
signifikansinya 0.05 maka terdapat hubungan pengaruh antara variabel-variabel
independen dengan variabel dependen.
Gujarati (1978) dalam Wijaya (2009) mengemukakan, untuk menghindari
menghasilkan estimasi data regresi yang bias maka model regresi haruslah
memenuhi asumsi-asumsi klasik. Penelitian ini kemudian menguji asumsi yang
harus dipenuhi untuk menghasilkan data regresi linier yang baik berupa:
(1) Tidak terdapat multikolinearitas, diketahui pada hasil perhitungan koefisien
korelasi sederhana (simple correlation) antar sesama variabel bebas.
(2) Modelnya regresinya merupakan hubungan linear dalam parameter.
59
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
14.1. Pengolahan Data
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilaksanakan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden yang merupakan pegawai di Badan POM. Unit
analisis yang menjadi target dari penyebaran kuesioner ini sejumlah 402
responden.
Kuesioner disebarkan dengan cara purposivesampling kepada unitkerja setingkat
eselon II di Badan POM sejumlah 324 kuesioner. Kuesioner yang dikembalikan
oleh responden sejumlah 266 kuesiner dengan rincian sebagaimana disajikan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1.Responden Rate
No. Unit Kerja Jumlah Responden Disebar Kembali
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 12 3 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 12 11 3. Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT 12 7 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 12 9 5. Direktorat Pengawasan NAPZA 12 11 6. Direktorat Penilaian OT, Suplemen Makanan dan Kosmetik 12 10 7. Direktorat Standardisasi OT, Kosmetik dan PK 12 12 8. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi OT, Kosmetik dan PK 12 11 9. Direktorat Obat Asli Indonesia 12 12
10. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 13 13 11. Direktorat Standardisasi Produk Pangan 12 12 12. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 20 20 13. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya 12 5 14. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 12 8 15. Biro Umum 24 17 16. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 12 8 17. Biro Perencanaan dan Keuangan 24 20 18. Biro Kerja Sama Luar Negeri 12 9 19. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan 12 8 20. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional 24 21 21. Pusat Informasi Obat dan Makanan 12 12 22. Pusat Riset Obat dan Makanan 12 12 23. Inspektorat 15 15
JUMLAH 324 266 Sumber: Data Primer (diolah)
Tingkat responden rate kuesioner adalah sejumlah 82,10 %.Selanjutnya penilaian
masing-masing responden atas setiap pertanyaan dikompilasikan dan kemudian
60
Universitas Indonesia
diolah secara statistik dengan bantuan program SPSS versi 14. Uji statistik yang
dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas, uji linieritas, uji korelasi, dan uji
regresi linier.
14.2. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas
Hasil kuesioner yang telah dikompilasikan dalam penelitian ini selanjutnya
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji ini dilakukan dengan
mengkorelasikan antara skor-skor setiap butir pernyataan (bagian dua dan tiga -
sebanyak 24 pertanyaan yang terbagi dalam 5 bagian) dengan skor total pada
setiap model konstruksi (corrected item-total correlation).
Uji validitas, pertanyaan setiap butir kuesionerdinyatakan valid apabila memiliki
nilai signifikansi dibawah nilai alfa (0,05). Uji reliabilitas hasil korelasi Pearson
dinyatakan memiliki korelasi positif kuat, jika hasil perhitungan mendekati + 1,
sebaliknya nilai korelasi negatif kuat jika hasil perhitungan mendekati – 1 dan jika
nilai koefisien korelasinya lebih dari 0,5 maka hubungan antar kedua faktor kuat.
Untuk uji KMO dan Bartlett’s test, apabila nilai KMO diatas 0,5 dan dengan
signifikansi dibawah 0,05, maka variabel dan sampel yang ada bisa dianalisis
dengan analisis faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih
lanjut.
14.2.1. Faktor Penerapan TQM
Nilai signifikansi faktor penerapan TQM adalah 0,000 lebih kecil daripada alfa
(0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam faktor penerapan
TQM adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada faktor penerapan
TQM disajikan pada Tabel 5.2.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat.
61
Universitas Indonesia
Tabel 5.2. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Penerapan TQM
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Penerapan TQM di Pelayanan Publik
Visionary leadership. 0,772 0,635 0,828 0,000 Internal and external cooperation. 0,650 Learning. 0,703 Process management. 0,521 Continous improvement. 0,717 Employee fulfilment. 0,683 Customer satisfaction. 0,659
Sumber: Data Primer (diolah)
Sedangkan nilai reliabilitas (alpha) faktorpenerapan TQM di Pelayanan Publik
senilai 0,772 lebih besar dari 0,6 yang berarti bahwa faktorpenerapan TQM di
pelayanan publikadalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,828 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.2. FaktorHambatan Budaya dan Pegawai
Nilai signifikansi faktorbudaya dan pegawai adalah 0,000 lebih kecil daripada alfa
(0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam faktorbudaya dan
pegawai adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada faktorbudaya dan
pegawai disajikan pada Tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorBudaya dan Pegawai
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Budaya dan Pegawai
Kesulitan mengubah budaya 0,761 0,710 0,753 0,000 Penolakan terhadap perubahan 0,778 Kurang komitmen dan keterlibatan pekerja
0,805
Ketidak percayaan pekerja terhadap kualitas
0,758
Sumber: Data Primer (diolah)
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
62
Universitas Indonesia
reliabilitas (alpha) faktor hambatanbudaya dan pegawai senilai 0,761 yang berarti
bahwa faktor hambatan budaya dan pegawai adalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,753 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.3. Faktor Hambatan Infrastruktur
Nilai signifikansi faktorhambatan infrastruktur adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan infrastruktur adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan
pada faktorhambatan infrastruktur disajikan pada Tabel 5.4dihalaman berikutnya.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
reliabilitas (alpha) faktor hambatan infrastruktur senilai 0,719, lebih besar dari 0,6
yang berarti bahwa faktor hambatan infrastruktur adalah reliabel.
Tabel 5.4.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorHambatan Infrastruktur
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Infrastruktur
Kurang pengetahuan tentang sistem kualitas
0,719 0,588 0,757 0,000
Tidak ada sistem umpan balik pelanggan 0,666 Kurangnya pelatihan bertema kualitas 0,626 Tidak adanya penghargaan 0,694 Tidak mengembangkan pengukuran kualitas
0,637
Tidak ada keahlian manajemen kualitas 0,673 Sumber: Data Primer (diolah)
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,757> 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
63
Universitas Indonesia
14.2.4. Faktor Hambatan Manajerial
Nilai signifikansi faktorhambatan manajerial adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan manajerial adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan pada
faktorhambatan manajerial disajikan pada Tabel 5.5 berikut :
Tabel 5.5.Uji Reliabilitas dan Uji Validitas FaktorHambatan Manajerial
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Manajerial
Kurangnya komitmen manajemen puncak
0,709 0,691 0,686 0,000
Tidak adanya visi dan misi 0,719 Tingginya turn over eksekutif kunci 0,736 Kurangnya sifat kepemimpinan 0,794
Sumber: Data Primer (diolah)
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
reliabilitas (alpha) faktor hambatan manajerial senilai 0,709 yang berarti bahwa
faktor hambatan manajerial adalah reliabel.
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,686 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.2.5. Faktor Hambatan Organisasional
Nilai signifikansi faktorhambatan organisasional adalah 0,000 lebih kecil daripada
alfa (0,05) yang dapat diartikan bahwa setiap butir pertanyaan dalam
faktorhambatan organisasional adalah valid.Nilai korelasi setiap butir pertanyaan
pada faktorhambatan organisasional disajikan pada Tabel 5.6.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan terhadap skor total memiliki nilai
mendekati + 1 dan lebih dari 0,5. Hal ini menggambarkan bahwa seluruh butir
pernyataan adalah mempunyai korelasi positif dan kuat. Sedangkan nilai
64
Universitas Indonesia
reliabilitas (alpha) faktor hambatan organisasional senilai 0,578 yang berarti
bahwa faktor hambatan organisasional adalah reliabel.
