85
Ekonomi di Tahun Politik: Sentimen vs Fundamental PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Dapat dikatakan ekonomi kontemporer digerakkan dua hal sekaligus, yaitu fundamental ekonomi dan pola sentimen pelaku pasar. Secara teoretis keduanya terkait, tetapi akibat suatu event tertentu dalam jangka pendek arah sentimen dimungkinkan bergerak berbeda dibandingkan tren pergerakan fundamental ekonomi. Meskipun dalam jangka panjang koreksi atas sentimen yang berbeda pasti akan terjadi. Hal ini karena para pelaku ekonomi merupakan aktor rasional yang terus mendasarkan keputusan cost-benefit berdasar pada hal-hal yang bersifat fundamental. Sebaliknya, ketika fundamental ekonomi suatu negara memburuk, perekayasaan sentimen di pasar tidak akan efektif untuk misalnya meyakinkan investor berinvestasi baik di pasar modal maupun sektor riil. Khusus di pasar modal dan pasar keuangan, sensitivitas terhadap sentimen relatif tinggi bila dibandingkan dengan di sektor riil. Namun ketika kita lihat dalam spektrum lebih panjang, pergerakan kinerja pasar modal dan keuangan akan berjalan searah dengan pergerakan fundamental ekonomi. Misalnya pada semester II/2013, ketika isu pengurangan stimulus moneter III (quantitative easing III) disampaikan oleh The Fed ditambah dengan ketidakseimbangan antara ekspor-impor nasional, sentimen capital- outflow meningkat.

(Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

  • Upload
    ekho109

  • View
    1.105

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kumpulan artikel/opini pakar ekonomi yang dimuat di Koran Sindo dan juga situs www.sindonews.com

Citation preview

Page 1: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Ekonomi di Tahun Politik: Sentimen vs Fundamental

PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Dapat dikatakan ekonomi kontemporer digerakkan dua hal sekaligus, yaitu fundamental ekonomi dan pola sentimen pelaku pasar.

Secara teoretis keduanya terkait, tetapi akibat suatu event tertentu dalam jangka pendek arah sentimen dimungkinkan bergerak berbeda dibandingkan tren pergerakan fundamental ekonomi. Meskipun dalam jangka panjang koreksi atas sentimen yang berbeda pasti akan terjadi. Hal ini karena para pelaku ekonomi merupakan aktor rasional yang terus mendasarkan keputusan cost-benefit berdasar pada hal-hal yang bersifat fundamental.

Sebaliknya, ketika fundamental ekonomi suatu negara memburuk, perekayasaan sentimen di pasar tidak akan efektif untuk misalnya meyakinkan investor berinvestasi baik di pasar modal maupun sektor riil. Khusus di pasar modal dan pasar keuangan, sensitivitas terhadap sentimen relatif tinggi bila dibandingkan dengan di sektor riil.

Namun ketika kita lihat dalam spektrum lebih panjang, pergerakan kinerja pasar modal dan keuangan akan berjalan searah dengan pergerakan fundamental ekonomi. Misalnya pada semester II/2013, ketika isu pengurangan stimulus moneter III (quantitative easing III) disampaikan oleh The Fed ditambah dengan ketidakseimbangan antara ekspor-impor nasional, sentimen capital-outflow meningkat.

Hasilnya indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Namun ketika Indonesia mampu memperbaiki aspek fundamental ekonomi seperti menjinakkan pergerakan inflasi, membuat surplus neraca perdagangan, meningkatkan cadangan devisa, dan menjaga realisasi pertumbuhan ekonomi pada akhir 2013, kita menyaksikan tren positif IHSG dan pergerakan nilai tukar rupiah pada kuartal I/2014.

Artinya, meski terguncang dalam jangka pendek, dalam jangka menengah dan panjang pasar akan membangun sentimen positif berdasarkan tren penguatan fundamental ekonomi nasional. Pada tahun politik seperti yang kita alami saat ini, gerak sentimen di pasar akan membentuk pola bagaimana kita memperkuat fundamental ekonomi nasional.

Bisa saja gerakan IHSG dan nilai tukar dipengaruhi sesaat oleh event, tetapi saya berkeyakinan pasar akan melihat kembali hal-hal yang bersifat fundamental ekonomi.

Page 2: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Misalnya pasca-pengumuman hasil quick-count, IHSG pada penutupan Kamis (10/04/ 13) turun sebesar 3,16% atau 115,68 poin dan berada pada level 4.765,73. Namun keesokan harinya IHSG menguat sejak pembukaan pasar dan ditutup menguat 1,07% menjadi 4.816,58.

IHSG diperkirakan reli dengan tren menguat sepanjang minggu ini dan dapat menyentuh level 4.900. Terlepas dari sejumlah klaim capres akan membaiknya IHSG dan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini, hal yang tidak dapat dimungkiri adalah semakin kuatnya fundamental ekonomi Indonesia yang membuat pergerakan tren positif sejak awal tahun 2014 di pasar keuangan.

IHSG di awal tahun berada pada posisi 4.327,6 dan terus menguat sampai posisi penutupan Jumat (11/04/14) pada posisi 4.816,58. Sementara nilai tukar rupiah juga mengalami tren penguatan bila dibandingkan di awal Januari 2014. Pada awal tahun rupiah diperdagangkan antara kisaran 12.150–12.225 per dolar AS dan pada penutupan Jumat (11/4) nilai tukar rupiah pada posisi 11.414 per dolar AS.

Bank Indonesia mencatat cadangan devisa di akhir Maret 2014 mencapai USD102,6 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. Neraca perdagangan juga mencatatkan surplus pada periode Februari 2014 sebesar USD785 juta. Sementara itu, BPS mencatat inflasi periode Maret 2014 sebesar 0,08% (month to month/mtm) atau 7,32% (year on year), turun dari inflasi Februari 2014 yang sebesar 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy).

Bahkan inflasi periode Maret 2014 ini juga lebih rendah dari rata-rata inflasi dalam 6 tahun terakhir. Membaiknya sejumlah indikator makroekonomi merupakan sinyal kuat bagi munculnya sentimen positif pelaku usaha bagi perekonomian nasional. Tren penguatan fundamental ekonomi dan sentimen para pelaku pasar ke perekonomian Indonesia sejak awal 2014 diakibatkan serangkaian kebijakan yang telah ditempuh sebagai policy responses sepanjang semester- II 2013.

Dua paket kebijakan untuk mengendalikan inflasi, memperbaiki posisi neraca transaksi perdagangan dan pembayaran, penguatan daya beli masyarakat, penguatan cadangan devisa, dan mendorong investasi serta hilirisasi semakin memperkuat fundamental ekonomi nasional. Kondisi ini membuat pasar domestik tetap atraktif untuk berinvestasi.

Sepanjang kuartal I/2014 (Januari–Maret), BI memperkirakan kredit di Indonesia akan tumbuh sebesar 20%. Meskipun pertumbuhan kredit di periode ini sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan ini masih sangat tinggi di tengah upaya stabilisasi yang dilakukan.

Gabungan antara terjaganya daya beli masyarakat, kebijakan industrialisasi dan hilirisasi, serta terjaganya stabilitas keamanan dan politik membuat dunia usaha di Indonesia terus bergerak. Sejumlah sektor ekonomi diperkirakan terus tumbuh positif sepanjang kuartal I/2014 seperti industri pengolahan, transportasi dan telekomunikasi, pariwisata, ritel, properti

Page 3: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

dan pertanian.

Sentimen positif para pelaku usaha terhadap perekonomian nasional akan semakin tinggi setelah lancarnya pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014. Tertibnya masa persiapan, kampanye, masa tenang, pencoblosan, perhitungan quick count dan penyelesaian konflik perhitungan semakin menunjukkan kematangan bangsa Indonesia dalam berdemokrasi.

Semua pihak yang terlibat di dalamnya baik pemerintah, KPU, Bawaslu, DKPP, partai politik, para caleg, TNI, Polri, masyarakat maupun media bersama-sama mampu menjaga iklim politik yang kondusif, teduh, dan aman. Hal ini akan semakin memperkuat fundamental ekonomi nasional.

Saya melihat tren penguatan fundamental ekonomi masih akan terus berlanjut seiring dengan terus dilakukannya kebijakan macroprudential dengan tetap menjaga bergeraknya dunia usaha di dalam negeri.

Keseriusan upaya mengelola perekonomian nasional baik yang dilakukan pemerintah, BI, OJK dan LPS menjadi dasar munculnya sentimen positif pelaku bisnis, utamanya di pasar keuangan nasional sehingga kita masih melihat tren pergerakan IHSG dan nilai tukar rupiah dengan kecenderungan menguat.

Page 4: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Narasi untuk Kesuksesan Bisnis

ALBERTO HANANI Founder dan Managing Partner BEDA & Company

Untuk memastikan kesuksesan bisnis dari sebuah korporasi besar, pemimpin seringkali bergantung pada berbagai alat manajerial. Pada era yang semakin kompetitif ini, para pemimpin dapat menyusun narasi bisnis (business narratives) guna mengarahkan para stakeholders pada kesuksesan bisnis.

Narasi bisnis sebagai alat manajerial dipandang mampu untuk membantu para pemimpin korporasi untuk mencapai kinerja yang superior. Narasi bisnis adalah bentuk tertulis mengenai rangkaian kejadian yang menyediakan konteks di mana bisnis kita beroperasi. Sebagai alat manajerial yang ampuh, narasi bisnis dilihat sebagai kunci dari kompetensi pemimpin di abad ke-21. Kunci kepemimpinan tersebut adalah mengetahui cerita apa yang harus disampaikan dan bagaimana cerita disampaikan secara efektif.

 Dengan kedua kunci tersebut, pemimpin dapat menciptakan keterkaitan antara strategi dan peran para karyawan. Narasi bisnis yang efektif membantu menyediakan pemahaman, kepercayaan, dan lebih penting adalah motivasi para karyawan untuk berkontribusi.

Karakter Narasi Bisnis yang Ampuh

Di tengah hangatnya topik mengenai narasi bisnis, John Hagel menyampaikan karakter-karakter dari narasi bisnis yang ampuh dalam menentukan kesuksesan bisnis sebuah korporasi. Pertama, narasi bisnis merupakan rangkaian kejadian yang bersifat terbuka, open-ended.

Rangkaian kejadian yang dimaksudkan narasi bisnis berbeda dengan stories atau cerita. Cerita merupakan rangkaian kejadian yang memiliki resolusi, memiliki akhir kisah pasti yang menutup dari rangkaian kejadian. Sebaliknya, narasi bisnis berakhir dengan sebuah kemungkinan tak terbatas yang mungkin diraih oleh audiens dari narasi bisnis.

Kedua, narasi bisnis adalah mengenai audiensnya bukan orang ataupun entitas yang menyampaikan narasi bisnis. Terkait dengan karakter sebelumnya, resolusi dalam narasi bisnis ditentukan oleh pilihan atau aksi yang akan dilakukan oleh audiens dari narasi bisnis. Resolusi dari narasi bisnis yang terbuka ditentukan oleh mereka. Secara fundamental, narasi bisnis mencoba menjawab tiga pertanyaan berikut. 1) mengapa kita di sini; 2) apa yang harus kita raih; 3) bagaimana seharusnya kita saling terhubung untuk mencapai hal tersebut.

Page 5: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Secara sederhana, pemimpin sering kali cenderung menyusun narasi bisnis yang berupa awal berdirinya korporasi, tantangan yang dihadapi, hal-hal besar yang pernah diraih, dan kesempatan-kesempatan besar yang mungkin diraih. Hal-hal tersebut merupakan kejadian terbuka yang dihadapi korporasi atau perusahaan milik kita, bukan kesempatan-kesempatan yang mungkin diraih oleh orang-orang di luar perusahaan.

Narasi bisnis yang ampuh menyelaraskan kekuatan yang besar di tempat kerja dalam konteks ekonomi dan masyarakat secara umum. Narasi bisnis meningkatkan keselarasan dengan hasrat dan kapabilitas yang jauh lebih luas dari sebuah perusahaan atau korporasi saja. Narasi bisnis juga perlu merumuskan kesempatan bisnis secara high-level. Hal tersebut perlu dilakukan guna memberi ruang bagi individu maupun kelompok kecil untuk secara kreatif menentukan aksi tertentu yang berdampak signifikan pada kondisi tertentu.

Pada gilirannya, narasi bisnis yang ampuh dapat menjadi sumber dari motivasi para karyawan. Di tengah persaingan bisnis yang ketat, narasi bisnis dapat memacu karyawan untuk berinovasi dalam memanfaatkan kesempatan yang kita identifikasi dalam narasi bisnis.

Mengambil Pelajaran dari Apple

Salah satu contoh dari narasi bisnis yang ampuh adalah narasi bisnis yang dipunyai oleh korporasi teknologi besar, Apple. Narasi bisnis Apple mampu menuntun Apple hingga menjadi perusahaan dengan kinerja superior seperti saat ini. Berikut adalah narasi bisnis dari Apple.

Narasi tersebut juga dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dari rangkaian kejadian untuk memudahkan pemahaman. Generasi awal komputer datang ke masyarakat (kejadian 1) dan mengubah cara kita menjalankan institusi di dalam masyarakat (kejadian 2). Namun, dalam prosesnya, mereka juga memperkuat cengkeraman sistem sosial pada kita semua sebagai individu, mengubah kita ke nomor yang akan diproses oleh mainframe sehingga kita dapat lebih mudah dimanipulasi oleh orang-orang yang menjalankan komputer (kejadian 3).

Sekarang, kita memiliki generasi baru dari komputer dan teknologi yang saling berhubungan (kejadian 4) yang memberi kita untuk pertama kalinya dengan alat yang secara individual dapat kita gunakan untuk membebaskan diri dari kendala dan tekanan di dalam sistem sosial dan yang memungkinkan kita untuk mengekspresikan individualitas kita yang unik dan mencapai lebih banyak potensi dalam diri kita (kejadian 5). Tapi, hal ini tidak diberikan, kita masing-masing perlu untuk ”berpikir berbeda”- akankah Anda ”berpikir berbeda”? (kemungkinan kejadian 6 hingga tak terbatas).

Sekarang, saya mungkin salah, tetapi bagi saya ini adalah satu kesatuan peristiwa relevan yang berbicara kepada kita semua. Melalui narasi bisnis di atas, Apple berhasil menyampaikan esensi penting mengenai konteks di mana bisnis Apple beroperasi. Contoh tersebut memiliki karakter narasi bisnis yang ampuh. Narasi bisnis tersebut berhasil

Page 6: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

menyatukan stakeholder Apple untuk bersatu dan mengejar kesempatan bisnis yang digambarkan secara baik dalam kejadian empat dan lima.

Pilihan atau aksi yang dapat menjadi resolusi yang kuat dari narasi bisnis Apple digambarkan secara efektif oleh kejadian enam. Resolusi terbuka dalam contoh Apple melahirkan slogan yang khas di dalam korporasi tersebut. ”Berpikir berbeda (think different)” menjadi slogan yang menjadi pusat motivasi yang kuat bagi korporasi sebesar Apple.

Narasi bisnis yang ampuh muncul dari aksi yang luas dan berkelanjutan dari sebuah perusahaan untuk secara konsisten bertindak selaras dengan narasi bisnisnya. Oleh karena itu, narasi bisnis memerlukan pemahaman yang mendalam, komitmen, dan kerja sama dari seluruh pemimpin puncak perusahaan.

Page 7: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Sistem pembayaran di ekonomi berbasis tambang

Koran SINDO

Kamis,  17 April 2014

UPAYA industrialisasi sektor pertambangan di dalam negeri menuntut dukungan sistem pembayaran yang berbasis Volcker Rule yang menjamin stabilitas sistem pembayaran tanpa moral hazard.

Intinya, Volcker Rule menjamin bahwa sektor keuangan akan beroperasi untuk kepentingan pelanggan. Dengan demikian, sistem pembayaran akan menghadapi risiko yang minimal. Sektor keuangan tidak akan terjebak dengan permainan perdagangan komoditas tambang dengan segala variasinya, seperti perdagangan derivatif.

Untuk itulah maka Otoritas Jasa Keuangan dituntut untuk segera mengadopsi aturan baru ini, yang bukan hanya akan diterapkan oleh sistem keuangan di Amerika Serikat, melainkan juga Eropa.

Dalam jangka pendek, OJK harus membentuk komisi khusus untuk menerapkan aturan ini, dan diharapkan pada pertengahan 2014 ini sudah dapat diterapkan secara sempurna. Dalam kaitannya untuk meningkatkan industrialisasi sektor pertambangan, aturan ini juga harus berorientasi pada perbaikan sistem pembayaran. Pergeseran yang sedang berlangsung dari sistem pembayaran tunai dan kertas ke sistem pembayaran elektronik berpotensi membawa manfaat ekonomi yang besar.

Namun, kartu pembayaran pada khususnya tetap mahal untuk pedagang, dan regulasi mungkin memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan oleh pasar industri pertambangan. Tidak ada konsensus di antara para ekonom dan pembuat kebijakan tentang apa yang merupakan struktur biaya yang efisien untuk pembayaran berbasis kartu, dan tidak jelas apakah kompetisi pembayaran mungkin dapat segera diterapkan.

