BAB I
KONSEP DASAR
A. Kistik Fibrotik
1. Pengertian
Fibrosis kistik merupakan kelainan monogenik pada transpor epitel yang
mempengaruhi sekresi cairan epitel pada berbagai sistem tubuh: pernafasan, pencernaan,
reproduksi (Emmons, 2007). Penyebab utama kematian penderita fibrosis kistik adalah
penyakit paru-paru tahap akhir (Benditt, 2008).
Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan
infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi
pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal (Kris, 2008).
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada
saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis,
insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal,
dan disfungsi urogenital (Nuzulul, 2011).
2. Etiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang
terletak pada kromosom 7. Mutasi gen ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai
asam amino 508 yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR).
Protein CFTR merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai saluran
clorida diatur oleh AMP siklik. Proses pembentukan CFTR seluruhnya ditemukan pada
membrane plasma epitel normal. Mutasi DF508 menyebabkan proses yang tidak benar
dan pemecahan protein CFTR intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein CFTR
pada lokasi seluler.
Disfungsi epitel, epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi
yang berbeda, misalnya bersifat volume sekretorik atau pancreas dan bersifat garam
absorbsi tetapi tidak volume absorbsi atau saluran keringat dimana pada kelenjar keringat
konsentrasi Na+ dan Cl- yang disekresikan tinggi (Kris, 2008).
1
Pada paru-paru, secret yang menebal dan lengket menyumbat saluran nafas
distal dan kelenjar submukosa sehingga menutupi permukaan saluran nafas dan secret
yang tebal dan kental ini adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman pathogen yang
tidak mudah untuk dieradikasi seperti pseudomonas aureginosa, staphylococcus aureus
dan lain-lain sehingga terjadi infiltrasi neutrofil.
Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih
memiliki 1gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif
dan penyakithanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang
hanya memiliki1 gen tidak akan menunjukkan gejala.Gen ini mengendalikan
pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida dan natriummelalui selaput sel.
Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan
natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.
Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang
melepaskancairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan
dan mempengaruhi fungsi pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di
usus), cairan yang dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar.
Penderita tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses
penguraian dan penyerapan lemak diusus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan
penyerapan zat gizi dari usus) dan malnutrisi Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran
udara paru-paru menghasilkan lendir yangkental sehingga mudah terjadi infeksi paru-
paru menahun. Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan
cairan yang lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal
(Nuzulul, 2011).
2
3. Patofisiologi
Fibrosis kistik merupakan kelainan autosomal resesif disebabkan mutasi gen
pengkode protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak di kromosom 7q31.2. Beberapa fungsi penting CFTR :
a. Regulasi kanal-kanal ion tambahan dan proses selular melalui aksi nucleotidebinding
domain, termasuk outwardly rectified chloride channels, inwardly rectified potassium
channels (Kir6.1), epithelial sodium channel (ENaC), kanal gap junction, dan proses
selular yang terkait transpor ATP dan sekresi mukus.
Dari kesemuanya, interaksi CFTR dengan ENaC memiliki keterkaitan yang paling
bermakna dalam patofisiologi fibrosis kistik. ENaC terletak di permukaan apical sel
epitel eksokrin dan bertanggungjawab atas transport sodium intrasitoplasma dari
cairan lumen dan menyebabkan hipotnisitas cairan lumen. Kerja ENaC normal
diinhibisi oleh CFTR yang berfungsi, sehingga pada fibrosis kistik, kerjanya akan
meningkat dan menyebabkan augmentasi bermakna sodium melalui membrane
apikal. Pegecualian terjadi pada ENaC kelenjar keringat yang mengalami penurunan
aktivitas akibat mutasi CFTR dan menghasilkan cairan lumen hipertonik dan kaya
NaCl.
b. Fungsi CFTR bersifat spesifik sehingga pengaruh mutasinya pun spesifik jaringan.
Fungsi utama CFTR pada kelenjar keringat adalah untuk mereabsorbsi ion klorida
lumen dan augmentasi sodium melalui ENaC sehingga gangguan fungsi CFTR akan
menyebabkan kelainan pada komposisi keringat. CFTR juga bertanggungjawab akan
epitel saluran pernafasan dan pencernaan dan menyebabkan adanya sekresi klorida
luminal aktif. Mutasi CFTR akan menyebabkan penurunan atau hilangnya sekresi
tersebut bersamaan dengan peningkatan absorpsi sodium lumen, memicu penurunan
kandungan air pada lapisan mukosa sel. Lapisan permukaan yang mengalami
dehidrasi akan menyebabkan defek kerja mukosiliar dan akumulasi sekret yang kental
dan hiperkonsentrasi yang menyebabkan onstruksi jalan nafas serta menjadi
predisposisi infeksi paru-paru berulang.
c. CFTR memediasi transport ion bikarbonat. Pada CFTR abnormal, menyebabkan
sekresi cairan asam karena penurunan ion bikarbonat. Ph lumen yang menurun
menyebabkan banyak efek samping seperti peningkatan presipitasi musin dan
3
penyumbatan duktus serta meningkatkan perlekatan bakteri pada sumbat musin. Hal
inilah yang kemudian menjadi dasar terjadinya insufisiensi pankreas pada mutasi
CFTR.
Penanda diagnostik biofisik epitel saluran pernafasan fibrosis kistik adalah
peningkatan selisih potensial/ potential difference (PD) transepitel. PD transepitel
merefleksikan laju transport aktif ion dan resistensi epitel terhadap aliran ion. Epitel
saluran pernafasan fibrosis kistik memperlihatkan abnormalitas absorpsi aktif Na+ dan
sekresi aktif Cl– yang menandakan hilangnya cyclic AMP–dependent kinase dan transpor
protein kinase C–regulated Cl– oleh CFTR. Namun, adanya kemiripan fungsi Ca2+-
activated Cl– channel (CaCC) yang diekpresikan pada membran apikal berpotensi
menjadi target terapi untuk menggantikan fungsi sekresi Cl– dari CFTR. Dasar kelainan
pada epitel saluran pernafasan fibrosis kistik adalah regulasi abnormal absorpsi Na+ atau
kegagalan fungsi sekunder CFTR sebagai inhibitor tonik epithelial Na+ channel.
Mekanisme molekular yang memediasi aksi ini masih belum diketahui (Benditt, 2008).
Gangguan pernafasan merupakan manifestasi klinis penderita fibrosis kistik
pada tahun-tahun awal kehidupan yang ditandai dengan batuk berat dan infiltrate rekuren
pada paru-paru disertai dengan kegagalan tumbuh-kembang. Bersihan mukus merupakan
mekanisme pertahanan utama saluran pernafasan melawan bakteri yang diinhalasi.
Mukus tersebut diproduksi oleh permukaan saluran pernafasan dengan menjaga volume
air melalui laju absorpsi aktif Na+ dan sekresi Cl. Hipotesis utama patofisiologi fibrosis
kistik pada saluran pernafasan adalah kegagalan regulasi absorpsi Na+ dan
ketidakmampuan sekresi Cl– melalui CFTR menurunkan volume air pada permukaan
saluran pernafasan. Keduanya menyebabkan penebalan mukus dan deplesi cairan
perisiliar yang menyebabkan adhesi mukus pada saluran pernafasan dan kegagalan
bersihan mukus dari saluran pernafasan, baik melalui kerja silia maupun melalui
mekanisme batuk.
Infeksi khas pada saluran pernafasan fibrosis kistik selalu melibatkan lapisan
mukus dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran. Predisposisi infeksi kronis
fibrosis kistik oleh Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa sejalan dengan
kegagalan bersihan mukus. Rendahnya tekanan O2 menyebabkan hipoksia dan terjadinya
stasis mukus yang mempermudah pertumbuhan bakteri di koloni biofilm dalam plak
4
mukus yang melekat pada saluran pernafasan fibrosis kistik. Infeksi saluran pernafasan
atas merupakan gangguan yang paling sering menjadi manifestasi klinis pasien fibrosis
kistik. Sinusitis kronis seringkali dijumpai pada masa kanak-kanak, menyebabkan
obstruksi nasal dan rhinorrhea. Insidensi polip nasal mencapai 25% dan seringkali
membutuhkan terapi dengan steroid topikal atau tindakan pembedahan (Kris, 2008).
Pada infeksi saluran pernafasan bawah, gejala awal adalah batuk yang semakin
lama semakin persisten diikuti dengan sputum yang kental, purulen, dan seringkali
berwarna kehijauan. Periode remisi bergantian dengan eksaserbasi yang ditandai dengan
perburukan batuk, turunnya berat badan, demam subfebris, peningkatan volume sputum,
dan penurunan fungsi paru-paru. Periode eksaserbasi akan semakin sering sehingga
proses penyembuhan paru-paru tidak sempurna dan memicu terjadinya gagal nafas.
Penderita fibrosis kistik memiliki karakteristik mikrobiologi sputum yang khas.
