11
Epidevii’s writing pg. 1 Critical Review (Classroom Discourse to Foster Religious Harmony) YANG SATU YANG BERWUJUD BANYAK By: Devi Risnawati “Carilah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat” Agama menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman. Sikap anarkis yang menyebabkan kerusakan pada bangsa dan negara terhenti ketika seluruh element menyadari kandungan dari agama yang mereka anut. Karena pada dasarnya agama menciptakan rasa perdamaian baik dalam diri maupun orang lain. Melalui pendidikan lah hal ini dapat diterapkan. Orang-orang yang memegang nilai moral siap bangkit bagi bangsa. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia; terutama dalam bidang pemberantasan kebodohan, ketertinggalan dan berbagai potret duka dalam kehidupan umat manusia dan alam raya ini. Indonesia adalah sebuah negara yang sangat kaya akan keberadaan suku bangsa. Secara horizontal dalam struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, adat dan perbedaan kedaerahan (Nasikun, 1993).Jika ingin mengetahui kualitas suatu bangsa , tengoklah kualitas dan praktek sistem pendidikan di negara tersebut . Hampir bagi setiap negara yang maju menyadari akan pentingnya pendidikan, sehingga terbentuklah sistem pendidikan yang baik. Salah satu tujuan dari pendidikan dasar adalah untuk memberikan siswa keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka sebagai individu , anggota masyarakat dan warga negara . Keterampilan dasar ini juga merupakan dasar untuk pendidikan lebih lanjut .

Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 1

Critical Review (Classroom Discourse to Foster Religious Harmony)

YANG SATU YANG BERWUJUD BANYAK

By: Devi Risnawati

“Carilah ilmu sejak dari ayunan sampai ke liang lahat”

“Agama menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman.

Sikap anarkis yang menyebabkan kerusakan pada bangsa dan negara terhenti

ketika seluruh element menyadari kandungan dari agama yang mereka anut.

Karena pada dasarnya agama menciptakan rasa perdamaian baik dalam diri

maupun orang lain. Melalui pendidikan lah hal ini dapat diterapkan. Orang-orang

yang memegang nilai moral siap bangkit bagi bangsa.”

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia; terutama dalam bidang

pemberantasan kebodohan, ketertinggalan dan berbagai potret duka dalam kehidupan

umat manusia dan alam raya ini.

Indonesia adalah sebuah negara yang sangat kaya akan keberadaan suku bangsa.

Secara horizontal dalam struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh kenyataan adanya

kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan agama, adat dan perbedaan

kedaerahan (Nasikun, 1993).Jika ingin mengetahui kualitas suatu bangsa , tengoklah

kualitas dan praktek sistem pendidikan di negara tersebut . Hampir bagi setiap negara

yang maju menyadari akan pentingnya pendidikan, sehingga terbentuklah sistem

pendidikan yang baik. Salah satu tujuan dari pendidikan dasar adalah untuk

memberikan siswa keterampilan dasar untuk mengembangkan kehidupan mereka

sebagai individu , anggota masyarakat dan warga negara . Keterampilan dasar ini

juga merupakan dasar untuk pendidikan lebih lanjut .

Page 2: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 2

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa lepas dari sebuah interaksi.

Interaksi tersebut kadangkala sering diwarnai dengan konflik yang dapat mengganggu

terwujudnya harmoni, penyebabnya adalah karena adanya persepsi, kepentingan

maupun tujuan yang berbeda antar individu maupun kelompok. Perbedaan antar

anggota sering kali terjadi dan bersifat deskruktif antara lain karena perbedaan agama.

Konflik antar agama biasanya dipicu oleh prasangka antar penganut satu agama dengan

yang lain, yang kemudian berkembang menjadi isu-isu yang membakar emosi.

Masalah sosial kerap timbul berulang kali seperti yang sering terjadi akhir-akhir

ini, seperti moral siswa Indonesia yaitu banyaknya tawuran antar sekolah yang tidak

jarang juga memakan korban, bentrokan antar pemuda, dan tidak kalah pula bentrokan

antar wilayah yang semakin hari semakin banyak. Hal ini disebabkan karena kurangnya

rasa toleransi antar umat ditambah rasa hormat yang semakin terkikis oleh arus

radikalisme.

