92
Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I., M.A. SEJARAH IDEOLOGI DUNIA Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme “The history of all hitherto axisting society is the history of class struggle. Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild master and journeyman, in a word, oppressor and oppressed stood in constant opposotion to one another” [Marx & Engels, The Manifesto of the Communist Party (1967)]. “The philosopher have only interpreted the wolrd, in various ways; the point, however, is to change it”. [Tesis XI–Feuerbach Karl Marx-1845] Diterbitkan dan disebarkan untuk amunisi intelektual kader inti ideologis dan untuk kebutuhan gerakan sosial, atas kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I., M.A.

SEJARAH IDEOLOGI DUNIA

Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme

“The history of all hitherto axisting society is the history of class struggle. Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild master and journeyman, in a word,

oppressor and oppressed stood in constant opposotion to one another” [Marx & Engels, The Manifesto of the Communist Party (1967)]. “The philosopher have only interpreted the wolrd,

in various ways; the point, however, is to change it”. [Tesis XI–Feuerbach Karl Marx-1845]

Diterbitkan dan disebarkan untuk amunisi intelektual kader inti ideologis

dan untuk kebutuhan gerakan sosial, atas kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap

Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta

Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Page 2: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

2

SEJARAH IDEOLOGI DUNIA Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme,

Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme

Penulis: Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I., M.A.

Cetatakan I., April 2010 Cetakan II., Desember 2012

Editor/ Penyunting/ Lay-Outer/ Desain Grafis: Tim Kreatif Revdem + Eye On The Revolution

Diterbitkan dan disebarkan untuk amunisi intelektual kader inti ideologis

dan untuk kebutuhan gerakan sosial, atas kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap

Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta

Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Page 3: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

3

SEJARAH IDEOLOGI DUNIA Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme Penulis: Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I., M.A.© Alumnus (S.1) UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Alumnus Program Pascasarjana (S.2) Sosiologi FISIPOL UGM, Dosen Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap, Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) D.I. Jogjakarta, Menjabat Sekjend DEMA UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Menjabat Ketua Himpunan Mahasiswa Cilacap di Jogjakarta (HIMACITA), Direktur pada Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta/ Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta/Komunitas Diskusi Eye on The Revolution + Fordem Cilacap, Website: www.negaramarxis.blogspot.com/ www.sosiologidialektis.wordpress.com Hp. 085 647 634 312, E-mail: [email protected] All rights reserved. Buku panduan Sekolah Ideologi Dunia ini diterbitkan atas solidaritas, dukungan & kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogja, Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta, Komunitas Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + FORDEM Cilacap, PMII Jaringan Inti Ideologis Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur©Nur Sayyid Santoso Kristeva©2012. Sejarah Ideologi Dunia, Anti-Copyright © 2012, untuk diterbitkan dan disebarkan Demi kebutuhan Kader Inti Ideologis dan kebutuhan gerakan sosial. Editor/ Penyunting/ Lay-Outer/ Desain Grafis: Tim Kreatif Revdem + Eye On The Revolution Edisi Khusus Komunitas untuk Program Sekolah Ideologi Dunia Cetakan Pertama, Desember 2012

Diterbitkan, dicetak & didistribusikan atas kerjasama: Komunitas Santri Progressif (KSP) Cilacap, Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD) Cilacap-Jogjakarta, Institute for Philosophycal and Social Studies (INSPHISOS) Cilacap-Jogjakarta, Komunitas Diskusi EYE ON THE

REVOLUTION + FORDEM Cilacap, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jaringan Inti Ideologis Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur. Alamat Kantor Cilacap 1: Kompleks Pondok Pesantren Al-Madaniyah Al-Islamiyah As-Salafiyah, Jl. Pucang D.37 RT. 01 RW IX Gumilir, Cilacap-Utara, Cilacap. Kode Pos. 53231, Alamat Kantor Cilacap 2: Jl. Urip Sumoharjo No. 71 RT. 03 RW III Mertasinga, Cilacap Utara, Cilacap, Jawa Tengah Kode Pos 53231

Anti-Copyright: dengan mencantumkan penulis sebagai hak dan pengakuan intelektual penulis, maka penulis dan penerbit memperbolehkan untuk mengutip, mereproduksi atau memperbanyak, baik sebagian maupun keseluruhan isi buku ini dengan cara elektronik, mekanik, fotokopi, perekaman, scanner, microfilm, vcd &

cd-room, rekaman suara atau dengan tehnologi apapun dengan izin atau tanpa seizin penulis dan penerbit. Dokumen intelektual ini diterbitkan dan disebarkan demi kebutuhan gerakan sosial. Sebarkan & berorganisasilah! baca & lawan!

Page 4: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

4

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI—4 PENGANTAR PENULIS—7 PERSEMBAHAN—10 Hand-Out 01: PRAWACANA: PENGANTAR IDEOLOGI—11

1. Pengertian Ideologi 2. Ideologi dalam Ilmu Sosial 3. Logika Dasar Ideologi 4. Proses Kelahiran Ideologi 5. Dimensi dan Tahapan Ideologi 6. Akar Ideologi dari Tiga Pendekatan Filsafat 7. Tiga Kategorisasi Ideologi 8. Fungsi dan Faktor Pendukung Ideologi

Hand-Out 02: KAPITALISME—16

1. Pengertian Kapitalisme 2. Sejarah Perkembangan Kapitalisme 3. Tiga Asumsi Kapitalisme Menurut Ayn Rand 4. Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme 5. Teori Dasar Ekonomi-Kapitalis 6. Akar Historis Kapitalisme

6.1 Kapitalisme Awal (1500-1750) 6.2 Kapitalisme Klasik (1750-1914) 6.3 Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914)

Hand-Out 03: SOSIALISME—26

1. Pengertian Sosialisme 2. Sejarah Kelahiran Sosialisme 3. Sistem Politik Sosialisme 4. Sistem Ekonomi Sosialisme 5. Prinsip-prinsip Sosialisme 6. Sosialisme Utopis 7. Pemikir Utama Sosialisme Utopis

Hand-Out 04: KOMUNISME—31

1. Pengertian Komunisme 2. Ide Dasar Komunisme 3. Ciri-ciri Inti Masyarakat Komunis 4. Filsafat Perubahan Sosial dalam Manifesto Komunis 5. Kedudukan Proletariat dalam Komunisme 6. Sejarah Perkembangan Komunisme 7. Sistem Politik Komunisme 8. Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme 9. Prinsip-prinsip Komunisme

Page 5: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

5

Hand-Out 05: FASISME—38 1. Pengertian Fasisme 2. Konteks Sosial-Psikologis Fasisme 3. Latar Belakang Individu dalam Perkembangan Fasisme 4. Doktrin dan Gagasan Utama Fasisme 5. FASISME: Apa Itu dan Bagaimana Melawannya, Leon Trotsky [1944]

5.1 Kata Pengantar Edisi 1969 5.2 Fasisme -Apakah itu? 5.3 Bagaimana Mussolini meraih kemenangannya 5.4 Bahaya Fasis Muncul di Jerman 5.5 Dongeng Aesop 5.6 Polisi dan Tentara Jerman 5.7 Borjuis, Borjuis Kecil, dan Proletar 5.8 Runtuhnya Demokrasi Borjuis 5.9 Apakah Kaum Borjuis Kecil Takut Pada Revolusi? 5.10 Milisi Kelas Pekerja dan Musuh-Musuhnya 5.11 Perspektif di Amerika Serikat 5.12 Bangun Partai Revolusioner!

Hand-Out 06: ANARKISME—66

1. Etimologi 2. Anarkisme:

2.1 Teori Politik 2.2 Anarkisme dan Kekerasan

3. Sejarah dan Dinamika Filsafat Anarkisme 3.1 Anarkisme dan Marxisme 3.2 Pierre-Joseph Proudhon 3.3 Internationale Pertama

4. Varian-varian Anarkisme 4.1 Anarkisme-Kolektif 4.2 Anarkisme-Komunis 4.3 Anarko-Sindikalisme 4.4 Anarkisme-Individualism 4.5 Varian-varian Anarkisme lainnya

5. Anarkisme dan agama 5.1 Anarkis-Kristen 5.2 Anarkisme dan Islam

6. Kritik atas Anarkisme Hand-Out 07: ANARKISME DAN MARXISME—74

1. Argumen-Argumen Seputar Isu Negara 1.1 Proses Transisi 1.2 Partai Politik 1.3 Kekerasan dan Revolusi

2. Argumen-Argumen Seputar Isu Kelas 3. Argumen Seputar Metoda Materialisme Historis

3.1 Determinisme 4. Anarko-Komunisme

4.1 Internasionale Pertama 4.2 Prinsip Dasar

Page 6: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

6

Hand-Out 08: KONSERVATISME—80 1. Perkembangan Pemikiran

1.1 Eropa 1.2 Tiongkok

LAMPIRAN DIAGRAM—83

Diagram 1: Bagan Analisis Reframing Ideologi—Unsur-unsur atau perangkat gagasan yang terangkum dalam sebuah ideologi, dijelaskan dalam: Austin Ranney, Governig; An Introduction to Political Science (7th Edition; London: Prentice Hall International, Inc., 1996) hlm. 71-73.

Diagram 2: Arus Utama Sosialisme Warisan Eropa—Ditinjau dari Sejarah Pendiri & Strategi Perjuangannya. [Sosialisme Utopis (Sosialisme Fabian)]; [Sosialisme Anarkis (Sosialisme Komunitarian/ Libertarian)]; [Sosialisme Marxis (Sosialisme “Ilmiah.”)]

Diagram 3: Sistem Tata Ekonomi: Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme; Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Sosialisme; Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme.

Diagram 4: Karakteristik Umum dari Sosialisme dan Komunisme, dijelaskan dalam: David Held, Models of Democracy (Jakarta: The Akbar Tandjung Institute, Cet. I., 2007) h. 129.

Diagram 5: Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik, dijelaskan dalam: David Held, Models of Democracy (Jakarta: The Akbar Tandjung Institute, Cet. I., 2007) h. 138.

REFERENSI—88 TENTANG PENULIS—91

Page 7: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

7

PENGANTAR PENULIS

EMBEDAH sejarah pemikiran ideologi dunia adalah sebuah usaha yang amat sulit dan berat. Apalagi dengan menuliskan dalam sebuah buku, karena gagasan dasar dari ideologi yang

kita bedah tersebar dalam banyak literature. Hanya dengan mendiskusikan, menganalisis dan menakar apa sebenarnya yang dimaksud dengan ideologi dan bagaimana gagasan pemikiran yang dibangun, memungkinkan kita untuk dapat memahami. Melakukan interpretasi terhadap sejarah pemikiran ideologi merupakan sebuah aktifitas berfikir yang membutuhkan daya tahan dan penalaran yang jernih dan kritis.

Kepekaan terhadap realitas sosial di sekeliling kita tidak hanya mengandalkan cara-cara eksistensialisme tetapi juga perlu memandang sisi subtansialisme. Arus ideologi dunia yang bertahan dan bahkan berkembang tidak hanya telah memberikan dampak perubahan material tetapi juga immaterial terutama ada pada konstruksi berfikir kita dalam menjalani kehidupan. Ideologi bukanlah suatu yang berdiri sendiri lepas dari kenyataan hidup masyarakat, namun ideologi merupakan hasil konstruksi kebudayaan masyarakat sehingga merupakan manifestasi dari kenyataan sosial.

Ideologi adalah rasionalisasi kolektif dari sebuah kelompok, dimana rasionalisasi adalah ideologi pribadi bagi setiap individu.1 Ideologi menurut konsepsi epifenomena merupakan sistem ide yang mengekspresikan keinginan kelas dominan tapi juga mencerminkan relasi antar kelas dalam bentuknya yang ilusif. Ideologi mengekspresikan keinginan kelas dominan dalam arti bahwa ide-ide yang membentuk ideologi adalah ide-ide yang—dalam periode sejarah tertentu—mengartikulasikan ambisi, perhatian dan pertimbangan kelompok sosial dominan sebagai cara melindungi dan mempertahankan posisi dominasinya. Tapi ideologi mencerminkan relasi antar kelas secara ilusif apabila ide-ide tersebut tidak secara tepat menggambarkan sifat dan posisi relatif kelas yang diperhatikan; dan tidak mencerminkan relasi itu dengan cara yang sesuai dengan keinginan kelas dominan.2

Pada pembahasan buku ini dikemukakan tentang beberapa ideologi besar (Kapitalisme, Sosialisme, Komunisme, Fasisme, Anarkisme, Anarkisme-Marxisme, Konservatisme), yaitu yang ideologi mempunyai pengaruh dan dampak yang sangat kuat kepada masyarakat termasuk para penganutnya. Sebetulnya tidak mutlak pembahasan ideologi besar, tetapi walaupun demikian pertimbangannya secara eksistensi dalam kehidupan masyarakat menunjukkan eksis atau tidak eksistennya suatu ideologi, pembahasan ini pula sebagai ilustrasi atau paparan historis ideologi-ideologi di

1 Benjamin Nelson (ed.) Freud Manusia Paling Berpengaruh Abad Ke-20, Judul Asli: Freud and the 20th

Century, Penerjemah: Yurni, M. Psi, (Surabaya: Ikon Teralitera, Cet. I., 2003) h. 115. 2 John B. Thompson, Kritik Ideologi Global; Teori Sosial Kritis tentang Relasi Ideologi dan Komunikasi

Massa, Judul Asli: Ideology and Modern Culture: Critical Social Theory in the Mass Communication (California: Stanford University Press, 1990), Penerjemah: Haqqul Yakin (Yogyakarta: Ircisod, Cet. I., 2004) h. 63-67.

M

Page 8: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

8

dunia. Ideologi dalam hal inilah tidak dipandang secara abstrak tetapi harus mampu terukur terhadap kiprah eksistensinya, sehingga tidak heran apabila Soekarno pernah mengatakan tentang perseteruan ideologi besar dunia. Beliau mengutip dan mengemukakan: “Bertrand Russel pernah menulis, bahwa di dalam sejarah manusia adalah dua dokumen historis yang sampai sekarang menguasai alam-hati dan alam-fikirannya bagian-bagian besar dari umat manusia, dan yang bersaingan hebat satu sama lain. Dan dokumen historis itu ialah ‘declaration of independence’ Amerika tulisan Thomas Jafferson, dan ‘Manifes Komunis’ tulisan Karl Marx.” (Dibawah Bendera Revolusi. 1965. Hal: 329).

Patut kita telaah lebih lanjut, bahwa ideologi besar dunia yang sampai sekarang tetapi bertahan dan menggurita adalah ideologi kapitalisme. Dalam buku ini kita tidak akan mendiskusikan dengan menyatakan benar atau salah, tetapi mendiskusikan untuk memperjelas pemahaman dan kemudian kita akan mampu beradaptasi dalam kehidupan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan saat ini kita sedang berkubang dengan dunia kapitalisme, dunia uang, dunia ekonomi, dunia liberalisme perdagangan, dunia yang penuh dengan transaksi ekonomi super besar dan cepat serta dalam skala yang sangat luas—mendunia.

Sistem ekonomi liberal yang dianut suatu negara untuk mengintegrasikan diri dalam sistem ekonomi pasar, telah menyebabkan makin meningkatnya angka kesenjangan dan kemiskinan di mana lebih dari 1,2 milyar penduduk bumi ini hidup dalam kemiskinan yang ekstrem—kurang dari satu dollar AS/ hari karena repatriasi keuntungan investasi dan utang yang ditanamkan di negara-negara miskin—sementara pemilik perusahaan Microsoft Bill Gates, berpendapatan US$95 per detik. Bahkan kekayaan perusahaan-perusahaan multinasional—General Motors pada tahun 1997 telah mencapai US$ 164 milyar—sementara GDP Norwegia mencapai US$ 153 milyar, dan GDP Indonesia US$ 52,3 milyar. Makna kapitalisme untuk kepentingan publik tersebut, oleh Adam Smith diilustrasikan dengan sangat jelas: “Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita tidaklah datang dari keajaiban dari si tukang daging, si pemasak bir atau si tukang roti, melainkan dari apa yang mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi. Malah seseorang umumnya tidak berkeinginan untuk memajukan kepentingan publik dan ia juga tidak tahu sejauh mana ia memiliki andil untuk memajukannya. Yang ia hormati dan ia kejar adalah keuntungan bagi dirinya sendiri. Di sini ia dituntun oleh tangan-tangan yang tak terlihat (the invisible hands) untuk mengejar yang bukan bagian dari kehendak sendiri. Bahwa itu juga bukan merupakan bagian dari masyarakat, itu tidak lantas berarti suatu yang lebih buruk dari masyarakat. Dengan mengejar kepentingan sendiri, ia kerap kali memajukan kepentingan masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan jika ia sungguh-sungguh bermaksud memajukannya. Saya tidak pernah menemukan kebaikan yang dilakukan mereka yang sok berdagang demi kepentingan publik”. Premis ini di kemukakan Adam Smith dalam The Wealth of Nations pendahuluan dan catatan pinggir oleh Edwin Cannan, New York: The Modern Library, 1973. Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned". (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat). Jorge Larrain memahami kapitalisme dengan menghadirkan paham komunisme. Ia mengemukakan “kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas buruh hidup”. Bahkan menurut Karl Marx kapitalisme adalah hasil dari praktek reproduksi manusia.

Untuk memahami model-model pembangunan yang diterapkan oleh sebuah negara, Martin Staniland (1985) membuat kategorisasi kedalam empat orientasi, yang selanjutnya menjadi fokus utama ke arah mana pembangunan itu dijalankan oleh negara tersebut.

Pertama, Orthodox Liberalism adalah bentuk yang diterapkan oleh negara yang dalam proses pembangunannya sangat mengagungkan konsep individualisme. Konsep ini

Page 9: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

9

menganggap bahwa, masyarakat hanya bisa sekedar agregasi dari sintesa seluruh kepentingan individu. Model ini biasa dipakai negara-negara dengan sistem ekonomi kapitalis.

Kedua, Social Critique of Liberalism adalah respon dari model yang pertama. Pandangan ini menghujat keras pandangan liberal ortodoks yang seolah-olah menegasikan kepentingan sosial dalam pembangunan ekonomi. Menurut pandangan ini, model pembangunan yang pertama mengesankan bahwa kehidupan individu berada dalam isolasi dan ruang kosong. Karenanya kepentingan sosial harus disertakan dalam pembangunan ekonomi. Termasuk dalam kategori model ini adalah welfare theory, humanizing theory, teori kritik.

Ketiga, Economism Perspective. Sepintas model ini mirip dengan liberal-ortodoks. Perbedaannya adalah bahwa posisi kebijakan-kebijakan ekonomi dianggap sebagai segala-galanya. Kebijakan politik dan aktivitas kenegaraan atau non-ekonomi lainnya harus ditentukan oleh tindakan-tindakan ekonomi. Indonesia pada masa rezim Orde Baru dapat dikategorikan penganut model pembangunan ini. Keempat, Politicism Perspective merupakan kebalikan dari model economism. Menurutnya, justru faktor politiklah yang mesti dominan dalam seluruh rangkaian kebijakan ekonomi. Model ini dianut pemerintah Indonesia pada masa demokrasi terpimpinnya Soekarno.

Denis Goulet dalam bukunya The Cruel Choice (1973) melihat keterbelakangan (underdevelopment) tidak semata-mata sebagai kemelaratan dan pendapatan yang rendah. Underdevelopment merupakan bentuk dehumanisasi, karenanya untuk dapat menghayatinya, orang harus memahami alam pikiran keterbelakangan tadi. Bagi Goulet, pembangunan tidak hanya masalah ekonomi, tetapi masalah kemanusiaan. Karenanya tolok u...kur keberhasilan pembangunan menurutnya adalah, life sustenance, self esteem, dan liberation. Alberto Guerreiro Ramos (1976) melihat terjadinya kecenderungan pembangunan nasional untuk menumbuhkan dominasi manusia oleh enclave pasar, pada hakekatnya telah menumbuhkan proses uni-dimensionalisasi kehidupan manusia menjadi makhluk yang hanya peka terhadap rangsangan-rangsangan yang ditumbuhkan oleh mekanisme pasar. Oleh Karena itu upaya untuk membebaskan manusia dari dominasi pasar, Ramos mengidealkan sebuah masyarakat yang ia sebut sebagai masyarakat isonomi, dimana pasar hanya merupakan salah satu enclave dalam realita sosial yang bersifat multi-sentrik; sedangkan individu hanyalah secara kebetulan bersifat sebagai pemaksimum manfaat.

David Mc Clelland dalam bukunya The Achieving Society (1963) menunjuk faktor mikro individual dalam mencari penyebab keberhasilan atau kegagalan pembangunan. Faktor mikro indivudual tadi adalah faktor internal psikologis yang disebutnya sebagai “achievement motivation” atau N-ach. Alex Inkeles menyatakan bahwa kegagalan dan keberhasilan pembangunan diakibatkan oleh faktor mikro atau psikologi individual yang berproses ke arah modernitas melalui transformasi karakteristik dari pribadi tradisional ke pribadi modern sebagai akibat proses belajar dari lingkungan eksistensi dan pengalaman hidup.

Daniel Lerner dalam hasil laporan penelitian yang ditulis dalam buku The Passing of Traditional Society (1968) melihat bahwa proses modernisasi sebagai problem kemanusiaan yang memerlukan transformasi yang sistematis terhadap gaya hidup seseorang. Modernisasi dipandang sebagai pergerakan atau pergeseran dari masyarakat non-participant yang ditandai dengan sempitnya cakrawala masyarakat dan ideologi nasional, menuju masyarakat partisipan dimana public affairs yang melintasi batas lokal dibuat oleh anggota masyarakat.

Berangkat dari perdebatan diatas, sudah seharusnya bagi insan muda eksponen intelektual mahasiswa—menjadi bagian dari perubahan akan realitas sosial.

Page 10: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

10

PERSEMBAHAN

KARYA INI SAYA DEDIKASIKAN UNTUK

Untuk Para Pendiri Republik Indonesia dan Para Alim Ulama Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Aidit, Nyoto, Hadratus Syaikh Kiai

Hasyim Asy’ari, Ali Syariati, Asghar Ali Engineer, Hasan Hanafi, Arkoun, Abu Hasan Al-Asy’ari, Abu Mansur Al-Maturidi, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Malik,

Imam Hambali, Imam Junaidi, Imam Ghozali, dll.

Untuk Semua Guru Intelektual Sokrates, Plato, Aristoteles, Copernicus, Kepler, Galileo Galilei, Nicolo Machiavelli, Thomas More, Francis Bacon, Rene Descrates, Blaise Pascal, Baruch Spinoza, Hobbes, John Locke, Leibniz, Cristian Wolft, George Barkeley, David Hume, Voltaire, Jean Jacques Rousseau, Immanuelt Kant, JC Ficte, FWJ Schelling, GWF Hegel, Athur Scopehauer, August Comte,

John Struat Mill Herbert Spencer, Ludwig Feuerbach, Karl Marx, Soren Kiegarard, Friedrich Nietzsche, William James, John Dewey, Henry Bergson, Edmund Husserl, Max Scheller, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Herbert Marcus, Ibnu

Khaldun, Arnold Toynbee, Patirin A. Sorikin, Emile Durkheim, Friedrich Engels, Talcots Parson, Neil Smeller, Everett E. Hagen, David McClelland, Thorstein Veblen, WF Orgburn, Al-Ghozali, Mohammed Arkoun, Paulo Freire, Michel Foucault, Ivan Illich, Habermas, Neil

Posman, Giroux, dll.

Untuk Kedua Orang Tuaku Kedua orang tuaku Bapak H. Muhammad Nur Sayyidi, Ibunda tercinta Hj. Khamidah Nurul

Jannah, Kakakku Almarhumah Komyati Azizah, serta kepada semua intelektual, akademisi, aktivis, pelajar, semua pecinta ilmu pengetahuan.

Untuk Para Aktivis Gerakan

Untuk mereka yang telah membunuh egoisme dan watak sektarianisme. Untuk mereka yang telah menumbalkan dirinya pada realitas sosial. Untuk mereka yang

mengorbankan dirinya demi kaum miskin dan tertindas. Untuk mereka yang telah mendedikasikan dirinya demi meneruskan ruh perjuangan pada pahlawan, para syuhada, para

alim ulama. Untuk mereka yang telah menitikan dirinya demi perjuangan ummat manusia disekeliling mereka. Untuk mereka yang tidak pernah patah semangat, yang terus-menerus berproses demi mencapai dan menemukan eksistensi dirinya. Untuk mereka yang tidak rela nilai-nilai kemanusia dinista oleh sebuah rezim kekuasaan yang aristokratik. Untuk mereka

yang tidak pernah tunduk pada rezim tiranik. Untuk mereka yang cinta kebenaran dan keadilan. Untuk mereka para martir revolusi sosial.

Untuk Tambatan Hatiku

Engkaulah laut pada perahuku—karena dirimulah yang selalu memberikan harapan, selalu menuntun dan dengan sabar menunjukkan padaku cita-cita mulia. Engkaulah layar pada

perahuku—karena dirimulah yang telah memberi dorongan dengan tetes air mata. Engkaulah nahkoda pada perahuku—karena dirimulah yang telah mengarahkan diriku dan menunjukkan pada jalan yang diridhoi oleh-Nya. Buat laut, layar dan nahkodaku, ketika perahu terombang-

ambing nyaris kehilangan arah, teruslah menatih langkah hidupku tuk sebuah harapan dan cita-cita mulia.

Page 11: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

11

Hand-Out 01: PRAWACANA: PENGANTAR IDEOLOGI

1. Pengertian Ideologi

Pada dasarnya ideologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua kata: ideos artinya pemikiran, dan logis artinya logika, ilmu, pengetahuan. Dapatlah didefinisikan ideologi merupakan ilmu mengenai keyakinan dan cita-cita.3 Ideologi merupakan kata ajaib yang menciptakan pemikiran dan semangat hidup diantara manusia terutama kaum muda, khususnya diatara cendekiawan atau intelektual dalam suatu masyarakat.4 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ideologi merupakan rumusan alam pikiran yang terdapat diberbagai subyek atau kelompok masyarakat yang ada, dijadikan dasar untuk direalisasikannya. Dengan demikian, ideologi tidak hanya dimiliki oleh negara, dapat juga berupa keyakinan yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam negara, seperti partai politik atau asosiasi politik, kadang hal ini sering disebut subideologi atau bagian dari ideologi. Ideologi juga merupakan mythos yang menjadi political doctrin (doktrin politik) dan political formula (formula politik).5 Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaliknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka.6 Ideologi juga memiliki arti: konsepsi manusia mengenai politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan untuk diterapkan dalam suatu masyarakat atau negara.7

2. Ideologi dalam Ilmu Sosial

Persoalan ideologi merupakan pusat kajian ilmu sosial.8 Menurut Frans Magnis Suseno,9 ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai-nilai dan sikap dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai suatu sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut. Dalam konteks inilah kajian ideologi menjadi sangat penting, namun seringkali diabaikan.

Istilah ideologi adalah istilah yang seringkali dipergunakan terutama dalam ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga istilah yang sangat tidak jelas. Banyak para ahli yang melihat ketidakjelasan ini berawal dari rumitnya konsep ideologi itu sendiri. Ideologi dalam pengertian yang paling umum dan paling dangkal biasanya diartikan sebagai istilah mengenai sistem nilai, ide, moralitas, interpretasi dunia dan lainnya. Menurut Antonio Gramsci,10 ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.

3 Ali Syariati, Tugas Cendekiawan Muslim (Yogyakarta: Salahuddin Press, 1982) hlm. 7. 4 Ibid., hlm. 145. 5 Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap Dunia

Ketiga (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) hlm. 238. 6 Alfian, Pemikian dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1981) hlm. 187. 7 Sukarna, Suatu Studi Ilmu Politik Ideologi (Bandung: Alumni, 1981) hlm. 113. 8 Jorge Lorrain, Konsep Ideologi (Yogyakarta: LKPSM, 1996) hlm. 10. 9 Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1991) hlm. 230. 10 Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) hlm. 83.

Page 12: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

12

3. Logika Dasar Ideologi Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan11. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh

Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan “sains tentang ide”. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. (definisi ideologi Marxisme). Ideologi sama pentingnya dengan silogisme (baca: logika berfikir yang benar) bagi setiap proposisi (dalil atau pernyataan) yang kita buat. Ideologi secara etimologis berarti permulaan. Secara terminologis berarti pemikiran mendasar yang dibangun diatas pemikiran-pemikiran (cabang). Ideologi adalah pemikiran mendasar dan patokan asasi tingkah laku. Dari segi logika Ideologi adalah pemahaman mendasar dan asas setiap peraturan. 4. Proses Kelahiran Ideologi

Tentang bagaimana ideologi lahir, pada dasarnya ideologi terumuskan dengan sejumlah kemungkinan:

Pertama, ideologi lahir karena diinspirasikan oleh sosok tokoh yang luar biasa, dalam sejarah bangsanya. Ia hadir membawa sekaligus mampu memberikan inspirasi serta pengaruh kuat terhadap orang lain secara luas. Pada keadaan ini, gagasan seseorang yang ‘luar biasa’ itu atas kehendak pelaku dan dukungan pengikut, alam pemikirannya mengenai cita-cita masyarakat yang diperjuangkan dalam gerakan politik diakui dan dirumuskan secara sistematis, telah menjadi ideologi. Ideologi itu lahir dari pemikiran seseorang.

Kedua, berdasarkan alam pikiran masyarakat, ideologi itu dirumuskan oleh sejumlah orang yang berpegaruh dan merepresentasikan kelompok masyarakat kemudian disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, bilaperlu diciptakan mitos-mitos untuk mendapatkan pengakuan legal dan kultural dari masyarakat bersangkutan sehingga mereka tunduk dan meyakini.

Ketiga, berdasarkan keyakinan tertentu yang bersifat universal, ideologi itu lahir dan dibawa oleh orang yang diyakini sebagai kehendak Tuhan, dengan pesan untuk melakukan pembebasan dan memberikan bimbingan dalam mengatur kehidupan yang sebenarnya serta konsekuensi moral dikemudian hari yang akan diterima bila melanggarnya. Ideologi ini syarat dengan pesan moral yang sesuai dengan nurani serta dasar primordial manusia. Oleh sebab itu, ideologi yang lahir dari suatu keyakinan Iman dan bersifat universal akan hidup secara

11 Anthony Downs dalam buku An Economic System of Democracy (New York: Harper & Row, 1957) hlm. 96. mendefinisikan ideologi sebagai “a verbal image of the good society, and of the chief means of constructing such a society.” Menurut Austin Ranney, setiap ideologi adalah seperangkat ide yang saling bertautan secara logis dan memiliki titik beda dengan ideologi lain. Gagasan yang terangkum dalam sebuah ideologi mencakup nilai-nilai (values), visi kemasyarakatan yang ideal (vision of the ideal polity), konsep asal-usul manusia (conception of human nature), strategi tindakan (strategies of actions), dan siasat politik (political taktics); lihat Austin Ranney, Governig; An Introduction to Political Science (7th Edition; London: Prentice Hall International, Inc., 1996) hlm. 71-73. Sementara dalam bahasa yang agak lebih sederhana, pranarka menjelaskan ideologi yang menurut hakikat dan sifatnya adalah sebuah pegangan untuk perjuangan; lihat A.M.W. Pranarka, “Pasal 33 UUD 1945: Wawasan Dasar dan Konstruksi Operasionalnya, Suatu Tinjauan Ideologis,”dalam Analisa CSIS, Tahun IV, No. 12, Desember 1986, Penjelasan tentang ideologi-ideologi dunia yang cukup komprehensif; lihat William Ebenstein dan Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, terj. Alex Jemadu (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994). Lihat catatan kaki dalam A. Effendi Khoirie, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2003) hlm. 22.

Page 13: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

13

permanen tidak akan goyah dan mati. Biasanya ideologi ini lahir diinspirasikan oleh spirit agama.12 Namun demikian, terlepas dengan cara apa dan bagaimana suatu ideologi itu lahir, pada dasarnya ideologi sering disamakan sebagai suatu keyakinan, sebab ia mengandung suatu mitos dan cita-cita yang harus direalisasikan dan memiliki nilai kebenaran. Bagi pengikutnya tidak hanya diakui dan diikuti, lebih dari itu dihayati sebagai sesuatu yang memiliki spirit hidup serta perjuangan dalam menjawab tantangan yang dirasakan.13 5. Dimensi dan Tahapan Ideologi

Ada tiga dimensi yang perlu dipenuhi oleh suatu ideologi agar tetap mampu mempertahankan relevansinya sebagai berikut: Pertama, dimensi realitas, adalah kemampuan ideologi untuk mencerminkan realitas dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakatnya. Karena hanya dari situlah anggota masyarakat akan merasa bahwa ideologi itu memang miliknya. Kedua, dimensi idealisme, adalah kemampuan dasar ideologi yang terkandung di dalam nilai-nilai dasar ideologi itu. Ketiga, dimensi fleksibilitas, dimensi ketiga ini menuntut kemampuan ideologi bukan saja untuk melandasi dan meneropong perubahan atas pembaruan masyarakat, tetapi juga sekaligus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu.14

Ali Syariati memberikan argumentasi atau pendapatnya bahwa suatu ideologi dalam mengoperasionalisasikan nilai-nilai dalam masyarakat sebagai suatu kebenaran untuk dapat diperjuangkan menjadi keyakinan atau pandangan hidup dalam kolektif masyarakat memiliki tahapan-tahapan sehingga terbentuk sebuah ideologi, ini meliputi: Pertama, adalah cara kita melihat dan mengungkapkan alam semesta, eksistensi, dan manusia. Kedua, cara khusus dalam kita memakai dan menilai semua benda dan gagasan atau ide-ide yang membentuk lingkungan sosial dan mental kita, Ketiga, mencakup usulan, metode sebagai pendekatan dan keinginan yang kita manfaatkan untuk mengubah status quo yang kita tidak puas.15 Pada tahap ketiga inilah ideologi mulai menjalankan misinya dengan memberikan para pendukungnya pengarahan, tujuan dan cita-cita serta rencana praktis sebagai dasar perubahan dan kemajuan kondisi sosial yang diharapkan.16

6. Akar Ideologi dari Tiga Pendekatan Filsafat

Semenjak masa kelahiran para pemikir di Yunani, Romawi, Kelahiran kejayaan Yudea-Kristiani, kemudian Islam dan Abad Pencerahan di Eropa Konstruk Filsafat yang melahirkan ideologi-ideologi besar dunia sesungguhnya berakar dari tiga pendekatan filsafat, yakni:

Pertama, Filsafat Idealisme (philosophy of idealism), ini mengedepankan faham rasionalisme dan individualisme, yang dalam kehidupan berpolitik telah melahirkan ideologi Liberalisme dan Kapitalisme. Ide yang menjadikan kekuatan dasar menempatkan manusia sebagai pusat di alam semesta (centre of nature), manusia sebagai titik pangkal terjadinya perubahan sejarah. Ini melahirkan faham dalam membangun kehidupan kenegaraan dalam konteks hubungan agama dengan negara adalah terpisah (separation) walau dalam hal-hal ceremonial dan ritual agama masih diberikan peran. Pandangan kehidupan yang berdasar ideologi liberalisme-kapitalisme, melahirkan faham Sekulerisme-Moderat17 dalam mengatur kehidupan politik-kenegaraan.

12 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 240-241. 13 Ibid., hlm. 241. 14 Ali Syariati, op. cit., hlm. 148. 15 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 242. 16 Ali Syariati, op. cit., hlm. 148. 17 Sekulerisme-Moderat melihat agama sebagai urusan pribadi yang berkaitan dengan masalah-masalah

ruhani manusia, dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan publik yang berkaitan dengan politik serta menyangkut dunia materi. Dalam Amien Rais, Cakrawala Islam; Antara Cita dan Fakta (Bandung: Mizan, 1999) hlm. 124.

Page 14: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

14

Kedua, Filsafat Materialisme (philosophy of materialism), ini mengedepankan faham emosionalisme berupa perjuangan kelas dengan kekerasan dan kolektivisme, yang dalam kehidupan berpolitik telah melahirkan ideologi Sosialisme-Komunisme. Materi (ekonomi), yang menjadi kekuatan dasar menempatkan kondisi ekonomi sebagai faktor penentu terjadinya perubahan sejarah. Ini melahirkan faham dalam membangun kehidupan kenegaraan dalam konteks hubungan agama dengan negara adalah dipertentangkan (conflic). Agama dianggap sebagai faktor penghambat, candu bagi masyarakat, karena itu tidak diberikan peran sama sekali. Pandangan kehidupan yang berdasar ideologi Sosialisme-Komunisme melahirkan faham Sekularisme-Radikal18 dalam mengatur kehidupan politik-kenegaraan.

Ketiga, Filsafat Teologisme (philosophy of teologism). Dalam faham ini masih dibagi menjadi dua: 1] faham agama yang menempatkan ajaran Tuhan memegang peran sentral dalam kehidupan politik-kenegaraan, tetapi dalam konstruk politiknya, menjadikan pemuka agama sebagai tokoh yang dikultuskan. 2] faham agama yang memang menempatkan ajaran Tuhan sebagai sumber inspirasi, motivasi dan ekspresi. Ini menempatkan ajaran Tuhan sebagai faktor integratif dan pencerahan. Dalam hubungannya dalam kehidupan politik-kenegaraan, agama sebagai suatu yang suci kekuatannya bukan di pengkultusan dan pemistikan melainkan agama sebagai pembimbing (guidens). Agama dapat didialogkan untuk terlibat sebagai wacana sekaligus sumber etika, moral dan hukum, maka dalam kehidupan politik-kenegaraan itu dapat dikatakan agama bersifat dinamis, dapat disebut pula sebagai filsafat teologisme-dinamis.19 7. Tiga Kategorisasi Ideologi

Secara sederhana, Franz Magnis Suseno20 mengemukakan tiga kategorisasi ideologi. Pertama, ideologi dalam arti penuh atau disebut juga ideologi tertutup. Ideologi dalam

arti penuh berisi teori tentang hakekat realitas seluruhnya, yaitu merupakan sebuah teori metafisika. Kemudian selanjutnya berisi teori tentang makna sejarah yang memuat tujuan dan norma-norma politik sosial tentang bagaimana suatu masyarakat harus di tata. Ideologi dalam arti penuh melegitimasi monopoli elit penguasa di atas masyarakat, isinya tidak boleh dipertanyakan lagi, bersifat dogmatis dan apriori dalam arti ideologi itu tidak dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman. Salah satu ciri khas ideologi semacam ini adalah klaim atas kebenaran yang tidak boleh diragukan dengan hak menuntut adanya ketaatan mutlak tanpa reserve. Dalam kaitan ini Franz Magnis-Suseno mencontohkan ideologi Marxisme-Leninisme.

Kedua, ideologi dalam arti terbuka. Artinya ideologi yang menyuguhkan kerangka orientasi dasar, sedangkan dalam operasional keseharianya akan selalu berkembang disesuaikan dengan norma, prinsip moral dan cita-cita masyarakat. Operasionalisasi dalam praktek kehidupan masyarakat tidak dapat ditentukan secara apriori melainkan harus disepakati secara demokratis sebagai bentuk cita-cita bersama. Dengan demikian ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan sekelompok orang.

Ketiga, Ideologi dalam arti implisit atau tersirat. Ideologi semacam ini ditemukan dalam keyakinan-keyakinan masyarakat tradisional tentang hakekat realitas dan bagaimana manusia harus hidup didalamnya. Meskipun keyakinan itu hanya implisit saja, tidak dirumuskan dan tidak diajarkan namun cita-cita dan keyakinan itu sering berdimensi

18 Sekularisme-Radikal melihat agama sebagai musuh, karena dianggap sebagai perintang kemajuan.

Ibid. 19 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 242-244. 20 Franz Magnis-Suseno, op. cit., hlm. 232.

Page 15: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

15

ideologis, karena mendukung tatanan sosial yang ada dan melegitimasi struktur non demokratis tertentu seperti kekuasaan suatu kelas sosial terhadap kelas sosial yang lain.

8. Fungsi dan Faktor Pendukung Ideologi

Ideologi adalah suatu sistem keyakinan yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau bangsa yang bersifat menyeluruh yang mendalam mengenai segala segi kehidupan kenegaraan, kemasyarakatan, dan kebagsaan. Ideologi mengandung kehendak dan cita-cita tentang suatu kehidupan masyarakat yang ideal yang diyakini kebenarannya dan harus diperjuangkan agar terwujud dengan kongkrit. Oleh karena itu ideologi merupakan panduan bagi penganutnya untuk melakukan tindakan-tindakan secara praktis dan strategis untuk mewujudkan kehendak dan cita-cita yang terkandung dalam ideologi tersebut. Ideologi mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi Etis, yaitu sebagai panduan dan sikap serta perilaku kelompok masyarakat dalam

kehidupan kenegaraan dan kebangsaan. 2. Fungsi Integrasi, yaitu nilai yang menjadi pengikat suatu bangsa atau masyarakat. 3. Fungsi Kritis, yaitu sebagai ukuran nilai yang dapat digunakan untuk melakukan kritik

terhadap nilai atau keadaan tertentu. 4. Fungsi Praxis, yaitu sebagai acuan dalam memecahkan masalah-masalah kongkrit. 5. Fungsi Justifikasi, yaitu ideologi sebagai nilai pembenar atas suatu tindakan atau

kebijakan tertentu yang dikeluarkan oleh suatu kelompok tertentu. Menurut tokoh psyco-analisis Foucault, ideologi menyangkut empat faktor atau hal

penting: 1] Ekonomi sebagai basis, 2] Kelas yang berkuasa, 3] Kekuatan repressif, 4] Sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran sejati. Menurut Gianfranco, seorang pakar sosiologi ada tiga kekuatan sosial yang mempengaruhi masyarakat: 1] Kekuatan politik, 2] Kekuatan ekonomi, 3] Kekuatan normatif atau ideologi.[]

Page 16: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

16

Hand-Out 02: KAPITALISME

1. Pengertian Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah “a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned”. (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat) Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah “formasi sosial” yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).

2. Sejarah Perkembangan Kapitalisme

Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional, di mana pasar berada dan bagamana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka. Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme. Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan “laissez faire” dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara.

Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakan-kebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai “perekonomian

Page 17: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

17

campuran” (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial.

Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal. 3. Tiga Asumsi Kapitalisme Menurut Ayn Rand

Ayn Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi dasar kapitalisme, yaitu: (a) kebebasan individu, (b) kepentingan diri (selfishness), dan (c) pasar bebas. Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Pada gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan individu untuk memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme, altruisme, mistisisme. Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi sosial dan pandangan epistemologisnya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh gagasan “the invisible hand” dari Smith, pasar bebas dilihat oleh Rand sebagai proses yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang terbaik atau paling rasional. Smith pernah berkata: “...free marker forces is allowed to balance equitably the distribution of wealth”. (Robert Lerner, 1988). 4. Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

5. Teori Dasar Ekonomi-Kapitalis

Membincarakan dasar teori ekonomi kapitalisme, sosok Adam Smith dengan buku termasyhurnya, The Wealth of Nations, dapat disebut sebagai Bapak Kapitalisme. Dalam membahas teori dasar kapitalisme adalah dengan mengetahui ciri dasar sistem tersebut, yaitu pemaksimalan keuntungan individu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dimaksudkan membantu kepentingan publik.