Peraturan harus diarahkan untuk menghilangkan hambatan masuk di pasar pembayaran dan melarang pembatasan pedagang. Kanada merupakan contoh dari negara yang perekonomiannya berbasis pertambangan, sehingga sistem pembayarannya didesain untuk menopang aktivitas industrialisasi tambang.

Page 8: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Kanada memiliki infrastruktur kartu pembayaran yang sangat maju. Akar dari sistem ini dimulai pada akhir 1960-an, ketika kartu kredit yang bertujuan umum diterbitkan pertama kali di Kanada. Merek Visa diperkenalkan di Kanada pada 1977, diikuti oleh merek MasterCard pada 1979. Saat ini Visa dan MasterCard secara kolektif mencapai sekitar 92% dari nilai transaksi kartu kredit di Kanada.

American Express, yang memasuki pasar Kanada awal 1990-an, adalah merek kartu kredit terbaru yang mendapatkan penerimaan dan penggunaan di Kanada, dan saat ini memegang pangsa pasar sekitar 8%. Pada tahun 1994, Pembayaran Langsung Interaksi (“Interac”), sebuah jaringan debit PIN, diluncurkan di Kanada.

Kompatibilitas antara debit Interac dan kartu mesin perbankan otomatis (ABM) yang dibawa oleh mayoritas dari bangsa Kanada memberikan kontribusi terhadap adopsi luas dan cepat dari yang ada sebelumnya sebagai sistem pembayaran pilihan bagi konsumen.

Dengan cara yang sama, dengan biaya yang relatif rendah (dan umumnya tetap) dari proses pembayaran Interac membuat sistem ini sangat menarik bagi pedagang, terutama bila dibandingkan dengan ad valorem, biaya berbasis persentase yang dibebankan kepada pedagang oleh Visa, MasterCard, dan American Express.

Kartu debit interaksi telah terbukti sangat populer bagi pedagang maupun konsumen, dan telah melampaui kartu kredit sebagai yang media pembayaran ritel elektronik yang paling banyak digunakan di Kanada. Debit interaksi adalah bentuk pembayaran termurah yang bisa diterima oleh banyak pedagang Kanada, dengan biaya transaksi rata-rata diperkirakan sebesar 12 sen per transaksi.

Biaya rendah berlanjut untuk proses pembayaran yang dipastikan oleh Persetujuan Orde beragam yang disepakati oleh Interac dan Biro pada 1996, salah satu unsur yang diharuskan adalah Interac beroperasi secara cost recovery. Berbeda dengan di Indonesia di mana cost recovery justru dilakukan di sektor hulu pertambangan, sedangkan di Kanada justru diterapkan pada sektor jasa keuangan.

Dengan prinsip seperti ini, kemajuan dalam pertumbuhan total factor productivity sektor pertambangan di Kanada bukan hanya sangat tinggi, melainkan juga mampu menghindari dari perangkap moral hazard.

Mengikuti pertumbuhan Interac, lanskap kartu pembayaran elektronik Kanada relatif stabil, dari sudut pandang persaingan, hingga MasterCard dan Visa melakukan penawaran umum perdana mereka masing-masing pada 2006 dan 2008. Penawaran umum perdana ini menandai konversi Visa dan MasterCard dari asosiasi bank yang berlomba-lomba ke asosiasi independen, korporasi berorientasi profit.

Jika Indonesia ingin mengikuti kisah sukses Kanada, pembangunan sektor pertambangan harus koheren dengan pembangunan sektor pembayaran. Idealnya cost recovery sektor hulu

Page 9: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

pertambangan segera dihapus dan diganti dengan cost recovery sektor pembayaran pada level ritel.

Jika langkah ini dilakukan, dead weight loss dari mubazirnya subsidi negara untuk sektor pertambangan di Indonesia akan menghilang dalam jangka pendek. Sementara itu, permintaan domestik akan produk industri tambang justru akan meningkat. Prinsip yang dilakukan oleh Kanada pada dasarnya bersifat supply creates its own demand. Terbukti bahwa Kanada mampu menciptakan sinergi yang sehat antara industri tambang dan sistem pembayarannya!

Bagaimana dengan Indonesia? Hal ini masih menjadi tantangan yang sangat besar karena program hilirisasi sektor pertambangan jalan tidak secepat yang terjadi di negara industri maju. Hal ini dapat terjadi karena orientasi penciptaan nilai tambah masih kurang dihargai, sehingga ekspor barang tambang secara murah terjadi secara besar-besaran.

Masalahnya, ketika harga produk tambang menurun maka penerimaan ekspor juga menurun, sehingga terjadi defisit dalam neraca berjalan. Pada gilirannya, defisit ini mengganggu neraca pembayaran yang merupakan tonggak penting bagi sistem pembayaran di Indonesia.

Jika sedari awal hilirisasi sektor ini sudah dilakukan maka akan terjadi stabilisasi pada neraca pembayaran Indonesia, yang pada gilirannya juga mendorong sistem pembayaran berbasis tambang yang lebih sehat di dalam perekonomian Indonesia.

ACHMAD DENI DARURI President Director Center for Banking Crisis

Page 10: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
Page 11: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Pesawat untuk Presiden

Kamis,  17 April 2014

USAI Pemilu Legislatif (Pileg) pada 9 April 2014 lalu, masyarakat kita punya bahan gunjingan baru: Pesawat kepresidenan. Untung, pesawat itu datang pasca pileg.

Jika sebelumnya, bukan tak mungkin pesawat itu dijadikan bahan kampanye partai-partai politik. Semasa kampanye, apa pun sah dijadikan bahan untuk menyerang pihak lain. Pesawat kepresidenan jenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2) seri 737-800 dibeli dengan harga Rp820 miliar dan dilengkapi berbagai fasilitas standar untuk kepala negara. Misalnya, ruang-ruang rapat VVIP, tempat tidur, dan kamar mandi. Pesawat mampu menampung 67 penumpang.

Ukuran ini bagus untuk membatasi rombongan kepala negara. Maklum, ke mana pun presiden pergi, yang mau ikut banyak sekali. Sudah ada menteri, wartawan, dan paspampres, ada pula anggota parlemen, baik yang pendukung maupun yang gemar mengkritik. Kadang ada pula kerabat pejabat, pengusaha, dan aktivis yang ikut diajak. Totalnya bisa dua ratusan orang sekali jalan. Kini pesawat itu disimpan di Bandara Halim Perdanakusuma.

Pilot untuk mengemudikan pesawat ini berasal dari TNI Angkatan Udara (TNI AU). Lalu, untuk perawatannya juga dikelola TNI AU dan PT Garuda Indonesia Tbk. Kembali ke soal gunjingan tadi, kita bisa tersenyum-senyum sendiri atau malah lelah mendengarnya. Nadanya terbagi dalam dua kelompok: yang pro dan kontra. Mereka yang pro berpendapat, Indonesia adalah negara besar. Saat ini kita menempati peringkat ke-17 negara terbesar di dunia dan pada 2030 diproyeksikan naik posisi keenam.

Sebagai negara besar, wajar jika kita memiliki pesawat kepresidenan. Selain itu, dengan memiliki pesawat sendiri, Istana juga akan menghemat anggaran Rp114 miliar per tahun. Selama ini jika melakukan kunjungan entah ke dalam atau ke luar negeri, presiden dan rombongannya menyewa pesawat dari Garuda Indonesia.

Biaya sewanya, itu tadi, Rp114 miliar per tahun. Dengan memiliki pesawat sendiri, Istana tak perlu lagi mengalokasikan biaya sewa. Entahlah kalau ternyata rombongan lain harus ikut dengan menyewa pesawat ekstra lagi.

Dengan harga pesawat Rp820 miliar, jika penghematan Istana yang Rp114 miliar dialokasikan untuk mencicil biaya pembelian pesawat kepresidenan, berarti hanya dalam tempo tujuh tahun dua bulan cicilan tersebut sudah lunas. Garuda Indonesia juga tak perlu repot mengalokasikan pesawat untuk rombongan presiden atau wakil presiden. Semua pesawatnya bisa dialokasikan untuk kepentingan komersial.

Page 12: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Beberapa kritik Itulah antara lain argumentasi dari kelompok yang pro. Bagaimana dengan yang kontra? Mereka menganggap Indonesia belum layak memiliki pesawat kepresidenan sendiri. Masih banyak rakyat miskin. Saking miskinnya, Bank Dunia menghitung masih ada 40 juta rakyat Indonesia yang belum memiliki jamban dengan sanitasi yang layak.

Bagaimana mungkin di tengah kemiskinan yang masih mendera, presiden atau wakilnya bepergian dengan pesawat sendiri, yang mewah lagi. Alasan yang lain, frekuensi perjalanan presiden dan wakil presiden ke luar negeri belum terlalu tinggi.

Untuk apa memiliki pesawat sendiri? Kalau frekuensinya sudah seperti Presiden Amerika Serikat, yang per tahun bisa menghabiskan ratusan hari perjalanan dinas, baru kita layak memiliki pesawat kepresidenan.

Jangan-jangan dengan pesawat ini, kelak kepala negara kita malah rajin bepergian ke luar negeri? Ini bisa merepotkan, kita ingat, dulu mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah dikritik habis-habisan karena terlalu sering bepergian ke luar negeri. Padahal, kepada saya mendiang Gus Dur pernah mengatakan, itu dilakukan demi menjaga keutuhan RI yang nyaris diacak-acak dunia internasional.

Kritik lainnya, pesawat itu hanya bisa menjangkau sejumlah kota di Indonesia sebab tidak banyak bandara kita yang landasannya siap didarati pesawat jenis Boeing 737-800. Kritik yang agak keterlaluan, menurut saya, adalah mengait-ngaitkannya dengan pengalaman Madagaskar atau warnanya yang agak biru.

Presiden Madagaskar Marc Ravalomanana pada 2009 disebut-sebut terjungkal dari jabatannya karena memaksa membeli pesawat jenis yang sama, padahal saat itu kondisi keuangan negaranya sedang tidak memungkinkan. Tapi, harap maklum, kondisi Indonesia jelas berbeda dengan Madagaskar.

Demikian juga soal warna yang dikait-kaitkan mirip lambang partai presiden. Untunglah para capres menepisnya sehingga isu warna berhenti. Apakah setiap ganti kepala negara warna dasar harus diganti? Kita sudah pusing melihat rumah-rumah adat kantor bupati dan gubernur diganti-ganti warnanya ketika partai penguasa berganti, bukan?

Helikopter kepresidenanSaya sebetulnya tidak keberatan kita memiliki pesawat kepresidenan. Namun, yang saya tunggu-tunggu bukan jenis BBJ2, melainkan helikopter. Alasannya begini. Pertama, selama ini kalau ada acara di Ibu Kota dan sekitarnya, presiden atau wakil presiden dan rombongannya selalu melalui jalan darat. Sebelum rombongan lewat, banyak ruas jalan yang terpaksa ditutup sehingga menyebabkan kemacetan yang luar biasa di sana-sini.

Kalau memakai helikopter, ini tentu tidak terjadi. Kalau negara kita memiliki helikopter kepresidenan, saya kira itu bukan kemewahan, melainkan untuk memperlancar mobilitasnya.

Page 13: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Kita tahu, banyak eksekutif profesional dan pemilik perusahaan di negara ini yang memiliki helikopter sendiri untuk menyiasati kemacetan. Kedua, helikopternya sebaiknya dibeli dari PT Dirgantara Indonesia (DI).

Jangan impor. BUMN strategis ini sudah mampu membuat helikopter sendiri. Bahkan untuk helikopter canggih jenis EC 725 Cougar dari Amerika Serikat, desain bodi dan pembuatannya dikerjakan PT DI. Helikopter lain buatan PT DI, jenis Dauphin, juga dipakai Badan SAR Nasional untuk menangani berbagai kondisi darurat dan bencana di Tanah Air. Dengan membeli helikopter buatan PT DI, selain mengangkat reputasi PT DI, juga menghemat pengeluaran devisa.

Ketiga, selama berada di udara, presiden atau wakil presiden kita bisa melihat wajah sebagian wilayah Indonesia dengan lebih lengkap, tak tertutup awan. Mereka jadi tahu apa benar Indonesia sudah bebas dari kampung-kampung kumuh yang kalau di atas kertas harusnya sudah? Demikian juga akan tampak mana kawasan perkotaan yang sudah tertata rapi serta mana sungai yang bersih dan yang penuh sampah.

Atau, kalau terbang di wilayah udara Kalimantan, bisa melihat mana hutan yang masih hijau dan mana yang sudah gundul dan banyak lubang galian tambang. Ini semacam blusukan dari udara. Kalau melalui jalan darat, lokasi-lokasi tadi kurang terlihat.

Bahkan ada sebagian pemerintah daerah yang malah menutupi kumuhnya daerah mereka dengan pagar seng. Kita tunggu kapan presiden atau wakil presiden terpilih memesan helikopter. Sebaiknya kita tidak lagi menjadikannya sebagai bahan gunjingan.

RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali

Page 14: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Tiga Tantangan Ekonomi Nasional

Dalam tiga bulan ke depan (Mei–Juli 2014), perekonomian nasional dihadapkan pada tiga tantangan sekaligus. Pertama, tantangan terkait upaya menjamin kelancaran pasokan kebutuhan pokok, menjaga inflasi dan kelancaran transportasi jelang puasa dan Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriah yang diperkirakan jatuh pada 28-29 Juli 2014.

Kedua, tantangan terkait menjaga stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban jelang masa kampanye, pemungutan, dan perhitungan suara capres-cawapres pada 9 Juli 2014. Apabila tidak ada pasangan yang mendapatkan lebih dari 50%, pemilihan putaran kedua dijadwalkan dilakukan 9 September 2014. Ketiga, tantangan untuk terus memperkuat fundamental perekonomian sebagai antisipasi ketidakpastian arah pemulihan perekonomian dunia. Kalau kita melihat karakter ketiga tantangan di atas, tantangan pertama bersifat siklus tahunan, tantangan kedua siklus lima tahunan, dan tantangan ketiga bersifat permanen-substansial.

Tiga tantangan tersebut perlu kita kelola dengan baik di tengah konsentrasi dan energi nasional yang terfokus pada persiapan menunggu perhitungan hasil pemilihan legislatif (Pileg) oleh KPU dan persiapan menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Selama tiga bulan ke depan adalah masamasa krusial bagi perekonomian nasional. Kita pastikan Indonesia mampu melewati tiga tantangan tersebut sehingga ini menjadi fondasi kuat bagi pemerintahan lima tahun ke depan, 2014-2019.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, sejumlah langkah kebijakan akan terus dioptimalkan untuk menjamin kelancaran pasokan kebutuhan pokok, mobilitas barang, uang, dan manusia yang terus meningkat saat bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Monitoring persediaan nasional dan pemantauan harga di sejumlah pasar tradisional bagi kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir, minyak goreng, tepung terigu, cabai, bawang putih, dan daging ayam akan terus dilakukan untuk menghindari lonjakan harga yang tidak normal. Kementerian Pekerjaan Umum juga akan mulai mendata ruas-ruas jalan, baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, maupun daerah lain untuk menjamin kelancaran arus mudik nasional.

Sementara Kementerian Perhubungan juga akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pengelola jasa transportasi, baik udara, darat, maupun laut untuk menjaga kenaikan tarif transportasi dalam batas yang wajar. Khusus di Pulau Jawa, kita bersyukur jalur ganda kereta api (double-track) Jakarta-Surabaya jalur pantura sepanjang 333 kilometer sudah dapat dioperasikan tahun ini. Ini akan mengurangi 30% muatan barang yang biasanya diangkut melalui truk melewati pantura akan teralihkan melalui jalur kereta api. Pengoperasian jalur ganda pantura akan meningkatkan frekuensi lalu lintas kereta api dari 84 menjadi 200 per hari.

Page 15: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Pengoperasian sejumlah bandar udara yang telah selesai seperti Kualanamu, Ngurah Rai, Sepinggan, dan Halim Perdanakusuma untuk komersial akan meningkatkan kelancaran arus mudik melalui jalur udara. Komitmen untuk meningkatkan mobilitas manusia dan barang pada masa mendatang terus ditingkatkan melalui pembangunan trek ganda jalur selatan Jawa yang direncanakan beroperasi pada 2017. Sementara pembangunan dan perluasan enam proyek bandara telah diresmikan seperti Bandar Udara Muara Bungo Jambi, Bandar Udara Pekon Serai Lampung Barat, Bandar Udara Pagar Alam Sumatera Selatan, pengembangan terminal baru Bandar Udara Internasional Raja Haji Fisabillilah Tanjung Pinang, dan terminal baru Bandar Udara Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Sementara rencana pembangunan tol Trans Sumatera, Jembatan Selat Sunda, dan pembangunan kereta api Trans Sulawesi juga sedang dipersiapkan. Melalui serangkaian pembangunan infrastruktur ini, kita optimistis dalam lima tahun ke depan konektivitas nasional akan semakin efisien dan efektif. Terkait menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan pilpres yang akan digelar 9 Juli 2014, kita juga berharap semua pihak dapat terus meningkatkan stabilitas politik nasional.

