36
TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor) ERNAWATI APRIANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN

(Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor)

ERNAWATI APRIANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

ABSTRACT

ERNAWATI APRIANI, Transmission of Solar Radiation Through Canopy (Case Study: Forest

Research and Development Agency Ministry of Forestry Bogor/ Hutan Penelitian Dramaga).

Supervised by IDUNG RISDIYANTO.

Radiation transmission is part of the essential components of energy balance and known as energy

for plant in the understory. Recently, remote sensing is solution for limited measurement in a

wider scale. However, the calculation transmission of radiation using satellite needs to be

corrected because the quantity of radiation transmission depends on solar elevation which is an

error source for satellite imagery. For that reason, diurnal measurement of radiation transmission

is important to be analyzed. This study has done in Forest Research and Development Agency

Ministry of Forestry Bogor and also known as ‘Hutan Penelitian Dramaga’ using solarimeter.

Three sample locations shown different density and distribution stands. Radiation was measured

under trees, poles and sampling canopy. Transmission of solar radiation under tree canopy (17%)

was higher than under pole (14%) and sapling (14%). There was a lag between peak of

transmission under tree canopies with poles and sapling canopies. Diurnal observation shown that

transmission in the morning (17%) was higher than the late afternoon (12%) and the highest was

during midday (19%). This study also gave a distribution class of radiation transmission under

canopy based on amount of incoming solar radiation and time. The amount of radiation

transmission was strongly influenced by canopy architecture, level of cloudiness and solar

elevation.

Key Word: Radiation transmission, trees-poles-sapling canopy, difusse radiation

Page 3: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

ABSTRAK

ERNAWATI APRIANI, Transmisi Radiasi Matahari Di bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus

Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Bogor). Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO.

Radiasi transmisi merupakan bagian dari komponen neraca energi dan merupakan sumber energi

untuk kehidupan tanaman di lantai hutan. Saat ini metode penginderaan jauh menjadi solusi untuk

pengukuran dalam skala yang lebih luas. Namun, pendugaan radiasi transmisi menggunakan satelit

perlu dikoreksi karena besarnya radiasi transmisi dipengaruhi oleh sudut datang matahari yang

merupakan sumber error bagi citra satelit. Untuk itu dilakukan pengukuran radiasi transmisi secara

diurnal menggunakan solarimeter di Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Bogor. Tiga

sampel lokasi menunjukkan kerapatan dan distribusi tegakan yang berbeda. Radiasi diukur di

bawah tegakan pohon, tiang dan pancang. Transmisi radiasi matahari di bawah pohon (17%) lebih

tinggi dibanding di bawah tiang (14%) dan pancang (14%). Terdapat lag terjadinya pucak

transmisi matahari antara di bawah pohon dengan dibawah tiang dan pancang. Pengamatan diurnal

menyatakan bahwa pada pagi hari (17%) nilai radiasi transmisi lebih besar dibanding dengan sore

hari (12%) dan yang tertinggi terjadi pada siang hari (19%). Selain itu juga didapatkan proporsi

pada setiap rentang nilai radiasi dalam rentang waktu tertentu yang dapat digunakan sebagai

pembanding jika akan menggunakan data satelit dalam pengestimasian nilai radiasi transmisi.

Besarnya transmisi matahari sangat dipengaruhi oleh arsitektur kanopi, tingkat keawanan dan

sudut datang matahari.

Kata kunci: Radiasi transmisi, kanopi pohon-tiang-pancang, radiasi difus

Page 4: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

© Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor), tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;

dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentngan yang wajar di IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam

bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 5: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN

(Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor)

ERNAWATI APRIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 6: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

Judul : Transmisi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi

Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga

Bogor)

Nama : Ernawati Apriani

NIM : G24080012

Menyetujui,

Pembimbing

Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc in IT

NIP. 19730823 199802 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen

Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP. 19600305 198703 2 002

Tanggal Lulus :

Page 7: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan sholawat serta salam penulis haturkan

kepada nabi besar Muhammad SAW, atas rahmat dan hidayahNya berupa ilmu dan kesehatan

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Transmisi Radiasi Matahari di

Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga

Bogor). Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat kelulusan pada program studi Meteorologi

Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini terdapat

keterlibatan banyak pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta, Ayuk Syusiana Amelia dan Adek Benny Erlangga yang telah

memberikan doa, cinta, perhatian dan dukungan mereka untukku. Semoga Allah SWT

membalas dengan surga-Nya

2. Bapak Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc in IT atas segala bentuk bantuan, saran, nasihat dan

bimbingan serta waktu yang telah diberikan yang sangat besar peranannya selama proses

pengerjaan tugas akhir ini.

3. Teman perjuangan satu bimbingan dalam lab Meteorologi dan setim asisten Meteorologi

Satelit Aulia Maharani, Fauzan Nurrachman, Bambang Triatmojo, dan Dicky Sucipto atas

kerja sama dan bantuannya selama penelitian lapang dan pengerjaan tugas akhir.

4. Teman-teman yang telah memberiku keluarga di sini Cupu, Widia, Devi, Lista, dewi, Steffi,

Nanda, Muti atas bantuan semangat, doa dan kekeluargaan yang selama ini dibangun.

5. Sahabat selama perkuliahan Sarah Purnamawati, Ratna dila, Citra Pratiwi, Sintong Pasaribu,

Asep Ferdiansyah, dan terimakasih pula untuk Fella Fauziah, Ferdy Aprihatmoko, sebagai

penyemangat dan penyelamat suka duka perkuliahan, serta Adi Mulyadi, Emod, dan Taufiq

yang telah membantu proses dilapangan.

6. Teman-teman seperjuangan di GFM 45 (Faiz, Fe, Yuda, Nipong, Joy, Fida, Dewa, Firman,

Iput, Dody, Akfia, Fitra, Okta, Dilper, Mirna, Dewi, Fitri, Maria, Tiska, Putri, Geno, Ruri, nia,

Dora, Nadita, Widia, Fatchah, Ria, Farrah, Aila, Usel, Annisa, Diyah, Fithra, Pungki, Adit,

Adi, Yoga, Mail, Ian, Arif, Adiyat) atas persahabatan, kekeluargaan dan kenangannya.

7. Teman-teman omda (Rika, Eko, Ani, Hardi, Erik, Mike, Gina, Puni dkk) atas semangat dan

perhatiannya.

8. Teman-teman divisi Sains dan Aplikasi di Himagreto (Dody, Fella, Sintong, Faiz, Silvi, Normi,

Lidia, Ika Farrah, Ika Pur) atas kerja sama dan bantuannya selama di Himagreto.

9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebut satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Masukan dan kritik yang

bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dan masyarakat.

Bogor, Juli 2012

Penulis

Page 8: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ernawati Apriani, lahir di Curup Kabupaten

rejang lebong Provinsi Bengkulu pada tanggal 27 Februari 1990 merupakan

anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Erwan Effendi dan Ibu Ngatmi.

Penulis menamatkan pendidikan Menengah Atas (SMAN 1 Curup) pada

tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui

Jalur Undangan (USMI) dengan program studi Meteorologi Terapan,

Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan dan

kepanitiaan yakni sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himagreto) pada

Departemen Sains dan Aplikasi tahun 2011-2012, sempat mengkoordinasi acara Meteorology Day

pada peringatan hari Meteorologi 23 Maret 2011. Pada tahun yang sama penulis melakukan

kegiatan magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) Pekayon Jakarta, bagian

Lembaga Mitigasi dan Bencana. Pada tahun 2012 penulis mendapat kesempatan menjadi asisten

praktikum Meteorologi Satelit. Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan

Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor), dibimbing oleh Idung Risdiyanto, S.Si,

M.Sc in IT.

Page 9: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Hutan ........................................................................................................... 2

2.2 Radiasi Surya ................................................................................................................ 3

2.3 Alat Pengukur Intensitas Surya ..................................................................................... 4

2.4 Interaksi Cahaya (Radiasi Matahari) dengan Kanopi ................................................... 4

2.4.1 Cahaya dan PAR ............................................................................................... 4

2.4.2 Distribusi Cahaya dalam Kanopi ....................................................................... 5

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 5

3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................................. 5

3.3 Metode Penelitian ........................................................................................................ 6

3.3.1 Pengukuran Radiasi ........................................................................................... 6

3.3.2 Pengukuran Suhu permukaan ............................................................................ 6

3.3.3 Pengolahan Data Menggunakan Microsoft Excel .............................................. 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................................................. 7

4.2 Radiasi Matahari di Titik Pengukuran .......................................................................... 7

4.3 Profil Proposi Radiasi Transmisi di Titik Pengukuran .................................................. 9

4.4 Profil Temporal Proposi Radiasi Transmisi .................................................................. 11

4.5 Suhu Permukaan Beberapa Penutupan Lahan ............................................................... 12

4.6 Clustering Proporsi Radiasi Transmisi.......................................................................... 13

4.7 Profil Radiasi Difus ....................................................................................................... 15

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 16

5.2 Saran ............................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 16

LAMPIRAN .............................................................................................................................. 19

Page 10: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik area studi ....................................................................................................... 8

2. Penelitian sebelumnya mengenai light transmission ......................................................... 10

3. Presentase rata-rata radiasi transmisi harian di Hutan Penelitian Dramaga ....................... 11

4. Rata-rata radiasi transmisi diurnal ...................................................................................... 12

Page 11: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Titik lokasi pengambilan data pada Hutan Badan Litbang Kementrian

Kehutanan Dramaga Bogor (square area : lokasi titik pengukuran yang

berukuran 30 m x 30 m). ..................................................................................................... 7

2. Profil radiasi matahari di lokasi 1 ...................................................................................... 8

3. Profil radiasi matahari di lokasi 2 ....................................................................................... 9

4. Profil radiasi matahari di lokasi 3 ....................................................................................... 9

