STUDI KOMPARATIF ASPEK-ASPEKMETODOLOGIS PENAFSlRAN AL-QUR'ANMENURUT FAZLUR RAHMAN DAN HASSAN HANAFI
Oleh
KARYADINIM: 9934016627
JURUSAN TAFSIR HADISFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFATUIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1424 H / 2003 M
STUDI KOMPARATIF ASPEK-ASPEKMETODOLOGIS PENAFSIRAN AL-QUR'ANMENURUT FAZLUR RAHMAN DAN HASSAN HANAFI
Skripsi
Diajukan Kepada FakuItas Ushuluddin dan Filsafat untuk MemenuhiPersyaratan Memperoleh Gelar Saljana (S 1) Ushuluddin.
Ofeh
KARYADINIM: 9934016627
Dibawah bimbingan
Pembill1bing I,
Drs. Zneun Arifin Z, i\1A.NIP:
Pell1bill1bing II,
~~
,// h
_. ·fz~ .---/,/
Drs. Kusmann MA.NIP: 150275659
Jurusan Tafsir HadisFakultas Ushuluddin dan FilsafatDIN Syarif HidayatuHah Jakarta
1424 H 12003 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul STUD! KOMPARATIF ASPEK-ASPEK METODOLOGIS
PENAFSIRAN AL-QUR'AN MENURUT FAZLUR RAHMAN DAN HASSAN
HANAFI, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Januari 2004. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata
Satll (S I) pada Jurusan Tafsir Hadis.
Jakm1a, 27 Janllari 2004
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
DI . H'. ermawatiNIP. 150 227 408
~. MusvrifahNIP. 150 062 829
Drs. Zaenal \\rifin Z MANIP.
Sekretaris Merangkap Anggota,
/;1,/-=-~ _,0'7,7:);' V
~~D~r-s.=B=ustamin, MBA
NIP. 150 289 320
Anggota:
,.-
Drs. H.M. 8:ryadi {,~gNIP. 150293 145 V
r:;:~7..../
?Drs. Kusmana, MANIP. 150275659
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puj-i syukur kehadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
"Studi Komparatif Aspek-Aspek Metodologis Penafsiran al-Qur'an Menurut Fazlur
Rahman dan Hassan Hanafi" ini. Shalawat bertaburkan salam semoga tetap
tercurahkan pada baginda Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah membimbing
umatnya menuju era tatanan moral yang beradab.
Setelah melalui berbagai macam pengumpulan data serta analisis, skripsi ini
dapat penulis selesaikan dengan segenap kemampuan yang saya miliki, skripsi ini
bertujuan tidak lain adalah untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar
kesarjanaan pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Penulis yang dhailini menyadari
bahwa skripsi ini menjadi mungkin berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penlllis slldah sepatlltnya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
I. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Dr. Amtsal Bachtiar MA. Drs.
Zahruddin AR.MMSi. sebagai Dosen dan ketua jUflIsan Tafsir Hadis yang
belum diroling beserta sekjumya Drs. Bustamin MBA. yang saya hormati dan
saya patuhi segala peraturannya.
2. Bapak Drs. Zainal Arifin Z, MA. dan Drs. Kusmana MA selaku Dosen dan
Pembimbing yang telah mencurahkan perhatiannya dari penulisan sampai
kritikan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Pusat
UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama yang telah meyediakan
referensi bagi penuhs dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ayahanda Wamo (almarhum) dan Sawino, Ibunda Wastinah dan Paklik Ustd.
ANu'man beserta isteri yang telah mencurahkan kasih sayangnya yang tak
temilai harganya sepanjang zaman.
5. Kakanda Sahidi, Tarikhin, Sakhuri beserta isteri-isteri tercintanya dan adinda
Susmiyati, Muhyiddin, Takhibul Khaeroni. yang sangat berjasa baf,>1
kehidupan saya.
6. Keluarga Besar "Aqrobatul Wasilah" (AQWAS) ka' Khambali dan de'
Asiqien yang penulis banggakan atas segala saran dan dukungannya. Ternan-
ternan Ikatan Remaja Masjid Nurul Huda (IRMANUH) dan ternan-ternan
Ikatan Perantau Karanganyar (IPKA) yang sering rnenanyakan kapan
Wisudanya ? Sehingga rnembuat saya aktifuntuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat Tafsir Hadits angkatan '99 dari "Forkis" sampai "Milfah"
plus KKN 2002 seperti Kamil, Togar, Yudhi, Budi, Syahril, Saifullah, Zakiy,
Andri dan Ardi, Iskandar, Abdul, Azis, Poncol, Landi, Komar, Verry, Toha
Layli, Erika, lka, sahabat-sahabat PMIl 'cak Atlfudin, Ihat Malikhatun,
Wawan, Saerofi dan sahabat-sahabat yang tak dapat kami canturnkan
namanya satu persalu yang telah memberikan inspirasi dalam skripsi ini.
8. Sahabal-sahabat primordial Ikalan Mahasiswa Tegal (IMT) Jakarta Raya
beserta "LS Poci-nya" sahabal, Gunawan yang suka 'Ngember,' Hasyim,
..II
Mabrur, KhoIid, Khafid dengan Isterinya, Hamzah, HaIjo, Fatih, Mansur,
Dayat, Faiq, Toro, Tarobin, Mba Riss, Jannah, Annis, Rahma, Nur Dlwi,
Ni'mah dan semua saja yang penulis banggakan atasobrolan, diskusi dan
dukungannya. Dan terimakasih pada mas Hakim dengan 'Aksara
Computernya,' mas Nafis dengan 'Antala'lai Computernya,' yang telah
membantu penulisan skripsi ini.
Mereka semua telah banyak mensupport penulis untuk senantiasa mengkaji
apa yang baik dan bern1anfaat bagi masa kini dan yang akan datang, sebab di era
kesejagatan ini periu mawas diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bemegara. Sebenarnya masih banyak orang-orang yang beIjasa dalam penulisan
sekripsi ini, seperti Dewan GUnJ MI Miftahul Jannah JI.Bangka IX dan yang Iainnya
semoga tidak mengurangi rasa hormat dan cinta saya terhadap sahabat-sahabat
sekalian. Saya menyadari skripsi ini jauh dari harapan, namun setidaknya dapat
memberi sebuah informasi khususnya bagi penulis dan pemerhati kajian Tafsir Hadis,
akhirnya hanya kepada Allah lah saya memohon petunjuk semoga dapat l11eniti lika-
liku perjalanan hidup ini dengan selal11at. Amien.
Ciputat, 29 Svawal 1424 H23 Desel11ber 2003 M
Pellulis
III
DAFTARISI
KATA PENGANTAR .
DAFTAR lSI IV
BAB I. PENDAHULUAN I
A. Latar Belakang Masalah .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penlliisan 8
D. Metode Penulisan 9
E. Sistematika Penulisan 10
BAR II. LATAR BELAKANG FAZLUR RAHMAN
DAN HASSAN HANAFI . II
A. Biografi Fazlllr Rahman 11
I. Wawasan lntelektual Fazlllr Rahman 12
2. Konteks Sosial 13
B. Biografi Hassan Hanafi .. 16
I. Wawasan lntelektllal Hassan Hanafi . 17
2. Konteks Sosial... .. '" , '" 19
,v
BAR ID. ASPEK-ASPEK METODOLOGIS PENAFSIRAN
AL-QUR'AN MENURUT FAZLUR RAHMAN
DAN HASSAN HANAFI 23
A. Aspek Metodologis Penafsiran Fazlur Rahman 23
I. Al-Qur'an dan Herrneneutik 23
2. Teori Double Movement.. 29
B. Aspek Metodologis Penafsiran Hassan Hanafi 34
I. Herrneneutika Pembebasan 34
2. Proyek Tradisi dan Pembaharuan 38
3. Teori Teks dan Realitas 41
BAB IV. KOM])ARATIF PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN
DAN HASSAN HANAFI .. , 50
A. Sample Aplikasi 50
I. Konsep Alam Semesta dalam al-Qur'an 50
2. Penafsiran Alam Semesta menurut Fazlur Rahman 55
3. Penafsiran Alam Semesta menurut Hassan Hanafi 61
B. Komparatif Penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanal] 65
]. Perasamaan Penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi 66
2. Perbedaan Penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanaf]..... 71
C. Urgensi Penafsiran al-Qur'an .
v
..75
BAB V. PENUTUP 78
A. Kesirnpulan , 78
B. Saran-saran., 81
DAFTAR PUSTAKA 82
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
AI-Qur'an pada masa sekarang dihadapkan pada tantangan-tantangan barn.
Kehidupan serba instan dan praktis mernpakan kebutuhan yang senantiasa dicari.
Sebagai sumber hukum yang universal, al-Qur' an dituntut untuk dapat menjawab
tantangan zaman dan harns mampu menanggulangi problematika umat yang semakin
kompleks. Paling tidak kita dapat mengekspresikan al-Qur'an sebagaimana mestinya,
dalam artian al-Qur'an sebagai sumber tasyri bagi agama Islam dapat memberilcan
pencerahan bagi penganutnya dengan solusi-solusi yang dinamis.
Dr. Nasrnddin Baidan dalam pendahuluan bukunya "Metodologi Penafsiran
al-Qur'an" menerangkan bahwa, "Pemlasalahan kehidupan di abad modem berbeda
jauh dari apa yang dialami oleh generasi terdahulu. Perbedaan tersebut terasa sekali di
tengah-tengah masyarakat, seperti mobilitas yang tinggi, perubahan situasi yang
sangat cepat, dan lain-lain. Realitas kehidupan yang demikian membuat masyarakat,
baik secara individual maupun keluarga, bahkan berbangsa dan bernegara menjacli
terasa seakan-akan tak punya waktu luang untuk membaca kitab-kitab yang besar-
besar."J Pendapat ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Hassan Hanafi dalam
komentamya mengenai kemgian penafsiran membujur -atau sesuai umtan surat
lLihal Nasruddin Baidan, j\-!elodo!ogi Pencffsiran aI-QUI" 'an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000). cet. Ke-4, h.7
2
bahwa, "komentar terlalu banyak melelahkan untuk dibaca dan bahkan untuk dibeli,
untuk memperoleh dan mendapatkan tempat, atau bahkan untuk dipegang di tangan.
Kuantitasnya mengecilkan hati. la membuat para pembaca ruwet pikirannya di
hadapan pengetahuan yang bersifat primer ini.,,2
Ekspansi wilayah Islam ke berbagai penjuru baik ketika masa Khulafaur
Rasyidin maupun masa Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyyah telah menyebabkan
banyaknya pemeluk Islam yang baru, sehingga pergeseran penafsiran pun mulai
terasa. Sejak pemerintahan Khalifah Abbasiyyah hingga masa modem sekarang ini
penafsiran banyak menggabungkan taftir bir-ra 'yi (tafsir 'aqli, rasional) dengan taf~ir
naqli3 Hal ini mengharuskan adanya aturan-aturan normatif untuk menghadapi
berbagai permasalahan baru yang belum pernah ditemui sebelumnya. Tujuannya
jelas, yaitu menghindari adanya kekacauan pemahaman umat terhadap agamanya.
Namun, langkah demikian ternyata membawa dampak yang luar biasa, bukan saja
bagi kalangan awam tapi juga elit agama. Artinya, elit agama yang mestinya bebas
dari ortodoksi, pada kenyataannyaa justru menjadi penjaga ortodoksi yang paling
setia."
Tidak hanya itu, pengaruh modemitas yang terjadi di Barat mempunyai
dampak yang signifikan terhadap dunia Arab pada khususnya dan umat Islam pada
ZHassan Hanafi, Islam ill the AiOtlern World VoL 1, Religion, Jdeo!o,t.'-')-' and Dn'elopmelli.Diterjemahkan oleh M.Z. Busein dan M. Nur Khoiron, Judul Te,jemahan "Islam Wahyll Se/mler:Gagas[J!J KriIL'i Hassan Hanq[i". (Jakal1a: Inst@d,2001), cet. Ke- J, h_ 204
3Muharnmad Husein Adz-Dzahabi, Penyimpangan-Penyimpongan do/am Penafsiran £1/Qur'all, (Jakarta: Rajawali Pers, 1996), cet.Ke-l, h. 8
'Rumadi, "Kritik Nalar; Arah baru Studi Islam," lash\l'irul A,f1car: Edisi No.9, 2000, h. 68-69
3
umumnya, sehingga diperlukan adanya pembaharuan penafsiran al-Qur'an mengenai
isu-isu kontemporer, baik berupa sistem perekonomian maupun penafsiran yang
berhubungan dengan kehidupan sosial seperti: perbudakan, wanita, keluarga,
makanan, riba dan bunga bank. 5.
Untuk mengatasi problematika umat di atas, tentunya tak lepas dari peran
intelektual Islam yang mau tidak mau harus bangkit. Di antara sederetan sarjana-
saIjana muslim yang mempunyai jiwa pembaharu adalah Prof. Dr. Fazlur Rahman
dan Prof. Dr. Hassan Hanafi. Kedua tokoh sentral ini tennasuk dalam pembaharu
pemikiran di dunia Islam. Fazlur Rahman terkenal sebagai pembaharu
neomodemisme, hal ini berdasarkan pengakuannya sendiri sebagai juru bicara dari
gerakan baru ini. Rahman juga sebelumnya telah membagi perkembangan
pembaharuan di dunia Islam ke dalam empat gerakan yaitu: Pertama revivalis
pramodemis,6 yang muncul pada abad ke-18 dan ke-19 di semenanjung Arabia, India
dan Afrika. Usaha pemumian agama secara besar-besaran diwakili oleh kaum
Hambali sejak pertengahan abad ke 12 H / 18 M yang diilhami oleh ajaran-ajaran
Ibnll Tamiah. Kedua modernisme klasik yang muncul pada pertengahan abad ke-19
dan awal abad ke-20 di bawah pengaruh ide-ide Barat, pada abad ini tanggapan
'Taufiq Adoan Amal, Pembaharuan Penafsiran AI-Qur'an di Indo-Pakistan II, Juma/ U!UllIU/Qur·(lII. Vol. Ill, No. 02, 1992, h. 67
6Rcvivalis (pembangkitaIf kembali) adalah identik dengan fundamentalis, kelompok yangbersemangat untuk meninggalkan praktek-praktek yang mapan dan kembaJi berpegang kepada praktckdan semangat para pendahulu awaL Mcnurut Faz]ur Rahman peninggalan UJama (Sophisticated) harusdibangun kembali dan diperbaharui, tujuannya adalah ingin menunjukkan babwa beberapa bagiandalam sejarah, dislplin-disiplin ilmu hukum dan Jilsafat politik kehibngan hubungan mereka denganetika-etika aJ-Qur'an. Saca Fazlur Rahman, Ge/omhang Perllbahon dalan-1Is/am, terj. Aam Fahima,(Jakana: Rajawali Pers, 2000), eeL Ke- J, h 12
4
muslim modem mempunyai sikap yang ambivalen terhadap Barat, yaitu tertarik
sekaligus menolak. Ketiga neorevivalis atau revivalisme pascamodernisme ditandai
dengan kemunculan gagasan demokrasi dan pendidikan Islam yang modern. Keempat
neomodemisme dengan kemunculan sikap kritis terhadap Barat.7
Berbeda dengan Fazlur Rahman, Hassan Hanafi tidak mau dirinya disebut
sebagai seorang modernis. Kata modemis Muslim, bagi Hassan Hanafi, mengesankan
kebancian. Islam tanpa jihad. Islam sebagai agama revolusi dipecundangi dengan
berbagai dalih. Rasionalisme modernis sangat diterima Hassan Hanafi, tetapi teologi
pembebasan Wahabi ditampilkan kembali. "Saya mencintai Abduh, tetapi saya lebih
mencintai Revolusi."8 Bahkan yang lebih menarik adalah pernyataan Hassan Hanafi
yang menegaskan, tidak peduli dengan berbagai sebutan terhadap dirinya. Ia
mengakui sering disebut intelek-mal neo-tradisionalis, ada yang menuduh penganut
Marxisme, ada pula yang memberi julukan cendekiawan humanis. Bahkan ada yang
mencapai titik mengkafirkan, lantaran ide-idenya yang tertuang dalam bukunya Af-
Yasar AI-Islami. "Sebuah nama adalah subyektif Yang terpenting sejauh mana
proyek-proyek saya itu ada relevansinya dengan tantangan modernitas saat ini.'·9
Selain itu Hassan Hanafi akan lebih pantas kalau disebut sebagai seorang pCll1baharu
atau rnujaddid abad ke -15 Hijriyah yang berusaha keras untuk ll1ell1benahi situasi
7Fazluf Rahman, J\1elode Jon Alternal{! Neomodernisme J:·;!am terj. Taufiq Adllan AmaL(Bandung: Mizan. (994), eet. Ke-4, h. 17-20
~Hassan Hanafi, Tura.'.>' dan Tqjdid: Sikap Kilo lerhadap TunIS K/asfk terj. Yudian vVahyudi,(Yoh'Yakarta: Titian mahi Press dan Pesantren Pasea Sarjana BismilJah Press, 200) ), Ed. Perdana, h. x
') -Kampas. 29 Mel 2001. h. 12
5
umat Islam di dunia ini, atau seorang pembaharu yang memiliki jiwa revolusioner,
sebagaimana yang dipaparkan oleh Yudian W.Asmin dalam kata pengantar
teIjemahan buku Turas dan Tajdid: Sikap Kita terhadap Turas Klasik.
Baik Fazlur Rahman maupun Hassan Hanafi keduanya sangat gigih dalam
mentransformasikan al-Qur'an di abad ke-19-an ini dengan kriteria-kriteria
tersendiri. 1O Kriteria-kriteria yang diterapkan untuk menilai pembaharuan tafsir
adalah interpretasi yang berbeda dari penafsiran klasik serta penafsiran yang
dipengaruhi pandangan dunia (weltanschauung) dan kebudayaan Barat. 11
Setelah mengamati peradaban yang lebih modern di dunia Barat di sini Fazlur
Rahman tergerak hatinya bagaimana memposisikan al-Qur'an dewasa ini, khususnya
kaum muslimin yang tengah membutuhkan suatu teori yang memadai untuk
menafsirkan aI-Qur'an bagi kebutuhan-kebutllhan mereka yang secara khusus
memberi ciri kepada ajaran sosial al-Qur'an. 12 Lebih dari itu Rahman menimbang
tingkat pemahaman al-Qur'an sebab dalam kenyataannya, aI-Qllr'an itu laksana
puncak sebuah gunung es yang terapung, sembilan persepuluh darinya terendam di
bawah air sejarah dan hanya sepersepuIllh darinya yang tampak di permukaan. 13
Karena itulah, llntuk memahami Qllr'an, orang hams mengetahlli sejarah Nabi dan
lODari kedua tokoh ini menggulirkan ide-ide penafsinm al-Qur'an tidak berSamillln meskipunmasuk di era abad ke-] 9-an. Fazlur Rahman mulai mengkaji al-Qur'an ketika menjabat sebagaiDirektur Pusat Lembaga Riset Islam di Pakistan tahun 1960-an, sampai ia menetap di Chicago antar3tahun 1980-an. Ada pun Hassan Hanafi mulai kelihatan pemikirannya lewa! disertaslnya tentang usultiqih yang dillyatakan sebagai karya i1mil'aJl terbaik di Mesir di tahun ]960-an sampai tahun 1990-an.
J1 Taufiq Adnan Arn.a!. "Pe01baharuan Penafsiran Al-Qur'an di Indo-Pakistan I," Junzal(lflftl/If/Our'all, YoJ.lll, No. 0], ]992, h. 43
-12Rahman, lvlelode dan Allel'lJl1l?f, Op cil., h. 54\.lIbid.. h. 56
6
pefJuangannya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Selain itu juga perlu
memahami situasi dan kondisi bangsa Arab pada awal Islam selia kebiasaan, pranata-
pranata dan pandangan hidup orang Arab. 14
Hassan Hanafi pun tak jauh berbeda dengan Fazlur Rahman, tokoh yang
banyak menyerap pengetabuan Barat dan mengkonsetrasikan diri pada kajian pemikir
Barat pra modem dan modem ini, telah mencurahkan gagasannya, dalam berbagai
karya ilmiyahnya. Tokoh yang mencuat lewat AI-Yasar Al-lslami dan At-Tural;\' Wa-
Tajdid (tradisi dan pembaharuan) ini sangat piawai dalam menganalisa fenomena
imperialisme, kapitalisme, otoritarianisme, kemiskinan, ketertindasan dan
keterbelakangan dengan ditopang latar belakang kajian beliau tentang hermeneutika
yang mempeIjelas bahwa ia lebih pantas disebut sebagai penafsir sosial al-Qur'an
yang revolusioner. Latar belakang keluarga yang agamis dan kreatif membawa
Hassan Hanafi sebagai seorang pemikir yang mempunyai visi kedepan. Hassan
Hanafi semenjak semula mencurahkan diri pada persoalan-persoalan aktual umat
Islam dan Arab. Di usia muda, ia pemah "berteriak-teriak" bersama Sayid Quthb
dalam Jkhwan al-l'vluslimin. Semasa menjadi Mahasiswa di Universitas Sorbonne,
Hanafi sudah memikirkan dasar-dasar refom1asi pemikiran Islam secara menyeluruh.
Perjalanannya ke berbagai belahan dunia sebagai guru besar luar biasa dimanfaatkan
untuk mempelajari beragam idiologi dan gerakan transformatif yang sedang
terjadi. Apa yang dilakukan Hassan semata-mata hanya untuk mencari format yang
J4Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudin, Studi AI-QuI' 'an KOllfemporer. (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2002), h. 47
7
ideal di pelbagai belaban bumi Inl guna menyusun teologi pembebasan Islam di
kemudian hari. 15
Dinamika tafsir akan terus beljalan seiring pergeseran waktu, beragam metode
dan corak dalam kajian tafsir membuat orang tinggal memilih mau dengan metode
dan corak apa yang dapat membawa mereka kepada sebuab pemahaman yang hakiki.
