Visi & Misi Kementerian KesehatanVISI : Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan
MISI :Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat dengan Menjamin Tersedianya Upaya Kesehatan Paripurna •dan Merata.Melindungi Kesehatan Masyarakat dengan Menjamin Tersedianya Upaya Kesehatan Paripurna, Merata •dan Berkeadilan.Menjamin Ketersediaan dan Pemerataan Sumber Daya Kesehatan.•Menciptakan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik. •
NILAI : Pro Rakyat, Inklusif, Responsif, Efektif dan Bersih
Sasaran Strategis Pembangunan Kesehatan :
1. Meningkatnya Status Kesehatan dan Gizi Masyarakat2. Menurunnya Angka Kesakitan Akibat Penyakit Menular3. Menurunnya Disparitas Status Kesehatan dan Gizi Antar Wilayah, Sosial, Ekonomi dan Gender4. Meningkatnya Anggaran Publik untuk Kesehatan5. Meningkatnya PHBS pada Rumah Tangga6. Terpenuhinya Kebutuhan Tenaga Strategis di Daerah Tertinggal, Perbatatasan dan Kepulauan7. Seluruh Provinsi Melaksanakan Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular8. Seluruh Kabupaten/Kota Melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
7 Prioritas Reformasi Kesehatan Masyarakat :
Presiden Mengamatkan Reformasi Kesehatan sebagai prioritas nasional. Menteri Kesehatan menerbitkan Keputusan Menkes No. 267/MENKES/SK/II/2010 tentang Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat.
Tujuan Umum : Tercapainya Masyarakat Sehat Mandiri dan BerkeadilanTujuan Khusus :1. Tersedianya pembiayaan untuk jaminan pelayanan medik dasar untuk seluruh penduduk Indonesia 2. Tersedianya pembiayaan untuk pelayanan kesehatan dasar promotif dan preventif3. Tersedianya obat/alat kesehatan untuk program KIA/KB, program penanggulangan penyakit Malaria, TBC
dan HIV/AIDS4. Terbentuknya kelembagaan Kementerian Kesehatan yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta tata kelola
kesehatan yang baik5. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan6. Tersedianya sumber daya kesehatan untuk daerah bermasalah kesehatan dengan kategori buruk/khusus 7. Tersedianya sumber daya kesehatan dan peraturan perundang-undangan untuk mendukung
pengembangan rumah sakit yang terakreditasi internasional
sSalam jumpa Pembaca Setia Majalah Warta Yanmed Edisi XXI. Edisi kali ini, Redaksi akan menampilkan liputan dan artikel yang menarik di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Fenomena pelayanan kesehatan di masyarakat mengatakan bahwa pelayanan Rumah Sakit di luar negeri lebih baik, didukung dengan peralatan canggih, dokter bekerja lebih professional dan pasien bisa puas berkomunikasi dengan dokter, ini cukup memperhatinkan karena aksi ketidakpercayaan timbul pada dokter dalam negeri, sehingga tanpa ragu mereka berobat ke luar negeri.
Dengan melaksanakan prioritas World Class Health Care, pelayanan kesehatan bertaraf Internasional, point akhir ini tertuang dalam roadmap reformasi kesehatan masyarakat yang diterbitkan Kementerian Kesehatan dalam mendukung sasaran pembangunan kesehatan tahun 2010 – 2014.
Tujuannya agar masyarakat tidak perlu lagi berobat keluar negeri dan juga akan mengurangi mengalirnya devisa Indonesia yang cukup besar ke luar negeri. Sedangkan bagi Rumah Sakit Indonesia sebagai penyedia pelayanan kesehatan harus memiliki daya saing yang tinggi untuk lebih produktif dan inovatif, memperkuat kemandirian yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, agar terwujud kesejahteraan rakyat. Dengan adanya kemandirian, daya saing, dan kepercayaan masyarakat yang tinggi, rumah sakit akan mampu menghadapi berbagai tantangan sehingga kelak rumah sakit akan menjadi penyedia jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas sebagai pelayanan kesehatan bertaraf Internasional.
Sajian menarik kami rangkum dalam Berita Utama, antara lain RSCM Menuju Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia, Hari Kesehatan Sedunia, Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak, dan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba.
Redaksi berharap kepada Pembaca Setia untuk mengisi rubrik-rubrik yang akan berguna bagi pembaca lainnya. Naskah/artikel hendaknya ditulis dalam bahasa popular, padat maksimal 4 halaman. Redaksi berhak menyunting/memperbaiki naskah/artikel yang akan dimuat tanpa mengubah isi. Naskah yang telah dikirim sepenuhnya menjadi hak redaksi.
Semoga semua informasi ini dapat bermanfaat bagi Pembaca Setia. Redaksi berharap Pembaca Setia dapat memberikan saran dan informasi yang dapat membantu meningkatkan mutu materi majalah Warta Yanmed. Terima Kasih. Redaksi
KEMENTERIAN KESEHATAN RIDIREKTORAT JENDERAL BINA PELAYANAN MEDIK
salamredaksi
Alamat RedaksiBagian Hukormas Ditjen Bina Yanmedik Depkes RI
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 No. 4-9 Lt. III/R. 316 Blok BKuningan - Jakarta Selatan 12920
Telp/Fax. 021-5277734, 021-5201590 (hunting) ext 1300 & 1302
Email. [email protected]
Susunan Redaksi
PembinaDirektur Jenderal Bina Pelayanan Medik
Penanggung JawabSekretaris Ditjen Bina Pelayanan MedikDr. dr. Sutoto, M.Kes
Pimpinan RedaksiKepala Bagian Hukum, Organisasi dan HumasV.A. Binus Manik, SH,MH
Sekretaris RedakturKepala Sub Bagian HumasImin Suryaman, S.Sos
Tim Redaktur 1. Kabag. Program dan Informasi2. Kabag. Keuangan3. Kabag. Umum & Kepegawaian4. Kasubag TU Dit Bina Yan Medik Dasar5. Kasubag TU Dit Bina Yan Medik Spesialistik6. Kasubag TU Dit Bina Yan Keperawatan7. Kasubag TU Dit Bina Yan Kesehatan Jiwa8. Kasubag TU Dit Bina Yan Penunjang Medik9. Kasubag Hukum Bagian Hukormas10. Kasubag Organisasi Bagian Hukormas11. Kasubag Perbendaharaan Bagian Keuangan12. Kasubag Data dan Informasi Bagian Program dan
Informasi13. Kasubag Rumah Tangga Bagian Umum dan
Kepegawaian
Penyunting/Editor1. Sufermi Sofyan 2. Eti Ekawati.SH.MH3. Ani Mindo Ch.SE4. Auliyana Zahrawani. SKM 5. Pelita Apriany, SKM 6. Desi Syetiani, S.Sos Sekretariat 1. Drs. Ahmad Haryanto2. Denny Sugarna3. Benny Bremer4. Rita Desmawati
1Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
14
daft
aris
iberitautama
04RSCM Menuju
Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia
06Hari Kesehatan Sedunia
Cermin Kota SehatSebagai Wujud Warga Sehat
09Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak
10Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
liputan
04
20Sosialisasi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
21Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah Sakit Pengampu
22Clinical Pathway
24Training of TrainerPelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
26Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik Pelayanan Kedokteran Keluarga
28Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dan PPI -TB di Rumah Sakit
30Sosialisasi Software dan Penyusunan Target Pagu dan Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga Tahun Anggaran 2011
32Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas
14Instalasi Pelayanan Anak dan Remaja
RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
15Peresmian Ruang Rawat Intermediate
Bedah Dewasa di RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita
18RSUP Fatmawati Ulang Tahun Ke-49
19Peningkatan Program Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)
2 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
3634
Peningkatan Ketrampilan ICD 10 dan ICD 9 CM
35Peningkatan Potensi Pegawai
Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
ragam
36Bersaing Sehat Citra Pelayanan Prima
38Model Baru Pelayanan Kedokteran
Keluarga Dikaitkan Dengan Jamkesmas
42Anakku Tak Bisa Hidup Tanpa Transfusi Darah
44Diagnostik Invasif dan Intervensi
Non-Bedah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
47Pemeriksaan Laboratorium Untuk Petanda Tumor
50RSUP Dr. Kariadi SemarangSebagai Pusat Rujukan Nasional Bedah Epilepsi
53Promosi dan Pengembangan Pusat RehabilitasiRumah Sakit DR.Tajuddin Chailk Makassar
55Penerapan Standar dan Pedoman Asuhan Kebidanan di RS Ponek di Prov. Kalimantan Timur dan Jawa TimurSelf Assessment, Peningkatan Kemampuan & Pembuatan Komitmen
resensibuku
58Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Perawatan Metode Kanguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya
lensayanmed
59Rumah Sakit Bergerak Semakin Dibutuhkan59
3Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
4 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
JAKARTA - Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
Rumah Sakit di Indonesia menghadapi tantangan yang
semakin kompleks. Peningkatan mutu rumah sakit harus
ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat, disertai peningkatan efisiensi
dan produktifitas di bidang manajemen, sesuai dengan
standar pelayanan minimal rumah sakit, standar profesi
dan standar operasional prosedur.
Peningkatan pelayanan telah diberikan RSUP
Dr. Cipto Mangunkusumo dengan diresmikan wing
privat RSCM Kencana, pada tanggal 07 Mei 2010.
Pembangunan wing privat RSCM ini dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat secara keseluruhan akan
pelayanan kesehatan yang bermutu prima, efektif dan
efisien.
RSCM Menuju Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia
Direktur Utama RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Prof.
DR. dr. Akmal Taher, Sp.U (K) menyampaikan bahwa
pembangunan wing privat RSCM Kencana bukan hanya
ditujukan bagi pasien mampu tetapi pasien kurang
mampu tetap mendapat pelayanan yang sama. Bahkan
dilingkungan RSCM telah disediakan rumah singgah
untuk keluarga pasien yang kurang mampu.
Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr. PH menyampaikan bahwa RSUP Dr. Cipto
Mangunkusumo sebagai Rumah Sakit Rujukan, agar
menjadi pelopor pembaruan di bidang pelayanan,
pendidikan dan penelitian ilmu kedokteran. Setiap
saat rumah sakit harus terus melakukan self assessment
dan meningkatkan etos kerja serta senantiasa
memperhatikan keselamatan pasien sebagaimana
5Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
diamanatkan Undang-Undang No.
44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
Ditengah liberalisasi perdagang-
an serta pelayanan publik melalui
kesepakatan General Agreement
on Trade in Service (GATTS) dan
dimulainya pasar bebas ASEAN
pada tahun 2003 serta pasar
bebas Asia Pasifik pada tahun
2020, mempengaruhi berbagai
aspek penyelenggaraan pelayanan
kesehatan terutama pelayanan di
bidang perumahsakitan, seperti
pasien Indonesia banyak yang
berobat keluar negeri, Asuransi/
penyedia pelayanan
kesehatan belum
memberi pelayanan
yang kompetitif, dan
kualitas pelayanan
kesehatan di Indonesia
masih dianggap belum
berstandar International.
Menurut National
Health Care Group
Penandatanganan Prasasti Wing Privat “RSCM Kencana”
kesehatan, rumah sakit di Indonesia
harus mulai berbenah diri dengan
meningkatkan mutu pelayanan agar
sesuai dengan standar Internasional.
Saat ini telah dikeluarkan kebijakan
Rumah Sakit Indonesia Kelas
Dunia, dimana standar kelas
dunia yang telah disesuaikan
dengan kondisi perumahsakitan. Pelayanan kesehatan rumah sakit
yang berkelas dunia atau World
Class Hospital, bertujuan untuk
meningkatkan daya saing pelayanan
kesehatan Indonesia di kawasan
Asia Tenggara maupun dunia,
menurunkan angka consumption
abroad rakyat Indonesia dalam
mencari pelayanan kesehatan serta
meningkatkan profesionalisme
tenaga kesehatan di Indonesia.
Menkes mengharapkan agar
Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Cipto Mangunkusumo, dapat
menjadi Rumah Sakit Rujukan
sekaligus Rumah Sakit Pendidikan
di Indonesia yang mampu menjadi
Rumah Sakit Berkelas Dunia. Selain
itu, dengan adanya Wing Privat
RSCM Kencana dapat memberikan
kontribusi kepada masyarakat luas
dan dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang maksimal bagi
masyarakat di Indonesia. HumAS
Peninjauan Peralatan Medis dan Pelayanan di Wing Privat “RSCM Kencana”
International Business Dev Unit
(NHG-IBDU) Singapura, tercatat
50% pasien Internasional yang
berobat di Singapura adalah warga
Indonesia. Tercatat juga rata-rata
jumlah pasien dari Indonesia
berobat ke Malaysia adalah 12.000
orang/tahun. Banyaknya kunjungan
berobat ke luar negeri tentu akan
mengurangi devisa negara yang
seharusnya dapat dihindari jika
pelayanan kesehatan mampu
memenuhi harapan masyarakat
Indonesia sendiri.
Sebagai antisipasi tantangan
dalam hal mutu pelayanan
6 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
Menteri Kesehatan memberikan arahan akan pentingnya mewujudkan Kota Sehat, Warga Sehat
Menkes menyerahkan 1000 bibit pohon kepada Gubernur Banten
JAKARTA - Indonesia adalah Negara dengan berbagai
keadaan perkotaan, dari kota besar hingga kota
berkembang dengan berbagai pola pengelolaan
dan administrasi. Urbanisasi berkembang pesat di
Indonesia. Dinamisnya kota sebenarnya dapat menjadi
motor ekonomi yang mengangkat masyarakat suatu
Negara dari kemiskinan. Namun, tanpa perencanaan
yang baik, perkembangan mungkin dapat menimbulkan
dampak merusak yang sulit diperbaiki. Karenanya, di
Hari Kesehatan Sedunia ini, mari kita merencanakan
pembangunan perkotaan yang menjunjung kesetaraan
sosial dan mengarusutamakan kesehatan.
Hari Kesehatan Sedunia yang ke 62 diperingati
Hari Kesehatan SeduniaCermin Kota Sehat
sebagai wujud Warga Sehat
pada 7 April 2010, dan WHO
mengangkat tema “Urbanisasi
dan Kesehatan”, sedangkan tema
nasional “Kota Sehat, Warga Sehat”
dengan slogan “1000 Kota, 1000
Kehidupan.” Penetapan tema
nasional ini untuk mengingatkan
semua pihak bahwa dampak
urbanisasi terhadap kesehatan
sangat bermakna apabila tidak
dikelola secara baik serta akan
mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Laju urbanisasi dan pertumbuh-
an penduduk tinggal di wilayah
perkotaan. Diperkirakan, tahun
2025 lebih dari 60 % dan tahun
“Marilah kita berperan dalam gerakan global 1000 Kota 1000 Kehidupan. Upaya penting 1000 Kota Dunia di sektor Kesehatan, 1000 Kehidupan mengangkat
Profil 1000 pemrakarsa kesehatan yang berjuang untuk advokasi kesehatan danMengarusutamakan kesehatan dalam pengembangan kota”
7Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
2050, 70 % populasi akan tinggal
di pusat kota. Keadaan tersebut
berdampak buruk pada kesehatan
fisik, sosial dan mental penduduk
lingkungan urban. Penduduk kota
menghadapi masalah air dan
listrik, perumahan dan transportasi,
kriminalitas dan kekerasan,
kecelakaan dan luka-luka, konsumsi
tembakau, pola makan yang tidak
sehat, kurangnya aktifitas fisik dan
tekanan mental. Infrastruktur dan
pelayanan di kota dibebani oleh
tuntutan dan kebutuhan penduduk.
Akibatnya, pemerintah kota
menghadapi tantangan besar dalam
pelayanan kebutuhan masyarakat
yang tidak seimbang dengan
kemampuan pemerintah yang
berakibat tumbuhnya kemiskinan
di perkotaan secara cepat.
Kota SehatJakarta adalah salah satu
kota mahabesar atau mega city
dunia, yang sangat mencirikan
keadaan perkotaan dengan 17 juta
penduduk tinggal di dalam dan
sekelilingnya. Delapan kota lain di
Indonesia berpenduduk lebih dari
1 juta orang.
Urbanisasi merupakan bagian
dari perkembangan cepat
Indonesia. Agenda nasional
perlu mengakomodir kesehatan
perkotaan sebagai tolak ukur
pembangunan serta menetapkan
tujuan jangka pendek dan
panjangnya. Sektor publik
dan swasta dapat berbagai
tanggungjawab dan bekerjasama
demi kemaslahatan berkelanjutan
dan setara bagi seluruh penduduk.
Urbanisasi sedang terjadi dan
akan terus berlanjut. Negara-negara
bisa memiliki urbanisasi yang
terencana dengan pendekatan
menyeluruh dan multidisplin,
melibatkan berbagai sektor
dalam pemerintahan, industri dan
masyarakat.
Dengan urbanisasi ini akan
membawa masalah kesehatan yang
lebih komplek dan beragam, karena
adanya gabungan antara masalah
kesehatan konvensional dan modern
baik untuk masalah medis maupun
masalah kesehatan masyarakat.
Contoh dari masalah kesehatan
konvensional aspek medis antara
lain adalah penyakit menular,
kurang gizi, dan penyakit yang
terkait dengan lingkungan buruk.
Sedangkan masalah kesehatan
konvensional aspek kesehatan
masyarakat antara lain adalah
higiene dan sanitasi buruk. Masalah
kesehatan modern aspek medis kita
mengenal penyakit degeneratif,
kelebihan gizi, gangguan kejiwaan,
masalah kesehatan reproduksi,
penyalahgunaan obat dan penyakit
karena kekerasan. Sedangkan
untuk masalah kesehatan modern
aspek kesehatan masyarakat,
kita melihat adanya pemukiman
kumuh, pencemaran udara, air dan
tanah, hal inilah yang disampaikan
Menteri Kesehatan, dr. Endang
Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH
dalam pembukaan Hari Kesehatan
Sedunia pada tanggal 7 April 2010
di Balai Kartini Jakarta.
Dalam sambutan Direktur
Regional WHO untuk Asia Tenggara,
Dr. Samlee Plianbangchang
menyampaikan bahwa Urbanisasi
adalah ancaman utama kesehatan
abad 21. Tindakan yang harus
dilakukan sekarang adalah memper-
kecil kesenjangan masyarakat
perkotaan dan mempromosikan
kota sehat. Untuk dapat menuai
keuntungan urbanisasi diperlukan
upaya kolektif.
Peningkatan mutu transportasi,
infrastruktur dan penyediaan
teknologi ‘hijau’ meningkatkan
Partisipasi masyarakat dalam Hari Kesehatan Sedunia
8 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
mutu kehidupan perkotaan,
termasuk memperkecil jumlah
masalah pernapasan, kecelakaan
dan pada akhirnya membuat
seluruh masyarakat lebih sehat.
Mengarusutamakan kesehatan ke
dalam seluruh sistem, infrastruktur
dan pelayanan bagi perkembangan
perkotaan memperkecil risiko
kerusakan kesehatan serta
memperkecil kesenjangan.
Warga SehatMewujudkan kota sehat,
perlu didukung dengan warga
disekitarnya. Kesadaran warga yang
tinggi akan memperkecil penyakit
menular seperti diare dan demam
berdarah yang tidak pernah selesai
dalam menanggulanginya.
Untuk itu tepat di Hari Kesehatan
Sedunia, Kementerian Kesehatan
memberikan 10 Pesan Utama,
antara lain Beri Kesempatan kota
untuk Hari Bebas Berkendaraan
Bermotor; 1 orang menanam 1
pohon; 1 jam saja untuk Gerakan
Pasar Sehat ; Kelola Sampah dengan
baik; Perluas kawasan Tanpa Rokok
untuk Kesehatan Publik; Beri
ruang gerak untuk pejalan kaki;
Perbanyak taman untuk paru-paru
kota; Memasyarakatkan olahraga,
Mengolahragakan masyarakat;
Menjamin ketersediaan sayur dan
buah dengan harga terjangkau;
dan Tata pemukiman yang bersih
dan sehat.
Diharapkan dengan pesan ini,
dapat membangun kesadaran
masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan dan dibutuhkan
kerjasama Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Kab/
Kota, Organisasi Kemasyarakatan,
LSM, Organisasi Internasional, dan
masyarakat dalam menyatukan
langkah guna meningkatkan dan
memperkuat komitmen untuk
bersama mewujudkan kota sehat,
warga sehat.
Menkes menerangkan bahwa
dengan Kota Sehat Warga Sehat
dapat mendorong dan memacu
upaya pencapaian Indonesia
Sehat. Pentingnya meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk
melaksanakan kewajibannya dalam
mencegah terjadinya penyakit,
kemudian memelihara lingkungan
serta meningkatkan status
kesehatannya melalui perilaku
hidup bersih dan sehat.
Menkes mengingatkan akan
pentingnya meningkatkan kesiap-
siagaan masyarakat baik
ditingkat rumah tangga maupun
di masyarakat. Sebenarnya
sejak beberapa tahun lalu telah
dikembangkan Desa Siaga atau
Kelurahan Siaga. Dan Marilah Kita
Sehatkan Kota dan Warganya,
menuju masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan.
Puncak peringatan HKS
diakhiri pada 11 April 2010 di
Kota Tangerang Banten. Berbagai
kegiatan yaitu peresmian gerakan
pasar sehat, senam bersama dan
sepeda sehat (fun bike) serta
penyerahan 1.000 bibit pohon.
Acara yang dihadiri Gubernur
Banten, Kepala Perwakilan WHO
Indonesia, dan ribuan masyarakat
dari berbagai instansi yaitu
Kementerian Kesehatan, karyawan
Pemda Kota Tangerang dan Pemda
Banten, berbagai instansi lainnya
serta warga masyarakat Bumi
Serpong Damai dan sekitarnya.
Rangkaian kegiatan yang
diselenggarakan dalam rangka Hari
Kesehatan Sedunia, akan menjadi
lebih berarti jika kita bersama-sama
merealisasikan pesan utama yang
terkandung dalam Hari Kesehatan
Sedunia, untuk mewujudkan Kota
Sehat, Warga Sehat.