Haemophilus influenzae dan S. aureus merupakan organisme yang sering ditemui pada
pasien yang baru didiagnosis menderita fibrosis kistik. P. aeruginosa, seringkali mukoid
dan resisten antibiotik, biasanya didapati pada kultur sekret saluran pernafasan bawah
sesudahnya. Burkholderia (dahulu dikenal sebagai Pseudomonas cepacia) juga
ditemukan pada sputum penderita fibrosis kistik dan patogenik. Gram negatif lainnya
antara lain Alcaligenes xylosoxidans, B. gladioli, dan bentuk mukoid Proteus,
Escherichia coli, dan Klebsiella. 50% penderita fibrosis kistik memiliki Aspergillus
fumigatus dalam sputum, 10% penderita ini menunjukkan sindroma alergi aspergilosis
bronkopulmonal (Benditt, 2008).
Kelainan awal yang didapati pada pasien anak-anak dengan fibrosis kistik
adalah peningkatan rasio volume residual hingga kapasitas total paru-paru. Seiring
dengan berjalannya penyakit, terdapat perubahan reversible dan irreversible pada
perkembangan forced vital capacity (FVC) dan forced expiratory volume in 1 s (FEV1).
Komponen reversible merefleksikan akumulasi sekret intraluminal dan/atau reaktivitas
saluran pernafasan yang didapati pada 40–60% pasien fibrosis kistik. Komponen
irreversible merefleksikan destruksi dinding saluran pernafasan dan bronkiolitis.
Perubahan awal pada pencitraan dada penderita fibrosis kistik adalah hiperinflasi paru-
paru yang menandakan obstruksi saluran pernafasan kecil. Setelahnya akan didapati
5
impaksi mukus luminal, konstriksi bronkus, dan akhirnya bronkiektasis. Perubahan
terberat akan didapati pada lobus kanan atas untuk alasan yang belum diketahui.
Gangguan paru-paru fibrosis kistik dikaitkan dengan banyaknya komplikasi
intermiten, contohnya pneumothorax (>10% pasien). Adanya darah dalam jumlah kecil di
sputum seringkali didapati pada pasien fibrosis kistik dengan gangguan paru-paru lanjut.
Hemoptisis masif mengancam nyawa. Dengan semakin beratnya penyakit, akan timbul
gejala gagal nafas yang diikuti dengan gagal jantung (Kris, 2008).
4. Manifestasi Klinik
Karena sifat penurunannya yang autosomal resesif, penderita dengan dua alel
resesif akan memberikan manifestasi klinis, sementara carrier akan tetap asimptomatik.
Kombinasi mutasi kedua alel akan mempengaruhi fenotipe keseluruhan dan manifestasi
spesifik pada organ. Dua mutasi berat (kelas I, II, dan III) dengan tidak adanya CFTR
membran dikaitkan dengan fenotipe klasik (insufisiensi pankreas, infeksi sinopulmonal,
dan gangguan saluran pencernaan). Mutasi ringan (kelas IV atau V) pada salah satu atau
kedua alel akan memberikan fenotipe yang lebih ringan pula. Prinsip ini berlaku untuk
gangguan pankreas, namun kurang tepat diterapkan pada gangguan pernafasan pada
penderita fibrosis kistik. Pada penderita fibrosis kistik nonklasik atau atipikal akan
didapati fenotipe yang tampaknya tidak berkaitan dengan mutasi CFTR, seperti
pankreatitis idiopatik kronis, late-onset chronic pulmonary disease, bronkiektasis
idiopatik, dan azoospermia obstruktif disebabkan tidak adanya kedua vas deferens.
Besarnya variasi mutasi dan fenotip menyebabkan sulitnya aplikasi teknologi diagnostik
DNA untuk mendeteksi carrier pada populasi besar.
a. Gejala Gastrointestinal
Pada 85-90% penderita kistik fibrosis akan mengalami kemunduran fungsi pankreas
yang akan ditandai dengan feses yang berminyak (steatorrhea), perut yang
mengembung, fat-soluble vitamin defisiensi dan malnutrisi. Pada kistik fibrosis juga
dapat timbul sirosis pada sekitar 5% pasien.
b. Penyakit respirasi
6
Kistik fibrotik dapat menimbulkan beberapa gejala seperti infeksi kronis saluran
pernafasan yang dapat menyebabkan bronkiektasis, gas trapping, hypoxemia dan
hiperkabia. Ini merupakan penanda utama dari kistik fibrosis.
c. Kelainan pada system endokrin
Pada kistik fibrosis dapat menyebabkan disfungsi pankreas yang nantinya akan
menimbulkan defisiensi insulin sehingga dapat menyebabkan cystic fibrosis related
diabetes mellitus (CFRD). Pada wanita dengan diabetes akan memiliki survival rate
lebih rendah dibandingkan dengan pria. Selain defisiensi insulin, pada kistik fibrosis
pun dapat timbul osteoporosis akibat defisiensi vitamik D.
d. Pada sistem reproduksi
Pada pria dapat terjadi azoospermia dan infertilitas karena kelainan congenital
bilateral pada vas deferens, sedangkan pada wanita tidak.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksaan fibrosis kistik meliputi dua hal yaitu medikamentosa dan
pembedahan :
a. Chronic pulmonary treatment
Pasien fibrosis kistik mungkin mengeluhkan gejala kronik dari obstruksi hidungnya
berupa discharge purulen atau batuknya sehingga dibutuhkan terapi antibiotik efektif
terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung dengan irigasi
rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) mungkin dapat meredakan gejala klinis
yang ada.
Irigasi rongga hidung memegang peranan penting yang sebaiknya dilakukan rutin
pada pasien yang mulai timbul keluhan. Keluhan ini terjadi karena gangguan
mucociliary clearance secara kronik. Irigasi menggunakan saline bertujuan
menurunkan kolonisasi bakteri, mencuci keluar sekresi lendir yang menyebabkan
obstruksi, dan secara berkala membantu vaskonstriksi pembuluh darah konka. Irigasi
juga diperlukan terhadap semua intervensi pembedahan karena walau tujuan
pembedahan membesarkan ostium sinus namun tidak ditujukan terhadap kerusakan
mucociliary clearance yang ditimbulkan akibat pembedahan.
b. Antibiotik
7
Beberapa ahli menggunakan antibiotik antipseudomonal seperti tobramycin sebagai
tambahan dalam irigasi rongga hidung dan dilaporkan berhasil menurunkan
kolonisasi bakteri pseudomonas. Selain itu sering dipakai golongan makrolid seperti
azythromicin yang akan menurunkan factor virulensi dari virus, menurunkan produksi
biofilm dan memilikin efek bactericidal pada fase biofilm (stationary). Penggunaan
dosis tinggi ibuprofen juga sering dipakai dalam pengobatan kistik fibrosis tetapi
pada penelitian didapatkan hasil yang tidak signifikan terhadap FEV1. Ibuprofen
dipakai ketika sebelum kistik fibrosis mengalami inflamasi berat dan belum terjadi
perubahan patologis pada paru-paru.
c. Bronkodilator
d. Steroid
e. Mukolitik
f. Airway clearance technique
Ini dapat dilakukan dengan metode seperti perkusi, postural drainage, positive
expiratory pressure (PEP) device, high pressure PEP devices, active cycle of
breathing techniques, airway-oscillating devices, high frequency chest wall
oscilliation devices dan autogenic drainage (chect physiotherapy).
g. Penyakit hati kolestasis didapati pada 8% penderita fibrosis kistik. Pengobatan
dengan asam urodeoxykolat dimulai bila didapati peningkatan alkalin fosfatase dan
gammaglutamyl transpeptidase (GGT) (3x normal). Penyakit hati tahap akhir didapati
pada 5% penderita fibrosis kistik dan dapat ditatalaksana dengan transpalantasi.
h. Jika telah terjadi gangguan endokrin, dapat juga diberikan terapi insulin.
Hiperglikemia merupakan indikasi untuk dilakukannya terapi insulin pada orang
dewasa.
i. Pengobatan sindroma obstruksi usus, megalodiatrizoate atau radiokontras hipertonik
lainnya yang diberikan melalui enema dapat dilakukan. Untuk mengontrol gejala,
pengaturan enzim pankreas dan penggunaan larutan garam berisi agen aktif seperti
propilenglikol dapat digunakan.
j. Perbaikan Nutrisi
Pada penderita kistik fibrosis harus diperhatikan nutrisinya karena nutrisi yang baik
berhubungan dengan fungsi paru-paru yang baik. Perbaikan nutrisi dapat dengan
8
pemberian suplemen enzim pankreas pada beberapa pasien dengan insufisiensi
pankreas dengan dosis 2500 unit/kg/makan, selain itu juga dapat diberikan vitamin
larut lemak seperti A,D,E dan K karena pada kistik fibrosis sering terjadi defisiensi
vitamin yang larut dalam lemak. Pada neonatus dengan kistik fibrosis, pemberian ASI
dapat memberikan dampak yang baik terhadap survival ratenya.
k. Pembedahan
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif, bagaimanapun
juga pertimbangan untuk dilakukan pembedahan harus benar-benar matang karena
kemungkinan terbentuknya mucus kental yang banyak selama operasi dengan
anastesi umum yang resikonya semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
Selain itu jika seluruh pengobatan gagal, dapat dilakukan transplantasi paru-paru.
