SKRINING AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI, DAUN
MINT, DAUN SERAI, PELEPAH PISANG AMBON DAN RIMPANG JAHE TERHADAP
Salmonella paratyphi A
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi
Oleh:
NISA FAUZIAH
K 100 130 202
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRINING AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN
JAMBU BIJI, DAUN MINT, DAUN SERAI, PELEPAH PISANG AMBON DAN
RIMPANG JAHE TERHADAP Salmonella paratyphi A
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
NISA FAUZIAH
K 100 130 202
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Ratna Yuliani, M.Biotech., St.
NIK.957
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRINING AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN
JAMBU BIJI, DAUN MINT, DAUN SERAI, PELEPAH PISANG AMBON DAN
RIMPANG JAHE TERHADAP Salmonella paratyphi A
OLEH
NISA FAUZIAH
K 100 130 202
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ……., ………. 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Maryati, Ph.D., Apt (……..……..)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Agus Purnomohadi, M.Biotech. (……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Ratna Yuliani, M.Biotech, St. (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Azis Saifudin, Ph.D., Apt.
NIK. 956
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 29 November 2017
Penulis
NISA FAUZIAH
K 100 130 202
1
SKRINING AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI, DAUN
MINT, DAUN SERAI, PELEPAH PISANG AMBON DAN RIMPANG JAHE TERHADAP
Salmonella paratyphi A
Abstrak
Salmonella parathypi A adalah bakteri penyebab demam paratifoid. Penyakit ini merupakan
salah satu masalah utama kesehatan bagi masyarakat negara berkembang seperti Indonesia. Beberapa
antibiotik digunakan untuk menyembuhkan demam paratifoid, misalnya amoksisilin, kloramfenikol,
seftriakson dan siprofloksasin. Penggunaaan antibiotik yang tidak rasional menimbulkan
peningkatkan faktor resistensi bakteri terhadap beberapa obat. Oleh karena itu perlu ada
pengembangan dan penelitian bahan alam yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Salmonella
parathypi A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
jambu biji, daun mint, daun serai, pelepah pisang ambon, dan rimpang jahe, serta mengetahui
golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S.paratyphi A.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi disk. Identifikasi golongan
senyawa dalam ekstrak paling aktif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Uji bioautografi
digunakan untuk mendeteksi golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun jambu biji, daun serai, pelepah pisang ambon dan
rimpang jahe memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella paratyphi A, sedangkan ekstrak
daun mint tidak memiliki aktivitas antibakteri. Rimpang jahe memiliki aktivitas antibakteri paling
tinggi dengan diameter zona hambat sebesar 10,83 ± 1,04 mm. Golongan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak rimpang jahe adalah alkaloid, polifenol, flavonoid, tanin, saponin, dan terpenoid.
Golongan senyawa yang diduga memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. paratyphi A adalah tanin
dan polifenol.
Kata kunci: antibakteri, Salmonella paratyphi A, ekstrak, KLT, bioautografi.
Abstract
Salmonella parathypi A is a bacteria that causes paratyphoid fever. It becomes one of the
major public health problems for developing countries such as Indonesia. Many antibiotics are used
to cure it, such as amoxicillin, chloramphenicol, ceftriaxone and ciprofloxacin. The use of antibiotics
irrationally leads to increased bacterial resistance against some drugs. Therefore, it is necessary to
develop and study antibacterial compounds against S. parathypi A. The purposes of this study were
to find antibacterial agents from medicinal plants such as guava, mint leaves, lemongrass leaves,
Ambon banana stems, and ginger rhizome, and identify the class of compounds that have the highest
antibacterial activity against S. paratyphi A.
The disc diffusion method was used to determine the antibacterial activity of ethanol extract
of guava leaves, mint leaves, lemongrass leaves, ambon banana stems and ginger rhizome against S.
parathypi A. Identification of compounds were done using Thin Layer Chromatography (TLC).
Bioautography was used to detect classes of compounds that have antibacterial activity.
The results showed that guava leaves, lemongrass leaves, ambon banana bark and ginger
rhizome have antibacterial activity against S. paratyphi A, except mint leaf extract. Ginger rhizome
has the highest antibacterial activity with diameter of inhibition zone of 10,83 ± 1,04 mm.
Compounds identified in ginger rhizome extract were alkaloids, polyphenols, flavonoids, tannins,
saponins, and terpenoids. Groups of compounds suspected of having antibacterial activity against S.
paratyphi A were tannins and polyphenols.
Keywords: antibacterial, Salmonella paratyphi A, extract, TLC, bioautography
2
1. PENDAHULUAN
Demam paratifoid adalah penyakit enterik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
paratyphi. Bakteri S. paratyphi ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar, infeksi
ditandai dengan demam berkelanjutan, sakit kepala, nyeri perut, denyut jantung lambat, dan
hepatosplenomegali (perbesaran hati atau limpa) (Gerard, 1992). Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2009, jumlah kejadian demam tifoid dan paratifoid di rumah sakit adalah 80.850
kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2010 penderita
demam tifoid dan paratifoid sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien
yang meninggal dunia sebanyak 276 jiwa (Depkes RI, 2010). Demam paratifoid terjadi sekitar 6 juta
kasus setiap tahunnya (CDC, 2015).