(AuliAnA/peliTA/dSy)
Menkes meninjau Pasar Modern BSD City
9Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
BAli – Dalam upaya pemerataan
pelayanan kesehatan bagi
masyarakat khususnya di
daerah terpencil, perbatasan
dan kepulauan yang selama
ini belum terjangkau, maka
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik Kementerian Kesehatan
telah mendirikan 14 Rumah
Sakit Bergerak, hal inilah yang
disampaikan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik,
Farid W. Husain dalam pertemuan dengan Direktur
Rumah Sakit Bergerak dan Petugas Pengelola Keuangan
14 Rumah Sakit Bergerak, pada 19 Maret 2010.
Sesditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes,
menyampaikan pertemuan ini diselenggarakan dalam
rangka koordinasi, konsolidasi dan evaluasi kinerja RS
Bergerak, yang selanjutnya akan dituangkan kedalam
laporan kinerja operasional Rumah Sakit Bergerak.
Rumah Sakit bergerak dilengkapi dengan peralatan
yang memadai setara dengan rumah sakit umum
Tipe C yang mempunyai 2 sampai 4 jenis pelayanan
spesialistik. Pembangunan Rumah Sakit Bergerak
dilakukan sebanyak 2 tahap, tahap pertama sebanyak
4 Rumah Sakit yang dioperasionalkan tahun 2004-
2006, yaitu RS Bergerak Blangkejeren Kab. Gayo Lues,
RS Bergerak Mamasa Sulawesi Barat, RS Bergerak
Natuna Kab.Natuna, dan RS Bergerak Lingga Kab.
Lingga. Operasional RS Bergerak disediakan oleh
Kementerian Kesehatan sampai dengan berdirinya
rumah sakit permanen didaerah tersebut. Dan Tahun
2010, Kabupaten Blangkejeren yang telah mendirikan
rumah sakit permanen, sehingga biaya operasional
telah dialihkan kepada Pemda setempat. Sedangkan 3
RS Bergerak lainnya masih dibantu oleh Kementerian
Kesehatan sehubungan dengan keterbatasan anggaran
pemerintah daerah masing-masing.
Tahap kedua sebanyak 10 Rumah Sakit yang
dibangun pada tahun 2007-2008 dan mulai beroperasi
sejak 2009, yaitu RS Bergerak Kabupaten Alor
Pendirian 14 Rumah Sakit Bergerak
Propinsi NTT, RS Bergerak Kab. Bener Meriah Propinsi
NAD, RS Bergerak Tobelo Kab. Halmahera Utara, RS
Bergerak Mindiptana Kab. Boven Digoel, RS Bergerak
Marinda Kab. Raja Ampat, RS Bergerak Sitaro Kab.
Siau Tagulandang Biaro, RS Bergerak Gemeh Kab.
Kepulauan Talaud, Rumah Sakit Bergerak Enggano Kab.
Bengkulu Utara, Rumah Sakit Bergerak Malinau Kab.
Malinau-Kaltim, dan Rumah Sakit Bergerak Saumlaki
Kab. Maluku Tenggara Barat
Kendala terbesar dalam operasional Rumah
Sakit Bergerak adalah ketersediaan tenaga (sumber
daya manusia), permasalahan anggaran dan belanja
operasional obat-obatan.
Pendirian Rumah Sakit bergerak bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah setempat, dimana
Kementerian Kesehatan (Pemerintah Pusat)
menyediakan infrastruktur Rumah Sakit Lapangan
(Kontainer) lengkap dengan peralatan medik, tenaga
kesehatan spesialis. Sedangkan Pemerintah daerah
menyediakan lahan untuk rumah sakit lapangan, dan
sarana prasarana pendukung.
Diharapkan dengan pertemuan ini, terjadi
kesepakatan dalam hal pelaporan pelayanan medik,
pelaporan administrasi dan keuangan, jumlah dan
alokasi ketenagaan dan alokasi anggaran biaya
operasional masing-masing rumah sakit Tahun
Anggaran 2010 dan 2011. Kepada Direktur Rumah
Sakit Bergerak diucapkan terima kasih atas kinerja dan
pelayanan ditengah keterpencilan wilayah. HumAS
10 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
BAndung - Lokakarya Nasional ke 3 Program
Pengengendalian Resistensi Antimikroba, diadakan di
Bandung Pada tanggal 19 s/d 21 April 2010. Kegiatan
pertemuan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan tersosialisasinya
berbagai kebijakan terkait Pelaksanaan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) di RS, penggunaan
antibiotika secara bijaksana, pelayanan mikrobiologi
dan farmasi klinik secara profesional. Demikian laporan
Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik, Dr. Andi
Wahyuningsih Attas, SpAn.
Pertemuan PPRA dilaksanakan selama tiga hari,
tanggal 19 s/d 21 April 2010. dengan peserta yang
terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, tim fasilitator
PPRA dan tim PPRA dari 20 Rumah Sakit Pendidikan.
Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik, DR. dr. Sutoto, M.Kes menyatakan
bahwa Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal
sebagai HAIs (Healthcare Associated Infections) adalah
infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain
yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi
saat pasien masuk.
Dalam mencapai peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, rumah sakit harus mampu memberikan
pelayanan yang bermutu, akuntabel dan transparan
kepada masyarakat, khususnya terhadap jaminan
keselamatan pasien (patient safety).
Untuk itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi meliputi Kewaspadaan Standar
yang diterapkan pada semua klien dan pasien/orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dan
kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi yang
hanya diterapkan pada pasien yang dirawat inap di
rumah sakit.
Sejalan dengan itu, pengelolaan kesehatan yang
terpadu perlu dikembangkan, termasuk penggunaan
obat (antibiotik) yang direncanakan dengan baik,
secara rasional dan bijaksana serta pencegahan dan
pengendalian infeksi secara optimal.
Kita menyadari pentingnya pencegahan dan
pengandalian infeksi baik bagi pasien, pengunjung,
pemberi pelayanan dan karyawan rumah sakit serta
dibutuhkannya upaya penanggulangan resistensi
antimikroba yang merupakan hal prioritas dalam
penanggulangan masalah kesehatan bukan hanya di
Indonesia, tetapi juga di dunia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), telah merumuskan
67 rekomendasi sebagai upaya koordinasi global guna
mengendalikan peningkatan resistensi antimikroba,
yang terhimpun dalam buku ”WHO Global Strategy
for Containment of Antimicrobial Resistence”. Selain
itu upaya penanggulangan masalah resistensi
antimikroba harus diselenggarakan melalui berbagai
upaya kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan tidak hanya melalui tindakan
pengobatan (kuratif) tetapi juga pencegahan (preventif)
Program PengendalianResistensi Antimikroba
Penyampaian Kebijakan PPRA oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik.
11Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
dan pengendalian infeksi melalui
kewaspadaan standar sebagai
upaya pencegahan terhadap
penyakit dan infeksi.
Sehubungan dengan hal
tersebut, telah diselenggarakan
Lokakarya Nasional Pertama
‘Strategy to Combat the Emergence
and Spread of Antimicrobial
Resistant Bacteria in Indonesia’ di
Foto Bersama setelah Penyerahan Piagam Penghargaan kepada Rumah Sakit yang melaksanakan PPRA Terbaik
Foto Bersama : Peserta, Fasilitator, dan Panitia Dalam Kegiatan Loknas ke-3 PPRA
dievaluasi pada bulan Januari-
Februari 2010, oleh Tim Evaluasi
PPRA terdiri dari unsur Kementerian
Kesehatan dan organisasi
profesi yang mengevaluasi
Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba terhadap 20 RS
Pendidikan. AuliyAnA
Bandung pada 29-31 Mei 2005.
Pada kesempatan tersebut, AMRIN
Study Group telah menyerahkan
buku “Antimicrobial resistance,
Antibiotic Usage and Infection
Control: A Self Assessment Program
for Indonesia Hospitals” kepada
Dirjen Bina Pelayanan Medik untuk
digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba (PPRA) di
rumah sakit di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut dari
kegiatan tersebut diadakan
Lokakarya Nasional PPRA Pertama
serta mengadakan lomba jaga
mutu rumah sakit untuk mencegah
muncul dan menyebarnya bakteri
yang resisten melalui kegiatan
“Penilaian Infrastruktur Rumah Sakit
untuk Mendukung PPRA” dan pada
tahun 2006 juga telah dilaksanakan
Lokakarya Nasional ke-2 PPRA
di Jakarta sebagai tindak lanjut
rekomendasi Lokakarya Nasional
pertama.
Sekretaris Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik menyerahkan
piagam penghargaan kepada RS
yang telah melaksanakan PPRA
terbaik, yaitu : RSUD Dr. Sutomo
Surabaya, RSUP Dr. Kariyadi
Semarang, RSUP Persahabatan
Jakarta, RS Kanker Dharmais
Jakarta, RSUP Fatmawati Jakarta,
RSUP Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Rumah Sakit tersebut
FotoBersamasetelahPenyerahanPiagamPenghargaankepadaRumahSakityangmelaksanakanPPRATerbaik
12 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
ReKOmendASi lOKnAS iii unTuK KemenTeRiAn KeSeHATAn
RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl Menetapkan kebijakan 1nasional guna menghambat muncul dan penyebaran mikroba resisten di Indonesia.
2. Menetapkan kebijakan nasional penggunaan antibiotik
3. Memperluas jejaring program pengendalian muncul dan penyebaran mikroba resisten pada fasilitas pelayanan kesehatan
Memfasilitasi pertemuan ilmiah melibatkan stake holder terkait untuk menyusun pedoman nasional:
Penggunaan antibiotik •secara bijak Pengendalian penyebaran •mikroba resisten
Meningkatkan kemampuan teknis
pengendalian muncul •dan penyebaran mikroba resisten.pengelolaan dan •penggunaan antibiotik secara bijak penyusunan modul •pelatihan PPRApenyelenggaraan pelatihan •berjenjang (TOT, advance trainer, MOT)
Membentuk Komite Nasional 1.Pengendalian Resistensi Antimikroba (KOMNASPRA)
Memberi dukungan 2.koordinasi dan anggaran untuk pertemuan-pertemuan1 penyusunan pedoman nasional dari APBN
Memberikan dukungan 3.anggaran untuk :
Peningkatan kemampuan a.teknis perluasan jejaring PPRA Penyediaan sarana dan b.prasarana laboratorium mikrobiologi Penambahan SDM c.spesialis konsultan penyakit infeksi, , mikrobiologi klinik, Farmakologi klinik, patologi klinik konsultan penyakit infeksi, dan farmasi klinik.
RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl
Memasukkan PPRA ke dalam 1.Program Akreditasi Rumah Sakit
Meningkatkan peran 2.mikrobiologi klinik di rs
Menetapkan standar nasional 3.pelayanan farmasi klinik untuk mendukung PPRA.
Pertemuan koordinasi dengan KARS dan pemangku kepentingan terkait
Standarisasi pelayanan 1.mikrobiologi klinik Pendidikan spesialis 2.mikrobiologi klinik (SpMK) menyesuaikan dengan point 3 kebijakan kemkes
Peningkatan kemampuan teknis kompetensi farmasi klinik untuk mendukung PPRA.
Memfasilitasi kegiatan PPRA dalam akreditasi RS, Pemenuhan fasilitas pelayanan mikrobiologi klinik Kerjasama dengan Kemendiknas dan organisasi profesi terkait Pemenuhan dr spesialis mikrobiologi klinik di RS kelas A dan B menyesuaikan dengan point 3 kebijakan KemenkesMemfasilitasi pendidikan dan penyediaan spesialis farmasi klinik
13Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
beritautama
ReKOmendASi lOKnAS iii unTuK RumAH SAKiT
RegulASi eduKASi mAnAJeRiAl
1. Menetapkan kebijakan PPRA di RS
2. Menetapkan kebijakan penggunaan antibiotik di RS
3. Memperluas cakupan implementasi PPRA secara bertahap di RS
4. Peningkatan peran mikrobiologi klinik di rumah sakit
5. Memiliki standar pelayanan farmasi klinik untuk mendukung PPRA.
Menyelenggarakan pertemuan ilmiah bersama untuk menyusun pedoman: 1. penggunaan antibiotik
(hospital antibiotic policy) 2. pengendalian penyebaran
mikroba resisten
Meningkatkan kemampuan teknis
Pengendalian muncul •dan penyebaran mikroba resisten
Pengelolaan dan •penggunaan antibiotik secara bijak
Penatalaksanaan kasus •infeksi yang kompleks secara terpadu, melalui forum kajian
Melakukan Standarisasi:1. Pelayanan laboratorium 2. Konsultasi & visitasi pasien 3. Data base & pelaporan pola
kuman 4. Pelatihan mikrobiologi klinik
Peningkatan kemampuan teknis kompetensi farmasi klinik untuk mendukung PPRA.
Memberi dukungan fasilitas dan anggaran PPRA
Melibatkan organisasi profesi untuk menetapkan kebijakan
Dukungan anggaran untuk peningkatan kemampuan teknis, pelatihan internal dan eksternal
Pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan mikrobiologi klinik
Pemenuhan SDM spesialis mikrobiologi klinik
Penambahan sumber daya manusia farmasi klinik sesuai standar
wan abud dan supir taksiPada suatu hari Wan Abud pergi ke Timur tengah untuk liburan. Karena kemalaman terpaksa ia naik taksi.Wan Abud : “Ke jalan Antah Berantah…”Supir taksi : “OK tuan”Setelah tiba di tujuan Wan Abud pun turun dari taxi .Wan Abud : “Berafa?”Supir taxi : “10 dollar tuan”Dengan santai ia pun membayar $5Supir taxi: “Kurang tuan!”Wan Abud : “Kurang? ente sudah ana kasih cukuf”Supir taxi : “$ 10 tuan”Wan Abud : “Kita kan naik berdua jadi ana bayar $5 ente bayar $5. bener kan?”
humor
liputan
14 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Instalasi Pelayanan Anak dan Remaja RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan
JAKARTA – Rumah Sakit dr. Soeharto Heerdjan Jakarta merupakan Rumah Sakit Jiwa dengan unggulan urban mental health atau kesehatan jiwa perkotaan. Rumah Sakit ini telah meresmikan Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & Remaja pada 01 April 2010, dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak & Remaja sebagai sumber daya yang berkualitas, tidak saja sehat fisik, tapi juga sehat mental dan sosial.
Pelayanan Instalasi Kesehatan Jiwa Anak & Remaja sangat mendukung ditengah banyaknya masalah anak dan remaja yang ditemui didaerah perkotaan, sehingga sangat tepat untuk mengadakan dan mengembangkan pelayanan ini. Diharapkan Instalasi ini akan menjadi pusat rujukan anak di wilayah Jakarta, dan dapat meningkatkan upaya pendidikan dan pelatihan kesehatan jiwa anak dan remaja yang mempunyai kebutuhan khusus. denny
liputan
15Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Peresmian Ruang RawatIntermediate Bedah Dewasadi RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita
JAKARTA - Kegiatan peresmian ruang rawat
Intermediate bedah dewasa pada tanggal 5 Maret 2010
oleh Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita, DR. dr. Anwar Santoso, Sp.JP, FIHA yaitu
unit perawatan peralihan dari ICU post operasi bedah
cardiovaskuler ke unit perawatan dan mempersiapkan
pasien pra bedah cardiovaskuler sehari sebelum masuk
Dr. Ma Izul, Sp.JP (Ahli Bedah Cardiovaskuler) dan Dirut RS Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita , Dr. dr. Anwar SantosoSp.JP. meninjau ruangan pasien.
ke kamar operasi.
Intermediate Bedah adalah unit perawatan yang
mempersingkat AVLOS (Average Long Of Stay) pasien
pasca bedah cardiovascular dan fungsinya merawat
pasien pre dan pasca bedah cardiovaskuler. Total Bed
sebanyak 31 tempat tidur dan baru dibuka sebanyak
20 tempat tidur. AuliyAnA & SufeRmi
liputan
16 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, drg. H. Naydial Roesdal, MSc.PH, FICD
JAKARTA – Pada hari Kamis, 15 April 2010 Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati memperingati Hari Ulang Tahun
ke 49, pada perayaan ulang tahun ini diharapkan baik
Direksi dan Karyawan semakin bersemangat dalam
melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat sesuai
Tema HUT yaitu : “ Dengan Kebersamaan Kita Wujudkan
Pelayanan Terdepan, Paripurna dan Terpercaya” yang
“dengan Kebersamaan Kita Wujudkan pelayanan Terdepan, paripurna dan Terpercaya”. Tema ini yang menjiwai setiap kegiatan di RSup fatmawati Jakarta dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyelenggara pelayanan Kesehatan.
menjiwai setiap kegiatan di RSUP Fatmawati dalam
menjalankan fungsinya sebagai Penyelenggara
Pelayanan Kesehatan.Demikian sambutan Direktur
Utama RSUP Fatmawati, Dr. Chairul R. Nasution,SpPD,K-
GEH,FINASIM,M.Kes, menyatakan bahwa rasa tanggung
jawab untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
ini pula yang menuntut RSUP Fatmawati senantiasa
mencari inovasi-inovasi baru dalam pelayanannya .
RSUP Fatmawati sebagai Penyelenggara Pelayanan
Publik; juga semakin peka terhadap kebutuhan
masyarakat khususnya upaya untuk mengantisipasi
terjadinya stagnasi di Pelayanan Gawat Darurat akibat
peningkatan cakupan yang luar biasa di Instalasi Gawat
Darurat. Hal ini menunjukkan bahwa RSUP Fatmawati
semakin diminati oleh masyarakat, akan tetapi perlu
dilakukan upaya-upaya mempertahankan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan RSUP Fatmawati.
Dengan dilakukannya berbagai terobosan sebagai
upaya peningkatan kinerja dengan tujuan menjadikan
RSUP Fatmawati sebagai Rumah Sakit Pemerintah yang
modern dan professional, yang memiliki fasilitas dan
layanan yang kompetitif dengan Rumah Sakit lainnya.
Untuk keperluan sosialiasi dan publikasi dibutuhkan
media yang diharapkan menjadi sarana untuk dapat
memberikan kontribusi positif khususnya untuk
meningkatkan citra / image RSup fatmawati; maka
diluncurkan majalah fatmawati Sehat yang disingkat menjadi “majalah fase”.
RSUP FatmawatiUlang Tahun Ke-49
liputan
17Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Demikian pula, sejalan dengan
Pemberlakuan UU No. 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit, maka
Status sebagai RS Pendidikan dan
Pelaksanaan Program Kepedulian
terhadap masalah-masalah yang
timbul di masyarakat terkait dengan
Kesehatan Reproduksi, maka melalui
Tim Kesehatan Remaja mencetuskan
Jurnal Kesehatan Reproduksi yang
diharapkan mampu berperan aktif
dalam Peningkatan Kualitas Usia
Remaja yang sehat dan produktif di
masa depan. Begitu pula Tim Clinical
Pathway RSUP Fatmawati, telah diakui
dan telah melakukan komunikasi
dengan Europeun Clinical Pathway
Association, merupakan suatu upaya
agar pelayanan RSUP Fatmawati
dapat standar international.
Semua peningkatan/ pengem-
bangan fasilitas pelayanan, dan
mutu pelayanan tersebut diharapkan
akan memacu Peningkatan Kinerja
RSUP Fatmawati yang tentunya
akan berpengaruh positif pada
“Kesejahteraan Karyawan” sesuai
Misi RSUP Fatmawati.
Pada ulang tahun ke 49 RSUP
Fatmawati berbagi kebahagiaan
bersama Para Pelanggan / Pasien,
Para Purnabhakti dan seluruh
Karyawan RSUP Fatmawati dengan
memberikan ‘Tanda Kasih” berupa:
1. Pemberian Souvenir kepada
seuruh pasien Rawat Jalan
2. Penyerahan Piagam serta Tanda
kasih bagi 26 para Purnabhakti
RSUP Fatmawati diiringi ucapan
terima kasih atas segala karya
dan jasa yang telah diberikan
selama berkarya di RSUP
Fatmawati. Diharapkan tetap
adanya jalinan tali silahturahmi
dan adanya support walaupun
Para Purnabhakti berada diluar
lingkungan RSUP Fatmawati.
3. Penyerahan Kursi Roda untuk 6
orang pasien RSUP Fatmawati
4. Santunan pada 140 orang
Pasien Pasien Tindak Mampu
5. Pemberian Sembako kepada
seluruh Karyawan RSUP
Fatmawati.
Inspektur Jenderal Kementerian
Kesehatan, drg. H. Naydial Roesdal,
MSc.PH, FICD meresmikan
beberapa sarana prasarana di RSUP
Fatmawati sesuai ketentuan dalam
UU No. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik; yaitu :
1. Pengembangan Ruang Rawat
Cardiac Emergency Unit (CEU) :
dari 12 tempat tidur menjadi 17
tempat tidur.
2. Laboratory Autmation System
(LAS) yaitu Laboratorium
yang sistem pemeriksaannya
secara otomatis dengan
m e n g k o n s o l i d a s i k a n
pemeriksaan kimia klinik dan
immunologi dengan kapasita
pemeriksaan yang lebih
besar dan jenis pemeriksaan
yang lebih banyak yang
memungkinkan RSUP Fatmawati
merupakan salah satu Rumah
Sakit Pemerintah yang ditunjang
dengan Pelayanan Laboratorium
termodern di Indonesia.
3. Perluasan Instalasi Griya Husada
dilengkapi dengan Smart Card
berkonsep One Stop Services
4. Renovasi Gedung Instalasi
Pavilun Anggrek
5. Renovasi Ruang Tunggu Instalasi
Bedah Sentral (IBS)
Kepada Direktur Utama
RSUP Fatmawati, Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan,
menyerahkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.HK.03.05/
III/1952/2010 tentang Penetapan
RSUP Fatmawati Jakarta sebagai
RS Pendidikan Utama Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta dan SK Menkes, No. 472/
Menkes/SK/IV/2010 tentang
liputan
18 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Peningkatan Kelas RSUP Fatmawati
Jakarta menjadi RSUP dengan
klasifikasi kelas A .