B. Bronkopneumonia
1. Pengertian
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya (Smeltzer, 2002).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam
macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing (Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia adalah bronkolius terminal yang tersumbat oleh eksudat,
kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
lobules, disebut juga pneumonia lobaris (Wong, 2000).
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus) (Mansjoer,
2000). Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus (Sujono, 2009).
Kesimpulannya bronkopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai daerah
bronkus dan sekitar alveoli.
9
2. Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.
Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia
yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya
bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikrobakteri,
mikoplasma, dan riketsia. Menurut, Nettina (2001) penyebab bronkopneumonia antara
lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumonia
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam
mulut dank arena adanya pneumocystis crania, Mycoplasma (Smeltzer, 2002).
3. Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi
makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut :
a. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli
b. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran
pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal
dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Smeltzer, 2002).
4. Manifestasi Klinik
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian
atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius
10
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering
kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan
pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang
(Ngastiyah, 2005).
5. Penatalaksanaan
a. Oksigen 1-2 liter per menit
b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui selang
nasogastrik dengan feeding drip
c. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Mansjoer, 2000).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Demografi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan
b. Keluhan utama : saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh
sesak nafas, disertai batuk ada sekret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih atau
kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan,
dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna
kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
11
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita kasus
yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya
bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang
misalnya debu atau asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
f. Pola pengkajian
1) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3
bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan
pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok
sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk gergaji)
Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan otot
bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klavikula,
melebarkan hidung). Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barel), gerakan difragma minimal. Bunyi nafas : krekels
lembab, kasar. Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu-abu
keseluruhan.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardi
berat, distensi vena leher (penyakit berat), edema dependen, tidak berhubungan
dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan
peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane mukosa : normal atau
abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3) Makanan / cairan
12
Gejala : Mual / muntah, nafsu makan buruk / anoreksia, ketidakmampuan untuk
makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan
hepatomegali.
4) Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas
sehari- hari karena sulit bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi, dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau
istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa otot
5) Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang
6) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan melakukan aktifitas
sehari- hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
7) Keamanan
Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan. Adanya
infeksi berulang.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil) (Nettina 2001).
b) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
c) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa
(Nettina, 2001)
13
d) Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e) Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba (Nettina, 2001)
2) Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus
b) Laringoskopi atau bronkoskopi untuk menentukan apkah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat (Nettina, 2001).
2. Pathway Keperawatan
Terlampir
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-
hari.
4. Fokus Intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan : Mengidentifikasi atau menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan nafas
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dispenia.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
14
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak simetris
sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi
nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi nafas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, mengi terdengar inspirasi dan ekspirasi pada respon
terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan nafas/ obstruksi.
3) Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk,
misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru atau jalan
nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami,
membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas
lebih dalam dan lebih kuat.
4) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air
hangat daripada dingin.
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
5) Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada
pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk tidak efektif atau perubahan
tingkat kesadaran.
6) Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati, karena dapat
menurukan upaya batuk atau menekan pernafasan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
15
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis
perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap
demam atau menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane mukosa, dan
kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik.
3) Awasi frekuensi jantung atau irama.
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam atau dehidrasi. Tetapi juga
dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.
4) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktifitas
senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi oksigen
untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5) Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.
6) Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah atau perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai dengan respon
fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan peningkatan rasa aman
dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan
oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologi.
7) Berikan terapi oksigen dengan benar.
16
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman dengan tepat
dalam toleransi pasien.
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan kedalaman
rentang normal dan paru bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas atau perilaku peningkatan fungsi paru.
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan,
termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius seperti krekels
atau mengi
Rasional : Bunyi nafas menurun atau tidak ada jika jalan nafas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil (atelektasis). Ronki dan
mengi menyertai obstruksi jalan nafas.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turun dari tempat
tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatakan pengisian udara
segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
4) Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau anti
koagulan berlebihan.
5) Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
6) Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.
17
Rasional :Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan atau
meningkatkan berat badan
Intervensi :
1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya: sputum
banyak, pengobatan, atau nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
2) Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan
sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien yang
dapat menurunkan mual.
3) Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan makanan
yang menarik untuk pasien.
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali
4) Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.
Rasional :Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-
hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentang normal
Intervensi :
18
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu, peningkatan
kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktifitas.
Rasional : Menetapkan kebutuhan atau kemampuan pasien dan memudahkan
dalam pemilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dengan respon individual pasien terhadap aktifitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di kursi.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
19
BAB II
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN FOKUS
Tanggal pengkajian : 07/01/2014
A. Biodata
Identitas pasien
Nama : An.N
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk : 2 Januari 2014
No.register : 308675
Diagnosa medis : kistik fibrotik dengan bronkopneumonia
Penanggung jawab
Nama : Ambarwati
Umur :60 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Nenek
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Sesak nafas,batuk berdahak.
20
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sudah lama sehari-hari memakai oksigen
dirumah, sesak nafas hari ini tambah berat.batuk berdahak kental warna kehijauan
sudah minum Ambroxol dan Symbicort tidak sembuh-sembuh sehingga segera di
rujuk ke RS.Roemani
3. Riwayat kesehatan dahulu
Sejak umur 3 tahun sudah menderita penyakit asma,pneumonia,bronkritis,dan pernah
menolak dirawat di Rumah Sakit dengan keluhan yang sama sebelumnya.kebiasaan di
rumah An.N menggunakan oksigen sendiri 5-10 liter dan terapi inhalasi(nebulizer)
4. Riwayat penyakit keluarga
Ibu pasien pernah menderita kistik fibrotic dan PPOK diturunkan pada pasien,
sehingga An.N juga menderita penyakit yang sama dengan ibunya.
C. Pola kesehatan fungsional gordon (data fokus)
1. Pola kesehatan
Sebelum sakit,klien adalah pelajar kelas 5SD namun selama sakit klien menunda
sekolah selama 1tahun akibat kondisinya yang semakin menurun.
2. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Sejak umur 3 tahun klien sudah menderita penyakit pernafasan bawaan hingga
sekarang.persepsi klien tentang kesehatan cukup baik,klien teratur untuk check up dan
rutin mengikuti anjuran dokter.klien mengatakan keinginannya untuk sehat kembali
agar dapat bersekolah kembali.
3. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum dirawat,nafsu makan klien sudah menurun karena kesulitan bernafas dan
penumpukan sekret.makan 3x sehari hanya habis ¼- ½ porsi saja.makan dengan menu
lengkap nasi,sayur,lauk pauk.klien mengatakan lebih suka makan cemilan seperti
snack,roti,biskuit dll.
Selama dirawat,pasien mengatakan tidak nafsu makan karena tidak selera makan dengan
menu rumah sakit,klien mengatakan mual dan kesulitan bernafas sehingga tidak dapat
21
makan dengan baik.porsi makan hanya habis 5-7 sendok saja.konsumsi minuman
terutama air putih cukup baik 8-10 gelas perhari
4. Pola eliminasi
a. BAB
Pola eliminasi BAB klien sebelum dan selama dirawat tidak mengalami
perubahan klien BAB sehari sekali,konsisten lembek,warna coklat.
b. BAK
Pola eliminasi BAK klien juga tidak mengalami perubahan baik sebelum maupun
selama dirawat,klien berkemih normal 6-7x sehari,warna urine kuning jernih.
5. Pola istirahat dan tidur
Sebelum dirawat klien dapat tidur dengan baik dan normal,klien dapat tidur 5-6jam
perhari ditambah tidur siang 1-2jam.
Selama dirawat,klien tidak dapat tidur klien mengalami gangguan pola tidur akibat
sesak nafas terus menerus dan kelemahan,klien tidur malam jam 23.00 dan kadang
terbangun-bangun.klien lebih suka tidur siang di jam 11.00-13.00 dan atau jam 15.00-
17.00.kebiasaan sebelum tidur klien biasanya berdiskusi atau bercerita dengan
eyangnya.
6. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum dirawat klien sudah mengalami kelemahan akibat kondisi penyakitnya sejak
3 tahun klien sebelum dirawat merupakan pelajar kelas 5 SD.klien tetap bersekolah
dengan baik meskipun kondisinya tidak mendukung.klien naik ke kelas 6 SD namun
harus menunda sekolah kurang lebih 1 tahun akibat kondisinya yang terus menerus
menurun.klien harus menjalani beberapa kali medical check up dan terapi
pengobatan.