5. Profil proporsi transmisi radiasi di lokasi 1 ........................................................................ 10

6. Profil proporsi transmisi radiasi di lokasi 2 ........................................................................ 10

7. Profil proporsi transmisi radiasi di lokasi 3 ........................................................................ 11

8. Distribusi temporal harian transmisi radiasi matahari berdasarkan sudut

waktu ................................................................................................................................. 12

9. Profil suhu permukaan penutupan lahan ............................................................................. 13

10. Profil suhu permukaan tanah dengan transmisi radiasi matahari ........................................ 13

11. Diagram proporsi transmisi (rata-rata 11 hari pengukuran) berdasarkan Rs↓

dan waktu ............................................................................................................................ 14

12. Profil radiasi difus menggunakan persamaan empiris oleh Erbs et al. (1982)

dalam Essery et al. (2007) .................................................................................................. 15

Page 12: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Grafik kalibrasi alat solarimeter ......................................................................................... 20

2. Kelas proporsi radiasi transmisi matahari berdasarkan rentang Rs↓ dan

waktu di Hutan Penelitian Dramaga ................................................................................... 21

3. Presentase sebaran jumlah data radiasi yang diterima di puncak kanopi

terhadap waktu di Hutan Penelitian Dramaga..................................................................... 22

4. Dokumentasi pengukuran di lapangan ................................................................................ 23

5. Alat pengukur intensitas surya ............................................................................................ 24

Page 13: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiasi matahari adalah sumber energi

penting untuk seluruh vegetasi di permukaan

bumi. Hampir seluruh energi di ekosistem

hutan tropis berasal dari energi matahari yang

diterima oleh kanopi dan permukaan tanah

dalam beberapa spektrum gelombang pendek.

Radiasi gelombang pendek yang penting untuk

fotosintesis tanaman adalah radiasi dengan

panjang gelombang 400-700 nm yang dikenal

sebagai photosynthesis active radiation

(PAR).

Penilaian kondisi pencahayaan tegakan

hutan merupakan informasi yang penting

untuk mengetahui pertumbuhan tanaman (baik

tanaman kayu maupun tumbuhan herba) di

lantai kanopi. Bahkan perubahan yang kecil

pada struktur puncak kanopi dapat

menghasilkan perubahan penetrasi radiasi

matahari dan juga status iklim mikro yang

berpengaruh penting terhadap pertumbuhan

dan ketahanan spesies tanaman yang terlibat

(Whitmore et al. 1993; Brown 1993, 2000;

Hale dan Brown 2005; diacu dalam Jarcuska

2008).

Cahaya (visible light) adalah salah satu

faktor lingkungan utama yang mengontrol

proses ekologi dan biologi di dalam hutan.

Jumlah dan kualitas cahaya mengontrol

keberhasilan pembentukan dari suatu benih

perkecambahan dan pertumbuhan benih pohon

di lantai hutan. Toleransi setiap spesies pohon

muda bervariasi menurut status suksesinya,

semakin toleran suatu spesies maka dapat

berkembang baik dan beregenerasi di lantai

hutan yang gelap dibanding dengan yang

intoleran. Cahaya juga merupakan suatu kunci

yang penting dalam regenerasi hutan. Cahaya

meningkatkan perkembangan vegetasi di

lantai hutan, yang terdiri dari graminoids,

forbs1, semak dan pohon muda, dimana selain

cahaya komposisinya bervariasi bergantung

pada kondisi lokasi dan spesies pohon di

sekitar lantai hutan.

Keragaman jumlah cahaya yang diterima

pada hutan bisa disebabkan oleh celah kecil

cahaya yang disebut ‘sunflecks’, dimana

sunflecks ini masuk melewati celah hutan

kanopi. Sunflecks-light terdiri dari cahaya

matahari langsung, cahaya yang dipantulkan

oleh vegetasi, cahaya difus, dan cahaya difus

1 Graminoids, forbs merupakan kelompok vegetasi herba.

Graminoids adalah semua rumput herba dan tanaman

rerumputan seperti alang-alang dan tebu. Forbs adalah tanaman herba berdaun lebar seperti bunga matahari.

yang diserap oleh vegetasi (Morgan dan Smith

1981 dalam Longman 1992).

Saat ini terdapat trend dalam pengelolaan

hutan dengan beberapa tujuan, khususnya

untuk meningkatkan biodiversity dan

sustainability. Salah satunya adalah perhatian

terhadap vegetasi di bawah kanopi hutan

sebagai suatu cara untuk meningkatkan jumlah

spesies dan secara tidak langsung untuk

mendukung pelestarian fauna serta berperan

dalam peningkatan kualitas tanah (Balandier

2008).

Indonesia merupakan salah satu negara

dengan jumlah hutan tropis yang besar.

Kelestarian hutan saat ini semakin menurun

dengan semakin meningkatnya jumlah

penduduk dan kemiskinan. Untuk itu

diperlukan suatu sistem yang dapat

mengoptimalkan fungsi hutan sehingga dapat

menengahi kepentingan kelestarian dan

kepentingan masyarakat di sekitar hutan.

Salah satu caranya adalah dengan pola

distribusi tanaman sela di dalam hutan. Untuk

mencapai tujuan tersebut, diperlukan penilaian

terhadap energi radiasi matahari di dalam

hutan.

Perhitungan radiasi melalui celah kanopi

(radiasi transmisi) dapat dilakukan dengan

metode pengukuran langsung dan tidak

langsung. Metode remote sensing saat ini

menjadi alat yang sering digunakan karena

kelebihannya secara cakupan wilayah kajian.

Untuk itu dibutuhkan suatu koreksi dengan

menggunakan data lapangan agar keakuratan

pendugaan menggunakan satelit lebih tinggi.

Dalam penelitian ini radiasi yang diukur

adalah radiasi yang ditransmisikan melalui

celah kanopi di beberapa strata tumbuhan di

bawah kanopi.

1.2 Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan

yaitu :

1. Mencari fraksi antara radiasi matahari di

bawah kanopi dengan radiasi matahari di

atas kanopi pada strata tumbuhan pohon,

pancang dan tiang.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis

transmisi radiasi matahari dan distribusi

temporal pada beberapa strata tumbuhan.

3. Membuat kelas sebaran transmisi radiasi

matahari secara temporal.

4. Menghitung dan menganalisis radiasi

difus dalam hubungannya dengan radiasi

transmisi.

Page 14: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

2

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Hutan

Hutan hujan tropis merupakan salah satu

tipe vegetasi hutan yang terletak pada 100LU

hingga 100LS. Ekosistem hutan hujan tropis

terbentuk pada daerah dengan curah hujan

2000-4000 mm per tahun, rata-rata temperatur

250C dengan perbedaan temperatur yang kecil

sepanjang tahun, dan rata-rata kelembaban

udara 80%. Arief (1994) dalam Indriyanto

(2008) mengemukakan bahwa hutan hujan

tropis yang telah mencapai klimaks

mempunyai tiga stratum tajuk, yaitu stratum

A, B, dan C atau bahkan memiliki lebih dari

tiga stratum tajuk.

Stratifikasi yang terdapat pada hutan

hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum

berurutan dari atas ke bawah, yaitu stratum A,

stratum B, stratum C, stratum D dan stratum E

(Arief 1994; Ewusie 1990; Soerianegara dan

Indrawan 1982; diacu dalam Indriyanto 2008).

Masing-masing stratum diuraikan sebagai

berikut :

1. Stratum A (A-storey), yaitu lapisan tajuk

(kanopi) hutan paling atas yang dibentuk

oleh pepohonan yang tingginya lebih dari

30 m. Pada umumnya tajuk pohon pada

stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan

ke arah horizontal dengan tajuk pohon

lainnya dalam stratum yang sama,

sehingga stratum tajuk itu berbentuk

lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A

umumnya berbatang lurus, batang bebas

cabang tinggi, dan bersifat intoleran (tidak

tahan naungan). Menurut Ewusie (1984)

diacu dalam Indriyanto (2008), sifat khas

bentuk-bentuk tajuk pohon tersebut sering

digunakan untuk identifikasi spesies pohon

dalam suatu daerah.

2. Stratum B (B-storey), yaitu lapisan tajuk

kedua dari atas yang dibentuk oleh

pepohonan yang tingginya 20-30 m.

Bentuk tajuk pohon pada stratum B

membulat atau memanjang dan tidak

melebar seperti pada tajuk pohon di

stratum A. Jarak antar pohon lebih dekat

sehingga tajuk pohon-pohonnya cenderung

membentuk lapisan tajuk yang kontinu.

Spesies pohon yang ada, bersifat toleran

(tahan naungan) atau kurang memerlukan

cahaya. Batang pohon banyak cabangnya

dengan batang bebas cabang tidak begitu

tinggi.

3. Stratum C (C-storey), yaitu lapisan tajuk

ketiga dari atas yang dibentuk oleh

pepohonan yang tingginya 4-20 m.

Pepohonan pada stratum C mempunyai

bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi

membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal.

Selain itu, pepohonannya memiliki banyak

percabangan yang tersusun dengan rapat,

sehingga tajuk pohon menjadi padat. Pada

stratum C pepohonan juga berasosiasi

dengan berbagai populasi epifit, tumbuhan

memanjat, dan parasit (Vickery 1984 diacu

dalam Indriyanto 2008).

4. Stratum D (D-storey) yaitu lapisan tajuk

keempat dari atas yang dibentuk oleh

spesies tumbuhan semak dan perdu yang

tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga

terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon

yang masih muda atau dalam fase anakan

(seedling), terdapat palma-palma kecil,

herba besar, dan paku-pakuan besar.

5. Stratum E (E-storey) yaitu tajuk paling

bawah (lapisan kelima dari atas) yang

dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan

penutup tanah (ground cover) yang

tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies

pada stratum E lebih sedikit dibandingkan

dengan stratum lainnya.