Memasuki usianya ke 49, RSUP
Fatmawati telah memantapkan diri
dengan Upaya Pemenuhan Standar
sesuai Persyaratan sebagai Rumah
Sakit Kelas A Pendidikan. Hal ini
dirasakan sangat membanggakan,
akan tetapi harus disertai rasa
tanggung jawab yang besar untuk
senantiasa memenuhi kewajiban yang
tak kalah penting, yakni menjaga
mutu bahkan meningkatkan terus
mutu pelayanan di RSUP Fatmawati.
AuliyAnA/Sf
Target pembangunan Kesehatan
no. indikator Target
2010 2014
1. Meningkatkan Umur Harapan Hidup (tahun) 70,7 72
2. Menurunnya Angka Kematian Ibu Melahirkan (per 100.000 KH) 228 118
3. Menurunnya Angka Kematian Bayi (per 1000 KH) 34 24
4. Menurunnya Prevalensi TB (per 100.000 penduduk) 235 224
5. Menurunnya Prevalensi Gizi Kurang Pada Balita (%) 18,4 <15
6. Menurunnya Kasus Malaria (per 1000 penduduk) 2 1
7. Terkendalinya Prevalensi HIV Pada Populasi Dewasa (%) 0,2 0,5
8. Meningkatnya Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi (%) 80 90
9. Menurunnya Angka Kesakitan DBD ( per 100.000 penduduk) 55 51
10. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Rumah Tangga (%) 50 70
11. Meningkatnya Jumlah Penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang Memiliki Jaminan Kesehatan (%) 59 100
12. Meningkatnya Jumlah Penduduk yang Memiliki Akses Terhadap Air Minum Berkualitas (%) 62 67
13. Meningkatnya Ketersediaan Obat dan Vaksin (%) 80 100
14. Meningkatnya Jumlah Tenaga Kesehatan yang Didayagunakan
di DTPK (orang) 1200 1470
liputan
19Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Peningkatan Program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK)
SemARAng – Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah keterampilan
teknis tenaga Medis, bidan dan perawat di RS Kab/Kota
yang masih kurang, proses rujukan yang masih belum
berjalan secara optimal antara lain karena rujukan
yang terlambat dan ketidaksiapan fasilitas kesehatan
terutama di tingkat rujukan primer (Puskesmas) dan di
tingkat rujukan sekunder (RS Kabupaten/Kota) untuk
melakukan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK). Guna untuk meminimalisir
faktor tersebut, dilaksanakan Pelatihan Peningkatan
Program Pelayanan Ponek, pada tanggal 24 Maret
2010.
Sekiranya Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang telah
dilatih dapat melaksanakan manajemen PONEK 24 jam
dengan efektif dan efisien sehingga berdampak pada
penurunan AKI dan AKB sesuai target RPJMN II (2010
– 2014) dimana telah menetapkan target penurunan
tingkat kematian ibu saat melahirkan dari 307 per
100.000 kelahiran menjadi 118 per 100.000 dan tingkat
kematian bayi dari 34 per 1.000 menjadi 24 per 1.000
pada akhir tahun 2014. Dengan upaya yang sungguh-
sungguh dan terus menerus, kita akan dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan bersama dengan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan. Setelah pelatihan ini
akan dilakukan evaluasi paska latihan berupa On the
Job Training (OJT) ke masing-masing Rumah Sakit
yang telah dilatih.
Diharapkan dengan pelatihan ini, Rumah Sakit
dan peserta dapat meningkatkan kemampuan sistem
layanan kesehatan maternal dan neonatal secara
paripurna melalui program PONEK, dalam rangka
upaya penurunan angka kesakitan dan kematian serta
mewujudkan perbaikan status kesehatan ibu, bayi dan
anak. AHmAd HARyAnTO
liputan
20 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
KemenKeS – Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) membuat Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Nomor : 14
Tahun 2008 yang berlaku pada tanggal 30 April 2010.
Sebagai implementasi UU KIP, Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik ikut mensosialisasikan pada
tanggal 28 April 2010, untuk menjamin semua orang
memperoleh informasi karena hak asasi manusia
sebagai wujud kehidupan berbangsa dan bernegara
yang demokratis.
Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto,
M.Kes menyampaikan bahwa tujuan sosialisasi UU KIP
ini untuk membuka pengetahuan dan pemahaman
seluruf staf mengenai informasi publik yang tidak
dirahasiakan atau yang tidak dikecualikan dalam UU
yang menjadi tanggung jawab untuk disampaikan
kepada publik baik secara berkala, serta merta maupun
setiap saat.
Penerapan Undang-Undang KIP harus dipersiapkan
sejak dini dalam hal pengelolaan konten informasi,
pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas
Sosialisasi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
layanan informasi serta
sistem dokumentasi
yang baik agar dapat
setiap saat memenuhi
permintaan publik seperti
yang diamanatkan
Menteri Kesehatan,
dengan membuka akses
informasi publik, badan
publik termotivasi untuk
bertanggung jawab
dan berorientasi pada
pelayanan rakyat yang
sebaik-baiknya. Hal itu dapat mempercepat perwujudan
pemerintahan yang terbuka sebagai upaya strategis
mencegah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN) serta terciptanya pemerintahan yang baik (good
governance).
“Hal-hal yang harus dilakukan Badan Publik, antara
lain melakukan assesment cepat ke stakeholders
tentang kebutuhan informasi prioritas; menetapkan
Struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi;
mendaftar informasi yang dikecualikan; menyusun
SOP pelayanan Informasi; menyiapkan Personal
(pengetahuan dan skill); memanfaatkan dan
mengembangkan infrastruktur yang telah ada”, ungkap
Ketua Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah
Saragih.
Diharapkan dengan dilaksanakannya Sosialisasi UU
KIP akan tercipta pemahaman dan pengetahuan di
masing-masing Direktorat dan Bagian di lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, sehingga
mampu memberikan layanan informasi dokumen yang
aktual, benar dan utuh. HumAS
Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes
Ketua Komisi Informasi Pusat, Ahmad Alamsyah Saragih menyampaikan materi Pelaksanaan UU KIP.
liputan
21Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
medAn – Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah
Sakit Pengampu yang dilaksanakan di Medan Sumatera
Utara dan dibuka oleh Direktur Utama Rumah Sakit
Adam Malik di Kota Medan mewakili Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik, juga didampingi oleh Kepala
Bagian Program dan Informasi serta Ketua Case Mix.
Direktur Utama Rumah Sakit Adam Malik mewakili
Dirjen Bina Pelayanan Medik menyampaikan sejak
tanggal 29 Agustus 2008 yang lalu berdasarkan Surat
Edaran Menteri Kesehatan RI No. 807/Menkes/E/
VIII/2008 menyatakan bahwa klaim Pelayanan
Jamkesmas secara resmi ditagih berdasarkan
”Indonesian Diagnosis Related Groups” (INA-DRG)
sehingga dalam pelaksanaannya dapat mengendalikan
biaya pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit.
Beliau menambahkan bahwa terhitung tanggal 1
Maret 2010 klaim Jamkesmas sudah menggunakan
sofware INA-DRG versi 1.6 dan
pada bulan Maret 2010 yang
lalu Pusat Pembiayaan Jaminan
Kesehatan dan Centre for case-
mix telah melatih 956 rumah sakit
sebagai pelaksanan Jamkesmas
dan juga telah melatih sekitar
1800 orang yang terdiri dari :
Coders, Petugas Administrasi
Klaim dan Verifikator. Setelah
pelatihan tersebut, dilanjutkan
dengan Sosialisasi yang dibagi
menjadi beberapa regional.
Harapan Direktur Utama
Rumah Sakit Adam Malik
mewakili Direktur Jenderal Bina
Pelayanan Medik menyampaikan
bahwa melalui kerjasama
dengan seluruh rumah sakit pengampu dapat lebih
meningkatkan peran serta khususnya dalam membantu
rumah sakit diwilayahnya masing-masing dalam rangka
menangani pelaksanaan klaim dan penyelesaian
permasalahan coding. peliTA
Direktur Utama Rumah Sakit Adam Malik di Kota Medan didampingi oleh Kepala Bagian Program dan Infor-masi serta Ketua Case Mix
Pertemuan Konsolidasi Persiapan Rumah Sakit Pengampu
Suasana tenang peserta ketika mendengar sambutan pembukaan
liputan
22 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Clinical PathwaySebuah rencana yang menyediakan secara detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis
(diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan hasil yang diharapkan.
pAlemBAng – Pertemuan
Konsolidasi Kelompok Kerja
Clinical Pathway diadakan di
Palembang, tanggal 5 s/d 7 April
2010. Dalam laporannya Direktur
Bina Pelayanan Penunjang
Medik, Drg. Armand P. Daulay,
M.Kes. menyatakan secara umum
pertemuan ini dilaksanakan dalam
rangka pelaksanaan implementasi
INA-DRG pada 15 Rumah Sakit
Pilot Project di Indonesia tahun
2010.
Pertemuan ini diadakan untuk
melakukan evaluasi Clinical
Pathway dalam pelaksanaan INA-
DRG pada 15 Rumah Sakit Pilot
Project, menyamakan persepsi tentang Clinical Pathway
dalam INA-DRG serta membahas lebih jauh tentang
peran Komite Medik dalam pelaksanaan INA-DRG di
Indonesia Tahun 2010. Peserta pada kegiatan ini terdiri
dari Perwakilan 15 Rumah Sakit Pilot Project INA-DRG,
Tim Centre for Case-Mix baik dari Depkes maupun
Rumah Sakit serta Kantor Pusat Ditjen Bina Pelayanan
Medik dan undangan terkait lainnya.
Bapak Farid W. Husain dalam sambutannya
menyatakan bahwa berdasarkan Surat Edaran Menteri
Kesehatan RI Nomor : 807/Menkes/E/VIII/2008 tanggal
29 Agustus 2008 menyatakan bahwa klaim Pelayanan
Jamkesmas secara resmi ditagih berdasarkan
“Indonesian Diagnosis Related Groups” (INA-DRG)
dengan tujuan terjadinya kendali biaya pelayanan dan
mutu pelayanan dalam pelaksanaan karena INA-DRG
adalah suatu sistem Pengklasifikasian setiap pelayanan
kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai
arti relatif sama artinya setiap pasien yang dirawat di
sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang
sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya
perawatan yang relatif sama.
Tujuan dari tarif INA-DRG Jamkesmas adalah untuk
meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu
dalam rangka mewujudkan tercapainya pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang optimal secara efektif
dan efisien.
Pilar pokok sistem Case-Mix adalah Coding, costing
dan Clinical Pathways. Clinical patways atau juga
dikenal dengan nama lain seperti: Critical care pathway,
Integrated care pathway, Coordinated care pathway,
caremaps®, atau Anticipated recovery pathway,
adalah sebuah rencana yang menyediakan secara
detail setiap tahap penting dari pelayanan kesehatan,
bagi sebagian besar pasien dengan masalah klinis
(diagnosis atau prosedur) tertentu, berikut dengan
hasil yang diharapkan.
Narasumber Pertemuan Konsolidasi Pokja Clinical Pathways
liputan
23Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Clinical pathway secara
terstruktur memberikan cara
bagaimana mengembangkan dan
mengimplementasikan pedoman
klinik (clinical guideline/best
practice) yang ada kedalam protokol
lokal (yang dapat dilakukan).
Clinical pathway juga menyediakan
cara untuk mengidentifikasi alasan
sebuah variasi yang tidak dapat
diidentifikasi melalui audit klinik.
Hal tersebut dimungkinkan karena
clinical pathway juga merupakan
alat dokumentasi primer yang
menjadi bagian dari pelayanan dari
penerimaan hingga pemulangan
pasien. Dengan kata lain, clinical
pathway menyediakan standar
pelayanan minimal dan memastikan
bahwa pelayanan tersebut tidak
terlupakan dan dilaksanakan tepat
waktu.
Tujuan implementasi clinical
pathway terutama adalah untuk :
1. Memilih “best practice” pada
saat pola praktek diketahui
berbeda secara bermakna.
2. Menetapkan standar yang
diharapkan mengenai lama
perawatan dan penggunaan
pemeriksaan klinik serta
prosedur klinik lainnya.
3. Menilai hubungan antara
berbagai tahap dan kondisi
yang bebeda dalam suatu
proses serta menyusun strategi
untuk mengkoordinasikan agar
dapat menghasilkan pelayanan
yang lebih cepat dengan
tahapan yang lebih sedikit
4. Memberikan peran kepada
seluruh staf yang terlibat dalam
pelayanan serta peran mereka
dalam proses tersebut
5. Menyediakan kerangka kerja
untuk mengumpulkan dan
menganalisa data proses
pelayanan sehingga provider
dapat mengetahui seberapa
sering dan mengapa seorang
pasien tidak mendapatkan
pelayanan sesuai dengan
standar
6. Mengurangi beban dokumen-
tasi klinik
7. Meningkatkan kepuasan pasien
melalui peningkatan edukasi
kepada pasien (misal dengan
menyediakan informasi yang
lebih tepat tentang rencana
pelayanan)
Kebijakan Centre for Case-Mix
saat ini mengenai Clinical Pathway
diantaranya adalah :
Clinical Pathways• yang dibuat
hanyalah sebatas INA-DRG
yang menggunakan biaya
tinggi (High Cost), dengan
kasus terbayak (High Volume)
dan hasil yang dapat diprediksi
Dalam Implementasinya akan •dipantau dan dievaluasi oleh
POKJA Clinical Pathways di
Centre For Case-Mix
Clinical Pathways• digunakan
untuk penyempurnaan Cost
Weights dan tidak dibuat untuk
memperkirakan/menghitung
tarif.
Dalam pertemuan kali ini
ke 15 Rumah Sakit Pilot Project
akan mempresentasikan Clinical
Pathways nya berdasarkan jenis
spesialisasi Pilot Project INA-
DRG masing-masing rumah
sakit tersebut. Selain itu akan
disampaikan presentasi mengenai
“Peran Clinical Pathway dalam Case-
Mix” yang akan disampaikan oleh
Konsorsium Pelayanan Medik serta
presentasi-presentasi lain yang
berkaitan dengan Clinical Pathway.
AuliyAnA
Peserta Pertemuan Konsolidasi Pokja Clinical Pathways
liputan
24 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Training of TrainerPelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
BAndung – Training Of Trainer (TOT) Peningkatan
Teknis Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga di
Bandung, pada tanggal 30 April s/d 4 Mei 2010.
Kegiatan pelatihan ini diselenggarakan dengan tujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan
ketrampilan tenaga dokter gigi menjadi tenaga yang
mampu menangani keluarga dan memberikan wawasan
untuk menunjang pelaksanaan penyelenggaraan
pelayanan kedokteran gigi keluarga dan diharapkan
setelah mengikuti kegiatan ini mampu melakukan
penyelenggaraan pelayanan kedokteran gigi keluarga
di lingkungannya secara tepat sesuai standar, sehingga
menunjang peningkatan akses dan mutu pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. Demikian laporan
Kepala Sub Direktorat Bina Pelayanan Kedokteran Gigi
Keluarga, drg. Sudono, M.Kes.,dalam acara pembukaan.
Pelatihan ini diikuti oleh 36 peserta, yaitu 28 peserta
daerah, peserta Provinsi, Kabupaten/Kota, Organisasi
Profesi serta pemberi pelayanan kesehatan serta
trainer sebanyak 8 orang. TOT Peningkatan Teknis
Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga tahun 2010
merupakan kegiatan berkelanjutan dari pelatihan
untuk pelatih bagi pelaksana dokter gigi keluarga
dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan
kedokteran gigi keluarga sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI, No. 1415/MENKES/SK/X/2005, tentang
Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga.
Juga berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RI, No. 039/MENKES/SK/I/2007tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga.
Pengertian dokter gigi keluarga adalah dokter gigi
yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gigi yang berorientasi pada komunitas dengan keluarga
sebagai target utaama serta memandang individu
yang sakit maupun sehat sebagian dari unit keluarga
dan komunitasnya . Dokter gigi keluarga merupakan
tenaga kesehatan yang proaktif mendatangi keluarga
sesuai indikasi dan melakukan perawatan serta
asuhan pelayanan kedokteran gigi dasar. Layanan
dokter gigi keluarga yang diberikan harus terjaga
mutu dengan mengutamakan pendekatan promotif
dan preventif serta menerapkan ilmu pengetahuan
kedokteran gigi mutakhir secara rasional dan
memperhatikan sistem rujukan. Prinsip dari dokter gigi
keluarga adalah : sebagai kontak pertama, layanan
bersifat pribadi, pelayanan paripurna, paradigm
sehata, pelayanan berkesinambungan, koordinasi
dan kolaborasi serta family and community oriented.
Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, dan Kasubdit Bina Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga, drg. Sudono, M.Kes pada Pembukaan TOT Peningkatan Teknis Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
liputan
25Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Dalam sambutannya Direktur
Bina Pelayanan Medik Dasar, drg.
SR Mustikowati, M.Kes menyatakan
rencana pembangunan jangka
panjang nasional yang tertuang
dalam Undang-Undang RI, No.
17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Nasional bahwa pembangunan
kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar penignkatan
derajat kesehatan masyarakata yang
setinggi-tingginya dapat
terwujud, pengutamaan
dan manfaat dengan
perhaitan khusus pada
penduduk rentan yaitu
ibu, bayi, anak, manula
dan keluarga miskin.
P e m b a n g u n a n
kesehatan dilaksanakan
melalui peningkatan
upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan,
sumber daya manusia
kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan yang disertai oleh
peningkatan pengawasan,
pemberdayaan masyarakat
dan manajemen kesehatan
serta peningkatan perilaku dan
kemandirian masyarakat serta
upaya promotif dan preventif.
Berdasarkan Undang-Undang RI,
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
dinyatakan upaya kesehatan
diselenggarakan dalam bentuk
kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan
secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan, salah satunya
adalah pelayanan kesehatan gigi
dan mulut yang dilayani melalui
pelayanan dokter gigi keluarga.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun
2007 oleh Departemen Kesehatan
menunjukan prevalensi masalah
gigi dan mulut di Indonesia adalah
23,9 % dan 19 Provinsi mempunyai
prevalensi di atas rata-rata Nasional.
Prevalensi masalah kesehatan gigi
dan mulut pada kelompok umur 45
– 54 tahun sebesar 31,1 % rata-rata
presentasi penduduk menerima
perawatan untuk penambalan/
pencabutan bedah gigi rata-rata
sebesar 38,5 %, pemasangan gigi
lepasan/tiruana sebesar 4,6 %,
konseling perawatan / kebersihan
gigi rata-rata sebesar 13,3 %.
Program perioritas tahun 2010 –
2014 dan capaian program 100 hari
Kementerian Kesehatan tahun 2010
lebih diarahkan mendukung pada
Visi ” Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan” sedangkan
Misinya dilakukan dengan cara
melindungi kesehatan masyarakat
dengan menjamin tersedianya
kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan serta
menjamin ketersediaan dan
pemerataan sumber daya kesehatan.
Program pembangunan
kesehatan tahun 2010
-2014 ditekankan pada
8 fokus perioritas yaitu :
1. Peningkatan kesehatan
ibu, bayi dan balita
2. Perbaikan status gizi masyarakat
3. Pengendalian penyakit menular
serta penyakit tidak menular
diikuti penyehatan lingkungan
4. Pemenuhan, pengembangan
dan pemberdayaan
SDM kesehatan
5. P e n i n g k a t a n
k e t e r s e d i a a n ,
k e t e r j a n g k a u a n ,
pemerataan, keamanan,
mutu dan penggunaan
obat serta pengawasan
obat dan makanan
6. Pe n g e m b a n g a n
sistem Jamkesmas
7. Pe m b e r d a y a a n
masyarakat dan
p e n a n g g u l a n g a n
bencana dan
krisis kesehatan
8. Peningkatan pelayanan
kesehatan primer,
sekunder dan tertier.
9. Pada program Jamkesmas
dinyatakan bahwa jaminan
kesehatan merupakan suatu
cara pemeliharaan kesehatan
terkendali yang mengandung
kendali biaya, mutu dan
pemerataan. Berdasarkan
Ropmap Jamkesmas 2010-2014
pada pelayanan kesehatan
sudah memasukkan pelayanan
dokter/ dokter gigi keluarga
merupakan bagian dari Pusat
Pelayanan Kesehatan. AuliyAnA
Ir.Bambang Hermanto membawakan materi Building Learning Comitment
liputan
26 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik Pelayanan Kedokteran Keluarga
BeKASi – Pada tanggal 19 April 2010 telah dilaksanakan
Penyusunan Road Map Pelayanan Kedokteran
Keluarga dan Revisi Pedoman Perizinan Praktik
Pelayanan Kedokteran Keluarga. Tujuan pertemuan
ini untuk membahas dan mendiskusikan mengenai
perencanaan pelayanan kedokteran keluarga ke
depan di Indonesia dan menyamakan persepsi
mengenai konsep pelayanan kesehatan dengan
pendekatan kedokteran keluarga layanan primer, hal
inilah yang disampaikan Kepala Sub Dit Bina Pelayanan
Kedokteran Keluarga, drg. Bulan Rachmadi, M.Kes.
Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R.
Mustikowati, M.Kes menyampaikan bahwa sarana
pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah maupun
pelayanan kesehatan swasta berbasis masyarakat
telah terdapat dihampir semua daerah perkotaan
sampai wilayah kecamatan, namun demikian
sampai saat ini upaya kesehatan termasuk upaya
kesehatan strata pertama belum terselenggara
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
2010-2014, telah menggariskan arah kebijakan, salah
satu program upaya Kesehatan Perorangan yang
ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan
dan kualitas pelayanan kesehatan melalui suatu sistim
pelayanan kesehatan yang terpadu dan berjenjang.