Ada keperluan untuk reinterpretasi yang kontekstual dan terus menerus terhadap al-
Qur'an dapat memberikan pencerahan bagi umat Islam, maka al-Qur'an
membutuhkan para intelektual muslim yang mumpuni untuk menyelami
kandungannya. Meski pun terkadang kita merasa kesulitan untuk mellelltukan
penafsiran yang obyektif dan bebas daTi nilai-nilai subyektifitas dan mufasir itu
sendiri. Fazlur Rahman dan Hassan Hallafi inilah yang saya ambil untuk mewakili
para illtelektual muslim yang senantiasa bergeliat mencari perubahan, memunculkan
tidak hanya sebatas ide-ide semu, melainkan punya dampak nyata dalam kehidupan,
tanpa bermaksud untuk merendahkan pemikir muslim kontemporer lainnya seperti;
Shahrur, Riffat Hasan, Arkolln, Farid Esack, Amina Wadud-Mllhsin, Asghar Ali
Engineerr, dan Abu Zayd. Maka llntuk lebih mempertajam cakrawala pengetahllan
saya mengenai gagasan bagaimana metodologi pellafsiran al-Qur'an versi Fazlur
Rahman dan Hassan Hanafi ini saya mengajukan skripsi dengan judul: "Studi
Komparatif Aspek-aspek Metodologis Penafsiran al-Qur'an Menllmt Fazlur Rahman
dan Hassan Hanafi."
\51'vLAmin Abdullah, "Kata Pengantar" dalam Ilham B.Saenong, HermenfJlIlika Pembehasan;MelOdologi ltl(.,ir AI-Qlli"'all fJassall]Ialla(i (Jakarta: Terajll, 2002 ), h. xvii
8
R. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pemahaman akan sebllah karya tafsir al-Qll(an memer!ukan sebuah metode
yang dapat dicerna semua khalayak ramai ada!ah suatu kehamsandi dt!!1ja modem
iui, apalagi corak penafsirau sangat beragam. Untuk itu da.1am skripsi yang sederhana
ini penulis memhatasi pada permasalahan seputar a.~pek-a.~pek metoclologis
penafsiran al-Qur' an antara Rahman dan Hanafi teHitama aspek hermcnclltik clan
llspek teoritis yang menjadi acuan untlLk mengambil sebuah aplikasi.
Adapun yang menjadi mmusan permasalahan saya dalam menyusun skripsi
ini adalah untuk mengetahui apakah persamaan dan perbedaan metode penafsiran al
Qur'an yang dipakai Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi, lalu di manakah letak
kelebihan dan kekurangannya ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang tafsir. Juga menambah khazanah keilmuan saya dalam
memahami al-Qur'an dengan metode dan corak yang beragam. Mengingat
perkembangan tafsir yang begitu cepat maka penulis merasa perlu untuk mengkaji
secara integral pemikiran serta ide-ide Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi daJam
mentransformasikan al-Qur-an dalam konteks kekinian, apalagi kedua pemikir ini
bersinggungan langsllng dengan tradisi keilmuan Barat yang tentunya saling
mempengaruhi corak pel11ikirannya, terl11asuk masalah herl11eneutika.
9
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Library Research, yaitu
dengan cara menelaah buku-buku dan tulisan-tulisan baik sebagai sumber primer
maupun sekunder yang secara langsung ataupun tidak langsung membahas pemikiran
Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi dalam menafsirkan al-Qur'an. Sebagai sumber
primer saya menggunakan buku Islam dan Modemitas, lema Pokok AI-Qur 'an yang
merupakan buah pemikiran Fazlur Rahman dan buku Islam Wahyu Sekuler karya
Hassan Hanafi.
Selanjutnya pembahasan skripsi ini bersifat deskriptif, yaitu lmtuk membuat
penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, melalui langkah
pendefinisian dengan jelas, pendekatan yang digunakan dan pengumpulan data
mengenai aspek-aspek metodologis penafsiran al-Qur'an menurut Fazlur Rahman
dan Hassan Hanafi, kemudian ditelaah dan dianalisis yang nantinya mengarah pada
sebuah kesimpulan. Dengan pengolahan data secara induktif yaitu proses berfikir
yang bertolak dari satu atau sejumlah data secara khusus lmtuk kemudian dianalisis
secara integral.
Adapun buku acuan yang saya gunakan dalam penulisan sekripsi ini, saya
menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi cetakan
kerjasama lAIN Press dan Logos tahun 2000 yang digunakan di lingkungan UIN
SyarifHidayatullah Jakarta.
10
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman, sistematika penulisan skripsi Inl kami
uraikan sebagai berikut :'
Pada awal bab I ini berisi mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah yang kami fokuskan pada aspek metodologis, tujuan penulisan,
metode penelitian yang penulis gunakan serta sistematika penulisannya,
Adapun cak'Upan pada bab II yaitu membahas mengenai latar belakang Fazlur
Rahman dan Hassan Hanafi berangkat dari biografi, wawasan intelektualnya, dan
konteks sosial yang membawa kedua tokoh tersebut Ulltuk mengkaji al-Qur'an,
Dalam bab III ini penulis mendahului dengan aspek-aspek metodologis dari
kajian hermeneutika sampai teoritis yang dipakai, Fazlur Rahman dengan al-Qur'an
dan hermeneutika serta teor; dOllhle movement-nya, Hassan Hanafi dengan
henlleneutika pembebasan dilanjutkan dengan proyek tradisi dan pembaharuannya
kemudian diakhiri dengan teo!'; teks dan realitas.
Bab IV membahas kom paras i antara penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan
Hanafi mengenai Alam Semesta sebagai obyek formal yang diawali dengan
perspektif al-Qur'an mengenai Alam Sel11esta dilanjutkan dengan komparatif dari
penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi yang kal11i uraikan dalam sisi
persamaan maupun perbedaannya laIn diakhiri dengan urgensi penafsiran al-Qur'an.
Pada bab V berisi kesil11pulan yang dapat kal11i tarik dari data-data yang
masuk setelah dianalisa dan diakhiri dengan saran-saran dari penulis.
BABII
LATAR BELAKANG FAZLUR RAHMAN DAN HASAN HANAFI
A. Biografi Fazlur Fahman
Di tengah keluarga Malak yang terletak di Hazara sebelum pecahnya India
tabun 1947 lahirlah seorang yang bemama Fazlur Rahman. Tepat pada tallggal 21
September 1919. Rahman hidup dalam keluarga yang penuh dengan nilai-nilai
keagamaan. J Atas bimbingan ayahnya yang bemama Maulana Shihabudin, Rahman
belajar di sekolah mellengah Deoband (Deoband Seminary) yang sangat berpengaruh
di anak benua India. Ayahnya merupakan alumni dari Daml Ulum Deoband belajar
dengan beberapa tokoh terkemuka. Di antaranya Maulana Mahmud Hasan (w.l920)
yang lebih dikenal dengan Syaikh aI-Hind, dan seorang faqih temama Maulana
Rasyid Ahmad Gangohi (w. 1905). Meskipun Rahman tidak belajar di Darul UIum, ia
menguasai sistem pendidikan yang ditawarkan di lembaga tersebut dalam k~ian
privat dengan ayahnya. Ini melengkapi Iatar belakang dalam memahami Islam
tradisional dengan perhatian khusus pada Fiqih, ilmu Kalam, Hadis, Tatsir, Mantiq
dan Filsafat. 2
Daya ingat Rahman dalam belajar sangat kuat. Dalam usia sepuluh tahun
Rahman telah menghapal al-Qur' an di luar kepala. Nasehat yang diberikan ayahnya
IDalam penyusunan skdpsi "Studi Komparalif A~jJek-aspek lvlelodoiogis PelJcifsiron ai~
QlIr 'an A1euurlJl Faz/ur Rahma/l dan Hassan HOJ1aji ", penulis menggunakan panggiJan akhir dankedua lokoh ini dengan sapaan "Rahman" dan "Hanali."
2Rahrnan, Gelomhang Perubahan dalam Islam, Op.Cif.. h. 1
1I
12
agaknya mempunyai daya sepirit tersendiri. Ayahnya tergolong tradisional tetapi
tidak menafikan modemitas yang berkembang. Hal demikian dianggap sebagai suatu
tantangan maupun kesempatan.
1. Wawasan Intelektual Fazlur Rahman
Setelah memperoleh ilmu-ilmu dasar Rahman meneruskan studinya ke
Universitas Punjab di Lahore, di mana ia lulus dengan penghargaan untuk bahasa
Arabnya. Di sana juga ia mendapat gelar MA-nya. Pada tahunl946 ia pergi ke Oxford
(lnggns) dengan mempersiapkan disertasi tentang psikologi Ibnu Sina di bawah
pengawasan Profesor Simon Van Den Bergh. Disertasi itu merupakan terjemahan,
kritikan dan komentar pada bagian dan kitab an-Najt milik filosof muslim kenamaan
abad ke-7. Setelah di Oxford, ia mengajar bahasa Persi dan filsafat Islam di
Universitas Durham dan tahun 1950-1958. Pada akhir tahun 1959 ia meninggalkan
Inggris untuk menjadi Asosiasi Profesor pada Kajian Islam di Institut Studi Islam
Me.Gill Universitas Kanada di Montreal.]
Ketika awal tahun 1960-an Rahman kembali ke Pakistan, melihat kapasitas
intelektual yang mumpuni membuat Rahman di plot menjadi direktur Pusat Lembaga
Riset Islam di Pakistan semasa kekuasaan Jendral Ayyub Khan dari tahun 1961
sampai 1968. Di samping sebagai direktur Rahman juga duduk pada Dewan
Penasihat Ideologi Islam, badan pembuat kebijakan tertinggi di negara yang
mayoritas berpenduduk Islam ini. Namun selama di negaranya banyak visi dan misi
'Ibid. h. 2
13
daTi Rahman yang bertentangan dengan ulama konservatif. Beberapa isu-isu agama
dan fiqih (hukurn) yang di lontarkan Fazlur Rahman sepelti status bunga bank, zakat,
mekanisme penyembelihan, hukum kekeluargaan (KB), Hadis, Sunnab dan hakikat
wahyu tidak direspon dengan baik. Tentu saja dengan penolakan yang syarat akan
muatan politik membuat Rahman memutar haluan untuk hijrah ke Barat yang
memberikan kebebasan untuk berfikir. Pada tahun 1969 ia hijrab ke Amerika Serikat
dan menjadi guru besar pemikir Islam di Universitas Chicago sampai ia wafat pada
tanggal 26 Iuli 1988.
Selama di Chicago Rahman telah menghasilkan karya yang cukup banyak,
yang mampu membangkitkan ghirah keilmuan bagi para intelektual muslim di
berbagai penjuru dunia, bahkan intelektual Indonesia yang vokal seperti Ahmad
Syafi'ie Maa'rif dan Nurkholis Madjid yang mampu mentransfer keilmuan Rahman
bagi generasi intelaktual Indonesia. Bagaimanapun Rahman sangat menekankan
"InteIektuaJisme Islam," karena ini merupakan esensi bagi pendidikan Islam. Ja
adalah pertumbuhan suatn pemikiran Islam yang asli dan memadai, yang hams
memberikan Kriteria untuk menilai keberhasilan
pendidikan Islam."
2. Konteks Sosial
Pakistan adalah negara Republik Islam. Pendllduknya berjumlah 96. 628.000
4Rahman, h1am dall .Hoderllitas; TanlaJJgan TraJ1y!orm(Jsi Inte1eA.1ual, terj. AhsinIvlohammad, (Bandung: Pustaka, 1985), h. I
14
orang, 97 % Muslim, dan 1,2 % beragama Kristen. Terdapat sejumlah kecil minoritas
peme1uk Hindu, Parsi dan lainnya. 20 % dari warga muslim adalah pengikut syi'ah
dua be1as dan terdapat sekitar 1.000.000 pengikut Isma'iliyyah,5 sedang sisanya
adalah muslim sunni pengikut mazhab fiqih Hanafi, tariqat Suhrawardi, tariqat
Chisyti dan Qadiriyyah yang mernpakan thariqat terbesar.6
Pakistan sebagai tempat kelahiran Rahman memiliki sejarah yang cukup
panjang, mulai dari kebijakan Inggris yang cendernng mendukung agama Hindu
membuat Liga Muslim yang pada tahun 1930 diketuai Iqbal mendorong agar umat
Islam India hams menuntut pada pembentukan Negara tersendiri, terpisah dari negara
Hindu di India. Cita-cita ini kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Ali Jinnah pada
tahun 1934. Sete1ah bulan Maret 1940 Liga Muslim melakukan persidangan di
Lahore, maka Liga Muslim telah memutuskan berdirinya negara Pakistan sebagai
tujuannya, ini menandakan perjuangan Muhammad Ali Jinnah mulai jelas ketika pada
tahun 1947 Inggris menyerahkan kedaulatan pada tanggal 14 Agustus 1947 bagi
Pakistan. Tujuan tersebut dicapainya dengan segala kegigihan dan kesatuan pikiran,
5Sy'i'ah sebenarnya terbagi kedaJam empat kelompok, yaitu Kaisaniyah, Zaidiah, Imamiyahdan Kaum Gulat. Imamiyah sendiri memiliki dua golongan pengikut, per/ama pengikut Syi'ah duabel.as yang mengklaim bahwa imam penggami Ja 'far as-Sadiq adaJah putranya Musa aJ-Kazim. KedllaSyi'ah !sma'iliyyah yang berasllmsi bahwa Ismail lah pengganti Ja'far as-Sadiq kendati Ismail telahmeninggal sebelum Ja'far. Baea EJlsk/opedi Islam, (Jakarta: Pc Ichtiar Baru, 1993), h. 5-9
6Khusus rnengenai thariqat yang ada di Pakistan ada tiga goJongan. pertama thariqatSuhrawardi, nama ini diambil dari tokoh pendirinya yaitu Abu an-Najib as-Suhra\\~rdi danSyihabuddin Abu Bafs Umar bin Abdullah as-Suhrawardi Baghdad Iraq. Kedlla, thanqal Cbisytiyyah,nama pendinnya Mu'in aI-Din i\luhammad Chis}1i (537-633/1 ]42-]236 M), seorang suli besar Indiayang dirnuJiakan sebagai seorang waH yang agung, ia dlmakamkan di Ajmir. Kef/go Qadiriyyah. namalengkapnya Abdul Qadir al-Jailani (470-56 II] 077-1166 M), berasol dari Baghdad Iraq. Lihnt CyrilGlasse, Eilsiklopedi Is/am terj. Ghufron A.Mos'adi, (Jakarta: RajawaH Pers, ]999), Ed. I, cet. Ke-2, h.5 dan 314
15
yang dengan itu beberapa tahun sebelumnya ia pernah memperjuangkan impiannya
untuk memperoleh persatuan Hindu-Muslim.? Keuletan dan tekad Ali Jinnah patut
dikenang, karena di tangan seorang Jinanlah Liga Muslim memetik kemerdekaan.
Sampai pada akhirnya ia mendapat gelar Quaid-i-Azam (pemimpin agung), bahkan
nama ini dijadikan nama bandara di negara Pakistan.
Tokoh-tokoh legendaris seperti Sayyid Ahmad Khan, M. Iqbal, Ali Jinnah dan
Abul A'la Maududi inilah yang membuat Rahman memiliki jiwa dan semangat
revivalis terhadap gagasan-gagasan yang diusungnya di kemudian hari. Kalau kita
pahami pada masa pramodernis Pakistan antara abad ke-18 dan 19 cenderung pada
upaya rekonstruksi Islam dengan mengacu pada al-Qur'an dan Sunnah, membuka
kembali pintu ijtihad sebagai upaya pemberdayaan akal manusia dan pembentukan
kepemimpinan Islam yang dapat melindungi ra1.'yatnya. Lain halnya ketika kehidupan
Fazlur Rahman antara abad ke-19 dan 20 di mana ide-ide yang ia bawa yaitu
bagaimana menyelaraskan Islam sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk isu-
isu yang terjadi di Barat serta kembali memperluas ijtihad.
Rahman merasa kecewa manakala ide-idenya dianggap sebagai hal yang
kontroversi di lingkungan Pakistan, sampai akhirnya ia harus mengasingkan diri
selama 19 tahun hidupnya di Amerika. Kekecewaan Rahman bisa kita lihat dari
perjelasannya yang mengatakan :
"Apa yang telah dicapainya, dalam rangka menyusun era ilmu dan teknologibam. lewat penyesuaian-penyesllaian sosial yang cerdas dan penllh percaya diri, di
'Baea B.A. Mllkti Ali, A/am PikiranIs/am Modem di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan,1996), cet. Ke-3, h. 210
16
bawah bendera Islam. Seujung jan belaka. Upaya-Ilpaya yang parsial, tetapi ash telahberhasil dicapai oleh regim lama, tetapi paduan sllara penuh hiruk dari para mullahyang konservatif telah merontokkannya menjadi sia-sia, Kita kembali ke suasana kitadahulu kala. Kegalauan ini telah mellillggalkan warisan yang amat membeballkallpemerintah barn. Kita bahkan mlmgkin tidak adil uutuk mengbarap mereka mampn
8 •mengatasinya."
Corak kehidupan tradisi yang terjadi di Pakistan masih rentan dengan
perubahan-perubahan yang teIjadi di dunia Barat. Rahman yang memiliki pendidikan
di wilayah yang nota bene non-Muslim merasa kesulitan dalam memberikan
pemahaman hagi negaranya yang helnm lama merdeka ini.
B. Biografi Hassan Hanafi
Hassan Hanafi adalah seorang pemikir hukum Islam dan profesor filsafat
terkemuka di Mesir, lahir tanggal 13 Februari 1935 di Kairo, Mesir. Keluarganya
berasaJ dan Bani Suwayf, sebuah propinsi yang berada di Mesir dalam, dan pindah ke
Kairo, ibu kota Mesir. Mereka mempunyai darah ketumnan Maroko. Kakeknya
berasal dan Maroko, sementara neneknya dari kahiIah Rani Mill' yang di antaranya
menllrunkan Bani GamaI 'Abd ai-Nasser, Presiden Mesir kedua tahun (1958-1970),
Kakeknya memutuskan untuk menetap di Mesir setelah menikahi neneknya, saat
Menjelang umur lima tahun, Hanafi kecil mulai menghafaI al-Qur'an,
beberapa bulan dia lalui bersama gmunya Syaikh Sayyid di jalan al-Beuhawi,
3Rahman, Cila-ci1l1 Islam, Ed. Sufyanto dan Imam Musbikin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000), cet. I<e-I, h. 17
<)M. Aunul Abied Shah, Ed aL Islam Garda Depall; Afosaik Pemikiran is/am TimllF Tengah,(Handung: 1\'lizan,200l), eet. l<e-1. h. 219
]7
komplek Bab al-Sya'riyah, sebuah kawasan di Kairo bagian selatan. Pendidikan
dasamya dimulai di Madrasah Sulayman Gawisy, Bab al-Futuh, kompleks perbatasan
Benteng Shalah ai-Din al-Ayyubi, selama lima tahun. Setamatnya dari sana, dia
masuk sekolah pendidikan guru, al-Mualimin. Setelah empat tahun dia lalui, dan
ketika hendak naik ke tingkat lima, tingkat akhir, dia memutuskan untuk pindah ke
Madrasah al-Silahdar, yang berada di kompleks Masjid ai-Hakim bi Amri'l!ah dan
langsung diterima di ke]as dua, mengikuti jejak kakelmya, hingga tarnal. OJ sekolah
yang bam iniJah dia banyak mendapat kesempatan belajar bahasa asing. Sedangkan
pendidikan menengahnya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha di jalan Famq (al
Gaisy), selama lima tahun. Empat tahun tmtuk memperoleh bidang kebudayaan, dan
setahun untuk bidang pendidikan. lO
1. Wawasan Intelektual Hassan Hanati
Setelah belajar di Universitas Kairo pada tahun 1956, Hassan Hanafi
melanjutkan studinya dengan mendapat gelar doktor di Universitas La Sorbonne
Prancis. Bagi Hanafi, Prancis mempakan temtydt formasi atau pembentukan dan
sekolah bagi para pemula di mana dia hams mengeksplorasi rentangan ilmu illsafat
yang begitu luas dan membangun pondasi untuk pekerjaan dia seJanjutnya. Ketika
kembali ke Mesir sepuluh tahun kemudian, Hana!! memdapat pekerjaan pada
sebuah fakultas di Universita::. Kairo dan menjadi seorang penyuara penting bagi
l°lbkl., h. 220
18
penyampaian trend ilmu filsafat barn saat itU. II
Hampir segenap usianya diabdikan untuk bekeJja, semua karyanya ditulis
secara sambung menyambung menjadi suatu rangkaian pekeJjaan besar yang ia sebut
dengan istilah proyek al-Tumts wa-Tajdid (tradisi dan pembaharnan). Pada tahun
1980 beliau melontarkan gagasan "Kiri Islam," melalui jumal al-Yasar al-Islami;
Kitabat ji al-Nahdlah al-Islamiyah (Kili Islam: Esei-esei tentang kebangkitan Islam),
yang terbit pada tabun 1981, jumal itu hanya sempat terbit satu kali karena dilarang
oleh pemerintah. Pada tahap selanjutnya Hanafi meletakkan muqadimah fi'llm al-
Istighmb (Pengantar Oksidentalisme) sebagai bagian terpenting dari agenda kedua
dari tiga agenda yang menjadi acuan dalam al-Turats wa-Tajdid yang akan kami
bahas dalam bab ini sebagai pengantar teks dan realitas.