Klasifikasi pohon dalam suatu tegakan

hutan sangat berguna untuk pengelolaan hutan

itu sendiri. Menurut Kadri dkk (1992) dalam

Indriyanto (2008) klasifikasi pohon dapat

didasarkan pada ukuran pohon dan posisi tajuk

pohon di dalam hutan.

1. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Ukuran

a. Semai (seedlings), yaitu pohon yang

tingginya kurang dari atau sama dengan

1.5 m.

b. Sapihan atau pancang (saplings), yaitu

pohon yang tingginya lebih dari 1.5 m

dengan diameter batang kurang dari 10 cm.

c. Tiang (poles), yaitu pohon dengan

diameter batang 10-19 cm.

d. Pohon inti (Nucleus trees), yaitu pohon

dengan diameter 20-49 cm. Pohon besar

(tress), yaitu pohon dengan diameter

batang lebih dari 50 cm.

2. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Posisi

Tajuk

a. Pohon dominan (dominant trees), yaitu

pohon yang tajuknya menonjol paling atas

dalam hutan sehingga mendapat cahaya

matahari penuh. Tajuk pohon tumbuh

meninggi di atas tingkat kanopi yang

umum. Terkadang terdapat pada tegakan

seumur meskipun lebih sering terdapat

pada tegakan tidak seumur yang

kondisinya tidak sempurna. Pohon

dominan ukurannya paling besar

dibandingkan dengan pohon-pohon lainnya

karena kemampuan bersaing dengan pohon

Page 15: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

3

lain cukup besar. Banyak percabangan

pohon dengan ukuran cabang yang besar

sehingga kadang-kadang mendesak dan

menekan pohon-pohon lainnya (Kadro dkk

1992 diacu dalam Indriyanto 2008).

b. Pohon kodominan (codominant trees),

yaitu pohon yang tidak setinggi pohon

dominan, tetapi masih mendapatkan

cahaya penuh dari atas meskipun cahaya

dari samping terganggu oleh pohon

dominan. Pohon kodominan bersama-sama

dengan pohon dominan merupakan

penyusun kanopi atau tajuk utama dalam

suatu tegakan hutan,

c. Pohon tengahan (intermediate trees), yaitu

pohon yang tajuknya menempati posisi

lebih rendah dibandingkan pohon dominan

dan pohon kodominan. Pohon tersebut

masih mendapatkan cahaya matahari dari

atas, tetapi tidak lagi mendapatkan cahaya

matahari dari arah samping. Dengan

demikian, pohon dari kelas tersebut

mendapatkan persaingan yang keras

terhadap pepohonan lainnya.

d. Pohon tertekan (suppresed trees), yaitu

pohon yang sama sekali ternaungi oleh

pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan,

sehingga tidak mendapatkan cahaya yang

cukup baik dari atas maupun dari samping.

Pepohonan yang demikian biasanya lemah

dan tumbuh lambat.

e. Pohon mati (dead trees), yaitu pepohonan

yang mati atau dalam proses kematian.

Pada tegakan hutan yang memiliki

permudaan banyak, tetapi tidak dikelola

dengan baik, maka lambat laun sejumlah

besar pohon akan mengalami tekanan dan

akhirnya mati. Seberapa jauh kecepatan

terjadinya proses tersebut bergantung pada

kualitas tempat tumbuh dan tingkat

toleransi pohon.

2.2 Radiasi Surya

Radiasi adalah sumber energi untuk

proses-proses sirkulasi atmosfer dan laut, serta

siklus hidrologi dan satu-satunya alat

pertukaran energi antara bumi dan alam

semesta. Radiasi adalah suatu bentuk energi

yang dipancarkan oleh setiap benda yang

memiliki suhu di atas nol mutlak dan

merupakan satu-satunya bentuk energi yang

dapat menjalar di dalam vakum luar angkasa.

Matahari yang mempunyai suhu

permukaan 6000 K memancarkan energi

dalam bentuk radiasi ke semua arah dengan

kecepatan jalar sebesar 3x108 m/s.

Radiasi surya merupakan gelombang

elektromagnetik dengan kisaran panjang

gelombang 0.1-3.5 µm, namun yang sampai

ke permukaan bumi terkosentrasi pada

gelombang dengan panjang 0.3-3.0 µm

(Monteith 1973). Energi yang sampai

dipuncak amosfer sebelum mengalami

pemantulan dan penyerapan oleh atmosfer

adalah 1360 Wm-2

(Handoko 1994). Ketika

melalui atmosfer, radiasi matahari akan

mengalami proses refleksi dan absorbsi akibat

adanya awan, debu, uap air dan molekul

udara, sehingga jumlah yang benar-benar

ditransmisikan mencapai permukaan bumi

dalam bentuk radiasi global akan lebih kecil

dari nilai 1360 Wm-2

. Jumlah energi yang

ditransmisikan bergantung kepada keawanan,

humidity dan turbidity atmosferik yang diserap

atau dihamburkan oleh atmosfer serta sudut

matahari (Jones 2003).

Semua benda mengemisikan radiasi

sebagai fungsi dari temperatur, dimana energi

yang diemisikan dan panjang gelombangnya

berubah terhadap temperatur sebagaimana

dijelaskan pada hukum Stefan-Bolzman dan

hukum Plank (Jones 2003).

Neraca energi merupakan kesetimbangan

antara masukan energi dari matahari dengan

kehilangan energi oleh permukaan bumi

setelah melalui proses-proses yang kompleks

(Risdiyanto dan Rini 1999).

Radiasi netto merupakan selisih antara

energi radiasi yang diabsorbsi dan yang

dipancarkan oleh permukaan bumi, atmosfer

dan subsistem bumi atmosfer. Pemanasan

atmosfer ditentukan oleh jumlah radiasi yang

diterima oleh permukaan dan respon

permukaan terhadap radiasi yang diterima.

Persamaan neraca energi bumi secara umum

dapat dituliskan sebagai berikut :

..………….(1)

Keterangan :

: Radiasi netto

: Radiasi gelombang pendek yang datang

: Radiasi gelombang pendek yang

meninggalkan bumi

: Radiasi gelombang panjang yang datang

: Radiasi gelombang panjang yang

meninggalkan bumi

Sebagian dari radiasi gelombang pendek

yang datang ada yang dipantulkan, ada yang

diserap dan ada yang diteruskan. Besarnya

energi yang dipantulkan bergantung pada

albedo (α) permukaan. Albedo merupakan

nisbah antara radiasi pantulan dengan radiasi

datang (Risdiyanto dan Rini 1999). Nilai

albedo pada vegetasi beragam dipengaruhi

oleh tipe vegetasi, warna vegetasi, geometri

Page 16: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

4

kanopi, kandungan kelembaban, ukuran dan

luas daun serta tahap (fase) pertumbuhan

tanaman. Selain itu nilai albedo juga

dipengaruhi oleh musim, penutupan lahan, dan

waktu dalam satu hari (Rosenberg 1974).

Dalam Geiger et al. (1961) nilai albedo

dipengaruhi oleh besarnya sudut datang

matahari dan panjang gelombang.

2.3 Alat Pengukur Intensitas Surya

Intensitas radiasi matahari ialah jumlah

energi yang jatuh pada suatu bidang persatuan

luas dalam satu satuan waktu yang merupakan

ukuran penerimaan energi surya gelombang

pendek di permukaan bumi. Terdapat berbagai

macam radiasi surya yang dapat diukur, yaitu :

a. Global Radiation (Q) yaitu radiasi total

yang terdiri dari radiasi langsung dan radiasi

difus. Alat yang umum digunakan untuk

mengukur besarnya radiasi total adalah

pyranometer dan solarimeter yang memiliki

sensor thermophile.

b. Diffuse Radiation (D) merupakan radiasi

yang berasal dari pantulan oleh awan dan

pembauran partikel di atmosfer. Dapat

diukur dengan menggunakan pyranometer

dimana pada alat diberi occulting ring

(shadow band) untuk menghalangi radiasi

langsung, sehingga yang didapat adalah

nilai radiasi difus.

c. Reflectivity (Albedo) merupakan pantulan

radiasi surya gelombang pendek yang dapat

diukur dengan menggunakan pyranometer

dengan cara membalik alat tersebut kearah

permukaan untuk melihat pantulan

permukaan. Namun pengukuran dengan cara

ini tidak signifikan untuk area berbayang di

bawah alat.

d. Sunshine duration yaitu lamanya penyinaran

yang dapat diukur dengan menggunakan

alat campbell stock.

e. Net radiometers yaitu alat yang secara ideal

menyerap radiasi dari semua panjang

gelombang yang menuju dan yang

dipantulkan permukaan bumi.

f. Light Intensity yaitu intensitas cahaya

matahari yang dapat dimanfaatkan

tumbuhan dengan rentang panjang

gelombang 400-700 nm dapat diukur

dengan menggunakan alat quantum sensor.

Pada prinsipnya sensor alat pengukur

intensitas radiasi matahari dibagi menjadi dua

jenis :

a. Sensor Actinograph dimana sensor ini

dibuat dari bimetal yaitu dua jenis logam

yang memiliki koefisien muai panjang yang

berbeda dan diletakkan satu sama lainnya.

b. Sensor Thermopile seperti yang digunakan

pada solarimeter dan pyranometer.

2.4 Interaksi Cahaya (Radiasi matahari)

dengan Kanopi Tanaman

Terdapat empat cara bagaimana radiasi

berperan penting bagi pertumbuhan tanaman;

a. Pengaruh termal (Thermal effect), sebagai

hasil dari kesetimbangan energi antara

tanaman dengan lingkungannya. Radiasi

merupakan input energi utama dimana

energi ini diubah menjadi bahang (heat) dan

bentuk energi lain sesuai dengan neraca

energi tanaman.

b. Fotosintesis. Sebagian besar radiasi

matahari diserap tanaman digunakan untuk

mensintesis materi energi yang merupakan

energi utama di dalam biosfer.

c. Fotomorfogenesis. Jumlah dan distribusi

spektral dari radiasi gelombang pendek juga

berperan penting dalam regulasi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

d. Mutagenesis. Dimana radiasi dengan

gelombang yang sangat pendek (termasuk

U, sinar-X dan dapat mempengaruhi

struktur materi genetik yang mengakibatkan

kerusakan dan mutasi sel-sel tanaman.