Salah satu kegiatan pokok dari program Upaya
Kesehatan Perorangan ini adalah pengembangan
dokter keluarga sebagai pelaku utama pelayanan
medik dan penata rujukan di strata pertama.
Pelayanan Kedokteran Keluarga sebagai upaya
Kesehatan Perorangan Strata pertama yang mengacu
pada kepentingan status kesehatan setinggi-tingginya
dari pengguna jasa kesehatan dengan konteks keluarga
perlu terus dikembangkan dengan mengupayakan
masuk ke dalam kurikulum fakultas kedokteran.
Pembukaan Pertemuan : Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, drg. S.R. Mustikowati, M.Kes, didampingi Kepala Sub Dit Bina Pelayanan Kedokteran Keluarga, drg. Bulan Rachmadi, M.Kes
liputan
27Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Info
Untuk itu perlu dilakukan
kerjasama dengan seluruh
stakeholders terkait agar program
pelayanan kedokteran keluarga
ini bisa terpadu dan komprehensif
dalam pelaksanaanya, sehingga
dapat dihasilkan produk
pelayanan yang optimal.
Pertemuan yang dihadiri para
professional dan praktisi kedokteran
keluarga serta stakeholders terkait,
untuk bersama-sama melihat apa
yang telah dikerjakan dan dihasilkan
terutama produk yang telah
dihasilkan oleh Fakultas Kedokteran
atau Kedokteran Gigi, Profesi,
Kolegium, Kementerian Kesehatan
dan Dinas Kesehatan, untuk
bersama-sama melihat kembali
dan distandarkan secara nasional
sehingga dapat digunakan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.
Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar
mengharapkan agar kita bersama-
sama merumuskan problematika
pelayanan kedokteran / kedokteran
gigi keluarga dan menyusun tindak
lanjut untuk lima tahun kedepan
terkait dengan akselerasi pelayanan
kedokteran keluarga. dSy
peRKemBAngAn ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa usia manusia yang semakin tua diikuti pula semakin sedikit hormon HGH yang dikeluarkan tubuh. Setelah mencapai usia 25 tahun, kadar HGH terus menurun sampai usia 70 tahun. Hal ini berpengaruh pada organ tubuh penting manusia yang menciut hingga 30 % seperti hati, otak dan jantung.
Apa itu HGH ?HGH adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari mulai dari masa kanak-kanak sampai sepanjang umur manusia. Hormon merangsang pertumbungan dan mengatur metabolisme dengan fungsi kerjasama dari semua organ tubuh.
HGH membantu pertumbuhan dari •masa kanak-kanakPertumbuhan tulang sampai usia •25 tahunMemelihara kesehatan dan organ •penting di dalam tubuh (hati, otak dan jantung)Peremajaan fungsi sel-sel jaringan •kulit, jaringan tulang dan perkembangan otot yang lebih kuat serta membantu memperbaiki ukuran dan fungsi otak.
Hormon Pertumbuhan Manusia (Human Growth Hormon/HGH)
Mengapa kita menjadi tua ?Penuaian disebabkan oleh penurunan fungsi endoktrin yang mengurangi kadar zat dalam tubuh manusia (khususnya hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary)Berkurangnya produksi HGH dalam tubuh juga mempercepat proses penuaan secara fisik.
HGH berperan penting dalam memelihara kesehatan bagi orang yang telah termakan usia, gejala awal proses penuaan seperti stamina lemah, perasaan cepat berubah, kulit menjadi keriput, libido yang menurun, gelisah, aprosexia, frustasi, sikap negatif, dan tidak suka bergaul.
Apakah proses penuaan dapat dicegah ?Perkembangan teknologi yang semakin maju serta banyak ditemukannya pengobatan modern yang dapat memperlambat dan bahkan mencegah proses penuaan. Peningkatan kadar HGH dalam tubuh dapat mencegah penyakit, meregenerasikan fungsi organ tubuh dan mampu mengembalikan kerusakan hingga 10 – 20 tahun ke belakang, Namun obat terbaik menghadapi proses penuaan adalah gabungan dari gaya hidup sehat dan pengobatan atau
mengonsumsi suplemen yang mampu meremajakan fungsi organ tubuh. Dapat penuaan dihindari ?Kebanyakan orang takut pada proses penuaan, karena merasa tidak cantik lagi, tidak berguna dan akan ditinggalkan kekasih atau pasangannya. Dan yang lebih menghantui lagi adalah menjadi tua dan sakit. Ajal memanglah tidak dapat dihindari, melawan proses penuaan dapat saja dilakukan. Penyakit-penyakit yang kebanyakan diderita pada usia lanjut adalah kencing manis (diabetes), stroke, kanker, aizheimer. Rasa takut dan penyakit yang menghantui para usia lanjut ini dapat dihindari dengan pengetahuan yang benar dan pola hidup sehat serta pengobatan dini. Manusia dapat hidup hingga 100 tahun bila tidak menderita penyakit. (berbagai sumber)
liputan
28 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
BAndung - Kegiatan Workshop Pencegahan dan
Pengendalian (PPI) dan PPI - Tuberkulosis di Rumah Sakit
ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan tersosialisasinya berbagai kebijakan
terkait Pelaksanaan PPI dan PPI-TB di RS, Direktorat
Jenderal Bina Yanmed telah melatih 100 RS rujukan flu
burung dan 60 RSU non rujukan flu burung. Dan untuk
menunjang keberhasilan pelaksanaan pelayanan TB
di RS akan dilakukan pelatihan PPI dan PPI TB bagi
RS sesuai dengan target Rencana Strategis (Renstra)
Kemenkes 2010-2014. Demikian laporan Direktur Bina
Pelayanan Medik Spesialistik, Dr. Andi Wahyuningsih
Attas, SpAn.
Pertemuan Workshop PPI dan PPI-TB di RS akan
dilaksanakan selama lima hari, yaitu tanggal 19 s/d 23
April 2010 di Bandung dengan peserta 55 orang terdiri
dari dokter spesialis, dokter umum dan perawat yang
berasal dari 18 Rumah Sakit. Workshop PPI dan PPI-
TB ini akan menggunakan modul yang telah tersedia
dengan metode workshop berupa pemaparan, diskusi,
praktik penggunaan alat pelindung diri, dan kunjungan
lapangan ke RSUP Hasan Sadikin.
Workshop Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)dan PPI -TB di Rumah Sakit
Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes menyatakan
bahwa Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
tahun 2008 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk
Pembukaan Workshop PPI dan PPI-TB oleh Sesditjen dan didampingi oleh Direktur Bina Pelayanan Medik Spesialistik
Kasub Dit Bina Yanmed Spesialisasi di RS Khusus sebagai salah satu Narasum-ber Workshop PPI dan PPI-TB
Panita Workshop
liputan
29Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam ppi dan ppi-TB yaitu :1. Setiap RS harus melaksanakan PPI berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, nomor : 270/MENKES/
SK/III/2007 tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
2. Pelaksanaan PPI dimaksud sesuai dengan pedoman manajerial PPI di RS dan pedoman PPI-TB di RS yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.
3. Direktur RS membentuk Komite PPI dan Tim PPI yang berada di bawah koordinasi Direktur.4. Komite PPI minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua sebaiknya dokter yang mempunyai
kepedulian, minat, pengetahuan dan pengalaman mendalami masalah infeksi, mikrobiologi klinik atau epidemiologi klinik sedangkan Tim PPI terdiri dari perawat PPI atau IPCN (Infection Prevention Control Nurse) dan satu dokter PPI setiap 5 perawat PPI.
5. Tugas Direktur adalah membentuk Tim PPI RS dengan SK, Menentukan kebijakan PPI Nosokomial, Mendukung penyelenggaraan upaya PPI Nosokomial berupa fasilitas sarana, prasara dan anggaran serta mengesahkan SOP, mengevaluasi kebijakan PPI Nosokomial, pemakaian antibiotika yang rasional dan disinfektan di RS, bila perlu menutup suatu perawatan/instalasi yang dianggap potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan atas saran PPI RS.
latar belakang kebijakan Kementerian Kesehatan untuk ppi dan ppi-TB, yaitu :1. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di RS dihadapkan
pada resiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial (infeksi yang diperoleh di rumah sakit baik karena perawatan atau berkunjung di rumah sakit).
2. Adanya peningkatan kasus infeksi (new emerging, emerging dan re-emerging diseases), wabah dan Kejadian Luar Biasa yang memerlukan pencegahan dan pengendalian baik secara kualitas maupun kuantitas.
3. RS harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu, akuntabel, transparan terhadap masyarakat khususnya terhadap jaminan keselamatan pasien (patient safety) sesuai standart yang telah ditentukan.
4. Untuk menekan kejadian infeksi RS perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pembinaan, pedidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi.
5. Tuberkulosis merupakan target ke 4 dari Millenium Development Goals (MDGs), target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, termasuk 21 indikator Standart Penilaian Minimal RS dan diusulkan menjadi indikator penilaian akreditasi RS.
6. DOTS di RS telah diterapkan sejak tahun 1999 oleh Kementerian Kesehatan namum belum optimal dan Indonesia masih penyumbang TB terbanyak di dunia.
dalam negara-negara penyumbang tuberkulosis ke-3
terbanyak di dunia setelah India dan China.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 menyatakan pernyakit Tuberkulosis merupakan
penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke.
Tuberkulosis juga menempati urutan pertama dalam
proporsi penyakit menular (27,8%).
Kondisi ini diperparah oleh kasus HIV/AIDS yang
semakin meningkat dan bertambahnya jumlah kasus
Multi Drugs Resistant-TB (MDR-TB). Keadaan ini akan
memicu epidemi TB yang semakin sulit dan akan terus
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama.
Kemenkes RI telah mengadakan Pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
untuk 100 rumah sakit rujukan flu burung, 61 RSU
pemerintah non rujukan flu burung, 47 RSU swasta dan
13 RS khusus. Diharapkan rumah sakit yang telah dilatih
nantinya dapat menerapkan program pencegahan
dan pengendalian infeksi dengan baik sehingga
bermanfaat dan dapat meningkatkan mutu pelayanan
di rumah sakit. AuliyAnA
liputan
30 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Sosialisasi Software dan Penyusunan Target Pagu dan Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga Tahun Anggaran 2011
BAndung – Perjalanan Rumah Sakit setelah ditetapkan
sebagai PPK-BLU, serta kontribusi Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dalam APBN semakin besar
peranannya didalam membiayai pembangunan.
Hal ini bukan hanya semata-mata dari angka-angka
statistik saja, tetapi telah terbukti dapat mendorong
pemberian pelayanan publik yang semakin berkualitas,
khususnya di bidang pelayanan kesehatan, hal inilah
yang disampaikan Direktur Jenderal Bina Pelayanan
Medik, Farid W. Husain, pada pembukaan Pertemuan
Sosialisasi Software TP RPNBP, Penyusunan TP RPNBP
dan RKAKL PNBP Tahun Anggaran 2011, tanggal 22 –
24 Maret 2010.
Pertemuan yang dihadiri Direktur PNBP Direktorat
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Direktur
Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran
Kementerian Keuangan, dan Direktur PPK BLU
Kementerian Keuangan.
Dalam Laporan Kepala Bagian Keuangan, Mangapul
Bakara, MM, M.Kes, menjelaskan pentingnya pertemuan
ini mengingat dalam waktu dekat akan dilakukan
pembahasan RBA-RS BLU Tahun Anggaran 2011
dengan instansi terkait, yaitu Kementerian Keuangan
dan Kementerian Kesehatan. Penyusunan Rencana
Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga untuk anggaran
yang bersumber dari Penerimaan (PNBP/BLU), usulan
tersebut akan digunakan dalam rangka penyusunan
target, pagu dan realisasi PNBP Rumah Sakit Tahun
2011, yang akan dituangkan dalam Aplikasi Software
Target Pagu dan Realisasi (TPR) PNBP. Sehingga dalam
pertemuan ini juga akan dilakukan sosialisasi program
aplikasi TPR-PNBP versi terbaru yang akan dilakukan
oleh Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat
Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
Dualisme mengenai dampak kenaikan PNBP
terhadap menurunnya alokasi anggaran rutin (rupiah
murni) harus dihentikan, karena dalam berbagai forum
pembahasan anggaran, baik di DPR maupun di tingkat
Kementerian/Lembaga telah sama-sama disadari
perlunya pemisahan kedua jenis sumber pendapatan/
Peserta Pertemuan
liputan
31Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
anggaran tersebut bagi Rumah
Sakit.
Disadari bahwa peningkatan
pendapatan Rumah Sakit juga
berdampak terhadap meningkatnya
biaya operasional. Dengan demikian
apabila pendapatan rumah sakit
meningkat, maka peningkatan
tersebut juga berdampak terhadap
meningkatnya biaya yang harus
ditanggung oleh rumah sakit.
Saat ini Unit-Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik sedang
gencar-gencarnya untuk menjadi
Institusi yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK-BLU) yang
mengutamakan kemandirian dan
fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan.
Dari hasil penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan BLU di
Rumah Sakit saat ini, terlihat bahwa
hasil dari penerimaan rumah sakit
tersebut menempati proporsi
yang sangat tinggi dalam alokasi
anggaran Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik.
Kebutuhan yang diinginkan oleh
Rumah Sakit untuk menjalankan
operasional RS termasuk
pemeliharaan dan pengadaan
peralatan kesehatan yang sesuai
dengan perkembangan di bidang
teknologi kesehatan, masih jauh
dari yang diharapkan, sehingga
subsidi dari pemerintah masih tetap
diperlukan.
Direktur Jenderal berharap
agar dalam penggunaan anggaran
rumah sakit perlu kehati-hatian
Saudara, dan agar tetap mengacu
pada peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Semua
kegiatan agar dilakukan dengan
perencanaan yang matang dan
sesuai dengan skala prioritas yang
sangat dibutuhkan oleh rumah
sakit, sehingga Saudara-saudara
dapat terhindar dari hal-hal yang
tidak kita inginkan. HumAS
Kini sayuran terong Belanda memang cukup akrab dijumpai dipasaran. Dibalik kesegaran buah terong Belanda yang mengandung banyak
air dan vitamin C ini tersimpan banyak manfaat, selain untuk masakan juga bisa dimanfaatkan sebagai juice.
Terong Belanda (cyphomandra betacea) atau terung kori, terong madras dikenal juga dengan nama salanun kabiu mulai dikembangkan di Bogor, Jawa Barat sejak tahun 1941. Mungkin pertama kali dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh orang Belanda pada saat itu sehingga dikenal dengan nama terong Belanda.
Manfaat dan Kandungan GiziBentuk buahnya bulat telur dengan warna ungu atau
kemerahan. Tekstur daging buahnya lunak dengan rasa asam manis. Buah terung Belanda tekstur dagingnya keras, kulitnya licin dan liat sehingga mudah dikelola. Selain bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah, rasa terong Belanda yang segar juga enak diolah sebagai
campuran sayuran.Buah mentah dapat digunakan untuk masakan acar,
kari ataupun sambal sedangkan buah matang untuk sirup atau rujak. Cocok juga diolah menjadi sirup,
selai, minuman juice atau menjadi bahan campuran salad.
Terong Belanda selain kaya akan air juga mengandung provitamin A yang bagus untuk kesehatan mata dan vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Mineral penting seperti potasium, fosfor dan magnesium mampu menjaga dan memelihara kesehatan tubuh.
Serat yang tinggi didalam terong Belanda bermanfaat untuk mencegah kanker dan sembelit / konstipasi. Dalam
setiap 100 gram bagian terong Belanda yang dapat dimakan mengandung air 85 gram, protein 1,5 gram, lemak 0,006 - 1,28 gram, karbohidrat 10 gram, serat 1,4 - 4,2 gram, abu 0,7 gram, vitamin A 150 - 500 SI dan vitamin C25 mg.
(berbagai sumber)
Nilai Lebih Terong BelandaInfo
liputan
32 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas
SOlO – Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan
pemerintah yang baik (good government) adalah
dengan meningkatkan efektivitas dan produktifitas
kerja, serta tertib administrasi di lingkungan instansi
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Administrasi sebagai komponen penting dalam
ketatalaksanaan pemerintah, yang meliputi Naskah
Dinas, Penamaan Lembaga, Singkatan dan Akronim,
Kearsipan serta Tata Ruang Perkantoran. Tata Naskah
Dinas sebagai salah satu unsur administrasi merupakan
sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan pesan
Pembukaan Sosialisasi Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas oleh Sesditjen, Dr. dr. Sutoto, M.Kes dan Kasubbag TU dan Gaji, Dra. Akas Yekli Angembani.
dan informasi dari satu pihak kepada pihak lain.
Secara khusus fungsi naskah dinas adalah sebagai
duta atau wakil penulis untuk berhadapan dengan
lawan bicara, sebagai alat pengingat, karena naskah
dinas dapat diarsipkan dan dapat dilihat lagi bila
diperlukan, serta sebagai pedoman kerja seperti
surat keputusan atau surat instruksi dan sebagai
alat bukti tertulis hitam diatas putih, karena dalam
penyusunan naskah dinas hendaknya menggunakan
format yang menarik, yakni letak bagian-bagian surat
teratur, sesuai dengan ketentuan yang ada, tidak
liputan
33Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
disusun menurut keinginan penulis.
Kemudian dalam pemakaian
bahasa harus jelas, padat dan
beradab. Maksudnya bahasanya
mudah dimengerti, dinyatakan
secara tegas dengan tanda baca
yang tepat dan padat, maksudnya
langsung mengungkap pokok
pikiran yang ingin disampaikan
tanpa basa basi dan berbunga-
bunga. Serta bahasa yang adab
adalah bahasa yang sopan, simple
dan tidak menyinggung perasaan
penerima naskah dinas tersebut.
“Selama ini penyelenggaraan
Naskah Dinas di lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik masih belum sepenuhnya
memperoleh kesamaan pengertian,
bahasa dan penafsiran serta
keterpaduan antara Pusat dan
UPT. Masih terkesan dianggap
sebagai suatu hal yang remeh
dan tidak menjadi suatu hal yang
prioritas. Sehingga pelaksanaan di
lapangan masih berjalan menurut
kondisi masing-masing unit kerja”,
hal inilah yang disampaikan
Sekretaris Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto,
M.Kes pada pembukaan Sosialisasi
Petunjuk Teknis Tata Naskah
Dinas, tanggal 16 April 2010.
Untuk mempermudah penyera-
gaman dan pemahaman yang
sama dalam penyelenggaraan Tata
Naskah Dinas, maka Sekretariat
di lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik berinisiatif
mengadakan Pertemuan Sosialisasi
Petunjuk Teknis Tata Naskah Dinas,
dengan mengundang Narasumber
dari Lembaga Sandi Negara, Pusat
Bahasa Kementerian Pendidikan
Nasional, Kementerian Negara
Pendayaguna Aparatur Negara dan
Biro Umum Kementerian Kesehatan.
Melalui pertemuan ini, diharapkan
terwujudnya keterpaduan
Pengelola Tata Naskah Dinas di
lingkungan Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik. Ani mindO
liputan
34 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
yOgyAKARTA – Pertemuan Peningkatan Ketrampilan
ICD 10 dan ICD 9 CM, dilaksanakan di Yogyakarta
pada tanggal 16 s/d 18 April 2010, dengan tujuan
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelaporansistem
informasi Rumah Sakit serta meningkatkan ketrampilan
petugas medical record di rumah sakit dalam
menentukan diagnosa penyakit berdasarkan ICD
10 dan prosedur berdasarkan ICD 9 CM. Peserta
kegiatan ini adalah Pelaksana Coding dari RS Vertikal
Kementerian Kesehatan RI, Rumah Sakit Umum Daerah
dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik demikian laporan Kepala Bagian Program
Informasi, dr. Achmad Subagiyo T., MARS.
Dalam sambutannya Sekretaris Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes. menyatakan
sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI, No. : 1410/
MENKES/SK/X/2003, tentang Sistem Informasi
Rumah Sakit di Indonesia bahwa setiap rumah sakit di
seluruh Indonesia yang sudah teregistrasi hendaklah
mengirimkan laporannya sesuai dengan mekanisme,
format dan jenis laporan yang telah ditetapkan dalam
lampiran keputusan tersebut. Salah
satu laporan yang telah ditetapkan
adalah laporan Morbiditas dan
Mortalitas Rumah Sakit yang
dikirimkan setiap triwulan (3
bulanan), laporan tersebut
memuat data Morbiditas dan
Mortalitas pasien rawat jalan dan
rawat inap yang dikelompokkan
berdasarkan ICD 10 (International
Classification of Deseases – Tent
Revision) yang dikeluarkan oleh
WHO, selain penerapan ICD 10
untuk diagnosa dan ICD 9 CM
untuk prosedur sekarang ini sudah
menjadi keharusan pada rumah
sakit di Indonesia seiring dengan
pelaksanan INA-DRG Case Mix dalam pelayanan pasien
Jemkesmas terhitung 1 Januari 2009.
Berdasarkan laporan data dan monitoring
pelaporan sistem informasi rumah sakit pada tahun
2009, tercatat baru sekitar 60 % rumah sakit yang telah
mengirimkan laporan. Salah satu penyebabnya adalah
kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
dibidang koders selain itu perkembangan teknologi
sampai ini saat masih belum dimanfaatkan secara
maksimal ditambah dengan kurangnya perhatian pada
tingkat pimpinan di rumah sakit terhadap pentingnya
pelaporan ini.
Berbagai terobosan terus dikembangkan oleh
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas sistem informasi
rumah sakit yaitu meningkatkan ketrampilan petugas
rumah sakit maupun kantor pusat, bimbinga teknis
baik ke rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi/
Kabupaten/kota serta pengadaan alat-alat pengelolah
data dan media penyebaran informasi lainnya.
