Upload
romi-novriadi
View
770
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cerita orang perikanan meraih mimpi
Citation preview
JANGAN TAKUT BERMIMPI
Sebuah kisah nyata yang dialami oleh Romi Novriadi PHPI Ahli Kementerian Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia
10 Agustus tahun 2000, suasana pagi pada hari itu
sangat cerah, matahari tersenyum menebarkan
semangat, dan suasana pagi pada hari itu bertambah
istimewa karena pengumuman penerimaan Mahasiswa
di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dilakukan serentak di
berbagai surat kabar dan di tempat ujian masuk
perguruan tinggi.
“Wah sudah jam 7, bisa terlambat nih”
gumamku dalam hati, segera aku bergegas mandi dan
pergi ke tempat pengumuman, maklum waktu itu beli
koran terasa mubazir jikalau ada yang gratisan. Sebelum berangkat, kusalami ibu untuk
meminta restu dan kuciumi pipi ayahku yang masih terbaring di tempat tidur. Sudah
lebih satu tahun ayahku menghabiskan sebagian besar harinya di tempat tidur, akibat
penyakit hepatitis yang disertai komplikasi pada ginjal. Sebelum berangkat, seperti biasa,
aku melihat botol air putih yang ada di samping tempat tidur ayah, karena ayah harus
cukup minum, maka kupersiapkan lagi satu botol air untuk ayah sebelum pergi. Sayup-
sayup ku bisikkan ke telinga ayah “ Mohon do’anya ayah”
Di salah satu tempat pengumuman, saya melihat sudah banyak orang
berkerumun untuk melihat hasil ujian. dadaku berdegup kencang, khawatir apakah lulus
atau tidak, karena kalau kuliah di PTN swasta sudah pasti saya tidak punya biaya,
makanya PTN ini harus lulus. Lagipula dari beberapa test ujicoba aku lulus di beberapa
PTN ternama. Ku mulai berdesak-desekkan bergerak maju menuju tempat
pengumuman, kubaca dan terus ku baca, seolah-olah rasanya tidak percaya dengan
mata ini, kenapa di jurusan yang kupilih No. Ujian dan namaku tidak muncul, “akh,
mungkin salah”. Segera aku bergegas ke meja panitia, dan kuambil satu bundel
pengumuman, dipojok bawah pohon mulai kuperhatikan satu per satu, sambil berharap
namaku muncul, tapi “Ini pasti salah”, kuulangi dan kubaca secara perlahan, tetap
namaku tidak muncul. Kesedihan semakin mendalam, melihat banyak orang gembira
ketika namanya lulus masuk PTN.
Di tengah kegalauan, saya teringat bahwa selain jalur UMPTN, saya juga
mencoba jalur penerimaan mandiri program Diploma 3 di salah satu PTN di Sumatera,
dan disitu namaku tercantum di Nomor 1, sebagai mahasiswa dengan skor tertinggi untuk
salah satu program diploma, “ ya sudahlah...mungkin nasibku hanya di diploma”. Sambil
pulang kukelilingi kampus untuk melihat keadaan sekitar dan menghabiskan waktu di
tempat penjualan majalah bekas di kampus tersebut.
Aku tertegun dengan gambar yang ada di majalah tersebut, wah betapa
enaknya di Eropa...minum kopi di tepi sungai yang indah, bangunan klasik dan modern
yang menjunjung tinggi, suasana alam dan wow...salju, sesuatu yang ingin saya alami.
“Tapi sepertinya aku tidak akan pernah ke sana”, aku bergumam seraya kembali
berjalan menuju rumah untuk mengabarkan hasil pengumuman.
Ku lihat ayah sudah bangun dan duduk menemani ibu masak untuk makan
siang, kuberikan kabar yang abru aku alami, dan ayah dan ibu hanya tersenyum,
Nak...mungkin itu jalan yang terbaik, kamu disuruh cepat tamat, cepat kerja, biar bisa
membantu ibu beli obat untuk ayah”. Setelah aku pikir-pikir, pendapat ibu ini ada
benarnya juga.
Sudah hampir satu semester aku jalani, hari demi hari kulalui tanpa uang saku
yang cukup. Padahal anak kuliahan harus memiliki bacaan, terlebih jurusan yang aku
pilih adalah jurusan yang selalu masuk laboratorium, jadi...yah harus sering fotocopy.
