10
KEBIJAKAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Posted: Maret 31, 2011 in kebakaran hutan 0 Oleh : Wira Saut Perianto Simanjuntak,SP (Penyuluh Kehutanan) 1. PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia menjadi pusat perhatian bukan saja di regional, bahkan sampai internasional. Kebakaran hutan ini meningkatkan suhu permukaan bumi dan mengancam pencairan suhu es di kutub utara. Berdasarkan kekhawatiran tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan telah menyusun kebijakan-kebijakan serta peratiran perundang-undangan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Berikut beberapa kebijakan dan peraturan yang ada di Indonesia mengenai kebakaran hutan dan lahan: 1.1 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Psl 6(1): kewajiban memelihara kelestarian fungsi Lingkungan Hidup Psl 25(1): sanksi administrasi-kewenangan gubernur/bupati/walikota memaksa penanggung jawab usaha utk mencegah/mengakhiri pelanggaran Psl 41(1): sanksi sengaja merusak LH-penjara (max 10 th), denda (max Rp 500 jt) Psl 42(1): sanksi alpa merusak LH- penjara (max 3 th), denda (max Rp 100jt) Sanksi bersifat kumulatif, bukan alternatif Tindakan tata tertib: perampasan keuntungan, penutupan perush., perbaikan, dll. 1.2 Undang-Undang Namor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan; kawas an hutan; dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama sert a penyakit (Pas al 47, ayat 1).

Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KABUPATEN MUNA

Citation preview

Page 1: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

KEBIJAKAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DALAM

PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Posted: Maret 31, 2011 in kebakaran hutan 0

 Oleh : Wira Saut Perianto Simanjuntak,SP (Penyuluh Kehutanan)

1. PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia menjadi pusat perhatian bukan saja di regional, bahkan sampai internasional. Kebakaran hutan ini meningkatkan suhu permukaan bumi dan mengancam pencairan suhu es di kutub utara. Berdasarkan kekhawatiran tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan telah menyusun kebijakan-kebijakan serta peratiran perundang-undangan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Berikut beberapa kebijakan dan peraturan yang ada di Indonesia mengenai kebakaran hutan dan lahan:1.1 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Psl 6(1): kewajiban memelihara kelestarian fungsi Lingkungan Hidup Psl 25(1): sanksi administrasi-kewenangan gubernur/bupati/walikota memaksa penanggung jawab usaha utk mencegah/mengakhiri pelanggaran Psl 41(1): sanksi sengaja merusak LH-penjara (max 10 th), denda (max Rp 500 jt) Psl 42(1): sanksi alpa merusak LH- penjara (max 3 th), denda (max Rp 100jt) Sanksi bersifat kumulatif, bukan alternatif Tindakan tata tertib: perampasan keuntungan, penutupan perush., perbaikan, dll.1.2 Undang-Undang Namor 41 Tahun 1999 Tentang KehutananPerlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan; kawas an hutan; dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama sert a penyakit (Pas al 47, ayat 1). Pemerintah rnengatur perlindungan hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan (Pasai 48, ayat 1).

1.3 UU No.18/2004 tentang Perkebunan Psl. 25 (1): usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi LH Psl. 26 : larangan membuka lahan dengan pembakaran Psl. 48(1): pembakaran sengaja-penjara (max 10 th), denda (max Rp 10 milyar) Psl. 49(1): lalai membakar-penjara (max 3 th), denda (max Rp 3 milyar) Sanksi kumulatif

1.4 UU No.19/2004 tentang Kehutanan– Psl. 47(a): Perlindungan hutan dan kawasan hutan.– Psl 48(3): kewajiban pengelola hutan melindungi hutan– Psl.50 (1): larangan merusak sarana/prasarana perlindungan hutan– Psl. 78(3): sengaja : penjara (max 15 th), denda (max 5 milyar)– Psl.50(3): lalai: penjara (max 5 th), denda (max1.5 milyar)1.5 PP No.4/2001: Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran LH yang berkaitan dengan

Page 2: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

kebakaran hutan dan lahanRuang lingkup PP ini antara lain :– Kriteria baku Pencegahan kerusakan dan atau pencemaran Lingkungan Hidup dan kebakaran hutan dan lahan,– Tata laksana Pengawasan terhadap pelaksanaan pengendalian,– penanggulangan, dan– Pemulihan DampakPeraturan Pemerintah ini memberikan kejelasan dan peran masing-masing pihak terhadap penanganan kebakaran hutan dan lahan, baik pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

1.5 PP No.45/2004 tentang Perlindungan HutanBab III: Ketentuan Umum, Pengendalian Kebakaran, Pencegahan, Pemadaman, Penanganan Pasca, Tanggung jawab pidana perdata

2. KEBIJAKAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DALAM PENGENDALIANKEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Kebijakan Kemeneterian Kehutanan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdiri atas tiga yaitu :1. Kelembagaan2. Operasional, dan3. Peningkatan Peran serta dan pemberdayaan masyarakatKebijakan tersebut sesuai dengan rencana startegis dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kebakaran hutan.1. Kelembagaan dan keorganisasianPasca kebakaran hutan besar tahun 1982/83 yang menghanguskan lebih kurang 3,2 juta ha hutan di Inndonesia, maka terbentuklah Departemen Kehutanan yang di dalamnya terdapat Seksi Kebakaran Hutan (Eselon IV) di bawah Sub Direktorat Pengamanan Hutan, Direktorat Perlindungan Hutan. Permasalahan kebakaran hutan kian hari terus meningkat, terbukti dengan kejadian kebakaran hutan tahun 1987, 1991, dan 1994. Pada tahun 1994, kemudian Departemen Kehutanan meningkatkan Seksi Kebakaran Hutan menjadi Sub Direktorat Kebakaran Hutan (Eselon III) di bawah Direktorat Perlindungan Hutan. Tahun 1994/1995 isu kebakaran hutan berkembang menjadi isu transboundary haze pollution, isu regional bahkan internasional. Atas kejadian itu dan mengingat diperlukan koordinasi yang lebih mantap maka dibentuklah secara bersama-sama Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional (PUSDALKARHUTNAS) oleh Departemen Kehutanan. Sedangkan BAPEDAL membentuk Tim Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (TKNPKHL). Tahun itu pula maka mulailah dirancang pembentukan Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PUSDALKARHUTLA), Satuan Pelaksana (SATLAK). Secara bertahap terbentuklah organisasi non-structural tersebut di seluruh propinsi di Indonesia.Tahun 2000, Departemen Kehutanan kembali menaikkan status organisasi kebakaran dari Sub Direktorat menjadi Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan (Eselon II). Sedangkan BAPEDAL juga meningkatkan organisasi pengelola kebakaran setingkat Eselon II. Tahun 2000, proses desentralisasi berjalan dan daerah mulai aktif membentuk organisasi-organisasi baru baik yang secara langsung menangani kebakaran hutan dan lahan atau secara implisit menyatu dalam job discripsinya (penjabaran pekerjaan).

Page 3: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

Organisasi yang dibentuk tingkat nasional terdiri dari :1. BAKORNAS-PB&P (UU No.24/2007)2. PUSDALKARHUTNAS3. PUSDALOPS (acuannya PP No.45/2004) dan Kep. Dirjen PHKA No.21/KPTS/DJ-IV/2002 Tahun 2002 tentang Pedoman Pembentukan Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan di Indonesia4. BMG, LAPAN,BPPT, Perg. Tinggi, BASARNAS, AU,,Proyek BLN, dll5. Pengusaha, LSM, dan masyarakat tingkat nasionalSelain tingkat pusat, organisasi yang dibentuk untuk penanganan pengendalian kebakaran hutan tingkat propinsi seperti :1. SATKORLAK-PB&P2. PUSDALKARHUTLA3. BAPEDALPROP4. BRIGDALKARHUT5. St.BMG,Perg. Tinggi, Tim SAR, AU, TNI/POLRI, LINMAS, Proyek BLN6. Pengusaha, LSM, dan masyarakat tingkat propinsiAdapun untuk tingkat Kabupaten/Kota seperti :1. SATLAK-PB&P2. DAMKARHUTLA3. BAPEDALKAB4. BRIGDALKARHUT DAOPS5. St.BMG,Perg. Tinggi, TNI/POLRI, LINMAS6. Pengusaha, LSM, dan masyarakat, tingkat kabupatenUntuk Tingkat Kecamatan seperti :1. SATGAS-PB&P2. Regu Pemadam Kebakaran3. Satgas Damkar lahan4. Pengusaha, LSM, dan masyarakat, tingkat kecamatan

Gambar 1. Struktur Organisasi Brigdalkarhut Kementerian Kehutanan

Page 4: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

Pada gambar 1 dapat dijelaskan bahwa PUSDALOPS berada pada Eselon I PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam). Pusdalops merupakan eselon 2 dan mempunyai sekretariat. Brigdalkarhut berada di Unit Pelaksana Teknis PHKA yang berada di propinsi. Brigdalkarhut hanya ada di Balai/Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Di bawah Brigadir Pengendalian Kebakaran Hutan ada Brigdalkarhut Daerah Operasi tertentu berdasarkan kabupaten dan berada di Seksi Konservasi Wilayah atau unit Taman Nasional.

Gambar 2. Struktur Organisasi Brigdalkarhut Propinsi

Pengendalaian kebakaran hutan di Indonesia terdiri dari beberapa instansi yang berkepentingan. Sistem koordinasi sangat diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan sehingga pengendalian terhadap kebakaran hutan dan lahan dapat lebih efektif dan efisien.Struktur/kerangka sistem koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dapat dilihat pada gambar 3 berikut.Berdasarkan kerangka sistem koordinasi pada gambar 3, dapat dijelaskan beberapa peranan lembaga yang dibentuk pada tingkat pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, sampai pada tingkat Kecamatan.