Selama dirawat,klien tidak dapat beraktivitas dengan baik seluruh kebutuhan ADL
dibantu oleh perawat dan keluarga.
7. Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien mengatakan tidak ada keluhan tentang penglihatan, penciuman, pendengaran
dan perabaan, klien berumur 4,6 tahun kemampuan kognitifnya baik.
22
8. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama dirawat hubungan dan komunikasi dengan keluarga,orang lain
dan perawat baik dan tidak ada masalah dalam hubungan dengan orang lain maupun
keluarga.
9. Pola reproduksi dan seksual
Klien berjenis kelamin perempuan usia 12 tahun belum mengalami menstruasi.
10. Persepsi diri dan konsep diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan sehat kembali dan bisa beraktivitas lagi
seperti biasanya.
11. Pola mekanisme koping
Keluarga meruapakan pengaruh besar bagi klien seperti jika ada masalah selalu
berkomunikasi dengan keluarga.dan keluarganya pun Orang tua klien memberikan
kebebasan kepada anaknya untuk bermain bersama teman-temannya asalkan tidak
melebihi waktunya beristirahat.
12. Pola nilai dan keyakinan
Klien beragama islam sebelum dirawat klien selalu menjalankan sholat. Selama
dirawat klien tidak menjalankan ibadah sholat klien hanya bisa berdoa agar bisa cepat
sembuh.
D. Pengkajian pertumbuhan
1. Panjang/tinggi badan : 137cm
2. Berat badan : 13kg
3. Lingkar kepala : 51cm
4. Lingkar lengan : 15cm
E. Pengkajian fisik
1. Keadaan umum : baik
2. Tingkat kesadaran : composmetis
3. Tanda-tanda vital
a. Suhu tubuh : 36,50 c
b. Tekanan darah:100/70
23
c. Respirasi : 28x/menit
d. Nadi : 98x/menit
4. Kepala
a. Mata : konjungtiva anemis
b. Rambut : warna agak pirang, ikal, tebal
c. Hidung : pernafasan cuping hidung, menggunakan nafas bantu/masker
d. Telinga : bersih, tidak ada serumen, tidak ada lesi/luka
e. Mulut : tampak kering pecah-pecah, pucat, lidah kotor, gusi merah, gigi depan ompong
f. Dada dan thorak
g. Paru paru :
1) Inspeksi : kanan kiri simetris, tidak ada jejas, tidak ada lesi/luka, tampak retraksi
interkosta
2) Perkusi :sonor
3) Palpasi : taktil premitu, kanan kiri sama
4) Auskultasi : ronkhi +/+, weezing +/+
h. Jantung
1) Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri dan kanan
2) Palpasi :tidak ada masa
3) Perkusi : Suara jantung terdengar redup
4) Auskultasi : Nada S1 S2 dan lub dup
i.Abdomen :
Perkusi : hipertimpani
j.Genital : tidak ada keluhan
24
a. Data penunjang
1. Kimia Klinik (11januari 2014)
Elektrolit nilai normal
1) Kalium (K) :3,7mmol/L 3,5-5
2) Natrium (Na) :140mEq/L 135-147
3) Clorida (Cl) :98mEq/L 95-105
4) Calcium :9,2mg/dl 8,6-10,3
2. Analisa Gas Darah (11 januari 2014) nilai normal
1) pH :7,335 7,37-7,45
2) pCO2 :67,2mmHg 2,33-44
3) pO2 :78,9mmHg 71-104
4) S02 :98,9% 94-98
5) Beecf 10,2mmol/L (-2)-3
6) Beb :8,7mmol/L
7) HCO3 :36,5mmol/L 22-29
8) TCO2 :38,7mmol/L 23-27
9) A-aDO2 :123,40mmHg
10) pO2/F102:212,8
3. Darah rutin nilai normal
1) Hb : 11.1 g/dl 11.7-15.5
2) Leukosit : 41.600 /mm3 3600-11000
3) Trombosit : 795.000 /mm3 150.00-440.000
4) Hematokrit : 34.1 % 35-47
5) Basofil : 1.1 % 0-1
6) N.segmen : 830 % 50-70
7) Limfosit : 10.2 % 25-40
25
4. Analisa Gas Darah (6 januari 2014) nilai normal
1) pH :7,33 7,37-7,45
2) pCO2 :55,9mmHg 2,33-44
3) pO2 :64,2 71-104
4) S02 :94,7% 94-98
5) BEecf :3,9mmol/L (-2)-3
6) BEb :3,8mmol/L
7) HCO3 :30,1mmol/L 22-29
8) TCO2 :31,9mmol/L 23-27
9) A-aDO2 :151,50mmHg
10) pO2/F102:166,2
5. Diit
3x lunak
a. Terapi
1) Ventolin 4x ½
2) Pulmicort 4x ½
3) Cefotaxime 2x1 gr
4) Methilprednisolone 3 x ¼ vial 5) Meropenem 3x500 mg
A. PENGELOMPOKAN DATA
NO Tanggal Data (do dan ds ) ttd
1 7/01/201409.00
DS :
1. Klien mengatakan sering batuk dan
tenggorokan gatal
2. Klien mengungkapkan dahak susah keluar
meskipun sudah banyak minum air putih
3. Klien mengatakan sesak napas, sesak
bertambah di malam hari dan berkurang bila
26
diberikan oksigen dengan masker
4. Klien mengatakan tidak nafsu makan, selera
makan berkurang karena sesak napas.
5. Klien mengatakan lebih menyukai cemilan
ringan daripada makanan pokok.
DO :
1. Terdengar bunyi napas tambahan, ronchi
basah (+), wheezing (+)
2. RR : 28x/ menit irreguler, HR : 98x/menit
3. Akral dingin, kulit warna coklat pucat,
sianosis di mukosa bibir dan kuku, CRT > 2
detik
4. Terlihat pernapasan cuping hidung
5. Tampak retraksi intercosta
6. Terlihat gelisah dan terlihat berusaha batuk
mengeluarkan dahak hingga kesakitan
7. Tampak sesak napas, tersengal-sengal bila
oksigen dilepas
8. Klien tampak makan hanya habis 4-5 sendok
saja, klien lebih banyak minum dan makan
cemilan ringan seperti biskuit.
BB : 13 kg
B. ANALISA DATA
Data (DS dan DO) Masalah (P) Etiologi (E)
DS :
1. Klien mengatakan
sering batuk dan
tenggorokan gatal
2. Klien mengungkapkan
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
produksi sputum
berlebihan, sekresi dalam
bronki dan penyakit paru
obstruktif kronik
27
dahak susah keluar
meskipun sudah
banyak minum air
putih
DO :
1. Terdengar bunyi napas
tambahan, ronchi
basah (+), wheezing
(+)
2. Terlihat gelisah dan
terlihat berusaha batuk
mengeluarkan dahak
hingga kesakitan
DS :
1. Klien mengatakan
sesak napas, sesak
bertambah di malam
hari dan berkurang
bila diberikan oksigen
dengan masker
DO :
1. Tampak sesak napas,
tersengal-sengal bila
oksigen dilepas
2. Tampak retraksi
intercosta
3. RR : 28x/ menit
irreguler, HR :
98x/menit
Ketidakefektifan pola
napas
Keletihan otot pernapasan,
nyeri dada, proses
inflamasi dalam alveoli
DO : Gangguan pertukaran gas Perubahan membrane
28
1. Akral dingin, kulit
warna coklat pucat,
sianosis di mukosa
bibir dan kuku, CRT >
2 detik
2. Terlihat pernapasan
cuping hidung
alveolus kapiler, gangguan
kapasitas pembawa
oksigen darah
DS :
1. Klien mengatakan
tidak nafsu makan,
selera makan
berkurang karena
sesak napas
2. Klien mengatakan
lebih menyukai
cemilan ringan
daripada makanan
pokok.
DO :
1. Klien tampak makan
hanya habis 4-5
sendok saja, klien
lebih banyak minum
dan makan cemilan
ringan seperti biskuit
2. BB : 13 kg
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Ketidakmampuan menelan
makanan sekunder
terhadap sesak dan nyeri
dada, intake nutrisi tidak
adekuat, anoreksia
29
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sputum berlebihan,
sekresi dalam bronki dan penyakit paru obstruktif kronik
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Keletihan otot pernapasan, nyeri dada,
proses inflamasi dalam alveoli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membrane alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan menelan makanan sekunder terhadap sesak dan nyeri dada, intake
nutrisi tidak adekuat, anoreksia
D. PERENCANAAN
NO
WAKTU
(TGL/JAM)
TUJUAN &
KRITERIA HASIL
RENCANA RASIONAL
1 7 / 01/2014
09.00
Tujuan :
Jalan napas pasien
akan paten
Kriteria hasil :
jalan napas bersih,
batuk hilang,RR
18-20 x/menit.
