USAHA KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR SQ DALAM
PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH
JAKARTA TAHUN 1985 - 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh :
MUHAMMAD FATHULHAJ
1112022000014
PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1439 H
iv
ABSTRAK
Nama : Muhammad Fathulhaj
NIM/Jurusan : 1112022000014/ Sejarah dan Peradaban Islam (SPI)
Judul : Usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ dalam Pengembangan
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta Tahun 1985 - 2010
ABSTRACT
This thesis examines the efforts of KH. Noer Muhammad Iskandar SQ in
the development of Asshiddiqiyah Boarding School in Kebon Jeruk, West Jakarta
from 1985 - 2010. In reconstructing this thesis, the author uses qualitative method,
such as an interview, literature study, and direct observation to the sources. After
studying and researching with these methods, it can be seen that KH. Noer
Muhammad Iskandar has given such a great effort in advancing Asshiddiqiyah
Boarding School. One of the response made by KH. Noer Muhammad Iskandar
for the development of boarding school is education, curriculum, human
resources, and infrastructure. In this case, the author finds that Kyai Noer is a
Muslim figure and a capable preacher. Kyai Noer is an expert in Islamic
jurisprudence in Indonesia. He is also called a steadfast leader in the principle of
upholding political ethics, populist nature, and humble, so people respect to him,
especially in Kebon Jeruk, West Jakarta. Therefor, the author want to know how
KH. Noer Muhammad Iskandar's effort in the development of Asshiddiqiyah
Boarding School from 1985-2010.
Skripsi ini meneliti tentang usaha KH. Noer Muhammad Iskandar dalam
pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di daerah Kebon Jeruk, Jakarta
Barat, dari tahun 1985 - 2010. Dalam merekonstruksi skripsi ini, penulis
menggunakan metode kualitatif, seperti interview (wawancara), studi pustaka, dan
observasi langsung kepada sumber - sumbernya. Setelah dilakukan kajian dan
penelitian dengan metode tersebut, dapat diketahui bahwa KH. Noer Muhammad
Iskandar telah memberikan usaha yang begitu besar dalam memajukan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah. Salah satu respon yang dilakukan oleh KH. Noer
Muhammad Iskandar untuk pengembangan pondok pesantren di antaranya pada
bidang pendidikan, bidang kurikulum, bidang sumber daya manusia, dan bidang
sarana prasarana. Dalam hal ini, penulis menemukan bahwa Kyai Noer
merupakan sosok muslim dan pendakwah yang mumpuni. Kyai Noer merupakan
pakar fikih Islam di Indonesia. Ia juga disebut pemimpin yang teguh dalam
prinsip menegakkan etika berpolitik, sifat merakyat, dan rendah hati sehingga
disegani oleh berbagai kalangan, terutama di masyarakat daerah Kebon Jeruk,
Jakarta Barat. Untuk itu, penulis ingin mengetahui bagaimana usaha KH. Noer
Muhammad Iskandar dalam pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta tahun 1985 - 2010.
Kata Kunci: Pondok Pesantren, KH. Noer Muhammad Iskandar, Asshiddiqiyah.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis limpahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para Sahabatnya.
Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan, hambatan yang
penulis hadapi dan rasakan, baik yang menyangkut masalah menejemen waktu, teknis
pengumpulan data dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan semangat, kerja keras,
dan doa serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan
tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak pihak
yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini, baik yang bersifat moril
maupun materil. Oleh karena itu, sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para Wakil Dekan, I, II, dan III dan seluruh
staf serta pegawai Fakultas Adab dan Humaniora.
viii
3. Bapak H. Nurhasan, M.A, Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dan ibu
Shalikatus Sa’diyah, M.Pd, Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang
telah memberikan motivasi kepada penulis mulai awal perkuliahan hingga dapat
menyelesaikan kuliah pada jenjang strata satu (S-1) penulis.
4. Bapak Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.Ag, Pembimbing Skripsi yang dengan
ikhlas memberikan ilmu dan waktunya untuk membimbing penulis hingga
selesainya skripsi ini.
5. Ibu Imas Emalia, M.Hum, Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis
dari awal masuk sampai akhir perkuliahan.
6. Bapak Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA dan Bapak Drs. H. Azhar Shaleh, M.A selaku
dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk pengujian skripsi.
7. Para Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Adab dan Humaniora, terutama dosen
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang telah banyak memberikan ilmunya
selama penulis mengikuti kuliah.
8. KH. Ahmad Mahrus Iskandar Bsc, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta dan M. Husni Mubarak, Lc, Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian serta seluruh
pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta yang telah berkenan
memberikan informasi, yang penulis butuhkan untuk penulisan skripsi ini.
9. Staf Pemerintahan Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat yang telah memberikan
informasi dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian tentang Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta yang terletak di daerah tersebut.
ix
10. Pimpinan serta seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Staf Fakultas Adab dan
Humaniora, yang telah menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.
11. Kedua orangtua tercinta Abah dan Mama tercinta Bapak H. Husain Syech Said
dan Ibu Hj. Supriyati yang telah mendidik, mengasuh, membimbing dengan kasih
sayang yang tulus, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi di perguruan tinggi.
12. Adik tercinta Siti Nur Fitriana (almh) serta kakak - kakak yaitu Khairul Khadafi,
Ramadhan Hidayat, Muhammad Yaser, Siti Nur Ramdhaniati, dan khususnya Siti
Irma Fatimah yang selalu membantu dan menyemangati, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13. Para senior pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, teman - teman pada
Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Adab dan Humaniora periode
2015 - 2016, teman - teman pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam angkatan
2012, kanda dan yunda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas
Adab dan Humaniora Cabang Ciputat, temen - teman Lembaga Pendidikan
Mahasiswa Islam (LAPENMI) HMI Cabang Ciputat, teman - teman Kuliah Kerja
Nyata (KKN) JINGGA, teman - teman di BMT Syahida IKALUIN Jakarta, teman
- teman AKAR Adventure Outbound, serta teman - teman yang telah memberikan
partisipasinya Setyo Hari Kharisma, Khairul Ummami, Damas Maghfur Pratama,
Achmad Kurniawan, Dliya Mubarokah, dan khususnya Adelin Apriana Fasha
yang tidak henti - hentinya memberikan dukungan, bantuan, semangat, do’a dan
tawa, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dalam hangatan ikatan
keluarga.
x
14. Teman - teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan
maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini banyak kurangnya oleh karena itu, saran dan masukan yang
konstruktif untuk skripsi ini, sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis bermunajat,
semoga amal baik semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
mendapatkan imbalan dan pahala sebesar - besarnya dari Allah SWT. Semoga skripsi
ini menjadi bermanfaat bagi almamater, khususnya bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 20 September 2017
Muhammad Fathulhaj
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 4
D. Tinjauan Pustaka .................................................................... 5
E. Kerangka Teori ....................................................................... 6
F. Metode Penelitian ................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
BAB II MENGENAL KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR SQ
A. Biografi KH. Noer Muhammad Iskandar SQ ......................... 11
1. Kelahiran............................................................................ 11
2. Pendidikan dan Guru-gurunya ........................................... 13
B. Perjalanan Hidup KH. Noer Muhammad Iskandar SQ ......... 15
C. Aktifitas Dakwahnya .............................................................. 17
D. Aktivitas Sosial dan Politiknya .............................................. 21
BAB III PROFIL PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH JAKARTA
A. Pondok Pesantren ................................................................... 24
B. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta ............................... 28
xii
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ................................................................... 28
2. Nama Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ........................... 30
3. Letak Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ........................... 31
C. Visi dan Misi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah .................... 31
D. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ........... 32
E. Materi Pengajaran di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ......... 33
BAB IV USAHA KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR SQ DALAM
PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH
JAKARTA
A. Dalam Bidang Pendidikan ....................................................... 35
B. Dalam Bidang Kurikulum ....................................................... 40
C. Dalam Bidang Sumber Daya Manusia .................................... 41
1. Guru (Tenaga Pendidik) .................................................... 41
2. Tenaga Administrasi (Tenaga Kependidikan) ................... 43
3. Santri.................................................................................. 44
D. Dalam Bidang Sarana dan Prasarana ....................................... 46
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 48
B. Saran ........................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN – LAMPIRAN ............................................................................... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki lembaga pendidikan tertua yakni pesantren. Pesantren
lahir dan berkembang dipelopori oleh para ulama. Para ulama membuka dan
mengembangkan pesantren di daerahnya masing - masing dengan membina para
santri. Kemudian santri yang telah menyelesaikan pendidikannya kembali ke
daerahnya masing - masing, lalu mendirikan pesantren - pesantren baru dan
mengembangkannya, sehingga pesantren tumbuh dan berkembang pesat di
Indonesia.
Sebagai lembaga Islam pertama dan tertua di Indonesia, pesantren
mengalami banyak perubahan peran dalam masyarakat Indonesia. Pada masa
Walisongo, pesantren memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam
di pulau Jawa. Begitu juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua
peperangan melawan pemerintah kolonial Belanda, mendapat dukungan penuh
dari pesantren.
Pesantren di Indonesia terus berkembang sejalan dengan perkembangan
zaman. Pesantren oleh para ulama Indonesia selalu menjadi kajian - kajian yang
menarik, karena banyak menghasilkan generasi Islam yang mampu menghadapi
perubahan sosial1.
Pondok pesantren sebagai salah satu pendidikan berbasis agama, juga
berfungsi sebagai lembaga penyiaran agama Islam. Pondok pesantren memiliki
tingkat integritas yang tinggi dengan sekitarnya dan menjadi rujukan moral bagi
masyarakat umum. Ilmu yang dipelajari tak pernah terpisahkan dari ajaran agama,
artinya semua peristiwa yang terjadi dipandang memiliki hubungan dengan ajaran
agama.
1 Mohamad Said dan Juminar Affan, Mendidik dari Zaman ke Zaman, (Bandung:
Jemmars, 1987), h. 7.
2
Pesantren memiliki magnet besar, karena peran dan kiprahnya bagi
masyarakat, negara, dan umat manusia yang tidak bisa dianggap gampang atau
dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya kontribusi yang pernah
dipersembahkan lembaga pesantren. Bahkan, pada masa kinipun peran tersebut
masih tetap bisa dirasakan.
Pesantren memiliki daya tarik tersendiri, baik dari sosok luarnya,
kehidupan sehari - harinya, potensi dirinya, isi pendidikannya, sistem, dan metode
pembelajarannya. Umat Islam mengetahui perkembangan pesantren, masa dahulu
hingga sekarang, serta kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
Pertumbuhan suatu pesantren semata - mata tergantung pada kemampuan
pribadi kyai2 yang beranggapan bahwa pesantren dapat diibaratkan sebagai
kerajaan kecil dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan
kewenangan dalam kehidupan. Gaya kepemimpinan otoriter mengakibatkan tidak
seorangpun santri dapat melawan kekuasaan kyai (dalam lingkungan
pesantrennya) kecuali kyai lain yang lebih besar pengaruhnya.
Sistem pendidikan pesantren salafi‟ah yang mewajibkan santri mengikuti
pengajian kitab kuning klasik dengan para ustadz mulai ditinggalkan oleh para
calon santri, karena kurang cocok dengan era moderen dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Akibatnya pesantren kurang diminati bahkan
cenderung “mati” karena hanya mempertahankan tradisi di tengah perubahan
sosial.
Hal lain yang menyebabkan pesantren “ditinggalkan” adalah gaya dan pola
hidup yang cenderung sederhana. Banyak santri yang ingin hidup mewah di
zaman sekarang. Fasilitas yang diinginkan layaknya di rumah sendiri. Penggunaan
teknologi untuk hidup keseharian pun menjadi salah satu pemicu pesantren kurang
memiliki daya tarik.
2 Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki
atau yang menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para
santrinya, bahkan selain gelar kyai, juga sering disebut dengan alim yakni orang yang dalam
pengetahuan Islamnya.
3
Selain pola hidup dan gaya hidup santri, metode pembelajaran pun belum
mengenal apa yang disebut dengan ilmu - ilmu umum, sehingga menjadi salah
satu alasan pesantren kurang diminati. Metode pembelajaran sorogan3,
bandongan, dan wetonan4 perlu direkonstruksi dengan cara mengembangkan
budaya kritis bagi santri dalam proses belajar mengajar. Santri yang hanya
menerima apa adanya dari kyai, cenderung menimbulkan kejumudan dalam
berpikir dan kurang mampu menjadi problem solver bagi persoalan masyarakat
modern.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah sebagai lembaga pendidikan yang
didirikan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar SQ mempunyai visi sebagai
lembaga yang mampu membentuk dan menyiapkan kader serta ulama ahlusunnah
wal jama‟ah berwawasan global, mampu mentransformasikan ilmunya ke dalam
bahasa masyarakat global dengan perilaku akhlak karimah.
Misinya menyelenggarakan pendidikan berbasis agama Islam, teknologi
moderen, dan ekonomi kerakyatan mulai dari pendidikan usia dini hingga
pendidikan tinggi. Kyai Noer berupaya memadukan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah menjadi Pondok Pesantren tradisional (salafiyah) tapi tidak
kehilangan sistem moderen, sehingga Pondok Pesantren Asshiddiqiyah tetap
berpaduan pada pendidikan umum kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan
Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) dalam lingkungan pesantren.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam tentang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang terletak di daerah
Kebon Jeruk Jakarta Barat dalam sebuah karya ilmiah, dengan judul “Usaha KH.
Noer Muhammad Iskandar SQ dalam Pengembangan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta Tahun 1985 - 2010”.
3 Kata sorogan berasal dari bahasa jawa yang berarti ”sodoran atau yang disodorkan”.
Maksudnya suatu sistem pengajian dimana seorang santri membacakan dan menerjemahkan
kitabnya, dan kyai hanya mendengar dan menyimak bacaan santi. 4 Yang diartikan dengan sistem bandongan atau wetonan dalam sistem pengajian ini
seorang kyai membacakan dan menerjemahkan kalimat-kalimat yang mudah diikuti oleh sebagian
besar santri dan masing-masing memegang kitabnya sendiri lalu santri mendengarkan dan
menyimak bacaan kyai.
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis akan membatasi
permasalahnnya pada usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ dalam
pengembangan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta sejak tahun 1985 -
2010.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana Mengenal KH. Noer Muhammad Iskandar SQ?
b. Bagaimana Perkembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta?
c. Bagaimana Usaha - usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ dalam
Pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian dan penulisan karya ilmiah memiliki beberapa tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk mengenal KH. Noer Muhammad Iskandar SQ.
b. Untuk mengetahui Perkembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta.
c. Untuk mengetahui Usaha - usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ
dalam Pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
Sebagai suatu kajian ilmiah, maka penelitian ini diharapkan memiliki
kegunaan dan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Fakultas Adab dan Humaniora dan bermanfaat bagi mahasiswa
Fakultas tersebut, sebagai bahan dan pengetahuan mengenai Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah dan masyarakat Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat.
5
b. Bagi lembaga Pendidikan daerah.
c. Bagi masyarakat daerah, sebagai sumber informasi mengenai lembaga
pendidikan di wilayah tersebut.
d. Bagi diri sendiri serta bagi mahasiswa yang menyukai pendidikan dalam
ruang lingkup pondok pesantren.
D. Tinjauan Pustaka
Kajian tentang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta memang sudah
ada beberapa yang menuliskan, tetapi yang membahas secara khusus tentang
usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ dalam pengembangan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah belum pernah dilakukan. Penulis hanya menemukan
beberapa karya ilmiah saja, baik berupa buku, maupun skripsi yang bisa dijadikan
rujukan dalam penelitian ini.
Buku karya Zamakhsyari Dhofier pada tahun 2011 dalam karyanya
berjudul, “Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai”, Buku ini
menjelaskan tentang semangat umat Islam, khususnya para kyai pimpinan pondok
pesantren untuk mengembangkan pondok pesantren. Selain itu, buku ini juga
menjelaskan tentang ciri-ciri umum pondok pesantren, seperti pola umum
pendidikan Islam di pondok pesantren, sistem pengajaran di pondok pesantren,
dan perkembangan pendidikan Islam di pondok pesantren.
Buku karya Muhammad Maksum berjudul “Refleksi Pesantren: Otokritik
dan Prospektif”, Buku ini menjelaskan tentang semua aspek yang berkaitan
dengan pesantren, baik aspek kelebihannya maupun aspek kekurangannya
didalam pesantren. Hal tersebut bertujuan untuk menggugah para insan pesantren
agar mampu meningkatkan kualitas pesantren, sehingga mampu eksis di era
globalisasi yang tantangannya sangat beragam.
Skripsi Eri Herzegovina Fansuri, mahasiswa Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, program studi Muamalat, Fakultas Syariah dan
Hukum, pada tahun 2014, berjudul “Etika Bisnis Masyarakat Muslim dalam
Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di lingkungan Lembaga
Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat)”. Skripsi tersebut lebih menekankan
pada masyarakat muslim dalam berdagang yang meliputi teori etika bisnis, teori
6
perdagangan, dan penerapan etika bisnis Islam para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat. Kelemahan skripsi Eri terdapat pada pembahasan tentang
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang relatif ringkas dan juga pada keterbatasan
sumber analisis. Dalam skripsi ini penulis menitik beratkan pada peranan KH.
Noer Muhammad Iskandar dalam pengembangan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta.
E. Kerangka Teori
Setiap masyarakat atau manusia mengalami perubahan. Perubahan tersebut
dapat dilihat perbandingan dengan meneliti suatu masyarakat pada masa tertentu
dengan masyarakat pada waktu yang lain. Proses perubahan yang terjadi secara
terus menerus oleh sartono kartodirdjo dinamakan gejala sejarah. Gejala sejarah
dalam proses perkembangan sejarah, seharusnya dapat mendefinisikan waktu,
tempat, pelaku, mengapa gejala sejarah itu terjadi dan bagaimana gejala sejarah
lain, yang mencakup gejala sejarah yang terjadi sebelumnya, sesudahnya, atau ada
hubungan fungsionalisme dalam satu sistem.5
Dilihat dari perspektif di atas, maka gejala sejarah bisa diartikan sebagai
suatu momentum gerakan historis atau lazim disebut dengan perubahan social.
Menurut Sartono Kartodirjo konsep perubahan sosial bertolak dari 3 referensi,
yaitu:
1. Dinamika masyarakat menunjukkan pergerakkan dan tingkat
perkembangannya yang terdahulu ke yang kemudian, lazimnya dari yang
sederhana ke yang lebih maju, unsur-unsur mana yang berubah dan faktor-faktor
apakah yang menyebabkan perubahan.
2. Dalam beberapa teori, perubahan sosial dimulai dari yang sederhana
bentuknya ke yang kompleks, artinya perubahan sosial yang terjadi sering kali
mengarah ke arah yang lebih baik. Berkaitan dengan perubahan sosial ini ada
banyak teori yang biasa dipakai, seperti teori revolusi, teori kemajuan, dan
lainnya.
5 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metode Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1992), h. 99.
7
3. Studi sejarah perubahan sosial mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan
dengan pola, struktur, dan tedensi dalam proses perubahan sosial. Fokus perhatian
studi sejarah, perubahan sosial ini. 6
Perubahan sosial yang terjadi dalam perubahan masyarakat biasanya
dimotori oleh suatu lembaga, dimana lembaga tersebut memiliki posisi atau
kedudukan yang sangat penting bagi masyarakat. Lembaga tersebut salah satunya
ialah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, karena dalam banyak hal
keberadaan pondok pesantren, seringkali memilki pengaruh besar terhadap
kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya, tak terkecuali dengan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah yang terletak di daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat, juga
memilki peranan dalam pengembangan pendidikan Islam di daerah Jakarta dan
sekitarnya.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang berdiri pada tahun 1985 dan masih
eksis sampai sekarang, tentu memiliki andil besar bagi perubahan sosial
masyarakat Jakarta, baik dari segi peran kyai dan pengembangan dalam bidang
pendidikan, kurikulum, sumber daya manusia, dan sarana prasarana. Untuk
melihat berbagai perubahan dan pengembangan di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta dalam pendidikan khususnya, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis
dalam hal ini menggunakan teori - teori sosiologi, dalam melihat masyarakat di
daerah Kebon Jeruk dan sekitar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta.