Beberapa antibiotik yang poten dan dapat menghambat S. parathypi A diantaranya
siprofloksasin, sefotaksim, ampisilin gentamisin, trimetoprim-sulfametoksazol, dan kloramfenikol
(Yenny dan Herwana, 2007). Obat tersebut dapat menekan invasi disentri yang akut dan
memperpendek jangka waktu gejala (Jawetz et al., 2005). Siproflokasasin obat golongan
fluorokuinolon dengan mekanisme kerja siprofloksasin mengubah struktur DNA bakteri dengan
menghambat aktivitas DNA girase pada bakteri sehingga tidak terbentuk DNA superkoil dan DNA
tidak berhasil direplikasi (Rintiswati dan Praseno, 1998). Hasil penelitian Yanti (2007) menunjukan
bahwa dari 317 sampel penelitian, sudah tampak adanya sampel resisten. Maka perlu diperhatikan
penggunaan antibiotik pada demam tipoid dan demam paratipoid secara benar dan rasional.
Penggunaan obat yang tidak rasional dapat meningkatkan resistensi obat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian dan pengembangan senyawa antibakteri yang poten terhadap S. parathypi A.
Alternatif yang dapat digunakan adalah pemanfaatan tanaman obat seperti jambu biji, daun
mint, daun serai, pelepah pisang ambon, dan rimpang jahe. Tanaman tersebut memiliki aktivitas
antibakteri dengan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) yang berbeda. Daun jambu biji memiliki
nilai KHM terhadap bakteri Staphylococcus aureussebagai bakteri Gram positif dan bakteri
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa sebagai bakteri Gram negatif sebesar 100 µg/mL
(Fernandes et al., 2014). Daun mint memiliki nilai KHM terhadap bakteri S.aureussebesar 2,20
mg/mL. Rimpang jahe memiliki nilai KHM terhadap bakteri S.aureus sebesar 3,56 mg/mL (Betoni et
al., 2006). Pelepah pisang ambon pada konsentrasi 80% memiliki zona hambat terhadap S.aureus
sebesar 13 mm (Alafiah, 2015) dan memiliki diameter zona hambat terhadap E.coli sebesar 18,962
mm (Ningsih, 2013). Daun serai memiliki nilai KHM terhadap E.coli sebesar 14 µg/mL (Ewansiha
et al., 2012). Kelima tanaman tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap masing masing
bakteri, maka besar kemungkinan kelima tanaman tersebut memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.
paratyphi A.
3
2. METODE
Penelitian ini termasuk dalam kategori eksperimental.
2.1 Alat
Alat penelitian yang digunakan adalahtimbangan digital (Ohaus), blender, seperangkat alat
gelas (Pyrex®), Labu Erlenmeyer, rak tabung reaksi, cawan Petri, pinset, ose bulat dan jarum,
mikropipet (Socorex), mikroskop (CX21FS1), bunsen, vorteks (Thermolyne Corporation), oven,
kaca objek, laminar air flow (CV. Srikandi Laboratory), batang pengaduk, neraca analitik (Precisa
XT 120A), kamera, inkubator (Memmert), autoklaf (Hirayama HVE 50), lampu UV 254, UV 366,
dan evaporator (HEIDOLPH Laborato 4000 Efficien WB eco).
2.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun jambu biji, daun mint, daun serai,
pelepah pisang ambon, rimpang jahe diambil dari daerah Sukoharjo, etanol 96%, etanol 70%,
akuades, kristal gentian violet (Gram A), iodium (Gram B), alkohol 95% (Gram C), larutan safranin
(Gram D), minyak imersi, kertas saring, disk antibiotik siprofloksasin, media Mueller Hinton (MH),
media SIM, media KIA, media Brain Heart Infusion (BHI), hidrogen peroksida, lempeng silika gel
GF 254, blue tip, yellow tip, disk kosong, alumunium foil, spirtus, reagen sitroborat, Dragendorff,
vanillin-H2SO4, dan FeCl3.
2.3.1 Penyiapan simplisia
Daun jambu biji, daun mint, daun serai, pelepah pisang ambon, dan rimpang jahe,
dibersihkan dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam kondisi yang terlindung dari
cahaya matahari. Simplisia yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan menggunakan blender.
2.3.2 Sterilisasi alat
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian uji aktivitas antibakteri dicuci dan disterilkan
terlebih dahulu sebelum digunakan. Alat - alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170°C
selama 2 jam. Media disterilkan diautoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit. Ose dan spreader
glass disterilkan dengan lampu spiritus.