1. Auskultasi bunyi napas
2. Kaji karakteristik secret
3. Beri posisi untuk
pernapasan yang optimal
yaitu 18-20 x/menit
4. Lakukan nebulizer, dan
fisioterapi dada
5. Beri agen anti infeksi
sesuai indikasi
6. Berikan cairan per oral
atau injeksi iv
1. Menetukan adekuatnya
pertukran gas dan
luasnya obstruksi
akibat mucus.
2. Infeksi ditandai dengan
secret tebal dan
kekuningan
3. Meningkatkan
pngembangan
diafragma
4. Nebulizer membantu
menghangatkan dan
mengencerkan secret.
Fisioterapi membantu
30
merontokan secret
untuk dikeluarkan.
5. Menghambat
pertumbuhan
mikoroorganisme
6. Cairan adekuat
membantu
mengencerkan secret
sehingga mudah
dikeluarkan
2 7/1/2014
09.30
Tujuan :
Menunjukkan pola
napas efektif
dengan frekuensi
dan kedalaman
dalam rentang
normal dan paru
jelas/ bersih
Kriteria hasil :
Partisipasi dalam
aktivitas/ perilaku
peningkatan
fungsi paru.
1. Kaji frekuensi,
kedalaman pernapasan
dan ekspansi dada. Catat
upaya pernapasan,
termasuk penggunaan
otot bantu/ pelebaran
nasal
2. Auskultasi bunyi napas
dan catat adanya bunyi
napas adventisius,
seperti krekels, mengi,
gesekan pleural.
3. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah posisi.
Bantu pasien turun
dari tempat tidur dan
ambulasi dini.
4. Observasi pola batuk dan
karakteristik sekret.
5. Dorong / bantu pasien
1. Kecepatan biasanya
meningkat. Dispnea dan
terjadi peningkatan kerja
napas. Kedalaman
pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal
napas
2. Bunyi napas menurun /
tidak ada bila jalan napas
obstruksi sekunder
terhadap perdarahan,
bekuan atau
kolaps jalan napas kecil
(ateletaksis). Ronchi dan
mengi menyertai
obstruksi jalan napas.
3. Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi
paru dan
memudahkan
pernapasan. Pengubahan
31
untuk napas dalam dan
latihan batuk efektif
6. Berikan oksigen
tambahan.
7. Berikan humidifier
tambahan, misalnya
nebulizer.
posisi dan
ambulasi meningkatkan
pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
4. Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk
kering/ iritasi. Sputum
berdarah dapat dapat
diakibatkan
oleh kerusakan jaringan
(infark paru) atau
antikoagulan berlebihan.
5. Memaksimalkan
bernapas dan
menurunkan kerja
napas.
6. Memberikan
kelembaban pada
membran mukosa
dan membantu
pengenceran sekret
untuk memudahkan
pembersihan.
3 7/01/2014
10.00
Tujuan :
Perbaikan ventilasi
dan oksigenasi
jaringan dengan
rentang normal dan
tidak ada distres
1. kaji frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan pernafasan
2. Observasi warna kulit,
membrane mukosa, dan
1. Manifestasi distress
pernapasan tergantung
pada /
indikasi derajat
keterlibatan paru dan
status
32
pernafasan.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan
adanya
perbaikan
ventilasi dan
oksigenasi
jaringan
2. Berpartisispasi
pada tindakan
untuk
memaksimalkan
oksigenasi
kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau
sirkulasi sentral
3. Kaji status mental.
4. Awasi frekuensi jantung/
irama
5. Pertahankan istirahat
tidur. Dorong
menggunakan teknik
relaksasi
dan aktivitas senggang
6. Tinggikan kepala
(semi fowler)dan
dorong untuk sering
mengubah posisi, napas
dalam dan batuk efektif
7. Berikan terapi oksigen
Sesuai indikasi
kesehatan umum.
2. Sianosis kuku
menunjukkan
vasokonstriksi atau
respon tubuh terhadap
demam / menggigil.
Namun, sianosis daun
telinga, membrane
mukosa, dan kulit
sekitar mulut
menunjukkan
hipoksemia sistemik.
3. Gelisah, mudah
terangsang, bingung
dan somnolen dapat
menunjukkan
hipoksemia /
penurunan oksigenasi
serebral.
4. Takikardia biasanya
ada karena demam/
dehidrasi. Tetapi juga
dapat merupakan
respon terhadap
Hipoksemia
5. Mencegah terlalu lelah
dan menurunkan
kebutuhan/ konsumsi
oksigen untuk
memudahkan
33
perbaikan
Infeksi
6. tindakan ini
meningkatkan inspirasi
maksimal,
meningkatkan
pengeluaran sekret
untuk perbaikan
ventilasi.
7. Tujuan terapi oksigen
adalah
mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg.
Oksigen diberikan
dengan metode
yang memberikan
pengiriman dengan
tepat dalam
toleransi pasien
4 7/01/2014
10.30
Tujuan :
Pemenuhan nutrisi
mencukupi
kebutuhan
Kriteria hasil:
Menunjukkan
peningkatan nafsu
makan,
mempertahankan /
meningkatkan berat
1. Identifikasi faktor yang
menimbulkan mual /
muntah, misalnya:
sputum banyak,
pengobatan, dispnea
berat, nyeri.
2. Berikan wadah tertutup
untuk sputum dan buang
sesering mungkin.
Berikan / bantu
1. Pilihan intervensi
tergantung pada
penyebab masalah.
2. Menghilangkan tanda
bahaya, rasa, bau dari
lingkungan pasien dan
dapat menurunkan mual.
3. Menurunkan efek mual
yang berhubungan
dengan pengobatan.
34
badan kebersihan mulut
setelah muntah, drainase
postural dan sebelum
makan
3. Jadwalkan pengobatan
pernapasan sedikitnya 1
jam sebelum makan
4. Auskultasi bunyi usus.
Observasi / palpasi
abdomen.
5. Berikan makan porsi
kecil dan sering,
termasuk makanan
kering dan makanan
yang menarik untuk
pasien Evaluasi status
nutrisi umum, ukur
berat badan dasar.
4. Bunyi usus mungkin
menurun / tidak ada bila
proses infeksi berat /
memanjang. Distensi
abdomen terjadi
sebagai akibat menelan
udara atau menunjukkan
pengaruh toksin bakteri
pada saluran GI.
5. Meningkatkan masukan
walaupun nafsu makan
mungkin lambat untuk
kembali.
6. Adanya kondisi kronis
(seperti PPOM atau
alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan
malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap
infeksi, dan / atau
lambatnya respon
terhadap terapi.
35
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA
WAKTU (TGL/JAM)
TINDAKAN RESPON PASIEN TT
1. 7 / 01/2014
8/01/2014
1. Memonitor
pernapasan : irama
teratur, frekuensi 18-
20 X/menit, ronki
dan wheezing kedua
paru.
2. Memberi posisi
kepala lebih tinggi
yaitu dialasi selimut.
3. Melakukan injeksi
cefotaxime 2x 1 gr,
methilprednisolon 3x
¼ vial, meropenem
3x 500 mg.
4. Melakukan nebulizer,
ventolin 4 x½ dan
pulmicort 4x ½
1. Memoniotr
pernapasan : irama
teratur, frekuensi 20
X/menit, auskultasi
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : RR: 28x/m
Auskultasi terdengar
bunyi ronki dan
wheezing
S : pasien mengatakan
lebih nyaman posisi
kelapa lebih tinggi
O : pasien tampak
nyaman
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : pasien tampak
gelisah
S : pasien mengatakan
sesak nafas, batuk susah
dikeluarkan
O : melakukan
nebulizer dan
mengajarkan batuk
efektif
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : RR: 27x/m
Auskultasi terdengar
36
2
9/01/2014
7 / 01/2014
adanya ronki dan
wheezing kedua paru.
2. Melakukan injeksi
metilprednisolon 3x
¼ vial, Meropenem
3x 500 mg.
3. Melakukan nebulizer
ventolin 4x½ dan
pulmicort 4x½
1. Memoniotr
pernapasan : irama
teratur, frekuensi 18-
20 X/menit,
auskultasi adanya
ronki dan wheezing
2. Melakukan injeksi
metilprednisolon 3x
¼ vial, meropenem
3x 500 mg.
3. Melakukan nebulizer,
ventolin 4x½ dan
pulmicort 4x½
1. Kaji frekuensi,
Auskultasi bunyi
napas dan ekspansi
bunyi ronki dan
wheezing
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : pasien tampak
gelisah
S : pasien mengatakan
sesak nafas, batuk susah
dikeluarkan
O : melakukan nebul
dan mengajarkan batuk
efektif
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : RR: 25x/m
Auskultasi terdengar
bunyi ronki dan
wheezing
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : pasien tampak
gelisah
S : pasien mengatakan
sesak nafas, batuk susah
dikeluarkan
O : melakukan nebul
dan mengajarkan batuk
efektif
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : RR: 28x/m
37
3.
8/01/2014
09/01/2014
dada.