Tabel 5.6. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Faktor Hambatan Organisasional
Faktor Butir Pernyataan Alpha R KMO Bartlett’s Test
Hambatan Organisasional
Ketidakefektifan komunikasi organisasi 0,578 0,807 0,601 0,000 Adanya territorialism 0,691 Adanya politik organisasi 0,712
Sumber: Data Primer (diolah)
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,601 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.3. Analisis Korelasi
Setelah hasil pengujian dinyatakan reliabel dan valid, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis hubungan antar konstruksi faktor hambatan(faktor
hambatan budaya dan pegawai, infrastruktur, manajerial dan organisasional)
dengan faktor penerapan TQM pada pelayanan publik. Hasil penilaian
setiapfaktor hambatan ini dikorelasikan dengan penilaian total pada penerapan
TQM pelayanan publik.Hasil pengujian korelasi antar faktor hambatan dengan
penerapan TQM dengan menggunakan nilai core factordisajikan pada Tabel5.7
berikut :
Tabel 5.7. Korelasi antara Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM Faktor Penerapan TQM KMO Bartlett’s
Test Budaya dan pegawai R -0,374 0,861 0,000 sig 0,000 Infrastruktur R -0,644 sig 0,000 Manajerial R -0,633 sig 0,000 Organisasional r -0,565 sig 0,000
Sumber: Data Primer (diolah)
65
Universitas Indonesia
Uji KMO dan Bartlett’s test mendapatkan nilai 0,861 > 0,5 dengan signifikansi
dibawah 0,000 < 0,05, maka variabel dan sampel dapat dianalisis dengan analisis
faktor dan variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
14.3.1. Korelasi antara Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai dengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan budaya dan pegawai dengan penerapan TQM
sektor pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar-0,374. Nilai
koefisien korelasi (r < 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut tidak kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 <0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktorhambatan budaya dan pegawai dengan penerapan TQM.Namun, dengan
nilai koefisien korelasinya sebesar -0,374 dan signifikansi 0,000 tidak cukup
untuk menjelaskan adanya hubungan atau korelasi faktor hambatan budaya dan
pegawai berpotensi menghambat penerapan TQM.
14.3.2. Korelasi antara Faktor Hambatan Infrastrukturdengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,644. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,644 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan infrastrukturyang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
66
Universitas Indonesia
14.3.3. Korelasi antara Faktor Hambatan Manajerialdengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan manajerial dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,633. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,633 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan manajerial yang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
14.3.4. Korelasi antara Faktor Hambatan Organisasionaldengan Penerapan TQM
Hubungan korelasi faktor hambatan organisasional dengan penerapan TQM sektor
pelayanan publik diketahui dari koefisien korelasinya sebesar -0,565. Nilai
koefisien korelasi (r > 0,5) menunjukkan bahwa hubungan antara kedua faktor
tersebut kuat.
Tabel5.7 menginformasikan bahwa tingkat signifikansi antar faktor sebesar sig.
0,000 < 0.005. Data menginformasikan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor hambatan infrastruktur dengan penerapan TQM.Dengan nilai koefisien
korelasi sebesar -0,565 dan signifikansi 0,000 dapat menjelaskan adanya
hubungan atau korelasi antara faktor hambatan organisasional yang berpotensi
menghambat penerapan TQM dengan signifikan.
14.4. Analisis Regresi
Untuk menganalisis pengaruh faktor hamabtan budaya dan pegawai, hambatan
infrastruktur, hambatan manajerial, serta hambatan organiasional terhadap
penerapan TQM, digunakan analisis regresi linier. Analisis ini terbagi menjadi
dua yaitu analisis pengaruh hambatan tersebut secara bersama-sama dan analisis
67
Universitas Indonesia
pengaruh masing-masing hambatan tersebut secara parsial terhadap penerapan
TQM.
14.4.1. Uji Multikolinearitas
Dengan bantuan program pengolahan data statistik SPSS versi 14, data yang
diperoleh dari penelitian dapat diketahui nilai tolerance dan nilai VIFnya. Hasil
uji multikolinearitas disajikan pada Tabel 5.8.Model regresi diyakini bebas dari
kasus multikolinearitas jika nilai Tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10.
Tabel 5.8 Uji Multikolinearitas Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM Faktor Tolerance VIF Keterangan
Budaya dan Pegawai 0,688 1,454 Bebas multikolinearitas Infrastruktur 0,460 2,173 Bebas multikolinearitas Manajerial 0,446 2,242 Bebas multikolinearitas Organisasional 0,522 1,917 Bebas multikolinearitas
Sumber: Data Primer (diolah)
Dari hasil pengolahan data statistik, keseluruhan nilai tolerance faktor hambatan
diatas 0,1 dengan rincian sebagai berikut: faktor hambatan budaya dan pegawai
mempunyai nilai tolerance 0,688; faktor hambatan infrastruktur nilai tolerance
0,460; faktor manajerial nilai tolerance 0,446 dan faktor hambatan organisasional
mempunyai nilai tolerance 0,522.
Dari Tabel 5.8 diketahui pula nilai VIF untuk masing-masing faktor hambatan
penerapan TQM sebagai berikut: nilai VIF hambatan budaya dan pegawai sebesar
1,454; faktor hambatan infrastruktur sebesar 2,173; faktor manajerial sebesar
2,242 dan faktor hambatan organisasional mempunyai nilai VIF sebesar 1,917.
Dengan kedua kelompok data tersebut, maka diyakini bahwa model regresi bebas
dari kasus multikolinearitas.
14.4.2. Analisis Regresi Linier Pengaruh FaktorHambatan terhadap Penerapan TQM
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel dependen
berdasarkan variabel-variabel independennya. Analisis regresi linier
68
Universitas Indonesia
menggunakan metode enter yang memasukkan semua variabel independen
sekaligus untuk dianalisis.
Tabel 5.9. Hasil Anova Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM
Model Sum of Square Df Mean
Square F Sig
1 Regression 132,845 4 32,211 65,591 0,000 Residual 132,155 261 0,506
Total 265,000 265 Sumber: Data Primer (diolah)
Kemudian hasil pengolahan data SPSS versi 14 juga menghasilkan informasi yang
disajikan pada Tabel 5.10 dan Tabel 5.11. Dari Tabel 5.10 diinformasikan bahwa
nilai F hitung sebesar 65,591 dengan nilai signifikansi F adalah sebesar 0.000.
Bila dibandingkan dengan F tabel sebesar 1,71 maka F hitung lebih besar dan
dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi linier, secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap
variabel dependen (TQM).
Tabel 5.10 menyajikan hubungan antara faktorhambatan budaya dan pegawai,
hambatan infrastruktur, hambatan manajerial, dan hambatan organisasional secara
bersama sama dengan faktor penerapan TQM dapat dilihat dari koefisien korelasi
majemuk (multiple R) yang menunjukkan tingkat hubungan antar faktor dengan
nilai sebesar 0,708 (lebih dari 0,5). Hal ini menggambarkan bahwa terdapat
hubungan korelasi yang kuat antara faktor hambatan secara bersama-sama dengan
penerapan TQM.
Tabel 5.10. Model Summary Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM
Model R R Square Adjusted R Square
Std Error of The Estimate
1 0,708 0,501 0,494 0,71157645 Sumber: Data Primer (diolah)
R square atau koefisien determinasi memiliki nilai 0,501 dan adjusted r
squarememiliki nilai sebesar 0,494. R square senilai 0,501(dibulatkan 50%)
memiliki arti bahwa pengaruh keempat faktor hambatan dapat menjelaskan variasi
penerapan TQM hanya sebesar50%, sedangkan sisanya sebesar 50% lainnya
69
Universitas Indonesia
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam lingkup konstruksi model
penelitian ini.
Tabel 5.11 memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
TQM.Variabel independen akan berpengaruh terhadap variabel dependen jika
nilai signifikansi dibawah < 0,05. Dari Tabel 5.11diketahui bahwa faktor
infrastruktur, manajerial, dan organisasional berpengaruh terhadap penerapan
TQM dengan nilai signifikansi < 0,05 sehingga ketiga faktor tersebut dimasukkan
kedalam model.
Tabel 5.11. Koefisien Faktor Hambatan dengan Penerapan TQM
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta (Constant) 1,61 x 1016 0,044 0,000 1,000 Budaya danPegawai 0.027 0,060 0,024 0,451 0,652 Infrastruktur -0,401 0,075 -0,343 -5,321 0,000 Manajerial -0,338 0,076 -0,290 -4,432 0,000 Organisasional -0,229 0,074 -0,187 -3,092 0,002
Sumber: Data Primer (diolah)
Dari Tabel 5.12 diketahui pula tidak terdapat pengaruh faktor hambatan budaya
dan pegawai terhadap penerapan TQM. Data nilai koefisien regresinya sebesar
0,027 namun memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,652> 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh faktor hambatan budaya dan pegawai tidak
menghambat penerapan TQM.
