LAPORAN PENELITIAN
Judul
Uji Stabilitas Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Fosfat Dibandingkan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Dapar Borat
Dengan Metode Uji Dipercepat
Oleh :
Insan Sunan Kurniawan Syah, S.Si, Apt.
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
2006
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan dapar fosfat dan dapar borat terhadap stabilitas sediaan tetes mata kloramfenikol dengan menggunakan metode uji dipercepat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan dapar fosfat dalam sediaan tetes mata kloramfenikol dibandingkan dengan penggunaan dapar borat menunjukkan perbedaan penurunan kadar kloramfenikol yang cukup signifikan. Hasil uji stabilitas dengan metode uji dipercepat menunjukkan bahwa penggunaan dapar fosfat dalam sediaan tetes mata kloramfenikol dapat menurunkan energi aktivasi, mengubah orde reaksi, serta meningkatkan laju reaksi hidrolisis kloramfenikol, sehingga waktu paruh serta batas umur simpannya menjadi lebih cepat dibandingkan dengan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat.
i
ABSTRACT
The influence of phosphoric and boric buffer on chloramphenicol content of eye drop preparation have been investigated. The result showed that chloramphenicol concentration decrease significantly. The stability test result used an accelerated test method showed that phosphoric buffer on chloramphenicol eye drop preparation can decreased the activation energy, changed the reaction order, and increased the reaction rate of chloramphenicol hydrolysis, so the half-life and shelf-life was faster compared with chloramphenicol eye drop preparation that contain boric buffer.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
Laporan penelitian dengan judul “Uji Stabilitas Sediaan Tetes Mata
Kloramfenikol Menggunakan Dapar Fosfat Dibandingkan Sediaan Tetes Mata
Kloramfenikol Menggunakan Dapar Borat Dengan Metode Uji Dipercepat” ini
merupakan bagian dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu di bidang penelitian.
Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Anas
Subarnas, M.Sc., Apt. selaku Dekan Farmasi Universitas Padjadjaran; Drs. Sohadi
Warya, MS., Apt.; Mutakin, M.Si., Apt. dan Dwi Ayu Larasati, S.Si. yang membantu
dalam penelitian ini. Juga tidak lupa kepada pihak-pihak lain yang dengan tulus dan
ikhlas telah membantu penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam
laporan penelitian ini, baik dari segi penulisan maupun materinya. Namun demikian,
sumbangan kritik dan saran penulis terima untuk menyempurnakan penelitian
selanjutnya. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukan.
Jatinangor, Nopember 2006
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i ABSTRACT ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6 METODE PENELITIAN 6 HASIL PEMBAHASAN 10 KESIMPULAN DAN SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Hasil Pengukuran Konsentrasi Larutan Baku Kloramfenikol
dalam Dapar Borat dan Dapar Fosfat 10
Tabel 2. Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata
dengan menggunakan Dapar Borat 11
Tabel 3. Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata
dengan menggunakan Dapar Fosfat 11
Tabel 4. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata
Pada Suhu 50oC 12
Tabel 5. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata
Pada Suhu 60oC 13
Tabel 6. Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata
Pada Suhu 70oC 13
Tabel 7. Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi pada Tiap Suhu 14
v
DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI
Halaman
Gambar 1. Kurva baku kloramfenikol dengan dapar borat dan dapar fosfat 10
Gambar 2. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata
pada suhu 50oC 12
Gambar 3. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata
pada suhu 60oC 13
Gambar 4. Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata
pada suhu 70oC 13
Gambar 5. Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar borat 15
Gambar 6. Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar fosfat 15
Gambar 7. Kromatogram kloramfenikol dalam dapar borat 16
Gambar 7. Kromatogram kloramfenikol dalam dapar fosfat 17
vi
PENDAHULUAN
Masalah utama dari sediaan obat yang menggunakan pelarut air yaitu adanya
kecenderungan molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan
produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda yang dikenal sebagai reaksi hidrolisis.
Reaksi hidrolisis merupakan salah satu penyebab ketidakstabilan kimia dari sediaan yang
mengakibatkan terjadinya degradasi atau kerusakan kimia pada sediaan (Ansel, 1989).
Garam dapar pada umumnya digunakan dalam formulasi cairan farmasi untuk
mengatur pH larutan. Meskipun garam-garam tersebut cenderung mempertahankan pH
larutan pada tingkat tetap, tetapi dapat juga mengkatalisis reaksi hidrolisis sehingga
mempercepat terjadinya degradasi sediaan (Lachman, 1994).
Tetes mata Kloramfenikol merupakan larutan steril kloramfenikol dalam air
murni, mengandung larutan dapar yang cocok, dapat pula ditambahkan bahan pengawet
yang cocok. Tetes mata kloramfenikol mempunyai pH optimal 7,0 – 7,5 (British
Pharmacopoeia, 2001). Serbuk kloramfenikol dapat larut dalam 400 bagian air, memiliki
stabilitas yang sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH yang lebar yaitu 2,0 – 7,0
(Connors, 1992).