Makna kapitalisme untuk kepentingan publik tersebut, oleh Adam Smith diilustrasikan dengan sangat jelas: “Apa yang kita harapkan untuk makan malam kita tidaklah datang dari keajaiban dari si tukang daging, si pemasak bir atau si tukang roti, melainkan dari apa yang mereka hormati dan kejar sebagai kepentingan pribadi. Malah seseorang umumnya tidak berkeinginan untuk memajukan kepentingan publik dan ia juga tidak tahu sejauh mana ia memiliki andil untuk memajukannya. Yang ia hormati dan ia kejar adalah keuntungan bagi dirinya sendiri. Di sini ia dituntun oleh tangan-tangan yang tak terlihat (the invisible hands)

Page 18: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

18

untuk mengejar yang bukan bagian dari kehendak sendiri. Bahwa itu juga bukan merupakan bagian dari masyarakat, itu tidak lantas berarti suatu yang lebih buruk dari masyarakat. Dengan mengejar kepentingan sendiri, ia kerap kali memajukan kepentingan masyarakat lebih efektif dibandingkan dengan jika ia sungguh-sungguh bermaksud memajukannya. Saya tidak pernah menemukan kebaikan yang dilakukan mereka yang sok berdagang demi kepentingan publik”.21 Penjelasan ilustratif tersebut sebenarnya tidak bermaksud lain kecuali kehendak untuk memaknai kapitalisme dengan memadukan kepentingan individu di satu pihak dan kepentingan publik di pihak yang lain. Dari premis itu ialah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan ekonomi secara individu. Meskipun demikian, orientasi individu tetap merupakan tahapan awal bagi kepentingan publik atau sosial. Motif sosial yang tersembunyi (hidden social motive) yang disebut Smith sebagai the invisible hands.

Kehendak untuk memadukan kepentingan privat dan publik ini selanjutnya dijelaskan bahwa setiap manusia, dengan demikian, dipimpin langsung oleh kepentingan dan tindak tanduk ekonominya. Manusia yang bersangkutanlah yang mengetahui apa kepentingan mereka sesungguhnya. Oleh sebab itu, dialah yang dapat memenuhi kepentingan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bukan dimaksudkan untuk mengesampingkan kepentingan bersama, tetapi mereka berfikir bahwa kepentingan bersama ini akan dapat diperhatikan dengan sebaik-baiknya pula apabila setiap individu mendapat kesempatan untuk memenuhi, memuaskan, dan mengekspresikan kepentingannya masing-masing tanpa restriksi.

Setelah ia menulis The Wealth of Nations, Smith sudah mengemukakan dalam Theory of Moral Sentiments sebagai dasar filsafat teori ekonominya. Ia menentang dengan tegas pendapat de Mandeville bahwa privet vice makes public benevit. De Mandeville memandang bahwa kemewahan atau pengejaran keuntungan ekonomi itu dosa, meski dosa itu sendiri diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat. Smith justru melihat sebaliknya, dengan meniru gurunya Francis Hutcheson, ia mengatakan bahwa kebajikan adalah pengendali nafsu dan bukan sebuah antipati yang mutlak. Dalam The Wealth of Nations sendiri, Smith pernah mengatakan bahwa: “The nature and causes of the wealth of nations is what is properly called political economy”. Ini menunjukkan bahwa nama bukunya saja sudah cukup untuk menjelaskan apa sesungguhnya yang menjadi tujuan dari aktifitas ekonomi.22

Mempelajari paradigma dan ide dasar kapitalisme juga bisa dilakukan dengan membuat interpretasi-interpretasi karya Smith seperti yang banyak dilakukan. Kita memahami bahwa masterpiece Smith tersebut sesungguhnya hanya meletakkan gagasan-gagasan cemerlangnya secara umum saja. Sjahrir (1995) menerjemahkan The Wealth of Nations yang membidani lahirnya teori kapitalisme itu dengan membuat rincian sederhana seperti, apa yang harus diproduksi dan dialokasikan, bagaimana cara memproduksi dan mengalokasikan sumber daya, serta bagaimana cara mendistribusikan sumber daya dan hasil produksi.23

Pemahaman lain tentang ide dasar kapitalisme juga diberikan oleh Max Weber24. Ia mendefinisikan kapitalisme sebagai sistem produksi komoditi berdasarkan kerja berupah untuk dijual dan diperdagangkan guna mencari keuntungan. Ciri produksi berdasarkan upah buruh itu merupakan karakter mendasar bagi kapitalisme. Bagi Weber, ciri kapitalisme yang lebih mendasar lagi adalah pada sistem pertukaran di pasar. Sistem di pasar ini menimbulkan konsekuensi logis berupa rasionalisasi yang mengacu pada bagaimana cara meraih

21 Premis ini di kemukakan Adam Smith dalam The Wealth of Nations pendahuluan dan catatan pinggir oleh Edwin Cannan, New York: The Modern Library, 1973, hlm. 14, 423.

22 L. J. Zimmerman, Sejarah Pendapat-pendapat tentang Ekonomi, Bandung: N.V. Penerbitan W. Van Hoeve, ‘S-Gravenhage, 1995, hlm. 42-43. Edisi Indonesia dikerjakan oleh K. Siagian. Periksa buku aslinya yang berjudul Geschiedenis Van Het Economisch Denken.

23 Sjahrir, Formasi Mikro-Makro ekonomi Indonesia, Jakarta, UI Press, 1995, hlm. 113-114. 24 Max Weber, The Protestant ethic of Spirit Capitalism, New York, Scribner, 1958, Edisi Inggrisnya

dikerjakan oleh Talcot Parson dengan Pengantar RH Tawney.

Page 19: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

19

keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain, bagaimana melakukan akumulasi kapital secara terus menerus. Akumulasi kapital itu dimaksudkan untuk melakukan produksi barang atau jasa yang lebih menguntungkan (more profitable). Keuntungan inilah yang secara dominan bagi rasionalitas tekhnologi.

Sedangkan bagi Marx, kapitalisme tidak didefinisikan oleh motif atau orientasi kaum kapitalis. Apapun motif yang mereka sadari, mereka sebenarnya didorong oleh logika sistem ekonomi untuk memupuk modal. Kapitalisme bagi Marx suatu bentuk masyarakat kelas yang distrukturasikan dengan cara khusus di mana manusia diorganisasikan untuk produksi kebutuhan hidup.25

Sejalan dengan zaman, kapitalisme terus berkembang, bergerak dan beradaptasi dengan sejarah. Jorge Larrain mengemukakan, “Kapitalisme dicirikan oleh dominasi obyek atas subyek, modal atas pekerja, kondisi produksi atas produsen, buruh mati atas buruh hidup. Bahkan menurut Marx, kapitalisme adalah hasil dari praktek reproduksi manusia. Marx menganalisa hal tersebut tidak hanya untuk mengetahui bagaimana sistem itu bekerja dan memproduksi diri sendiri, tetapi juga untuk menunjukkan kondisi yang mampu menggantikannya”.26

Kapitalisme yang dibuat oleh Lorens Bagus, berasal dari bahasa Inggris, capitalism atau kata latin, caput yang berarti kepala. Kapitalisme itu sendiri adalah sistem perekonomian yang menekankan peranan kapital atau modal.27 Poin-poin penting yang bisa dilihat dan biasa digunakan untuk mengartikan kapitalisme adalah:

Pertama, kapitalisme adalah ungkapan kapitalisme klasik yang dikaitkan dengan apa yang dimaksud oleh Adam Smith sebagai permainan pasar yang memiliki aturan sendiri. Ia yakin bahwa dengan kompetisi, pekerjaan dari tangan yang tidak kelihatan akan menaikkan harga pada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja atau modal mengalami pergeseran dari perusahaan yang kurang menguntungkan. Ini berarti kapitalisme merupakan usaha-usaha kompetitif manusia yang akan dengan sendirinya berubah menjadi kepentingan bersama atau kesejahteraan sosial (social welfare).

Kedua, kapitalisme merupakan ungkapan Prancis laissez-faire, laissez-passer, yang berarti ‘semaunya’, yang dilekatkan sebagai ungkapan penyifat. Ungkapan laissez-faire menekankan sebuah pandangan bahwa dalam sistem ini, kepentingan ekonomi dibiarkan berjalan sendiri agar perkembangan berlangsung tanpa pengendalian Negara dan dengan regulasi seminimal mungkin.

Ketiga, kapitalisme adalah ungkapan Max Weber bahwa ada keterkaitan antara bangkitnya kapitalisme dengan protestanisme. Kapitalisme merupakan bentuk sekuler dari penekanan protestanisme pada Individualisme dan keharusan mengusahakan keselamatan sendiri. 6. Akar Historis Kapitalisme

Sistem perekonomian kapitalisme muncul dan semakin dominan sejak peralihan zaman feodal ke zaman modern. Kapitalisme seperti temuan Karl Marx menjadi sistem yang dipraktekkan di dunia bermula di penghujung abad XIV dan awal abad XV. Kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia terkait erat dengan kolonialisme. Pada zaman

25 Pada tahun 1887, muncullah Das Capital-nya Marx yang amat termashur itu. Marx mengatakan bahwa

kapitalisme itu mempunyai ciri mutlak, yakni borjuis dan eksploitasi. Oleh karenanya, begitu Marx, dengan revolusi kekerasanlah pemerintah sosialis harus didirikan. Demi terjaminnya stabilitas sistem ini, maka ia harus dijaga oleh sistem kepemimpinan yang diktator proletariat.

26 Lihat Jorge Larrain, The Concept of Ideology, Forteword by Tom Bottomore, First Published, Australia: Hotchinson Publishing Group, 1979, versi Indonesia oleh Ngatawi al Zastrouw (editor) dan Ryadi Gunawan (penerjemah), Yogyakarta: LKPSM, 1997, hlm. 55.

27 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 1996, hlm.391.

Page 20: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

20

kolonialisme ini akumulasi modal yang terkonsentrasi di Eropa (Inggris) didistribusikan ke penjuru dunia, yang menghadirkan segenap kemiskinan di wilayah jajahannya.

Kelahiran kapitalisme ini dibidani oleh tiga tokoh besar, yaitu Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik, Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik dan Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya. Martin Luther yang memberi dasar-dasar teosofik adalah seorang Jerman yang melakukan gerakan monumentalnya, 31 Oktober 1571 dengan menempelkan tulisan protesnya di seluruh penjuru Roma. Ia tidak menerima kenyataan praktik pengampunan dosa yang diberlakukan gereja Roma. Kemudian ia meletakkan ajaran dasarnya, yaitu: “Manusia menurut kodratnya menjadi suram karena dosa-dosanya dan semata-mata lewat perbuatan dan karya yang lebih baik saja mereka dapat menyelamatkan dirinya dari kutukan abadi”. Sedangkan bagi Benjamin Franklin yang memberi dasar-dasar filosofik, mengajak orang untuk bekerja keras mengakumulasi modal atas usahanya sendiri.

Kemudian Franklin mengamanatkan: “Waktu adalah Uang”. Bagi Adam Smith yang memberikan dasar-dasar ekonominya dan tarcantum dalam buku An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations, Adam Smith lebih mengkongkretkan spirit kapitalismenya dalam sebuah konsep sebagai mekanisme pasar. Basis folologisnya adalah laissez-faire, laissez-passer. Ia mengatakan bahwa barang langka akan menyebabkan harga barang tersebut menjadi mahal sehingga menjadi sulit didapatkan terutama oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Tetapi menurut Smith bahwa yang harus dilihat adalah perilaku produsen. Ketika harga barang mahal, maka keuntungan akan meningkat. Ketika keuntungan yang dijanjikan atas barang tersebut tinggi, maka banyak produsen yang memproduksinya. Sehingga dengan demikian kelangkaan barang tersebut akan terpenuhi dan menjadi murah dan kebutuhan masyarakat akan terpenuhi. Sehingga masalah yang terjadi di masyarakat akan diselesaikan oleh the invisible hands.

Banyak pakar memberikan penjelasan bahwa kapitalisme sebagai sistem perekonomian dunia baru dimulai sejak abad XVI. Menurut Dudley Dillard pada zaman kuno sebenarnya sudah terdapat model-model ekonomi yang merupakan cikal-bakal kapitalisme. Bagi Dillard, kapitalisme tidak saja dipahami sebagai sistem ekonomi pasca abad XVI. Kantong-kantong kapitalisme sebagai cikal-bakal dan ruh kapitalisme justru mulai berkembang diakhir abad pertengahan. Dillard membagi urutan perkembangan kapitalisme menjadi tiga tahapan.28 Secara kronologis dalam tahapan sejarah perkembangannya: Kapitalisme Awal, Kapitalisme Klasik dan Kapitalisme Lanjut.

6.1 Kapitalisme Awal (1500-1750).

Kapitalisme untuk periode ini masih mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan pokok yang ditandai dengan kehadiran industri sandang di Inggris sejak abad XIV sampai abad XVIII. Meski industri sandang tersebut masih menggunakan mesin pemintal yang sangat sederhana, pada gilirannya mampu meningkatkan apa yang disebut sebagai surplus sosial. Seperti dijelaskan Dillar, dalam prakteknya industri sandang mengahadapi banyak problem dan kesulitan. Namun demikian, berbagai kendala tersebut tak mampu menjadi penghalang bagi kesuksesan industri tersebut. Bahkan di beberapa wilayah pelosok Inggris, industri tersebut terus berkembang pesat selama kurun waktu abad XVI sampai XVII. Surplus sosial yang didapatkan terus menerus secara produktif ternyata mampu menjadikan kapitalisme mampu bersaing dengan sistem ekonomi sebelumnya. Kelebihan itu didayagunakan untuk usaha perkapalan, pergudangan, bahan-bahan mentah, barang-barang jadi dan variasi untuk kekayaan yang lain.

28 Sudono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, Proses, Makalah dan Dasar Kebijaksanaan, Jakarta:

Lembaga Penerbit FE UI, 1985, hlm. 10.

Page 21: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

21

Perluasan demi perluasan dengan argumentasi produktifitas yang dilakukan selanjutnya mengahdirkan fenomena dramatis dengan munculnya kolonisasi atau imperealisme ke daerah-daerah lain yang tak memiliki keseimbangan produksi. Lebih lanjut pada informasi yang sama, Dillar juga pernah menguraikan bahwa perkembangan kapitalisme pada tahapan ini didukung oleh tiga faktor yang sangat penting yaitu: (1) dukungan agama dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan ajuran untuk hidup hemat, (2) hadirnya logam mulia terhadap distribusi pendapatan atas upah, laba dan sewa, serta (3) keikutsertaan Negara dalam membantu membentuk modal untuk berusaha.

Studi Russel, Modes of Productions individu Wolrd History London and New York, Routledge, 1988, menjelaskan bahwa kapitalisme pada fase ini tidak bisa tidak menyebut bahwa Eropa dan Inggris abad ke-12 adalah sebagai lokasi awal perkembangan kapitalisme. Russel menunjuk wilayah perkotaan untuk mencontohkan bahwa saudagar kapitalis menjual barang-barang produksi mereka dalam suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Mula-mula mereka hanya menjual barang kepada teman sesama saudagar perjalanan. Kegiatan ini kemudian berkembang menjadi perdagangan publik.

6.2 Kapitalisme Klasik (1750-1914).

Pada fase ini terjadi pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan publik, ke wilayah yang mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri yang seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di Inggris. Perubahan dalam cara menentukan pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra perdagangan lama di perkotaan selama Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus membengkak selama dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang baik pada abad XVIII. Penerapan praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh selama berabad-abad dapat sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi penggerak bagi perubahan tehnologi karena akumulasi modal memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.

Tepat pada fase ini kapitalisme mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan kapitalisme terutama dalam penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik. 6.3 Kapitalisme Lanjut (Pasca 1914).

Kapitalisme lanjut dijelaskan mulai berkembang sejak abad XIX, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I sebagai momentum utama. Abad XX ditandai oleh perkembangan kapitalisme yang sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme fase lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua, bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa pemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur kelas

Page 22: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

22

sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.

Kapitalisme abad XX berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu bergerak mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya. Bagi Daniel Bell,29 fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia.

Budiman (1997: 86) menyebut bahwa kapitalisme seolah menjadi pesolek tanpa tanding dalam merebut perhatian para teoritisi sosial dunia. Salah satu hal yang membuat kapitalisme bertahan adalah kelenturan produk yang ditawarkan. Produk-produk yang disediakan bersifat adaptif dengan zamannya. Citra-citra yang disodorkan tidak pernah dibiarkan begitu saja dan menjadi sebentuk kesombongan ideologis yang menjenuhkan, melainkan disesuaikan dengan berbagai desakan pluralisasi wacana kehidupan. Kapitalisme berhasil tetap bertahan karena ia mampu menghadirkan demokrasi ekonomi dan politik sebagai bentuk keinginan umat manusia yang paling mutakhir, tapi sebatas citra, demokrasi yang semu. Produk kapitalisme yang menggairahkan tersebut dipandang Guy Debord sebagai trap, bahwa saat ini kapitalisme sedang menyiapkan perangkat kebudayaan yang mengantarkan umat manusia pada kondisi komoditi yang final dan melelahkan.30

Produk lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global. Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara, melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.

Dengan semakin pentingnya modal, peranan Negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam percaturan ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat Galbraith dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk memfasilitasi setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini selanjutnya menjadi karakter dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme lanjut adalah kapitalisme monopoli (monopoly capitalism) atau kapitalisme kroni (crony capitalism).31

29 Penjelasan ini sekaligus mengawali kajian tentang Kapitalisme fase lanjut atau kapitalisme mutakhir

seperti yang diratapi oleh Daniel Bell. Beberapa kajian dalam poin ini sepenuhnya mengacu ke sana. Untuk memperjelas keterangan ini periksa karya Bell seperti (1) The End of Ideology, New York: Free Press, 1960; (2) The Coming of Post Industrial Society, New York: Penguin Books Edition, 1973; (3) The Cultural Contradictions of Capitalism, New York: Basic Books, 1976. Sedangkan untuk edisi Indonesia, karya Bell ini dapat diperhatikan di Y.B. Mangunwijaya (ed.), Tekhnologi dan Dampak Lingkungannya, Volume II, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985; atau Daniel Bell dan Irving Kristol (ed.), Model dan Realita di Dalam Wacana Ekonomi, Dalam Krisis Teori Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988.

30 Guy Debord, The Society of The Spectacle, seperti dikutip oleh Fredric Jameson, Postmodernism or The Cultural of The Late Capitalism, London, Verso, 1990, hlm. 8.

31 Kapitalisme monopoli sebagai bentuk dari kapitalisme fase lanjut seringkali diberi pengertian yang merujuk pada peran penting dari kolaborasi di tingkat birokrat Negara dan pengusaha kapitalis untuk menguasai lahan produksi yang ditujukan pada kepentingan-kepentingan publik.

Page 23: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

23

Korporasi modern dan Negara menjalin hubungan yang didasarkan pada distribusi kekuasaan dan profit. Hubungan yang berkembang antara korporasi modern dan birokrasi publik, seperti kapitalis yang membuat mobil dan Negara yang membangun jalan raya, kapitalis yang membuat pesawat tempur dengan Negara yang mengendalikan Departemen Udara dan sebagainya.32 Selain hal itu, apa yang diungkap Galbraith sebagai kapitalisme lanjut adalah pemfungsian institusi Negara sebagai jaminan kontrol dari doktrin mekanisme pasar. Bahkan para kapitalis dengan sengaja berani membiayai dan merekayasa Negara. Tujuannya adalah untuk mengatasi kemungkinan terjadinya disintegrasi sistem soaial dalam struktur masyarakat yang diakibatkan oleh kontradiksi-kontradisi dalam tubuh kapitalisme itu sendiri. Asumsi ini diperkuat oleh fakta pertumbuhan industri-industri kapitalisme hingga menciptakan sindroma korporasi-korporasi modern ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kekuasaan politik.

Dalam hal ini Galbraith memperkuat argumentasinya dengan uraian yang mendalam tentang keterkaitan Negara dalam dimensi politis dan kapitalis dalam dimensi ekonomis. Semakin menguatnya campur tangan institusi Negara ke dalam aktifitas-aktifitas ekonomi acap mendisfungsionalisasikan fungsi dari Negara itu sendiri. Hal itu bisa ditunjukkan dengan merosotnya atensi Negara yang bersangkutan terhadap persoalan-persoalan lain di luar masalah teknis administratif.

Sementara menurut pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat negatif yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan menghindari resiko-resiko yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan untuk merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah teknis. Kegiatan Negara dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang bisa dipecahkan secara administratif sehingga dimensi praksisnya hilang.33 Hubungan faktor politik-kapitalis dengan melakukan kolaborasi adalah cara pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada keseluruhan adegan sosial dan politik yang diproduksi secara bersamaan. Ia memandang teori ekonomi sebagai suatu alat kebijakan politik. Ia membelokkan apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik yang bebas nilai untuk melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia membuat ilmu ekonomi menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.

Keterkaitan Negara-kapitalis yang ditunjukkan dengan bergesernya mekanisme kapitalisme bisa dipahami dari Negara Amerika. Yang terjadi di Amerika dewasa ini bukanlah paham kapitalisme yang asli yang menganut paham laissez-faire, laissez-passer, melainkan suatu sistem ekonomi yang tetap menggunakan prinsip dasar kapitalisme yang disesuaikan dengan berbagai rambu hukum yang membatasi penguasaan resaources dan konsumsi yang berlebihan, baik secara individual maupun pada tingkat perusahaan.34 Nilai-nilai yang berlaku pada sistem kapitalisme Amerika selalu mempertimbangkan beberapa aspek.

Pertama, Asas Kebebasan (freedom), dengan pengertian, bebas berkonsumsi dan berinvestasi (free entry individu consumption and investment) serta pembatasan investasi pemerintah sekaligus mengikhtiarkan model politik yang demokratis.

Kedua, Asas Keseimbangan (equality), dengan pengertian, adanya difusi antara kekuatan politik dan ekonomi; adanya bargaining power yang sama untuk produsen dan

32 Lihat John Kenneth Galbraith, The New Industrial State, New York: Mentor Book Paperback Edition, 1972, hlm. 258. Periksa juga Budiman, Op. Cit.

33 Jurgen Hebermas, Ilmu dan Tekhnologi Sebagai Ideologi, Jakarta: LP3ES, 1990, hlm. 76-77. 34 Dalam banyak hal, pembahasan kapitalisme fase lanjut tidak bisa dilepaskan begitu saja dari

pembahasan tentang sistem ekonomi kapitalisme yang ada di Amerika. Sebab seperti yang sudah dijelaskan terdahulu bahwa salah satu ciri pokok yang mendasari kapitalisme fase lanjut adalah pergeseran modal dari kapitalisme klasik yang didominasi oleh Negara-negara Eropa menuju kapitalisme Amerika. Posisi Amerika sebagai pusat perdagangan dunia (world trade center), dengan demikian, bisa dijadikan referensi dan parameter perkembangan kapitalisme global selanjutnya.

Page 24: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

24

konsumen serta adanya kesempatan yang sama sekaligus upaya untuk menciptakan pemerataan.

Ketiga, Asas Keadilan (fairness), dengan pengertian, sebuah upaya untuk menghindari praktik yang tidak adil seperti adanya upah buruh yang tidak memenuhi standar; hubungan tuan dan majikan yang eksploitatif dan sebagainya. Oleh karena itu, setiap praktek ekonomi harus dilandasi dengan sikap yang penuh dengan kejujuran dan keterbukaan (full honesty and disclosure).

Keempat, Asas Kesejahteraan (welfare), dengan pengertian, adanya pertimbangan efisiensi alokasi dan produksi. Parameter kesejahteraan bisa diketahui melalui pengawasan pemerintah terhadap stabilitas harga serta upaya untuk menciptakan kondisi ketenagakerjaan yang bersifat full employment. Kesehatan dan keselamatan lingkungan hidup juga mendapat perhatian yang besar.

Kelima, Asas Pertumbuhan Berkesinambungan (sustainable growth) yang indikasinya adalah pertumbuhan pendapatan riil dan kemajuan tekhnologi. Ada beberapa kebijaksanaan pemerintah Amerika yang menjadi prioritas dalam menjamin kebesaran kapitalisme. Di antaranya adalah kebijaksanaan yang menjamin terciptanya kompetisi seperti terciptanya UU Anti Trust (Sherman Act and Clayton Act). Tujuannya untuk mencegah persaingan yang tidak sehat diantara pihak yang bersaing. Peraturan ini secara teknis bertujuan untuk menjamin kebebasan dan keamanan dalam berinvestasi (free exit and entry). Kemudian kebijaksanaan yang mengatur ke mana arah kompetisi digerakkan. Pengaturan-pengaturan ini berfungsi untuk melindungi konsumen dan produsen. Hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan etika periklanan dan standarisasi barang-barang dari segi kualitas maupun kuantitas. Perlindungan merk dagang dan hak cipta juga mendapatkan perhatian yang cukup serius. Selain itu, adanya kebijaksanaan yang menjadi jaminan bagi distribusi pendapatan, yakni melalui pajak. Pajak bisa difungsikan sebagai sarana pemerataan, insentif serta regulator untuk mempengaruhi alokasi produksi maupun konsumsi.

Yang penting lagi adalah adanya kebijaksanaan yang mengatur public utility. Ide dasar kapitalisme klasik laissez-faire, laissez passer dan jargon the invisible hand merupakan asas fundamental yang terus-menerus diperbaiki dan digunakan untuk mencirikan kapitalisme. Mereka berpandangan bahwa teori ekonomi secara jelas menunjukkan bahwa mekanisme pasar tidak akan mampu menyelesaikan proses alokasi barang-barang publik seperti hukum, pertahanan dan lingkungan. Padahal barang-barang ini merupakan sesuatu yang vital bagi terjaminnya hidup manusia. Jika mekanisme pasar dibiarkan dengan sendirinya untuk menentukan alokasi barang-barang publiknya, maka penyediaannya akan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan permintaan masyarakat (socially desirealible). Karenanya diperlukan peranan pemerintah untuk menyediakannya. Tindakan ini menjamin produksi barang-barang kebutuhan dasar (merit goods) diproduksi pada tingkat optimal secara sosial.35

Suasana lain dari kapitalisme lanjut adalah kompetisi (competition), dan kompetisi dalam kapitalisme Amerika merupakan poin penting dari buku The New Industrial State (1971) yang ditulis Galbraith. Menurutnya, dalam ilmu ekonomi klasik persaingan adalah banyaknya penjual yang memperoleh bagian yang kecil dari pasaran. Galbraith kemudian mengatakan bahwa model persaingan klasik ini sebagian besar sudah lenyap karena banyak pasar yang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Galbraith juga mengatakan bahwa dalam perkembangan kapitalisme, timbul institusi yang berusaha mengimbangi kelas kapitalis, yang disebutnya sebagai kekuatan pengimbang (countervailing power). Kekuatan tersebut bisa

35 Ini semakin memperjelas bahwa teori mekanisme pasar tidak bisa dibiarkan sebebas apa yang sudah didoktrinkan dalam teori ekonomi kapitalisme klasik. Pemerintah atau Negara dibutuhkan kehadirannya dalam mengurusai bidang-bidang yang bersangkut-paut dengan kebutuhan publik seperti penjelasan di atas. Dengan demikian, hadirnya Negara sebagai wasit adalah berfungsi untuk mengatur pasar.

Page 25: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

25

berupa lembaga konsumen yang mengontrol perilaku dan pengaruh produsen, himpunan buruh yang mengimbangi kekuatan kelas pemilik modal dan kelas manajer. Lembaga pelindung konsumen, pelindung alam serta organisasi-organisasi volunteer lain yang berusaha untuk mempertahankan sekaligus memperjuangkan kepentingan golongan lemah (marginal) dalam masyarakat, yang tentunya mayoritas. Deskripsi awal dengan menyebut Amerika sebagai pusat segala sesuatu untuk mengkaji kapitalisme lanjut harap dimaklumkan mengingat kita tidak bisa menolak bahwa Amerika adalah sentral kapitalisme dunia dari pasca perang dingin atau awal abad XIX sampai detik ini. Namun sample ini bukan serta merta ingin menunjukkan bahwa kapitalisme lanjut hanya terbatas (limited) seperti yang tercermin di Amerika. Seorang sejarawan peranakan Jepang, Francis Fukuyama, yang kemudian tenar dengan karyanya, The End of History and Last Man, menyatakan bahwa demokrasi liberal dan kapitalisme Amerika merupakan titik akhir dari perkembangan ideologi manusia.36 Fukuyama menjelaskan bahwa sejarah manusia ini sudah berhenti pada satu titik yang ekstrim, yakni kapitalisme. Karenanya akhir sejarah akan merupakan saat yang menyedihkan. Tatkala keberanian, semangat, imajinasi, idealisme dan humanisme mulai digantikan dengan perhitungan-perhitungan ekonomi yang rasional. Pada saat itu pula manusia akan terjebak pada pemecahan masalah teknis yang tidak ada habis-habisnya. Kapitalisme sibuk merancang kebutuhan konsumen yang bercita rasa melangit. Sehingga Galbraith dalam karya yang sama juga menuturkan bahwa selama paruh terakhir abad ini hampir tidak ada topik lain yang dibahas secara serius dan mendalam kecuali tentang masa depan kapitalisme (The Future of Capitalism).37

Akumulasi modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum, di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka, para kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari bahwa kapitalisme model baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok mayoritas. Segitiga konspirasi ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam menjelaskan mekanisme ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/ MNC, World Bank/ IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang sama, yakni liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah kekuatan terbesar dunia abad ini. Sehingga kita tidak pernah menemukan kebijakan internasional yang tanpa memuat kepentingan ketiganya. Kita memang bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami sesederhana itu. Jika hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan bagaimana kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka. Cita-cita Marx yang tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru secara mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan dalam masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan individu berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya mampu menciptakan masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam kaitannya dengan Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan reinventing government, bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme, bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh komunisme. Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu, threshold capitalism.[]

36 Lihat Francis Fukuyama, The End of History and Last Man, London: Hamish Hamilton, 1992.

bandingkan dengan pandangan-pandangan dalam literatur abad ke-19 yang dikenal sebagai abad ideologi (the age of ideology). Bandingkan juga dengan literatur abad ke-20 yang dianggap sebagai abad: (1) Akhir Ideologi (The End of Ideology) karya sosiolog Daniel Bell, (2) Akhir Alam Semesta (The End of Nature) karya Paul MacKiben.

37 Lihat Galbraith, op. cit.

Page 26: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

26

Hand-Out 03: SOSIALISME

1. Pengertian Sosialisme

Sosialisme pada hakekatnya berpangkal pada kepercayaan diri manusia, melahirkan kepercayaan pula bahwa segala penderitaan dan kemelaratan yang dihadapi dapat diusahakan melenyapkannya.38 Penderitaan dan kemelaratan yang diakibatkan pembajakan politik dan ekonomi dimana penguasa dan pengusaha dengan semangat liberal dan kapitalnya, memiliki kekuatan penuh mengatur kaum kebanyakan warga negara, dengan segala keserakahan yang didasarkan rasionalisme dan individualisme itu, mendorong sebagian orang mencari cara baru guna pemecahan masalah sosial tanpa harus dilakukan dengan kekerasan.

George Lansbury, pemimpin partai buruh, menulis dalam bukunya My England (1934), dijelaskan:

“Sosialisme, berarti cinta kasih, kerjasama, dan persaudaraan dalam setiap masalah kemanusiaan merupakan satu-satunya perwujudan dari iman Kristiani. Saya sungguh yakinapakah orang itu tahu atau tidak, mereka yang setuju dan menerima persaingan dan pertarungan satu dengan yang lain sebagai jalan untuk memperoleh roti setiap hari, sungguh melakukan penghianatan dan tidak menjalankan kehendak Allah.”39 Sosialisme adalah sebuah masyarakat dimana kaum pekerja sendiri yang menguasai

alat-alat produksi dan merencanakan ekonomi secara demokratik; dan semua ini secara internasional. Istilah “sosialisme” atau “sosialis” dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan: ideologi atau kelompok ideologi. sistem ekonomi. negara. Kata ini mulai digunakan paling tidak sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, pertama digunakan untuk mengacu kepada pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Prancis, digunakan untuk mengacu pada pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 dan kemudian oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l’Encyclopedie nouvelle. Penggunaan kata sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda oleh berbagai kelompok, namun hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 dan ke-20, yang berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian, yang dengan sistem ekonomi, menurut mereka, dapat melayani masyarakat banyak, ketimbang hanya segelintir elite.

Sosialisme sebagai ideologi menurut penganut Marxisme (terutama Friedrich Engels), model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia, sebagai sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa Pencerahan di abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, abbe de Mably, dan Morelly mengekspresikan ketidakpuasan berbagai lapisan masyarakat di Perancis. Kemudian Sistem Ekonomi dalam sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Marx tentang penghapuskan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditi penting dan kepentingan masyarakat banyak, Seperti Air, Listrik, bahan pangan dll.

Sejumlah pemikir, pakar ekonomi dan sejarah, telah mengemukakan beberapa masalah yang berkaitan dengan teori sosialisme, termasuk di antara mereka adalah antara lain Milton Friedman, Ayn Rand, Ludwig von Mises, Friedrich Hayek, dan Joshua Muravchik. Kritik dan keberatan tentang sosialisme dapat dikelompokkan menjadi kategori berikut: Insentif, Harga, Keuntungan dan kerugian, Hak milik pribadi. Keuntungan dalam anutan sosialisme kekinian

38 Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Bandung: Mizan, 1999) hlm. 188. 39 William Ebenstein & Edwin Fogelman, Isme-isme Dewasa ini, Edisi 9 (Jakarta: Erlangga, 1990) hlm.

220.

Page 27: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

27

telah dimungkinkan. Berhubungan dalam keuangan dari suatu negara sosialis, untuk transaksi atas barang, walaupun bukan terhadap pertanian.

2. Sejarah Kelahiran Sosialisme

Setelah melebarnya sayap-sayap ideologi liberalisme dan kapitalisme, maka dunia telah tersebtuh ideologi ini dipenuhi dengan pragmatisme hidup, sikap individualistis, konsumeris, hedonisme, materialisme, dan sekulerisme. Ini telah menimbulkan masalah sosial sampai pada tingkat unit sosial terkecil, seperti melemahkan ikatan emosional dalam keluarga, disorientasi, disorganisasi sosial, pada skala yang besar timbulnya aliansi sosial sebab jauh dari agama dan kepentingan sosial dalam kehidupan sosiali dan ekonomi masyarakat. Lahirlah faham sosialisme. Mereka menentang individu sebagai dasar pribadi, juga kebebasan ekonomi yang perlu melibatkan negara. Faham sosialis mengusahakan indutri negara bukan semata untuk digunakan mencari keuntungan yang melebihi usaha keuntungan kapitalis yang meungkin berhasil, mungkin tida. Akan tetapi untuk penyelenggarakan industri yang lebih demokratis, bermanfaat dan bermartabat, penggunaan mesin yang lebih memperhatikan manusia dan penggunaan hasil kecerdasan manusia yang lebih bijak.40 Lahirlah tokoh-tokoh sosialis, seperti St. Simon (1760-1825), Fourier (1837), Robert Owen (1771-1858), Louis Blane (1813-1882), Bakunin (1814-1876).

3. Sistem Politik Sosialisme

Sosialisme dengan demokrasi, memiliki hubungan yang sangat penting, ia menjadi bagian dari kebijakan sosialis. Sosialisme dalam konteks demokrasi memiliki tujuan dengan inti yang sama, yakni untuk lebih mewujudkan demokrasi dengan memperluas penerapan prinsip-prinsip demokrasi dari hal-hal yang bersifat politis sampai pada yang bersifat non-politis dalam masyarakat. Oleh sebab itu untuk mencapai cita-citanya, sosialis menggunakan cara-cara yang demokratis:

Pertama, sosialisme menolak terminologi proletariat yang menjadi bagian konsep komunisme. Kedua, kepemilikan alat-alat produksi oleh negara harus diusahakan secara perlahan-lahan atau secara bertahap. Ketiga, kaum sosialis menuntut pendirian umum yang demokratis bahwa pencabutan hak milik warga negara harus melalui proses hukum dan warga negara tersebut harus mendapat kompensasi. Keempat, kaum sosialis menolak pengendalian kekuasaan oleh sekelompok minoritas yang mengatasnamakan kekuatan revolusioner.41 Kelima, tidak sependapat bahwa dalam demokrasi hanya ada dua pilihan antara liberalis-kapitalis dan komunisme. Partai-partai yang demokratis tidak menyibukkan dirinya untuk menyelesaikan perjuangan seribu tahun dalam sehari, melainkan mereka berusaha untuk memecahkan persoalan yang relatif dapat ditangani dan dihindarkan pemecahan kaku yang tidak dapat ditarik kembali.42

4. Sistem Ekonomi Sosialisme

Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal

40 Mas’ud An Nadwi, Islam dan Sosialisme (Bandung: Risalah, 1983) hlm. 32-36. 41 Clement Attle, Perdana Menteri Inggris tahun 1945-1951, juga seorang Pemimpin Partai Buruh 1935-

1955, menulis dalam buku The Labour Party in Perspective (1937) bahwa kekuatan partainya bukan bergantung pada kepemimpinan, melainkan kualitas rakyat jelata.

42 William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 210.

Page 28: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

28

permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

Pada dasarnya sosialisme mewarisi tujuan pokok yang sama dari kapitalisme, yakni melestarikan kesatuan faktor tenaga kerja dan pemilikan. Pada abad ke-17 dan ke-18, saat kapitalisme melewati tahap awal perkembangannya, kesatuan itu menjadi kenyataan. Inggris di zaman John Locke masih hidup dan Amerika di zaman Thomas Jefferson menyaksikan pertanian yang berukuran rata-rata, toko-toko,bengkel hanya dalam skala kecil keluarga saja. Tenaga kerja dan pemilik berada dalam keseiringan. Ancaman utama dalam kesatuan ini justru datang dari negara, yang berusaha untuk menetapkan dan mengatur.

Singkatnya negara memainkan peranan suatu badan yang berkuasa penuh dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, tatkala ekonomi kapitalis mengalami kemajuan, tanggungjawab individu dan keluarga dalam urusan kepamilikan alat-alat produksi serta pengaturan tenaga kerja perlahan-lahan digantikan oleh sistem ekonomi dalam mana perusahaan besar mengambil alihfungsi-fungsi tersebut. Ketika bentuk usaha industri tumbuh semakin besar, tanggungjawab tenaga kerja semakin beralih ke tangan masyarakat, sementara pemilikan tetap secara perorangan.43

Isu yang dalam mengembangkan sosialisme di Eropa berkaitan erat dengan masalah ekonomi adalah:

Pertama, pemerataan sosial, salah satu kekuatan pendorong, yakni penentangannya terhadap ketimpangan kelas sosial yang diterima oleh negara Eropa (maupun bagian dunia yang lain) dari zaman feodal dimasa lalu.

Kedua, penghapusan kemiskinan. Yakni kemiskinan sebagai akibat dari akumulasi sistem kapitalisme, maka bagi sosialisme; ‘tidak ada hak milik pribadi atas alat-alat produksi, bahwa alat produksi harus menjadi kepemilikan komunal’. Dengan menekankan solidaritas sosial dan kerjasama sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan membangun suatu jaringan ikatan sosial dan ekonomi yang kuat guna membantu membentuk kepaduan nasioal. Karena, begitu jauhnya kenyataan ekonomi dan politis telah melahirkan kegagalan.44

5. Prinsip-prinsip Sosialisme

Sosialisme memiliki prinsip-prinsip dalam menegakkan suatu pemerintahan dan negara dalam mewujudkan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Ini meliputi masalah agama, idealisme etis dan estetis, empirisme febian dan liberalisme. Prinsip-prinsip ideologi sosialisme menurut Sydney Webb sebagaimana dalam bukunya Fabian Esseys (1889) itu, menganggap sosialisme sebagai hasil yang tidak dapat diletakkan dari keberhasilan demokrasi dengan kepastian yang datang secara bertahap (inevitability of gradualness) yang berbeda dengan pandangan Karl Marx tentang kepastian revolusi.45 Prinsip-prinsip ideologi sosialisme adalah sebagai berikut:

Pertama, Masalah Agama. Dalam pembentukan gerakan sosialis pengaruh agama merupakan yang paling kuat. Menemukan berbagai hal yang berhubungan dengan doktrin keagamaan, sosial dan ekonomi serta banyaknya jumlah sekte keagamaan telah membuktikan betapa adanya berbagai ajaran yang dipegangnya. Hal ini tampak terlihat di Inggris pada masa itu menurut Attle.46 Hal ini karena dulu ada gerakan Kristiani Sosialis yang beranggapan bahwa agama itu harus disosialisasikan dan sosialisme harus dikristianikan.47

43 Ibid., hlm. 217-218. 44 Lyman Tower Sargen, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer; Sebuah Analisis Komparatif (Jakarta:

Erlangga, 1987) hlm. 149. 45 Mas’ud An Nadwi, op. cit., hlm. 32-36. 46 Adanya gerakan Sosialis Kristiani yang dipimpin oleh dua orang biarawan, yaitu Fredrick Maurice dan

Charles Kingsley mencapai puncak kejayaannya dalam pertengahan abad kesembilan belas serta menjadi sumber penting untuk perkembangan organisasi kelas buruh serta sosialis kemudian. Prinsip yang menjadi pedoman bagi

Page 29: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

29

Kedua, Idealisme Etis dan Estetis. Ini menjadi sumber sosialisme di Inggris, John Ruskin dan William Morris mengungkapkan ini bukan suatu program politik dan atau ekonomi, tetapi merupakan pemberontakan melawan kemelaratan, kebosanan, dan kemiskinan hidup dibawah kapitalisme industri. Sebagaimana kedua tokoh itu, Charles Dickens dan Thomas Carlyle serta pengarang lainnya yang melihat pengaruh peradaban industri terhadap pribadi seseorang sebagai manusia. Pemberontakan etis dan estetis masa Inggris Victoria merusak rasa percaya diri yang tumbuh pada masa itu. Sebab keraguan itu, dirinya mendapatka banyak sosialis yang positif dapat dikembangkan mengenai langkah demi langkah.48 Ini bukan merupakan program politik dan ekonomi, melainkan pemberontakan dari kehidupan yang kotor dan keadaan masyarakat yang miskin akibat kapitalis industri.49

Ketiga, Empirisme Fabian. Ini merupakan ciri gerakan sosialis Inggris yang paling khas. Masyarakat fabian didirikan pada tahun 1884, serta mengambil nama seorang Romawi, yakni Quintus Fabius Maximus Cunctator, si “penunda’. Moto awal dari masyarakat itu adalah ‘Engkau harus menunggu saat yang tepat; kalau saat yang tepat itu tiba engkau harus melakukan serangan yang dahsyat, sebab jika tidak, penundaan yang engkau lakukan itu sia-sia dan tidak akan membawa hasil. Tokoh-tokoh dari kalangan ini antara lain George Bernand Shaw, Sydney dan Beatrice Webb, H.G. Wells dan Graham Walls, mereka bukan berasal dari kalangan miskin. Dalam hal politik menghendaki suatu perubahan masyarakat secara konstitusional. Perubahan itu jangan sampai melalui revolusi yang radikal dengan membalikkan struktur politik dengan cara paksa atau kekerasan. Prinsip bahwa tidak mungkin ada kemajuan kecuali kepada kelas menengah dan atas ditunjukkan bahwa tuntutan dasar pikiran serta politik sosialis tadi masuk akal dan bersifat adil.50

Keempat, Liberalisme. Ini telah menjadi sumber yang semakin penting bagi sosialisme, terutama sejak Partai Liberal merosot peranannya, dan meningkatnya peran oleh Partai Buruh. Dalam sosialisme juga ada kecenderungan berorientasi pada negara, masa dan kolektivitas. Kedua kecenderungan itu masih Sunan Kalijaga menjadi seorang pribadi dan bukan menjadi seorang anggota dalam daftar nasional. Namun demikian, dalam 40 tahun terakhir semakin banyak orang Liberal yang menggabungkan diri dengan Partai Buruh.51 Hal ini penting terutama setelah partai liberal terjadi tidak berarti banyak beralih ke partai buruh. Sebab dalam partai buruhlah, gagasan mereka dapat dikembangkan.52

Oleh sebab itu sosialisme sebagai bentuk kekuatan politik, sosial dan ekonomi sangat berpihak kepada tindakan populis dan untuk rakyat, ini dilakukan berupa pemberian kesempatan kerja, menghapus diskriminasi, memperjuangkan mengenai persamaan hak, memperjuangkan hak-hak pekerja, kerjasama serta menghapuskan persaingan dan mengatur mekanisme ekonomi untuk kepentingan seluruh rakyat.

kalangan Sosialis Kristen adalah konsep yang menandaskan bahwa sosialisme harus dikristenkan dan Kristianitas harus disosialisasikan. Lihat dalam William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 219-220.