F. Metode Penelitian
1. Waktu dan Tempat
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 7 bulan, mulai bulan
Desember sampai bulan Juni sedangkan tempatnya di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta.
6 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metode Sejarah (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1992), h. 99.
8
2. Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualiltatif. Alasan peneliti menggunakan paradigma kualitatif adalah karena dalam
skripsi ini, penulis ingin memberikan, menerangkan, mendeskripsikan secara
kritis, atau menggambarkan suatu fenomena, suatu kejadian, atau suatu peristiwa
ineraksi sosial yang ada di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Oleh karena
itu, semua jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dengan mengumpulkan
data lunak. Penelitia kualitatif, ada yang berupa penelitian lapangan dan ada pula
penelitian kepustakaan. Perbedaan antara tipe yang satu dengan yang lain terletak
pada tujuan dan strategi penemuannya.7
3. Sumber Data
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam menentukan sumber
data. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian tidak
menggunakan populasi, karena penelitian berangkat dari kasus keberadaan
individu atau kelompok dalam situasi sosial tertentu, maka hasilnya hanya berlaku
pada situasi sosial yang menggambarkan keberadaan kelompok yang diteliti.
Situasi sosial itu mencakup tiga unsur utama, yaitu: 1. Pelaku (actors) orang yang
melakukan kegiatan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah seperti: ustadz, kyai, dan
santri; 2. Tempat (place) lokasi kejadian. Kegiatan tersebut dilakukan yaitu di
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta; 3. Aktivitas (activities) segala sesuatu
yang dilakukan actor, berupa kegiatan keagamaan di lingkungan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Selain tiga unsur di atas, sumber data dapat
diperoleh dari masyarakat dan pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang
tinggal di daerah tersebut, data atau dokumentasi daerah tersebut, dan buku
referensi.
7 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenada Media, 2014), h. 338.
9
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Interview (Wawancara)
Interview merupakan salah satu teknik yang dilakukan peneliti dalam
meneliti dan mengumpukan data dengan cara tanya jawab sepihak yang
dikerjakan dengan sistematis dan pertanyaan yang diajukan berlandaskan kepada
tujuan penelitian. Pertanyaan yang diajukan pun harus terstruktur dengan rapih
agar info yang didapat lebih akurat dan bisa dipertanggung jawabkan. Objek yang
diwawancarai terdiri dari 2 kyai, 4 ustadz, dan 4 santri.
b. Studi Pustaka
Pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap berbagai buku,
literatur, catatan, serta berbagai laporan.
c. Studi Dokumentasi
Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi
untuk melengkapi sumber sumber yang ada, seperti buku buku literature dan
dokumen dokumen, majalah jurnal dan lain lain yang masih ada kaitannya dengan
permasalahan serta pembahasan yang dibahas.
d. Observasi
Observasi merupakan suatu metode pengumpulan data lapangan, yang
biasa diartikan sebagai cara meninjau secara cermat dan mengamati secara
seksama akan suatu gejala gejala yang sedang terjadi di ruang lingkup penelitian.8
Dengan observasi diharapkan akan memperoleh data yang lebih akurat dan asli,
sehingga fakta yang sesungguhnya dapat diungkap secara cermat dan lengkap.9
8 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, jilid 2, (Yogyakarta: Andi, 2000), h. 136.
9 Djali Farouk Muhammad, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bunga Rampai), h.
105.
10
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi
serta pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun susunan kerangka sistematis
sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas mengenai KH. Noer Muhammad Iskandar, meliputi
biografi KH. Noer Muhammad Iskandar, perjalanan hidup KH. Noer Muhammad
Iskandar, aktifitas dakwah KH. Noer Muhammad Iskandar, dan aktifitas sosial
dan politik KH. Noer Muhammad Iskandar.
Bab ketiga membahas mengenai Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
meliputi latar belakang berdirinya, nama, letak, visi dan misi, struktur organisasi,
dan materi pengajaran pondok pesantren. Pembahasan ini dimaksudkan untuk
mengetahui gambaran umum tentang kondisi pondok pesantren yang menjadi
objek penelitian.
Bab keempat menjelaskan mengenai usaha KH. Noer Muhammad
Iskandar SQ dalam pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
dalam bab ini terbagi menjadi empat sub pokok pembahasan yaitu sub pertama
membahas dalam bidang pendidikan, sub kedua dalam bidang kurikulum, bab
ketiga mengenai bidang sumber daya manusia meliputi guru, tenaga adminstrasi,
dan santri, dan yang keempat dalam bidang sarana dan prasarana.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pokok
pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini serta saran - saran yang ada
relevansinya dengan permasalahan yang dibahas.
11
BAB II
MENGENAL KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR SQ
A. Biografi KH. Noer Muhammad Iskandar SQ
1. Kelahiran
KH. Noer Muhammad Iskandar lahir pada tanggal 5 Juli 1955 di Desa
Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur. Ayahnya bernama KH. Iskandar (alm)
sedangkan Ibunya bernama Hj. Siti Robi‟atun (almh). Ayah Kyai Noer merupakan
seorang ulama kharismatik dan pendiri Pondok Pesantren Manba‟ul Ulum di
daerah Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur.
Kyai Noer hidup dalam tradisi keagamaan Islam yang kuat. Kyai Noer
lahir di Desa Sumber Beras, sebuah Desa di Banyuwangi, Jawa Timur. Desa ini
pada tahun 1955 sampai tahun 1960 disebut dengan desa hitam, Desa tersebut
merupakan pusat berkumpulnya kaum bromocorah10
, tukang santet, dukun, dan
jawara. Akan tetapi, berkat mertua dan ayah Kyai Noer, yakni Kyai Abdul Manan
dan Kyai Iskandar, Desa ini bisa berubah menjadi Desa hunian kaum santri atau
biasanya disebut Desa santri. Keterlibatan kedua tokoh kyai ini dalam mengubah
wajah Desa Sumber Beras sangat terasa, khususnya dari bidang pendidikan.Wajah
Desa diubah dengan membangun perilaku penduduknya, dan Desa ini terdapat
sebuah pondok pesantren besar yaitu Pondok Pesantren Manbaul Ulum yang
menampung santri - santri dari berbagai daerah.11
Berdasarkan silsilah keluarga dari garis keturunan laki - laki, Kyai Noer
merupakan keturunan Kyai Abdullah Said bin Wardoyo. Kyai Wardoyo adalah
menantu dari KH. Zainal Abidin kakek dari Kyai Shaleh yang mempunyai
keturunan para kyai pendiri Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri. Kyai Wardoyo
memiliki putra bernama Kyai Abda. Kyai Abda memiliki putra bernama KH.
Iskandar. Menurut garis keturunan ibu, ibu Kyai Noer yaitu Hj. Siti Robi‟atun
merupakan keturunan dari raja Panjalu Tasikmalaya, Jawa Barat. Raja Panjalu
10
Bromocorah adalah penjahat yang sehari - harinya bergaul dengan masyarakat, tetapi
pada suatu saat tidak segan - segan melakukan kejahatan, seperti merampok. 11
Amin Idris, Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, (Jakarta, PT. Mencari Ridho
Gusti, 2009), h. 11.
12
memiliki putra yang bernama Sahcahnyoto. Sahcahnyoto memiliki putra yang
bernama Kyai Syahiddin. Kyai Syahiddin memiliki putra yang bernama Kyai Nur
Syiam. Ia memiliki putra yang bernama Kyai Abbas. Kyai Abbas memiliki putri
yang bernama Nyai Hasanah yang merupakan nenek dari Hj. Robiatun. Nyai
Hasanah memiliki putra bernama Kyai Abdul Manan, ia adalah ayah Hj. Siti
Robi‟atun.12
Kyai Noer merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara. Adapun
putera dan puteri KH. Iskandar dari pernikahannya dengan Hj. Siti Robi‟atun
antara lain, KH. Ali Muchaidlori Iskandar, (Ulama Jawa Timur yang pernah
menjabat sebagai ketua MUI Jawa Timur), KH. Hasan Sadzili (pemimpin Pondok
Pesantren Manbaul Ulum di Banyuwangi), KH. Imam Baidhowi (pemimpin
Madrasah Manbaul Ulum di Banyuwangi), Siti Muti'ah, Siti Mariatun, Mahall,
KH. Muhammad Anwar Iskandar, (pemimpin Pondok Pesantren Al - Amin di
Kediri dan pejabat sebagai ketua yayasan di Universitas Islam Kediri), Siti
Jauharoh (pengajar di Manbaul Ulum di Banyuwangi), KH. Noer Muhammad
Iskandar (pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah), Siti Saadatul
Uchrowiyah (pengajar di Manbaul Ulum di Banyuwangi) dan kesebelas
meninggal dunia sempat diberi nama beberapa saat setelah lahir.13
Latar belakang keluarga Kyai Noer yang menjadi pengasuh di banyak
pondok pesantren menunjukkan bahwa semua saudaranya merupakan keturunan
keluarga yang peduli terhadap pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari figur ayah
mereka Kyai Iskandar yang giat memperjuangkan pendidikan agama Islam dalam
menggunakan sistem bentuk pendidikan madrasah, padahal pada waktu itu,
pendidikan madrasah belum banyak diterapkan di pondok pesantren.
12
KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 31 Mei 2017. 13
Amin Idris, Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, (Jakarta, PT. Mencari Ridho
Gusti, 2009), h. 32.
13
Semenjak kecil Kyai Noer memang terkenal cerdas, kemampuannya
mampu dengan mudah menyerap pelajaran - pelajaran yang telah diberikan
ayahnya. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang
ayah memasukkan Kyai Noer ke Pondok Pesantren Manbaul Ulum tidak lain
pondok pesantren ayahnya sendiri di Daerah Banyuwangi, Jawa Timur.
Kyai Noer sosok muslim yang mumpuni dan seorang pendakwah dan
pakar fikih Islam di Indonesia. Kyai Noer juga disebut pemimpin yang teguh
dalam prinsip menegakkan etika berpolitik, sehingga disegani oleh berbagai
kalangan, terutama di masyarakat Kebon Jeruk Jakarta Barat. Kyai Noer memiliki
sifat merakyat, rendah hati, dan sangat peduli terhadap kaum dhuafa14
. Itulah sifat
- sifat yang melekat dijiwa Kyai Noer. Di sela - sela kesibukan yang begitu padat,
Kyai Noer masih menyempatkan waktunya untuk menyantuni ratusan anak yatim
piatu di daerah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kyai Noer merupakan seorang Kyai yang tidak hanya fokus mengurus
masalah pendidikan, tetapi juga konsen terhadap masalah sosial dan susila.15
Dalam pandangannya Kyai Noer masalah sosial tidak kalah pentingnya dengan
masalah susila. Hal ini terbukti, di dalam Al Qur‟an istilah - istilah sosial tidak
kalah banyaknya dibicarakan dibandingkan istilah - istilah susila. Seperti
contohnya zakat fitrah, infaq, shadaqah, dan amal jariyah.
2. Pendidikan dan Guru - gurunya
Pengalaman pendidikan Kyai Noer dimulai sejak Kyai Noer masih dalam
asuhan keluarganya. Melalui keluarganya, Kyai Noer mengikuti pendidikan dasar
dan menengah di Pondok Pesantren Manba‟ul Ulum di Sumber Beras yang diasuh
oleh ayahnya sendiri yaitu Kyai Iskandar.16
Kyai Noer belajar kitab - kitab salaf17
seperti Tafsir Jalalain, Mukhtasor Jiddan, dan menghatamkan Al-Qur‟an.
14
Kaum Dhuafa adalah kelompok manusia yang dianggap lemah (iman, ekonomi, dan
fisik) atau mereka yang tertindas. 15
Susila ialah baik budi bahasanya; beradab; sopan: semua orang akan senang melihat
remaja yang terhadap orang tua. 16
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 24 Januari 2017. 17
Di dunia pesantren kitab salaf adalah kitab yang berwarna kuning, yang sering
digunakan santri salafi saat mengaji.
14
Pada tahun 1967, Kyai Noer melanjutkan jenjang pendidikannya di
Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.18
Di sana Kyai Noer mengaji
kitab - kitab salaf seperti Tafsir Jalalain, Mukhtasor Jiddan, dan Ta‟lim Muta‟alim
di bawah bimbingan KH. Makhrus Ali, yang tidak lain merupakan pamannya
sendiri. Setelah lulus di Pondok Pesantren Lirboyo, Kyai Noer mulai membantu
Kyai Makhrus Ali untuk berdakwah, lalu menggantikannya mengisi pengajian dan
ceramah kepada masyarakat.
Pada tahun 1975, Kyai Noer meninggalkan Pondok Pesantren Lirboyo dan
menuju Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Ilmu Al
Qur‟an (PTIQ) di daerah Pasar Jum‟at, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Dengan
mengambil Jurusan Syariah dan lulus pada tahun 1982.19
Setelah selesai di PTIQ Jakarta, Kyai Noer langsung pulang ke kampung
halamannya untuk bertemu keluarganya, setelah Kyai Noer dari kampung
halamannya ia langsung pergi ke Jakarta untuk meneruskan perjuangan ayahnya
yaitu Kyai Iskandar untuk berdakwah mensyiarkan ajaran agama Islam kepada
masyarakat dan membangun sebuah pondok pesantren didaerah Jakarta.20
Semasa kecil hingga sekarang guru yang paling berpengaruh adalah yang
pertama KH. Iskandar, Kyai Iskandar mengajarkan kepada Kyai Noer kitab - kitab
salaf seperti Tafsir Jalalain, dan Mukhtasor Jiddan. Yang kedua KH. Makhrus Ali,
Kyai Noer selama di Pondok Pesantren belajar banyak dengan KH. Makhrus Ali
dengan mengajarkan kitab - kitab salaf seperti Tafsir Jalalain, Mukhtasor Jiddan,
dan Ta‟lim Muta‟alim. Selain itu juga ada tiga guru yang berperan besar terhadap
Kyai Noer, yaitu Kyai Baidhowi Iskandar, Kyai Anwaruddin Iskandar, dan Kyai
Abu Hasan Sadlili Iskandar.21
18
Pondok Pesantren Lirboyo adalah pondok pesantren yang terkenal dan terbesar di
daerah Kediri, Jawa Timur. Pondok pesantren ini berdiri pada tahun 1910 sampai dengan
sekarang. 19
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 24 Januari 2017. 20
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 24 Januari 2017. 21
KH. Noer Muhammad Iskandar, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 31 Mei 2017.
15
B. Perjalanan Hidup KH. Noer Muhammad Iskandar SQ
Perjalanan dan perjuangan panjangpun harus dilalui dengan berbagai
tantangan yang berat. Namun, berkat dukungan dan dorongan yang begitu kuat,
Kyai Noer mampu berpikir untuk membangun sarana pendidikan bagi
peningkatan kualitas sumber daya manusia.22
Kecerdasan dan ketekunannya, membuat Kyai Noer menjadi salah satu
murid terpandai di Pondok Pesantren Lirboyo. Ketika KH. Makhrus Ali sudah
tidak berdakwah, Kyai Noer ditunjuk untuk menggantikannya. Selain menjadi
pendakwah, Kyai Noer juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi
ilmiah) bagi murid-muridnya dan masyarakat.
Pada tahun 1982, Kyai Noer lulus dari PTIQ Jakarta. Setelah lulus, Kyai
Noer tetap mengajar dan menjadi da’i23
. Uniknya selama menjadi mahasiswa,
Kyai Noer menjalani hidup dengan kesederhanaan. Meskipun tantangan hidup dan
kondisi ekonomi yang serba pas - pasan Kyai Noer tetap bertahan untuk
melanjutkan kuliahnya. Di tengah suasana yang penuh kesederhanaan itulah, Kyai
Noer mencari penghasilan tambahan dengan mengajar mengaji dari satu mushola
ke mushola yang lain, selain itu, Kyai Noer pun menjadi seorang da’i di daerah
Jakarta. Karena keuletannya tersebut, Kyai Noer mendapatkan beasiswa di PTIQ
Jakarta.
Pada tahun 1984, kedatangan Kyai Noer di Jakarta kemudian berlabuh di
daerah Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Saat itu wilayah tersebut masih
sepi dari penduduk, karena sebagian besar wilayahnya dipenuhi oleh beberapa
bagian sawah dan ladang. Ketika usianya memasuki 27 tahun Kyai Noer menikah
dengan Siti Nur Jazilah, putri Kyai H. Mashudi, asal Tumpang, Malang, Jawa
Timur. Kyai Noer dikaruniai 6 orang anak yaitu Nur Eka Fatimatuzzahro,
Istiqomah Iskandar, Ahmad Makhrus Iskandar, Atina Balqis Izza, dan
22
Ustadz Syaiful Rahman, Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 28 Februari 2017. 23
Dai adalah seseorang yang terlibat dalam dakwah atau yang mengajak orang lain untuk
beriman, berdoa, atau untuk berkehidupan Islam.
16
Muhammad Muhsin Ibrahim Iskandar. Sedangkan anak bungsunya Ahmad
Ibrahim Iskandar meninggal beberapa hari setelah dilahirkan.24
Perjuangan Kyai Noer untuk mendirikan dan mengelola pondok pesantren
pun berlabuh. Bersama dengan beberapa teman, Kyai Noer mendirikan Yayasan
Al-Muchlisin di Pluit. Berbagai kegiatan pendidikan yang sudah mulai dirintis,
kemudian ia tangani dengan sepenuh hati. Bahkan, kegiatan yang berawal dari
remaja Masjid Al Muchlisin ini, telah berkembang menjadi Madrasah Diniyah,
yang dari itu lambat laun mulai mendapat simpati pada masyarakat. Bukan hanya
itu, undangan ceramah juga mulai berdatangan pada Kyai Noer.25
Pada tahun 1983, Kyai Noer diminta mengelola sebidang tanah oleh H.
Rosyadi yang di wakafkan dari keluarga H. Abdul Ghoni Dja‟ani di daerah
Kedoya untuk dijadikan lembaga pendidikan. Di areal tanah seluas 2000 meter,
merupakan tanah yang diwakafkan oleh keluarga H. Abdul Ghoni Dja‟ani kepada
H. Rosyadi lalu dialihkan kepada Kyai Noer untuk dibangun menjadi lembaga
pendidikan Islam.
Kyai Noer membangun Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dengan cara yang
pertama membangun sebuah mushola kecil dengan menggunakan triplek. Modal
awal untuk membangun sebuah mushola kecil dan pondok pesantren dari H.
Abdul Ghani, putra ketiga dari H. Abdul Ghoni Dja‟ani. Seperti kisah sukses pada
umumnya Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan.
Namun, dalam keprihatinan tersebut Kyai Noer punya keyakinan yang cukup
kuat, bahwa kelak lembaga pendidikan pondok pesantren ini akan bisa maju dan
berkembang pesat.
Pada tahun 1986, Kyai Noer mencoba membangun Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah. Selain itu Kyai Noer membuka Madrasah Tsanawiyah Manbaul
Ulum dan Madrasah Aliyah Manbaul Ulum di kawasan pondok pesantren. Nama
Manbaul Ulum untuk Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Asshiddiqiyah diambil
24
Amin Idris, Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, (Jakarta, PT. Mencari Ridho
Gusti, 2009), h. 61. 25
Amin Idris, Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, (Jakarta, PT. Mencari Ridho
Gusti, 2009), h. 62.
17
dari nama pondok pesantren yang dibangun ayah Kyai Noer yaitu Kyai Iskandar
di daerah Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur.