Ini penting mengingat stabilitas politik dan keamanan merupakan prasyarat utama bagi pembangunan ekonomi nasional. Kedewasaan serta kematangan politisi, partai politik, masyarakat, dan media serta kesiapan penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, didukung Polri dan TNI, akan menentukan tidak hanya stabilitas perpolitikan domestik, tetapi juga keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional. Berkaca pada proses dan kondusifnya iklim politik selama satu tahun terakhir, saya optimistis pilpres putaran pertama akan dapat kita lalui secara baik. Saat Indonesia sedang fokus pada persiapan menghadapi dua tantangan domestik sekaligus, kondisi perekonomian dunia masih penuh dengan ketidakpastian.

Rilis terakhir dari Pemerintah China menyebutkan, pertumbuhan China pada kuartal I/2014 hanya sebesar 7,4%. Tren pelemahan pertumbuhan ekonomi juga akan dialami negara emerging lain seperti Rusia, India, Brasil, dan Meksiko. Sementara sejumlah negara di Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan tren sebaliknya dan diproyeksikan dapat tumbuh lebih baik tahun ini. Dari sisi pasar keuangan dunia, kebijakan The Fed terkait beberapa isu seperti pengurangan stimulus moneter dan penaikan suku bunga perlu terus kita monitor agar risiko capital-outflow dapat kita mitigasi secara baik.

Sebagai negara yang semakin terintegrasi dengan perekonomian dunia, Indonesia ditantang untuk terus mampu menguatkan fundamental perekonomiannya. Daya tahan (resiliency) ekonomi nasional hanya dapat kita tingkatkan ketika kita dapat terus meningkatkan cadangan devisa, mengelola proporsi utang luar negeri, menjaga inflasi, menjaga defisit anggaran dalam proporsi yang aman, menjaga keseimbangan neraca perdagangan dan pembayaran, memperbesar investasi dan penciptaan lapangan kerja, menjaga daya beli masyarakat, terus membangun infrastruktur, serta memperluas industrialisasi dan hilirisasi.

Selama ini Indonesia dianggap mampu melewati sejumlah krisis ekonomi dunia dari lonjakan harga minyak mentah dunia 2005 dan 2008, krisis subprime mortgage, krisis utang Eropa, dan krisis keuangan dunia akibat isu tapering-off quantitative easing III di Amerika Serikat

Page 16: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

sepanjang semester II 2013. Untuk terus menjaga perekonomian nasional tetap tumbuh positif, merata, dan berdaya tahan menghadapi tiga tantangan di atas, kewaspadaan serta kecepatan dalam melakukan policy responses semakin kita perlukan.

Di tengah tahun politik, pengambil kebijakan nasional di bidang perekonomian akan tetap fokus dan terus tingkatkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga lainnya seperti BI, OJK, dan LPS. Dukungan dari pemerintah daerah sangatlah dibutuhkan agar efektivitas implementasi serta harmonisasi kebijakan dapat terus ditingkatkan. Transisi kepemimpinan perlu kita jaga dengan baik. Dan yang lebih penting lagi adalah tetap meningkatkan kinerja perekonomian nasional melalui penuntasan agenda-agenda pembangunan di Indonesia.

PROF FIRMANZAH PhDStaf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan            

Page 17: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Ketimpangan yang mencemaskan

Koran SINDO

Rabu,  23 April 2014

KETIMPANGAN kembali menjadi isu utama. Gemuruh pembangunan selama 10 tahun terakhir selain banyak menyia-siakan kesempatan, ternyata juga hanya menguntungkan segelintir pihak. Ketimpangan terjadi karena kue pertumbuhan tidak terbagi merata (untuk semua pelaku ekonomi).

Kue pertumbuhan ekonomi selama ini lebih banyak ditopang sektor modern (non-tradable) seperti sektor keuangan, jasa, real estat, transportasi dan komunikasi, serta perdagangan/hotel/ restoran.

Pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 5,78% ditopang oleh sektor non-tradeable tersebut seperti sektor komunikasi (tumbuh 10,19%). Sektor ini tumbuh di atas rata-rata nasional. Sebaliknya, sektor riil (tradable) semacam sektor pertanian (3,5%), industri (5,6%), dan pertambangan tumbuh rendah (1,34%) tumbuh rendah (BPS, 2014).

Ketimpangan pertumbuhan sektor tradable vs nontradable ini memiliki implikasi serius karena terkait pembagian kuedansurplusekonomi. Sektor non-tradable bersifat padat modal, teknologi, dan pengetahuan. Pelakunya hanya segelintir. Sebaliknya, sektor tradable padat tenaga kerja.

Karena karakteristiknya itu, penyerapan tenaga kerja sektor non-tradable jauh lebih kecil dari sektor tradable. Ini tak hanya berimplikasi pada penyerapan total tenaga kerja yang rendah dibandingkan masa Orde Baru misalnya, tetapi juga menyentuh dimensi kesejahteraan: tumbuh, tapi tidak (semuanya) sejahtera. Kontribusi sektor pertanian pada PDB nasional pada 2013 hanya 14,4%.

Padahal, sektor ini menampung 41% dari total tenaga kerja. Akibat itu, pertanian kian involutif yang ditandai masifnya tingkat kemiskinan di perdesaan. Lebih dari itu, pertumbuhan justru memperlebar kesenjangan: yang kaya makin kaya yang miskin kian miskin.

Ini terlihat dari meroketnya Gini Rasio: dari 0,32 pada 2004 jadi 0,41 pada 2011 (makin tinggi berarti makin timpang) dan awet sampai sekarang. Ini pertama kalinya Gini Rasio masuk ketimpangan menengah (di bawah 0,4 masuk ketimpangan rendah). Sejak gemuruh pembangunan dimulai sistematis pada 1966 tak pernah angka Gini Rasio menembus 0,4.

Page 18: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Artinya, pembangunan hanya dinikmati sekelompok kelas ekonomi: kelas menengah ke atas. Artinya, jika kemiskinan absolut menurun (perlahan), kemiskinan relatif meningkat. Kesenjangan ekonomi yang melebar itu menandai defisit kesejahteraan.

Apa makna semua ini? Meskipun sudah 69 tahun Indonesia merdeka dari belenggu penjajahan, sistem perekonomian negeri ini tetap bersifat dualistik seperti dikenali oleh Prof Boeke dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar pada 1930 yang berjudul: “Dualistische Economie.” Boeke mengemukakan pengenalan tentang ekonomi kolonial di Hindia Belanda.

Intinya adalah tajamnya pembagian ekonomi ke dalam sektor tradisional dan sektor modern yang saat ini kira-kira sama dengan kondisi sektor tradable vs non-tradable. Dua sektor ini hidup bersamaan tanpa mempunyai kaitan yang satu dengan lainnya. Inilah dua wajah asli Indonesia.

Teori trickle down effect bahwa yang besar akan mengangkat yang kecil sama sekali tidak berlaku di Indonesia. Sebaliknya, yang besar akan mengeksploitasi yang kecil, yang oleh Bung Karno diistilahkan dengan eploitation d’lhomme par l’homme. Dua wajah Indonesia juga bisa dikenali dari data kemiskinan. Sejak dulu kemiskinan terkonsentrasi di perdesaan.

Pada 1976 jumlah penduduk miskin di perdesaan 44,2 juta orang atau 81,5% dari total penduduk miskin. Lebih 35 tahun kemudian, angka ini hanya sedikit membaik. Jumlah penduduk miskin per September 2013 mencapai 28,55 juta (11,47%).

Secara agregat kemiskinan menurun, namun persentase jumlah orang miskin di perdesaan tetap tinggi: mencapai 62,76% (17,92 juta) dari jumlah warga miskin. Ini fakta getir karena pembangunan justru meminggirkan warga perdesaan. Data ini menunjukkan, puluhan tahun pembangunan ekonomi ternyata kemiskinan tidak beranjak jauh dari desa.

Dua wajah Indonesia lebih mudah dikenali dari kesenjangan wilayah: antara wilayah barat vs timur. Pada 1975 kawasan barat Indonesia(KBI) menguasai 84,6% PDB nasional dengan Jawa yang hanya 9% dari luas wilayah menguasai 46,7% PDB nasional dan jadi tempat bermukim 63,2% penduduk Indonesia. Lebih dari tiga dekade kemudian, pada 2013 KBI (Jawa dan Sumatera) menguasai 82% PDB nasional dengan meninggalkan kawasan timur Indonesia (KTI) yang hanya menguasai 18%.

Supremasi Jawa atas non-Jawa terlihat jelas: pada 2013 Jawa menguasai 58% PDB nasional dengan tiga provinsinya (DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat) menguasai 46% PDB nasional. Inilah dua wajah asli Indonesia.

Uraian ini menunjukkan pembangunan ekonomi Indonesia gagal menghasilkan transformasi struktural. Secara struktural, ekonomi di Indonesia bermasalah. Sektor pertanian masih menyerap 41% dari total tenaga kerja, sementara sumbangan PDB hanya 14,4%. Sektor industri yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja baru jauh panggang dari api.

Page 19: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Transformasi struktural ekonomi Indonesia hanya akan terjadi bila ada kemauan membalik arah pembangunan: dari sektor non-tradable yang bersifat padat modal, teknologi, dan pengetahuan ke sektor tradable yang padat tenaga kerja dan berbasis lokal. Tanpa kemauan membalik arah pembangunan, pembangunan hanya akan menciptakan kesenjangan kotadesa, keterbelakangan desa, dan marginalisasi ekonomi perdesaan dan pertanian. Ini wajah asli kita.

KHUDORIAnggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat, Penggiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Penulis Buku ”Ironi Negeri Beras”

Page 20: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Menumbuhkan kewirausahaan

Koran SINDOJum'at,  25 April 2014 

JIKA kita simak belakangan, ada kecenderungan sulitnya mengurangi anak muda yang berpendidikan menengah yang menganggur di Indonesia. Total angka pengangguran terbuka bisa ditekan dari sekitar 10,1% tahun 2007 menjadi 6,2% tahun 2012. 

Namun, angka pengangguran usia muda 15–19 tahun masih pada rentang tinggi, yakni 30,1% pada 2007 sedikit menurun menjadi 26,5%. Angka pengangguran pendidikan tinggi (sarjana dan diploma) dari 13,3% pada 2007 bisa ditekan menjadi 6,2%. 

Tersisa persoalan, angka pengangguran yang cukup serius dihadapi adalah pada kalangan berpendidikan menengah (umum dan vokasional). Di mana angkanya masih pada kisaran 10,0%, dan jumlahnya berkisar 6 juta orang. Banyak diskusi yang menjelaskan kenapa sampai terjadi pengangguran anak muda dan berpendidikan menengah. 

Ada kelompok yang percaya bahwa terjadinya selektivitas permintaan tenaga kerja. Pada negara di mana tersedia upah murah, maka permintaan tenaga kerja berketerampilan rendah akan mengisi pasar kerja. Terjadinya proses tekan menekan ”depressing effect” di pasar kerja. Mereka yang menamatkan pendidikan sarjana mau masuk ke pekerjaan yang ditawarkan pada jenjang pendidikan menengah. Pekerjaan untuk mereka yang tidak terdidik masih dimasuki oleh pekerja yang berpendidikan menengah. 

Karena penawaran angkatan kerja semi terdidik cukup besar, sebagian di antaranya mereka tidak terserap pada pasar kerja formal. Tenaga kerja tidak terdidik tidak punya pilihan lain. Selain harga bayangan upah ‘shadow market wage’ yang mereka terima memang relatif rendah, tidak ada pilihan-pilihan pekerjaan dilakukan oleh mereka yang tidak terdidik. Kondisi internal memaksa kelompok ini wajib bekerja, walaupun juga ada kecenderungan mereka bekerja di atas jam kerja normal, dan memiliki lebih dari satu jenis pekerjaan serabutan. 

Sebaliknya karena mereka yang terdidik merasa memiliki nilai waktu lebih mahal, maka mereka sebagian menunda untuk dapat pekerjaan yang nilainya sama atau lebih tinggi dari pasar kerja. Pada masa itu mereka rela untuk berstatus sebagai pencari kerja. 

Untuk kondisi eksternal, semakin baik mutu keadaan ekonomi makro, disertai proyek-proyek yang berasal dari kebijakan fiskal, maka makin besar juga permintaan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Di sisi lain masih ada peluang untuk meningkatkan ketersediaan dari stok tenaga kerja, berupa peningkatan keterampilan kerja. 

Page 21: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Mengingat mereka yang menyelesaikan pendidikan menengah dan tinggi memang kurang memiliki keterampilan. Dengan terbatasnya produk pendidikan yang belum menyiapkan tenaga kerja muda berketerampilan, pembenahan dari sisi ”supply” ini sebenarnya merupakan salah satu obat yang mungkin dapat meringankan tekanan pasar kerja yang ada pada saat sekarang. 

Kewirausahaan Jika kita ikuti kampanye yang telah berlalu, masih sangat minim perhatian para partai politik untuk menyikapi keadaan dari pasar kerja Indonesia. Ada beberapa partai yang mengusung ini semangat kewirausahaan walau sangat minim, dan masih umum sifatnya. Apa hal yang baru yang mesti kita buat sehingga daya ungkit dari program itu dapat memecahkan masalah tenaga kerja? 

Ketika menjelang tahun 2009, muncul inisiatif untuk meningkatkan proporsi dari tenaga kerja yang mau berfungsi sebagai wirausahawan, dengan terminologi yang diajukan oleh Joseph A. Schumpeter (2008 Capitalism, Socialism and Democracy, Harperperenial) dengan istilah enterpreunership. 

Inti dari pandangan Schumpeter adalah bahwa mereka yang mau mengambil risiko dan berinovasi tampil melakukan perubahan untuk menghasilkan barang dan jasa adalah pekerja yang akhirnya bisa lebih mandiri. 

Di dalam tubuh wirausaha, lebih kental kemandirian, dan bahkan sanggup merekrut orang lain untuk dipekerjakan dalam merealisasikan ide-idenya dalam bentuk yang lebih nyata. Dalam menyikapi demikian, gagasan yang lahir di perguruan tinggi lebih didorong pula oleh pengusaha-pengusaha sekelas Ir. Ciputra, yang aktif mengembangkan sekolah enterpreunership. 

Sayang sekali gerakan-gerakan seperti itu redup-redup sampai, sangat gesit ketika isu itu diembuskan, kemudian hilang tidak bertuan setelah itu. Sehingga kita tidak melihat adanya tren yang lebih positif terhadap upaya melahirkan para wirausahawan. 

Nilai-nilai risiko dan terbiasa bekerja keras dan fokus ternyata tidak terlalu kental masuk ke dalam proses pembelajaran di jenjang pendidikan menengah dan tinggi. Adalah PM Malaysia Tun Abdul Razak, baru-baru ini melaksanakan apa yang mereka istilahkan Program Wirausahawan Muda. 

Program ini mirip dengan wirausahawan yang dikembangkan di Indonesia di akhir 2009 di universitas-universitas. Di Malaysia, program serupa lebih ditujukan kepada mereka yang tidak lagi terikat dengan pendidikan formal, namun akan memasuki dunia kerja. Selain penyiapan pekerja mandiri, penyiapan modal kerja untuk ”start up bussiess”. 

Malaysia menyadari bahwa semakin terbatasnya lapangan pekerjaan upahan yang ada, sehingga upaya untuk melahirkan wirausahawan yang tidak bergantung pada kerajaan

Page 22: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

menjadi pilihan alternatif. Sekalipun keberhasilannya belum dapat kita periksa, program pelatihan dan penyediaan modal kerja menjadi salah satu yang dominan dilakukan pada anggaran fiskal tahun 2014 ini. 

Bagaimana sebaiknya? Di Indonesia jika kita ingin mempercepat melahirkan wirausaha, maka langkah untuk memilih kedua jalur adalah sangat memungkinkan. Jalur pertama adalah dengan mencoba merancang kurikulum di sekolah formal yang dapat meningkatkan porsi dari penumbuhan jiwa wirausaha. 

Dengan praktik-praktik secukupnya, sehingga melalui proses pendidikan dan praktek diharapkan setelah selesainya menjalani pendidikan, peserta didik menjadi tinggi keinginannya untuk memulai pekerjaan dengan inovasi-inovasi baru. Unsur menumbuhkan keterampilan dan soft skills wirausaha adalah menjadi prioritas tertentu yang dirumuskan oleh kurikulum sekolah. 

Pada jalur kedua adalah dengan menawarkan program persiapan menjadi wirausaha bagi mereka masa transisi, atau mereka yang sudah mulai terlibat dalam pekerjaan, namun belum berhasil. 

Selama ini, upaya untuk menerima pencari kerja dan menyalurkannya adalah salah satu upaya yang sedikit manfaatnya. Mengingat sedikit perusahaan yang benar-benar mencari tenaga kerja melalui media iklan. Pada proses di mana mereka yang sudah tidak lagi sekolah, model-model menumbuhkan kewirausahaan menjadi sangat relevan. 