Faktor hambatan infrastruktur mendapatkan hasil pengolahan data statistik berupa
nilai koefisien regresinya sebesar -0,401dengan dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hambatan infrastruktur
berpengaruh menghambat penerapan TQM secara signifikan.
Faktor hambatan manajerial mendapatkan hasil pengolahan data statistik berupa
nilai koefisien regresinya sebesar -0,338 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000
< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hambatan manajerial berpengaruh
menghambat penerapan TQM secara signifikan.
70
Universitas Indonesia
Faktor hambatan organisasional mendapatkan hasil pengolahan data statistik
berupa nilai koefisien regresinya sebesar -0,229 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,002< 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa faktor hambatan organisasional
berpengaruh menghambat penerapan TQM secara signifikan.
Karena nilai constant memiliki nilai signifikansi 1,000 < 0,05 maka nilai constant
tidakberpengaruh terhadap penerapan TQM.
Usulan model regresi pada penelitian ini sebagai berikut :
Penerapan TQM = -0,401 Infrastruktur + -0,338 Manajerial + -0,229 Organisasional..................................................(5.1)
14.5. Pembahasan
Sebagai organisasi pelayanan publik, Badan POM telah mendapatkan sertifikasi
ISO 9001:2008 yang diterbitkan oleh United Registrar of Sistem (URS) UK untuk
seluruh unit Badan POM baik di pusat maupun daerah.Dengan penerapan ISO
9001:2008, maka prinsip pertama ISO 9001:2008 berupa memenuhi kebutuhan
ekspektasi pelanggan dan prinsip ke enam berupa peningkatan terus-menerus
kinerja organisasi dapat diterapkan secara konsisten.
Setelah penerapan ISO 9001:2008 selama 4 (empat) tahun ini, dirasakan bahwa
sertifikasi ISO 9001:2008lebih menitikberatkan pada pembuktian kepatuhan
terhadap standar operasi baku (SOP) yang telah disusun, dan belum sepenuhnya
mengakomodasi pemenuhan ekspektasi pelanggan dan peningkatan kinerja
organisasi.Untuk memenuhi kedua hal tersebut, maka penerapan manajemen
kualitas total (TQM) yang menitikberatkan pada perbaikan terus-menerus untuk
mencapai kepuasan pelanggan menjadi penting sebagai tujuan selanjutnya di
Badan POM.
Pengembangan manajemen kualitas dari ISO 9001:2008 menuju TQM
membutuhkan usaha yang tidak sedikit. Prosesadaptasi dan modifikasidiperlukan
agar TQM dapat diterapkan disektor pelayanan publik.
71
Universitas Indonesia
Penelitian ini melakukan adaptasi atas variabel yang mewakili penerapan TQM
pada sektor pelayanan publik.Penelitian ini menggunakan konsep penelitian
Anderson et al (1995) dan Rungtusanathan et al (1998) dalam Douglas
(2004)dengan 7 (tujuh) variabel berupa visionary leadership,internal and external
cooperation, learning,process management, continous improvement,employee
fulfilment,dan customer satisfactionsebagai variabel dependennya.
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan bernilai positif dan kuat. Serta nilai
reliabilitas (alpha) senilai 0,772 yang berarti bahwa faktor penerapan TQM di
pelayanan publikadalah reliabel.Sehinggapertanyaan yang disusun dalam faktor
penerapan TQM dapat dimengerti dan dipahami oleh responden di Badan POM.
Meskipun adaptasi penerapan TQM telah dilakukan, namun diyakini tetap
terdapat hambatan dalam pengembangan TQM di sektor pelayanan publik. Ngai
dan Cheng (1995) mengidentifikasi dimensi-dimensi yang dapat berpotensi
sebagai faktor penghambat penerapan TQM tersebut berupa faktor budaya dan
pegawai, faktor infrastruktur, faktor manajerial dan faktor organisasional.
Penelitian selanjutnya dilakukan untuk menilai hubungan korelasi faktor-faktor
hambatan dengan faktorpenerapan TQM sektor pelayanan publik. Penelitian
mendapatkan hasilfaktor hambatan budaya dan pegawai dengan koefisien korelasi
sebesar -0,374; faktor hambatan infrastruktur dengan koefisien korelasi sebesar -
0,644; faktor hambatan manajerial dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,633
dan faktor hambatan organisasional dengan koefisien korelasi sebesar -0,565.
Keseluruhan koefisien korelasi faktor hambatan penerapan TQM bernilai negatif
mendekati - 1, yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan nilai pada faktor
hambatan (independen) akan diikuti dengan penurunan nilai faktor penerapan
TQM di sektor publik. Hal ini menggambarkan bahwa keempat faktor hambatan
tersebut berpotensi menghambat penerapan TQM di Badan POM.
Fakta ini sejalan dengan pengujian data yang dilakukan dengan cara regresi linier.
Analisis data mendapatkan hasil bahwa terdapat faktor yang secara bersama-sama
mempengaruhi penerapan TQM. Faktor tersebut adalah faktor independen
infrastruktur, manajerial, dan organisasional, berpengaruh terhadap penerapan
72
Universitas Indonesia
TQM dengan nilai signifikansi <0,05. Sedangkan faktor hambatan budaya dan
pegawai mempunyai nilai signifikansi sebesar
Nilai koefisien regresi untuk ketigafaktor tersebut bernilai negatif. Koefisien
regresi faktorhambatan infrastruktur sebesar -0,401; koefisien regresi faktor
manajerial sebesar -0,338 dan koefisien regresi faktor organisasional sebesar -
0,229.
Koefisien dengan nilai negatif tersebut berarti mempunyai hubungan yang
berlawanan arah dengan penerapan TQM.Kenaikan nilai dari ketiga
faktorhambatan tersebut akan menghambat penerapan TQM.Sehingga ketiga
faktor hambatan tersebut merupakan faktor yang dapat menghambat penerapan
TQM di Badan POM.
Dengan nilai koefisien korelasi negatif dan koefisien regresi negatif pada tiga
faktor penghambat tersebut, dapat diartikan bahwa di Badan POM terdapat
beberapa faktor yang menghambat penerapan TQM. Faktor hambatandan
variabelnya antara lain :
a. Faktor hambatan infrastruktur yang terdiri dari variabel:
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman sistem manajemen kualitas,
adalah pegawai Badan POM tidak melakukan pencarian, pengembangan
dan bekerjasama dengan stakeholder dalam mengembangkan kualitas
pelayanan publik.
• Tidak ada sistem umpan balik dari konsumen, adalah tidak memiliki
sistem untuk mendapatkan penilaian dan informasi yang berkaitan
dengan hasil layanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
• Kurangnya pendidikan dan pelatihan kualitas, adalah tidak adanya
pengetahuan tentang mengapa, bagaimana dan mengembangkan
kompetensi di bidang kualitas pelayanan publik.
• Tidak adanya sistem penghargaan dan hadiah, adalah kurangnya insentif
kepada pegawai yang berpartisipasi dan berprestasi dalam pengembangan
kualitas pelayanan publik.
73
Universitas Indonesia
• Tidak mengembangkan pengukuran kualitas, adalah belum optimalnya
monitoring kinerja dan hasil pelayanan publik yang diberikan yang
berkaitan dengan keinginan dan kepuasan pelanggan.
• Tidak memiliki keahlian manajemen kualitas adalah sedikitnya pegawai
yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan pemahaman dalam
menerapkan prinsip-prinsip TQM.
b. Faktor hambatan manajerial terdiri dari variabel:
• Komitmen manajemen puncak, adalah konsistensi pimpinan Badan POM
dalam melaksanakan prinsip-prinsip TQM.
• Tidak adanya visi dan misi, adalah manajemen belum sepenuhnya
memahami mengenai bisnis yang sedang dilakukan organisasi dan ingin
menjadi organisasi yang bagaimana dalam melakukan kegiatan bisnis
tersebut.