AuliyAnA, Sf dAn peliTA
Sekretaris Ditjen Bina Pelayanan Medik, Dr. dr. Sutoto, M.Kes dan Kabag Program dan Informasi, dr. Achmad Subagiyo, T.MARS
Peningkatan Ketrampilan ICD 10 dan ICD 9 CM
liputan
35Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Peningkatan Potensi PegawaiBina Pelayanan Kesehatan JiwadenpASAR,BAli - Pembukaan Peningkatan Potensi
Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Ditjen Bina
Pelayanan Medik tahun 2010 oleh Direktur Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa Dr. Irmansyah,Sp.KJ(K),
yang diikuti oleh seluruh pegawai dilaksanakan di Bali
tanggal 25 Maret 2010, dalam sambutannya beliau
menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan
melakukan restrukturisasi organisasi yang tentunya
diikuti oleh terjadinya perubahan-perubahan yang
signifikan terhadap Dit Bina Pelayanan Kesehatan
Jiwa rutama perubahan yang akan dialami baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh para pegawai
. Dengan tema ”Melalui Kegiatan Peningkatan Potensi
Diri Pegawai Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
siap menghadapi Perubahan Organisasi” membulatkan
tekad untuk lebih meningkatkan kerjasama satu sama lain
demi mewujudkan visi dan misi organisasi, menciptakan
komitmen yang tinggi, bekerja meningkatkan prestasi
agar mencapai penyelenggaraan pemerintah yang
good governance dengan selalu mengedepankan
nilai-nilai hak asasi manusia .
Kegiatan Peningkatan Potensi Pegawai Dit.Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa di lingkungan Ditjen
Bina Pelayanan Medik tahun 2010 bertujuan untuk
meningkatkan kinerja pegawai dengan memupuk
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Dr Irmansyah,Sp.KJ(K) memberi sambutan pada acara Peningkatan Potensi Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa.
Antusias dari pegawai Dit.Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa pada acara Peningkatan Potensi Pegawai Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
kebersamaan dan menjalin komunikasi yang intens.
Pertemuan ini diadakan dengan metode outbond,
ceramah, diskusi interaktif dan games. Narasumber
antara lain: Prof Agus Purwadianto, SH, Direktur Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa, dan Dr. Denny Thong,
Sp.KJ.
Diharapkan dengan kegiatan ini akan mendorong
pegawai Dit. Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa untuk
lebih memacu produktifitas kerja dalam menghadapi
restrukturisasi di Kementerian Kesehatan RI.
SufeRmi SOfyAn
ragam
36 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Dalam rangka mendorong peningkatan
pelayanan publik dan sejalan dengan
pelaksanaan Undang-Undang nomor
25 tahun 2009 tentang pelayanan
publik yang mempunyai kinerja terbaik
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta
Penyerahan Piala Citra dan Penghargaan Pelayanan
Prima 2010 yang akan diberikan oleh Presiden RI,
Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Pelayanan
Publik Sedunia tanggal 23 Juni 2010.
Berdasarkan hal tersebut Kementerian Kesehatan
membentuk Tim Penilai Unit Pelayanan Publik sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor :
HK.03.01/IV/SK/089/2010, tanggal 29 Januari 2010,
dengan tugas menilai Unit Pelayanan Publik yang
diunggulkan oleh Unit Utama.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik
mengusulkan 3 Unit Pelaksana Teknis terbaiknya yaitu
RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Sanglah Denpasar dan
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya. Bagian
Hukum, Organisasi dan Humas menjadi fasilitator
kegiatan tersebut.
Kegiatan mulai dinilai dari tanggal : 25 Februari s/d
10 Maret 2010, untuk menilai 16 Unit Pelayanan Publik,
penilainya dari Setjen dan Unit Utama di Kementerian
Kesehatan. Penilaian Berdasarkan Petunjuk Teknis
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara, Nomor : PER/25/M.PAN/05/2006 tentang
Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik.
Hal-hal yang dinilai adalah :
1. Visi, Misi, Motto Pelayanan Publik dan Janji
Pelayanan yang mampu memotivasi pegawai untuk
memberikan pelayanan terbaik
2. Visi, Misi, Motto dan Janji pelayanan terpampang
secara luas dan diketahui oleh pengguna
pelayanan
3. Standart Prosedur Tetap (SOP) atau Standart
Pelayanan yang sepenuhnya dipergunakan
sebagai acuan pelaksanaan pelayanan dibuat
Surat Keputusannya dan terpampang ditempat
pelayanan
4. Sistem Pengelolaan Dokumen/Berkas yang
mempunyai petugas yang ditunjuk, ada tempat
khusus dan terdapat SK atau Juklak pengelolaan
dokumen
5. Bila memungkinkan terdapat ISO 9001:2000 dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.
6. Sistem atau Prosedur Pengelolaan Pengaduan
Pengguna Layanan yang sudah terdapat petugas,
SK prosedur pengaduan, pengelolaan yang sesuai
prosedur.
7. Sistem Pengelolaan Mutu Pelayanan yang sudah
dibuatkan dokumen (SK) tentang penunjukan
kelompok budaya kerja atau gugus kendali mutu,
dan terdapat arsip hasil kerjanya.
8. Terdapat Uraian Kerja yang jelas dan telah dibuat
SK, serta ada uraian tugas untuk setiap pegawai
secara jelas menggambarkan kegiatan yang harus
dilakukannya sesuai jabatan atau fungsi, ada ukuran
kinerja serta evaluasi kinerja secara berkala.
9. Terdapat Persyaratan Pelayanan, yang disyaratkan
Bersaing SehatCitra Pelayanan Prima
Foto bersama tim penilai Unit Pelayanan Prima 2010
ragam
37Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
upT diTJen BinA pelAyAnAn mediK yAng TelAH meneRimA piAlA CiTRA pelAyAnAn pRimATahun 2004 : RSUP Fatmawati JakartaTahun 2006 : RS Jantung Harapan Kita Jakarta Balai Laboratorium Kesehatan JakartaTahun 2008 : RSUP Hasan Sadikin Bandung
secara resmi melalui SK, dan
diumumkan ditempat yang
mudah dilihat pengguna
pelayanan.
10. Terdapat Biaya/Tarif Pelayanan
ditetapkan secara resmi,
berdasarkan dasar hukum
yang jelas, diumumkan kepada
pengguna pelayanan.dan tidak
ada punggutan lain diluar
ketentuan biaya/tarif.
11. Terdapat Standart Waktu
untuk Penyelesaian Pelayanan
yang ditetapkan secara resmi,
diumumkan ditempat yang
mudah dilihat pengguna
pelayanan dan pelayanan
dilaksanakan sesuai standart
waktu yang ditetapkan.
12. Terdapat Akses Informasi yang
dapat dipergunakan oleh
pengguna pelayanan (misal ada
leaflet, poster, gambar, skema
pelayanan, informasi pelayanan,
papan pengumuman dll)
13. Terdapat Pedoman Resmi
tentang sikap dan perilaku
petugas pelayanan dan
pegawai yang diterapkan dan
dievaluasi secara berkala, serta
bila ada keluhan pengguna
pelayanan terhadap petugas
diterima dan ditindak lanjuti
14. Sikap dan Perilaku Pegawai
dalam memberikan
pelayanan kepada
pengguna pelayanan
yang diharapkan peduli,
ramah serta sopan
15. K e d i s i p l i n a n
Pegawai dalam
memberikan pelayanan
kepada pengguna
pelayanan yaitu sampai
30 menit dari jam
mulai pelayanan sudah 75 %
pegawai yang bekerja, hal ini
dapat dilihat dari absensi jam
kedatangan
16. Tingkat Kepekaan/Respon
Pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada pengguna
layanan, yaitu terlihat dari sikap
petugas yang selalu memberi
perhatian kepada pengguna
pelayanan dan proaktif
17. Tingkat Ketrampilan Pegawai
dalam memberikan pelayanan
kepada pengguna pelayanan
yaitu terlihat cekatan, sigap
dan cakap menggunakan alat
bantu pelayanan dan tidak
ada kekeliruan yang bisa
menghambat pelayanan
18. Terdapat Kebijakan dan
Rencana Pengembangan
Pegawai dalam rangka
peningkatan profesionalisme
yang bertujuan meningkatkan
kualitas pelayanan.
19. Semua Sarana yang
dipergunakan secara optimal
terlihat dari daftar inventaris
dan 90 % sarana yang ada
didaftar didayagunakan
20. Sarana Pelayanan efektif,
bersih, terawat sehingga
membuat nyaman pengguna
pelayanan (sarana tidak
ada yang rusak, memakai
teknologi terbaru), penataan
ruangan mempertimbangkan
alur pelayanan sehingga
menciptakan kenyamanan,
terdapat sarana pelengkap
yaitu tempat parkir, ruang
tunggu, toilet, pengeras suara
dll
21. Terdapat Sarana Pengaduan
yaitu kotak pengaduan, loket
pengaduan, telepon, tol, email
yang berfungsi dengan baik
dan terdapat petugasnya
Berdasarkan penilaian di atas
maka Tim Penilai Kementerian
Kesehatan memilih 5 Unit Pelayanan
Publik terbaik, selanjutnya tim
penilaian Kementerian Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Birokrasi menetapkan 3 unit
pelayanan publik antara lain Balai
Besar Laboratorium Kesehatan
Surabaya, Balai Besar Litbang
Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Tawangmangu, RS Kanker Dharmais
Jakarta menjadi nominasi untuk
mendapatkan Penghargaan Citra
Pelayanan Prima 2010. AuliyAnA
ragam
38 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Model Baru Pelayanan Kedokteran Keluarga Dikaitkan Dengan Jamkesmas
Oleh : Dr.Emil Ibrahim, MARS
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
merupakan program unggulan Kementerian
Kesehatan. Namun berbagai kalangan sangat
menyesalkan masih terjadi pembiayaan di rumah sakit
menjadi besar bahkan menjadi beban pemerintah
karena anggaran Jamkesmas masih terbatas.
Hal ini mungkin dapat di kurangi dengan
meningkatkan cakupan pelayanan dasar melalui
penerapan konsep Kedokteran Keluarga (KK) dan
konsep Kedokteran Gigi Keluarga (KGK) serta konsep
kePerawatan Keluarga (KPK) secara terpadu.
WHO dan WONCA (World Organization of Family
Doctors), sejak 1994 menyatakan pentingnya peran
dokter keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan
penduduk dunia melalui pelayanan tingkat pertama
yang dilaksanakan secara bermutu, efektif, efisien, dan
berkesinambungan.
Berbagai alasan lain, dapat dirujuk untuk mulai
menggunakan Pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu
(PKKT) ini, antara lain:
(1.) Undang-undang Praktek Kedokteran No 29 thn
2004 : menuntut perbaikan kualitas pelayanan
dasar dan kualitas dokter praktek umum;
(2.) Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) No 40 thn 2004 : Pelaksanaan bidang
kesehatan membutuhkan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang terstruktur dan berjenjang;
(3.) Undang-undang Kesehatan No 36 thn 2009,
mengamanatkan:
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam •memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan berhak atas pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, terjangkau
(pasal 5)
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, •mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat
(pasal 14 ayat 1)
Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan •untuk menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan dan
keluarga (pasal 53);
(4.) Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
No. 1415/MENKES/SK/X/2005 dan Pedoman
Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga No.
039/MENKES/SKI/I/2007;
(5.) Target MDG’s yang harus dicapai Indonesia
sebelum tahun 2015.
Tujuan pengembangan pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu (pKKT) di indonesia
Untuk Indonesia, manfaat PKKT tidak hanya untuk
mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka
turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok
pelayanan kesehatan lain yakni:
1. Pendayagunaan tenaga kesehatan dalam PTT
2. Perluasan cakupan pelayanan dasar
3. Perluasan cakupan Jaminan Kesehatan Masyarakat
4. Menghadapi era globalisasi
Batasan dan Ruang lingkup pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu
PKKT adalah pelayanan kesehatan dasar/primer yang
menyelenggarakan pelayanan primer yang proaktif,
ragam
39Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
komprehensif, kontinu, integratif,
holistik, koordinatif, dengan
mengutamakan pencegahan,
menimbang pendekatan individu
dan peran keluarga, serta
lingkungan dunianya. Pelayanan
diberikan kepada semua pasien
tanpa memandang jenis kelamin,
usia ataupun jenis penyakitnya.
Pelayanan Kedokteran Keluarga
Terpadu, melibatkan Dokter dan
Dokter Gigi sebagai penyaring di
tingkat primer dan di bantu oleh
Perawat dan Bidan. Perawatan
kesehatan dapat di lakukan di
fasilitas PKKT dan di rumah serta
rujukan kepada fasilitas (Puskesmas
– Rumah Sakit – Lab) atau tenaga
yang lebih mampu (dokter Spesialis
yang kesemuanya bekerja sama
di bawah naungan peraturan dan
perundangan.
Pembiayaan pelayanan
Kedokteran Keluarga dilakukan
dengan Jamkesmas melalui sistem
kapitasi.
PKKT harus mempunyai
kompetensi khusus yang lebih
dari pada seorang lulusan fakultas
kedokteran/kedokteran gigi pada
umumnya. Kompetensi yang harus
dimiliki oleh setiap tenaga pada
PKKT secara garis besarnya ialah :
1. Menguasai dan mampu
menerapkan konsep
operasional kedokteran/
kedokteran gigi/keperawatan
keluarga
2. Menguasai pengetahuan
dan mampu menerapkan
ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga
3. Menguasai pengetahuan
dan mampu menerapkan
ketrampilan klinik dalam
pelayanan keperawatan
keluarga
4. Secara efektif berkomunikasi
dengan pasien dan semua
anggota keluarga dengan
perhatian khusus terhadap
peran dan risiko kesehatan
keluarga
5. Secara efektif memanfaatkan
kemampuan keluarga untuk
berkerjasana menyelesaikan
masalah kesehatan,
peningkatan kesehatan,
pencegahan dan penyembuhan
penyakit, serta pengawasan dan
pemantauan risiko kesehatan
keluarga
6. Dapat bekerjasama secara
profesional secara harmonis
dalam satu tim pada
penyelenggaraan pelayanan
kedokteran/kesehatan.
Berbagai karakteristik pelayanan Kedokteran Keluarga Terpadu:1. Lynn P. Carmichael (1973)
a. Mencegah penyakit dan
memelihara kesehatan
b. Pasien sebagai bagian dari
keluarga dan masyarakat
c. Pelayanan menyeluruh,
mempertimbangkan pasien
dan keluarganya
d. Andal mendiagnosis,
tanggap epidemiologi
dan terampil menangani
penyakit
e. Tanggap saling-aruh faktor
biologik-emosi-sosial, dan
mewaspadai kemiripan
penyakit.
2. Debra P. Hymovic & Martha
Underwood Barnards (1973)
a. Pelayanan responsif dan
bertanggung jawab
b. Pelayanan primer dan lanjut
c. Diagnosis dini, capai taraf
kesehatan tinggi
d. Memandang pasien dan
keluarga
e. Melayani secara maksimal
3. IDI (1982)
a. Memandang pasien
sebagai individu, bagian
dari keluarga dan
masyarakat
b. Pelayanan menyeluruh dan
maksimal
c. M e n g u t a m a k a n
pencegahan, tingkatan
taraf kesehatan
d. Menyesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan
memenuhinya
e. M e n y e l e n g g a r a k a n
pelayanan primer dan
bertanggung jawab atas
kelanjutannya
Adapun tugas dan wewenang pKKT, meliputi :A. Tugas PKKT:
1. Menyelenggarakan pelayanan
primer secara paripurna
menyuruh, dan bermutu guna
penapisan untuk pelayanan
spesialistik yang diperlukan,
2. Mendiagnosis secara cepat
dan memberikan terapi secara
cepat dan tepat,
3. Memberikan pelayanan
kedokteran secara aktif kepada
pasien dan keluarga pada saat
sehat dan sakit,
4. Membina keluarga pasien
dan keluarga berpartisipasi
dalam upaya peningkatan
ragam
40 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
taraf kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan dan
rehabilitasi,
5. Menangani penyakit akut dan
kronik,
6. Melakukan tindakan tahap awal
kasus berat agar siap dikirim ke
rumah sakit,
7. Tetap bertanggung-jawab
atas pasien yang dirujukan ke
Dokter Spesialis atau dirawat di
RS,
8. Memantau pasien dan keluarga
yang telah dirujuk atau di
konsultasikan,
9. Bertindak sebagai mitra,
penasihat dan konsultan bagi
pasien dan keluarga
10. Mengkordinasikan pelayanan
yang diperlukan untuk
kepentingan pasien dan
keluarga
11. Menyelenggarakan rekam
Medis yang memenuhi standar,
12. Melakukan penelitian untuk
mengembang ilmu kesehatan
secara umum dan ilmu
kedokteran/gigi keluarga
secara khusus.
13. Memberikan laporan kepada
Dinkes setempat secara bekala.
14. Menjalankan sistem kendali
mutu.
B. Wewenang Dokter/Dokter Gigi
dalam PKKT:
1. Menyelenggarakan Rekam
Medis yang memenuhi standar,
2. Melaksanakan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat,
3. Melaksanakan tindak
pencegahan penyakit,
4. Mengobati penyakit akut dan
kronik di tingkat primer,
5. Mengatasi keadaan gawat
darurat pada tingkat awal,
6. Melakukan tindak prabedah,
bedah minor, rawat pascabedah
di unit pelayanan klinik
kedokteran keluarga terpadu,
7. Melakukan perawatan
sementara di rumah,
8. Menerbitkan surat keterangan
medis,
9. Memberikan masukan untuk
keperluan pasien dan keluarga
untuk rawat inap,
10. Memberikan perawatan di
rumah untuk keadaan khusus.
Untuk menunjang tugas dan
wewenang PKKT, tampaknya
diperlukan Fasiliatas Klinik
Kedokteran Keluarga Terpadu (
FKKKT ), dengan ciri:
1. Merupakan klinik yang
menyelenggarakan Pelayanan
Kedokteran Keluarga Terpadu
2. Sebaiknya mudah dicapai
dengan kendaraan umum.
(terletak di tempat strategis),
3. Mempunyai bangunan yang
memadai,
4. Dilengkapi dengan sarana
depo obat, air bersih, listrik
dan komunikasi,
5. Mempunyai sejumlah tenaga
kesehatan yang telah lulus
pelatihan KKT,
6. Mempunyai sejumlah tenaga
pembantu klinik dan paramedis
telah lulus perlatihan khusus
pembantu KKT
7. Berbentuk praktek
berkelompok.
8. Mempunyai izin yang
berorientasi kapitasi dan
wilayah
9. Menyelenggarakan pelayanan
dasar yang sifatnya paripurna,
holistik, terpadu, dan
berkesinambungan,
10. Melayani semua jenis penyakit
dan golongan umur dan jenis
kelamin,
11. Mempunyai sarana medis
yang memadai sesuai
dengan peringkat klinik yang
bersangkutan
12. Pembiayaan dilakukan
dengan Asuransi kesehatan
(Jamkesmas)
13. Seperangkat peraturan
penunjang.
a. Dalam sistem ini
kontak pertama pasien
dengan dokter/dokter
gigi akan terjadi di
PKKT yang selanjutnya
akan menentukan dan
m e n g k o o r d i n a s i k a n
keperluan pelayanan
sekunder jika dipandang
perlu sesuai dengan SOP
standar yang disepakati.
b. Pasca pelayanan sekunder,
pasien segera dirujuk
balik ke PKKT untuk
pemantauan lebih lanjut.
Tata penyelenggara
pelayanan seperti ini harus
diperkuat oleh ketentuan
yang diberlakukan dalam
skema Jamkesmas.
14. Jejaring rujukan yang dapat
berupa:
a. Dokter Spesialis yang
m e n y e l e n g g a r a k a n
pelayanan sekunder di
praktek Dokter Spesialis,
b. Puskesmas Rawat inap
c. Rumah sakit rujukan,
ragam
41Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
peranan pKKT dalam JAmKeSmAS
PKKT mempunyai peran yang
strategis dalam penatalaksanaan
pelayanan kesehatan. Adapun
tujuan yang ingin dicapai adalah
suatu bentuk pelayanan kesehatan
individu dan keluarga serta
masyarakat yang bermutu namun
terkendali biayanya dimana hal
ini tercermin dari tata laksana
pelayanan kesehatan yang
diberikannya.
Keberhasilan penatalaksanaan
pelayanan kesehatan yang dikenal
sebagai Jamkesmas itu, pada
dasarnya dipengaruhi oleh sejauh
mana masalah pembangunan
kesehatan itu dapat diatasi dan
ditata. Masalah dalam sistem
kesehatan nasional pada dasarnya
terdiri dari masalah pada sub sitem
pelayanan kesehatan dan masalah
pada sub sistem pembiayaan
kesehatan. Termasuk dalam
masalah pada sub sistem pelayanan
kesehatan adalah; komersialisasi
pelayanan kesehatan, menurunnya
etos profesional serta pelanggaran
atas norma dan etika kedokteran.
Sedangkan hal-hal yang termasuk
dalam masalah pembiayaan
kesehatan adalah; tingginya tingkat
inflasi kesehatan, perubahan pola
penyakit mengarah ke degeneratif
dan kronis, pola pelayanan yang
fragmentatif, pola hubungan
dokter-pasien yang melonggar,
dan mekanisme pembiayaan yang
masih tunai, perseorangan dan “out
of pocket”
Dari konteks ini PKKT mempunyai
posisi yang strategis dalam
keberhasilan penatalaksanaan
pembangunan kesehatan karena
perannya dalam penatalaksanaan
sub sistem pelayanan kesehatan
dari orientasi kuratif ke
orientasi komprehensif dengan
mengedepankan aspek promotif-
preventif seimbang dengan
kuratif-rehabilitatif, pelayanan yang
fragmentatif ke pelayanan yang
integratif berjenjang, dengan tingkat
primer sebagai ujung tombak, serta
perannya dalam penatalaksanaan
sub sistem pembiayaan kesehatan
yakni kesediaannya untuk menerima
pembayaran secara prospektif yang
juga bermakna pengendalian biaya
pelayanan kesehatan. Konsep ini
meletakkan peran PKKT yang sangat
penting sebagai PPK Jamkesmas
yang sadar mutu dan sadar biaya
pelayanan kesehatan.