Pada tahun 1999, Kyai Noer mulai bergabung dengan partai politik PKB
(Partai Kebangkitan Bangsa) di tingkat nasional. Kyai Noer juga dikenal
bersahabat baik dengan mantan presiden Indonesia ke 4 yaitu K.H. Abdurahman
Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur. Kyai Noer turut serta menemani dan
membantu Gus Dur mulai dari pencalonan menjadi calon presiden Indonesia
sampai Gus Dur terpilih menjadi presiden Indonesia.26
C. Aktifitas Dakwahnya
Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan tuntutan Al -
Qur‟an dan Hadist, saling mengingatkan pada kebenaran dan menasehati dalam
kesabaran, selain itu dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bernilai
ibadah untuk membina atau membentuk masyarakat melalui ajaran agama yang
Islami, melalui pesan - pesan agama yang Islam.
Tercapainya sebuah dakwah yang baik tentu diperlukan pengetahuan dan
ketaatan para ulama dalam menjalankan agama, mereka seharusnya mempunyai
kemampuan paling tidak berusaha meneladani kepribadian Nabi Muhammad
SAW dengan lengkap dan terinci.27
Aktifitas Kyai Noer sangat besar dalam mengembangkan dakwah di
daerah Kebon Jeruk Jakarta Barat. Kyai Noer seorang da‟i dan ulama yang
memiliki eksistensi dan keberadaannya di daerah Kebon Jeruk Jakata Barat dan
sekitarnya terutama di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah adalah sebagai tokoh
agama yang paling banyak merubah kondisi dan karakter masyarakat di daerah
sekitar Kebon Jeruk Jakarta Barat, dari masyarakat yang bersifat individual
menjadi masyarakat yang bersatu dan dari masyarakat yang tidak bermodal
menjadi masyarakat yang bermoral dan sangat religius.
26
Ustadz Syaiful Rahman, Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 28 Februari 2017. 27
Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi, (Jakarta: Logos, 2002), h. 132.
18
Kyai Noer juga menyampaikan dakwahnya tidak hanya di lingkungan
masyarakat Kebon Jeruk saja tetapi di wilayah Jabodetabek. Kyai Noer juga
memberikan ceramah atau tausiyah pada masyarakat pada upacara - upacara
keagamaan seperti peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi‟raj dan
tahun baru Islam, ataupun upacara hajatan masyarakat seperti pernikahan,
khitanan dan lainnya.
Dalam menyampaikan materi dakwahnya di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah dan masyarakat Kebon Jeruk Jakarta Barat berdasarkan dari Al -
Qur‟an dan Hadits, menurutnya Al - Qur‟an merupakan sumber utama dan materi
pokok yang harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dan dimengerti oleh
masyarakat (mad’u). Al - Qur‟an merupakan wahyu Allah SWT yang akurat akan
kebenaran dan keasliannya. Al - Qur‟an dipakai oleh orang muslim sebagai
pedoman dalam hidupnya karena di dalam Al - Qur‟an terkandung secara lengkap
baik hukum, sejarah dan prinsip tentang masalah peribadatan, akhlak, ilmu
pengetahuan, keyakinan dan lain sebagainya. Allah SWT tidak pernah melakukan
sedikit pun tentang persoalan yang ada.
Dalam aktivitas dakwahnya Kyai Noer selain penceramah, ada juga
beberapa kegiatan dakwah yang masih dilakukan oleh KH. Noer Muhammad
Iskandar ialah sebagai berikut:
1. Membangun Majlis Ta‟lim Miftahul Ulum
Majlis Ta‟lim Miftahul Ulum mulai aktif bersamaan dengan berdirinya
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Bahkan majlis ta‟lim ini pula yang
menghantarkan popularitas Kyai Noer. Mula - mula majlis ta‟lim ini hanya
beranggotakan beberapa orang saja, yakni, dari masyarakat sekitar daerah Kedoya
Kebon Jeruk, dimana kemudian pesantren ini berdiri, namun dalam waktu yang
tidak lama semakin banyak pula jamaahnya yang berasal dari daerah - daerah di
ibu kota Jakarta dan Tanggerang. Di samping itu majlis ta‟lim ini juga diikuti oleh
para santri, dimana orang tua atau wali santri datang untuk mengikuti kegiatan
majlis ta‟lim sekaligus bisa menjenguk anak - anaknya yang sedang belajar di
Pondok pesantren Asshiddiqiyah.
19
Awalnya majlis ta‟lim ini ditangani oleh Kyai Noer sendiri, namun
mengingat semakin pesat perkembangan dan semakin sibuknya Kyai Noer maka
diajaklah da‟i sahabat Kyai yang lain seperti: Habib Syeih bin Ali Al Jufri, Habib
Idrus Jamalul Lail, KH. Zainuddin MZ, KH. Syukron Makmun, KH. Mannarul
Hidayat, KH. Ahya‟ Anshori dan lainnya.28
2. Berdakwah Keliling
Sebagai lembaga perjuangan yang berfungsi kaderisasi dan pengabdian
masyarakat, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah memprogramkan try out bagi santri
senior atau ustadz untuk melakukan dakwah keliling untuk masyarakat umum
yang karena satu dan lain hal tidak bisa mengunjungi Asshiddiqiyah secara rutin.
Untuk itu, Kyai Noer telah melakukan sendiri sambil terus tetap membina kader
da‟i untuk berikutnya, jadi jika Kyai Noer berhalangan hadir, bisa digantikan oleh
Kyai lain atau kader yang telah disiapkan untuk menggantikannya untuk
melakukan dakwah keliling.
Dakwah Kyai Noer adalah tabligh akbar untuk masyarakat awam, adapun
wilayah dakwah Kyai Noer adalah ASEAN, sedangkan untuk santri - santri kader
meliputi wilayah Jabodetabek.29
Dalam kiprah dakwah yang dilakukan KH. Noer Muhammad Iskandar
kepada masyarakat dan kepada santri - santrinya yaitu:
1. Pengajian Kitab - Kitab Kuning Kepada Santri
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah seperti yang di jelaskan sebelumnya
adalah pondok pesantren yang mengadopsi sistem pembelajaran tradisional dan
modern yaitu yang menjadikan selain terdapat organisasi santri, memakai cara
diskusi dan tanya jawab dalam setiap penyampaian materinya seperti yang
digunakan pondok pesantren sallaf atau pesantren tradisional lainnya.
28
Buku 10 tahun Asshiddiqiyah, 1995: h. 24. 29
Buku 10 tahun Asshiddiqiyah, 1995: h. 25.
20
Kitab - kitab yang diajarkan oleh Kyai Noer kepada santrinya yaitu:
Ta‟lim Muta‟alim karangan Syekh Azhar Muji, Tafsir Jalalain karangan Syech
Jalaludin Assayuti dan Syech Jalaludin Al - Mahali, Nahwul Waraqat karangan
Syarafudin Yahya Al - Amuridi tentang Ushul Fiqih, Jurumiah karangan Syech Al
- Jurum tentang nahwu, Fiqih karangan Fathul Qorib.30
2. Ceramah
Ceramah dakwah yang Kyai Noer lakukan melalui ceramah ini adalah
menyampaikan pesan - pesan dan nasehat - nasehat yang baik membawa nilai -
nilai positif kepada mad‟ud31
guna untuk membawa mad‟unya menjadi manusia
yang bermanfaat dan berguna bagi masyarakat dan agamanya. Biasanya Kyai
Noer melakukan ceramah di beberapa acara.
Dalam berceramah, Kyai Noer tampak begitu tenang dan sabar dalam
menjelaskan materi dakwah yang disampaikan kepada jama‟ahnya, sehingga para
jama‟ah begitu antusias dalam mendengarnya. Dalam berceramah Kyai Noer
terkadang membuat jama‟ahnya terhibur dengan nilai humor, sehingga jama‟ah
tidak jenuh untuk mendengarkan ceramahnya tersebut. Kyai Noer mengambil
rujukan dari Al Qur‟an dan Hadist, sehingga jama‟ah lebih paham dan percaya
tentang materi yang dijelaskan olehnya.
3. Peringatan Hari Besar Islam
Umat Islam di Indonesia sudah tradisi setiap peringatan hari besar Islam
secara selsama mengadakan upacara yang diadakan diberbagai tempat, baik yang
bersifat pengajian, tabligh akbar, maulid nabi Muhammad SAW, isra mi‟raj nabi
Muhammad SAW, nuzurul Qur‟an, ramadhan, tahun baru hijriah, maupun
selametan dan hari - hari besar Islam lainnya. Hal serupa juga di lakukan Kyai
Noer di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, setiap hari besar Islam Kyai
Noer selalu mengadakan acara peringatan hari besar Islam. Hingga saat ini putra
dan putri Kyai Noer mengikuti jejaknya.
30
Ustadz M. Husni Mubarak, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017. 31
Secara etimologi kata mad’u berasal dari bahasa Arab, di ambil dari bentuk isim maf’ul
(kata yang menunjukan objek atau sasaran). Menurut terminologi mad’u adalah seorang atau
kelompok yang lazim di sebut dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang
da’i, baik mad’u itu orang dekat atau jauh, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan.
21
D. Aktifitas Sosial dan Politiknya
Istilah sosial dan politik berasal dari dua kata yang tidak bisa dipisahkan,
yaitu Sosial adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan manusia atau masyarakat. Jadi, sosial adalah ilmu yang dapat
mencakup semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia atau masyarakat, seperti
sifat, perilaku, pikiran, dan lainnya. Politik atau ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari kekuasaan sebagai konsep inti. Konsep-konsep lain sebagai objek
studi politik adalah negara, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, distribusi dan
alokasi.
Dalam aktifitas sosial yang dilakukan oleh Kyai Noer yaitu dapat berbagi
kasih kepada masyarakat yang kurang mampu di daerah Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah. Dengan adanya hubungan yang sangat baik terhadap masyarakat
sekitarnya dan terpeliharanya tali silaturahmi akan berdampak positif bagi
kalangsungan dakwah yang dilakukan oleh Kyai Noer.
Dalam aktifitas sosial, Kyai Noer memberikan bantuan sumbangan kepada
masyarakat sekitar, sumbangan itu sendiri tidak hanya berasal dari Kyai Noer saja
tetapi ada juga yang berasal dari para jama‟ah, para donatur, dan lainnya. Hal ini
dilakukan oleh Kyai Noer karena merasa masyarakat yang di sekitar Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah banyak kurang mampu dari segi ekonominya.
Adapun kegiatan yang dilakukan oleh Kyai Noer antara lain:
1. Santunan Fakir Miskin
Santunan ini diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu di sekitar
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, santunan ini berupa bantuan sembako seperti
beras dan minyak goreng serta makanan, kegiatan yang dilakukan Kyai Noer ini
sangat membantu khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu.
Penyelenggaraannya sendiri dilakukan di sekitar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta.32
32
Ustadz Bahaudin, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 11 Juni 2016.
22
2. Santunan Anak Yatim Piatu
Kegiatan santunan anak yatim piatu ini diberikan kepada anak - anak yang
orang tuanya sudah meninggal dunia, biasanya santunan ini berupa uang dan
makanan ringan, kegiatan yang dilakukan oleh Kyai Noer ini sangat membantu
sekali untuk membantu anak yatim piatu yang sudah kehilangan kedua orang
tuanya. Penyelenggaraannya dilakukan di sekitar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta.33
Sedangkan dalam aktivitas politik Kyai Noer pada tahun 1998 bergabung
dengan partai politik partai kebangkitan bangsa (PKB) ditingkat nasional. Selain
bergabung dengan partai politik PKB Kyai Noer juga pernah menjabat sebagai
anggota DPR RI pada tahun 1999.
Di kalangan masyarakat pesantren, politik itu bukan hanya sebagai seni
untuk memimpin, tetapi politik adalah upaya untuk mengatur persoalan dunia
sekaligus beribadah. Untuk itu segala perilaku politik didasarkan pada prinsip dan
kaidah fiqh, sebuah nilai legalitas formal yang dipegang oleh para kyai, begitu
juga Kyai Noer. Kyai Noer berpartisipasi dalam politik sebagai sebuah kewajiban
yang berpegang pada kaidah “mala yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib”
(segala sesuatu yang menjadi prasyarat bagi sempurnanya sebuah kewajiban maka
hukumnya wajib).
Kyai Noer juga dikenal bersahabat baik dengan mantan presiden Indonesia
ke 4 yaitu K.H. Abdurahman Wahid atau yang biasa dipanggil Gus Dur. Kyai
Noer turut serta menemani dan membantu Gus Dur mulai dari pencalonan
menjadi calon presiden Indonesia sampai Gus Dur terpilih menjadi presiden
Indonesia.34
33
Ustadz Bahaudin, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 11 Juni 2016. 34
Ustadz Syaiful Rahman, Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 28 Februari 2017.
23
Dalam wacana politik Indonesia, peran kyai sangat dilematis. Sebagai elite
politik, kyai wajib mentaati pemerintah. Namun, sebagai elite agama, kyai
mempunyai kewajiban menegakkan nilai agama dengan cara amar ma`ruf nahi
munkar. Multi peran ini yang menimbulkan benturan kepentingan. Pada saat
hubungan pemerintah dan rakyat tidak harmonis, di mana dominasi negara sangat
kuat, kyai yang tidak membela rakyatnya akan dijauhi oleh masyarakat dan
santrinya. Namun, Kyai Noer dalam karier politiknya tetap menjadi kyai yang
memiliki wibawa, otoritas sebagai kyai.
24
BAB III
PROFIL PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH JAKARTA
A. Pondok Pesantren
Istilah pondok pesantren di berbagai daerah memiliki julukan yang
beragam. Di Minangkabau biasa disebut surau, di Madura disebut penyantren, di
Aceh disebut rangkang, sedangkan di Jawa Barat disebut pondok.35
Pesantren
adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional Islam. Untuk memahami,
menghayati, dan mengamalkan pentingnya moral agama Islam, lembaga pondok
pesantren juga dijadikan sebagai pedoman hidup. Penyelenggaraan pendidikan
pondok pesantren berbentuk asrama merupakan komunitas tersendiri dibawah
pimpinan kyai atau ulama. Kyai dibantu oleh beberapa tokoh lain seperti para
ustadz yang hidup di tengah - tengah para santri. Untuk menunjang kegiatan
pesantren, masjid menjadi salah satu pusat kegiatan peribadatan keagamaan, dan
gedung - gedung sekolah atau ruang belajar sebagai pusat kegiatan belajar
mengajar, serta terdapat pondok - pondok yang dijadikan tempat tinggal oleh para
santri. Selama 24 jam mereka hidup bersama - sama secara kolektif antara kyai,
ustadz, dan santri sebagai suatu keluarga besar.36
Pondok pesantren tumbuh sebagai wujud dari umat Islam untuk
mempertahankan eksistensinya terhadap kemajuan zaman. Dalam sistem pondok
pesantren, terdapat beberapa unsur yang saling terkait antara satu dengan yang
lainnya, yaitu:
1. Kyai
Kyai adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya
pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kyai.37
Kyai dalam
bahasan pondok pesantren ini biasanya mengacu pada gelar yang diberikan
35
Mulyanti Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1979 (Jakarta:
Dharma Bakti, 1978), h.38. 36
Karel A.Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun
Modern, (Jakarta: LP3ES, 1986), h.21. 37
Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, sekolah dan Madrasah,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2001), hal. 14.
25
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki pondok pesantren
dan mengajarkan kitab - kitab Islam klasik kepada santrinya.
Sedangkan menurut Sulthon Masyhud bahwa kyai adalah pemimpin,
pendiri sekaligus pemilik pondok pesantren.38
Yang biasanya mengajarkan
manuskrip - manuskrip keagamaan klasik berbahasa arab yang di kenal dengan
istilah “kitab kuning” sementara para santri mendengarkan sambil memberi
catatan pada kitab yang sedang di baca.
2. Santri
Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah
pesantren karena langkah pertama dalam tahap - tahap membangun pesantren
adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau
murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa
disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri mukim dan santri
kalong. Santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap atau
tinggal di pondok pesantren. Kedua adalah santri kalong ialah santri - santri yang
berasal dari daerah - daerah sekitar pondok pesantren dan biasanya mereka tidak
menetap atau tinggal di pondok pesantren, mereka biasanya pulang kerumah
masing - masing setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di pondok pesantren.
Pondok pesantren yang masih tradisional biasanya lamanya santri bermukim tidak
di tentukan oleh tahun atau kelas, tetapi dari ukuran kitab yang di baca.
3. Pondok
Definisi singkat istilah „pondok‟ adalah tempat sederhana yang merupakan
tempat tinggal kyai bersama para santrinya. Istilah pondok ini juga di artikan
sebagai asrama para santri, dengan demikian pondok juga berarti tempat tinggal.
Sebuah pesantren sebagaimana disebut didepan harus memiliki asrama, santri,
masjid, kyai, karena di tempat inilah selalu terjadi interaksi antara kyai, ustadz,
dan santri.
38
Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, (Diva Pustaka), hal. 3.
26
Di Jawa besarnya pondok pesantren tergantung pada jumlah santrinya.
Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus
sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga
ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu
dipisahkan dengan asrama santri laki - laki.
4. Masjid
Menurut Zamakhsyari Dhofier masjid sebagai pusat pendidikan dalam
tradisi pondok pesantren dan merupakan manifestasi universalisme dasar sistem
pendidikan Islam tradisional. Dalam perspektif sejarah masjid bukanlah sarana
kegiatan peribadatan belaka, melainkan lebih jauh dari itu yaitu masjid menjadi
pusat bagi segenap aktifitas Nabi Muhammad dalam berinteraksi dengan umat.
Masjid menurut Nurkholis Madjid dapat juga dikatakan sebagai pranata
terpenting masyarakat Islam. Berawal dari masjid inilah banyak aktifitas yang
dilakukan melalui sarana ibadah, sebagaimana terlihat dalam pertumbuhan dan
perkembangan sebuah pondok pesantren. Disinilah peran masjid sebagai pusat
aktifitas kegiatan baik pendidikan, dakwah, ibadah, dan lain - lain. Hingga
sekarang ini kyai sering mempergunakan masjid sebgai tempat membaca kitab -
kitab klasik dengan menggunakan metode sorogan dan wetonan.
5. Pengajaran Kitab Kuning
Kitab kuning dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab - kitab
tradisional yang berisi pelajaran - pelajaran agama Islam (diraasah al -
islamiyyah) yang diajarkan pada pondok - pondok pesantren, mulai dari fiqih,
aqidah, akhlaq/tasawuf, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits,
tafsir, ulumul qur’an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu’amalah)
dengan metode sorogan dan wetonan.
Menurut Zamakhsari Dhofir, lembaga pesantren dapat dikelompokan
dalam dua kategori yaitu pesantren tradisional (salafi) dan pesantren modern
(khalafi).39
39
Zamkhasar Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: Lp3Es, 1983), h. 41.
27
1. Pesantren Tradisonal/Salafi
Sebuah pesantren disebut salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata
- mata berdasarkan pada pola - pola pengajian klasik/lama, yakni berupa
pengajian kitab kuning dengan menggunakan metode pembelajaran tradisional
serta belum dikombinasikan dengan pola - pola pendidikan modern, dan kitab
kuning masih sebagai inti pendidikannya. Penerapan sistem madrasah untuk
memudahkan sistem sorogan tanpa mengajarkan pengetahuan umum.
2. Pesantren Modern/Khalafi
Pesantren dikatakan modern/khalafi jika pesantren itu disamping tetap
melestarkan unsur - unsur utama pesantren tetapi telah memasukkan pelajaran
umum dalam madrasah - madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe - tipe
sekolah umum dalam lingkungan pesantren.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah termasuk pondok pesantren modern
(khalafi), karena telah memasukan pelajaran - pelajaran umum dalam madrasah -
madrasah yang dikembangkan atau membuka sekolah umum di lingkungan
pondok pesantren.