2. Berikan oksigen 8
L/m
3. Melakukan injeksi
cefotaxime 2x 1 gr,
metilprednisolon 3x
¼ vial, meropenem
3x 500 mg.
4. Melakukan nebulizer
ventolin 4x½ dan
pulmicort 4x½
1. Kaji frekuensi,
Auskultasi bunyi
napas dan ekspansi
dada.
2. Berikan oksigen 5
L/m
3. Melakukan injeksi
metilprednisolon 3x
¼ vial, meropenem
3x 500 mg.
4. Melakukan nebulizer
ventolin 4x½ dan
pulmicort 4x½
1. Kaji frekuensi,
Auskultasi bunyi
S : pasien mengatakan
sesak nafas
O : pasien tampak sesak
28x/mnt, di berikan
therapi oksigen 8 liter
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : pasien tampak
gelisah
S : pasien mengatakan
sesak nafas
O : melakukan
nebulizer
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : RR: 27x/m
S : pasien mengatakan
masih sesak
O: memberikan therapi
oksigen 5 liter
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : memberikan injeksi
S: pasien mengatakan
batuk berdahak dan
sesak nafas
O: memberikan
nebulizer
S: pasien mengatakan
sesak berkurang
38
07/01/2014
napas dan ekspansi
dada.
2. Berikan oksigen 5
L/m
3. Melakukan injeksi
methilprednisolon 3x
¼ vial, meropenem
3x 500 mg.
4. Melakukan nebulizer
ventolin 4x½ dan
pulmicort 4x½
1. Kaji frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
pernafasan
2. Observasi warna
kulit, membrane
mukosa, dan kuku.
3. Tinggikan kepala
(semi fowler)dan
dorong untuk sering
mengubah posisi,
napas dalam dan
batuk efektif
4. Berikan oksigen 8
L/m
O : pasien tampak
rileks, RR : 25x/mnt
S : pasien mengatakan
masih sesak
O : di berikan therapi
oksigen 5 liter
S : pasien mengatakan
takut di suntikl
O : di lakukan injeksi
S : pasien mengatakan
masih batuk dan sesak
nafas
O : memberikan
therapy nebulizer
S : pasien mengatakan
sesak nafas
O: RR: 28x/mnt,
Pernafasan tampak
cuping hidung,
menggunakan alat
bantu pernafasan
S : pasien mengatakan
bibirnya pecah-pecah
O: tampak gelisah,
pucat, mukosa bibir
kering,kuku berwarna
biru
S : pasien mengatakan
lebih nyaman dengan
posisi kepala lebih
39
08/01/2014
09/01/2014
1. Kaji frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
pernafasan
2. Observasi warna
kulit, membrane
mukosa, dan kuku.
3. Tinggikan kepala
(semi fowler)dan
dorong untuk sering
mengubah posisi,
napas dalam dan
batuk efektif
4. Berikan oksigen 8
L/m
1. Kaji frekuensi,
kedalaman, dan
kemudahan
pernafasan
2. Observasi warna
kulit, membrane
mukosa, dan kuku.
3. Tinggikan kepala
tinggi
O : pasien tampak rileks
dan memberikan therapi
oksigen 8 liter
S : pasien mengatakan
masih sesak nafas
O : RR: 27x/m
Auskultasi terdengar
bunyi ronki dan
wheezing. Ekspansi
dada cepat
S : pasien mengatakan
sesak nafas berkurang
O : pasien tampak
nyaman
S : pasien mengatakan
takut disuntik
O : pasien tampak
gelisah
S : pasien mengatakan
sesak nafas
O : melakukan
nebulizer
S : pasien mengatakan
sesak nafas berkurang
O : RR: 25x/m
S : pasien mengatakan
masih sesak
O :membran mukosa
pucat kering, sianosis
S : pasien mengatakan
40
4. 07/01/2014
(semi fowler)dan
dorong untuk sering
mengubah posisi,
napas dalam dan
batuk efektif
4. Berikan oksigen
5L/m
1. Kaji pola makan dan
intake nutrisi klien
2. Menganjurkan klien
untuk makan porsi
sedikit tapi sering
3. Menganjurkan keluarga
klien untuk menyuapi
atau mendampingi klien
saat makan dengan
penyajian yang masih
hangat
lebih nyaman posisi
semi fowler
O : pasien tampak
nyaman, melakukan
batuk efektif
S : pasien mengatakan
sesak nafas
O : pasien tampak
nyaman
S : klien mengatakan
tidak nafsu makan
karena sesak dan dahak
susah keluar. Klien
mengungkapkan lebih
suka makanan cemilan
daripada makanan
rumahsakit
O : klien tampak
menghabiskan porsi
makan ½ piring
S : klien mengatakan
akan menuruti anjuran
O : klien tampak
menghabiskan makanan
S : Nenek klien
mengatakan selalu
menyuapi klien saat
makanan dari
rumahsakit masih
hangat
41
08/01/2014
09/01/2014
1. Mengkaji intake nutrisi
klien
2. Menganjurkan klien
untuk banyak minum air
putih terutama air putih
hangat
3. Memotivasi klien untuk
tetap terus meningkatkan
intake nutrisi dengan
porsi sedikit tapi sering
1. Mengkaji pola makan
dan intake nutrisi klien
2. Memotivasi klien untuk
tetap terus meningkatkan
intake nutrisi dengan
porsi sedikit tapi sering
O : klien tampak mau
makan dengan diselingi
minum air putih
S : klien mengatakan
makan sudah habis ½
porsi, tidak mual
muntah.
O : klien tampak
menghabiskan
makanannya
S : Klien mengikuti
anjuran perawat
O : klien tampak
menghabiskan
makanannya
S : klien mengatakan
akan menghabiskan
makanannya
O : klien tampak makan
dengan disuapi oleh
nenek
S : klien mengatakan
sudah mau makan habis
¾ porsi menu
rumahsakit dengan
tetap makan cemilan
dan jus dalam kemasan
tidak mual dan muntah
42
O: klien tampak
menghabiskan
makanannya dengan
porsi kecil tapi sering
S : klien mengatakan
ingin makan yang
banyak agar segera
sembuh
O : klien tampak makan
didampingi oleh
neneknya
F. CATATAN PERKEMBANGAN
NO
DIAGNOSA
WAKTU
( TGL/JAM)EVALUASI TT
1. 07/01/2014
08/01/2014
09/01/2014
S : mengatakan nafas sesak, dahak masih banyak
susah keluar
O : sesak, RR 28X/menit, ronki dan wheeing
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : mengatakan nafas masih sesak, dahak sedikit
berkurang
O: RR 27X/menit, ronki dan wheezing ada.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
S : mengatakan sesak berkurang, dahak berkurang
O: RR 25 X/menit, ronki dan wheezing ada.
43
2.
3.
07/01/2014
08/01/2014
09/01/2014
07/01/2014
A : masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi, menganjurkan klien untuk
melakukan batuk efektif bila dahak masih
keluar dan minum air hangat, berikan nebulizer
sesuai intervensi
S : mengatakan sesak nafas
O: kesadaran compos mentis, RR 28X/menit,
pucat
A : masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
S : mengatakan sesak berkurang
O: kesadaran compos mentis, RR 27 X/menit
reguler
A : masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi, menyarankan klien untuk
tetap dalam posisi semi fowler
S : mengatakan sesak berkurang
O: kesadaran compos mentis, RR 25 X/menit
regular.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi, menganjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen bila nafas kembali tak
beraturan. Tetap memantau keadaan klien klien
S : mengatakan masih sesak, pusing
O : tampak nafas cuping hidung, masih tersengal-
sengal. Akral cukup, warna kulit cenderung pucat,
44
4.
08/01/2014
09/01/2014
07/01/2014
08/01/2014
CRT> 2 detik, kuku sianosis, mukosa bibir
sianosis kering
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi pemberian oksigen untuk
mengoptimalkan pasokan oksigen dalam tubuh
S : mengatakan sesak sedikit berkurang
O : tak nampak nafas cuping hidung, akral cukup,
sianosis berkurang, CRT> 2detik
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi pemberian oksigen untuk
mengoptimalkan pasokan oksigen dalam tubuh
S : mengatakan sesak sudah berkurang
O : tak nampak nafas cuping hidung, akral hangat
sianosis (-), CRT < 2 detik
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi, menganjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen sampai keadaan klinis dan
pemeriksaan penunjang membaik
S : mengatakan tidak suka makanan rumah sakit,
tidak enak makan, kurang selera
O : tampak klien tidak menghabiskan makan siang
dan lebih memilih biskuit.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi, memberikan klien
motivasi untuk meningkatkan intake makanan,
menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi
sering
S : mengatakan sudah makan banyak cemilan dan
jus kemasan, makanan rumahsakit hanya habis ½
45
09/01/2014
porsi
O : tampak menu makanan rumahsakit tidak
dihabiskan
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi, memberikan klien
motivasi untuk meningkatkan intake makanan,
menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi
sering
S : mengatakan sudah makan banyak, menu
rumahsakit hanya dihabiskan ¾ porsi, tidak mual
muntah
O : tampak menu makanan rumahsakit tidak
dihabiskan
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi, memberikan klien
motivasi untuk meningkatkan intake makanan,
menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi
sering, menganjurkan keluarga klien untuk
mendampingi klien makan dengan makanan yang
masih hangat.