Kanopi tanaman memiliki tiga sifat

optikal yaitu reflektifitas (ρ) yang merupakan

proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang

dipantulkan oleh unit indeks luas daun,

transmisivitas (τ) yaitu proporsi kerapatan

fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit

indeks luas, dan absorbsivitas (α) yaitu

proporsi kerapatan fluks radiasi yang

diabsorbsi oleh unit indeks luas daun (Jones

1992).

2.4.1 Cahaya dan PAR

Tanaman membutuhkan cahaya matahari

untuk melakukan proses fotosintesis dimana

pertumbuhannya tergantung terhadap jumlah

radiasi yang diterima dengan asumsi

parameter lingkungan lainnya dianggap

konstan.

Cahaya tampak (visible light) adalah

gabungan panjang gelombang dengan rentang

380-770 nm dimana di dalamnya terdapat

panjang gelombang yang disebut

photosynthetic active radiation atau PAR

(400-700 nm) yang merupakan panjang

gelombang spesifik yang digunakan oleh

tanaman untuk melakukan proses biokimia di

dalam fotosintesis, yaitu mengubah energi

cahaya menjadi biomassa.

PAR didefenisikan sebagai unit kuanta

dari energi cahaya dan diekspresikan sebagai

Page 17: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

5

jumlah poton cahaya yang diterima per suatu

unit area.

Incident PAR adalah sejumlah PAR

yang datang pada puncak atmosfer. Telah

diketahui sebelumnya bahwa atmosfer tidak

meneruskan semua panjang gelombang ke

permukaan bumi melainkan hanya pada

rentang tertentu saja (0.3-3.5 µm). Namun

hampir 48.7% radiasi yang sampai ke

permukaan bumi adalah dalam bentuk PAR

(Guang Zhu 2008). Kondisi atmosfer di atas

kanopi seperti kandungan uap air, debu,

molekul udara dan keawanan mempengaruhi

besarnya PAR yang sampai ke permukaan

kanopi. Jumlah PAR yang datang ke puncak

kanopi bervariasi tergantung dari letak lintang

dan topografi, variasi diurnal akibat perbedaan

sudut datang matahari, variasi penutupan awan

dan gangguan atmosfer.

Intercepted PAR (IPAR) adalah

sejumlah PAR yang ditangkap oleh lapisan

kanopi sebagai incident PAR pada kanopi

yang terus menembus lapisan kanopi hingga

tanah.

Absorbed PAR (APAR) adalah sejumlah

PAR yang diserap oleh kanopi sesungguhnya

setelah dikurangi PAR yang dipantulkan

(Reflected PAR). Reflektan pada kanopi

tanaman cenderung lebih rendah karena efek

multipler daun.

2.4.2 Distribusi Cahaya dalam Kanopi

Distribusi radiasi diantara kanopi

tanaman sulit untuk dideskripsikan karena

dibutuhkan pengetahuan mengenai arsitektur

kanopi, distribusi sudut radiasi matahari yang

datang dan sifat optikal tanaman.

Secara sederhana dengan asumsi

distribusi tegakan horizontal dan seragam

sehingga radiasi yang datang ke kanopi

tanaman hanya berubah terhadap ketinggian.

Secara umum rata-rata radiasi cenderung

menurun secara ekponensial dengan

meningkatnya kedalaman mengikuti Hukum

Beer yang mengasumsikan kanopi adalah

penyerap (absorber) yang homogen. Selain

ketinggian, untuk distribusi kanopi yang

seragam radiasi transmisi juga dipengaruhi

oleh leaf area index (LAI) dan koefisien

pemadaman (k). Berikut merupakan

persamaan radiasi transmisi menurut Hukum

Beer:

…………………………….(2)

Dimana I adalah radiasi yang ditransmisikan

melalui tajuk, I0 adalah radiasi yang sampai ke

puncak kanopi, dan k adalah koefisien

pemadaman. Persamaan ini valid untuk

penutupan kanopi yang seragam dengan

distribusi daun acak, sedangkan untuk kanopi

yang diskontinu seperti yang ditemukan pada

tanaman dengan struktur baris dan pada

perkebunan buah-buahan, terdapat clumping

factor (Ω) yang bervariasi antara 0 hingga 1

(Campbell and Norman 1998 diacu dalam

Oyarzύn 2010).

Koefisien pemadaman dapat

menjelaskan hubungan karakteristik kanopi

tanaman dan intersepsi radiasi. Monteith

(1973) menjelaskan bahwa koefisien

pemadaman memberikan hubungan terbalik

dengan kandungan klorofil per satuan luas

daun dan berkurang dengan bertambahnya

reflektivitas daun. Nilai k bervariasi

tergantung dari ukuran daun dan arsitektur

kanopi. Nilai k total radiasi berkisar antara

0.30-0.45 untuk tanaman yang memiliki daun

tegak (berbagai jenis serealia) sampai nilai 0.8

pada tanaman yang memiliki tipe daun

horizontal (misal kacang tanah).

Dalam komunitas tanaman, besarnya

transmisi dan refleksi bergantung pada sudut

datang sinar (Monteith 1973). Koefisien

refleksi dan transmisi untuk sudut datang 00

hingga 500 hampir konstan. Semakin besar

sudut datang sinar, koefisien refleksi semakin

meningkat dan koefisien transmisi menurun,

dimana perubahan tersebut bersifat

komplementer sehigga keseluruhan nilai

absorbsi yang dapat dimanfaatkan untuk

proses fotosintesis besarnya relatif konstan

(Impron 1999).

Ketersedian dan variabilitas cahaya pada

skala mikro di lantai hutan dipengaruhi oleh

fenologi daun, posisi matahari, kondisi langit,

lokasi gaps, ukuran gap, dan tinggi kanopi

(Anderson 1970; Canham et al. 1990;

Baldocchi dan Collineau 1994).

III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Hutan Badan

Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga

Bogor dan pengolahan data dilakukan di

Laboratorium Meteorologi Terapan. Penelitian

berlangsung mulai bulan Maret 2012 sampai

Juli 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Solarimeter

Page 18: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

6

2. Meteran

3. Patok

4. Stopwatch

5. Tripod

6. Thermometer infrared

7. Perangkat lunak Ms Office 2007 (Ms.

Word 2007, Ms. Excell 2007)

3.3 Metode Penelitian

Teknik dan prosedur pengumpulan data

yang digunakan dilakukan dalam penelitian ini

adalah pengamatan dan pengukuran langsung.

3.3.1 Pengukuran Radiasi

Pengukuran Radiasi di bawah kanopi

menggunakan alat solarimeter. Alat ini

diletakkan pada beberapa strata tumbuhan di

dalam hutan dan satu di luar hutan sebagai

kontrol. Pengambilan data dilakukan di tiga

titik di dalam hutan yang dapat mewakili strata

hutan yang dapat ditemukan. Ukuran satu

petak lokasi adalah 30 x 30 meter.

Alat diletakkan di bawah strata tumbuhan

seperti di bawah pohon, tiang dan pancang.

Data diukur dengan interval 15 menit dari

pukul 9 pagi hingga pukul 3 sore.

Berikut kriteria untuk tingkat pohon, tiang

dan pancang :

Pohon (Trees) : diameter setinggi dada

(1.3 m) ≥ 20 cm, bila pohon berbanir

diameter di ukur 20 cm di atas banir.

Tiang (Poles) : pohon muda dengan

diameter setinggi dada (1.3 m) antara ≥10

sampai < 20 cm.

Pancang (Sapling) : permudaan yang

tingginya >1.5 m sampai pohon muda

dengan diameter < 10 cm.

Solarimeter diletakkan di atas tripod

dengan ketinggian tripod untuk pengukuran

radiasi di bawah pohon adalah 120 cm dan

untuk pengukuran radiasi di bawah pancang

dan tiang adalah 100 cm. Penggunaan tripod

ini dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh

tumbuhan semak di lantai hutan.

Pengukuran dilakukan di tiga petak lokasi

yang berbeda. Pada petak pertama dan kedua

dilakukan 4 kali pengukuran pada titik yang

sama pada hari yang berbeda selama 6 jam

pengamatan, sedangkan pada petak ketiga

dilakukan 3 kali pengukuran pada titik yang

sama pada hari yang berbeda selama 6 jam

pengamatan.

3.3.2 Pengukuran suhu permukaan

Suhu permukaan yang diukur adalah suhu

permukaan kanopi, lahan terbuka, badan air

dan suhu permukaan tanah di dalam hutan.

Alat yang digunakan adalah termometer

inframerah. Alat ini mengukur suhu

permukaan suatu objek dengan cara

ditembakkan kearah objek tersebut. Sebelum

menembakkan alat tersebut, kita harus

menyesuaikan nilai emisivitas dari objek yang

akan diukur temperaturnya. Dalam penelitian

ini emisivitas yang digunakan untuk badan air

adalah 0.98; lahan terbuka yang wakili oleh

lapangan rumput adalah 0.95; kanopi hutan

adalah 0.95 dan tanah di dalam hutan adalah

0.92 (Weng 2001).