• Tingginya tingkat perputaran eksekutif kunci. Promosi dan mutasi adalah
proses penggantian atau pemutasian pegawai untuk menduduki jabatan.
• Tidak adanya sifat kepemimpinan, adalah bahwa sebagian pimpinan
tidak memiliki kecakapan dan pembawaan yang dapat memeberikan
isnpirasi kepada orang lain untuk mengikutinya.
c. Faktor hambatan organisasional terdiri dari variabel:
• Jaringan komunikasi internal maupun eksternal yang tidak efektif,
adalah aliran data, informasi dan pengetahuan antar fungsi-fungsi
organisasi baik vertikal maupun horisontal.
• Territorialism adalah keengganan pegawai menyumbangkan
pemikirannya kepada pegawai di bagian lain apabila merasa
kedudukannya terancam.
• Politik keorganisasian. Politik keorganisasian merupakan kegiatan
seseorang pegawai Badan POM untuk mendapatkan, meningkatkan dan
menggunakan kewenangannya untuk memperoleh hasil yang mereka
inginkan dalam situasi ketidakpastian atau ketidaksetujuan.
74
Universitas Indonesia
Data nilai koefisien regresi faktor budaya dan pegawai yang mempunyai nilai
sebesar 0,027, namun memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,652> 0,05. Hal ini
menunjukkan pula bahwa faktorbudaya dan pegawai yang terdiri dari variabel
kesulitan mengubah budaya, penolakan terhadap perubahan, kurang komitmen
dan keterlibatan pegawai dan ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas juga
tidak terdeteksi sebagai faktor yang berpotensi menghambat penerapan TQM.
Selanjutnya, meskipun model konstruksi faktor hambatan penerapan TQM Ngai
dan Cheng (1995) dalam Wijaya (2009) merupakan faktor hambatan yang lebih
komprehensif dan terstruktur yang peneliti peroleh apabila dibandingkan dengan
faktor hambatan penerapan TQM yang diajukan oleh peneliti lainnya (lihat Tabel
2.1). Namun, hasil pengolahan datamodel regresi linier faktor hambatan
penerapan TQM pelayanan publik di Badan POM hanya memiliki nilai R square
senilai 0,501 (dibulatkan 50%).Sehingga pengaruh keempat faktor hambatan
dapat menjelaskan variasi penerapan TQM hanya sebesar 50%, sedangkan sisanya
sebesar 50% lainnya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam
lingkup model konstruksi penelitian ini.
Dengan kondisi tersebut, diduga masih terdapat ruang untuk melanjutkan
penelitian sejenis dengan menambahkan faktor lain berupa, antara lain:
perencanaan kualitas (Master 1996, Whalen dan Rahim 1994), sumber daya
(Master 1996, Whalen dan Rahim 1994), informasi (Ammar dan Zain, 2002),
struktur organisasi (Arvinder dan Spencer, 1997), identifikasi masalah dan teknik
pemecahan masalah (Tamini dan Sebastianelli, 1998) dan tidak melibatkan suplier
(Adebanjo dan Kehoe, 1998). Faktor-faktor tersebut dapat diduga turut
berpengaruh pada penerapan TQM di instansi pelayanan publik.
75
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
20.1. Kesimpulan
Nilai korelasi seluruh butir pernyataan penerapan TQM bernilai positif dan kuat.
Serta nilai reliabilitas (alpha) reliabel. Sehingga responden di Badan POM
memahami variabel dalam faktor penerapan TQM di sektor publik seperti yang
dirumuskan oleh Anderson et al (1995) dan Rungtusanathan et al (1998) dalam
Douglas (2004), berupa :
• Visionary leadership, manajemen puncak memiliki kemampuan untuk
membangun, melaksanakan dan memimpin pencapaian visi dan misi yang
didorong oleh perubahan kebutuhan.
• Internal and external cooperation, manajemen membangun komunikasi dan
kerjasama dengan pegawai dan kerjasama dengan pelanggan.
• Learning, manajemen memiliki kemampuan untuk mengenali dan
memelihara pengembangan keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya.
• Process management, organisasi memiliki prosedur operasi standar (SOP)
dan aturan perilaku yang menekankan pengelolaan proses atau cara tindakan,
bukan kepada hasil.
• Continous improvement, serta dimensi proses dan outcame dengan variabel
organisasi memiliki kecenderungan untuk melakukan perbaikan yang terus
menerus dan melakukan inovasi proses, produk, dan jasa.
• Employee fulfilment, manajemen berusaha memenuhi kebutuhan pegawai.
• Customer satisfaction, organisasi berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan.
Pengujian faktor hambatan Ngai dan Cheng (1995) di Badan POM dapat
menjelaskan adanya faktor hambatan dalam penerapan TQM. Faktor hambatan
infrastruktur, manajerial, dan organisasional memiliki koefisien korelasi faktor
hambatan penerapan TQM bernilai negatif dan koefisien regresi bernilai negatif.
Secara bersama-sama kenaikan nilai dari ketiga faktor hambatan tersebut akan
menghambat penerapan TQM.
76
Universitas Indonesia
Sehingga di Badan POM, terdeteksi tiga faktor penghambat penerapan berupa :
d. Faktor hambatan infrastruktur yang terdiri dari variabel kurangnya
pengetahuan tentang sistem kualitas, tidak ada sistem umpan balik pelanggan,
kurangnya pelatihan bertema kualitas, tidak adanya penghargaan, tidak
mengembangkan pengukuran kualitas, dan tidak ada keahlian manajemen
kualitas menghambat penerapan TQM.
e. Faktor hambatan manajerial terdiri dari variabel kurangnya komitmen
manajemen puncak, tidak adanya visi dan misi, tingginya turn over eksekutif
kunci, dan kurangnya sifat kepemimpinan menghambat penerapan TQM.
f. Faktor hambatan organisasional terdiri dari variabel ketidakefektifan
komunikasi organisasi, adanya territorialism, dan adanya politik organisasi
menghambat penerapan TQM.
Pengaruh keempat faktor hambatan dalam menjelaskan variasi penerapan TQM
hanya sebesar 50%, sedangkan sisanya sebesar 50% lainnya dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak termasuk dalam lingkup model konstruksi penelitian ini. Masih
terdapat faktor hambatan lain yang tidak termasuk dalam lingkup konstruksi
model penelitian ini.
20.2. Saran
a. Untuk Badan POM, peneliti memberikan saran untuk strategy Improvement
dengan menyusun road map berupa :
Perbaikan atas faktor hambatan infrastruktur dengan menyusun rencana aksi
berupa
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman sistem manajemen kualitas,
adalah dengan merencanakan focus group dicision (FGD) dengan
stakeholder Badan POM untuk menyusun, mendefinisikan dan
mengembangkan kualitas.
77
Universitas Indonesia
• Tidak ada sistem umpan balik dari konsumen, adalah merencanakan
focus group dicision (FGD) dengan pelanggan Badan POM dan
sosialisasi atas peraturan pengawasan obat dan makanan secara berkala
serta menyediakan sistem umpan balik pelanggan secara manual dengan
kotak pengaduan dan saran serta melalui website www.pom.go.id.
• Kurangnya pendidikan dan pelatihan kualitas dan tidak memiliki
keahlian manajemen kualitas dengan melanjutkan pelatihan mengenai
ISO 9001:2008 yang dikaitkan dengan keahlian/kompetensi teknis secara
berkala dan mengembangkan pelatihan training of trainer (TOT) kepada
pegawai yang dipilih sehingga pegawai dapat menularkan keahlian ISO
9001:2008 secara mandiri di unit kerjanya. Secara bertahap
diperkenalkan pula pelatihan mengenai Total Quality Management.
• Tidak adanya sistem penghargaan dan hadiah, adalah dengan
memberikan insentif kepada pegawai yang berprestasi dalam
pengembangan kualitas.
• Tidak mengembangkan pengukuran kualitas, adalah mengembangkan
melakukan monitoring kinerja secara individual dan berbasis web yang
dapat diakses oleh semua pihak.
Perbaikan atas faktor hambatan manajerial dengan menyusun rencana aksi
berupa:
• Komitmen manajemen puncak dan tidak adanya visi dan misi, dengan
melibatkan jajaran pimpinan eselon I dan II dalam rapat tinjauan
manajemen (RTM) yang dilaksanakan secara berkala.