Untung saya diangkat jadi Komting (semacam ketua kelas gitu lho)...jadi saya untung,
tiap kali saya koordinir fotocopy, saya dapat gratisan sekian lembar dari
pengelolanya...wah lumayan...uang saku bisa hemat.
Libur semester telah tiba, IPK yang kuraih cukup baik, dan aku mulai
merencanakan kerja sampingan untuk bekal kuliah semester depan. Tapi baru
memasuki minggu pertama liburan, mendadak ayahku mulai merasakan kesakitan
yang sangat perih disekitar perutnya, kami sekeluarga panik, kami langsung
mengantarkan ayah ke Rumah sakit siang harinya, setelah masuk ICU, ayah dianjurkan
untuk dirwat inap, saya memegangi tangan ayah, saya ciumi pipi ayah, sambil berdo’a
agar cepat sembuh. Pada waktu itu kami mulai saling bercerita dan sesekali diiringi
canda. Aku bilang ke ayah, tentang impianku ke luar negeri...terutama ke Eropa. Ayah
hanya tersenyum...dan bilang Kamu pasti bisa jika mau berusaha. Setelah itu ayah minta
istirahat, dan malam harinya ayah mulai terlihat sesak nafas, tidak ada suara yang
keluar, hanya desisan sambil memegang perut yang mungkin terasa sakit. Di tengah
situasi seperti itu, saya berinisiatif memanggi dokter dan setelah diperiksa, dokter berkata
bahwa ayah sudah tiada.
Frustasi, stres, dan putus asa mulai menggelayut dalam pikiranku, aku tidak
perduli kalau ada di Rumah sakit, aku terus berteriak memanggil nama ayah, mencoba
untuk membangunkan tapi usaha itu sia-sia. Selama hidup, selain ibu, hanya ayah yang
mau mendengarkan impianku dan memberikan semangat untuk hidupku. Kini kami
tinggal bertiga, aku, ibuku dan adikku, setelah seminggu takziah selesai, kami berkumpul
untuk bicara. Ibu mengutarakan ingin bekerja untuk menafkahi kami, saya dan adik
hanya terdiam, dan sesaat saya bilang, Ibu...baiknya saya yang bekerja, saya akan
berhenti kuliah, dan mulai bekerja apa saja untuk meringankan beban keluarga. Tetapi
ibu meminta, agar saya tetap kuliah demi masa depan. Ibu selalu bisa memberikan
nasihat dengan bijak sehingga akhirnya saya pun tunduk, tetapi dalam hati kemauan
untuk bekerja tetap bergelora di dalam dada.
Masuk semester II, awal kuliah saya mulai dengan ucapan belasungkawa dari
citas akademika dan dari kawan-kawan satu angkatan. Uang santunan yang mereka
berikan sepenuhnya saya berikan ke ibu. Saya memiliki kebiasaan duduk di warung kopi
kampus sebelum masuk masa kuliah dan praktikum. Disitu saya mendengar banyaknya
keuntungan jika memiliki pengaruh politik di kampus. Wah...bicara keuntungan,
kepalaku mulai berpikir, mungkin ini caranya (politik kampus) yang dapat membantuku
mencari dana kuliah sekaligus beasiswa. Saat itu sebulan lagi akan diadakan pemilihan
umum senat kampus tingkat fakultas, saya m ulai mempersiapkan diri dan mendaftar ke
semacam KPU kampus. Padahal kalau mereka jeli, nama-nama yang ada di
kepengurusan adalah nama asli tapi palsu, orangnya ada tapi tidak berkecimpung
dalam organisasi yang saya buat. Setelah melalui proses, Kelompok Aspirasi saya
(semacam parpol kampus) lulus untuk maju dalam pemilu, wah saya semangat,
seminggu menjelang pemilu, seluruh berkas Visi misi, lambang dan tujuan saya Fotocopy
di tempat langganan, kemudian tiap malam saya bergerilya untuk menempel logo dan
foto saya sebagai ...ehm calon gubernur mahasiswa, diseluruh pojokan kampus. Besoknya
banyak orang mulai bertanya-tanya tentang diri saya, selentingan saya dengar kabar “
ah...masak anak tingkat 1 dan Cuma program diploma lagi, mau jadi gubernur
mahasiswa”, tapi itu bukan menjadikan semangat saya surut justru menjadi tambah
kreatif dalam menjaring aspirasi mahasiswa khususnya di sekitar rumah dan kawan-
kawan satu angkatan di tiap jurusan.