2.3.3 Ekstraksi
Ekstraksi menggunakan metode maserasi. Serbuk kering simplisia ditimbang sebanyak 100
gram kemudian dimaserasi dengan 1500 ml etanol 96%. Proses maserasi dilakukan selama 3 hari.
Proses tersebut berada pada suhu ruang dan tidak terkena sinar matahari. Setelah dimaserasi,
simplisia disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh maserat, diperas dengan corong Buchner,
dan ditampung dalam wadah yang tertutup. Filtrat dipekatkan menggunakan vacum rotary
evaporator pada suhu 45ºC hingga diperoleh ekstrak kental etanol 96% (Noorhamdani, 2012). Filtrat
diuapkan dengan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
4
2.3.4 Pembuatan larutan ekstrak
Setiap Ekstrak tanaman diperlakukan sama yaitu dibuat konsentrasi 80% b/v. Ekstrak kental
setiap ekstrak tanaman ditimbang 1,2 mg dan dilarutkan dalam 1,5 ml etanol 96% di masukan dalam
eppendorf lalu divorteks hingga larut.
2.3.5 Pembuatan Media Bakteri
Media MH dibuat dengan cara melarutkan 38 gram media dengan 100 ml akuades dan
dididihkan. Media disterilkan dengan autoklaf dengan suhu 121°C selama 20 menit. Media tersebut
dituang dalam cawan petri dan disimpan pada suhu 2-8ºC.
Media BHI dibuat dengan cara melarutkan 37 gram media disuspensikan ke dalam 1 liter
akuades dan dididihkan. Media dituang dalam tabung untuk disterilisasi dalam autoklaf 121°C
selama 20 menit.
2.3.6 Uji Kromatografi Lapis Tipis
Ekstrak etanol rimpang jahe dilarutkan dengan pelarut etanol 96%. Larutan ditotolkan pada
fase diam yaitu silika gel GF254, ditunggu sampai kering kemudian dielusi dengan fase gerak n-
heksan:aseton (6:4). Bercak pada plat KLT ditunggu sampai kering, kemudian diamati di bawah
sinar tampak, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Plat KLT disemprot reagen sitroborat, Dragendorff,
vanillin-H2SO4, dan FeCl3.
2.3.7 Uji Bioautografi
Uji bioautografi dilakukan untuk mendeteksi senyawa aktif yang memiliki aktivitas
antibakteri. Plat KLT yang telah dielusi ditempelkan pada media MH yang telah diinokulasi dengan
200 µl suspense bakteri. Media didiamkan selama 20 menit kemudian lempeng diambil dan media
diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Media diamati jika ada bercak pada media maka dengan
difusi akan terbentuk zona jernih yang disebut zona hambat. Golongan senyawa yang mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap S. parathypi A dapat diketahui dari nilai Rf bioautografi dan KLT yang
sama.
2.4 Analisis Data
Aktivitas antibakteri tertinggi dilihat berdasarkan besarnya diameter zona hambat pada
bakteri Salmonella parathypi A. Ekstrak tanaman yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dilihat
dari zona hambat yang paling besar. Ekstrak tanaman tidak memiliki aktivitas antibakteri jika tidak
memiliki zona hambat di sekeliling disk. Hasil uji aktivitas antibakteri baik menghasilkan zona
hambat atau tidak, dilakukan replikasi 3x kemudian dihitung rata-rata dan standar deviasi (SD).
Analisis kandungan senyawa ekstrak etanol yang terdapat dalam daun jambu biji, daun mint,
daun serai, pelepah pisang ambon, dan rimpang jahe menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
Bercak elusi pada plat KLT diamati pada sinar tampak, sinar UV 254 nm dan UV 366 nm. Bercak
5
elusi dideteksi dengan pereaksi semprot yaitu sitroborat untuk mendeteksi senyawa flavonoid,
Dragendorff mendeteksi alkaloid, vanillin-H2SO4 untuk mengidentifikasi senyawa golongan saponin
dan terpenoid dan FeCl3 untuk menentukan adanya senyawa tanin dan polifenol.
Uji bioautografi akan menunjukkan golongan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri
dengan melihat zona hambat dan menghitung nilai Rf pada KLT. Golongan senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Salmonella parathypi A ditunjukan dengan nilai Rf bioautografi dan
KLT yang sama.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ekstraksi
Hasil rendemen ekstraksi lima tanaman bervariasi (Tabel 1). Rendemen simplisia yang
tertinggi adalah daun jambu biji dengan nilai rendemen 6,95% dan yang terendah adalah rimpang
jahe dengan nilai rendemen 1,80%. Perbedaan hasil (%) rendemen diduga karena perbedaan jenis
simplisia dan jumlah senyawa dalam sampel.