Penyebab utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah
pemecahan hidrolitik pada lingkaran amida. Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol
terkatalisis oleh asam umum yang terdapat pada larutan dapar yang digunakan. Hal ini
menyebabkan kloramfenikol peka terhadap katalisis asam-umum, salah satunya adalah
ion monohidrogen fosfat yang terdapat dalam dapar fosfat. Adanya ion monohidrogen
fosfat dapat meningkatkan laju degradasi kloramfenikol (Connors, 1992).
Metode uji stabilitas dipercepat telah lama dilakukan, khususnya menggunakan
perlakuan termik. Dalam hal ini, peraturan kinetika reaksi dipergunakan, dimana
peruraian dipelajari pada suhu tinggi dan tidak pada suhu kamar, yang selanjutnya
diekstrapolasikan pada suhu penyimpanannya. Sebagai besaran dasar pertama yang
ditentukan adalah ketergantungan kecepatan peruraian akan konsentrasi, yang kedua
adalah ketergantungan kecepatan reaksi akan suhu (Martin, 1990).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ion monohidrogen
fosfat dalam dapar fosfat terhadap kestabilan sediaan tetes mata kloramfenikol
menggunakan metode uji stabilitas dipercepat.
TINJAUAN PUSTAKA
Obat tetes mata biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya, dimana yang paling
sering dipakai adalah larutan dalam air. Karena kapasitas mata untuk menahan atau
menyimpan cairan terbatas, pada umumnya obat mata diberikan pada volume yang kecil.
Volume sediaan cair yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan atau mencuci
mata (Ansel, 1989).
Volume normal air mata dalam mata adalah 7 �l. Dimana mata yang tidak
berkedip dapat memuat paling banyak 30 �l cairan, sedangkan mata yang berkedip hanya
dapat menyimpan 10 �l cairan. Cairan yang berlebih, baik dari produksi secara normal
maupun yang ditambahkan dari luar, dengan cepat dialirkan ke mata. Ukuran tiap tetes
yang dimasukkan ke dalam larutan obat biasanya 50 �l (berdasarkan 20 tetes/ml), jadi
tetesan yang dimasukkan kebanyakan akan hilang. Volume yang ideal dari larutan obat
untuk dipakai, berdasarkan kapasitas mata yaitu 5-10 �l. Karena dosis mikroliter dari
penetes mata biasanya tidak ada atau tidak dipakai oleh pasien, hilangnya obat yang
dimasukkan penetes mata standar merupakan hal yang biasa. Jika diinginkan terapi
dengan tetesan beberapa kali, dianjurkan pemberiannya diulang setiap 5 menit. Hal ini
memungkinkan penumpukan obat di sudut, sedangkan kehilangan melalui pengaliran
kecil. Kadang-kadang pemakaian larutan untuk mata dengan konsentrasi obat lebih besar
dapat digantikan untuk pengobatan dengan tetesan yang berulang kali dari larutan yang
lebih encer (Ansel, 1989).
Jadi, dosis efektif dari pengobatan yang dilaksanakan pada mata dapat berbeda-
beda dengan kekuatan obat yang diberikan; volume yang dipakai, lamanya pengobatan
yang berhubungan dengan permukaan mata dan frekuensi pemberian (Ansel, 1989).
Defenisi resmi larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan
dikemas untuk dimasukkan ke dalam mata. Selain steril, preparat tersebut memerlukan
pertimbangan yang cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan
antimikroba, isotonisitas, dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).
Dapar mungkin digunakan dalam suatu larutan mata karena salah satu atau semua
alasan berikut ini : (1) untuk mengurangi ketidaknyamanan si pasien, (2) untuk menjamin
kestabilan obat, dan (3) untuk mengawasi aktivitas terapeutik bahan obat (Ansel, 1989).
Air mata mempunyai pH normal 7,4 dan memiliki suatu kemampuan dapar.
Pemakaian suatu larutan yang mengandung obat mata merangsang aliran air mata yang
mencoba menetralkan setiap kelebihan ion hidrogen atau hidroksil yang dikenakan pada
mata bersama larutan (Ansel, 1989).
Daerah toleransi pH yang tidak merusak mata ternyata tidak sama untuk beberapa
literatur. Pada pemakaian tetesan biasa yang nyaris tanpa rasa nyeri adalah larutan dengan
harga pH 7,3 – 9,7. Daerah pH 5,5 – 11,4 masih dapat diterima (Voigt, 1994).
Penyeimbangan pH pada umumnya dilakukan dengan larutan dapar isotonis. USP
menyediakan formula-formula untuk pembuatan larutan dapar yang sesuai untuk dipakai
oleh obat-obat tertentu, termasuk larutan dapar berikut :
- Dapar Borat. pH dapar ini sedikit di bawah 5,0; dibuat dengan cara melarutkan 1,9
gram asam borat kedalam air yang cukup untuk untuk mendapatkan 100 ml. Dapar ini
cocok untuk garam yang dapat larut dalam air dari obat berikut: benoksinat, kokain,
dibukain, fenilefrin, pilokarpin, piperokain, prokain, proparakain, tetrakain, dan seng
(Ansel, 1989).