1. Tingkat Nasional

a. BAKORNAS-PB&P (Pusdalkarhutnas) :Berfungsi untuk perumusan dan penetapan kebijakan yang cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.b. Dirjen PHKABerfungsi memegang komando sebagai Pusdalops di tingkat nasional bagi jajaran instansi kehutanan di daerah, khususnya Balai KSDA dan Balai Taman Nasional.c. BMGBerfungsi koordinator dalam menyebarluaskan informasi iklim dan cuaca, terutama prediksi musim kemarau dan kejadian El Ninod. LAPAN

Page 5: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

Berfungsi menyebarluaskan informasi hotspot baik jumlah maupun pola penyebarannyae. BPPTBerfungsi membangun Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan

Gambar 3. Struktur/kerangka sistem koordinasi pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

f. Perguruan TinggiBerfungsi mengembangkan ipteks pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta berperan sebagai saksi ahli dalam kasus-kasus kebakaran

g. BASARNASkoordinator pada kebakaran hutan dan lahan meluas dan sulit dikendalikan oleh SDM di tingkat daerahh. AURIberperan pada saat kondisi kebakaran hutan dan lahan sulit dikendalikan dan memerlukan pemadaman dari udara dan pelaksanaan hujan buatani. BLNbantuan peningkatan kapasitas SDM maupun bantuan teknis dan peralatan, sarana dan prasarana

2. Tingkat Daeraha. Propinsi• Gubernurbertanggung jawab terhadap pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan yang dampaknya lintas kabupaten/kota (Pasal 27 PP No.4/2001)

Page 6: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

• wakil gubernursebagai Kepala Pusdalkarhutla memegang kendali koordinasi antar para pihak terkait di daerah masing-masing.• Bapedaldamenjadi Sekretariat Bersama untuk Pusdalkarhutla di daerah yang sekaligus di bawah koordinasi KLH• Dinas Kehutanan/Perkebunan Provinsi :Berfungsi berada di bawah komando Kepala Pusdalkarhutla Provinsi, dan melakukan koordinasi dengan perusahaan HPH/HTI maupun perkebunan dalam upaya pengendalian kebakaran• BKSDA/BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur)sebagai Kepala Brigdalkar (Manggala Agni) mengkoordinasikan kegiatan pengendalian kebakaran hutan di tingkat provinsi

b. Kabupaten• Bupati sebagai Ka SATLAK PBPMengkoordinir unsur-unsur terkait di tingkat Kabupaten• Bapedalkabberkoordinasi dengan Bapedalda Provinsi dalam hal penyebarluasan informasi hotspot dan penanganan kasus-kasus kebakaran/pembakaran. Koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Kehutanan/Perkebunan Kabupaten

• Balai Taman Nasionalsebagai Daops (Daerah Operasi) mendapatkan komando langsung dari Dirjen PHKA dan berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan/Perkebunan Kabupaten dan BKSDA

Page 7: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

Gambar 4. Mekanisme Koordinasi dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

3. Tingkat Masyarakat /Lapangana. Koordinasi di bawah komando Camat dibantu oleh Kades/lurah.b. Satgas Damkar yang berasal dari unsur masyarakat, aparat kehutanan, dan perusahaan saling berkoordinasi terutaman dalam upaya mobilisasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan.c. Masyarakat Peduli Api (MPA).2. OperasionalKebijakan Kementerian Kehutanan dalam bidang operasional pada dasarnya terdiri dari 3 aspek :1. Pencegahan Kebakaran Hutan, seperti :• Kampanye Penyadaran Masyarakat• Peningkatan teknologi pencegahan seperti peringatan dan deteksi dini kebakaran hutan• Pembangunan fisik pencegahan kebakaran hutan seperti embung, green belt, menara pengawas, dll.• Pemantapan perangkat lunak2. Pemadaman Kebakaran Hutan, seperti :• Peningkatan teknologi pemadaman• Operasi pemadaman (dini dan pemadaman lanjutan).• Penyelamatan dan evakuasi

Page 8: Kebijakan dan perundang kementrian kehutanan

3. Penanganan Pasca Kebakaran Hutan, seperti :• Monitoring, evaluasi dan inventarisasi hutan bekas kebakaran.• Sosialisasi dan penegakan hukum• Rehabilitasi

3. Peningkatan Peran serta dan Pemeberdayaan MasyarakatKebijakan terakhir dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan adalah peningkatan peran serta masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan. Masyarakat sekitar kawasan rawan kebakaran adalah komponen yang langsung berhadapan jika terjadi kebakaran hutan atau lahan. Mengingat pentingnya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, untuk itu kementerian kehutanan mempunyai kebijakan untuk melibatkan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan melalui pembentukan keorganisasian berbasis masyarakat. Contoh keorganisasian yang berbasis masyarakat adalah Masyarakat Peduli Api, dan Kelompok Peduli Api. Hal melibatkan masyarakat dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di atur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.12/Menhut-II/2009 pasal 34 sampai dengan pasal 38 yang mengatur tentang Pemberdayaan Masyarakat dan peran serta masyarakat