Rujukana. Bahan Rapat Penyusunan “Road
Map” Pelayanan Kedokteran
Keluarga & Kedokteran Gigi
Keluarga, Bekasi, 19 – 22 April
2010
b. h t t p : / / p r e m a t u r e d o c t o r.
b l o g s p o t . c o m / 2 0 0 9 / 1 1 /
konsep-dasar-dokter-keluarga.
html
c. http://www.aafpfoundation.
org/online/foundation/home/
programs/center-history.html
d. ICN (2002), Nurses Always
There For You : Caring For
Family, International Nurses day
: Geneva
e. Affara FA. (2003), ICN Framework
and core competencies for the
family nurse. ICN : Geneva
f. Modul-modul Asuhan
Keperawatan Keluarga di
rumah, Depkes, 2007
ragam
42 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Thalasemia merupakan suatu kelainan darah
bersifat genetik dimana kerusakan DNA akan
menyebabkan tidak optimalnya produksi sel
darah merah penderitanya serta mudah rusak sehingga
kerap menyebabkan anemia. Penyakit ini merupakan
penyakit turunan. Jika suami atau istri membawa sifat
(carrier) thalasemia, maka 25% anak mereka memiliki
kemungkinan menderita thalasemia.
Hal inilah yang dialami pasangan suami istri,
Jamaludin (47thn) dan Imas (37thn) memiliki enam
keturunan yang menderita thalasemia. Kondisi ini
amat memprihatinkan, dimana empat anak mereka
meninggal dunia dalam usia muda. Sedangkan anak
kelima, Sri Adriarti (10thn) harus bertahan untuk
memperpanjang hidup dengan transfusi darah,
baginya darah ibarat nafas kehidupan, sama halnya
dengan Kamaludin (2,5thn), keduanya menjalani
perawatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Dalam kesehariaanya suami istri yang menetap di
Desa Tenjolaya, Kecamatan Cibadak Sukabumi hanya
bekerja sebagai buruh, tidak mampu mencukupi biaya
pengobatan untuk anak mereka.
Sekilas tentang ThalasemiaPenyakit thalasemia merupakan suatu kelainan
darah bersifat genetik dimana kerusakan DNA akan
menyebabkan tidak optimalnya produksi sel darah
merah penderitanya serta mudah rusak sehingga kerap
menyebabkan anemia.
Pusat dari mekanisme kelainan ini terletak pada salah
satu gen pembentuk hemoglobin pada sel darah merah
manusia, yang sekaligus juga berfungsi utama sebagai
pengangkut oksigen. Terkait dengan sifat genetik yang
diturunkan pendahulunya ini, dikenal istilah ‘thalasemia
trait’ (pembawa sifatnya). Sebagaimana orang-orang
normal, individu-individu pembawa gen ini sama
sekali tidak menunjukkan adanya suatu gejala. Masalah
Anak bungsu, Kamaludin dalam pangkuan ibunya
Anakku Tak Bisa HidupTanpa Transfusi Darah
yang lebih serius
akan terjadi bila
sang pasangan
juga merupakan
seorang pembawa
sehingga lebih
b e r p o t e n s i
m e l a h i r k a n
anak dengan
thalasemia mayor
yang nantinya
akan memerlukan
transfusi darah
secara rutin
selama hidupnya.
Tindakan transfusi ini pun bukan merupakan
suatu terapi penyembuh namun hanya bersifat
suportif dalam mengurangi gejala dan punya resiko
menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh pula,
yang lebih lanjut bisa menyebabkan pembengkakan
hati dan limpa. Secara singkat, penjelasannya meliputi
keadaan hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe).
Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia
akan mengakibatkan zat besi tertinggal di dalam
tubuh dan bisa menumpuk dalam organ tubuh seperti
jantung dan hati dan lama kelamaan akan mengganggu
fungsi organ lainnya, selain juga bisa akibat suplai
darah merah dari transfusi, dan ini menjadi penyebab
kematian utama dari penderita thalasemia, terutama
akibat penumpukan pada jantung.
Selain berpotensi menghasilkan keturunan penderita
thalasemia mayor dan juga minor, pasangan pembawa
gen ini juga berpotensi lebih besar dalam menghasilkan
keturunan berupa thalasemia trait tadi, sehingga
dikhawatirkan dapat menambah jumlah penderita
secara cukup pesat. Gejala thalasemia sendiri cukup
bervariasi tergantung dari derajat kerusakan gen yang
Kamaludin dalam pangkuan ibunda
ragam
43Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
terjadi seperti anemia dengan gejala tambahan pucat,
sulit tidur, lemas, kurang nafsu makan atau infeksi yang
kerap berulang, kemudian juga jantung yang dipaksa
bekerja lebih keras untuk memenuhi pembentukan
hemoglobin, serta penipisan atau perapuhan tulang
karena sumsum tulang juga berperan penting dalam
memproduksi hemoglobin tersebut.
Pada tampilan yang khas, penderita thalasemia sering
memiliki batang hidung melesak ke dalam yang dikenal
juga dengan istilah ‘facies cooley’ dan merupakan
salah satu tanda khas thalasemia mayor. Ada dua jenis
thalasemia yang dikenal berdasarkan gejala klinis
dan tingkatan keparahannya, yaitu thalasemia mayor
dimana kedua orang tuanya merupakan pembawa
sifat, serta thalasemia minor dimana gejalanya jauh
lebih ringan dan sering hanya sebagai pembawa sifat
saja. Pada thalasemia mayor gejala dapat muncul sejak
awal masa anak-anak dengan kemungkinan bertahan
hidup terbatas.
Respon Cepat Adanya laporan yang masuk ke Pusat Tanggap
Respon Cepat (PTRC) Kementerian Kesehatan, membuat
Menteri Kesehatan, dr. Endang R. Sedyaningsih, MPH,
Dr. PH untuk segera mengambil langkah cepat dengan
menerjunkan tim investigasi, terdiri dari pengelola
PTRC Kemenkes; Kasubbag Humas Ditjen Bina
Pelayanan Medik, serta Perwakilan Pusat Jaminan dan
Pembiayaan Kesehatan.
Pada 20 Mei 2010, tim segera menuju Puskesmas
Cibadak Sukabumi, untuk meninjau kabar akhir dari
keluarga Jamaludin. Disana tim menemui Kepala
Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Kabid
Promosi Kesehatan Dinkes Kab. Sukabumi, Pengelola
Jamkesmas/ Jamkesda Dinkes Kab. Sukabumi, Kepala
Puskesmas Cibadak dan ibu imas.
Seketika istri Jamaludin langsung menceritakan
anak kelima sedang menjalani perawatan, pada 07
Mei masuk ruang bedah RS Pelabuhan, 12 Mei pindah
ke Ruang ICU di RS Pelabuhan karena jantungnya
melemah, 15 Mei dirujuk ke Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung, saat ini dalam kondisi jantung yang
masih lemah. Sama halnya dengan anak bungsu kami
membutuhkan transfusi darah. Selama ini biaya kami
ditanggung Jamkesmas sejak tahun 2008.
Kunjungan Tim untuk memberikan motivasi, semangat,
serta menyampaikan pesan bahwa Kementerian
Kesehatan siap membantu biaya perawatan selama di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, dan akan terus
memperhatikan masyarakat, demi meningkatkan derajat
kesehatan yang merata. imin/dSy
Tim investigasi Kementerian Kesehatan dalam kunjungannya ke Sukabumi
Meski Thalasemia termasuk penyakit keturunan dan tak bisa disembuhkan, tapi penyebarannya dapatdicegah. Apa saja yang bisa dilakukan?
Lakukan pemeriksaan darah ketika ibu sedang mengandung1.Sebelum menikah, lakukan pemeriksaan, tak hanya darah tapi juga pemeriksaan lain. Pasangan 2.Thalasemia Minor yang menikah sesama Thalasemia Minor dapat menghasilkan anak dengan Thalasemia Mayor.Periksa darah anak yang baru lahir untuk memastikan darahnya.3.Siapkan mental bagi orangtua. Dengan memeriksakan diri saat hamil dan mengetahui jika janin 4.mengalami Thalasemia Mayor, maka orangtua akan lebih siap menerima kondisi bayinya ketika lahir. Sebab Thalasemia Mayor tak bisa bertahan hidup lebih lama.Lakukan tranfusi darah rutin sekali sampai dua kali sebulan bagi 5. Thalasemia Minor.
Periksa Darah
ragam
44 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Berdasarkan berbagai data survey kesehatan
di Indonesia, termasuk yang terakhir data dari
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, penyakit
jantung masih merupakan penyakit utama yang
menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak di
Indonesia. Terdapat berbagai jenis penyakit jantung
yang dapat dikelompokkan atas dasar struktur/bagian
jantung yang terkena. Penyakit jantung koroner adalah
penyakit yang diakibatkan oleh penyempitan pada
pembuluh darah koroner, yaitu pembuluh darah yang
terletak di permukaan jantung dan berfungsi memberi
pasokan oksigen dan zat gizi untuk jantung. Penyakit
jantung katup mengenai katup-katup jantung dapat
berupa penyempitan bukaan katup jantung atau
penutupan katup yang tidak sempurna sehingga
menimbulkan kebocoran. Aritmia adalah penyakit
pada sistem listrik jantung. Penyakit jantung kongenital
adalah kelainan struktur anatomi jantung yang dibawa
sejak lahir. Terdapat juga penyakit jantung yang secara
primer mengenai otot-otot jantung yang disebut
kardiomiopati. Selain itu ada penyakit jantung yang
berkaitan dengan penyakit lain seperti infeksi, penyakit
tiroid, diabetes melitus .
Tatalaksana penyakit jantung berkembang dengan
pesat, baik yang bersifat medika-mentosa (obat-
obatan), intervensi maupun tindakan bedah. Intervensi
pada penyakit jantung adalah suatu tindakan non-
bedah yang dilakukan dengan cara pemakaian alat
medis tertentu yang dimasukkan ke dalam tubuh
(khususnya jantung dan pembuluh darah). Alat yang
dimasukkan ke dalam tubuh tersebut digunakan untuk
memperbaiki berbagai kelainan di jantung baik yang
bersifat anatomic maupun fungsional. Intervensi non-
bedah pada penyakit jantung akhir-akhir ini semakin
luas digunakan dan diterima oleh kalangan medis
maupun masyarakat luas, karena kepraktisan dan
Diagnostik Invasif dan Intervensi Non-Bedah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
efektivitasnya. Intervensi non-bedah menyebabkan
masa rawat yang lebih singkat, rasa nyaman yang lebih
baik dan biaya yang lebih rendah selain efektivitas
yang terbukti baik pada berbagai penelitian. Intervensi
pada jantung dilakukan di ruang khusus yaitu ruang
kateterisasi dengan bius local. Berikut ini akan
disampaikan berbagai jenis intervensi non-bedah yang
dapat dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita (PJNHK).
Angiografi Koroner dan intervensi Koroner perkutan
Angiografi koroner (AK) adalah suatu tindakan
diagnostik untuk mengetahui keadaan pembuluh
koroner. AK atau sering disebut dengan kateterisasi
jantung merupakan pemeriksaan baku emas untuk
penyakit jantung koroner. AK dilakukan dengan cara
memasukkan selang halus (disebut kateter) melalui
pembuluh darah di pergelangan tangan (arteri radialis)
atau di lipat paha (arteri femoralis) ke dalam jantung
dan pembuluh darah koroner. Dengan AK dapat dilihat
secara pasti adanya penyempitan, sumbatan atau
berbagai kelainan lain pada pembuluh koroner.
Intervensi koroner perkutan (IKP) adalah tindakan
intervensi untuk memperbaiki penyempitan, sumbatan
atau kelainan lain pada pembuluh koroner. Perbaikan
penyempitan atau sumbatan pembuluh koroner dapat
dilakukan dengan cara balonisasi dan pemasangan
ring (stent). Kadang-kadang diperlukan alat-alat bantu
canggih untuk mendapatkan hasil perbaikan koroner
yang memuaskan, seperti pemakaian ultrasonografi
intra-vaskular, pressure wire, pengeboran (rotablator),
penyedotan gumpalan darah (angiojet), coiling dsb.
Semua teknologi canggih dalam tatalaksana IKP
tersebut telah tersedia di PJNHK.
Tim Unit Pelayanan Fungsional (UPF) Diagnostik Invasif dan Intervensi Non-Bedah
ragam
45Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
gambar 1. A. Menunjukkan pembuluh koroner
kanan dan kiri yang terletak di permukaan luar
jantung. Kotak kecil dan panah menunjukkan lokasi
penyempitan yang diperlihatkan dengan angiogram
koroner pada panel B (tanda panah). Pada panel C
diperlihatkan teknik IKP dengan pemasangan stent
pada daerah yang menyempit tsb.
intervensi non-bedah pada penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit
dengan kelainan pada struktur atau fungsi sirkulasi
jantung yang didapatkan sejak lahir. Kelainan terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan
struktur jantung pada awal fase pertumbuhan janin.
Secara umum PJB dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan besar yaitu biru (sianotik) dan tidak
biru (non sianotik). Terdapat delapan jenis lesi yang
memiliki prevalensi tertinggi (80%) yaitu Ventricle
Septal Defect (VSD), Patent Ductus Arteriosus (PDA),
Atrial Septal Defect (ASD), Tetralogy of Fallot (TOF),
Stenosis Pulmonal, Koarktasio aorta, stenosis aorta dan
transposisi arteri besar (TGA).
Seiring dengan kemajuan yang dicapai dalam
intervensi bedah, intervensi non bedah dalam
tatalaksana PJB juga mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Pusat jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK)
sebagai pusat rujukan nasional merupakan pelopor
intervensi non bedah secara transkateter pada PJB
pertama di Indonesia dengan melakukan pemasangan
koil untuk menutup PDA pada tahun 1996, diikuti
dengan prosedur Balon Atrial Septostomi (BAS) dan
Balon Pulmonal Valvuloplasti (BPV) tahun1997. Pada
tahun 2002 dengan masuknya alat Amplatzer occluder
(AGA Medical Corp) di Indonesia dimulailah intervensi
penutupan defek bawaan seperti VSD, PDA dan ASD
yang kemudian mengalami peningkatan jumlah kasus
yang bermakna dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004
dilakukan intervensi dilatasi balon dan pemasangan
sten pada koarktasio aorta abdominal dengan hasil
yang sangat baik.
Penutupan VSD secara transkateter di PJNHK
dengan menggunakan amplatzer occluder (AVSO)
yang sudah dilakukan sejak tahun 2006 hingga saat ini
sebanyak 7 kasus. Beberapa laporan kasus di luar negeri
menyebutkan bahwa terdapat beberapa komplikasi
yang timbul dari pemasangan alat ini yaitu adanya
blok atrioventrikular, yang menyebabkan para pioneer
di bidang intervensi non bedah PJB memikirkan alat
alternatif lain untuk penutupan defek VSD transkateter.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang
ada, PFM menciptakan suatu alat baru yang disebut
nit occluder VSD yang terutama digunakan untuk
penutupan VSD perimembran ataupun muskular,
dengan meminimalisasikan komplikasi terjadinya blok
atrioventrikular. Penutupan secara transkateter dengan
menggunakan nit occluder diindikasikan terutama
untuk VSD dengan ukuran defek kurang dari 8 mm
dan terutama pada anak dengan berat badan di atas
10 kg, jarak dari annulus (cincin) aorta lebih dari 3
mm dan indeks resistensi paru kurang dari 4 wood
unit. Sejak November 2009 Pusat Jantung Nasional
berkerjasama dengan PFM telah berhasil melakukan
intervensi penutupan VSD perimembran transkateter
dengan nit occluder VSD sebanyak 10 kasus dengan
hasil yang memuaskan tanpa timbulnya komplikasi blok
atrioventrikular, sedangkan 1 kasus lain tidak berhasil
dipasang karena defek tidak ideal untuk pemasangan.
gambar 2. A. Amplatzer Ventricular Septa
Occluder, B. Nit occluder VSD, C. Nit occluder yang
sudah terpasang untuk menutup VSD
A B C
A B C
ragam
46 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Ablasi radiofrekuensi dan pemasangan alat pacu jantungJantung secara spontan menghasilkan impuls listrik.
Kemampuan jantung dalam menghasilkan impuls listrik
merupakan salah satu fungsi jantung yang terpenting.
Impuls listrik ini akan mengatur serangkaian kontraksi
otot pada setiap detakan jantung. Pola dan waktu
pembentukan impuls listrik menentukan irama jantung
yang terjadi. Keteraturan irama jantung dimungkinkan
dengan adanya suatu sistem listrik yang unik di dalam
jantung, yang terdiri dari generator dan jaringan
transmisi
Gangguan sistem listrik jantung yang normal
disebut aritmia kordis. Arirmia terdiri dari beberapa
tipe yaitu (1) bradiaritmia, irama jantung yang terlalu
lambat (< 60x/menit) , (2) takiaritmia , irama jantung
yang terlalu cepat (> 100x/menit), (3) adanya detak
jantung tambahan, (4) impuls listrik dari area yang
abnormal. Aritmia bisa terjadi dengan keluhan atau
tanpa keluhan . Beberapa keluhan yang dirasakan bila
terjadi aritmia adalah berdebar, pusing, rasa seperti
melayang, rasa lemah/lemas, sesak nafas, nyeri dada,
atau bahkan pingsan. Hal ini dapat terjadi beberapa
detik, menit, jam, atau bahkan berhari-hari. Aritmia
dapat terjadi pada jantung yang normal atau jantung
yang sudah mengalami penyakit.
Bradiaritmia dapat diatasi dengan pemasangan
alat pacu jantung, sedangkan takiaritmia dapat
disembuhkan dengan tindakan ablasi. Saat ini alat pacu
jantung semakin canggih sehingga tidak hanya dipakai
pada bradiaritmia tetapi juga sangat berguna pada
terrapin gagal jantung fase lanjut (dengan memasang
CRT= cardiac resynchronization therapy), atau untuk
mencegah kematian mendadak pada takiaritmia
yang mengancam jiwa (dengan memasang ICD =
implantable cardioverter defibrillator)
Ablasi aritmia merupakan prosedur yang cukup
aman, efektif dan mempunyai angka keberhasilan
yang cukup besar. Tindakan ablasi saat ini umumnya
menggunakan gelombang radiofrekuensi yang
dihantarkan melalui kateter untuk menetralisir sel-sel
jantung yang menyebabkan terjadinya takiaritmia.
Tindakan ablasi dapat dilakukan secara konvensional
atau memakai teknik pemetaan 3 dimensi (Carto) untuk
takiaritmia yang kompleks.
gambar 3. A. Pemasangan alat pacu jantung
permanen. B. Ablasi pada aritmia kompleks (AF)
memakai sistem pemetaan 3 dimensi (sistem Carto).
layanan baru di bidang intervensi non-bedahBelum lama berselang UPF Diagnostik Invasif
dan Intervensi Non-bedah PJNHK memperkenalkan
dua jenis layanan baru untuk memperluas layanan
kesehatan jantung bagi masyarakat Indonesia, yaitu
ablasi septal dan penanaman sel punca (stem cell).
Ablasi septal diindikasikan bagi penderita
hypertrophic cardiomyopathy (HCM), yaitu penyakit
jantung yang ditandai dengan penebalan berlebihan
bilik jantung kiri khususnya bagian septal/sekat.
Penebalan sekat menyebabkan hambatan pengeluaran
darah saat jantung memompa. Penyakit ini cukup sering
ditemukan yaitu 1/500 orang dan bersifat fatal karena
sering menimbulkan kematian jantung mendadak.
Dengan ablasi septal maka hambatan pengeluaran
darah dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga
keluhan berkurang dan kualitas hidup lebih baik.
Penanaman sel punca di PJNHK saat ini baru
ditujukan bagi penderita gagal jantung akibat penyakit
jantung koroner yang tidak membaik dengan modalitas
terapi yang ada. Kegiatan ini masih bersifat penelitian.
Walaupun demikian hasil-hasil yang diperoleh sangat
optimis untuk dalam waktu dekat diterapkan secara
luas. Terjadi peningkatan kualitas hidup yang sangat
bermakna dan keluhan yang sangat berkurang pasca
penanaman sel punca. Di PJNHK digunakan teknik
penanaman secara retrograd ke dalam jantung
sehingga meningkatkan tingkat keberhasilanya.
Disusun oleh Tim UPF DI-INB PJNHK1.Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP(K)2.dr. Doni Firman, SpJP(K)3.dr. Dicky A Hanafy, SpJP4.dr. Lylyasari Octaviani, SpJP
A
A B
ragam
47Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Petanda tumor adalah zat yang ditemukan dalam
darah, urin atau jaringan tubuh yang kadarnya
meningkat pada kanker. Terdapat banyak jenis
tumor marker, yang masing-masing menunjukkan
suatu proses penyakit tertentu, dan petanda tumor ini
digunakan dalam bidang onkologi untuk membantu
mendeteksi adanya kanker.
Idealnya petanda tumor hanya positif pada pasien
dengan keganasan, berkorelasi dengan stadium dan
respon terhadap pengobatan serta mudah diukur.
Sayangnya belum ada petanda tumor yang memenuhi
kriteria ideal ini.
Petanda tumor dapat merupakan produk dari sel
kanker yang mungkin adalah suatu unsur yang normal
tetapi diproduksi berlebihan oleh tumor, atau produk
dari tubuh sebagai respon terhadap adanya kanker.