Tabel 1. Hasil ektraksi lima tanaman Sampel Bobot Serbuk
Simplisia (gram)
Bobot Ekstrak
(gram)
Rendemen (%)
Daun jambu biji 100,09 6,96 6,95
Daun mint
Daun serai
Pelepah pisang ambon
100,14
100,22
101,26
3,83
3,32
5,05
3,37
3,31
4,99
Rimpang jahe 102,11 1,84 1,80
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari campurannya menggunakan pelarut yang
sesuai. Proses ekstraksi berhenti jika sudah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa
dalam pelarut dengan konsentrasi sel tanaman. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi.
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan baik untuk skala kecil
maupun skala industri (Agoes, 2007). Etanol 96% adalah pelarut yang digunakan untuk maserasi
karena merupakan pelarut yang paling universal, dapat menyari sebagian besar zat aktif yang
terkandung dalam tanaman (Sarker et al., 2006). Kerugian dari metode maserasi adalah
menghabiskan banyak waktu dan pelarut yang digunakan cukup banyak. Keuntungannya metode
maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa yang bersifat termolabil.
3.2 Identifikasi Bakteri
Identifikasi bakteri meliputi pewarnaan Gram dan uji biokimia antara lain uji katalase, uji
motilitas, dan uji fermentasi glukosa. Pengecatan Gram dilakukan untuk menentukan golongan
bakteri.
6
Gambar 1. Hasil pengecatan bakteri Salmonella paratyphi A
Hasil pengecatan bakteri S.paratyphi A menunjukkan warna merah artinya bakteri S.
paratyphi A adalah jenis bakteri Gram negatif, dan berbentuk batang (Gambar 1). Hasil pengecatan
sesuai dengan Jawet’z et al (2005) yang menunjukan bahwa S. parathypi A merupakan bakteri
batang lurus, Gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik. Salmonella paratyphi A
tidak memproduksi H2S (Teh C,S,J, dkk., 2014). Bakteri Gram negatif mampu menghilangkan
kompleks warna ungu kristal cat gram A pada pembilasan dengan alkohol, kemudian terwarnai oleh
cat gram D sehingga sel tampak berwarna merah muda (Hadioetomo, 1985).
Uji biokimia bakteri S. paratyphi A dilakukan dengan media KIA, SIM, dan uji katalase.
Media KIA digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri memfermentasi glukosa, laktosa,
membentuk gas, dan memperoduksi H2S.
Hasil uji biokimia S. paratyphi A dengan menggunakan media KIA menunjukkan bakteri
mampu memfermentasi glukosa, yang ditandai dengan perubahan warna media pada bagian tegak
dari merah menjadi kuning. Bakteri S. paratyphi A juga tidak menghasilkan gas dan tidak
menghasilkan H2S. Berdasarkan penelitian Teh et al (2014) S. paratyphi A tidak memproduksi H2S.
Media SIM digunakan untuk menentukan motilitas suatu mikroorgansime atau bakteri. Uji
motilitas sering kali digunakan dalam diferensiasi Enterobacteriaceae (Shields dkk, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hartoyo et al (2006) S. parathypi A memiliki sifat motilitas
yang positif. Hasil yang diperoleh pada media SIM menunjukkan pertumbuhan bakteri menyebar ke
medium yang jauh dari tusukan hal ini berarti bahwa S. parathypi A bersifat motil. Jika pertumbuhan
bakteri hanya di garis tusukan menunjukkan bahwa bakteri bersifat nonmotil.
Uji katalase dilakukan untuk menunjukkan kandungan enzim katalase pada bakteri S.
paratyphi A yang ditandai dengan adanya gelembung udara di sekitar koloni. Enzim katalase dapat
mendegradasi H2O2 di dalam sel sehingga dapat melepaskan H2O2 menjadi oksigen bebas
(gelembung) dan air (Fall et al., 2011). Hasil uji katalase menunjukkan bahwa bakteri tidak
menghasilkan enzim katalase.
7
3.3 Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukan 4 tanaman memiliki aktivitas antibakteri terhadap
S.paratyphi A. Ekstrak yang memiliki aktivitas antibakteri tersebut adalah rimpang jahe, daun jambu
biji, daun serai dan pelepah pisang ambon. Daun mint tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap
S.paratyphi A.
Kontrol positif menggunakan disk antibiotik siprofloksasin. Siproflokasin merupakan
generasi pertama golongan fluorokuinolon (Hooper, 2005). Siprofloksasin dipilih sebagai kontrol
positif karena siprofloksasin poten terhadap bakteri Salmonella sp terutama terhadap bakteri
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (Yanti, 2007). Mekanisme siprofloksasin menghambat
DNA-girase pada organisme yang rentan yaitu dengan menghambat relaksasi DNA superkoil dan
merusak DNA beruntai ganda (DIH edisi 17, 2009). Kontrol negatif menggunakan etanol 96%.