• Tingginya tingkat perputaran eksekutif kunci, dengan
mempertimbangkan promosi dan mutasi pegawai sesuai dengan
kebutuhan organisasi Badan POM dan menyiapkan penggantinya dengan
kualifikasi yang sesuai.
• Tidak adanya sifat kepemimpinan, dengan merencanakan pelatihan
kepemimpinan secara berjenjang dan melakukan assessment pegawai
untuk mendapatkan pegawai yang memiliki kecakapan yang sesuai.
78
Universitas Indonesia
Perbaikan atas faktor hambatan organisasional dengan menyusun rencana
aksi berupa:
• Jaringan komunikasi internal maupun eksternal yang tidak efektif,
adanya territorialism dan politik keorganisasian, dengan melaksanakan
learning organisation, outbond yang melibatkan pegawai antar unit dan
jenjang promosi pegawai yang lintas eselon I.
b. Melanjutkan penelitian sejenis dengan menambahkan faktor lain berupa:
perencanaan kualitas, sumber daya, informasi, struktur organisasi,
identifikasi masalah dan teknik pemecahan masalah, dan tidak melibatkan
suplier.
79
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Kifayah., dan Zain, Zuraidah Mohd. (2002). Barriers to implementing TQM in Indonesia manufacturing organizations. The TQM Magazine 14.6, 367 – 372. Arvinder P.S. Loomba, Spencer, Michael S. (1997). A model for institutional TQM in a state government agency. The International Journal of Quality and Reliability Management 14.8, 753-767. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2010). Dokumen Perencanaan Strategis 2009 – 2014. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2011). Manual Mutu ISO 9001:2008. Caster, Lucy. (1995). Quality in Public Services – Managers’Choices. Ballmoor England. Open University Press. Douglas, Thomas J. & Frendendall, Lawrence D. (2004). Evaluating the deming management model of total quality in services, Decision Sciences. Ehrenberg, Rudolph H., & Stupak, Ronald J. (1994). Total quality management: its relationship to administrative theory and organizational behavior in the public sector. Public Administration Quarterly 18.1, 75. Gaspersz, Vincent. (2001). ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. (Cetakan keempat). Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Hair, Joseph F. Jr., Hitam, William C., Babin, Barry J., Anderson, Rolph E. (2010). Multivariate Analisis Data, A Global Perspective. (Seven Ed). Pearson Prentice Hall. http://www.isosh.com/en/project/index1.php?id1=1&id2=1
Irianto, Agus. (2004). Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. Kencana.
Jacobs, F. R., Chase, R. B., dan Aquilano, N. J. (2008). Operations and Supply management. New York. McGraw-Hill Companies, Inc. Kluse, Christopher. (2009). TQM and the government: the importance of leadership and personal transformation. The Journal For Quality and Participation 32.3, 27 -31. Kotler, Philip. (2000). Marketing Management. New Jersey. Prentice Hall International Inc.
80
Universitas Indonesia
Leitch, John A. (1992). Study indicates tqm is working in the federal government. Tapping The Network Journal 3.4, 6. Magd, Hesham & Curry, Adrienne. (2003). ISO 9001 and TQM - Are They Complementary or Contradictory to Each Other?. The TQM Magazine 15.4, 244. Martinez-Lorente, Angel R. & Martinez-Costa, Micaela. (2004). ISO 9000 and TQM - substitute or complementaries? an empirical study in industrial companies. The International Journal of Quality & Reliability Management 21.2/3, 260-276. Rago, William V. (1994). Adapting total quality management (TQM) to government - another point of view. Public Administration Review, 61. Rago, William V. (1996). Struggles in transformation: a study in TQM, leadership, and organizational culture in a government agency. Public Administration Review 56.3, 227. Santoso, Singgih. (2014). Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS (edisi Revisi). Jakarta. Elex Media Komputindo. Sebastianelli, Rose & Tamini, Nabil. (1998). Barriers to TQM: a class level student project. Journal of Education For Business 73.3, 158 – 162. Slack, Nigel., Chambers, Stuart., Johnston, Robert. (2007). Operations Management. (Fifth ed). Edinburgh Gate, England. Prentice Hall. Swiss, James E. (1992). Adapting total quality management (TQM) to government. Public Administration Review 52.4, 356. To, W. M., Lee, Peter K. C., Yu, Billy T. W. (2011). ISO 9001:2000 implementation in the public sector. TQM Journal 23.1, 59 – 72. Ulya, Munzillah. (2004). Analisa Implementasi ISO/TS 16949:2002 Guna Mencapai Total Quality Manajemen di PT Toyo Seal Indonesia. Jakarta. Tesis MM-FE UI. Walton, Marry. (1986). The Deming management Method. New York. Perigee Books. Whalen, M. J. & Rahim, M. A. (1994). Common barriers to implementation and development of a tqm program. Industrial Management 36.2, 19. Wijaya, Haris P. (2009). Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Penghambat Penerapan Total Quality Management Pada Perusahaan Yang Bersertifikat ISO 9000. Jakarta. Tesis MM – FE UI.
81
Lampiran 1. Pengujian SPSS Faktor Penerapan TQM
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,772 7 Correlations
T_TQM Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 T_TQM Pearson Correlation 1 ,635(**) ,650(**) ,703(**) ,521(**) ,717(**) ,683(**) ,659(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q1 Pearson Correlation ,635(**) 1 ,334(**) ,392(**) ,178(**) ,345(**) ,339(**) ,324(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,004 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q2 Pearson Correlation ,650(**) ,334(**) 1 ,442(**) ,250(**) ,324(**) ,271(**) ,428(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q3 Pearson Correlation ,703(**) ,392(**) ,442(**) 1 ,221(**) ,392(**) ,399(**) ,313(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q4 Pearson Correlation ,521(**) ,178(**) ,250(**) ,221(**) 1 ,362(**) ,179(**) ,272(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,004 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q5 Pearson Correlation ,717(**) ,345(**) ,324(**) ,392(**) ,362(**) 1 ,437(**) ,453(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q6 Pearson Correlation ,683(**) ,339(**) ,271(**) ,399(**) ,179(**) ,437(**) 1 ,314(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266 Q7 Pearson Correlation ,659(**) ,324(**) ,428(**) ,313(**) ,272(**) ,453(**) ,314(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266 266 266 266
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,828
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 398,537 df 21 Sig. ,000
82
Lampiran 1. Pengujian SPSS Faktor Penerapan TQM Communalities Extraction Method: Principal Component Analysis. Component Matrix(a)
Component
1 Q1 ,635 Q2 ,671 Q3 ,701 Q4 ,498 Q5 ,735 Q6 ,645 Q7 ,685
Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.
83
Lampiran 2. Pengujian SPSS Faktor Hambatan Budaya dan Pegawai
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,761 4 Correlations
T_M1 H11 H12 H13 H14 T_M1 Pearson Correlation 1 ,710(**) ,778(**) ,805(**) ,758(**)
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H11 Pearson Correlation ,710(**) 1 ,447(**) ,385(**) ,352(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H12 Pearson Correlation ,778(**) ,447(**) 1 ,495(**) ,427(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H13 Pearson Correlation ,805(**) ,385(**) ,495(**) 1 ,551(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H14 Pearson Correlation ,758(**) ,352(**) ,427(**) ,551(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,753
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 255,627 Df 6 Sig. ,000
Factor Matrix(a)
Factor
1 H11 ,561 H12 ,685 H13 ,748 H14 ,672
Extraction Method: Principal Axis Factoring. a 1 factors extracted. 7 iterations required.
84
Lampiran 3. Pengujian SPSS Faktor Hambatan Infrastruktur
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,719 6 Correlations
T_M2 H25 H26 H27 H28 H29 H210 Pearson Correlation 1 ,588(**) ,666(**) ,626(**) ,694(**) ,637(**) ,673(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,588(**) 1 ,462(**) ,252(**) ,175(**) ,303(**) ,271(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,004 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,666(**) ,462(**) 1 ,281(**) ,322(**) ,242(**) ,389(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,626(**) ,252(**) ,281(**) 1 ,354(**) ,287(**) ,234(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,694(**) ,175(**) ,322(**) ,354(**) 1 ,311(**) ,339(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,004 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,637(**) ,303(**) ,242(**) ,287(**) ,311(**) 1 ,367(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 Pearson Correlation ,673(**) ,271(**) ,389(**) ,234(**) ,339(**) ,367(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
N 266 266 266 266 266 266 266 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,757
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 272,489 Df 15 Sig. ,000
85
Lampiran 3. Pengujian SPSS Faktor Hambatan Infrastruktur
Factor Matrix(a)
Factor
1 H25 ,531 H26 ,631 H27 ,495 H28 ,537 H29 ,538 H210 ,588
Extraction Method: Principal Axis Factoring. a 1 factors extracted. 5 iterations required.