Secara umum, petanda tumor dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok, yaitu petanda tumor yang spesifik
untuk kanker dan petanda tumor yang spesifik untuk
jaringan. Petanda tumor yang spesifik untuk kanker
dikaitkan dengan keberadaan jenis jaringan kanker
tertentu, misalnya CEA yang diproduksi oleh kanker
saluran cerna, payudara dan paru. Petanda tumor jenis
ini tidak dapat digunakan untuk diagnosis, tetapi dapat
berguna untuk pemantauan. Contoh lainnya petanda
spesifik kanker adalah Ca 19-9 dan Ca-125.
Petanda tumor yang spesifik untuk jaringan dikaitkan
dengan jaringan tertentu yang terkena kanker. Jenis
petanda tumor ini mungkin meningkat pada keadaan
bukan kanker, tetapi jika meningkat menunjukkan
kelainan pada jaringan yang bermasalah, misalnya PSA
yang spesifik untuk prostat.
Petanda tumor dapat digunakan untuk: (1) skrining
populasi sehat atau populasi beresiko tinggi untuk
melihat adanya kanker; (2) mendiagnosis kanker
atau jenis kanker tertentu; (3) menentukan prognosis
Pemeriksaan Laboratorium Untuk Petanda Tumor
pada pasien; (4) memantau perjalanan penyakit pada
pasien dalam remisi atau selama mendapatkan terapi
pembedahan, radiasi atau kemoterapi.
Pemeriksaan skrining adalah cara untuk mendeteksi
kanker secara dini, sebelum timbul gejala. Syarat
untuk suatu pemeriksaan skrining yang baik adalah
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Sensitivitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan
untuk mengidentifikasi orang yang menderita suatu
penyakit tertentu, sedangkan spesifisitas adalah
kemampuan pemeriksaan untuk mengidentifikasi
orang yang tidak menderita penyakit tersebut. Saat
ini, belum ada petanda tumor yang memenuhi syarat
untuk digunakan sebagai alat skrining kanker, baik
pada populasi normal maupun resiko tinggi, karena
kurangnya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan.
Fungsi lain dari petanda tumor adalah untuk
membantu dalam diagnosis kanker. Seringkali petanda
tumor secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kanker karena :
Dapat terjadi peningkatan palsu pada kondisi (1)bukan keganasan. Ini disebabkan karena banyak
petanda tumor merupakan protein, yang bukan
Oleh dr. Lyana Setiawan, Sp.PK
ragam
48 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
hanya dihasilkan oleh sel kanker tetapi juga oleh
sel normal, misalnya CA-125 juga dapat meningkat
pada endometriosis dan asites.
Ada jenis petanda tumor yang meningkat pada (2)lebih dari satu jenis kanker, misalnya peningkatan
CEA ditemukan pada berbagai keganasan saluran
cerna.
Kadar petanda tumor tidak selalu meningkat pada (3)semua orang dengan kanker, khususnya pada
stadium awal.
Kegunaan petanda tumor yang lebih penting
khususnya adalah untuk menentukan prognosis,
karena kadar petanda tumor dapat memberikan
gambaran mengenai stadium penyakit pada saat
diagnosis dan adanya petanda tumor tertentu dapat
memperkirakan respon terhadap pengobatan. Jika
dilakukan pemeriksaan petanda tumor secara serial
selama pengobatan, kadar yang menurun atau
kembali ke kadar normal menunjukkan respon yang
baik terhadap pengobatan, sedangkan kadar yang
meningkat menunjukkan perburukan.
Berikut ini, akan dibahas beberapa jenis petanda
tumor yang paling sering digunakan di klinik.
A. prostate-specific Antigen (pSA)PSA merupakan pemeriksaan petanda tumor
yang paling sering diperiksa untuk skrining adanya
keganasan pada prostat. PSA secara normal terdapat
dalam kadar rendah pada semua pria dewasa (N: 0-4
ng/ml). Petanda ini spesifik untuk jaringan prostat,
tetapi tidak spesifik untuk kanker, dan kadarnya dapat
meningkat pada keadaan seperti peradangan prostat,
pembesaran prostat jinak dan kanker prostat. PSA juga
meningkat sejalan usia dan bervariasi menurut ras.
PSA sangat sensitif untuk kanker prostat. Peningkatan
PSA berkorelasi dengan stadium dan besarnya tumor.
PSA juga dapat memprediksi kekambuhan dan respon
terhadap pengobatan. Di samping itu, PSA juga
mempunyai nilai prognostic, dimana pasien dengan
kadar PSA yang sangat tinggi sebelum pembedahan
kemungkinan akan mengalami relaps. Kombinasi PSA
dengan pemeriksaan rectum merupakan metode yang
baik untuk mendeteksi kanker prostat.
B. Carcinoembryonic Antigen (CeA)CEA adalah suatu protein yang ditemukan pada
banyak jenis sel tetapi dikaitkan dengan tumor dan
janin yang sedang berkembang. CEA diperiksa dalam
darah, dan kadarnya pada orang dewasa adalah <5
ng/ml. CEA merupakan salah satu antigen onkofetal
pertama yang ditemukan dan dipergunakan secara
klinis. Antigen ini merupakan glikoprotein yang terdapat
pada membrane plasma sel tumor dan dilepaskan ke
dalam darah.
Walaupun CEA pertama kali ditemukan pada kanker
kolon, kadar CEA darah yang tinggi tidak spesifik untuk
kanker kolon atau keganasan secara umum. Kadar
CEA meningkat pada berbagai jenis kanker, termasuk
kanker pankreas, lambung, paru dan payudara.
Peningkatan kadar CEA juga ditemukan pada keadaan
lain seperti sirosis, penyakit radang usus (inflammatory
bowel disease), penyakit paru kronik dan pankreatitis,
bahkan pada perokok (19%) atau populasi normal (3%),
sehingga tidak dapat digunakan untuk diagnosis.
CEA juga tidak dapat digunakan untuk skrining
karena banyaknya positif palsu, tetapi CEA mempunyai
nilai prognostik untuk pasien dengan kanker kolon
karena kadar CEA pra-operasi berkorelasi positif
dengan stadium dan berkorelasi negatif dengan
ketahanan hidup bebas penyakit. Selain itu, CEA
digunakan untuk memantau kekambuhan. Pemeriksaan
CEA untuk pemantauan kekambuhan harus dilakukan
minimal tiap 3 bulan. Peningkatan CEA di atas nilai awal
harus dipastikan karena merupakan petunjuk untuk
melakukan operasi ulang.
CEA berguna untuk memantau keberhasilan
pengobatan. Biasanya kadarnya kembali normal
dalam 1-2 bulan setelah pembedahan, tetapi jika tetap
meningkat dapat menunjukkan masih adanya penyakit.
Selain pada kanker kolon, CEA juga dapat digunakan
untuk memantau perjalanan penyakit atau responn
terhadap terapi pada kanker payudara, paru, pankreas,
lambung dan ovarium.
C. Alpha fetoprotein (Afp)Alpha-fetoprotein adalah protein janin normal yang
disintesis oleh hati, kantung kuning telur dan saluran
cerna. AFP merupakan bagian utama dalam plasma
ragam
49Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
darah janin, tetapi kadarnya turun dengan cepat setelah
lahir, dan pada orang dewasa kurang dari 10 ng/ml.
AFP berperan penting dalam diagnosis kanker
hati dan dapat berguna untuk skrining kanker hati,
khususnya pada populasi beresiko tinggi. Selain kanker
hati, AFP merupakan petanda untuk kanker sel benih
(germ cell carcinoma).
AFP meningkat juga pada kehamilan normal atau
penyakit hati jinak (hepatitis, sirosis). Peningkatan kadar
AFP pada keadaan bukan kanker umumnya kurang dari
500 ng/ml. Dengan demikian, AFP merupakan petanda
yang mempunyai nilai diagnostik dan berguna dalam
pemantauan terapi.
d. Ca 15-3Ca 15-3 adalah antigen yang digunakan untuk
memantau aktivitas penyakit pada kanker payudara.
Peningkatan kadar Ca 15-3 ditemukan pada 60-
80% kasus kanker payudara metastatik dan kadarnya
sebanding dengan perjalanan penyakit dan respon
terhadap terapi,
e. Ca-125Ca-125 adalah antigen yang ditemukan pada 80%
karsinoma ovarium non-musinosa. Petanda ini sering
meningkat pada pasien dengan kanker ovarium dan
kadarnya mengikuti perjalanan penyakit serta respon
terhadap terapi pembedahan atau kemoterapi.
Selain pada kanker ovarium, kadar Ca-125 juga
meningkat pada kanker endometrium, pankreas,
paru, payudara dan kolon, serta pada menstruasi,
kehamilan, endometriosis, kelainan ginekologik dan
non-ginekologik lain.
Karena prevalensi kanker ovarium rendah,
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan secara tersendiri
untuk skrining.
f. Ca 19-9Ca19-9 adalah antibody monoklonal yang dihasilkan
terhadap suatu galur sel kanker kolon. Kadarnya
meningkat pada 21-42% kasus kanker lambung, 20-
40% kasus kanker kolon dan 71-93% kanker pankreas.
penutupWalaupun saat ini belum ditemukan petanda tumor
yang ideal, akan tetapi pencarian petanda tumor
terus berkembang. Dalam praktek saat ini, petanda
tumor digunakan untuk membantu diagnosis, menilai
prognosis serta memantau perjalanan penyakit dan
respon terhadap pengobatan. Jika digunakan dalam
kombinasi dengan berbagai pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pencitraan, maka petanda
tumor akan meningkatkan nilai diagnostik.
Kepustakaan1. Fleisher M, Dnistrian AM, Sturgeon CM, Lamerz R,
Wittliff JL. Practice Guidelines and recommendations
for use of tumor markers in the clinic. In: Diamandis
EP, Fritsche HA, Lilja H, Chan DW, Schwartz MK
(eds). Tumor Markers. Physiology, Pathobiology,
Technology and Clinical Applications. AACC Press,
Washington, 2002: 33-63
2. Tumor Markers; AFP, HCG, CA-125. Available from
: http://www.tc-cancer.com/tumormarkers.html
3. Manisha Bhutani, Amish Vora and Vinod Kochupillai.
Role of tumor markers and recent advances in
Cancer Diagnosis.
nilai rujukan spesifik usia untuk pSA serum [ng/ml]Kisaran usia (th) Kulit hitam Kaukasia Asia
40 - 49 0.0 - 2.0 0.0 - 2.5 0.0 - 2.050 - 59 0.0 - 4.0 0.0 - 3.5 0.0 - 3.060 - 69 0.0 - 4.5 0.0 - 4.5 0.0 - 4.070 - 79 0.0 - 5.5 0.0 - 6.5 0.0 - 5.0
ragam
50 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
RSUP Dr. Kariadi SemarangSebagai Pusat Rujukan Nasional Bedah Epilepsi
“Andaikata Otak dianggap sebagai Pusat Komputer yangSecara elektronik mengendalikan seluruh aktivitas badan kita, serangan kejang pada epilepsi adalah wujud lepasnya muatan listrik secara bersamaan dan tidak
terprogram dari sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak”
Prof. Dr. dr. Zaenal Muttaqin, SPBS (Bagian Bedah Syaraf RSUP Dr. Kariadi Semarang)
Lepasnya muatan listrik secara tidak
terkontrol ini adalah kejang-kejang yang
bias dimulai dari lengan atau tungkai
kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Bila kejang juga mengenai otot-otot
pengunyah di sekitar mulut, kelenjar liur pun seperti
diperah sehingga isinya keluar berupa buih/busa di
mulut, yang kadang-kadang disertai darah akibat lidah
yang tergigit.
Anggapan bahwa epilepsi dapat ditularkan melalui
buih/busa di mulut, jauh dari kebenaran. Setelah
seluruh otak melepaskan muatan listriknya, untuk sesaat
sel-sel tersebut akan kehabisan energi dan mengalami
kelelahan yang wujudnya adalah penderita tak sadar,
lelah/lemas untuk sementara. Secara medis, keadaan
itu disebut paralise todd. Inilah proses terjadinya
epilepsi.
Seseorang baru boleh dinyatakan sebagai
orang yang hidup dengan epilepsi (ODE), segala
konsekuensinya bila telah dibuktikan bahwa pada
tubuh atau otak orang itu tidak ada penyebab kejang
lain yang bisa dihilangkan/disembuhkan.
Bentuk serangan epilepsi tidak selalu berupa gejala
kejang-kejang. Pada anak-anak misalnya, lebih banyak
terdiam atau bengong sesaat kemudian sadar lagi.
Mulut yang tiba-tiba komat-kamit di luar kehendak,
atau tangan/kaki yang bergerak-gerak sendiri pada
pasien yang tetap sadar atau seseorang yang tiba-tiba
terjatuh dan tak sadar sesaat, juga merupakan bentuk
epilepsi.
Angka prevalensi 0,5-0,6%, di Indonesia diperkirakan
ada 1,5 juta ODE. Diantara mereka, 440.000 orang akan
mengalami refrakter, dan sekitar setengahnya 220.000
ODE akan memperoleh penyembuhan melalui Bedah
Epilepsi.
Semenjak satu dasa warsa, RSUP Dr. Kariadi
Semarang telah melakukan bedah epilepsi. Kali
pertama pada bulan Juli 1999, dan jumlah ODE yang
dioperasi meningkat setiap tahunnya, mencapai
sekitar 35-47 orang per tahun. Hingga akhir Desember
2009, bedah epilepsi telah dilakukan pada 238 ODE
refrakter, dan terbanyak adalah kasus Epilepsi Lobus
Temporalis (ELT), sebanyak 212 kasus. Kemajuan dan
hasil yang telah dicapai dalam upaya menjadikan RSUP
Dr. Kariadi Semarang sebagai Pusat Rujukan Nasional
Bedah Epilepsi.
RSUP Dr. Kariadi Semarang sejak Februari 2000
memiliki alat Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang
cukup baik dengan kemampuan mendeteksi kelainan
otak setara dengan alat MRI yang ada di Singapura dan
Australia. Sedangkan alat Elektroensefalogram (EEG)
yang bak dan memenuhi syarat untuk evaluasi lanjutan
pasien epilepsy
Sebagian dari ODE ada yang memerlukan
pemeriksaan lanjutan dengan peralatan yang lebih
canggih dan rumit, khususnya untuk memastikan lokasi
pusat kejang dan kedekatannya dengan fungsi bicara/
memori bahasa, yang diperlukan radioisotope/bahan
radiofarmaka yaitu pemeriksaan SPECT atau Single
Photon Emission CT.
Guna menilai hasil-hasil dari tindakan bedah,
dilakukan evaluasi angka bebas kejang pada 106 ODE
ragam
51Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
yang telah melewati tenggang
waktu 24 bulan pasca operasi.
Secara keseluruhan 70,75% ODE
pasca operasi bisa mencapai
keadaan bebas kejang, dan sisanya
memperoleh kebaikan dalam
pelbagai tingkatan dari bedah
epilepsi ini. Tetapi bila dilihat dari
kelompok usia saat di operasi,
ternyata angka bebas kejang ini
jauh lebih tinggi pada ODE yang
dioperasi saat usianya kurang dari
25 tahun (75,4% vs 66,04%), dan
yang lama sakitnya kurang dari 10
tahun (78,72% vs 64,40%). Jadi
bedah epilepsi bukanlah sebagai
pilihan terakhir apabila semua
bentuk pengobatan lain telah
gagal, melainkan pilihan terbaik
untuk jenis-jenis epilepsi tertentu
Guna mencegah keadaan refrakter
yang bisa merusak masa depan. Hasil
terbaik bedah epilepsi ini diperoleh
pada kasus ELT yang foto MRI nya
memperlihatkan adanya kelainan
pada satu hippokampusnya,
Angka bebas kejang pada ODE ini
mencapai lebih dari 90%, sehingga
tindakan bedah epilepsi dianjurkan
dilakukan lebih awal sebelum
timbulnya kondisi refrakter.
Usaha untuk mengembangkan
bedah epilepsi di Semarang ini bisa
dibagi jadi 2 tahap. Selama 5 tahun
pertama (2000-2004), keputusan
untuk melakukan operasi (56 kasus
ODE refrakter) hanya didasarkan
atas hasil foto MRI, artinya operasi
hanya dilakukan pada ODE
refrakter sederhana, dengan fokus
epilepsi yang bisa diketahui dari
foto MRI. Pada 5 tahun berikutnya
(2005- 2009), hanya 58% (dari
156 kasus ODE refrakter) yang
keputusan untuk bedah epilepsi
dilakukan berdasarkan hasil MRI.
Jadi terdapat sekitar 42% ODE
refrakter sulit, yang letak fokus
epilepsinya tidak terlihat pada
MRI serta memerlukan beberapa
pemeriksaan lain yang cukup
rumit, antara lain rekaman EEG saat
ODE mengalami serangan kejang,
sampai rekaman EEG intrakranial
(langsung dari permukaan otak),
dan pemeriksaan Positron Emission
Tomography (PET) scan.
Dari 50 juta ODE di seluruh
dunia, 90% berada di negara-
negara berkembang dengan
kepadatan penduduk yang
tinggi. Ironisnya, hanya 26 dari
142 negara berkembang yang
sudah memiliki program bedah
epilepsi ini. Evaluasi yang sudah
dilakukan di India dan Thailand,
serta di Indonesia (Semarang)
membuktikan bahwa program
bedah epilepsi bisa mencapai
hasil yang amat baik meskipun
dilakukan di negara-negara dengan
sumber daya yang terbatas. Tidak
adanya fasilitas bedah epilepsi
menjadi alasan utama kurangnya
pemahaman di kalangan tenaga
medik, bahkan para dokter, tentang
manfaat bedah epilepsi. Kurangnya
pengertian serta tidak adanya
kesempatan untuk secara langsung
bertemu dengan ODE pasca-bedah
menimbulkan rasa khawatir dan
rasa takut yang berlebihan tentang
operasi epilepsi. Hal ini akan
berujung pada keengganan untuk
merujuk ODE refrakter. Data dari
238 ODE pasca bedah di Semarang
memperlihatkan tenggang waktu
rerata sekitar 15 tahun sebelum ODE
refrakter menjalani bedah epilepsi.
Meskipun harus menunggu selama
15 tahun, mereka cukup beruntung
bila dibandingkan dengan puluhan
ribu ODE lain yang bahkan tidak
pernah dengar tentang bedah
epilepsi. Di sisi lain, obat-obatan
anti-epilepsi baru yang amat mahal
telah dipasarkan dan dipublikasikan
secara besar-besaran melalui
banyak pertemuan kedokteran,
padahal hasil bebas kejang terbaik
yang dicapai OAE baru tersebut
cuma sekitar 16%, sedangkan
bedah epilepsi menghasilkan
bebas kejang sekitar 70-90%.
Mengingat banyaknya ODE
refrakter yang bisa memperoleh
kebaikan melalui Bedah Epilepsi,
diperlukan pusat-pusat pelayanan
kesehatan rujukan yang mampu
memberikan pelayanan ini. Untuk
pulau Jawa, setidak-tidaknya
dibutuhkan 5 (lima) pusat pelayanan,
dan satu pusat pelayanan untuk
setiap pulau besar lainnya.
Perangkat keras yang dibutuhkan
adalah rumah sakit dengan fasilitas
pelayanan Bedah Saraf Mikro
(Microneurosurgery), tentu saja
dibutuhkan tenaga spesialis bedah
saraf yang memang sudah terlatih
untuk melaksanakan operasi
epilepsi. Selain itu diperlukan
seorang Spesialis Saraf yang
mendalami epilepsy. Pusat-pusat
pelayanan bedah epilepsi primer ini
harus mampu melakukan tindakan
operasi pada jenis epilepsi refrakter
yang terbanyak yaitu Epilepsi Lobus
Temporalis (ELT).
Untuk kepentingan ini, semua
rumah sakit yang berencana
menjadi pusat bedah epilepsi
ragam
52 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
primer tersebut harus menunjuk
dokter spesialis bedah sarafnya
untuk mengikuti semua kegiatan
bedah epilepsi di RS Dr. Kariadi
Semarang. Di sisi lain, RS Dr. Kariadi
dengan pengalaman bedah
epilepsi selama satu dasa warsa,
dan kemampuan menangani ODE
refrakter yang sulit dalam lima tahun
terakhir, sudah harus melengkapi
diri dengan pelbagai peralatan
diagnostik maupun tenaga spesialis
yang diperlukan untuk menjadi
Pusat Rujukan Nasional Bedah
Epilepsi. Kehadiran rumah sakit yang
mampu melakukan bedah epilepsi
yang tersebar banyak propinsi ini
diharapkan akan dapat menjangkau
sebagian besar dari 440 ribu ODE
refrakter yang ada di negeri ini, dan
ini akan membuat sekitar setengah
dari mereka menjadi bebas kejang
dan meningkat kualitas hidupnya.
Mengingat jumlah penyandang
epilepsi cukup banyak, diperlukan
kerjasama berlanjut antara para dokter
umum di daerah/pedesaan. Selain itu,
perlu sekali upaya pendidikan bagi
masyarakat agar memahami epilepsi
secara benar dan tidak boleh lagi
ada pandangan atau perlakuan yang
salah terhadap penyandang epilepsi.
Terpenting adalah pencegahan
epilepsi harus dimulai secara dini.
Untuk, RSUP Kariadi Semarang
teruslah mengembangkan Pusat
Layanan Epilepsi guna memberikan
pelayanan paripurna/komprehensif
bagi para ODE.
Hasil riset dan para psikologi banyak yang menyatakan bahwa peran ayah sangat penting dalam pertumbuhan seorang anak. Ikatan emosional antara ayah dan anak, ditentukan salah satunya oleh interaksi antara ayah dan anak itu sendiri. Interaksi yang baik antara anak dan ayah ini, dikatakan sangat mempengaruhi kecerdasan emosional seorang anak yang membuatnya tumbuh menjadi sosok dewasa yang berhasil. Bagaimana seorang ayah yang sibuk bekerja di luar tetap bisa mempererat dan menjalin ikatan emosional ini?