3.3.3 Pengolahan data menggunakan

Microsoft Excel

a. Menghitung proporsi radiasi di atas kanopi

(I0), dengan yang ditransmisikan (Iτ) ke

bawah pohon, tiang dan pancang. Untuk

proporsi radiasi matahari di bawah pohon

dilambangkan dengan Q0, di bawah tiang

dengan Qt dan di bawah pancang dengan Qp.

b. Pengkelasan nilai proporsi radiasi transmisi

di bawah pohon berdasarkan rentang

komponen radiasi di atas kanopi (I0) dan

waktu diurnal.

c. Menghitung nilai radiasi difus

menggunakan persamaan empiris.

d. Radiasi difus di atas kanopi diestimasi

menggunakan persamaan empiris oleh Erbs

et al. (1982). Langkah pertama mencari

transmisivitas atmosferik dengan

persamaan sebagai berikut :

Dimana I0 = 1367 W m-2

sebagai konstanta. S0

merupakan radiasi yang diukur di atas kanopi.

Dan θ merupakan sudut elevasi matahari.

Dalam perhitungan pada penelitian ini sudut

elevasi diasumsikan sebagai sudut jam.

Persamaan radiasi difus :

Page 19: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

7

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Hutan Penelitian Dramaga merupakan

salah satu dari 13 hutan kepemilikan Badan

penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang

terletak di Desa Situ Gede dan Desa Bubulak,

Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat.

Lokasi HP Dramaga terletak pada ketinggian

244 m dpl. Secara geografis, HP Dramaga

terletak pada 6033’8” – 6

033’35” LS dan

106044’50” – 106

0105’19” BT .

Luas keseluruhan areal HP Dramaga

sekitar 57.75 ha dimana sebagian besar

(41.6%) merupakan hutan tanaman yang

ditanam sejak tahun 1954. Berdasarkan data

iklim selama 10 tahun (1995-2005) yang

direkam oleh Stasiun Klimatologi Dramaga,

suhu rata-rata tertinggi pada kawasan ini

terjadi pada bulan Juni sebesar 27.50C dan

terendah terjadi pada bulan Februari sebesar

240C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi

terjadi pada bulan Februari sebesar 81%.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Februari sebesar 1117.2 mm dan terendah

terjadi pada bulan Agustus sebesar 9.8 mm

(Komara 2008). Menurut sistem klasifikasi

iklim Schmidth Ferguson kawasan ini beriklim

basah tipe A dengan curah hujan rata-rata

tahunan sebesar 3940 mm (Departemen

Kehutanan 1994).

Sumber : maps.google.com.

Gambar 1 Titik lokasi pengambilan data pada

Hutan Badan Litbang Kementrian

Kehutanan Dramaga Bogor (square

area : lokasi titik pengukuran yang

berukuran 30 m x 30 m).

4.2 Radiasi Matahari Harian di Titik

pengukuran

Pengukuran radiasi dilakukan pada tiga

titik yang berbeda dengan kerapatan tegakan

tiap lokasi juga berbeda. Karakteristik dari

ketiga titik lokasi disajikan pada Tabel 1.

Radiasi matahari yang diukur di atas

kanopi dan di dalam kanopi ditunjukkan oleh

grafik pada Gambar 2, 3, dan 4 dimana

pengukuran menggunakan empat solarimeter.

Pengukuran radiasi matahari di atas kanopi

diasumsikan sama dengan radiasi yang sampai

ke permukaan tanah tanpa melalui kanopi.

Grafik tersebut menunjukkan 15 menit

pengukuran selama enam jam (09.00-15.00)

Radiasi di dalam kanopi diwakili oleh

pengukuran yang dilakukan di bawah pohon

(trees), tiang (poles), dan pancang (sapling).

Lokasi 1 diwakili pengukuran pada hari

ke 81, 84, 90, 912. Pada hari-hari tersebut

cuaca cerah pada siang hari dan cenderung

mendung pada sore hari. Radiasi maksimum

diatas kanopi pada lokasi satu mencapai 877

Wm-2

.

Pada lokasi dua diwakili pengukuran

pada hari ke 99, 100, 101, dan 1063. Jumlah

radiasi maksimum yang sampai di atas kanopi

adalah 864 Wm-2

. Sedangkan pada lokasi tiga

diwakili pengukuran pada hari ke 111, 113,

dan 1164 dengan jumlah radiasi maksimumnya

adalah 723 Wm-2

.

Faktor dominan yang mempengaruhi

penerimaan radiasi di permukaan bumi adalah

keadaan awan. Daerah padang pasir dengan

tingkat keawanan rendah akan menerima

jumlah radiasi yang besar. Namun, daerah

Indonesia dengan curah hujan yang tinggi,

radiasi akan lebih banyak dipantulkan oleh

awan pada musim hujan sehingga akan lebih

sedikit radiasi yang sampai ke permukaan

bumi (Handoko 1994). Daerah kajian yaitu

Bogor merupakan daerah dengan curah hujan

yang cukup tinggi, dengan demikian tingkat

keawanan di daerah ini juga cukup tinggi yang

akan mempengaruhi penerimaan radiasi surya.

2 81, 84, 90, 91 merupakan Julian date dari tanggal 21, 24,

30, 31 Maret 3 99, 100, 101, 106 merupakan Julian date dari tanggal 8,

9, 10, 15 April 4 111, 113, 116 merupakan Julian date dari tanggal 20, 22,

25 April

Page 20: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

8

Tabel 1 Karakteristik area studi

Variabel Lokasi Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

Tegakan Pohon, Tiang,

pancang Pohon, Pancang Pohon, Tiang

Kerapatan Tegakan Jarang Tinggi Sedang

Dominasi Pohon Hopea bancana

(Boerl.) Van Slooten

Coumarouna odorata

Anbl.

Coumarouna odorata

Anbl.

Periode Pengukuran 21, 24, 30, 31 Maret

2012

8, 9, 10, 15, April

2012 20, 22, 25, April 2012

Radiasi matahari yang diteruskan ke

bawah pohon lebih besar dibanding dengan

yang diteruskan ke bawah tiang dan pancang.

Namun, untuk radiasi matahari yang

diteruskan di bawah tiang dan pancang

jumlahnya hampir sama.

Meskipun di lokasi 1 terdapat tiga

struktur yang diamati yaitu pohon, tiang dan

pancang (Tabel 1), namun kanopi tiang di

lokasi ini tidak menutupi kanopi pancang

sehingga radiasi yang ditransmisikan langsung

dari kanopi pohon ke tiang, atau dari kanopi

pohon ke pancang.

Radiasi yang diukur merupakan radiasi

global dengan rentang panjang gelombang

0.3-3.5 µm. Sebaran jumlah radiasi yang

diterima berbeda-beda dengan rata-rata selama

enam jam pengukuran (09.00-15.00) adalah

sebesar 429 Wm-2

.

Jika radiasi matahari yang sampai di

puncak kanopi adalah 100% maka 83% dari

radiasi ini akan diteruskan hingga mencapai

puncak tiang dan hanya 19% yang sampai ke

puncak pancang dan akhirnya hanya 12-14 %

radiasi yang sampai ke lantai hutan. Hal ini

menunjukkan bahwa pengaruh beberapa

lapisan tajuk menyebabkan berkurangnya

radiasi matahari yang dapat mencapai lantai

hutan. Berkurangnya jumlah radiasi yang

diterima di lantai hutan disebabkan oleh

koefisien pemadaman tajuk. Pengaruh yang

paling besar terjadi pada lapisan tajuk pancang

dimana sudah terjadi penyerapan radiasi pada

lapisan tajuk di atasnya yaitu tiang dan

kemudian terjadi penyerapan tajuk pada

pancang, sehingga jumlah yang ditransmisikan

ke lantai hutan menjadi kecil.

Gambar 2 Profil radiasi matahari di lokasi 1.

Page 21: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

9

Gambar 3 Profil radiasi matahari di lokasi 2.

Gambar 4 Profil radiasi matahari di lokasi 3.

4.3 Profil Proporsi Radiasi Transmisi di

Titik Pengukuran

Radiasi matahari di atas kanopi di

teruskan ke bawah hutan melewati celah

pohon, dan kemudian melewati tiang atau

pancang. Hal ini menyebabkan input radiasi

matahari yang diteruskan ke bawah tiang atau

pancang akan berkurang setelah proses

transmisi pada celah pohon.

Proporsi radiasi yang ditransmisikan di

bawah pohon rata-rata cenderung lebih besar

di banding dengan dengan yang di bawah

tiang dan pancang. Pada lokasi satu, dapat

dilihat bahwa celah kanopi (gap) berpengaruh

nyata pada pukul 09.00-10.00 dan pukul 12.00

dimana proporsi radiasi yang ditransmisikan

cenderung sangat tinggi. Pada pukul 13.00-

14.00 juga memperlihatkan pengaruh dari gap

yang menyebabkan radiasi di bawah pancang

lebih besar dibanding di bawah pohon.

(Gambar 5).

Pada lokasi dua, proporsi radiasi

transmisi cenderung hampir sama pada pagi

hari untuk pohon dan pancang, dan meningkat

perlahan seiring dengan pergerakan matahari

ke posisi solar noon. Proporsi radiasi matahari

yang ditransmisikan pohon cenderung lebih

besar di banding dengan pancang (Gambar 6).

Sebaran pepohonan pada lokasi dua lebih

merata di banding lokasi satu menyebabkan

pengaruh dari gap tidak terlalu nyata.

Pada lokasi tiga proporsi radiasi

transmisi rata-rata lebih besar untuk pohon

dibanding untuk tiang (Gambar 7). Pengaruh

dari gap terlihat pada pukul 11.00-13.00

dimana proporsi transmissi cenderung tinggi.

Bahkan pada pukul 11.00-12.00 dan antara

pukul 13.30-14.15 terlihat bahwa transmisi

radiasi yang melalui tiang lebih besar

dibandingkan dengan yang melalui pohon. Hal

ini menjelaskan ketidakmerataan distribusi

pohon di dalam hutan yang menyebabkan gap.