86
Lampiran 4. Pengujian SPSS Faktor Hambatan Manajerial
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,709 4 Correlations
T_M3 H311 H312 H313 H314 T_M3 Pearson Correlation 1 ,691(**) ,719(**) ,736(**) ,794(**)
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H311 Pearson Correlation ,691(**) 1 ,530(**) ,237(**) ,370(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H312 Pearson Correlation ,719(**) ,530(**) 1 ,291(**) ,433(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H313 Pearson Correlation ,736(**) ,237(**) ,291(**) 1 ,492(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
H314 Pearson Correlation ,794(**) ,370(**) ,433(**) ,492(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266 266
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Keterangan : KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,686
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 225,682 Df 6 Sig. ,000
Factor Matrix(a)
Factor
1 H311 ,606 H312 ,689 H313 ,517 H314 ,700
Extraction Method: Principal Axis Factoring. a 1 factors extracted. 7 iterations required.
87
Lampiran 5. Pengujian SPSS Faktor Hambatan Organisasional
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,578 3 Correlations
T_M4 H415 H416 H417 T_M4 Pearson Correlation 1 ,807(**) ,691(**) ,712(**)
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
H415 Pearson Correlation ,807(**) 1 ,419(**) ,312(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
H416 Pearson Correlation ,691(**) ,419(**) 1 ,225(**) Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
H417 Pearson Correlation ,712(**) ,312(**) ,225(**) 1 Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 N 266 266 266 266
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,601
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 81,008 Df 3 Sig. ,000
Factor Matrix(a)
Factor
1 H415 ,758 H416 ,552 H417 ,410
Extraction Method: Principal Axis Factoring. a 1 factors extracted. 23 iterations required.
88
Lampiran 6. Pengujian SPSS Korelasi
Correlations
Penerapan
TQM Budaya dan
Pegawai Infrastruktur Manajerial Organisasio
nal Pearson Correlation Penerapan TQM 1,000 -,374 -,644 -,633 -,565 Budaya dan Pegawai -,374 1,000 ,490 ,475 ,492 Infrastruktur -,644 ,490 1,000 ,690 ,604 Manajerial -,633 ,475 ,690 1,000 ,629 Organisasional -,565 ,492 ,604 ,629 1,000 Sig. (1-tailed) Penerapan TQM . ,000 ,000 ,000 ,000 Budaya dan Pegawai ,000 . ,000 ,000 ,000 Infrastruktur ,000 ,000 . ,000 ,000 Manajerial ,000 ,000 ,000 . ,000 Organisasional ,000 ,000 ,000 ,000 . N Penerapan TQM 266 266 266 266 266 Budaya dan Pegawai 266 266 266 266 266 Infrastruktur 266 266 266 266 266 Manajerial 266 266 266 266 266 Organisasional 266 266 266 266 266
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,861
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 607,648 Df 10 Sig. ,000
Component Matrix(a)
Component
1 Penerapan TQM -,804 Budaya dan Pegawai ,680 Infrastruktur ,859 Manajerial ,860 Organisasional ,819
Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.
89
Lampiran 7. Pengujian SPSS Regresi Linier Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 ,708(a) ,501 ,494 ,71157645 a Predictors: (Constant), Organisasional, Budaya dan Pegawai, Infrastruktur, Manajerial b Dependent Variable: Penerapan TQM Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations Collinearity Statistics
B Std.
Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 1,61E-016 ,044 ,000 1,000 Budaya dan
Pegawai ,027 ,060 ,024 ,451 ,652 -,374 ,028 ,020 ,688 1,454
Infrastruktur -,401 ,075 -,343 -5,321 ,000 -,644 -,313 -,233 ,460 2,173 Manajerial -,338 ,076 -,290 -4,432 ,000 -,633 -,265 -,194 ,446 2,242 Organisasional -,229 ,074 -,187 -3,092 ,002 -,565 -,188 -,135 ,522 1,917
a Dependent Variable: Penerapan TQM
90
Lampiran 8. Kuesioner
BAGIAN SATUIDENTITAS RESPONDEN(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban hanya diperbolehkan satu tanda saja)
Jenis kelamin: 1. Pria2. Wanita
Umur : …………. Tahun
Pendidikan : 1. S -2/S - 32. S - 1/Profesi3. D1/D2/D34. SLTA
Jabatan : 1. Eselon II2. Eselon III3. Eselon IV4. Fungsional PFM/Auditor/dll5. Fungsional Umum
Keterlibatan dalam QMS Badan POM :(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban boleh lebih dari satu tanda)
1. Managemen Representatif2. Auditor Internal3. Tim PMP RB Badan POM4. Tidak terlibat dalam tim QMS dan RB
BAGIAN DUAKUESIONER PENERAPAN MANAJEMEN KUALITAS TOTAL (TQM) di BIDANG PELAYANAN PUBLIK(Lingkari kode angka sesuai persepsi jawaban anda, jawaban hanya diperbolehkan satu tanda saja)
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju
Sangat Setuju
1 2 3 4 51 Manajemen puncak Badan POM memiliki
kemampuan untuk membangun, melaksanakan dan memimpin pencapaian visi dan misi yang didorong oleh perubahan kebutuhan. (visionary leadership ).
1 2 3 4 5
2 Manajemen Badan POM berusaha untuk membangun komunikasi dan kerjasama dengan pegawai (internal) dan kerjasama dengan pihak pihak ke tiga dan pelanggan (eksternal). (Internal and external cooperation ).
1 2 3 4 5
3 Badan POM memiliki kemampuan untuk mengenali dan memelihara pengembangan keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya. (learning ).
1 2 3 4 5
4 Badan POM memiliki prosedur operasi standar (SOP) dan aturan perilaku yang menekankan pengelolaan proses, atau cara tindakan, bukan hasil (process management ).
1 2 3 4 5
5 Badan POM memiliki kecenderungan untuk melakukan perbaikan yang terus menerus dan melakukan inovasi proses, produk, dan jasa. (continous improvement ).