Anak-anak muda yang belum atau masih sedikit keterampilannya mesti diupayakan agar mereka dapat mudah untuk ikut magang kerja, pelatihan-pelatihan, termasuk diberi kesempatan untuk menumbuhkan bakat dan seni. Ruang bagi mereka perlu dibuka seluas luasnya melalui program pembentukan wirausaha muda. 

Jika kita saksikan dan lihat mereka yang berhasil menjadi wirausaha, jelas dapat disimpulkan bahwa ketekunan, kerja keras, dan fokus adalah menjadi cara kerja yang membuat sebagian di antara wirausaha berhasil dan sukses pada usia yang masih muda. Ke arah itu sangat relevan dilakukan terobosan oleh siapa pun yang mau melihat bahwa tenaga kerja adalah masalah besar bangsa ke depan. 

ELFINDRIProfesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas, Padang

Page 23: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Platform Ekonomi dalam Pilpres

PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Saat ini pemilihan umum presiden (pilpres) memasuki babak yang sangat krusial, yaitu menjelang masa pendaftaran.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan waktu pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada 18–20 Mei 2014. Proses yang saat ini berlangsung di KPU adalah rekapitulasi hasil perhitungan suara tingkat nasional, diikuti penetapan hasil penghitungan suara bagi DPR dan DPD serta penetapan hasil pemilu nasional pada 7–9 Mei 2014. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh kursi DPR paling sedikit sebesar 20% atau jumlah suara sah minimal 25%.

Terlepas dari proses komunikasi membentuk koalisi antarpartai politik pengusung capres-cawapres, saya melihat platform pembangunan ekonomi nasional 2014–2019 oleh tiap pasangan menjadi semakin penting untuk dikomunikasikan kepada masyarakat. Paling tidak terdapat dua hal penting mengapa platform ini sangat penting. Pertama, sebagai pengikat komitmen politik lima tahun bagi partai pengusung pasangan capres-cawapres. Apabila pasangan yang diusung memenangi pilpres, koalisi di parlemen sangat dibutuhkan untuk menjamin roda pemerintahan efektif.

Hal ini mengingat segala program kerja nasional yang memiliki konsekuensi APBN perlu melalui mekanisme politik di DPR. Kedua, platform ekonomi yang berisikan visi, misi, serta arah pembangunan nasional pasangan capres-cawapres akan menentukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2015–2019. Platform ekonomi perlu didasarkan pada RPJP Nasional yang diatur UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005–2025.

Khusus untuk masa peralihan yang menjamin kesinambungan pembangunan dan kekosongan rencana pembangunan nasional, dalam Pasal 5 UU Nomor 17 Tahun 2007 disebutkan ”... Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya.” Kendati demikian, presiden terpilih berikutnya tetap memiliki kewenangan yang cukup luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN Perubahan 2015 sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Platform ekonomi capres-cawapres inilah yang nantinya akan menjadi pedoman penyusunan

Page 24: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

RPJMN 2015–2019. Di dalamnya RPJMN memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang meliputi gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang memuat rencana regulasi beserta kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Berikutnya RPJMN akan diterjemahkan dalam RKP tahunan yang memuat prioritas, program, anggaran, dan kerangka regulasi. Begitu pentingnya platform pembangunan ekonomi pasangan capres-cawapres bagi perekonomian nasional 2015–2019, kita pun perlu memberikan ruang seluas-luasnya akan hal ini. Selain figur dan ketokohan tiap pasangan, agenda dan prioritas pembangunan ekonomi Indonesia lima tahun ke depan juga perlu diperhatikan oleh kita semua.

Saya meyakini kombinasi antara kedua aspek tersebut, yaitu aspek individu yang berisikan ketokohan, track-record, personalitas, dan emotional attachment serta aspek rasional yang berisikan visi besar membangun Indonesia lima tahun berikutnya, akan membuat tidak hanya demokrasi kita lebih berkualitas, tetapi juga memastikan perekonomian nasional akan menjadi lebih baik lagi pada masa-masa yang akan datang. Platform ekonomi tiap pasangan capres-cawapres perlu mempertimbangkan tidak hanya ekonomi domestik, tetapi juga dampak dari perekonomian dunia untuk kurun waktu 2015–2019.

Sejumlah event perlu kita antisipasi untuk terus meningkatkan daya tahan (resiliency) perekonomian nasional. Pertama, rencana The Fed mengakhiri stimulus moneter dan diikuti dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat berisiko memperbesar capital-outflow dari negara emerging. Kedua, persiapan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang efektif berjalan pada akhir 2015. Ketiga, risiko ekonomi akibat krisis dan ketegangan politik di sejumlah wilayah seperti Ukraina, Laut China Selatan, Semenanjung Korea, dan wilayah lain yang berpotensi meningkatkan harga minyak mentah dunia.

Keempat, perubahan iklim dan cuaca juga berpotensi menggagalkan hasil panen produsen utama komoditas pangan dunia. Kelima, hal-hal lainnya yang berpotensi mengancam lonjakan inflasi, penurunan nilai dan volume ekspor nasional, pelemahan investasi dunia, dan mengganggu stabilitas pasar keuangan nasional. Sementara itu, platform ekonomi tiap pasangan capres-cawapres perlu memuat visi besar untuk terus memajukan perekonomian nasional menjadi lebih sejahtera, adil, berdaya saing, dan semakin merata.

Termasuk di dalamnya komitmen politik dan rencana strategis untuk terus memperkuat fundamental ekonomi nasional. Hal ini perlu tecermin pada sejumlah strategi seperti pengelolaan fiskal yang sehat, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan negara (pajak dan bukan-pajak), pengurangan kemiskinan, pembangunan infrastruktur dan penguatan industri nasional, pemanfaatan iptek, ketahanan pangan dan energi, pendidikan, serta kesehatan. Kebijakan prioritas sektoral juga perlu dimunculkan seperti bagaimana meningkatkan sektor pertanian, telekomunikasi, transportasi dan logistik nasional, konstruksi, industri pengolahan, serta jasa keuangan.

Page 25: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Target pencapaian kinerja ekonomi nasional seperti pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, inflasi, defisit anggaran, target lifting minyak dan gas nasional, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), prioritas alokasi anggaran pemerintah, dan indikator lainnya juga perlu muncul untuk memberikan gambaran yang lebih detail. Mengingat begitu strategisnya hal ini, saya mengajak semua pihak, utamanya media nasional, untuk berbagi ruang seluasluasnya dalam memberikan informasi terkait dengan platform ekonomi dan pembangunan tiap kandidat capres-cawapres.

Hal itu agar masyarakat mengetahui sebelum menentukan pilihan atas arah pembangunan ekonomi nasional 2015–2019. Terutama ketika masa-masa kampanye pilpres secara resmi digelar. Sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, jadwal kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden akan diselenggarakan pada 4 Juni–5 Juli 2014 untuk putaran I.

Apabila tidak ada yang mencapai 50%, pilpres akan dua putaran dan kampanye putaran II akan dijadwalkan pada 26 Agustus–5 September 2014. ●

Page 26: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Ekonomi Global dan Posisi Indonesia

Sejak dekade 1980-an interaksi ekonomi antarnegara makin pekat, khususnya pada saat liberalisasi menjadi bahasa pergaulan ekonomi internasional.

Indeks keterbukaan tiap negara makin besar, yang menunjukkan kesediaan negara tersebut untuk bekerja sama dalam kegiatan ekonomi secara lebih intensif. Pola ini juga diikuti Indonesia dengan derajat keterbukaan yang lumayan besar, bahkan dianggap yang paling terbuka pada level Asia. Sektor keuangan (perbankan) Indonesia sudah terbuka sejak dekade 1980-an ketika bank asing diberi kelonggaran untuk melakukan aktivitas di sini.

Setelah itu, investasi juga dibuka mulai awal 1990-an yang dilanjutkan secara formal dengan dikeluarkannya UU No 25/2007. Liberalisasi perdagangan juga kian masif pascakrisis ekonomi 1997/1998 di mana dengan panduan IMF Indonesia mulai mengurangi tingkat tarif perdagangan sehingga secara umum arus ekspor-impor menjadi lebih leluasa bergerak.

Posisi Indonesia

Secara ekonomi tidak bisa dimungkiri Indonesia telah berada dalam radar perekonomian global dalam banyak aspek. Ukuran ekonomi Indonesia termasuk yang paling besar di dunia, sekarang menempati peringkat ke-16 (dari PDB) sehingga masuk G-20. Pada forum G- 20 ini Indonesia menjadi satu-satunya wakil ASEAN.

Tentu saja ini posisi yang menguntungkan karena Indonesia dapat melakukan pertemuan reguler dengan negara- negara maju lain seperti AS, Jerman, Inggris, Jepang, Korsel, China, India, Brasil. PDB Indonesia pada 2012 dalam forum G-20 di atas Turki, Belanda, Arab Saudi, dan Swiss. Kontribusi PDB Indonesia terhadap total PDB G- 20 sekitar 1,5%. Secara umum, kontributor PDB terpenting dari G-20 ini adalah AS, China, dan Jepang.

Peran sumbangan PDB Indonesia ini tergolong kecil karena dari sisi jumlah penduduk Indonesia mendonorkan hampir 5% dari total jumlah penduduk G-20. Jika dibuat paralel, Indonesia sekurangnya harus menyumbangkan 5% dari total PDB G-20 (WEF, 2013). Dalam hal stabilitas makroekonomi, Indonesia juga memiliki prestasi yang lebih bagus dari sebagian besar anggota G- 20.

Defisit fiskal terjaga tidak lebih dari 3% PDB, demikian pula rasio utang hanya 25% dari PDB, jauh lebih rendah dari konsensus maksimal 60%. Jika dibandingkan dengan AS dan beberapa negara Eropa, defisit fiskal dan rasio utang Indonesia jauh lebih sehat. Tentu saja hal ini tidak lantas menjamin bahwa Indonesia semuanya aman karena dalam beberapa hal ada variabel lain yang mesti diwaspadai. Pada 2012 Indonesia untuk pertama kali mengalami

Page 27: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

defisit primer, yakni pendapatan lebih kecil ketimbang belanja di luar pembayaran utang.

Demikian pula untuk variabel DSR (debt service ratio) mengalami peningkatan di mana pada akhir 2013 lalu sempat di atas 42%. Padahal idealnya DSR ini di bawah 30%. Peningkatan DSR ini lebih banyak disebabkan turunnya ekspor sehingga membuat angka pembilang menjadi mengecil. Kinerja makroekonomi lainnya juga cukup bagus. Investasi, misalnya, saat ini rasionya sudah berada di kisaran 32% terhadap PDB. Ini merupakan angka tertinggi dibandingkan Indonesia sebelum diguncang krisis ekonomi 1997/1998 lalu.

Pada 1996, rasio investasi terhadap PDB hanya pada level 28%. Dengan demikian, selama 10 tahun terakhir ini telah ada peningkatan investasi yang lumayan besar meskipun masih jauh ketimbang yang dicapai anggota G-20 lainnya (bahkan juga dengan negara tetangga di ASEAN). Pengangguran juga mengalami penurunan, di Indonesia sekarang pengangguran sekitar 6,2%.

Ini lebih rendah ketimbang Afrika Selatan, Italia, Prancis, Turki, India, Kanada, Inggris, AS, dan Argentina (CIA the book dan BPS, 2014). Sungguhpun begitu, inflasi Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan anggota G-20 lainnya. Inflasi Indonesia cukup tinggi bersanding dengan Argentina, India, dan Turki (OECD, 2014).

Agenda Domestik

Dengan situasi tersebut, memang Indonesia selayaknya percaya diri untuk bermain dalam konstelasi ekonomi global. Di masa depan sekurangnya dua peta akan terjadi dalam konstelasi ekonomi dunia. Pertama, poros di luar AS dan Eropa akan makin besar peranannya. China, Brasil, India, dan India bakal merangsek peranannya karena ditopang jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Di luar itu masih ada pelapis lain seperti Korsel, Afrika Selatan, Meksiko. Dengan begitu, porsi AS dan Eropa akan makin tergerus dalam ekonomi global.

Kedua, kesepakatan liberalisasi baik dalam kerangka WTO maupun blok-blok perdagangan kian mendapatkan tantangan yang keras akibat implikasi ekonomi yang tidak setara antara negara maju dan berkembang. Renegosiasi sangat mungkin terjadi, bahkan dimungkinkan terjadi pembentukan blok ekonomi baru yang lebih mencerminkan kepentingan negara berkembang.

Dengan gambaran tersebut, Indonesia harus mereposisi perannya secara lebih cerdas. Indonesia perlu memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara berkembang yang sedang menjadi poros ekonomi baru seperti China, Korsel, India, Brasil, Afrika Selatan, dan sebagainya. Kerja sama ekonomi di antara negara-negara tersebut bukan semata untuk meningkatkan kapasitas ekonomi, tetapi juga terkait dengan perumusan poin yang lebih strategis dalam memainkan peran dalam pentas ekonomi global.

Berikutnya, Indonesia harus menjadi juru bicara yang fasih untuk membela kepentingan

Page 28: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

negara yang dirugikan dalam kesepakatan ekonomi global. Indonesia dan negara-negara poros baru ekonomi dituntut tidak mementingkan diri sendiri, tapi berbagi kepedulian dengan negara yang hancur akibat keterbukaan ekonomi.

Pada dekade 1950-an Indonesia pernah memerankan dengan sangat baik posisi tersebut sehingga secara empiris pernah ada sejarah keberhasilan itu. Sungguhpun begitu, tidak mudah memainkan posisi yang strategis itu, perlu memastikan bahwa agenda (ekonomi) domestik terselesaikan terlebih dulu.

Struktur ekonomi nasional masih rapuh, antara lain ditunjukkan oleh ekspor yang ditopang komoditas primer, peran usaha kecil dan menengah tidak optimal, produktivitas tenaga kerja rendah, sumbangan sektor industri makin turun, kesinambungan fiskal belum sepenuhnya meyakinkan, sektor perbankan belum terkait dengan sektor riil secara baik, kebijakan moneter cenderung melemahkan daya dorong perekonomian. Itu semua adalah agenda ekonomi aktual yang relevan untuk diselesaikan secara cepat.

Apabila sebagian besar agenda itu dapat diselesaikan dalam jangka pendek, cukup mudah bagi Indonesia memainkan peran sentral dalam kancah ekonomi dunia. Selebihnya, visi pemimpin mendatang harus paralel dengan situasi ini agar tidak terkurung dalam pikiran yang sempit.

AHMAD ERANI YUSTIKA

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Direktur Eksekutif Indef

Page 29: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Urgensi Akuisisi Bank BTN

Beberapa pekan terakhir perhatian kita disibukkan oleh berita seputar akuisisi Bank BTN oleh Bank Mandiri. Adalah surat dari Kementerian BUMN yang meminta manajemen Bank BTN untuk memasukkan tambahan agenda dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) tentang persetujuan prinsip perubahan pemegang saham sebagai awal dari prahara bergulirnya isu akuisisi tersebut.

Pemerintah melalui Menteri BUMN memberikan argumentasi perlunya akuisisi BTN untuk menyelamatkan bank BUMN yang saban harinya mengurusi pembiayaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah itu. Bank BTN ”dianggap” tidak mampu mendukung program pemerintah, terbukti dengan jumlah backlog rumah yang sangat besar. Likuiditas Bank BTN ”dianggap” bermasalah karena loan to deposit ratio (LDR) dan biaya operasional-pendapatan operasional (BOPO) yang tinggi.

Kapasitas kredit yang dapat disalurkan Bank BTN pun ”dianggap” terlalu kecil. Sementara dari sisi perbankan, langkah akuisisi kepada Bank BTN ”dianggap” perlu untuk mendukung konsolidasi perbankan dalam menyambut MEA yang akan diberlakukan tahun 2015. Pada saat MEA, struktur perbankan Indonesia harus kuat untuk dapat bersaing dengan bank-bank asing yang bakal masuk ke Indonesia. Konsolidasi itulah yang akhirnya menjadi perlu untuk dilakukan akuisisi terhadap Bank BTN tersebut.

Dua tujuan dengan dua pandangan yang diajukan memang semuanya benar, baik itu dari sisi kepentingan pemerintah ataupun keperluan perbankan. Tapi apakah memang itu merupakan sebuah kebenaran sehingga patut semua orang di negeri ini harus mendukung untuk menggiring pemerintah dalam mengambil keputusan yang tidak populis dengan meloloskan akuisisi terhadap Bank BTN? Paparan kinerja Bank BTN per 30 Maret 2014 tidak sedikit pun terlihat cacat sehingga pemerintah tidak perlu malu mengakui kinerja perusahaan ini bagus.

Pertumbuhan kredit dan dana di atas rata-rata industri nasional masing-masing berada pada angka 20,24% dan 17,44%. Asetnya juga tumbuh 14% dan saat ini menjadi sebesar Rp137 triliun. Bank ini ternyata punya secondary reserve di angka lebih dari Rp12 triliun.