46
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan melakukan perbandingan antara tinjauan teori pada bab II
dan tinjauan kasus pada bab III dengan asuhan keperawatan pada An.N dengan kistik fibrotic
dan bronkopneumonia di ruang Ismail II Rumah Sakit Roemani Semarang.
Adapun pembahasan ini akan membahas kesamaan dan kesenjangan yang terdapat
antara teori dan kasus, termasuk faktor pendukung dan penghambat dalam pemberian asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2014 sampai dengan
9 Januari 2014.
A. PENGKAJIAN
Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada tanggal 7 Januari 2014, penulis tidak
banyak mendapatkan hambatan dikarenakan klien dan keluarga cukup kooperatif dalam
komunikasi dengan perawat dan terbuka dalam memberikan data yang diberikan. Selain itu,
adanya faktor pendukung antara lain adanya format pengkajian, catatan medis, catatan
perawatan juga sikap perawat ruangan yang dapat diajak kerjasama dengan baik. adapun data
yang didapatkan penulis melalui pengkajian tentang manifestasi klinik bronkopneumonia dan
asuhan keperawatan yang disesuaikan dengan kasus yang ada pada teori sama dengan yang
ada di kasus yaitu infeksi atau peradangan pada jaringan paru melalui cara penyebaran
langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. Sedangkan
kistik fibrotic yang ditemukan pada kasus An. N yaitu kelainan monogenik pada transpor
epitel yang mempengaruhi sekresi cairan epitel pada berbagai sistem tubuh: pernafasan,
pencernaan, reproduksi. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyakit congenital atau bawaan
pada An. N yang diturunkan dari ibu kandungnya.
Pada tinjauan teori, manifestasi pada bronkopneumonia yaitu anak sangat gelisah,
dispenea pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis
47
sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah. Batuk biasanya tidak ditemukan pada
permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Auskultasi pada daerah paru yang terkena, terdengan ronchi basah/ wheezing.
Sedangkan data yang didapat pada kasus adalah mual, badan lemas, sesak napas
hingga napas tersengal-sengal, sianosis, pucat, tampak nafas cuping hidung, auskultasi
terdengar ronchi basah, batuk produktif, dan sekret sulit untuk dikeluarkan.
Faktor yang mendukung dalam melakukan pengkajian adalah keluarga klien dank lien
sangat kooperatif saat dilakukan anamnesa, dan perawat ruangan juga membantu. Sedangkan
faktor penghambat karena keterbatasan waktu anamnesa. Hal ini dikarenakan kondisi klien
yang masih lemah dan ingin beristirahat. Solusi penulis untuk mengatasi hambatan tersebut,
penulis berusaha membuat kontak atau bertemu klien sesering mungkin untuk
menganamnesa maupun mengevaluasi kondisi klinis klien.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada tinjauan teoritis, diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial, pembentukan edema,
peningkatan produksi sputum, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses
inflamasi dalam alveoli, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, dan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia.
Pada kasus An. N diagnosa yang muncul juga sama dengan yang ada di tinjauan teori.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. Diagnosa tersebut ditemukan karena
klien mengeluh sesak napas, dahak menempel susah dikeluarkan, batuk produktif dan mual
rasa tidak enak di tenggorokan akibat dahak yang terus keluar dan ditelan.
Diagnosa lain yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan tinjauan teori adalah
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. Hal ini
dilihat dari data yang diperoleh saat anamnesa, klien mengeluh sesak napas hingga napas
tersengal-sengal, RR : 28x/menit dan sangat tergantung dengan bantuan oksigen, tampak
nafas cuping hidung dan retraksi intercosta.
48
Diagnosa selanjutnya yang ditemukan adalah gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
Diagnosa tersebut diangkat karena ditemukan data saat anamnesa, klien yang pucat sianosis
di kuku dan mukosa bibir, akral cukup, CRT> 2 detik. Diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia. Diagnosa nutrisi diangkat karena
ditemukan data An.N sangat kurus untuk seusianya 12 tahun dengan berat badan 13 kg. Klien
mengatakan tidak nafsu makan karena sesak napas dan dahak yang masih susah keluar,
makan hanya habis sedikit dan tidak suka menu rumahsakit. Klien hanya suka makan
cemilan dalam kemasan.
Faktor pendukung dalam mengangkat diagnosa tersebut adalah adanya kerjasama
yang baik antara penulis dengan klien dan keluarga, perawat ruangan juga membantu
mendapatkan data yang mempermudah dalam membuat diagnosa keperawatan disamping itu
banyaknya referensi yang berhubungan dengan bronkopneumonia. Faktor penghambat yaitu
kurang efisiensinya penulis pada klien dalam menegakkan diagnose keperawatan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis dan masalah yang dialami An. N yang
cukup kompleks. Alternatif pemecahan masalah adalah dengan membaca banyak referensi
buku serta berkonsultasi dengan dosen pembimbing serta perawat ruangan.
C. PERENCANAAN
1. Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka penulis membuat rencana asuhan
keperawatan berdasarkan prioritas masalah dari semua diagnosa keperawatan yang
muncul dengan kasus bronchopneumonia pada teori menurut prioritas utama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. Pada perencanaan penulis
melakukan kaji frekuensi pernafasan, kaji karakteristik secret beri posisi untuk
pernapasan yang optimal Lakukan nebulizer dan fisioterapi dada beri agen anti
infeksi sesuai indikasi, berikan cairan per oral dan injeksi iv sesuai indikasi tindakan
keperawatan Yang dapat dilakukan pada kasus adalah mengkaji frekuensi pernafasan
dan auskultasi suara nafas, Melakukan injeksi cefotaxime 2x 1 gr, methilprednisolon
3x ¼ vial, meropenem 3x 500 mg. menganjurkan keluarga untuk memberikan minum
49
air hangat berikan nebulizer dengan obat ventolin 4x½ dan pulmicort 4x½ dan
mengajarkan pasien untuk melakukan batuk efektif
Evaluasinya setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam pasien mengatakan
sesak berkurang, dahak berkurang dan RR 25 X/menit, ronki dan wheezing masih
terdengar masalah belum teratasi dan melanjutkan intervensi menganjurkan klien
untuk melakukan batuk efektif bila dahak masih keluar, pasien di anjurkan minum air
hangat.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Keletihan otot pernapasan, nyeri
dada, proses inflamasi dalam alveoli penulis merumuskan diagnosa ke dua dengan
rencana tindakan Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada,
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, Tinggikan kepala
dan bantu mengubah posisi, Observasi pola batuk dan karakteristik secret, Dorong
bantu pasien untuk napas dalam dan latihan batuk efektif, Berikan oksigen tambahan
8 liter tindakan keperawatan yang dapat di lakukan Kaji frekuensi, Auskultasi bunyi
napas dan ekspansi dada, atur posisi pasien menjadi lebih nyaman atau semi flowler,
berikan oksigen 8 l/m, Melakukan injeksi metilprednisolon 3x ¼ vial mg, meropenem
3x 500 mg, Melakukan nebulizer ventolin 4x½ dan pulmicort 4x½.
Evaluasinya setelah di lakukan tindakan selama 3x24 jam pasien mengatakan
mengatakan sesak berkurang kesadaran compos mentis, RR 25 X/menit regular,
masalah teratasi sebagian lanjutkan intervensi menganjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen bila nafas kembali tak beraturan tetap memantau keadaan klien.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah penulis merumuskan diagnosis
ke tiga dengan rencana tindakan kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan
pernafasan Observasi warna kulit, membrane mukosa,kaji status mental, awasi
frekuensi jantung/ irama, pertahankan istirahat tidur.,Dorong menggunakan teknik
relaksasi dan aktivitas senggang,tinggikan kepala (semi fowler)dan dorong untuk
sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif, Berikan terapi oksigen 8
liter. Tindakan keperawatan yang dapat di lakukan Kaji frekuensi, kedalaman, dan
50
kemudahan pernafasan, observasi warna kulit, membrane mukosa, dan
kuku,tinggikan kepala (semi fowler), dan dorong untuk sering mengubah posisi,
napas dalam dan batuk efektif, berikan oksigen 8 L/m.