1 2 3 4 5
6 Manajemen Badan POM berusaha memenuhi kebutuhan pegawai (employee fulfilment ).
1 2 3 4 5
7 Badan POM berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan (customer satisfaction ).
1 2 3 4 5
SURVEI PENERAPAN MANAJEMEN KUALITAS TOTAL (Total Quality Management ) di BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
NO. DAFTAR PERTANYAAN
SKALA JAWABAN
91
Lampiran 8. Kuesioner
92
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 1 4 4 4 4 3 3 4 4 3 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 4 4 4 5 5 5 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 4 4 3 5 4 3 4 3 3 2 2 1 2 2 3 2 2 2 2 4 4 2 1 2 4 4 4 3 3 4 3 4 3 2 3 2 2 3 2 4 2 3 3 2 3 3 4 3 3 5 4 4 4 5 3 2 3 4 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 6 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 2 4 2 4 2 3 2 2 4 3 4 2 2 7 4 3 2 2 4 3 4 4 4 3 2 2 2 4 3 2 4 4 2 4 4 4 3 3 8 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 9 3 4 4 3 4 2 4 4 4 4 4 2 2 3 4 2 3 3 2 2 2 3 3 3
10 3 4 4 4 4 2 3 4 4 5 3 2 2 3 4 3 3 3 2 2 3 2 2 3 11 3 4 4 5 4 3 4 3 3 3 2 3 3 2 4 2 2 3 3 4 3 3 2 3 12 4 4 3 4 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 13 4 5 4 4 5 4 4 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 14 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 3 3 2 3 15 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 16 4 4 3 5 4 5 5 4 4 3 3 2 2 2 5 3 3 3 2 4 3 2 1 1 17 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 3 2 4 2 3 3 2 3 3 3 2 4 18 3 4 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 4 4 2 4 19 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 20 4 4 3 4 4 4 4 4 2 3 2 3 2 4 4 3 2 3 2 4 3 3 3 2 21 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3
93
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 22 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 23 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 24 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 3 25 5 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 26 4 4 4 4 5 5 4 3 4 3 2 2 2 3 4 3 2 3 1 2 3 2 2 2 27 4 4 4 5 5 3 5 4 4 4 4 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 2 28 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 2 2 3 4 2 2 2 3 3 3 2 3 29 3 4 2 4 4 3 3 4 4 4 3 2 3 2 4 3 3 4 3 2 3 4 3 3 30 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 31 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 3 32 3 2 3 4 2 2 3 3 2 4 2 3 3 4 4 2 4 3 4 5 4 3 2 4 33 2 4 2 3 3 2 3 4 3 3 4 3 2 3 4 3 2 4 4 4 4 5 2 3 34 3 2 3 2 2 4 3 4 4 3 2 3 3 2 5 3 4 4 2 3 3 4 3 3 35 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 2 3 3 4 2 3 36 3 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 37 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 3 2 3 3 3 4 3 3 2 2 38 2 3 2 4 4 2 4 2 2 3 3 2 2 2 4 2 3 3 3 4 4 4 2 3 39 4 4 5 4 5 5 5 3 2 1 1 1 1 2 3 1 3 3 3 1 1 2 2 2 40 3 3 4 3 4 4 4 3 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 2 41 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 42 5 4 5 4 4 3 4 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 43 4 4 4 4 5 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
94
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 44 3 4 3 4 4 2 3 4 4 3 4 2 2 3 4 3 3 3 3 4 5 5 3 3 45 4 3 4 4 4 4 3 2 4 2 3 4 2 2 2 2 1 1 2 1 4 3 2 2 46 4 3 2 4 3 4 3 4 3 3 2 2 2 2 5 4 3 2 1 5 2 4 3 4 47 3 2 2 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 5 4 4 4 3 48 4 4 4 2 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 49 3 3 4 4 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 2 2 50 4 4 5 4 5 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 51 2 3 2 3 2 1 4 4 3 2 2 2 2 4 4 2 4 4 4 4 4 3 2 3 52 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 53 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 54 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 2 2 2 3 4 3 3 3 3 2 2 2 55 4 4 3 4 4 3 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 3 2 2 56 2 4 2 2 2 1 4 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 2 4 4 4 2 4 57 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 4 2 3 2 5 3 5 4 4 3 4 5 3 3 58 4 4 4 3 4 3 4 5 4 3 3 2 3 3 5 2 2 3 3 2 4 3 2 3 59 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 2 2 2 2 2 2 3 4 3 2 4 3 2 4 60 4 2 4 4 4 1 2 4 5 5 4 5 4 3 4 2 4 4 4 3 4 5 2 3 61 2 4 4 4 3 2 4 4 4 3 3 2 2 2 4 2 3 2 3 4 3 3 3 3 62 2 4 4 4 3 2 4 3 4 3 3 3 3 2 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 63 4 4 5 5 4 4 4 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 64 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 65 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
95
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 66 4 4 3 5 3 2 3 2 3 4 4 3 3 1 5 2 2 3 1 2 2 3 1 1 67 5 4 4 5 5 4 5 4 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 68 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 3 2 2 1 2 3 2 2 2 1 3 3 2 5 69 5 5 4 3 5 5 5 2 4 4 2 1 1 1 3 2 2 1 1 3 1 2 2 2 70 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 71 4 4 4 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 5 3 2 2 2 3 3 2 2 2 72 5 3 4 3 4 4 3 3 4 3 2 2 2 3 3 2 1 2 2 2 3 3 3 4 73 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 4 3 2 3 74 4 2 2 4 3 2 3 4 4 4 4 2 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 2 3 75 4 5 3 4 4 3 5 2 2 2 2 1 2 3 3 1 2 2 2 4 2 2 2 2 76 4 5 3 4 4 3 5 2 2 2 2 1 2 3 3 1 2 2 2 4 2 2 2 2 77 4 5 3 4 4 3 5 2 2 2 2 1 2 3 3 1 2 2 2 4 2 2 2 2 78 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 79 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 3 2 2 3 80 5 5 5 4 5 4 5 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 4 81 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 82 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 2 2 2 3 4 2 2 3 2 4 3 4 4 3 83 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 84 4 4 3 3 4 3 4 2 4 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 85 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 86 4 2 2 4 4 1 4 3 4 5 3 2 2 2 5 2 4 2 2 5 5 4 2 3 87 5 4 4 4 4 3 4 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2
96
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 88 3 4 3 2 3 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 89 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 2 2 90 4 3 2 4 3 2 4 4 4 3 3 2 3 4 4 2 3 2 3 5 3 4 2 2 91 4 4 4 5 4 4 4 2 4 3 3 1 2 2 4 2 2 2 1 2 2 2 2 2 92 4 5 4 5 4 3 4 2 4 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 1 2 2 2 4 93 4 4 4 5 4 3 4 2 2 1 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 4 4 2 2 94 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 4 3 2 2 3 4 3 3 3 3 95 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 2 2 96 3 3 3 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2 3 4 4 3 3 3 4 3 3 2 3 97 2 4 2 4 4 2 4 3 4 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 4 2 3 98 4 4 4 4 3 3 4 2 2 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 4 2 2 99 4 4 4 3 4 4 4 2 2 3 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2
100 5 4 4 4 5 4 5 2 3 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 1 1 101 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 102 4 4 4 5 4 4 5 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 103 4 4 3 5 4 3 4 4 3 1 2 2 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 3 104 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 105 4 4 4 4 4 4 5 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 106 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 3 4 2 2 2 2 3 2 3 2 5 107 3 4 3 5 4 3 4 3 3 2 2 2 1 3 4 3 2 2 2 3 3 3 3 2 108 4 5 3 4 3 3 4 3 4 3 2 3 3 4 4 4 2 2 3 3 4 3 2 3 109 4 3 4 4 4 2 4 3 2 4 4 1 2 3 4 3 3 2 3 2 3 2 3 4
97
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 110 4 3 4 4 4 3 4 5 4 4 3 2 3 4 4 3 3 2 2 3 3 3 4 3 111 4 4 2 4 3 3 4 4 3 1 3 2 2 2 4 4 4 2 2 4 2 2 2 4 112 4 4 3 5 4 3 4 4 4 4 4 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 113 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 114 4 3 4 4 4 3 4 3 2 3 3 1 2 3 4 3 3 2 3 2 3 2 3 4 115 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 2 2 4 2 3 3 3 3 3 2 3 3 116 5 4 4 4 4 4 4 5 5 4 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 4 4 2 2 117 5 5 5 5 5 5 5 2 2 2 2 2 2 2 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 118 4 5 4 4 5 4 5 2 4 2 4 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 119 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 3 3 2 3 3 4 2 2 2 2 120 4 4 3 4 4 3 3 2 3 2 2 2 2 2 4 3 3 2 3 3 2 3 3 3 121 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 4 2 3 3 3 4 2 3 2 4 122 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 3 4 2 3 2 2 4 2 2 3 1 123 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 3 3 1 124 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 125 4 4 5 4 5 4 5 3 3 2 2 2 2 2 3 1 1 1 1 2 2 2 1 1 126 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 127 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 4 3 2 128 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 129 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 130 5 5 5 5 5 4 5 2 2 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 131 4 4 4 5 5 4 5 2 2 2 1 2 2 1 3 2 2 2 1 2 1 2 1 1
98