47 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50. 48 William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 222-223. 49 Ibid. 50 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50. 51 Dalam pemilihan umum pasca perang yang diadakan pada tanggal 5 Juli 1945, partai buruh meraih 394

dari 640 kursi, dengan demikian untuk pertama kalinya dalam sejarah Inggris pemerintahan Partai Buruh dibentuk dengan mayoritas yang mantap di Majelis Rendah. Antara tahun 1900 sampai 1918, partai buruh secara resmi tidak terikat dengan sosialisme, meskipun mereka menghimpun banyak individu yang berhalauan sosialis. Pada tahun 1918, ketika partai itu mengambil sosialisme sebagai programnya, komitmennya kepada nasioalisasi industri hampir penuh. Partai buruh berubah secara drastis pandangannya dan mendorong nasionalisasi hanya kalau secara pragmatis telah terbukti bahwa pemilikan oleh negara akan mendatangkan lebih banyak manfaat bagi kemakmuran negara daripada pemilikan secara perorangan. Lihat dalam William Ebenstein & Edwin Fogelman, op. cit., hlm. 223 & 229.

52 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 50.

Page 30: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

30

6. Sosialisme Utopis Sosialisme Utopis atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk mendefinisikan

awal mula pemikiran sosialisme modern. Para sosialis utopis tidak pernah benar-benar menggunakan ini untuk menyebut diri mereka; istilah “Sosialisme Utopis” awalnya diperkenalkan oleh Karl Marx dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir sosialis setelahnya, untuk menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang menciptakan hipotetis masa datang dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.

Kata utopia sendiri diambil dari kisah pulau Utopia karangan Thomas Moore. Karena Sosialisme utopis ini lebih merupakan sebuah kategori yang luas dibanding sebuah gerakan politik yang spesifik, maka sebenarnya sulit untuk mendefinisikan secara tepat istilah ini. Merujuk kepada beberapa definisi, desinisi sosialisme utopis ini sebaiknya melihat para penulis yang menerbitkan tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula sosialisme utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah satu diantara penganut sosialisme utopis.

Walaupun memang terbuka kemungkinan siapapun yang hidup dalam waktu kapanpun dalam sejarah dapat disebut sebagai seorang sosialis utopis, istilah ini lebih sering dipakai terhadap para sosialis utopis yang hidup pada seperempat masa pertama abad 19. Sejak pertengahan abad 19 dan selanjutnya, cabang-cabang sosialisme yang lain jauh melebihi versi utopisnya, baik dalam perkembangan pemikirannya maupun jumlah penganutnya. Para sosialis utopis sangat penting dalam pembentukan pergerakan modern bagi komunitas intentional dan koperasi, techno komunisme.Istilah “sosialisme ilmiah” kadang digunakan oleh para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka, terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada ilmu-ilmu sosial.

7. Pemikir Utama Sosialisme Utopis

Robert Owen (1771-1858) adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan banyak laba dari bisnisnya demi peningkatan hidup karyawannya. Reputasi dia meningkat ketika dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia dan memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak dan merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya. Ia juga merancang suatu komunitas Owenite yang disebut New Harmony (Keselarasan Baru) di Indiana, AS. Komunitas ini bubar ketika salah satu dari mitra bisnisnya melarikan diri dengan membawa semua laba yang ada. Kontribusi utama Owen bagi pikiran kaum sosialis adalah pandangan tentang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap atau absolut, dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk mengorganisir diri mereka ke dalam segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan.

Otienne Cabet (1788-1856) dipengaruhi oleh pemikiran Robert Owen, di dalam bukunya Travel and adventures of Lord William Carisdall in Icaria (1840) ia memaparkan suatu masyarakat komunal idealis. Usaha nya untuk membuatnya kembali (gerakan Icarian) gagal. Charles Fourier (1772-1837) sejauh ini adalah seorang sosialis yang paling utopis. Menolak semua tentang Revolusi Industri dan semua permasalahan yang timbul menyertainya, ia membuat berbagai pendapat fantastis tentang dunia yang ideal yang ia impikan. Selain beberapa kecenderungan yang jelas-jelas tidak sosialis, ia tetap memberi kontribusi berarti bagi gerakan sosialis. Tulisan-tulisannya membantu Karl Marx muda dan membantunya memikirkan teori alienasinya. Fourier juga seorang feminisme radikal.[]

Page 31: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

31

Hand-Out 04: KOMUNISME

1. Pengertian Komunisme

Komunis mulai populer dipergunakan setelah revolusi di tahun 1830 di Peracis. Suatu gerakan revolusi yang menghendaki perubahan pemerintahan yang bersifat parlementer dan dihapuskannya raja. Istilah komunis, awalnya mengandung dua pengertian. Pertama, ada hubungannya dengan komune (commune) suatu satuan dasar bagi wilayah negara yang berpemerintahan sendiri, dengan negara itu sendiri sebagai federasian komune-komune itu. Kedua, ia menunjukkan milik atau kepunyaan bersama. Pada esensinya adalah sebuah alra berfikir berlandaskan kepada atheisme, yang menjadikan materi sebagai asal segala-galanya. Ditafsirkannya sejarah berdasarkan pertarungan kelas faktor ekonomi. Karl Marx dan Frederich Engels adalah tokoh utamanya dalam mengembangkan faham ini.53

Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut “Marxisme-Leninisme”. Dalam komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi.

Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata. Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada tahun 2005 negara yang masih menganut paham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba dan Laos. 2. Ide Dasar Komunisme

Komunisme masa kini menitik beratkan empat ide: 1] Sekelumit kecil orang hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya bergelimang papa sengsara, 2] Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem sosialis, yaitu sistem dimana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi swasta, 3] Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah lewat revousi kekerasan, 4] Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam jangka waktu yang memadai.

Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx, sedangkan ide yang keempat berasal dari gagasan Marx mengenai “diktatur proletariat”, sementara itu lamanya berlaku kediktatoran Soviet sekarang lebih merupakan langkah-Iangkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan Marx, Hal ini nampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam Komunisme lebih kecil dari kenyataan sebenamya, dan penghagaan orang-orang

53 Abu Ridho, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (WAMY, 1999) hlm. 198.

Page 32: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

32

terhadap tulisantulisannya lebih menyerupai etalase untuk membenarkan sifat “keilmiahan” dari pada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima. 3. Ciri-ciri Inti Masyarakat Komunis

Ciri-ciri inti masyarakat komunis adalah; 1] penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, 2] penghapusan kelas-kelas sosialisme, 3] menghilangnya negara, 4] pengahpusan pembagian kerja. Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalisme ditiadakan karena kapitalisme sendiri sudah mengahapus semua kelas, sehingga hanya tinggal proletariat. Itulah sebabnya revolusi sosialis tidak akan menghasilkan masyarakat atas dan masyarakat bawah lagi.54 4. Filsafat Perubahan Sosial dalam Manifesto Komunis55

Dalam materialisme dialektik, tindakan adalah yang pertama dan fikiran adalah yang kedua. Aliran ini mengatakan bahwa tak terdapat pengetahuan yang hanya merupakan pemikiran tentang alam; pengetahuan selalu dikaitkan dengan tindakan. Pada zaman dahulu, menurut Marx, para filosof telah menjelaskan alam dengan cara yang berbeda-beda. Kewajiban manusia sekarang adalah untuk mengubah dunia, dan ini adalah tugas dan misi yang bersejarah dari kaum komunis. Dalam melakukan tugas ini, mereka tidak ragu-ragu untuk mengambil tindakan dan menggunakan kekerasan guna mencapai maksud mereka. Sesungguhnya, kebanyakan orang komunis percaya bahwa kekerasan adalah perlu untuk menghilangkan kejahatan dari masyarakat.

Masyarakat, seperti benda-benda lain, selalu dalam proses perubahan. Ia tidak dapat diam (statis) karena meteri itu sedniri bergerak (dinamis). Akan tetapi perubahan atau proses perkembangan itu tidak sederhana, lurus atau linear. Selalu terjadi perubahan-perubahan yang kecil, yang tidak terlihat, dan kelihatannya tidak mengubah watak benda yang berubah itu, sampai terjadilah suatu tahap dimana suatu benda tidak dapat berubah tanpa menjadi benda lain. Pada waktu itu terjadi suatu perubahan yang mendadak. Sebagai contoh, air dipanaskan pelan-pelan, ia menjadi bertambah panas sedikit demi sedikit. Sampai akhirnya secara mendadak, pada suatu tahap, ia menjadi uap, dan terjadilah perubahan keadaan. Ada perkembangan yang lalu dari perubahan kuantitatif yang sangat kecil dan tidak berarti, kemudian menjadi perubahan yang penting terbuka dan kemudian menjadi perubahan kualitas; terjadi juga suatu perkembangan dimana perubahan kualitatif terjadi dengan lekas dan mendadak, berupa suatu loncatan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain.56 Begitu juga dalam hubungan ekonomi dari suatu masyarakat dan dalam pertarungan kepentigan antara kelas, situasi revolusioner akan muncul. Jika ditafsirkan dengan cara ini maka materialisme dialektik memberi dasar kepada perjuangan kelas dan tindakan revolusioner.

Pada tahun 1848 Karl Marx dan Freidrich Engels menerbitkan Manifesto Komunis, suatu dokumen yang banyak mempengaruhi gerakan revolusioner. Akhirnya Karl Marx menerbitkan karyanya yang besar, Das Kapital, Jilid pertama terbit pada tahu 1867. Marx membentuk interpretasi ekonomi tentang sejarah, dan interpretasi tersebut telah berpengaruh kuat selama seratus tahun terakhir ini. Bagi Marx faktor ekonomi adalah faktor yang menentukan dalam perkembangan sejarah manusia. Sejarah digambarkan sebagai pertempuran kelas, dimana alat-alat produksi, didistribusi dan pertukaran barang dalam

54 Franz Magnis-Suseno, Pemikian Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme

(Jakarta: Gramedia, 2000) hlm. 171. 55 Titus Smith Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, Judul Asli: Living Issues in Philosophy, Seven

Edition, D. Van Nostrand Company, New York, 1979. Penerjemah: Prof. Dr. H.M. Rasjidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984) h. 304-306.

56 Joseph Stalin, Dialectical and Historical Materialism (New York: Inter. Publisher, 1950) h. 8.

Page 33: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

33

struktur ekonomi dari masyarakat menyebabkan perubahan dalam hubungan kelas, dan ini semua mempengaruhi kebiasaan dalam tradisi politik, sosial, moral dan agama.

Terdapat lima macam sistem produksi, empat macam telah muncul bergantian dalam masyarakat manusia. Sistem kelima diramalkan akan muncul pada hari esok yang dekat, dan sekarang sudah mulai terbentuk.

Pertama, adalah sistem komunisme primitif. Sistem ini adalah tindakan ekonomi yang pertama dan mempunyai ciri-ciri pemilikan benda secara kolektif, hubungan yang damai antar perorangan dan tidak adanya tehnologi.

Kedua, adalah sistem produksi kuno yang didasarkan atas perbudakan. Cirinya adalah timbulnya hal milik pribadi, yang terjadi ketika pertanian dan pemeliharaan binatang mengganti perburuan sebagai sarana hidup. Dengan lekas, kelompok aristokrat dan kelas tinggi memperbudak kelompok lain. Pertarungan kepentingan timbul ketika kelompok minoritas menguasai sarana hidup.

Ketiga, adalah tingkatan dimana kelompok-kelompok feodal menguasasi penduduk-penduduk. Pembesar-pembesar feodal menguasai kelebihan hasil para penduduk yghanya dapat hidup secara sangat sederhana.

Keempat, timbulah sistem borjuis atau kapitalis dengan meningkatnya perdagangan, penciptaan dan pembagian pekerjaan; sistem pabrik menimbulkan industrialis kapitalis, yang memiliki dan mengontrol alat-alat produksi. Si pekerja hanya memiliki kekuatan badan, dan terpaksa menyewakan dirinya. Sebagai giliran tangan menimbulkan masyarakat dengan pengusaha kapitalis.

Sejarah masyarakat mulai pecahnya masyarakat primitif bersama adalah sejarah pertarungan kelas. Selama seratus lima puluh tahun terakhir, kapitalisme industri dengan doktrin self-interest (kepentingan diri sendiri)-nya telah membagi masyarakat menjadi dua kelompok yang bertentangan: borjuis atau kelompok yang memiliki dan proletar atau kaum buruh. Oleh karena kelas yang memiliki menguasai lembaga-lembaga kunci dari masyarakat dan tidak mengizinkan perubahan besar dengan jalan damai, maka jalan keluarnya adalah penggulingan kondisi sosial yang ada dengan kekerasan.

Setelah revolusi, menurut materialisme dialektik dan filsafat komunis, akan terdapat dua tingkat masyarakat. Pertama tingkat peralihan, yaitu periode kediktatoran dari kaum proletar. Dalam waktu tersebut orang mengadakan perubahan sosial yang revolusioner, dan kelas-kelas masyarakat dihilangkan dengan dihilangkannya hak milik pribadi terhadap sarana produksi, distribusi dan pertukaran (excange). Tingkat kedua setelah revolusi adalah tingkat kelima dan tipe terakhir dari sistem produksi. Itu adalah “masyarakat tanpa kelas” atau komunisme murni. Pada tingkatan tersebut bentrokan dan eksploitasi akan telah selesai, dan semua orang, pria dan wanita akan terjamin kehidupannya yang layak. Negara tidak lagi menjadi alat kelas dan dialektik tidak berlaku lagi dalam masyarakat tanpa kelas. Akan terdapat kemerdekaan, persamaan, perdamaian dan rizki pun melimpah. Masyarakat akan menyaksikan realisasi kata-kata: dari setiap orang menurut kemauannya, bagi setiap orang menurut kebutuhannya.

5. Kedudukan Proletariat dalam Komunisme

Komunisme adalah doktrin mengenai keadaan bagi kemerdekaan proletariat.57 Bahwa terwujudkanya komunisme membutuhkan keniscayaan terciptanya proletariat, dan proletariat adalah Proletariat merupakan kelas dalam masyarakat yang hidup hanya dengan menjual tenaga kerjanya dan tidak menarik keuntungan dari mana-mana jenis kapital; kebiluran dan kesengsaraan mereka, hidup dan mati mereka, kewujudan semena-mena mereka bergantung kepada keperluan tenaga pekerja–dan oleh kerana itu, bergantung kepada keadaan perniagaan

57 Diambil dari Prinsip-prinsip Komunisme, oleh Frederick Engels, Ditulis pada Oktober-November 1847, Dari Selected Works, Jilid1, muka surat 81-97, diterbitkan oleh Penerbit Progress, Moskow; 1969.

Page 34: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

34

yang senantiasa berubah, dan ketidak-tentuan persaingan yang tidak terkawal. Proletariat, atau kelas proletariat, merupakan, dalam sekata dua, kelas pekerja abad ke-19.58

[Mukadimah] Pada tahun 1847, Engels menulis dua program draf untuk Liga Komunis dalam bentuk soalan bersiri, satu pada bulan Jun dan satu pada bulan Oktober. Yang kedua, yang dikenali sebagai Prinsip-prinsip Komunis, diterbitkan buat kali pertama pada tahun 1914. Dokumen Draf Pengakuan Keimanan Komunis yang lebih awal, hanya dijumpai pada tahun 1968. Ia diterbitkan buat kali pertama pada tahun 1969 di Hamburg, dengan empat dokumen yang lain berkaitan dengan kongres pertama Liga Komunis, dalam risalah bertajuk Grundungs Dokumente des Bundes der Kommunisten (Juni bis September 1847) atau Dokumen Pengasas Liga Komunis. Di Kongress Liga Keadilan pada bulan Jun 1847, yang juga merupakan kongres pengasasan Liga Komunis, mereka mengambil keputusan untuk meluluskan sebuah draf ‘pengakuan keimanan’ untuk diperdebatan oleh Liga itu. Dokumen yang dijumpai itu sudah pasti merupakan draf ini. Bandingan di antara dua dokumen itu menunjukkan bahawa Prinsip-prinsip Komunisme merupakan edisi yang disemak. Dalam Prinsip-Prinsip Komunisme, Engels tidak menjawab tiga soalan, dalam dua kes dengan nota ‘tidak berubah’ (bleibt); ini jelasnya merujuk kepada jawapan yang diberi dalam draf awal. Draf baru untuk program ini diusahakan oleh Engels di bawah arahan badan pemimpin Liga Komunis cawangan Paris. Arahan tersebut disetujui selepas kritikan tajam Engels pada 22hb Oktober, 1847 terhadap program draf yang ditulis oleh ‘sosialis benar’ Moses Hess, yang kemudiannya ditolak. Sambil mempertikaikan Prinsip-Prinsip Komunisme sebagai draf awal, Engels menyatakan pendapat beliau, dalam surat kepada Karl Marx bertarikh 23-24hb November 1847, bahwa ia mungkin baik untuk mengetepikan susunan soalan bersiri dan menulis sebuah program dalam bentuk manifesto. “Timbangkanlah Pengakuan Keimanan sedikit. Saya percaya kita harus mengetepikan sususan soalan bersiri dan memanggilkannya: Manifesto Komunis. Kerana sedikit sebanyak sejarah harus dikaitkan dengannya, cara susunannya sekarang tidak berapa sesuai. Saya akan membawa apa yang saya sudah selesaikan dengan saya; ia dalam susunan penceritaan, tetapi tidak ditulis dengan baik, kerana saya menulisnya dengan cepat…” Pada kongres kedua Liga Komunis (9 November – 8 Desember 1847), Marx dan Engels mempertahankan prinsip-prinsip saintifik komunisme dan diberi tugas menulis program dalam bentuk manifesto untuk Parti Komunis. Dalam menulis manifesto tersebut, pengasas Marxsisme menggunakan kalimah-kalimah yang ditulis dalam Prinsip-prinsip Komunisme. Engels menggunakan ungkapan Manufaktur dan usulan seperti itu, yang telah diterjemahkan sebagai ‘pengeluaran,’ ‘bidang pengeluaran’ dan sebagainya. Engels menggunakan perkataan ini secara benar, untuk menandakan pengeluaran dengan tangan, bukannya pengeluaran kilang, yang Engels memberi nama ‘industri besar.’ Manufaktur berbeda daripada kraftangan (pengeluaran tukang di pekan-pekan Zaman Pertengahan), di mana kraftangan diusahakan oleh artisan bebas. Manufaktur diusahakan oleh pekerja yang bekerja untuk pedagang kapitalis, atau oleh kumpulan tukang kraf yang bekerja di bengkel-bengkel besar yang dimiliki oleh kapitalis. Oleh kerana itu, ia merupakan keadaan peralihan di antara kesatuan tukang (kraftangan) dan cara pengeluaran moden (kapitalis). Dalam karya mereka yang ditulis pada waktu-waktu lain, Marx dan Engels menggantikan ungkapan ‘penjualan tenaga pekerja,’ ‘nilai tenaga pekerja’ dan ‘harga tenaga pekerja’ yang digunakan di sini dengan ungkapan ‘penjualan kuasa tenaga pekerja,’ ‘nilai kuasa tenaga pekerja’ dan ‘harga kuasa tenaga pekerja’ (yang diperkenalkan oleh Marx) yang lebih tepat. Proletariat menjelma semasa revolusi perindustrian, yang berlaku di England pada

hujung abad ke-18, dan yang diulangi di setiap negara bertamadun di seluruh dunia. Revolusi perindustrian ini dijana oleh penciptaan enjin stim, mesin menenun mekanikal dan pelbagai peralatan mekanikal yang lain. Mesin-mesin ini, yang begitu mahal sekali dan, oleh karena itu, hanya dapat dibeli oleh kapitalis besar, mengubah cara pengeluaran dan mengambil tempat bekas pekerja, kerana mesin-mesin tersebut menghasilkan komoditi yang lebih murah dan lebih baik daripada yang dapat dihasilkan oleh para pekerja dengan roda penenun dan

58 Marx-Engels, Selected Works; Peking, Penerbit Foreign Languages, 1977.

Page 35: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

35

penenun tangan mereka yang tidak memadai. Mesin-mesin tersebut menghadiahkan bidang indutsri ke dalam tangan kapitalis besar dan menghancurkan nilai harta para pekerja (peralatan, alat penenun dan sebagainya). Akibatnya, pihak kapitalis berjaya merangkul kesemuanya dalam tangan mereka dan tidak terdapat apa-apa yang tinggal untuk para pekerja. Ini menandakan pengenalan sistem perkilangan kepada industri tekstil. Selepas dorongan bagi pengenalan mesin-mesin dan sistem perkilangan diberi, sistem ini menjalar dengan pantas ke setiap bidang indutsri yang lain, khususnya pencetakan buku dan pengecapan kain, pembuatan barangan tembikar, dan indutsri logam.

Pekerjaan-pekerjaan semakin dibahagikan di kalangan individu sehingga pekerja yang dahulunya melaksanakan tugas yang menyeleruh, sekarang hanya melaksanakan sebahagian daripada tugas tersebut. Pembahagian tugas ini membenarkan benda-benda dihasilkan dengan lebih cepat dan lebih murah. Ia mengurangkan aktiviti pekerja kepada gerakan mekanikal senang dan beterusan yang dapat dilaksanakan dengan lebih baik oleh mesin-mesin. Dalam cara ini, segala industri tersebut jatuh, satu demi satu, di bawah kekuasaan stim, mesin-mesin dan sistem perkilangan, seperti yang berlaku kepada penenunan dan penganyaman.

Tetapi, pada masa yang sama, bidang-bidang tersebut turut jatuh ke dalam tangan kapitalis besar, dan para pekerja dilucutkan kebebasan mereka. Lama-kelamaan, bukan sahaja pengilangan tulin bahkan juga kraftangan jatuh ke dalam cengkaman sistem perkilangan, apabila kapitalis besar mengambil tempat tukang mahir kecil dengan mendirikan bengkel-bengkel besar, yang lebih menjimatkan dan membenarkan pembahagian tugas yang lebih terperinci. Begitulah hampir segala jenis pekerjaan diusahakan di kilang-kilang di setiap negara bertamadun-dan, dalam hampir setiap bidang kerja, kraf-tangan dan pengeluaran telah dilintasi. Proses ini telah menghancurkan kelas menengah lama pada tahap yang lebih teruk lagi, khususnya tukang kraftangan kecil-kecilan; ia telah mengubah keadaan pekerja secara menyeluruh; dan dua kelas baru telah diwujudkan yang, secara perlahan-lahan, sedang menelan kelas-kelas yang lain. Ini merupakan: 1] Kelas kapitalis besar yang, di setiap negara bertamadun, memiliki secara eksklusif segala keperluan hidup dan peralatan (mesin-mesin dan kilang-kilang) dan bahan-bahan yang diperlukan untuk penghasilakn keperluan hidup. Ini merupakan kelas borjuas, atau borjuasi. 2] Kelas yang tidak berharta, yang terpaksa menjual tenaga pekerja mereka kepada borjuasi untuk mendapat, secara berbalas, keperluan hidup untuk kesenangan mereka. Mereka diberikan nama kelas proletariat, atau pendek kata, proletariat. 6. Sejarah Perkembangan Komunisme

Rusia, merupakan pusat kegiatan pembaharuan untuk menegakkan negara yang berdasarkan faham komunisme setelah meletusnya Revolusi Bolshevik di tahun 1917. Pada tahun 1919 didirikan Third International atau yang dikenal dengan Komunisme Internasional. Sosialisme-komunis dikenal juga dengan istilah Boshevism, kelompok ini yang memenangkan puncak revolusi di Rusia di tahun 1917 itu. Sebelumnya pada tahun 1989, setelah berdiri Social Democracy Party yang membuka cakrawala berfikir baru bagi parpenulis Rusia. Rapat kerja yang dilakukan di kota Perlizt dipenuhi dengan tantangan yang tajam sesama mereka, sampai akhirnya kemudian terpecah menjadi dua golongan. Golongan pertama memilih cara kerja memalui cara berjuang yang tidak revolusioner diberi nama Menshevic atau kelompok minoritas. Adapun golongan kedua dengan pengikut mayoritas memilih perjuangan dengan cara revolusioner, kelompok ini disebut Bolshevic. Golongan ini berhasil memegang kekuasaan tertinggi di Rusia dibawah kepemimpinan Lenin, didukung Trotsky59, yang dilanjutkan oleh Stalin, Kruschev, Beznev, Androvov, Chernenko sampai Gorbachev.

59 Dalam pertarungan perebutan kekuasaan di Rusia sepeninggal Lenin, Trotsky orang kepercayaan Lenin, pada akhirnya disingkirkan oleh Stalin sebagai penguasa baru Rusia. Trotsky memiliki perbedaan

Page 36: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

36

7. Sistem Politik Komunisme Secara teoretis, pemerintahan komunis yang didasarkan ideologinya memperlakukan

semua negara bagian mereka, rakyat dan cita-citanya menciptakan masyarakat sama rata-sama rasa. Dalam kenyataannya kekerasan, penyingkiran lawan-lawan, pembuangan, pengasingan, agitasi dan propaganda untuk menghancurkan bagi mereka yang tidak sejalan merupakan tindakan yang biasa dan harus dijalankan dengan cara revolusioner dan radikal. Dengan demikian ideologi komunisme dengan Marxisme-nya cenderung untuk melahirkan sistem politik yang otoriter dan tiranik seperti yang diperlihatkan oleh penguasa Stalin dan Lenin di Rusia, Mao Tse Tung di China, Fidel Castro di Kuba, Rezim Kemer Merah dengan Polpot dan Khi Smpan di Kamboja, Kim Sung di Korea Utara, Afganistan di masa Babrak Karmal. Sejumlah negara dikawasan Eropa Timur yang menjadi satelit Uni Sovyet seperti Hingaria, Bulgaria, Jerman timur, Latvia, Lithuania, Estonia, Rumania, Polandia. Kemudian negara dibawah Konfederasi Rusia yang menjadi Uni Sovyet seperti Georgia, Turkistan, Azerbaijan, Turmikistan, Kazakstan, Armenia. Selain itu negara yang berporos kepada faham Marxis dikawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Melalui partai komunis yang menganut single party memegang kekuasaan dengan mutlak-diktator. Rakyat tidak mungkin mengembangkan buah pikirannya, apalagi melakukan partisipasi politik yang berbeda dengan partai komunis yang berkuasa, termasuk untuk mengemukakan kebijaksanaan partai negara.60 Bagaimana Stalin dan Breznev, menumpas sejumlah negara yang menuntut persamaan hak atau keinginan melepaskan diri dari satelit Uni Sovyet seperti Geogia, Rumania, Polandia, Hongaria, Chekoslovakia dan Afganistan di era 1950-an sampai 1970-an.

Dalam membawa misi komunismenya untuk mencapai dan menguasai politik dalam masyarakat maupun negara, kalangan ini bila mungkin membentuk partai politik berupa partai komunis. Dalam struktur politik, negara yang berfaham ideologi komunis menganut sistem komando, hierarkis dari atas, dengan pola yang sentralistik, dan diktatur atas nama proletar, sehingga sering disebut diktatur proletariat. Oleh karena itu dalam mengambil keputusan ada tiga tingkat atau jalur untuk lahirnya suatu kebijakan politik, yakni; 1] Polit Biro (vanguard) merupakan pimpinan tertinggi dan pemutus, 2] partai atau parlemen, 3] negara terakhir masyarakat. Secara resmi, negara komunis mengaku kemajemukan masyarakat, sebagai realisasinya ada wadah yakni partai. Akan tetapi masyarakat komunis, Marxisme, Leninisme mengajarkan bahwa sosialisme dibentuk dan dipertahankan melalui “Kediktaturan Proletariat.”61 Kediktaturan Proletariat dilakukan melalui partai hanya mungkin melalui kediktaturan Polit Biro. Inilah doktrin Sentralisme Demokrasi.

8. Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme

Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.

Lenin dalam melihat kemakmuran ekonomi yang menjadi syarat utama untuk mencapai cita-cita komunis. Ia bersandar kepada tiga prinsip untuk mencapai tujuan tersebut: Pertama, industrialisasi secara pesat, teruatama sekali dengan mengandalkan pembangunan indutri; pendapat, disingkirkan dari Dewan Tertinggi Organisasi, kemudian terusir dari negaranya tahun 1928, serta terbunuh di pengasingan.

60 Alfian, Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982) hlm. 45. 61 Firdaus Syam, op. cit., hlm. 59.

Page 37: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

37

Kedua, perencanaan menyeluruh degan mengkoordinasikan kehidupan anggota masyarakat secara seksama oleh suatu organisasi tehnik birokratis (kita harus meniru kapitalis); Ketiga, perlembagaan persaingan sebagai cara untuk model dan rangsangan bagi usaha individu dan kolektif, melalui pemberian rangsangan bagi kepentingan pribadi dalam bentuk gaji serta imbalan yang tidak sama, dan insentif material dan jabatan untuk mereka yang ahli secara tehnis dan cakap secara administratif.62

Pada hakikatnya dalam penerapannya, ideologi komunisme dalam satu negara dengan masyarakatnya tercipta bentuk pemerintahan serta sistem politiknya yang diktatur dan otoriter penguasa dan partai terhadap rakyatnya. Dalam bidang ekonomi, telah menciptakan kelas baru antara pemegang kekuasaan dengan rakyat, yakni ditindasnya hak rakyat dalam berkreativitas dibidang ekonomi serta pemilikan. Dibidang sosial budaya telah menciptakan manusia yang tidak lagi memiliki harkat kemanusiaan yang asasi dan universal. 9. Prinsip-prinsip Komunisme

Pertama, yang dimasud dengan ideologi komunisme ialah sistem politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan berdasarkan ajaran Marxisme-Leninisme.

Kedua, ideologi komunis yang berasal dari pemikiran Marx memberikan ekspresi harapan. Filsafat Marx yang komunis telah menyadarkan janji penyelamatan sosial.63

Ketiga, orang komunis percaya bahwa historical materialis, sebab mereka memandang soal-soal spiritual hanya sebagai efek sampingan hakikat dari keadaan perkembangan materi termasuk ekonomi. Agama muncul menurut Marx disebabkan adanya perbedaan kelas sosial. Agama menjadi produk perbedaan kelas. Agama merupakan perangkap yang dipasang kelas penguasa untuk menjerat kelas proletariat yang tertindas. Apabila perbedaan kelas itu hilang, maka agama dengan sendirinya akan lenyap sebab pada saat itu perangkap (agama) tidak dibutuhkan lagi.64 Komunisme juga tidak menerima pikiran orang lain (distrust of others reasons), penyanggahan terhadap persamaan manusia (denial of human equality), dan interpretasi secara ekonomi sistem terhadap sejarah (economic interpretation of history). Oleh karena itu mereka tak segan-segan melakukan penipuan, pengkhianatan dan pembunuhan untuk melenyapkan lawan-lawannya, meskipun dari anggota partainya sendiri.65

Keempat, karena cara mencapai tujuan, sangat menghalalkan segala cara, sangat menghalalkan kekerasan radikal, revolusioner dan perjuangan kelas, dengan sendirinya etika tingkah laku didasarkan atas kekerasan (code of behavior of violence) serta tidak mengakui pernyataan hak asasi manusia (denial of declaration of human right).

Kelima, cita-cita perjuangannya adalah membangun masyarakat tanpa negara, tanpa kelas dengan konsep sama rata-sama rasa, ideologi komunis itu bersifat international dibidang politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Keenam, pengendalian segala kebijakan berada ditangan segelintir orang yang diebut Polit Biro, dengan sendirinya kebijakan ekonomi juga dilakukan secara tersentral (central economic s ystem) dengan manajemen yang juga secara diktator (dictatoral management) dan pemerintahan yang dikendalikan oleh sejumlah orang yang sedikit (government by the few).66[]

62 Ali Syariati, Kritik Islam atas Marxisme (Bandung: Mizan, 1983) hlm. 139. 63 Sjafruddin Prawiranegara, Agama dan Ideologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1971) hlm. 9. 64 Murtadho Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah Kritik Islam atas Marxisme dan Teori lainnya, lihat

dalam Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembagan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001) h. 292. Kajain mengenai Marxisme dalamperspektif sosiologis dapat dilihat dalam tulisan Ali Syariati, Kritik atas Marxixme dan Aliran Barat Lainnya (Bandung: Mizan, 1982).

65 Ibid. 66 Sukarna, Ideologi (Bandung: Alumni, 1981) hlm. 45, 48 dan 68.

Page 38: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

38

Hand-Out 05: FASISME

1. Pengertian Fasisme

George Mosse menilai kemunculan fasisme sebagai reaksi terhadap liberalisme dan positivisme67 yang terlihat dari kecenderungannya yang ‘anti-intelektualisme’ (anti intellectualism) dan dogmatisme. Fasisme merupakan manifestasi kekecewaan terhadap kebebasan individual (individual freedom) dan kebebasan berfikir (freedom of thought). Liberalsme dan positivisme, ini agak aneh, membuat individu ‘takut akan kebebasan’. dengan menjadi fasis—menganut fasisme—individu merasa ‘bebas’ setelah melarikan diri dari kebebasan. ia ‘menikmati’ kebebasan justru dalam belenggu kebebasan. Kemuncuan fasisme juga merupakan ekses industrialisasi, modernisasi serta demokratisasi. Kemunculannya merupakan reaksi terhadap berbagai kesenjangan, penderitaan berkepanjangan, rasa ketakutan akan ketiadaan harapan masa depan yang lebih baik. Demokratisasi misalnya dianggap hanya ilusi dan melahirkan dominasi dan hegemoni struktural minoritas terhadap mayoritas, kebebasan anarkis dan lain-lain. Dalam kasus Jerman di masa perang Dunia I dan II, kemunculan fasisme distimulasi oleh anarki sosial yang diakibatkan kekacauan domestik dan politik internasional.

Fasisme ditinjau dari akar-akar pemikirannya tergolong unik. Ia, seperti dikatakan Hayes merupakan percampuran berbagai teori yang paling radikal, reaksioner dan mencakup berbagai gagasan ras, agama, ekonomi, sosial, dan moralitas akar-akar filosofis. Akar-akar fasisme bisa dilacak dalam pemikiran Plato, Aristoteles, Hegel, Rosenberg, Doriot, Farinasi, Gobinau, Sorel, Darwin, Nietzsche, Marinetti, Oswald, Spengler, Chamberlain dan lain-lain.68 Jadi fasisme, memiliki akar-akar intelektual dan filosofis ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Dalam bentuknya yang modern dan kontemporer, dan dalam formatnya yang par exellence terjadi ketika Borneo Mussolini menguasai Italia (1922), Hitler dengan Nazinya mendominasi Jerman (1933) Franco berkuasa di Spanyol (1936), Tenno Heika memerintah Jepang (1930-an) dan Amerika Latin dimasa pemerintahan Juan Peron (1950-an).

Mussolini dan Hitler merupakan tokoh fasisme yang fenomenal. Fasisme merupakan sebuah paham politik yang mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang sangat fanatik dan juga otoriter sangat kentara. Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada kekuasaan pejabat pemerintah. Pada abad ke-20, fasisme muncul di Italia dalam bentuk Benito Mussolini. Sementara itu di Jerman, juga muncul sebuah paham yang masih bisa dihubungkan dengan fasisme, yaitu Nazisme pimpinan Adolf Hitler. Nazisme berbeda dengan fasisme Italia karena yang ditekankan tidak hanya nasionalisme saja, tetapi bahkan rasialisme dan rasisme yang sangat sangat kuat. Saking kuatnya nasionalisme sampai mereka membantai bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih rendah.

2. Konteks Sosial-Psikologis Fasisme

Munculnya fasisme dan komunisme di suatu negara disebabkan karena latar belakang sosial yang berbeda. William Ebenstein mencatat bahwa komunisme pada umumnya lahir

67 Paul Hayes, Fascism (London: George Allen and Unwin Ltd., 1973) hlm. 17., dalam Ahmad Suhelmi,

Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembagan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001) hal. 333.

68 Paul Hayes, Fascism (London: George Allen and Unwin Ltd., 1973) hlm. 18.

Page 39: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

39

dalam masyarakat yang masih terbelakang (underdevelopment societies)69 dengan struktur sosial feodalistik-aristokratik da semi agraris. Komunisme dalam masyarakat demikian, memiliki daya pikat yang kuat terhadap kelas-kelas sosial tertindas. Sehingga komunisme dianggap sebagai ideologi penyelamat dan pemberi harapan akan masa depan yang lebh baik. Dilain fihak fasisme umumnya, dengan pengecualian tertentu, muncul dalam masyarakat yang telah maju (developed countries) dan makmur serta telah mengalami proses industrialisasi dan modernisasi yang pesat serta relatif berhasil mengembangkan tehnologi tinggi (high technology).70

Penelitian empirik membuktikan semakin modern dan semakin pesat masyarakat mengalami industrialisasi, masyarakat itu semakin kurang merasa memiliki (sense of belonging) atas segala sesuatu disekitarnya. Rasa tak memiliki itu mengakibatkan masyarakat industrial dan modern itu dihinggapi rasa frustasi, marah dan merasa tidak aman dalam menghadapi berbagai persoalan hidup dan memiliki watak vandalistik dan destruktif. Kondisi psikologis ini memberikan lahan subur bagi munculnya fasisme. Fasisme juga lahir dalam negara yang mengalami kegagalan demokratisasi. Dengan kata lain, fasisme akan mudah berkembang dalam negara post-democracy,71 negara yang ‘pernah’ mengalami demokrasi. Kegagalan proses demokratisasi, yang disebabkan faktor domestik dan internasional, memberikan lahan subur bagi pertumbuhan fasisme. Indikator kegagalan itu diantaranya sentralisasi kekuasaan pada segelintir elit penguasa, terbentuknya monopoli dan oligopoli dibidang ekonomi, besarnya tingkat pengangguran baik dikalangan kelas bawah seperti buruh, petani atau kelas menengah atas seperti cendekiawan, kaum industrialis maupun pemilik modal (kapitalis).

Masyarakat luas kecewa terhadap demokrasi yang dianggap hanya ilusi keadilan politik dan tidak dapat dijadikan standar nilai bagi pembentukan sistem politik-ekonomi yang lebih baik. Kekecewaan itulah yang menyebabkan fasisme memperoleh basis legitimasi dan dukungan luas massa berbagai kalangan industrialis, buruh, petani, cendekiawan, dan perwira militer. Itu berbeda dengan latar belakang struktur sosial politik tempat bekambangnya komunisme. Faham Marxis-Leninis itu cenderung akan berkembang dalam masyarakat pra-demokrasi dengan mayoritas penduduk belum mengalami ‘pendewasaan politik’, struktur sosialnya yang hierarkis-tradisional.

Erich Fromm dalam Escape from Freedom72 menguraikan teori menarik mengenai konteks psikologis fasisme. Ia berteori bahwa ada kaitan erat antara vaiabel-variabel ekonomi dengan variabel psikologis. Karena itu from menolak tesis fasisme semata-mata muncul sebagai akibat determinisme ekonomi, kecenderungan-kecenderungan ekspansif imperealisme-kapitalisme atau penaklukan negara oleh partai tunggal yang didukung kaum industrialis dan The Jungkers. Fromm juga keberatan dengan tesis L. Mumford yang menilai fasisme semata-mata sebuah fenomena psikopatologi yang tidak terkait dengan determinisme ekonomi. Teori psikopatologis memiliki asumsi bahwa fasisme tidak lain merupakan sebuah manifestasi mereka yang mengidap penyakit neurotik (neurotic), kegilaan (madness), dan berkepribadian tidak seimbang (mentally unbalanced).