Konflik sosial dan ketidakharmonisan antar agama adalah tantangan bagi para

pendidik. Pendidik harus mampu membendung arus ini dengan memberikan bekal

pengajaran yang terbaik untuk para siswanya demi terciptanya generasi yang bermoral

sebagai warga negara yang demokratis.

Dalam dunia pendidikanpun tentu kita diajarkan tentang apa itu keyakinan.

Mulai dari sekolah dasar, menengah ataupun perkuliahan. Agama sebagai pedoman

perilaku yang suci mengarahkan penganutnya untuk saling menghargai dan

menghormati. Peran pendidik sangatlah penting dalam menerapkan dasar-dasar

keyakinan agama agar tidak terjaadi hal-hal yang seperti diatas.

Untuk mewujudkan tujuan ini, kerukunan umat beragama harus dikembangkan

di sekolah sejak dini. Kerukunan umat beragama ini bertujuan untuk memotivasi dan

mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut serta dalam pembangunan

bangsa.

Ada 4 landasan hukum kerukunan umat beragama, yaitu:

1. Landasan Idiil, yaitu pancasila (sila pertama yakni ketuhanan yang maha Esa)

2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) pasal

29 ayat 1.

Page 3: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 3

3. Landasan strategis, yaitu Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 tantang garis-garis

besar haluan negara. Dalam GBHN dan program pembangunan Nasional

(PROPENAS) tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang

agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan kepada

Tuhan YME,penuh keimanan dan ketakwaaan, penuh kerukunan yang dinamis

antar umat, secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral

dan etika pembangunan bangsa, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang

harmonis, serta kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Landasan Opersional

a. UU No. 1/PNPS/1965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan

penghinaan agama.

b. Keputusan bersama menteri dalam negeri dan menteri agama RI No.

01/Ber/Mdn/1969

c. SK menteri dalam negeri dan menteri agama

d. Surat dengan edaran menteri Agama RI No. MA/432.1981)

Hal paling mendesak bahwa pengajar harus mempromosikan program-program

kreatif dan inovatif untuk mendukung wacana sipil yang positif di kalangan siswa.

Hasil penelitian banyak membuktikan dan menunjukkan bahwa anak-anak usia

dini/ usia sekolah lebih memilih interaksi dengan rekan-rekan mereka di sekolah

dibanding dengan keluarga mereka sendiri. Mereka merasakan rasa yang berbeda jika

berinteraksi dengan rekan-rekannya, menganggap bahwa rekan- rekan mereka lebih

menghormati, lebih membantu, saling berbagi dan umumnya sopan terhadap satu sama

lain. Hal inilah yang harus diawasi baik oleh pengajar atau orang tuanya dalam masalah

pergaulan mereka. Salah pergaulan akan menimbulkan masalah sosial. Konsep

interaksi dengan rekan sebaya adalah komponen penting dalam teori pembangunan

sosial ( Rubin , 2009). Dan guru sebagai pengawas di lingkungan sekolahnya haruslah

memilikinilai-nilai tauladan yang baik.

Nilai pengajar pendidikan Jawa yang paling dikenal luas adalah adalah konsep

kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara yang terdiri dari 3

Page 4: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 4

aspekkepemimpinan yaitu (1) ing ngarsa sung tuladha, (2) ing madya mangun karsa,

dan (3) tut wurihandayani. Konsep kepemimpinan pendidikan ini bahkan diadopsi

menjadi nilai pendidikan nasional di Indonesia.

Ing ngarsa sung tuladha menekankan peran pengajar sebagai tokoh yang harus bisa

diteladani, yang harus bisa membimbing dan memberi arah ke mana pendidikan di

sekolahhendak dibawa.

Ing madya mangun karsa artinya bahwa pengajar pendidikan harus bisa

membangkitkan semangat orang-orang yang beliau ajar. Harus dapat membangkitkan

gairah untuk mewujudkan kepentingan bersama. Pengajar pendidikan adalah juga

seorang motivator.