Artinya walaupun LDR-nya tinggi (karena kredit yang disalurkan besar dan tidak semua komponen dana dimasukkan dalam hitungan LDR) dan BOPO-nya tinggi, bank ini terus bergerak pasti. Bank BTN bukan bank sakit yang harus diamputasi sebenarnya. Bank ini memang aneh karena karakter bisnisnya beda dan tidak terukur oleh ukuran yang berlaku bagi bank umum.

Page 30: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

***

Pemerintah tidak pernah mau belajar untuk bekerja lebih banyak dalam setiap kesempatan yang ada. Selalu saja muncul kebijakan di publik yang bertolak belakang dari apa yang sudah menjadi keputusan dari pemimpin masa lalu. Lagi-lagi selalu kesalahan itu berulang karena tidak adanya sikap pemerintah sendiri dalam menghadapi masalah ini.

Sikap ini terlihat jelas dari pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam atas instruksi Presiden untuk menjadi dasar kepada semua menteri terutama Menteri BUMN untuk ”menunda” proses akuisisi Bank BTN tersebut. Inilah bukti ketidaktegasan pemerintah dalam menyikapi masalah yang sangat urgen untuk pengambilan keputusan strategis. Tidak ada satu pihak pun entah itu mewakili kepentingan pemerintah ataukah organisasi perbankan bahwa isu akuisisi ini jika terus dibiarkan akan mengganggu sistem ekonomi Indonesia.

Tidak sebanding dengan permasalahan pada masa Bank Century barangkali karena hanya melihat Bank BTN dengan sebelah mata. Tapi supaya diketahui bahwa baik Bank BTN ataupun Bank Mandiri sama-sama sebagai perbankan dengan status sebagai perusahaan terbuka. Hal paling sulit dalam jasa perbankan itu adalah untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Pemerintah mestinya menghitung risiko atas isu seperti ini.

Apalagi Serikat Pekerja (SP) BTN mengancam akan mogok nasional jika Kementerian BUMN tidak mencabut surat akuisisi dan tetap memaksakan agenda perubahan pemegang saham pada RUPSLB BTN 21 Mei mendatang. Beredarnya isu ini mau tidak mau dan suka tidak suka pasti mengganggu ketenangan masyarakat. Terutama para pemilik dana. Sudah pasti Bank BTN harus kerja keras untuk meyakinkan pemilik dana untuk tidak menarik dananya.

Dana pihak ketiga Bank BTN per 30 Maret 2014 tercatat sebesar Rp102 triliun lebih. Sebuah perjuangan keras untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat degan perolehan dana sebesar itu. Tapi itu tidak akan sebanding jika masyarakat takut dan tidak percaya hingga pada akhirnya menarik dananya, rush dari sistem perbankan BTN.

***

Mengapa akuisisi terhadap Bank BTN mendapat penolakan yang luar biasa dari pihak-pihak yang justru berasal dari luar Bank BTN? Tapi soliditas pegawai Bank BTN yang menyatu dari ujung Sabang sampai Merauke perlu menjadi pertimbangan khusus bagi pemerintah. Pasti ada sesuatu yang pemerintah dianggap telah salah jika melakukan pembiaran akuisisi terhadap Bank BTN.

Ya memang pemerintah harus tegas menyikapi ini. Bank BTN sudah diciptakan sejak lahir untuk mengurusi rumah rakyat. Penunjukan kepada bank ini pun sudah sangat jelas sejak 1974 sebagai bank pendukung program pemerintah dalam penyediaan rumah rakyat. Makanya jangan heran jika namanya Bank Tabungan Negara, tetapi justru aset terbesar

Page 31: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

bukan berada pada tabungan melainkan justru pada perumahan.

Berdasarkan data per 30 Maret 2014, kredit yang disalurkan Bank BTN sudah mencapai sekitar Rp103 triliun. Bank BTN sendiri sudah merumahkan lebih dari 3.600.000 masyarakat di Indonesia. Jika satu rumah diisi sekitar 4 orang atau lebih, setidaknya kredit yang disalurkan Bank BTN saat ini telah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 15.000.000 juta masyarakat Indonesia. Bisa jadi kita menjadi bagian dari yang pernah menikmati fasilitas KPR Bank BTN tersebut.

Di sinilah sebetulnya pemerintah harus segera mengambil sikap tegas. Undang-undang telah memberikan amanat kepada pemerintah untuk mengurusi rumah bagi rakyat. Berdasarkan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dengan jelas dinyatakan, ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Kemudian berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Pasal 5 ayat 1 disebutkan: ”Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.”

Di sisi lain sesuai dengan fungsinya, perbankan berperan sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian. Perbankan diperlukan perannya untuk membantu program pemerintah dalam penyediaan rumah, khususnya KPR, bagi pembiayaan perumahan untuk masyarakat menengah bawah. Sayangnya, walaupun mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk melakukan intervensi, pemerintah tetap saja tidak dapat memaksa perbankan untuk menyalurkan KPR kepada masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Ini lebih dilatarbelakangi kepentingan bisnis bahwa penyaluran KPR kepada masyarakat golongan tersebut kurang menguntungkan bagi perbankan. Menyadari peran strategis pemerintah di dalam memberikan stimulus bagi berjalannya ekonomi bangsa sebagai mediator dalam memuluskan roda pemerintahan, diperlukan adanya dukungan politik pemerintah dalam mewujudkannya.

Pemerintah bisa saja mengambil kebijakan antara lain bidang-bidang usaha yang sudah diminati pasar, sebaiknya kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan kepada swasta sehingga tidak perlu dimiliki dan dikelola pemerintah. Pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai regulator yang mengatur dan memfasilitasi swasta dalam menjalankan usaha pihak swasta.

***

Dengan paparan yang sudah disampaikan di atas, jelas ada pesan untuk pemerintah bagaimana mengambil sikap atas masalah akuisisi BTN tersebut. Yang pertama pemerintah harus tegas dan cepat mengambil sikap atas nama UU untuk tetap menguasai industri terkait

Page 32: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kedua pemerintah perlu mendorong perbankan agar memberikan dukungan dalam pembiayaan rumah bagi rakyat.

Yang ketiga perlu dukungan pemerintah sebagai pemegang fungsi pengendali di dalam ekonomi pemerintahan. Dalam kaitannya dengan dukungan perbankan, sudah seyogianya mulai digagas adanya regulasi yang bersifat sebuah kewajiban bagi perbankan guna mendukung program pemerintah. Pemenuhan kebutuhan rumah rakyat adalah salah satu program pemerintah.

Oleh karena itu pemerintah bisa saja membuat suatu aturan yang mewajibkan perbankan untuk mendukung programnya meskipun untuk itu dibutuhkan adanya stimulus atau reward sekalipun agar perbankan dapat memberikan dukungan. Dalam kaitannya pemerintah sebagai pemegang fungsi pengendali sekaligus selaku pemegang saham mayoritas BUMN, dapat saja pemerintah memosisikan Bank BTN sebagai policy bank tanpa harus bersusah payah dan membuang waktu hanya untuk memikirkan bagaimana mengembangkan bank ini.

Bisnis Bank BTN itu unik yang tidak bakal bisa diukur dengan rumus bank umum. Housing bank di negara-negara maju juga memiliki karakter yang sama. Pemerintah cukup membiarkan bank ini berkembang secara alamiah sesuai dengan kemampuannya, maka jaminan bagi MBR untuk memiliki rumah akan tetap terbuka.

Di samping itu pemerintah akan tetap memiliki bank yang khusus menangani perumahan untuk memenuhi kewajiban politiknya kepada rakyat seperti halnya di Thailand.

DODY AGOENG S

Pengamat Properti dan Praktisi Perbankan

Page 33: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014
Page 34: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Korupsi dan laju pembangunan

Koran SINDO

Sabtu,  3 Mei 2014

PRAKTIK pungutan liar (pungli) dengan berbagai bentuk masih masif di jalan raya. Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah, sangat marah melihat kenyataan korupsi di jalan raya masih berlangsung di daerahnya.

Model korupsi jalan raya adalah korupsi kelas teri. Berdampak pada beban biaya ekonomi ”high cost economy”, dan mengurangi umur ekonomis jalan raya. Kejadian korupsi ini tetap berlangsung kendati akhir-akhir ini KPK sudah sangat intensif menangkap para politisi dan para birokrat koruptor. Kemudian majelis hakim telah menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat dibandingkan dengan kejadian korupsi besar pada lima tahun sebelumnya.

Model korupsi ”ikan teri” Fenomena ini ditayangkan oleh televisi saat Ganjar Pranowo berkunjung secara mendadak ke jembatan timbang di Jawa Tengah. Saat itu terlihat para sopir truk yang melewati timbangan truk membawa uang yang dimasukkan ke dalam amplop.

Kemudian mereka meninggalkan uang tersebut ke petugas penjaga timbangan. Korupsi kecil-kecilan skala ikan teri berdampak besar. Fenomena sopir sebagai penyuap dan petugas sebagai penerima suap mungkin saja terjadi di hampir kebanyakan jembatan timbang.

Uang resmi berupa retribusi yang dibayar oleh setiap truk yang melewati suatu jalan tertentu ditetapkan oleh peraturan daerah setempat. Penerimaan itu merupakan pemasukan pemerintah daerah secara resmi.

Setiap truk yang melewati jalan raya, dengan ukuran bobot beban yang dibawanya akan dikenai sejumlah tarif. Persoalannya, banyak di antara truk yang melewati jembatan timbang tidak melakukan penimbangan. Pada kasus ini sopir truk lebih mudah menyerahkan uang kepada petugas dengan jumlah yang biasa sudah lazim disetujui oleh petugas yang bertugas.

Praktik ini sudah bertahun-tahun dan jarang pemimpin daerah yang menggubris. Atau mereka pura-pura tidak tahu. Cara lainnya, truk melewati jembatan timbang dan ketika mereka membawa berat bobot truk lebih dari yang sudah ditetapkan, maka mereka biasa menutupinya dengan uang agar tidak terkena denda tambahan. Kasus terakhir ini juga terjadi. Bagi supir truk, hal ini biasanya sudah disiapkan sebagai unit costs tambahan untuk membawa barang-barang dari tempat asal ke tempat tujuan.

Page 35: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Biasanya kelebihan angkutan akan menyebabkan tambahan keuntungan bagi pengusaha truk agar mereka masih tetap untuk mengembangkan bisnis angkutan. Namun, persoalannya tidak sesederhana itu saja. Selain kasus di jembatan timbang, biasa sopir truk juga akan melalui berbagai kelompok yang sangat membebankan biaya produksi.

Studi yang dilakukan oleh mahasiswa kami menemukan bahwa sopir juga mendapatkan beban tambahan dari setiap praktik razia yang dilakukan oleh aparat di jalanan. Setiap kedok ”razia” di jalanan juga membawa implikasi, biasanya pemeriksaan kendaraan tidak dilakukan.

Sopir truk cukup membawa tas kecil dan di dalam tas berisi uang yang langsung diserahkan kepada petugas razia yang ada. Ini sudah lazim dilakukan dan membebani juga tambahan sopir truk. Selain dari petugas razia jalan raya, para sopir juga dibebani oleh setoran yang mesti diserahkan kepada preman yang mangkal pada titik-titik tertentu.

Menurut penelitian mahasiswa kami, besaran beban yang diberikan kepada preman secara relatif sama dengan beban yang juga diberikan kepada petugas yang melakukan razia sepanjang hari. Angkanya fantastis. Jika membawa truk kosong dari Medan ke Padang memerlukan biaya Rp2 juta. Sebaliknya jika membawa barang, sopir telah menganggarkan sekitar Rp4 juta rupiah untuk jarak yang sama.

Konsekuensi Konsekuensi dari terbiasanya praktik pungli di jalan raya ini adalah beban jalan raya selalu lebih dari ambang batas beban yang bisa ditanggungnya— sesuai kualitas pembuatan jalan. Alhasil, umur ekonomis jalan menjadi lebih pendek dari teknis yang ditetapkan.

Pada 2014 ini saja, misalnya untuk pengaspalan kembali jalan yang rusak di jalan raya pantai utara Jawa direncanakan sepanjang 1.200 km, anggaran Kementerian PU adalah Rp1,2 triliun. Program tahunan ini biasanya dilakukan sekitar tiga bulan menjelang Lebaran. Dan Kementerian PU lebih memilih program penyusutan jalan ketimbang membangun ruas jalan atau pelebaran jalan baru di luar Jawa.

Pantas Wakil Presiden Boediono mengemukakan Indonesia adalah sebuah negara ”darurat infrastruktur”, mengingat sepanjang dua dekade terakhir pembangunan infrastruktur di Indonesia boleh dibilang tidak signifikan.

Padahal, kebutuhan infrastruktur yang tidak saja diperlukan di daerah Jawa, namun juga pembangunan ruas jalan baru atau pelebaran di sepanjang ruas Sumatra, Trans Kalimantan, Sulawesi, Irian, dan berbagai pulau yang juga belum memiliki infrastruktur memadai. Aksi Ganjar Pranowo telah menyadarkan kita akan aib bangsa, yaitu praktik korupsi kecil-kecilan memang sangat banyak terjadi.

Sekali-sekali, selain dari jembatan timbang, baiknya blusukan dengan memeriksa meja para

Page 36: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

pegawai rendahan. Di sana akan diketahui bahwa praktik korupsi tidak saja muncul pada top management, tapi juga pada middle, dan lower management. Fenomena sopir truk yang membuka aib itu. Biasanya setelah hasil blusukan demikian, sanksi berikutnya tidak terjadi.

Alias persoalan yang sama dibiarkan atau para aparat dipindahkan. Hanya dengan cara yang tegas yang bisa menuntaskan persoalan: kepada sopir truk sebaiknya SIM mereka dicabut jika melanggar. Petugas jembatan timbangan sebaiknya dipensiunkan lebih cepat, daripada memelihara dan melanggengkan praktik korupsi. Selamat mencoba.

ELFINDRIProfesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi, Universitas Andalas (Unand), Padang

Page 37: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Deflasi dan Surplus Neraca Dagang

Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (2/5), merilis beberapa data ekonomi nasional antara lain kinerja inflasi dan neraca perdagangan. Secara umum dua data ekonomi itu menunjukkan tren positif dan sinyal afirmatif atas penguatan fundamental ekonomi yang terus berlangsung dalam beberapa tahun terakhir.

Penguatan fundamental ekonomi nasional di tengah penyelenggaraan pemilu dan sejumlah tekanan eksternal merupakan refleksi kapasitas ekonomi dan bekerjanya sejumlah instrumen kebijakan ekonomi yang telah ditempuh selama ini. Periode April 2014, BPS mencatat terjadi deflasi sebesar 0,02% setelah pada Maret tercatat inflasi sebesar 0,08%. Dengan deflasi 0,02% pada April 2014, inflasi tahun kalender Januari–April 2014 tercatat sebesar 1,39% dan inflasi secara tahunan (yoy) 7,25%.

Deflasi periode April 2014 banyak disumbangkan oleh kelompok bahan makanan yang memberikan andil deflasi 0,22% dan kelompok sandang 0,02%. Deflasi April disebabkan penurunan harga komoditas yang ditunjukkan oleh penurunan indeks beberapa kelompok pengeluaran seperti kelompok bahan makanan turun 1,09% (beras dan bawang) dan kelompok sandang turun 0,25%.

Sedangkan kenaikan indeks terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,45%, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,25%, kelompok kesehatan 0,61%, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,24%, serta kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,20%. BPS juga mencatat terjadi penurunan indeks harga konsumen (IHK) pada April 2014 sebesar 111,35 atau lebih rendah dari 111,37 pada Maret 2014.

Sementara kinerja inflasi komponen inti pada April 2014 mencapai 0,24% sehingga tingkat inflasi komponen inti tahun kalender periode Januari–April 2014 sebesar1,39% dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun sebesar 4,66%. Terkendalinya kinerja inflasi sepanjang Januari–April 2014 merupakan bagian dari upaya pengendalian yang terus dilakukan pemerintah, baik dari sisi pasokan maupun pengendalian harga, khususnya komoditas yang berdampak langsung bagi ekonomi rumah tangga menengah ke bawah (khususnya pangan).

Ketersediaan dan memadainya pasokan khususnya kebutuhan pokok masyarakat serta didukung oleh kelancaran distribusi barang menjadi basis kinerja inflasi awal 2014. Selain itu, kinerja inflasi juga dipengaruhi masuknya panen raya khususnya untuk komoditas beras pada April setiap tahun. Ini dapat terlihat dari kinerja inflasi April dari tahun 2010-2014, pada April 2010 tercatat inflasi sebesar 0,15%, pada April 2011 deflasi 0,31%, pada 2012 inflasi 0,21%, dan pada 2013 deflasi 0,1%.