Penilaian transmisi radiasi matahari di dalam

hutan sangat dipengaruhi oleh gap, sehingga

pemilihan lokasi dan penempatan alat

pengukuran harus tersebar untuk mengurangi

pengaruh gap tersebut.

Page 22: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

10

Tabel 2 Penelitian sebelumnya mengenai light transmission

Jenis Hutan light transmission (%) Sumber

Longleaf Pine Woodland 38 – 80 Battaglia MA, Mitchell RJ, Mou PP,

Pecot SD (2003)

Temperate hardwood Forest 1 - 3.7 Hutchinson & Matt (1997); Canham

et al. (1990); Brown & Parker (1994)

Tropical Evergreen Forest 0.44a – 2.4

b

aBjorkman & Ludlow (1972);

bPearcy

1983

Boreal Coniferous Forest 14 – 30 Canham et al. 1999

Monodominant Congolese

Rain forest 2 - 5.1

Vierling LA & Wessman CA (2000)

Gambar 5 Profil proporsi transmisi radiasi di lokasi 1.

Gambar 6 Profil proporsi transmisi radiasi di lokasi 2.

Page 23: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

11

Gambar 7 Profil proporsi trasnmisi radiasi di lokasi 3.

Distribusi rata-rata harian transmisi

radiasi matahari di bawah pohon cenderung

lebih besar dibandingkan dengan di bawah

pancang dan tiang. Pada penelitian ini radiasi

matahari yang datang di atas tiang dan

pancang tidak diukur sehingga dapat dihitung

dengan cara mengurangi radiasi yang datang

di atas kanopi dengan radiasi yang diterima di

bawah pohon. Transmisi radiasi matahari rata-

rata yang sampai di bawah pohon mencapai

17%, lebih tinggi dibandingkan dengan

transmisi radiasi matahari di bawah pancang

dan tiang yang secara rata-rata nilainya sama

yaitu sebesar 14%.

Tabel 3 Presentase rata-rata radiasi transmisi

harian di Hutan Penelitian Dramaga

Lokasi

τ0

(Di bawah

Pohon)

τt

(Di bawah

tiang)

τp

(Di bawah

pancang)

1 19 12 17

2 14 - 10

3 17 15 -

Rataan 17 14 14

Nilai transmisi radiasi pada tiap tutupan

hutan berbeda bergantung juga dengan jenis

hutannya. Pada penelitian yang sudah

dilakukan besarnya transmisi cahaya sangat

beragam (Tabel 2). Pada hutan pinus transmisi

cahaya cenderung sangat tinggi mencapai 38-

80 % (Battaglia et al. 2003), dan paling rendah

ditemukan pada hutan tropis yaitu 0.44a – 2.4

b

% (aBjorkman & Ludlow 1972 ;

bPearcy 1983).

4.4 Profil Temporal Proporsi Radiasi

Transmisi

Pola distribusi temporal transmisi radiasi

matahari menunjukkan transmisi radiasi di

dalam hutan, baik di bawah pohon, tiang dan

pancang mencapai maksimum pada mid-day

(Gambar 8). Pengukuran di bawah pohon

menunjukkan radiasi matahari yang cenderung

tinggi pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00.

Sedangkan pengukuran di bawah tiang

menunjukkan radiasi transmisi mulai

meningkat pada pukul 12.00 dan mencapai

puncaknya pada pukul 13.00. Pada

pengukuran di bawah pancang, pola distribusi

transmisi matahari hampir sama dengan yang

di bawah tiang namun dengan presentase

proporsi yang lebih kecil.

Rata-rata radiasi yang di transmisikan

pada pagi hari cenderung lebih besar di

banding dengan sore hari dan mencapai

puncaknya pada siang hari.

Meskipun radiasi transmisi pada pagi

hari cenderung lebih besar dibanding dengan

sore hari, tidak mengindikasikan penyerapan

(absorbsi) oleh tanaman yang lebih rendah

pada pagi hari. Seperti yang sudah diulas

sebelumnya, kondisi lokasi penelitian dimana

pada pagi hari cenderung cerah menyebabkan

radiasi yang terukur lebih besar dibanding

dengan sore hari, dimana alat yang digunakan

terganggu oleh proses keawanan dalam

membaca nilai radiasi. Selain itu, telah

dijelaskan sebelumnya juga bahwa

penempatan alat di dalam lokasi hutan sangat

Page 24: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

12

mempengaruhi distribusi sebaran nilai

transmisi radiasinya.

Gambar 8 Distribusi temporal harian transmisi

radiasi matahari berdasarkan sudut

waktu : (a) di bawah pohon, (b) di

bawah tiang, (c) di bawah pancang.

Tabel 4 Rata-rata radiasi transmisi diurnal

Waktu %Transmisi

9:00-10:00 17

10:15-11:00 13

11:15-12:00 15

12:15-13:00 19

13:15-14:00 14

14:15-15:00 12

Secara nyata dapat dikatakan bahwa

transmisi radiasi pada siang hari mencapai

nilai maksimumnya. Namun untuk pagi hari

nilai radiasi transmisinya cukup besar yaitu

17% sedangkan pada sore hari transmisi

radiasi mencapai minimum (Tabel 4). Selain

disebabkan kondisi cuaca yang cerah,

besarnya transmisi radiasi matahari pada pagi

hari ini dapat disebabkan oleh distribusi

penempatan alat lebih ke arah timur, sehingga

pada pagi hari alat lebih banyak menerima

radiasi matahari dibanding dengan sore hari.

4.5 Suhu Permukaan Beberapa

Penutupan Lahan

Suhu permukaan diukur menggunakan

alat termometer inframerah yang

memungkinkan kita mengukur suhu

permukaan suatu jenis tutupan lahan tertentu

tanpa bersentuhan dengan objek yang ingin

diketahui suhunya. Cara mengukurnya adalah

dengan menembakkan alat tersebut kearah

permukaan objek yang ingin diamati. Pada

penelitian ini penutupan lahan yang diukur

suhu permukaannya adalah kanopi hutan,

lahan terbuka, badan air dan suhu permukaan

tanah di dalam hutan.

Thermometer infrared adalah perangkat

pengukuran temperatur non-kontak dimana

mendeteksi energi inframerah yang

dipancarkan oleh suatu objek pada suhu di atas

nol mutlak (nol Kelvin) dan mengubah energi

menjadi faktor pembacaan suhu. Dalam

penggunaan termometer ini, kita harus

menyesuaikan nilai emisivitas dari objek yang

akan diukur temperaturnya. Emisivitas

didefenisikan sebagai rasio energi yang

dipancarkan oleh suatu benda pada suhu

tertentu terhadap energi yang dipancarkan oleh

radiator sempurna yang disebut dengan

blackbody pada suhu yang sama.

Suhu permukaan dari setiap penutupan

lahan diukur setiap jam dari pukul 09.00

hingga pukul 15.00, kecuali untuk tutupan

lahan badan air. Untuk suhu permukaan badan

air hanya dilakukan 3 kali pengukuran yaitu

pada pukul 09.00, 11.00 dan 15.00. Suhu

permukaan lahan terbuka yang merupakan

lapangan rumput memiliki nilai suhu

permukaan tertinggi, diikuti oleh kanopi hutan

kemudian suhu tanah di dalam hutan (Gambar

9). Jika dilihat dari polanya, suhu permukaan

ketiga jenis tutupan lahan mengikuti pola

sinusoidal.

(a)

(c)

(b)

Page 25: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

13

Telah diketahui sebelumya bahwa

peningkatan suhu udara disebabkan oleh

sensible heat yang merupakan bagian dari

radiasi matahari yang datang. Ketika radiasi

matahari mencapai maksimum, suhu udara

belum mencapai maksimum melainkan

membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 2 jam

untuk mencapai maksimum.

Gambar 9 Profil suhu permukaan penutupan

lahan.

Ketika radiasi matahari di puncak

kanopi mencapai maksimum pada saat solar

noon, transmisi radiasi ke bawah kanopi juga

mencapai maksimumnya. Namun, pada saat

tersebut suhu permukaan tanah di dalam hutan

masih membutuhkan waktu untuk mencapai

maksimum karena proses penjalaran energi.

Gambar 10 Profil suhu permukaan tanah

dengan transmisi radiasi matahari.

Dari hasil pengukuran tidak terjadi lag

antara puncak terjadinya radiasi maksimum

dengan terjadinya suhu permukaan tanah

maksimum. Suhu maksimumnya terjadi pada

saat solar noon (Gambar 10).

Trend suhu tanah di dalam hutan

mengikuti trend diurnal suhu udara. Suhu

maksimum tanah terjadi pada pukul 12.00

hingga 13.00 dengan semakin meningkatnya

radiasi matahari dan juga karena peningkatan

suhu ambien udara (Behera 2012). Suhu tanah

minimum pada pagi hari akibat pelepasan

panas dari radiasi gelombang panjang malam

harinya ke udara di atas tanah. Dengan adanya

transmisi radiasi matahari gelombang pendek

dan penyerapan oleh permukaan tanah, maka

suhu permukaan tanah akan meningkat dengan

semakin naiknya posisi matahari yang

kemudian mencapai maksimum pada saat

noon (Chen et al. 1999).

Hasil pengukuran tidak menunjukkan

terjadinya lag antara terjadinya suhu

permukaan tanah maksimum dengan transmisi

radiasi maksimum. Hal ini disebabkan karena

pembacaan nilai suhu pada alat pengukur suhu

permukaan (Termometer inframerah) hanya

dilakukan satu jam sekali. Jika rentang waktu

pengukuran suhu permukaan lebih rapat,

mungkin lag dengan radiasi maksimum dapat

terlihat. Meskipun demikian, keduanya

menunjukkan distribusi yang sama bahwa

pada siang hari saat posisi solar noon, baik

suhu permukaan tanah dan radiasi transmisi

mencapai maksimum.