- Dapar Fosfat Isotonis. Dapar ini disesuaikan untuk tonisitas dan memberikan suatu
pH pilihan berkisar antara 5,9-8,0. Dibuat dengan menggunakan dua larutan
persediaan, satu mengandung 8,00 gram mononatrium difosfat (NaH2PO4) per liter
dan lainnya mengandung 9,47 gram dinatrium monofosfat (Na2HPO4) per liter,
sedangkan beratnya sebagai anhidrida (Ansel, 1989).
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Secara kimia, zat obat adalah alkohol,
fenol, aldehid, keton, ester-ester, asam-asam, garam-garam, alkaloid, glikosida dan lain-
lain, masing-masing dengan gugus kimia relatif yang mempunyai kecenderungan kimia
berbeda terhadap kestabilan kimia (Ansel, 1989).
Salah satu proses kerusakan yang paling sering terjadi dan dapat menyebabkan
ketidakstabilan kimia adalah reaksi hidrolisis. Hidrolisis merupakan suatu proses
solvolisis dimana molekul obat berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan
suatu produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda (Ansel, 1989).
Proses hidrolisis kemungkinan besar merupakan proses tunggal yang paling
penting karena peruraian obat terutama karena sejumlah besar obat adalah ester-ester
yang mengandung gugus lain seperti amida tersubtitusi, lakton, dan laktam, yang rentan
terhadap proses hidrolisis (Ansel, 1989).
Ada beberapa pendekatan untuk menstabilkan preparat-preparat farmasi yang
mengandung obat-obat yang cenderung mengurai dengan hidrolisis. Peruraian dengan
hidrolisis dapat dicegah untuk obat-obat yang diberikan dalam bentuk cairan dengan
mensuspensikannya dalam suatu pembawa bukan air. Penyimpanan pada lemari
pendingin dianjurkan untuk beberapa preparat yang tidak stabil karena penyebab
hidrolisis (Ansel, 1989).
Bersama-sama dengan temperatur, pH merupakan suatu penentu utama dalam
kestabilan obat yang cenderung mengalami peruraian hidrolisis. Hidrolisis dari
kebanyakan obat tergantung pada konsentrasi relatif dari ion hidroksil dan ion hidronium,
dan pH dimana masing-masing obat stabil secara optimal dapat dengan mudah
ditentukan. Untuk kebanyakan obat-obat yang dapat dihidrolisis pH kestabilan optimal
adalah pada sisi asam, pada pH antara 5 dan 6. Oleh karena itu, melalui penggunaan zat
pendapar yang tepat, kestabilan senyawa-senyawa yang tidak stabil dapat ditingkatkan
(Ansel, 1989).
Ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu
perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut,
sedangkan dalam hal lain, perubahan kimia yang terjadi tidak dapat terlihat langsung dari
perubahan fisik, tetapi harus melalui analisis kimia (Ansel, 1989).
Data ilmiah yang menyinggung kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan
ramalan shelf-life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut, dan bila perlu untuk
merancang kembali obat tersebut (misalnya menjadi bentuk ester atau garam yang lebih
stabil) dan untuk formulasi kembali bentuk sediaan tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan
terjadinya degradasi obat dalam suatu formulasi merupakan hal yang sangat penting.
Pengkajian laju perubahan kimia dan cara di mana zat tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, kondisi temperatur
dan tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain, dalam formulasi tersebut disebut reaksi
kinetika (Ansel, 1989).
Umumnya suatu pengkajian kinetis mulai dengan mengukur konsentrasi obat
yang diuji pada selang waktu tertentu pada suatu rangkaian kondisi spesifik termasuk
temperatur, pH, kekuatan ion, intensitas cahaya, dan konsentrasi obat. Pengukuran
konsentrasi obat pada berbagai selang waktu memperlihatkan kestabilan atau
ketidakstabilan dari obat tersebut yang dicirikan dengan berlalunya waktu (Ansel, 1989).
Data yang dikumpulkan dapat diutarakan secara grafik, dengan memplot
konsentrasi obat terhadap waktu. Dari data eksperimen, laju reaksi dapat ditentukan dan
suatu konstanta laju dihitung. Konstanta laju tersebut menggambarkan laju pada saat obat
mengurai pada kondisi eksperimen (Ansel, 1989).
Data tersebut juga dapat digunakan dalam penentuan waktu paruh obat secara
eksperimen. Waktu paruh obat didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan obat
tersebut untuk mengurai menjadi separuh dari konsentrasi aslinya (Ansel, 1989).
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari
beberapa jenis Streptomyces misalnya S. venezuelae, S. phaeochromogenes var.
chloromyceticus, dan S.omiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi
strukturnya, maka sejak tahun 1950, kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S.
venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah
yang diambil dari Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas
terhadap beberapa bakteri Gram negatif dan riketsia. Bentuk kristal antibiotik ini diisolasi
oleh Bartz pada tahun 1948 dan dinamakan kloromisetin karena adanya ion klorida dan
didapat dari aktinomisetes.
Kloramfenikol mempunyai rumus kimia yang cukup sederhana yaitu 1-(p-
nitrofenil)-2-dikloroasetamido-1,3-propandiol.