Pondok pesantren di Indonesia sudah banyak sekali jumlahnya, baik yang
berbasis tradisional maupun modern, kombinasi tradisional dan modern, atau
modern saja seperti sistem boarding school. Kehadiran pondok pesantren tidak
hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama
dan lembaga sosial keagamaan.
Keberhasilan suatu pesantren telah banyak diakui sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang telah ikut membantu dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,
terutama pada zaman kolonial. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
sangat berjasa bagi umat Islam. Tidak sedikit pemimpin dan pejuang - pejuang
dalam angkatan 1945 adalah alumni atau setidak - tidaknya pernah belajar di
pesantren. Di bawah pengaruh Islam, sistem pendidikan ini diambil alih oleh
umat Islam dengan mengganti nilai - nilai ajarannya dengan nilai ajaran agama
Islam, yang intinya ajaran tauhid.40
40
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren; Suatu Kajian tentang Unsur dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), h. 7.
28
B. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan sosial keagamaan
bagi masyarakat, lembaga tersebut mampu melahirkan manusia - manusia
tangguh, baik lahir maupun batin. Hal itu dibuktikan dengan adanya pedoman
pendidikan pesantren tidak lain dari ajaran dan nilai - nilai agama yang sangat
menekankan pentingnya hubungan erat yang harmonis antara manusia dengan
tuhannya, serta hubungan antara manusia dengan sesamanya.41
Sehubungan dengan lembaga pendidikan Islam diatas, Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam dan lembaga sosial
keagamaan tersebut. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan oleh KH. Noer
Muhammad Iskandar SQ pada tanggal 1 Juli 1985 M, bertepatan pada bulan
Rabi‟ul Awal 1406 H. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah berlokasi di Jalan
Panjang, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di atas tanah seluas 2000
meter, tanah tersebut merupakan tanah yang diwakafkan oleh keluarga H. Abdul
Ghoni Dja‟ani kepada H. Rosyadi, lalu tanah tersebut diwakafkan kembali kepada
Kyai Noer yang saat itu tanah tersebut masih dipenuhi rawa dan sawah.
Dalam membangun Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kyai Noer
menggunakan beberapa cara: yang pertama, diawali dengan membangun sebuah
mushola kecil dengan menggunakan triplek. Modal awal untuk membangun
sebuah mushola kecil dan pondok pesantren dari H. Abdul Ghani, putra ketiga
dari H. Abdul Ghoni Dja‟ani. Seperti kisah sukses pada umumnya Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah pun merintis dengan keprihatinan. Namun, dalam
keprihatinan tersebut Kyai Noer punya keyakinan yang cukup kuat, bahwa kelak
lembaga pendidikan pondok pesantren ini akan bisa maju dan berkembang pesat.
Yang kedua pada tahun 1986, cara yang ditempuh Kyai Noer dalam
mengembangkan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, yaitu dengan membuka SMP
Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manbaul Ulum Asshiddiqiyah
dan Ma‟had‟Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam, setara Strata
1) di kawasan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Nama Manba‟ul Ulum
41
Zakiah Derajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 29.
29
digunakan untuk penamaan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Nama tersebut,
diambil dari nama pondok pesantren yang dibangun oleh ayah Kyai Noer yaitu
Kyai Iskandar di daerah Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur.
Sebelum lembaga pendidikan ini resmi berdiri, Asshiddiqiyah justru
mengawali pendidikannya dengan sistem pengajaran Ribathiah, yakni sebuah
kholaqoh salaf. Para santri Ribathiah ini belajar dan mengaji kepada guru dan kyai
sambil memegang salah satu bidang pekerjaan di pondok itu. Selain itu, juga
diadakan pengajian mingguan. Anak - anak remaja dan pemuda banyak yang
tertarik dan ikut ke pengajian itu. Dari bekal santri Ribathiah dan santri mingguan,
Kyai Noer mencoba mendirikan lembaga pendidikan formal.
Di awal berdirinya, antusias masyarakat sangat minim. Tampaknya
masyarakat untuk masuk dan mengenal Pondok Pesantren Asshiddiqiyah sangat
jarang. Meskipun minimnya minat masyarakat terhadap Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, Kyai Noer tetap berjuang untuk membuka lembaga pendidikan
Islam. Murid pertama yang mengikuti lembaga pendidikan Islam berasal dari
santri Ribathiah. Santri pertama berjumlah 30 santri putra dan putri.42
Setahun sudah Madrasah Tsanawiyah berjalan. Ternyata kepercayaan
masyarakat mulai meningkat, banyak orang berdatangan untuk menyantri di
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Kepercayaan ini adalah amanat yang Kyai
Noer terima dan wajib menjalankannya dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga.
Pada tahun kedua Kyai Noer sudah harus membuka Madrasah Aliyah untuk
menampung semua santri yang ada di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebon Jeruk Jakarta Barat ini adalah
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi pelopor
berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat
lainnya, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batuceper, Tanggerang, Banten.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV, Cilamaya Kulon, Karawang, Jawa Barat.
42
Amin Idris, Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, (Jakarta, PT. Mencari Ridho
Gusti, 2009), h. 85.
30
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V, Cilamaya Wetan, Karawang, Jawa Barat.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Serpong, Tanggerang Selatan, Banten.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Cijeruk Bogor, Jawa Barat. Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IX, Putra Buyut, Lampung Tengah. Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah X, Cianjur, Jawa Barat, dan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah XI, Way Kanan, Lampung.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan untuk mendidik santri agar
memperoleh tambahan ilmu dan pengetahuan agama sebagai bekal nanti dalam
kehidupan bermasyarakat. Penataan pendidikan yang diterapkan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah selain untuk menjamin penguasaan materi, pelajaran
yang disajikan juga memelihara ketertiban atau kedisiplin bagi penghuni pondok
pesantren dan masyarakat pada umumnya. Hal ini merupakan wujud nyata dari
pemuda dan pemudi khususnya para kader - kader pemimpin bangsa, negara, dan
agama dalam proses menuntut ilmu di pondok pesantren.
2. Nama Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah merupakan sebuah lembaga pendididkan
Islam yang berlokasi di daerah Kodoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Didirikan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Nama Asshiddiqiyah
mempunyai kisah, sebagai berikut:
Berdasarkan wawancara pribadi dengan KH. Ahmad Makhrus Iskandar,
pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta yang sekaligus anak ketiga
dari KH. Noer Muhammad Iskandar, diketahui bahwa “pemilihan nama
Asshiddiqiyah untuk pondok pesantren yang didirikan Kyai Noer, didasarkan
pada siddiq gelar yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada khalifah Abu
Bakar As - Shidiq atas keberanian dan kejujuran Abu Bakar dalam kehidupan
sehari - hari.”43
Jujur yang dimaksud adalah jujur kepada Allah SWT, jujur
kepada diri sendiri, dan jujur kepada kedua orang tua, serta jujur kepada setiap
tugas dan tanggung jawab yang diemban.
43
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 24 Januari 2017.
31
Harapan Kyai Noer agar santri - santri lulusan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah dapat mengikuti perilaku baik khalifah Abu Bakar As - Shidiq,
terutama dalam hal tanggung jawab, kejujuran, keberanian, dan lainnya.
3. Letak Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah termasuk salah satu lembaga pendidikan
Islam tertua di daerah Jakarta. Pada awal kehadirannya Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah berada di Jalan Panjang, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta
Barat. Dengan letak yang begitu strategis di daerah Jakarta Barat, tepat di tepi
Jalan Panjang Kebon Jeruk, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diharapkan dapat
menjadi penyejuk masyarakat muslim yang menetap di sekitarnya.
Kompleks Pondok Pesantren Asshiddiqiyah terletak di daerah Jakarta
dengan luas tanah yang sebelumnya hanya 2000 meter saja, sekarang luas tanah di
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta 2,5 hektar, dan daerah Jakarta terdiri dari
dataran rendah dengan ketinggian rata - rata 7 meter di atas permukaan laut,
terletak pada posisi 6 12‟ lintang Selatan dan 106 48‟ Bujur Timur.44
Kecamatan Kebon Jeruk berbatasan dengan Kota Tanggerang Selatan.
Jarak dari Kecamatan ke lokasi kompleks pondok Pesantren Asshiddiqiyah
kurang lebih satu kilometer. Untuk menuju ke lokasi Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta dapat dicapai dengan kendaraan umum atau kendaraan
pribadi.
C. Visi dan Misi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pada umumnya sebuah lembaga pendidikan yang berlandaskan agama
Islam, khususnya pondok pesantren mempunyai tujuan yang ingin dicapai untuk
menyelamatkan dan membahagiakan manusia, baik dunia maupun akhirat.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah berharap tujuan dan pengajaran pendidikan
diarahkan kepada para santri yang memiliki akhlak yang baik, berpengetahuan
luas, dan berjiwa ikhlas.
44
Kebon Jeruk Dalam Angka 2016, Kebon Jeruk in Figures 2016, (BPS Kota
Administrasi Jakarta Barat), h. 2.
32
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah mempunyai visi dan misi sebagai berikut:45
Visi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, sebagai lembaga yang mampu
membentuk dan menyiapkan kader dan ulama ahlussunnah wal jama‟ah
berwawasan global, serta mampu mentranformasikan ilmunya ke dalam bahasa
masyarakat global dengan perilaku akhlak karimah.
Misi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah adalah menyelenggarakan
pendidikan berbasis agama Islam, teknologi modren, dan ekonomi kerakyatan
mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.
Selain memiliki visi dan misi, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah juga
memiliki tiga tujuan dasar yang sering dibahasakan sebagai Triologi pendidikan
Asshiddiqiyah, yaitu:
1. Membentuk pribadi Muslim yang berakhlak mulia, karena diharapkan
santri Asshiddiqiyah mampu menjadi pewaris para nabi (ulama).
2. Membangun kemampuan santri dalam berbahasa Arab sebagai dasar
penguasaan literatur agama Islam, sehingga para santri mampu mendalami
ajaran Islam dari sumber primernya, serta bahasa Inggris sebagai bahasa
dakwah dan komunikasi, karena diharapkan santri Asshiddiqiyah
mempunyai kemampuan berdakwah di dunia internasional.
3. Membangun kemampuan santri dalam penguasaan ilmu pengetahuan
umum dan ilmu agama sekaligus, agar mereka mampu menjadikan
khalifah di muka bumi.46
D. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebon Jeruk Jakarta Barat, memiliki
struktur organisasi, yang paling atas yaitu pengasuh (Mudhirul- „Aam) yang
dijabat oleh KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Pengasuh yang membawahi
sekretaris umum yang dijabat oleh Ir. MH. Bakaudin, S.Pd.I dan Mujib,
bendahara yang dijabat oleh Bu Nyai Hj. Nur Djazilah, MA, pengasuh lokal
45
Ustadz Abdul Rahman, Pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 30 September 2016. 46
Brosur, Penerimaan santri baru Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, T.A 2012
(dilihat 25 Januari 2017) h. 1-2.
33
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta (Khadimul Ma‟had) yang dijabat oleh
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, B.Cs dan asisten pengasuh bidang pendidikan dan
pengajaran yang dijabat oleh Drs. H. Saiful Rahman. Sekretaris membawahi
kesekretariatan yang dijabat oleh Zaenul Fatah dan bendahara membawahi bagian
keuangan yang dijabat oleh Hj. Sunarti.
Pengasuh lokal Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta (Khadimul
Ma‟had) membawahi lurah pondok putera yang dijabat oleh M. Husni Mubarak,
Lc dan lurah pondok puteri yang dijabat oleh Durotun Nafisah, kepala bagian
rumah tangga yang dijabat oleh Siti F. Zahroh, kepala bagian ekstrakulikuler yang
dijabat oleh Abdurahman, pembina organisasi santri pesantren Asshiddiqiyah
(ospa) yang dijabat oleh Syauqul Muhibbin, kepala bagian humas yang dijabat
oleh H. Nur Shodiq Isbandi, kepala bagian keamanan yang dijabat oleh Syukri
Ghozali, ketua bagian takmir masjid yang dijabat oleh Amirudin, kepala SMP
yang dijabat oleh H. Sadeli, kepala Madrasah yang dijabat oleh Imam Syafi‟i yang
membawahi kepala bagian Al-Qur‟an yang dijabat oleh H. Ali Adha, kapala
bagian kitab salaf yang dijabat oleh Arman Maliki, dan kepala bagian bahasa yang
dijabat oleh Ridwan Syafi‟i. Sebagaimana dapat diperiksa struktur organisasi
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah terlampir.47
E. Materi Pengajaran di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pengajaran kitab - kitab klasik, biasanya dikenal dengan istilah kitab
kuning yang terpengaruh oleh warna kertasnya yang kuning. Kitab - kitab itu
ditulis oleh ulama zaman dulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti:
fiqih, hadits, tafsir, maupun tentang akhlak. Ada dua esensi seorang santri belajar
kitab-kitab tersebut, di samping mendalami isi kitab, secara tidak langsung juga
mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu seorang
santri yang telah tamat belajar di pondok pesantren cenderung memiliki
pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni.
47
Berdasarkan Skema Struktur Organisasi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
sebagaimana dapat diperiksa pada lampiran.
34
Menjadikan seorang santri yang telah menyelesaikan studinya di pondok
pesantren, mampu memahami isi kitab serta mampu menerapkan isi kitab dan
mampu menerapkan bahasa kitab tersebut. Pengetahuan tersebut bisa menjadi
bahasa untuk penggalian khazanah budaya Islam melalui kitab - kitab klasik salah
satu unsur yang terpenting dari keberadaan sebuah pondok pesantren dan
pembedaanya dengan lembaga pendidikan yang lain adalah pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang tidak diragukan lagi
perannya sebagai pusat transmisi ilmu - ilmu keislaman, terutama yang bersifat
kajian - kajian klasik.48
Kitab - kitab salaf49
yang diajarkan di pondok pesantren pada umumnya
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ilmu - ilmu syari‟ah dan kelompok
ilmu - ilmu non syari‟ah. Dari kelompok pertama yang sangat dikenal adalah kitab
- kitab fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits, dan tarikh. Sedangkan dari kelompok
kedua yang sangat dikenal adalah kitab - kitab nahwu dan shorof, yang mutlak
diperlukan untuk membantu memahami “kitab - kitab gundul”. Kemudian
ditambah ilmu - ilmu bantu lainnya, seperti: balaghah, mantiq, ardh/syi‟ir, falak,
dan hikmah.
Di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta ini seluruh santri diajarkan
materi utama yaitu ilmu tentang Al - Qur‟an, hadits baikhuni, dan kitab kuning
seperti Ta‟lim Muta‟alim karangan Syekh Azhar Muji, Tafsir Jalalain karangan
Syech Jalaludin Assayuti dan Syech Jalaludin Al - Mahali, Nahwul Waraqat
karangan Syarafudin Yahya Al - Amuridi tentang Ushul Fiqih, Jurumiah karangan
Syech Al - Jurum tentang nahwu, Fiqih karangan Fathul Qorib.50
48
Ghazali Bahri, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu, 2001). 49
Di dunia pesantren kitab salaf adalah kitab yang berwarna kuning, yang sering
digunakan santri salafi saat mengaji. 50
Ustadz M. Husni Mubarak, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
35
BAB IV
USAHA KH. NOER MUHAMMAD ISKANDAR SQ DALAM
PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH
JAKARTA
A. Dalam Bidang Pendidikan
Lembaga pendidikan pesantren di Indonesia memiliki sejarah yang
panjang sama halnya dengan pendidikan nasional. Keduanya memiliki ciri khas
sistem pendidikan dan metode pengajaran sendiri - sendiri. Keduanya memiliki
ciri khas sistem pendidikan dan metode pengajaran sendiri - sendiri. Pendidikan
pesantren memulainya dengan metode sorogan, namun dalam perkembangan
selanjutnya tampaklah pendidikan pesantren mulai mengikuti perkembangan
zaman, yaitu dengan melakukan perubahan dalam sistem dan metode pendidikan
di pesantren, sehingga berdirilah lembaga pendidikan madrasah di lingkungan
pondok pesantren, yang menyatukan ilmu - ilmu agama dengan ilmu - ilmu
umum.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta sebagai sebuah lembaga
pendidikan Islam dalam kiprahnya tidak hanya menyelenggarakan pendidikan
agama saja tetapi juga menyelenggarakan pendidikan dalam bidang umum dan
agama dalam menghadapi masa depan. Dengan pendirian pondok pesantren itu
sendiri, secara tidak langsung Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah memainkan
peran dalam upayanya dalam bidang pendidikan dan lambat laun telah
berkembang menjadi pondok pesantren yang terorganisasi dengan didirikannya
sekolah (madrasah) di lingkungan pondok pesantren.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menerapkan sistem pendidikan integral,
yaitu sistem pendidikan yang menyatukan seluruh aktifitas yang berhubungan
dengan proses pendidikan termasuk di dalamnya proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran pondok pesantren, yang
menghasilkan santriwan dan santriwati yang berwawasan luas dan mampu
menjawab tuntutan zaman dengan mengembangkan program bahasa Arab dan
bahasa Inggris.
36
Apabila dilihat dari tujuan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dapat dilihat
dengan jelas dimana pendirian pondok pesantren itu untuk membentuk pribadi
muslim yang berakhlak mulia dan membangun kemampuan santri dalam
penguasaan ilmu pendidikan umum dan agama khususnya berbahasa Arab sebagai
literatur agama Islam, sehingga para santri mampu mendalami ajaran Islam.
Dengan pendirian pondok pesantren dan madrasah secara tidak langsung Kyai
Noer telah memainkan peranan dalam pengembangan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah dalam bidang pendidikan dari pesantren yang bersifat modern yang
terorganisir dan sistematis dengan didirikannya madrasah atau sekolah. Pesantren
modern yang didalamnya terdapat pengkajian yang lebih dalam lagi dibandingkan
tradisioanal, contohnya: komputer, bahasa Inggris, dan pelajaran umum lainnya.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang telah dirintis oleh Kyai Noer sudah
banyak mencetak para generasi penerus yang dapat mengembangkan dan
menyebarkan ilmu yang didapat dari pondok pesantren, itu terbukti dengan
banyaknya alumni yang menjadi kyai dan juga guru - guru pengajar di berbagai
tempat pendidikan.
Yang membuat orang tua santri untuk memondokkan putera puteri mereka
di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta karena pondok pesantren tersebut
dapat memberikan pelajaran kitab - kitab dengan baik serta diajarkan Al - Qur‟an
dan tafsir hadits. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menjadi pondok pesantren
modern yang terorganisir dan sistematis dengan di dirikannya madrasah atau
sekolah, pondok pesantren modern yang di dalamnya terdapat pengkajian yang
lebih dalam lagi di bandingkan pendidikan tradisional misalkan: komputer,
Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan pelajaran umum lainnya.
Banyak santri yang dengan mudahnya berbahasa Arab dan bahasa Inggris
karena Pondok Pesantren Asshiddiqiyah berusaha meningkatkan pelajaran bahasa
Arab dan bahasa Inggris agar kelak alumni Pondok Pesantren Asshiddiqiyah dapat
menggunakan ilmu yang mereka dapatkan dengan baik di kalangan masyarakat.
37
Para santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah tidak hanya belajar
pendidikan Agama dan umum saja tetapi pondok pesantren tersebut memberikan
pelajaran untuk hidup sederhana tidak berlebih - lebihan dan hidup mandiri.
Dengan adanya pendidikan yang baik dan peranan pondok pesantren dalam
masyarakat khususnya masyarakat sekitar pondok pesantren membuat masyarakat
menerima dengan baik keberadaan pondok pesantren di lingkungan tempat tinggal
mereka. Sosialisasi yang baik dengan masyarakat membuat Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta tersebut menjadi salah satu bagian dari masyarakat sekitar.