Evaluasi setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
mengatakan sesak sudah berkurang tak nampak nafas cuping hidung, akral hangat ,
sianosis (-), CRT < 2 detik masalah teratasi lanjutkan intervensi menganjurkan klien
untuk tetap memakai oksigen sampai keadaan klinis dan pemeriksaan penunjang
membaik.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan menelan makanan sekunder terhadap sesak dan nyeri dada, intake
nutrisi tidak adekuat, anoreksia, penulis merumuskan diagnosis yang ke empat
dengan rencana tindakan Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah,
berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, Jadwalkan
pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan, berikan makan porsi kecil
dan sering, tindakan keperawatan yang dapat di lakukan, kaji pola makan dan intake
nutrisi klien, menganjurkan klien untuk makan porsi sedikit tapi sering,menganjurkan
keluarga klien untuk menyuapi atau mendampingi klien saat makan dengan penyajian
yang masih hangat,mengkaji intake nutrisi klien,menganjurkan klien untuk banyak
minum air putih terutama air putih hangat,memotivasi klien untuk tetap terus
meningkatkan intake nutrisi dengan porsi sedikit tapi sering.
Evaluasi setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
mengatakan sudah makan banyak, menu rumahsakit hanya dihabiskan ¾ porsi, tidak
mual muntah tampak menu makanan rumah sakit tidak dihabiskan masalah teratasi
sebagian lanjutkan intervensi, memberikan klien motivasi untuk meningkatkan intake
makanan, menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering, menganjurkan
keluarga klien untuk mendampingi klien makan dengan makanan yang masih hangat.
51
D. IMPLIMENTASI
Pada implementasi, sudah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah di buat.
Implementasi yang telah dilakukan adalah memonitor status respirasi,Menganjurkan
orangtua klien untuk memberi klien minum air hangat, mengajarkan klien batuk efektif
Mengobservasi TTV, Memonitor hasil laboratorium, Mengkaji tanda infeksi lebih lanjut,
menjelaskan kondisi klien kepada orang tua, berinteraksi dengan klien dan mengajak
klien bermain, mengkaji pengetahuan orang tua klien tentang sakit klien, memberikan
pendidikan kesehatan tentang pengertian, penyebab, tanda gejala,komplikasi,
pencegahan dan cara perawatan pada penyakit bronchopneumonia.
E. EVALUASI
1. Setelah dilakukan implementasi keperawatan, masalah keperawatan, Ketidakefektifan
bersihan jalan napas belum teratasi sebagian dikerenakan klien masih batuk, sekret,
suara nafas ronchi dan whezing, Terapi tindakan keperawatan dihentikan
dikarenakan pasien pulang
2. Setelah di lakukan implementasi keperawatan masalah keperawatan Ketidakefektifan
pola napas masalah teratasi sebagian di karenakan pasien masih sesak RR 25x/menit,
masih memakai oksigen 5 liter terapi tindakan keperawatan di hentikan di karenakan
pasien pulang
3. Setelah di lakukan implementasi keperawatan Gangguan pertukaran gas masalah
teratasi sebagian di karekan pasien masih sesak RR 25x/menit, tak nampak nafas
cuping hidung, akral hangat , sianosis (-), CRT < 2 detik, menganjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen sampai keadaan klinis dan pemeriksaan penunjang membaik
terapi tindakan keperawatan di hentikan di karenakan pasien pulang tetapi pasien
memakai oksigen di rumah
52
4. Setelah di lakukan implementasi keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh masalah teratasi sebagian di karenakan sudah makan banyak, menu
rumahsakit hanya dihabiskan ¾ porsi, tidak mual muntah tampak menu makanan
rumah sakit tidak dihabiskan, memberikan klien motivasi untuk meningkatkan intake
makanan, menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering, menganjurkan
keluarga klien untuk mendampingi klien makan dengan makanan yang masih
hangat.Terapi tindakan keperawatan di hentikan di karekan pasien pulang.
53
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bronkopneumonia berasal dari kata bronchus dan pneumonia berarti
peradangan pada jaringan paru-paru dan juga cabang tenggorokan (broncus) (Mansjoer,
2000). Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke
bronkus (Sujono, 2009).
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari Asuhan Keperawatan pada An.N
dengan Bronchopneumoni dari pengkajian,diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi adalah sebagai berikut:
Pada kasus An.N di dapat data objektif dan data subyetif :
DS :
1. Klien mengatakan sering batuk dan tenggorokan gatal
2. Klien mengungkapkan dahak susah keluar meskipun sudah banyak minum air
putih
3. Klien mengatakan sesak napas, sesak bertambah di malam hari dan berkurang bila
diberikan oksigen dengan masker
4. Klien mengatakan tidak nafsu makan, selera makan berkurang karena sesak
napas.
5. Klien mengatakan lebih menyukai cemilan ringan daripada makanan pokok.
DO :
1. Terdengar bunyi napas tambahan, ronchi basah (+), wheezing (+)
2. RR : 28x/ menit irreguler, HR : 98x/menit
3. Akral dingin, kulit warna coklat pucat, sianosis di mukosa bibir dan kuku, CRT >
2 detik
54
4. Terlihat pernapasan cuping hidung
5. Tampak retraksi intercosta
6. Terlihat gelisah dan terlihat berusaha batuk mengeluarkan dahak hingga kesakitan
7. Tampak sesak napas, tersengal-sengal bila oksigen dilepas
8. Klien tampak makan hanya habis 4-5 sendok saja, klien lebih banyak minum dan
makan cemilan ringan seperti biskuit.
9. BB : 13 kg
Pada kasus An.N diagnosa yang muncul adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan Spasme jalan napas,
produksi sputum berlebihan, sekresi dalam bronki dan penyakit paru obstruktif kronik
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Keletihan otot pernapasan, nyeri
dada, proses inflamasi dalam alveoli
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membrane alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakmampuan menelan makanan sekunder terhadap sesak dan nyeri dada, intake
nutrisi tidak adekuat, anoreksia
Pada perencanaan keperawatan yang dibuat pada kasus An. N sesuai dengan
prioritas adalah, monitor status respirasi ( frekuensi, kedalaman, suara nafas ), beri posisi
nyaman pada klien , anjurkan untuk minum air hangat, ajarkan anak untuk melakakukan
batuk efektif, melakukan nebulizer dengan ventolin 4x½ dan pulmicort 4x½ dengan
Observasi TTV. Monitor hasil laboratorium, Kaji tanda-tanda infeksi lebih lanjut. berikan
obat antibiotic metilprednisolon 3x ¼ vial, meropenem 3x 500 mg, memotivasi klien
untuk tetap terus meningkatkan intake nutrisi dengan porsi sedikit tapi sering.
55
Evaluasi pada kasus An.N yaitu :
1. Setelah dilakukan implementasi keperawatan, masalah keperawatan, Ketidakefektifan
bersihan jalan napas belum teratasi sebagian dikerenakan klien masih batuk, sekret,
suara nafas ronchi dan whezing, Terapi tindakan keperawatan dihentikan
dikarenakan pasien pulang
2. Setelah di lakukan implementasi keperawatan masalah keperawatan Ketidakefektifan
pola napas masalah teratasi sebagian di karenakan pasien masih sesak RR 25x/menit,
masih memakai oksigen 5 liter terapi tindakan keperawatan di hentikan di karenakan
pasien pulang
3. Setelah di lakukan implementasi keperawatan Gangguan pertukaran gas masalah
teratasi sebagian di karekan pasien masih sesak RR 25x/menit, tak nampak nafas
cuping hidung, akral hangat , sianosis (-), CRT < 2 detik, menganjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen sampai keadaan klinis dan pemeriksaan penunjang membaik
terapi tindakan keperawatan di hentikan di karenakan pasien pulang tetapi pasien
memakai oksigen di rumah
4. Setelah di lakukan implementasi keperawatan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh masalah teratasi sebagian di karenakan sudah makan banyak, menu
rumahsakit hanya dihabiskan ¾ porsi, tidak mual muntah tampak menu makanan
rumah sakit tidak dihabiskan, memberikan klien motivasi untuk meningkatkan intake
makanan, menganjurkan klien makan porsi sedikit tapi sering, menganjurkan
keluarga klien untuk mendampingi klien makan dengan makanan yang masih
hangat.Terapi tindakan keperawatan di hentikan di karekan pasien pulang.
56
B. SARAN
Dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan, pengetahuan dan pemahaman
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Fibrosis kistik dengan bronkopneumonia
penulis menekankan pentingnya penyuluhan kesehatan karena dengan pengetahuan dan
pemahaman tentang penyakitnya diharapkan klien dapat menghindari atau membatasi
komplikasi lebih lanjut.
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada akademi agar dapat lebih memperbanyak buku-buku yang dapat
menunjang perkuliahan dan untuk pendidik lebih perbanyak sumber-sumber buku
panduan agar lebih luas pengetahuan dan informasi terkini dalam pemberian informasi
kepada mahasiswa/mahasiswi.
2. Instansi / Rumah Sakit
Lebih meningkatkan Profesionalisme untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pasien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Pasien
Lebih mewaspadai apabila ada kelainan atau ketidak nyamanan pada diri pasien dan
konsultasikan ke dokter atau tenaga kesehatan terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
57
Recommended