Pengajar pendidikan harus mampu juga bersikap tut wuri handayani, yaitu

mampumemberikan kesempatan bagi muridnya untuk berkembang. Pengajar

pendidikan dikatakan berhasil ketika dia mampu mengedepankan orang lain terlebih

dulu. Keberhasilan kepengajaran pendidikan terkait dengan keberhasilan dia membuat

orang-orang yang diajarnya berhasil. Secara hakiki pengajar pendidikan adalah

seseorang yang memegang kendali untuk membuat orang lain mendapatkan kendali.

Indonesia sebagai negara multikultural, siswa berasal dari latar belakang yang

berbeda seperti etnis, agama dan sosialnya yang memiliki pola pikir yang berbeda pula.

Akan banyak silang pikiran yang terjadi yang dibentuk oleh latar belakang mereka.

Harusnya program sekolah wajib memfasilitasi kegiatan para siswa dalam berinteraksi

dengan meghadirkan wacana sipil yang positif.Indikator wacana sipil sebenarnya telah

diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia seperti mendengarkan dengan seksama,

membaca, menyumbangkan ide-ide atau pendapat, mengajukan pertanyaan (kritis),

menyatakan sepakat atau tidak sepakat dan tentunya mencapai kompromi sesuai dengan

cara yang baik. Seluruhnya telah diaplikasikan ke dalam sistem pendidikan, tinggal

mencarai cara bagaimana agar sistem ini berjalan sesuai dengan tujuan bangsa. Siswa

diwajibkan untuk melakukan seluruh hal itu dengan didampingi oleh pengajar ahli

tentunya.

Page 5: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 5

Pada jenjang sekolah pengajar atau guru berfungsi untuk mengawasi siswanya,

terlebih pada sekolah dasar guru dituntut untuk mengawasi siswanya hampir setiap hari.

Para siswa masih dalam tahap pengenalan pelajaran yang membutuhkan bimbingan

yang lebih intens. Guru harus tahu bagaimana merancang dan memfasilitasi interaksi

dengan teman sebaya, cara paling sederhana adalah dengan memberikan pembelajaran

kemanusiaan sebagai bagian dari pendidikan kewarganegraan. Pelajaran

kewarganegaraan penting untuk membangun rasa kebangsaan, toleransi, empati dan

sebagainya yang menjurus ke arah perbaikan.

Pendidikan formal atau sekolah adalah dunia yang mengajarkan tentang

kemampuan siswa untuk menjaga hubungan baik dengan rekan sangatlah penting, ini

dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan individu. Sebaliknya, ketidakmampuan dalam

menjaga hubungan akan merugikan dan memiliki impact yang buruk bagi kedepannya,

seperti timbulnya konflik sosial dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu. Cotoh dari

ketidakmapuan menjaga hubungan baik adalah banyaknya tawuran siswa yang acap kali

ditemui baik di TV, surat kabar atau radio. Tawuran terjadi karena buruknya interaksi

antar sekolah ataupun siswa dengan pihak lawannya, yang harusnya mampu diatasi

dengan menjaga hubungan baik antar sesama. Contoh lain dari tidak terjalinnya

hubungan baik adalah konflik antar etnis dan antar agama.Kondisi keberagaman rakyat

Indonesia sejak pasca krisis tahun 1997 sangat memprihatinkan. Konflik yang

bernuansa agama terjadi di daerah seperti Ambon dan Poso. Konflik ini sangat

mungkin terjadi karena kondisi masyarakat Indonesia yang multi etnis, multi agama dan

multi budaya. Ditambah dengan watak orang Indonesia yang sebagian besar mudah

terprovokasi oleh pihak ketiga yang merusak watak bangsa Indonesia. Ditambah pula

dengan krisis ekonomi dan politik yang melanda bangsa Indonesia, sehingga sebagian

besar warga merasa tertekan dan tentu keadaan ini sangat mudah untuk melakukan hal-

hal yang amoral. Bentuk-bentuk radikalisme telah mengganggu kohesi sosial dan dapat

menghasilkan saling tidak percaya di antara kelompok-kelompok sosial dalam

masyarakat . Seperti pemboman gereja di Surakarta, menyebabkan dendam dan

serangan serupa terhadap masjid. Ini bisa meningkat menjadi ketidakharmonisan antar

agama, yang nanti akan terjadi saling serang.