Usaha yang dilakukan oleh Kyai Noer terhadap Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah sangat menarik perhatian banyak orang untuk mempercayakan
anak didiknya bersekolah di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Kegiatan
pendidikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta ini, bisa diklasifikasikan
dalam:
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang,
dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf
dengannya; termasuk di dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi
akademis.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah menekankan pada ilmu agama, tapi juga
tidak melupakan pentingnya ilmu pengetahuan umum. Hal ini terbukti masih di
ikut sertakannya pendidikan formal dalam lingkungan pondok pesantren.
Pendidikan formal yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah adalah SMP Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah
Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah (Tahfidzul
Qur‟an), dan Ma‟had „Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam,
setara Strata 1) yang mengacu pada kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan
Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS). Pendidikan formal sedikit demi
sedikit sudah mencapai perubahan yang berarti dengan banyaknya kurikulum
agama tetapi ditunjang dengan kurikulum umum yang semakin berkembang, itu
dimaksudkan agar para santri dalam menghadapi tantangan perubahan zaman
38
tidak minder karena sudah ada bekal dan tanpa meninggalkan pengetahuan
agama.51
Semua jenjang pendidikan tersebut memadukan kurikulum Departemen
Agama dan Departemen Pendidikan Nasional ditambah dengan kurikulum yang
ada di pesantren. Sebagai penunjang di lembaga pendidikan tersebut, Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah menyediakan beberapa laboratorium yang meliputi
laboratorium IPA, laboratorium komputer dan laboratorium bahasa.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan untuk mendidik santri agar
memperoleh tambahan ilmu agama dan pengetahuan umum sebagai bekal
memainkan perannya di dalam masyarakat. Penataan pendidikan yang diterapkan
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah selain untuk menjamin penguasaan materi
pelajaran yang disajikan juga memelihara ketertiban atau kedisiplinan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah dan masyarakat pada umumnya.
2. Pendidikan Nonformal
Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di
luar sistem persekolahan, yang dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian
penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani
peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan nonformal yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah adalah proses pendidikan yang dilaksanakan di luar jam sekolah,
sebagai berikut:
a. Pendidikan Kepesantrenan
Kegiatan pendidikan kepesantrenan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
dengan pengajaran kajian kitab kuning dengan metode sorogan dan bandongan.
Sejak tahun berdirinya tahun 1985, sesuai dengan ciri Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, pondok pesantren terkenal dengan spesifikasi pengajaran pada
pengajaran kitab salafi (kitab kuning). Kitab - kitab yang diajarkan pun beragam
mulai dari kitab yang berbentuk matan sampai syarah (penjelasan) serta kitab -
51
Ustadz Syaiful Rahman, Asisten Pengasuh Pendidikan dan Pengajaran Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 28 Februari 2017.
39
kitab besar berjilid (tafsir dan sejenisnya) seperti: ta‟lim muta‟alim, tafsir jalalain,
jurumiah, nahwul waraqat, dan lainnya.
Sedangkan metode yang dipakai di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
adalah metode sorogan, dan bandongan. Jenis kitab yang diajarkan disesuaikan
dengan tingkat pendidikan santri (klasikal). Materi kajian kitab yang utama
meliputi: Al - Qur‟an, hadits baikhuni, dan kitab kuning seperti Ta‟lim Muta‟alim,
Tafsir Jalalain, Nahwul Waraqat tentang ushul fiqih, dan Jurumiah tentang
nahwu.52
Kegiatan kepesantrenan yang diadakan pada bulan Ramadhan disebut
dengan pesantren kilat. Kegiatan ini dikhususkan untuk mengkaji berbagai kitab
kuning dan biasanya khatam dalam waktu sebulan kurang, biasanya sampai
tanggal 25 Ramadhan. Jenis kitab yang diajarkan disesuaikan dengan tingkatan
pendidikan santri.
Untuk kegiatan aktivitas keseharian para santri Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta di mulai pukul 03.00 pagi, para santri dan santriwati di
bangunkan lebih awal untuk menjalankan shalat tahajud, yang kemudian di
lanjutkan dengan membaca istighosah hingga menjelang datangnya subuh.
Setelah santri menjalankan shalat subuh berjamaah, kegiatan di lanjutkan dengan
mengaji kitab kuning Ta‟lim Muta‟alim karangan Syekh Azhar Muji dan tanya
jawab hingga pukul 06.00 sampai pukul 07.30 dan di lanjutkan kegiatan sekolah
formal, hingga pukul 12.30. Kemudian istirahat hingga menjelang waktu ashar,
ba‟dha sholat ashar di lanjutkan dengan sekolah diniyah, yang fokus pada
pendidikan nakwu dan shorof sampai sebelum magrib pukul 17.30. Sebelum
magrib di lanjutkan Istighosah, shalat magrib, mengaji Al - Qur‟an hingga pukul
20.00 dan di akhiri dengan shalat isya berjamaah. Setelah santri menjalankan
shalat isya berjamaah, kegiatan di lanjutkan dengan pengajian Tafsir Jalalain yang
dipimpin oleh bapak pengasuh sampai pukul 21.00 dan di lanjutkan muthola‟ah
atau belajar mandiri sampai pukul 22.00. kemudian istirahat tidur sampai pukul
03.30.
52
Ustadz M. Husni Mubarak, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
40
b. Kegiatan Ekstrakurikuler
Untuk memberikan kegiatan positif terhadap para santri maka pihak
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah memberikan pelajaran tambahan untuk membuat
santri lebih mandiri dan mendalami akan pendidikan yang diberikan pondok
pesantren. Kegiatan ekstrakurikuler ialah kegiatan tambahan di luar jam sekolah.
Kegiatan ekstrakulikuler yang diselenggarakan di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah meliputi: PMR, paskibra, hadrah, marawis, qasidah, teater,
kaligrafi, pramuka, drum band, basket, sepak bola, bulu tangkis, voli, dan futsal.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah selain khusus pada pengajian kitab kuning
tersebut demi menunjang kreatifitas santri diberikan pula bekal ekstra bagi santri
dengan mengadakan kegiatan ekstrakurikuler seperti pengembangan bahasa Arab
dan bahasa Inggris secara aktif serta kegiatan lain seperti pencak silat, seni baca
Al - Qur‟an dan marawis untuk mendukung kecakapan dalam komunikasi dan
belajar. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini juga memberikan kursus - kursus
seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab yang diharapkan santri dapat
menjadikannya sebagai bekal masa depan dan dapat berinteraksi dengan
masyarakat.
Kegiatan inilah yang selalu dikembangkan oleh Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, karena kegiatan itu dapat menjadi bekal santri di kampung
halaman, dan pondok pesantren bangga kalau dapat mencetak para generasi muda
yang benar - benar berguna bagi nusa, bangsa dan agama dan juga dapat menjadi
panutan masyarakat. Sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah yang membuat para santri memiliki ahlak yang baik. Banyak cara
yang dilakukan pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah agar santri tersebut
terlatih dan memiliki ahlakul karimah yaitu diadakannya tata tertib santri.
B. Dalam Bidang Kurikulum
Kurikulum adalah rencana tertulis berisi ide dan gagasan yang dirumuskan
oleh institusi pendidikan. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi, dan pengalaman
belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan cara yang dapat
dikembalikan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
41
pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam
kehidupan nyata. Singkatnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang
memberikan arah dan tujuan pendidikan.53
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang
dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum disusun sedemikian rupa untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dengan memperhatikan tahapan yang lebih tinggi. Penyusunan
kurikulum dapat memperhatikan tahapan perkembangan siswa dan keserasian
dengan lingkungan santri, kebutuhan pembangunan nasional dan perkembangan
ilmu dan teknologi.
Kurikulum yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
mengacu pada kurikulum Departemen Agama (DEPAG) dan Departemen
Pendidikan Nasional (DIKNAS). Kurikulum yang ada di pondok pesantren sedikit
demi sedikit sudah mencapai perubahan yang berarti dengan banyaknya
kurikulum agama tetapi ditunjang dengan kurikulum umum yang semakin
berkembang, itu dimaksudkan agar para santri dalam menghadapi tantangan
perubahan zaman tidak minder karena sudah ada bekal dan tanpa meninggalkan
pengetahuan agama.
Semua jenjang pendidikan tersebut memadukan kurikulum Departemen
Agama dan Departemen Pendidikan Nasional ditambah dengan kurikulum yang
ada di pondok pesantren. Penerapan kurikulum di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ini diharapkan dapat menghasilkan para santri yang memiliki
akhlak yang baik, berpengetahuan luas, dan berjiwa ikhlas.
C. Dalam Bidang Sumber Daya Manusia
1. Guru (Tenaga Pendidik)
Guru merupakan seseorang yang memiliki peranan penting dalam dunia
pendidikan. Dalam dunia pesantren, guru tidak hanya ustadz saja, melainkan juga
ada pengasuh atau yang disebut dengan kyai. Dalam pelaksanaannya di dunia
pesantren, ustadz bertanggung jawab atas pengajaran para santrinya. Dengan
53
Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, dan Perlindungan Anak, (Jakarta, 2015), h. 20 - 21.
42
kata lain peranan ustadz sangat dominan dalam pelaksanaan tugas dalam
mengajarkan pendidikan di pesantren. Hal tersebut dikarenakan bahwa ustadz
merupakan orang yang menguasai ilmu - ilmu keagamaan Islam.
Untuk guru atau ustadz di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah merupakan
para alumni yang pernah belajar langsung di bawah bimbingan Kyai Noer. Tetapi
pada saat awal berdirinya Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kyai Noer berperan
penting sebagai guru untuk mengajarkan kepada santrinya. Hal tersebut
dikarenakan masih proses awal dalam pelaksanaannya. Seiring berjalannya waktu,
beberapa santri telah dinyatakan mumpuni dalam beberapa ilmu. Hingga pada
akhirnya santri yang telah dianggap mumpuni tersebut diberi amanah oleh kyai
untuk ikut membantu dalam mengajar di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, dan
ketika santri telah dinyatakan lulus para santri masih tetap mengabdi di Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah untuk mengajar. Hal tersebut bertujuan untuk
mendapatkan berkah dari guru atau ustadz atas ilmu yang telah mereka pelajari,
dan berharap ilmu yang telah mereka pelajari menjadi berkah untuk masa yang
akan datang.54
Pola rekrutmen tersebut masih berlangsung hingga saat ini. Dimana santri
telah dianggap mumpuni dalam suatu bidang ilmu, maka santri tersebut akan
diberi amanah untuk ikut mengajar. Tetapi tidak dimungkinkan untuk
mendapatkan guru hanya sebatas alumni. Namun lebih kepada siapapun yang
mumpuni dalam beberapa kategori pelajaran yang ada di Pondok Pesantren
Asshiddiqyah sekaligus bersedia membantu belajar mengajar. Dalam merekrut
guru untuk di SMP Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba‟ul
Ulum Asshiddiqiyah, Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah, dan Ma‟had „Aly
Saa‟idusshiddiqiyah, terbagi menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah untuk
guru umum dan guru agama. Untuk merekrut guru agama tidak hanya para alumni
saja, tetapi para lulusan pesantren lain juga bisa berkontribusi. Dengan kata lain
untuk guru mata pelajaran agama diharuskan lulusan dari pesantren atau dari
lembaga pendidikan Islam. Sedangkan untuk kategori kedua adalah guru untuk
54
Ustadz Bahaudin, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 11 Juni 2016.
43
0
10
20
30
40
50
60
19
87
/19
88
19
88
/19
89
19
89
/19
90
19
90
/19
91
19
91
/19
92
19
92
/19
93
19
93
/19
94
19
95
/19
96
19
97
/19
98
19
98
/19
99
19
99
/20
00
20
00
/20
01
20
01
/20
02
20
02
/20
03
20
03
/20
04
20
04
/20
05
20
05
/20
06
20
06
/20
07
20
07
/20
08
20
08
/20
09
20
09
/20
10
SMP
MA
Ma'had Aly
pelajaran umum. Lebih kepada siapa saja yang mumpuni dan juga bersedia untuk
mengajar di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.55
Data Statistik Guru Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
2. Tenaga Administrasi (Tenaga Kependidikan)
Tenaga administrasi merupakan salah satu tenaga kependidikan dalam
sekolah. Dalam hal ini tenaga administrasi bisa didefinisikan sebagai sumber daya
manusia di sekolah yang tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar tetapi berperan dalam mendukung kelancaran proses
pembelajaran dan adminstrasi sekolah.
Tenaga administrasi sekolah / madrasah yang juga dikenal dengan sebutan
tata usaha (TU), dirumuskan sebagai segenap rangkaian kegiatan yang
menghimpun, mencatat, mengolah, mengadakan, menngirim dan menyimpan.
Sedangkan pengertian tata usaha menurut Pedoman Akademik Tata Usaha untuk
Perguruan Tinggi sebagai kegiatan pengelolaan surat menyurat yang dimulai dari
menghimpun (menerima), mencatat, mengelola, mengadakan, mengirim, dan
meyimpan semua bahan keterangan yang diperlukan oleh organisasi. Tata usaha
merupakan salah satu unsur administrasi.56
55
Ustadz Bahaudin, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 11 Juni 2016. 56
Daryanto, Pedoman Akademik Tata Usaha untuk Perguruan Tinggi, 2008, h. 93.
44
Tenaga administrasi di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta berjumlah
27 orang. Kinerja tenaga administrasi mengerjakan pokok adminstrasi di SMP
Manba‟ul Ulum dan Madrasah Aliyah Manba‟ul Ulum yang meliputi administrasi
kesiswaan, administrasi kepegawaian, administrasi keuangan, administrasi sarana
dan prasarana, administrasi hubungan sekolah dan masyarakat, administrasi
persuratan/kearsipan, dan administrasi kurikulum.57
Untuk memenuhi hal tersebut dibutuhkan tenaga yang profesional, jujur,
mampu bekerja keras. Kyai Noer mengadakan pola rekrutmen yang dilakukan
pihak pondok pesantren terhadap tenaga administrasi adalah seseorang yang
memiliki kompetensi untuk melaksanakan adminstrasi kepegawaian, keuangan,
dan lain - lain. Selain itu mampu bekerja dalam tim serta memiliki integritas dan
berakhlak mulia.
Administrasi pendidikan tidak hanya menyangkut soal tata usaha sekolah,
tapi menyangkut semua kegiatan sekolah, baik yang mengenai personel,
kurikulum, sarana prasarana, perpustakaan, pembinaan siswa, hubungan
sekolah dengan masyarakat dan keuangan, yang harus diatur sehingga
menciptakan suasana yang memungkinkan terselenggaranya kondisi-kondisi
belajar mengajar yang baik sehingga mencapai tujuan pendidikan secara efektif
dan efisien.
3. Santri
Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar dan mendalami
ilmu agama di pondok pesantren. Santri menduduki elemen yang sangat penting
dalam sistem pendidikan pondok pesantren. Tanpa adanya santri tentu saja
pondok pesantren tidak dapat menjalankan proses pembelajaran. Di masa lalu ciri
utama yang melekat pada seorang santri adalah penampilannya yang sangat
sederhana. Untuk santri putra memakai peci hitam, dan selalu memakai sarung.
Untuk santri putri selalu memakai kerudung.58
57
Ustadz M. Husni Mubarak, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017. 58
Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuh, Pembentukan
Karakter, dan Perlindungan Anak, (Jakarta, 2015), h. 8.
45
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
19
87
/19
88
19
88
/19
89
19
89
/19
90
19
90
/19
91
19
91
/19
92
19
92
/19
93
19
93
/19
94
19
95
/19
96
19
97
/19
98
19
98
/19
99
19
99
/20
00
20
00
/20
01
20
01
/20
02
20
02
/20
03
20
03
/20
04
20
04
/20
05
20
05
/20
06
20
06
/20
07
20
07
/20
08
20
08
/20
09
20
09
/20
10
SMP
MA
Ma'had Aly
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pada awal mula berdirinya hanya
mempunyai santri berkisar antara 30 santri putra dan santri putri, sebagian besar
santrinya berasal dari berbagai daerah seperti dari sekitar Jakarta, Aceh, Sumatra,
hingga Kalimantan. Sekarang santri di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
sekitar 856 santri terdiri dari santri SMP Manba‟ul Ulum 354 santri, Madrasah
Aliyah Manba‟ul Ulum 327 santri, dan santri Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah
89 santri, dan santi Ma‟had Aly 86 santri. Mereka datang ke Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah dengan tujuan untuk belajar agama secara mendalam tentang ilmu
agama Islam. Selain bertujuan untuk menimba ilmu agama Islam secara
mendalam, para santri juga memiliki tujuan lain untuk nyantri di Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah. Tujuan tersebut adalah dengan sekolah formal yang ada
di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Dengan kata lain, para santri yang berasal
dari desa ataupun luar daerah yang ingin melanjutkan sekolah di Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta harus tinggal di pondok.59
Data Santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Sumber Data: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
59
Ustadz M. Husni Mubarak, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
46
Pada tahun 1987 sampai tahun 1997 jumlah santri mengalami peningkatan
hal itu terjadi karena Pondok Pesantren Asshiddiqiyah masih terpusat pada satu
tempat di Jakarta Barat. Namun, pada tahun 1998 sampai 2010 mengalami
penurunan jumlah santri. Hal itu disebebkan karena salah satunya dibukanya
cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat, yakni Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Batuceper, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Karawang,
dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Serpong. Secara manajemen Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta memindahkan para santri yang ada di Jakarta
Barat untuk mengenyam pendidikan di cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
yang baru buka.
Usaha Kyai Noer terhadap pembinaan para santri, setiap lulusan santri
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diharapkan memiliki kopetensi:
1. Mengerti dan memahami bidang - bidang ilmu agama Islam.
2. Memelihara dan memberi latihan tentang akhlak dan kecerdasan pikiran.
3. Memiliki moralitas dan spritualitas yang tinggi.
4. Mempunyai ilmu dunia yang dapat digunakan untuk bekerja.
D. Dalam Bidang Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan suatu alat atau bagian yang memiliki
peran sangat penting bagi keberhasilan dan kelancaran suatu proses, termasuk
juga dalam lingkup pendidikan. Sarana dan prasarana adalah fasilitas yang mutlak
dipenuhi untuk memberikan kemudahan dalam menyelenggarakan suatu kegiatan.
Pengertian sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk
mencapai makna dan tujuan. Sebagai contoh: sarana pendidikan diartikan sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, misalkan buku, tas, pulpen, komputer, dan
lainnya. Sedangkan pengertian prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan
penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sebagai contoh: prasarana
pendidikan berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan,
misalnya lokasi, bangunan sekolah, lapangan olahraga, dan lainnya.60
60
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
47
Untuk memberikan kenyamanan santri dan guru dalam proses pendidikan
dan pengajaran, beberapa sarana dan prasarana secara terencana terus
dikembangkan sejalan dengan proses perkembangan zaman dan tuntutan
teknologi pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang di cita - citakan,
usaha yang Kyai Noer lakukan terhadap Pondok Pesantren Asshiddiqiyah adalah
mampu menyediakan sarana dan prasarana sebagai berikut:
a. Masjid
b. Asrama Santri
c. Asrama Guru
d. Ruang Belajar
e. Lab. IPA
f. Lab. Komputer
g. Lab. Bahasa
h. Perpustakaan
i. Ruang multi media belajar
j. Sarana Olahraga61
61
Brosur, Penerimaan Santri Baru Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, T.A 2012
(dilihat 25 Januari 2017).