4.6 Clustering Proporsi Radiasi Transmisi

Penggunaan citra satelit sebagai cara

atau alat untuk mengestimasi nilai radiasi

matahari sudah sering dilakukan. Namun

untuk mengestimasi nilai radiasi transmisi

banyak faktor yang harus dipertimbangkan

yang merupakan sumber error dalam

pengestimasian radiasi transmisi

menggunakan citra satelit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

radiasi transmisi adalah indeks luas daun

(LAI), koefisien pemadaman tajuk (k), celah

kanopi (gap), sudut datang matahari dan faktor

keawanan.

Penelitian sebelumnya sudah

menggunakan citra satelit untuk mengestimasi

nilai radiasi transmisi di hutan. Satelit yang

digunakan adalah satelit landsat. Satelit

Page 26: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

14

Landsat memiliki waktu orbit ulang (revisit

time) 16 hari untuk daerah tertentu, setiap

perekaman data dilakukan pada pukul 11.00

siang. Sehingga, untuk mengestimasi radiasi

yang ditransmisikan dengan menggunakan

satelit, perlu dilakukan ground check pada

pukul 11.00. Pada pukul 11.00, matahari baru

akan naik atau memiliki sudut jam terhadap

solar noon sekitar 150.

Peningkatan nilai radiasi matahari yang

diterima di atas kanopi tidak selalu

meningkatkan nilai transmisi radiasinya

(Gambar 11). Namun secara temporal dapat

dikatakan bahwa radiasi matahari yang

diterima dengan kisaran jumlah yang sama

akan meningkat seiring dengan naiknya

matahari menuju posisi solar noon.

Pada pagi hari jumlah radiasi matahari

yang datang tidak terlalu besar, pada pukul

09.00 hingga 10.00 besarnya radiasi dominan

yang diterima adalah 200-500 Wm-2

. Pada

pukul 11.00 hingga 13.00 besarnya radiasi

dominan yang diterima mencapai 500-700

Wm-2

. Pada sore hari dikarenakan kondisi

keawanan yang tinggi sehingga besarnya

radiasi dominan yang diterima tidak terlalu

besar yaitu sekitar 100-400 Wm-2

(Lampiran

3).

Pengkelasan (clustering) nilai radiasi

transmisi berdasarkan jumlah radiasi matahari

yang datang dan berdasarkan waktu di Hutan

Dramaga dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada

pukul 11.00 hingga 12.00 hutan dapat

mentransmisikan 5–25% radiasi matahari

dengan rata-rata 13% dipengaruhi oleh faktor

seperti keawanan dan keberadaan celah kanopi

(gap) serta penempatan alat pengukuran.

Apriandanu (2011) menggunakan data

satelit Landsat yang diakuisisi pada 15

Agustus 2006, mengestimasi nilai transmisi

radiasi sebesar 15% dari jumlah radiasi

gelombang pendek yang datang (523 Wm-2

).

Jika dibandingkan dengan kelas sebaran

radiasi pada Lampiran 2, nilai estimasi

menggunakan data satelit memiliki kisaran

nilai yang lebih tinggi.

Maharani (2012) juga menggunakan data

satelit Landsat, dimana diakuisisi pada 3

Desember 2000, mengestimasi nilai transmisi

radiasi untuk hutan tanaman sebesar 34% dari

jumlah radiasi yang datang (700-800 Wm-2

).

Proporsi dari dugaan ini lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil pengkelasan

proporsi radiasi berdasarkan data lapang

dimana hanya 8-14% radiasi yang

ditransmisikan (Lampiran 2).

Gambar 11 Diagram proporsi transmisi (rata-

rata 11 hari pengukuran)

berdasarkan Rs↓ dan Waktu di

Hutan Dramaga.

Hal yang sama ditunjukkan dari hasil

estimasi menggunakan data Landsat yang

diakuisisi pada 12 Mei 2001 (Maharani 2012).

Transmisi radiasi untuk hutan tanaman dari

hasil estimasi adalah 19% dari jumlah radiasi

datang (500-600 Wm-2

). Nilai ini juga lebih

tinggi dibandingkan dengan hasil pengkelasan

pada Lampiran 2 dimana hanya 11-14%

radiasi yang ditransmisikan.

Perbedaan hasil estimasi menggunakan

pendekatan penginderaan jauh dan

pengukuran lapang ini, dapat disebabkan oleh

perbedaan karakteristik alat pengukuran

Page 27: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

15

seperti sensor dan panjang gelombang yang

digunakan.

4.7 Profil Radiasi Difus

Radiasi matahari yang diukur

menggunakan solarimeter adalah radiasi

global dimana radiasi global ini terdiri dari

radiasi langsung (direct radiation) dan radiasi

difus (difuss radiation).

(a)

(b)

(c)

Gambar 12 Profil radiasi difus menggunakan

persamaan empiris oleh Erbs et al.

(1982) dalam Essery et al. (2007).

Garis hitam menunjukkan radiasi

datang yang diukur di atas kanopi;

garis putus-putus menunjukkan

radiasi difus yang diestimasi

menggunakan persamaan empiris.

(Lokasi 1 (a), Lokasi 2 (b), Lokasi

3 (c))

Radiasi difus merupakan radiasi yang

berasal dari pantulan oleh awan dan

pembauran partikel di atmosfer. Sedangkan

radiasi langsung adalah radiasi yang sampai ke

permukaan bumi tanpa melalui proses

pemantulan awan dan pembauran partikel di

atmosfer.

Profil radiasi difus yang dihitung

menggunakan persamaan empiris (Gambar 12)

memperlihatkan bahwa kebanyakan radiasi

yang datang ke puncak kanopi adalah radiasi

difus. Hal ini menunjukkan bahwa keawanan

yang terjadi pada saat pengukuran cukup

tinggi.

Radiasi matahari yang ditransmisikan di

bawah kanopi, tiang dan pancang terdiri dari

radiasi langsung dan juga radiasi difus.

Radiasi difus yang ditransmisikan tidak hanya

berasal dari puncak kanopi, namun juga

berasal dari pembauran dan pemantulan

radiasi matahari oleh daun-daun, ranting dan

cabang dari pohon, tiang dan pancang di

dalam hutan.

Menurut Miller (1981) pada saat

berawan radiasi baur yang terjadi berpengaruh

positif terhadap fotosintesis tanaman.

Didukung juga oleh June (2002) dimana

radiasi baur sebagai bagian dari radiasi global

cukup berperan penting dalam proses

fotosintesis tanaman.

Peranan radiasi difus ini sangat penting

bagi pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan di dalam hutan. Di dalam hutan

radiasi yang dating, dipantulkan oleh daun-

daun dan cabang pohon yang kemudian

diterima oleh daun lainnya. Tumbuhan di

lantai hutan kebanyakan tidak mendapatkan

radiasi langsung sehingga dapat

memanfaatkan radiasi difus. Radiasi difus ini

bisa berasal dari radiasi yang ditransmisikan

oleh celah pohon yang kemudian dibaurkan.

Baldocchi (2002) mengemukakan bahwa

radiasi difus menghasilkan tingkat efisiensi

penggunaan cahaya pada tanaman lebih tinggi

dibandingkan dengan PAR. Radiasi difus juga

memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap

kejenuhan fotosintesis dibanding PAR. Untuk

itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut

mengenai radiasi difus dalam kaitannya

dengan radiasi transmisi di dalam hutan.

Page 28: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

16

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Distribusi radiasi matahari di bawah

pohon, tiang dan pancang memiliki

besaran (magnitude) yang berbeda.

Transmisi radiasi matahari tertinggi

terjadi di bawah pohon (17%), kemudian

diikuti di bawah tiang (14%) dan di

bawah pancang (14%).

b. Distribusi temporal transmisi radiasi

matahari menunjukkan bahwa radiasi

matahari tertinggi terjadi pada tengah

hari (midday). Terdapat lag waktu saat

transmisi radiasi matahari maksimum

antara di bawah pohon dengan di bawah

tiang dan pancang.

c. Hasil pengkelasan radiasi transmisi di

Hutan Penelitian Dramaga menunjukkan

kisaran nilai yang lebih kecil

dibandingkan dengan estimasi

menggunakan citra satelit, disebabkan

oleh perbedaan sensor alat yang

digunakan. Hubungan antara jumlah

radiasi di atas kanopi dengan di bawah

kanopi tidak selalu linier bergantung

pada arsitektur kanopi dan distribusi

tegakan.

d. Keawanan pada saat pengambilan data

cenderung besar dibuktikan dengan

besarnya proporsi radiasi difus terhadap

radiasi global.

5.2 Saran

Pengukuran radiasi transmisi di dalam

hutan masih menggunakan solarimeter dimana

radiasi yang diukur adalah radiasi global.

Untuk itu disarankan untuk menggunakan alat

yang dapat mengukur radiasi PAR yang

merupakan radiasi yang dapat dimanfaatkan

tumbuhan untuk berfotosintesis. Penempatan

alat di bawah kanopi disarankan lebih seragam

agar pengaruh gap lebih kecil.

Radiasi difus yang dihitung masih

menggunakan persamaan empiris. Untuk itu

disarankan untuk mengukur radiasi difus di

dalam hutan agar diketahui seberapa besar

peranannya dalam mempengaruhi radiasi

transmisi di dalam hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson MC. 1970. Interpreting the fraction

of solar radiation available in forest.

Agricultural Meteorology 7: 19-28.

Awal MA, Ishak W, Harun MH, Endan J.

2005. Methodology and measurement

of radiation interception by quantum

sensor of the oil palm plantation. J. Sci.

Technol 27(5) : 1083-1093

Apriandanu B. 2011. Pendugaan Nilai Radiasi

Transmisi pada Tutupan Lahan Hutan

dengan Menggunakan Citra Landsat

ETM+ (Studi kasus : Hutan kebun Raya

Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga).