Hari pemilu pun tiba, dan hasilnya...kelompok yang saya buat, dimana
ketuanya..saya, sekretarisnya..ya saya, bendaharanya...saya, dan anggota tiap bidang
juga...saya, terus menguntit suara Kelompok aspirasi salah satu himpunan mahasiswa
yang cukup ternama. Dan akhirnya ditetapkan kelompok aspirasi yang saya dirikan
menjadi pemenang ke-2 dalam pemilu tersebut. Setelah berunding dengan kelompok
aspirasi pemenang, padahal pada rapat itu, mereka diwakili jajaran pengurus lengkap,
sementara kelompok saya Cuma seorang, saya beralasan, semua pengurus saya sedang
praktikum di laboratorium, saya ditetapkan menjadi wakil gubernur. “hmmmm....
lumayan walau Cuma jadi wakil”.
Setelah itu saya mulai terlibat dengan banyak kegiatan, termasuk dengan jatah
beasiswa yang saya terima. Dan dari hasil tersebut saya menyisihkan ke Ibu untuk
menambah keperluan gizi kami. Setengah tahun saya sebagai Wakil gubernur, saya
mulai berpikir Independen untuk lebih dekat dengan berbagai Organisasi
kemasyarakatan dan partai politik di tempat saya. Dan akhirnya saya bisa tamat dan
lulus dengan baik tepat pada waktunya, berkat banyak bantuan orang lain, yang
jasanya tidak akan pernah saya lupakan.
Setelah wisuda, aku mulai membuat agenda, dan aku berpikir alangkah
baiknya bila agenda ini aku pajang di dinding biar gak lupa, tapi...di dinding ada
beberapa pemandangan di beberapa negara eropa yang aku tempel sebagai pemacu
semangat, tapi dengan terpaksa ku lepas...karna tidak ada lagi wilayah di dinding yang
bisa kutempel. Berbagai lamaran aku buat sambil etap berkarir di organisasi.
Pada waktu saya tamat, pemilu nasional sudah usai, banyak orang di parpol
yang saya bantu, ketika saya datang mulai ogah memunculkan wajahya, alasan yang
dibuat sedang keluar...ada rapat..., wah kalau udah jadi lupa ama kita yang jadi timses-
nya (walau Cuma skala kecil). Dia lupa berbagai pergerakan yang saya lakukan untuk
memenangkan dirinya...tapi ya sudahlah...live must go on.
Berbagai lamaran yang saya kirim belum ada jawaban, tapi suatu sore ada
panggilan dari sebuah perusahaan Consumer good untuk jadi sales motor. Ya gak apa-
apa, apa aja yang penting halal, untuk membantu ibu dan adikku, minimal tidak
menjadi beban setelah tamat. Minggu pertama masih semangat, membawa kopi dan
pangan sereal komersial dalam box motor untuk dijajakan ke kios-kios kecil, tapi pada
minggu berikutnya, dikarenakan wilayah penjualan saya disekitar kampus, banyak
orang melecehkan saya ...aktivis jadi sales...tapi peduli amat, emang mereka yang beri
makan kita.
Beberapa bulan saya lalui, saya melihat kebutuhan kami mulai besar seiring
adik yang juga mulai masuk kuliah. Di suatu jum’at saya berdo’a “ Ya Allah, berikan
hamba pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan hamba”, do’a ini saya panjatkan
bukan karena tidak bersyukur tapi saya ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan dan diberikan penghasilan yang sesuai dengan pengeluaran....maklum
penghasilan sebagai sales motoris harus sesuai target, kalau gak sampai...yah bulan itu
harus super irit....
Sambil jualan, saya selalu duduk di Warung Kopi (tempat favorit...hehehehe),
sambil minum teh, saya melihat ada secarik kertas berisikan pengumuman penerimaan
Pegawai Negeri Sipil, awalnya kertas tersebut tidak saya hiraukan, bahkan saya sobek
sambil berpikir : “ mau jadi PNS...duit dari mana?”. Hingga esok hari, sahabat (yang
sekarang jadi istri..cuit..cuit) bawa pengumuman yang sama dan bilang, “ Rom...ada
jurusanmu disini, cobalah...” saya terima tetapi saya tidak terlalu perduli, karena
imagenya kalau ikut ujian tanpa uang sama juga bo’ong.