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab - bab di atas, dapat
penulis simpulkan mengenai “Usaha KH. Noer Muhammad Iskandar SQ Dalam
Pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta Yahun 1985 - 2010”,
maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, dikenal sebagai pendiri sekaligus
pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di kawasan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat. Kyai Noer lahir pada tanggal 5 Juli 1955 di Desa Sumber
Beras, Banyuwangi, Jawa Timur. Ayahnya bernama KH. Iskandar (alm)
sedangkan Ibunya bernama Hj. Siti Robi‟atun (almh). Kyai Noer
merupakan sosok muslim yang mumpuni dan seorang pendakwah dan
Kyai Noer merupakan pakar fikih Islam di Indonesia. Kyai Noer juga
disebut pemimpin yang teguh dalam prinsip menegakkan etika berpolitik,
sifat merakyat, dan rendah hati sehingga disegani oleh berbagai kalangan,
terutama di masyarakat sekitar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.
2. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah adalah salah satu pondok pesantren besar
di Indonesia. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada tanggal 1
Juli 1985, bertepatan pada bulan Rabi‟ul Awal 1406 H. Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh KH. Noer Muhammad Iskandar.
Awal pendirian Pondok Pesantren saat itu di atas tanah yang diwakafkan
oleh keluarga H. Abdul Ghoni Dja‟ani kepada H. Rosyadi, lalu tanah
tersebut diwakafkan kepada Kyai Noer untuk dibangun lembaga
pendidikan yaitu Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta. Pada tahun
1985 sampai 2010 Pondok Pesantren Asshiddiqiyah mengalami
pengembangan. Hal ini terbukti dengan dibangunnya Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ada 11 cabang tersebar diberbagai daerah dan adanya
jenjang pendidikan SMP, MA, dan Ma‟had Aly Saa‟idusshiddiqiyah.
49
3. KH. Noer Muhammad Iskandar mempunyai peran yang sangat besar
dalam pengembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, dan peran
besar itu ialah pengembangan dalam bidang pendidikan, dalam bidang
kurikulum, dalam bidang sumber daya manusia, dan dalam bidang sarana
dan prasarana.
a. Dalam Bidang Pendidikan
Menyelenggarakan pendidikan formal dalam lingkungan pondok
pesantren, SMP Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah
Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah
(Tahfidzul Qur‟an), dan Ma‟had „Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah
Tinggi Agama Islam, setara Strata 1).
Pendidikan nonformal, seperti pendidikan kepesantrenan
memperdalam kitab kuning, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Ditambah
dengan kegiatan Ekstrakulikuler yaitu PMR, paskibra, hadrah, marawis,
qasidah, kaligrafi, pramuka, drum band, basket, sepak bola, bulu tangkis,
voli, dan futsal.
b. Dalam Bidang Kurikulum
Memadukan kurikulum dari Departemen Agama (DEPAG) dan
Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) ditambah dengan kurikulum
yang ada di pondok pesantren, semua jenjang pendidikan baik di SMP
Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah, Madrasah Aliyah Manba‟ul Ulum
Asshiddiqiyah, Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah, dan Ma‟had „Aly
Saa‟idusshiddiqiyah.
c. Dalam Bidang Sumber Daya Manusia
- Guru: pengadaan guru perofesional yang berkualifikasi minimal
S1, serta diutamakan lulusan santri yang mumpuni di bidangnya.
Guru diharapkan menjadi figur teladan bagi santrinya.
- Tenaga Adminstrasi: pengadaan administrasi minimal S1 yang
berkompeten di bidangnya.
- Santri: penanaman moralitas dan spritualitas yang tinggi terhadap
para santri tamatan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah.
50
d. Dalam Bidang Sarana dan Prasarana
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita - citakan di pondok
pesantren, usaha yang dilakukan oleh Kyai Noer terhadap Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah adalah mampu menyediakan sarana dan
prasarana, yaitu: masjid, asrama santri, asrama guru, ruang belajar, lab.
science, lab. komputer, lab. bahasa, sarana perpustakaan, ruang multi
media belajar, serta sarana olahraga.
B. Saran
Untuk pengembangan dalam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta agar
lebih dikenal, penulis sarankan sebagai berikut:
1. Hendaknya dalam usaha meningkatkan pengembangan Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah KH. Noer Muhammad Iskandar diharapkan bekerjasama
dengan pemerintah ataupun lembaga - lembaga yang ahli dalam
bidangnya.
2. Hendaknya Podok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta selalu konsisten dan
berkelanjutan dalam peningkatan kualitas Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah.
3. Hendaknya Kurikulum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah sesuai dengan
kebutuhan zaman agar para alumninya mampu bersaing di dunia kerja dan
kehidupan bermasyarakat.
4. Hendaknya Pondok Pesantren Asshiddiqiyah selalu berupaya memasukkan
media informasi ke dalam program pendidikannya, sebagai sarana
menambah dan memperluas wawasan serta cakrawala pemikiran santri -
santrinya.
5. Hendaknya ada penelitian lebih lanjut tentang Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta ditinjau dari berbagai bidang yang lebih spesifik.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, cet. Ke-2, 1999.
Aziz, Abdul. Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Logos, 2002.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Masyarakat Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Bahri, Ghazali. Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta:
Pedoman Ilmu, 2001.
Bawani, Imam, dkk. Pesantren Buruh Pabrik Pemberdayaan Buruh Pabrik
Berbasis Pendidikan Pesantren, Yogyakarta: LKIS, 2011.
Daryanto. Pedoman Akademik Tata Usaha untuk Perguruan Tinggi, 2008.
Derajat, Zakiah. IlmuPendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Dhofier, Zamarkhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1983.
Farouk Muhammad, Djali. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bunga Rampai.
Gottshalck, Louis. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Noto Susanto, Jakarta:
Universitas Indonesia Press. 2008.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach, jilid 2, Yogyakarta: Andi, 2000.
Hasyim, Abdul Wahid. Pesantren Langitan Pusat Pencerahan Intelektual Ummat,
Bekasi: Lembaga Penerbitan Pascasarjana Universitas Islam, 2008.
Hielmy, Irfan. Wancana Islam, Ciamis: Pusat Informasi Pesantren, 2000.
Idris, Amin. Pergulatan Membangun Pondok Pesantren, Jakarta, PT. Mencari
Ridho Gusti, 2009.
Karel A, Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1986.
Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metode Sejarah, Jakarta:
Gramedia Pusat Utama, 1992.
Kebon Jeruk Dalam Angka 2016, Kebon Jeruk in Figures 2016, BPS Kota
Administrasi Jakarta Barat.
52
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2015.
Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 1997.
Majsum, Muhammad. Refleksi Pesantren: Otokritik dan Prospektif, Jakarta:
Ciputat Institute, 2007.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pesantren Pendidikan Pesantren; Suatu Kajian
tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS,
1994.
Masyhud, Sulthon, dkk. Manajemen Pondok Pesantren, Diva Pustaka.
Muchaddam Fahham, Achmad. Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuh,
Pembentukan Karakter, dan Perlindungan Anak, Jakarta: 2015.
Nafi, M. Dian, dkk. Praksis Pembelajaran Pesantren, Yogyakarta: PT. LKiS
Pelangi Aksara, 2007.
Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Skripsi, Tesis, Disertasi.
Jakarta:ceqda, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nasution, Harun, dkk. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Dirjen Binbaga PT
Agama Islam, 1987.
Putra Daulay, Haidar. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, sekolah dan
Madrasah, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2001.
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga.
Raharjo, M. Dawam. Pergulatan Dunia Pesantren, Jakarta: P3M, 1985.
Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: Pt
Raja Grafindo Persada, 2011.
Sukamto. Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, LP3ES.
Sumardi, Mulyanti. Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1979,
Jakarta: Dharma Bakti, 1978.
Tim Penyusun, Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
53
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012 - 2013. Pedoman Akademik Program Strata 1
2012/2013. Jakarta: 2012.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan, Jakarta: Prenada Media, 2014.
Zuhairini, Dra, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2997.
Jurnal
Shodiq, Muhammad. Pesantren dan Perubahan Sosial, Jurnal Sosiologi Islam,
Vol. 1, No.1, April 2011, Pdf.
AL HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Volume1, Maret 2015, Pdf.
Brosur
Brosur, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, T.A 2012/2013.
Brosur, Penerimaan santri baru Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, T.A
2016/2017.
Wawancara Pribadi
KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 31 Mei 2017.
KH. Ahmad Mahrus Iskandar, Bsc, Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 24 Januari 2017.
Ustadz H. Saiful Rahman, Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta
Barat, 28 Februari 2017.
Ustadz MH. Bahaudin S.Pd.I, Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 11 Juni 2016.
Ustadz M. Husni Mubarak, Lc, Lurah Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
Ustadz Abdul Rahman S.Pd.I, Pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 30 September 2016.
54
Muhammad Hekmatyar Albandani, Santri Putera Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
Muhammad Fahri Aldiyansyah, Santri Putera Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 1 Juni 2017.
Buzainatul, Santri Putri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Wawancara
Pribadi, Jakarta Barat, 8 Juni 2017.
Farihah Mumtazirah, Santri Putri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,
Wawancara Pribadi, Jakarta Barat, 8 Juni 2017.
Internet
file:///D:/Tugas-tugas/Gemari%20_Majalah%20Keluarga%20Mandiri_.html
file:///D:/Tugastugas/sejarah%20pondok%20pesantren%20asshiddiqiyah_%20Ap
ril%202015.html
file:///D:/Tugastugas/Pesan%20DR.%20KH.%20Noer%20Muhamad%20Iskandar
,%20SQ%20Dalam%20Silaturrahim%20Antar%20Alumni%20%20Pondo
k%20Pesantren%20Asshiddiqiyah.html
file:///D:/Tugastugas/JAKARTA%20TEMPO%20DOELOE_%20Inilah%20Asal
%20Usul%20Nama%20Kebun%20Jeruk%20Jakarta%20Barat%20%20Bi
snis.com.html
55
LAMPIRAN
Transkip Wawancara
Berikut ini adalah daftar pertanyaan dan jawaban hasil wawancara antara peneliti
dengan pihak internal yaitu pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta.
Wawancara Pertama
Nama : KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, selaku Mudirul Aam Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah
Hari, tanggal wawancara : Rabu, 31 Mei 2017
Tempat : Kediaman KH. Noer Muhammad Iskandar di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Bagaimana latar belakang keluarga dari Kyai Noer Iskandar?
J : Pertama, nama saya Nur Muhammad Askandar, saya lahir tahun 1955 di
Darurasan, Banyuwangi. Kemudian ketika tahun 1966 abah meninggal ketika
saya masih SD. Saya mulai nakal, saya tidak puas belajar di rumah sendiri.
Kemudian saya ingin mondok pesantren. Saya menjatuhkan pilihan di
Lirboyo. Saya mengajar di Lirboyo. Kemudian saya bertanya apakah ada cara
untuk bisa ke Jakarta. Jawabnya jual binatang. Ada pengumuman di PTIQ,
kemudian saya mencari tahu. Ada kebijakan dari gubernur harus tes dulu,
karena di jawa timur tidak ada yang lulus.
T : Bagaimana latar pendidikan abah Kyai Noer dari kecil sampai di PTIQ?
J : Saya ibtidaiyah kelas 1-6 ikut orang tua saya di Darurasan Banyuwangi,
tsanawiyah dan aliyah di Lirboyo, kemudian ke PTIQ.
T : Siapa saja guru yang yang paling berpengaruh kepada abah Kyai Noer?
J : Ada Mbah Muzlih, beliau guru sepuh ketika mondok. Pak Lehan, Pak Aziz,
Ustad Makhrur.
T : Bagaimana aktivitas dakwah Kyai Noer untuk mengembangkan pondok
pesantren Asshiddiqiyah ini?
56
J : Lewat pengajian-pengajian untuk anak-anak Banten, Lampung, dan
Palembang akhirmya Asshiddiqiyah berkembang pertama di Kebon Jeruk, 2
di Batuceper, 3,4,5 di Karawang, 6 di Serpong, 7 di Cijeruk Bogor, 8 di
Palembang, 9 di Lampung, 10 di Cianjur, 11 di Lampung, anak saya yang
memimpin Asshddiqiyah sekarang menjadi ketua NU Jawa Barat.
T : Bagaimana aktivitas sosial politik abah Kyai Noer untuk mengembangkan
pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Waktu itu saya diminta untuk menjadi anggota DPR pada zamana Gus Dur
pada tahun 1991 sampai 1995.
T : Apa yang melatarbelakangi kyai untuk mendirikan pondok pesantren
Asshiddiqiyah?
J : Jadi dulu ada orang yang menyerahkan tanah kepada saya namanya Fauzi
Hambali, dia itu udah saya tarik kesini 5000 meter mulailah bekerjasama
untuk membangun dan mengembangkan pondok pesantren, nah mulailah
pembangunan.
T : Bagaimana usaha dari kyai untuk melakukan pengembangan di pondok
pesantren Asshiddiqiyah di bidang pendidikan?
J : Upaya saya yang pertama saya memulai pondok ini dengan orang-orang yang
ahli dengan pondok pesantren, saya merekrut orang-orang yang menjanjikan
untuk menata pendidikan formalnya. Dari awal sudah saya kasih tahu setiap
malam senin ngaji di Batuceper malam rabu di Serpong, pondok ini punya
terminal-terminal, ada terminal bahasa yaitu bahasa arab, bahasa inggris,
bahasa mandarin.
T : Bagaimana usaha kyai dalam bidang kurikulum di pondok pesantren
Asshiddiqiyah?
J : Saya selalu mengedepankan salaf. Kalau sekolah formal yang aliyah ini
agamanya harus diupgrade.
T : Bagaimana usaha kyai dalam bidang sumber daya manusia seperti guru dan
santri?
57
J : Kalau guru yang pesantrenan santri dari pesantren salaf pesantren orang tua
saya dari banyuwangi alumninya sudah banyak dari Lirboyo. Kalau pesantren
yang formal yang bahasa Inggris dan bahasa Arab dari Gontor, kemudian ada
yang khusus dari Pare.
T : Bagaimana usaha kyai Noer dalam bidang sarana dan prasarana di pondok
pesantren Asshiddiqiyah?
J : Yang pertama ada di saya, pondok pesantren ini saya mulai kemudian saya
minta bantuan ke masyarakat.
T : Apa saja karya tulis yang pernah dibuat Kyai?
J : Saya punya buku suka dukanya membangun pesantren di Ibu Kota
58
Wawancara Kedua
Nama : KH. Ahmad Makhrus Iskandar Bsc, selaku Pengasuh Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
Hari, tanggal wawancara : Selasa, 24 Januari 2017
Tempat : Kediaman KH. Noer Muhammad Iskandar di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Apa latar belakang keluarga KH Iskandar?
J : Latar belakang KH Iskandar adalah seorang kyai di Banyuwangi yang
menpunyai pondok pesantren, dan pada tahun 1945 juga ikut menjadi seorang
pejuang di daerah Banyuwangi khususnya di Berasan sehingga menjadi nama
jalan KH Askandar.
T: Mengenai kehidupan dan kepribadian KH Noer Muhammad Iskandar itu
bagaimana?
J : Kehidupan beliau dari segi seorang ayah yaitu sangat penyayang pada anak-
anaknya dalam artian selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya
walaupun dengan cara beliau yang kadang berbeda dengan cara kita. Dari
segi pendidik, beliau itu sebagai seorang guru, beliau kalau sudah masalah
ilmu karena pendidikan itu nomor satu bagi KH. Iskandar beliau sangat
mengedepankan ilmu agama karena beliau sendiri juga dididik KH. Iskandar
dengan tegas sehingga beliaupun diajari dengan detail dan tegas dalam
belajar. Dari segi pemimpin, beliau dikatakan sebagai pemimpin yang tegas
dan pemimpin yang sangat mengajarkan ilmu keikhlasan dan keyakinan
untuk anak buahnya.
T : Latar belakang pendidikan beliau bagaimana?
J : Beliau tidak pernah SD, tidak pernah SMP, beliau hanya murni pesantren dan
itu dididik langsung oleh ayah beliau, kakek saya alm. KH Iskandar sampai
umur kira-kira 10 tahun. Dan setelah ayah beliau meninggal, beliau dididik
sendiri oleh nenek saya almh. Nyai Hajjah Siti Robiah tetap dalam
kepesantrenan sampai aliyah kemudian pindah ke pesantren Lirboyo. Beliau
59
langsung sekolah ditingkat atas dengan saudara-saudara beliau juga. Disana
hanya tidak lebih dari tiga tahun. Beliau sudah mulai ikut Kyai Mahrus,
membantu untuk dakwah menggantikan Kyai Mahrus untuk mengisi
pengajian. Setelah itu beliau ingin melanjutkan ke Jakarta, ditawari dulu
pertama kali oleh Kyai Mahrus dan beliau mau, akhirnya beliau melanjutkan
sekolah ke PTIQ Jakarta.
T : Pemikiran dari KH Noer Muhammad Iskandar itu bagaimana? Seperti ide-ide
atau prinsip-prinsip apa saja yang dibangun untuk membangun pondok
pesantren ini?
J : Ada tiga yang tidak pernah beliau lepas, yaitu yakin, tawakkal dan ikhlas.
Ketika beliau yakin dengan kuasa Allah, beliau tawakkal dengan apa yang
Allah berikan, tawakkal menunggu hasil yang akan Allah berikan, ikhlas
dengan apa yang Allah berikan. Tiga sifat ini yang selalu dijadikan beliau
ketika menetapkan sesuatu karena beliau termasuk orang yang mujahadah,
yang selalu meminta kepada Allah itu tidak lepas. Saya lihat sendiri beliau
shalat malam ketika ada sesuatu yang diinginkan, beliau shalat sampai 100
rakaat, setelah beliau yakin, beliau tawakkal kepada Allah. Setelah itu
hasilnya apapun beliau ikhlas.
T : Kalau dari segi berdakwahnya KH Noer Muhamamd Iskandar itu bagaimana?
J : Karena tiga prinsip ini menjadi dasar beliau jadi apapun yang beliau lakukan
ditujukan untuk berdakwah. Baik dalam hal keluarga, mendirikan pesantren,
politik sekalipun beliau niatkan untuk mengagungkan agama Islam, untuk
membawa agama Islam dan membesarkan agama Islam.
T : Media apa saja yang pernah digunakan beliau untuk berdakwah?
J : Kalau berbicara tentang dakwah, awal-awal beliau ceramah itu dibantu oleh
temannya alm. Pak Musri untuk mengisi pengajian-pengajian di rumah-
rumah warga. Setelah itu, mengisi di masjid Mukhlisin Pluit, itu salah satu
awal perjuangan dakwah beliau disana. Karena beliau tekun, pemilik yayasan
sangat senang dengan beliau akhirnya beliau diangkat untuk membesarkan
masjid Mukhlisin. Dari situ juga beliau mulai dikenal, dari panggung ke
panggung, beliau juga pernah mengisi di radio CBB, di televisi swasta
60
maupun nasional. Beliau juga pernah mengisi live streaming serta media
cetak di Pos Kota.
T : Kalau karya tulis yang ditulis oleh KH Noer Muhammad Iskandar apa saja?
J : Beliau sebenarnya banyak sekali tulisan-tulisan yang dikumpulkan oleh
murid-murid beliau, cuma memang setelah murid-murid beliau ini lulus atau
meninggal itu tidak ada yang tahu jejaknya dimana. Cuma saya pernah
dikasih tahu ada lima tulisan tanya jawab beliau berupa buku. Ada satu yang
saya tahu itupun di Palembang. Lalu ada biografi, berdakwah dalam politik,
ada juga amalan-amalan tentang Asshidiqiyah. Sampai sekarang amalan-
amalan Asshidiyah dipakai oleh para santri. Amalan-amalan itu dikumpulkan
menjadi satu.
T : Siapa saja yang termasuk santri-santri dari KH Noer Muhammad Iskandar?
J : Kalau santrinya banyak sekali dari awal berdiri itu ada dua santri yang
namanya Noer Muhammad dan Rohana. Mereka adalah dua santri awal yang
tadinya mau ke Jawa Timur tetapi tidak jadi akhirnya belajar disini. Noer
Muhammad sekarang mempunyai pesantren di kampungnya, nama
pesantrennya Noer Muhammad seperti nama abah. Ada juga Pak Marsyudi
yang termasuk sekretaris abah, beliau juga memiliki pondok pesantren. Pak
Ahmad Sudrajat dari PBNU juga santri abah. Hampir tiap tahun abah
menelurkan santri-santri yang berkualitas dan berjuang diluar sana.