Page 38: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Melimpahnya pasokan baik akibat ketersediaan cadangan pasokan yang memadai ditambah musim panen raya mendorong penurunan harga sejumlah komoditas pangan. Pemerintah dalam satu dasawarsa tahun terakhir terus mendorong pengendalian dan stabilisasi harga khususnya barang-barang kebutuhan pokok, memastikan ketersediaan pasokan, dan menjamin kelancaran distribusi pasokan (produksi dan distribusi).

Stabilisasi harga dan pengendalian inflasi dilakukan untuk menghindari volatilitas harga beberapa komoditas khususnya pangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Ancaman inflasi di tengah ketidakpastian global beberapa waktu belakangan telah menggerogoti ekonomi sejumlah negara berkembang yang memaksa bank sentral di negara tersebut menempuh kebijakan menaikkan suku bunga acuan. Ini tentu kontras dengan yang berlaku saat ini di Indonesia.

Keberhasilan mengendalikan harga, pengelolaan pasokan, distribusi, dan sejumlah instrumen kebijakan lain memberikan sinyal ke pasar bahwa formula ekonomi yang di tempuh berada pada jalur yang tepat (well on track). Selain catatan deflasi pada April 2014, BPS juga merilis kinerja neraca perdagangan Maret 2014 yang melanjutkan tren surplus bulan sebelumnya.

Neraca perdagangan periode Maret 2014 mencatatkan surplus sebesar USD673,2 juta dari total ekspor sebesar USD15,21 miliar dan impor USD14,54 miliar. Surplus neraca perdagangan Maret 2014 disumbangkan surplus sektor nonmigas sebesar USD2,05 miliar, sedangkan neraca perdagangan sektor migas mengalami defisit sebesar USD1,37 miliar. Surplus ini melanjutkan surplus Februari lalu yang mencapai USD785,3 juta setelah pada periode Januari defisit sebesar USD430,6 juta.

Surplus neraca dagang Maret 2014 ini juga lebih tinggi dari surplus periode yang sama pada 2013 yang hanya USD137 juta. Dengan demikian, kinerja neraca perdagangan secara kumulatif periode Januari – Maret 2014 mencatatkan surplus sebesar USD1,07 miliar dengan total ekspor USD44,32 miliar dan impor USD43,25 miliar.

Perbaikan neraca perdagangan ini juga bagian komitmen pemerintah untuk terus mendorong kesehatan neraca perdagangan yang berimplikasi secara signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Sepanjang triwulan I/2014 defisit transaksi berjalan diproyeksikan berada di kisaran 2% dan target hingga akhir 2014 berada di bawah 3%. Semakin membaiknya neraca dagang nasional merupakan respons dari sejumlah kebijakan perdagangan yang dikemas dalam paket kebijakan ekonomi nasional.

Pada awal 2014 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan ketiga yang bertujuan untuk menurunkan impor dan mendongkrak ekspor, khususnya barang bernilai tambah tinggi. Paket kebijakan ekonomi ketiga yang dikeluarkan berisi ketentuan tentang kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor barang tertentu dari 2,5% menjadi 7,5% dan relaksasi sejumlah fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).

Page 39: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Relaksasi fasilitas KITE bertujuan mendorong ekspor dengan menghapuskan aturan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang biasanya dibayarkan eksportir ketika mengimpor dan direstitusi setelah melakukan ekspor serta mempermudah perizinan fasilitas KITE. Pascarilis data deflasi dan surplus neraca perdagangan oleh BPS, indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah menunjukkan tren penguatan.

IHSG bergerak naik ke level 4.851,66 atau menguat 0,24% di sesi awal walau pada sesi penutupan turun ke level 4.838,76 atau melemah 0,03% akibat orientasi jangka pendek investor di akhir minggu untuk melepaskan sahamnya. Kendati demikian, Indeks 45 Saham Terlikuid (LQ45) tetap menguat 0,83 poin (0,10%) ke level 815,79. Nilai tukar rupiah pada sesi penutupan Jumat (2/5) menguat 43 poin ke level Rp11.519 dari Rp11.562 per dolar Amerika Serikat.

Membaiknya kinerja neraca dagang dan deflasi menunjukkan efektivitas bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini. Bauran kebijakan dan peningkatan koordinasi antara otoritas fiskal-moneter dan sektor riil dilakukan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas. Pada 2014 pemerintah menargetkan ekonomi nasional dapat tumbuh di level 6% dengan target inflasi 4,5% plus minus 1%.

Di tengah proses transisi kepemimpinan, optimisme pembangunan nasional bahkan terus meningkat dan menunjukkan sinyal-sinyal positif. Saya yakin dan percaya dengan kinerja ini, ruang gerak dan kapasitas ekonomi nasional akan semakin besar pada masa mendatang.

Dunia Usaha Butuh Kepastian

Page 40: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Pembangunan ekonomi Indonesia pada masa datang akan bertumpu pada industri dan manufaktur. Era ketergantungan pembangunan ekonomi melalui sumber daya alam segera berakhir.

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia saat ini sudah baik, terutama bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Memang, seharusnya Indonesia bisa lebih dari itu, terutama bila melihat kondisi ekonomi negara ini yang cukup baik. Salah satu industri yang perlu diperhatikan adalah automotif. Industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat karya. Dalam kurun satu dekade terakhir, Indonesia telah menjadi kekuatan baru industri automotif dunia.

Beberapa prinsipal bahkan sudah bersedia dan merealisasi investasi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan Thailand yang selama ini tentu menjadi salah satu negara yang kompetitif di sektor ini, Indonesia memiliki banyak kelebihan. Selain populasi lebih besar, sumber dayanya juga berlimpah dan pertumbuhan ekonominya cukup baik dari tahun ke tahun. Di bidang ini, Indonesia memiliki daya saing tinggi.

Harus diakui, ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan pemerintah, khususnya pemerintahan mendatang. Tantangan tersebut menyangkut persoalan infrastruktur, stabilitas politik, kepastian hukum, insentif, dan rantai birokrasi. Masalah infrastruktur misalnya, sebenarnya sudah ada planning yang jelas mengenai pembenahan infrastruktur, tetapi dalam tahap eksekusi bisa dibilang agak lambat.

Pemerintah mendatang harus memperhatikan masalah itu. Infrastruktur bukan hanya jalan, tapi juga listrik dan pelabuhan. Pembenahan infrastruktur itu memang membutuhkan dana sangat besar. Namun, tentu harus ada terobosan-terobosan dari pemerintah. Misalnya, untuk mengurangi subsidi BBM (bahan bakar minyak), bagaimanapun opsi yang dipilih tentu harus berani dicoba.

Subsidi harus tepat arah, tepat guna, dan tepat sasaran sehingga pemerintah memiliki anggaran yang cukup besar untuk pembenahan infrastruktur. Membengkaknya biaya logistik karena lemahnya infrastruktur di Indonesia. Jalan tol yang seyogianya bebas hambatan justru sering membuat pengiriman tersendat ke pelabuhan. Infrastruktur sangat penting agar kita mampu memenangi kompetisi. Karenanya pemerintah harus memperbaiki infrastruktur.

Kalau infrastruktur baik, perekonomian akan tumbuh lebih besar lagi. Angin segar sebenarnya datang saat pemerintah mencanangkan Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Tujuan pelaksanaan MP3EI itu untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan,

Page 41: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

pariwisata, telekomunikasi, energi, dan pengembangan kawasan strategis nasional.

MP3EI didesain sebagai akselerasi dan ekspansi pembangunan ekonomi di Tanah Air sehingga kegiatan perekonomian tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Ini sebenarnya direspons positif oleh berbagai pihak, terutama sektor industri, juga kalangan investor. Karena di dalam program tersebut terdapat pembenahan infrastruktur yang sangat agresif. Tapi, sayangnya, kenyataannya tidak sesuai dengan yang dijanjikan, itu yang membuat stakeholder drop.

Banyak investor yang merasakan bahwa pemerintah kurang sungguh-sungguh. Selain infrastruktur, yang sering dikeluhkan adalah masalah kepastian hukum dan birokrasi, yakni bagaimana mempermudah proses perizinan dengan birokrasi yang tidak berbelit-belit. Thailand memiliki board of investment yang bekerja sangat cepat dan sistematis, satu komando. Birokrasi di Thailand lebih ke arah eksekutor, bukan planner.

Ini yang tidak dimiliki Indonesia. Di Indonesia, birokrasi perlu diperbaiki. Yang dibutuhkan bukannya birokrasi planner, tapi ke arah eksekutor. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yang sudah di-planning harus segera dieksekusi, tidak perlu ragu. Masalah insentif perpajakan untuk investor misalnya, banyak yang belum merasakan. Meskipun planning-nya bagus, apa yang dijanjikan tidak ter-deliver sepenuhnya.

Masalah perburuhan sudah berhasil ditangani pemerintah dan hal ini cukup membantu dunia usaha. Tapi, jangan lupa, tahun ini adalah tahun politik, akan ada pergantian pemerintahan. Masalah stabilitas politik juga menjadi salah satu isu penting bagi dunia usaha. Lihat saja, isu politik di Thailand beberapa waktu lalu memberikan dampak kurang baik bagi dunia usaha.

Stabilitas politik harus dijaga karena akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika kondisi politik stabil, tentu akan berdampak pada exchange rate dan suku bunga yang turun dan sudah tentu mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia bisa sangat kompetitif dengan adanya perbaikan-perbaikan itu. Investor masih menunggu proses pergantian pemerintahan.

Jika yang terpilih sesuai harapan masyarakat dan pasar, exchange rate akan turun dan investor akan masuk ke dalam negeri. Saya contohkan untuk industri automotif. Kenapa belakangan ini pasar agak sedikit drop. Itu karena dipengaruhi nilai tukar yang berada di kisaran Rp11.000–12.000 per dolar AS, juga suku bunga yang masih tinggi sehingga penjualan produk automotif agak sedikit terhambat.

Tapi, keyakinan saya, fenomena ini tak akan berlangsung lama. Asalkan stabilitas politik terjaga, penjualan mobil nasional masih berada di level 1,2 juta unit tahun ini. Apalagi, sekarang pertumbuhan ekonomi nasional sudah menyebar. Jika 15 tahun lalu 70% penjualan masih didominasi di Jakarta, sekarang sudah menyebar. Jakarta hanya 30% dan total Pulau Jawa sudah mengerucut ke arah 60%.

Page 42: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Di Sumatera 15%, Kalimantan 10%, dan sisanya daerah lain di Indonesia. Memang dulu terpusat di Jakarta, tapi sekarang tidak lagi. Fenomena ini juga menunjukkan betapa daerah-daerah di luar Jawa sudah tumbuh pesat, salah satunya Sulawesi. Karena itu, sebaiknya pemerintah mulai memikirkan untuk membentuk sebuah kawasan atau sebut saja kota kedua setelah Jakarta sebagai pusat pemerintahan atau pusat bisnis sehingga pertumbuhan akan lebih merata lagi.

Memang, nantinya akan ada kendala masalah logistik. Meski hal itu tidak mudah dilakukan, idenya patut dipertimbangkan. Jika pertumbuhan sudah merata, tak sulit bagi Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara lain. Di sektor automotif misalnya, kenapa Thailand masih agak dominan, ini hanya masalah historis masa lalu. Pada 18 tahun lalu, kebijakan pemerintah saat itu membuat pihak prinsipal akhirnya berinvestasi ke Thailand.

Ke depan, jika Indonesia berhasil memberikan jaminan kepastian hukum, memperbaiki infrastruktur, dan menghilangkan hal-hal yang menghambat investasi, saya yakin Indonesia akan menjadi negara tujuan investasi.

Belajar dari Taiwan

Page 43: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Indonesia sebagai sebuah negara yang luas dari sisi wilayah dan besar dari jumlah penduduk dan sumber daya alam mungkin perlu belajar dari negara-negara yang tidak memiliki keistimewaan seperti yang kita punyai. Dalam situasi yang mendesak, sebuah negara atau masyarakat dipaksa untuk memutar otak dan mencari jalan keluarnya.

Salah satunya adalah Taiwan. Dalam pergaulan internasional, Taiwan tidak bisa disebut sebagai sebuah negara, tetapi merupakan ”entitas” yang memiliki otonomi untuk mengatur politik, ekonomi, pertahanan, dan bahkan relasi sosial budaya di wilayahnya. Kalau Anda angkat bicara tentang kerja sama dengan Taiwan kepada Kementerian Luar Negeri di Indonesia, besar kemungkinan dialog akan sangat terbatas pada konteks kerja sama bidang ekonomi, khususnya perdagangan, investasi, budaya, dan pengiriman tenaga kerja migran. Urusan seputar politik, pertahanan atau kenegaraan akan dihindari.

Maklum, Pemerintah Indonesia menganut prinsip One China Policy, artinya Indonesia mengakui bahwa Republik Rakyat China (RRC) adalah satu-satunya perwakilan sah dari China sehingga Indonesia tidak mengakui Taiwan (yang nama resminya adalah Republic of China). Karena pilihan tersebut, Indonesia hanya punya hubungan diplomatik dengan RRC, sementara dengan Taiwan hanya ada kantor perwakilan dagang dan ekonomi. Meskipun bukan mitra diplomatik Indonesia, Taiwan termasuk yang gigih memperjuangkan kerja sama yang lebih erat dengan Indonesia.

Data BKPM menunjukkan bahwa Taiwan berada di urutan kesembilan sumber investasi asing di Indonesia di mana perusahaan-perusahaan besar Taiwan seperti Acer Inc, China Trust Bank, Evergreen Group mempunyai cabang perusahaan di Indonesia. Taiwan juga membuka diri seluas-luasnya untuk pengiriman tenaga kerja dari Indonesia. Pada tahun 2014 Indonesia menyumbang tenaga kerja asing terbesar untuk Taiwan (mencapai 44% jumlah tenaga kerja di Taiwan) dan bagi Indonesia jumlah TKI yang bekerja di Taiwan tergolong terbesar se-Asia-Pasifik. Taiwan juga membuka beasiswa untuk menempuh pendidikan tinggi S-1, S-2, dan S-3 serta tidak segan-segan menyediakan peluang kunjungan dan penelitian gratis pula bagi peneliti dari Indonesia.

Kegigihan Taiwan menjadi dasar bagi saya untuk ingin tahu lebih banyak tentang Taiwan. Sebagai sebuah bangsa, populasi Taiwan terbilang relatif lebih besar dibandingkan negara-negara kecil dunia. Penduduknya mencapai 23,3 juta orang, hampir sama besar dengan Malaysia. Namun, dengan segala ”problem politik” yang harus ia kelola secara terus-menerus dengan China, bahkan Taiwan juga tidak diakui sebagai sebuah negara secara internasional, negara itu tetap berhasil tampil sebagai entitas politik yang cukup disegani di dunia. Kesulitan Taiwan dari segi politik bukanlah main-main. Dari RRC, mereka terus mengalami tekanan karena keaktifan mereka di bidang ekonomi dan politik di tataran global.

Misalnya saja mereka dikepung oleh tak kurang dari 1.300 senjata nuklir dari RRC. Mereka mengalami tekanan politik yang keras dari RRC seputar konflik teritorial di Laut China

Page 44: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Selatan. Dan dari segi ekonomi, karena bukan sebuah negara, ketika masuk ke suatu negara untuk tujuan berdagang, Taiwan harus membayar bea atau tarif yang lebih tinggi daripada ketentuan bagi sebuah negara. Artinya, kalau Taiwan punya nyali kecil dan kepercayaan diri yang rendah, mereka pasti memilih untuk bermusuhan saja dengan RRC dan ”seperlunya” saja dengan negara-negara seperti Indonesia.

Tapi bukan begitu pendekatan Taiwan. Taiwan tergolong aktif memberikan bantuan-bantuan ke negara lain ketika terjadi bencana alam, termasuk dalam kasus gempa bumi di Yogyakarta dan bencana nuklir Fukushima di Jepang. Mereka juga membentuk Taiwan International Cooperation and Development Fund untuk mengirimkan dana bantuan pembangunan bagi negara-negara berkembang. Filosofi Taiwan dalam tata kelola pemerintahan menjadi menarik sebagai catatan negara seperti Indonesia. Taiwan tidak gentar di hadapan segala kesulitan politik. Ketika berhadapan dengan negara besar, ia memilih untuk mencari segala peluang dalam mengembangkan diri meskipun tidak sepenuhnya ”dibukakan pintu”.

Bahkan ketika ia ditolak secara politik, misalnya dengan RRC, pemerintahan mereka memilih untuk mengakrabkan diri dengan RRC. Ketika rakyatnya berunjuk rasa dan secara keras menolak inisiatif pembukaan pakta kerja sama ekonomi dengan RRC, pemerintahnya bersikap tenang karena berusaha meyakinkan penduduknya bahwa ke depan, masa depan Taiwan akan lebih baik bila bisa ”masuk” ke lingkar ekonomi China dan bukannya berhadap-hadapan keras dengan China. Artinya reaksi pemerintah bahkan di tengah tekanan masyarakat tidaklah berlebihan dan tidaklah reaktif. Negara konsisten menghitung langkah dan menguji segala peluang untuk maju ke tingkat yang lebih tinggi. Hasilnya tidak sia-sia.