Jiwa revolusioner dari Hanafi bisa kita lihat sebelum ia berangkat ke Sorbonne,
Prancis. Semangat nasionalismenya membuat dorongan untuk membebaskan diri dan
kolonialisme. Ketika ia masih duduk di bangku sekolah menengah Khalil Agha
kesadaran seperti ini telah timbu!. Kesadaran seperti itu pemah mendorong Hanafi
menjadi relawan perang Palestina tahun 1948. Sayang, keinginan tersebut tidak
pernah terealisasi, mengingat dunia Islam pun sudah menganut sistem negara-bangsa
(nation-state) di sini tidak dikenal lagi adanya kesatuan imperium Islam. Akibatnya,
ia kesulitan mendapat izin meninggalkan negaranya. Akhirnya Hanafi memusatkan
11Baca John L. Esposito dan John O. Vall, Tokoh-Tokoh KUllci Gerakall hlam KOll1emporer,(Jakarta: Mma; Kenoana, 2002), h. 65
19
pada gerakan politik keagamaan eli negaranya sendiri yaitu sebagai aktivis di Ikhwan
al-Muslimin pada tahun 1952. 12
Hingga kini Hanafi masih aktif berkunjung ke negara-negara belahan dunia,
dalam kapasitasnya sebagai guru besar dan konsultan tamu, kesempatan ini lah
digunakan oleh Hanafi untuk mengamati secara langsung berbagai kontradiksi dan
pendentaan yang teJjadi di banyak belahan dunia. Persentuhan dengan agama
revolusioner di Amerika Serikat dan teologi pembebasan di Amenka Latin
mengantarkan Hanafi pada kesimpulan bahwa teologi Islam sudah saatnya dan
seyogyanya menjadi semacam 'refleksi kemanusiaan' tentang kondisi-kondisi sosial
ekonomi dan politik. 13 Hanafi pun ikut mendukung Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memunculkan gagasan konsep Islam Nasionalis di mana menurut
dia, Islam Nasionalis adalah Islam yang membela kepentingan nasional, memelihara
persatuan bangsa dan kesatuan tentorial dan ancaman disintegrasi dan
sektananisme. 14
2. Kontel<s Soshll
Mesir neg,lra republik, jumlah penduduknya diperkirakan 48.500.000 orang 90
% di anlara mereka adalah muslim sunni. Mazhab Maliki mendominasi Mesir bagian
alas, sedang Syi' ah dominan di Mesir bagian bawah, sebagian warga Mesir muslim
12Ilham RSacnong, Herm<!llcutika Pemhebr.JsGn; lvfelodologi Ta.f'.'ir al-Qul' 'all HaYSallHal/aji, Op.ciT., h. 70
JJJbid."Kampas. 29 Me; 2001. h. 12
20
adalah pengikut Mazhab Hanafi. Non muslim yang beIjumlah sekitar 10 % adalah
pengikut gereja Kristen Koptie, gereja Ortodoks Yunani, Melkiteis, Yakobites dan
pemeluk sejumlah gereja,keeillainnya. 15 Keharuman Universitas al-Azhar seringkali
mengantarkan tokoh-tokoh agama Mesir pada pengaruh yang sangat besar di dunia
Islam, dan selama beberapa abad terakhir sekarang ini Mesir telah menjadi pusat
peradaban bagi dunia Arab,
Sebagai negara Republik, penduduk Mesir memiliki semangat nasionalis yang
tinggi. Nasionalisme yang berkembang di Mesir tak lepas dari pengaruh westernisasi
kala itU. 16 Seeara jelas arus westernisasi yang bertujan mewarnai kehidupan bangsa-
bangsa, terutama kaum muslimin, dengan gaya Barat agaknya mulai diterima di
kalangan umat Islam di Mesir. Hal ini dikarenakan umat Islam saat itll boleh
dikatakan tertinggal jauh, baik illl1u pengetahuan maupun teknologi.
Akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan, maka perwira-perwira yang
berasal dari Mesir berusaha ll1endobrak kantor yang dihuni oleh perwira Turki dan
Sarkas yang selall1a ini menguasai tentara Mesir. Setelah berhasil dalall1 usaha ini,
15Pcngikut gereja Kristen Koptie adalah pengikut yang menolak mmusan-rumusan konsiliEkumenis Chalsedon (451), kaf0l1a ajaran mono /isilj.s'/l1e: (ajaran bid'ah tentang satu koorat pada diriJessus Kristns). Gereja Ortodoks Yunani yaitu kumpulan dari beberapa fcderasi gereja-gereja otokefal(mempunyai Batrik atau kepala sendiri) Melkiteis adaJah aliran gereja pengikut Kaisar juga bisadikatakan sebutan bagi umat Kristen di kawasan Timur (Konstatinopel). Yakobites aliran gereja yangtidak mengakui Paus sebagai kepala seluruh gereja, tapi hanya sekedar menghormati scbagai 'Bapaselunlh Gereja.' Liha] CYlil Glasse, ElIsiklopedi Islam, Op.cit.. h. 267
H'\Vestemisasi adalah sebuah arus besar yang rnempunyai jangkauan politik, sosial, kulturaldan teknologi yang bertujuan mempengal1lhi negara-negara NIuslim dengan gaya Barat.KemllJlcuJannya pada abad ke-18 darl awal abad 19 dimana Sultan lvla]101lld JJ dimasa Osmaniyahberdauiat tahun 18:?6 menginstruksikan kepada orang-orang militer dan sip!l supaya memakal pakaianEropa. Libat buku Gerakall Keagamaan dan Pemikil'Gn 1 JYAA11, (Jakarta: AI-Ishlahiy Press Jakarta,]995), h. 95
21
mereka di bawah pimpinan Urabi Pasya juga clapat menguasai pemerintahan. Yang
berada di bawah kekllasaan golongan nasionalis ini, menurut Inggris adalah
berbahaya bagi kepentingannya di Mesir. Untuk me~atuhkan Urabi Pasya. 1nggris di
tahun J882 mengebom Alexandaria dari laut, dan dalam pertempuran yang kemudian
teIjadi kaum nasionalis Mesir dengan cepat dapat dikalahkan Iggris.17
Pada masa hidup Hanafi, Mesir mengalami berbagai transformasi besar. Saat
dia dilahirkan pada tahun 1935, angkatan berse~ata Inggris memiliki arti penting di
negara itu. Selama masa kecilnya, pengalaman PD II (1939-1945) membentuk
semangat nasionalisme Mesir. Mesir merupakan pusat militer utama bagi usaha
perang kelompok AS, dan angkatan bersenjata Inggris selta Amerika terlihat
hampir di seluruh aspek kehidupan warga Mesir kota. Masuknya Jerman di Afrika
Utara mengakibatkan perang di Mesir pada tahun 1942 dan membangkitkan harapan
bagi sejumlah pemuda Mesir bahwa bangsa Inggris pada akhimya dapat diusir. 18
Nasionalisme dan revolusi menjadi tema utama pada akhir tahun 1950-an. Oi
antara para pelajar Mesir dan eht-elit terpelajar kota, dua visi a1ternatifyang bersaing
pada situasi ketika itu ada1ah komunisme dan kebangkitan Islam, sebagian besar di
suarakan oleh Muslim Brotherhood (Ikhwan aI-Muslimun). Idiolgi dan program yang
muncul dari rezim revolusioner baw tersebllt mengkombinasikan Pan-Arabisme dan
paham sosialis radikal gaya-baru yang baru muncul di dunia ketiga pada tahlln 1950-
171iarun Nasution, Pembnharuan datum islam, Sc;iarah PemikirclJ] dOll Geakal1, (lakarta:Bulan Bintang. 1996), h.6J
"John L. Esposito dan John O. Voll, Ibkoh-Tokl)h KlIlICi, Op.ctl., h. 67
22
an. 19 Sosok utama dari pergerakan "sosialisme Arab" di Mesir ini adalah Jamal Abd.
AI-Nasir (Nasser) yang merupakan jantung kelompok pegawai-pegawai muda mulai
awal dan menjadi presiden repuplik revolusioner baru pada tahun 1956, memimpin
Mesir sampai meninggal dunia pada tahun 1970.20
Misi dan perspektif umum Hassan Hanafi terlihat konstan selama paruh kedua
abad 20. Namun demikian, perubahan dramatis dalam konteks politik dan kehidupan
intelektual Mesir menentang pekerjaan dengan cara-cara yang berbeda secara
signifikan. Pada awal kehidupannya, sebagai seorang mahasiswa dan seorang
intelektual muda, dia melihat tantangan utama dari kOl1lunis, dan kemudian mungkin
dari sekuler kiri. Pada tahun 1980-an, beberapa kritik tertajal1lnya ditujukan pada
"fundal1lentalis Islam" dan "ritualis" yang menurut perspektif Hanafi
mempresentasikan kekuatan-kekuatan penindas dan ketidakpastian. Dalal1l banyak
hal, perubahan kondisi berpengaruh pada apa yang dilakukan Hanafi, dan hidupnya
merefleksikan perubahan-perubahan besar dari paruh kedua abad dua puluh. 21
19Pan_Arabisme hampir mirip dengan Pan-IsJamisme yang diusung oleh tokoh legendarislamaluddin al-Afllgani (1839-1897) yang mempunyai rnisi uIltuk menyetllkan dunia Islam untukmelawan dominasi Bamt atas dunia Islam. Namun eli sini Pan-Arabisme diartikan sebagai sebuahinspirasi kebangsaan yang berkembang eli kalangan orang-orang Arab bersamaan dengan timbulnyagerakan-gerakan kebangsaan semenjak abaci ke-19. Ide jni seeara tegas dipopulerkan oIeh para pelarianArab Sina pada tahun 1905. Pan-Arabisme juga sering dikaitkan dengan keberhasilan Presiden JamalAbd. AI-Nasir dari Mesir yang telah berhasil mempertahankan kedalilatan negamnya alas Zuez daJamperang 1956~ bahkan sering dipopuJerkan dengan nama Nasirisme. Kendati demikian visi dan perananNasir tidak seJamanya dan secara menyeJuruh dapat diterirna oleh pemimpin-pemimpin Arab yanglain. Adapun karakteristik Pan-Arabisme meliputi tiga bagian antam lain: pertama merasa sebagai satllbangsa, kedu3 merujuk kepada masa siIam yang gemjJang, dan ketiga mencita-citakan kemerdekaandan pers3tuan, telah mernberikan isi terhadap perbedaan terseblli. Lihat Eilsiklopedi Islam, (Jakarta:Djarnbatan, 1992), h. 754
2I'John L. Esposito dan Jobn O. Vall, Tokoh-J()koh K1Inci. Op.cil., h. 68"Ihid, h. 70
BABIn
ASPEK-ASPEK METODOLOGIS PENAFSIRAN AL-QUR'AN MENURUT
FAZLUR RAHMAN DAN HASSAN HANAFI
A. Aspek Metodologis Penafsiran Fazlur Rahman
1. AI-Qur'an dan Hermeneutika
Rahman yang lama hidup di lingkungan atau milieu Barat tentu saJa
dipengaruhi pemikiran modern. Salah satu produk pemikiran Barat itu adalah tentang
hermeneutika.' Kata yang masih berkaitan dengan filsafat ini mula-mula dinisbatkan
pada dewa Hermes yang bertugas menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di Gunung
Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia? Perubahan
makna hermeneutika dari konteks teologi ke dalam konteks filsafat telah dibidani oleh filsuf
Jerman, Friedrich Schleiennacher (1768-1834). Filosof Protestan inilah yang dianggap
sebagai pendiri henneneutika umum yang bisa diaplikasikall pada semua bidang kajiall.3
Dilihat dari Jatar belakangllya kemuneuJan hemleneutika tak lepas dari sejarah Yahudi dan
KJisten, ketika mereka dihadapkan pada pemalsuan kitab "uei, dan monopol i penafsiran kitab
suci oleh Gereja, dari sinilah mereka perlu melakukan dekonstruksi wahyu. Sebagaimana
yang diungkapkan dosen ISTAC-UIA Kuala Lumpur Dr. Ugi Sugiarto yang Jebih lanjut
lI-IermeneUtlka dalam bahasa lnggris: hermelleufic~ dari bahasa Yunani hermeJIeufikos
(penaf.,iran). Hermenutika berarti ilmu dan teori tentang penafsiran yang bertujuan menjelaskan teksmulai dari eirri-cirinya, baik obyektif (arti gramatikal kata-kata dan variasi-variasi historisnya),maupun subyektif (maksud pengarang). Lihat Lorens Bagus, Kam1l.\' Filsqj{JI, (Jakarta: Gramedia,1996) eet. Ed-I, h. 2
'E. Sumaryono, Herme1le1llik Seh1lah Metode hlsafal, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), eel. Ke-
5, h 23'Hafidz Abdurrahman, "Kebobrokan Tafsir Herrneneutika," al-Wa'ie, No. 39, 2003, h. 35
23
24
menegaskan kaidah interpretasi-epistemologis seperti ini sarna sekali tidak terlintas dalam
kepala lunat Islam. Bam setelah abad ke-20, anggapan ini dikembangkan oleh kaum
terpelajar Muslim yang belajar di Bara! sehingga sealcan-akan lUnat Islam menghadapi
persoalan dengan kitab suci mereka:'
Masuknya hemleneutik ke dalam tradisi keilmuan Islam telah memberi warna dalam
khasanah keilmuan di dunia Islam. Henneneutika mulai berperan sebagai salah satu
disiplin yang sangat kritis terhadap metodologi memahami teks dan realitas. Ia tidak
lagi sekedar disiplin tentang teori penafsiran, akan tetapi telah menempatkan diri
sebagai kritikus metode penafsiran. Hermeneutika di sini mulai berubah menjadi
"metateori tentang teori interpretasi."j
Diskursus penafsiran al-Qur'an tradisional lebih banyak mengenal istilah a/-
Taj.~ir, a/-Ta 'wi!, dan al-Bayan. Tentunya ini tidak mengherankan, sebab seperti
dijelaskan sebelulllnya istilah herllleneutika lllerupakall kosa kala filsafat Barat yang
digunakan belakangan oleh beberapa pelllikir Muslim kontemporer dalam
merumuskall llletodologi barn al_Qur'an 6 Meskipun diakui bahwa kehadiran
beberapa gagasan dan metode ilmiah ke dalam wacana penafsiran aI-Qur'an bukan
tanpa masalah, terutama jika dikaitkan dengan beberapa keberatan menyangkut
'Ibid., h. 36
'Disini M.Amin Abdullah lebih lanjut menerangkan, "sebab, hermeneutika mulai menelili
fenomcna yang terjadi dalam penafsil'an, faktor-faktof apa saja yang melahirkan kesimpuJankesimpulan penafsiran, bahkan cara-cara munculnya sebuah penafsiran sebagai kebenaran. SingkatnyaHanafi melakukan dua tugas penting yang selama ini menjadi agenda hermeneutika, yaitu persoalanrnetode (teofi penafsiran) dan filsafat tentang metode (metateori tentang teOI; penaf..<;iran), "KataPengantar" dalam Ilham B. Saenong, Hermeneutika PembebasClll, Op.cit., h. xxii
(,Ilham B.Saenong, Hermenelllika PemhebasGn, Op.Cil., h.47
25
dipaksakannya berbagai unsur asing kedalam al-Qur'an. Tidak aneh jika muncul
tuduhan bahwa mayoritas modernis Muslim menafsirkan al-Qur'an bukan demi
memahami dan menyingkap makna sejati, tetapi untuk mengejar tujuan-tlljuan ekstra
Qur'ani yang antara lain demi menghilangkan kesenjangan intelektualitas antara
komunitas Muslim dan penemuan-penemuan Barat. 7
Antara hermeneutika dengan reinterpretasi teks tidak jauh berbeda. Keduanya
merupakan alat untuk memahami sebuah teks. Persoalan-persoalan hermeneutik
tidak raib dalam diskursus pemikiran Islam tradisional. Pada masa Nabi dan Sahabat,
persoalan penafsiran sangat terkait dengan masalah "kenabian" Muhammad, sebagai
penafsir yang otoritatif dengan al-Hadits sebagai bentuk fonnalnya. Baru setelah
wilayah dan pemeluk Islam pada abad-abad berikutnya hermeneutik muncul, hal ini
terkait dengan keperluan memberikan jawaban-jawaban yang sifatnya spesifik
terhadap masalah-masalah aktual kehidupan umat."
Dalam diri penulis bertanya, bagaimana sebenarnya pola yang di ambil
Rahman dalalll mellladukan henneneutiknya dengan sederetan tokoh- tokoh
hermeneutik yang selama ini kita kenaI. Disini Rahman lllemlllJaln istilah yang
dipakai seperti henneneutikanya Gadamer yang mencetllskan ide pemahaman
historis, namun pada kenyataannya Rahman kurang sepaham terutama dengan ejekt!f-
historis yang dipahami Gadamer.
'Ibid.. 11.93
'Ibid., 11. 52
26
MenW1lt Gadamer, intensi teologis penafsir sallgat mempengaruhi dalampengambilan malam. Maksudnya, sejarah sebagai sebuah peristiwa masa lalu olehmanusia diberi makna proyektif untuk memalldang masa depan, dengan kerangkaberfikir hari ini. Oleh karenanya obyektifitas historis lalu menjadi kabur, yang adaadalah sebuah intensi kedepan berdasarkan asumsi-asumsi dan sistem nilai yangdiwariskan oleh tradisi. Sebuall tradisi akan berbicara kepada kita ketika secara kritiskita interogasi yang kemudian melallirkan sebuah persallabatall yang diikat olehkeinginan untuk berbagi pengalarnan dan gagasan antar generasi dalarn rangkamembangun peradaban di masa depan. Bagi Gadamar sejarah adalah sebuahperjalanan tradisi yang ingin membangun visi dan horison kehidupan di masa depan.Pendekatan seperti ini oleh Gadarner disebut sebagai efektif-historis. Dikatakanefektif-historis karena baik sejarah sebagai obyek kajian maupun subyek yangmenafsirkarmya sarna-sarna berada dalam kapal tradisi yang tengah beIjalan.9
Menurutnya "berbeda dengan para ekseget atau penafsir kitab suci yang
mencoba masuk daJam teks asli dengan maksud untuk rnemaharni teks tersebut sesuai
dengan tujuan atau rnaksud penuJisnya, para tokoh herrneneutik berinterpretasi muJai
dari konteks ruang dan waktunya selldiri. 1O Singkatnya Gadarner Jebih sepakat bahwa
rnufassir pada kitab suci tak lepas dari nilai subyektifitas penafsir itu selldiri,
sedangkall para tokoh hermeneutik tidak demikian, seJalu dibatasi ruang dan waktu.
Bagaimanapun, Rahman mengakui bahwa Gadarner mungkin punya maksud
daJam deskripsi sejarah efektifnya sebagai bagian dari tindakan pernahaman yang di
sengaja. Apa yang tidak bisa ia terima adalah pengaruh yang eksklusifyang
Gadamer hubungkan dengan kesadaran historis. Gadamer memperlihatkan bahwa
pengenalan terhadap makna dan kemudian pengaplikasiannya, dengan kata lain
fungsi-fungsi hermenentika yang kognitif dan Ilormatif, bagi Rahman tentn saja ini
'lKomaruddin Hidayat, A4emahallJi Baha\'a Ag(lma; 5'elJlIah Kt?iian HermeJIeUlik, (Jakarta:Yayasan WakafParamadina, 1996), h. 21-22
JOE. Sumaryono, Hermenell/ik Sehuah Me/ode Ftlsafal, Op dl., h.78
27
merupakan hal yang terpisah. ll
Ketimbang Gadarner, ia lebih memilih pandangan filosof ahli hukum Italia,Emilio Betti (w.1968), yang memiliki teori hermeneutika, ia secara ekspJisitmengatakan sebagai yang lebih baik daripada Gadamer. Ralunan tida!< menolak ideide dan teori Betti. Rahman lebih memilih Betti adalah karena ia mengetahui bahwa"nilai.nilai erika dan estetika termasuk dimensi kedua dari keobyektifan, ridakah itufenomena atau pun hal-hal yang knrang berbeda dm; keobyektifan kesadaran daripada yang lain... Nilai·nilai spiritual menggambarkan keobyektifan ideal yang takpemah salah mengiknti peraturan hukumnya scudiri' .12
Bagi Betti proses pemahaman tidak bersifat pasif reseptif, tetapi senantiasa
merupakan suatu proses kognitif dan rekonstruktif serta melibatkan pengalaman
interpretator tentang dunia, titik berdiri interpretator dan minatnya pada masa kini.
Selanjutnya, bagian-bagian hanya dapat ditafsirkan dalam kaitan arti seeara
keseluruhan. Sebenamya maksud Gadamer adalah menggarap teoli filsafat
hermeneutika, dan bukan menggarap metode interpretasi yang benar atau salah.
Menumt Gadamer berbieara tentang interpretasi yang sah seeara obyektif adalah
sesuatu yang naif, sarna halnya dengan berpendapat bahwa seseorang dapat
menangkap dari suatu titik berdili di luar sejarah. 13
Seeara simpel akan muneul sebuah pertanyaan apa keistimew-aan dari seorang
Betti sehingga Rahman tertarik untuk mengikutinya, bahkan ihwal tentang teori
double movement-nya Rahman dianggap sebagai ringkasan dari empat norma
penafsiran Betti. Keempat nOl1na tersebut adalah:
JIRahman, Ge!oJ1lboJIg Perubahall dalamls/alll, Op.ch, h. 29
"Ibrd., h. 24-25
uBaca, \V.Poespoprodjo dalam Imerpretasi; Beherapa Calalan Pendekalan Fil.,'q(amya,
(Bandllng: Remaja Karya, 1987), h. 149-150
28
1. Nonna dari otonomi hermeneutika obyek. Maksudnya, bentuk-bentuk yangbennakna itu "halUS dipnhami sesnai dengan perkembangan logika merekasendiri, hubungan yang mereka harapkan, serta kepentingan, koherensi dankeyakinan mereka,
2, Prinsip kemutlakan, disebut juga prinsip koherensi makna, Nom1a ini melanjutkanperkiraan "bnhwa kemutlakan dari persoaJan perkataan (speech) dari kesatuanpikiran yang condong pada kesatuan pikiran dan malma. " ,dan pada basispersesuaian proses-proses penciptaan dan penafsiran." Artinya "maknakeseluruhallllya halUs didasari dati unsur-unsuT individualnya, dan unsur-unsurindividu itu hams dipnhami dengan mengacu pada semua bagiannya yang luas dantajam,
3. Nonna pengaktuaJisasian pemaJlaman, Maksudnya, balIwa penafsir menyelidikikembaJi proses kreatif dan merekonstruksi daJam dirinya bagian masa lalu sebagai"peristiwa" ke daJam pengaktualisasian hidupnya sendiri, Tujuallnya adaJaJl untukrnenyatukan pengetaJman tersebut kedalan diri seseorang "wawasan intelektualdalam kerangka pengalaman seseorang, artinya daJam bentuk transfOllnasi padabasis model sintesis yang sarna yang rnemungkinkan rekonstruksi dari pernikiranitu,
4, Norma persesuaian helmeneutik atau kehamlOllisan, di mana penafsir melakukankesubyektifannya. DaJam pandangan ini, penafsir membawa pengaktuaJisasiannyake dalam kesesuaian yang lebih dekat dengan rangsangan yang ia terima dariobyek sedemikian rupa sehingga satu sama lainnya berhubungan dalam cam yanghannonis,14
Hereneutika kesentralan al-Qur'an-nya Rahman didasari pada dua pilar:
per/ama, teori kenabian dan hakikat wahyu, dan kedua, pemahaman sejarah, Kedua
komponen itu merupakan hermeneutika umumnya terhadap al-Qur'an. Ketika konsep
wahyu sangat tidak eksplisit, itu menjadi asumsi dasar dalam hermeneutikanya, dan
pengabaiannya bisa mengakibatkan kesalahan baca konstribusinya terhadap kajian
al-Qur' an. J:i Tafsiran henneneutika al-Qur' an Rahman adalah sebuah respon
terhadap pendekatan terkecil atau "atomistik" dan parsial yang berpengaruh pada
penafsiran tradisional abad peltengahan bahkan kontemporer. Pendek kata ini
14Rahman, Ge/olJl!Jtmg Perl/hallan L!<Jlam I'dam, Op.cit., h. 25-27
"Ibid, It, 15
29
mengkesampingkan kesatuan pesan wahyu yang koheren dan penting dan
menghalangi pertumbuhan weltanschauung al-Qur'an seluruhnya pada tennanya
sendiri. 16
2. Teol'i Double Movement Fazlul' Rahman
AI-Qur'an sebagai sumber hukum Islam yang otentik bagi komunitas
Muslim di belahan dunia manapun akan tertinggal jauh dengan peradaban dunia.