Gambar 2.1 Struktur kloramfenikol
Antibiotik ini bersifat unik diantara senyawa alam karena adanya gugus
nitrobenzen dan antibiotik ini merupakan turunan asam dikloroasetat. Bentuk yang aktif
secara biologis yaitu bentuk levonya. Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif
stabil. Kloramfenikol diinaktivasi oleh enzim yang ada dalam bakteri tertentu. Disini
terjadi reduksi gugus nitro dan hidrolisis ikatan amida; juga terjadi asetilasi.
Berbagai turunan kloramfenikol berhasil disintesis akan tetapi tidak ada senyawa
yang khasiatnya melampaui khasiat kloramfenikol.
Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas yang sangat baik pada
suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada
suhu 25oC dan pH 6, memiliki waktu paruh hampir 3 tahun. Yang menjadi penyebab
utama terjadinya degradasi kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrolitik
pada lingkaran amida. Laju reaksinya berlangsung di bawah orde pertama dan tidak
tergantung pada kekuatan ionik media (Connors, 1992).
Berlangsungnya hidrolisis kloramfenikol terkatalisis asam umum/basa umum,
tetapi pada kisaran pH 2 sampai 7, laju reaksinya tidak tergantung pH. Spesies
pengkatalisasi adalah asam umum atau basa umum yang terdapat pada larutan dapar yang
digunakan; khususnya pada ion monohidrogen fosfat, asam asetat tidak terdisosiasi, serta
ion asam monohidrogen dan dihidrogen sitrat dapat mengkatalisis proses degradasi. Di
bawah pH 2, hidrolisis terkatalisis ion hidrogen spesifik memegang peranan besar pada
terjadinya degradasi kloramfenikol. Obat ini sangat tidak stabil dalam suasana basa, dan
reaksinya terlihat terkatalisis baik asam maupun basa spesifik (Connors, 1992).
Jalur utama degradasi kloramfenikol adalah hidrolisis ikatan amida, membentuk
amida yang sesuai dan asam dikloroasetat.
Gambar 2.2 Reaksi hidrolisis kloramfenikol
Degradasi kloramfenikol lewat dehalogenasi tidak menjadi bagian yang berperan
dalam gambaran degradasi total, setidaknya di bawah pH 7. (Connors, 1992).
Laju degradasi tergantung secara linier pada konsentrasi dapar, spesies dapar
beraksi sebagai asam umum dan basa umum. Laju hidrolisis kloramfenikol tidak
tergantung kekuatan ionik, dan tidak terpengaruh oleh konsentrasi ion dihidrogen fosfat,
dengan demikian aktivitas katalisisnya dianggap berasal dari aksi ion monohidrogen
fosfat sebagai katalisis basa umum. (Connors, 1992).
+ H2O + CHCl COOH2
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan
dapar fosfat terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata dan untuk
mengetahui batas umur simpan sediaan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan
dapar fosfat dibandingkan dengan sediaan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan
dapar borat.
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh katalisis
asam/basa-umum yang terdapat dalam dapar fosfat dan dapar borat terhadap kadar
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam pemilihan bahan-bahan pendapar.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kloramfenikol base (Cendo
Pharmaceutical), Asam borat, Na tetraborat, Benzalkonium klorida (Cendo
Pharmaceutical), Natrium dihidrogenfosfat, Dinatrium hidrogenfosfat, Natrium klorida,
Air untuk injeksi, Metanol (sebagai fasa gerak).
Alat-alat yang digunakan adalah, Oven (Memmert), pH-Meter (Metohm),
Sonikator, Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Shimadzu®), Bakteri Filter,
Syringe, Alat-alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Teknologi dan Formulasi
Sediaan Steril.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji dipercepat dengan
langkah kerja sebagai berikut :
1. Sterilisasi alat dan bahan
- Alat-alat yang digunakan disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210 C selama 15
menit
- Bahan yang digunakan, kecuali kloramfenikol, disterilkan dalam autoklaf dengan
suhu 1210 C selama 15 menit
2. Pembuatan Sediaan
a. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 % dengan Menggunakan
Dapar Borat
Berdasarkan Formularium Nasional tahun 1978, obat tetes mata
kloramfenikol mengandung kloramfenikol 50 mg, asam borat 150 mg, natrium
tetraborat 30 mg, phenyl hidragiri nitras 200 �g.
Pembuatan obat tetes mata kloramfenikol berdasarkan pada formula yang
ada di Formularium Nasional 1978 dengan perubahan pada penggunaan pengawet
yaitu menggunakan benzalkonium klorida 0,01 %.
Kloramfenikol dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung
Benzalkonium Cl dan dapar borat dan dimasukkan kedalam wadah secara aseptis
dengan disaring menggunakan bakteri filter (sterilisasi C).
b. Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol 0,5 % dengan Menggunakan
Dapar Fosfat
Pembuatan obat tetes mata kloramfenikol berdasarkan pada formula yang
ada di Formularium Nasional 1978 dengan perubahan pada penggunaan pengawet
yaitu menggunakan benzalkonium klorida 0,01 % dan perubahan pada
penggunaan dapar yaitu dapar fosfat isotonis sesuai dengan Farmakope Indonesia
edisi III tahun 1979 yang terdiri dari diNatrium monohidrogen fosfat sebanyak
56.82 mg, Natrium dihidrogen fosfat sebanyak 32 mg dan natrium klorida
sebanyak 46 mg.