Berpijak pada kasus Jerman, Fromm berteori bahwa variabel-variabel psikologis fasisme tidak berdiri sendiri sebab ia terbentuk oleh variabel-variabel ekonomi. Nazisme misalnya, memang merupakan masalah ekonomi (dan politik) tapi sepenuhnya bisa difahami bila melihatnya dari pendekatan psikopatologi. Hal terakhir inilah yang dibahas Fromm dalam karyanya diatas. Variabel psikologis itu menurut Fromm adalah keadaan mental yang letih

69 William Ebenstein, Today Isms; Communism, Fascism, Capitalism, Socialism (New Jersey: Prentice-

Hall, Inc., 1970) hlm. 121. 70 Ibid. hlm. 121. 71 Ibid. 72 Erich Fromm, Escape from Freedom (New York: Avon Books, 1965)

Page 40: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

40

dan pasrah total. Keadaan psikologis ini dialami para pekerja Jerman sesudah Revolusi 1918. Dan pada pasca perang mereka memiliki harapan-harapan besar akan terjadinya perbaikan ekonomi, sosialisme, politik. Tetapi semuanya hancur tahun 1930 akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Krisis itu mengakibatkan penderitaan diluar batas kesanggupan mental kelas pekerja untuk menanggungnya. Akhirnya mereka letih dan pasrah menghadapi persoalan hidup dan merasa kurang percaya (skeptis) terhadap akseptabilitas dan kapabilitas para pemimpin dan semua organisasi politik di Jerman. 3. Latar Belakang Individu dalam Perkembangan Fasisme

Menurut Eberstein73 perkembangan fasisme juga dilatarbelakangi oleh kecenderungan-kecenderungan tertentu dalam kepribadian individu-individu dalam masyarakat. Pertama, kecenderungan individu untuk menyesuaikan diri secara terpaksa dengan cita-cita dan praktik-praktik kuno. Kedua, kepribadian yang kaku secara emosional dan kurang memiliki imajinasi intelektual yang luas dan terbuka. Individu bersangkutan berpandangan ‘inward looking’ dan menilai sesuatu secara hitam putih. Ketiga, individu memiliki watak mementingkan status dan kekuasaan atau pengaruh. Ia merasa dengan memiliki keduanya akan dapat mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Keempat, individu tersebut memiliki kecenderungan loyalitasyg kuat pada kelompoknya sendiri. Ia melihat kelompoknya sebagai yang kuat, memiliki kelebihan dan keistimewaan dibandigkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Kadang individu seperti itu merasa benar sendiri, yang lainnya salah. Kelima, ia memiliki disiplin dan kepatuhan yang kuat dan cenderung kurang Sunan Kalijaga akan kebebasan dan spontanitas dalam hubungan-hubungan kemanusiaan. 4. Doktrin dan Gagasan Utama Fasisme

Fasisme memiliki gagasan-gagasan dan doktrin-doktrin, sebagaimana diuraikan oleh Hayes74, Ebenstein75, dan Bracher76; doktrin Pertama, adalah gagasan mengenai Mitos Ras Unggul (the myth of race). Konsep keunggulan atau superioritas ras merupakan doktrin sentral fasisme. Menurut fasisme secara rasial manusia tidak sama. Ada ras superior dan ras inferior. Ras superior inilah yang telah ditentukan secara alamiah akan menjadi penguasa atas ras inferior. Mereka berhak untuk memperbudak ras inferior. Atas dasar mitos ras itu Gobineau mengembangkan gagasan anti-egalitarianisme. Masyarakat manusia menurutnya bersifat hierarkis. Ada yang secara alamiah ditakdirkan jadi penguasa dan dikuasai tergantung dari jenis ras apa mereka berasal. Maka menurutnya elit merupakan lapisan sosial yang paling esensial bagi usaha melestarikan masyarakat manusia yang beradab.77

Kedua, Doktrin Anti-Semitisme. Mitos ras itu melahirkan sikap-sikap kebencian mendalam kepada ras lain, khususnya Yahudi. Kebencian itu termanifestasi dalam berbagai bentuk. Dari bentuknya yang paling ‘halus’ seperti sindiran dan caci maki hingga bentuknya yang paling vulgar dan kejam seperti penyiksaan dan pembantaian massal terhadap orang-orang Yahudi. Dalam terminologi Barat, sikap-sikap demikian dinamakan anti-semitisme. Inilah doktrin fasisme kedua yang berkembang pesat di Jerman pada masa perang Dunia I dan II. Bila dilacak akar historis kulturalnya sebenarnya telah berkembang di Eropa sejak ratusan, bahkan ribua tahun yang lalu.

73 Diringkas dari Eberstein, op. cit., hlm. 127-131. Tinjauan psikoanalisis mendalam dan kritis tentang kepribadian seorang fasis otoriter bisa dibaca dalam T. W. Adorno, The Authoritarian Personality (New York: Harper & Row, 1950).

74 Paul Hayes, Fascism (London: George Allen and Unwin Ltd., 1973). 75 William Ebenstein, Today Isms; Communism, Fascism, Capitalism, Socialism (New Jersey: Prentice-

Hall, Inc., 1970). 76 Karl Dietrich Bracher, The German Dictatorship; The Origins, Structure and Consequences of

National Socialism, Trans. By J. Steinberg (London: Penguin Book, 1988). 77 Paul Hayes, op. cit., hlm. 23.

Page 41: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

41

Berdasarkan kajian Dimont78, Arendt79, Sartre80 dan Stokes81 bisa dikatakan bahwa anti-semitisme telah terjadi ribuan tahun lalu di Mesir ketika Fir’aun berkuasa. Yahudi disiksa dan dijadikan budak, menjadi objek penyiksaan dan diusir ketika Nebukadnezar menguasai Babilonia. Dimasa Imperium Romawi, orang-orang Yahudi mengalami penderitaan berkepanjangan akibat loyalitas mereka diragukan penguasa imperium. Di abad pertengahan, Yahudi juga mengalami penderitaan lahir batin karena mitos dan cerita takhayul yang berkembang pada masa itu menganggap mereka sebagai ‘Penghianat Kristus’ saingan umat Kristen sebagai ‘orang-orang pilihan’ (the chosen people) kaki tangan setan, penyembah-penyembah setan dan hantu yang berwujud manusia.

Ketiga, Doktrin Totalitarianisme. Giovanni Gentile (1819-…), seorang ideolog fasis menilai fasisme sebagai suatu doktrin totaliter. Artinya, fasisme tidak sekedar suatu istem organisasi politik atau pemerintahan melainkan juga keseluruhan kehendak (will), pemikiran (thought), dan perasaan (feeling) suatu bangsa.82 Jadi watak dasar fasisme menurut Gentile adalah ‘totaliter’, komprehensif dan mencakup semua. Doktrin totalitarianisme dalam fasisme ini memiliki akar-akar intelektualnya dalam gagasan-gagsan Herakleitus, Palto, Aristoteles dan Hegel.

Menurut pemikir Yunani Kuno Herakleitus, totalitarianisme muncul dari kepercayaan bahwa dunia merupakan suatu totalitas. Sesuatu yang ada di dunia ini merupakan bagian integral dari tatanan keseluruhan dan kesatuan. Individu misalnya, hanya akan berarti bila mereka dalam totalitas kolektif individu. Gagasan Plato yang digunakan sebagai dasar perumusan doktrin totalitarianisme fasis adalah teori negara kesatuan, komunisme primitif, etos kemiliteran Sparta, dan kesatuan antara kepentingan individu dengan kepentingan negara. Sumbangan Aristoteles adalah gagasannya tentang negara organik, sistem etika sosial terpadu, pembenaran fisik dan moral terhadap perbudakan manusia oleh manusia. Mengenai yang terakhir Aristoteles menulis bahwa kelas inferior haruslah dijadikan budak bagi kelas superior.83

Hegel merupakan filosof yang gagasannya paling banyak dijadikan sebagai dasar doktrin totalitarianisme fasis. Menilai Hegel dalam meletakkan dasar intelektual totalitarianisme fasis, Karl Popper menyebut Hegel sebagai; “the seminal factors in the rise of totalitarian philosophy and fascist practice” dan “link between totalitarian philosophy of the past and of the present.” Hegel, misalnya kata Karl Popper, telah menemukan kembali gagasan-gagasan Plato tentang pemberontakan dan kebebasan dan akal.84 Menurut Hayes, Hegel telah memperkenalkan pada masyarakat politik dan intelektual Jerman suatu filsafat aneh dan unik yang sepenuhnya bernuansa totalitarianisme. Filsafatnya adalah suatu pencampuran berbagai gagasan mistisisme, universalisme, aristokratisme, anti-demokrasi dan utilitarianisme. Pencampuran gagasan-gagasan itu, meskipun aneh dan tidak koheren tetap memiliki daya pikat yang kuat bagi penganut fasisme di negara-negara Eropa, khususnya Jerman.85

78 Lihat Max Dimont, Jews, God and History (The New York: The New York American Library, 1962) juga The Indestructible Jews ((The New York: The New York American Library, 1973).

79 Hannah Arendt, Anti-Semitisme, Part one of the Origins of Totalitarianisme (New York: Harcourt and Brace World. Inc., 1968).

80 Jean Paul Sartre, Anti-Semite and The Jew, Trans. By George J. Backer (New York: Schoker Books, 1972)

81 Roger Stokes, The Jew, Rome and Armageddon (Adelaide Hills Christadelphian Ecclesia, 1987) 82 Hitler dikutip dalam David Coopeman and Walter, Power and Civilizations, Political Thought in The

Twetieth Century (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1962) hlm. 261. 83 Aristoteles dikutip dalam Hayes, op. cit., hlm. 50. 84 Ibid., hlm. 40. Pemikiran Popper tentang Hegel bisa ditelaah dalam karya karya monumentalnya, The

Open Society and Its Enemiesm vol. II., The High Tide of Propechy Hegel and Marx, The Aftermath (London: Routledge and Keagan Paul, 1962).

85 Hayes, op. cit., hlm. 45.

Page 42: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

42

Doktrin negara totaliter fasis yang berprinsip bahwa negara merupakan pusat dan tujuan akhir eksistensi manusia memiliki akar intelektualnya dalam gagasan kenegaraan Hegel. Filosof Jerman ini mengatakan bahwa keberadaan suatu bangsa, dan tujuan subtansialnya haruslah negara. Maka, negara merupakan dasar dan pusat seluruh unsur-unsur kongkret dalam kehidupan manusia seperti seni, hukum, moral, agama, dan ilmu pengetahuan.86 Disisi lain Hegel juga mengemukakan gagasan negara organis yang diterapkan dalam praktik fasisme di Jerman. Negara organis adalah negara yang tidak memiliki kewajiban moral terhadap individu-individu. Ia bebas melakukan apapun yang dikehendakinya tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara moral kepada siapapun.

Keempat, Doktrin tentang Elite dan Pemimpin. Fasisme percaya bahwa manusia secara alamiah telah ditentukan untuk menjadi penguasa (the ruler) dan yang dikuasai (the ruled). Jadi, ada sebagian manusia yang memiliki kualitas kemanusiaan superior dan yang lainnya tidak memiliki kualitas itu. Pandangan ini merupakan konsep dari ocial destiny dalam fasisme. Menurut doktrin ini massa (rakyat) tidak berhak dan tidak memiliki kemampuan memerintah sebab hanya kelompok elite yang memiliki kualitas itu. Demokrasi, dengan demikian hanyalan ilusi politik yang tak akan pernah terwujud dalam kenyataan. Doktrin ini memiliki akar pemikirannya dalam tradisi intelektual Plato, Aristoteles, Machiavelli, Hobbes, Fichte, Herder, dan Hegel.

Di Jerman, Herder mengkombinasikan gagasan elitisme ini dengan semangat nasionalisme dan penolakan terhadap rasionalisme. Hasilnya adalah sebuah kredo intelektual dan filsafat yang secara berhasil digunakan untuk membangkitkan kesadaran nasionalisme dan kesadaran elite Jerman. Kesadaran itu membuat bangsa Jerman yakin bahwa mereka adalah manusia pilihan yang berhak menguasai dan memerintah dunia. Hegel dilain pihak juga merumuskan premis-premis yang dijadikan alat pembenaran doktrin fasisme ini. Hegel berpendapat bahwa sejarah dunia tidak lain hanyalah sejarah orang-orang besar. Manusia unggul, atau meminjam konsep Hegel heroic leader (pemimpin heroik), yang sebenarnya ‘pencipta’ sejarah kemanusiaan dan peradaban, bukan massa. Doktrin ini berpegaruh da diterima oleh para nasionalis dan fasis Eropa, khususnya di Jerman dan Italia. Mussolini dan Hitler mengakui dipengaruhi oleh konsep ‘heroic leader’ Hegel ini. Pengaruh Hegel ini tampak dalam tulisan Hitler ketika ia menulis bahwa dalampendapat umum, semuanya salah dan semuanya orang besar. Dan, untuk menemukan apa yang benar merupakan tugas orang besar (The Great Man). Orang besar inilah yang mampu mengekspresikan kehendak zamannya, dan pelaksana kehendak itu.

5. FASISME: Apa Itu dan Bagaimana Melawannya, Leon Trotsky [1944]87 5.1 Kata Pengantar Edisi 196988

Kaum liberal dan bahkan kebanyakan dari mereka yang menganggap dirinya Marxis bersalah atas penggunaan kata ‘fasis’ secara berlebihan seperti yang terjadi hari-hari ini. Mereka mengumbarnya sebagai label atau kutukan politis terhadap khususnya figur-figur sayap kanan yang mereka benci, atau terhadap kaum reaksioner secara umum. Sejak Perang Dunia Kedua, label fasis telah dilekatkan pada figur-figur dan gerakan-gerakan seperti Gerald L. K. Smith, Senator Joseph McCarthy, Senator Eastland, Barry Goldwater, Minutemen, John Birch Society, Richard Nixon, Ronald Reagan, dan George Wallace. Apakah mereka

86 Ibid., hlm. 45. 87 Sumber: Fascism: What It is and How to Fight It, Leon Trotsky, 1944. Diterjemahkan oleh Dewey

Setiawan. Diedit oleh Ted Sprague (Oktober 2007). Kompilasi pertama dari pamflet Trotsky melawan Fasisme diterbitkan oleh Pioneer Publishers pada Agustus 1944 dan dicetak kembali oleh penerbit yang sama pada tahun 1964. Kompilasi edisi revisi ini diterbitkan pada April 1969 dan di pindah-mediakan ke dalam Internet oleh Zodiac, mantan direktur Marx-Engels Internet Archive, Agustus 1993. Pamflet ini tidak dilindungi oleh hak cipta.

88 Oleh George Lavan Weissman

Page 43: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

43

semuanya betul-betul fasis, atau beberapa saja? Jika hanya beberapa saja, lalu bagaimana orang bisa membedakannya?

Bebasnya penggunaan istilah fasis menunjukkan kekaburan makna dari istilah itu sendiri. Saat diminta untuk mendefinisikan fasisme, kaum liberal menjawab dengan istilah-istilah seperti kediktatoran, nerosis massa, anti-Semitisme, kekuatan propaganda jahat, efek hipnotik seorang orator jenius-sinting pada massa dan seterusnya. Impresionisme dan kebingungan kaum liberal bukanlah hal yang terlalu mengherankan. Berbeda dengan Marxisme yang mempunyai keunggulan untuk menganalisa dan membedakan fenomena sosial dan politik. Bahwasanya banyak dari mereka yang mengaku dirinya Marxis tak bisa mendefinisikan fasisme lebih baik dari kaum liberal bukanlah kesalahan mereka seluruhnya. Entah mereka sadar atau tidak, kebanyakan dari warisan tradisi intelektual mereka bersumber dari kubu sosial demokratik (sosialis reformis) dan gerakan-gerakan Stalinis, yang mendominasi kaum kiri di era 1930-an, yaitu pada saat fasisme meraih kemenangan demi kemenangan yang gemilang. Gerakan-gerakan ini tidak hanya mengizinkan Nazisme merebut kekuasaan di Jerman tanpa adanya satupun perlawanan yang berarti, namun juga gagal memahami sifat dan dinamika fasisme and cara untuk melawannya. Setelah kemenangan fasisme, mereka memiliki banyak hal yang harus disembunyikan dan maka dari itu mereka menarik diri dari usaha untuk membuat analisa Marxis yang, paling tidak, bisa mendidik generasi-generasi selanjutnya.

Akan tetapi, ada sebuah analisa Marxis tentang fasisme. Analisa ini dibuat oleh Leon Trotsky, bukan sesudah kehancuran Fasisme, namun dalam masa kejayaannya. Ini adalah salah satu sumbangsih Trotsky yang terbesar kepada Marxisme. Dia memulai pekerjaan ini sesudah kemenangan Mussolini di Italia pada tahun 1922 dan mempergencar usaha itu di tahun-tahun sebelum kemenangan Hitler di Jerman pada tahun 1933.

Dalam usahanya untuk membangkitkan Partai Komunis Jerman dan Komunis Internasional (Komintern) dari ancaman fatal dan menciptakan sebuah Front-persatuan melawan Nazisme, Trotsky membuat kritik komprehensif terhadap kebijakan-kebijakan kaum sosial demokrat dan partai-partai Stalinis. Karya ini merupakan peringatan atas posisi bunuh diri, tidak-efektif dan keliru yang dapat diambil oleh organisasi-organisasi buruh dalam menghadapi fasisme, karena posisi partai-partai di Jerman yang cuma berkisar dari oportunisme dan pengkhianatan dari pihak kanan (sosial demokratik) sampai kemandulan dan pengkhianatan ultra-kiri (Stalinis).

Gerakan Komunis masih dalam kondisi kemabukan ultra-kirinya (apa yang disebut sebagai Periode Ketiga) saat gerakan fasis mulai berkembang dengan pesat bak bola salju yang menggelinding. Bagi kaum Stalinis, setiap partai kapitalis secara otomotis adalah ‘fasis’. Yang lebih parah dari tindakan yang mendisorientasi kelas pekerja semacam ini adalah pernyataan terkenal dari Stalin bahwa fasisme dan sosial demokrasi adalah “kembar” dan bukan saling bertentangan. Atas dasar itu, kaum sosialis disebut sebagai ‘sosial fasis’ and dianggap sebagai musuh utama. Sebagai akibat dari langkah ini, pembentukan front persatuan dengan organisasi-organisasi sosial-fasis menjadi tidak dimungkinkan lagi, dan mereka yang menuntut front-front semacam itu, seperti halnya Trotsky, dituduh juga sebagai sosial fasis dan diperlakukan sebagaimana layaknya seorang sosial fasis.

Begitu jauhnya garis kaum Stalinis dari kenyataan bisa dilihat dari penerjemahan konsep ini dalam konteks Amerika. Pada pemilu tahun 1932, kaum Stalinis Amerika mengutuk Franklin Roosevelt sebagai kandidat fasis dan Norman Thomas sebagai kandidat sosial fasis. Apa yang konyol dalam konteks politik Amerika Serikat ini menjadi hal yang tragis dalam kasus Jerman dan Austria.

(Baru-baru ini [1969], istilah sosial fasisme mulai muncul lagi dalam artikel-artikel anggota gerakan kiri baru. Apakah mereka yang menggunakan istilah itu berfikir bahwa

Page 44: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

44

merekalah yang menciptakannya? Atau, jika mereka sadar akan sejarah, apakah mereka acuh tak acuh terhadap konotasi istilah tersebut?)

Setelah Nazi merebut kekuasaan, kaum Stalinis menyombongkan diri dengan mengatakan bahwa garis politik mereka 100 persen benar, bahwa Hitler hanya dapat bertahan dalam beberapa bulan saja, dan bahwa Soviet Jerman akan bangkit sesudahnya. Batas waktu untuk keajaiban ini ternyata molor dari tiga, enam, sampai sembilan bulan, dan selanjutnya bualan-bualan itu menghilang dalam kebisuan. Tingkat kekalahan yang diderita kelas pekerja, yang merupakan sifat khusus dari fasisme, yang membedakannya dari rezim atau kediktatoran reaksioner lainnya, menjadi nyata untuk semua orang, dan ancaman terhadap Uni Soviet atau kehadiran imperialisme Jerman yang dipersenjatai kembali mulai menjadi nyata. Hal ini membawa perubahan dalam garis politik Moskow di tahun 1935 dan partai-partai Komunis di seluruh penjuru dunia berzigzag jauh ke kanan, bahkan ke posisi kanan kubu sosial demokrat. Ini adalah posisi mereka di hadapan bahaya fasis yang menyebar di Prancis dan Jerman.

Kehancuran militer fasisme Jerman dan Italia dalam Perang Dunia Kedua meyakinkan mayoritas orang bahwa fasisme telah dimusnahkan untuk selamanya dan didiskreditkan sampai titik di mana dia tak bisa menarik pengikut lagi. Peristiwa-peristiwa semenjak itu, khususnya kebangkitan kelompok dan tendensi fasis baru di hampir semua negara kapitalis, telah mementahkan harapan semacam itu. Ilusi bahwa Perang Dunia Kedua dilakukan untuk menjadikan dunia aman dari bahaya fasisme telah lenyap seperti ilusi sebelumnya bahwa Perang Dunia Pertama dilakukan untuk menjadikan dunia aman bagi demokrasi. Bibit fasisme merupakan karakter khusus di dalam kapitalisme; sebuah krisis dapat meningkatkannya ke level epidemik kecuali bila penanganan-penanganan yang drastis diterapkan atasnya.

Karena peringatan awal telah datang, kami menawarkan kompilasi baru ini—sebuah kumpulan kecil tulisan terpilih dari Trotsky mengenai fasisme–sebagai sebuah sumbangan bagi gudang senjata anti fasis. 5.2 Apakah Fasisme Itu?89

Apakah fasisme itu? Istilah ini berasal dari Italia. Apakah semua bentuk kediktatoran kontra-revolusioner itu bisa disebut fasis? (Katakanlah sebelum kedatangan fasisme di Italia).

Kediktatoran Primo de Rivera di Spanyol, 1923-30, disebut sebagai kediktatoran kaum fasis oleh Komintern. Benarkah hal itu? Kami percaya bahwa pendapat itu salah.

Gerakan fasis di Italia adalah sebuah gerakan spontanitas massa yang masif, dengan para pemimpin baru yang berasal dari rakyat biasa. Gerakan fasis Italia berasal dari gerakan plebian (catatan: plebian berarti berasal dari rakyat biasa), disetir dan dibiayai oleh kekuatan borjuis besar. Fasisme berkembang dari kaum borjuis kecil, kaum lumpenproletar, bahkan pada tingkatan tertentu dari massa proletar; Mussolini, yang dulunya seorang sosialis, adalah seorang yang “tumbuh dan besar sendiri” dari gerakan ini.

Di lain pihak, Primo de Rivera adalah seorang aristokrat. Dia pernah menempati posisi birokrat dan militer tinggi dan pernah juga menjadi gubernur Catalonia. Dia meraih kesuksesannya dalam perebutan kekuasaan dengan bantuan negara dan militer. Kediktaturan Spanyol dan Italia adalah dua bentuk kediktaturan yang benar-benar berbeda. Adalah penting untuk membedakan keduanya. Mussolini mengalami kesulitan dalam merekonsiliasi institusi-institusi militer lama dengan milisi fasis. Masalah ini tidak dialami oleh Primo de Rivera.

Gerakan fasisme di Jerman secara umum lebih mirip dengan gerakan yang terjadi di Italia. Gerakan tersebut adalah gerakan massa, yang pemimpinnya banyak menggunakan demagogi sosialis secara luar biasa. Hal tersebut sangat dibutuhkan dalam pembentukan gerakan massa.

89 Potongan-potongan surat Trotsky kepada seorang kamerad Inggris, 15 November 1931; dimuat di The

Militant, 16 Januari.

Page 45: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

45

Basis asli (bagi fasisme) adalah borjuis kecil. Di Italia, mereka memiliki basis yang sangat luas-borjuis kecil perkotaan besar dan kecil, dan para petani. Di Jerman, serupa dengan di Italia, terdapat basis yang luas bagi fasisme.

Bisa dikatakan, dan ini benar di dalam beberapa hal, bahwa kelas menengah baru, fungsionaris negara, administrator swasta, dan sebagainya adalah basis dari fasisme di sana. Ini adalah pertanyaan baru yang harus dianalisa.

Dalam rangka memprediksi segala hal yang berhubungan dengan fasisme secara benar, adalah perlu untuk memiliki sebuah definisi tentang gerakan ini. Apakah fasisme itu? Apa saja yang menjadi dasar, bentuk, dan karakternya? Bagaimana dia akan berkembang? Semuanya perlu kita telaah dengan pendekatan Marxis dan ilmiah. 5.3 Bagaimana Mussolini Meraih Kemenangannya90

Saat sumber daya ‘normal’ militer dan polisi dalam kediktatoran borjuis, bersama dengan tabir parlementer mereka, sudah tak mampu lagi mempertahankan stabilitas masyarakat—keniscayaan rezim fasis telah tiba. Melalui agen fasis, kapitalisme menggerakkan massa borjuis kecil yang irasional dan kelompok-kelompok lumpenproletariat yang rendah dan terdemoralisasi–seluruh manusia yang telah digiring ke dalam kesengsaraan dan kemarahan oleh kapitalisme.

Dari fasisme, kaum borjuis menuntut sebuah pekerjaan yang menyeluruh; setelah selesai menggunakan perang sipil, kaum borjuis menuntut kedamaian untuk periode bertahun-tahun. Dan agen fasis, dengan menggunakan borjuis kecil sebagai alat penghancur, dengan menabrak semua halangan yang ada di jalannya, melakukan tugasnya dengan baik. Setelah fasisme menang, kapital finansial segera dan langsung memusatkan di tangannya semua organ dan institusi kekuasaan, eksekutif administratif, dan pendidikan negara; seluruh aparatus negara bersama dengan tentara, pemerintahan daerah, universitas-universitas, sekolah-sekolah, pers, serikat buruh, dan koperasi. Saat sebuah negara berubah menjadi fasis, bukan berarti hanya bentuk-bentuk dan metode-metode pemerintahan yang berubah sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh Mussolini—perubahan dalam lingkup ini pada akhirnya hanya berperan sangat kecil. Tapi yang pertama dan utama adalah dibinasakannya organisasi buruh; kaum proletar dihancurkan sampai tak berbentuk sama sekali; dan sebuah sistem administrasi diciptakan untuk menpenetrasi massa secara mendalam dan berfungsi untuk mengganggu kristalisasi independen kaum proletariat. Hal-hal tersebut adalah inti dari fasisme.

Fasisme Italia adalah hasil yang segera muncul dari pengkhianatan kaum reformis di saat kebangkitan kaum proletar Italia. Pada waktu (Perang Dunia Pertama) berakhir, terdapat tren naik dalam gerakan revolusioner Italia, dan pada bulan September 1920 gerakan tersebut berhasil melaksanakan penyitaan pabrik-pabrik dan industri-industri oleh para pekerja. Kediktaturan proletariat merupakan sebuah kenyataan pada saat itu; yang kurang saat itu adalah untuk mengorganisirnya dan mengambil darinya semua kesimpulan yang diperlukan. Kekuatan Sosial Demokrasi ternyata ketakutan dan loncat mundur. Setelah usahanya yang berani dan heroik, kaum proletar ditinggalkan begitu saja untuk menghadapi kekosongan. Terganggunya (terhentikannya) gerakan revolusioner ini dalam kenyataanya menjadi faktor yang terpenting di dalam perkembangan fasisme. Di bulan September, perkembangan revolusioner menjadi terhenti; dan bulan November menjadi saksi dari sebuah demonstrasi penting yang pertama dari kaum fasis (direbutnya Bologna).91

90 Diambil dari “Bagaimana Selanjutnya? Pertanyaan Vital bagi Kaum Proletar Jerman”, 1932 91 [Catatan: kampanye kekerasan kaum fasis dimulai di Bologna pada tangggal 21 November 1920.

Ketika anggota dewan dari kubu Sosial Demokratik, pemenang pemilihan daerah, muncul di balai kota untuk memperkenalkan walikota yang baru, mereka disambut dengan tembakan senapan yang membunuh 10 orang dan mencederai 100 lainnya. Kaum fasis menindak lanjutinya dengan “ekspedisi penghukuman” ke wilayah-wilayah pedesaan di sekitarnya yang merupakan daerah kubu “Liga Merah”. “Skuadron Aksi” berseragam hitam dengan

Page 46: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

46

Adalah benar bahwa kaum proletar, bahkan sesudah bencana September, masih mampu melaksanakan pertempuran defensif. Tapi kubu Sosial Demokrasi hanya peduli dengan satu hal: menarik para pekerja dari pertempuran dengan timbal balik konsesi. Kubu Sosial Demokrasi berharap bahwa sikap pasif kaum pekerja akan mengembalikan ‘opini publik’ kaum borjuis untuk melawan kaum fasis. Celakanya lagi, kaum reformis bahkan menggantungkan harapannya pada raja Victor Emmanuel. Sampai pada jam yang terakhir, mereka masih sekuat tenaga berusaha mencegah kaum pekerja untuk memerangi kelompok-kelompok Mussolini. Ini tidak menghasilkan apapun untuk mereka. Sang raja, bersama dengan lapisan atas borjuis, pindah ke pihak fasisme. Setelah menyadari pada momen terakhir bahwa kubu fasisme tak bisa dikontrol lagi, kubu Sosial Demokrat menyerukan kepada para pekerja untuk mengadakan mogok umum. Tapi pengumuman mereka menemui kegagalan. Kaum reformis sudah memlembabi bubuk mesiu ini terlalu lama karena takut bubuk mesiu ini akan meledak. Ketika mereka dengan tangan gemetar ingin membakar bubuk mesiu ini, bubuk tersebut tak mau terbakar.

Dua tahun sesudah kemunculan pertamanya, fasisme berkuasa penuh. Fasisme ini diuntungkan oleh fakta bahwa periode pertama dari kekuasannya ditandai dengan sebuah kondisi ekonomi yang positif, setelah masa depresi di tahun 1921-22. Kaum fasis menghancurkan massa proletar yang sedang mundur dengan mengerahkan massa borjuis kecil secara besar-besaran. Tapi hal tersebut tidaklah dicapai dengan sekali pukul. Bahkan sesudah dia meraih kekuasaan, Mussolini menjalankan pemerintahannya dengan hati-hati: karena belum adanya model pemerintahan fasis di masa itu. Selama dua tahun pertama, bahkan konstitusi tidak dirubah. Pemerintahan fasis mengambil bentuk karakter sebuah koalisi. Di tengah-tengah periode tersebut, kelompok-kelompok fasis sibuk bekerja dengan kayu pemukul, pisau, dan pistol. Hanya dengan demikian pemerintah fasis terbentuk secara perlahan-lahan, yang berarti pencekikan penuh bagi semua organisasi massa independen.

Mussolini mencapai semua itu dengan jalan membirokratiskan partai fasis. Setelah menggunakan kekuatan kaum borjuis kecil, fasisme mencekik mereka dengan cekikan negara borjuis. Mussolini tidak mungkin tidak melakukan hal tersebut, sebab kekecewaan dari massa yang dia sudah persatukan telah menjelma menjadi bahaya langsung yang paling besar didepannya. Berubah menjadi birokratis, fasisme hampir-hampir menyamai bentuk kediktaturan polisi dan militer. Fasisme tidak lagi memiliki dukungan sosial seperti sebelumnya. Bagian utama dari fasisme–borjuis kecil—telah tereduksi. Hanya kemandegan historis yang menyebabkan pemerintah fasis tetap mampu membuat kaum proletar dalam keadaan yang terpecah-pecah dan menyedihkan.

Dalam kasus Hitler, kaum sosial demokrasi Jerman secara politik tak mampu menambahkan apapun: yang dilakukannya hanya mengulang secara menjemukan apa yang telah dilakukan kaum reformis Italia dengan temperamen yang lebih besar. Kaum reformis Italia menjabarkan fasisme sebagai sebuah kegilaan paska perang; kaum reformis Jerman melihatnya sebagai bentuk ‘Versailles’ atau kegilaan akibat krisis. Dalam kedua kasus tersebut, kaum reformis menutup mata mereka terhadap karakter organik fasisme sebagai sebuah gerakan massa yang muncul dari kejatuhan yang dialami kapitalisme.92

Takut terhadap mobilisasi pekerja revolusioner, kaum reformis Italia menggantungkan semua harapannya pada ‘negara’. Slogan mereka adalah, ‘Tolong! Victor Emmanuel, tekanlah kendaraan yang disuplai oleh para tuan tanah besar mengambil alih desa-desa dengan serangan kilat, memukul dan membunuh petani-petani kiri dan pemimpin-pemimpin buruh, menghancurkan markas-markas organisasi radikal, dan meneror para penduduk. Didorong oleh kesuksesan mereka yang mudah, kaum fasis kemudian meluncurkan serangan dalam skala besar di kota-kota besar.]

92 [Catatan: Perjanjian Versailles, dijatuhkan pada Jerman sesudah Perang Dunia Pertama; hal yang paling dibenci darinya adalah ganti rugi tanpa batas waktu yang harus diserahkan pada kubu Sekutu dalam bentuk ‘perbaikan’ bagi kerusakan dan kehilangan akibat perang. “Krisis” yang dimaksud pada paragraf di atas adalah depresi ekonomi yang menyapu dunia kapitalis setelah kolapsnya Wall Street di tahun 1929.]

Page 47: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

47

mereka!’ Kaum Sosial Demokrasi Jerman tidak memiliki sokongan demokratik seperti halnya sebuah monarki yang setia pada konstitusi. Mereka harus puas dengan seorang presiden–’Tolong! Hindenburg, tekanlah mereka!’93

Saat berperang melawan Mussolini, atau dalam kata lain saat mundur dari hadapan Mussolini, Turati mengangkat mottonya yang spektakular, “seseorang harus memiliki kedewasaan untuk menjadi seorang pengecut.” [Filippo Turati (1857-1937), teoritikus reformis terkenal Partai Sosialis Italia.] Kaum reformis Jerman lebih sedikit serius dengan slogan-slogan mereka. Mereka menuntut “Keberanian dalam ketidakpopuleran” (Mut zur Unpopularitaet) – yang artinya sama saja. Seseorang harus berani melawan ketidakpopuleran yang disebabkan oleh kepengecutannya sendiri yang cuma menunggu kesempatan baik dari musuh.

Penyebab-penyebab yang sama akan menghasilkan efek-efek yang sama pula. Bila deretan peristiwa-peristiwa bertumpu pada kepemimpinan partai Sosial Demokrasi, karir Hitler bisa dipastikan menjadi lancar.

Namun kita harus mengakui bahwa Partai Komunis Jerman juga belajar sedikit dari pengalaman Italia.

Partai Komunis Italia terbentuk pada waktu yang hampir bersamaan dengan fasisme. Tetapi, kondisi-kondisi kemandegan revolusioner yang sama, yaitu yang membawa kaum fasis pada kekuasaan, terbukti menghambat perkembangan partai Komunis. Mereka tidak mengerti sepenuhnya akan bahaya fasisme; mereka menidurkan diri mereka sendiri dengan ilusi-ilusi revolusioner; mereka menentang secara kuat kebijakan front persatuan; singkatnya, mereka menderita penyakit kekanak-kanakan. Tidaklah mengejutkan! Umurnya hanyalah dua tahun. Dalam pandangan matanya, fasisme muncul hanya sebagai ‘reaksi kapitalis’. Partai Komunis Italia tidak bisa mengerti karakter-karakter khusus fasisme yang berasal dari mobilisasi borjuis kecil melawan massa proletar. Kecuali Gramsci, kawan-kawan Italia menginformasikan pada saya bahwa Partai Komunis bahkan tidak memperhitungkan adanya kemungkinan-kemungkinan perebutan kekuasaan oleh kaum fasis. Setelah revolusi proletar telah menderita kekalahan, setelah kapitalisme telah merebut posisinya dan kubu kontra revolusioner berkuasa, mana mungkin terdapat jenis kebangkitan kontra revolusioner yang lain? Bagaimana bisa kaum borjuis melawan dirinya sendiri! Inilah inti dari orientasi politik Partai Komunis Italia. Akan tetapi, seseorang haruslah melihat kenyataan bahwa fasisme Italia merupakan sebuah fenomena baru, yang sedang dalam proses pembentukan; adalah sulit, bahkan bagi sebuah partai yang lebih berpengalaman, untuk memahami karakter khusus fasisme.94

Kepemimpinan Partai Komunis Jerman sekarang mengulangi hampir secara harfiah posisi-posisi yang diambil oleh Partai Komunis Italia; fasisme tidak lain adalah reaksi kapitalis; dari sudut pandang kaum proletar, perbedaan antara tipe-tipe dari reaksi kapitalis adalah tidak penting sama sekali. Radikalisme vulgar seperti ini kurang bisa dimaafkan mengingat partai Komunis Jerman adalah lebih tua dibandingkan Partai Komunis Italia pada

93 [Catatan: Marshal Paul von Hindenburg (1847-1934), jendral kaum Junker yang meraih ketenaran pada

perang dunia pertama dan tak lama berselang menjadi presiden republik Weimar. Di tahun 1932, kaum sosial demokrat mendukungnya dalam pemilu ulang sebagai ‘yang tidak lebih jahat’ dibandingkan dengan Nazi. Hindenburgh menunjuk Hitler sebagai kanselir di bulan Januari 1933.]

94 [Catatan: Antonio Gramsci (1891-1937): seorang pendiri Partai Komunis Italia, dipenjarakan oleh Mussolini pada tahun 1926, meninggal dalam tahanan sebelas tahun kemudian. Dia mengirimkan surat dari dalam penjara, atas nama komite politik Partai Komunis Italia, memprotes kampanye Stalin melawan kubu Oposisi Kiri. Taglatti, sebagai wakil dari Italia di Komintern di Moscow saat itu, mensensor surat tersebut. Sepanjang era Stalin, memori tentang Gramsci dihapuskan secara sengaja. Dalam periode de-Stalinisasi, dia ‘ditemukan kembali’ oleh Partai Komunis Italia dan secara formal dinobatkan sebagai pahlawan dan martir. Sejak itu, banyak sekali pengakuan internasional terhadap tulisan-tulisan teoritikalnya, terutama catatan Gramsci dalam penjara.]

Page 48: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

48

saat itu; dan juga, Marxisme saat ini telah diperkaya oleh pengalaman tragis di Italia. Menekankan bahwa fasisme sudah ada di sini atau menolak kemungkinan mereka merebut kekuasaan, secara politis berujung ke hal yang sama. Dengan mengabaikan sifat spesifik dari fasisme, kemauan untuk melawan fasisme akan menjadi lumpuh.

Pihak yang harus memikul tanggung jawab dari semua ini, tentu saja, adalah kepemimpinan Komintern. Dari semua orang, kaum komunis Italia seharusnya wajib untuk memperingatkan kaum Komunis Jerman. Tapi Stalin, bersama dengan Manuilsky, memaksa mereka untuk menyangkal pelajaran terpenting dari kehancuran mereka sendiri.95

Kita juga telah mengamati dengan kecepatan seperti apa Ercoli melompat ke posisi sosial fasisme — dalam kata lain, ke posisi pasif menunggu kemenangan fasis di Jerman.96

5.4 Bahaya Fasis Muncul di Jerman97

Pemberitaan resmi Komintern menggambarkan hasil dari pemilu di Jerman (September 1930) sebagai sebuah kemenangan besar bagi Komunisme, yang semakin menggelorakan slogan Soviet Jerman. Kaum optimis birokratis tidak ingin bercermin pada pengertian dari dinamika kekuatan yang terlihat dari statistik pemilu. Mereka melihat naiknya jumlah pemilih Komunis secara terpisah dari tugas-tugas revolusioner yang diciptakan oleh situasi tersebut dan halangan-halangan yang muncul. Partai Komunis menerima sekitar 4,600,000 suara dibandingkan dengan 3,300,000 pada tahun 1928. Dari sudut pandang mekanisme parlementer ‘normal’, peraihan 1,300,000 suara adalah signifikan, bahkan jika kita memperhitungkan naiknya jumlah total pemilih. Tapi prestasi partai ini akan memudar jika kita memperhatikan kenaikan fasisme dari 800,000 menjadi 6,400,000 suara. Hal yang tak kurang penting untuk dievaluasi adalah kenyataan bahwa kubu Sosial Demokrasi, lepas dari kekalahan-kekalahan substansial mereka, tetap mampu mempertahankan kader-kader utama mereka dan masih menerima suara dari buruh yang lebih besar [8,600,000] dibandingkan dengan partai Komunis.

Sementara itu, jika kita harus bertanya pada diri kita sendiri, ‘kombinasi keadaan internasional dan domestik apa yang mampu membelokkan kelas pekerja ke Komunisme dengan kecepatan yang lebih hebat?’ kita tidak dapat menemukan keadaan yang lebih tepat selain situasi di Jerman dewasa ini: Young’s Noose, krisis ekonomi, disintegrasi pemerintahan, krisis parlementarianisme, terbongkarnya kebangkrutan Sosial Demokrasi yang sekarang berkuasa. Melihat keadaan historis yang konkrit ini, daya tarik dari Partai Komunis Jerman dalam kehidupan sosial bangsa, walaupun meraih 1,300,000 suara, tetap kecil secara proporsional.98

Kelemahan dari posisi Komunisme, yang tanpa bisa dipungkiri bersumber pada kebijakan dan rezim Komintern, akan terlihat lebih jelas jika kita membandingkan pengaruh sosial Partai Komunis dengan tugas-tugas konkrit yang tidak bisa ditunda lagi yang telah dibebankan padanya oleh kondisi historis sekarang ini.

95 [Catatan: Dmitri Manuilsky (1883-1952): mengepalai Komintern dari 1929 sampai 1934;

pemecatannya menandai perubahan dari ultra-kiri ke oportunisme periode Front Popular. Belakangan muncul di panggung diplomatik, sebagai delegasi untuk PBB.]

96 [Catatan: Ercoli. Nama pena komintern untuk Palmiro Togliatti (1893-1964). Mengepalai Partai Komunis Italia setelah pemenjaraan Gramsci. Dia mempertahankan semua garis zigzag komintern, tetapi setelah kematian Stalin dia mengkritisi pemerintahan Stalin bersama dengan karakter-karakternya yang masih berlanjut di Uni Soviet dan gerakan komunis internasional.]

97 Diambil dari “Perubahan dalam Komunis Internasional dan Situasi di Jerman”, 1930. 98 [Catatan: ‘Young’s Noose ‘: sebuah referensi pada “Young Plan”. Owen D. Young, seorang pelaku

bisnis kenamaan dari Amerika, yang merupakan Agent-General bagi perbaikan Jerman selama 1920-an. Dimusim panas 1929, dia menjadi ketua dari sebuah konferensi yang mengadopsi rencananya untuk menggantikan Dawes Plan yang tidak sukses demi ‘memfasilitasi’ pembayaran Jerman terhadap perbaikan-perbaikan seperti yang tercantum dalam perjanjian Versailles.]

Page 49: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

49

Adalah benar bahwa Partai Komunis sendiri tak mengharapkan pencapaian semacam itu. Ini membuktikan bahwa di bawah hempasan kesalahan dan kekalahan, kepemimpinan partai-partai Komunis menjadi tidak biasa dengan tujuan-tujuan dan pemikiran-pemikiran besar. Kalau kemarin mereka meremehkan kesempatan-kesempatan yang mereka punyai, kali ini mereka sekali lagi meremehkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Akibatnya, satu bahaya menjadi semakin berlipatganda.

Padahal, karakter pertama dari partai yang benar-benar revolusioner adalah mampu untuk melihat realitas yang ada di depannya.

Dalam rangka menggiring krisis sosial ke revolusi proletar, adalah penting bahwa, disamping kondisi lainnya, pergeseran yang menentukan dari kaum borjuis kecil terjadi ke arah proletar. Ini akan memberikan kesempatan bagi proletar untuk menempatkan dirinya pada garda depan bangsa sebagai pemimpin.

Pemilu yang terakhir memperlihatkan sebuah pergeseran ke arah yang berbeda - disinilah terdapat signifikansi utama dari gejala-gejala fasisme. Di bawah hantaman krisis, kaum borjuis kecil berbelok, tidak ke arah revolusi proletar, tapi ke arah reaksi imperialis yang paling ekstrem, yang juga menarik dibelakangnya sebagian massa proletar yang cukup besar.