Di bawah ini adalah tips-tips bagi Seorang Ayah : 1. persiapkan diri Anda sedini mungkin sejak istri Anda hamil
Mengikuti persiapan persalinan berupa senam, membaca buku bersama mengenai kehamilan, cara merawat bayi atau berbelanja bersama untuk menyambut kelahiran sang bayi. Bila memungkinkan temanilah istri Anda dalam persalinan. Melihat langsung perjuangan istri Anda, dan detik-detik terdengarnya tangisan bayi yang lahir ke dunia ini, akan menambahkan rasa sayang dan kasih Anda baik kepada istri maupun anak Anda. 2. ikut aktif merawat bayi
Sedari awal menjelang kelahiran, cobalah ikut aktif merawat bayi Anda. Salah seorang peneliti menemukan bahwa para ayah yang mulai mengganti popok, memandikan, dan mengasuh bayi mereka sejak dini, akan besar
Tips Peran Ayah Dalam Pertumbuhan Anakkemungkinan melakukan kegiatan semacam itu pada bulan-bulan selanjutnya.
Bagi keluarga yang mendapatkan pertolongan dari nenek atau saudara lainnya, usahakan lah jangan sampai menganggu porsi sang ayah dalam ikut aktif merawat bayi. Give him the space. 3. Bermain bersama
Ketika bayi Anda makin beranjak usia, lewatkan waktu bersama untuk bermain, membaca buku atau melakukan aktivitas yang menyenangkan bagi bayi Anda yang mulai merangkak, mulai belajar berbicara atau berjalan. Ciptakanlah permainan-permainan yang menggairahkan, yang digemari seperti kuda-kudaan, pesawat terbang atau sembunyi sembunyian. 4. Terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda
Ketika anak Anda mulai beranjak usia sekolah, dia akan memulai kehidupan sosial yang baru. Usahakan terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda, dengan mengenali misalnya nama teman-temannya, dengan siapa dia bergaul, aktivitas yang dia lakukan bersama temannya atau nama guru TK/SD nya. 5. Jadilah pendengar yang baik
Kesibukan kerja terkadang membuat Anda mengabaikan cerita-cerita anak Anda. Berikan keseimbangan antar kerja dan keluarga, atau usahakan jangan membawa pekerjaan ke rumah.
Luangkan waktu 5 menit saja untuk mendengarkan celotehannya dan mengerti betul isi cerita itu. 6. Komunikasi yang
baik Bila Anda dinas luar atau
tinggal terpisah berjauhan dengan anak Anda, usahakan lah
tetap menjalin komunikasi dengan baik, melalui telepon atau chatting internet. Tunjukkan perhatian Anda, rasa sayang Anda melalui telepon, sms atau melalui surat. 7. percayai anak Anda dan berikan kebebasan
Jadilah seorang ayah yang memberikan kebebasan dan dapat mempercayai anak Anda. Kepercayaan Anda akan menjadikan dia tumbuh menjadi anak yang percaya diri dan mandiri. Janganlah mendikte dia untuk melakukan A. Tapi cobalah memberikan dia pilihan, misalnya Arif mau A atau mau B? Dan tetaplah membuka kemungkinan pilihan lain selama pilihan itu tidak bertentangan dengan hal prinsip. 8. penuhilah sesuai kebutuhannya
Bertambah dewasa seorang anak, akan semakin bertambah kebutuhannya, semakin beragam dan variatif. Jangan Anda paksakan dan menganggap dia masih kecil sehingga memperlakukan sebagai seorang bayi.
(berbagai sumber)
ragam
53Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
AWAL : Rumah Sakit Kusta berdiri pada tahun 1984
s/d 1987 didirikan berdasarkan Instruksi Menteri
Kesehatan pelayanan medik dan direktorat Jenderal
pemberantasan penyakit menular sedangkan yang
sekarang sudah berkembang dengan adanya
pelayanan umum dan rehabilitasi medic sehingga
bertambahnya pelayanan medic yaitu dokter umum
dan spesialis lainnya antara lain :
Dalam kurun waktu yang terbilang panjang jumlah
separuh nya Rumah Sakit Kusta Makassar bersikap
lebih dewasa dalam menghadapi permasalahan yang
berkembang di masyarakat dan memiliki kemampuan
untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik
sesuai tuntunan organisasi masa kini maupun masa
mendatang.
Dimulai dengan prakarsa Menteri kesehatan tahun
1980 dan menginstruksikan kepada direktur Jenderal
pelayanan medic dan direktorat pemberantasan
penyakit menular berangkat ke Jepang untuk
memperoleh dana bantuan dari masyarakat memorial
Health Foundation pada waktu itu direncanakan Rumah
Sakit Kusta Makassar berkapasitas 100 tempat tidur
dengan rencana dana yang diperlukan Rp.1.000.000
yang ternyata baru dapat dilegalisir tahun 1987
Adapun alasan menteri kesehatan perlunya
membangun Rumah Sakit Kusta Makassar adalah :
a. Banyaknya penderita Kusta di provinsi lain 1
Kalimantan, NTT, NTB dan lain-lain
b. Provinsi penyakit Kusta cukup tinggi di Sulawesi
Selatan dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada
umumnya.
Pada rapat konsultasi direktorat Rumah Sakit. di
Rektorat pelayanan medic di Semarang di putuskan
bahwa di Indonesia dianggap perlu membagi daerah
binaan R umah Sakit Kusta di tiga Wilayah
Rumah Sakit Sungai Kundur Palembang, membina •daerah seluruh Sumatra dan Kalimantan Barat.
Rumah Sakit Kusta di Sitanala Tangerang, membina •daerah Jawa, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, NTB, NTT.
Rumah Sakit Makassar berkembang menjadi
beberapa daerah seperti sebagai berikut
1. Provinsi Sulawesi Selatan.
leprosarium Lerang Kab Bone•leprosarium Lauleng Kota Pare-Pare•leprosarium Batu Leleng Madya Kabupaten Tana •Toraja
leprosarium Toppoe Kabupaten Majenne•leprosarium Kalang-Kalang Kota Palopo•leprosarium Laringgi Kabupaten Soppeng•leprosarium Tinco Kabupaten Wajo•leprosarium Landipokki Kabupaten Polmas.•
2. Provinsi Sulawesi Tengah
Hanya usaha pengolahan di lapangan yang perlu
perhatian dan dines kesehatan, dan Pemda setempat.
3. Provinsi Sulawesi Tengah
Sejak Rumah Sakit Kusta Bau-bau ditutup, penderita
Promosi dan Pengembangan Pusat RehabilitasiRumah Sakit DR.Tajuddin Chailk Makassar
ragam
54 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
dipindahkan ke leprosarium bahwa yang perlu
perhatian dan penanganan.
Pada tahun 2001 Rumah Sakit Kusta pembina Ujung
Pandang berubah nama menjadi Rumah Sakit Kusta
Regional Makassar, seiring dengan perubahan nama
kota madya Ujung Pandang menjadi Kota Makassar.
Pada awal Rumah Sakit Kusta Regional Makassar
didirikan, fasilitas tempat tidur Rumah Sakit sebanyak
100 tempat tidur dengan didukung oleh sumberdaya
manusia sebanyak 96 orang.
Spesialis syaraf : Jamkesda, Jamkesmas Umum.
Spesialis THT : Jamkesda, Jamkesmas Umum, spuling
telinga, tenggorokan, hidung
Spesialis internal : pasien umum, jamkesmas, jamkesda,
kusta, penyakit dalam, dan paru (PPOM).
Pembuatan kaki palsu (Orthotic Prostatic) pembuatan
sepatu, sandal, kaki palsu.
Mata ; Operasi Katarak, pasang lensa, operasi
petrigium
PROMOSI : Pelayanan Promosi Dilakukan Dengan
menggunakan brosur, Liflet, Bina suasana dengan
dilakukan sesama petugas, penderita dan keluarga
serta ma syarakat umum. Program kegiatan
penyuluhan dilakukan baik di dalam Rumah Sakit
maupun diluar Rumah Sakit merupakan suatu proses
yang kompleks untuk memberikan pelayanan yang
prima dan di perlukan berbagai disiplin ilmu teknologi
yang mutakhir.
Pelayanan Rehabilitasi Medik di RS. DR. Tajuddin
Chalik Makassar akan mengarah menjadi pusat
Rehabilitasi Medik di Kawasan Indonesia Bagian Timur.
Bentuk -bentuk pelayanan Rehabilitasi Medik dan
pelayanan cosmetic antara lain :
1. Pembuatan Kaki Palsu
2. Bedah Kosmetiok / Plastik
Rancangan pelaksanaan RS. DR. Tajuddin Chalik Pusat
Rehabilitasi Medik diperkirakan tahun 2001
KEGIATANNYA :
1. Protesa, Fisioterapi, Okupasi Kerja dan Kegiatan
ragam
55Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Penerapan Standar dan Pedoman Asuhan Kebidanan di RS Ponek diProv. Kalimantan Timur dan Jawa TimurSelf Assessment, Peningkatan Kemampuan & Pembuatan Komitmen
Kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan, terbukti
dengan banyaknya keluhan masyarakat
yang terpampang hampir setiap hari di
media masa elektronik maupun cetak.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa betapa parah dan
rendahnya kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan di
Indonesia dimanapun tempatnya. Meskipun pemerintah
dalam hal ini Kementerian Kesehatan, organisasi
profesi dan beberapa pihak terkait telah berupaya
memperbaiki sistem pelayanan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dan memperbanyak program yang
sinergis yang bertujuan sama. Tetapi upaya ini tidak akan
berhasil bila tidak diikuti dengan komitmen yang tinggi
dari para pelaku pelayanan untuk menjalankan sistem
dan upaya-upaya/program tersebut. Akibat ketidak
berhasilan dari upaya/program yang dirasakan oleh
masyarakat, sehingga menimbulan ketidak puasan.
Dampak kualitas pelayanan kesehatan tercermin
pada indikator derajat kesehatan, yang salah satunya
adalah angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
bayi (AKB). AKI yang menurut SKRT 1995 adalah 373
per 100. 000 kelahiran hidup, mengalami penurunan
yang sangat lambat, yaitu 307 per 100. 000 kelahiran
hidup (SDKI 2002/2003). Angka ini 3 – 6 kali lebih
besar dari negara di wilayah ASEAN dan lebih dari
50 kali dari angka di negara maju. Sedangkan AKB di
Indonesia, berdasarkan SDKI 1997 adalah 52 per 1000
kelahiran hidup, menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup
(SDKI 2002/2003). Dibanding negara ASEAN lainnya,
AKB Indonesia masih 2 – 5 kali lebih tinggi.
Angka diatas menunjukkan bahwa kualitas kesehatan
dalam hal ini pelayanan kebidanan di Indonesia sangat
jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN yang lain. Pelayanan kebidanan yang
berkualitas ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain, faktor input dan proses dari pelayanan itu sendiri.
Faktor input dari pelayanan di antaranya meliputi
kebijakan, tenaga yang melayani, sarana dan prasarana,
standar asuhan kebidanan, standar/pedoman lain
ragam
56 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
yang tersedia serta metode
yang disepakati, serta UU otonomi
daerah yang merubah pola
system kebijakan yang otomatis
akan berpengaruh pada proses
pelayanan kesehatan.
Faktor proses adalah suatu
kinerja dalam mendayagunakan
input yang ada, dalam interaksi
antara bidan dan pasien, meliputi
penampilan kinerja sesuai
dengan standar, hubungan
inpuT1. SDM2. Fasilitas & Sarana
Prasarana3. Kebijakan4. Standar Asuhan
Kebidanan5. Standar yang
tersedia (SOP)6. Pedoman
Manajemen Asuhan Kebidanan
pROSeS1. Sosialisasi,
Pembuatan Komitmen, & Self Assessment
2. Standardisasi3. Bimtek4. Evaluasi
u m p A n - B A l i K
OuTpuTAsuhan kebidanan terstandar
Pencatatan asuhan kebidanan terstandar
dAmpAKIbu & bayi aman, •sehat, dengan trauma seminimal mungkinKepuasan•Angka kesakitan •menurun Angka kematian •menurun
interpersonal dan penerapan
etika dan kode etik kebidanan.
Dalam mempertahankan kualitas
pelayanan kebidanan yang
terstandar perlu adanya proses
bimbingan, monitoring, evaluasi
dan penghargaan bagi bidan
sebagai tenaga kesehatan dalam
pelayanan kebidanan, sehingga
dapat menghasilkan Output ibu
dan bayi yang aman, sehat, dengan
trauma seminimal mungkin.
Dampak dari output tersebut akan
menciptakan kepuasan pelanggan,
dan menurunkan angka kesakitan
dan angka kematian ibu dan bayi.
Bila digambarkan dalam bagan
penerapan standar dan pedoman
manajemen asuhan kebidanan
adalah sebagai berikut :
Dari sistem diatas ternyata masih
menunjukan adanya permasalahan
dari setiap tahap. Masalah pada
sistem tersebut bila dilihat dari
salah satu pelaku pelayanan
kebidanan adalah bidan. Maka
input terutama SDM, antara jumlah
dan distribusi secara nasional
belum mencukupi dan belum
merata, di RS, Puskesmas, Klinik,
Rumah Bersalin, dan Desa. Kualitas
pendidikannya hanya sebagian
kecil bidan yang sudah DIII, dan
kurang mendapat kesempatan
peningkatan kemampuan teknis
melalui pelatihan.
Hasil penelitian Pusdiknakes
dengan WHO (1999) menunjukan;
bahwa bidan tidak percaya
diri dalam melakukan asuhan
kebidanan karena tidak terampil,
hal ini merupakan dampak dari
kesempatan praktek yang kurang
selama pendidikan, 80 % bidan
tidak pernah mengikuti pelatihan
dalam 5 tahun terakhir.
Dari hasil penelitian Direktorat
Keperawatan dan Keteknisian Medik
dengan WHO (2000) menunjukan;
bahwa 70,9% tenaga bidan tidak
pernah mendapat training dalam 3
tahun terakhir. Hasil kunjungan dari
Subdit kebidanan dan perinatal
Direktorat keperawatan ke Rumah
Sakit dan Puskesmas di 5 Provinsi
(2004), ditemukan bahwa semua
rumah sakit dan puskesmas belum
menerapkan Standar dan Pedoman
Asuhan kebidanan, kondisi tersebut
ragam
57Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
diatas sangat signifikan berdampak
pada kualitas pelayanan.
Tujuan Kegiatan Penerapan
standar dan pedoman asuhan
kebidanan adalah adanya komitmen
untuk meningkatkan kualitas
asuhan kebidanan dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu
dan bayi. Serta Tujuan Khususnya
adalah adanya persamaan persepsi
terhadap Standar dan Pedoman
Asuhan Kebidanan; adanya
kesepakatan atau komitmen
untuk menerapkan Standar dan
Pedoman Asuhan Kebidanan; dan
adanya rencana tindak lanjut dalam
Penerapan Standar dan Pedoman
Asuhan Kebidanan. Kegiatan ini
telah dilaksanakan di Provinsi
Kalimantan Timur (RS A. Wahab
Syahrani Samarinda) pada tanggal,
08 - 13 Maret 2010 dan Provinsi
Jawa Timur (RS Syaiful Anwar
Malang) pada tanggal, 22 - 27
Maret 2010.
MASA pertumbuhan anak memang sangat menentukan bagi perkembangan kecerdasannya kelak saat remaja. Karena itu, sebaiknya, orangtua rajin membacakan buku cerita atau mengajarkan menggambar sejak dini.
Menurut ahli pendidikan tersohor asal AS, Glenn Doman dalam bukunya How to Teach Your Baby to Read mengatakan bahwa otak anak yang separuhnya sudah dilakukan pembedahan. Hemispherectomy (membuang separuh fisik otaknya) maka masih punya kemampuan berpikir dengan otaknya yang utuh.
“Ternyata anak yang cedera otak pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi,” ucap Glenn.
Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa perkembangan kecerdasan anak balita 0 ? 4 tahun mencapai 50 persen, 4 ? 8 tahun mencapai 80 persen dan 8 ? 18 tahun mencapai 100 persen. Hal ini terlihat seorang anak mampu menghafal beberapa kata atau syair lagu.
“Dari hal tersebut, kita harus percaya bahwa anak-anak memiliki kemampuan belajar yang tak tertandingi, termasuk membaca,” tutur pengamat anak dan praktisi sistem pengajaran Glenn Doman, Irene F Mongkar.
Ditambahkan Irene bahwa membaca bukan sekadar bisa mengucapkan apa yang dibaca, tetapi juga perlu
Masa Pertumbuhan Anak, Ajarkan Membaca sejak Dini
diperhatikan apakah anak mengerti apa yang dibaca. Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia. Selain itu, membaca merupakan salah satu fungsi paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada k e m a m p u a n membaca.
“Semakin muda usia anak ketika dia belajar membaca, semakin mudah untuk lancar membaca,” ucap pemerhati anak yang mengikuti kursus How to Multiply Your Baby?s Intelligence di Institute for the Achievement of Human Potential, di Philadeldia, AS, yang didirikan Glenn Doman.
Irene menuturkan, anak-anak dapat menirukan kata di saat usia mereka 1 tahun, dapat membaca kalimat di usia 2 tahun dan dapat membaca buku di usia 3 tahun. Dan untuk orangtua dapat melihat bukti bahwa anak-anak dapat membaca terlihat dari si anak bisa mengenal besar kecil. Dan juga bisa membedakan papa dan oom, mama dan tante, sampai pada menghafal iklan. “Jadi tidak perlu ditanya ‘Dapatkah anak kecil membaca?’ tetapi yang perlu ditanya adalah ‘Bacaan apa yang
kita inginkan dibaca anak’,” tandasnya saat menjadi pembicara seminar Smart Parents Conference yang diadakan
Frisian Flag. Mengajar membaca mudah
dan sederhana, namun sayangnya orangtua sering mengabaikan. Mutlak bagi anak-anak untuk melakukan kegiatan belajar, bermain, atau bisa juga bermain sambil belajar. Jika diibaratkan, orangtua adalah pembuat
keramik sedangkan anak-anak adalah tanah liatnya.
Jadi yang tidak boleh dilakukan adalah membuat anak
belajar membaca maju terlalu cepat, terlalu lambat, atau terlalu sering memberi tes. “Lebih baik menunda, jika suasana tidak menunjang anak untuk belajar. Bergembiralah dan ciptakan cara baru,” tuturnya.
Dan yang juga patut menjadi perhatian dalam mengajarkan anak-anak membaca adalah dengan menggunakan kata-kata cukup besar, jelas, dan menarik, dibacakan dengan kuat dan jelas dan lakukan dengan suasana gembira. Namun,Irene mengingatkan, “Tunda mengajar huruf sampai anak siap belajar menulis,” ujarnya. Pada saat mengajarkan anak membaca, usahakan setiap kata dibaca maksimal antara 15 ? 25 kali.
(berbagai sumber)
Info
resensibuku
58 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XXI Tahun 2010
Berdasarkan SKRT tahun 2001, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan penyebab utama kematian neonatal yaitu sebesar 29 % sementara angka kejadian BBLR di Indonesia masih relatif tinggi sekitar 14
%. Perawatan BBLR/premature menjadi sulit karena terbatasnya alat, biaya yang tinggi dan tenaga terampil yang mampu mengoperasionalkan alat dan melakukan perawatan secara benar. Oleh karena itu diperlukan cara alternative dengan teknologi tepat guna yaitu Perawatan Metode Kanguru. Hal ini menjadi perhatian para klinisi dan Kementerian Kesehatan untuk menyusun pedoman pelayanan agar dapat dipakai sebagai acuan dalam mengembangkan dan meningkatkan Perawatan Metode Kanguru didalam dan diluar Rumah Sakit.
Buku ini terdiri dari 9 bab dengan daftar isi antara lain tentang Pendahuluan; Pengertian Pelayanan Perawatan Metode Kanguru; Pengorganisasian; Pelayanan Perawatan Metode Kanguru; Keselamatan Pasien (Patient Safety); Sarana, Obat-obatan dan Peralatan; Pembiayaan; Pengembangan Layanan; Pembinaan dan Pengawasan.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) DenganPerawatan Metode Kanguru di Rumah Sakit dan Jejaringnya
Pemrakarsa : Direktorat Bina Pelayanan Medik SpesialistikTebal : 42 HalamanTerbit Tahun : 2009
59Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XX Tahun 2010
lensayanmed
Rumah Sakit Bergerak Semakin Dibutuhkan
Kompleksitas masalah akses pelayanan kesehatan semakin rumit, ketika masyarakat di Daerah Tertinggal,
Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) dihadapkan pada sulitnya mendapatkan fasilitas kesehatan. Menjawab hal tersebut, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan telah mendirikan 14 Rumah Sakit Bergerak, tersebar diberbagai provinsi NAD, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Bengkulu Utara, Kalimantan Timur, NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Pendirian Rumah Sakit Bergerak sebagai fasilitas kesehatan yang siap guna, bersifat sementara, dalam jangka waktu tertentu dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain, dan kegiatan upaya kesehatan perorangan yang dilaksanakan selama 24 jam melalui pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat/pelayanan darurat.
Rumah Sakit Bergerak ini sebagai bentuk perhatian khusus bagi masyarakat dan sedikitnya dapat mengurangi masalah-masalah kesehatan di DTPK, sehingga tercipta masyarakat mandiri yang sehat dan berkeadilan, seperti yang diamanatkan dalam Visi Pembangunan Kesehatan di dalam perencanaan strategis tahun 2010 -2014.
Rumah Sakit Bergerak Lingga Kepulauan Riau
Beberapa fasilitas Rumah Sakit Bergerak
60 Ditjen Bina Pelayanan Medik • Warta Yanmed Edisi XX Tahun 2010
lensayanmed
Rumah Sakit Bergerak Langap Kabupaten Malinau Kalimantan Timur
Rumah Sakit Lapangan Enggano