Kloramfenikol dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung
Benzalkonium Cl dan dapar fosfat isotonis dan dimasukkan kedalam wadah
secara aseptis dengan disaring menggunakan bakteri filter (sterilisasi C).
3. Pengujian Stabilitas Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol Menggunakan Variasi
Suhu yang Dinaikkan dengan Uji Dipercepat.
Sediaan yang akan diuji diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi ±
20 ppm, lalu dimasukkan ke dalam wadah inert yang tertutup kedap. Jumlah sampel
disesuaikan dengan jumlah titik pengambilan sampel dan replikasi penentuan kadar.
Setelah dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit, kemudian dilakukan penentuan
konsentrasi awal (C0).
Sampel yang telah disiapkan, dimasukkan ke dalam oven pada masing-
masing suhu yaitu 50oC, 60oC, 70oC. Pada waktu-waktu tertentu diambil masing-
masing 2 wadah dari tiap suhu, lalu didinginkan pada lemari es untuk menghentikan
penguraian.
Sampel kemudian disiapkan untuk penentuan kadar yang tersisa menggunakan
instrumen KCKT.
Konsentrasi yang diperoleh kemudian diplot terhadap waktu sehingga
diperoleh nilai k (konstanta laju reaksi) untuk penguraian obat dalam larutan pada
tiap suhu yang dinaikkan. Logaritma laju penguraian spesifik kemudian diplot
terhadap kebalikan dari temperatur mutlak, dan hasilnya berupa garis lurus
diekstrapolasi sampai temperatur ruang k25o digunakan untuk memperoleh
pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa.
4. Penetapan Kadar Menggunakan Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Konsentrasi kloramfenikol yang tersisa dalam sampel diukur dengan
instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom C-18, fasa
gerak metanol : air (60:40), laju alir 0,7 ml/menit, dan panjang gelombang deteksi
279 nm.
Larutan baku untuk menentukan kurva baku dibuat dalam beberapa
konsentrasi yaitu 1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm. Larutan baku dan larutan sampel
kemudian disaring melalui penyaring dengan porositas 0,45 �m dan digunakan filtrat
yang jernih. Filtrat dimasukkan kedalam vial KCKT, dan disuntikkan secara terpisah
masing-masing sejumlah volume yang sama (20 �l). Respon puncak utama yang
muncul direkam dan diukur dalam kromatograf.
HASIL PEMBAHASAN
1. Kurva Baku
Hasil pengukuran konsentrasi larutan baku kloramfenikol dalam dapar borat
dan dapar fosfat (Tabel 1) menggunakan instrumen KCKT menghasilkan suatu kurva
baku seperti yang terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Tabel 1 Hasil Pengukuran Konsentrasi Larutan Baku Kloramfenikol dalam Dapar
Borat dan Dapar Fosfat.
Ppm Luas Area
Dapar Borat Dapar Fosfat
1 50304 47570
5 233976 237850
10 494239 520969
15 758263 766099
20 1015736 951403
25 1231654 1180050
30 1474761 1411895
y = 49564x - 740.44R2 = 0.9985
y = 46740x + 23058R2 = 0.9979
0200000400000600000800000
100000012000001400000160000018000002000000
1 5 10 15 20 25 30Konsentrasi (ppm)
Luas
Are
a B
orat
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
Luas
Are
a Fo
sfat
Dapar Borat
Dapar Fosfat
Linear (Dapar Borat)
Linear (Dapar Fosfat)
Gambar 1 Kurva baku kloramfenikol dengan dapar borat dan dapar fosfat
2. Hasil Penetapan Kadar
Hasil penetapan konsentrasi kloramfenikol yang tersisa dalam sediaan
tetes mata kloramfenikol yang telah disimpan pada beberapa suhu selama waktu
tertentu ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 2 Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata dengan
menggunakan Dapar Borat. t
(oC) Waktu Sampling (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16 18 20 22
50 19.6822 - - - - 14.6048 - - 12.5093 11.1435 9.6176 7.9597 7.0147 6.5051 5.8178
60 21.0831 20.6731 16.6136 13.6694 11.5422 9.5766 8.1316 6.7018 5.8411 - - - - - -
70 20.9733 17.62756 11.3173 6.5042 4.0674 - - - - - - - - - -
Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel
Tabel 3 Konsentrasi Kloramfenikol (ppm) dalam Sediaan Tetes Mata dengan
menggunakan Dapar Fosfat.
t (oC) Waktu Sampling (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16
50 20.7077 - - - - 17.3039 - - 13.7147 10.8186 8.4203 2.2142
60 22.7345 21.0487 17.551 13.3488 9.3687 4.9981 - - - - - -
70 20.1136 17.407 8.0369 0.1636 - - - - - - - -
Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel
Dari Tabel 2 dan 3 di atas, terlihat bahwa laju penurunan konsentrasi
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata yang menggunakan dapar fosfat lebih cepat
dibandingkan dengan sediaan tetes mata yang menggunakan dapar borat. Hal ini
dapat dilihat dari konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar borat pada
penyimpanan suhu 50oC, berkurang dari 19.6822 ppm menjadi 5.8178 ppm dalam
waktu 22 hari, sedangkan konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat
pada suhu yang sama, berkurang dari 20.7077 ppm menjadi 2.2142 ppm hanya dalam
waktu 16 hari.