Pertumbuhan besar dari Sosialisme Nasional adalah sebuah ekspresi dari dua faktor: krisis sosial yang mendalam, yang megoyangkan stabilitas massa borjuis kecil, dan tidak adanya partai revolusioner yang dianggap oleh massa rakyat sebagai pemimpin revolusioner yang bisa diterima oleh mereka. Jika partai Komunis adalah partai pengharapan revolusioner, maka fasisme, sebagai sebuah sebuah gerakan massa, adalah partai keputus-asaan kontra-revolusioner. Saat pengharapan revolusioner merengkuh seluruh massa proletar, bagian-bagian borjuis kecil yang tumbuh dan dalam jumlah yang patut diperhitungkan akan terseret ke arah jalan revolusi. Dalam lingkup ini, hasil pemilu ini secara jelas memperlihatkan gambaran yang berlawanan: keputus-asaan kontra-revosioner merangkul borjuis kecil dengan kekuatan yang sangat besar sehingga ia juga menarik banyak massa proletariat ...

Fasisme di Jerman benar-benar telah menjadi ancaman yang nyata; sebagai ekspresi akut dari posisi rezim borjuis yang tak tertolong lagi, peranan konservatif dari Sosial Demokrasi dalam rezim ini, dan ketidakberdayaan partai Komunis untuk mengenyahkannya. Siapapun yang menolak fakta ini adalah buta atau pembual belaka....

Bahaya tersebut menjadi semakin akut dalam hubungannya dengan tempo perkembangannya, yang tidak bergantung pada kita semata. Karakter mendadak dari kurva politik seperti yang terlihat dari hasil pemilu menunjukkan fakta bahwa tempo perkembangan krisis nasional dapat berubah dengan sangat cepat. Dengan kata lain, rentetan-rentetan kejadian penting dapat hadir kembali di Jerman esok hari, di dalam jalan historis yang baru; kontradiksi usang antara kematangan situasi revolusioner, pada satu pihak, dan kelemahan serta impotensi partai revolusioner, pada lain pihak. Ini harus dibeberkan secara jelas, terbuka dan, terutama, tepat pada waktunya.

Dapatkah kekuatan perlawanan konservatif buruh Sosial Demokrat diprediksi sebelumnya? Tidak bisa. Berdasarkan kejadian-kejadian tahun lalu, kekuatan ini terlihat sangat besar. Tetapi sebenarnya, faktor yang paling membantu penggelembungan Sosial Demokrasi adalah kebijakan Partai Komunis yang salah, yang menemukan generalisasi tertingginya dalam teori sosial fasisme yang tidak masuk akal. Untuk mengukur perlawanan nyata dari anggota-anggota sosial demokrat, dibutuhkan instrumen pengukur yang berbeda, yaitu, taktik Komunis yang tepat. Lewat cara ini – dan ini bukanlah hal yang remeh – tingkatan persatuan internal dari Sosial Demokrasi dapat diukur dalam sebuah periode yang terhitung singkat.

Dalam bentuk yang berbeda, apa yang baru dijelaskan di atas dapat diaplikasikan pada fasisme: fasisme bersumber, terlepas dari kondisi-kondisi lain yang hadir, dari kekacauan

Page 50: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

50

strategi Zinoviev-Stalin. Di manakah letak kekuatan serangannya? Dimanakah letak stabilitasnya? Sudahkah dia mencapai titik kulminasi, sebagaimana yang kaum ex-officio optimis [Komintern dan pejabat-pejabat Partai Komunis] katakan kepada kita, atau apakah ini barulah langkah pertama dari jenjang yang ada? Hal-hal tersebut tidak bisa diprediksi secara mekanis. Mereka hanya bisa ditentukan lewat aksi. Khususnya dalam hal fasisme, yang merupakan pisau di tangan kelas musuh, kebijakan yang salah dari Komintern dapat menghasilkan hasil-hasil fatal dalam waktu singkat. Di lain pihak, kebijakan yang benar – meski tidak dalam periode sesingkat itu - bisa melumpuhkan posisi fasisme.99

Jika partai Komunis, walaupun di dalam keadaan yang menguntungkan, terbukti tak berdaya mengguncang struktur kubu Sosial Demokrasi dengan bantuan formula sosial fasisme, maka fasisme yang riil sekarang mengancam struktur tersebut, tak lagi dengan formula muluk-muluk yang disebut radikalisme, tetapi dengan formula kimia yang menghasilkan ledakan-ledakan. Tak peduli seberapa benar bahwa Sosial Demokrasi melalui kebijakannya secara keseluruhan mengkondisikan mekarnya fasisme, tetapi juga benar kenyataaan bahwa fasisme datang sebagai ancaman mematikan terutama bagi kubu Sosial Demokrasi, yaitu mereka-mereka yang kebesarannya ditopang oleh bentuk-bentuk pasifis-demokratik-parlementer dan metode-metode pemerintah.

Kebijakan front persatuan para buruh untuk melawan fasisme mengalir dari situasi ini. Ini membuka kesempatan yang luar biasa bagi Partai Komunis. Tapi kondisi untuk kemenangan harus diwujudkan dalam bentuk penolakan terhadap teori dan praktek dari sosial fasisme, yang kesalahannya menjadi tanda positif dalam keadaan saat ini.

Krisis sosial secara tidak terelakkan akan menghasilkan perpecahan-perpecahan yang mendalam di dalam kubu Sosial Demokrasi. Radikalisasi dari massa akan mempengaruhi kubu Sosial Demokrat. Kita harus membikin persetujuan dengan berbagai organisasi-organisasi Sosial Demokratik dan faksi-faksi yang melawan fasisme, dengan menaruh prasyarat-prasyarat yang jelas atas hubungan ini kepada para pemimpin sosial demokrasi, di depan mata massa.... Kita harus segera meninggalkan segala omong kosong ofisial tentang front persatuan dan mulai melihat kembali kebijakan front persatuan seperti yang diformulasikan oleh Lenin dan selalu diterapkan oleh Bolshevik di tahun 1917. 5.5 Dongeng Asoep100

Seorang penjual ternak suatu waktu menggiring beberapa kerbau ke penyembelihan. Dan sang penyembelih datang pada malam hari dengan pisau tajamnya.

‘Mari kita merapatkan barisan dan kita tanduk si penyembelih,’ saran salah satu dari kerbau-kerbau tersebut.

‘Jika anda tak keberatan, tolong katakan dalam hal apa si penyembelih lebih buruk dari si penjual ternak yang telah menggiring kita kemari dengan tongkatnya?’ balas kerbau-kerbau lain, yang telah menerima pendidikan politiknya dari institut Manuilsky.101

‘Tapi, kita juga mampu untuk membereskan si penjualnya juga sesudahnya!’

99 [Catatan: “Strategi Zinoviev-Stalin”: Gregory Y. Zinoviev (1883-1936), ketua Komintern mulai dari

pembentukannya di tahun 1919 sampai pemecatannya oleh Stalin pada tahun 1926. Setelah kematian Lenin, Zinoviev dan Kamenev membentuk sebuah blok dengan Stalin (Troika) untuk melawan Trotsky dan mendominasi partai Soviet. Pada masa dominasi Zinoviev-Stalin dalam Komintern, garis oportunis menggiring gerakan pada kekalahan demi kekalahan dan pelewatan kesempatan-kesempatan yang berharga, terutama penundaan revolusi Jerman pada 1923. Setelah pecah dengan Stalin, Zinoviev menyatukan pengikutnya dengan Oposisi Kiri Trotskyist. Tetapi pada tahun 1928, setelah pemecatannya dari partai Oposisi Persatuan, Zinoviev kembali ke Stalin. Setelah diterima kembali oleh partai, dia ditendang keluar lagi di tahun 1932. Setelah mengingkari semua pandangan-pandangan kritisnya, dia diterima lagi, tapi di tahun 1934, dia dikeluarkan dan dipenjara. Dia “mengaku” dalam Pengadilan Moscow pada tahun 1936 dan dieksekusi.]

100 Diambil dari “Bagaimana Selanjutnya? Pertanyaan Vital bagi Kaum Proletar Jerman”, 1932. 101 [Maksud Trotsky disini adalah Komintern.]

Page 51: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

51

‘Tak ada yang perlu dikerjakan,’ balas kerbau-kerbau itu lagi secara tegas kepada sang pengusul. “Kamu mencoba, dari kiri, untuk melindungi musuh kita — kamu adalah si penyembelih-sosial itu sendiri.”

Dan mereka menolak untuk merapatkan barisan.

5.6 Tentara dan Polisi Jerman102 Menghadapi ancaman nyata, kaum Sosial Demokrasi menggantungkan harapannya

bukan pada ‘Front Besi’, melainkan pada polisi Prusia. Kenyataan bahwa banyak polisi tersebut direkrut dari kalangan pekerja Sosial-Demokratik tidaklah berarti sama sekali. Kesadaran ditentukan oleh lingkungan, juga dalam kasus ini. Pekerja yang menjadi seorang polisi dalam sebuah negara kapitalis, adalah seorang polisi borjuis, bukanlah seorang pekerja. Dalam tahun-tahun terakhir, polisi-polisi ini memerangi lebih banyak pekerja revolusioner dibandingkan pengikut-pengikut Nazi. Pelatihan seperti itu meninggalkan efek-efek yang khas. Dan, di atas segalanya: setiap polisi tahu bahwa meski pemerintah dapat berganti, polisi akan tetap bertahan.103

Dalam isu tahun baru mereka, organ teoritis dari kubu Sosial Demokrasi, Dar Freie Wort (sungguh sebuah lembaran-lembaran terbitan yang buruk!) menerbitkan sebuah artikel yang mengagung-agungkan kebijakan ‘toleransi’. Hitler dilukiskan tak akan mampu menundukkan polisi dan Reichswehr [Tentara Jerman]. Berdasarkan konstitusi, Reichswehr berada di bawah komando presiden Republik Jerman. Karenanya, demikian mereka menyimpulkan, fasisme tidaklah berbahaya sepanjang pemerintahan dipegang oleh presiden yang taat pada konstitusi. Rezim Bruening harus didukung sampai pemilihan presiden sehingga presiden yang konstitusional bisa terpilih melalui sebuah aliansi dengan borjuis parlementer; dan maka dari itu jalan Hitler ke kekuasaan akan tertutup untuk tujuh tahun ke depan.104

Politikus-politikus reformis—para ahli kolusi yang bodoh, ahli intrik dan pemuja karir yang lihai, konspirator kementerian dan parlementar yang hebat—terlempar dari kekuasaan mereka secara cepat oleh rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dihadapkan pada kontigensi mendesak, mereka menampakkan diri mereka sebagai– tak ada ekspresi yang lebih sopan selain ini–mayat-mayat yang inkompeten.

Bergantung pada seorang presiden sama halnya dengan bergantung pada ‘pemerintah’! Dihadapkan pada bentrokan yang akan muncul antara proletar dan borjuis kecil fasis–dua kubu mayoritas di negara Jerman–kaum Marxis dari Vorwaerts [koran utama sosial demokratik] berteriak pada para penjaga malam untuk memberikan bantuan pada mereka “Tolong! Pemerintah, tekanlah mereka!” (Staat, greif zu!)

102 Diambil dari “Bagaimana Selanjutnya? Pertanyaan Vital bagi Kaum Proletar Jerman”, 1932. 103 [Catatan: ‘Front Besi’: sebuah blok yang terdiri dari beberapa serikat buruh yang besar dan kelompok-

kelompok borjuis ‘republiken’ yang memiliki sedikit prestise, atau tidak sama sekali, di antara massa. Blok ini dibentuk oleh Sosial Demokrat diakhir 1931. Kelompok-kelompok tempur yang disebut Tinju Besi (Iron Fist) dibentuk dalam serikat-serikat buruh ini, dan organisasi olahraga para pekerja digiring ke dalam Front Besi. Dalam parade dan rally awal mereka, ribuan pekerja mengangkat tangannya, meneriakkan ‘kebebasan’, dan bersumpah untuk mempertahankan demokrasi. Massa dalam partai Sosial Demokratik dan serikat-serikat buruh percaya bahwa organisasi ini akan digunakan untuk menghentikan Hitler. Tetapi ini tidak terjadi.]

104 [Catatan: Heinrich Bruening adalah kanselir dari tahun 1930-32. Pemerintahan parlementer reguler di Jerman berakhir pada Maret 1930. Sesudahnya diikuti oleh beberapa rangkaian rezim Bonapartist – yaitu Bruening, von Papen, von Schleicher, kanselir-kanselir yang memerintah dengan tidak berdasarkan pada prosedur parlementer biasa, tetapi dengan prosedur ‘darurat’. Figur-figur Bonapartis ini menampilkan diri mereka sebagai penyelamat politik yang dibutuhkan negara untuk melewati krisis, dan oleh karenanya mereka berada di atas kelas dan partai. Mereka tidak bergantung pada partai demokratis borjuis yang lama tetapi pada komando mereka terhadap polisi, tentara, dan birokrasi pemerintahan. Berpura-pura menyelamatkan negara dari bahaya dari kubu kiri (sosialis dan komunis) dan kanan (fasis), mereka melepaskan pukulan terkeras mereka pada pihak kiri, karena kepentingan utama mereka adalah menyelamatkan kapitalisme.]

Page 52: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

52

5.7 Borjuis, Borjuis Kecil, dan Proletariat105 Semua analisa serius terhadap situasi politik harus mengambil titik berangkat dari

hubungan mutual antara tiga kelas: borjuis, borjuis kecil (termasuk para petani), dan proletar. Borjuis yang kuat secara ekonomi mewakili bagian kecil dari sebuah negara. Untuk

memperkuat dominasinya, mereka harus memastikan hubungan mutual yang pasti dengan borjuis kecil dan dengan kelas proletariat melalui perantaraan borjuis kecil.

Untuk memahami hubungan dialektis antara tiga kelas tersebut, kita harus membedakan tiga tahapan sejarah: pada saat awal perkembangan kapitalistik, ketika kaum borjuis menggunakan metode-metode revolusioner untuk menyelesaikan tugas-tugasnya; pada periode pertumbuhan dan pendewasaan rezim kapitalis, saat borjuis membentuk dominasinya dengan bentuk-bentuk yang demokratis, konservatif, pasifis, dan stabil; dan akhirnya, pada periode kemunduran kapitalisme, saat kaum borjuis dipaksa untuk menggunakan metode-metode perang sipil dalam melawan proletar untuk menjaga hak eksploitasinya.

Karakterisrik program politik dari tiga tahapan ini–JACOBINISME [sayap kiri kekuatan borjuis kecil pada revolusi Prancis; pada fase paling revolusionernya, dipimpin oleh Robespierre], reformis DEMOKRASI (termasuk Sosial Demokrasi), dan FASISME–adalah program-program mendasar dari tendensi borjuis kecil. Fakta ini sendiri, diatas segalanya, memperlihatkan betapa maha pentingnya—bukannya sekedar penting saja—penentuan-diri massa borjuis kecil bagi keseluruhan nasib masyarakat borjuis.

Tapi, hubungan antara borjuis dan dukungan sosialnya, yaitu borjuis kecil, sama sekali tidak bersandarkan pada kepercayaan mutual dan kolaborasi mutual. Berdasarkan karakter massanya, borjuis kecil adalah sebuah kelas yang tersisihkan dan tereksploitasi. Mereka melihat kaum borjuis dengan rasa iri dan sering juga dengan rasa benci. Kaum borjuis, pada pihak lain, tidak mempercayai kaum borjuis kecil walaupun menggunakan dukungan dari mereka, karena mereka sangat takut terhadap kecenderungan kaum borjuis kecil untuk menghancurkan batasan-batasan yang dibentuknya dari atas.

Saat mereka merencanakan dan melapangkan jalan bagi perkembangan borjuis, dalam setiap langkah mereka kaum Jacobin terlibat dalam pertentangan yang tajam dengan kaum borjuis. Mereka melayani kaum borjuis di dalam perjuangan mereka yang keras dalam melawan borjuis. Setelah mereka telah mencapai titik tertinggi dari peran historis mereka yang terbatas, kaum Jacobins jatuh, karena dominasi kapital adalah sesuatu yang sudah pasti.

Melewati serangkaian tahapan, kaum borjuis kemudian membangun kekuasaannya dalam bentuk demokrasi parlementer. Walaupun demikian, hal tersebut tidak dilakukan secara damai dan sukarela. Kaum borjuis benar-benar takut terhadap hak pilih universal. Tapi pada akhirnya, dengan bantuan kombinasi antara kekerasan dan konsesi, antara penindasan dan perubahan (reformasi), mereka berhasil mensubordinasi ke dalam kerangka kerja demokrasi formal tidak hanya kaum borjuis kecil tapi juga kaum proletar secara signifikan, melalui kelas borjuis kecil baru – yaitu kaum buruh aristokrat. Pada bulan Agustus 1914, kaum borjuis imperialis mampu, melalui cara demokrasi parlementer, memimpin jutaan pekerja dan petani ke dalam perang.106

Tetapi dengan adanya perang muncullah kemunduran yang besar dalam kapitalisme dan terutama pada bentuk demokratis dari dominasinya. Tidak ada lagi perubahan-perubahan dan revisi-revisi yang baru, tetapi yang ada adalah pemotongan dan penghapusan perubahan-perubahan yang sudah ada. Dengan ini, kubu borjuis bertentangan tidak hanya dengan institusi demokrasi proletarian (organisasi-organisasi buruh dan partai-partai politik) tetapi

105 Diambil dari “Satu-Satunya Jalan Bagi Jerman”, ditulis pada September 1932, dipublikasikan di

Amerika Serikat pada April 1933. 106 [Catatan: 4 Agustus 1914: kolapsnya Internasional Kedua. Wakil-wakil Partai Sosial Demokratik

Jerman di Reichstag memvoting budget perang pemerintahan imperialis; pada hari yang sama, wakil-wakil Partai Sosialis Prancis juga melakukan hal yang sama dalam ‘Chamber of Deputies’.]

Page 53: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

53

juga dengan demokrasi parlementer yang melahirkan organisasi-organisasi buruh di dalam kerangkanya. Karena itu, kampanye yang mereka lakukan adalah melawan ‘Marxisme’ pada satu pihak dan melawan parlementarisme demokratis pada pihak yang lain.

Tapi seperti halnya borjuis liberal yang pada zamannya tidak mampu dengan kekuatan mereka sendiri menghancurkan feudalisme, monarki, dan gereja, kaum kapital saat ini juga tak mampu dengan kekuatan mereka sendiri berhadapan dengan proletar. Mereka butuh dukungan borjuis kecil. Untuk tujuan ini, mereka harus dihela, dikuatkan, dimobilisasi, dan dipersenjatai. Tetapi metode ini menyimpan bahaya-bahayanya sendiri. Meskipun kaum borjuis menggunakan fasisme, mereka juga takut terhadap fasisme. Pada bulan Mei 1926, Pilsudski dipaksa untuk menyelamatkan masyarakat borjuis melalui kudeta yang diarahkan melawan partai-partai tradisional borjuis Polandia. Masalah ini berkembang jauh. Pemimpin partai Komunis Polandia, Warski, yang berasal dari kubu Rosa Luxemburg dan kemudian menyeberang ke kubu Stalin dan bukannya Lenin, menganggap kudeta Pilsudski sebagai jalan menuju “kediktatoran revolusioner demokratik” dan menyerukan kepada para buruh untuk mendukung Pilsudski.107

Pada pertemuan Komisi Polandia dari Komite Eksekutif Komintern pada tanggal 2 Juli 1926, penulis artikel ini (maksudnya Leon Trotsky sendiri) menyikapi kejadian-kejadian di Polandia itu:

“Dilihat secara menyeluruh, kudeta kubu Pilsudski adalah cara-cara borjuis kecil, cara-cara ‘plebian’, dalam mengatasi permasalahan mendesak masyarakat borjuis yang sedang mengalami pembusukan dan kemunduran. Di sini kita bisa melihat sebuah kemiripan langsung dengan fasisme Italia”.

“Kedua bentuk fasisme ini memiliki ciri-ciri umum: mereka merekrut laskar penggempurnya terutama dari kelas borjuis kecil; Pilsudski seperti halnya Mussolini menggunakan metode-metode ekstra parlementer, dengan kekerasan secara terbuka, dengan metode-metode perang sipil; keduanya tidak mempunyai tujuan untuk menghancurkan masyarakat borjuis, sebaliknya mereka bertujuan melanggengkan masyarakat borjuis. Walaupun mereka memperkuat kubu borjuis kecil, mereka secara terbuka bergabung dengan borjuis besar setelah perebutan kekuasaan. Secara tidak sengaja, sebuah generalisasi sejarah muncul di sini, mengingatkan kita kembali pada evaluasi yang diberikan Marx menyangkut Jacobinisme sebagai metode plebian untuk menghancurkan musuh-musuh feodal kelas borjuis...Ini terjadi pada periode kebangkitan kelas borjuis. Saat ini kita harus mengatakan bahwa, pada periode kemundurannya, kelas borjuis sekali lagi menggunakan metode plebian dalam menyelesaikan tugas-tugasnya yang sudah tidak progresif lagi dan sungguh-sungguh reaksioner. Dalam pengertian ini, fasisme merupakan karikatur dari Jacobinisme.”

“Kaum borjuis tak mampu mempertahankan kekuasaannya dengan cara dan metode-metode negara parlementer yang diciptakannya sendiri; mereka membutuhkan fasisme sebagai sebuah senjata pertahanan diri, setidaknya dalam waktu-waktu kritis. Walaupun demikian, kaum borjuis tidak menyukai metode ‘plebian’ dalam menyelesaikan masalahnya. Mereka selalu menentang Jacobinisme, yang telah membuka jalan bagi perkembangan masyarkat borjuis dengan darahnya. Kaum fasis lebih dekat dengan kaum borjuis yang

107 [Catatan: Joseph Pilsudski (1876-1935): seorang sosialis dengan pandangan-pandangan nasionalistik, pada tahun 1920, dia memimpin kekuatan anti-Soviet di Polandia; di tahun 1926, dia memimpin sebuah kudeta dan membangun sebuah kediktatoran fasis. Warski, teman dari Rosa Luxemburg, dia mendukung Luxemburg di dalam perdebatannya dengan kaum Bolshevik. Saat Komintern berzigzag ke kiri dalam fase ‘Periode Ketiga’-nya, Warski diturunkan dari kepemimpinan Partai Komunis Polandia, tapi tidak dipecat. Dia menghilang dari Uni Soviet pada masa pembersihan besar-besaran di tahun 1936-38. Rosa Luxemburg (1870-1919): Teoritikus dan pemimpin besar revolusioner. Pada awalnya aktif dalam gerakan sosialis di Polandia tempat asalnya, dia kemudian menjadi pemimpin sayap kiri Partai Sosial Demokratik Jerman. Rosa dan Karl Liebknecht dipenjara karena perlawanannya terhadap Perang Dunia I. Sesudah mereka dibebaskan, mereka memimpin Spartakusbund. Keduanya dipenjara dan dibunuh saat revolusi yang gagal pada tahun 1919.]

Page 54: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

54

mengalami kemunduran dibandingkan kaum Jacobin dengan kaum borjuis yang sedang bangkit. Tetapi, kaum borjuis yang sadar tidak terlalu mendukung metode fasis dalam menyelesaikan tugas-tugasnya meskipun mereka melayani kepentingan masyarakat borjuis, sebab mereka melihat bahaya dibaliknya. Karena itu terdapat oposisi dari partai-partai borjuis terhadap fasisme.”

“Kaum borjuis menyukai fasisme seperti halnya seorang pria yang sakit gigi menyukai giginya dicabut. Lingkaran-lingkaran masyarakat borjuis yang sadar telah mendukung kerja sang dokter gigi Pilsudski dengan keraguan, tetapi pada analisa terakhir mereka menerima kenyataan yang tidak terelakkan ini, meski dengan ancaman-ancaman, dengan negosiasi-negosiasi alot dan segala bentuk tawar-menawar. Maka, idola kaum borjuis kecil di masa lalu itu berubah menjadi gendarme kapital (catatan editor: gendarme adalah polisi di negara Prancis).”

Dalam usaha membatasi ruang gerak historis dari fasisme sebagai penggusur politik Sosial Demokrasi, dimunculkanlah teori sosial fasisme. Pada awalnya teori ini muncul sebagai suatu kebodohan yang tidak berbahaya, penuh dengan jargon dan kepura-puraan. Kejadian-kejadian selanjutnya telah menunjukkan pengaruh destruktif teori Stalinis ini pada seluruh perkembangan Komunis International.

Apakah karena peran historis dari Jacobinisme, dari demokrasi, dan dari fasisme, maka kaum borjuis kecil dikutuk untuk tetap menjadi sebuah alat ditangan kapital sampai hari akhirnya? Jika hal tersebut benar adanya, maka kediktaturan proletariat akan menjadi mustahil di negara-negara dimana kaum borjuis kecil merupakan mayoritas dan, lebih dari itu, bahkan menjadi sangat sulit di negara lainnya dimana kubu borjuis kecil mewakili minoritas yang penting. Untungnya, hal itu tidak benar adanya. Pengalaman Komune Paris [‘kediktaturan proletariat’ yang pertama, 18 Maret 1871] telah menunjukkan, setidaknya di dalam batasan-batasan sebuah kota, seperti halnya pengalaman Revolusi Oktober [Revolusi Rusia 1917] telah menunjukkan sesudahnya dalam skala yang jauh lebih besar dan melewati periode yang jauh lebih panjang, bahwa aliansi kaum borjuis kecil dan borjuis besar tidaklah permanen. Karena borjuis kecil tidak mampu menghasilkan sebuah kebijakan yang independen (itu juga alasan mengapa ‘kedikatatoran demokratis’ borjuis kecil tak mampu terwujud), kelas ini tak memiliki pilihan lain yang tersisa baginya selain memilih antara kaum borjuis dan proletar.

Di dalam era kebangkitan, pertumbuhan, dan mekarnya kapitalisme, biasanya kaum borjuis kecil secara patuh berada dalam kontrol kapitalis, walaupun kadang-kadang terjadi ledakan-ledakan ketidakpuasan yang singkat. Mereka tak mampu melakukan hal lainnya. Tetapi di bawah kondisi disintegrasi kapitalisme dan kebuntuan situasi ekonomi, mereka berjuang, mencari, dan berusaha untuk melepaskan dirinya dari belenggu tuan-tuan dan penguasa-penguasa masyarakat yang lama. Mereka cukup mampu menghubungkan nasibnya dengan nasib kaum proletar. Untuk itu, hanya satu hal yang dibutuhkan: kaum borjuis kecil harus memperoleh kepercayaan pada kemampuan proletariat untuk memimpin masyarakat menuju jalan yang baru. Dan kaum proletar hanya dapat menginspirasikan kepercayaan ini melalui kekuatannya, melalui ketegasan tindakannya, melalui ofensif yang hebat melawan musuhnya, melalui kesuksesan kebijakan revolusionernya.

Tapi, terkutuklah jika partai revolusioner tidak mampu mengukur ketinggian suatu situasi! Perjuangan sehari-hari kaum proletar telah mempertajam ketidak-stabilan masyarakat borjuis. Mogok-mogok kerja dan gangguan-gangguan politik telah memperparah situasi ekonomi negara. Kaum borjuis kecil dapat menerima secara sementara kesengsaraan yang semakin memburuk, jika melalui pengalaman mereka muncul kepercayaan bahwa kaum proletar berada dalam posisi untuk memimpin mereka ke jalan yang baru. Tapi jika partai revolusioner, di dalam perjuangan kelas yang semakin menajam, selalu tidak mampu menyatukan kelas pekerja untuk tujuan ini, bila ia tidak bisa mengambil keputusan tegas,

Page 55: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

55

kebingungan, bertengkar sendiri, maka kaum borjuis kecil kehilangan kesabaran dan mulai melihat pekerja revolusioner sebagai mereka yang bertanggung jawab atas kesengsaraannya. Semua partai-partai borjuis, termasuk kaum Sosial Demokrasi, memusatkan pemikirannya untuk tujuan ini. Saat krisis sosial mencapai keparahan yang luar biasa, sebuah partai tertentu muncul dengan tujuan langsung mengagitasi kaum borjuis kecil dan mengarahkan kebencian dan kekecewaannya untuk melawan kaum proletar. Di Jerman, fungsi historis ini dilakukan oleh sosialisme nasional (Nazisme), sebuah gerakan yang luas yang ideologinya terdiri dari asap busuk masyarakat borjuis yang mengalami disintegrasi.

5.8 Runtuhnya Demokrasi Borjuis108

Sesudah perang, serangkaian revolusi-revolusi brilian penuh kemenangan hadir di Rusia, Jerman, Austria-Hungaria, dan lalu di Spanyol. Tetapi hanya di Rusialah kaum proletar merebut kekuasaan penuh di tangannya, menghancurkan penghisapnya, dan tahu bagaimana menciptakan dan mengelola negara buruh. Di semua tempat lainnya, kaum proletar, walaupun mereka menang, berhenti separuh jalan karena kesalahan kepemimpinan mereka. Akibatnya, kekuasaan lepas dari dari tangan mereka, bergeser dari kiri ke kanan, dan jatuh sebagai korban fasisme. Di negara-negara yang lain, kekuasaan jatuh ke tangan kediktaturan militer. Tak ada satupun parlemen yang mampu mendamaikan kontradiksi kelas dan menjanjikan kedamaian di dalam perkembangan peristiwa-peristiwa. Konflik-konflik diselesaikan dengan jalan kekerasan.

Dalam kurun waktu yang lama, masyarakat Prancis berfikir bahwa fasisme tak mempunyai urusan apa-apa dengan mereka. Mereka memiliki sebuah republik dimana semua permasalahan diselesaikan oleh rakyat yang bebas melalui implementasi hak pilih universal. Tetapi pada tanggal 6 Februari 1934, ribuan kaum fasis and royalis, dipersenjatai dengan revolver, tongkat pemukul, dan pisau, memaksakan sebuah pemerintahan reaksioner Doumergue, yang di bawah perlindungannya kelompok-kelompok fasis terus tumbuh dan mempersenjatai dirinya. Apakah yang akan terjadi di esok hari?109

Tentu saja, di Prancis, seperti juga di beberapa negara Eropa tertentu (Inggris, Belgia, Belanda, Swiss, negara-negara Skandinavia), parlemen, pemilihan umum, kemerdekaan demokratis, atau sisa-sisanya masih eksis. Tetapi di semua negara ini, hukum historis yang sama akan berjalan, yaitu hukum kemunduran kapitalisme. Jika alat-alat produksi tetap berada di tangan sebagian kecil kapitalis, tak ada jalan keluar bagi masyarakat. Mereka dikutuk masuk dari satu krisis ke krisis yang lain, dari kebutuhan ke kesengsaraan, dari yang sudah buruk menjadi lebih buruk lagi. Di berbagai negara, kehancuran dan disintegrasi kapitalisme terekspresi dalam beragam bentuk dan tempo yang tidak sama. Tetapi ciri-ciri dasar dari proses ini adalah sama di mana-mana. Kaum borjuis menggiring masyarakat menuju kebangkrutan penuh. Mereka tak mampu lagi meyakinkan masyarakat, baik tentang roti atau perdamaian. Inilah alasan kenapa mereka tak bisa lagi mentolerir keadaan yang demokratis. Mereka dipaksa untuk menghancurkan para pekerja dan petani dengan menggunakan kekerasan fisik. Namun kekecewaan para pekerja dan petani tidak bisa diselesaikan semata-mata oleh polisi saja. Terlebih lagi, membuat tentara melawan rakyat adalah hal yang sangat sulit dan hampir mustahil. Bila ini dilakukan, hal pertama yang terjadi adalah disintegrasi di dalam tentara dan berakhir dengan tergiringnya sejumlah besar tentara ke pihak rakyat.

Karena itulah, kaum kapitalis finansial terpaksa membentuk kelompok-kelompok tempur khusus, dilatih untuk memerangi para pekerja tak ubahnya anjing yang dilatih untuk berburu. Fungsi historis fasisme adalah untuk menghancurkan kelas buruh, menghancurkan organisasi-organisasinya, dan merampas kemerdekaan politik ketika kaum kapitalis

108 Diambil dari “Kemanakah Arah Prancis?”, 1934 109 [Catatan: Gaston Doumergue: perdana menteri Bonapartist Prancis. Menggantikan Edouard Daladier.

Pemerintahan Daladier jatuh sehari sesudah kerusuhan fasis pada tanggal 6 Februari 1934.]

Page 56: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

56

menyadari bahwa mereka tak mampu lagi memimpin dan mendominasi dengan mesin demokrasi.

Kaum fasis mendapatkan sumber daya manusianya dari kaum borjuis kecil. Kaum borjuis kecil telah hancur luluh-lantak oleh kapitalis besar. Tak ada jalan keluar bagi mereka di dalam kondisi sosial saat ini, mereka tidak tahu jalan keluar lainnya. Kaum fasis membelokkan kekecewaan, kemarahan, dan kesengsaraan kaum borjuis kecil dari kapital besar ke para pekerja. Boleh dibilang bahwa fasisme adalah tindakan untuk menjadikan kaum borjuis kecil sebagai alat yang digunakan oleh musuhnya, yaitu kapitalis besar. Dengan cara ini, kaum pemilik modal besar meruntuhkan kelas-kelas menengah dan kemudian, dengan bantuan demagogi fasis bayaran, memprovokasi kaum borjuis kecil yang putus-asa untuk melawan para pekerja. Rezim kaum borjuis dapat dipertahankan hanya dengan metode-metode kejam seperti demikian. Untuk berapa lama? Sampai mereka digusur oleh revolusi proletar.

5.9 Apakah Kaum Borjuis Kecil Takut Pada Revolusi?110

Kretin-kretin parlementer, yang menganggap dirinya sebagai ahli tentang masyarakat, seringkali berkata:

“Seseorang tidak boleh menakut-nakuti kelas menengah dengan revolusi. Mereka tidak suka ekstremitas”.

Secara umum, penegasan di atas adalah salah sama sekali. Biasanya, pemilik usaha kecil memilih untuk tenang-tenang saja selama bisnis berjalan baik dan dia masih berharap bahwa masa depan akan menjadi lebih baik.

Tetapi ketika harapan ini hilang, dengan mudah dia akan marah dan siap untuk mengambil tindakan-tindakan yang paling ekstrem sekalipun. Jika tidak, bagaimana bisa mereka menjungkalkan negara demokratis dan membawa fasisme pada kekuasaan di Italia dan Jerman? Kaum borjuis kecil yang putus-asa melihat bahwa di dalam fasisme, yang terpenting dari semuanya, ada sebuah kekuatan penghancur dalam melawan modal besar, dan percaya bahwa, tak seperti partai-partai kelas pekerja yang hanya melawan melalui kata-kata saja, fasisme akan menggunakan kekerasan untuk membangun ‘keadilan’ yang lebih baik. Ditinjau dari kebiasaannya, petani dan artisan bersifat realistis. Mereka memahami bahwa seseorang tidak boleh melupakan penggunaan kekerasan.

Adalah salah, sangat salah, untuk menyatakan bahwa kaum borjuis kecil tidak berpihak pada partai-partai kelas pekerja karena mereka takut terhadap ‘tindakan-tindakan ekstrem’. Kenyataannya cukup bertolak belakang. Kaum borjuis kecil yang di bawah, dengan massanya yang besar, hanya melihat partai-partai kelas pekerja sebagai mesin-mesin parlementer. Kaum borjuis kecil tidak mempercayai kekuatan kaum proletar, kapasitas mereka untuk berjuang, dan juga kesiapan mereka pada saat ini untuk membawa perjuangan sampai ke titik akhir.

Dan jika keadaannya seperti itu, apakah berguna usaha-usaha untuk menggeser wakil-wakil kapitalis demokratis dengan wakil-wakil partai kiri di parlemen? Itulah yang dipikirkan dan dirasakan para tuan tanah kecil yang kecewa, dihancurkan, dan setengah tereksploitasi. Tanpa sebuah pemahaman akan psikologi para petani, artisan, para pekerja dan fungsionaris rendahan, dan lain-lain – sebuah psikologi yang datang dari krisis sosial – adalah tidak mungkin untuk membuat sebuah kebijakan yang tepat. Kaum borjuis kecil secara ekonomis tidak dapat berdiri sendiri dan secara politis terpecah-belah. Karena itulah mereka tidak mampu menjalankan sebuah kebijakan yang independen. Mereka butuh seorang ‘pemimpin’ yang memberikan mereka rasa percaya diri. Kepemimpinan individual atau kolektif ini, contohnya dari seorang figur yang terkenal atau sebuah partai, dapat ditawarkan kepada mereka oleh salah satu kelas fundamental – kaum borjuis besar ataupun proletar. Fasisme

110 Diambil dari “Kemanakah Arah Prancis?”, 1934

Page 57: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

57

melepaskan dan mempersenjatai massa yang porak-poranda ini. Dari massa yang banyak itu, mereka mengorganisasir kelompok-kelompok tempur. Ini memberikan kaum borjuis kecil sebuah ilusi bahwa mereka adalah kekuatan yang independen. Mereka mulai membayangkan bahwa mereka benar-benar akan memerintah negara. Tidak mengherankan jika ilusi-ilusi dan harapan-harapan tersebut mampu menarik perhatian kaum borjuis kecil!

Akan tetapi, kaum borjuis kecil juga dapat menemukan seorang pemimpin dari kubu proletar. Hal ini dibuktikan di Rusia dan kurang lebih di Spanyol. Di Italia, Jerman, dan di Austria, kaum borjuis kecil sebenarnya tergiring ke arah yang sama. Tapi partai-partai proletar lokal di negara-negara tersebut tak mampu mengemban tugas sejarahnya.

Untuk menggiring kaum borjuis kecil ke pihaknya, kaum proletar harus memenangkan kepercayaan borjuis kecil. Dan untuk bisa melakukan hal tersebut, proletar harus mempunyai kepercayaan pada kekuatannya sendiri terlebih dahulu.

Mereka harus memiliki sebuah program aksi yang jelas dan harus siap untuk merebut kekuasaan dengan semua cara yang memungkinkan. Dipersiapkan oleh partai revolusioner untuk perjuangan yang menentukan dan tak kenal ampun, kaum proletar harus mengajak petani-petani dan borjuis kecil kota:

“Kami berjuang untuk merebut kekuasaan. Inilah program-program kami. Kami siap untuk mendiskusikan perubahan-perubahan dalam program kita. Kami akan menggunakan kekerasan hanya untuk kaum borjuis besar dan antek-anteknya, tetapi dengan anda sang pekerja keras, kami ingin membangun suatu aliansi dengan berdasar pada dasar-dasar program yang disetujui bersama”.

Kaum petani memahami bahasa seperti itu. Hanya saja mereka harus memiliki kepercayaan pada kapasitas proletariat untuk merebut kekuasaan.

Untuk itu diperlukan tindakan untuk membersihkan front persatuan dari semua pendistorsian, keragu-raguan, dan semua frase-frase kosong. Dibutuhkan juga pemahaman terhadap situasi dan penempatan diri pada jalan revolusi. 5.10 Milisi Kelas Pekerja dan Musuh-Musuhnya111

Untuk berjuang, adalah perlu untuk menjaga dan memperkuat alat-alat perjuangan – organisasi, pers, pertemuan, dan lain-lainnya. Fasisme [di Prancis] mengancam semua itu secara langsung dan tiba-tiba. Mereka masih terlalu lemah untuk melakukan perjuangan perebutan kekuasaan secara langsung, tetapi mereka cukup kuat untuk merontokkan organisasi-organisasi kelas pekerja sedikit demi sedikit, memperkuat serangan-serangan mereka, dan untuk menyebarkan kekecewaan serta ketidakpercayaan para pekerja pada kekuatan mereka sendiri..

Fasisme mendapatkan pertolongan dari mereka-mereka yang tidak sadar yang mengatakan bahwa “perjuangan fisik” adalah salah atau tak berpengharapan, serta menuntut Doumergue untuk melucuti senjata milisi fasisnya. Tak ada yang lebih berbahaya bagi kaum proletar, terutama untuk situasi saat ini, selain racun berasa gula dalam bentuk harapan-harapan yang palsu. Tak ada yang meningkatkan keangkuhan kaum fasis begitu banyak seperti halnya ‘pasifisme lembek’ dari organisasi-organisasi pekerja. Tak ada yang merusak kepercayaan kelas-kelas menengah terhadap kelas pekerja selain keragu-raguan, pasifitas dan tidak adanya keinginan untuk bertarung.

Le Populaire [Koran Partai Sosialis] dan terutama l’Humanite [Koran Partai Komunis] menulis setiap hari:

“Front persatuan adalah sebuah blokade dalam melawan fasisme...”; “Front persatuan tidak akan membiarkan...”; “Kaum fasis tidak akan berani”, dan sebagainya.

111 Diambil dari “Kemanakah Arah Prancis?”, 1934

Page 58: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

58

Kesemuanya adalah omong kosong. Perlu ditegaskan kepada para pekerja, kaum Sosialis, dan Komunis secara langsung: jangan biarkan dirimu dinina-bobokan oleh omong kosong para jurnalis dan orator-orator yang dangkal. Ini adalah masalah hidup dan mati kita dan masa depan sosialisme. Kita bukannya mengingkari pentingnya front persatuan. Kami sudah menuntut hal ini jauh-jauh hari ketika para pemimpin kedua partai masih menolaknya. Front persatuan membuka banyak sekali kemungkinan, tapi hanya sebatas itu. Front persatuan semacam itu, dalam dirinya sendiri, tak akan menentukan apapun. Perjuangan massa-lah yang menentukan. Front persatuan ini akan terlihat kegunaannya jika kelompok komunis dan kelompok sosial demokrat saling membantu ketika kelompok fasis menyerang Le Populaire atau l’Humanite. Tapi untuk itu, kelompok-kelompok tempur proletar haruslah dibentuk dan dididik, dilatih dan dipersenjatai. Tanpa adanya sebuah organisasi pertahanan, seperti halnya milisi pekerja, Le Populaire atau l’Humanite mungkin masih mampu menulis artikel sesuka mereka tentang kehebatan front persatuan, namun kedua koran tersebut akan segera menemui diri mereka sendiri tanpa pertahanan saat mereka menghadapi serangan pertama kaum fasis yang dipersiapkan dengan baik.

Kami ingin mempelajari dengan kritis ‘argumen-argumen’ dan ‘teori-teori’ dari mereka-mereka yang menentang dibentuknya milisi pekerja; mereka ini yang sangat banyak dan berpengaruh di dalam dua partai kelas pekerja.

Kita sering mendengar hal semacam ini: “Kita membutuhkan pertahanan-massa dan bukannya milisi”.

Tetapi apakah yang dimaksud dengan ‘pertahanan-massa’ tanpa adanya organisasi-organisasi tempur, tanpa kader-kader khusus, tanpa senjata? Menyerahkan tanggung jawab pertahanan dalam melawan fasisme pada massa yang tidak terorganisir dan tak dipersiapkan sama dengan memainkan peran yang lebih rendah dari Pontius Pilatus. Menyangkal peran dari milisi sama halnya dengan menafikkan peran kaum garda depan. Kalau begitu, apa gunanya sebuah partai? Tanpa dukungan dari massa, milisi tak akan berarti sama sekali. Tapi, tanpa kelompok-kelompok tempur yang terorganisir, massa yang paling heroikpun akan diluluhlantakkan oleh geng-geng fasis. Adalah omong kosong untuk mengkontradiksikan antara milisi dengan pertahanan. Milisi adalah sebuah organ pertahanan.

“Untuk membentuk organisasi milisi,” tukas para penentang yang, tentu saja, tidak serius dan jujur, “sama dengan melibatkan diri dalam provokasi.”