Karena banyak umat Islam yang tidak mampu mencari solusi terhadap kenyataan
yang tetjadi dewasa ini, kebanyakan umat Islam terlena dengan kejayaan masa
lalunya. Rahman di sini terpanggil untuk ikut mendorong ke arah perubahan kepada
para intelektual Muslim agar mampu memberikan pencerahan terhadap risalah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. benar-benar kelihatan hasilnya.
Perlakuan yang sepotong-sepotong, ad hoc, dan seringkali sangat ekstrinsikterhadap aI-Qura'an ini tidaklub berhenti di abad modem sekarang ini, bahkan dalambeberapa hal makin memburnk. Teksnan-tekanan yang datang dari gagasan-gagasanmodem dan kekuatan-kekuatan pernbahan sosial bersama-sama dengan pengaruhperintahan penjajah di negeri-negeri muslim, telub menciptakan sitnasi di manapengadopsian gagasan-gagasan knnci Barat modem tel1entu dan pranata-paranatanyaseringkali dibela mati-matian oleh sebagian kaum Muslimin dan seringkali diberipembenaran dengan kutipan al-Qur'an, sementara sebagian kaum Muslimin yang lainmenolak modemitas mentah-mentah dan penulisan-penulisan kmya-kmya"'apologctik" yang mcnggantikan pengagungan-diri bagi pembaharuan muncul takputus-pu!usnya. 17
Maka metode penafsiran al-Qur' an hams di revisi dengan suatu pemahaman
tentang risalahnya yang akan memungkinkan mereka yang beriman kepadanya dan
161hid , h. 23
17Rahman, Islam dan /'dodernilas, Op.cif., h. 4
30
ingin hidup dengan bimbingannya dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatan
mereka untuk melaksanakan keinginan mereka secara koheren dan bermakna. 18
Hal inilah yang membuat Rahman dikemudian hari merancang sebuah
metode, Rahman mengatakan: bahwa sebenamya al-Qur'an dan asal-usul komunitas
Islam muncul dalam sinaran sejarah dan berhadapan dengan latar belakang sosio-
historis. AI-Qur'an adalah respon kepada situasi tersebut, dan untuk sebagian besar ia
terdiri dari pemyataan-pernyataan moral, religius dan sosial yang menanggapi
problem-problem spesifik yang dihadapkan kepadanya dalam situasi-situasi yang
kOl1gkrit. Kadang-kadang al-Qur'an, hanya memberikan suatu jawaban bagi sebuah
pertanyaan atau suatu masalah, tetapi biasanya jawaban-jawaban ini dinyatakan
dalam batasal1-batasan suatu ratiolegis yang eksplisit atau semi eksplisit, sementara
juga ada hukum-hukum umum tertentu yang dipennaklumkan dari waktu ke waktu. t9
Metodologi tafsir yang ditawarkan Rahman bermuara pada dua langkah
konkritnya. Pertama, orang harus memahami arti atau makna dan sesuatu pernyataan
del1gan mengkaji situasi atau problem historis di mana pernyataan al-Qur'an tersebut
merupakan jawabannya. Langkah kedua adalah menggel1eralisasikan jawaban-
jawaban spesifik tersebllt dan menyatakanl1ya sebagai pemyataan-pernyataan yang
memiliki tlljuan-tujuan moral-sosial umllm yang dapat "disaring" dan ayat-ayat
spesifik dalam sinaran latar-belakang sosio-historis dan rationes legis yang sering
"Ibid., h. 5
"Ibid., h. 6
31
dinyatakannya. Sementara gerakan yang pertama teIjadi dari hal-hal yang spesifik
daIam al-Qur'an ke penggalian dan sistematisasi prinsip-prinsip umum, niali-nilai,
dan tujuan-tujuan jangkan'panjangnya. Kedua, dilakukan dari pandangan umum ini
ke pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan sekarang.20 Apalagi
aI-Qur'an bertujuan untuk menguatkan bagian-bagian masyarakat yang lemah: orang-
orang miskin, anak-anak yatim, kaum wanita, budak-budak, dan orang-orang yang
terjerat hutang. Tetapi untuk memahami reformasi-reformasi sosial al-Qur'an
tersebut, adalah salah jika kita tidak dapat membedakan di antara undang-undang
yang legal dengan perintah-perintah di bidang mora!.21
Rahman mencoba memunculkan semangat dasar al-Qur' an yang penuh
dengan semangat moral, agar tetap eksis di pemmkaan bumi ini, yang mampu
memberikan solusi bagi dunia Islam dan sekaligus membuktikan bahwa a!-Qur'an
mengandung nilai-nilai yang universal. Cakrawala kita terhadap al-Qur'an tidak akan
memperoleh hasil yang signifikan kalall tidak dilandasi dengan sebllah pendekatan
historis, karena bagaimanapun juga al-Qur'an hams dikaji dalam konteks-historis.
Tanpa mernahami semua itu, lioak mungkin bagi kita untuk memahami pesan-pesan
al-Qur'an secara utllh. Dengan mengacu kepada konteks historis, Rahman kemudian
mengaplikasikannya pada tataran kekinian. Kedua gerakan inilah yang disebut
20" -, I ..,. rJUJU•• n./-o
21Rahrnan, Tema Pukok AI-Qur'alf, (Bandung: Pustaka, 1996), eet. Ke-2, h. ix
32
dengan teori double movement Rahman,22
Kalau diruntut dari awal memahami al-Qur' an sesuai dengan konteks historis,
atau yang sering kita kenaI dengan pemahaman kontekstual adalah sebuah upaya
untuk memahami ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan latar belakang sejarah kelahiran
Nabi Muhammad SAW, Sebagai pembawa risalah tauhid serta memberi
penjelasan tentang ayat-ayat al-Qur'an dan situasi yang mengitari masyarakat Arab di
saat turunnya al-Qur'an, Jika kita amati dari apa yang dilakukan Rahman adalah
upaya untuk mengembangkan kerangka asbab an-Nuzu! yang sudah dikenal
keotentikarmya lebih luas lagi, karena asbab an-Nuzu! tidak semuanya terdapat dalam
ayat al-Qur'an, Maka, Rahman dengan penafsiran kontekstualnya tidak menghendaki
pemahaman al-Qur'an hanya sebatas legal-spesifiknya tetapi menerobos kepada
pemahaman tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran idealnya yang lebih jauh. Untuk
memperjelas kerangka metodologi penafsiran al-QlIr'an dari tokoh neomodemisme
[slam ini, berikut kami eantllmkan sekema arah gerak penafsira Rahman pada akhir
pembahasan aspek aspek-aspek metodologisnya,23 Seeam singkat arah gerakannya
terbagi menjadi dua bagian antara lain:
Pergcrakall perillmil adalah memaharni al-Qur'3n sebagai keseluruhan dalllewat perintah dan ketepatan khusus yang ditunmkan sebagai respons pada situasi
J:Teori double movement ini dipakai pula oleh intelektual Muslim, seperti Amina \Vadud
Munsin dalarn reiterpretasi AI-Qur'an dan Perempuan. Dnlam riser ini ia bermaksl.ld membuat sebuah"interprelasi" aJ-Qur'an yang didaJamnya terkandung pengalaman perempuan dan tanpa stereotip yangtelah dibum dalam kebanyakan kerangka interpretasi. Baea Charles Kurzrnan (Ed), Wacanl1 islamLiberal Pemikironlslam KOIl/cmporer Ten/anx !sll-isll Global, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 80
2J Uhat Farid Esack, Dalam Al-Qur'all, Liberalisme, Pluralisme; .A1embebaskan yang
TerllJldas terj. \Vatung A. Budirnan, (Bandung: Mizan, 2000), eeL Ke-l, h.l 00
33
tertentu. Tahap pertama, mempelajari situasi historis dan !untutan moral-etisnya,mendahului kajian atas teks-teks al-Qur'an dalam situasi spesifik. Tallap kedua,menggeneralisasi jawaban-jawaban spesifik itu dan membingkainya sebagaipemyataan teutang tujllan moral-social llmllm. Pergerakan kedua adalah menerapkantujuan umlUll yang. teJah diperoJeh dari pergerakan pertama ke dalam kontekssosiohistoris konkret masa kini Penerapan ini memblltuhkan k~ian tentang situasimasa kini untuk mengubalmya dan menetapkan pliolitas bagi penyegaranimpJementasi niJai-nilai al-Qur'an?4
Bagan Metodologi Tafsir Rahman
SITUASI HISTORIS I----..-...-p. <lII
1ITANGGAPAN QU'RANI
MENGGENERALISASI JAWABAN SPESIFIK
1MENENTUKAN TUJUAN MORAL-SOSIAL AL-QUR'AN
SITUASI KONTEMPORER I~ ....-1 NILAI-NILAI QUR'ANI
1CASYARAKATISLAM~
'''Ibid., h. 101
34
B. Aspek Metodologis Penafsiran Hassan Hanafi
1. Hermeneutik Pembebasan
Wacana tafsir selalu syarat dengan tema-tema pluralisme dan pembebasan.
Ironisnya, tema-tema pembebasan ini kebanyakan diusung oleh tokoh-tokoh
kontemporer, tidak berasal dari kalangan ulama konservatif Hal ini tentu saja tak
lepas dari fenomena yang menyelimuti ruang dan waktu di mana tokoh itu berada.
Sebut saja misalnya Farid Esack, tokoh gerakan pembebasan kaum muslimin Afrika
Selatan ini menyebutkan hermeneutika pembebasannya dengan "hermeneutika
tanggapan" (reception henneneutics). Suatu hermeneutika yang dilihat dari perspektif
Barat modern termasuk hermeneutika fUllgsional; membermaknakan teks sejarah
nilai fungsional dan pragmatisnya (signifikansi sosiologisnya) bagi tantangan
masyarakat kekinian bisa diuji. Tetapi ia juga memiliki akar-akar tradisional yang
kokoh; Ulumul Qur'an dan ushul Fiqih25
Tokoh yang tak kaJah menarik dari Farid Esack yaitu Asghar Ali Enginer,
beliau dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan mengemukakan empat
kerangka teoiogi pembebasannya. Ia mengatakan:
Perluma, dimuJai dengan meIihat kehidupan manusia di dunia dan akl1irat.Keduo, teoJogi ini tidal< menginginkan status quo yang meJindungi goJongan kayayang berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain, teologi pembebasan ituallti kemapanan (establishmen), apakah itukemalllpuall religius maupun politikKefiga, teologi pembebasan memainkan peranan daJam membeJa kelompok ymlgtertindas dan tereerabut hak llliJiknya, serta mempeIjuangkan kepentingan kelompokini dan membekalinya dengan senjata ideoJogis yang kuat untuk meJawan goIonganyang menindasnya. Keempot, teologi pembebasan tidak hanya Illengikuti satu konsep
"Cecep Ramli, "Hermeneutika Pembebasan Fwd Esack," Eu/elil/ WacoI/o, Edisi I, J999, h.
12
35
metafisika tentang takdir daJam rentang sejarah liuat Islam, namlil juga mengakuikonsep bahwa manusia itu bebas menentukannya sendiri26
Begitu juga dengan Hanafi, tokoh yang trauma terhadap kekalahan perang
tahun 1967 melawan Israel ini melakukan dua tugas penting yang se1ama ini menjadi
agenda hermeneutika, yaitu persoalan metode (teori penafsiran) dan filsafat tentang
metode (metateori tentang teori penafsiran). Hanafi mengartikan henneneutik sebagai
pemahaman berdasarkan interpretasi. Interpretasi adalah suatu eara mengubah data
yang sudah diketahui dalam bentuk teks (obyek) yang menjadi pengetahuan
dalam nalar penafsiran. Dengan kata lain, hermeneutik merupakan situasi suatu
subyek yang diketahui di depan obyek yang sudah diketahui. Obyek bisa saja muneul
dalam beberapa bentuk: alam (fenomena eksterior), perasaan (fenomena interior),
atau teks (fenomena akustik atau linguistik).27 Seeara metodis, Hanafi
menawarkan sebuah eara baea baru terhadap teks (hermeneutika teks) al-Qur'an
dengan stressing point pada dimensi-dimensi liberasi dan emansipatoris dari al-
Qur'an. Sementara pada agenda metateoritiknya, Hanafi disana-sini menyuguhkan
pelbagai deskripsi, kritik, bahkan bertindak sebagai dekonstruktor terhadap teori lama
yang lazim diperbineangkan sebagai kebenaran dalam metodologi penafsiran al-
Qur'an klasik.23 Mula ._. mula Hanafi berangkat dari 'kesadaran historis,' yang
16Asghar Ali Engineer. Islam dan Teologi Pemhebasan terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000) cet. Ke-2, h. 227Hanafi, Les .~1ethodes d'Exegese Essai slIr fa Science des FO/ldamelllS de la Comprehen
sion. 'Ilmll (Mull al-Fi'lh, (Prancis, La Caire, ]965), h. xxxiilS~t Amin Abdullah,·"Kata Pengamar" dalam Jiermenellfika Pembebastln, Op.eil., h. xxij~
xxiii
36
nienetukan keaslian teks dan tingkat kepastiannya: 'kedua memiliki kesadaran
eidetik:29 yang menjelaskan makna teks dan menjadikannya rasional, ketiga adalah
'kesadaran praktis' yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar teoritis bagi
tindakan dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhimya dalam kehidupan manusia
dan di dunia ini sebagai struktur ideal yang mewujudkan kesempurnaan dunia.30
Dalam masalah pembebasan Hanafi terpengaruh dengan ide -ide teologi
pembebasan Katolik yang sedang berkembang di Universitas Louvain, Belgia tahun
1970-an semasa ia menjadi dosen tamu di Amerika Serikat. Hanafi tertarilc dengan
lcarya Camillo Torres, yang fotonya di pampang pada dinding-dinding kampus oleh
mahasiswa Louvain. J I Hanafi melihat realitas umat Islam khususnya di negara-negara
dunia ketiga yang berada pada konstruk lama dan dikuasai feodalisme kapitalistik
yang reaksioner dengan sebutan "kaum kanan" maka mereka harus dilawan dengan
"kaum kiri," tentu saja Hanafi berada pada pihak ke-kiri-an. Dialcui ataupun tidak
pendekatan henneneutilca Hanafi yang difungsikan untulc membebaslcan negara-
negara di belahan dunia ketiga talc lepas dari pengaruh tradisi keilmuan Bamt,
sedikitnya ada empat metode yang mempengaruhi pemikiran Hanafi. Perrama tradisi
29Kritik eidetik menunjukkan kritik sejarah yang menimbulkan proses pemahaman. Hanafidalam hal int membagi tahapan kritik eidetik menjadi tiga: PeHama analisa Iinguistik yang mellgulasiJmu bahasa mengenai pembacaan teks, selain itu juga dapat memperkenalkan kita pada masalahmakna. Kedua analisis historis yang menjeJaskan situasi sejarah balk ketika tunmnya wahyu ditullskata perkata (in verbatim) atau situasi sejarah yang melahirkan teks. Ketiga generalisasi dilakukansetelah mengetahui rnakna gramatikaJ dan keadaan historis yang dibawa pada situasi lain. LihatHanaH, Diarog Agama dall revolllsi I (Jakarta: Pustaka Firdaus, 199J), cet. Ke-]. h. 1-2
"'Ibid
"John L. Esposito dan John 0 Voll, Tokoh·Tokoh KIIIlCi, O1'.cll.. h. 79
37
pemikiran filsafat materialisme historis melalui metode dialektikanya Karl Marx
dengan tujuan uutuk menerangkan kenyataan selwuhnya melalui ilmu alam.32
Bagaimana memahami alam lewat persepsi manusia, yaitu manusia dalam dimensi
sosialnya. Kedua metode hermeneutika, ini pun tak jauh berbeda dengan para
hermeneut di dunia Barat, yang secara khusus memiliki kemiripan dari segi
interpretasi eksistensial, yang dapat diartikan sebagai sebuah pandangan yang
menyatakan bahwa eksistensi bukanlah obyek dari berpikir abstrak atau pengalaman
kognitif (akal pikiran), tetapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung,
bersifat pribadi dan dalam batiu individu. Ditegaskan bahwa eksistensi mendahului
esensi33 Hanafi dipengaruhi oleh interpretasi existensialnya Bultman yaitu yang
menolak supranaturalis dan membedakan antara kemasan dan misi serta antara fakta
dan simbol34 Kefiga metode fenomenologinya Edmund Husserl dalam memahami
realitas, yaitu realitas masyarakat, politik ekonomi, realitas khazanah Islam dan
32rvraterialisme dialektik adalah pemutlakan materi yang bergerak dalam waktu dan ruang atau
pengukuhan terhadap becoming (menjadi) yang ada tanpa suatu sebab. Hanafi terpengaruh dialektikaMarx ia jadikan sebagai metode untuk melihat kembali sejarah perkembangan perjuangan Islam.Dengan bantuan metode dialektika h15tor15 dari IVfarx hanafi mencoba melihat kembali khasanah Islamklasik sebagai bagian dari tradisi dan pembahaman. Baea A.H Ridwan daJam Ref(Jrmasi InfeleklllalIslam: Pemikiran Hassan Honafi fenlang Reaktualisasi Kci/muGn !.slam, (Yogyakarta: Ittaqa Press,1998), eet. Ke-I, h. 19
.13Kata existensialis berasal dan bahasa fnggris existence, Latin existere (muneul, ada, timbul,
memiliki keberadaan aktual ), dati ex (keluar) dan sistere (tampii, rnuncul). Lorens Bagus, KamusFilwfat, Op.cil., h. 185
"Bultman adalall tokoh teologi kenamaan dari Jerman Barat, lahir di Wiefelstede. Oldenburg
dengan nama Rudolf Karl Bultman (t 884- 1976). ia dianggap sebagai kritikus radikal terhadapPerjanjian Barn dengan proyek hermeneutiknya terfokus pada demitoJogisasi dan interpretasieksistensial. Menurutnya demitoJogis1lsi disebut sebagai 5uatu met ode hermeneutik yang menurutnyaterletak daJam pengertian eksistensi manusia. Lihat W. Poespoprodjo, Imerpretasi; Beherapa CalalanPendekarall FilsajamyaJJp.cit.. h. 140-145
38
realitas tantangan Barat Keempat metode eklektik yaitu sebuah filsafat yang
tidak asli, tetapi memilih unsur-unsur dari berbagai teori atau sistem.35 Metode yang
terakhir ini dipakai olell' Hanafi untuk membangun pemikirannya, dengan cara
memilah-milah pemikiran suatu mazhab seperti teologinya Mu'tazilah, filsafatnya Ibn
Rusyd dan fiqihnya Imam Khambali.