Hal serupa ditunjukkan pada penyimpanan suhu 60oC dan 70oC, dimana
konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan dapar borat pada penyimpanan suhu
60oC, berkurang dari 21.0831 ppm menjadi 5.8411 ppm dalam waktu 8 hari; pada
suhu 70oC, konsentrasi kloramfenikol berkurang dari 20.9733 ppm menjadi 4.0674
ppm dalam waktu 4 hari. Sedangkan, konsentrasi kloramfenikol yang menggunakan
dapar fosfat pada suhu 60oC berkurang dari 22.7345 ppm menjadi 4.9981 ppm dalam
waktu 5 hari dan pada suhu 70oC, konsentrasi kloramfenikol berkurang dari 20.1136
ppm menjadi 0.1636 ppm dalam waktu 6 hari.
Pengambilan sampel hanya dilakukan hingga kadar kloramfenikol tersisa
kurang dari 30% karena kloramfenikol yang terdegradasi lebih dari 70% diasumsikan
bahwa sediaan tersebut sudah tidak stabil.
3. Hasil Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan
Tetes Mata.
Dari Tabel 2 dan 3 di atas, dihitung persentase penurunan kadar
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata yang menggunakan dapar borat dibandingkan
dengan sediaan tetes mata yang menggunakan dapar fosfat pada masing-masing suhu
pengujian, yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 6, serta Gambar 2, 3, dan
4 di bawah ini.
Tabel 4 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 50oC.
Dapar Waktu Penyimpanan (hari)
0 5 8 10 12 16 18 20 22
Borat 100% 74.2% 63.56% 56.62% 48.86% 40.44% 35.64% 33.05% 29.56%
Fosfat 100% 83.56% 66.23% 52.24% 40.66% 10.69% - - -
Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0 5 8 10 12 16 18 20 22
Waktu Penyimpanan (hari)
Kad
ar K
lora
mfeni
kol
Borat
Fosfat
Gambar 2 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan
tetes mata pada suhu 50oC.
Tabel 5 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 60oC
Dapar Waktu Penyimpanan (hari)
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Borat 100% 98.05% 78.8% 64.84% 54.75% 45.42% 38.57% 31.79% 27.71%
Fosfat 100% 92.58% 77.19% 58.72% 41.21% 21.98% - - -
Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 16 18 20 22
Waktu Penyimpanan (hari)
Kad
ar K
lora
mfe
niko
l
Borat
Fosfat
Gambar 3 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan
tetes mata pada suhu 60oC.
Tabel 6 Penurunan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata Pada Suhu 70oC.
Dapar Waktu Penyimpanan (hari)
0 1 2 3 4
Borat 100% 84.05% 53.96% 31.01% 19.39%
Fosfat 100% 86.54% 39.96% 0.81% -
Keterangan : Tanda (-) = tidak dilakukan pengambilan sampel
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 18 20 22
Waktu Penyimpanan (hari)
Kad
ar K
lora
mfe
niko
l
Borat
Fosfat
Gambar 4 Grafik penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan
tetes mata pada suhu 70oC
Dari Tabel 4, 5, dan 6, serta Gambar 2, 3, dan 4, terlihat bahwa terdapat
perbedaan penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan
dapar borat dibandingkan dengan menggunakan dapar fosfat. Pada penggunaan dapar
borat, reaksi penguraian kloramfenikol merupakan reaksi orde pertama, dimana laju
reaksi hanya berdasarkan pada satu reaktan saja. Hal ini dapat diketahui dari plot log
kadar terhadap waktu menghasilkan slop yang lurus. Sedangkan pada penggunaan
dapar fosfat, reaksi penguraian berubah menjadi reaksi orde nol, dimana laju reaksi
tidak tergantung pada konsentrasi reaktan tetapi dipengaruhi oleh adanya faktor lain
seperti katalis, dalam hal ini disebabkan karena adanya ion monohidrogen fosfat
dalam dapar fosfat yang bertindak sebagai katalis, sehingga laju penguraiannya
dipengaruhi oleh katalis tersebut. Hal ini dapat diketahui dari plot kadar terhadap
waktu akan menghasilkan slop yang lurus.
4. Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi, Waktu Paruh, dan Batas Umur Simpan
Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol.
Berdasarkan data pada Tabel 2 dan 3 di atas, dapat ditentukan tetapan laju
reaksi, k , dari tiap-tiap suhu yang dinaikkan yang kemudian dapat dibuat plot
Arrhenius untuk menentukan tetapan laju reaksi pada suhu kamar sehingga dapat
diketahui waktu paruh dan batas umur simpan dari sediaan tetes mata kloramfenikol.
Hasil perhitungan tetapan laju reaksi terlihat pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7 Hasil Perhitungan Tetapan Laju Reaksi pada Tiap Suhu
Suhu(oC) Jenis Dapar
Borat Fosfat
50 0.055424505 1.371856395
60 0.171669995 4.02835
70 0.427827849 8.6217
Dari Tabel 7 di atas, terlihat bahwa laju reaksi semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksinya
juga akan semakin cepat (tetapan laju reaksi semakin besar). Pada Tabel 4.7 juga
terlihat bahwa tetes mata yang menggunakan dapar borat lebih lambat laju reaksinya
daripada tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat. Hal ini
menunjukkan bahwa tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat lebih
stabil daripada tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar fosfat.