Etanol 96% digunakan sebagai kontrol negatif karena disesuaikan dengan pelarut ekstrak tanaman
yang diuji.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi disk. Metode disk memiliki
kekurangan yaitu ukuran zona bening yang terbentuk tergantung pada kondisi inkubasi, preinkubasi,
predifusi, dan inokulum, serta ketebalan medium (Bonang, 1992; Pelczar et al., 1988). Kelebihannya
adalah mudah dilakukan dan biaya lebih terjangkau. Terdapat dua macam zona hambat pada metode
difusi disk yaitu zona irradikal dan zona radikal. Zona irradikal merupakan daerah yang didapati
pertumbuhan bakteri di sekitar disk dan dapat menghambat walaupun tidak mematikan bakteri
sedangkan Zona radikal merupakan daerah yang tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri di
sekitar disk (Bauer et al., 1966).
Table 2 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun jambu biji, daun mint, daun serai, pelepah pisang
ambon dan rimpang terhadap Salmonella paratyphi A
Bahan uji Rata-rata diameter zona hambat ± SD (mm)
Ekstrak daun jambu biji 7,58 ± 2,74
Ektrak daun mint 6,00 ± 0
Ekstrak daun serai 7,5 ± 2,59
Ekstrak pelepah pisang ambon 6,83 ± 1,44
Ekstrak Rimpang jahe 10,83 ± 1,04
Etanol 96% (K-) 6,00 ± 0
Siprofloksasin (K+) 29,83 ± 2,46
Keterangan:
Diameter pada zona hambat termasuk diameter disk (6 mm)
Hasil di atas merupakan hasil dari 3x uji
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun jambu biji, daun mint, daun serai, pelepah
pisang ambon dan rimpang jahe terhadap S. paratyphi A menghasilkan diameter zona hambat paling
besar adalah ekstrak rimpang jahe (Tabel 2). Rata rata diameter zona hambat ekstrak daun jambu biji
7,58 mm, Ekstrak daun serai 7,5 mm, ekstrak pelepah pisang ambon 6,83 mm, ekstrak daun mint
8
tidak memiliki diameter zona hambat dan ekstrak rimpang jahe adalah 10,83 mm. Hal ini
menunjukan esktrak rimpang jahe memiliki aktivitas antibakteri tertinggi terhadap S. paratyphi A.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Hanief (2013) ekstrak etanol rimpang jahe memiliki rata-rata
diameter zona hambat sebesar 11 mm terhadap Streptococcus viridans. Pertumbuhan bakeri
Streptococcus viridans dalam media pertumbuhan agar darah. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya terdapat sedikit perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaan dipengaruhi oleh media
pertumbuhan bakteri dan tempat perolehan tanaman di Bogor. Sedangkan penelitian ini
menggunakan media MH dan tempat perolehan tanaman di Sukoharjo.
3.4 Uji Kromatografi Lapis Tipis
Uji kromatografi lapis tipis bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat
dalam ekstrak etanol rimpang jahe. Kromatografi lapis tipis umum digunakan untuk mengetahui
secara kualitatif senyawa aktif dalam preparasi obat (Wagner dan Bladt, 1996). Hasil uji
pendahuluan fase gerak dengan beberapa perbandingan diperoleh n-heksan:aseton (6:4) yang mampu
memisahkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Ekstrak yang digunakan untuk uji KLT
adalah rimpang jahe karena memiliki daya hambat paling tinggi. Hasil KLT yang diamati sebelum
diberi pereaksi semprot pada sinar tampak, UV 254 nm, dan 366 nm menunjukkan adanya
pemisahan bercak. Dari hasil elusi KLT dapat ditentukan nilai Retardation factor (Rf) yang
merupakan jarak angka banding antara warna yang timbul dengan jarak batas yang telah ditentukan.
Nilai Rf dapat dihitung dari jarak titik warna dari batas bawah dibagi dengan jarak titik batas bawah
ke batas atas. Senyawa yang memiliki nilai Rf besar maka kepolarannya rendah. Senyawa yang
mempunyai kepolaran tinggi akan tertahan kuat oleh fase diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang
kecil (Gandjar dan Abdul, 2007).
Hasil analisis KLT dan identifikasi golongan senyawa setelah diberi pereaksi semprot
sitoborat UV 366, FeCl3 sinar tampak, Dragendorff sinar tampak, vanillin-H4SO4 menunjukan
ekstrak rimpang jahe mempunyai kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid dan
tannin (tabel 3).