2. Proyek Tradisi dan Pembaharuan
Dalam skripsi inisengaja kami mencantumkan proyek tradisi dan
pembaharuan sebagai pengantar untuk memahami teon Hanafi mengenai teks dan
realitas. Kiarena menurut hemat kami keduanya mempunyai kaitan yang erat, bahkan
teks dan realitas inklusif dalam tradisi dan pembaharuan. Menurut Hanafi dunia
Islam kini sedang menghadapi tiga ancaman, yaitu imperialisme, zionisme, dan
kapitalisme dari luar; kemiskinan, ketertindasan, dan keterbelakangan dari dalam.36
Kondisi yang demikian itulah yang membuat Hanafi mencari terobosan pemikiran
yang revo/usioner seperti Ali Syariati, namun demikian Hanafi tidak menafikan
sebagi seorang pembaharu tradisi pemikiran Islam klasik yang mirip dengan
Muhammad Abduh (1849-1905), yang menarik lagi ada/ah kemuncu/an jumal al-
Yasar al-Islami (Kifi Islam) mengikuti jejak tokoh /egendaries Jama/uddin al-
Afghani (J 838-1896). Jurna/ Kiri Islam da/am rangka mewujudkan kebangkitan
"Ridwan, R~formasiinlelekluallslam. Op.Cil., h. 18
3'1<:azllo Shimogaki, KiT; islam teri. M. Imam Aziz dan MJadul Maula, (Yogyakarta: LkiS,
J993), eel. Ke-3, h. 8
39
Islam bertopang pada tiga pilar. Pilar pertama adalah revitaIisasi khasanah
Islam klasik, dengan bertumpu pada rasionalisme.· Pilar kedua adalah perlunya
cara menantang peradaban Barat, dengan mengusulkan "oksidentalisme" sebagai
jawaban dad orientalisme. Pilar ketiga adalah analisis atas realitas dunia Islam,
dengan mengkritik metode tradisional yang bertumpu pada teks (nash), dan
mengusulkan suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam dapat berbicara bagi
dirinya sendiri.37
Hanafi menggunakan tradisi sebagai starting point untuk mengkritisi kisi-kisi
konservatif dan tradisi yang menghalangi jalur-jalur kemajuan, seperti ayat Qadla dan
Qadar, menyerahkan diri kepada penguasa, menyerahkan seluruh yang terjadi di
muka mi pada "langit" belaka., dan sebagainya3a Ada tiga cara dalam proyek
tradisi dan pembaharuan, yaitu menganalisa pembentukan dan latar belakang
tradisi, mengganti pernbekuan dan pensakralan tradisi, dan mencennati
bagaimana tradisi tersebut berlawanan dengan kemaslahatan umum. Pada fase
pertama menggunakan metode historisitas, yaitu menguraikan pembentukan tradisi,
menghilangkan sakralitas tradisi. Kemudian saya memfungsionalisasikan tradisi
baru ulltuk transfonnasi sosial, bukan untuk kegiatan ilmiah belaka.·l9
Proyek tradisi dan pembaharuan (a/-Tunlls IVa a/-Ta/did) terdiri dari tiga
37Ibid. h. 7
J"'\Vawancara Zuhairi lvlisrawi dengan l1"anafi dalam Taswirlll Ajkar ten tang "iviengkaji
Tradisi untuk Transtormasi dan Revolusi," h. 79"Ibid.. h. 80
40
agenda yang hams dihadapi, yaitu: "sikap kita terhadap tradisi lama," "sikap kita
terhadap tradisi Barat," "sikap kita terhadap realitas" (teori interpretasi). Setiap
agenda tersebut memiliki penjelasan teoritisnya sendiri-sendiri40 Secara singkat dapat
dijelaskan, bahwa agenda perlama "sikap kita terhadap tradisi lama" meliputi tuju
bagian. Tampaknya agenda yang pertama memuat porsi yang besar daripada kedua
agenda yang lain. Pertama, dari teologi ke revolusi, kedua dari transferensi ke
inovasi, ketiga dari teks ke realita, keempat dari kefanaan menuju keabadian, kelima
dari teks ke rasio, keenam akal dan alam serta yang ketujuh manusia dan sejarah.
Agenda kedua dari "sikap kita terhadap trdisi Barat, melipuii tiga bagian, peltama
sumber peradaban Eropa, kedua pennulaan kesadaran Eropa, dan ketiga akhir
kesadaran Eropa. Sedangkan agenda ketiga "sikap kita terhadap realita", peltama
meliputi metodologi, kedua peIjanjian Baru, dan ketiga peIjanjian Lama.
Tugas "tradisi dan pembaharuan" adalah merubah wahyu menjadi ilmu
universal yang memberi prinsip-prinsip umum, yang pada waktu yang sama adalah
hukum-hukum sejarah dan gerakan masyarakat - masyarakat. Sebab, wahyu adalah
logika wujud. Jadi turas dan tajdid tidak hanya menterapi metodologi-metodologi
dalam tmas klasik, tetapi warisan, pengaruh psikologisnya paJa jamahir, sikap kila
terhadapnya, dan sarana-sarana pengembangan dan pembaharuannya.41
4°H3T13D, Ok\·jdf>H/'>!;\'mp·\'iko!' Kilo IPrhodnj1 Trodi\·j Rorof fe-rj, rod N8jih B1.It'hori, (.hkaria"
Paramadina, 2000), eet. Ke-I, h. I41 Hanafi, TUFas dOli iiydid: Sikap Kilu ;erhaJajJ Tura..,. Klasik teJj. Yudian \Vahyudi,
(Yogyakarta: Titian llahi Press dan Pesantren Pasea Satjana BismilJah Press, 2001), Edisi 1, h. 258
41
3. Teori Tells dan Realitas
Diawali dengan keprihatinannya atas hilangnya wacana kemanusiaan dalam
studi Islam yang menjadi basis lahirnya berbagai tragedi kemanusiaan dalam dunia
Islam, Hanafi mencoba melacak akar dari semua ini yang di tengarai terdapat pada
konsep pewahyuan tradisional Islam. menurutnya, pewahyuan adalah sebuah proses
komunikasi yang memiliki tiga komponen dasar pengirim, informasi (pesan) dan
penerima42 Namun tiga komponen ini, dua yang dominan, sementara komponen
ketiga tidak mendapatkan posisi yang cukup. Sehingga al-Quran dalam dunia Islam
banyak tersita membicarakan Tuhan dan Nabi tanpa ada perhatian pada "manusia"
sebagai penerima wahyu.
Dalam karyanya "Kiri Islam" Hanafi pun menekankan pentinf,'llya
pemahaman tentang tafsir, dimana Kiri Islam melampaui tafsir historis yang
digunakan banyak ahli tafsir. Seolah-olah al-Qur'an hanya berbicara untuk realitas
ruang dan waktu tertentu saja karena hanya menampilkan peristiwa-peristiwa masa
lalu. Kita membangan tafsir perspektif (al-Syu'wy) agar al-Qur'an mendiskripsikan
manusia, hubungannya dengan manusia lain, tugasnya di dunia, kedudukannya dalam
sejarah, rnernbangun sistern susial dan politik. Hanafi lebih lat~iut menegaskan bahwa
tafsir semacam itu teJah dimulai oleh Sayed Qutub dalam "Fi Zhilal aI-Qur'an." Lalu
apa yang sebenarnya di kehendaki oleh Hanafi yang sudah kelihatan bahwa metode
yang ia tawarkan adalah tematik? Kenyataanya Hanafi mengajak kepada kita
-12 Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsudlll, Studi Af-Qur'an Komemporer, Op. cit. , h. ]02
42
untukmelampaui tafsir dari ayat ke ayat, dan surat ke surat yang terkesan
fragmentaris dan mengulang-ulang. Ajakan Hanafi yaitu membangun tafsir tematik
dengan eara menghimpun ayat-ayat yang satu tema dan dianalisis begitu rupa
sehingga muneul konsepsi universal tentang Islam, dunia, manusia, dan sistem
sosial:3
Jika kita menilik kembali pada agenda ke tiga "sikap kita terhadap realita",
Hanafi menerangkan "teori interpretasi" yaitu upaya untuk mentransendensi metode-
metode tafsir yang dikenal oleh turas klasik kita yaitu, kalamiah, filosofis, fikiah, dan
sunnah, serta mengembalikannya di antara metode-metode tekstual, rasional,
realistik, atau wijdani. Kemudian berusaha meneiptakan teori tafsir baru yang
meneakup semua itu, dengan berangkat dari realitas kesadaran yang memberikan
pengalaman-pengalaman yang hidup kepada kita yang dianalisis oleh akal dan sampai
pada makna-makna yang merupakan makna-makna nash, dapat diketahui melalui
indera yang diarahkan kepada nash seeara langsung atau kepada realitas yang
langsung. 4., Menurut Hanafi teks adalah segala - galanya sebagai sesllatu yang
melahirkan realilas, sehingga realitas selalu dilihat dari bunyi leks menurulnya sebuah
kekeliruan, karena yang benar adaJah realitas yang lnenjadi standar, artinya, bagi
Hanafi teks ilu lidak akan lahir tanpa realitas sebagai determinan atau tujuannya."5
'''Ibid.. h. 104
+'Hanal1, TUFas da!lT(~idjd, Op.cil., h 272
.'5Abdul Mustaqim roc. cit.
43
Maka inilah yang kemudian kita kenai dengan teori teks dan realitas. Hanafi telah
mejelaskan secara luas mengenai premis-premis metodologis yang berguna dalam
mengarahkan kegiatan interpretasi al-Qur'an yang ia yakini sebagai sebuah premis
berdasarkan realitas. Premis-premis hermeneutika Hanafi dapat digambarkan sebagai
berikut:
Pel'tama, wahyu diletakkan dalam "tanda kurung," tidak ditegaskan dan tidak
pula di tolak. Penafsir tidak melontarkan pemyataan yang secara luas diperdebatkan
oleh Orientalisme abad ke-19 tentang keaslian al-Qur'an: apakah ia dari Tuhan
ataukah hanya pandangan Muhammad. Penafsiran tematik dimulai dan teks apa
adanya tanpa mempertanyakan sebelumnya mengenai keasliannya. Penafsiran ini
dimulai setelah menerima Kitab dan bukan sebelumnya. la membahas pertanyaan
"apa" dan bukan pertanyaan "bagaimana." Hanafi menegaskan teks adalah teks,
apakah bersifat ilahiah atau human, sakral atau profan, religius atau sekular dan lain
lain. Lagipula, pernyataan tentang asal-usul masuk ke dalam permasalahan asal
kejadian, sementara penafsiran tematik membahas pemyataan essensi.""
KeduG, al-Qur'an dianggap sarna sepe11i teks-teks yang lainnya, bergantung
kepada penafsiran, merupakan sebuah aturan hukum, karya sastra, teks fiJosofis,
dokllmen sejarah dan lain-lain. Semua teks bergantung kepada aturan-aturan
penafsiran yang sarna. Perbedaan yang sllci dan yang profan tidak berhllbllngan
dengan hermenelltika llllllllll, tetapi berhubllngan dengan praktek agama.
"'Hanafi, Islam Wahyu Sekuler, Op.cil, h 212
44
Ketiga, tidak ada penafsiran yang tepat atau keliru, pemahaman yang benar
atau salah. Yang ada hanyalah upaya yang berbeda untuk mendekati teks dati
kepentingan yang berbeda untuk Illotivasi yang berbeda. Konflik penafsiran adalah
sebuah kontlik kepentingan, bahkan di dalam penafsiran linguistik atas teks, bahasa
berubah. Pada pembicaraan premis metodologi ketiga ini, Hanafi telah menjelaskan
lebih awal dalam bukunya "At-Din wa At-Tsawrahfi Mishr" dengan mengatakan :
"Sebenamya membaca dan meneIaah teks-teks agama itu bukan hanya akalsemata, tetapi yang menelaah itu Illanusia, yang hidup di teugah-tengah masyarakat,tentunya memiliki beberapa Illasalah hidup dalam kondisi berfariasi, juga mempunyaikepentingan. Tidak mungkin manusia membaca dan meneliti teks-teks itu kecuali iaberada dalam keadaan dimana ia adalah sebagai makhluk sosial, baik dalam memilihteks maupun dalam memahaminya. Ketika situasi dan kondisi kemaslahatanseseorang serta tingkatan para mufassir berbeda, maka berbeda pula penafsirannya.Perbedaan itu bukan hanya tetjadi pada tema dari satu teks yang herdiri sendiri (etapijuga tetjadi pada status sosial dan kepentingan-kepentingan tingkatan para mufassir.Perbedaan itu pada das.'Ullya terjadi karena perbedaan kepentingan dan perbedaaankepentingan pada akhirnya berpangkal pada susunan tingkatan masyaralcat. Makaperbedaan dalam pandangan penafsiran sebenamya adalah perbedaan dalmnkepentingan, padahal yang benar adalah yang lallir dari pertikaian ill tengahmasyarakat. ,,47
Keempal. tidak ada penafsiran atas teks, tetapi terdapat banyak penafsiran,
karena pemahaman yang berbeda di antara penafsir-penafsir yang berbeda. Sebuah
penafsiran teks pada dasamya bersifat pluralistik. Teks hanya merupakan sebuah
kesadaran bagi penafsiran dan bahkan nafsu manusia. Teks hanya merupakan sebuah
bentuk. Penafsir mengisinya dengan isi dari waktu dan ruangnya,
Ketana, kanDik penafsiran pada dasamya merupakan konf1ik sosial-politik,
bukan sebuah konf1ik teoritis. Sebenamya teon hanya merupakan selubung
.17Hanafi, Aj~J)iJ1 wa a/-nmrrah .Ii J'vli.'ihr 1956-1981: A/-Yamin wa al-Yasar fl ttl-Fikr ai
DUll, Vol. 5. (Kairo: Maktabah Madblili. 1989) h. 117-] 19
45
epistemologi. Tiap penafsiran mengekspresikan komitmen sosial-politik dari
sipenafsir. Penafsiran merupakan senjata idiologis yang digunakan oleh kekuatan
sosial-politik yang berbeda, untuk mempertahankan atau merubah status Quo, untuk
mempertahankan oleh kaum konselVatif dan untuk merubah oleh kaum
revolusioner.48
Dalam buku yang sarna yaitu Islam Wahyu Sekuler Hanafi telah menetapkan
aturan-aturan penafsiran tematik, menurut pendapatnya setiap metode, deduktif atau
induktif, rasional atau eksperimental, memiliki aturan-aturan tertentu untuk diikuti
adapun aturan-aturan tersebut adalah:
I. Komitmen sosial-politik. Penafsir bukan seorang yang netral. Ia merupakan
warga negara yang hidup dalam drama negaranya dan krisis pada zamannya.
2. Mencari sesuatu. Penafsir tidak masuk kebidangnya dengan tangan kosong,
tanpa mengetahui apa yang dicarinya. Ia tidak memiliki kesadaran yang netraI,
tetapi memiliki keberpihakan.
3. Sinopsis dari ayat-ayat yang membahas satu tema. Keseluruhan ayat yang
membahas 5atu tema-minat dikumpulkan, sekaligus dibaca dan dipahami
beberapa kali secara bersamaan sampai orientasi yang utama dan keseluruhan
ayat tersebut muncul.
4. [(lasi1ikasi bentllk-bentuk lingllistik. Penampakan yang pertama dari rnakna
adalah betuk linguistiknya, yang berupaya dikJasifikasikan oleh analisis-isi
.ISHanaJi, Islt.Jm IVahyu .)'['klller, Op. cit., h. 213
46
(content-analysis). Linguistik ini meliputi kata keIja, kata benda, kala keIja
waktu, kata sifat, pengucapan, (jan waktu.
5. Membangllll struktur. Sete!ah belltuk-bentuk !inguistik memberikan orientasi
kepada makna, si penafsir mencoba untuk membangun struktur dari hal itu,
hergerak dari makna menuju ohyek.
6. Menganalisa sitl.lasi faktual. Setelah membangun tema sebagai strl.lktur yang
ideal, penafsir bergerak ke realitas faktua! seperti kemiskinan, penindasall, hak
asasi manusia, kekuasaan, kekayaan dan lain-lain.
7. Perhandingan antara yang ideal dengan yang fiil. Penaf<;ir melakl.lkan
perbandingan antara struktur ideal, yang didedl.lksikan dengan menggnnakan
analisis-isi terhadap teks, dengan situasi faktua1, yang diinduksikall dengan
menggunakan statistik dan ilmu-ilmu sosia!.
8. Penggamharan model-model tindakan. Si penaf<;ir itll sendiri hergerak dari teks
ke tindakan, dari teori ke praktek, dari memahami ke merubah.
Hana!] dalam menerapkan penafsiran ai-QuI"an menggahungkan tiga
komponen dasarnya. !'erlama, Ada sehagai kesedaran indiviclu, kedua mengacla
clengan yang lain, dan keliga mengada di dunia. Untuk itu, herikut ini kami
cantumkan hagan metode penafsiran al-Qur'an tematik dan H"ssan Hanafi yang kami
kutip dalam buku yang sudah diterjemahkan ke dalatn bahasa Indcnesja_~i'-)
---_...~~--~-_._-
""ibid.• h. 21,
47
Bagan Metode Penafsiran Hanafi
Mengada
Dengan yang lain (2)
"-- ,~M engada di Dunia (3)
Keterangan:
I, Kesadaran individu adalah pusat dunia, Ada sebagai Besinnung adalah
( ' 50 Ad d' b . E d' d 1 . 'I h.,ogifO ergo sum. a lse ut Juga go I a am penstl a an yang
digunakan Fichte,51 diri menempatkan dirinya berlawanan dengun
:"i"Cogi!o e/~t,:ro sum" adalah dalil yang terkenal dari Descartes yang mernpunyai arti "aku
bertikir, maka saya ada," Pengenian ini menurut Descartes mengandung pengertian yang cukup luas,tidak hanya sekedar berfikir tetapi meliputi kegiatan sadar yang lain seperti: memgikan, memahami,membayangkan, berkehendak, berimajinasi. dUll merasa. lni adalah yang pertama. Kedua, pemyataancogito ergo slim seearn harfiah diterjemahkan: "Saya berfikir, maka saya ada:' tctapi Descartesmengartikan, "Saya menyadari. maka saya ada" karena kata "menyadarj" diartikan sebagai "aku" yangsadar, yang mengenal diri sendiri (imanentisme Descanes). Lihat ]oko Siswanto. Sislem-sislcmMetafisika Bamt dar; Aristoleles sampai Derida. (YogyakaI1a: Pustaka Pelajar, 1998). eet. Ke- J. h, 24
"JG Fiehte (1762- J8 14) adalah seorang ahIi filsafat kelahiran Rammenau, Jemlall Ia
merupakan penggemar Immanuel Kant dan sernpat belajar eli Koningsbergen rnengambil studi teologiadan filsafat. Salah satu ajaranfilsaf:atnya yang terkenal adalah FVis.'iel1.vc!Jt!(is!ehre atau "ajaran ilmupengetahuan." Yang didalamnya memuat riga daliI. Per/ama, Ego atau "Ah.'1i" meng-ia-kan dirinyasendiri. atau Ego meneguhkan bahwa ia ada. Kedllo, Ego meneguhkan adanya yang "'bukan Ego" yangc1apat di bagi-bagi artinya Ego sekarang tidak tunggaL Ketiga, Ego didajam kesadarannya berhadapanmuka eli suatu dunia. Keliga e1aW inilah yang dipakai olehHanafi dalam komponen e1asarpenafsirannya. Iviengenai Fichte lebih lanjut baca Harun Hadiwijono, Sari SeJjarah Fil'i£~fal Baral 2(Yogyakarta: Kanisius, 1997), cet. Ke-13 h, 88-89
48
duma eksternaL Diri identik dengan dirinya sebagai kesadaran diri,
yang pertama ada, sebuah tindakan kesadaran, sebuah perasaan,
sebuah keinsafan, sebuah pencerahan, sebuah pekerjaan. Ada adalah Ada
yang sadar, bukan yang bersifat material. Penemuan tubuh adalah
cogito ke dua. Ada terbagi manjadi dua, pertama Ada dalam wal..tu
dan yang kedua Ada dalam ruang. Kesadaran individual adalah
keseluruhan dunia termasuk indera, ekstemal dan internal, persepsi indera,
kognisi, perasaan, emosi, motivasi kecenderungan, tindakan, dan lain-lain.
2. Mengada dengan yang lain menunjukan dUllia manusia, dunia sosial dan
intersubyektifitas, hubungan di antara individu dengan individu lainnya di
dalam pernikahan, sebagai ayah, ibu, anak, saudara laki-laki, saudara
perempuan, dan ternan. Hubungan politik telmasuk di dalamnya terdapat
hubungan antara warga negara dan pemerintah. Selain itu terdapat
hubungan ekonomi dan sosial.
3. Mengada di dunia merujuk kepada hubungan di anlara kesadaran individu
dengan alam, dunia benda-benda. Alam diciplakan untuk ditundukkan
oleh manusia. Alam penuh tanda-tanda yang menunjukkan asal-usul dan
signitJkansinya. la tunduk kepada manusia. la merujuk apa yang ada di
Iangit dan di bumi52
51Alam yang merujuk ke langit meliputi: angkasa, matahari, bulan, bintang, angin, awan, dan
gunung. Sedangkan aJnm yang memjuk ke burni meliputi tiga bagian, pertama air; sungai, mata air,SHTIlUT dan Jaui. Kedua, tumbuh-tumbuhan; sayur-sayuran, lernbah, padang rumput, s3\vah, kcbul1,pohon, hasil bumi, buah dan bunga. Ketiga, hewan; ternak, binatang buas, serangga dan lalat.
49
Secara ringkas dapat dipahami Hanafi dalam melakukan penafsirannya
berangkat dari fungsi kesadaran individual. Teks menuju ke kesadaran individual
menciptakan suatu dimensi historis. Sejarah memperlihatkan sisi dalam ruang dan
waktu manusia. Interpretasi adalah realisasi fakta-fakta religius seperti hal
pengalaman fisik setelah penerimaan fakta tersebut oleh kesadaran historis.
Kesadaran historis terbuka terhadap kesadaran penafsiran yang memiliki satu fungsi
radikal sebagai interpretasi yang sebenarnya.53
"Hanafi. Les Methodes J) "Exegese. Op.cit h. 161
BABIV
KOMPARATIF PENAFSIRAN FAZLUR RAHMAN DAN HASAN HANAFI
A. Sample Aplikasi
Kosmologi, dalam sejarah pemikiran Islam klasik, menduduki agenda
pemikiran yang eukup penting. Perdebatan sengit yang berlangsung waktu itu telah
"memilah" kaum muslimin kedalam dua kelompok ekstrim; tradisionalis yang
diwakili oleh Asy'ariyah dan rasionalis yang diwakili Muta'zilah. Kosmologi dalam
hal ini dimengerti sebagai teori tentang asal usul alam semesta. I
Kosmologi semata-mata membahas keduniawian yang bertujuan untuk
memperoleh hikmah atas rahasia-rahasia tersirat dari al-Qur'an keeil yang selama ini
sudah kita kenaI. Oleh karena itulah sistematika al-Qur'an dengan 114 surat dan
6.236 ayat yang ada di dalamnya juga dapat bereampur dan berisi masalah kehidupan
umat manusia seeara aeak berdasar urgensi ajaran akhlak, hukum dan tauhid sehingga
penyampaian masalah-masalah dunia lebih mempakan tamsil untuk meneapai ajaran
akhlak, hukum dan pengakuan kebesaran Allah yang dimaksud2
I. Konsep Alam Semesta dalam AI-Qur'an
Kata alam dialihkan ke dalam bahasa Arab dengan 'a/ammo Dalam al-Qur'an
hanya ada kata 'a/alliin dalam bentuk jamak. Kata ini terulang dalam al-Qur'an
IYudhie R. Bartana, l\1ay Rachmawatie, (Ed.), .rll-QlIT 'an; Buku )YlIlg menyesatkan dan HukuyangAfencerahkan, (BekasL Gugus Pres, 2002), Cet. Ke. 1, h. 216
2Lihat H. Machmud Ranusemito, Aiemahami Pew KaJJdungan al-Qur'all, (Tangerang:Mahligai PiJihan. 1999), h. 137
50
51
sebanyak 73 kali tersebar dalam 30 surae Kata 'alamin dalam aI-Qur'an diartikan
oleh ulama sebagai kumpulan makhluk Tuhan yang berakal atau yang memiliki sifat-
sifat yang mendekati makhluk yang berakaI (tumbuh, bergerak, dan merasa). Arti ini
didasarkan pada kata 'alamin yang merupakan bentukjamak muzakkar yang biasanya
dikhususkan untuk makhluk berakal. Karena itu, dikenal alam malaikat, alam
manusia, alam jin, alam tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Akan tetapi, tidak dikenal
istilah alam batu dan tanah karena batu dan tanah tidak memenuhi kriteria di atas.