Page 6: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 6

Contoh yang dipaparkan oleh Ariliaswati pada artikel “classroom discourse to

foster religious harmony” yang telah melakukan penelitian terhadap 43 siswa kelas IV

menyatakan bahwa sekolah harus berfungsi sebagai laboratorium sebagai langkah untuk

membentuk pribadi masyarakat yang berbudi memanglah benar. Sekolah adalah wadah

dalam membentuk akhlak siswa agar berbudi dan berakhlak mulia.

Siswa SD adalah anak- anak yang belum mampu memberikan alasan atas dasar

informasi yang ia berikan dan bukti argumen mereka kepada lawan bicaranya, tapi

mereka akan mengekspresikan kesepakatan atau ketidaksepakatan dengan cara yang

sopan terhadap lawan bicaranya. Belajar dari anak kecil (siswa sekolah dasar) adalah

belajar tentang rasa percaya dan keyakinan yang tinggi akan sesuatu. Mereka akan

sangat lantang dan yakin ketika ditanya tentang masa depan, seperti menjawab akan

menjadi apakah ia kelak. Pendidikan tidak hanya mengembangankan penalaran nalar

tapi pendidikan akan kemasyarakatan pun sangat penting. Penalaran ilmiah berguna

dalam mengembangkan manusia berintelektual, manusia yang berilmu. Sedangkan

belajar membaca kehidupan bermasyarakat adalah belajar menjaddi warga negara yang

beradab.

Pendidikan Indonesia masih gagal dalam mencetak adab para siswa. Banyak

para politisi dan birokrat berkuasa karena telah mendapat pendidikan tinggi namun

gagal dalam hal adab mereka. Mereka sukses di intelektual tapi gagal dalam

kemasyarakatan. Seperti insiden memalukan pada tahun 2010 , ketika anggota parlemen

saling bertukar kata-kata kasar dengan cara tidak sopan dalam sidang yang disiarkan

langsung di seluruh negeri . Alih-alih mendidik anak-anak sekolah , politisi ini telah

menetapkan contoh yang sangat miskin yang tercermin dari sikap tidak terpuji tersebut.

Contoh lain yang masih hangat diperbincangkan adalah masalah koruptor yang makin

tumbuh subur di tanah air tercinta ini. Mereka “mengaku” bekerja untuk rakyat, tapi

karena adab dan tidak memiliki moral maka rakyatlah yang bekerja untuk mereka para

koruptor.

Melihat realita para birokrat dan politisi yang gagal dalam memasyarakatkan

masyarakat, sekolah harus membenahi diri dan memberdayakan fungsi pendidikan

secara benar tanpa adanya tipuan nisbi. Sekolah juga harusnya memberikan metode

Page 7: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 7

pendidikan yang bermakna seperti interaksi dengan siswa yang beragama lain, etnis

yang berbeda dan dari kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Dengan tujuan agar

mereka mampu menerima perbedaan dan memiliki sikap toleransi terhadap sesama.

Siswa akan bisa belajar bagaimana kehidupan orang lain yang nanti akan menimbulkan

rasa penerimaan atas perbedaan. Seperti membangun tempat peribadatan di area

kampus/sekolah, kegiatan ini adalah bentuk efektif dalam penerapan ilmu agama dalam

lingkungan multikultur. Yang mana tujuan dari penerapan pendidikan agama adalah

karena Agama menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman. Sikap

anarkis yang menyebabkan kerusakan pada bangsa dan negara terhenti ketika seluruh

element menyadari kandungan dari agama yang mereka anut. Karena pada dasarnya

agama menciptakan rasa perdamaian baik dalam diri maupun orang lain. Melalui

pendidikan lah hal ini dapat diterapkan. Orang-orang yang memegang nilai moral siap

bangkit bagi bangsa.

Di Indonesia dikenal pula yang namanya pendidikan liberal. Pendidikan liberal

harus mencakup pengetahuan tentang etnis, agama dan minoritas bahasa dan budaya.