Dari sisi daya saing, Taiwan menjadi entitas yang perekonomiannya cukup disegani di dunia. Bahkan di antara negara-negara maju yang tergabung dalam organisasi bergengsi OECD, Taiwan dipantau terus kemajuannya. Pasalnya, dari segi pendidikan, misalnya, akselerasi performa siswa Taiwan berada cukup jauh dari negara-negara maju, baik itu di bidang matematika, membaca maupun sains. Kita juga tahu bahwa di dunia usaha, kekuatan bisnis Taiwan ditopang oleh kesuksesan negara mengelola perusahaan mikro, kecil dan menengah alias UMKM.

Bahkan mereka punya program yang terbukti sukses mendorong lahirnya pengusaha-pengusaha perempuan dan pengusaha muda yang bisnisnya bisa berekspansi sampai ke berbagai penjuru dunia. Di sini saya ingin mengajak pembaca untuk melakukan refleksi tentang apa yang sebenarnya dibutuhkan negara seperti Indonesia dengan berkaca pada pengalaman Taiwan, yaitu rasa optimistis dan pantang menyerah. Kekayaan alam yang besar bukan jaminan sebagai tiket untuk mencapai kemajuan ekonomi. Bahkan Taiwan harus mengimpor 98% energinya. Masyarakat Taiwan yang secara politik terikat oleh China ternyata tetap dapat maju karena mereka ulet dan lentur menghadapi masalah yang dihadapi.

DINNA WISNU, PhD

Page 45: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina @dinnawisnu 

Inovasi Sistem Pembayaran

Page 46: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Makin majunya perekonomian serta teknologi informasi mendorong sistem pembayaran untuk terus berinovasi. Inovasi sistem pembayaran terjadi secara bersamaan dengan perkembangan perbankan dan bank sentral, bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya.

Sollow mengatakan “There is no evidence that God ever intended the United States of America to have a higher per capita income than the rest of the world for eternity.” Amerika Serikat unggul dalam inovasi karena dukungan yang sangat positif bagi kegiatan inovasi dalam perekonomiannya. Sistem inovasi merupakan himpunan lembaga-lembaga pasar dan nonpasar di suatu negara yang memengaruhi arah dan kecepatan inovasi dan difusi teknologi (OECD, 1999). Inovasi ini telah membuat efisiensi dan keefektifan dari sistem pembayaran yang membuat kepercayaan aktor-aktor ekonomi dalam masyarakat juga semakin meningkat. Regulator sistem pembayaran menginginkan struktur biaya dalam sistem pembayaran yang semakin menurun dengan adanya inovasi ini.

***

Belajar dari pengalaman inovasi di Eropa dan Amerika Serikat, maka negara sedang berkembang dapat belajar dalam menciptakan inovasi sistem pembayaran yang berpotensi menciptakan skala ekonomi dalam perekonomian. Yang menarik diperhatikan adalah keterkaitan pasar dengan inovasi pembayaran itu sendiri di mana hanya sedikit dari inovasi pembayaran yang memengaruhi pasar. Bukan hanya itu, sebagian besar inovasi pembayaran diperuntukkan hanya bagi pasar domestik dan sedikit sekali yang diperuntukkan untuk pasar internasional. Selain itu ada kecenderungan yang meningkat dari inovasi bagi proses pembayaran.

Kebijakan financial inclusion merupakan sumber pendorong utama dari munculnya inovasi-inovasi ini. Arnold, et al. (2001 dan 2003) mengistilahkannya sebagai ”sistem riset dan inovasi nasional” (national research and innovation system), yaitu keseluruhan aktor dan aktivitas dalam ekonomi yang diperlukan bagi terjadinya inovasi industri dan komersial dan membawa kepada pembangunan ekonomi. Serta yang terakhir adalah dengan semakin banyaknya teknologi baru yang dikembangkan oleh sistem nonperbankan maka semakin banyak inovasi pembayaran yang berasal dari perusahaan nonperbankan.

Sistem inovasi merupakan keseluruhan faktor ekonomi, sosial, politik, organisasional dan faktor lainnya yang memengaruhi pengembangan, difusi dan penggunaan inovasi (Edquist, 2001). Jadi, sistem inovasi pada dasarnya menyangkut determinan dari inovasi. Dengan demikian, sistem inovasi sebenarnya mencakup basis ilmu pengetahuan dan teknologi (termasuk di dalamnya aktivitas pendidikan, aktivitas penelitian dan pengembangan, dan rekayasa), basis produksi (meliputi aktivitas-aktivitas nilai tambah bagi pemenuhan kebutuhan bisnis dan nonbisnis serta masyarakat umum), dan pemanfaatan dan difusinya dalam masyarakat serta proses pembelajaran yang berkembang.

Page 47: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Lebih lanjut, sistem inovasi merupakan sehimpunan aktor yang secara bersama memainkan peran penting dalam memengaruhi kinerja inovatif (Nelson dan Rosenberg, 1993). Metcalfe (1995) mengatakan bahwa sistem inovasi merupakan sistem yang menghimpun institusi-institusi berbeda yang berkontribusi, secara bersama maupun individu, dalam pengembangan dan difusi teknologi-teknologi baru dan menyediakan kerangka kerja (framework) di mana pemerintah membentuk dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk memengaruhi proses inovasi. Dengan demikian, sistem inovasi merupakan suatu sistem dari lembaga-lembaga yang saling berkaitan untuk menciptakan, menyimpan, dan mengalihkan (mentransfer) pengetahuan, keterampilan dan artifak yang menentukan teknologi baru.

***

Keberhasilan inovasi pembayaran terjadi akibat keterlibatan langsung inovator dalam sistem pembayaran sehingga aturan sistem pembayaran tidak boleh membatasi keterlibatan langsung ini. Edgar Dale dalam studi penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Terkait dengan proses belajar itu, selama ini aktivitas penelitian dan pengembangan (litbang) biasanya dilakukan oleh suatu unit, lembaga, atau pusat khusus yang dimiliki oleh suatu perusahaan, perguruan tinggi, atau lembaga negara.

Dalam konteks bisnis, penelitian dan pengembangan biasanya merujuk pada aktivitas yang berorientasi ke masa yang akan datang dan untuk jangka panjang baik dalam bidang ilmu maupun dalam bidang teknologi. Metode yang dipakai dalam kegiatan litbang biasanya menggunakan teknik riset ilmiah yang standar tanpa mengharapkan hasil yang pasti (bentuk riset ilmiah murni) atau untuk mendapatkan prakiraan hasil yang mempunyai nilai komersial dalam waktu dekat. Selama ini ada hambatan dalam inovasi sistem pembayaran, yaitu pada kemampuan sistem teknologi informasi.

Hilbert dan Lopez mengidentifikasi kecepatan eksponensial perubahan teknologi (semacam hukum Moore) di mana perkembangan teknologi untuk menghitung kapasitas informasi per kapita untuk sebuah inovasi pembayaran meningkat sekitar dua kali lipat setiap 14 bulan antara 1986–2007. Sedangkan kapasitas per kapita di dunia komputer yang dipakai umum pada periode yang sama meningkat dua kali lipat setiap 18 bulan. Inovasi ini didukung oleh perkembangan kapasitas telekomunikasi global per kapita yang meningkat kemampuannya dua kali lipat setiap 34 bulan, sementara kapasitas penyimpanan dunia per kapita yang dibutuhkan sekitar 40 bulan untuk menggandakan (setiap 3 tahun).

Dengan adanya teknologi broadband, trafik data per kapita telah mencapai dua kali lipat sekitar setiap 12,3 tahun yang memungkinkan perkembangan produk-produk pembayaran tanpa kabel (nirkabel). Dunia sistem pembayaran harus berterima kasih kepada dua peraih hadiah nobel Fisika yang telah menjadi dari inovasi teknologi pembayaran yaitu Alferov dan Kroemer dengan penemuannya berupa heterostruktur semikonduktor yang dapat digunakan

Page 48: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

dalam kecepatan tinggi dan juga optoelectronics (elektronika optis) yang merupakan revolusi penting dari teknologi inovasi pembayaran dunia satu abad ke depan.

Dengan hambatan di bidang teknologi yang mulai bisa diselesaikan, maka ke depan maka inovasi sistem pembayaran yang kian cepat adalah suatu keniscayaan. Semua aktor yang terkait dengan sistem pembayaran di dalam negeri harus menyesuaikan langkahnya agar terus melaju seiring perkembangan inovasi sistem yang kian kompleks namun di sisi lain memudahkan pemakai jasanya. ●

ACHMAD DENI DARURIPresident Director Center for Banking Crisis

Tantangan Presiden 2014 – 2019

Page 49: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Presiden terpilih pada Pilpres 9 Juli mendatang beserta tim kabinetnya akan menghadapi tantangan pembangunan yang berat dan kompleks. Benar dalam sepuluh tahun terakhir kinerja makroekonomi lumayan bagus, seperti pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4% per tahun, jumlah kelas menengah yang terus meningkat, dan PDB mencapai USD1 triliun, terbesar ke-16 di dunia.

Namun, kondisi riil kehidupan sosialekonomi mayoritas rakyat sungguh memprihatinkan. Betapa tidak, sekitar 29,1 juta orang (11% total penduduk) masih miskin, dan 70 juta orang hampir miskin. Sekitar 7,39 juta penduduk usia kerja menganggur penuh, dan 37 juta orang setengah menganggur. Tantangan lainnya adalah semakin melebarnya kesenjangan antara kelompok kaya vs miskin. Hal ini tecermin dari koefisien Gini yang pada 2004 hanya 0,31 kini menjadi 0,42. Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan serta jurang antara kaya vs. Miskin yang kian lebar ditengarai telah mengakibatkan semakin marak dan masifnya pencurian, perampokan, konsumsi narkoba, bunuh diri, dan kecemburuan sosial yang acap meledak dalam berbagai bentuk demonstrasi serta perkelahian antara kelompok masyarakat.

Perludiingat, bahwa negara dengan koefisien Gini di atas 0,45 biasanya selalu diguncang oleh aksi demonstrasi brutal atau perang saudara seperti kini tengah berkecamuk di Mesir, Suriah, dan Libya. Orang tua yang menganggur atau miskin umumnya melahirkan anak-anak dan generasi penerus kurang gizi, malas, lemah, dan kurang cerdas. Hal ini terkonfirmasi oleh fakta, pada 2012 sekitar 36% anak balita mengalami kurang gizi kronis dan 7,8 juta anak (kelima terbanyak di dunia) mengalami pertumbuhan terhambat (stunted growth), yang pada gilirannya mengakibatkan cacat permanen pada fisik dan kecerdasan.

Tak mengherankan jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tergolong rendah di dunia, peringkat ke-121 dari 187 negara yang disurvei atau peringkat keenam di ASEAN (UNDP, 2012). Selain pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan kaya vs miskin, pekerjaan rumah yang tak kalah berat adalah daya saing Indonesia yang rendah, hanya peringkat kelima di ASEAN dan peringkat ke-38 di dunia (WEF, 2013).

Padahal, ciri utama globalisasi adalah persaingan antarbangsa yang semakin tajam. Hanya bangsa dengan daya saing yang tinggi saja yang bisa survive serta menjadi maju dan makmur (Porter, 2009). Mulai tahun depan kita telah sepakat memasuki era pasar bebas ASEAN. Bila kita gagal meningkatkan daya saing bangsa secara signifikan, niscaya defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan yang sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir semakin membengkak.

Akar Masalah

Mengapa pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tidak mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan kaya vs miskin? Karena pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir kurang berkualitas. Sebagian besar (70%) digerakkan oleh sektor

Page 50: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

konsumsi (53%), ekspor komoditas mentah, sektor keuangan, dan sektor non tradable seperti angkutan, properti, malls, dan dunia hiburan. Lebih dari itu, berbagai kegiatan sektor konsumsi, keuangan, dan non tradable itu pada umumnya terkonsentrasi di wilayah perkotaan, Pulau Jawa dan Bali.

Akibatnya disparitas pembangunan antarwilayah, terutama antara Jawa vs luar Jawa dan antara desa vs kota sangat njomplang. Apabila disparitas pembangunan antarwilayah ini tidak segera dikoreksi, laju urbanisasi dan ”brain drain” bakal semakin tidak terbendung. Ekosistem Pulau Jawa dan Bali akan semakin hancur. Sebaliknya, sumber daya alam yang melimpah di luar Jawa dan Bali tidak termanfaatkan secara optimal atau ”dicuri”oleh pihak asing seperti yang terjadi selama ini. Sementara itu, sektor riil tradable (seperti kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, ESDM, dan industri manufaktur) tumbuh sangat lambat, alias mati suri. Padahal, sektor tradable dapat menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar, sekitar 400.000 tenaga kerja per satu persen pertumbuhan, dan lokasi usahanya pun tersebar di seluruh wilayah NKRI.

Selain telah membuat laju pertumbuhan sektor tradable terhambat, buruknya infrastruktur, kekurangan pasok energi listrik, rendahnya produktivitas tenaga kerja, tidak kondusifnya iklim investasi (doing business), ekonomi biaya tinggi, dan inkonsistensi kebijakan pemerintah juga mengakibatkan rendahnya daya saing segenap produk yang dihasilkan oleh sektor tradable. Selain karena berbagai faktor teknis, kegagalan kita membangun kedaulatan pangan dan energi, lebih disebabkan oleh mafia impor pangan dan minyak, dan kebijakan politik-ekonomi yang tidak kondusif, termasuk suku bunga bank yang terlalu tinggi dan persyaratan pinjam yang terlampau ketat bagi sektor pangan dan energi.

Rendahnya daya saing dan sejumlah permasalahan ekonomi di atas berakar pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tecermin pada kapasitas inovasi bangsa yang rendah (peringkat ke-85 dari 142 negara yang disurvei), produktivitas tenaga kerja rendah (peringkat ke-7 di ASEAN), dan IPM yang hanya di urutan ke-121 di dunia.

Agenda Pembangunan

Dengan alasan-alasan di atas, presiden terpilih beserta seluruh menterinya harus mampu memimpin bangsa ini untuk secara signifikan meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa guna menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per tahun), berkualitas dan inklusif (menyerap banyak tenaga kerja dan menyejahterakan seluruh rakyat secara adil), dan berkelanjutan (sustainable). Selain itu, seiring dengan kebutuhan pangan dan energi yang terus meningkat akibat pertambahan penduduk dan intensitas pembangunan di satu sisi, dan perubahan iklim global yang dapat mengganggu produksi pangan dan energi dunia di sisi lain.

Maka, pembangunan kedaulatan pangan dan energi harus juga mendapatkan prioritas utama. Dalam jangka pendek dan menengah (satu sampai lima tahun ke depan), sektor-sektor ekonomi yang banyak menciptakan lapangan kerja dan sejak Orde Baru menjadi andalan

Page 51: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

perekonomian nasional (seperti industri makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, automotif, elektronik, pertanian, ESDM, dan pariwisata) harus direvitalisasi, ditingkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saingnya. Secara simultan, mulai sekarang sampai 25 tahun ke depan (jangka panjang), kita harus secara sistematis dan berkesinambungan melakukan transformasi struktur ekonomi nasional.

Ini meliputi industrialisasi sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan-perikanan tradisional dengan menerapkan keempat prinsip manajemen tersebut. Melakukan hilirisasi sektor ESDM dan pengelolaannya harus sesuai Pasal 33 UUD 1945. Jangan seperti sekarang, lebih dari 85 persen pengelolaan migas dan pertambangan umum (mineral dan batu bara) diserahkan kepada korporasi asing. Mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru, seperti kelautan, teknologi informasi, energi baru dan terbarukan, bioteknologi, nanoteknologi, dan new materials.

Sebagai negara bahari dan agraris tropis terbesar di dunia yang subur, Indonesia sangat mungkin untuk membangun kedaulatan pangan. Caranya dengan meningkatkan produksi pangan domestik secara berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing usaha budi daya pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan penangkapan ikan yang telah ada. Melakukan ekstensifikasi lahan dan diversifikasi usaha pertanian dan perikanan.

Manajemen pola konsumsi pangan bangsa, terutama dengan mengurangi konsumsi beras per kapita dari sekarang 140 kg menjadi 80 kg. Pengolahan (hilirisasi) sejumlah produk pertanian dan perikanan juga harus lebih ditingkatkan untuk mendapatkan nilai tambah dan multiplier effects ekonomi. Penguatan dan pengembangan sistem distribusi dan logistik pangan. Dan, stop impor komoditas pangan yang bisa diproduksi di dalam negeri, baik secara bertahap maupun sekarang juga bagi komoditas yang saat ini pasok produksinya lebih kecil ketimbang kebutuhan nasional.

Kedaulatan energi dapat kita wujudkan melalui peningkatan produksi energi nasional, khususnya yang berasal dari jenis energi baru dan terbarukan, seperti panas bumi, energi surya, angin, pasang-surut, gelombang, ocean thermal energy conversion (OTEC), dan bioenergi. Penggunaan bauran energi (energy mix) nasional harus segera beralih, dari yang saat ini dominan berbasis energi fosil (minyak, gas, dan batu bara) ke energi baru dan terbarukan. Lalu, penghematan dan konservasi dalam penggunaan energi, baik di sektor industri maupun rumah tangga, juga harus secara disiplin segera dilaksanakan.