Menurut Muhammad Abduh, seorang mufassir Mesir, itulah kesepaka!an orang Arab
dalam penggunaan kata 'alamin. Mereka tidak menggunakan istilah yang ada4
Dari sejumlah 73 kali kata 'alamin dalam al-Qur'an, 42 kali yang terdapat
dalam 20 surat, dilalui oleh kata rabb (Tuhan), sedangkan sisanya 31 kali dalam 7
surat tidak didahului oleh kata rabb 5 Istilah alam semesta nampaknya terekam dalam
al-Qur'an dengan sebutan langit dan bumi dan segala isinya (al-samawat wa al-Ard/z
wa ma hayna/zuma). Istilah ini ditemukan dalam al-Qur'an sebanyak 20 kah yang
tergelar dalam 15 surat. Awal pemuatannya ialah surat al-Ma'idah dan Shad tiga kali,
sura! al-Dukham dua kah, surat al-Hijr, Mmyam, Thaha, al-Furqan, al-Syu'ara,
aI-Rum, al-Sajdah, al-Shaffat, al-Zukhruf, al-Ahqaf, Qaf dan al-Naba, masing-masing
satu kali."
JMuhammad Fuad Abdul Baqi, AI-Ail! Jam al-Al1{fahras Ii a/~1~ld::: aI-QuI' 'an al-]'(arim,(Ca;ro: Daml Hadis, 2001), h. 589 - 591
4Yayasan Bimantara, Ellslk/opedi AI-Our 'an. (Jakarta: In1ennas3, 1997. h. 105Ibid, h. 20 -
(iYudhie K Hartono dan May Rachma\vati, (Ed.), AI-QuI' 'ail; Buku .rang kfenyesatkan danBllkll yang lvfencerahkall. Op.cil., h. 220
52
Informasi mengenai penciptaan alam semesta cukup banyak dan tersebar
dalam berbagai surat. Menurut Dr. Mir 'Aneesuddin, M.Sc. paling tidak ada lima kata
yang dianggap mewakili pengertian penciptaan. Pertama al-Badi artinya "pencipta
pertama" dalam surat al-Baqarah ayat 117, Kedua al:fatir artinya "Dia yang memulai
penciptaan" dalam surat al-An'am ayat 14, Ketiga al-Khaliq artinya "pencipta" dalam
surat al-An'am ayat 73, Keempat al-Bari artinya "Dia yang membuang, melenyapkan
atau memurnikan," dan kelima al-Musawwir artinya ''yang memberi bentuk
penciptaan," Keduanya terdapat dalam aI-Qur'an surat al-Hasyr ayat 24 7
Mengingat begitu banyaknya ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara mengenai
proses penciptaan alam semesta ini berikut ini kami cantumkan konstruksi
penciptaannya, dan kami hanya mengambil ayat-ayat yang kami anggap dapat
mewakilinya antara lain:
a. Bahwa Allahlah yang mencipta alam semesta ini, sebagaimana tersebut dalam
surat asy-Syu'araa ayat 24 yang berbunyi :
"1\111.\'0 me}~jall'ab: "Tuhan pencipta langit dan hUnit dan apo-apa yang di antaraKeducmyo (ilulol1 1'UI1071I11U).)lka I<omu sekalion (orang-orang) mempercaym-Nvo. .",
b. Dengan mengataakan 'kul7 fClyakul7, "jadilah lalu jadilah", sebagaimana
dalam surat al-Baqarah ayat 117 yang berbunyi :
7Mir. Aneesuddin, Fi.J/wa aI-QuI' 'all Tenlang Alam ~)'emesta, (Serambi: Jakarta, 2000), eet.Ke-I h. 31-32
i{Departemen Agama RI, AI-QuI' 'all dan Teljemalmya, (Semarang : Toha Putra, 1989), h. 574
53
"Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar, dan benarlahperkataannya di waktu Dia mengatakan "Jadi/ah, lalu terjdi/ah. "
c. Allah menyempumakan ciptaan-Nya, seperti tercantum dalam surat al-Mulk
ayat 3 yang berbunyi :
\j w \Ai' . . II .: 1" • .' L... \]l.c.b wi La...u, .; 1" illt=:'".J .J lY' ~..)-' ~~ i.S.J-l . ,j C;:'-'""~ '-#
.J# t.Y> i.SY ~ ~I"Yang telah meneiptakan tUjllh langit berlapis-lapis. Kamll sekah-kali tidak mehhatpada eiptaan Tlihan Yang Maha Pemllrah sesuatll yang tidak seimbang. Makahhatlah berulang-ulang, adakah kamll hhat sesuatll yang tidak seimbang ? "
d. Allah menciptakan alam semesta ini tidak main-main, ini terlihat jelas dalam
surat al-Anbiyaa' ayat 16 yang berbunyi :
"Dan tidaklah kami eiptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantamkedllanya dengan bermain-main. "
e. Penciptaan alam semesta ini tidak untuk tujuan sia-sia, sebagaimana tersebut
dalam finnannya surat Ali Imran ayat 191 yang berbunyi :
WI,jLo..uJI 0b. ~ U.J~.J M-!~ ~.J 1..l",....J.J L,~.&I U,j~~ 0:!:oJ\
\..iJ\ d~ ~ cili~)lbL I~ wili.. L, lu . '11.J. .. ..J U"'.J .J
"Yaitu orang yang mengingat Allah samhil berchri atau duduk atau dalam keadaanferharing dan lnereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bUllli (~'eraya
berkata) ; "Ya Tlihan kami, tiadalah engkallmenciptakan ini dengan sia-sia, MaliaSud Engkau. maim peliharalah komi dari sikwl7eraka. "
f Penciptaan Alam semesta ini terjadi selama enam masa, hal ini salah satunya
terdapat dalam surat Yunus ayat 3 yang berbunyi :
54
~ tGjL..>\ ~ rl:l1~~ cY:>.J':II J wl..,l........J1~l.f~I<!il1 ~.J ul
)Ui 0 J..l;\Cl! rS·u <!ill rSJ~ .w~J ~ ()-A Y]~ lJ-'> La y':Il ...J+l:l ViyJ\
UJ~
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciplakan langil dan bumi dalamenam masa, kemudian Dia bersemayam di alas 'A1:~y (singgasana) untuk mengalursegala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa 'al keeuali sesudah adakeizinan-Nya (Dzat) yang demikian ilulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia.Maka apakah kamu lidak mengambil pelajaran ?"
g. Penciptaan alam semesta sudah sesuai dengan ukuran, sebagaimana surat al-
Qamar ayat 49 yang berbunyi :
"Sesungguhnya Kami meneiplakan segala sesualu menuntl ukuran"
h. Sedangkan tujuan dari penciptaan alam semesta ini adalah untuk rahmat bagi
manusia, ini dapat kita jumpai pada sura, aI-Baqarah ayat 29 yang berbunyi :
&'" i.Y>1~ "WI ~J i..Gjw>1 /J~ lYo.J':I1 ~ La P ~lf~1 .JA
~,,~ ~ JAJ WI..,I_""",
"Dia-Ialt Allah, yang mel/jadikan segala yang ada di bumi IIntuk kamu dan Diaberkeltendak (meneip/akan) langit, lalu dijadikan-Nya IUjuh langil! Dan Dia A'falta11,4engetahui segala sesualu. "
Dalam aplikasi mengenai alam semesta ini penuJis mengupasnya dalam dua
pembahasan utama. Per/ama mengellai proses penciptaan dan tanda alam semesta
yang kedua, mengenai penaklukan alam oleh manusia. Mengingat jumlah ayat yang
bCgltu banyak, maka untuk mempemlUdah analisa hanya membatasi Kedua point
tersebllt llntuk mencari karakteristik dari penafsiran Rahman dan Hanafi tentang alam
scmesla yang penl.1h dengan keseimbangan ini.
55
2. Penafsiran Alam Semesta Menurut Fazlur Rahman
Ditilik dari tujuan penciptaan alam semesta ini di samping untuk memberikan
rahmat bagi kehidupan manusia, juga sekaligus sebagai tanda-tanda kebesaran Allah
bagi orang-orang yang berakal, yang mengetahui, mendengar dan memikirkan serta
bertaqwa kepadanya. Rahman yang terkenal dengan penafSiran tematiknya tak
melewatkan begitu saja mengenai alam semesta yang dihuni jutaan manusia yang
kerap melakukan kerusakan di dalamnya.
Suatu hal yang menarik dari Rahman adalah ketika ia melakukan analisa
terhadap alam semesta ini telah mengeluarkan doktrin fundamental dari al-Qur'an, di
antaranya yang Pertama bahwa alam semesta ini merupakan sebuah kosmos, sebuah
tatanan. Kedua bahwa alam semesta merupakan suatu tatanan yang berkembang,
yang dinamis. Kettga bahwa alam semesta bukanlah suatu permainan yang sia-sia,
tetapi harus ditanggapi secara serius ; manusia harus mempelajari hukum-hukumnya,
yang merupakan bagian dari perilaku Tuhan, dan menjadikannya sebagai panggung
dari aktivitas manusia yang punya tujuan9
Untuk melihat ketiga doktrin fundamental mengenai alam semesta itu berikut
adalah bagaimana awal mula Rahman mengemukakan 1entang metafisika penciptaan.
Salah satu kata yang ampuh Allah SWT dalam mencip1akan alam semesta adalah
('kun fayakun) "jadilah lalu jadi", sebagaimana lertuang dalm sural al-Baqarah ayat
I 17 yang berbunyi :
9 Rahman, Neo!nouerllisme ]slam,Op.cil., h. 75
56
"Affah peneipla langil dan bumi, dan bila fa berkehendak (unluk meneiplakan)sesualu, maka eukuplah ia mengalakan kepadanya "jadilah",lalujadilah."
Oleh karena itu Allahadalah pemilik yang mutlak dan alam semestanya yang
tak dapat disangkal di samping pemeliharaannya yang maha pengasih, karena
kekuasan-Nya yang mutlak maka jika Allah hendak menciptakan lngit dan bumi,
maka Dia berkata kepada keduanya: "Jadilah kalian, baik dengan suka maupun
dengan terpaksa. 1O Di sini kemudia Rahman mengkorelasikan dengan surat Fushilat
ayat 11 :
WI.! 1.A..fi .} I.e).. tjW\ ~J;iJ-' 4J JlJj UG....l~J ",WI -..-IllS~I r.:i. 11. lUilc..>.!"-J _
"Kemudian Dia menuju kepada peneiplan langil. dan langil ilu masih merupakanasap, lalu ia berkala kepadanya, dan kepada bWlli. dmanglah kamu Keduanyamenuju perinlah-Ku dengan suka hali alau lerpakw, Keduanya menjawab .' kamidalang dengan suka hali.
Merujuk ayat di atas Rahman menyatakan itulah sebabnya mengapa semua isi
alam semesta ini menaati Allah "secaI'a otomatis," kecuali manusia yang dapat
mentaati atau mengingkari Allah, Sehingga keselumhan alam semesta sebagai
"muslim." Karena setiap sesuatu yang berada di dalamnya menyerah kepada
kehendak Allah. II
Proses selanjutnya Rahman menerangkan mengenai "pembentangan" alam
semesta adalah ayat: "1!pakah manusia-manusia yang ingkar itu tidak menyaksikan
(mengetahui) bahwa langit dan bumi (jagat raya ini) adalah sebuah masa (ralq) yang
10 Rahman, Tema Pokok ai-Our 'an, h. 95! J Rahman, Loc.cil. -
57
tidak dapat dipisah-pisahkan dan kemudian kami membentangkannya (21:30)12 Bagi
Rahman, ketika Tuhan menciptakan sesuatu yang menjadikan ada disertai pada sifat-
sifat-Nya, pada waktu yang bersamaan dan meIengkapinya dengan hukum-hukumnya
dan diberi potensi-potensi sebagai dinamika dari perkembangan. Yang pertama
(menjadikan ada) yaitu mewujudkan sesuatu dan memberikan bentuk yang disebut
khaliq, sedangkan yang kedua (sifat-sifat) yaitu memberi watak dan dinamika dari
tingkah Iaku itu, yang dinamakan amr atau taqdir. 13
Selanjutnya mengenai keseluruhan proses penciptaan alam semesta ini terjadi
dalam "enam hari" dan setelah itu Allah duduk di atas "arasy," sebagaimana yang
diungkapkan al-Qur'an surat aI-A'rafayat 54 yaitu :
~ csji...ol r.J i'yl~~ u-<:>.3:l\.J ...::J1 .JL.....J1 iJk. ':?~I.&I ~.J uJWI . .- 'II .. ~II ... "11 l.lI.i.::.. <lJ..b., t.' II J4j1 ';' ". - II~ I'Y.'-'-' .J Y"" .J~ .J _ ... .J'T'-' _ ~ lY'Y"-'
L»JWI Y.J.&I ~).,G .)A';JI.J Jb.ll 4..l -y\ •.)A~
"Sesungguhnya 7ii/wn kamu ialah Allah yang lelah menciplakan langit dan bumidalam enam mam. lalu Dia bersemayam di alas arasy. Dia menulupkan malamkepada siang yang mengikulinya dengan cepal, dan (diciplakan-Nya pula) malahari,hulan dan hinlang-hinlang (l1Iasing-l1Iasing) lunduk kepada perinlah-Nya. lngallah,menciplakan dan l1Iemerintah hanyalah hak Allah. Alaha Sud Allah, Tuhan Sel1les!aAlam. ..
Jagal raya ini semua dalam genggaman Allah, dari alas lahta-Nya Allah
mengatur alam sernesta. la menurunkan perintah-perintah-Nya melalui para malaikat
dan ruh kudus. Itu semua menggambarkan kekuasaan serta kebesaran Allah yang lak
lerhingga dan mellyerukan agar mallusia berimall kepada-Nya atau menggambarkan
12 ihid., h. 9513 Muhammad Sholeh, Pemikiran Kosmologi Fazlur Rahman; S'chuah Pendeka/an Teologis,
Skripsi Smjana tidak diterbitkan. (Jakarta UIN SyarifHidayatilllah Jakarta. 2000). h. 40
58
belas kasih-Nya yang tak terhingga dan menyerukan agar manusia bersyukur kepada-
Nya. 14 Setelah itu Ralunan menjelaskan bahwa. pengendalian raksasa atau alam
semesta ini beserta segala proses-proses kausalnya adalah petanda ayat atau bukti
yang paling penting mengenai Penciptanya. 15 Alam semesta beserta keluasan dan
keteraturannya yang tak teIjangkau akal ini harus dipandang manusia sebagai petanda
Allah, karena hanya yang tak terhingga serta unik sajalah yang dapat
menciptakannya. Petanda ini dapat dikatakan sebagai petanda yang 'alamiah."
Petanda-petanda seperti banjir, topan, gempa bumi, hujan lebat di daerah-daerah
gersang, merupakan tanda-tanda yang jelas dan biasanya terjadi jika suatu kaum
telah melakukan kesesatal1-kesesatan secara keterlaluan dan tidak dapat dikembalikan
kepada jalan yang benar. 16 Bahkan pada masa Nabi Muhammad Saw. pun fenomena
alam dijadikan sebagai jawaban atas pertal1yaan kemukjjzatannya sehagai seorang
nabi sebagaimana Rahman memaparkan :
"Orang-orang Makkah (dan kadang-kadang orang-orang Yahudi Madinah)meminta Nabi untuk memperlihatkan mukjizat-mukjizat seperti yang dilakukan olehNabi-nabi di masa lampau sebagai bnkti kenabiannya. Terhadap pelmintaan merekaitu AI-Qur'an memberikan berbagai jawaban. Kegiatan alam dari langit hingga bumi,berbagai fenomena di daratan dan di lantan, dan alam pikiran manllsia itu sendiripokoknya semua fenomena-fenomena alam dinyatakannya sebagai petrmda-petandayang .lela,. Pernyataan ini berdasarkan asumsi, atau untuk membuktikan bahwa Allahyang menciptakan alam semcsta dan yang demikian jelasnya menunjukkankebijaksanaan-Nya di dalam .alam semesta itu juga menurunkan ayat-ayat (yang jugaberarti "pctanda") al-Qur'an.' ,
14Rahman, Tema Pokok ai-QuI' 'an, Op. cit. , h. 96"Ibid h99[(, Ihi,i, h. J0 J17 Ibid, h. 104
59
Salah satu kutipan ayat al-Qur'an yang dilakukan Rahman mengenai pertanda
bagi manusia adalah surat Ali Imran ayat 190 - 191·yang bunyinya :
yWI J}i ,::.1../i .J4:JI.J J:lll1 ~I.J ~}il.J wl.JWI Jl=..~ 0!
wI.JWI Jl=..~ 1.J.J.fi..9J:J.J~~~.J I.\~.J LA~.&I U.J.fi~ l>.l~1 *WI uI~ \..iii! .m1..::...J....: )lbll I~~ LA I.lJ .. ~I.J.. .... ..~l lJ-"'.J .J
"Sesungguhnya dalam penciplaan langil dan bumi, dan silih berganlinya malam dansiang lerdapal landa-Ianda bagi orang-orang yang berakal, (yailu) orang-orangyang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring danmereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (.~eraya berkata): 'fa TuhanKami, liadalah engkau menciplakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, makapeliharalah kami dari siksa neraka. "
Sehubungan dengan petanda Tuban, ayat-ayat al-Qur'anjuga pertanda Tuhan,
karena bersumber dari Tuhan yang menciptakan alam semesta. AI-Qur'an sendiri
menanamkan ayat-ayatnya sebagai tabyin al-ayat, artinya "penjelasan terhadap
petanda-petanda (Allah)" atau "pembawa ke dalam," kemudian sebagai musharri{al-
ayat, artinya "membawa ayat" dan sebagai fashshalna'i ayat, artinya "Kami
menerangkan ayat hingga mendetail," dan ayat bayyinat yaitu "ayat yang jelas. i8
Sebutan hayyinat hanyalah tiga kali digunakan kepada petanda-petanda yang bukan
ayat al-Qur'an. Lebih dari itu Rahman menyatakan bahwa al-Qur'an menyatakan
kepada kita bahwa alam semesta adalah indeks (ayah) kepada Tuhan, bal1\\..a hukum
alam adalah bagian dari prilaku-Nya (sunnah). Oleh karena itu alam semesta
berkaitan dengan Tuhan sebagaimana halnya karakter berkaitan dengan manusia, atau
"Ibid, h. 106
60
dalam suatu pengertian, sebagaimana suatu keseluruhan berhubungan dengan bagian-
bagian-Nya. "Tuhan melebihi alam semesta dan kolektif terhadapnya. 19
Perkaitan yang ·Iebih kuat daripada bayyinat adalah burhan. Perkataan ini
berarti "sebuah bukti yang demonstratif' dan mengandung sebuah faktor yang
memaksakan rasionalitas.20 Jems ayat atau "petanda" yang paling kuat dan yang di
dalam penggunaannya hampir mirip dengan burhan adalah sulthan. Perkataan ini
secara harfiah berarti "otoritas" atau "kekuasaan" tetapi di dalam al-Qur'an
dipergunakan sebagai semacam petanda atau bukti yang memblmgkam lawan21
Keseluruhan penciptaan alam ini diperuntukkan bagi manusia, agar dapat
diambil manfaat dengan sebaik-baiknya bagaimana merawat dan memanfaatkannya,
karena jika salah urus alal11 semesta ini akan membawa dampak yang l11erugikan bagi
kelangsungan hidup bagi l11anusia itu sendiri, seperti dalam surat al-Jaatsiyah ayat 12
sebagai berikut :
. ,... ;..-
U3~
"Allah-fait J'ang menundukkan lautan untu/anu supaya kapal-kapaf dapa1 berlayarpadanya dengan seizin-.Nya, dan supaya kam!! dapa! mencari sebagian karunia-J\!yadan lJ1udah-mudahan kamu bersyukur."
Pesan moral dari ayat-ayat mcngcnai penciptaan alam scmcsta sckaligus
pcnundukkannya olch manusia menurut Rah1!1an tidak lain adalah manusia
disilahkan untuk mcmanfaatkan apa yang ada di alam scmcsta, kescmpatan ini untuk
19 Rahman, AIetode dall A/lerna/if Op.cit, h. 1110 Rahman, lerna Pokok nl-Qur 'an, Op. cit, h. 107" Ibid.. h. 108
61
kebaikan, bukan "untuk berbuat aniaya di atas bumi" (fasadfil-ardh), " inilah sebuah
ucapan seringkali diulang oleh al-Qur'an. Penciptaan bukan untuk main-main
maupun disia-siakanbegitu saja, manusia diciptakan agar ia berbuat kebaikan diatas
bumi, tidak memandang dirinya sebagai Tuhan, dan tidak merasa bahwa dia dapat
menciptakan dan meniadakan hukum moral sekehendak hatinya untuk tujuan-tujuan
yang dangkal dan egois22
3. Penciptaan Alam Semesta Menurut Hassan Hanafi,
Hanafi mengawali penafsiran al-Qur'an tentang alam semesta dengan
mengemukakan pennasalahan polusi yang mulai muneul di dunia modem sekarang
ini, para ahli ekologi dan juga para pengawas kelestarian lingkuan berupaya untuk
melindungi alam. Upaya mereka sebagian besamya sia-sia. Hukum, surat keputusan,
pembatasan, bimbingan, hukuman dan lain-lain tidak mampu untuk memelihara
kemumian alam dari ketidakmurnian manusia dan masyarakat. 23
Untuk mengatasi hal tersebut Hanafi mengupayakan dengan menggunakan
pendekatan kebudayaan, dengan agama sebagai tolak ukurnya, agama adalah sumber
inti dari kebudayaan. la ada pada saat kelahirannya, perkembangan dan pada saat
penyelesainnya. Agama adaJah arns yang utama di dalam setiap kebudayaan nasional.