Dengan demikian didefinisikan , pendidikan liberal bertujuan membebaskan siswa dari

sikap acuh terhadap orang lain . Pada dasarnya ini merupakan penempaan insan kamil ,

yaitu orang yang ideal yang memenuhi kriteria untuk mengasumsikan setiap pekerjaan

atau penunjukan sebagai warga negara yang demokratis .

Dari paparan diatas maka telah jelas bahwa konflik sosial terjadi karena

kurangnya pendidikan tentang toleransi multietnis, toleransi multiagama dan toleransi

multikultur. Konflik itu hadir serta merta karena kurangnya pendidikan sejak dini

kepada para siswa. Khususnya siswa sekolah dasar yang masih sangat membutuhkan

pegawasan yang intens oleh gurunya.

Sekolah sebagai pusat pembudayaan, harus dipimpin oleh kepala sekolah yang

kuat yang mengakomodasi nilai lokal sebagai dasar ke arah globalisasi. Pendidikan

adalah transformasi budaya, yang sebagai pedoman, arah, dan kesepakatan prosedural di

sekolah. Membudayakan dapat didefinisikan sebagai tempat pelestarian atau konservasi,

pengayaan, perluasan, kreativitas dan transfer dari satu orang ke orang lain atau dari

satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini dapat terjadi di sekolah. Kepala sekolah

Page 8: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 8

membuat guru dan siswa berbudaya untuk memiliki kemampuan nyata dalam berbagai

bidang kehidupan. Mereka diharapkan untuk menghadapi hidup dari yang sederhana

sampai tantangan yang kompleks. Proses ini harus dikembangkan dan disesuaikan

dengan keadaan setempat masing-masing.

Model pendidikan yang harusnya diterapkan oleh sekolah-sekolah di Indonesia

yang multikultur harusnya mampu menganut dan merangkul seluruh aspek baik dari

agama, etnis, bahasa, dan budaya. Pendidikan etnopedagogi terkait erat dengan

pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural memuat perangkat kepercayaan

yang memandang penting kearifan lokal dan keberagaman yang dimiliki komunitas

etnis untuk membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, dan kelompok

sosial maupun negara. Ketika etnopedagogi memandang pengetahuan atau kearifan

lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan, dilanjutkan dengan pendidikan

multikultural yang memberdayakan inovasi dan keterampilan itu agar dapat

menyumbangkan masukan positif bagi kelompok sosial lain dan budaya nasional. Jenis

pendidikan seperti inilah yang harusnya diterapkan. Merangkul tanpa membedakan,

menyamakan tanpa menyatukan.

Kepemimpinan etnopedagogi mengadopsi beberapa nilai-nilai dari teori

pedagogi, kepemimpinan, dan budaya lokal. Intinya adalah memimpin sekolah dengan

kombinasi nilai-nilai global dan lokal. Indonesia tergolong dalam negara berkembang

yang memiliki nilai-nilai tertentu. Dipengaruhi oleh globalisasi, Indonesia harus

mengadopsi inovasi dari negara-negara maju dan beradaptasi ke dalam nilai-nilai lokal.

Peran pemimpin sekolah adalah untuk mengadopsi, mengadaptasi, dan

mentransformasikan inovasi dan nilai-nilainya ke nilai-nilai lokal sekolah dengan

harmonis. Nilai-nilai etnis lokal umumnya digunakan di setiap sekolah, serta nilai-nilai

global yang tidak bertentangan. Pertumbuhan dan perkembangan budaya sangat

tergantung pada pola pikir dan perilaku manusia itu sendiri dalam menerima rangsangan

dari luar atau dari dalam. Setiap perubahan nilai sosial di antara orang-orang yang

sekarang terjadi. Perlu upaya untuk menanamkan nilai-nilai budaya kepada masyarakat.

Salah satu upaya adalah bagaimana mengembangkan guru dan siswa melalui penilaian

nilai atau latar belakang sosialbudaya. Upaya ini diharapkan dapat menciptakan budaya

nasional yang kuat yang dapat memperkuat solidaritas dan menyatukan bangsa,

Page 9: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 9

sekaligus bisa menjadi kebanggaan nasional. Hal ini diyakini bahwa sekolah itu

terkandung nilai-nilai sosial-budaya masyarakat (local genius,local wisdom), dan

memiliki fungsi sosial sebagai penguat nilai-nilai dan norma yang berlaku di negara

kita.