Setelah diketahui tetapan laju reaksi pada tiap suhu, maka dapat dibuat
plot Arrhenius dari tiap penggunaan dapar sehingga diperoleh tetapan laju reaksi pada
suhu kamar, seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 di bawah ini.
y = -4974x + 14.143R2 = 0.9986
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
00.0029 0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315
1/T
log
K
Gambar 5 Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar borat
y = -4441.7x + 13.898R2 = 0.9937
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0.0029 0.00295 0.003 0.00305 0.0031 0.00315
1/T
log
k
Gambar 6 Plot Arrhenius tetes mata kloramfenikol menggunakan dapar fosfat
Pada Gambar 5 dan 6 di atas, terlihat bahwa energi aktivasi (Ea) pada reaksi
penguraian kloramfenikol yang menggunakan dapar borat lebih besar (22761.5 kal/mol)
dibandingkan dengan Ea pada reaksi penguraian kloramfenikol yang menggunakan dapar
Slope = -4974
Ea = 22761.5 kal/mol
k25 = 3.034774069.10-3 /hari
t1/2 = 249.52 hari = 8.3 bulan
t90 = 37.8 hari = 1.26 bulan
Slope = -4441.7
Ea = 20325.7 kal/mol
k25 = 0.100124001
t1/2 = 99.88 hari = 3.33 bulan
t90 = 19.98 hari = 0.67 bulan
fosfat (20325.7 kal/mol), hal ini membuktikan bahwa adanya katalis (ion monohidrogen
fosfat dalam dapar fosfat) akan menurunkan energi aktivasi dari suatu reaksi. Semakin
kecil Ea, maka laju penguraiannya akan semakin cepat, hal ini dapat dilihat dari data di
atas yang menunjukkan bahwa tetes mata kloramfenikol yang menggunakan dapar borat
memiliki waktu paruh 248.52 hari atau sekitar 8.3 bulan, dan batas umur simpannya (t90)
37.8 hari atau sekitar 1.26 bulan. Sedangkan tetes mata kloramfenikol yang menggunakan
dapar fosfat memiliki waktu paruh 99.88 hari atau sekitar 3.3 bulan, dan batas umur
simpannya (t90) 19.98 hari atau sekitar 0.67 bulan. Penggunaan dapar fosfat ternyata
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap penurunan konsentrasi kloramfenikol
dalam sediaan tetes mata.
5. Kromatogram Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata
menggunakan Dapar Borat dan Dapar Fosfat.
Dari penetapan kadar menggunakan KCKT, diperoleh kromatogram
seperti yang terlihat pada Gambar 7 dan 8. Dari kromatogram diketahui bahwa waktu
retensi kloramfenikol adalah kurang lebih 5.5 menit dengan menggunakan kolom C-
18 dengan panjang kolom 25 cm dan metanol : air (60:40) sebagai fasa gerak.
Minutes
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Volts
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
2.10
8
2.46
7
3.04
2
3.75
0
5.46
7
Detector A - 2 (279nm)serumDayu Borat C1 29-05-06-001
Retention Time
Gambar 7 Kromatogram kloramfenikol dalam dapar borat
Minutes
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0
Volts
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
2.62
5
4.00
8
5.45
8
Detector A - 2 (279nm)serumDayu fosfat2 29-05-06-001
Retention Time
Gambar 8 Kromatogram kloramfenikol dalam dapar fosfat
6. Analisis Statistik dengan Menggunakan Metode Desain Eksperimen Faktorial
Dua Faktor
Untuk melihat pengaruh faktor perbedaan dapar dan perbedaan waktu
sampling terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata, maka
digunakan analisis statistik menggunakan metode Desain Eksperimen Faktorial Dua
Faktor.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Desain Eksperimen Faktorial
Dua Faktor menunjukkan bahwa dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, pada suhu
50oC, diperoleh F hitung tiap faktor (faktor dapar 5.9556 dan faktor waktu sampling
12.13) lebih besar daripada F Tabel (faktor dapar 5.32 dan faktor waktu sampling
3.44). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pada suhu 50oC, faktor perbedaan dapar
yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda ternyata memberikan efek yang
signifikan terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.
Karena F hitung lebih besar daripada F Tabel maka perlu dilakukan uji
lanjut Newman-Keuls untuk mengetahui waktu sampling mana yang memberikan
efek yang berbeda. Faktor jenis dapar tidak dilakukan uji lanjut karena hanya terdiri
dari 2 jenis dapar yang sudah dapat dipastikan memberikan efek yang berbeda satu
dengan yang lain.
Dari uji rentang Newman-Keuls, dengan � = 0.05, ternyata yang
memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam
sediaan tetes mata menggunakan dapar borat dan fosfat pada penyimpanan suhu 50oC
adalah waktu sampling hari ke-0, hari ke-5, dan hari ke-8. Sedangkan hari ke-10
sampai hari ke-22 memberikan efek yang tidak signifikan.