61
Wawancara Ketiga
Nama : Drs. H. Saiful Rahman, selaku Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan
Pengajaran Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Hari, tanggal wawancara : Selasa, 28 Februari 2017
Tempat : Kantor Asisten Pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Iya Ustad saya mau menanyakan, bagaimana perkembangan Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah terhadap siswanya, gurunya, dan kurikulumnya
ustad?
J : Perkembangan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah tujuannya adalah untuk
mendirikan pesantren semua ada tiga, yang pertama akhlakul karimah,
kemudian menguasai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pengetahuan agama
dengan melakukan pengajian kitab kuning, dan yang ketiga berbahasa
internasional, bahasa arab dan bahasa inggris. Itu semua adalah trilogi.
Kenapa pakai kitab kuning? Karena sumber ilmu agama berada di kitab
kuning, hadist juga diterjemahkan ke kitab kuning. Disini ada pendidikan
formal dan ada diniyah. Berarti ada tiga lembaga, yaitu lembaga bahasa,
lembaga kitab sharaf, dan ada lembaga alquran. Jadi selain lembaga formal
SMP dan Aliyah kemudian ada juga madrasah diniyah yang khusus masalah
agama juga ada tiga lembaga itu. Dalam rangka menjadikan akhlakul
karimah, anak-anak asshiddiqiyah ini semua diwajibkan pesantren karena
kegiatannya 24 jam, jam tiga sudah bangun, shalat tahajud dilanjut istighosah
sampai shalat shubuh, lalu membaca surat yasin dan dilanjut conversation
bahasa inggris dan bahasa arab. Kekuatan Asshidiqiyah yaitu shalat tahajud
yang jarang dilaksanakan di pesantren lain. Kemudian yang kedua shalat
dhuha, lalu puasa senin-kamis. Bagi yang kelas 9 dan kelas 12 yang mau
ujian akhir diwajibkan puasa daud. Itu dilakukan dalam rangka penguatan
akhlak.
62
T : Kalau untuk sarana dan prasarana di pondok pesantren Asshiddiqiyah itu apa
saja?
J : Sarana dan prasarana Alhamdulillah sudah. Ternyata sekolah formal semua
sudah akreditasi A baik SMP maupun Aliyah sehingga memenuhi syarat
untuk mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
T : Adakah karya tulis yang ditulis oleh Kyai Nur?
J : Kayaknya sudah pernah, tapi saya tidak tahu pasti hasil karya tulis Kyai Nur.
Makanya saya tidak berani memastikan
T : Metode dakwah yang diterapkan Kyai Nur itu seperti apa?
J : Metode dakwahnya ya metode dakwah Kyai, metode ceramah. Ceramahnya
di masyarakat umum dan pondok pesantren.
T: Metode pengajaran yang diterapkan Kyai Nur di pondok pesantren
Asshiddiqiyah itu seperti apa?
J : Metode pengajaran lebih baik ke kepala sekolah
T : Kalau untuk kehidupan dan kepribadian belian bagaimana?
J : Ayah adalah seorang ulama yang kekuatan ibadahnya kuat, tahajudnya kuat,
kalau setiap malam juga beliau tidak lepas dari baca-baca yasin dan
sebagainya. Setahu saya beliau adalah orang yang kuat dalam melaksanakan
ibadahnya dan dzikir, tahajudnya juga pernah sampai 100 rakaat. Beliau
seorang pejuang, pekerja keras, dan optimis. Kenapa? Dalam waktu usia
segini tidak pernah berhenti dari tahun 1985 belum pernah berhenti tidak
membangun, cabangnya sampai ada 11. Pertama di Kedoya, kedua di Ceper,
3, 4, 5 di Karawang, kemudian yang keenam di Serpong, 7 di Cijeruk Bogor,
8 di Musi Banyuasin Palembang, 9 di Lampung, 10 di Cianjur, kemudian ke
11 di Waykanan Lampung. Jadi di Sumatra ada tiga, Palembang Musi
Banyuasin, Lampung Waykanan dan Lampung Gunugsugih. Itu tidak pernah
selesai membangun fisik sampai ada 11 cabang dan cukup besar.
T : Kalau untuk pemikiran dari Kyai Nur tentang pondok pesantren itu
bagaimana?
63
J : Kyai Nur dilahirkan dari seorang tokoh ulama besar di Banyuwangi, namanya
Alm. Kyai Iskandar. Mbahnya Kyai Manan juga seorang Kyai besar. Dari
kecil sudah berada di lingkungan pesantren. Sekarang yang mengelola juga
putra-putranya. Sebab pesantren adalah suatu lembaga yang utama, yang
komplit, disiplin, kemandirian, ibadah, sekarang ditambah juga dengan
teknologi. Sekarang banyak orang-orang kota menitipkan anaknya ke
pesantren, kenapa? Karena mereka sibuk tidak bisa mengawasi anaknya,
kalau diserahkan ke pesantren lebih terjamin, tidak pernah ada di pesantren
ada kejadian berantem. Sekarang alumninya sudah cukup banyak yang
berhasil, yang punya pesantren, jadi politisi, dsb.
T : Kalau karir dalam politik Kyai Nur bagaimana?
J : Beliau pernah menjadi anggota DPR Pusat perwakilan dari PKB pada zaman
Gus Dur satu periode. Tapi beliau akhirnya balik lagi ke pesantren karena
tidak ada hasil dan tidak ada yang mengawasi pesantren. Beliau juga selalu
mengikuti perkembangan politik. Asshiddiqiyah komit terhadap masalah
kebangsaan, masalah NKRI, masalah-masalah yang lainnya, beliau juga salah
satu pengurus PPP dewan syariah yang Djan Farid.
T : Kenapa di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini masih berkembang?apa lagi di
zaman modern ini banyak sekolah-sekolah umum yang lainnya
J : Mengikuti perkembangan menyesuaikan kehidupan masyarakat, dulu
awalnya lembaga pendidikan pesantren ada untuk pro melawan penjajah
sampai diharamkan memakai celana, diharamkan pakaiannya meniru belanda,
untuk apa tujuannya? Agar tidak dijajah oleh orang-orang kafir. Tapi setelah
mereka pergi tidak ada masalah, semua pesantren bisa mensejajarkan
mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Dulu kebutuhannya
salafiyah, sampai sekarang juga masih ada beberapa pesantren salafiyah di
jawa timur, jawa tengah. Tidak ada sekolah formalnya, hanya mengaji kitab
kuning. Tetapi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan
masyarakat membutuhkan pendidikan formal, kerja butuh ijazah. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibukalah lembaga pendidikan SD,
SMP, Tsanawiyah, Aliyah, SMK, dan Perguruan Tinggi. Banyak juga tokoh
64
politik yang berasal dari pesantren, bahkan ada presiden Gusdur. Makanya
sekarang disesuaikan jangan sampai pondok pesantren ketinggalan, harus
mengikuti perkembangan. Menurut saya pesantren itu lebih hebat dari pada
sekolah formal diluar. Sekarang yang ada disekolah formal kita ikuti, ada
pelajaran ipa, ips, dsb. Jadi kurikulum pesantren itu gabungan dari
diknas/dikbud dan dari pondok pesantren, dan kurikulum pondok pesantren
yang menentukan pengasuhnya atau kyai nya.
65
Wawancara Keempat
Nama : Ir. MH. Bahaudin, S.Pd.I, selaku Sekretaris Umum Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
Hari, tanggal wawancara : Sabtu, 11 Juni 2016
Tempat : Kantor Sekretaris Umum Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Bagaimana sejarah singkat, latar belakang dan tujuan didirikannya pondok
pesantren Asshiddiqiyah?
J : Asshiddiqiyah itu didirikan tepatnya pada bulan rabbiul awal tanggal 5 juli
1985 oleh bapak KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ beliaunya itu adalah
putra dari KH.Iskandar dari banyuwangi salah satu pondok pesantren terbesar
di tanah Jawa pesantren Manba’ul Ulum, nah beliaunya ini menerima wakaf
tanah dari bapak H.Abdul Ghoni Dja’ani atau terkenal dengan nama pak H.
Oon, putra dari bapak KH. Abdul Shiddiq di sini di Kebon Jeruk. Dimana
prinsip yang ditanamkan dalam pondok pesantren kyai ini adalah dari kaidah
NU yaitu صلعأخذ بالجديت الأالوالمحافظه علي القديم الصالح Melestarikan kebiasaan-
kebiasaan yang baik yang di lakukan oleh sejak dahulu serta melakukan
kebiasaan hal-hal terbaru yang di lakukan orang pada masa kini yang lebih
baik.
T : Kalau untuk permasalahan dari tahun 1985 sampai 2010 itu apa ustad
permasalahannya?
J : Jadi, ada beberapa masa dari di Asshiddiqiyah ini, pertama yaitu masa
pendirian seperti halnya pondok-pondok pesantren ingin mengadopsi dari
tanah Jawa, awal mendirikan pondok pesantren dimulai dari mencari visi dari
pondok sanak Asshiddiqiyah ini tujuan besarnya, dimana itu membentuk
sistem dari pondok pesantren ini pendiri yaitu bapak KH. Noer Muhammad
Iskandar, SQ berupaya mengadopsi pondok pesantren salaf tapi tidak
kehilangan sistem modern, sehingga pondok pesantren ini berpaduan itu ada
pendidikan formal tetapi ada juga ngaji kitab salaf berjalan, sistem pengajaran
hal yang sama seperti di tanah-tanah Jawa ada andongan dan ada sorokan itu
66
sistem tradisional, sistem modern di sini menggunakan sistem berbahasa
Inggris dan berbahasa Arab dengan cara-cara pendidikan modern, dan di sini
juga ada pendidikan formalnya. Nah itu di awal menentukan sistem dari
pondok pesantren. Demikian juga di awal pendiriannya yaitu melengkapi
infrastruktur pondok pesantren yaitu pembangunan fisik pondok pesantren
disekitar ditahun 90an bergerak diawal kepercayaan masyarakat semakin
tinggi, sehingga memang tidak seiring terhadap fisik bangunan untuk
menampung santri. Pernah di sini karena kyai itu tidak pernah membatasi
santri bisa mencapai 3000 santri, yaitu santri diberikan kepada di sekeliling
kita karena sudah penuh, masjid full sudah tidak mencukupi dan memang
semakin tinggi, tentunya pondok pesantren banyak masalah tidak seimbang
antara pengolaan dan juga dari service kepada santri kepada masyarakat tidak
seiring dengan SDM kita nah ini yang menyebabkan secara terus menerus
diperbaiki dan juga singgle fighternya bapak kyai ada sedikit masalah dengan
bapak kyai bisa menimbulkan dampak bagi pondok pesantren, itu puncaknya
pada tahun 1993-an lah itu ketika bapak Suharto dan bapak Gusdur berdamai
di pondok pesantren ini yaitu ada acara RMI di Asshiddiqiyah ini, nah ini
puncak dari perkembangan Asshiddiqiyah, dan terus kemudian dari pola
pertumbuhan kemudian selanjutnya sampai tahun 1998 pak kyai masuk ke
dunia politik itu juga menjadi berbagai kendala termasuk politik bagian dari
sekte tertentu bagian tertentu, kalau kyai yang awalnya mengayomi seluruh
sekarang menjadi bagian tertentu itu juga berpengaruh ke pondok pesantren
ada plus dan minusnya lah politik tidak buruk karena bapak kyai berfikir
bahwa pondok pesantren itu tidak hanya masalah pendidikan dan tidak hanya
perkembangan ajaran agama Islam tetapi juga harus mempengaruhi terhadap
spektur politik di Indonesia, politik kalau pandangan beliau di pegang oleh
orang yang baik maka Indonesia akan juga lebih baik, lebih baik kuasaan
sedikit didalam genggaman dari pada mimpi dari pada di luar teriak-teriak aja
lebih bagus memegang kekuasaan pak kiyai masuk di partai kebangkitan
bangsa saat itu, kemudian tahun 2004 beliaunya masuk ke partai persatuan
pembangunan pindah partai 2007 masuk ke partai persatuan pembangunan,
67
nah pondok pesantren pasti mengikuti dari pola pemikiran bapak kyai, tidak
bisa tidak karena kiyai adalah sebagai center pusat kekuasaan di pondok
pesantren, nah mulai 2001 sampai 2004 tadi ini memang masih sulit di
pondok pesantren Asshiddiqiyah, nah mulai berkembang lagi roda terus
berputar mulai naik lagi pada tahun 2005, 2005 dulu cabangnya sekitar 3
cabang, tahun 2005 terus manaik sampai sekarang berkembang terus menjadi
11 cabang.
T : Faktor-faktor apa saja yang membuat pondok pesantren ini berkembang?
J : Faktornya yang pertama pasti kepercayaan masyarakat disini terhadap
Asshiddiqiyah tidak hanya masyarakat amsih orang per orang tapi juga
masyarakat pesantren, asshiddiqiyah ini sekarang menjadi menjadi central
pondok pesantren di seluruh Indonesia, kalau ngomomong Asshiddiqiyah A
kebanyakan Asshiddiqiyah menjadi rujukan pondok-pondok pesantren itu
mungkin faktor kepercayaan masyarakat. Yang ke dua adalah faktor dari
kepercayaan pemerintah terhadap Asshiddiqiyah juga, terus yang terakhir
kepercayaan pada masyarakat umumnya terhadap Asshiddiqiyah, ini menjadi
faktor-faktor penentu, dan faktor dunia internasional karena pak kiyai sudah
dikenal sebagai tokoh Islam moderat di Indonesia ini juga menjadi pegangan
bagi dunia Internasional untuk kalau mau mendekati Islam Indonesia lewat
Asshiddiqiyah, itu faktor perkembangan dari pondok pesantren
Asshiddiqiyah.
T : Kalau untuk pengajar pondok pesantren Asshiddiqiyah ini lulusan dari mana
aja ustad?
J : Disini berpegang kepada anda memiliki ilmu anda amalkan, jadi kalau
misalkan di tanya ustad ini dari lulusan dari mana macam-macam lulusannya,
dia berasal dari baik perguruan tinggi, swasta, maupun negeri, dari pelosok
negeri, maupun dari luar negeri, dari Al-Azhar dan dari Yaman, dan disini
pun setelah dia masuk di perjuangkan untuk dia meneruskan pendidikan di
luar negeri juga ada yang ke Maroko ada yang ke Jepang ada yang ke London
Inggris dia balik lagi ngajar lagi, jadi dari pondok-pondok pesantren dari
Leboyo, dari Sitogiri dari pondok pesantren sesepuh banyak juga yang dari
68
Gontor dan dari serang, bahkan dengan faktor ilmu yang macam-macam tidak
harus dari kalangan pondok pesantren, misalkan dia ahli hipnoterapy pun dan
dia mengajarkan hipnoterpy dan disini tidak ada sekolahnya.
T : Apa kontribusi buat masyarakat sekitar pondok pesantren Asshiddiqiyah
khususnya dari pondok pesantren Asshiddiqiyah ini?
J : Kontribusinya ini tentunya karena ini adalah benteng moral jadi fungsinya
membentengi moral masyarakat sekitar Asshiddiqiyah ini itu satu. Yang ke
dua kontribusi bidang ekonomi, ekonomi masyarakat di sini bergerak dengan
mereka adanya santri-santri yang berbelanja, jual beli makanan dan minuman,
dan alat-alat segala macam jadi bergerak bidang ekonomi disekitar sini, yang
ke tiga adalah memajukan pendidikan di masyarakat sekitar sini.
T : Bagaimana peran pondok pesantren Asshiddiqiyah dalam bidang pendidikan,
dakwah, dan bidang sosial keagamaan?
J : Kalau di bidang pendidikan jelas kita mencetak generasi-generasi bangsa ini
yang beriman, bertaqwa, dan qafabel siap untuk hidup dan menghidupi, nah
itu adalah visi dari pondok pesantren Asshiddiqiyah, terus di bidang sosial
kita biasa untuk memberikan bantuan-bantuan kepada masyarakat yang
kurang mampu di sini ada pesantren khusus anak yatim dan kaum dhuafa
gratis pendidikannya dan untuk tingkat perguruan tinggi namanya Ma’had Ali
juga gratis itu ratusan juga setiap bulannya biayanya itu, demikian juga untuk
memberikan santunan ke masyarakat sekitar kebakaran, kebanjiran itu rutin di
sini di Asshiddiqiyah ini di jakarta utama tidak pernah kena bencana banjir
jadi sering di jadikan posko.
T : Kalau untuk di bidang dakwah bagaimana ustad?
J : Dibidang dakwah, dakwah itu kita ada namanya dakwah keliling jadi kita
berdakwah ke masyarakat dan ada juga kita berdakwah dengan mencetak
kader-kader dai muda yang handal untuk berdakwah melalui media-media
yang saat ini yang memang sudah zamannya seperti televisi, radio, internet
dan sebagainya misalnya alumni kita seperti ada ustadz Solmed, ada ustadz
Fiqih, ustadz Zainuddin MZ dan banyak ustadz-ustadz yang lain yang
sekarang lagi banyak muncul di media masa, itu bagian dari kita cetak
69
pohonnya kita sebar cabangnya akan menaungi indonesianya ini, sekarang ini
sudah ada 86 pondok pesantren alumni Asshiddiqiyah di seluruh Indonesia,
mungkin kalau di Papua ada ustadz Amir, kemudian di NTB itu ada ustadz
Solhim, ada lagi di Bali ada terus kemudian di tanah Jawa ini macam-macam
ampir di seluruh Indonesia ada, dan sekarang ini kita lagi mencetak dai-dai
yang berasal dari mancanegara dari Thailan.
70
Wawancara Kelima
Nama : M. Husni Mubarak, Lc, selaku Lurah Putera Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
Hari, tanggal wawancara : Kamis, 1 Juni 2017
Tempat : Kantor Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Ustad bagaimana pengajaran di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah?
J : Untuk materi pengajaran hampir semua ilmu atau seni yang ada di sekolah
umum ada di pesantren. Artinya, kalau disini ada Madrasah Aliyah itu berarti
mata pelajarannya sama dengan yang ada di SMA atau MA non pesantren.
Cuman di Madrasah Aliyah ada tambahan materi-materi kitab, berbasis kitab
kuning dimasukkan selama 1 atau 2 jam. Kalau penguatan dikitab itu diluar
sekolah formal, seiringan dengan Al-Qur’an dan bahasa. Di luar sekolah pagi
regular, penguatan bahasa diberikan secara seimbang maksudnya antara habis
ashar, maghrib, maupun isya. Itu bermacam-macam, ada kelas dan
bandongan.
T : Kitab apa saja yang diajarkan disini?
J : Sebelum kesitu, jadi yang bandongan itu cenderung diasuh langsung oleh pak
kyai. Makanya kalau kitab yang dibandong disini ya kitab umumnya yang
standar, seperti tafsir jalalain, kitab-kitab akhlak, dll. Selebihnya ilmu alaq,
nahwu, ilmu fiqh diajarkan di kelas. Kemudian untuk metode pengajaran kita
masih metode klasik, cara baca dan menerangkannya perkata, dimaknai dan
ada targetnya, menerjemahkan ke bahasa Indonesia, itu yang kitab-kitab
klasik. Kalau yang nahwu untuk para pemula ada buku karangan dari guru
sendiri namanya al-umanaf. Ada metode seni bermain karena ada
nyanyiannya walaupun itu belajar tentang grammar, itu khusus yang belajar
bahasa pada pemula. Selanjutnya kembali ke kitab kuning lagi.