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 132 4 5 5 5 5 4 5 2 3 2 1 1 2 2 3 1 1 2 1 2 1 3 2 3 133 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 3 3 2 2 2 134 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 135 4 4 4 5 5 3 5 2 3 2 2 2 1 3 4 2 1 2 2 4 3 2 3 3 136 4 4 4 4 3 1 4 2 2 4 2 2 2 4 5 4 3 3 2 5 5 5 2 5 137 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 138 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 139 4 4 4 4 4 2 3 3 3 3 2 2 2 2 4 2 2 2 3 3 2 3 3 2 140 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 4 2 2 3 3 3 2 3 2 3 141 3 3 4 3 4 5 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 1 3 3 2 3 142 4 4 5 4 4 4 4 3 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 2 2 143 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 144 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 145 4 2 2 3 3 4 4 4 3 3 2 3 4 2 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 146 3 2 3 4 4 2 3 3 3 4 3 3 4 2 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 147 3 4 3 5 4 3 4 3 2 4 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 4 2 3 148 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 149 4 4 4 4 4 3 5 2 3 2 1 3 2 2 5 3 2 2 2 3 4 4 1 3 150 2 3 2 5 5 2 4 1 3 2 3 1 1 4 3 1 1 3 3 3 3 3 3 4 151 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 152 3 3 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 153 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
99
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 154 3 4 3 4 4 3 4 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 155 2 2 2 4 4 3 4 4 3 4 3 2 2 3 4 3 3 2 3 3 3 4 2 2 156 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 4 2 3 2 2 3 4 4 4 3 157 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 4 4 2 2 2 158 4 5 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 159 5 5 5 4 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 160 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 161 3 3 4 3 4 2 4 3 4 4 4 3 3 2 4 2 4 4 3 4 4 4 4 4 162 4 4 3 5 4 3 4 3 2 2 1 2 2 3 4 1 1 2 1 2 2 2 2 2 163 4 4 5 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 164 2 2 2 3 3 1 2 3 5 5 4 3 3 3 5 4 5 4 5 4 5 4 4 2 165 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 166 4 5 5 4 4 5 4 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2 2 1 2 167 4 5 4 4 4 3 5 3 4 2 2 2 1 1 1 2 2 3 2 1 1 1 2 3 168 4 5 4 4 4 3 5 3 4 2 2 2 1 1 1 2 2 3 2 1 1 1 2 3 169 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 4 2 3 3 3 3 3 2 170 3 4 4 2 4 4 3 4 4 4 3 2 3 3 4 2 2 4 3 3 3 4 3 2 171 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 172 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 2 5 4 4 4 4 3 5 4 4 3 3 173 4 4 4 3 2 2 4 4 4 4 3 2 3 3 4 3 2 2 2 4 4 3 3 3 174 4 4 2 4 3 2 4 4 4 4 2 2 2 4 4 4 2 2 2 5 4 3 3 3 175 3 4 2 4 4 5 2 4 5 4 2 2 3 4 4 4 2 2 2 5 4 4 4 3
100
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 176 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 2 3 4 4 2 3 3 3 4 4 3 3 2 177 5 5 4 5 3 3 4 3 3 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 3 178 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 2 2 2 3 4 4 3 3 179 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 2 2 3 4 3 2 2 2 3 4 4 3 3 180 3 4 3 4 3 4 3 2 3 2 2 2 2 3 4 4 3 2 2 4 4 2 2 2 181 4 4 2 4 3 2 3 4 4 2 2 2 4 4 4 2 4 4 2 2 2 2 2 1 182 4 4 3 4 4 3 3 4 1 2 1 3 2 3 2 3 2 2 2 4 2 2 2 2 183 4 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 3 184 4 4 3 4 4 3 4 2 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 185 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 186 2 4 4 4 2 1 3 4 4 2 2 2 4 2 5 2 3 3 2 3 3 2 2 3 187 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 2 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 188 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 189 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 190 4 3 3 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 191 4 4 4 3 3 4 4 2 3 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 192 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 2 2 3 3 4 3 2 2 2 3 3 3 3 3 193 4 4 3 4 3 3 4 2 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2 194 5 5 5 4 4 3 4 3 3 2 2 1 1 1 4 2 2 2 2 3 2 2 2 1 195 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 196 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 2 2 4 4 3 3 3 4 3 3 2 3 197 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2
101
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 198 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 199 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 200 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 201 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 4 2 3 4 2 4 2 4 4 3 202 4 4 4 3 3 3 4 3 4 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 203 4 5 4 4 4 3 4 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 204 4 4 3 3 5 4 5 2 2 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 205 5 4 4 5 5 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 206 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 207 5 4 4 3 4 3 4 3 3 2 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 208 4 3 3 5 4 4 4 3 3 3 3 2 2 4 3 3 3 2 2 4 3 3 2 3 209 4 4 4 3 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 210 4 4 4 3 4 3 3 3 4 2 2 2 2 3 4 3 2 3 2 3 3 4 4 3 211 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5 212 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 2 2 3 3 4 2 3 3 3 4 4 4 3 2 213 4 4 3 4 4 2 4 3 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 3 214 4 4 4 4 4 5 5 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 215 5 5 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 3 216 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 217 4 4 4 4 4 3 5 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 1 218 5 4 3 4 5 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 219 5 4 3 4 5 4 4 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 3 2 1
102
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 220 5 2 2 3 2 1 4 5 3 2 4 4 3 4 5 3 2 2 2 3 3 5 4 2 221 4 4 4 4 5 3 4 3 2 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 1 2 2 3 2 222 4 4 4 5 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 223 5 4 3 4 5 4 4 3 3 3 2 1 1 2 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 224 3 4 3 3 4 3 4 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 225 5 4 3 2 4 2 4 3 2 3 2 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 226 4 2 3 3 4 2 3 4 3 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 4 4 3 3 2 227 4 4 4 2 4 4 4 4 3 3 4 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 228 4 4 3 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 4 229 3 4 4 4 4 3 3 3 4 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 3 3 3 2 3 230 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 231 4 4 4 5 4 4 5 3 3 2 2 3 2 3 4 3 2 2 3 3 4 3 2 3 232 3 4 4 3 3 4 4 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 233 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 234 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 235 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 3 3 2 2 2 236 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 2 2 4 3 2 2 2 4 3 3 2 2 237 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 238 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 239 3 3 3 4 3 5 1 4 3 2 1 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 5 3 3 240 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 2 2 2 3 2 2 2 2 4 3 2 2 4 241 4 4 4 4 4 3 4 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2
103
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 242 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 2 3 3 3 4 4 3 2 2 2 2 2 2 243 4 4 4 4 4 3 4 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 4 3 2 3 4 2 2 244 3 4 3 2 4 2 4 4 3 3 2 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 245 4 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 246 2 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 247 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 248 3 4 4 4 4 4 5 2 2 2 1 2 2 1 5 2 5 4 3 2 3 3 4 2 249 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 250 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 251 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 2 2 2 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 252 4 4 4 4 4 3 4 4 2 3 3 2 3 2 4 2 3 4 2 4 3 2 2 2 253 3 4 1 3 3 2 4 3 3 3 1 4 3 4 5 3 3 3 2 3 4 5 1 3 254 4 4 4 4 4 3 4 3 2 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 4 3 2 2 2 255 4 3 3 4 4 3 4 3 2 2 2 2 2 2 4 2 2 3 3 3 3 3 2 3 256 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 2 2 3 3 2 4 2 3 4 3 2 4 257 4 3 4 3 4 3 4 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 258 4 3 4 4 4 4 4 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 259 4 4 4 4 5 3 4 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 260 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 261 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 262 4 4 3 4 4 3 4 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 263 4 4 5 4 5 4 5 2 3 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 5 2 1 1
104
Lampiran 9. Rekapitulasi Hasil Kuesioner
Res Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 H11 H12 H13 H14 H25 H26 H27 H28 H29 H210 H311 H312 H313 H314 H415 H416 H417 264 3 3 2 4 4 2 3 2 4 3 2 3 3 2 4 4 4 2 3 3 4 4 4 2 265 3 4 3 4 4 3 4 4 2 2 2 2 2 3 4 3 3 3 2 3 2 2 2 4 266 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2
Keterangan : Res : Nomor responden H27 : Kurangnya pelatihan bertema kualitas Q1 : Visionary leadership H28 : Tidak adanya penghargaan Q2 : Internal and external cooperation H29 : Tidak mengembangkan pengukuran kualitas Q3 : Learning H210 : Tidak ada keahlian manajemen kualitas Q4 : Process management H311 : Kurangnya komitmen manajemen puncak Q5 : Continous improvement H312 : Tidak adanya visi dan misi Q6 : Employee fulfilment H313 : Tingginya turn over eksekutif kunci Q7 : Customer satisfaction H314 : Kurangnya sifat kepemimpinan H11 : Kesulitan mengubah budaya H415 : Ketidakefektifan komunikasi organisasi H12 : Penolakan terhadap perubahan H416 : Adanya territorialism H13 : Kurang komitmen dan keterlibatan pegawai H417 : Adanya politik organisasi H14 : Ketidakpercayaan pegawai terhadap kualitas H25 : Kurang pengetahuan tentang sistem kualitas H26 : Tidak ada sistem umpan balik pelanggan