Ini bukanlah sebuah argumen, tetapi sebuah penghinaan. Jika kebutuhan akan pertahanan dalam organisasi-organisasi pekerja datang dari situasi, bagaimana bisa seseorang tidak menyerukan pembentukan sebuah milisi? Mungkin mereka bermaksud untuk mengatakan bahwa pembentukan sebuah milisi ‘memprovokasi’ serangan dari kaum fasis dan represi pemerintah. Kalau yang dimaksud demikian, ini merupakan argumen yang benar-benar reaksioner. Liberalisme selalu mengatakan kepada para pekerja bahwa dengan perjuangan kelasnya mereka memprovokasi sebuah reaksi.

Kaum reformis kerap mengulang tuduhan ini terhadap kaum Marxis, kaum Menshevik terhadap kaum Bolshevik. Tuduhan semacam ini adalah berdasarkan suatu pemikiran jika kaum tertindas tidak melawan, maka kaum penguasa tidak akan memukul mereka. Ini adalah filosofi dari Tolstoy dan Gandhi, tapi bukanlah filosofinya Marx dan Lenin. Jika l’Humanite ingin membangun doktrin “jangan melawan kejahatan dengan kekerasan”, mereka seharusnya tidak menggunakan palu dan arit atau emblem Revolusi Oktober sebagai simbolnya, sebaiknya mereka menggunakan simbol kambing suci yang menyediakan susu kepada Gandhi.

“Tetapi mempersenjatai para pekerja hanyalah cocok dalam sebuah situasi yang revolusioner, yang belum datang saat ini.”

Argumen yang bijaksana ini sama saja dengan mempersilakan kaum pekerja untuk dibantai sampai situasi menjadi revolusioner. Mereka yang kemarin mengkhotbahkan tentang

Page 59: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

59

‘periode ketiga’ tidak ingin melihat apa yang sedang terjadi di depan mata mereka. Masalah tentang mempersenjatai diri terdorong ke depan sebab situasi ‘demokratis’, ‘normal’ dan ‘damai’ telah memberikan jalan bagi situasi yang ‘tak stabil’, ‘kritis’, dan ‘kacau’ yang dapat mentransformasikan dirinya ke dalam situasi yang revolusioner, bahkan juga kontra revolusioner.112

Alternatif dari situasi ini tergantung terutama pada: apakah pekerja yang berpandangan maju akan membiarkan dirinya diserang tanpa ampun dan dikalahkan sedikit demi sedikit atau membalas setiap pukulan dengan dua pukulan, meningkatkan keberanian kaum tertindas dan menyatukan mereka dalam panji-panji mereka. Sebuah situasi yang revolusioner tidaklah jatuh dari langit. Situasi ini mengambil bentuknya melalui partisipasi aktif kelas revolusioner dan partainya.

Sekarang kaum Stalinis Prancis berargumen bahwa milisi buruh tidaklah melindungi kaum proletar Jerman dari kekalahannya. Padahal baru kemarin mereka menyangkal kekalahan mereka di Jerman dan menegaskan bahwa kebijakan kaum Stalinis Jerman adalah benar dari awal sampai akhir. Sekarang mereka membebankan semua kesalahan pada milisi pekerja Jerman (Rote Front) [Front Tempur Merah: milisi yang didominasi kaum Komunis yang dilarang oleh pemerintahan Sosial Demokrasi setelah kerusuhan May Day Berlin, pada tahun 1929]. Dari satu kesalahan, mereka terjatuh ke dalam sebuah kesalahan lainnya yang berlawanan secara diametris, yang tak kalah mengerikannya. Milisi, dalam dirinya sendiri, tidaklah menyelesaikan permasalahan. Sebuah kebijakan yang tepat dibutuhkan. Sementara itu, kebijakan Stalinisme di Jerman (“sosial fasisme adalah musuh utama”), perpecahan dalam organisasi-organisasi buruh, percumbuan dengan nasionalisme, putschisme, menyebabkan secara fatal terisolasinya garda depan proletar dan keruntuhannya. Dengan strategi yang benar-benar keliru, tak akan ada milisi yang bisa menyelamatkan situasi.

Omong kosong jika, dalam dirinya sendiri, organisasi milisi akan terjerumus dalam adventurisme, memprovokasi musuh, menggeser perjuangan politik menjadi perjuangan fisik, dan lain sebagainya. Semua omongan ini tak lebih dari sebuah kepengecutan politik belaka.

Barisan milisi, sebagai organisasi garda depan yang kuat, terbukti merupakan pertahanan yang paling pasti dalam melawan petualang-petualang politik, melawan terorisme individu, melawan ledakan-ledakan spontan yang berdarah.

Pada waktu yang sama, barisan milisi merupakan satu-satunya cara yang serius untuk mencegah terjadinya perang sipil yang dipaksakan oleh kubu fasis kepada kaum proletar. Biarkanlah para pekerja, lepas dari tidak adanya sebuah ‘situasi revolusioner’, meluruskan ‘patriot-patriot anak mama’ dengan cara mereka sendiri, dan niscaya rekrutmen kelompok-kelompok fasis baru akan menjadi lebih sulit.

Tapi para ahli strategi, dibingungkan dengan cara pikirnya sendiri, menyangkal kami dengan argumen-argumen yang lebih bodoh. Kami mengutipnya secara tekstual:

“Jika kita merespon tembakan revolver kaum fasis dengan tembakan revolver yang lain,” tulis L’Humanite pada tanggal 23 Oktober [1934], “Kita melupakan fakta bahwa fasisme adalah produk dari rezim kapitalis dan bahwa dalam perang melawan fasisme kita menghadapi keseluruhan sistem.”

Tak ada kalimat-kalimat yang lebih membingungkan dan salah daripada kalimat-kalimat di atas. Adalah tidak mungkin untuk membela diri atas serangan kaum fasis sebab mereka adalah ‘sebuah produk dari rezim kapitalis’. Ini berarti kita harus membatalkan semua perjuangan, karena semua kejahatan sosial dewasa ini adalah ‘produk-produk dari sistem kapitalisme’.

112 [Catatan: “Periode Ketiga”: berdasarkan skema kaum Stalinis, periode ini adalah ‘periode terakhir

kapitalisme’, periode kematiannya yang segera datang dan penggeserannya oleh soviet. Periode ini dianggap penting oleh komunis ultra-kiri dan taktik-taktik adventuris, khususnya konsep sosial fasisme.]

Page 60: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

60

Ketika kaum fasis membunuh seorang revolusioner, atau membakar habis gedung koran proletar, para pekerja diharapkan untuk mengeluh secara filosofis: ‘Pembunuhan dan pembakaran tersebut adalah produk-produk dari sistem kapitalis’, dan pulang dengan hati yang tenang. Sikap fatalisme menggantikan teori militan Marx demi keuntungan musuh kelas kita. Keruntuhan kaum borjuis kecil adalah, tentu saja, produk dari sistem kapitalisme. Pertumbuhan kelompok-kelompok fasis juga, sebagai konsekwensinya, adalah produk dari kehancuran kaum borjuis kecil. Tapi di pihak lain, peningkatan penderitaan dan perlawanan kaum proletar juga merupakan produk-produk dari kapitalisme, dan milisi pekerja, pada gilirannya, adalah produk dari makin tajamnya perjuangan kelas. Lalu kenapa, bagi kaum ‘Marxis’ l’Humanite, kelompok-kelompok fasis adalah produk yang sah dari kapitalisme dan milisi pekerja adalah produk yang tidak sah dari – kaum Trotskyis? Sulit untuk memahami ujung atau pangkal dari pernyataan ini.

“Kita harus menghadapi seluruh sistem kapitalisme “ demikian kita sering diberitahu. Bagaimana caranya? Di awang-awang? Kaum fasis di negara-negara yang berbeda

memulainya dengan menggunakan revolver dan mengakhirinya dengan menghancurkan seluruh ‘sistem’ organisasi-organisasi pekerja. Bagaimanakah kita bisa menghadapi serangan bersenjata musuh jika tidak dengan pertahanan bersenjata untuk, pada gilirannya, balas menyerang?

l’Humanite sekarang mengakui pentingnya pertahanan di dalam tulisan-tulisan mereka, tetapi hanya dalam bentuk ‘pertahanan diri massa’. Milisi bersifat merugikan karena, seperti anda lihat, mereka memisahkan kelompok tempur dari massa. Tetapi kenapa terdapat detasemen-detasemen bersenjata independen diantara kaum fasis yang tidak terpisah dari massa reaksionernya, yang sebaliknya meningkatkan keberanian dan kepercayaan massa tersebut dengan serangan-serangan mereka yang tersusun rapi? Atau mungkin massa pekerja lebih rendah kualitasnya dalam pertempuran dibandingkan dengan kaum borjuis kecil?

Terjerat dalam kebingungan, l’Humanite akhirnya mulai ragu-ragu dengan pendapatnya sendiri: tampaknya pertahanan diri massa membutuhkan pembentukan ‘kelompok pertahanan diri’ khusus. Kelompok-kelompok dan detasemen-detasemen khusus diajukan untuk menggantikan konsep milisi yang ditolak. Pada awalnya seolah-olah perbedaan yang ada hanya menyangkut soal nama. Tak bisa disangkal, nama yang diajukan oleh L’Humanite tidak berarti apapun. Seseorang bisa mengajukan konsep ‘pertahanan diri massa’, tetapi tidak mungkin mengajukan konsep ‘kelompok pertahanan diri’ sebab tujuan dari kelompok tersebut bukanlah untuk membela dirinya sendiri tapi untuk membela organisasi-organisasi pekerja. Tetapi, tentu saja ini bukan soal nama belaka. “Kelompok pertahanan diri”, menurut l’Humanite, harus menolak penggunaan senjata demi menghindari jatuhnya mereka ke dalam “putschisme”. Orang-orang bijaksana ini memperlakukan kelas pekerja tak ubahnya seperti bayi yang harus dilarang memegang pisau di tangannya. Selain itu, seperti kita ketahui bersama, pisau adalah monopoli dari Camelots du Roi [kaum monarkis Prancis yang bergabung dengan koran Charles Maurras, Action Francaise, yang merupakan kubu anti demokratik dan seringkali menggunakan kekerasan], yang merupakan ‘produk sah dari kapitalisme’ dan, dengan bantuan pisau, telah menjungkalkan ‘sistem’ demokrasi. Lalu bagaimana ‘kelompok pertahanan diri’ ini dapat membela dirinya dalam melawan revolvernya kaum fasis? “Secara ideologis,” tentu saja. Dengan kata lain: mereka bisa bersembunyi. Tanpa memiliki apa yang mereka butuhkan di tangan mereka, mereka harus mencari “pertahanan diri” di kaki mereka. Dan sementara itu, kaum fasis menghancurkan organisasi-organisasi pekerja tanpa perlawanan sama sekali. Tetapi jika kaum proletar menderita kekalahan yang hebat, setidaknya mereka tidak jatuh ke dalam ‘putschisme’. Para pembual ini, yang berlindung dibawah panji-panji ‘Bolshevisme’, hanya menimbulkan kemuakan dan kebencian saja.

Page 61: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

61

Selama ‘periode ketiga’ yang indah – saat ahli-ahli strategi l’Humanite terserang halusinasi, ‘menguasai’ jalan-jalan setiap hari dan mengutuk semua orang yang tidak bergabung dengan keekstravaganzaan mereka sebagai kaum ‘sosial fasis’ – kami sudah memprediksikan: “Pada momen dimana tuan-tuan ini terbakar ujung-ujung jarinya, mereka akan menjadi kaum oportunis terburuk yang pernah ada.” Prediksi ini sekarang telah digenapi sepenuhnya. Pada saat dimana persetujuan tentang pembentukan milisi semakin tumbuh dan menguat di dalam gerakan partai Sosialis, para pemimpin dari apa yang disebut sebagai partai Komunis ini lari ke pipa air untuk mendinginkan keinginan pekerja maju untuk mengorganisir dirinya dalam barisan-barisan tempur. Dapatkah seseorang membayangkan perbuatan yang lebih celaka dan terkutuk dari tindakan ini?

Dalam Partai Sosialis sesekali keberatan semacam ini juga terdengar dari anggota-anggota partai: “Sebuah milisi memang harus dibentuk tapi tidak ada gunanya untuk mengumumkan secara terbuka tentang hal ini.”

Seseorang bisa menghargai kawan yang berharap untuk melindungi bagian praksis masalah dari mata dan telinga yang tidak berkepentingan. Tapi menjadi terlalu naif untuk berfikir bahwa sebuah milisi bisa diciptakan tanpa terlihat dan secara rahasia di dalam kungkungan empat tembok. Kita membutuhkan puluhan, dan selanjutnya ratusan, bahkan ribuan petarung. Ini bisa terwujud jika jutaan pekerja wanita dan pria, dengan para petani dibelakangnya, memahami kebutuhan akan milisi dan menciptakan di sekeliling sukarelawan tersebut sebuah atmosfer simpati yang menggairahkan dan juga dukungan-dukungan aktif. Kerahasiaan dapat dan harus hanya menyangkut aspek-aspek teknis pembentukan milisi. Namun kampanye politis harus dikembangkan secara terbuka, dalam pertemuan-pertemuan, di pabrik-pabrik, di jalan-jalan dan pada tempat-tempat berkumpulnya massa.

Kader-kader fundamental milisi haruslah terdiri dari pekerja-pekerja pabrik yang dikelompokkan menurut tempat kerja mereka, saling tahu satu sama lain dan mampu melindungi detasemen tempur mereka dari provokasi agen-agen musuh dengan lebih baik dan pasti dibandingkan birokrat-birokrat yang paling tinggi. Pekerjaan-pekerjaan konspiratif, tanpa mobilisasi terbuka massa, akan mengambang tanpa mampu berbuat apa-apa pada saat bahaya datang. Setiap organisasi pekerja harus menceburkan diri dalam pekerjaan ini. Untuk masalah ini, tidak boleh ada garis demarkasi antara partai pekerja dan organisasi-organisasi buruh. Bersama-sama mereka harus memobilisasi massa. Dengan cara ini, kesuksesan milisi rakyat akan terjamin penuh.

“Tapi darimanakah para pekerja akan mendapatkan senjatanya” sanggah sang ‘realis’ yang bijak — atau kaum filistin penakut – “musuh memiliki senapan, meriam, tank, gas, dan pesawat udara. Para pekerja cuma memiliki ratusan revolver dan pisau saku.”

Keberatan semacam ini diangkat untuk menakuti para pekerja. Di satu pihak, mereka menyamakan senjata kaum fasis dengan senjata negara. Tapi di pihak lain, mereka menoleh kepada negara dan menuntut negara untuk melucuti senjata kaum fasis. Logika yang luar biasa! Pada kenyataannya, kedua posisi mereka sama-sama salah. Di Prancis, kaum fasis masih jauh dari mengontrol negara. Pada tanggal 6 Februari, mereka memasuki konflik bersenjata dengan polisi negara. Karena itulah adalah salah untuk berbicara mengenai meriam dan tank saat masalahnya adalah perjuangan bersenjata yang mendesak untuk melawan kaum fasis. Kaum fasis tentu saja lebih kaya dibandingkan dengan kita. Lebih mudah bagi mereka untuk membeli senjata. Tetapi para pekerja jumlahnya jauh lebih banyak, lebih pandai, dan lebih setia, saat mereka sadar akan sebuah kepemimpinan revolusioner yang tegas.

Sebagai tambahan dari sumber lain, para pekerja juga dapat mempersenjati diri mereka dengan melucuti senjata kaum fasis.

Ini merupakan salah satu bentuk perjuangan yang penting dalam melawan kaum fasis. Saat gudang senjata para pekerja semakin penuh dengan senjata dari depo-depo kaum fasis, bank-bank dan trust-trust akan berlaku lebih hati-hati dalam membiayai persenjataan penjaga-

Page 62: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

62

penjaga mereka yang kejam. Adalah mungkin juga, otoritas-otoritas yang khawatir akan mulai mencegah mempersenjatai kaum fasis agar tidak memberikan sumber-sumber tambahan senjata bagi para pekerja. Kita telah lama mengetahui bahwa hanya taktik revolusioner yang dapat menghasilkan, sebagai efek samping, ‘perubahan-perubahan’ atau konsesi-konsesi dari pemerintah.

Tapi bagaimana caranya melucuti kaum fasis? Secara alami, tidak mungkin untuk melakukannya dengan artikel-artikel koran saja. Skuadron tempur harus dibentuk. Badan intelijen harus dibangun. Ribuan informan dan pembantu-pembantu yang baik dari seluruh penjuru akan membantu secara sukarela saat mereka menyadari bahwa masalah ini sudah ditangani secara serius oleh kita. Ini membutuhkan sebuah kehendak untuk aksi pekerja.

Tetapi senjata-senjata kaum fasis tentu saja bukanlah satu-satunya sumber yang ada. Di Prancis, terdapat lebih dari satu juta pekerja yang terorganisir. Secara umum, jumlah ini termasuk kecil. Tapi ini benar-benar cukup untuk dijadikan permulaan dalam mengorganisir milisi pekerja. Jika partai-partai dan serikat-serikat buruh hanya mempersenjatai 1/10 dari anggotanya, itu sudah akan menjadi sebuah kekuatan yang berjumlah 100,000 orang. Tak dapat diragukan bahwa dengan seruan “front persatuan”, jumlah sukarelawan yang akan maju ke depan untuk bergabung dalam milisi pekerja akan jauh melebihi jumlah itu. Kontribusi partai-partai dan serikat-serikat buruh, sumbangan-sumbangan sukarela, akan dalam tempo satu atau dua bulan mampu menjamin persenjataan dari 100,000 sampai 200,000 prajurit-prajurit kelas buruh. Massa fasis akan tenggelam dalam rasa takut. Seluruh perspektif perkembangan situasi akan menjadi lebih menjanjikan.

Menjadikan ketiadaan senjata atau alasan-alasan obyektif lain untuk menjelaskan kenapa tidak ada usaha pembentukan sebuah milisi sampai sekarang adalah usaha untuk membodohi diri sendiri dan orang lain. Halangan prinsipil – bisa dikatakan halangan satu-satunya – berakar pada karakter konservatif dan pasif para pemimpin organisasi-organisasi pekerja tersebut. Para pemimpin yang skeptis itu tidak mempercayai kekuatan kaum proletar. Mereka menaruh harapan mereka pada mukjizat-mukjizat dari atas dibandingkan memberikan wadah revolusioner bagi energi-energi yang berdenyut dari bawah. Kaum buruh sosialis harus memaksa pemimpin mereka untuk membentuk milisi pekerja secepatnya, kalau tidak pemimpin-pemimpin ini harus memberikan jalan kepada kekuatan-kekuatan yang lebih segar dan muda.

Sebuah pemogokan tidak bisa kita bayangkan jadinya tanpa propaganda dan agitasi. Juga tak bisa dibayangkan jika aksi massa diadakan tanpa penjagaan satuan pengamanan dari serikat pekerja (penjaga piket) yang, saat mereka mampu, menggunakan persuasi, tapi jika perlu, menggunakan paksaan. Pemogokan adalah bentuk paling mendasar dari perjuangan kelas yang selalu menggabungkan, dalam proporsi yang bervariasi, metode-metode ‘ideologis’ dengan metode-metode fisik. Perjuangan melawan fasisme secara mendasar merupakan perjuangan politis yang membutuhkan sebuah milisi seperti halnya aksi massa membutuhkan satuan pengamanan serikat pekerja (penjaga piket). Pada dasarnya, satuan penjaga piket itulah embrio dari lahirnya milisi pekerja. Seseorang yang mencoba menolak perjuangan fisik harus menolak seluruh bentuk perjuangan, karena roh tak bisa hidup tanpa daging.

Mengikuti pandangan dari teoritikus militer terkemuka Clausewitz, perang adalah kelanjutan dari pertarungan politik dengan metode yang lain. Definisi ini sesuai sepenuhnya dengan perang sipil. Adalah keliru untuk membedakan perjuangan politik dan perjuangan bersenjata. Ketika perjuangan politik, oleh sebab desakan kebutuhan internal, mentransformasikan dirinya ke dalam perjuangan bersenjata, kita tak mungkin bisa mencegahnya.

Tugas partai revolusioner adalah untuk memprediksikan waktu di mana kita tak bisa lagi menolak transformasi politik ke dalam konflik bersenjata secara terbuka, dan dengan

Page 63: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

63

seluruh kekuatan yang ada mempersiapkan diri untuk momen itu, seperti halnya yang dilakukan oleh kelas penguasa.

Detasemen-detasemen milisi pertahanan dalam melawan fasisme adalah langkah pertama dalam mempersenjatai kaum proletar, dan bukannya langkah terakhir. Slogan kita adalah:

“Persenjatai proletar dan petani-petani revolusioner!” Milisi pekerja harus, pada analisa akhir, merangkul semua pekerja. Program ini hanya

bisa dipenuhi di dalam negara pekerja yang menguasai semua alat produksi dan tentunya alat-alat pemusnah – antara lain, semua senjata beserta perusahaan-perusahaan yang memproduksinya.

Tapi, tidak mungkin kita membentuk negara para pekerja dengan tangan kosong. Hanya politisi-politisi tidak berguna macam Renaudel yang dapat berbicara mengenai jalan konstitusional dan damai menuju sosialisme. Jalan konstitusional telah terpotong-potong oleh parit-parit yang dibikin oleh kelompok fasis. Banyak parit-parit menghadang di depan kita. Kaum borjuis tak akan ragu-ragu untuk mengambil jalan kudeta dengan bantuan polisi dan militer demi mencegah kaum proletar menuju kekuasaan.113

Sebuah negara sosialis para pekerja hanya bisa diwujudkan melalui kemenangan sebuah revolusi.

Setiap revolusi dipersiapkan melalui perkembangan ekonomi dan politik, tapi selalu ditentukan oleh konflik bersenjata secara terbuka diantara kelas-kelas yang saling bertentangan. Sebuah kemenangan revolusioner hanya dapat menjadi kenyataan sebagai hasil agitasi politik yang berkepanjangan, periode pendidikan dan organisasi massa yang berkepanjangan.

Konflik bersenjata sendiri juga harus dipersiapkan jauh sebelumnya. Pekerja-pekerja yang perpandangan maju harus tahu bahwa mereka harus bertempur dan memenangkan sebuah perjuangan sampai mati. Mereka harus mempersenjatai diri mereka, sebagai jaminan emansipasi mereka. 5.11 Perspektif di Amerika Serikat114

Keterbelakangan kelas pekerja di Amerika Serikat hanyalah bersifat relatif. Dalam banyak sisi, mereka adalah kelas pekerja yang paling progresif di dunia, baik secara teknis dan dalam standar kehidupannya.

Pekerja-pekerja Amerika sangat siap tempur – seperti yang kita telah lihat selama pemogokan-pemogokan mereka. Mereka sudah melakukan pemogokan yang paling hebat di dunia. Apa yang kurang dari pekerja Amerika adalah semangat generalisasi, atau analisis, terhadap posisi kelasnya dalam masyarakat secara menyeluruh. Kekurangan dalam pemikiran sosial ini berakar pada sejarah negara tersebut.

Tentang fasisme. Di semua negara dimana fasisme menang, sebelum pertumbuhan fasisme dan

kemenangannya kita mengalami sebuah gelombang radikalisasi massa – pekerja dan petani miskin, dan kelas borjuis kecil. Di Italia, sesudah perang dan sebelum 1922, kita memiliki gelombang revolusioner yang luar biasa; negara menjadi lumpuh, polisi tak lagi eksis, serikat-

113 [Catatan: Pierre Renaudel (1871-1935): sebelum Perang Dunia I, seorang tangan kanan pemimpin

sosialis Jean Jaures dan editor dari l’Humanite. Selama perang, dia merupakan patriot sayap kanan. Pada dekade 30-an, dia dan Marcel Deat memimpin kaum revisionis yang bertendensi “neo-sosialis”. Dikalahkan dalam konvensi Juli 1933, tendensi ini pecah dari partai Sosialis. Sesudah kerusuhan fasis pada 6 Februari 1934, kebanyakan dari kaum “neo” ini bergabung dengan partai Radikal, partai utama dalam kapitalisme Prancis.]

114 Dari “Beberapa Pertanyaan Menyangkut Masalah-Masalah Amerika”, Internasional Keempat, Oktober 1940.

Page 64: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

64

serikat pekerja dapat melakukan segala sesuatu yang mereka inginkan – tapi tidak ada partai yang mampu untuk merebut kekuasaan. Maka sebagai sebuah reaksi datanglah fasisme.

Di Jerman, hal yang sama terjadi. Kita memiliki sebuah situasi revolusioner pada tahun 1918; kelas borjuis bahkan tidak meminta untuk berpartisipasi dalam kekuasaan. Kaum sosial demokrat melumpuhkan revolusi saat itu. Sesudah itu para pekerja mencoba lagi pada tahun 1922-23-24. Tapi tahun-tahun itu adalah tahun kebangkrutan partai Komunis – yang telah kita kemukan di atas. Dan pada tahun 1929-30-31, kalangan pekerja Jerman memulai lagi sebuah gelombang revolusioner baru. Terdapat kekuatan yang luar biasa pada kelompok komunis dan serikat-serikat pekerja, namun sesudah itu keluarlah kebijakan yang terkenal (sebagai bagian dari gerakan Stalinis) mengenai sosial fasisme, sebuah kebijakan yang dikeluarkan guna melumpuhkan kelas pekerja. Hanya sesudah tiga gelombang besar inilah fasisme menjadi gerakan yang masif. Tidak ada pengecualian di dalam hukum ini – fasisme datang hanya saat kelas pekerja tidak mampu merebut nasib masyarakat ke dalam tangannya.

Di Amerika Serikat kita mengalami hal yang sama. Saat ini sudah terdapat elemen-elemen fasis, dan, tentu saja, mereka telah mendapatkan model-model untuk gerakan mereka dari fasisme Italia dan Jerman. Oleh karenanya mereka akan berkembang dalam tempo yang lebih cepat. Tapi kita juga memiliki model-model dari negara-negara lain. Gelombang sejarah selanjutnya di Amerika Serikat akan merupakan gelombang radikalisme massa, dan bukannya fasisme. Tentu saja, perang dapat menghambat radikalisasi untuk beberapa waktu, tapi selanjutnya perang akan memberikan radikalisasi tersebut sebuah tempo dan peralihan-peralihan yang jauh lebih dahsyat.

Kita tidak boleh mengidentifikasi kediktatoran perang – kediktatoran mesin-mesin militer, pejabat-pejabat militer, kapital keuangan – sebagai kediktaturan fasis. Untuk kediktaturan fasis, pertama kali yang disyaratkan adalah terdapatnya perasaan putus asa dari massa yang besar di dalam masyarakat. Saat partai-partai revolusioner mengkhianati mereka, saat garda depan kaum pekerja menunjukkan ketidakmampuannya untuk memimpin rakyat menuju kemenangan, maka para petani, usahawan kecil, pengangguran, prajurit, dan lain-lain akan mampu mendukung gerakan fasis, tapi, sekali lagi, hanya jika pengkhianatan itu terjadi.

Sebuah kediktatoran militer merupakan institusi birokratis, yang dipaksakan oleh mesin militer dan berdasarkan pada disorientasi masyarakat dan kepatuhan mereka terhadapnya. Beberapa waktu sesudahnya perasaan mereka dapat berubah dan mereka bisa memberontak melawan kediktatoran tersebut. 5.12 Bangun Partai Revolusioner!

Pada setiap diskusi politik, pertanyaan yang selalu muncul adalah: bisakah kita membentuk sebuah partai yang kuat pada masa krisis? Tidakkah kekuatan fasis akan mengantisipasi tindakan kita? Bukankah sebuah tahap perkembangan fasis adalah tidak terelakan?

Kesuksesan fasisme dapat dengan mudahnya membuat orang-orang kehilangan semua perspektif, menggiring mereka untuk melupakan kondisi-kondisi faktual yang telah memungkinkan penguatan dan kemenangan fasisme. Akan tetapi, pemahaman yang jelas menyangkut kondisi-kondisi seperti ini sangatlah penting bagi kaum buruh Amerika Serikat. Kita dapat menjadikannya sebagai sebuah hukum historis: fasisme hanya mampu menang di negara-negara dimana partai-partai buruh konservatifnya mencegah kaum proletar untuk menggunakan situasi revolusioner dan merebut kekuasaan. Di Jerman kita bisa menemui adanya dua situasi revolusioner seperti yang dimaksud: 1918-1919 dan 1923-1924. Bahkan di tahun 1929, sebenarnya perjuangan merebut kekuasaan oleh kaum proletariat masihlah dimungkinkan. Pada tiga kasus ini, kaum sosial demokrasi dan Komintern (Stalinis) secara keji menggagalkan perebutan kekuasaan, dan karenanya menempatkan masyarakat dalam

Page 65: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

65

sebuah kebuntuan. Hanya di bawah dan di dalam kondisi-kondisi seperti ini kebangkitan fasisme dan kemenangannya dalam perebutan kekuasaan dimungkinkan terjadi.

Selama kekuatan proletariat terbukti tidak mampu, pada sebuah tahap tertentu, untuk meraih kekuasaan, imperialisme akan mulai menjalankan kehidupan ekonomi dengan metode yang dimilikinya; partai fasis yang meraih kekuasaan negara adalah mekanisme politiknya. Kekuatan produksi berada dalam kontradiksi yang luar biasa tidak hanya dengan kepemilikan-kepemilikan pribadi tetapi juga dengan batasan-batasan negara. Imperialisme merupakan ekspresi dari kontradiksi tersebut. Kapitalisme imperialis mencoba untuk menyelesaikan kontradiksi ini melalui suatu usaha perluasan batasan-batasan negara, perebutan wilayah-wilayah baru, dan sebagainya. Negara totalitarian, dengan menafikkan segala aspek-aspek ekonomis, politis, dan kehidupan budaya demi kapital keuangan, merupakan instrumen untuk menciptakan sebuah negara supernasionalis, kekaisaran imperialis, penguasa benua-benua, bahkan penguasa seluruh dunia.

Semua karakter-karakter kebebasan yang sudah kita telah analisa, baik satu persatu maupun seluruhnya dalam totalitas mereka, telah menjadi semakin jelas atau mengemuka.

Baik analisa teoritis maupun juga pengalaman sejarah yang kaya pada seperempat abad terakhir ini telah menunjukkan secara berimbang bahwa fasisme adalah mata rantai terakhir dari rangkaian politik tertentu yang dibentuk antara lain oleh: krisis terparah dalam masyarakat kapitalis; perkembangan radikalisasi kelas pekerja; meningkatnya simpati terhadap kelas pekerja, keinginan akan perubahan pada pihak borjuis kecil pertanian dan urban; kebingungan luar biasa kaum borjuis, manuver licik kaum borjuis yang ditujukan demi menghindari klimaks revolusi; kelelahan dari kaum proletariat; bertambahnya kebingungan dan kemasabodohan; bertambah buruknya krisis sosial; penderitaan yang dialami borjuis kecil, keinginannya akan sebuah perubahan; kegilaan kolektif kaum borjuis kecil, kesiapannya dalam mempercayai mukjizat, kesiapannya dalam mengambil tindakan kekerasan; perkembangan perlawanan terhadap proletariat, yang telah menipu harapan kaum borjusi kecil. Kesemuanya adalah premis-premis dalam pembentukan partai fasis secara cepat beserta kemenangannya.

Terbukti dengan sendirinya bahwa radikalisasi kelas pekerja di Amerika Serikat barulah melewati fase-fase awal saja, cenderung hanya dalam lingkup gerakan buruh. Periode sebelum perang dan kemudian periode perang itu sendiri, dapat menginterupsi proses radikalisasi ini secara sementara, khususnya saat sejumlah besar pekerja terserap ke dalam industri perang. Tetapi interupsi dalam proses radikalisasi ini tidaklah bisa berlangsung dalam waktu yang lama. Tahap kedua dalam radikalisasi ini akan mengambil karakter yang benar-benar lebih tajam ekspresinya. Masalah pembentukan partai buruh yang independen akan terdorong ke depan. Tuntutan transisional kita akan meraih popularitas yang luar biasa. Di pihak lain, kaum fasis, tendensi-tendensi reaksioner akan menarik diri ke belakang, mengambil langkah defensif, sembari menunggu momen yang lebih tepat. Ini adalah perspektif yang paling dekat dengan kenyataan. Tak ada pekerjaaan yang lebih tak berharga daripada memikirkan apakah kita bisa berhasil membangun sebuah partai pelopor revolusioner yang kuat atau tidak. Di depan kita terbentang sebuah perspektif yang menguntungkan, yang menyediakan semua pembenaran terhadap aktivisme revolusioner. Adalah perlu untuk menggunakan kesempatan-kesempatan yang terbuka dan membangun partai revolusioner.[]

Page 66: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

66

Hand-Out 06: ANARKISME

Anarkisme atau dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala

bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan/ dihancurkan. Secara spesifik pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada ranah publik maupun privat). 1. Etimologi

Anarkisme berasal dari kata dasar anarki dengan imbuhan isme. Kata anarki merupakan kata serapan dari bahasa Inggris anarchy atau anarchie (Belanda/ Jerman/ Prancis), yang berakar dari kata Yunani anarchos/anarchein. Ini merupakan kata bentukan a (tidak/ tanpa/ nihil/ negasi) yang disisipi n dengan archos/archein (pemerintah/kekuasaan atau pihak yang menerapkan kontrol dan otoritas-secara koersif, represif, termasuk perbudakan dan tirani). Anarchos/ anarchein= tanpa pemerintahan atau pengelolaan dan koordinasi tanpa hubungan memerintah dan diperintah, menguasai dan dikuasai, mengepalai dan dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan, dan lain sebagainya. Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Sedangkan isme sendiri berarti paham/ajaran/ideologi.

2. Anarkisme

“Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan. Ia dimulai di antara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia” (Peter Kropotkin) “Penghapusan eksploitasi dan penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan pemerintahan yang menindas” (Errico Malatesta) 2.1. Teori Politik

Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para Anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki, ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Atau, dalam tulisan Bakunin yang terkenal: “kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan.”115 2.2. Anarkisme dan Kekerasan

Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani. Slogan para anarkis Spanyol pengikutnya Durruti yang berbunyi: Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan Yang sangat sarat akan penggunaan kekerasan dalam sebuah metode gerakan. Penggunaan kekerasan dalam anarkisme sangat berkaitan erat dengan metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti

115 The Political Philosophy of Bakunin, Hal. 269, Mikhail Bakunin

Page 67: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

67

juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara. Namun demikian, tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh. Dalam bukunya What is Communist Anarchist, pemikir anarkis Alexander Berkman menulis:”Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau serta hidup didalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan.” (Alexander Berkman, What is Communist Anarchist 1870 - 1936).

Dari berbagai selisih paham antar anarkis dalam mendefinisikan suatu ide kekerasan sebagai sebuah metode, kekerasan tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti sebagai sebuah aksi kekerasan. Karena bagaimanapun kekerasan merupakan suatu pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari kalangan apapun.

3. Sejarah dan Dinamika Filsafat Anarkisme

Anarkisme sebagai sebuah ide yang dalam perkembangannya juga menjadi sebuah filsafat yang juga memiliki perkembangan serta dinamika yang cukup menarik. 3.1. Anarkisme dan Marxisme

Marxisme dalam perkembangannya setelah Marx dan Engels berkembang menjadi 3 kekuatan besar ideologi dunia yang menyandarkan dirinya pada pemikiran-pemikiran Marx. Ketiga ideologi itu adalah : (1) Komunisme, yang kemudian dikembangkan oleh Lenin menjadi ideologi Marxisme-Leninisme yang saat ini menjadi pegangan mayoritas kaum komunis sedunia; (2) Sosialisme Demokrat, yang pertama kali dikembangkan oleh Eduard Bernstein dan berkembang di Jerman dan kemudian berkembang menjadi sosialis yang berciri khas Eropa; (3) Neomarxisme dan Gerakan Kiri Baru, yang berkembang sekitar tahun 1965-1975 di universitas-universitas di Eropa.

Walaupun demikian, ajaran Marx tidak hanya berkutat pada ketiga aliran besar itu karena banyak sekali sempalan-sempalan yang memakai ajaran Marx sebagai basis ideologi dan perjuangan mereka. Aliran lain yang berkembang serta juga memakai Marx sebagai tolak pikirnya adalah Anarkisme. Walaupun demikian anarkisme dan Marxisme berada dipersimpangan jalan dalam memandang masalah-masalah tertentu. Pertentangan mereka yang paling kelihatan adalah persepsi terhadap negara. Anarkisme percaya bahwa negara mempunyai sisi buruk dalam hal sebagai pemegang monopoli kekuasaan yang bersifat memaksa. Negara hanya dikuasai oleh kelompok-kelompok elit secara politik dan ekonomi, dan kekuatan elit itu bisa siapa saja dan apa saja termasuk kelas proletar seperti yang diimpikan kaum Marxis. Dan oleh karena itu kekuasaan negara (dengan alasan apapun) harus dihapuskan.

Disisi lain, Marxisme memandang negara sebagai suatu organ represif yang merupakan perwujudan kediktatoran salah satu kelas terhadap kelas yang lain. Negara dibutuhkan dalam konteks persiapan revolusi kaum proletar, sehingga negara harus eksis agar masyarakat tanpa kelas dapat diwujudkan. Lagipula, cita-cita kaum Marxis adalah suatu bentuk negara sosialis

Page 68: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

68

yang bebas pengkotakan berdasarkan kelas. Selain itu juga, perbedaan kentara antara anarkisme dengan Marxisme dapat dilihat atas penyikapan keduanya dalam seputar isu kelas serta seputar metoda materialisme histories. 3.2. Pierre Joseph Proudhon

Pierre-Joseph Proudhon, adalah pemikir yang mempunyai pengaruh jauh lebih besar terhadap perkembangan anarkisme; seorang penulis yang betul-betul berbakat dan ‘serba tahu’ dan merupakan tokoh yang dapat dibanggakan oleh sosialisme moderen. Proudhon sangat menekuni kehidupan intelektual dan sosial di zamanya, dan kritik-kritik sosialnya didasari oleh pengalaman hidupnya itu. Diantara pemikir-pemikir sosialis di zamannya, dialah yang paling mampu mengerti sebab-sebab penyakit sosial dan juga merupakan seseorang yang mempunyai visi yang sangat luas. Dia mempunyai keyakinan bahwa sebuah evolusi dalam kehidupan intelektual dan sosial menuju ke tingkat yang lebih tinggi harus tidak dibatasi dengan rumus-rumus abstrak. Proudhon melawan pengaruh tradisi Jacobin yang mendominasi pemikiran demokrat-demokrat di Perancis dan kebanyakan sosialis pada saat itu, dan juga pengaruh negara dan kebijaksanaan ekonomi dalam proses alami kemajuan sosial. Baginya, pemberantasan kedua-dua perkembangan yang bersifat seperti kanker tersebut merupakan tugas utama dalam abad kesembilan belas. Proudhon bukanlah seorang komunis. Dia mengecam hak milik sebagai hak untuk mengeksploitasi, tetapi mengakui hak milik umum alat-alat untuk ber produksi, yang akan dipakai oleh kelompok-kelompok industri yang terikat antara satu dengan yang lain dalam kontrak yang bebas; selama hak ini tidak dipakai untuk mengeksploitasi manusia lain dan selama seorang individu dapat menikmati seluruh hasil kerjanya. Jumlah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah benda menjadi ukuran nilainya dalam pertukaran mutual. Dengan sistem tersebut, kemampuan kapital untuk menjalankan riba dimusnahkan. Jikalau kapital tersedia untuk setiap orang, kapital tersebut tidak lagi menjadi sebuah instrumen yang bisa dipakai untuk mengeksploitasi. 3.3. Internationale Pertama (Mikhail Bakunin 1814-1876)

Tokoh utama kaum anarkisme adalah Mikhail Bakunin, seorang bangsawan Rusia yang kemudian sebagian besar hidupnya tinggal di Eropa Barat. Ia memimpin kelompok anarkis dalam konverensi besar kaum Sosialis sedunia (Internasionale I) dan terlibat pertengkaran dan perdebatan besar dengan Marx. Bakunin akhirnya dikeluarkan dari kelompok Marxis mainstream dan perjuangan kaum anarkis dianggap bukan sebagai perjuangan kaum sosialis. Sejak Bakunin, anarkisme identik dengan tindakan yang mengutamakan kekerasan dan pembunuhan sebagai basis perjuangan mereka. Pembunuhan kepala negara, pemboman atas gedung-gedung milik negara, dan perbuatan teroris lainnya dibenarkan oleh anarkhisme sebagai cara untuk menggerakkan massa untuk memberontak.116 Mikhail Bakunin merupakan seorang tokoh anarkis yang mempunyai energi revolusi yang dashyat. Bakunin merupakan ‘penganut’ ajaran Proudhon, tetapi mengembanginya ke bidang ekonomi ketika dia dan sayap kolektivisme dalam First International mengakui hak milik kolektif atas tanah dan alat-alat produksi dan ingin membatasi kekayaan pribadi kepada hasil kerja seseorang. Bakunin juga merupakan anti komunis yang pada saat itu mempunyai karakter yang sangat otoritar. Pada salah satu pidatonya dalam kongres—Perhimpunan Perdamaian dan Kebebasan—di Bern (1868), dia berkata: Saya bukanlah seorang komunis karena komunisme mempersatukan masyarakat dalam negara dan terserap di dalamnya; karena komunisme akan mengakibatkan konsentrasi kekayaan dalam negara, sedangkan saya ingin memusnahkan Negara—pemusnahan semua prinsip otoritas dan kenegaraan, yang dalam kemunafikannya ingin

116 Franz Magnis Suseno. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Jakarta, 1999

Page 69: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

69

membuat manusia bermoral dan berbudaya, tetapi yang sampai sekarang selalu memperbudak, mengeksploitasi dan menghancurkan mereka.