9
Table 3. Hasil analisis KLT ekstrak etanol rimpang jahe
Warna bercak
Nilai
Rf
Sinar
tampak
Sinar UV Sitroborat Dragendorff Vanilin-
H2SO4
FeCl3 Perkiraan Senyawa
254
nm
366
nm
UV 366
nm
Sinar
Tampak
Sinar
Tampak
Sinar
Tampak
0,15 - - - - OC - - Alkaloid
0,25 - P K KH - - - Flavonoid
0,37 - P - - - - - -
0,42 K P - - - M C -
0,45 - - - C OC - - Alkaloid
0,5 K P Mm - - C A Tanin, Polifenol
0,62 - - B B - K - Saponin,
Terpenoid
0,75 - - - - - U - -
0,87 - - - - U A - -
0,92 - P - - - B - Tanin,
Saponin,
Terpenoid
Keterangan : A = Abu-abu B =Biru KH= Kuning Hijau Mm = Merah muda
H = Hitam K =Kuning P = Pemadaman OC = Orange Coklat
C = coklat U =Ungu M = Merah AH = Abu kehitaman
Analisis golongan senyawa dalam ekstrak rimpang jahe menggunakan KLT dengan melihat
warna bercak yang timbul setelah diberi pereaksi semprot. Pereaksi semprot yang digunakan yaitu
sitroborat, vanilin-H2SO4, Dragendorffdan FeCl3. Deteksi senyawa flavonoid dengan menggunakan
pereaksi sitroborat. Hasil positif rimpang jahe memiliki kandungan senyawa flavonoid setelah diberi
pereaksi sitroborat kemudian diamati di bawah UV 366 nm menunjukan fluoresensi warna kuning
kehijauan pada Rf 0,25. Pereaksi semprot Dragendorff digunakan untuk mendeteksi senyawa
golongan alkaloid. Setelah KLT disemprot pereaksi Dragendorff dan diamati dibawah sinar tampak
menunjukan adanya bercak warna oranye coklat pada Rf 0,15 dan Rf 0,45. Ekstrak etanol rimpang
jahe positif mengandung senyawa alkaloid. Pada sinar tampak, alkaloid setelah diberi pereaksi
semprot Dragendorff berwarna coklat atau oranye-coklat (Wagner and Bladt, 1996). Pereaksi
vanilin-H2SO4 digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan saponin dan terpenoid. Deteksi
senyawa saponin dan terpenoid menunjukkan bercak warna biru, biru-ungu, dan kuning-merah atau
kuning pada sinar tampak setelah diberi pereaksi semprot vanillin-H2SO4 (Wagner dan Bladt, 1996).
Setelah plat KLT disemprot vanillin-H2SO4 dan diamati di sinar tampak, tampak adanya bercak pada
Rf 0,92 warna biru, Rf 0,42 warna merah, Rf 0,5 warna coklat, Rf 0,62 warna kuning, Rf 0,75 warna
10
ungu, Rf 0,87 warna abu-abu, Rf 0,92 warna biru. Hasil uji positif ekstrak rimpang jahe memiliki
kandungan senyawa saponin dan terpenoid. FeCl3 dapat mengidentifikasi adanya senyawa tanin dan
polifenol. Senyawa tersebut akan memberi bercak berwarna abu-abu, hijau sampai biru bila
disemprot pereaksi FeCl3 (Harbone, 1996). Hasil penyemprotan FeCl3 menghasilkan bercak pada Rf
0,5 warna abu-abu, artinya etanol rimpang jahe positif memiliki kandungan senyawa tanin dan
polifenol.
Hasil uji KLT ekstrak etanol rimpang jahe, menunjukkan bahwa golongan senyawa yang
terdapat dalam ekstrak rimpang jahe adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin, dan
terpenoid.Menurut penelitian Ma’ruf (2011) terdapat senyawa terpenoid dan flavonoid dalam ekstrak
rimpang jahe. Kandungan golongan senyawa yang terdapat pada jahe adalah alkaloid, flavonoid, dan
tanin (Sangi et al., 2008). Hasil uji KLT menunjukkan adanya kesamaan yaitu adanya kandungan
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan terpenoid. Hasil uji KLT juga memiliki perbedan yaitu
saponin dan polifenol, kemungkinan terjadinya perbedaan karena tanaman yang diambil dari tempat
berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan senyawa.
3.5 Uji Bioautografi
Hasil uji bioautografi ekstrak etanol rimpang jahe menunjukkan adanya zona jernih pada
Salmonella paratyphi A pada Rf 0,5. Berdasarkan analisis KLT bercak pada Rf 0,5 merupakan
golongan senyawa tanin dan polifenol.
Gambar 5. Hasil bioautografi ekstrak rimpang jahe
A: Uji 1 B: Uji 2
Bioautografi adalah metode yang spesifik untuk mendeteksi golongan senyawa pada bercak
kromatografi lapis tipis (KLT) yang mempunyai aktivitas antibakteri. Uji bioautografi dilakukan
untuk mengetahui golongan senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak etanol rimpang
jahe. Polifenol sebagai agen antibakteri berfungsi sebagai toksin dalam protoplasma, menembus dan
Rf 0,5
Rf 0,5
A B
11
merusak dinding sel serta mengendapkan protein sel bakteri. Polifenol dapat menyebabkan
kerusakan pada sel bakteri, menginaktifkan enzim, denaturasi protein, dan menyebabkan kebocoran
sel (Heyne, 1987).
Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim DNA topoisomerase
dan reverse transkriptase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Nuria et al., 2009). Tanin
mempunyai aktivitas antibakteri yang dapat menginaktifkan sel mikroba dan juga enzim, serta
menghalangi transport protein pada lapisandalam sel (Cowan, 1999).