Dengan menggunakan metode kombinasi dari anal isis 1S1 dan deskripsi
fenomenologis melalui "intuisi tentang esensi" dan tekhnik-tekhnik yang minimum
"Ibid.. 11. 11623Hanafi, Islam lVahyu Sekula, Op.dl., h. 65
62
akan mengarah kepada hasil yang maksima1.24 Langkah ini diambil Hanafi untuk
mencari solusi terbaik dan menghindari kemandegan dalam camt mamt peradaban
yang kian terperosok dalam jurang kehancuran.
Setelah mengemukakan metode yang digunakan Hanafi kemudian
mengumpulkan data untuk di analisis dengan mengatakan :
"Data yang dianalisis pada hakikatnya adalah aI-Qur'an, sumber pertama dariIslam. Semula ayat Qur'an yang berhubungan dengan alam akan dianalisis sesuaidengan metode analisis isi yang SUdall dimodifikasi dan disederhallakan. Hasilnyaakan sangat dijelaskan oleh deskripsi fenomenologis dari pengalaman manusia,lIlengungkap makna dan signifikasi yang sama, yang didedukasikan dari tata-bahasa.Konvergensi dari kedua lIletode ini, dari bawah dan dm; atas akan melllbuktikanidentitas di antara makna dan realitas melalui kognisi dan pengalamml manusia. ,,25
Kemudian Hanafi menguraikan kosa kata yang berkenaan dengan penciptaan
alam semesta. Kata di dalam Qur'an yang berarti alam adalah kata keIja khalaqa
untuk menciptakan, dan kata benda khalaq ciptaan. Kata itu disebabkan sebanyak 253
kali menunjukkan tindakan penciptaan kata keIja lebih daripada ciptaan sebagai kata
benda. Kata kerjanya lebih banyak digunakan dalam bentuk lampau (past tense)
daripada dalam bentuk sekarang (present tense)26 Kemudian Hanafi mengungkapkan
bahwa objek penciptaan adalah selumh dunia dengan merujuk surat al-Baqarah ayat
29 yang artinya: "Dialah yang menciptakan untukmu segala yang ada di mllka bumi."
Telah kami seblltkan pada awal bab tentang penciptaan alam semesta dalam al-
Qur'an.
,., Ihid., h. 66
" Ibid. h. 67'" Ihid, h. 69
63
Dan ayat tersebut Hanafi menegaskan alam diciptakan untuk manusia, untuk
hidupnya dan kegembiraannya. Segala sesuatu di alam telah diciptakan untuk
digunakan, bukan untuk disalahgunakan. Sebagai akibatnya, alam hams dihormati
dan dilindungi. la tidak dapat dihancurkan atau dicemarkan. Proses penciptaan sudah
sesuai dengan ukuran dan proporsi di dalam rnang, sesuai dengan irama dan
pergantian eli dalam waktu27
ltulah mengapa a1am merniliki sebuah peran kognitif, yaitu untuk rnengetahuiTuhan. Alam adalah jalan untuk menuju pengetahuan tentang Tuhan. fa dapatrnembawa manusia menuju Tuhan. Semua fenomena alam adalah tatlda darimanifestasi Tuhan, dari Dia dan kembali kepada-Nya. Kata ayah seperti yang muneuldi dalam a1-Qur'an memilki arti ayat dan fenornena a1am pada saat yang bersamaan.Perkataan Tuhan adalah sebuah tanda alamiall dan tanda alamiall mempakan perkataandari Tuban. Keduanya mempakan bukti dari keberadaan-Nya. Tanda dari Tuhan,perkataan-Nya atau eiptaan-Nya adalah sebuah obyek penghonnatan dan pemujaan28
Dalam penjelasan yang lebih luas kata ayah disebut sebanyak 382 kali, 87 kali
di dalam bentuk tunggal dan 295 kali di dalam jarnak, yang menunjukkan
keberagaman tanda. la juga disebutkan sebanyak 232 kali tanpa kala ganti kepunyaan
dan 150 kali dengan kata ganti kepunyaan, yang menunjukkan fungsi dan tanda. Kata
ganti kepunyaan jamak seperti '·tanda kami" yang beIjumlah 92 kali, disebutkan lebih
banyak dari kata ganti kepunyaan tunggal (58 kali, yang mel1unjukkan balma tanda
adalah untuk masyarakat dan individu2<)
Mengenai alam yang diciplakan untuk manUSla sekaligus sebagai tanda
Hanafi mengutip surat al-Baqarah ayat 164 yang berbunyi :
27 Ihid., h. 70"fhid, h.70-7t'9, Ihid.. h. 161
64
- -:11 &li\1 I., II U 1\~I . i':l\ WI Lu..JI ~I ~ . .. . \e.G fi'-J I.S"'" J .J"(!-U J U:l-'-' J 1..>"".J J J ~ I..s""" U,~ - -
IY:>):ll ~ y.,.,U ~L. ()A ~WI ()A.illl Jj.ji LAJ 0"WI~ \...0,1 y..,JI ~
~~I yb..uJIJ CY-.r!1 Wy~J ~\..:l ,.J,5. <.J-4 4#~J 4J.."...~
U~ f..,i\ ,.:.J~'i IY:>.J':lIJ ~WI
"Sesungguhnya dolam penciplaan langil dan bumi, silih bergantinya malam dansiang, bahlera yang berlayar di laul membawa apa yang berguna bagi manusia, danapa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lafu dengan air itu Dia hidupkanbumi sesudah mali (kering)-Nya dan Dia sebarkandi bumi itu segala jenis hewan,dall pengisaran angin dan awan yang dikendolikan antara fangil dan bumi, sungguh(Ierdapat) landa-landa (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yangmemikirkan. "
Keterangan mengenai penciptaan alam dalam pandangan Hanafi melibatkan
empat tingkatan penciptaan :
Langit dan bumi, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Tuhan menciptakanlangit dan bumi. Ia menciptakan langit. Ia menciptakan bumi dan Ia menciptakansemuanya. Ia meuciptakan siang dan malam, duuia yang hidup untuk manusia. Iamenciptakan tujuh langit dan tanah hat scrta api di bumi. Ia juga menciptakan hidupdau mati, makhluk-makhluk hidup secara berpasangan, laki-Iaki dan perempuan,tumbuh-tumbuhan dan tanaman. Hewan, yaitu ternak juga diciptakan di bumi.Manusia bahkan supra manusia Jinn diciptakan secara bcrpasanganJO
Hanafi secara khusus juga mengamati penundukkan dan penaklukkan alam
oleh manusia. Menurutnya Islam memandang alam takluk kepada manusia dan
manusia tunduk kepada alam. Pandangan ini secara eksplisit diekspresikan oleh aI-
Qur'an dengan kata kerja sakhar yang berarti untuk menaklukan atau untuk tunduk
kepada Tuhan yang menciptakan alam untuk manusia dan menundukkan kepada
manusiaJI
30 Ibid., h. 71" Ibid., h.73
65
Salah satu mjukan finnan Allah yang diambil Hanafi tentang penundukan
alam oleh manusia adalah surat an-Nahl ayat 12 yang berbunyi :
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, ma/ahari dan bulan untukmu, danbintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnyapada yang demi/dan itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaumyang memahami (nya)."
Kata sakhar disebutkan dalam al-Qur'an sebanyak 26 kali dalam bentuk-
bentuk yang berbeda 16 kali dari 26, yang mana berarti lebih dari setengah
penggunaannya adalah dalam bentuk kata kerja lampau orang ketiga tunggal. Hanya
3 kali Tuhan disebutkan dengan kata ganti relatif "yang mana: alla/lti; 3 kali Tuhan
berbicara sebagai orang pertama jamak "kami menundukkan... "sakharnaha; 2 kali
dalam bentuk orang ketiga tunggal dengan kata ganti kepunyaan "Ia
menundukkannya sakharalt; 4 kali dalam bentuk pasif, satu kali dalam bentuk
maskulin tunggal "ditundukkan kepada... " musakltar dan 3 kali dalam bentnk
feminim plural musakharat.
B, I(omparatif Penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi
Karakter utama iafsir pada periode ini umumnya dibangun di aias paradigma
ilmiah obyektif, lalu bagaimana kemudian metodologi tafsir yang hendak ditawarkan
Rahman dan Hanafi dapat menangkap problem sosial dan kemasyarakalan yang kian
variatif inl, Lebih dari itu para pel11ikir Islam hams l11al11pu l11enjel11batani pel11ikiran
66
tradisional dengan pemikir modern sehingga mampu mengembangkan teologi
Qur'ani yang dinamis.
Secara singkat telah kami uraikan biografi sampai pada tataran aplikasi dari
kedua tokoh ini, dalam mel1b'Ungkap metodologi penafsiran al-Qur'an yang tak sunyi
dari kritik dan beragam corak, baik segi bacaan maupun tafsirannya. Baik Rahman
maupun Hanafi, keduanya memiliki semangat pembaharuan pemikiran untuk
reaktualisasi atau pun mampu mentransfOimasikan al-Qur'an untuk masa sekarang
dan yang akan datang, bahkan Rahman lebih menekankan perlunya pemahaman al
Qur'an kepada para intelek-tual muslim. Meskipun keduanya sarna-sarna melakukan
kajian tafsir maudhu 'j (tematik), namun keduanya memiliki karakteristik yang acap
kali memiliki persamaan bahkan tak sedikit perbedaannya. Maka dalam
mengkomparatifkan kedua tokoh 1111 penulis menggabungkannya dalam konteks
persamaan dan perbedaannya.
1. Persamaan Penafsiran Fazlur Rahman dan Hassan Hanafi
Dalam menganalisa persamaan penaL,iran antara Rahman dan Hanafi
sedikitnya ada empat poin antara lain:
Per/ama, gagasan-gagasan keduanya kurang mendapat tempat di negaranya
masing-masing. Rahman dengan pemikirannya bertolak belakang dengan pemikiran
tradisionalis. Pennasalahan pokok yang menimbulkan kontroversi antara para
pembaharu dengan kaul11 tradisionalis di anak benua Indo-Pakistan adalah para
modern is menyakini bahwa al-Qur'an haws dapa! menunjukkan serta memimpin
67
mereka secara efektif dalam menghadapi situasi dewasa ini.32 Sedangkan tradisionalis
menganggap bahwa ide-ide keabadian warisan sejarah kegamaan, atau "Islam
sejarah" yang muncul dari-aplikasi-aplikasi literal al-Qur'an sejak abad ke_7.33 Kaum
modemis memandang keabadian kaum tradisionalis hanya akan menyembah sejarah,
bukan Tuhan, dan telah kelim memahami agama. Jika kita pahami kaum tradisionalis
tidak bermaksud menyembah sejarah melainkan sikapnya yang berlebih-lebiahan
terhadap sejarah yang membuat mereka tidak memikirkan setiap fenomena yang
terjadi. Namun lagi-Iagi persetruan ini dapat ditebak bahwa kaum tradisionalislah
yang banyak mendapat dukungan dari masyarakat ams bawah. Begitu juga yang
dialami dengan Hanafi pada tahun 1997 dia dikecam oleh suatu kelompok ultra
konservatif front cendekiawan al-Azhar (Al-Azhar Scholars Front), menurut mereka,
Hanafi menentang ajaran-ajaran al-Qur'an dan meragukan pandangan-pandangan
Nabi. Meski demikian nasib Hanafi masih bemntung ia berlindung di bawah Asosiasi
Filosuf di Mesir, tak seperti Rahman yang hams hengkang dari negaranya ke mileu
bam yang nota bene memberikan kebebasan intelektualitas yaitu di Chicago.
Kedua, antara Rahman dan Hanafi tidak menggunakan Hadits sebagai
pendukung terhadap penafsirannya. Padahal sudah jelas disebutkan dalam al-Qur'an
surat al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
}:! lssu-issu yang berkembang saat itu selalu tcrkait dengan peradaban Bamt, termasukmasabh perbudakan, wanita dan keluarga, makanan, riba dan bunga bank scrta masaJah hak azasimanusJa.
)) Tautiq Adnan Amal, "Pembaharuan Penafsiran AI-Qur'an di Indo-Pakistan II," Op.cil.,11.69
68
"Apa yang diberikan Rasu/ kepadamu maka lerima/ah dia, dan apa yangdilarangnya bagimu maka tingga/kanlah: dan berlaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah sangat keras hukum-Nya, ".
Rahman memang mengklaim bahwa kebanyakan Hadits didasarkan pada
Sunnah Nabi, tetapi dia juga menambahkan bahwa seseorang haruslah memahami
perkembangan sejarah Islam yang awal ketika menafsirkan Hadits.34 Adapun Hanafi
mengatakan bahwa Hadits (sebagai sumber kedua dari Islam) tidak akan digunakan
karena kemungkinan ketidakaslian, keluasan dan perkembangbiakannya. Sebuah visi
yang langsung, global dan ringkas akan lebih mudah datang dari kesatuan Qur'an,
dari pada dari keragaman hadits35 Meskipun pada dasamya hadis dapat dibuktikan
keotentikannya lIlelalui ilmu ilmu periwayatan Hadis dan asbab al-Wurud, di samping
ilmu-illllu yang lain sebagaimana dalam kajian 'Ulum al-Hadis.
Ketiga, dalam menafsirkan lIlengenai penciptaan alam selllesta ada dua ayat
yang sama-sallla mereka rujuk yaitu surat al-Qolllar ayat 49 tentang penciptaan segala
sesuatu menurut ukurannya ini yang pertama. Kedua surat al-Araf ayat 54 tentang
penciptaan alam semesta ini selallla enam lIlasa. Dalam menjelaskan sebab-sebab
alamiah Rahman lIlengibaratkan 'jika engkau menabur benih dan merawatnya maka
engkau dapat mengharapkan hasilnya; tetapi jika tidak janganlah engkau harapkan.
dan segala proses yang terjadi di alam semesta kausalnya adalah petanda (ayah) atau
34 Taufiq Adnan Amal, Pembaharuan Penafsiran al-Qur'an di Indo-Pakistan I. .JlImalUlllmmul Qur'on, Vol. III No. -I, 1992, h. 46 Dalam cataran kaki Tema Pokok al-Qur'an Rahmanrnengatakan bahwa hadits sebagai campur tangan dan Rasul kepada manusia, sedangkan sunnah,sebagai norma moral untuk manusia
35 Hanafi, Loc.cit.
69
bukti yang penting mengenai penciptanya.36 Lain halnya dengan Hanafi yang
menganggap semua fenomena alam adalah tanda dari manifestasi Tuhan.
Hukum alamdalam al-Qur'an sudah begitu jelas bahwa Allah menciptakan
segala sesuatu yang ada di alam ini dinamakan sunatullah, yaitu ketetapan Allah, tak
sedikitpun mengalami perubahan yang signifikan. lni tersebut dalam surat aI-Fath
ayat 23 yang berbunyi :
"Sebagaimana sualu sunalullah, yang Ielah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kalilidak akan menemukan perubahan bagi sunalullah "
Keempat, baik Rahman maupun Hanafi sarna-sarna memiliki kontribusi yang
cukup gemilang di kalangan insan akademik dalam bentuk buku. Karya-karya
Rahman setidaknya dapat kita jumpai pada tiga periode; pertama periode awal
(dekade 50-an),37 dia menulis tiga buku yaitu Avicenna's Psychology (1952),
Avicenna's de Anima (1959) dan Prohecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy
(1958). Dua karya pertama merupakan teJjemahan dan suntingan karya Thnu Sina.
Sementara yang terakhir mengupas perbedaan doktrin kenabian yang dianut oleh
ortodoksi. Kedua periode Pakistan (dekade 60-an) dia dalam penulisannya terfokus
pada Methodology in History Islamic (1965) yang meliputi evolusi historis tentang
empat prinsip dasar (sumber pokok) pemikiran Islam: al-Qur'an, Sunnah, ljtihad dan
Ijma. Kemudian dilanjutkan dengan peran aktual prinsip-prinsip ini dalam
36 Rahman. Loc.cif..17 Rahman, Metode dall Altematif, Op.cit.. h. 25
70
perkembangan Islam itu sendiri38 Ketiga periode Chicago (dekade 70-an), dia
menulis antara lain; The Philosophy of Mulla Sadl'a (1975), Major Theme of the
Qur'an (1980) dan Islam and Modernity: Transformation ofan illlellektual tradition
(1982). Karya-karya pada periode ketiga ini lebih bersifat norrnatif mumi, bahkan
Rahman mengakui dirinya, setelah membagi babakan pembaharuan pemikiran dalam
dunia Islam, sebagai juru bicara neomodernisme39
Adapun karya-karya Hanafi terkait erat dengan tiga agenda mega proyeknya
"Tradisi dan Pembaharuan," terutama agenda yang kedua, "Sikap Kita terhadap
Barat," atau disebut dengan pengantar menuju Oksidentalisme (Muqaddimah fi'ilm
al-Istighrab), pada tahun 1988. Dalam buku ini Hanafi membagi ilmu ke dalam dua
golongan. Pertama ilmu satelit ('Ulum al-Dawa'ir),40 kedua ilmu anak panah ('Ulum
al-Asham). Karya-karya Hanafi pada dasarnya berangkat dari wahyu kemudian Iahir
ilmu-ilmu satelit (pengeliling) yang berfungsi menciptakan teori-teori, dan ilmu-ilmu
anak panah yang berfungsi membangun metodologi, tem1asuk di sini dalam
membangun metodologi penafsiran terhadap teks meskipun pada awalnya Hanafi
melakukan eksperimen terhadap teks PeIjanjian Lama dan PeIjanjian Barn.
:'\3 Cecep RomJi, Afe/udologi lvlemllhami aI-QuI' 'an: Studt Perbandillgall Fazlur Rahman Jan.Mohammed Arkol/I/. Sktipsi Sarjana tidak diterbitkan, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UlNsyarifHidayatul1ah, 1999), h. 19
J9 Ibid, h. 20,10 Ilmu Satelit (' Ulurl1 a/-DmrCl'lr) ini dibagi menjadi tujuh bagian, adapun bagian yang
eukup populer adalah "Mill al-Aqidah ila al-Tsawrah. Muhmmlah Ii f'adah "Ulum Billa 'Jlm Ushulai-Dill, " yaitu "Dati Teologi ke Revolusi," upaya rekonstruksi terhadap ilmu Ushuluddin." Seeararingkas buku ini menggambarkan pendapat tentang wahyu dan impJikasinya terhadap akidah, sertapendapat tentang kalam (teologi) dan implikasinya terhadap teologi. Lihat Hanafi, Oksidenta/isllle,Op.cil., h. 2 lihat pula Abdul Mu'thi Muhammad Bayumi. "Aqidah dan Librasi Umal: "TelaahPemikiran Hassan Hanafi, Min al-Aqidah ila-Tsawrah," ItI.l1l'iml A/kar: Edisi No.9. 2000, h. 84
71
Narnpaknya dalarn membicarakan ilmu satelit yang beredar eli sekitar ilmu pusat,
yaitu wahyu yang berfungsi menciptakan teori-teori, dan ilmu-ilmu anak panah yang
berfungsi membangun metodologi. Di samping itu, Hanafi telah merancang
pemikirannya dalam tiga karya besar yang terkait dengan hermeneutik, antara lain:
1) Les Methodes d'Exegese Essai sur la Science des Fondaments de la Comprehension,'llmu Uwl al-Fiqh (1965). Disetasi S3-nya yang berisi essai tentallg metodepenafsiran sebagai rekonstruksi ilmu Ushul Fiqih.
2) L 'Exegese de la Phenomenologie (1966). Tentang penafsirall fenomena keagamaan.3) La Phenomwnalogie de L 'Exegese, Essai d'une Hermeneutique Existensialle a Partir
du Neuveau Testament (1967). Menjelaskan tentang studi kritis pada henneneutikeksistellsial dalam kOllteks pellafsiran Perjanjian Bam."
Di samping itu banyak karya-karya dari kedua pemikir besar ini dalam bentuk
artikel yang tersebar di berbagai jurnal.
2. Perbedaan Penafsiran Fazlul' Rahman dan Hassan Hanafi
Allah menciptakan segala yang ada di bumi ini penuh persamaan maupun
perbedaan, maka perbedaan antara penciptaan laki-Iaki, perempuan, bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa, namun di balik itu semua banyak sekali nilai-nilai yang belum
terungkap secara keseluruhan. Demikian halnya perbedaan dalam penafsiran baik
Rahman maupun Hanafi jelas memiliki perbedaan antara lain:
Perlama, corak pemikiran dari Rahman dan Hanafi yang telah mengenyam
pendidikan di Barat ini sangat diminati kaum cendekia di Indonesia. Rahman dalam
menafsirkan ai-QuI" an kunci utamanya terletak pada problem pemahaman, yang
kemudian ia realisasikan dalam dua gerakan gandanya, yang berangkat dari latar
." A. H.Ridwan, R~formasi III/eleklual Islam, Op.cil., h. 20
72
belakang sosia-historis. Sedangkan Hanafi sebagai seorang pemikir yang memiliki
tiga agenda besar yang telah kami uraikan pada bab sebelumnya amat menekankan
pada penarikan al-Qur'an dari realitas yang bukan saja paham tapi bermuara pada
kesadaran. Melihat latar belakang dari masing-masing tokoh ini semangat untuk
meniru gaya Barnt yang lebih rnaju, bagaimana kemudian bisa duduk sejajar dengan
peradaban Barnt, rnaka Hanafi mengeluarkan karya tentang sikap kita terhadap tradisi
Barnt.