Bakunin dan anarkis-anarkis lain dalam First International percaya bahwa revolusi sudah berada di ambang pintu, dan mengerahkan semua tenaga mereka untuk menyatukan kekuatan revolusioner dan unsur-unsur libertarian di dalam dan di luar First International untuk menjaga agar revolusi tersebut tidak ditunggangi oleh elemen-elemen kediktatoran. Karena itu Bakunin menjadi pencipta gerakan anarkisme moderen. Peter Kropotkin adalah seorang penyokong anarkisme yang memberikan dimensi ilmiah terhadap konsep sosiologi anarkisme.Anarkisme model Bakunin, tidaklah identik dengan kekerasan. Tetapi anarkisme setelah Bakunin kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan yang menjadikan kekerasan sebagai jalur perjuangan mereka. Dan puncaknya adalah timbulnya gerakan baru yang juga menjadikan sosialisme Marx sebagai pandangan hidupnya, yaitu Sindikalisme. gerakan ini menjadikan sosialisme Marx dan anarkisme Bakunin sebagai dasar perjuangan mereka. Bahkan gerakan mereka disebut Anarko-Sindikalisme. 4. Varian-varian Anarkisme

Anarkisme, yang besar dan kemudian berbeda jalur dengan Marxisme, bukan merupakan suatu ideologi yang tunggal. Di dalam anarkisme sendiri banyak aliran-aliran pemikiran yang cukup berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu terutama dalam hal penekanan dan prioritas pada suatu aspek. Aliran-aliran dan pemikiran-pemikiran yang berbeda di dalam Anarkisme adalah suatu bentuk dari berkembangnya ideologi ini berdasarkan perbedaan latar belakang tokoh, peristiwa-peristiwa tertentu dan tempat/lokasi dimana aliran itu berkembang. 4.1. Anarkisme-Kolektif

Kelompok anarkisme-kolektif sering diasosiasikan dengan kelompok anti-otoritarian pimpinan Mikhail Bakunin yang memisahkan diri dari Internationale I. Kelompok ini kemudian membentuk pertemuan sendiri di St. Imier (1872). Disinilah awal perbedaan antara kaum anarkis dengan Marxis, diman sejak saat itu kaum anarkis menempuh jalur perjuangan yang berbeda dengan kaum Marxis. Perbedaan itu terutama dalam hal persepsi terhadap negara. Doktrin utama dari anarkis-kolektif adalah “penghapusan segala bentuk negara” dan “penghapusan hak milik pribadi dalam pengertian proses produksi”. Doktrin pertama merupakan terminologi umum anarkisme, tetapi kemudian diberikan penekanan pada istilah “kolektif” oleh Bakunin sebagai perbedaan terhadap ide negara sosialis yang dihubungkan dengan kaum Marxis. Sedangkan pada doktrin kedua, anarkis-kolektif mengutamakan penghapusan adanya segala bentuk hak milik yang berhubungan dengan proses produksi dan menolak hak milik secara kolektif yang dikontrol oleh kelompok tertentu. Menurut mereka, pekerja seharusnya dibayar berdasarkan jumlah waktu yang mereka kontribusikan pada proses produksi dan bukan “menurut apa yang mereka inginkan”. Pada tahun 1880-an, para pendukung anarkis kebanyakan mengadopsi pemikiran anarkisme-komunis, suatu aliran yang berkembang terutama di Italia setelah kematian Bakunin. Ironisnya, label “kolektif” kemudian secara umum sering diasosiasikan dengan konsep Marx tentang negara sosialis. 4.2. Anarkisme-Komunis (William Godwin)

Ide-ide anarkis bisa ditemui dalam setiap periode sejarah, walaupun masih banyak penelitian yang harus dilakukan dalam bidang ini. Kita menemuinya dalam karya filsuf Tiongkok, Lao-Tse (yang berjudul Arah dan Jalan yang Benar)117 dan juga filsuf-filsuf

117 Lao tse, Arah dan Jalan yang Benar. diterjemahkan kedalam bahasa inggris dari the German of

Alexander Ular. Penerbit the Inselbucherei, Leipzig.

Page 70: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

70

Yunani seperti Hedonists118 dan Cynics119 dan orang-orang yang mendukung ‘hukum alam’ khususnya Zeno yang menemukan aliran ‘Stoic’ yang berlawanan dengan Plato. Mereka menemukan ekspresi dari ajaran-ajaran Gnostics, Karpocrates di Alexandria dan juga dipengaruhi oleh beberapa aliran Kristen di Zaman Pertengahan di Prancis, Jerman dan Belanda. Hampir semua dari mereka menjadi korban represi. Dalam sejarah reformasi Bohemia, anarkisme ditemui dalam karya Peter Chelciky (The Net of Faith) yang mengadili negara dan gereja seperti yang dilakukan oleh Leo Tolstoy di kemudian hari. Humanis besar lainnya adalah Rabelais yang dalam karyanya menggambarkan kehidupan yang bebas dari semua cengkraman otoritas. Sebagian dari pemrakarsa ideologi libertarian lainnya adalah La Boetie, Sylvan Marechal, dan Diderot. Karya William Godwin yang berjudul ‘Pertanyaan Mengenai Keadilan Politik dan Pengaruhnya Terhadap Moralitas dan Kebahagiaan’, merupakan bagian penting dari sejarah anarkisme kontemporer. Dalam karyanya tersebut Godwin menjadi orang pertama yang memberikan bentuk yang jelas mengenai filsafat anarkisme dan meletakannya dalam konteks proses evolusi sosial pada saat itu. Karya tersebut, boleh kita bilang adalah ‘buah matang’ yang merupakan hasil daripada evolusi yang panjang dalam perkembangan konsep politik dan sosial radikal di Inggris, yang meneruskan tradisi yang dimulai oleh George Buchanan sampai Richard Hooker, Gerard Winstanley, Algernon Sydney, John Locke, Robert Wallace dan John Bellers sampai Jeremy Bentham, Joseph Priestley, Richard Price dan Thomas Paine. Godwin menyadari bahwa sebab-sebab penyakit sosial dapat ditemukan bukanlah dalam bentuk negara tetapi karena adanya negara itu. Pada saat ini, negara hanyalah merupakan karikatur masyarakat, dan manusia yang ada dalam cengkraman negara ini hanyalah merupakan karikatur diri mereka karena manusia-manusia ini digalakkan untuk menyekat ekspresi alami mereka dan untuk melakukan tindakan-tindakan yang merusak akhlaknya. Hanya dengan cara-cara tersebut, manusia dapat dibentuk menjadi hamba yang taat. Ide Godwin mengenai masyarakat tanpa negara mengasumsikan hak sosial untuk semua kekayaan alam dan sosial, dan kegiatan ekonomi akan dijalankan berdasarkan ko-operasi bebas diantara produsen-produsen; dengan idenya, Godwin menjadi penemu Anarkisme Komunis. Errico Malatesta (1853-1932)

Namun demikian, kelompok anarkisme-komunis pertama kali diformulasikan oleh Carlo Cafiero, Errico Malatesta dan Andrea Costa dari kelompok federasi Italia pada Internasionale I. Pada awalnya kelompok ini (kemudian diikuti oleh anarkis yang lain setelah kematian Bakunin seperti Alexander Berkman, Emma Goldman, dan Peter Kropotkin) bergabung dengan Bakunin menentang kelompok Marxis dalam Internasionale I.Berbeda dengan anarkisme-kolektif yang masih mempertahankan upah buruh berdasarkan kontribusi mereka terhadap produksi, anarkisme-komunis memandang bahwa setiap individu seharusnya bebas memperoleh bagian dari suatu hak milik dalam proses produksi berdasarkan kebutuhan mereka. Kelompok anarkisme-komunis menekankan pada egalitarianism (persamaan), penghapusan hirarki sosial (social hierarchy), penghapusan perbedaan kelas, distribusi kesejahteraan yang merata, penghilangan kapitalisme, serta produksi kolektif berdasarkan kesukarelaan. Negara dan hak milik pribadi adalah hal-hal yang tidak seharusnya eksis dalam anarkisme-komunis. Setiap orang dan kelompok berhak dan bebas untuk berkontribusi pada produksi dan juga untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan pilihannya sendiri.

118 Salah satu Hedonis awal adalah Cyrenaics (400 SM), yang menggagaskan ide bahwa seni kehidupan

adalah memaksimalkan setiap detik kehidupan untuk kenikmatan yang memuaskan indera dan intelek. 119 Para pengikut Diogenes (400-325 SM), yang mengemukakan filsafat hidup bahwa dengan mereduksi

keinginan seseorang sampai pada kebutuhan minimal, disatu sisi memerlukan disiplin diri yang keras, tapi disis lain akan mengantar pada swasembada/ ketidaktergantungan dan kebebasan. Mazhab ini mengalami masa kejayaan pada tahun abad 3 SM dan muncul lagi pada abad 1 M.

Page 71: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

71

4.3. Anarko-Sindikalisme Bendera yang digunakan dalam gerakan Anarko-Sindikalisme.Salah satu aliran yang

berkembang cukup subur di dalam lingkungan anarkisme adalah kelompok anarko-sindikalisme. Tokoh yang terkenal dalam kelompok anarko-sindikalisme antara lain Rudolf Rocker, ia juga pernah menjelaskan ide dasar dari pergerakan ini, apa tujuannya, dan kenapa pergerakan ini sangat penting bagi masa depan buruh dalam pamfletnya yang berjudul Anarchosyndicalism pada tahun 1938.120 Pada awalnya, Bakunin juga adalah salah satu tokoh dalam anarkisme yang gerakan-gerakan buruhnya dapat disamakan dengan orientasi kelompok anarko-sindikalisme, tetapi Bakunin kemudian lebih condong pada anarkisme-kolektif. Anarko-sindikalisme adalah salah satu cabang anarkisme yang lebih menekankan pada gerakan buruh (labour movement). Sindikalisme, dalam bahasa Perancis, berarti ‘trade unionism’. Kelompok ini berpandangan bahwa serikat-serikat buruh (labor unions) mempunyai kekuatan dalam dirinya untuk mewujudkan suatu perubahan sosial secara revolusioner, mengganti kapitalisme serta menghapuskan negara dan diganti dengan masyarakat demokratis yang dikendalikan oleh pekerja. Anarko-sindikalisme juga menolak sistem gaji dan hak milik dalam pengertian produksi. Dari ciri-ciri yang dikemukakan diatas, anarko-sindikalisme sepertinya tidak mempunyai perbedaan dengan kelompok-kelompok anarkisme yang lain. Prinsip-prinsip dasar yang membedakan anarko-sindikalisme dengan kelompok lainnya dalam anarkisme adalah: (1) Solidaritas pekerja (Workers Solidarity); (2) Aksi langsung (direct action); dan (3) Manajemen-mandiri buruh (Workers self-management). 4.4. Anarkisme-Individualisme

Anarkisme individualisme atau Individual-anarkisme adalah salah satu tradisi filsafat dalam anarkisme yang menekankan pada persamaan kebebasan dan kebebasan individual. Konsep ini umumnya berasal dari liberalisme klasik. Kelompok individual-anarkisme percaya bahwa “hati nurani individu seharusnya tidak boleh dibatasi oleh institusi atau badan-badan kolektif atau otoritas publik”. Karena berasal dari tradisi liberalisme, individual-anarkisme sering disebut juga dengan nama “anarkisme liberal”.

Tokoh-tokoh yang terlibat dalam individual-anarkisme antara lain adalah Max Stirner, Josiah Warren, Benjamin Tucker, John Henry Mackay, Fred Woodworth, dan lain-lain. Kebanyakan dari tokoh-tokoh individual-anarkisme berasal dari Amerika Serikat, yang menjadi basis liberalisme. Dan oleh karena itu pandangan mereka terhadap konsep individual-anarkisme kebanyakan dipengaruhi juga oleh alam pemikiran liberalisme.Individual-anarkisme sering juga disebut “anarkisme-egois”, karena salah satu tokohnya, Max Stirner, menulis buku “Der Einzige und sein Eigentum” (Bahasa Inggris: The Ego and Its Own / Bahasa Indonesia: Ego dan Miliknya)121 yang dengan cepat dilupakan, tetapi mengalami kebangkitan lima puluh tahun kemudian, buku tersebut lebih menonjolkan peran individu.Buku Stirner itu pada dasarnya adalah karya filsafat yang menganalisa ketergantungan manusia dengan apa yang dikenal sebagai—kekuasaan yang lebih Tinggi—(higher powers). Dia tidak takut memakai kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari hasil survei. Buku tersebut merupakan pembrontakan yang sadar dan sengaja yang tidak menunjukan kehormatan kepada otoritas dan karenanya sangat menarik bagi pemikir mandiri. 4.5. Varian-varian Anarkisme lainnya

Selain aliran-aliran yang disebut diatas, masih banyak lagi aliran lain yang memakai pemikiran anarkisme sebagai dasarnya. Antara lain: Post-Anarchism, yang dikembangkan oleh Saul Newman dan merupakan sintesis antara teori anarkisme klasik dan pemikiran post-

120 Anarchosyndicalism oleh Rudolph Rocker diterbitkan kembali pada 7 September 2006 121 Stirner, Max (1907). The Ego and His Own. Diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam Bahasa

Inggris oleh Steven T. Byington. New York: Benj. R. Tucker

Page 72: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

72

strukturalis. Anarki pasca-kiri, yang merupakan sintesis antara pemikiran anarkisme dengan gerakan anti-otoritas revolusioner diluar pemikiran ‘kiri’ mainstream. Anarka-Feminisme, yang lebih menekankan pada penolakan pada konsep patriarka yang merupakan perwujudan hirarki kekuasaan. Tokohnya antara lain adalah Emma Goldman. Eko-Anarkisme dan Anarkisme Hijau, yang lebih menekankan pada lingkungan. Anarkisme insureksioner, yang merupakan gerakan anarkis yang menentang segala organisasi anarkis dalam bentuk yang formal, seperti serikat buruh, maupun federasi. Definisi tentang anarkisme insureksioner dijelaskan dalam jurnal Do or Die dan pamflet-pamflet grup Venomous Butterfly yang insureksionis: Adalah suatu bentuk, yang tidak dapat terbakukan dalam satu kubu, serta sangat beragam dalam perspektifnya. Anarkisme Insureksioner bukanlah sebuah solusi ideologis bagi masalah-masalah sosial, dan juga bukan komoditi dalam pasar ideologi yang digelar kapitalisme. Melainkan, ia adalah praktek berkelanjutan yang bertujuan untuk mengakhiri dominasi negara dan berteruskembangnya kapitalisme, yang membutuhkan analisa-analisa dan diskusi-diskusi untuk menjadikannya semakin maju dan berkembang. Menurut sejarahnya, kebanyakan anarkis, kecuali mereka yang percaya bahwa peradaban kapitalisme akan terus berkembang hingga titik kehancurannya sendiri, percaya bahwa sebentuk aktivitas insureksioner dibutuhkan untuk dapat mentransformasikan masyarakat secara radikal. Dalam artian ini, negara harus dipukul mundur dari eksistensinya oleh mereka yang tereksploitasi dan termarjinalkan, dengan demikian para anarkis harus menyerang: menunggu sistem ini melenyap dan menghancurkan dirinya sendiri adalah sebuah kekalahan telak. 5. Anarkisme dan Agama

Pada dasarnya, sejak mulai dari Proudhon, Bakunin, Berkman, dan Malatesta sampai pada kelompok-kelompok anarkis yang lain, anarkisme selalu bersikap skeptik dan anti terhadap institusi agama. Dalam pandangan mereka, institusi keagamaan selalu bersifat hirarki dan mempunyai kekuasaan seperti layaknya negara, dan oleh karena itu harus ditolak. Tetapi dalam agama sendiri (Kristen, Yahudi, Islam, dll) sebenarnya pemikiran akan ‘anarkisme’ dalam pengertian ‘without Ruler’ sudah banyak ditemui. 5.1. Anarkis-Kristen

Dalam agama Kristen, konsep yang dipakai oleh kaum anarkis-kristen adalah berdasarkan konsep bahwa hanya Tuhan yang mempunyai otoritas dan kuasa di dunia ini dan menolak otoritas negara, dan juga gereja, sebagai manifestasi kekuasaan Tuhan. Dari konsep ini kemudian berkembang konsep-konsep yang lain misalnya pasifisme (anti perang), non-violence (anti kekerasan), abolition of state control (penghapusan kontrol negara), dan tax resistance (penolakan membayar pajak). Semuanya itu dalam konteks bahwa kekuasaan negara tidak lagi eksis di bumi dan oleh karena itu harus ditolak. Tokoh-tokoh yang menjadi inspirasi dalam perkembangan gerakan anarkis-kristen antara lain: Soren Kierkegaard, Henry David Thoreau, Nikolai Berdyaev, Leo Tolstoy, dan Adin Ballou.

5.2. Anarkisme dan Islam (Hakim Bey)

Dalam agama Islam, kelompok anarkisme melakukan interpretasi terhadap konsep bahwa Islam adalah agama yang bercirikan penyerahan total terhadap Allah, yang berarti menolak peran otoritas manusia dalam bentuk apapun. Anarkis-Islam menyatakan bahwa hanya Allah yang mempunyai otoritas di bumi ini serta menolak ketaatan terhadap otoritas manusia dalam bentuk fatwa atau imam. Hal ini merupakan elaborasi atas konsep ‘tiada pemaksaan dalam Beragama’. Konsep anarkisme-islam kemudian berkembang menjadi konsep-konsep lainnya yang mempunyai kemiripan dengan ideologi sosialis seperti pandangan terhadap hak milik, penolakan terhadap riba, penolakan terhadap kekerasan dan

Page 73: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

73

mengutamakan self-defense, dan lain-lain. Kelompok-kelompok dalam Islam yang sering diasosiasikan dengan anarkisme antara lain : Sufisme dan Kelompok Hashshashin. Salah seorang tokoh muslim anarkis yang berpengaruh yaitu Peter Lamborn Wilson, yang selalu menggunakan nama pena Hakim Bey. Dia mengkombinasikan ajaran sufisme dan neo-pagan dengan anarkisme dan situasionisme. Dia juga merupakan seorang yang terkenal dengan konsepnya Temporary Autonomus Zones. Yakoub Islam, seorang anarkis muslim, pada 25 Juni 2005 mempublikasikan Muslim Anarchist Charter (Piagam Muslim Anarkis), yang berbunyi: Tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusannya; Tujuan dari hidup ialah untuk membangun sebuah hubungan kasih yang damai dengan Yang Maha Esa melalui pemahaman untuk bertindak sesuai ajaran, wahyu, serta tanda-tandanya di dalam Penciptaannya juga hati manusia; Demi tujuan seperti itu kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk mempelajarinya dengan kehendak hati yang bebas, dan secara sadar menolak setiap bentuk kompromi dengan institusi kekuasaan, entah dalam bentukbnya yang yuridis, relijius, sosial, korporatik maupun politis; Demi tujuan seperti itu kita harus aktif di dalam kegiatan merealisasikan keadilan yang bertujuan untuk membangun sebuah komunitas-komunitas dan masyarakat dimana pembangunan jiwa yang spiritual tidak terbatasi lagi oleh kemiskinan, tirani, dan ketidakpedulian. Muslim Anarchist Charter menolak: Kekuatan fasis yang bertujuan untuk memapankan kebenaran tunggal yang absolut, termasuk patriarki, kerajaan, dan kapitalisme. 6. Kritik atas Anarkisme

Baik secara teori ataupun praktek, anarkisme telah menimbulkan perdebatan dan kritik-kritik atasnya. Beberapa kritik dilontarkan oleh lawan utama dari anarkisme seperti pemerintah. Beberapa kritik lainnya bahkan juga dilontarkan oleh para anarkis sendiri serta ada juga yang muncul dari kalangan kaum kiri otoritarian seperti yang dilontarkan oleh kalangan marxisme. Kritik biasanya dilontarkan sekitar permasalahan idealisme anarkisme yang mustahil dapat diterapkan di dunia nyata, seperti apa yang banyak dipecaya oleh para anarkis mengenai ajaran bahwa manusia pada dasarnya baik dan bisa menggalang solidaritas kemanusiaan untuk kesejahteraan manusia tanpa penindasan oleh sebagiannya yang hal tersebut banyak dibantah oleh para ekonom. Dan juga mengenai ajaran bahwa setiap manusia lahir bebas setara yang juga dibantah oleh para pakar sosiolog.122 Kritik juga dilontarkan atas penolakan anarkisme terhadap organisasi sentralis seperti pemerintahan kaum buruh, partai revolusioner, dan lain sebagainya, yang dianggap oleh banyak pihak justru akan melemahkan posisi kaum anarkis apabila revolusi terjadi. Hal ini juga yang dituduhkan kepada para anarkis saat revolusi Spanyol terjadi, paska pengambilan kekuasaan oleh kaum proletariat atas rezim fasis yang pada saat itu berkuasa di Spanyol.123[]

122 Zaro Sastrowardoyo, Anarkisme Sosial. 123 Manifesto World Revolution.

Page 74: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

74

Hand-Out 07: ANARKISME DAN MARXISME124

Saat komunisme anarkis dan marxisme adalah dua filsafat politik yang berbeda,

terdapat beberapa kemiripan antara metodologi dan ideologi yang dikembangkan oleh beberapa anarkis dan Marxis, bahkan sejarah keduanya juga saling beririsan. Keduanya berbagi tujuan-tujuan jangka panjang yang serupa (komunisme tanpa negara), musuh politik yang sama (konservatif dan elemen-elemen sayap kanan), melawan target-target struktural yang sama (kapitalisme dan pemerintahan yang eksis saat ini). Banyak Marxis telah turut berpartisipasi dengan sepenuh hati dalam revolusi-revolusi anarkis, dan banyak anarkis yang juga berlaku demikian dalam revolusi-revolusi Marxis. Tetapi bagaimanapun juga, anarkisme dan Marxisme tetap menyimpan saling ketidaksetujuan yang kuat atas beberapa isu, termasuk di dalamnya peran alamiah negara, struktur kelas dalam masyarakat dan metoda materialisme historis. Dan selain bentuk kerjasama, terjadi juga konflik-konflik berdarah antara para anarkis dan Marxis, seperti yang terjadi dalam represi-represi yang dijalankan oleh para pendukung Uni Soviet melawan para anarkis. 1. Argumen-argumen Seputar Isu Negara

Para ahli ilmu-ilmu politik modern pada umumnya mendefinisikan “negara” sebagai sebuah institusi yang tersentralisir, hirarkis dan berkuasa yang mengembangkan sebuah monopoli atas penggunaan kekuasaan fisik yang terlegitimasi, tak beranjak dari definisi yang awalnya diajukan oleh seorang sosiologis Jerman, Max Weber, dalam esai tahun 1918-nya, Politik-Politik Sebagai sebuah Lapangan Pekerjaan. Definisi ini diterima oleh nyaris semua mazhab-mazhab pemikiran politik modern selain Marxisme, termasuk di dalamnya anarkisme. Marxisme memiliki definisi yang unik tentang negara: negara adalah sebuah organ represi kelas yang satu atas kelas yang lain. Bagi para Marxis, setiap negara secara intrinsik adalah sebuah kediktatoran kelas yang satu atas kelas lainnya. Dengan demikian, dalam teori Marxis dipahami bahwa lenyapnya kelas akan berbarengan dengan lenyapnya negara. Bagaimanapun juga, tetap terdapat pertemuan di antara kedua kubu. Para anarkis percaya bahwa setiap negara secara tak terelakkan akan didominasi oleh elit-elit politik dan ekonomi, yang dengan demikian secara efektif menjadi sebuah organ dominasi politik. Dari sudut yang berbeda, para Marxis percaya bahwa represi kelas yang berhasil selalu mengikutsertakan kapasitas kekerasan yang superior, dan bahwa seluruh masyarakat selain sosialisme dikuasai oleh sebuah kelas minoritas, maka dalam teori Marxis semua negara non-sosialis akan memiliki karakter negara seperti yang diyakini oleh para anarkis. 1.1. Proses Transisi

Teori tentang negara menentukan secara langsung pertanyaan praksis tentang bagaimana transisi menuju masyarakat tanpa negara yang diidam-idamkan baik oleh para anarkis maupun Marxis tersebut mengambil bentuknya. Kaum Marxis percaya bahwa sebuah transisi yang berhasil menuju komunisme, yang jelas berarti masyarakat tanpa negara, akan membutuhkan sebuah represi atas para kapitalis yang apabila dibiarkan tentu akan membangun kembali kekuatannya, dan akan dibutuhkan juga eksistensi negara dalam sebuah bentuk yang dikontrol oleh para pekerjanya. Kaum anarkis menentang “negara pekerja” yang diadvokasikan oleh para Marxis sebagai sesuatu yang tidak logis semenjak sesegera sebuah kelompok mulai memerintah melalui aparatus negara, maka mereka akan berhenti menjadi pekerja (apabila sebelumnya mereka adalah pekerja) dan dengan demikian akan segera bertransformasi menjadi penindas baru.

124 Bahwa dua kubu yang dibahas dalam tulisan ini adalah kecenderungan dalam Anarkisme dan Marxisme Klasik. Lihat pula Anarkisme, Marxisme, Komunisme, Marxis Otonomis, Komunis Libertarian.

Page 75: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

75

Kaum anarkis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada Uni Soviet yang berkarakter anti demokrasi serta berbagai negara “Marxis” lain, sementara para Marxis mendukung argumen mereka dengan merujuk pada kehancuran revolusi-revolusi yang dipimpin para anarkis semacam dalam Revolusi Meksiko 1910 dan Perang Sipil Spanyol. Dengan demikian, kaum anarkis berusaha untuk “menghancurkan” negara yang eksis saat ini, serta segera menggantikannya dengan konsil-konsil pekerja, sindikat-sindikat atau berbagai metoda organisasional yang desentralis dan non-hirarkis. Kaum Marxis secara kontras, justru berusaha “merebut kekuasaan”, yang berarti secara gradual mengambil alih negara borjuis yang eksis saat ini, atau menghancurkan negara yang eksis saat ini melalui sebuah revolusi dan menggantinya dengan sebuah negara baru yang tersentralisir (Leninisme, Trotskyisme, Maoisme) atau melalui sebuah sistem konsil pekerja (Komunisme Konsilis, Marxisme Otonomis). Posisi kaum Marxis melebur ke dalam anarkisme pada akhir spektrumnya, karena kaum anarkis juga saling tidak setuju di antara mereka sendiri tentang bagaimana sebuah sistem konsil pekerja yang demokratis dan memonopoli kekerasan akan dapat dianggap sebagai sebuah struktur negara atau tidak, sementara kaum Marxis bertengkar di antara mereka sendiri sebagian besarnya atas bentuk kediktatoran proletariat. 1.2. Partai Politik

Isu perebutan negara mengarah pada isu tentang keberadaan partai politik, yang juga memisahkan jalan antara kaum anarkis dan Marxis. Kebanyakan kaum Marxis melihat partai politik sebagai sesuatu yang berguna atau bahkan dibutuhkan untuk merebut kekuasaan negara, semenjak mereka kebanyakan melihat bahwa sebuah upaya yang terkoordinasi dan tersentralisirlah yang akan mampu mengalahkan kelas kapitalis dan negara, serta memapankan sebuah badan koordinasi yang mampu mempertahankan revolusi. Partai politik juga menjadi sentral perjuangan semenjak mayoritas kaum Marxis percaya bahwa kesadaran kelas harus disuntikkan ke dalam kelas pekerja, yang seringkali harus dilakukan oleh mereka yang berada di luar kelas tersebut. Tapi bagaimanapun juga, kaum Marxis saling berbeda pendapat tentang apakah sebuah partai revolusioner harus turut serta dalam sebuah pemilu borjuis atau tidak, peran apa yang harus dijalankan pasca revolusi, dan bagaimana ia harus diorganisir. Di sisi lain, para anarkis umumnya menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, menolak membentuk sebuah partai politik, semenjak mereka melihat struktur organisasinya yang hirarkis sebagai sebuah kedenderungan otoritarian dan menindas, walaupun toh kebanyakan kaum anarkis juga tak mampu menjawab tentang bagaimana sebuah kesadaran revolusioner dapat dibangkitkan tanpa keberadaan kekuatan kelompok-kelompok pelopor, yang bagi kaum Marxis terwujud melalui partai politik. Bagaimanapun juga perdebatan dan berbagai perbedaan saling berhadap-hadapan, banyak dari mereka, para anarkis, mengorganisir secara politis berdasarkan pada sistem demokrasi langsung dan federalisme dalam upayanya untuk berpartisipasi secara lebih efektif di tengah perjuangan popular dan mendorong rakyat menuju revolusi sosial.

1.3. Kekerasan dan Revolusi

Pertanyaan praksis lainnya yang berhubungan dekat dengan teori negara adalah kapan dan sebesar apa kekerasan dapat diterima dalam upayanya untuk meraih kemenangan dalam sebuah revolusi. Para anarkis berargumen bahwa seluruh bentuk negara adalah sesuatu yang tak dapat dilegitimasi lagi karena semuanya bergantung pada kekerasan yang sistematis, dan sementara sebagian dari para anarkis dapat membenarkan saat kekerasan berskala kecil atau pembunuhan terarah atas elit-elit dilakukan berdasarkan atas kebutuhan dalam beberapa kasus (misalnya kampanye “Propaganda by the Deeds”), kekerasan massal melawan rakyat biasa “sebagaimana yang dipraktekkan oleh Lenin dan Trotsky dalam menumpas pemberontakan Kronstadt dan Makhnovis, oleh Stalin dalam “Pembersihan Besar-Besaran” atau oleh Mao

Page 76: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

76

selama “Revolusi Kultural”, tak akan pernah dapat diterima dan dibenarkan. Kebanyakan kaum Marxis berargumen bahwa kekerasan berskala besar dapat dibenarkan dan dengan demikian “perang keadilan” adalah sesuatu yang mungkin, setidaknya dalam lingkup terbatas dari pertahanan diri secara kolektif, misalnya dalam melawan sebuah kudeta atau invasi imperialis. Beberapa lainnya (khususnya para Stalinis) berargumen lebih jauh, bahwa tujuan dapat menghalalkan cara, sehingga dalam teorinya, sejumlah apapun kekerasan dan pertumpahan darah akan dapat dibenarkan dalam upayanya untuk menuju komunisme. 2. Argumen-argumen Seputar Isu Kelas

Analisa-analisa kelas baik dari kaum Marxis ataupun anarkis berdasarkan pada ide bahwa masyarakat terbagi ke dalam berbagai macam “kelas-kelas” yang berbeda, masing-masing memiliki kepentingan yang juga berbeda tergantung pada kondisi materialnya. Kelas-kelas tersebut juga berbeda, bagaimanapun juga, dalam soal di mana mereka menarik garis pemisah di antara mereka. Bagi kaum Marxis, dua kelas yang paling relevan adalah “borjuis” (pemilik alat produksi dan tidak bekerja) dan proletariat (mereka yang tak memiliki alat produksi dan harus bekerja oleh karenanya). Marx percaya bahwa kondisi-kondisi pekerja industri yang unik serta menyejarah akan mendorong mereka untuk mengorganisir diri mereka bersama-sama untuk kemudian mengambil alih peran negara dan alat-alat produksinya dari kelas borjuis, mengkolektivisasinya, serta menciptakan sebuah masyarakat tanpa kelas yang diselenggarakan oleh para proletariat sendiri. Mayoritas para Marxis, merujuk pada analisa-analisa Karl Marx sendiri, mengesampingkan para petani, pemilik alat produksi kecil “borjuis kecil” dan lumpen proletariat “level terendah dari proletariat, yang biasanya menganggur, miskin, tidak memiliki kemampuan kerja, kriminal dan karakteristik mereka yang paling sering ditemui adalah ketiadaan kesadaran kelas “sebagai kelompok-kelompok yang tak akan mampu menciptakan revolusi. Analisa kelas kaum anarkis telah mendahului Marxisme dan berkontradiksi dengannya. Kaum anarkis berargumen bahwa bukanlah kelas penguasa secara keseluruhan yang sesungguhnya mengatur jalannya negara, melainkan sekelompok minoritas yang menjadi bagian di dalam kelas penguasa (yang dengan demikian juga mempertahankan kepentingannya), memiliki fokus-fokus mereka sendiri, di antaranya yaitu mempertahankan kekuasaan.

Sekelompok minoritas revolusioner yang mengambil alih kekuasaan negara dan memaksakan keinginannya pada rakyat berarti juga tidak berbeda dengan otoritarianisme sekelompok kecil penguasa dalam sistem kapitalisme, yang tentu juga akan segera bertransformasi menjadi sebuah kelas penguasa baru. Hal ini telah diprediksikan oleh Bakunin jauh sebelum revolusi Oktober di Russia terjadi. Selain itu, para anarkis juga melihat bahwa sebuah revolusi yang sukses tak akan pernah dapat lepas dari dukungan para petani, dan hal ini hanya dapat dilakukan dengan melakukan redistribusi lahan di antara para petani tak bertanah. Dengan demikian jelas bahwa kaum anarkis menolak kepemilikan tanah oleh negara, serta mereka menganggap bahwa kolektivisasi sukarela jauh lebih efisien dan layak didukung (berdasarkan pada kasus perang sipil Spanyol 1936 di mana para anarkis mempopulerkan kolektivisasi lahan, sementara mereka yang sebelumnya telah memiliki lahan sendiri diperbolehkan untuk tetap memilikinya tetapi dilarang menyewa tenaga kerja untuk mengolah lahan tersebut). Beberapa anarkis modern (khususnya para pendukung parekon ekonomi partisipatif) berargumen bahwa kini terdapat tiga kelas yang relevan bagi sebuah perubahan sosial, bukan hanya dua. Secara kasar, mereka adalah kelas pekerja (termasuk di dalamnya setiap orang yang menggunakan tenaga kerjanya dalam memproduksi atau mendistribusikan produk termasuk mereka dalam industri jasa), kelas koordinator (mereka yang pekerjaannya adalah mengkoordinasikan dan memanajemeni para pekerja) dan kaum elit atau kelas pemilik (yang mana pendapatannya diambil atas kemakmuran dan sumber daya). Para anarkis ini menyatakan dengan tegas bahwa Marxisme telah gagal dan akan selalu gagal,

Page 77: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

77

karena ia menciptakan sebuah kediktatoran melalui kelas-kelas koordinator dan karenanya juga “kediktatoran proletariat” secara logis menjadi tak mungkin. Perbedaan-perbedaan inti tersebut kemudian memunculkan fakta bahwa para anarkis tidak membeda-bedakan petani, lumpen dan proletariat, melainkan mereka mendefinisikan bahwa mereka yang harus bekerja untuk bertahan hidup adalah kelas pekerja (walaupun terdapat berbagai perbedaan politik dari berbagai sektor sosial yang berbeda dalam kelas pekerja).

Selanjutnya, analisa kelas Marxian memiliki konsekuensi tentang bagaimana kaum Marxis memandang gerakan-gerakan pembebasan seperti gerakan perempuan, gerakan masyarakat adat, gerakan minoritas etnis dan gerakan homoseksual. Kaum Marxis mendukung beberapa gerakan pembebasan, tidak hanya karena gerakan tersebut memang harus didukung atas tuntutan dan programnya, melainkan karena gerakan-gerakan tersebut dibutuhkan bagi sebuah revolusi kelas pekerja yang tak akan dapat berhasil tanpa persatuan. Bagaimanapun juga, kaum Marxis percaya bahwa seluruh upaya rakyat yang tertindas dalam membebaskan dirinya sendiri akan gagal kecuali mereka mengorganisir diri dalam garis kelasnya, karena para borjuis yang terdapat dalam setiap gerakan tersebut dalam titik tertentu akan mengkhianati perjuangan, dan di bawah kapitalisme, kekuasaan sosial terpusat pada siapa yang menguasai alat produksi. Para anarkis mengkritisi kaum Marxis karena terlalu memberi prioritas pada perjuangan kelas. Mereka menjelaskan bahwa perubahan arah sejarah, perjuangan antara mereka yang tertindas dan menindas, beroperasi dengan dinamikanya sendiri. Para anarkis melihat gerakan pembebasan rakyat tertindas secara fundamental dapat dilegitimasi, tak peduli apakah itu gerakan proletariat, gerakan petani, atau apapun, tanpa merasa perlu untuk mengkotakkan mereka dalam sebuah skema gerakan khusus bagi revolusi. Walaupun demikian, banyak juga anarkis yang percaya bahwa perjuangan isu tunggal hanya akan membatasi ruang pandang dan gerak, dan karenanya harus selalu melihat sebuah perjuangan dalam kerangka perjuangan yang lebih besar (sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Marxis). 3. Argumen Seputar Metoda Materialisme Historis

Marxisme menggunakan sebuah bentuk analisa perkembangan masyarakat manusia yang disebut “materialisme historis”. Analisa ini menempatkan ide bahwa manusia hidup dalam sebuah dunia material yang terdeterminasi, dan aksi untuk mengubah dunia terdapat dalam batas-batas apa yang memang dapat dicapai sesuai dengan alur kesejarahan. Secara lebih spesifik, relasi produksi yang menjadi basis fundamental sistem ekonomi adalah alat penentu gerak sejarah. Yang menggaris bawahi proses tersebut adalah adanya ide tentang kontradiksi dan pertentangan antar kelas yang secara alamiah membentuk serta menggerakkan kemajuan sosial. Marx mengambil formulasi materialisme historis ini dari sistem filsafat dialektika Hegel. Metoda ini bekerja melalui asumsi bahwa setiap fenomena alam hanya dapat didefinisikan dengan cara mengkontraskannya dengan fenomena lain. Marx dan Engels berargumen bahwa metoda tersebut dapat diaplikasikan pada masyarakat manusia dalam bentuk materialisme historis, sehingga kelas-kelas masyarakat yang ada dapat dipelajari dengan menggunakan kontradiksinya, misalnya, karakteristik majikan hanya dapat dipahami apabila dikontraskan dengan karakteristik pekerja. Sementara mayoritas para anarkis, menggunakan berbagai macam alat analisa sosial, walaupun sebagian anarkis lain melihat materialisme historis ini sangat efektif untuk digunakan sebagai pisau analisa mereka dan melihatnya sebagai sebuah titik pemersatu dalam sebuah perjuangan kelas. Mayoritas anarkis, bahkan juga menganggap bahwa materialisme historis adalah sebuah ilmu palsu yang tak dapat dibuktikan secara universal. Mereka juga menganggap bahwa metoda ini hanya akan mendehumanisasikan analisa-analisa sosial politik dan jelas karenanya menjadi tidak layak digunakan sebagai sebuah metodologi universal.

Page 78: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

78

3.1. Determinisme Sebuah interpretasi yang simpel dari materialisme historis menyatakan bahwa apabila

memang Marxisme benar tentang kelas-kelas yang saling berkontradiksi di bawah beroperasinya sistem kapitalisme, maka sebuah revolusi kelas pekerja tak akan terelakkan lagi. Beberapa Marxis, khususnya mereka para pemimpin Internasional Kedua, meyakini hal ini. Bagaimanapun juga, tingkat di mana revolusi harus dilakukan oleh mereka yang telah sadar akan posisi kelasnya, menjadi sebuah perdebatan tersendiri di kalangan kaum Marxis, yang mana sebagian berpendapat bahwa pernyataan Karl Marx yang terkenal, “Aku bukan seorang Marxis”, adalah sebuah penolakan konsep determinisme. Perdebatan ini diperdalam dengan terjadinya Perang Dunia I, saat partai-partai sosial demokrat dari Internasional Kedua mendukung upaya-upaya negara untuk terlibat di dalam perang.

Sementara di sisi lain, para Marxis yang menjadi oposisi perang, seperti Rosa Luxemburg, menyalahkan Internasional Kedua sebagai sebuah “pengkhianatan” atas doktrin sosialisme yang pada gilirannya dianggap hanya berupaya untuk mereformasi negara kapitalis. Sementara sebagaimana mayoritas anarkis menolak metoda dialektika historis materialis, para anarkis tersebut juga tidak memiliki klaim tentang bagaimana sebuah revolusi akan terjadi. Mereka melihat bahwa revolusi dapat terjadi hanya apabila memang masyarakat menghendakinya.

4. Anarko-Komunisme

Anarko-Komunisme adalah suatu bentuk dari anarkisme yang mengajarkan penghapusan negara (atau institusi kenegaraan) dan faham kapitalisme, untuk sebuah jaringan asosiasi sukarela di mana semua orang bebas untuk memenuhi kebutuhannya.Anarko-Komunisme juga dikenal dengan sebutan anarkis komunisme, komunis anarkisme, anarkisme-komunis ataupun komunisme libertarian. Namun, walaupun semua anarkis komunis adalah komunis libertarian, tetapi tidak semua komunis libertarian adalah anarkis (menganut faham anarkisme), misalnya dewan komunis. Hal yang membedakan anarko-komunisme dari varian lain dari libertarian komunisme adalah bentuk oposisinya terhadap segala bentuk kekuasaan politik, hirarki dan dominasi. Komunisme bisa tumbuh subur dinegara-negara miskin maupun negara berkembang, namun dengan runtuhnya negara-negara komunis yang kuat menyebabkan faham-faham komunis inipun tidak akan bisa berkembang menjadi besar. 4.1. Internasionale Pertama

Kelompok anarkisme-komunis pertama kali diformulasikan oleh Carlo Cafiero, Errico Malatesta dan Andrea Costa dari kelompok federasi Italia pada Internasionale I. Pada awalnya kelompok ini (kemudian diikuti oleh anarkis yang lain setelah kematian Bakunin seperti Alexander Berkman, Emma Goldman, dan Peter Kropotkin) bergabung dengan Bakunin menentang kelompok Marxis dalam Internasionale I. Berbeda dengan anarkisme-kolektif yang masih mempertahankan upah buruh berdasarkan kontribusi mereka terhadap produksi, anarkisme-komunis memandang bahwa setiap individu seharusnya bebas memperoleh bagian dari suatu hak milik dalam proses produksi berdasarkan kebutuhan mereka. 4.2. Prinsip Dasar

Kelompok anarkisme-komunis menekankan pada egalitarianisme (persamaan), penghapusan hirarki sosial (social hierarchy), penghapusan perbedaan kelas, distribusi kesejahteraan yang merata, penghilangan kapitalisme, serta produksi kolektif berdasarkan kesukarelaan. Negara dan hak milik pribadi adalah hal-hal yang tidak seharusnya eksis dalam anarkisme-komunis. Setiap orang dan kelompok berhak dan bebas untuk berkontribusi pada produksi dan juga untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan pilihannya sendiri.Salah satu

Page 79: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

79

hal yang membedakan antara anarkisme-kolektif dengan anarkisme-komunis adalah pandangan mengenai gaji dan upah pekerja. Anarkisme-komunis berpendapat bahwa tidak ada satu carapun yang dapat mengukur kontribusi seseorang terhadap proses produksi dan ekonomi karena kesejahteraan adalah hasil dari produksi bersama. Sistem ekonomi yang berdasarkan gaji/upah pekerja dan hak milik adalah bentuk penyiksaan negara dan aparaturnya dengan tujuan untuk mempertahankan hak milik pribadi dan juga ketidakseimbangan hubungan ekonomi diantara para pelaku produksi. Selain itu, anarkisme-komunis menolak sistem gaji/upah pekerja dengan dasar filosofi bahwa pada hakikatnya manusia itu “malas” dan “egois”. Anarkisme-komunis juga mendukung komunisme (dalam sistem pemikiran Marxisme) dengan penekanan pada penjaminan kebebasan dan juga kesejahteraan bagi setiap orang, dan tidak mendukung komunisme dalam hal yang berhubungan dengan kekuasaan. Hal inilah yang membuat anarkisme-komunis sering disamakan dengan filsafat egalitarian.[]

Page 80: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

80

Hand-Out 08: KONSERVATISME

Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional.

Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservare, melestarikan; “menjaga, memelihara, mengamalkan”. Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante. Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang otentik sebagai “bertahannya dan penguatan orang-orang tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang dilembagakan. Roger Scruton menyebutnya sebagai pelestarian ekologi sosial dan politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberadaan sebagai kehidupan dan kesehatan dari suatu organisme sosial. 1. Perkembangan Pemikiran

Konservatisme belum pernah, dan tidak pernah bermaksud menerbitkan risalat-risalat sistematis seperti Leviathan karya Thomas Hobbes atau Two Treatises of Pemerintah karya Locke. Akibatnya, apa artinya menjadi seorang konservatif di masa sekarang seringkali menjadi pokok perdebatan dan topic yang dikaburkan oleh asosiasi dengan bermacam-macam ideologi atau partai politik (dan yang seringkali berlawanan). R.J. White pernah mengatakannya demikian: “Menempatkan konservatisme di dalam botol dengan sebuah label adalah seperti berusaha mengubah atmosfer menjadi cair. Kesulitannya muncul dari sifat konservatisme sendiri. Karena konservatisme lebih merupakan suatu kebiasaan pikiran, cara merasa, cara hidup, daripada sebuah doktrin politik.” Meskipun konservatisme adalah suatu pemikiran politik, sejak awal, ia mengandung banyak alur yang kemudian dapat diberi label konservatif, baru pada Masa Penalaran, dan khususnya reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar Revolusi Perancis pada 1789, konservatisme mulai muncul sebagai suatu sikap atau alur pemikiran yang khas. Banyak orang yang mengusulkan bahwa bangkitnya kecenderungan konservatif sudah terjadi lebih awal, pada masa-masa awal Reformasi, khususnya dalam karya-karya teolog Anglikan yang berpengaruh, Richard Hooker “yang menekankan pengurangan dalam politik demi menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan menuju keharmonisan sosial dan kebaikan bersama. Namun baru ketika polemic Edmund Burke muncul-Reflections on the Revolution in France-konservatisme memperoleh penyaluran pandangan-pandangannya yang paling berpengaruh.

Edmund Burke (1729-1797) Negarawan Inggris-Irlandia Edmund Burke, yang dengan gigih mengajukan argumen menentang Revolusi Perancis, juga bersimpati dengan sebagian dari tujuan-tujuan Revolusi Amerika. Tradisi konservatif klasik ini seringkali menekankan bahwa konservatisme tidak mempunyai ideologi, dalam pengertian program utopis, dengan suatu bentuk rancangan umum. Burke mengembangkan gagasan-gagasan ini sebagai reaksi terhadap gagasan ‘tercerahkan’ tentang suatu masyarakat yang dipimpin oleh nalar yang abstrak. Meskipun ia tidak menggunakan istilah ini, ia mengantisipasi kritik terhadap modernisme, sebuah istilah yang pertama-tama digunakan pada akhir abad ke-19 oleh tokoh konservatif keagamaan Belanda Abraham Kuyper. Burke merasa terganggu oleh Pencerahan, dan sebaliknya menganjurkan nilai tradisi. Meskipun secara nominal Konservatif, Disraeli bersimpati dengan beberapa tuntutan dari kaum Chartis dan membela aliansi antara kaum bangsawan yang bertanah dengan kelas pekerjaan dalam menghadapi kekuatan kelas menengah yang meningkat. Ia membantu pembentukan kelompok Inggris Muda pada 1842 untuk mempromosikan pandangan bahwa yang kaya harus menggunakan kekuasaan mereka untuk melindungi yang miskin dari eksploitasi oleh kelas menengah. Perubahan Partai

Page 81: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

81

Konservatif menjadi suatu organisasi massa modern dipercepat oleh konsep tentang “Demokrasi Tory“ yang dihubungkan dengan Lord Randolph Churchill.

Sebuah koalisi Liberal-Konservatif pada masa Perang Dunia I berbarengan dengan bangkitnya Partai Buruh, mempercepat runtuhnya kaum Liberal pada 1920-an. Setelah Perang Dunia II, Partai Konservatif membuat konsesi-konsesi bagi kebijakan-kebijakan sosialis kaum Kiri. Kompromi ini adalah suatu langkah pragmatis untuk memperoleh kembali kekuasaan, tetapi juga sebagai akibat dari sukses-sukses awal dari perencanaan sentral dan kepemilikan negara yang menciptakan suatu consensus lintas-partai. Hal ini dikenal sebagai ‘Butskellisme’, setelah kebijakan-kebijakan Keynesian yang hampir identik dari Rab Butler atas nama kaum Konservatif, dan Hugh Gaitskell untuk Partai Buruh. Namun demikian, pada 1980-an, di bawah pimpinan Margaret Thatcher, dan pengaruh Sir Keith Joseph, Partai ini kembali ke gagasan-gagasan ekonomi liberal klasik, dan swastanisasi dari banyak perusahaan negara pun diberlakukan. Untuk pembahasan lebih terinci, lihat Sejarah Partai Konservatif. Warisan Thatcher bersifat campuran. Sebagian komentator menyatakan bahwa ia menghancurkan konsensus tradisional dan filosofi Partai, dan, dengan melakukan hal itu, menicptakan suatu situasi di mana public tidak benar-benar tahu nilai-nilai apa yang dipegang oleh Partai. Kini Partai Konservatif mencoba mencari jati dirinya. 1.1. Eropa

Di bagian-bagian lain dari Eropa, konservatisme arus utama seringkali diwakili oleh partai-partai Kristen Demokrat. Mereka membentuk faksi besar Partai Rakyat Eropa di Parlemen Eropa. Asal-usul partai-partai ini umumnya adalah partai-partai Katolik dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dan ajaran sosial Katolik seringkali menjadi inspirasi awal mereka. Setelah bertahun-tahun, konservatisme pelan-pelan menjadi inspirasi ideologis utama mereka, dan mereka umumnya menjadi kurang Katolik. CDU, partai saudaranya di Bavaria Uni Sosial Kristen (CSU), dan Imbauan Kristen Demokrat (CDA) di Belanda adalah partai-partai Protestan-Katolik.

Di negara-negara Nordik, konservatisme diwakili dalam partai-partai konservatif liberal seperti Partai Moderat di Swedia dan Partai Rakyat Konservatif di Denmark. Secara domestik, partai-partai ini umumnya mendukung kebijakan kebijakan yang berorientasi pasar, dan biasanya memperoleh dukungan dari komunitas bisnis serta kaum profesional kerah putih. Secara internasional, mereka umumnya mendukung Uni Eropa dan pertahanan yang kuat. Pandangan-pandangan mereka tentang masalah-masalah sosial cenderung lebih liberal daripada, misalnya, Partai Republik Amerika Serikat. Konservatisme sosial di negara-negara Nordik seringkali ditemukan dalam partai-partai Kristen Demokrat mereka. Di beberapa negara Nordik, partai-partai populis sayap kanan telah memperoleh dukungan sejak 1970-an. Politik mereka telah dipusatkan pada pemotongan pajak, pengurangan imigrasi, dan undang-undang yang lebih keras dan kebijakan-kebijakan ketertiban.

Pada umumnya, orang dapat mengklaim bahwa kaum konservatif Eropa cenderung untuk lebih moderat dalam berbagai isu sosial dan ekonomi, daripada konservatif Amerika. Mereka cenderung cukup bersahabat dengan tujuan-tujuan negara kesejahteraan, meskipun mereka juga prihatin dengan lingkungan bisnis yang sehat. Namun demikian, beberapa kelompok cenderung lebih mendukung agenda-agenda libertarian atau laissez-faire yang lebih konservaitf, khususnya di bawah pengaruh Thatcherisme. Kelompok-kelompok konservatif Eropa sering memandang diri mereka sebagai pengawal-pengawal prudence, moderasi, pengalaman-pengalaman histories yang sudah teruji, dibandingkan dengan radikalisme dan eksperimen-eksperimen sosial. Persetujuan dari budaya tinggi dan lembaga-lembaga politik yang mapan seperti monarki ditemukan dalam konservatisme Eropa. Kelompok-kelompok konservatif arus utama seringkali adalah pendukung-pendukung gigih Uni Eropa. Namun demikian, orang juga dapat menemukan pula unsur-unsur nasionalisme di banyak negara.

Page 82: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

82

1.2. Tiongkok Di Tiongkok konservatisme didasarkan pada ajaran-ajaran Kong Hu Cu. Kong Hu Cu

yang hidup pada masa kekacauan dan peperangan antara berbagai kerajaan, banyak menulis tentang pentingnya keluarga, kestabilan sosial, dan ketaatan terhadap kekuasaan yang adil. Gagasan-gagasannya terus menyebar di masyarakat Tiongkok. Konservatisme Tiongkok yang tradisional yang diwarnai oleh pemikiran Kong Hu Cu telah muncul kembali pada tahun-tahun belakangan ini, meskipun selama lebih dari setengah abad ditekan oleh pemerintahan Marxis-Leninis yang otoriter.Setelah kematian Mao pada 1976, tiga faksi berebutan untuk menggantikannya: kaum Maois garis keras, yang ingin melanjutkan mobilisasi revolusioner; kaum restorasionis, yang menginginkan Tiongkok kembali ke model komunisme Soviet; dan para pembaharu, yang dipimpin oleh Deng Xiaoping, yang berharap untuk mengurangi peranan ideology dalam pemerintahan dan merombak ekonomi Tiongkok.

Nilai-nilai Tiongkok yang tradisional telah muncul dengan cukup kuat, meskipun lama ditekan oleh rezim komunis yang revolusioner. Saat ini, Partai Komunis Tiongkok dikelola oleh para teknokrat, yang mengusahakan stabilitas dan kemajuan ekonomi, sementara menindas kebebasan berbicara dan agama. Partai dilihat oleh sebagian orang sebagai penerima Mandat Surgawi, sebuah gagasan Tiongkok tradisional. Partai Komunis menjinakkan dirinya sendiri dan tidak lagi secara konsisten menganjurkan teori Marxis yang revolusioner, dan sebaliknya berpegang pada fleksibilitas ideologist teologi yang konsisten dengan ucapan Deng Xiaoping, yakni mencari kebenaran di antara fakta. Cinta tanah air dan kebanggaan nasional telah muncul kembali seperti halnya pula tradisionalisme. Nasionalisme Tiongkok cenderung mengagung-agungkan negara Tiongkok yang sangat tersentralisasi dan kuat. Pemerintah berusaha untuk memenangkan dan mempertahankan kesetiaan warga negaranya serta orang-orang Tiongkok yang baru-baru ini pindah ke luar negeri. Sebuah buku laris baru-baru ini China Can Say No mengungkapkan sebuah sentiment yang mendukung sebuah cara Tiongkok yang unik yang, dengan terus terang, tidak perlu melibatkan norma-norma Amerika, seperti individualisme dan liberalisme Barat. Selain itu, nasionalisme Tiongkok masih mungkin akan berkembang, karena generasi para pemimpin Tiongkok akan bertumbuh dalam lingkungan yang dipenuh dengan semangat nasionalisme. Sejak 1990-an, telah muncul gerakan neo-konservatif di Tiongkok (tidak ada kaitannya dengan gerakan neo-konservatif di AS).

Wallaahu a’lam bisshawaab.

Jogjakarta, Bulaksumur, April 2010

Cilacap, Ponpes Al-Madaniyyah As-Salafiyyah, Oktober 2012

Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I, M.A.

Page 83: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

83

LAMPIRAN DIAGRAM:

Diagram 1: Bagan Analisis Reframing Ideologi

Unsur-unsur atau perangkat gagasan yang terangkum dalam sebuah ideologi, dijelaskan dalam: Austin Ranney, Governig; An Introduction to Political Science

(7th Edition; London: Prentice Hall International, Inc., 1996) hlm. 71-73.

Komponen

Ideologi

Nilai-nilai (value)

Visi kemasyara-katan yang

ideal (vision of the ideal polity)

Konsep asal-usul manusia (conception of human nature)

Strategi tindakan

(strategies of actions)

Siasat politik (political taktics)

Kapitalisme Sosialisme Komunisme Fasisme Anarkisme Konservatisme

Diagram 2:

Arus Utama Sosialisme Warisan Eropa Ditinjau dari Sejarah Pendiri & Strategi Perjuangannya.

[Sosialisme Utopis (Sosialisme Fabian)]; [Sosialisme Anarkis (Sosialisme Komunitarian/ Libertarian)]; [Sosialisme Marxis (Sosialisme “Ilmiah.”)]

Sosialisme Utopis

(Sosialisme Fabian) Sosialisme Anarkis

(Sosialisme Komunitarian /Libertarian)

Sosialisme Marxis (Sosialisme “Ilmiah”)

Pelopor Henri Saint-Simon (1760-1825)

Robert Owen (1771 – 1858)

Charles Fourier (1772 – 1837)

Pierre Joseph Proudhon (1809 – 1865)

Michael Bakunin (1814 – 1876)

Georges Sorel (1847 – 1922)

Peter Kropotkin (1842 – 1921)

Mahatma Gandhi (1869-1948)

Karl Marx (1818 – 1883)

Friedrich Engels (1820 – 1895)

Vladimir Ilyich Lenin (1870 – 1924)

Rose Luxemburg (1870 – 1919)

Antonio Gramsci (1891 – 1937)

Mao Zedong (1893-1976)

Strategi Perubahan Sosial yang Dianjurkan/ Dilaksanakan

Kapitalis yang budiman mengembalikan keuntungan perusahaan untuk memperbaiki kesejahteraan buruh dan keluarga mereka (gaji, perumahan, pendidikan, jaminan hari tua).

Buruh bersatu dalam serikat-serikat buruh yang bersatu secara federatif (anarko-sindikalisme), untuk melakukan tekanan terhadap negara dan modal.

Negara digemboskan dengan membangun komunitas-komunitas yang mandiri: Gandhi

Buruh adalah kaum yang paling tertindas karena mereka hanya dapat memasarkan ototnya dan mengalami alienasi total, sementara nilai lebih komoditi hasil keringat mereka terus memperkaya sang kapitalis.

Karena kaum buruh

Page 84: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

84

Sikap terhadap ajaran agama, khususnya Kristen, positif, karena diharapkan bahwa kaum kapitalis yang diilhami oleh ajaran Kristianinya akan berusaha memperbaiki nasib buruh dan orang-orang miskin di sekitar perusahaan (sesuai dengan Khotbah di Atas Bukit dan Pengadilan Terakhir).

Pewaris pemikiran utopianisme di Indonesia: Mohammad Hatta (alm).

merealisasi ide Kropotkin ini dengan membentuk ashram-ashram yang sekaligus merupakan unit produksi tekstil hasil pintalan dan tenunan sendiri, dengan kebun kapasnya sendiri; ashram-ashram itu menjadi basis gerakan massa pendukung Gandhi dalam menolak impor garmen dari Inggris

Cara-cara perlawanan kaum anarkis ada yang bersifat keras (mis. Bakunin), ada yang tanpa kekerasan (Kropotkin dan Gandhi)

Agama adalah soal pribadi para anarkis.

Pewaris pemikiran anarkisme di Indonesia: Ibu Gedong Oka (alm) dengan Ashramnya di Candi Dasa, Bali.

(proletar) hanya akan kehilangan belenggu mereka, mereka adalah kelas yang paling berkepentingan untuk melakukan revolusi untuk merebut kekuasaan atas alat-alat produksi.

Negara adalah ‘alat kekuasaan’ kaum borjuis

Untuk merebut kekuasaan negara, kaum buruh memerlukan pimpinan kaum intelektual yang menguasai teori dan strategi: itulah Partai Komunis.

Untuk menjaga agar Partai Komunis tidak sekedar memenuhi kepentingan pribadi elite partai, Partai harus dikawal dan dikoreksi oleh dewan-dewan buruh (tesis Gramsci).

Nasib petani gurem baru mulai mendapat perhatian oleh Gramsci di Italia, sementara Lenin merintis jalan ke arah industrialisasi pertanian secara kolektif. Ini kemudian diteruskan secara represif oleh Stalin dan diikuti oleh Mao Zedong dengan membentuk komune-komune di daerah pedesaan yang diawasi oleh komisaris Partai Komunis Tiongkok di setiap desa.

Kapitalisme adalah motor penggerak kolonialisme dan imperialisme (Lenin & Luxemburg).

Agama (baca: Gereja di masa hidup Marx dan Engels) adalah

Page 85: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

85

candu bagi rakyat karena berkolusi dengan Negara dan Modal, sementara kaum miskin diiming-imingi dengan keselamatan di sorga.

Pewaris pemikiran Marxisme di Indonesia: khusus Marxisme-Leninisme: Partai Komunis Indonesia (PKI); Berbagai aliran Marxisme mulai dipelajari dan dipraktekkan oleh banyak kelompok Kiri muda.

Diagram 3:

Sistem Tata Ekonomi: Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme; Sistem Perekonomian/

Tata Ekonomi Sosialisme; Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme.

Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Kapitalisme

Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Sosialisme

Sistem Perekonomian/ Tata Ekonomi Komunisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.

Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.

Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.

Page 86: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

86

Diagram 4: Karakteristik Umum dari Sosialisme dan Komunisme,

dijelaskan dalam: David Held, Models of Democracy (Jakarta: The Akbar Tandjung Institute, Cet. I., 2007) h. 129.

Ciri-ciri Khusus

Sosialisme (pemerintahan dialektator proletariat) Komunisme

Tujuan Umum

1. Pengambil alihan semua kapital berskala besar.

2. Kedali utama produksi berada di tangan negara.

3. Kemajuan kekuatan produktif yang sangat pesat.

4. Pembubaran negara borjuis secara bertaha.

5. Mempertahankan revolusi melawan sisa-sisa orde lama.

1. Berakhirnya eksploitasi pada buruh secara bertahap, kepemilikan sosial atas kepemilikan.

2. Konsesnsus kepada semua pertanyaan publik, oleh karena itu, tidak ada hukum, disiplin, kekerasan.

3. Pemenuhan semua kebutuhan material.

4. Pekerjaan dan tugas yang dibagikan secara kolektif.

5. Pemerintahan-sendiri (bahkan demokrasi menjadi berlebihan).

Negara 1. Penyaluran fungsi eksekutif dan legislatif.

2. Seua aparat pemerintahan merupakan subjek yang dapat dipilih secara teratur, diberi mandat daru daerah pemilikan dan diberhentikan.

3. Pemilihan dan pemberhentian semua jaksa dan hakim, serta semua pejabat administratif lainnya.

4. Penggantian kekuatan angkatan bersenjata dan polisi dengan milisi rakyat.

5. Otonomi lokal sepenuhnya dalam kerangka dewan daerah (struktur piramida).

1. Penghapusan fungsi-fungsi legislatif dan eksekutif (tidak lagi diperlukan).

2. Distribusi tugas-tugas administrasi dengan rotasi dan pemilihan kembali.

3. Pembubaran semua angkatan bersenjata dan pelaku kekerasan (koersif).

Ekonomi 1. Perluasan hak milik negara atas perusahaan-perusahaan.

2. Kontril negara atas kredit. 3. Kontrol negara atas komunikasi dan

transportasi. 4. Penghapusan hak milik pribadi atas

tanah secara bertahap dan perngolahan semua alam.

5. Kesempatan kerja yang sama untuk semua warga; pengaturan umum terhadap pekerjaan.

1. Penghapusan pasar, perdagangan dan peran uang.

2. Dihapusnya pembagian buruh, perputaran semua tugas.

3. Masyarakat menikmati berbagai jenis pekerjaan dan waktu luang.

4. Jam kerja dikurangi menjadi sangat minimal.

5. Dengan dihapuskannya kelangkaan, semua kebutuhan dapat terpenuhi dan ide tentang hak milik pribadi menjadi tidak ada artinya lagi.

Masyarakat 1. Pajak yang cukup tinggi. 2. Tidak ada lagi hak waris. 3. Pendidikan bebas biaya bagi semua

anak. 4. Penyatuan kembali kota dan negara

melalui distribusi jumlah penduduk yang lebih adil diseluruh negara serta penyatuan antara lingkungan kerja dan non-kerja.

1. Prinsip-prinsip kooperasi disebarkan ke seluruh urusan publik.

2. Menghilangnya perbedaan sosial, kultural, regional dan rasial yang menjadi sumber-sumber konflik.

3. Masyarakat menggunakan seluruh kemampuan mereka dan dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Page 87: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

87

4. Rumah tangga didasarkan pada pengatural komunal, tetap monogami, walaupun tidak selalu menjadi komitmen seumur hidup.

Tujuan keseluruhan dari kedua tahap:

1. Perluasan produksi yang terencana dan penghapusan kelangkaan. 2. ‘Administrasi orang-orang’ digantikan dengan ‘administrasi barang-barang’ untuk

‘menghapuskan negara’. 3. Prinsip keadilan akan ditegakkan secara bertahap; ‘dari setiap orang berdasarkan

kemampuannya; bagi setiap orang berdasarkan kebutuhannya.’

Diagram 5: Demokrasi Langsung dan Akhir dari Politik,

dijelaskan dalam: David Held, Models of Democracy (Jakarta: The Akbar Tandjung Institute, Cet. I., 2007) h. 138.

Prinsip-prinsip pertimbangan:

‘Pembangunan yang bebas dari semuanya’ hanya dapat diraih dengan ‘pembangunan yang bebas dari semua orang.’ Kebebasan membutuhkan berakhirya eksploitasi dan terutama kesetaraan politik dan ekonomi yang benar-benar lengkap; hanya kesetaraan yang dapat menjamin keadaan-keadaan yang diperlukan untuk merealisasikan kemampuan manusia sehingga ‘setiap orang dapat memberi’ sesuai dengan kemampuannya dan ‘menerima apa yang mereka butuhkan.’

Sosialisme Komunisme

Ciri-ciri utama: 1. Masalah-masalah publik diatur oleh komune

dan dewan wilayah yang terstruktur dalam suatu struktur piramida.

2. Personel pemerintahan, penegak hukum, administrator merupakan subjek yang dipilih secara teratur, diberi mandat dari komunitas mereka da dapat diberhentikan.

3. Pegawai-pegawai publik dibayar dengan upah yang tidak lebih besar daripada upah para pekerja.

4. Milisi rakyat yang mendukung orde politik yang baru adalah subjek untuk kontrol komunitas.

Ciri-ciri utama: 1. ‘Pemerintah’ dan ‘politik’ dalam semua

bentuk memberi kesempatan bagi pengaturan diri.

2. Semua masalah publik diatur secara kolektif.

3. Konsesus merupakan prinsip pengambilan keputusan untuk pelayanan publik.

4. Distribusi dari semua tugas administrasi melalui perputaran atau pemilikan.

5. Penggantian semua kekuatan bersenjata dan koersif dengan pengawasan diri.

Kondisi-kondisi umum: 1. Persatuan seluruh kelas pekerja. 2. Kekalahan borjuasi. 3. Dihapusnya semua hak istimewa kelas-

kelas. 4. Kemajuan penting dari kekuatan produksi

sehingga semua kebutuhan dasar dapat dipenuhi dan masyarakat mempunyai waktu yang cukup untuk mengejar aktivitas selain pekerjaan.

5. Penyaluran progresif negara dan masyarakat.

Kondisi-kondisi umum: 1. Semua sisa-sisa kelas menghilang. 2. Penghapusan kelangkaan dan hak milik

pribadi atas alat-alat produksi. 3. Penghapusan pasar, perdagangan dan uang. 4. Akhir dari pembagian kerja sosial.

Page 88: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

88

REFERENSI PRIMER

Alfian, Pemikian dan Perubahan Politik Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1981) _______, Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1982) An-Nadwi, Mas’ud, Islam dan Sosialisme (Bandung: Risalah, 1983) Attle, Clement, Perdana Menteri Inggris tahun 1945-1951, juga seorang Pemimpin Partai

Buruh 1935-1955, menulis dalam buku The Labour Party in Perspective (1937) Arendt, Hannah, Anti-Semitisme, Part one of the Origins of Totalitarianisme (New York:

Harcourt and Brace World. Inc., 1968). A Documentary History of Libertarian Ideas. Anarchism. Volume One: From Anarchy to

Anarchism (300CE to 1939) Robert Graham, editor. Black Rose Books, Montreal and London 2005.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta, Gramedia, 1996 Bell, Daniel, (1) The End of Ideology, New York: Free Press, 1960; (2) The Coming of Post

Industrial Society, New York: Penguin Books Edition, 1973; (3) The Cultural Contradictions of Capitalism, New York: Basic Books, 1976.

_______, dan Kristol, Irving (ed.), Model dan Realita di Dalam Wacana Ekonomi, Dalam Krisis Teori Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1988.

Bracher, Karl Dietrich, The German Dictatorship; The Origins, Structure and Consequences of National Socialism, Trans. By J. Steinberg (London: Penguin Book, 1988).

Barker, John H. Individualism and Community: The State in Marx and Early Anarchism (Individualisme dan Komunitas: Negara dalam pandangan Marx dan Anarkisme Klasik). New York: Greenwood Press, 1986.

Cole, G.D.H., History of Socialist Thought, in 7 volumes, Macmillan and St. Martin’s Press (1965).

Downs, Anthony, An Economic System of Democracy (New York: Harper & Row, 1957) Debord, Guy, The Society of The Spectacle, seperti dikutip oleh Fredric Jameson,

Postmodernism or The Cultural of The Late Capitalism, London, Verso, 1990 Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat (Bandung: Mizan, 1999) Dimont, Max, Jews, God and History (The New York: The New York American Library,

1962) juga The Indestructible Jews ((The New York: The New York American Library, 1973).

D’Agostino, Anthony. Marxism and the Russian Anarchists (Marxisme dan Kaum Anarkis Rusia). San Francisco: Germinal Press, 1977.

Dolgoff, Sam (ed.). Bakunin on Anarchism (Bakunin dalam Anarkisme). Montreal: Black Rose Books, 2002.

Engels, Frederick, Prinsip-prinsip Komunisme Ditulis pada Oktober-November 1847, Dari Selected Works, Jilid1, muka surat 81-97, diterbitkan oleh Penerbit Progress, Moskow; 1969.

_______, Friedrich, The Origin Of The Family, Private Property And The State, Zurich, 1884 Ebenstein, William dan Fogelman, Edwin, Isme-isme Dewasa ini, terj. Alex Jemadu (Jakarta:

Penerbit Erlangga, 1994). _______, William, Today Isms; Communism, Fascism, Capitalism, Socialism (New Jersey:

Prentice-Hall, Inc., 1970) Fukuyama, Francis, The End of History and Last Man, London: Hamish Hamilton, 1992. Fried, Albert, and Sanders, Ronald, eds., Socialist Thought: A Documentary History, Garden

City, NY: Doubleday Anchor, 1964. Fromm, Erich, Escape from Freedom (New York: Avon Books, 1965) Galbraith, John Kenneth, The New Industrial State, New York: Mentor Book Paperback

Edition, 1972

Page 89: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

89

Halevy, Elie, Histoire du Socialisme Europen. Paris, Gallimard, 1937 Harrington, Michael, Socialism, New York: Bantam, 1972 Hebermas, Jurgen, Ilmu dan Tekhnologi Sebagai Ideologi, Jakarta: LP3ES, 1990 Hayes, Paul, Fascism (London: George Allen and Unwin Ltd., 1973) Hitler dikutip dalam David Coopeman and Walter, Power and Civilizations, Political Thought

in The Twetieth Century (New York: Thomas Y. Crowell Company, 1962). Harper, Clifford, Anarchy: A Graphic Guide, (Camden Press, 1987) (An excellent overview,

updating Woodcock’s classic, and beautifully illustrated throughout by Harper’s woodcut-style artwork)

Khoirie, A. Effendi, Privatisasi Versus Neo-Sosialisme Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2003) Kristeva, Nur Sayyid-Santoso, Negara Marxis & Revolusi Proletariat (Jogjakarta: Pustaka

Pelajar Cet. 1., 2011). _______, Keterasingan Manusia Menurut Karl Marx: Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam,

Skripsi pada Fakultas Tabiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2005.

_______, Manifesto Wacana Kiri: Membentuk Solidaritas Organik, Buku Panduan Pelatihan Basis 1 (2007).

_______, Teori Analisis Geo-Ekosospol, Buku Panduan Pelatihan Basis 2 (2009). _______, Marxisme untuk Revolusi Demokratik (Sebuah Analisis Pemikiran), Buku Panduan

Sekolah Marxis 1 (2007). _______, Pemikiran Marx Tentang Kritik Ekonomi-Politik; Melacak Gagasan Dasar

Kapitalisme Buku Panduan Sekolah Marxis 2 (2009). _______, Seri Ideologi Dunia (Marxisme, Sosialisme, Komunisme, Kapitalisme, Fasisme,

Anarkisme, Sindikalisme, Anarko-Sindikalisme, Konservatisme, Sosialisme-Demorasi, dll), Buku Panduan Sekolah Ideologi 1 (2008).

_______, Manifesto Ideologi kiri: Melacak Akar Ideologi Dunia & Epistemologi Perubahan Sosial Revolusioner-Subversif, Sekolah Ideologi 2 (2007).

Lorrain, Jorge, Konsep Ideologi (Jogjakarta: LKPSM, 1997). Terj. Ngatawi al Zastrouw (editor) dan Ryadi Gunawan. Judul asli: The Concept of Ideology, Forteword by Tom Bottomore, First Published, Australia: Hotchinson Publishing Group, 1979.

Mannheim, Karl, Ideologi dan Utopia: Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik (Jogjakarta: Kanisius, 1993).

Market Socialism: the debate among socialists, ed. Bertell Ollman (1998) Mangunwijaya, Y.B. (ed.), Tekhnologi dan Dampak Lingkungannya, Volume II, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1985; Marx-Engels, Selected Works; Peking, Penerbit Foreign Languages, 1977. Muthahhari, Murtadho, Masyarakat dan Sejarah Kritik Islam atas Marxisme dan Teori

lainnya, dalam Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001)

Pranarka, A.M.W., “Pasal 33 UUD 1945: Wawasan Dasar dan Konstruksi Operasionalnya, Suatu Tinjauan Ideologis,”dalam Analisa CSIS, Tahun IV, No. 12, Desember 1986

Prawiranegara, Sjafruddin. Agama dan Ideologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1971) Popper, Karl, The Open Society and Its Enemiesm vol. II., The High Tide of Propechy Hegel

and Marx, The Aftermath (London: Routledge and Keagan Paul, 1962). Ranney, Austin, Governig; An Introduction to Political Science (7th Edition; London: Prentice

Hall International, Inc., 1996) Rais, Amien, Cakrawala Islam; Antara Cita dan Fakta (Bandung: Mizan, 1999) Ridho, Abu, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (WAMY, 1999) Syariati, Ali, Tugas Cendekiawan Muslim (Jogjakarta: Salahuddin Press, 1982)

Page 90: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

90

_______, Kritik Islam atas Marxisme (Bandung: Mizan, 1983) _______, Kritik atas Marxixme dan Aliran Barat Lainnya (Bandung: Mizan, 1982). Syam, Firdaus, Pemikiran Politik Barat; Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya

Terhadap Dunia Ketiga (Jakarta: Bumi Aksara, 2007) Sukarna, Suatu Studi Ilmu Politik Ideologi (Bandung: Alumni, 1981) _______, Ideologi (Bandung: Alumni, 1981) Suseno, Franz Magnis, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, (Jogjakarta: Kanisius, 1991) Suseno, Franz Magnis, Pemikian Karl Marx; Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan

Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 2000) Simon, Roger, Gagasan-gagasan Politik Gramsci (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999) Smith, Adam, The Wealth of Nations pendahuluan dan catatan pinggir oleh Edwin Cannan,

New York: The Modern Library, 1973 Sjahrir, Formasi Mikro-Makro ekonomi Indonesia, Jakarta, UI Press, 1995 Sukirno, Sudono, Ekonomi Pembangunan, Proses, Makalah dan Dasar Kebijaksanaan,

Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1985 Sargen, Lyman Tower, Ideologi-ideologi Politik Kontemporer; Sebuah Analisis Komparatif

(Jakarta: Erlangga, 1987) Stalin, Joseph, Dialectical and Historical Materialism (New York: Inter. Publisher, 1950) Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembagan Pemikiran Negara,

Masyarakat dan Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001) Sartre, Jean Paul, Anti-Semite and The Jew, Trans. By George J. Backer (New York: Schoker

Books, 1972) Stokes, Roger, The Jew, Rome and Armageddon (Adelaide Hills Christadelphian Ecclesia,

1987) Titus, Smith, Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, Judul Asli: Living Issues in Philosophy,

Seven Edition, D. Van Nostrand Company, New York, 1979. Penerjemah: Prof. Dr. H.M. Rasjidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)

T. W. Adorno, The Authoritarian Personality (New York: Harper & Row, 1950). Thomas, Paul, Karl Marx and the Anarchists (Karl Marx dan Kaum Anarkis). London:

Routledge, 1985. Vincent, K. Steven. Between Marxism and Anarchism: Benoit Malon and French Reformist

Socialism (Antara Marxisme dan Anarkisme: Benoit Malon dan Kaum Sosialis Reformis Perancis). Berkeley: University of California Press, 1992.

Ursula K. Le Guin, The Dispossessed, (a 1974 science fiction novel that takes place on a planet with an anarchist society; winner of both the Hugo and Nebula Awards for best novel.)

Weinstein, John, Long Detour: The History and Future of the American Left, Westview Press, 2003, Leo Panitch, Renewing Socialism: Democracy, Strategy, and Imagination.

Wilson, Edmund, To the Finland Station: A Study in the Writing and Acting of History, Garden City, NY: Doubleday, 1940.

Weber, Max, The Protestant ethic of Spirit Capitalism, New York, Scribner, 1958, Edisi Inggrisnya dikerjakan oleh Talcot Parson dengan Pengantar RH Tawney.

Woodcock, George, Anarchism, (Penguin Books, 1962) (For many years the classic introduction, until in part superseded by Harper’s Anarchy: A Graphic Guide)

_______, (Ed.) The Anarchist Reader, (Fontana/Collins 1977) (An anthology of writings from anarchist thinkers and activists including Proudhon, Kropotkin, Bakunin, Bookchin, Goldman, and many others.)

Zimmerman, L. J., Sejarah Pendapat-pendapat tentang Ekonomi, Bandung: N.V. Penerbitan W. Van Hoeve, ‘S-Gravenhage, 1995. Edisi Indonesia dikerjakan oleh K. Siagian. Periksa buku aslinya yang berjudul Geschiedenis Van Het Economisch Denken.[]

Page 91: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

91

TENTANG PENULIS Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I., M.A., lahir di Cilacap 27 Juli 1980 dari keluarga petani miskin di pesisir selatan kota Cilacap Jawa Tengah. Berkat ketekunan dan kegigihanya mencari ilmu sejak tahun 1999 ia melanjutkan studi di Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan melahirkan karya ilmiah berbentuk skripsi kontroversial dan dianggap keluar dari tradisi akademik UIN, dengan judul: “Emansipasi Keterasingan Manusia Menurut Karl Marx: Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam”. Dan tahun 2010 ini selesai menempuh studi di Program Pascasarjana Sosiologi Fisipol UGM dengan menyusun tesis berjudul: “Negara Marxis & Revolusi Proletariat: Studi Analisis Ajaran Marxis Tentang Negara & Tugas-Tugas Proletariat di Dalam Revolusi Sosial” yang kini menjadi buku diterbitkan Pustaka Pelajar Jogjakarta.

Perjalanan akademis dari sekolah dasar sampai sekolah menengah ditempuh di desa kelahirannya Cilacap. Kemudian melanjutkan Sekolah Menegah Atas di Madrasah Aliyah sekaligus menjadi santri dan Lurah di Pondok Pesantren Pendidikan Islam (PPPI) Miftahussalam Al-Haditsah Banyumas. Kegemaranya melahap buku kiri, filsafat dan sosial sejak SMU telah menciptakan pemikiran dan pengaruh di lingkungan organisasi dan kelompok studi, sehingga selain menjadi lurah pondok ia juga dipercaya sebagai ketua OSIS MA dan MTS PPPI Miftahussalam Banyumas dan masuk terpilih sebagai siswa teladan tingkat SMU se-eks Karesidenan Banyumas.

Kegemarannya berorganisasi, berdiskusi dan berdialektika terus dilanjutkan selama menjadi mahasiswa. Di Intra kampus ia terlibat secara politik di PRM dan didelegasikan untuk menjabat posisi prestisius sebagai Sekjend DEMA UIN Sunan Kalijaga. Aktif di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Paradigma Fakultas Tarbiyah, Komunitas Studi Ilmu Pendidikan (KSIP) Fakultas Tarbiyah, Dewan Senat Presidium Mahasiswa Fakultas Tarbiyah, dan karena nalar pemberontakan jalanan gerakan intra kampus ia terlibat demonstrasi pembubaran seminar nasional dan penolakan konversi IAIN menjadi UIN, aksi penolakan SISDIKNAS dan aksi pembubaran partai Golkar setelah penumbangan Rezim Orba ‘98.

Kemudian di gerakan ekstra kampus pernah aktif secara kultural di PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan terus berproses di PMII Komisariat UIN Sunan Kalijaga, Pengurus Cabang PMII D.I. Yogyakarta dan kemudian secara kultural berproses di Bidang Kaderisasi PB PMII. Pernah terlibat advokasi petani di Klaten bersama dengan jaringan Katholik. Terlibat advokasi anak jalanan dengan LSM Humana. Menjadi peserta vouletir diskusi di LKiS. Di kampus dan luar kampus ia gigih membetuk forum diskusi pembebasan. Forum diskusi yang pernah digeluti antara lain Forum Diskusi para seniornya; Forum Diskusi Sosial “T-Visionary Club”, Forum Diskusi Filsafat “Kipas” dan membidani Forum Diskusi “Komunitas Kultural” serta Forum Diskusi “Lintas Organ Ekstra”. Di organisasi etnis ia pernah menjabat sekjend HIMMAH SUCI dan ketua umum Himpunan Mahasiswa Cilacap-Jogjakarta (HIMACITA), ia juga membidani berdirinya organ-organ etnis dilingkungan UIN. Menjadi deklarator sekaligus menjabat sebagai dewan presidium Komite Mahasiswa Cilacap se-Indonesia (KMCI).

Selepas studi sebagai sarjana muda ia melanjutkan untuk mengaji kitab kuning di Ponpes Al-Madaniah Cilumpang-Cilacap terutama mengkaji ilmu alat, fiqih, tauhid dan tafsir, juga untuk mengobati kekeringan spiritualitas selama menjadi aktivis. Selain mengaji kitab kuning ia juga menjadi dosen muda progressif di Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap dan tetap aktif di pembasisan kader dan gerakan sosial. Terlibat di Jaringan

Page 92: Buku Panduan Sejarah Ideologi Dunia

sejarah ideologi dunia/ nur sayyid santoso kristeva

92

Kultural PMII Jawa Tengah, khususnya di Jaringan Inti Ideologis Sayap Kiri Pesisir Selatan—yang dianggap sebagai gerakan sparatis dan subversif oleh sebagian pengurus Korcab PMII Jateng. Selain itu bersama SETAM dan aktivis PMII Cilacap terlibat perebutan (reclaiming) tanah petani dengan Perhutani di tumpangsari Cilacap. Terlibat aktif di LAKPESDAM NU, IPNU, Gerakan Pemuda Anshor, Lembaga Advokasi Buruh Migran Cilacap, Yapeknas, Lajnah Bahsul Masail, Dialog Antar Agama FKUB, LP Ma’arif. Membidani sekolah kader kultural: Pelatihan Basis, Sekolah Ideologi, Sekolah Marxis, Sekolah Gerakan Sosial, Sekolah Pendidikan Kritis, Sekolah Filsafat dan menginisiasi pembentukan organ taktis Front Aksi Mahasiswa Cilacap (FAM-C) untuk memekikkan aspirasi perlawanan dan isu-isu polulis.

Jaringan intelektual yang pernah dan sedang digelutinya antara lain: Center for Asia Pasific Studies Gadjah Mada University (PSAP) Jogjakarta, Institute for Islamic and Social Studies (LKiS) Jogjakarta, Indonesia Sanitation Sector Development Program (WSP/ BAPPENAS) Jakarta, Institute for Human Resources Studies and Development (LKPSM) Jakarta, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LAPPERA) Jogjakarta, Institute for Women and Children’s Studies & Development (LSPPA) Jogjakarta, Institute for Human Resources Studies and Development (LKPSM) Cilacap, Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB) Cilacap, Institute for Research and Empowerment (IRE) Jogjakarta, Institute Sosiologi Dialektis (INSIDE) Gadjah Mada University, Institute for Philosophycal and Social Studies (INPHISOS) Yogyakarta, Forum Diskusi Eye on The Revolution + Revdem Yogyakarta.

Sampai saat ini masih laten mendampingi pembasisan kader secara kultural di lingkungan PMII Yogyakarta, Jaringan Gerakan Prodem Jawa Tengah + Jawa Barat + Jawa Timur dan khususnya Jaringan PMII Jawa Tengah Sayap Kiri Pesisir Selatan. Untuk mewadahi dan menjaga spirit intelektual di Jogjakarta ia telah membentuk Lembaga Kajian Sosiologi Dialektis (LKSD), Institute for Philosophical and Social Studies (INSPHISOS), Forum Diskusi EYE ON THE REVOLUTION + REVDEM, dan sampai saat ini ditengah keseriusan menyusun tesis, ia terus berusaha membunuh waktu dan terus produktif untuk melahirkan karya intelektual karena terinspirasi oleh karya-karya hebat seperti: Shahihain Bukrari Muslim, Al-Ihya Ulumuddin Ghozali, Magnum Opus Das Capital Karl Marx, Tetralogi Pramoedya Ananta Toer dan Master Peace Madilog Tan Malaka. Karena karya-karya besar dan berpengaruh tersebut maka, penulis berusaha terus menggerus pikiran dalam membuat manuskrip buku panduan praxis aktivis gerakan sosial untuk jaringan revolusi demokratik (revdem) dan untuk Pembasisan Kader Gerakan PMII, antara lain: Manifesto Wacana Kiri: Membentuk Solidaritas Organik (2007) Buku Panduan Pelatihan Basis 1. Teori Analisis Geo-Ekosospol (2009) Buku Panduan Pelatihan Basis 2. Marxisme untuk Revolusi Demokratik (2007). Buku Panduan Sekolah Marxis 1. Pemikiran Marx Tentang Kritik Ekonomi-Politik; Melacak Gagasan Dasar Kapitalisme (2009) Buku Panduan Sekolah Marxis 2. Seri Ideologi Dunia (2008) Buku Panduan Sekolah Ideologi 1. Manifesto Ideologi kiri: Melacak Akar Ideologi Dunia dan Epistemologi Perubahan Sosial Revolusioner-Subversif (2007) Buku Panduan Sekolah Ideologi 2. Refleksi Paradigma Pendidikan Kritis; dari Tatanan Ekonomi Global Sampai Kapitalisasi Pendidikan (2007) Buku Panduan Pelatihan Pendidikan Kritis. Paradigma dan Sosiologi Perubahan Sosial (2007) Buku Panduan Sekolah Analisis Sosial. Merebut Alat Produksi Pengetahuan; Transformasi dari Student Movement Menuju Social Movement (2008) Buku Panduan Sekolah Gerakan Sosial. Metodologi Pelatihan, Fungsi dan Peranan Fasilitator (2009) Buku Panduan Training Fasilitator Transformatif, Sejarah Teologi Islam dan Akar Pemikiran Ahlussunah Wal Jama’ah, Edisi Khusus Komunitas untuk Program Sekolah Aswaja, Cetakan Pertama, Juni 2012; dan karya subversif lainnya.[] Contac person penulis: Hp. 085 647 634 312, E-Mail: [email protected].[]