Seperti pada penyimpanan suhu 50oC, pada suhu 60oC hasil perhitungan
secara statistik menunjukkan bahwa dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, ternyata
faktor jenis dapar yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda juga
memberikan efek yang signifikan terhadap konsentrasi kloramfenikol dalam sediaan
tetes mata. Hal ini dapat dilihat dari nilai F hitung untuk kedua faktor (faktor dapar
12.008 dan faktor waktu sampling 22.45) lebih besar daripada F tabel (faktor dapar
5.32 dan faktor waktu sampling 3.44). Oleh karena itu, perlu dilakukan uji lanjut
Newman-Keuls.
Dari perhitungan uji Newman-Keuls untuk penyimpanan pada suhu 60oC,
diperoleh kesimpulan bahwa dengan � = 0.05, yang memberikan efek yang signifikan
terhadap penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan
dapar borat dan fosfat adalah pada waktu sampling hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, dan
hari ke-3. Sedangkan hari ke-4 sampai hari ke-8 memberikan efek yang tidak
signifikan.
Tabel Anava untuk penyimpanan pada suhu 70oC, menunjukkan bahwa
dengan � = 0.05 dan keyakinan 95 %, ternyata F hitung untuk faktor dapar adalah
4.02 dan faktor waktu sampling adalah 35.15. Sedangkan F tabel untuk faktor jenis
dapar adalah 7.71 dan faktor waktu sampling 6.39. Dari hasil perhitungan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa faktor jenis dapar yang digunakan memberikan efek yang
tidak signifikan, sedangkan faktor waktu sampling yang berbeda memberikan efek
yang signifikan terhadap kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata. Dalam hal ini
tetap harus melakukan uji lanjut Newman-Keuls untuk faktor waktu sampling karena
memberikan efek yang signifikan.
Dari uji Newman-Keuls untuk penyimpanan pada suhu 70oC, ternyata
dengan � = 0.05, yang memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata menggunakan dapar borat dan fosfat adalah
pada waktu sampling hari ke-0, hari ke-1, dan hari ke-2. Sedangkan hari ke-3 dan hari
ke-4 memberikan efek yang tidak signifikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan pengaruh penggunaan dapar fosfat
terhadap penurunan konsentrasi kloramfenikol dalam sediaan tetes mata dengan
metode uji dipercepat, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penggunaan dapar fosfat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
penurunan kadar kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.
2. Penggunaan dapar fosfat dapat mengubah orde reaksi, menurunkan energi
aktivasi, dan mengurangi waktu paruh serta batas umur simpan dari sediaan tetes
mata kloramfenikol dibandingkan dengan sediaan tetes mata kloramfenikol yang
menggunakan dapar borat.
3. Faktor perbedaan dapar yang digunakan dan waktu sampling yang berbeda pada
tiap suhu penyimpanan memberikan efek yang signifikan terhadap kadar
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata.
4. Pada suhu 50oC terjadi perbedaan efek yang signifikan terhadap penurunan kadar
kloramfenikol dalam sediaan tetes mata pada hari ke-0, hari ke-5, dan hari ke-8.
Untuk suhu 60oC terjadi pada hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3.
Sedangkan untuk suhu 70oC terjadi pada hari ke-0, hari ke-1, dan hari ke-2.
2. Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan dengan meneliti
stabilitas sediaan tetes mata dengan metode uji dipercepat menggunakan ‘climatic
chamber’ agar dapat diketahui pengaruh kelembaban terhadap stabilitas suatu sediaan
serta meneliti kestabilan sediaan yang menggunakan pembawa yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
1. _________, 1994, Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition, edited by Ainley Wade and Paul J weller, The Pharmaceutical Press: London.
2. Ansel. H., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, Penterjemah:
Farida Ibrahim, UI-Press: Jakarta. hal. 157-163, 540-551. 3. Chairns, D., 2003, Essentials of Pharmaceutical Chemistry, second edition, The
Pharmaceutical Press: London. page. 191-197, 201-209. 4. Connors, K.,A., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, jilid 1, Penterjemah:
Drs. Didik Gunawan, IKIP Press: Semarang. hal. 9-40 5. Connors, K.,A., 1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, jilid 2, Penterjemah:
Drs. Didik Gunawan, IKIP Press: Semarang. hal. 416-422. 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III,
Jakarta. hal. 13-19, 143. 7. Lachman, L.,1994, Teori dan praktek Farmasi Industri, Penterjemah: Siti Suyatmi,
UI Press, Jakarta. 8. Martin, A., 1990, Farmasi Fisik, Edisi Ketiga, Penterjemah : Yoshita, UI-Press:
Jakarta.
9. Martindale, 1982, The Extra Pharmacopeia, 28th
edition, edited by James E. F. Reynolds, The Pharmaceutical Press: London. page 1136-1140.
10. Oxford, 1999, Kamus Lengkap Kimia, Editor John Daintith, BSc, PhD, Penerbit
Erlangga: Jakarta. 11. Putra, E., 2004, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, http://www.
library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy2, USU digital library: Medan. 12. Rácz, I., 1989, Drug Formulation, John Wiley and Sons: New york.