Etnopedagogi adalah praktik pendidikan berbasis pengetahuan lokal dalam

berbagaiaspek kehidupan. Etnopedagogi memandang pengetahuan ataukearifan lokal

(indigenous knowledge, local wisdom) sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang

dapat diberdayakan untuk kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal adalah koleksi

fakta, konsep, keyakinan, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungan mereka. Ini

termasuk cara mengamati dan mengukur lingkungan, memecahkan masalah, dan

validasi informasi. Singkatnya, kearifan lokal adalah proses bagaimana pengetahuan

dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola, dan diwariskan. (Alwasilah, 2008)

Menurut A. Chaedar Alwasilah (2008) ada beberapa karakteristik dari kearifan

lokal: (1) berdasarkan pengalaman, (2) diuji setelah digunakan selama berabad-abad, (3)

dapat disesuaikan dengan budaya sekarang, (4) terpadu di setiap hari praktik dan

lembaga-lembaga masyarakat, (5) umumnya dilakukan oleh individu atau masyarakat

secara keseluruhan, (6) adalah dinamis dan selalu berubah, dan (7) sangat terkait dengan

sistem kepercayaan. Pemberdayaan melalui adaptasi pengetahuan lokal, termasuk

reinterpretasi nilai-nilai yang terkandung dalam sejumlah peribahasa, dengan kondisi

kontemporer adalah strategi cerdas untuk memecahkan masalah sosial karena dalam

banyak hal masalah-masalah sosial yang berasal dari isu-isu lokal juga. Pemimpin lebih

mudah untuk mengarahkan anak buahnya dengan norma-norma yang umum di

masyarakat dimana pertumbuhan sekolah. Kearifan lokal bisa menjadi kendaraan yang

Sinergi tujuan modernisasi dengan pelestarian keunggulan lokal.

Etnopedagogi didefinisikan sebagai model pembelajaran lintas-budaya. Guru

mampumengajar di setting budaya yang setempat yang mungkin berbeda. Siswa adalah

pembelajarlintas budaya. Siswa mana pun di dunia biasanya menunjukkan ada pola

pikir serupa. Hal inidapat diartikan bahwa untuk memberikan pemahaman baru harus

disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku di lingkungan setempat. Hal baru

dapat dengan mudah diterima jika mengandung nilai-nilai yang sejalan dengan nilai-

nilai lokal. Pendidikan juga menyediakan nilai-nilai universal yang harus ada di setiap

Page 10: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 10

nilai order di dunia. Sebaliknya, nilai-nilai lokal yang sangat baik juga bisa diangkat dan

disosialisasikan ke dalam dunia yang lebih luas. Pendidikan melalui pendekatan

etnopedagogi, melihat pengetahuan lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang

dapat diberdayakan. Sehingga diharapkan mampu meminimalisir konflik sosial yang

kerap terjadi karena perbedaan dengan model pendidikan etnopedagogi ini karena

Indonesia itu satu tapi berwujud banyak dari agama, etnis, kultur namun harus tetap

Bhineka Tunggal Ika.

Page 11: Classroom Discourse to Foster Religious Harmony

Epidevii’s writing pg. 11

REFERENSI

Alwashilah, A. Chaedar. 2012. Pokoknya Rekayasa Literasi. Bandung: PT Kiblat

Buku Utama.

________. 2008. Tujuh Ayat Etnopedagogi. Artikel dalam Pikiran Rakyat Bandung, 23

Januari 2008

Aceng, Rahmat. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Kencana Prenada Media Group.

Internet

http://books.google.co.id/books?id=6Cg47GP_SzkC&pg=PA169&dq=kerukunan+antar+umat+b

eragama&hl=id&sa=X&ei=axMKU7XqBcWrkgWbwID4Dw&redir_esc=y#v=onepage&q=kerukun

an%20antar%20umat%20beragama&f=false

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/12/30/mymfwf-kurikulum-2013-

momentum-integrasi-ilmu-umumagama

http://nasional.sindonews.com/read/2014/01/03/15/823377/ruu-kerukunan-antar-umat-

beragama-masuk-tahap-pembahasan