Seminggu pertama saya lewati, sambil melihat kalau lagi melintas saat jualan di
Dinas Tenaga kerja setempat, begitu banyak orang antri untuk buat kartu kuning, ampe
manjat-manjat pagar segala, tahun itu merupakan tahun pertama penerimaan PNS
secara nasional, terbuka dan serentak sesuai Instruksi Presiden terpilih. Saya mulai gelisah,
coba gak ya...coba gak ya...akhirnya saya coba untuk ikut ujian.
Hari ujian PNS pun tiba, saya hampir lupa kalau hari tiu ujian, karena semalam
suntuk saya malah sibuk membuat AD/ART sebuah gerakan berbuat baik yang kami
rancang bersama aktivis mahasiswa lainnya (baca: yang sedang mengganggur). Saya
pergi dengan menumpang motor teman sambil tidur sepanjang perjalanan. Supaya segar
ketika ikut ujian. Dan setelah ujian semua kembali berjalan seperti apa adanya...
“ Woi rom...” aku mendengar naaku dipanggil, ketika berpaling, ternyata si
Alawi, teman seperjuangan, “hari ini pengumuman ujian rom...”, wah saking sibuknya
mengejar target jualan, sampai hari pengumuman ujian PNS pun lupa. Bergegas kami ke
warung internet di dekat kampus, suasana penuh sesak, tapi ada satu komputer yang
kosong di pojokan. Sambil berharap cemas kami log in ke situs pengumuman yang
dimaksud, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus. Cukup
lama memang connectnya, mungkin sedang dibuka oleh banyak orang situsnya...
“Mudah-mudahan kita lulus wi...” , aku berujar ke alawi, “ Amiin rom”. Wah situs
udah log in. Cukup banyak nama yang lulus. Dan kami diinstruksikan melihat secara
alphabet. Alawi tidak berani melihat duluan, dia bilang nyari nama saya dulu, kami cari
di R, Alawi mencari dan saya menutup mata, “ Rom...lulus, namamu ada..” wah saya
buka mata dan langsung serasa tak percaya saya teriak di warnet, sampai semua orang
terlihat kesal karena kegaduhan kami. “wah selamat rom...” gumam alawi, “kini
giliranmu mencari...”. aku mulai mencari di A, satu per satu kuperhatikan, dan
alhamdulillah “kau juga lulus wi”, alawi pun teriak kegirangan....sambil membayar keluar
dari warnet, kami pun keluar berniat merayakan. Tapi ...ups, karna sama-sama orang
susah tak ada uang yang banyak di kantong, jadi kami Cuma beli secangkir kopi sama
sebatang rokok, dan “Alhamdulillah....hari ini terasa indah”.
Hari berlalu, saya ditempatkan di Batam dan Alawi di Jakarta, dua tahun
kemudian saya menikah dengan ehm...sahabat yang menyuruh saya untuk ikut test PNS.
Saya bekerja dengan gembira, karena menjadi PNS merupakan impian saya dan saya
mendapatkannya tanpa harus membayar sogokan. Saya ditempatkan di sebuah pulau
karena pekerjaan yang berkaitan dengan produksi ikan. Waktu berlalu, tanpa sengaja
saya melihat ada tawaran beasiswa bidang perikanan di Eropa. Saya lihat
persyaratannya cukup rumit, nilai TOEFL harus diatas 550, rekomendasi profesor,
legalisasi ijazah di kedutaan, pasport terbaru..”wah lumayan menyita waktu” gumamku.
Sejenak aku melihat suasana kota yang akan memberikan beasiswa, aku
terpukau..karena inilah impianku. Melihat eropa secara langsung, dan mengunjungi
tempat-tempat yang aku pajang di kamarku dulu, eifel, menara pisa, coloseum, dan
tempat klasik lainnya. Dan sejak itu aku mantapkan keinginan ku untuk meraih impian.
Dan kebetulan di program TV yang ditonton, ada acara talkshow dengan seorang yang
menerima banyak beasiswa, dia berujar “beasiswa itu layaknya buah jeruk di pohon,
banyak tersebar, kalau kita mau, kita harus mengambilnya dengan galah, jangan
mengharapkan jeruk itu jatuh menggelinding ke kita”. Artinya kita harus berusaha. Inilah
yang menjadi cambuk bagiku.