4. PENUTUP
Ekstrak etanol rimpang jahe memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella paratyphi A
dengan diameter zona hambat sebesar 10,83 ± 1,04 mm, daun serai 7,5 ± 2,59 mm, daun jambu biji
7,58 ± 2,74 mm, pelepah pisang ambon 6,83 ± 1,44 mm. Ekstrak yang tidak memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Salmonella paratyphi A yaitu daun mint. Golongan senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi dalam menghambat Salmonella paratyphi A adalah tanin dan polifenol
pada ekstrak rimpang jahe.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes G., 2007, Teknologi Bahan Alam, ITB, Press Bandung.
Aibinu I., Adenipekun T., Adelowowtan T., Ogunsanya T., Odugbemi T., 2007, Evaluation of The
Antimicrobial Properties of Different Parts of Citrus aurantifolia (lime fruit) as Used
Locally, Afr J. Tradit, CAM, 2, 185-190.
Alafiah, D.T.,2015, Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Pelepah Tanaman Pisang Ambon (Musa
paradisiaca) terhadap Bakteri Escherichia coli ATCC 11229 dan Staphylococcus aureus
ATCC 6538 Secara In Vitro, Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ali B.H., Blunden G., Tanira M.O., and Nemmar A. 2008, Pharmacological and Toxicological
Properties of Ginger (Zingiber officinale Roscoe), A review of Recent Research. Food
Chem. Toxicol, 46(2), 409-420.
Ayunda R.D., 2014, Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Serai (Cymbopogon citratus) dan
Potensinya sebagai Pencegah Oksidasi Lipid, Skripsi, Departemen Biokimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
African P., 1985, Organization of African Unity, Scientific Technical & Research Commission,
Lagos, 1.
Briggs C., 1993, Peppermint: Medicinal Herb and Flavouring Agent, CPJ 126, 89–92.
Betoni J.E.C., Mantovani R.P., Barbosa L.N., Stasi L.C.D. and Junior A.S, 2006, Synergism
between Plant Extract and Antimicrobial Drugs used on Staphylococcus aureusDiseases,
12
Mem Inst Oswaldo Cruz, 101 (4), 387-390.
Chen I.N., Chang C.C., N.g C.C., Wang C.Y., Shyu Y.T and Chang T.L, 2008, Antioxidant and
Antimicrobial Activity of Zingiberaceous Plants in Taiwan, Plants Foods Hum, 6, 15-20.
Ewansiha J.U., Garba S.A., Mawak J.D. and Oyewole O.A., 2012, Antimicrobial Activity of
Cymbopogon citratus (Lemon Grass) and It’s Phytochemical Properties, Frontiers in
Science, 2(6), 214-220.
Fall, Reynolds J, College R., 2011, Catalase Test, BIOL, 24, 1-2.
Fernandes M.R.V., Dias A.L.T., Carvalho R.R., Souza C.R.V. and Oliveira W.P.,2014, Antioxidant
and Antimicrobial Activities of Psidium guajava L. Spray Dried Extracts, Elsevier
Industrial Crops and Products, 60, 39–44.
Gandjar, I.B. dan Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Ghani K.U., Saeed A., and Alam A.T., 1997, Indusyonic Medicine; Traditional Medicine of Herbal,
Animal and Mineral Origin in Pakistan,University of Karachi.
Hadioetomo R.S., 1985, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium, PT Gramedia, Jakarta.
Hanief S., 2013, Efektivitas Eksrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap Pertumbuhan
Bakteri Streptococcus virdans, Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negri Syarif Hidyatullah, Jakarta.
Hermawan R., Prasetyo A., Noorhamdani., 2012, Uji Efektivitas Ekstrak Daun Jambu Biji Sebagai
Antimikroba Terhadap bakteri Penyebab Karies Streptococcus mutans secara in Vitro,
Universitas Brawijaya, Malang.
Heyne K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.
Hidetoshi A. and Danrio G., 2002, Isolation of Antimicrobial Compounds from Guava (Psidium
guajava L.) and Their Structural Elucidation, Biosci. Biotechno. Biochem.,66, 1727‐1730.
Huynh K.P., Maridable J., Gaspillo P., Hasika M., Malaluan R., Kawasaki J., 2008, Essential Oil
from Lemongrass Extracted by Supercritical Carbon Dioxide and Steam Distillation, The
Phillippine Agric. Sci. 91, 36-41.
Iqbal A., Arina Z.B., 2001, Antimicrobial and Phytochemical Studies on 45 Indianmedicinal plants
against Multi-drug Resistant Human Pathogens. Journal of Ethnopharmacology, 74, 113–
123.
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg, E.A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 22., EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Lawless J, 1995, Illustrated Encyclopedia of Essential Oil : The Complete Guide to use of Oil in
Aromatheraphy and Herbalism, Element Books, Rockport, MA, 56-67.