Kecuali untuk nelayan dan pembudi daya ikan, kini saatnya kita menghentikan subsidi BBM. Untuk mendukung program pembangunan ekonomi, kedaulatan pangan dan energi tersebut, kita harus merevitalisasi dan membangun baru infrastruktur, industri dasar (industri mesin, peralatan mesin, dan kimia), dan sistem logistik nasional. Semua agenda pembangunan ekonomi di atas hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kerja (SDM) yang berkualitas dan memiliki etos kerja tinggi. Selain itu, bangsa Indonesia juga harus mampu menghasilkan teknologi dan menerapkannya di segenap bidang kehidupan.

Page 52: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Kita harus segera berubah, dari saat ini sebagai bangsa konsumen menjadi bangsa produsen. Ini dapat kita wujudkan melalui penguatan dan pengembangan sistem serta cara kerja di sektor kesehatan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian dan pengembangan (R&D). Selain dana swasta dan perbankan, alokasi anggaran APBN untuk membiayai agenda pembangunan yang menjadi kewajiban pemerintah dapat ditingkatkan melalui optimalisasi penerimaan pajak (bisa dua kali lipat dari yang sekarang) dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dengan mengelola SDA sesuai Pasal 33 UUD 1945, dan penghematan belanja negara. Akhirnya, sistem dan cara kerja bidang politik, hukum dan keamanan (polhukam) harus diperbaiki untuk memastikan suasana kehidupan berbangsa yang berkeadilan, aman, dan damai. Iklim investasi dan bisnis yang atraktif dan kondusif, dan terbangunnya masyarakat meritokrasi. ●

PROF DR IR ROKHMIN DAHURI, MSKetua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI), Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB)

Manajemen Lame Duck

Page 53: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Fenomena lame duck government biasa terjadi pascapemilu. Ini lazim terjadi di berbagai negara demokratis yang pemerintahnya merasa mulai kehilangan power baik karena popularitasnya atau menjelang peralihan kekuasaan.

 Di Amerika Serikat (AS), misalnya, fenomena ini dulu terjadi setelah pemilu (bulan November) hingga pelantikan presiden yang membutuhkan waktu sekitar lima bulan.Karena waktunya lama, wajar bila para negarawan terpanggil mencari jalan keluar. Namun, saya tidak menyangka di negara kita, fenomena tersebut datang begitu cepat. Bahkan majalah berpengaruh The Economist (25 Februari 2012) mencatat gejala ini mulai mengirim sinyalnya di sini sejak akhir 2012 ketika pemerintah dilanda beberapa skandal korupsi para elite partai politiknya.

Namun gejala yang lebih jelas terjadi hari-hari ini setelah Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Meski bagi sebagian politisi fenomena ini sangat wajar, bagi ekonom dan dunia usaha, bila hal itu dibiarkan bisa berakibat buruk bagi perekonomian karena menciptakan kondisi uncertainty. Maka, kita perlu mendorong Mahkamah Konstitusi (MK), Presiden, dan parlemen untuk mengenal dan mengelola fenomena ini. Minimal memperpendek durasinya dan menciptakan mekanisme manajemen peralihan yang produktif.

Berawal dari Surat Edaran

Semula, bayangan saya, fenomena itu baru terjadi pasca-Pilpres 9 Juli 2014. Itulah awal presiden incumbent memahami siapa penggantinya. Namun, ternyata, seusai Pileg 9 April 2014, gejala-gejala terjadinya lame duck government di sini mulai muncul. Kita bisa membaca hal itu dari keluarnya surat edaran bernomor SE- 05/Seskab/IV/2014 yang disampaikan Sekretaris Kabinet Dipo Alam pada Rabu, 23 April 2014.

Surat itu dikeluarkan sesuai dengan arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan ditujukan kepada para menteri di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu jilid II serta kepala lembaga pemerintahan nonkementerian. Ada tiga isi pokok dari surat edaran tersebut. Pertama, larangan untuk membuat kebijakan yang berpotensi menimbulkan kontroversi, keresahan di masyarakat atau politik.

Kedua, para menteri dan pejabat lembaga nonkementerian tidak boleh mengambil kebijakan, keputusan atau program yang memiliki implikasi luas, yang berpotensi mengganggu pemilihan presiden. Larangan ini berlaku sampai akhir masa jabatan pemerintahan.

Ketiga, untuk kebijakan yang sudah telanjur diambil dan berpotensi menimbulkan perbedaan pandangan di masyarakat, para menteri dan pimpinan lembaga nonkementerian diminta menjelaskan ke masyarakat agar perbedaan pandangan tidak berkembang meluas sehingga mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, politik, dan keamanan.

Page 54: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Praktis dengan tiga larangan tadi,sulit bagi kementerian dan lembaga-lembaga nonkementerian mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis. Ini tentu meresahkan bagi dunia usaha, sebab kita tahu masa jabatan pemerintahan sekarang baru akan berakhir setelah terbentuknya pemerintahan baru dan itu secepat-cepatnya Oktober 2014, yakni setelah presiden dan wakil presiden terpilih secara resmi melantik kabinetnya dan melakukan serah terima jabatan.

Jika dihitung sejak surat edaran tersebut keluar, praktis selama sekitar tujuh bulan ke depan kinerja pemerintahan kita tidak akan optimal. Periode pemerintahan seperti inilah yang biasa disebut sebagai pemerintahan bebek lumpuh atau lame duck government.

Pengalaman Negara Lain

Sebetulnya ungkapan lame duck atau bebek lumpuh pertama kali muncul di Bursa Efek London pada abad ke-18. Istilah lame duck dipakai untuk menyebut pialang saham yang gagal melunasi utang-utangnya. Pada tahun 1761, Horace Walpole, putra bungsu Perdana Menteri Inggris pertama, menulis surat kepada Sir Horace Mann.

Isinya, “Anda tahu apa itu bull dan bear dan lame duck?” Istilah bull biasanya merujuk pada kinerja pasar saham yang sedang bullish (naik), sementara bear sebaliknya, yakni bearish atau menurun. Ketika itu lame duck adalah istilah baru. Pada 1791 Mary Berry melaporkan bahwa Duchess Devonshire merugi 50.000 poundsterling dalam perdagangan saham. Namanya kemudian menjadi bahan perbincangan seisi kota. Sang Duchess disebut-sebut sebagai bebek lumpuh.

Secara harfiah, ungkapan ini mengacu pada bebek yang tidak mampu bersaing sehingga bisa menjadi mangsa empuk para predator. Dari dunia pasar modal, istilah lame duck kemudian bergeser ke ranah politik. Pada 14 Januari 1863, sebuah dokumen resmi Kongres Amerika Serikat mencatat perilaku lame duck sebagai kegagalan politik yang tidak dapat diterima. Itu sebabnya, di Amerika Serikat transisi yang berakibat lame duck government diperpendek menjadi 75 hari atau sekitar 2,5 bulan.

Amerika Serikat pernah mengalami masa terburuk pada tahun 1860–1861, saat terjadi transisi pemerintahan dari Presiden James Buchanan ke Abraham Lincoln. Harap maklum, pada masa itulah orang melihat kekuatan bawah untuk melawan pemerintah pusat yang tengah lumpuh. Presiden Buchanan berpendapat, negara-negara bagian tidak berhak memisahkan diri.

Tapi, beberapa negara bagian berontak karena mengerti bahwa ilegal bagi pemerintah federal mengirimkan tentara untuk menghentikan aksi-aksi separatis. Dampaknya, selama 6 November 1860 sampai 4 Maret 1861, tujuh negara bagian melawan untuk memisahkan diri. Lalu, konflik pun meletus yang mengarah pada perang saudara antarnegara di bagian utara dan selatan.

Masih Banyak PR

Page 55: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Kita tentu tak ingin peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat terjadi di sini. Namun, adanya surat edaran yang berpotensi menciptakan lame duck government, menurut saya, cukup mencemaskan bagi perekonomian dan mungkin juga bagi institusi publik yang butuh kejelasan. Apalagi ada sejumlah menteri dari kalangan partai politik.

Adanya surat edaran tersebut memberikan keleluasaan bagi menteri-menteri untuk memberikan lebih banyak perhatian pada Pilpres 2014. Padahal, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Masih banyak keputusan strategis yang harus diambil. Misalnya, di depan mata pada tahun depan kita bakal menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN, termasuk kebijakan ASEAN Open Sky.

Untuk mengantisipasi era tersebut, saya menilai, masih banyak kebijakan yang perlu disinkronisasi. Kebijakan-kebijakan di Kementerian Perdagangan, misalnya, belum sepenuhnya sejalan dengan kebijakan di Kementerian Pertanian dan Perindustrian. Demikian pula dibekukannya anggaran program TVRI melalui tangan parlemen kepada Kementerian Keuangan yang sudah berlangsung sejak akhir tahun lalu.

Kita juga harus menyelesaikan program hilirisasi di industri mineral yang sampai sekarang masih terus menghadapi penolakan, terutama dari perusahaan-perusahaan pertambangan multinasional. Lalu, masih ada masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang sudah melampaui pagu APBN 2014 sehingga bukan tidak mungkin harus direvisi.

Masih ada sejumlah kontrak kerjasama migas yang akan habis masa berlakunya dan membutuhkan kepastian hukum dari pemerintah, apakah akan diperpanjang atau tidak, seperti Blok Mahakam, Blok East Natuna, Blok Masela.

Investasi migas adalah investasi bernilai miliaran dolar AS. Ini harus segera diputuskan. Saya kira, pemerintah kita masih harus merespons banyak isu dan mengambil banyak keputusan— sesuatu yang sulit selama periode lame duck government. Bagi saya, sikap untuk tidak mengambil keputusan juga sebuah keputusan.

Hanya, itu keputusan yang buruk dan di situlah peranan seorang negarawan memasuki masa ujian: dia bertindak atau sekadar bicara, dia biarkan berlarut-larut dengan membawa panjang urusan keributan politik atau memperpendek ketidakpastian dengan me-manage lame duck government menjadi a bullish government. ●

RHENALD KASALI, Pendiri Rumah Perubahan, @Rhenald_Kasali

Mengakhiri kebijakan luar negeri SBY

Sabtu,  10 Mei 2014

Page 56: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

KLAIM keberhasilan kebijakan luar negeri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti dituliskan Juru Bicara Presiden Teuku Faizasyah di harian Kompas (26/4) dan Tempo (27/4), menarik untuk dicermati manfaat dan konstitusionalitasnya.

Undang-Undang Dasar 1945 meletakkan kebijakan luar negeri Indonesia pada dua kepentingan utama (national interest). Pertama, guna memantapkan pelayanan negara ke dalam (negeri): melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, untuk melibatkan diri dalam menjaga ketertiban dunia. Dus, kesemuanya tidak tercermin pada sepuluh tahun kebijakan luar negeri SBY.

Mendahulukan kepentingan asing Dari sederet contoh keberhasilan kebijakan luar negeri SBY, seperti dituliskan Faizasyah, terdapat tiga persoalan paling mencolok. Pertama, ketika Faizasyah menyebut peningkatan nilai ekspor produk Indonesia, khususnya produk kelapa sawit dan turunannya, sebagai alat ukur kasatmata keberhasilan diplomasi ekonomi SBY.

Faktanya, kinerja ekspor Indonesia masih bergantung pada eksploitasi sumber daya alam dan berupa non olahan. Ekspor produk kelapa sawit misalnya sebanyak 70% produk sawit Indonesia adalah untuk ekspor. Namun, ekspor tersebut memiliki konsekuensi besar terhadap berkurangnya lahan-lahan produktif pertanian pangan, menciutnya luasan hutan dan ekosistem bakau di pesisir, hingga meluasnya konflik agraria.

Pada bagian akhir rantai nilai global (global value chain), Indonesia juga terpaksa membeli kembali produk olahan sawit seperti minyak goreng, sabun, margarin, bahan baku farmasi, hingga bahan bakar biodiesel dengan harga 5–10 kali lebih mahal. Tragedi ini terjadi di hampir seluruh ekspor produk Indonesia, tidak terkecuali di sektor perikanan, pertanian, peternakan, hingga pertambangan.

Tak pelak, impor pangan Indonesia membengkak hingga lebih dari USD12 miliar atau tertinggi sepanjang sejarah republik. Bahkan berulangkali terjadi defisit neraca perdagangan hingga defisit APBN. Kedua, Faizasyah juga menggunakan peningkatan nilai investasi asing sebagai indikator keberhasilan. Jika nilai total investasi asing dari pemerintahan sebelumnya hanya USD5,44 miliar, SBY mampu menggenjotnya hingga lima kali lipat menjadi USD24,56 miliar.

Padahal, investasi asing di Indonesia berupa padat modal. Cirinya, dana dibiarkan mengendap di bank, tidak untuk menggerakkan perekonomian rakyat, tidak menyerap tenaga kerja, tidak pula meningkatkan produktivitas sektor-sektor strategis nasional, semacam pangan dan energi. Meski investasi asing lima kali lebih besar, angka pengangguran dan kemiskinan tidak juga beranjak dari sepuluh tahun lalu.

Page 57: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Risiko lain yang tidak pernah dihitung oleh Faizasyah adalah tren perusahaan-perusahaan asing menggunakan arbitrase internasional untuk membangkrutkan negara tujuan investasinya. Kasus teranyar, Indonesia berpeluang membayar USD2 miliar kepada Churchill, sebuah perusahaan kecil pertambangan asal Inggris yang menggugat Pemerintah Indonesia karena dianggap gagal melindungi investasinya di Kalimantan Timur.

Terakhir, Faizasyah memasukkan pula keterlibatan Presiden SBY dalam perundingan KTT Perubahan Iklim di Denmark (Desember, 2009) sebagai prestasi. Alasannya, pertemuan di Kopenhagen tersebut dicatat dalam sejarah negosiasi global atas keunikannya melibatkan langsung 26 kepala negara atau pemerintah, termasuk Presiden SBY dalam negosiasi hingga menghasilkan Copenhagen Accord.

Saya kebetulan satu dari sedikit aktivis lingkungan Indonesia yang hadir dalam perundingan tersebut. Bagi Indonesia, kesepakatan ini justru merugikan. Selain gagal memasukkan dimensi kerentanan negara kepulauan dalam skenario adaptasi perubahan iklim, Copenhagen Accord juga telah menjadi awal ditenggelamkan Bali Road Map. Sebuah kesepakatan penting yang dihasilkan saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Perubahan Iklim 2007.

Dengan prestasi gemilang SBY mendahulukan kepentingan asing di atas kepentingan rakyat Indonesia, tidaklah aneh jika ada kepala negara pada Maret 2013, seperti dikisahkan oleh Faizasyah (Tempo, 27/4), dengan berkaca-kaca menyampaikan apresiasinya atas peran Presiden SBY membangun persahabatan di antara kedua negara, bangsa, dan di antara kedua pemimpin.

Mengakhiri kebijakan Prioritas kebijakan luar negeri dan inisiatif kerja sama ekonomi Indonesia sepuluh tahun terakhir telah melenceng jauh dari amanat konstitusi. Pada satu sisi, prakarsa Presiden SBY sebagai tuan rumah penyelenggaraan APEC dan WTO; ataupun sejak awal keterlibatannya di KTT Perubahan Iklim, G-20, dan ASEAN, telah digunakan untuk memangkas kewajiban pemerintah dalam melindungi petani, nelayan, buruh, maupun sektor UMKM.

Lalu, membuka lebar keterlibatan asing dalam mengelola sektorsektor strategis nasional dan infrastruktur melalui inisiatif Public Private Partnership. Presiden hasil Pemilu 2014 harus berani mengoreksi kebijakan luar negeri SBY (change), bukan melanjutkannya (continuity). Pertama, melakukan evaluasi hingga pembatalan sederet kerja sama ekonomi, baik pada level regional ataupun internasional yang bertentangan dengan konstitusi.

Kedua, membuka partisipasi langsung rakyat untuk memutuskan: terlibat atau tidaknya Indonesia dalam tiap-tiap kerja sama internasional. Ketiga, mengembalikan keutamaan UUD 1945 sebagai acuan harmonisasi hukum nasional. Terakhir, memboboti substansi diplomasi Indonesia dengan doktrin kelautan. Ini penting untuk memperbesar ketermanfaatan kebijakan luar negeri Indonesia, baik secara sosial, ekonomi, politik, maupun pertahanan dan keamanan.

Page 58: (Sindonews.com) Opini ekonomi 14.4.2014-10.5.2014

Tanpa mengakhiri kebijakan luar negeri SBY, mustahil persoalan domestik semacam konflik agraria, kemiskinan dan kelaparan, kerusakan lingkungan hidup, hingga korupsi dapat terselesaikan ke depan.

M RIZA DAMANIK Direktur Eksekutif IGJ; Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia; Pernah Belajar Ekologi Politik di Institute of Social Studies, Den Haag, Belanda