Banyak suka duka yang kualami, waktu yang terbuang, uang yang terbuang,
sedikit stres, dalam menyiapkan berkas beasiswa yang hanya memiliki deadline waktu 2
bulan sejak pengumuman. Namun akhirnya berkas pun siap. Dengan niat dan harapan
saya antarkan berkas tersebut ke tempat pengiriman internasional untuk dikirim ke
negara pemberi beasiswa. Saya pikir biayanya mirip dengan dokumen dalam negeri,
kalau pun lebih , gak beda jauh lah, dengan PD, saya membwa duit 50 ribu karena
hanya dokumen. Saya serahkan ke resepsionis, dia menkan kalkulator...cukup banyak
sampai nekan tombol % segala, “mungkin ini keuntungannya” gumamku. Sambil
menyerahkan kalkulator, dia bilang ”biayanya segini pak”. Saya melihat kalkulator,
panjang amat angkanya, tapi ada koma, samar-samar ku pikir 46.500,- , “wah pas...”
saya serahkan duit 50.000,-, tapi dia sedikit kesal bilang “ pak ini 465.000,-, “ha...saya
lihat lebih rinci, iya...benar itu tertulis 465.000,-, sambil menahan malu, saya berujar ke
resepsionis, “ATM terdekat dimana mbak...”. kalau ingat itu saya suka geli sendiri.
Satu tahun berlalu, saya selalu buka e-mail, seminggu 3 kali. Hari itu saya
melihat ada email dengan tulisan M.Sc Aquaculture coordinator, tanpa judul, waktu saya
buka, dia bilang “saya berada di Waiting list beasiswa..untuk lengkapnya silahkan lihat di
lampiran”. Wah hanya daftar tunggu...biasanya sih gak dapat, karena siapa sih yang
mau melepaskan beasiswanya? Sebulan berlalu, saya mendapatkan telpon cukup aneh
di malam hari jam 10 malam, di display HP Cuma ada nomor 8888, wah operator iseng
darimana ni malam-malamh...saya angkat, sambil teriak saya bilang, “HALO..”,
diseberang telpon saya dengar bahasa yang cukup lembut sambil bilang bahwa dirinya
adalah koordinator beasiswa yang saya lamar. Dan berkata bahwa ada satu orang dari
Afrika yang mengundurkan diri dengan alasan keluarga, dan saya terpilih menggantikan
posisisinya, sambil berasa tak percaya saya kembali memastikan ucapannya, dengan
bahasa inggris yang bercampur dengan rasa gembira, bingung, was-was, campur aduk
deh...dan diakhir pembicaraan dia bilang bahwa saya diharapkan mempersiapkan
seluruh berkas yang diberikan melalui e-mail.
Saya buka e-mail, ada e-mail dari M.Sc Aquaculture coordinator, ada
persyaratan yang harus dilengkapi, “Wah..ternyata benar” gumamku. Sebulan saya
habiskan dengan tidak bekerja secara penuh, saya meminta ijin dengan pimpinan untuk
memberikan waktu mengurus persyaratan beasiswa, dan dengan bijak pimpinan yang
menjadi idola saya itu memberikan ijinnya kepada saya. Setelah berkas siap, saya
kirimkan kembali ke Negara pemberi beasiswa, tapi kini saya sudah mempersiapkan
uang sesuai dengan kebutuhan.
Hari perjalanan pun tiba...saya mendapatkan tiket dengan maskapai yang
cukup ternama, lama perjalanan 15 jam. Lumayan...bisa tidur pulas. Esok harinya, saya
sampai di negara tujuan, ada perbedaan waktu selama 5 jam dengan Indonesia. Saya
turun dari pesawat, dan terkagum-kagum dengan teknologi yang ada di bandara.
Kekaguman saya bertambah ketika melihat bangunan yang hanya ada di impian saya
dulu selama dalam perjalanan menuju universitas. Dan kini Impian itu menjadi
Nyata....saya tidak pernah menyangka akan dapat melihat langsung pemandangan ini.
Dan kini impian itu dapat saya nikmati bersama istri tercinta. Sambil meneteskan air
mata saya selalu berucap “Alhamdulillah..”. ternyata impian dapat menjadi pemacu
semangat bagi kita. So....jangan pernah takut bermimpi bro