T : Bagaiman latar belakang berdirinya pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Itu berawal dari amanat gurunya KH. Nur Muhammad Iskandar yaitu Kyai
Mahrus Ali di Lirboyo. Ketika hendak hijrah ke Jakarta, diberi pesan agar
71
sekalian membuat pesantren disana didukung dengan potensi beliau yang
besar jadi selayaknya membangun pesantren dijantung Ibu Kota. Namun
perjalanan tidak mudah, harus menjadi guru ajar atau takmir masjid di masjid
Raya Pluit, hingga pada akhirnya dapat dana karena membantu doa seseorang
yang mengurus sekolah di Jakarta Utara. Dimulai dari satu rumah dan surau
kecil, kemudian berkembang dengan sokongan program pemerintah, akhirnya
jadilah pondok pesantren sampai sekarang. Yang jelas pertama berasal dari
perintah kyai Mahrus Ali. Untuk jumlah santri sekitar 1000, setiap tahun yang
masuk 300. Meliputi dari SMP, SMA, Ma’had aly. Santrinya berasal dari
Jabodetabek, Lampung, Aceh, Sulawesi, Papua, bahkan Thailand, tapi
didominasi Jabodetabek sama Lampung.
T : Bagaimana kehidupan para santri di pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Kesehariannya full dengan aktivitas yang diberikan oleh pesantren. Jadi dari
pagi sampai siang (dzuhur) sekolah formal, kemudian istirahat, habis ashar
sekolah informal yaitu penguatan bahasa atau kitab sesuai jadwal, kemudian
menjelang maghrib istighosah, setelah shalat maghrib berjamaah mengaji Al-
Qur’an, setelah Isya mengaji bandongan dan mengaji tafsir jalalain, kemudian
mutola’ah sampai jam 10, kemudian istirahat, dan bangun lagi shalat tahajud
jam 3, istighosah pagi sebelum subuh, habis subuh penguatan bahasa atau
kitab, begitu seterusnya. Artinya semua kita beri pada santri, baik fisik,
pikiran, seni, maupun hati. Dari segi fisik berasal dari ekstrakurikuler. Dari
segi pikiran kita beri ilmu kalam, ilmu umum. Kemudian untuk seni yaitu
belajar rebana, hadroh, seni tilawah. Dari hati yaitu kita selalu melakukan
mujahadah dalam 24 jam minimal dua kali menjelang maghrib dan subuh.
T : Darimana saja pengajar/guru di pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : 50% berasal dari alumni sendiri, selebihnya adalah orang-orang yang merintis
sejak awal disini.
T : Berapa luas tanah pada pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : 2,5 hektar
72
T : Bagaimana usaha untuk mengembangkan pondok pesantren Asshiddiqiyah
dalam bidang pendidikan, kurikulum, SDM, sarana dan prasarana?
J : Untuk pendidikan kita coba perkuat terus sarana. Misalkan tahun ini kita
mengembangkan perpustakaan dengan pengaturan yang lebih modern tidak
manual, buku-buku yang kita tambah terus, tempatnya diperindah lagi.
Kemudian ada jam mutola’ah wajib, mutola’ah berarti belajar malam selama
1-1,5 jam setiap malam. Kita juga memiliki semacam kursus - kursus untuk
penajaman pada masing-masing kompetensi, yang ingin ke Timur Tengah ada
Alkisah, yaitu bimbingan kitab salaf. Bahasapun demikian, ada bahasa Arab,
Inggris, Mandarin kita fasilitasi semua. Itu semua syaratnya mereka mampu
mengikuti dengan tanpa mengabaikan kegiatan yang sudah ada. Jadi tidak
hanya perhatian di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Dari kurikulumnya,
kita sekalipun mata pelajarannya menjadi banyak karena full 24 jam, kita bagi
rata kurikulumnya. Kalau sudah ada di formal tidak boleh ada di informal,
sehingga tidak terjadi overlap. Kalau tahun baru itu ada persiapan pembasisan
mata pelajaran yang tidak banyak yaitu mata pelajaran akhlak, character
building, kemudian pembiasaan (shalat, wudhu, dsb). Kurikulumnya tidak
mengikuti kemendikbud, kita buat sendiri selama 4 minggu baru setelah itu
mengikuti kemendikbud. Pada tahun ketiga, kita juga mengusahakan semua
mata pelajaran sudah selesai sehingga di kelas akhir yang terjadi adalah
latihan soal-soal ulangan dari kelas 1-2. Untuk SDM seperti guru selalu ada
upgrading setahun dua kali, ada musyawarah guru MGMP, musyawarah
besar pesantren, lalu mengevaluasi apakah ini sudah tepat sasaran sesuai
trilogy pesantren, guru juga dituntut menemani saat mutola’ah malam, ini
juga salah satu usaha meningkatkan SDM santri karena selalu terpandu atau
terbimbing oleh gurunya. Dari segi sarana prasarana sebagai syarat umum
sekolah seperti adanya laboratorium, perpustakaan, lapangan, semuanya kita
ada. Hanya saja kurang maksimal karena keterbatasan lokasi.
T : Apa saja kitab yang ada lalu pengarangnya siapa saja?
J : Kitabnya ta’lim muta’lim karangan Syeh Azhar Muji, kitab tafsir jalallain
karangan Syeh Jalaludin Assayuti dan Syeh Jalaludin Al-Ma’ali, nahwul
73
waraqat karangan Syarafudin Yahya Al-Amuridi tentang ushul fiqih,
jurumiah karangan Syeh Al-Jurum tentang nahwu, fiqih karangan fathul
qorib, kemudian riyadlul badi’ah, safinatunnajah, nabati fiqiyah juz 1, 2, dan
3, arbainnawawi, minhatul muis ilmu tentang hadist, kemudian tarehnya ada
ibnu hisyam dan fathul muin, kemudian hadist ada baikhuni.
74
Wawancara Keenam
Nama : Abdul Rahman, S.Pd.I, selaku Pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta
Hari, tanggal wawancara : Jum’at, 30 September 2016
Tempat : Halaman Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Apakah yang melatar belakangi, sehingga lembaga pendidikan Islam ini
diberi nama pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Diberi nama Asshiddiqiyah karena. Ketika kiyai membaca kitab Albarjanji
mendapatkan salah satu nama sahabat nabi yaitu Abu Bakar Shiddiq, yang
mempunyai arti kejujuran, dari situ lah nama Asshiddiqiyah diambil.
T : Siapakah ulama dan tokoh yang berperan sebagai perintis, pengembangan dan
pembaharu pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ
T : Bagaimana kehidupan para santri pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Kehidupan sehari-hari santri di pondok pesantren ini diajarkan kedisiplinan
seperti shalat tepat waktu dan selalu berjama’ah dan selalu bermasyarakat
dengan yang lainnya.
T : Bagaimana sistem pendidikan, pengajaran, dan usaha di pondok pesantren
Asshiddiqiyah?
J : Sistemnya pendidikannya. Formal dan non formal. Formal dibawah naungan
kementrian Agama, pendidikan dan kebudayaan. Non formal pendidikan
seperti pesantren.
T : Bagaimana peran pondok pesantren Asshiddiqiyah sebagai pusat pencerahan
intelektual umat, lewat relasinya dengan masyarakat, ulama, dan alumninya?
J : Perannya sebagai sumber indukasi sebagai proses pembelajaran, pembentukan
karakter bording. Pembentukan kebudayaan dan akhlak untuk menyampaikan
ke masyarakatan dan keagamaan.
75
T : Apa tujuan berdirinya pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Tujuan berdirinya pondok ini untuk mencetak kader-kader ulama yang akan
datang dan mencetak para tokoh mubaligh dan pengusaha juga.
T : Apa visi dan misi pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Visi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, adalah sebagai lembaga yang mampu
membentuk dan menyiapkan kader dan ulama ahlussunnah wal jama’ah
berwawasan global, mampu mentranformasikan ilmunya ke dalam bahasa
masyarakat global dengan perilaku akhlak karimah. Dan Misi Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah, adalah menyelenggarakan pendidikan berbasis
agama Islam, teknologi modern, dan ekonomi kerakyatan mulai dari
pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi.
T : Siapa saja alumni-alumni pondok pesantren Asshiddiqiyah?
J : Alumni pondok yang sudah terkenal ialah Kh. Endang Badarrahman, M.Pd.I,
Kh. Nur Shodiq Iskandar, M.Pd.I, Ust. Sholeh Mahmud (Ust. Sholmet), Ust.
Ahmad Fikri (putra Alm Zaenudin M.Z).
T : Bagaimana peran pondok pesantren Asshiddiqiyah dalam bidang sosial?
J : Membantu dalam bidang pendidikan yaitu membantu masyarakat dalam
kegiatan pengajaran. Pembagian santunan anak yatim pengobatan gratis.
T : Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan?
J : Faktor eksternal, faktor politik, sosial budaya bagaimana membentangi
budaya-budaya dari luar. Faktor internal dinamika pondok pesantren dalam
menyikapi sosial.
T: Bagaimana kontribusi pondok pesantren Asshiddiqiyah ini dibidang
pendidikan, dakwah, dan sosial?
J : Pendidikan: Membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Dakwah: Melalui
program dakwah keliling dan pondok pesantren kilat dengan mengutus
Mubaligh. Sosial: Membantu korban banjir, kebakaran dan tanah longsor.
T : Faktor apa saja yang membuat pondok pesantren Asshiddiqiyah berkembang?
J : Sumber daya manusia, meningkatkan kopetensi dewan guru dengan cara
pelatihan dan workshop. Siswa, memberikan bimbingan pendidikan lipskil
(kemampuan hidup).
76
Wawancara Ketujuh
Nama : Muhammad Hekmatyar Albandani
Kelas: 1 Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum
Hari, tanggal wawancara : Kamis, 1 Juni 2017
Tempat : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Nama adek siapa?
J : Muhammad Hekmatyar Albandani
T : Sudah berapa lama mondok di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah?
J : Baru satu tahun, kelas 1
T : Apa saja yang sudah didapat dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini?
J : Untuk pelajaran formal saya mendapat pelajaran matematika, kalau pelajaran
di pondok seperti nahwu, sorof lumayan menguasai dan untuk pelajaran
pondok seperti kitab salaf saya sudah bisa menguasai 3 bahasanya yaitu
bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia.
T : Bagaimana pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini?
J : Pembelajarannya seperti sekolah yang lain tetapi ada keunikannya yaitu pada
saat guru datang menggunakan bahasa Arab dan Inggris jadi terbiasa.
T : Apakah adek dari latar belakang keluarga NU?
J : Orang tua saya berlatar belakang NU
T : Berasal dari mana tempat tinggalnya?
J : Saya berasal dari Duri Kepa.
T : Bagaimana menurut adek dengan guru/ustad yang ada di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ini?
J : Untuk gurunya lumayan, mereka sudah mengetahui bagaimana sifat santri
yang satu dengan yang lain. Ketika santri nge-down, ingin keluar dari
pondok, mereka bisa merangkul untuk tetap berada disini
T : Adek aktif dalam ekstrakurikuler atau tidak?
J : Saya aktif di pramuka, dan di IT bagian jurnalistik
T : Harapan adek setelah lulus nanti seperti apa?
77
J : Harapan saya bisa menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris, bisa mandiri,
membagikan ilmu dari kitab salaf, bagaimana cara orang berpikir positif
tentang pondok ini bukan hanya tau makan dan belajar. Kebanyakan orang-
orang berpikir bahwa pondok berisi orang-orang nakal padahal tidak juga.
Disini menguji skill kita bagaimana kita bisa berinteraksi dengan orang. Bisa
memimpin tahlil, mengajari anak-anak membaca Al-Qur’an, meramaikan
masjid-masjid sekitar yang sudah sepi.
T : Apa harapan adek kepada Pondok Pesantren Asshiddiqiyah kedepannya?
J : Lebih maju dan lebih tenar namanya, bukan hanya dalam segi fasilitasnya,
kita harus mampu seperti ponpes tetangga kita, seperti Darunnajah. Ponpes
Asshiddiqiyah unggul dalam kitabnya dari pada pondok yang lain, tapi
kurang dari segi bahasanya. Kalau bahasanya bagus, pondok ini akan lebih
bagus dari pada ponpes tetangga kita.
78
Wawancara Kedelapan
Nama : Muhammad Fahri Aldiyansyah
Kelas: 3 SMP Manba’ul Ulum
Hari, tanggal wawancara : Kamis, 1 Juni 2017
Tempat : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Nama adek siapa?
J : Muhammad Fahri Ardiyansyah
T : Kelas berapa?
J : 3 SMP
T : Sudah berapa lama mondok di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah?
J : Sudah 3 tahun sejak 2014
T : Apa saja yang sudah didapat dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini?
J : Ilmu, seperti ilmu kitab dan lainnya
T : Bagaimana pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini?
J : Cukup bagus
T : Apakah adek dari latar belakang NU?
J : Iya
T : Berasal dari mana tempat tinggalnya?
J : Dari Bekasi Timur
T : Bagaimana menurut adek dengan guru/ustad yang ada di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ini?
J : Cara pembelajaran disini cukup bagus gurunya
T : Adek aktif dalam ekstrakurikuler atau tidak?
J : Iya, saya ikut ekstrakurikuler marawis
T : Harapan adek setelah lulus nanti seperti apa?
J : Bisa membanggakan orang tua dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
T : Apa harapan adek kepada Pondok Pesantren Asshiddiqiyah kedepannya?
J : Semoga semakin maju dan jaya.
79
Wawancara Kesembilan
Nama : Buzainatul
Kelas : 2 SMA Manba’ul Ulum
Hari, tanggal wawancara : Kamis, 8 Mei 2017
Tempat : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Nama adek siapa?
J : Buzainatul.
T : Sudah berapa lama mondok di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah?
J : Inayah baru dua tahun, kelas 2 SMA.
T : Apa saja yang sudah didapat dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini?
J : Disini saya belajar bahasa Arab, bahasa Inggris, saya juga belajar bagaimana
cara menjadi MC, bagaimana caranya ceramah, menjadi pemimpin di
organisasi.
T : Bagaimana pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini?
J : Sudah bagus.
T : Apakah adek dari latar belakang keluarga NU?
J : Iya.
T : Berasal dari mana tempat tinggalnya?
J : Berasal dari Bekasi.
T : Bagaimana menurut adek dengan guru/ustad yang ada di Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah ini?
J : Sangat sabar untuk menghadapi murid-murid karena murid-muridnya dari
daerah kota jadi murid-muridnya itu pastikan kepribadiannya anak luar dan
ustad-ustad disini bisa menanganinya.
T : Adek aktif dalam ekstrakurikuler atau tidak?
J : Pramuka.
T : Harapan adek setelah lulus nanti seperti apa?
J : Saya berharap bisa dapat beasiswa ke luar negeri.
T : Apa harapan adek kepada Pondok Pesantren Asshiddiqiyah kedepannya?
80
J : Cakupannya bisa lebih luas, cabangnya bisa lebih banyak, santrinya makin
banyak, makin berkualitas.
81
Wawancara Kesepuluh
Nama : Farihah Mumtazirah
Kelas : 2 SMP Manba’ul Ulum
Hari, tanggal wawancara : Kamis, 8 Mei 2017
Tempat : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi
secara langsung:
T : Nama adek siapa?
J : Farihah Mumtazirah.
T : Sudah berapa lama mondok di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah?
J : Sudah 2 tahun, sekarang kelas 2.
T : Apa saja yang sudah didapat dari Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ini?
J : Bahasa Arab, bahasa Inggris, agama-agama, kitab-kitab.
T : Bagaimana pembelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini?
J : Baik dan enak gurunya.
T : Apakah adek dari latar belakang keluarga NU?
J : Iya.
T : Berasal dari mana tempat tinggalnya?
J : Dari Bekasi.
T : Bagaimana menurut adek dengan guru/ustad yang ada di pondok pesantren
Asshiddiqiyah ini?
J : Baik-baik gurunya.
T : Adek aktif dalam ekstrakurikuler atau tidak?
J : Drum band.
T : Harapan adek setelah lulus nanti seperti apa?
J : Bisa memahami pelajaran dengan baik.
T : Apa harapan adek kepada pondok pesantren Asshiddiqiyah kedepannya?
J : Semoga menjadi pondok yang baik lagi dan lebih berkualitas.
82
DOKUMENTASI
PONDOK PESANTREN ASSHIDDIQIYAH JAKARTA
Papan Reklame Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Pintu Masuk Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
83
Asrama Putra Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Ruang Kamar Putra Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Ruang Kelas Kegiatan Belajar Mengajar Tingkat SMP dan MA
84
Masjid Baitul Makmur Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Lapangan Futsal Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Kantor Pendopo Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
85
Aula Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Perpustakaan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Lab Bahasa Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
86
Ruang Tunggu Tamu Putri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Kegiatan Shalat Lima Waktu Santri Putra Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta
Kegiatan Belajar Mengajar Kepesantrenan Santri Putri Pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Jakarta
87
Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Aliyah Manba’ul Ulum Asshiddiqiyah
Kegiatan Belajar Mengajar Komputer Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta
Foto Makan Bersama Para Santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
88
Organisasi Santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Santri Putra Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Santri Putri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
89
Santri Putri Ma’had Aly Saa’idusshiddiqiyah Jakarta
Kitab - kitab Kuning yang Digunakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Jakarta
Foto Bersama KH. Noer Muhammad Iskandar SQ
90
LK PR JML LK PR JML
1 1987/1988 25 18 43 26 19 45 88
2 1988/1989 27 19 46 27 18 45 91
3 1989/1990 29 19 48 28 23 51 99
4 1990/1991 31 18 51 30 24 54 105
5 1991/1992 31 17 48 31 23 54 102
6 1992/1993 30 18 48 29 19 48 96
7 1993/1994 31 19 50 28 18 46 96
8 1995/1996 30 18 48 27 19 46 94
9 1997/1998 0 0 0 28 21 49 49
10 1998/1999 0 0 0 27 18 45 45
11 1999/2000 0 0 0 26 20 46 46
12 2000/2001 15 13 28 25 16 41 69
13 2001/2002 14 12 26 24 14 38 64
14 2002/2003 14 11 25 23 15 38 63
15 2003/2004 15 12 27 22 14 36 63
16 2004/2005 16 11 27 21 16 37 64
17 2005/2006 17 13 30 20 15 35 65
18 2006/2007 18 15 33 24 11 35 68
19 2007/2008 19 15 34 23 12 35 69
20 2008/2009 20 14 34 24 14 38 72
21 2009/2010 20 12 32 22 14 36 68
No Tahun Ajaran Tingkatan
JumlahMts / SMP MA
Data Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Tahun 1987 - 2010
91
LK PR JML LK PR JML
1 1987/1988 345 365 710 310 298 608 1318
2 1988/1989 360 390 750 356 356 712 1462
3 1989/1990 370 380 750 356 367 723 1473
4 1990/1991 380 375 755 378 387 765 1520
5 1991/1992 415 390 805 389 378 767 1572
6 1992/1993 415 405 820 390 380 770 1590
7 1993/1994 420 400 820 405 415 820 1640
8 1995/1996 425 415 840 398 406 804 1644
9 1997/1998 0 0 0 635 598 1233 1233
10 1998/1999 0 0 0 610 605 1215 1215
11 1999/2000 0 0 0 550 575 1125 1125
12 2000/2001 60 55 115 465 480 945 1060
13 2001/2002 80 92 172 415 390 805 977
14 2002/2003 124 105 229 375 362 737 966
15 2003/2004 154 165 319 375 315 690 1009
16 2004/2005 165 175 340 324 270 594 934
17 2005/2006 172 167 339 310 250 560 899
18 2006/2007 190 184 374 230 203 433 807
19 2007/2008 192 188 380 215 206 421 801
20 2008/2009 205 176 381 203 187 390 771
21 2009/2010 198 175 373 165 155 320 693
JumlahTingkatan
No Tahun Ajaran Mts / SMP MA
Data Jumlah Santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Tahun 1987 - 2010
92
93
94
95
96
97
98