Kedua, kernngka rnetodologi yang digunakan, antara Rahman dan Hanafi jelas
berbeda, cialam hal ini Rahman yang kita kenal dengan teori double movement atau
gerakan pulang perginya telah memberikan gambaran bagi kita untuk memahami al
Qur'an dengan terlebih dahulu mengarnati situasi sejarnh yang dipadukan dengan
respon dari aI-Qur'an itu sendiri, kemudian menggeneralisasikan terhadap jawaban
jawaban spesifik cialam menentukan tujuan-tujuan moraI-sosiaI, karena
bagaimanapun aI-qur'an merupakan semangat moralnya yang harus ditampakkan.
Bagian yang akhir Rahman menggabungkan antara situasi kontemporer dengan niIai
nilai Qur'an untuk menuju Islamic Society (Iihat bab Ill). Berbeda dengan ayah dari
Hazim dan Hanan ini dalam membahas tentang 'Metode Penfasiran Tematik atas al
Qur'an pada buku Islam Wahyu Sekuler menyebutkan penafsirannya didasarkan atas
tiga lingkarnn yang saling berhubungan, pertama kesadaran individu sebagai ada.
Kedua, mengada dengan yang lain. Ketiga mengada di dunia. Kernudian dalam
praktek penafsirannya tentang alam semesta Hanafi secara spesifik menggunakan
metode fenomenologi yang secara tidak Iangsung inklusif dalam ketiga lingkaran
73
tersebut. Berangkat dari analisis isi dan deskripsi fenomenologis, yang secara
sederhana dapat kita pahami bahwa kontek analisis isi adalah bagaimana kita
memahami teks, sedangkan deskripsi fenomenologis adalab penjabaran mengenai
pemahaman realitas, yaitu realitas masyarakat, politik, ekonomi, khasanah Islam, dan
realitas tantangan Barat.
Ketiga, tentang hennaneutik. Ditilik dari latar belakang Rahman yang
cenderung sebagai aktivis historisitas lebih cocok disandingkan dengan Gadamer
dengan idenya tentang historisitas, namun bersebrangan ketika memahami efektif
historis, terutama ketika membicarakan subyektivitas ke dalam lingkungan
henneneutik. Lain cerita dengan Hanafi, aktifis yang gandrung dengan pembebasan
ini terinspirasi teologi pembebasan katolik di Universitas Louvain Belgia tahun 1970
an. Henneneutikanya Hanafi terinspirasi oleh pemikiran Bultman yang berangkat dari
demitologisasi sebagai sebuah metode henneneutika eksistensial. Selain itu Hanafi
membangun landasan pemikiran hermeneutiknya di atas empat pilar. Dari khasanah
Islam klasik, ia memilih ushul al-fiqh, sementara fenomenologi untuk memahami
realitas yang terjadi, Marxisme untuk menerangkan keberadaan alam lewat manusia
sebagai dimensi sosial, di samping itu hermeneutika itu sendiri untuk mencari solusi
Qur'ani atas masalah kekinian, yang semllanya itu bersinggungan langsung dengan
tradisi intelektual Baraell lde-idenya tak lepas dari tragedi penindasan yang terjadi di
negara-negara yang dikuasai oleh feodalisme dan kapitalisme yang memicli semangat
untuk 'membebaskan yang tertindas.'
42 Tlham Saenoung, Hel'mel1ewika PembehasGl1, Op,cil., h. 99
74
Keempat, penafsiran alam semesta Rahman berangkat dari ayat-ayat yang
berkaitan dengan proses penciptaan kemudian mencari munasabah ayat baik tentang
penciptaan, tanda-tandanya serta pendudukan alam oleh manusia. Ayat pertama yang
dikutip Rahman adalah surat·al-Baqarah ayat 117 yang berisi tentang penciptaan alam
semesta ini dengan mengucapkan "Kun fayakun" ')adilah lalu jadi1ah" setelah itu
Rahman menganalisa keadaan sejarah masa lalu terutama pada ayat-ayat yang
berkaitan dengan tanda-tanda penciptaan yang menerangkan pertanyaan dari orang
orang Makkah dan Madinah ketika meminta kepada nabi untuk menunjukkan
mukjizat sebagaimana nabi-nabi terdahulu, kemudian Allah memberikan tanda-tanda
alam sebagai jawabannya. Selain itu Rahman juga mengaitkan kata ayat ayat
bayyinat (ayat yang jelas), dengan hurhan (bukti yang demonstratif) dan sultan
(membungkam lawan). Dalam penundukan alam oleh manusia Rahman menegaskan
bahwa Allah menciptakan alam ini untuk dimanfatkan oleh manusia dengan sebaik
baiknya. Karena alam dan fenomena-fenomenanya merupakan ayat yang jelas dalam
al-Qur'an yang mengandung sebab-sebab alamiah dan sebab-sebab ilahiah atau
religills di dalam konteks-konteks yang berbeda dan, jeJas sekaJi, dengan tujuan
tujuan yang berbeda:'J
Hanafi membuka penafsirannya dengan menganalisa kenyataan alam yang
penuh dengan pencemaran dan polusi. Melihat realita yang demikian Hanafi berusaha
mencari ayat tentang penciptaan a]am semesta, terulama kosa kata lerJebih dahllJu
seperti kala khala'la, alamin, ayah dan sakhal'. Kemudian keterangn mengenai sural,
43 Rahman, rewa Pokok, Op.CI1., h. 97
75
Hanafi menulisnya dalam catatan kaki. Dalam hal kosa kata Hanafi lebih luas, seperti
pembedaan kata kerja, kata benda, bentuk tunggal dan jamak selta kata ganti.
Nampaknya henneneutika pembebasannya dalam pembabasan mengenai alam terkait
dengan dunia Muslim yang sekarang telah kehilangan perspektif kebudayaan
semenjak tujuh ratus tahun yang lalu pada masa kemundurannya. Untuk itu
diperlukan sebuah restmkturisasi terhadap kesadaran Muslim.
C. Urgensi Penafsiran AI-Qur'an
Ketika sang waktu bembah maka, kehidupan pun akan mengalami pergeseran,
munculnya tantangan akibat perubahan global tak terelakan. Maka dinamika atas
penafsiran al-Qur' an tak urung mengalami perhelatan yang cukup panjang, kebebasan
untuk berijtihad agaknya mendapat angin segar bagi intelektual muslim. Siapapun
orangnya apa pun kedudllkannya banyak yang membincangkan al-QlIr'an, tergantung
darimana dan apa beground keilmuannya, baik dari ahli sufi, fiqh, falsafi, 'ilmi
bahkan sampai adabi ijtimai yang banyak dipakai kalangan penafsir kontemporer
seperti Rahman dan Hanafi.
Kedua tokoh ini merasa risau dengan kondisi umat Islam di belahan dunia
ketiga, yang mengalami penindasan berkepanjangan, hal ini berakibat fatai bagi
generasi muslim pada periode berikutnya. Apalagi Rahman menangkap minimnya
pemahmmm terhadap al-Qur'an dan analisa terhadap pesan-pesan moral yang terselip
di balik teks, belum terkuak secara sernpurna, sembiJan persepuluh masih terendarn
dalam kubangan sejarah dan hannya sepersepuluh yang dapat dimanfaatkan. Hal itll
76
tentunya membutuhkan pencerahan agar fenomena al-Qur'an dapat diselaraskan
dengan perubahan zaman atau sesuai dengan konteksnya lewat kajian sosio-
historisnya. Tak hanya Rahman, Hanafi yang namanya mencuat lewat gagasan "Kiri
Is!am" ini, tengah mengusung sebuah kerangka metodologi tafsir tematik dengan
kombinasi tiga Iingkarran (ada sebagai individu, mengada dengan yng lain, dan
mengada di dunia) yang Hanafi pinjam dari J.G.Fichte ahli filsafat kenamaan dari
Jerman, yang dijadikan kerangka sebuah metode yang saling berhubungan, tentunya
setelah menganalisa isi teks dan melihat realitas yang terjadi saat ini, pada tataran ini
Hanafi tak lepas dari pengaruh fenomenologinya Edmund Husser!.
Setelah kami mencoba menyelami asper-aspek metodologis dari kedua tokoh
kontemporer ini, masing-masing menggunakan pendekatan yang berbeda, walau
sarna-sarna bercorak adabi ijlimai. Rahman misalnya. la menggunakan pendekatan
historisme, yaitu suatu metode pendekatan yang bemsaha mencari asal usul (generasi)
dan perkembangan suatu institusi44 Sebenarnya pendekatan ini pun agaknya tak jauh
berbeda dengan apa yang dikembangkan para mllfassir klasik dengan asbab al1-
Nuzu!, permasalahannya apakah Rahman di sini hendak menggeser pemaknaan yang
sempit terhadap asbab an-Nuzu! dengan konsep latar belakang historis atas teks atau
tidak demikian? Jika benar-benar mengkaji nilai historisnya atas teks maka Rabman
hams mampu menguak sebab-sebab teks yang tentllnya pembahasannya akan lebih
luas lagi dari asbab ail-Nuzul. Walauplln kita tidak memllngkiri bahwa penafsir hams
+} Lihat Moh. Natsir Mahmud, Orietl/alismc aJ-Qur 'em di Alala Baraf S'ebllah 5'fUdiEvahulI!!: (Semarang : Dimas, 2000), h. 89
77
mampu menganalisa "Iorong waktu" di mana al-Qur'an itu diturunkan dan
menariknya dalam tataran kekinian. Lagi-Iagi sebuah penafsiran suli t untuk
menggap'ai obyektifitas akan tetapi mudah teJjebak dalam ruang subyektifitas.
Hanafi seorang tokoh yang mengantongi gelar doktor dari disertasinya yang
berjudul Essai sur fa methode d'exegase (esai tentang metode penafsiran) ini,
menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yang berangkat dari intiusi tentang
esensi" dan tekhnik-tekhnik yang minimum akan mengarah kepada hasil yang
maksimal. Sehingga institusi akan makna dan persepsi realitas akan menjadi tujuan
akhir dari analisa isi yang berfokus kepada bentuk pembicaraan. Maka metode
penafsiran dari keduanya tak lepas dari ruang dan waktu di mana mereka berada,
meminjam istilah John 1. Esposito bahwa kehidupan merefleksikan zaman, maka
setiap mufassir tentunya telah melihat situasi dan kondisi ketika ia menafsirkan,
dengan kata lain antara teks dan realitas selalu berhubungan, tinggal bagaimana si
mutassir ini mempertajam pisau analisisnya sekaligus mengkolahorasikannya dalam
karya tafsir yang monumental sehingga urgensi dari sebuah penafsiran tak termakan
zaman.
BAB. V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita mengetahui serangkaian penjelasan di atas, maka dapat kita
pahami tingkat persamaan dan perbedaan dalam metodologi penafsiran Rahman dan
Hanafi. Dari sudut persamaannya nampaknya kedua tokoh ini hampir senasib.
Berangkat dari lingkungan yang kurang bersahabat yang dialami di negaranya, sikap
skeptisnya terhadap Hadits yang diyakini umat Islam sebagai sumber hukum kedua
pasca al-Qur'an, sampai kepada kontribusi pemikirannya yang tertuang dalam
berbagai buku. Rahman dan Hanafi telah memberikan gagasan-gagasan yang tidak
hanya diakui di dunia Islam bahkan reputasinya di Barat sangat dikagumi. Sosok
seorang Rahman yang pada tanggal 18 September 1968 mengakhiri jabatan Direktur
Lembaga Riset Islam di masa kekuasaan Ayub Khan ini, telah mampu menata
kembali pendidikan Islam dengan jargonnya "Intelektualisme Islam." Demikian juga
dengan Hanafi telah menyiapkan tiga mega proyeknya melalui "Tradisi dan
Pembahaman. "
Aspek-aspek metodologis penafsiran Rahman dan Hanafi di samping ada
persamaan juga ada perbedaannya. Perbedaan metodologi penafsiranya dapat kita
lihat ketika awal mula mereka terinspirasi untuk melakukan rethinking terhadap al-
Qur'3n agar mampu menjawab tantangan zaman. Rahman memulainya ketika,j'-P# "",
menghadapi kenyataan para intelektual Islam yang harus dibenahi, pasia,·!t5;t \
\
78
79
upaya yang dilakukannya dengan membenahi penafsiran al-Qur'an agar tidak mudah
terpenganm oleh sudut pandang tertentu. Maka mulailah usahanya untuk menafsirkan
al-Qur'an dengan starting poin dari konteks pemahaman sampai teori double
movement-nya yang di dalamnya terdapat pesan untuk memahami sebuah ratio legis
orang harns mempelajari latar-belakang sosio-historis. Hanafi pun punya awal yang
cukup mengesankan, tokoh yang menikah dengan kritikus film Fmida Mar'iy ini,
ingin mencari solusi untuk mengatasi polusi dan pencemaran sebagai ekses dari
peradaban dunia manakala hukum, undang-undang dan para pakar tak mampu
mengatasinya. Kemudian Hanafi mengambil hanya kebudayaanlah yang dianggap
mampu untuk mengatasinya, mengapa demikian! Lebih lanjut Hanafi mengatakan
karena dalam kebudayaan itu ada agaJUa yang datanya bersumber pada al-Qur'an.
Nampaknya dengan mengkaji realitas Hanafi memunculkan arah penafsirannya
dalam bentuk lingkaran sebagaimana terlihat dalam akhir bab III.
Perbedaan keduanya tidak sampai dalam tataran metodologi, antara lain dan
segl hermeneutik yang melingkupi keduanya. Rahman yang mengkaji historisitas
identik dengan Gadamer, namun Rahman menolak pengantar Gadamer tentang
subyektivitas ke dalam lingkungan hermeneutik. Adapun Hanafi dalam
membicarakan hermeneutika ia merintisnya dari dekade 6O-an tepatnya dari disertasi
doktornya yang telah kami singgung sebelumnya. Ternyata Hanafi pun dalam
hermeneutikanya mendapat pengaruh dari Bultmann. Adapun mengenm
'pembebasan' Hanafi merasa perlu untuk melakukan perlawanan dengan dominasi
Barat, dan realitas yang terjadi di be.lahan dunia ketiga.
80
Ketika keduanya membicarakan penciptaan alam semesta, Rahman
mengambil dua kata yaitu "kun fayakun. " Adapun Hanafi mengawalinya dengan kata
"khalaqa." Rahman dalam melihat alam semesta adalah sebagai 'ayah' untuk
dimanfaatkan tidak untuk disia-siakan, sedang Hanafi alam semesta sebagai media
untuk melihat kebesaran Tuhan dan untuk dimanfaatkan sebaik mungkin.
Agaknya sebuah metodologi akan banyak diminati khalayak ramai atau pun
kalangan akademik di dunia Islamjika dalam metodologinya terdapat nilai up to date
nya sangat realistis, yang mampu menjawab tantangan zaman di samping efek praktis
dan sistematis. Secara garis besar kedua tokoh ini memiliki kelebihan secara
intelektualitas, namun tokoh yang sangat potensial ini mengapa tidak dimanfaatkan
oleh negaranya. KeIebihan Rahman dalam menafsirkan al-Qur'an dapat dilihat
dengan elan pesan-pesan moralnya, adapun Hanafi dapat dideteksi dengan
pergumulan yang intens dari beberapa gagasannya yang didukung kemampuannya
membaca realitas yang terjadi. Kekurangannya bagi penulis nampak jelas ketika
keduanya mencoba memahami Hadis Nabi. Apalagi Hanafi di sini inkonsisten
terhadap pernyataannya bahwa dirinya berangkat dari khasanah keilmuan Islam,
namun pada kenyataannya Hanafi tak lepas dari keterpengaruhannya dengan tradisi
keilmuan yang terjadi di Bara!. Sitat leeterpengaruhan agaknya sulit untule
duhilangkan, yang jelas semangat moral dan nilai realitas leekinian al-Qur'an dapat
diselaraskan dengan perkembangan peradaban manusia selagi manusia itu masih mau
menggunakan alealnya dalam mencari solusi lewat pemileirannya, terlebib jika
berleaitan dengan masalah hukum, jilea salah dalam istimbath semoga leita bisa
81
menganggapnya sebagai sebuah ijtihad yang gagal, dan ini pun di mata Allah masih
diharga dari pada orang yang enggan untuk bertafakur.
B. Saran-saran
Nasr Hamed Abu Zaid mengatakan bahwa al-Qur'an tidak lepas dari kondisi
sosial kultura1 masyarakat ketika itu, sehingga 'memper1akukan'nya pada saat ini pun
tak bisa seperti di masa lalu. Dari itu maka memposisikan al-Qur' an agar senantiasa
dapat merespon tantangan zaman, perlu menyiapkan generasi yang memi1iki teologi
Qur'ani tanpa itu semua generasi selanjutnya akan kembali ke masa lalunya 'jumud'
dan 'statis.' Terlalu naif jika kemudian generasi sekarang tak mampu berkarya
menghasilkan wacana penafsiran baru seperti pendahulunya walau sifatnya masih
parsial. Skripsi yang sekarang ada di tangan pembaca ini jauh dari kesempurnaan,
apalagi penulis masih merasakan kesulitan, terutama literatur Hanafi yang banyak
memakai bahasa Prancis. Sebagai coretan akhir penulis menyarankan untuk
mengadakan pengkajian lebih lanjut terhadap Rahman dan Hanafi dari sudut
hermeneutiknya secara sistematis mengingat kajian ini tak lepas dari pemahaman
filsafat yang dapat membantu kita berfikir kritis.
83
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, teIj. Ghufron A. Mas'adi, Jakarta: Rajawali Pers,1999.
Hadiwijono, Harun, Dr., Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1997.
Hanafi, Hassan, Islam Wahyu Sekuler; Gagasan Kritis Hasan Hanafi, teIj. M.z.Husein dan M. NurKhoiron. Jakarta: Inst@d, 2001.
___" Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat, terj. M. Najib Buchori,Jakarta: Paramadina, 1999.
__---', AI-Din wa AI-Tsawrah fi Mishr 1956-1989: AI-Yamin wa AI-Yasar fi AIFikr AI-Dini, vol. 7, Cairo: Maktabah Madbuli, 1989.
___" Les lvlethodes d'Exegese Essai sur la Science des Fondaments de laComprehension, I'lmu Ushul al-Fiqh, Prancis: La Caire, 1965
___, Tums dan Tajdid: Sikap Kita terhadap Turas Klasik. teIj. Yudian Wahyudi,Yogyakarta: Titian IlIahi Press dan Bismillah Press, 2001.
___, "Mengkaji Tradisi untuk Transfonnasi dan Revolusi", dalam Wawancaradengan Zuhairi Misrawi, Taswirul Ajkar, Edisi no. 9,2000.
Hidayat, Komarudin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik,Jakarta: Paramadina, 1996.
Kurzman, Charles (ed.) Wacana Islam Liberal Pemikiran J;,'lam Kontemporer tentangIsu-isu Global, Jakarta: Paramadina, 2001.
Mahmud, Moh. Natsir, Orientalisme AI-QuI' 'an dimata Barat: Sebuah StudiEvalualif,' Semarang: Dimas. 2000.
Nasution, Harun, Prof Dr., Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran danGerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Poespoprojo, W., Dr. L. Ph., S.S, Inlelprelasi; Beberapa Catatan PendekalanFilsalcllnya, Bandung: Remaja Karya, 1987.
AI-Qathan, Manna, Studi Ilmu-Ilmu QUI' 'an, terj. Drs. Mudzakir AS., Jakarta: LiteraAntar Nusa dan Pustaka Islamiyah, 1998.
Rahman, Fazlur, Islam dan /vfodernilas: Tamangan Tramjormasi Inleleklual, terj.Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka 1985
84
__--', Metode dan Altematif Neomodemisme Islam, terj. Taufiq Adnan Amal,Bandung: Mizan, 1989
___ , Tema Pokok AI-QuI' 'an, terj. Anas Mahyudin. Bandung : Pustaka, 1996.
___, Membuka Pintu ljtihad, teJj. Anas Mahyudin, Bandung: Pustaka 1995
Ramli, Cecep, "Hermeneutika Pembebasan Farid Esack", Buletin Wacana, Edisi I,1999
___' Metodologi Memahami al-Qur'an: Studi Perbandingan Fazlur Rahmandan Mohamed Arkoun, Skripsi SaJjana tidak diterbitkan, Jakarta: FakultasUshuluddin dan Filsafat urn SyarifHidayatullah, 1999
Ranusemito, Machmud, HSE., SH., Memahami Peta Kandungan AI-QuI' 'an,Tangerang: Mahligai Pilihan, 1999.
Rumadi, "Kritik Nalar: Arah Bam Studi Islam", Taswirul Ajkar, Edisi no. 9,2000.
Saenong, I1ham B., Hermeneutika Pembebasan; Nfetodologi Tajsir AI-quI' 'anMenurut Hassan Hanafi, Jakarta: Teraju, 2002.
Shaleh, K.HQ., dan Dahlan, HA., Asbabull Nuzul, Bandung: Diponegoro, 2000.
Shimogaki, Kazuo, Kiri Islam, teIj. M.L Aziz dan M.l. Maula, Yogyakarta: PustakaPelajar, 1999.
Sholeh, Muhammad, Pemikiran Kosmologi Fazlur Rahman: Sebuah PendekatallTeologis, Skripsi Sarjana tidak diterbitkan, Jakarta: urn SyarifHidayatullah, 2000.
Siswanto, Joko, Sislem-sislem Nfelajisika Baral dari Arisloleles sampai Derida,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Sumaryono, E., Hermeneutik Sebuah Melode Fils(!fi:zl, YO!''YakaI1a: Kanisius, 1999.
Syurbasyi, Ahmad, Dr., Siudi renlang Sejarah Perkembangan !c!f.i'ir ai-QuI' 'an alKarim, Jakarta: Kalam Mulia, 1999.