[Skripsi] Departemen Geofisika dan

Meteorologi Fakultas MIPA IPB. Tidak

dipublikasikan.

Balandier P, Marquier A, Dumas Y, Gaudio

N, Philippe G, Da Silve D, Adam B,

Ginisty C, Sinoquet H. Light sharing

among different forest strata for

sustainable management of vegetation

and regeneration. Forestry in achieving

millennium goals – Novi Sad, Serbie –

November 13-15, 2008

Baldocchi D, Gu L, Verna SB, Black TA,

Vesala T, Falge EM, Dowty PR. 2002.

Advantaged of diffuse radiation for

terrestrial ecosystem productivity.

Journal of Geophysical Researche :

107(D6)

Baldocchi D & Collineau S. 1994. The

physical nature of solar radiation in

heterogeneous canopies: spatial and

temporal attributes. In Exploitation of

environmental heterogeneity by plants;

Ecophysiological processes above and

below ground. Edited by M.M.

Caldwell and R.W. Pearcy. Academic

Press, New York. pp.21-71.

Battaglia MA, Mitchell RJ, Mou PP, Pecot

SD. 2003. Light Transmittance

Estimates in a Longleaf Pine

Woodland. Forest Science : 49(5)

Behera SK, Mishra AK, Sahu N, Kumar A,

Singh N, Kumar A, Bajpai O,

Chaundhary LB, Khare PB, Tuli R.

2012. The study of microclimate in

response to different plant community

association in tropical moist deciduous

forest from northern India. Biodivers

Conserv. Springer

Bjorkman O & Ludlow M. 1972.

Characterization of the light climate on

Page 29: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

17

the floor of a Queensland rainforest.

Carnegie Inst. Washington Yearbook

71:85-94

Brown MJ & Parker GG. 1994. Canopy light

transmittance in a chronosequence of

mixed-species deciduous forests. Can.

J.For. Res. 24:1694–1702.

Canham CD, Denslow JS, Platt WJ, Runkle

JR, Spies TA and White PS. 1990.

Light regimes beneath closed canopies

and tree-fall gaps in temperate and

tropical forests. Can. J. For. Res 20:

620–631.

Chen J, Sari CS, Thomas RC, Robert JN,

Kimberley DB, Glenn DM, Brian LB,

Jerry FF. 1999. Microclimate in forest

ecosystem and landscape ecology.

Bioscience 49:288–297

[Departemen Kehutanan]. 1994. Kebun

Percobaan Dramaga. Edisi pertama.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan, Jakarta.

Essery R, Bunting P, Janet H, Link T, Marks

D, Melloh R, Pomeroy J, Rownlands A,

Rutter N. 2007. Radiative transfer

modeling of a coniferous canopy

characterized by airbone remote

sensing. Hydrometeorology : 9

Geiger R, Robert H, Aaron PT. 1961. The

Climate Near The Ground. Ed ke-5.

Cambridge : Harvard University Press.

Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka

Jaya. Bogor.

Hutchinson BA, Matt DR. 1977. The

distribution of solar radiation within a

deciduous forest. Ecol. Monogr 47:185-

207

Impron. 1999. Neraca Radiasi Tanaman.

Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan

Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat

Dalam Bidang Agrometeorologi.

Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor.

Indian Meteorological Departement. 2008.

Solar Radiation Handbook. India.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya

Hutan. Bumi Aksara : Jakarta

Jarcuska B. 2008. Methodological overview

to hemispherical photography,

demonstrated on an example of the

software GLA. Folia Oecologica : 35-1

Jones HG. 1983. Plants and Microclimate.

Cambridge University Press.

Cambridge.

Jones HG, Archer N, Rotenberg E, Casa R.

2003. Radiation measurement for plant

ecophysiology. Journal of Experimental

Botany 54(384) : 879-889

June T. 2002. Generating hourly radiation,

temperature, and fraction of diffuse

irradiance from observed daily data.

Pelatihan Dosen Pergurun Tinggi se

Indonesia Barat dalam Bidang

Pemodelan dan Simulasi Pertanian dan

Lingkungan. Bogor 1-13 Juli 2002 .

Longman KA & Jenik J. Tropical Forest and

its environment Second edition. 1992

Longman Singapore Publishers (PTE)

Ltd. Singapore.

Komara A. 2008. Komposisi Jenis dan

Struktur Tegakan Shorea balngeran

(Korth.) Burck., Hopea bancana

(Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna

odorata Anbl. di Hutan Penelitian

Dramaga Bogor Jawa Barat. [Skripsi]

Departemen Silvikultur Fakultas

Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan

Maharani A. 2012. Metode Neraca Energi

Untuk Perhitungan Radiasi Transmisi

Menggunakan Data Citra Landsat

ETM+. [Skripsi] Departemen Geofisika

dan Meteorologi Fakultas MIPA IPB.

Tidak dipublikasikan

Miller DH. 1981. Energi at the surface of the

Earth An Introduction to the Energetic

of Ecosystems. Academic Press Inc.

New YorkNics, AD, Lane, LJ dan

Gander, GA. 1995. Weather Generator.

Technical Paper. Pp 2.1-2.9

Monteith J.L. 1973. Principles of

Environmental Physics. Edward

Arnold. London.

Oyarzun R, Stockle C, Wu J, Whiting M.

2010. In field assessment on the

relationship between photosynthetic

active radiation (PAR) and global solar

radiation transmittance through

discontinuous canopies. Chilean

Journal of Agricultural Research

71(1):122-131 (January-March 2011)

Page 30: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

18

Pearcy RW. 1983. The light environment and

growt of C3 and C4 species in the

understory of a Hawaiian forest.

Oecologia 58: 26-32

Risdiyanto I dan Rini H. 1999. Iklim Mikro.

Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan

Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat

Dalam Bidang Agrometeorologi.

Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor

Rosenberg NJ. 1974. Microclimate: The

Biological Environment. John Wiley

& Sons. New York.

Vierling LA & Wessman CA. 2000.

Photosynthetically active radiation

heterogenety within a monodominant

Congolese rain forest canopy.

Agricultural and Forest Meteorology :

103(265-278)

Weng Q. 2001. A Remote Sensing-GIS

Evaluation of Urban Expansion and Its

Impact on Surface temperature in

The Zhujiang Delta, China. Int.

Journal of Remote Sensing. 22(10):

1999-2014

http://www.micro-

epsilon.com/download/products/dat--infrared-

basics--en.pdf

http://www.novalynx.com

http://ars.sciencedirect.com

Page 31: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

LAMPIRAN

Page 32: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

20

Lampiran 1 Grafik kalibrasi alat solarimeter

Page 33: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

21

Lampiran 2 Kelas proporsi radiasi transmisi matahari berdasarkan rentang Rs↓ dan waktu di

Hutan Penelitian Dramaga

Rs↓

(Wm-2) 9:00-10:00 10:15-11:00 11:15-12:00 12:15-13:00 13:15-14:00 14:15-15:00

100-200

Mean 0.15 0.21 0.12 0.19 0.15 0.09

SD 0.12 0.11 - 0.05 0.12 0.03

SE 0.05 0.06 - 0.03 - -

200-300

Mean 0.27 0.21 0.18 0.24 0.21 0.32

SD 0.27 0.06 0.06 0.16 0.09 0.26

SE 0.09 0.02 0.03 0.08 0.04 0.13

300-400

Mean 0.11 0.15 0.14 0.31 0.13 0.14

SD 0.03 0.05 0.03 0.26 0.14 0.07

SE 0.01 0.02 0.01 0.09 0.05 0.04

400-500

Mean 0.17 0.14 0.13 0.29 0.05 0.11

SD 0.22 0.06 0.07 0.31 0.02 0.07

SE 0.06 0.02 0.03 0.16 0.01 0.03

500-600

Mean 0.15 0.11 0.21 0.21 0.14 -

SD 0.13 0.03 0.25 0.14 0.11 -

SE 0.04 0.01 0.10 0.05 0.05 -

600-700

Mean 0.05 0.07 0.16 0.12 0.17 0.03

SD 0.01 0.03 0.04 0.03 0.13

SE 0.01 0.01 0.02 0.01 0.05

700-800

Mean - 0.08 0.26 0.08 0.08 0.10

SD - 0.05 0.31 0.01 0.00 -

SE - 0.02 0.12 0.00 0.00 -

> 800

Mean - - 0.23 0.14 - -

SD - - 0.28 0.14 - -

SE - - 0.14 0.08 - -

Page 34: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

22

Lampiran 3 Presentase sebaran jumlah data radiasi yang diterima di puncak kanopi terhadap waktu

di Hutan Penelitian Dramaga

100-200 200-300 300-400 400-500 500-600 600-700 700-800 >800

9:00-10:00 12 22 16 28 18 4

10:15-11:00 7 14 16 16 20 16 9 2

11:15-12:00 2 12 14 14 16 16 14 12

12:15-13:00 12 10 19 10 21 12 5 12

13:15-14:00 21 16 21 11 13 13 5

14:15-15:00 28 22 17 22 0 6 6

Page 35: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

23

Lampiran 4 Dokumentasi pengukuran di lapangan

Tegakan Coumarouna odorata Anbl.

Tegakan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten

Solarimeter di bawah tegakan pancang

Tripod

Tiang

Pohon

Page 36: TRANSMISI RADIASI MATAHARI DI BAWAH KANOPI HUTAN … · skripsi dengan judul Transmissi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan

24

Lampiran 5 Alat pengukur intensitas surya

Pyranometer

Sumber : Solar radiation handbook 2008

Net Pyradiometer.

Sumber : Solar radiation handbook 2008

Quantum Sensor

Sumber : Methodology and measurement of

radiation interception by quantum sensor of

the oil palm plantation 2005

Occulting Ring

Sumber : http://ars.sciencedirect.com

Campbell Stockes

Sumber : http://www.novalynx.com