13
Lutterodt G.D., 1989, Inhibition of Gastrointestinal Release of Acetylcholine by Quercetinas a
Possible Mode of Action of Psidium guajava Leaf Extracts In The Treatment of Acute
Diarrheal Disease, J. Ethnopharmcol, 25, 235‐47.
Megasari N.P., Fatimawali., Bodhi W., 2015, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang
Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.var rubrum) terhadap Bakteri Klebsiella pneumoniae
Isolat Sputum Penderita Bronkitis Secara In Vivo, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi
UNSRAT, 4, 2302 – 2493.
Newton A.E, Routh J.A & Mahon B.E., 2015, Typhoid & Paratyphoid Fever (Chapter 3: Infectious
Diseases Related to Travel), CDC.
Ningsih P.A., Nurmiati., Agustien A., 2013,Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kental Tanaman
Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca Linn.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli, Jurnal Biologi Universitas Andalas, 2 (3), 207-213.
Noorhamdani., Nur P., Annie M., 2012, Ekstrak Metanol Kulit Pisang Ambon Muda (Musa
paradisiaca L.) Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Escherichia coli Secara Invitro,
Mikro.
Ochiai R.L., Wang X.Y., Von S.L., Yang J., Bhutta Z.A., Bhattacharya S.K., 2005, Salmonella
paratyphi A Rates, Journal of Emergency Infect Asia, 17 (3), 24-27.
Oktiarni D., Manaf S., Suripno., 2012, Pengujian Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn)
terhadap Penyembuhan Luka Bakar pada Mencit (Mus musculus), Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Bengkulu, 8.
Pelczar, M.C., 2010, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta
Pramila D.M., Xavier R., Marimutu K., Kathiresan S., Khoo M.L., Senthilkumar M., Sathya K. and
Sreeramanan S., 2012, Phytochemical Analysis and Antimicrobial Potential of Methanolic
Leaf Extract of Peppermint (Mentha piperita: Lamiaceae), Journal of Medicinal Plants
Research, 6,331-335.
Priosoeryanto B.P., Huminto H., Wietarsih I., Estuningsih S., 2005, Aktivitas Getah Batang Pohon
Pisang Dalam Proses Persembuhan Luka Dan Efek Kosmetiknya pada Hewan, Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB, Bogor.
Rintiswati N., dan Praseno., 1998, Pengaruh Siprofloksasin terhadap Pseudomonas aerugenosa
terhadap tetrasiklin, Berkala Ilmu Kedokteran, 30, 2:83-87.
Salau B.A., Ajani E.O., Akinlolu A.A., Ekor M.N., dan Soladoye M.O., 2010, Methanolic Extract
of Musa sapientum Sucker Moderates Fasting Blood Glucose and Body Weight of Alloxan
Induced Diabetic Rats, Asian J.Exp. Biol. Sci., I, 30-35.
SangiM., Runtuwenel M.R.J., Simbala H.E.I, Makang V.M.A., 2008, Analisis Fitokimia Tumbuhan
Obat di Kabupaten Minahasa Utara, Chemistry Progress, 1 (1), 47-53.
Sari R., SYF., Fissy N.O., Pratiwi L., 2014, Efektivitas Gel Anti Jerawat Ekstrak Etanol Rimpang
Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var. rubrum) terhadap Propionibacterium acnes dan
14
Staphylococcus epidermidis, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 12, 193-201.
Sharma S., Vijayvergia R., and Singh T., 2010, Evaluation Of Antimicrobial Efficacy Of Some
Medicinal Plants, J. Chem. Pharm. Res., 2, 121-124.
Stock I, Wiedemann B., 2000 Natural antibiotic susceptibility of Salmonella enterica strains. Int J
Antimicrob Ag, 16, 211-7.
Tan B.K.H., and Vanitha J.. 2004, Immunomodulatory and Antibacterial Effects of Some
Traditional Chinese Medicinal Herbs: A Review, Curr. Med. Chem.,11, 1423-1430.
Teh C.S.J, Chua K.H, Thong K.L., 2014, Paratyphoid Fever: Splicing the Global Analyses,
International Journal of Medical Sciences, 11, 7, 732-741.
Thiago A.S.A., Nelson L.A., Elba L.C.A., Ulysses P.A., 2008, A New Approach to Study
Medicinal Plants With Tannins And Flavanoids Contents From the Local Knowledge, J.
Ethnopharmacol, 120, 72-80.
Waalkes T.P., Sjoerdsma A., Creveling C.R., Weissbach H., Undenfriend S, 1985, Serotonin,
Norepinephrine, and Related Compounds in Bananas,Science, 127(3299), 648-650.
Wagner H., and Bladt S., 1996, Plant Drugs Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, 2nd
ed., Germany, Springer.
Yenny, Herwana E., 2007, Resistensi dari Bakteri Enterik Aspek Global terhadap Antimikroba,
Bagian Farmakologi, Fakultas kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta.