1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang saat ini dalam tahap tinggal landas dari Negara berkembang
menjadi Negara maju. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan
untuk mengubah orientasi pembangunan yaitu dari Negara agraris menjadi Negara
sektor industri yang diharapkan dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja dan
mendongkrat perekonomian Indonesia, ternyata terdapat sebagaian tidak dapat
bertahan akibat krisis ekonomi yang melanda Negara-negara kawasan asia.
Indonesia termasuk Negara yang paling parah terkena dampak krisis tersebut.
Banyak industri tidak dapat bertahan dalam krisis ekonomi menyebabkan
banyak pengangguran. Terbatasnya lapangan pekerjaan didalam negeri dan
banyaknya tenaga kerja yang tidak tertampug pada dunia usaha didalam negeri,
serta tuntutan ekonomi keluarga yang sangat tinggi mendorong sebagian
masyarakat Indonesia, khususnya Desa Campa Kecamatan Madapangga
Kabupaten Bima untuk bermigrasi mencari pekerjaan diluar negeri. Bekerja
diluar negeri yang biasa dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan
pilihan yang dianggap menjanjikan, karena penghasilan yang bakal diperoleh
relatif besar dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarga.
Banyak cerita TKI yang telah berhasil meningkatkan taraf hidup dan
keluarga di daerah asal, sehingga membuat masyarakat dan calon tenaga kerja
Indonesia di Desa Campa tertarik untuk mencoba mengikuti jejak mereka. Itu
1
2
hanya beberapa alasan yang lumrah dan biasa digunakan calon-calon TKI untuk
bisa bekerja diluar negeri agar memperoleh penghasilan yang besar jika
dibandingkan dengan didaerah asal ataupun didalam negeri sendiri. Bekerja diluar
negeri diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup pribadi dan keluarga.
Dan yang menjadi Negara tujuan bagi para TKI antara lain Malaysia dan
Brunei Darussalam, pada umumnya mereka yang rata-rata menjadi TKI bekerja
sebagai pemetik buah kelapa sawit, dan buruh bangunan. Hal ini terjadi karena
rata-rata yang menjadi TKI hanya lulusan SMA dan SMP malahan ada yang
tamatan SD, maupun yang putus Sekolah Dasar dari latar belakang tersebut
mereka tidak mempunyai keahlian maupun keterampilan yang memungkinkan
untuk dapat bekerja dibidang lain.
Alasan utama mereka untuk brmigrasi keluar negeri yaitu faktor ekonomi,
mengiginkan gaji yang tinggi, mencari pengalaman kerja dan juga faktor keluarga
yang mempengaruhi mereka untuk meninggalkan kampung halaman.
Warga Desa Campa yang bekerja menjadi TKI rata-rata kepala keluarga dan
pemuda-pemuda yang belum menikah. Banyaknya kepala keluarga yang menjadi
TKI menimbulkan terjadinya perubahan di dalam kehidupan berumah tangga
khususnya bagi laki-laki yang sudah beristri seperti yang terjadi di Desa Campa
yaitu masalah poligami yang dilakukan oleh suami yang bekerja di luar negeri dan
masalah perceraian. Keluarga yang dulunya utuh (Suami, Istri dan Anak-
Anakanya) menjadi keluarga yang tidak utuh lagi.Terpisahnya keluarga antara
suami dan istri karena salah satu anggota keluarga menjadi TKI menimbulkan
3
masalah dalam kehidupan keluarga. Selain terpisah dalam waktu yang cukup lama
kondisi tersebut diperparah lagi dengan kurangnya komunikasi, komitmen
terhadap pasangan, sehingga menimbulkan poligami, konflik dan terjadinya
perceraian antara suami istri .
Sedangkan untuk para pemuda yang belum menikah yang menjadi TKI
adalah suatu kebanggan tersendiri bagi mereka bisa membantu ekonomi keluarga
seperti membiayai adiknya yang sekolah dan menafkahi kehidupan keluarga, di
samping itu juga mendapatkan perhatian dan pujian dari masyarakat karna kerja
kerasnya dan ketekunan membantu kehidupan perekonomian keluarga disaat
usianya yang masih muda yang mampu menafkahi kehidupan dirinya sendiri
maupun keluarganya.
Dari fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti terkait dengan,
Faktor Pendorong Migrasi dan Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten
Bima.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peniliti membatasi penelitian
sebagai berikut:
1. Faktor apa yang mendorong laki-laki di Desa Campa Kecamatan
Madapangga Kabupaten Bima menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)
migrasi keluar negeri ?
4
2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi keluarga di Desa Campa Kecamatan
Madapangga Kabupaten Bima setelah migrasi ke luar negeri menjadi
tenaga kerja Indonesia (TKI) ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor apa
yang mendorong TKI migrasi ke luar negeri dan menganalisis sejauh mana
kondisi sosial ekonomi keluaga TKI setelah migrasi keluar negeri.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Kiranya dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat untuk dunia
pendidikan sebagai referensi ilmiah pada bidang ilmu pengetahuan
sosiologis khususnya dan ilmu pengetahuan lain secara umum.
b.Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman terkhusus
bagi peneliti dalam kajian ini.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Sistem dan Dinamika Masyarakat
Sistem merupakan satu kesatuan yang kompleks, terdiri dari berbagai antar
hubungan. Disini teori sistem dilihat sebagai teori yang menekankan pada suatu
proses sosial, konsep-konsep yang diterapakan, untuk menganalisis perubahan
sosial. Perubahan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pada sudut
pengamatan, baik dari sudut aspek, fragmen atau dimensi sistem sosialnya.1
Keadaan sistem sosial bukanlah hal sederhana, tidak hanya berdimensi
tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan hasil keadaan berbagai
komponen sebagai berikut:
a. unsur-unsur pokok (misalnya; jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka).
b. hubungan antarunsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan antar individu, integrasi)
c. berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial).
d. pemiliharaan batas (misalnya: kriteria untuk menentukan siapa saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, prinsip rekrutmen dalam organisasi).
e. subsistem, lingkungan (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang dapat dibedakan).
f. Lingkungan2.
1 Piotr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 3.
2 Ibid., hlm. 4.
5
6
Bila dipisah-pisah menjadi komponen dan dimensi utamanya, teori sistem
secara tidak langsung menyatakan kemungkinan perubahan; perubahan
komposisi, perubahan struktur, perubahan fungsi, perubahan batas, perubahan
hubungan antara subsistem, perubahan lingkungan setiap pakar meletakan tekanan
pada jenis perubahan yang berbeda, namun sebagaian besar mereka memandang
penting perubahan struktural dalam hubungan, organisasi, dan ikatan antara
unsur-unsur masyarakat.
Perubahan sosial selalu berkaitan dengan aspek-aspek dalam kehidupan
sosial, yang didalamnya termuat proses sosial, difenisi klasik mengenai proses
sosial dikemukakan oleh Pitirim Sorokim, yaitu, setiap perubahan subjek tertentu
dalam perjalanan waktu, entah itu perubahan tempatnya dalam ruang, atau
modifikasi aspek kuantitatif atau aspek kualitatifnya.
Dalam konsep proses sosial menunjukan sebagai berikut:
1. Berbagai perubahan 2. Mengacu pada sistem sosial yang sama ( terjadi didalamnya atau
mengubahnya sebagai satu kesatuan ).3. Saling berhubungan sebab-akibat dan tak hanya merupakan faktor yang
mengiringi atau mendahului faktor yang lain.4. Perubahan itu saling mengikuti satu sama lain dalam rentetan waktu3.
Untuk memahami masalah perubahan sosial yang kompleks, diperlukan
adanya tipologi proses sosial. Tipologi tersebut berdasarkan atas empat kriteria
utama yaitu: Untuk proses sosial yang terjadi, hasilnya, kesadaran tentang proses
dikalangan anggota masyarakat bersangkutan, kekuatan yang menggerakkan
3 Ibid, hlm. 4.
7
proses itu, tingkat realitas sosial ditempat proses sosial itu terjadi, dan jangka
waktu berlangsungnya proses sosial itu.
Proses sosial, bila dilihat dari jauh, berdasarkan perspektif eksternal, akan
terlihat berbagai bentuknya. Proses yang mengarah ( purposive ) biasanya tak
dapat diubah dan sering bersifat kumulatif. Setiap tahapan yang berurutan berbeda
dari tahap sebelumnya dan merupakan pengaruh gabungan dari tahap sebelumnya,
tahap terdahulu menyediakan syarat bagi tahap yang kemudian. Gagasan tentang
proses yang tidak dapat dirubah itu menekankan pada kenyataan bahwa dalam
kehidupan manusia terdapat kebutuhan yang tak dapat tidak terpenuhi, pemikiran
yang tak dapat tidak dipikirkan, perasaan yang tak dapat tak dirasakan dan
pengalaman yang tak dapat tidak dialami.
Namun, dalam artian sempit ia tak harus berlangsung seperti itu, terutama
jika diperhatikan proses mengarah yang terjadi pada subtipe tertentu. Sebagian
mungkin bersifat teleologi dalam arti terus-menerus mendekati tujuan tertentu.
Ada lagi proses yang mengarah pada bentuk lain, yakni proses yang terus bekerja
mengembangkan potensi dirinya dengan mendorongnya dari dalam tanpa henti.
Bila tujuannya dinilai positif, proses sosial itu disebut kemajuan. Bila tujuan
menjauh dari nilai positif, proses itu disebut kemunduran.
Proses dalam kesadaran sosial merupakan hal penting. Proses sosial itu
mungkin disadari, diduga dan diharapkan, hal ini biasa disebut Marton sebagai
proses manifest. Proses sosial itu mungkin tak disadari, tak diduga dan tak
diharapkan atau disebut proses laten. Orang mungkin menyadari proses sosial
8
yang terjadi, menduga arahnya dan mengharapkan dampak khususnya namun
semua dugaan itu ternyata keliru sama sekali, biasa disebut proses bumerang.
Jadi tingkatan proses sosial terjadi di tiga tingkat realitas sosial : makro,
mezo dan mikro. Proses sosial makro terjadi pada tingkat yang paling luas, yakni
ditingkat masyarakat global, bangsa, kawasan dan kelompok etnik. Proses mezo
mencakup kelompok besar, komunitas, asosiasi, partai politik, angkatan
bersenjatadan birokrasi. Proses mikro terjadi dalam kehidupan sehari-hari
individu, keluarga dan dalam kelompok kecil.
2. Teori Migrasi
Migrasi terjadi apabila ada orang berpindah tempat menyebrangi suatu
batas teritorial tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu atau selamanya,
perpindahan itu mungkin dekat atau jauh4.
Menurut Brinley Thomas migrasi dipandang sebagai gerakan perpindahan
(termsuk perubahan tempat tinggal tetap) dari suatu negeri ke negeri lain yang
terjadi disebabkan kemauan sendiri dari yang bersangkutan, baik secara
perorangan atau kelompok.5
4 Sembiring, Demografi, (Jakarta: PT Etasa Dinamika, 1985), hlm. 58.5 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Minangkabau, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 5.
9
a. Teori Migrasi Everett S. Lee
Lee mengungkapkan bahwa volume migrasi disuatu wilayah berkembang
sesuai tingkat keanekaragaman daerah di wilayah tersebut. Di daerah asal dan
daerah tujuan, menurut Lee ada faktor-faktor yang disebut sebagai berikut6:
a. Faktor positif (+) yaitu faktor yang memberikan nilai menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah itu, misalnya daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, atau iklim yang baik.
b. Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut karena kebutuhan tertentu tidak terpenuhi.
c. Faktor netral (0) yaitu tidak berpengaruh terhadap keinginan seorang individu untuk tetap tinggal di daerah asal atau pindah ke tempat lain.
Selanjutnya, Lee menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga
dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya berupa ongkos pindah yang tinggi,
topografi antara daerah asal dengan daerah tujuan berbukit-bukit, dan terbatasnya
sarana transportasi atau pajak masuk ke daerah tujuan. Faktor yang tidak kalah
pentingnya adalah faktor individu karena dialah yang menilai positif dan
negatifnya suatu daerah, dia pulalah yang memutuskan apakah akan pindah dari
daerah ini atau tidak. Jadi menurut Lee proses migrasi dipengaruhi oleh empat
faktor: Faktor individu, faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, faktor-faktor
yang terdapat di daerah tujuan, dan rintangan antara daerah asal dengan daerah
tujuan.
6 Ida Bagoes Mantra, Demografi Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm.180-181.
10
b. Teori Migrasi Mabogunje
Menurut Mobogunje yang menyatakan bahwa hubungan migran dengan
desa dapat dilihat dari materi informasi yang mengalir dari kota atau daerah tujuan
ke desa asal. Jenis informasi itu dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat
negatif. Informasi positif biasanya datang dari migran yang berhasil didaerah
tujuan. Hal ini berakibat stimulus untuk pindah semakin kuat dikalangan migran
potensial di desa, pranata sosial yang mengontrol mengalirnya warga desa keluar
semakin longgar, arah pergerakan penduduk tertuju ke kota-kota atau daerah
tertentu7.
Mobogunje melihat bahwa kontribusi dari migran terdahulu dikota sangat
besar dalam membantu migran baru yang berasal dari desa atau daerah yang sama
dengan mereka, terutama pada tahap-tahap awal dari mekanisme penyesuaian diri
di daerah tujuan. Para migran baru tidak hanya sekedar di tampung di rumah
migran lama, tetapi juga di cukupi kebutuhan makan, dan di bantu mendapatkan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan relasai yang dimiliki.
c. Teori Migrasi Tadaro
Tadaro berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah adalah motif
ekonomi. Motif tersebut berkembang karna adanya ketimpangan ekonomi
antardaerah. Tadaro menyebut motif utama tersebut sebagai pertimbangan
ekonomi yang rasional. Migrasi ke perkotaan mempunyai dua harapan, yaitu
memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi
7 Ibid, hlm. 184.
11
daripada yang diperoleh di pedesaan. Dengan demikian, migrasi desa kota
sekaligus mencerminkan adanya ketidak seimbangan antara kedua daerah
tersebut. Oleh karena itu, arah pergerakan penduduk juga cenderung ke kota yang
memiliki kekuatan-kekuatan yang besar sehingga diharapkan dapat memenuhi
pamrih-pamrih ekonomi mereka.8
d. Teori Remitan Connell dan Curson
Menurut Connel remitan diwujudkan dengan pengirman uang, barang,
bahkan ide-ide pembangunan di daerah asal, secara langsung atau tidak langsung.
Sedangkan remitan menurut Curson (1981) merupakan pengiriman uang, barang,
ide-ide pembangunan dari perkotaan ke pedesaan dan merupakan instrumen
penting dalam kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat.9
Jadi remitan tidak hanya berupa uang yang dikirim kedaerah asal tetapi
juga keterampilan yang diperoleh dari pengalaman bermigrasi akan sangat
bermanfaat bagi migran jika nanti kembali ke desanya. Misalnya cara-cara
bekerja, membangun rumah dan lingkungannya yang baik, serta hidup sehat. Dari
segi ekonomi keberadaan remitan sangatlah penting karena mampu meningkatkan
ekonomi keluarga dan juga untuk kemajuan bagi masyarakat penerimanya.
8 Ibid, hlm. 186.9 Ibid, hlm. 182.
12
3. Perubahan Sosial dan Kondisi Sosial Ekonomi
a. Perubahan Sosial
Setiap masyarakat mengalami perubahan sepanjang masa, ada yang
mencolok, ada yang lambat, ada yang cepat, ada yang sebagian terbatas dan ada
yang menyeluruh. Perubahan dapat berupa pergeseran nilai sosial, prilaku,
susunan organisasi, lembaga sosial, stratifikasi sosial, wewenang dan sebagainya.
Dalam perubahan sosial anggota masyarakat harus bersifat terbuka bahkan ia
secara kreatif menciptakan kondisi perubahan, terutama di bidang ekonomi dan
pola hidup sehari-hari.10
Konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan yaitu: perbedaan,
pada waktu berbeda, diantara kedaan sistem sosial yang sama. Perubahan sosial
terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan
kesimbangan atau (equilibirium) masyarakat seperti halnya perubahan dalam
unsur geografis atau biologis, ekonomi dan kebudayaan.11
Dari defenisi yang telah diungkapkan oleh tokoh diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan fungsi kebudayaan dan
prilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain
yang ditandai oleh adanya perubahan pola pikir mayarakat di suatu tempat.
a. Faktor Yang Menyebabkan Perubahan Sosial10 Rusdiyanta dan Syahrial Syarbaini, Dasar-Dasar Sosiologi, (Yogyakarta :Graha
Ilmu, 2009 ), hlm. 136. 11 Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan
Anak, (Jakarta :PT. Rineka Cipta, 1982), hlm. 263.
13
Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat
faktor-faktor yang mendorong jalanya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor
tersebur antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penemuan Baru atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang
terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Proses tersebut meliputi suatu
penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain
bagian masyarakat dan cara-cara atau unsur kebudayaan baru yang diterima,
dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Adapun
yang disebut dengan discovery adalah penemuan unsur kebudayaan baru baik
berupa alat maupun berupa gagasan yang diciptakan oleh seseorang individu atau
serangkaian ciptaan para individu. Discovery ini baru menjadi inovasi kalau
masyarakat sudah mengakui, menerima dan menerapkan penemuan baru itu.12
Menurut Koenjaraningrat faktor-faktor yang mendorong individu untuk
mencari penemuan baru adalah (1) kesadaran dari orang perorangan akan
kekurangan dalam kebudayaanya, (2) kualitas ahli dalam suatu kebudayaan, dan
(3) perangsang bagi aktifitas-aktifitas penciptaan dalam masyarakat.13
2. Perubahan Jumlah Penduduk
12 Ibid, hlm. 276.13 Abdulsysni, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 1994), hlm. 164.
14
Menurut Roucek dan Waren yang menggambarkan perubahan sosial yang
disebabkan oleh adanya penduduk yang heterogen dikatakan bahwa masyarakat
yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik yang berbeda bercampur baur
dengan bebas dan mendifusikan adat pengetahuan dan teknologi, biasanya
mengalami kadar perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores, dan ideologi
selalu menghasilkan ketidaksesuaian dan juga keresahan sosial, dan memudahkan
terjadinya perubahan sosial.14
Jadi perubahan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab
perubahan sosial, seperti bertambah atau berkurangnya penduduk pada suatu
daerah tertentu dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat
terutama lembaga-lembaga kemasyarakatan.
3. Pertentangan (Conflict)
Pertentangan antara kelompok mungkin terjadi antara generasi muda dan
generasi tua, pertentangan demikian itu kerap kali terjadi, apabila pada
masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern.
Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya lebih mudah menerima
unsur-unsur kebudayaan asing (misal kebudayaan sekularisme) yang dalam
beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Dalam hal ini konflik di awali
oleh adanya perbedaan-perbedaan kepentingan, pemikiran, dan pandangan
sehingga terjadi perubahan sosial dalam masyarakat.15
faktor-faktor pendorong jalannya proses perubahan sosial, sebagai
berikut:
14 Ibid, hlm. 166.15 Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 280.
15
a. Kontak dengan budaya lainb. Sistem pendidikan formal yang majuc. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan
untuk majud. Toleransi terhadap perbuatan menyimpang (deviation) yang bukan
merupakan delike. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)f. Penduduk yang heterogen, orientasi ke masa depang. Nilai bahwa manusia harus beriktiar untuk memperbaiki
hidupnya.16
Sedangkan faktor-faktor yang menghalangi perubahan sosial:
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain,b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat, c. Sikap masyarakat yang masih tradisional, d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat
sekali (wested interest), e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada intergasi kebudayaan,
prasangka terhadap hal-hal asing atau baru, f. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis dan g. Adat atau kebiasaan.17
b. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
pada dasarnya perubahan sosial akan selalu mengisi setiap perjalanan
kehidupan manusia dan akan menjadi proses dari kehidupan itu sendiri, hanya
yang akan menjadi persoalan yaitu masalah cepat atau lambatnya perubahan itu
sendiri.
1. Perubahan lambat (evolusi) dan perubahan cepat (revolusi)
Perubahan sosial secara lambat apabila dilihat dari waktunya. Biasanya
waktu perubahan ini terjadi secara lambat, memerlukan rentetan perubahan kecil 16 Ibid, hlm. 283.17 Ibid, hlm. 186.
16
secara lamban yang ditunjukan oleh sikap dan prilaku masyarakat yang
menyesuaikan dirinya dengan adanya pergeseran sosial sesuai dengan keperluan,
keadaan, dan kondisi yang baru dan sejalan dengan adanya proses pertumbuhan
ini.18
Sedangkan perubahan sosial cepat akan terjadi pada sendi-sendi atau dasar-
dasar pokok dari kehidupan masyarakat (yaitu lembaga-lembaga kemasyarakatan)
lazimnya dinamakan revolusi.
2. Perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi perubahan yang
direncanakan adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan
terlebih dahulu sebelumnya oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan
perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak perubahan tersebut dinamakan agen
of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih-lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan.19
Sedangkan perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan-
perubahan yang tidak berlangsung diluar kehendak dan pengawasan masyarakat.
Perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki ini biasanya banyak menimbulkan
pertentangan yang merugikan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dalam
kondisi demikian anggota masyarakat pada umumnya lebih sulit diarahkan untuk
melakukan perubahan-perubahan, lantaran kekecewaan mereka yang mendalam.
18 Kolip dan Setiadi. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta, dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 613.
19 Abdulsyani, op.cit, hlm. 169.
17
Mungkin karena pengalaman buruk mereka terhadap akibat-akibat perubahan
yang terjadi sebelumnya yang tidak membuahkan kesejahteraan dan kepuasan
atau mungkin karena masyarakat masih mempuyai kepercayaan yang sangat kuat
terhadap kesucian dan kemampuan lembaga-lembaga sosial atau tradisi-tradisi
sosial yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.20
b. Sosial Ekonomi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata sosial berarti segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia
sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup
tanpa bantuan orang lain disekitarnya.21
Adapun yang dimaksud dengan ekonomi sebagai pengelolaan rumah
tangga adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang
berhubungan dengan pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas
diantara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha,
dan keinginan masing-masing.22
Sosial ekonomi menurut adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan,
tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal dan jabatan dalam organisasi.23
20 Ibid, hlm. 170.21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka. 1994), hlm. 958.22 Damsar, Sosiologi Ekonomi. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009),
hlm. 9-10.
23Abdulsyani, op.cit, hlm. 68.
18
Jadi, kehidupan sosial ekonomi yang dimaksud adalah cara-cara atau
strategi yang di terapkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
serta pemanfaatan hasil penghasilan atau hasil ekonomi yang di peroleh. sebagai
indikator untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi yang di rasakakan
keluarga tenaga kerja Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan Madapangga
Kabupaten Bima. Maka peneliti menentukan empat hal yang dapat
menggambarkan kondisi sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia (TKI) di
Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima melalui, pendidikan,
tingkat pendapatan, kondisi rumah, tabungan/investasi. Untuk memahami secara
singkat mengenai ke empat tersebut, lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai, pembelajaran,
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan ataupun
penelitian.
Durkhaim berpendapat bahwa pendidikan pendidikan bukanlah hanya satu
bentuk, dalam artian ideal dan aktual, tetapi bermacam-macam. Masyarakat secara
keseluruhan beserta masing-masing lingkungan khususnya, akan menentukan
tipe-tipe yang diselenggarakan.24
24 Abdulah Idi dan Safarina, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 11.
19
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan Nasional dikatakan, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, beraklak mulia, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis secara bertanggung jawab.25
Jadi, pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia dalam arti
perubahan pola sikap atau prilaku.
b. Pendapatan
Pendapatan secara umum dapat diartikan sebagai hasil usaha dalam suatu
periode/waktu tertentu. Selain itu, definisi pendapatan juga adalah total uang yang
diterima atau terkumpul dalam suatu periode. Dalam suatu periode disini
maksudnya adalah pendapatan tersebut didapat seseorang melalui aktifitas
kerjadalam suatu periode tertentu yang membuat seseorang memperoleh upah atau
pendapatan atas kegiatan atau pekerjaan yang telah dilakukan.
Pekerja dan keluarganya mempunyai ketergantungan terhadap besarnya
upah yang diterima untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan
sandang, pangan, papan dan beragam kebutuhan lain.
Pendapatan sendiri merupakan salah satu faktor penentu kesejahteraan
masyarakat, besar kecilnya pendapatan seseorang berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini di pengaruhi berbagai faktor diantaranya faktor modal, pekerjaan dan
25 Ibid, hlm. 60.
20
tingkat pengetahuan. Tingkat pendapatan juga merupakan indikator yang banyak
dipakai untuk melihat pembangunan secara umum. Tinggi rendahnya pendapatan
akan mempengaruhi sikap masyarakat dalam mengatur prilaku ekonomi
masyarakat itu sendiri.
Tingkat pendapatan dapat menyebabkan terjadinya dinamika kehidupan
sosial dalam masyarakat suatu wilayah, juga merupakan salah satu indikator untuk
melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat.
c. Kondisi Rumah
Rumah merupakan aktualisasi diri manusia sebagai pribadi maupun
sebagai kesatuan dengan lingkungan alamnya. Rumah memiliki fungsi sebagai
sarana pengamanan diri manusia, memberikan ketenangan dan ketentraman hidup
sebagai wahana yang mampu mendorong pemenuhan kebutuhan dirinya.
Komaruddin mengatakan fungsi rumah adalah sebagai tempat melepas
lelah dan beristirahat, tempat berlindung dari bahaya, sebagai lambang status
sosial serta menyimpang dan meletakan barang-barang rumah tangga, dikatakan
bahwa kualitas rumah akan mempengaruhi kualitas hidup pemiliknya. Rumah
sebagai salah satu fasilitas hidup yang harus dimiliki penduduk mengingat rumah
merupakan kebutuhan primer.26
d. Investasi dan Tabungan
26 Nur Isnaini, Sosial Ekonomi Masyarakat Waduk Gajah Mungkur (Studi Kasus tentang Kehidupan Social Ekonomi Pedagang Sektor Informal di Kawasan Waduk Gajah Mungkar Wonogiri), (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009), hlm. 29.
21
Secara harfiah, investasi adalah penyimpangan uang dengan tujuan
memperoleh return yang diharapkan lebih besar dibanding bunga deposito untuk
memenuhi tujuan yang ingin dicapai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan
dan sesuia kemampuan akan modal. Atau dapat diartikan juga sebagai suatu
pengorbanan dalam bentuk penundaan pengeluaran sekarang untuk memperoleh
keuntungan (return) yang lebih baik dimasa mendatang.
Sedangkan tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsikan. Jadi disimpan dan digunakan pada masa yang akan datang.
Pendapatan merupakan faktor utama yang penting untuk menentukan konsumsi
dan tabungan. Keluarga-keluarga yang tidak mampu akan membelanjakan
sebagaian besar bahkan seluruh pendapatan untuk keperluan hidupnya. Individu
yang berpendapatan tinggi akan melakukan tabungan lebih besar dari pada
individu yang berpendapatan rendah.
Tabungan sapat dilakukan oleh seseorang pedagang dengan membeli
barang dagangan dengan maksud untuk mengkonsumsi lebih besar pada waktu
yang akan datang.
4. Keluarga dan Tenaga Kerja Indonesia
a. Keluarga
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tingggal bersama.27
27 Wahyu dan Suhendi, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 41.
22
Bentuk-bentuk keluarga sebagai berikut: Keluarga Batih (Nuclear Family),
keluarga Luas (Extendded Family), keluarga pangkal (Stem Family), keluarga
Gabungan (Join Family), keluarga Prokreasi dan keluarga Orientasi.28
Pada penelitian perubahan sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia
(TKI) ini akan menggunakan keluarga batih sebagai objek penelitiannya yang
dimana dalam pemenuhan kebutuhan (Ekonomi) keluarga. Sesuai dengan fungsi-
fungsi dasar keluarga batih yaitu:29
a) Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang seyogya.
b) Wadah tempat terjadinya sosialisasi yakni proses dimana anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal, memahami, menaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku.
c) Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis.
d) Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.
b. Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Untuk memahami sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia maka
yang perlu dipahami adalah bagaimana konsep tenaga kerja Indonesia itu sendiri.
Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan
perlindungan tenaga kerja Indonesia menyatakan tentang tenaga kerja kerja
Indonesia yang selanjutnya disebut TKI adalah setiap warga Negara Indonesia
28 Ibid, hlm. 4129 Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan
Anak, (Jakarta :PT. Rineka Cipta, 2009), hlm 2.
23
yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk
jangka waktu tertentu dengan menerima upah.30
Syarat-syarat untuk menjadi tenaga kerja Indonesia, sebagai berikut:
Berusia sekurang-kurangnya delapan belas tahun kecuali bagi CTKI/TKI yang
akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia dua
puluh satu tahun, sehat jasmani dan rohani, tidak dalam keadaan hamil bagi calon
tenaga kerja perempuan, dan berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan
tingkat pertama (SLTP) atau yang sederajat.31
Manfaat pengiriman tenaga kerja Indonesia yang dikemukakan Mantra
(2015:218) sebagai berikut: Peningkatan pendapatan keluarga, peningkatan devisa
Negara, peningkatan keterampilan kerja, dan pengurangan masalah
pengangguran.32
B. Kerangka Pikir
Dalam kerangka pikir ini dijabarkan dengan meneliti keluarga tenaga kerja
Indonesia (TKI) Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima secara
tidak langsung memberikan perubahan dalam sosial ekonomi keluarga. Dalam
keluarga tenaga kerja Indonesia kondisi sosial ekonomi banyak memiliki
30 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja (Edisi Revisi), (Jakartan: Rajawali Pers, 2008), hlm. 218.
31 Ibid, hlm. 220.32 Ida Bagoes Mantra, op.cit, hlm. 218.
24
perubahan baik itu peningkatan maupun penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari gambar berikut:
Kerangka Pikir:
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif kualitatif
yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji secara mendalam dan memberikan
Daerah Asal Migrasi
(TKI)
Kondisi Sosial Ekonomi:
Pendapatan.Pendidikan.Kondisi rumah.Investasi atau tabungan.
Faktor Pendorong (TKI):
Individu. Pendapatan.
Ekonomi.
Perubahan Sosial Keluarga
TKI
25
gambaran yang lebih mendalam mengenai peran tenaga kerja Indonesia (TKI)
dalam migrasi dan perubahan kondisi sosial ekonomi keluarga di Desa Campa
Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
B. Lokasi/Tempat Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Campa Kecamatan Madapangga
Kabupaten Bima. Pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan rata-rata keluarga
yang ada di Desa Campa bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI), dengan
melihat berbagai perubahan di dalamnya baik itu sosial maupun ekonominya .
C. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran penelitian yaitu keluarga tenaga
kerja Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
Sementara itu, informan yang diambil menggunakan metode purposive sampling
yaitu teknik pengambilan data dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel
secara purposive sampling berarti menentukan informan dan batasan situasi sosial
yang bisa diamati sebisa mungkin disesuaikan dengan kriteria tertentu yang
memenuhi tujuan penelitian.
Peneliti menentukan informa penelitian ini yakni keluarga tenaga kerja
Indonesia di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima. Kriteria
informan penelitian sebagai berikut:
1. 10 orang informan penelitian yaitu keluarga tenaga kerja Indonesia
Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
25
26
2. TKI di Brunai Darussalam dan Malaysia.
3. Telah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) diatas dua (2) tahun.
4. Laki-laki yang menjadi TKI maupun keluarga yang di tinggalkan
(istri-istri atau orang tuanya).
5. Usia 21 tahun sampai 60 tahun.
D. Deskripsi Fokus
Untuk menghindari kesalahan dalam mendeskripsikan yang akan diteliti,
maka penelitian ini perlu didefenisikan secara konseptual, sebagai berikut :
1) Perubahan sosial
adalah perubahan fungsi kebudayaan dan prilaku manusia dalam
masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain yang ditandai oleh
adanya pola pikir mayarakat di suatu tempat.
2) Keluarga
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal
bersama.
27
3) Migrasi Internasional TKI
Migrasi terjadi apabila ada orang berpindah tempat menyebrangi suatu
batas teritorial tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu atau selamanya,
perpindahan penduduk antara dua kabupaten dalam suatu provinsi
merupakan migrasi dipandang dari segi kabupaten tapi tidak dari segi
provinsi. Begitupula perpindahan penduduk antar pulau merupakan
migrasi dari segi Regional tapi tidak dari segi nasional.
Sedangkan tenaga Kerja Indonesia adalah setiap warga Negara Indonesia
yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja
untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Namun yang menjadi objek peneliti disini yaitu masyarakat Desa Campa
yang mempunyai minat atau keinginan yang sangat tinggi untuk menjadi
TKI dii luar negeri yang dari tahun ke tahunnya semakin meningkat di
Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima adalah para laki-
laki yang bekerja menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri baik
itu yang di Malaysia maupun Brunai Darussalam yang disebut dengan
migran internasional.
Migrasi internasional, kata yang tepat untuk menggambarkan para laki-
laki Desa Campa yang menjadi TKI yang berpindah dari satu Negara ke
Negara lain. Migrasi internasional (luar negeri) adalah mereka yang
meninggalkan tanah airnya untuk dapat bekerja di Negara orang lain
dengan harapan untuk meningkatkan kondisi perekonomian keluarga serta
28
ingin mendapatkan suatu penghasilan yang berbeda dengan daerah asal
mereka.
4) Sosial ekonomi adalah suatu hal atau aktivitas yang menyangkut seseorang
dalam hubungn dengan orang lain dalam hal pemenuhan kebutuhan
hidupnya (ekonomi). Dalam hal ini di maksud sosial ekonomi yaitu
menyangkut ciri/kondisi serta kegiatan atau aktifitas dari masyarakat
dalam melakukan segala usaha dengan cara bekerja untuk pemenuhan
kebutuhan dalam peningkatan kesejahteraan hidup.
E. Instrumen Penelitian
Nasution menyatakan dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain
dari pada menjadikan manusia sebagai instrumen utama. Berdasarkan penjelasan
tersebut instrumen utama yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
perubahan kondisi sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia di Desa Campa
Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima adalah peneliti sendiri, di tambah
pendoman wawancara, dan kamera untuk dokumentasi.33
F. Teknik Penggumpulan Data
Adapun yang menjadi teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian tentang migrasi dan perubahan kondisi sosial ekonomi keluarga tenaga
kerja Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
Dengan teknik pengumpulan data, sebagai berikut:
33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 223.
29
1) Observasi
Observasi yang akan dilakukan yaitu merupakan pengamatan secara
langsung dimana peneliti tidak ikut ambil secara langsung dalam situasi
yang ditelitinya.
2) Wawancara
Teknik wawancara yang dilakukan adalah dengan cara berdialog langsung
dengan informan untuk memperoleh keterangan tentang permasalahan
yang diteliti.
3) Dokumentasi
Dokumentasi ini digunakan dalam upaya melengkapi data-data yang telah
di peroleh berupa gambaran penelitian, keadaan populasi dan data yang
digunakan melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
permasalahan atau dengan kata lain sumber data sekunder.
G. Teknik Analisis Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa analisis data
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari
hasil wawancara, cacatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah
dipahami dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain.34
Tahap-tahap analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup
tiga tahap yaitu:35
34 Ibid, hlm, 444.35 Ibid, hlm. 252.
30
1) Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya terkait
masalah yang akan diteliti.
2) Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data, dimana peneliti mendeskripsikan informasi untuk menarik
kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3) Conclusion Drawing/Verivication
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan
kesimpulan dan verivikasi. Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan
melakukan verivikasi dengan mencari makna setiap gejala yang
diperolehnya dari lapangan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
31
A. Hasil Penelitian
1. Profil Wilayah Penelitian
a. Keadaan geografis dan batas wilayah
Faktor geografis adalah faktor yang sangat penting dan mempengaruhi
kehidupan manusia. Pentingnya faktor ini adalah terlihat pada kenyataan yang
terjadi dalam masyarakat dan proses kehidupan manusia, oleh karena itu dalam
menganalisis suatu masalah yang ada hubungannya dengan suatu daerah, maka
objek analisis tidak lepas dari usaha untuk mengetahui secara lengkap tentang
lokasi dan pengembangan daerah tersebut.
Desa Campa merupakan salah satu dari sebelas (11) Desa yang berada di
bagian Utara pusat Kota Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima Propinsi Nusa
Tenggara Barat dengan luas wilayah 2.350 Ha dari seluruh luas wilayah
Kecamatan Madapangga dan terdiri dari 212 Ha wilayah persawahan, 14 Ha
wilayah pemukiman, 350 Ha tegalan dan perkebunan, 1.874 Ha perbukitan dan
hutan, jarak dari desa ke ibu kota kecamatan adalah 11 Km, sedangkan jarak ke
ibu kota kabupaten 55 Km dengan jarak tempuh lebih kurang 1,5 jam,
selanjutnya jumlah penduduk 3.029 Jiwa yang terdiri dari laki – laki sebanyak
1.495 orang, perempuan sebanyak 1.534 orang dan memiliki kepala keluarga
sebanyak 886 KK
(Sumber data monografi Desa Campa 2016).
Tabel 4.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Campa31
32
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki – Laki 1.495 Jiwa
2 Perempuan 1.534 Jiwa
Jumlah 3.029 Jiwa
Sumber :Data Monografi Desa Campa 2016
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa
Campa yaitu 3.029 Jiwa. Dengan rincian jumlah penduduk berjenis kelamin laki
– laki yaitu 1.495 jiwa dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yaitu
1.534 jiwa dan memiliki kepala keluarga sebanyak 886 KK.
Dengan batas wilayah :
- Sebelah Utara : Desa Rade Kecamatan Madapangga
- Sebelah selatan : Kecamatan Monta
- Sebelah Barat : Desa Woro Kecamatan Madapangga
- Sebelah Timur : Desa Pandai Kecamatan Woha
Untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari Masyarakat Desa Campa pada
umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani yang lebih terarah pada
bidang Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan. Dan Kondisi iklim di sebagian
besar Desa Campa tidak jauh beda dengan kondisi iklim wilayah Kecamatan
Madapangga, secara umum dengan dua Musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan, musim kemarau berlangsung antara bulan juli hingga Oktober dan musim
hujan berlangsung antara bulan Nopember sampai dengan bulan pebruari dengan
suhu udara rata – rata berkisar 37 derajat celcius, kelembaban udara berkisar
33
antara 30 – 33 %, sedangkan curah hujan sebesar 35 – 36 mm dengan curah hujan
terendah bulan April dan curah hujan tertinggi pada bulan Januari.
b. Keadaan Penduduk
Penduduk merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan
suatu wilayah sebab adanya pembangunan tidak terlepas dari partisipasi
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Jumlah penduduk Desa Campa dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan. Pada tahun 2015 jumlah penduduk menjadi 3.029 jiwa, jumlah ini
akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sesuai dengan
perkembangannya. Desa Campa terdiri dari 4 Dusun, 5 RW dan12 RT, PKK,
Karang taruna, lembaga adat, dll. adapun gambaran keadaan Penduduk adalah
sebagai berikut ;
1. Struktur Penduduk
Jumlah penduduk Desa Campa sebanyak 3.029 jiwa dengan laki-laki
sebanyak 1.495 jiwa dan perempuan sebanyak 1.534, Dengan demikian dapat
diketahui bahwa jumlah Perempuan lebih banyak dari jumlah Laki - Laki.
2. Agama dan Budaya
Penduduk yang tinggal di Desa Campa terdiri dari berbagai suku yaitu
Suku asli Bima, jawa, serta para pendatang dari daratan pulau yang lain.
Penduduk semuanya beragama Islam. Selanjutnya masyarakat desa Campa hidup
dalam suasana tolong-menolong dan gotonng-royong sudah menjadi ritme
kehidupan sehari-hari di Campa. Kebiasaan sosial itu sering disebut mbolo weki,
yaitu tradisi kumpul bersama pada saat acara hajatan. Nilai-nilai solidaritas sosial
34
dan kebersamaan masyarakat seperti saling membantu, gotong-royong untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa mengharapkan suatu imbalan jasa.
Tabel 4.2. Jumlah penduduk menurut Agama
Agama Jumlah Presentase
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
3.029
0
0
0
0
100 %
0 %
0 %
0 %
0 %
Sumber: Data Monografi Desa Campa 2016
Dari tabel diatas menunjukan bahwa dari jumlah keseluruhan penduduk
Desa Campa baik laki-laki maupun perempuan yang berjumlah 3, 029 jiwa rata-
rata beragam islam.
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian merupakan salah satu faktor utama pendapatan
penduduk untuk mendapatkan penghasilan dan meningkatkan taraf hidupnya.
Pekerjaan/penghasilan masyarakat Desa Campa terdiri dari berbagai sektor usaha
mulai dari pertanian, PNS,TNI, POLRI, peternakan, guru, dosen, wiraswasta
maupun montir sebagai berikut:
35
Tabel 4.3. Struktur struktur Pekerjaan masyarakat Desa Campa
Jenis Pekerjaan Jumlah
1. Petani
2. Buruh tani
3. PNS/TNI/POLRI
4. Perikanan/ Peternak
5. Dosen/ Guru Swasta
6. Montir/ Otomotif
7. Pengusaha kecil & Menengah
8. Sopir
9. TKI
10. Belum Bekerja
1.202
175
45
215
35
2
64
12
92
1.187
Jumlah 3.029 Orang
Sumber: Data Monografi Desa Campa 2016
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa sebagian penduduk Desa
Campa bermata pencaharian sebagai petani dengan jumlah 1.202 jiwa, disusul
perikanan/peternakan 215 jiwa, buruh tani 175 jiwa, pengusaha kecil menengah
64 jiwa, PNS/TNI/POLRI 45 jiwa, dosen/guru swasta 35 jiwa, sopir 12 jiwa,
montir 2 jiwa, tenaga kerja Indonesia (TKI) sebanyak 92 jiwa yang masih berada
di luar Negeri dan yang belum bekerja/pengangguran sebanyak 1.187 jiwa.
36
d. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mempermudah
masyarakat dalam melakukan aktifitasnya juga sebagai dampak dari kemajuan
dari wilayah tesebut. Mengenai sarana dan prasarana di Desa Campa sudah cukup
memadai mulai dari jalan, transportasi, jaringan, media, tempat ibadah maupun
untuk mengeyam pendidikan yaitu sekolah sudah ada. Untuk lebih jelasnaya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini sebagai berikut:
Tabel 4.4 Prasarana di Desa Campa
No. Jenis Sarana Jumlah (buah)
1. Kantor Kelurahan 12. Pendidikan :
a. TK 3b. SD 3c. SLTP/ Sederajat 1d. SMK/ Sederajat -
3. Tempat Ibadah :a. Masjid 2b. Mushollah 7
4. Fasilitas Kesehatan :a. Puskesmas 1b. Posyandu 1
Jumlah 19Sumber: Data Monografi Desa Campa 2016
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sarana dan prasarana di Desa Campa
sudah cukup memadai mulai dari kantor Desa 1, TK 3, SD 3, SLTP/sederajat 1,
tempat ibadah/mesjid 2, mushola 7, dan sarana kesehatan 2 terdiri dari puskesma
dan posyandu.
37
2. Profil Informan
Dalam penelitian ini menentukan informan yakni keluarga tenaga kerja
Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima
dengan Kriteria informan penelitian sebagai berikut:
1. 10 orang informan penelitian yaitu keluarga tenaga kerja Indonesia Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
2. TKI di Brunai Darussalam dan Malaysia.3. Telah menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) diatas dua (2) tahun.4. Laki-laki yang menjadi TKI maupun keluarga yang di tinggalkan (istri-
istri atau orang tuanya).5. Usia 21 tahun sampai 60 tahun.
a. Lama Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Menjadi TKI merupakan suatu pilihan bagi sebagian besar masyarakat di
Desa Campa ditengah kondisi ekonomi yang lemah, penghasilan tidak menentu
dan susah dalam mencari pekerjaan di daerah asal, bahwasannya menjadi TKI
sudah menjadi pilihan utuma bagi pemuda ataupun yang sudah beristri untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi ekonomi keluarga. Dan rata-rata yang
menjadi TKI di Desa Campa membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk
merantau dan bermigrasi sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Berikut ini dapat
dilihat tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 Profil Informan Menurut Lama Bekerja
No Lama Bekerja (Tahun) Jumlah
1. 5 – 7 92. 8 -10 1Jumlah 10
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2016
38
Dari tabel di atas menunjukan bahwa, dari 10 informan diatas sudah
merantau diatas 2 tahun dengan yang paling lama merantau sampai 8 tahun.
b. Jumlah Tanggungan
Seseorang bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri tetapi juga untuk membiayai atau menafkahi orang lain dan keluarga
mereka. Semakin banyak keluarga yang ditanggung semakin banyak pula uang
atau pendapatan yang harus dihasilkan. Adapun jumlah keluarga yang ditanggung
oleh subjek penelitian dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 4.6 Profil Informan Menurut Jumlah Tanggungan
No. Keluarga yang ditanggung Jumlah
1. 1 – 3 7
2. 4 – 6 3Jumlah 10
Sumber : Hasil Pengolahan Data 2016
Dari tabel diatas menunjukan bahwa, dari 10 keluarga TKI terdapat 7
keluarga menanggung 1-3 anggota keluarga dan 3 keluarga menanggung 4-6
anggota keluarga, hal ini karena masih adanya orang tua yang masih menetap
bersama mereka.
39
3. Faktor mendorong Laki-Laki Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah mereka yang mencari peruntungan
atau bermigrasi keluar negeri karna desakan individu, orang tua itu sendiri,
ekonomi ataupun penghasilan yang tidak menentu yang membuat mereka harus
meninggalkan keluarganya di kampung halaman serta Sempitnya lapangan
pekerjaan di daerah asal merupakan faktor pendorong TKI mengadu nasib ke
berbagai Negara yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan bekerja diluar negeri
mengalahkan tentang gambaran kerasnya kehidupan menjadi TKI. Berikut
wawancara peneliti dengan ke 10 informan yang menjadi TKI baik dengan
keluarga yang di tinggalkan.
a. Faktor Ekonomi
Informan Muhammad (28 tahun) yang mengatakan:
“faktor ekonomi, pernah habis sekolah tamatan SMA nggahi dou ma tua kau sakolah nahu pala pikiran nahu wati yakin ku sakolah, terbukti sekarang sara’a na sarjana tamatan nahu ti’i pu wara au-au na nika mpao mpa wati pu wara uma salaja na, de syukur nahu kone ku da kuliah hidup nahu saat ake sudah amanlah akibat la lao ngupa”.artinya:“faktor ekonomi, pernah habis sekolah tamatan SMA orang tua saya suruh untuk melanjutkan untuk sekolah tapi pikiran saya tidak yakin untuk sekolah, terbukti sekarang sejumlah sarjana tamatan saya belum ada apa-apanya, nikah saja tapi belum ada rumahnya. Ya saya syukur Alhamdulillah biarpun saya ndak kuliah hidup saya saat ini sudah amanlah akibat pergi mencari”. (Wawancara 5 Maret 2016)
40
Hasil penuturan informan diatas menunjukan, menjadi faktor pendorong
informan untuk menjadi TKI adalah faktor ekonomi keluarga yang relativ rendah,
bahkan sebelum informan memutuskan untuk pergi merantau orang tuannya
mengiginkannya untuk melanjutkan sekolah atau kuliah tapi dari informan itu
sendiri tidak yakin akan kuliah dan katanya lebih baik cari kerja supaya dapat
membantu perekonomian keluarga paparnya.
Informan Sudirman (32 tahun) yang mengatakan:
“faktor ekonomi kura wara peningkatan ekonomi labo tio fu’u aka dei ka ni”.Artinya:“Faktor ekonomi, biar ada peningkatan ekonomi sekalian mencari modal disana”. (Wawancara 4 Maret 2016)
Kutipan diatas menunjukan bahwa, faktor pendorong informan menjadi
TKI karena faktor ekonomi yang membuatnya untuk menjadi TKI di luar negeri,
dan dalam penuturannya informan juga ingin mencari modal untuk memperbaiki
kehidupan dan meningkatkan perekonomian keluarganya yang relativ rendah.
Informan Muhdar Ismail (45 tahun) yang mengatakan:
“de faktor ekonomi ede ni, lain ma ma da wara karawi ara ake, bune si nggahi nahu tukang batu de satoi mpa hasil de lao kai aka Malaysia ka kura wara hasil ri’i modal”.Artinya:“Ya faktor ekonomi bukannya juga tidak ada penghaslan disini tapi hasil dari tukan batu itu sedikit saja hasilnya dan saya ke Malaysia untuk mencari penghasilan biar ada modal”. (Wawancara 3 Maret 2016)
Hal ini menunjukan bahwa, yang menjadi faktor pendorong informan
untuk menjadi TKI karena faktor ekonomi keluarga serta ingin mencari modal
41
untuk usaha, dan sebelum menjadi TKI informan pernah bekerja sebagai tukan
batu, namun dari tukan batu itu hasilnya atau pendapatannya tidak terlalu
memuaskan sehingga informan memutuskan untuk pergi merantau untuk
memperbaiki perekonomian keluarga serta mencari modal untuk usaha.
Informan Herman Ismail (36 tahun) yang mengatakan:
”de faktor ekonomi, de lao kai nahu di Malaysia ne’e kataho mori ra woko kura wara peningkatan mori”.Artinya:“Ya faktor ekonomi, dan membuat saya ke Malaysia supaya ada perbaikan dalam hidup serta ada peningkatan hidup”. (Wawancara 3 Maret 2016)
Dalam penuturan informan menunjukan bahwa, yang menjadi faktor
pendorong informan untuk menjadi TKI kerena faktor ekonomi yang rendah serta
ingin memperbaiki keadaan hidup keluarganya yang semula perekonomian
keluarganya yang relativ rendah, sehingga memutuskan untuk menjadi TKI di luar
negeri.
Informan H. Ramli (43 tahun) yang mengatakan:
“yang jelas wati wau’u ngupa mori ara ake ndadi nahu lao di’i aka, usaha ma nahu capi wati ngawa na mori de usaha wali ma nhau kadale wati ngawa na muncul ede, pai da lao’o lalo nahu dii aka ampo de na wara lalo mori”.artinya:“Yang jelas susah untuk mencari hidup dikampung jadi saya pergi merantau, dulu saya usaha ternak sapi ndak bisa berkembang dan usaha tanam kadelai juga tidak membuahkan hasil atau penghasilan. Jadi berkat saya pergi merantau hidup saya menjadi lebih baik.”. (Wawancara 4 Maret 2016)
42
Jadi hasil wawancara peneliti dengan informan H. Ramli menunjukan
bahwa, sebagai faktor pendorong informan untuk meninggalkan kampung
halaman untuk menjadi TKI di Brunai karena faktor penghasilan yang kurang
memuaskan, dan informanpun juga pernah melakukan usaha ternak sapi tapi
tidak bisa berkembang lalu coba lagi usaha tanam kedelai tidak mendapatkan
penghasilan yang memuaskan sehingga informan memutuskan untuk menjadi TKI
di luar negeri supaya ada perubahan.
Informan Zakariyah (50 tahun) yang mengatakan:
“De la lao kai na ma wati wara di’i karawi labo ti’i wara penghasilan ara rasa ke de kau ma nahu kau lao losa kan ndai rau na ka na ne’e rau lao ngupa ngaha kura wara ri kirim bantu na nami’i, de pernah kau ma nahu kuliah pala ndai na wati cau’u na taho pu lao ngupa ku nggahi na”.Artnya:“ya karna tidak ada pekerjaan dan tidak ada penghasilannya di kampung oleh karena itu saya suruh untuk pergi mencari keluar, kan anak saya juga mau keluar mencari nafka biar ada dikirim untuk kami disini. Ya pernah juga saya suruh untuk kuliah tapi dianya tidak mau lebih pilih pergi cari kerja katanya. (Wawancara 4 Maret 2016)
Penuturan informan menunjukan bahwa, yang menjadi faktor pendorong
karna keinginan dari orang tuanya yang mengiginkan anaknya untuk pergi
mencari nafkah diluar, berhubung waktu itu juga belum ada pekerjaannya yang
dapat mendatangkan penghasilan serta dari anaknya tersebut mengiginkan untuk
merantau supaya ada hasil yang ia bisa kasih keorang tuanya dan memperbaiki
kehidupan ekonomi keluarganya.
43
Dan dalam penuturan informan juga menginginkan anaknya untuk lanjut
kuliah atau sekolah sama seperti teman-temanya yang lain tapi dari anaknya
sendiri mengiginkan untuk mencari penghasilan karna ingin membantu
perekonomian keluaarganya, lantas saja orang tuanya mendorong dan
memberikan dukungan kepada anaknya yang ingin merantau menjadi TKI supaya
dapat membantu penghasilan kedua orang tuanya
Informan Rahma H.Husen (40 tahun) yang mengatakan:
“Ya karena faktor ekonomi kekurangan ekonomi, kan tujuan lao dou ta ake lao ngupa ngaha mena mpa wau’u na, ndak mungkin juga kalau nami kaya rahi lao rantau”.Artinya:“ya karena faktor ekonomi kekurangan ekonomi, kan tujuan semua orang disini pergi mencari nafkah kan, ndak mungkin juga kalau kami kaya suami saya pergi merantau”.(Wawancara 5 Maret 2016)
Bahwa yang menjadi faktor pendorong suami informan untuk menjadi
TKI karena faktor ekonomi keluarganya yang rendah, dan dari penuturan
informan juga mengatakan kalau keluarga kami kaya ndak mungkin juga suami
saya pergi merantau menjadi TKI. Dan ini memperlihatkan bahwa kondisi
ekonomi keluarganya yang rendah mempengaruhi suami informan untuk menjadi
TKI.
Informan Yeni Marlina ( tahun) yang mengatakan:
“faktor ekonomi ni, lemah ekonomi lao kai rahi nahu merantau”.Artinya:“faktor ekonomi, lemah ekonomi yang membuat suami saya merantau”. (Wawancara 5 maret)
44
Hal ini menunjukan bahwa, yang menjadi faktor pendorong suami
informan menjadi TKI karena faktor ekonomi keluarganya yang relativ rendah
sehingga suami memutuskan untuk menjadi TKI. Walaupun untuk pergi menjadi
TKI suaminya waktu itu mereka harus menggadaikan tanah persawahan milik
mereka dan menghutang pada keluarganya.
Informan Aminah H. Ahmad (35 tahun) yang mengatakan:
“ de karna kura penghasilan la karawi na tolo ara ake sehingga lao na aka Burnai”.Artinya:“ya karna kurang penghasilannya dari pekerjaan sebagai petani padi disini sehingga suami saya pergi ke Burnai” ( Wawancara 2 maret).
Apa yang di paparkan informan diatas bahwa yang menjadi faktor
pendorong suaminya untuk menjadi TKI di Brunai karna kurangnya penghasilan
Dari pekerjaan suaminya sebagai petani di daerah asal sehingga suaminya
memutuskan untuk menjadi TKI di Brunai supaya ada peningkatan penghasilan.
Penuturan ke Sembilan (9) informan diatas menunjukan bahwa faktor
yang menyebabkan mereka untuk bermigrasi menjadi TKI karena faktor
ketimpangan ekonomi yang dirasakan oleh para informan-informan itu sendiri,
sehingga menjadi penyebab mereka untuk meninggalkan daerah asal untuk dapat
memperoleh pekerjaan dan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada di
peroleh di daerah asalnya.
45
b. Faktor Tidak ada Lahan pertanian
Informan Suriansyah (42 tahun) yang mengatakan:
“de ti wara tolo di’i karawi ara ake labo ti wara penghasilan kalaupun na wara penghasilan cukup ri’i ngaha mpa”.Artinya:“Ya tidak ada sawah untuk dikerja untuk mendapatkan penghasilan kalaupun ada penghasilan hanya cukup untuk makan saja”. (Wawancara 3 Maret 2016)
Dari kutipan diatas menunjukan bahwa, yang menjadi faktor pendorong
informan untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah karena tidak adanya
lahan persawahan untuk digarap supaya dapat mendatangkan penghasilan,
kalaupun ada penghasilan hanya cukup untuk makan, sehingga informan
memutuskan untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) supaya dapat
memperbaiki dan meningkatkan penghasilannya ataupun pendapatannya.
Dan dari penuturan 10 informan keluarga tenaga kerja Indonesia (TKI)
yang di wawancarai di Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima,
tingginya minat masyarakat untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang
dipenpengaruhi adanya ketimpangan ekonomi yang relatif rendah yang dirasakan
oleh para keluarga TKI baik itu pada penghasilan maupun tidak adanya pekerjaan,
dan ketiadaan lahan persawahan sehingga mendorong masyarakat di Desa Campa
memiliki minat yang tinggi untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri
orang. Seperti halnya apa yang di paparkan sebagian informan seperti ,
Muhammad yang mengatakan faktor pendorongnya untuk menjadi TKI karena
46
faktor ekonomi keluarganya yang relativ rendah yang membuatnya memiliki
minat untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI).
Walaupun juga dari orang tuanya mengiginkannya untuk melanjutkan
sekolah atau kuliah namun dari informan Muhammad sendiri tidak mau
melanjutkan sekolah karena dari pikirannya ia tidak yakin akan sekolah bisa
merubah kondisi ekonomi keluarganya dan informan lebih memilih untuk menjadi
tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dapat memberikan hasil yang pasti untuk
memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya.
47
5. Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Dalam kondisi sosial ekonomi anggota keluarga dituntut untuk melakukan
sebuah tindakan ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan anggota keluarganya, baik
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Untuk pemenuhan kebutuhan tentunya
sudah menjadi tugas bagi anggota keluarga karna secara sosiologis keluarga
dituntuk untuk bertindak, berperan dan berfungsi untuk bekerja sama dalam
pemenuhan kebutuhan hidup sehingga tercipta keluarga yang aman, nyaman dan
sejahterah. Berikut hasil wawancara peneliti dengan kesepuluh (10) informan:
a. Pendapatan
Pendapatan secara umum dapat diartikan sebagai hasil usaha dalam suatu
periode/waktu tertentu. Selain itu, definisi pendapatan juga adalah total uang yang
diterima atau terkumpul dalam suatu periode. Dalam suatu periode disini
maksudnya adalah pendapatan tersebut didapat seseorang melalui aktifitas
kerjadalam suatu periode tertentu yang membuat seseorang memperoleh upah atau
pendapatan atas kegiatan atau pekerjaan yang telah dilakukan.
Hal ini diungkapakan oleh informan H.Ramli (43 tahun) yang
mengatakan:
“ lao nahu pidu mba’a pas pidu mba’a, de karawi nahu bangunan. Kalau gaji nahu ta aka dei ka 1200 Ringgit sekitar Rp. 8.000.000, de ri nggadu anak istri Rp. 7. 000. 000 (rutin) wii ma nhu sajuta ri ngaha ra nono ku wunga di Brunai”. Artinya:“Saya pergi 7 tahun merantau,pekerjaan saya bangunan, kalau gaji saya waktu disana 1200 Ringgit atau sekitar Rp. 8. 000.000 dalam sebulan, untuk dikirim Rp. 7. 000.000 dalam sebulan (rutin)
48
dan saya simpang Rp. 1.000.000 untuk keperluan saya waktu di Brunai sementara” (Wawancara 4 Maret 2016).
Selama merantau 7 tahun menjadi TKI di Brunai Darussalam telah
membawa perubahan pada pendapatan ataupun penghasilan informan. Dengan
pendapatan Rp. 8.000.000 perbulan yang di dapat dari pekerjaannya sebagai
tukang bangunan yang cukup besar yang didapat informan sejak menjadi
TKI dan dikirim ke keluarga dikampung sekitar Rp. 7. 000.000 dalam sebulan
(ritin) ini membawa dampak yang baik pada kehidupan keluarga informan yang
dimana berbagai macam kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik, baik kebutuhan
sandang, pangan maupun papan dan hasil menjadi TKI nya tersebut merupakan
penghasilan utama untuk keluarganya saat informan menjadi TKI di Brunai.
Hal yang berbeda diungkapkan informan Muhammad (28 tahun) yang
mengatakan:
“ lao nahu lebih kurang 5 tahun dan saat ede gaji nahu tergantung PT lah, karna ada 3 PT dalam lima tahun ede karawai nahu ede, de yang pertama PT Wuoon de gaji na PT ede 3 juta satengah sawura pala’a wati memuaskan, de kalau PT kedua lumayan ra gaji na bisa dapat 5 juta perbulan de PT Jainal Daud ku ngara na ede, dan PT yang terkahir sama labo PT Baba nggomi, de gaji na 7 juta perbulan kalau PT terakhir ede PT Galfar dan ede merupakan PT yang paling bagus di Burnai. de ri kirim re’e sekali dalam dua bulan, biasa de 11 juta ku ri’I kirim (rutin)”Artinya:“Saya pergi lebih kurang 5 tahun dan saat itu gaji saya tergantung PT lah, karena ada 3 PT dalam 5 tahun itu tempat saya bekerja, yang pertama PT Wuoon ya gaji PT itu 3 juta setengah satu bulan namun tidak memuaskan, ya kalau PT kedua lumayan gajinya bisa dapat 5 juta perbulan nama
49
PT nya Jainal Daud, dan PT yang terakhir sama seperti Bapakmu gajinya 7 juta perbulan kalau PT yang terakhir itu PT Galfar dan itu merupakan PT yang paling bagus di Burnai. ya kalau untuk dikirim sekali dalam 2 bulan biasanya yang saya kirim 11 juta perdua bulan sekali (rutin). (Wawancara 5 Maret 2016)
Dan dari migrasinya menjadi TKI informan Muhammad selama kurung
waktu 5 tahun telah mengubah kondisi kehidupan keluarganya dengan pendapatan
dari ketiga PT yang telah di tempatinya untuk bekerja seperti untuk PT (wuoon)
pertama informan mendapatkan gaji Rp. 3.500.000 perbulan, PT (Jainal Daud)
kedua mendapatkan gaji Rp. 5.000.000 perbulan, dan yang terakhir PT (Galfar)
mendapatkan gaji yang sangat besar Rp. 7. 000.000 perbulan dan dikirimnya
untuk keluarga dikampung sebesar Rp. 11.000.000 perdua bulan sekali (rutin).
Dari hasil bekerjanya di tiga PT tersebut yaitu PT Wuoon, Jainal Daud dan PT
Galfar telah membantu mengangkat dan bisa memenuhi berbagai macam
kebutuhan keluarganya di daerah asal.
Dengan demikian hasil dari wawancara peneliti dengan informan
Muhammad menunjukkan bahwa, walaupun pekerjaannya sebagai TKI bukan
merupakan penghasilan utama keluarganya namun itu telah membawa perubahan
yang cukup signifikan pada kehidupan keluarganya walaupun disamping itu
masih ada lahan persawahan yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari
keluarganya tapi hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, namun
kebanyakan hasil dari rantauan informan Muhammad untuk mecukupi berbagai
macam kebutuhan sehari-hari keluarganya.
50
Hal yang berbeda pula diungkapkan informan Suriansyah (42 tahun)
yang mengatakan:
“lao nahu sekitar ini mba’a, de karawi nahu bangunan, de gaji nahu pidu juta ma paling awa’a lima juta ku ri’i tarima tiap bulan de. Kalau di’i kirim wati jam pa sawura sakali, kadang dua wura sakali kadang juga tolu wura sakali kalau de ri’i kirim, misal na ma dua wura sakali wara ku pidu juta, kalau ma tolu wura ciwi juta ri kirim ma nahu ru;u anak ro istri do’o rasa rutin ede ri’i kirim ma nahu”.Artinya:“Saya pergi sekitar 6 tahun, pekerjaan saya bangunan, kalau gaji saya 7 juta dan paling rendah 5 juta yang saya terima tiap bulan. Kalau untuk di kirim tidak sebulan sekali kadang 2 bulan sekali kadang juga 3 bulan sekali untuk di kirim, misalnya yang 2 bulan sekali ada 7 juta, kalau yang 3 bulan ada 9 juta untuk dikirim sama saya untuk anak istri dikampung rutin itu saya kirim”.(Wawancara 3 Maret 2016).
Hasil wawancara peneliti dengan informan Suriansyah menunjukan
bahwa, informan sudah merantau salama 6 tahun dengan bekerja sebagai tukang
bangunan dengan gaji sebesar Rp. 5.000.000 sampai Rp. 7.000.000 perbulan saat
menjadi TKI di Brunai, sementara untuk di kirim kekeluarga dikampung kadang
Rp. 7.000.000 perdua bulan, kadang juga Rp. 9.000.000 pertiga bulan (rutin) dan
dari hasilnya tersebut mampu untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya
didaerah asal.
Dan dari pendapatan/penghasilannya waktu menjadi TKI di Brunai
merupakan penghasilan utama keluarganya untuk mencukupi kebutuhan keluarga
sehari-hari di kampung halaman.
Informan Sudirman (32 tahun) yang mengatakan hal berbeda pula:
51
“De saramba lao nahu dua mba’a mai wali, lao kadua kai na tolu mba’a dua wali de lao terakhir samba’a mpa, de saraa lalo na ini mba’a, de karawi nahu bangunan, de kalau gaji de 3 juta lebih ri terima tiap wura, de ri’i kirim sa ara’a ma nahu paling 2 juta tiap wura sisa na ri wi’i ma nahu ri’i ngaha ro nono kai wunga aka Brunai”Artinya:“Ya pertama saya pergi 2 tahun lalu balik lagi kekampung dan kedua kalinya saya pergi 3 tahun balik lagi ke kampung dan untuk terakhir 1 tahun saja, jadi kalau di jumlahkan sudah 6 tahun, kalu pekerjaannya saya bangunan, kalau untuk gajinya 3 juta setengah diterima setiap bulan, kalau untuk dikirim ke kampung sama saya paling 2 juta setiap bulan sisanya saya simpang untuk keperluan makan dan minum saya waktu di Brunai”. (Wawancara 4 Maret 2016)
Hal ini membuktikan informan sudah menjadi TKI selama 6 tahun dan
pekerjaannya sebagai tukang bangunan dengan gaji atau pendapatan yang didapat
informan saat menjadi TKI sebesar Rp. 3.500.000 perbulan, sementara untuk
dikirim kekeluarga Rp. 2.000.000 setiap bulan (rutin) dan untuk setengahnya
informan simpan untuk memcukupi kebutuhannya waktu berada di Brunai, serta
hasil dari TKI nya tersebut mampu untuk mencukupi segala kebutuhan
keluarganya dikampung. Dan dari hasil merantau di Brunai Darussalam
merupakan pendapatan utama keluarganya.
Informan Muhdar Ismail (45 tahun) yang mengatakan hal berbeda pula:
“de lao nahu lima mba’a dari tahun 2010, de karawi nahu petik buah kelapa sawit, de kalau gaji de tergantung hasil dari karawi nhu wali misal na ore si wu’a kelapa sawit na ore ja mpa gaji na, de kalau gaji nahu ma paling awa 2 juta setengah de ma paling tinggi de 4 juta ri tarima tiap wura ede, de kalau ri kirim wea ri’i ru’u anak doho paling sajuta mpa ri kirim ri ngaha ro nono na ede”.
52
Artinya:“ya saya pergi merantau pas 5 tahun dari tahun 2010, ya kalau pekerjaan saya pemetik buah kelapa sawit dan untuk gaji saya tergantung lagi dari hasil kerja saya misalnya kalau banyak buah kelapa sawit di petik maka akan banyak pula gaji yang diterima, ya kalau gaji saya yang paling rendah 2 juta setengah dan yang paling tinggi ya 4 juta di terima setiap bulan, ya kalau yang saya kirim untuk anak saya untuk uang makan dan belanjanya paling 1 juta itu rutin”. (Wawancara 3 Maret 2016).
Dengan demikian dari hasil wawancara peneliti menunjukan bahwa,
informan sudah menjadi TKI selama 5 tahun dan gaji/pendapatan yang didapat
dari hasil bekerja sebagai pemetik buah kelapa sawit di Malaysia sebesar
Rp. 2.500.000 sampai Rp.4.000.000 di terima tiap bulan, berdasarkan hasil yang
didapat informan dari pekerjaan sebagai pemetik buah kelapa sawit yang
menghitung berapa banyak buah yang di petik sehingga akan berpengaruh pada
gaji yang akan diterima oleh informan, misalnya seperti apa yang dikatakan oleh
informan jika banyak buah kelapa sawit yang di petik maka akan banyak pula gaji
yang diterima sementara kalau sedkit yang dipetik akan mendapatkan gaji yang
sedikit pula.
Dan untuk dikirim ke anak-anak dikampung tiap bulannya sebesar Rp.
1.000.000 untuk uang makan dan belanjanya setiap hari, kemudian hasil saat
bekerja menjadi TKI di Malaysia itu merupakan penghasilan utama untuk
keluarganya.
53
Informan Herman Ismail (36 tahun) yang mengatakan hal yang sama
dengan informan Muhdar Ismail:
“de lima mba’a ra lao nahu dari tahun 2010, de karawi nahu ma runca wua sawit, kalau gaji 3 juta sampai 5 juta perbulan tergantung wali ore si wua sawit la runca missal na ore si wua sawit la runca na ore ja mpa’a gaji na. de ri kirim wati ja mpa’a tiap bulan pala’a lima wura sakali ku kirim sado’o sae do’o rasa biasa 6 juta”.Artinya:“ya 5 tahun saya merantau dari tahun 2010, ya pekerjaan saya pemetik buah kelapa sawit, kalau gaji 3 juta sampai 5 juta perbulan tergantung lagi kalau banyak buah kelapa sawit yang di petik maka akan banyak pula gajinya. Ya untuk dikirim tidak setiap bulan tapi 5 bulan sekali untuk dikirim ke kakak dikampung biasanya 6 juta”. (Wawancara 3 Maret 2016)
Dalam pilihannya menjadi seorang TKI di Malaysia telah membawa
perubahan dalam kehidupan keluarganya, ini dilihat dari hasil yang informan
dapat sewaktu menjadi seorang TKI di Malaysia, sehingga dapat meningkatkan
kehidupan dan memperbaki kondisi sosial ekonomi keluarganya. Penuturan
informan Herman Ismail menunjukan bahwa, informan sudah menjadi TKI
selama 5 tahun dan gaji yang didapat informan saat menjadi TKI bervariasi
kadang diterima Rp. 5.000.000 dan Rp. 3.000.000 perbulan dan itu tergantung
pada banyak atau tidaknya buah kelapa sawit yang dipetik, misalkan kalau banyak
buah kelapa sawit yang dipetik maka akan mendapatkan gaji yang banyak jika
tidak gajinya sedikit didapat.
Sementara untuk dikirim ke saudara dikampung sebesar Rp. 6.000.000
perlima bulan (rutin) untuk disimpan sama saudara dan hasil dari TKI Malaysia
54
saat itu merupakan penghasilan utama keluarganya, saat itu juga istri dan anak
yang baru berusia 1 tahun ikut bersama informan migrasi di Malaysia.
Informan Zakariyah (50 tahun) yang mengatakan hal yang berbeda pula:
“de lao na tolu’u kali kai ra ake kalau ma ulu’u na sudah 5 tahun lebih, de lao wali na ma kento dua mba’a de pidu mba’a ra lao na, de biasa gaji na 5 juta ku dalam sawura karawi na hanta semen ro adu semen istilah na bangunan. Kalau sa ara na , ro wi’i rau ku ma ndai naku, de wara ku tolu wura sakali ku nggadu na de, nggadu na de upa juta satengah dalam tolu’u wura ede”.Artinya:“ ya perginya sudah 3 kali sama ini, yang dulu 5 tahun lebih, pergi lagi yang ke dua kalinya 2 tahun, ya sudah 7 tahun pergi nya, kalau gajinya 5 juta dalam sebulan pekerjaannya angkat semen, aduk semen istilahnya bangunan. Kalau untuk di kirim kesini ada juga untuk disimpannya sendiri sementara untuk dikirimnya 3 bulan sekali biasa 4 juta setengah dalam 3 bulan itu rutin”. (Wawancara 4 Maret 2016)
Dari penuturan informan bahwa, anaknya sudah menjadi TKI selama 7
tahun di Brunai dengan bekerja sebagai tukang bangunan yang penghasilan yang
cukup besar yaitu Rp. 5.000.000 perbulan dan dari gajinya itu anaknya juga
menabung sendiri, sementara untuk dikirimnya Rp. 4.500.000 pertiga bulan sekali
(rutin) untuk ditabung sama keluarganya di daerah asal serta dipakai untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya dan dari hasil anaknya juga informan merasa
bersyukur sekali karena berkat anaknya lah ia dan keluarganya bisa merasakan
kehidupan keluarganya menjadi lebih baik atas hasil dari kerja kerasnya anaknya
menjadi seorang TKI yang membawa hasil.
55
walaupun hasil dari anaknya bukan penghasilan utama bagi keluarganya
karna masih ada lahan persawahan untuk mendapatkan pengahasilan, namun
sawah itu pun hasil dari dari kerja keras anaknya.
Informan Rahma H.Husen (40 tahun) yang mengatakan hal berbeda pula:
“lao na dua mba’a-mba’a dula de kalau sape sa ake pidu mba’a ra lao na, de karawina plafon uma. De gaji na tarima tiap wura, pala misalkan mpa ra’a mbei ulu na wura ake satengah wura ma kento mbei sara’a lalo, kalau gaji na wati ngoa na nhu malu mu dou mone rau wati rombo rau na, de kalau ri kirim sa ara na kadang sampuru juta dua wura sakali rutin ede ni. De tio pu la ngadu akhir bulan 12 pidu juta, la ngadu wali na bulan 1 lima juta, au kadang gaji da la mbe’i karu’u ma dou de. Pokoknya reke ma nahu dalam satu ake 60 juta ra kirim na”.Artinya:Perginya dua tahun-dua tahun balik kalau di jumlahkan sudah 7 perginya, kalau pekerjaanya pasang plafon rumah, gajinya terima tiap bulan kalau gajinya sendiri suami saya tak pernah bilang sama saya, kan di tau juga laki-laki selalu ada disembunyikan, ya kalau untuk di kirim kekampung kadang 10 juta perdua bulan sekali rutin itu, ya kalau untuk yang dikirimnya pas akhir bulan 12 kemarin 7 juta baru kirim lagi bulan 1 5 juta, gajinya yang 5 juta itu sisa gaji yang tidak di kasih semua sama bosnya. Pokoknya di hitung sama saya dalam 1 tahun ini 60 juta yang di kirim”. (Wawancara 5 Maret 2016).
Penuturan informan bahwa suami sudah merantau selama 7 tahun menjadi
TKI di Brunai dengan berkerja sebagai pemasang plafon rumah dan dari
penuturan infoman sendiri tidak tau pasti besar kecil gaji yang diterima sama
suaminya karena dari suaminya sendiri tidak pernah cerita. Namun uang yang
dikirim suaminya tetap ada yaitu sebesar Rp. 10.000.000 perdua bulan (rutin)
56
terkadang juga Rp.12.000.000 semuanya yang dikirim oleh suami informan untuk
mencukupi berbagai kebutuhan keluarganya dikampung, dan kepergian suaminya
ke Brunai sudah membawa dampak yang baik ini dilihat dari kondisi sosial
ekonomi keluarga informan sudah mengalami peningkatan.
Hal ini menunjukan bahwa, hasil merantau suaminya merupakan
penghasilan utama keluarga walaupun informan yang bersangkutan memiliki
perkerjaan sendiri sebagai Guru TK dan sebagai petani, namun sebagai petani
hasil nya baru keluar 3 bulan sekali, namun apa yang dikatatan informan hasil dari
suami itu merupakan yang utama untuk mencukupi segala berbagai kebutuhan
keluarganya.
Informan Yeni Marlina (32 tahun) yang mengatakan hal berbeda pula:
“ini’i mba’a ra lao na, karawi na bangunan de gaji na wara ku tolu juta upa juta rau ku sarunde dalam sawura re, de ri kirim na 2 juta lima mpa sawura rutin, sisa na de na wi’i ku ma ndai ri ngaha ro nono da’a aka”.Artinya:Ya merantaunya sudah 6 tahun karawi na banguanan, kalau gaji ada 3 juta sampai 4 juta dalam sebulan, kalau untuk dikirimnya 2 juta setengah dalam sebulan rutin, sisanya dia simpan sendiri untuk uang makan dan minumnya”. (Wawancara 5 Maret 2016).
kutipan diatas menunjukan bahwa, suaminya sudah menjdi TKI selama 6
tahun di Brunai dengan penghasilan yang di dapat dari pekerjaanya sebagai
tukang bangunan yang cukup besar mulai Rp. 3.000.000 sampai Rp.4. 000.000
dalam sebulan, sementara untuk dikirimnya ke keluarga nya dikampun sebesar
57
Rp. 2.500.000 perbulan (rutin) untuk ditabung dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari anak dan istrinya.
Dari kepergiannya suaminya menjadi TKI membawa dampak pada
perubahan kondisi sosial ekonomi keluarganya, walaupaun saat itu untuk menjadi
TKI suaminya di Brunai Darussalam mereka harus menggadaikan tanahnya serta
menghutang sama keluarga untuk dipakai berangkat sang suami ke Brunai
darusalam namun sekarang semua hutan-hutanya sudah di bayar lunas apa lagi
untuk tanah persawahan mereka sudah menebusnya bahkan membeli lagi tanah
persawahan. Penuturan informan pun juga menunjukan hasil dari rantauan
suaminya di Brunai Darussalam merupakan pendapatan atau penghasilan utama
keluarganya walaupun masih ada hasil dari pertanian namun yang utama hasil dari
suaminya.
Informan Aminah H. Ahmad (35 tahun) yang mengatakan hal berbeda
pula:
“de lao na waru mba’a ra, de karawi na pasang pipa air minum de gaji na lima juta dalam sawura de sajuta ku ri wi’i ma ndai na ri ngaha, de missal na nggori lo gaji na lansung kirim ku upa juta rutin”Artinya. .“Ya perginya sudah 8 tahun, pekerjaan pasang pipa air minum ya kalau gajinya 5 juta dalam sebulan disimpang sendiri 1 juta untuk keperluang makan dan dikirimnya langsung 4 juta dalam sebulan rutin”. (Wawancara 2 Maret 2016).
Dengan demikian suaminya sudah menjadi TKI selama 8 tahun lamanya
dan hasil pendapatan sang suami yang berkerja sebagai tukang pemasang pipa air
minum dengan penghasilan Rp. 5.000.000 perbulan, sementara untuk dikirimnya
58
ke keluarga di kampung sebesar Rp. 4.000.000 perbulan (rutin) dari hasilnya itu
suaminya mampu memenuhi segala kebutuhan keluarganya yang berada di
kampung halaman. Dan hasil yang didapat suami informan merupakan
penghasilan utama bagi keluarga informan disampin hasil pertanian istri.
Dapat disimpulkan dari ke sepuluh (10) informan yang di wawancarai baik
itu informan yang sudah pulang dari migrasinya ataupun para anggota keluarga
yang ditinggalkan terutama istri-istri para TKI yang bekerja di Brunai Darussalam
maupun Malaysia yang menunjukan bahwa, hasil atau pendapatan yang di dapat
oleh para laki-laki yang menjadi TKI cukup bervariasi mulai dari pendapatan
yang terendah seperti seperti TKI di Malaysia yang mendapatkan gaji sekitar Rp.
2.000.000 sampai Rp. 4.000.000 perbulan, sedangkan yang tertinggi yang menjadi
TKI di Brunai dengan gaji Rp. 8.000.000 perbulan.
Walaupun dari pendapatan informan diatas yang cukup bervariasi, namun
telah membawa dampak yang baik pada kehidupan anggota keluarga mereka yang
berada di kampung dengan terpenuhinya berbagai macam kebutuhan keluarganya.
b. Pendidikan
Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai, pembelajaran,
pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan ataupun
penelitian.
Hal ini diungkapakan oleh informan H.Ramli (43 tahun) yang
mengatakan:
59
“de kalau ekonomi enak sekarang, wara ra’a ri’i uru’u sakolah kai anak, de ntoi’i na mori sederhana mori susah ni pala wati ja mpa’a nconggo, pala’a ncihi ri ngaha mpa’a ro non kalau ri wi’i si tiwara”.Artinya: “Ya kalau ekonomi enak sekarang dan saat ini sudah mampu serta bisa sekolahin anak, dulu hidup saya sederhana tapi tidak menghutang hanya cukup untuk makan sehari-hari saja kalau untuk disimpan tidak ada”. (Wawancara 4 Maret 2016).
Hal yang senada diungkapkan informan Sudirman (32 tahun) yang
menyatakan:
“bune si nggahi susah mori nahu sawati pu da lao aka di’i Brunai. de kalau sekarang amanlah ekonomi ma wara la ngupa ke ni, ro ri sakolah kai anak doho wara ra hasil la ngupa ”.Artinya:“ya kalau di bilang hidup saya susah sebelum saya pergi di Brunai, kalau sekarang ekonomi amanlah, dan sekarang sudah bisa sekolahin anak berkat hasil yang saya cari” (Wawancara 4 Maret 2016).
Dari pernyataan kedua informan diatas menunjukan bahwa, hasil dari
pergi migrasinya menjadi TKI di Brunai telah banyak membawa perubahan pada
kondisi perekonomian keluarga informan, terutama yang paling utama informan
bisa untuk menyekolahkan anaknya dan membiayai segala kebutuhannya,
walaupun dari kedua anak informan di atas tersebut kedua-duanya masih
berstatus SMA kelas 1 (perempuan) dan dari informan H. Ramli untuk anak
pertamanya baru-baru tamatan SMA (laki-laki).
Tentunya dari hasil TKI mereka bisa menyekolahkan anak setinggi-
tingginya sampai kuliahnya nanti adalah sebuah harapan terbesar dari informan-
60
informan ini karena mereka mengiginkan anaknya lebih baik dari pada nasib
mereka.
Hal yang sama pula diungkapkan informan Rahma H.Husen (40 tahun)
yang menyatakan:
“ya perubahan ekonomi jelas berbeda, ake wara ra’a ri sekolah kai anak doho au ma sekarang ekonomi sudah mapan bahkan lebih mapan wali”.Artinya:“Ya perubahan ekonomi jelas berbeda, saat ini juga sudah mampu untuk sekolahkan anak dan sekarang ekonomi sudah mapan bahkan lebih mapang”. (Wawancara 5 Maret 2016)
Sama seperti penuturan kedua informan diatas bahwa, hasil dari TKI
suami Informan membawa dampak yang baik bagi kehidupan keluarga informan
ini, hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara informan di atas yang menunjukan
bahwa informan bisa menyekolahkan anaknya dan membiayai kebutuhan sekolah
berkat hasil dari suaminya. walaupun dari anak informan ini masih duduk di
bangku SD kelas 3 (laki-laki) dan SMA kelas 2 (laki-laki) dan tentunya yang
terpenting bisa membiayai sekoloh dan kebutuhan lain-lainnya untuk anaknya
yang masih SMA sementara untuk yang masih SD tidak terlalu memtuhkan biaya.
Dengan demikian hasil yang yang didapat oleh para informan maupun
suami mereka yang menjadi TKI di luar negeri mampu dan bisa menyekolahkan
dan membiayai segala kebutuhan sekolah anak-anak mereka, ini menunjukan
betapa besarnya keinginan para informan-inforamn untuk menyekolah anaknya,
walaupun rata-rata dari anak-anak informan ini sudah ada yang bekerja dan
menikah serta masih duduk di bangku TK, SD, SMP yang belum terlalu
61
membutuhkan biaya dan hanya ada beberapa anak saja yang duduk di bangku
SMA seperti anak informan H. Ramli, Sudirman, dan Rahma H. Husen.
c. Kondisi Rumah
Rumah merupakan aktualisasi diri manusia sebagai pribadi maupun
sebagai kesatuan dengan lingkungan alamnya. Rumah memiliki fungsi sebagai
sarana pengamanan diri manusia, memberikan ketenangan dan ketentraman hidup
sebagai wahana yang mampu mendorong pemenuhan kebutuhan dirinya.
Hal ini diungkapkan oleh informan Muhammad (28 tahun) yang
mengatakan:
“de la tu’u kai ma nahu uma ri nge’e kai labo istri ro anak, bne si nggahi hasil di’I Brunai de”.Artinya:“ya saya bisa membangun rumah sendiri untuk di tempati bersama istri dan anak, kalau di bilang hasil saya di Brunai ini. (Wawancara 5 Maret 2016).
Hal senada diungkapakan oleh informan Sudirman (32tahun) dan Suriansyah (42 tahun) yang mengatakan:
“de hasil la ngupa nahu di Brunai la tu’u kai uma doho”.Artinya“ya hasil yang saya cari di Brunai di pakai untuk bangun rumah ini”. (Wawancara informan Sudirman 4 Maret 2016)
Dari ketiga informan diatas telah menunjukan bahwa, hasil mereka
migrasi menjadi TKI telah membawa dampak yang baik untuk kehidupan para
TKI ini, yang dimana mereka mampu membangun rumah (rumah batu) untuk
tempat tinggalnya bersama istri dan anak-anaknya, dengan kondisi rumah batu
62
lengkap dengan fasilitas listrik, air, dan WC. Dan ini membuktikan bahwa
migrasi mereka menjadi TKI di luar Negeri baik itu d Brunai maupun Malaysia
membawa dampak yang baik pada kehidupan keluarganya.
Hal yang berbeda di ungkapkan oleh informan Muhdar Ismail (45 tahun)
dan Herman Ismail (36 tahun) yang menyatakan:
“De hasil la ngupa la kataho kai uma dho, ro la weli kai tv, labo perlengkapan uma doho hasil la lao kai aka Malaysia”.Artnya:Ya hasil yang saya cari untuk memperbaiki rumah serta untuk membeli tv dan segela perlengkapan rumah semua ini hasil dari merantau di Malaysia”.(Wawancara informan Herman Ismail 3 Maret 2016)
Pernyataan kedua informan diatas bahwa, hasil yang mereka dapatkan dari
menjadi TKI di Malaysia mereka mempergunakannya untuk memperbaiki dan
merenofasi rumah mereka serta membeli berbagai macam perlengkapan perabot
rumah tangganya yang di tempatinya dengan kondisi rumah batu lengkap dengan
fasilitas air, listrik dan WCnya.
Dan dengan demkian dari beberapa penuturan informan yang menjadi TKI
di Malaysia maupun Brunai Darussalam, yang mencari peruntungan di luar
Negeri telah membawa hal-hal yang baik bagi kehidupan para TKI ini, sehingga
mereka bisa membangun rumah dan memperbaiki rumah ataupun merenofasi
rumahnya sendiri untuk ditempatinya bersama istri dan anak-anak mereka, dengan
kondisi rumah yang sangat baik di lengkapi dengan fasilitas air, listrik maupun
WCnya.
63
Walaupun dari sebagian TKI mereka masih mempunyai rumah sendiri dan
dengan kondisi masih bagus dan layak untuk ditempati bersama keluarganya.
d. Investasi atau Tabungan
Investasi sebagai suatu pengorbanan dalam bentuk penundaan pengeluaran
sekarang untuk memperoleh keuntungan (return) yang lebih baik dimasa
mendatang. Sedangkan tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsikan.
Hal ini diungkapkan oleh informan Muhammad (28 tahun) yang
mengatakan:
“De pandangan masyarakat ma nhu ma ndadi TKI na nggahi ku ekonomi waura taho dan sukses pori da lao ka ndede au ma wara la infestasikan kai ru’u modal untuk masa depan, ru’u weli kai capi, dana, labo sator kai haji rau hasil ngupa nahu di’i Burnai, kalau da lao ngupa ka ndaka si nahu wti ndake na mori ni’i ti wara ma wara de made poda pori;I da lao ngupa nahu syukur Alhamdulillah”.”. Artinya:“kalau padangan masyarakat tentang saya yang menjadi TKI, mereka bilang ekonomi saya sudah aman dan sudah sukses, apa lagi ada di infestasikan untuk modal masa depan, untuk beli sapi, beli tanah persawahan, beli motor dan bahkan untuk setor haji sudah, ini semua merupakan hasil mencari saya di Burnai, kalau tidak pergi ke Burnai tidak akan begini hidup saya, dulu susah dan sekarang syukur Alhamdulillah”. (Wawancara 5 Maret 2016).
64
Hal yang sama di ungkapkan informan Rahma H. Husen (40 tahun) yang mengatakan:
“misalkan piti la nggadu ri’i invstasikan, kan tidak mungkin ja nami sebagai dou siwe ti ne’e susah, piti la ngadu na sekian banyak de wi’i kai raa ma nami, uru kai ka nggihi, sisa na wi’i kai di’i bank, labo nenti kai dana supaya hidup bisa berkembang bahkan la setor haji labo rahi ku waura ndta lalo dua mu hasil piti la nggadu rahi”.Artinya:misalkan uang yang dikirimnya kami investasikan, kan tidak mungkin juga kami sebagai seorang perempuan ingin hidup susah , ya uang yang dikirimnya sekian banyak saya simpan untuk biaya keperluan pertanian, di tabung di bank, untuk beli tanah persawahan supaya hidup bisa berkembang, bahkan untuk untuk setor haji saya dan suami sudah itu merupakan hasil yang di kirim sama suami”. (Wawancara 5 Maret 2016).
Dari penuturan ke dua informan diatas menunjukan bahwa, kepergian
informan maupun suami informan untuk menjadi TKI di Brunai telah banyak
membawa perubahan untuk keluarganya di daaerah asal, sehingga dengan hasil
yang informan dapatkan dipergunakannya untuk modal masa depan, membeli
kendaraan, membeli lahan persawahan, di tabung bahkan untuk setor haji pun
para informan-informan ini sudah lakukan, malahan informan Rahma H.Husen
sudah setor haji bersama suaminya yang menjadi TKI di Brunai. Dan ini
menandakan apa yang di cari para informan selama menjadi TKI sudah terpenuhi
dan responpun dari masyarakat sangat baik dan memuji informan karna telah
berhasil di daerah rantauan karna membawa hasil.
65
Hal yang senada pula di ungkapkan oleh informan H. Ramli (43 tahun) yang mengatakan:
“Kalau pandangan na masyarakat sekitar de na nggahi ku ma sia doho , nggahi na sana’a mori ra woko nami au ma’a wara la tabung, wara ro la nenti kai dana, weli kai honda, weli kai tv, de la haji ka’i nahu ake rau piti hasil ngupa nahu di Burnai, bayangkan sia doho ma midi’i ara rasa wti eda kone na piti beruntung nahu ake ma wara’a sara’a ake hasil dari Burnai ncau”.artinya:“Kalau untuk pandangan masayarakat, mereka bilang hidup kami sekarang sudah sejahterah karena sudah ada hasil yang ditabung, untuk beli tanah persawahan sudah, membeli kendaraan bermotor, membeli tv, bahkan untuk saya haji ini hasil saya di Brunai, bayangkan mereka yang hidup dan diam diri dikampung saja susah untuk mendapatkan uang, dibandingkan saya sekarang apa yang saya punya semua ini hasil dari Burnai”. (Wawancara 4 Maret 2016).
Hasil wawancara dengan informan diatas menjunjukan bahwa, hasil dari
pergi migrasinya menjadi TKI di Brunai Darussalam telah membawa dampak
yang sangat besar pada kehidupan keluarga informan ini, sehingga dari apa yang
informan dapatkan dari hasil migrasinya keluar Negeri mampu mmeningkatkan
perekonomian keluarganya, hal ini dilihat dari hasil yang di pergunakan oleh
informan seperti, untuk di tabung dan diinvestasikan untuk tanah persawahan,
membeli kendaraan bermotor bahkan untuk gelar Haji yang informan dapatkan itu
merupakan hasil jerih payahnya menjadi seorang TKI di Brunai Darussalam.
Dan dari kesepuluh (10) informan yang di wawancarai rata-rata hasil yang
mereka dapatkan dari migrasnya ke luar Negeri baik itu TKI dari Brunai maupun
Malaysia yang terpenting hasil yang didapat diinvestasikan untuk lahan pertanian,
karna anggapannya jika pulang dari rantauannya atau tidak lagi menjadi TKI
66
sudah ada lahan persawahan yang bisa digarap sendiri, yang bisa mendatangkan
penghasilan, sama halnya seperti para TKI yang sudah pulang dari migrasinya
keluar Negeri, yang rata-rata mereka sudah punya sawah dan bekerja sebagai
peteni padi yang hasilnya keluar 1tahun 3 kali panen, kalaupun yang masih
menjadi TKI mereka sudah mempunyai lahan persawahan atas hasil yang
informan-inforaman ini dapatkan dari menjai TKI.
Jadi dari hasil wawancara peneliti dengan ke 10 informan di Desa Campa
Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima menunjukan adanya perubahan kondisi
sosial ekonomi keluarga akibat dari hasil menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)
baik yang dari Brunai Darussalam maupun yang TKI dari Malaysia. Sementara
untuk hasil dari menjadi TKI tersebut rata-rata mereka pergunakan untuk untuk
biaya sekolah anaknya, membeli tanah persawahan, membeli kendaraan,
merenofasi rumahnya, kebutuhan alat rumah tangga, serta dari sebagian TKI dari
Brunai Darussalam sudah ada yang menyetor dana haji bahkan satu orang sudah
bergelar haji dan itu semua merupakan hasil dari mereka menjadi TKI.
67
B. Pembahasan
Menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah suatu pilihan bagi laki-laki di
Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima untuk memperbaiki dan
meningkatkan kehidupan sosial ekonomi keluarga sehingga dapat mengalami
perubahan.
Dalam hal ini faktor yang mendorong laki-laki di Desa Campa Kecamatan
Madapangga Kabupaten Bima untuk menjadi TKI karena adanya ketimpangan
dalam kondisi ekonomi keluarganya baik itu dari pekerjaan yang tidak ada
maupun dari penghasilan yang tidak cukup memuaskan, dan tidak mempunyai
lahan persawahan untuk digarap sehingga menjadi penyebab mereka untuk
menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI).
Menurut teori migrasi Everest S. Lee yang berpandangan besar kecilnya
arus migrasi juga dipengaruhi oleh rintangan antara, misalnya berupa ongkos
pindah yang tinggi, topografi antara daerah asal dengan daerah tujuan berbukit-
bukit, dan terbatasnya sarana transportasi atau pajak masuk ke daerah tujuan yang
sebagai faktor seseorang untuk bermigrasi. Dan yang tidak kalah pentingnya
adalah faktor individu karena dialah yang menilai positif dan negatifnya suatu
daerah, dia pulalah yang memutuskan apakah akan pindah dari daerah ini atau
tidak.36
36Ida Bagoes Mantra,. Demografi Umum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 180-181.
68
Dari teorinya Everst S. Lee diatas menunjukan benar adanya bahwa yang
menjadi penyebab atau faktor pendorong laki-laki yang ada di Desa Campa
Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima karena faktor pengaruh ketiadaan
lahan pertanian yang bisa mendatangkan pendapatan yang membuat mereka untuk
menjadi seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Sedangkan Menurut teori Tadaro dalam berpendapat bahwa motivasi
seseorang untuk pindah adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karna
adanya ketimpangan ekonomi antardaerah. Tadaro menyebut motif utama
tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang rasional. Migrasi ke perkotaan
mempunyai dua harapan, yaitu memperoleh pekerjaan dan harapan memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di pedesaan.37
Dari teorinya Tadaro dalam Mantra diatas sejalan dengan apa yang
menjadi faktor pendorong para laki-laki di Desa Campa Kecamatan Madapangga
Kabupaten Bima menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) karena faktor adanya
ketimpangan ekonomi dalam keluarga para TKI, baik itu dari kurangnya
pendapatan/penghasilan serta tidak adanya pekerjaan di aerah asal sehingga
membuat mereka menjadi TKI di luar negeri.
Jadi yang menjadi faktor pendorong para laki-laki di Desa Campa
Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima menjadi TKI karena faktor ekonomi,
serta ketiadaan lahan pertanian yang mendatangkan penghasilan. Anggapan
mereka menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) adalah sebuah jalan keluar untuk
37Ibid, hlm. 186.
69
dapat meningkatkan penghasilan serta meningkatkan perekonomian keluarga
mereka.
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tingggal bersama.
Atau keluarga bisa diartikan sebagai suatu masyarakat terkecil yang sekaligus
merupakan suatu kelompok kecil atau unit terkecil dalam masyarakat.38
Dan fungsingnya sebuah keluarga tidak hanya sebatas sebagai pengatur
hubungan seksual, sosialisasi dan keamanan/perlindungan keluarganya. Namun
juga mencakup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomis anggota
keluarganya.39
Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi pada keluarga yang ada di Desa
Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima yang dimana seorang kepala
rumah tangga atau anggota keluarganya mencari nafkah untuk memenuhi ataupun
untuk mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga hal ini dapat meningkatkan
kondisi sosial ekonomi keluarganya dengan bekerja sebagai seorang tenaga kerja
Indonesia (TKI) di luar negeri karena dari desakan ekonomi baik karena tidak
adanya pekerjaan maupun pendapatan/penghasilan yang tidak menentu di daerah
asal, dan tidak mempunyai lahan persawahan membuat mereka menjadi seorang
38Wahyu dan Suhendi, Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 41.
39Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak, (Jakarta :PT. Rineka Cipta, 2009), hlm 2.
70
TKI untuk dapat memperbaiki kehidupan maupun kondisi sosial ekonomi
keluarganya.
Dan walaupun tugas mencari nafkah adalah kewajibannya kepala rumah
tangga namun tidak menutup kemungkinan bahwa istri dari para TKI ini pun juga
bisa membantu perekonomian keluarga seperti yang terjadi pada istri-istri para
TKI yang dimana merekapun ikut terjun dalam memperbaiki kondisi sosial
ekonomi keluarga yang dimana rata-rata mereka bekerja sebagai peteni padi untuk
dapat membantu perekonomian dan menambah pendapatan/penghasilan
keluarganya walaupun penghasilan utama keluarganya berasal dari para suami
maupun anak mereka mereka yang menjadi tenaga kerja Indonasia (TKI) di luar
negeri, sehingga hal ini dapat meningkatkan pendapatan/penghasilan keluarga
yang berdampak pada perubahan kondisi sosial ekonomi keluarganya.
Dalam pandangan teori sosial ekonomi mengatakan kedudukan atau posisi
sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,
pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam
organisasi.40
sebagaimana dijelaskan dalam suatu teori diatas bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi sosial ekonomi suatu keluarga adalah sumber penghasilan,
besarnya penghasilan yang di dapat oleh para TKI, dan penggunaan dari
penghasilan itu, baik penghasilan tetap dari TKI itu sendiri maupun penghasilan
40Abdulsysni, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994), hlm. 164.
71
sampingan/tambahan dari para istri TKI atau anggota keluarganyan dari pertanian
yang erat hubungannya dengan pekerjaan sehingga meningkatkan kondisi sosial
ekonomi keluarganya. Dan ini yang membedakan pendapatan/penghasilan dengan
masyarakat sekitar baik itu guru, pegawai maupun peteni. Dari masing-masing
pekerjaan mempunyai hasil atau gaji/ upah yang berbeda dengan atauran yang
telah ditetapkan atau disepakati. Sehingga besarnya pendapatan/penghasilan dari
setiap keluarga juga sangat mempengaruhi seberapa banyak kebutuhan keluarga
yang dapat terpenuhi. Dan ini menunjukan adanya perubahan hidup dari besarnya
pendapatan/penghasilan yang didapat oleh para TKI, sehingga meningkatkan
kondisi sosial ekonomi keluarganya.
Sehingga hal ini sangat berkaitan erat kaitannya dengan perubahan sosial
anggota masyarakat harus bersifat terbuka bahkan ia secara kreatif menciptakan
kondisi perubahan, terutama di bidang ekonomi dan pola hidup sehari-hari.41
Dan terbukti dari para leki-laki ini memiliki hasrat yang tinggi untuk
memperbaiki pola hidup dan kondisi sosial ekonomi keluarganya yang relatif
rendah sehingga dari sifat terbukanya tersebut untuk menjadi TKI membawa
dampak yang baik pada pendapatan/penghasilan yang mereka dapatkan dari
menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk dapat memperbaiki dan
meningkatkan kehidupan sosial ekonomi keluarganya serta mendapatkan nilai
tersendiri di masyarakat sekitarnya seperti halnya mendapatkan rasa hormat dan
pujian berkat kerja kerasnya manjadi TKI yang membawa hasil.
41 Rusdiyanta dan Syahrial Syarbaini, Dasar-Dasar Sosiologi, (Yogyakarta :Graha Ilmu, 2009 ), hlm. 136.
72
Menurut Connel bahwa remitan diwujudkan dengan pengirman uang,
barang, bahkan ide-ide pembangunan di daerah asal, secara langsung atau tidak
langsung. Sedangkan remitan menurut Curson (1981) merupakan pengiriman
uang, barang, ide-ide pembangunan dari perkotaan ke pedesaan dan merupakan
instrumen penting dalam kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat.42
Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi pada 10 informan keluarga tenaga
kerja Indonesia (TKI) baik dari Malaysia maupun Brunai Darussalam dari hasil
yang didapat oleh para TKI dari migrasinya keluar negeri yang mereka dapatkan
dan yang dikirim ke daerah asal yang di pergunakan untuk ditabung, membeli
tanah persawahan, membeli kendaraan bermotor, membangun rumah,
memperbaiki rumahnya, untuk biaya sekolah anak, bahkan sebagian dari TKI
sudah ada yang menyetor untuk dana Haji maupun yang sudah menunaikan
ibadah Haji dan itu semua merupakan hasil dari menjadi TKI.
Jadi kondisi sosial ekonomi keluarga TKI di Desa Campa mengalami
perubahan dan peningkatan serta pendapatan menjadi lebih baik bahkan lebih dari
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya. Dan jika
dibandingkan dengan kehidupan para keluarga sebelum menjadi TKI sangat
susah, yang ada ada hanya untuk makan sehari-hari saja kalau untuk kebutuhan
yang lainnya sangat susah, jadi berkat mereka menjadi TKI diluar negeri
membawa dampak yang baik pada kehidupan keluarganya yang berada di daerah
asal.
42 Ida Bagoes Mantra, op.cit, hlm. 182.
73
BAB V
.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian faktor pendorong dan kondisi
sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia (TKI) di Desa Campa Kecamatan
Madapangga Kabupaten Bima pada bab sebelumnya maka peneliti menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Yang mendorong laki-laki untuk menjadi tenaga kerja Indonesia
(TKI) karena terjadinya ketimpangan ekonomi dalam keluarga para
TKI ini baik itu dari tidak adanya perkerjaan serta kurangnya
pendapatan/penghasilan, dan ketiadaan lahan persawahan untuk
mendatangkan penghasilan itu sendiri yang bisa mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga menjadi
penyebab mereka harus meninggalakan daerah asal untuk dapat
meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarganya.
2. Dalam migrasinya laki-laki keluar negeri untuk menjadi tenaga kerja
Indonesia (TKI) telah membawa perubahan dan peningkatan
terhadap kondisi sosial dan perekonomian keluarganya baik itu dari
segi pendapatan, pendidikan anak-anaknya, perumahan, serta untuk
investasi/tabungan. Selain itu membuat mereka dihormati oleh
masyarakat sekitarnya karena dianggap berhasil dalam rantauannya
keluar negeri bisa memperbaiki kondisi sosial ekonomi keluarganya.
73
74
C. Implikasi
Jadi migrasinya keluar negeri untuk menjadi TKI para laki-laki di Desa
Campa membawa dampak yang baik pada kehidupan kondisi social ekonomi
keluarga mereka, jika dibandingkan dengan kehidupan keluarga mereka sebelum
menjadi TKI.
B. Saran-saran
Setelah peneliti melakuan penelitian dan menyajikan kesimpulan, maka
peneliti menemukan hal-hal yang perlu di benahi dan di cari solusi pemecahanya.
Adapun saran-sarannya sebagai berikut:
1. Untuk laki-laki yang mnjadi tenaga kerja Indonesia diharapakan agar
tidak melupakan kodrat nya sebagai kepala rumah tangga atau
pemimpin dalam keluarganya karena anggota keluarga yang lengkap
dambaan semua keluarga
2. Bagi pihak pemerintah agar lebih memperhatikan rakyat kecil dan
membuka lapangan pekerjaan karena dari tahun ke tahun yang
menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) semakin meningkat seperti di
Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsysni, 1994. Sosiologi ( Skematika, Teori, dan Terapan). Jakarta. PT Bumi Aksara
Asyhadie, Zaeni. 2008. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja (Edisi Revisi). Jakartan: Rajawali Pers
Damsar 2009. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Idi Abdulah dan Safarina., 2011. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Isnaini, Nur. 2009. Sosial Ekonomi Masyarakat Waduk Gajah Mungkur (Studi Kasus tentang Kehidupan Social Ekonomi Pedagang Sektor Informal di Kawasan Waduk Gajah Mungkar Wonogiri). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kolip dan Setiadi. 2013. Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta, dan Gejala Permasalahan Social: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya). Jakarta: Kencana
Mantra, Ida Bagoes. 2015. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Naim, Mochtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Minangkabau. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers
Sztomka, Piotr. 2010. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media Group
76
Sembiring. 1985. Demografi. Jakarta: PT Etasa Dinamika
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta :PT. Rineka Cipta
Suhendi, dan Wahyu. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung: CV Pustaka Setia
Syahrial Syarbaini dan Rusdiyanta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi.
Yogyakarta :Graha Ilmu
Internet
brigade-antivirus.com/softnews/arti-penting/apa-iti-investasi/
http://id.shvoon.com/business-management/investing/2077041-pengertian tabungan/ixzz23Jqj4q5
http://cummank.blogspot.co.id/2010/04/mobilitas-penduduk-dan-remittances.html
www.wikipedia.org/definisi-pendapatan/
75
77
LAMPIRAN
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
Daftar Informan
1. Nama: Muhammad
Umur: 28 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status : Minikah
“ Tki Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Nurfitriani Umur 26 Tahun
Nama Anak:
- Al- Muhtadi Billah Umur 2 Tahun
2. Nama: H. Ramli
Umur: 43 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status: Menikah
“ Tki Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Hariah Umur 43 Tahun
Nama Anak:
- M. Taufan Umur 20 Tahun (Tamatan Sma)
- Fitri Umur 15 Tahun (Kelas 1 Sma)
3. Nama: Sudirman
Umur: 32 Tahun
Pekerjaan: Petani
91
Status: Menikah
“ Tki Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Rahma Umur 31 Tahun
Nama Anak:
- Eka Rostianti Umur 15 Tahun (Kelas 1 Sma)
- Nurhafizah Umur 7 Tahun (Kelas 1 Sd)
4. Nama: Muhdar Ismal
Umur: 45 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status: Menikah
“ Tki Malaysia”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Ani Abdullah Umur 40 Tahun
Nama Anak:
- Astari Umur 26 Tahun (Menikah)
- Arman Umur 20 Tahun (Bekerja)
- Al-Abi Umur 6 Tahun (Kelas 1 Sd)
5. Nama: Herman Ismail
Umur: 36 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status: Menikah
“Mantan Tki Malaysia”
92
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Leni Marlina Umur 39 Tahun
Nama Anak:
- Andini Umur 1 Tahun
6. Nama: Suriansyah
Umur: 42 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status: Menikah
“ Tki Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Nurmi Umur 40 Tahun
Nama Anak:
- Rifki Umur 14 Tahun (Kelas 1 Sma)
- Ridho 11 Tahun (Kelas 1 Smp)
- Jahro Umur 3 Bulan
7. Nama: Zakariyah
Umur: 50 Tahun
Pekerjaan: Petani
Status: Menikah
“Anaknya Menjadi Tki Di Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Istri: Hasnah Umur 45 Tahun
Nama Anak:
93
- Raf Sanjani Umur 26 Tahun (Tki Brunai Darussalam)
- Fahroroji Umur 17 Tahun (Kelas 3 Sma)
- Al-Fariji Umur 12 Tahun (Kelas 1 Smp)
8. Nama: Rahma H. Husen
Umur: 40 Tahun
Pekerjaan: Urt, Guru Tk Dan Petani
Status: Menikah
“Suami Menjadi Tki Di Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Suami: Misran Umur 40 Tahun (Tki Di Brunai Darussalam)
Nama Anak:
- Rizki Mulyadin Umur 16 Tahun (Kelas 2 Sma)
- Irwandi Umur 9 Tahun (Kelas 3 Sd)
9. Nama: Yeni Marlina
Umur: 32 Tahun
Pekerjaan: Urt Dan Petani
Status: Menikah
“Suami Menjadi Tki Di Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Suami: Sahrudin Umur 36 Tahun (Tki Di Brunai Darussalam)
- Anita Umur 15 Tahun (Kelas 3 Smp)
- Satria Umur 11 Tahun (Kelas 6 Sd)
10. Nama: Aminah
94
Umur: 35 Tahun
Pekerjaan: Urt Dan Petani
Status: Menikah
“Suami Menjadi Tki Di Brunai Darussalam”
Anggota Keluarga:
Nama Suami: Ahmad H. Karim Umur 38 Tahun (Tki Brunai Darussalam)
Nama Anak:
- Wawan Umur 14 Tahun (Kelas 3 Smp)
- Wiwin Umur 11 Tahun (Kelas 1 Smp)
95
Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Dengan Mantan TKI Dan Keluarga
Yang Di Tinggalkan
PEDOMAN WAWANCARA
1. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status anggota dalam keluarga :
→ Suami
→ Istri
→ Anak
→ Dan lain-lain
Jumlah dalam keluarga :
Pertanyaan
2. Faktor apa yang mendorong anda untuk mejadi tenaga kerja
Indonesia (TKI)?
3. Bagaimana kondisi sosial ekonomi keluarga tenaga kerja Indonesia
(TKI)?
a. Berapa lama anda menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)?
b. Apa pekkerjaan anda waktu menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)?
c. Berapa gaji anda saat menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)?
d. Apakah diterima perhari, perminggu atau perbulan?
96
e. Berapa uang yang anda kirim untuk keluarga dikampung saat anda
menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI)?
f. Apakah anda mengirim sebulan sekali atau dua bulan atau tiga bulan
sekali?
g. Apakah ada pesan terkait uang yang anda kirim di keluarga dikampung?
h. Apakah penghasilan utama keluarga saat anda menjadi tenaga kerja
indonesa (TKI)?
i. Bagaimana anda melihat kondisi ekonomi anda sekarang, apakah
meningkat atau tidak?
j. Bagaimana pandangan masyarakat terkait anda yang menjadi tenaga kerja
Indonesia (TKI)?
97
DOKUMENTASI
“Desa Campa Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima”
“ Informan keluarga H. Ramli (Dokumentasi 4 Maret 2016)”
98
“Informan keluarga Muhammad (Dokumentasi 5 Maret 2016)”
99
“Informan keluarga Suriansyah (Dokumentasi 3 Maret 2016)”
100
“Informan keluarga Sudirman (Dokumentasi 4 Maret 2016)”
“Informan keluarga Muhdar Ismail (Dokumentasi 3 Maret 2016)”
101
“Informan keluarga Herman Ismail (Dokumentasi 3 Maret 2016)”
“Informan Keluarga Zakariyah (Dokumentasi 4 Maret 2016)”
102
“Informan keluarga Rahma H.Husen (Dokumentasi 5 Maret 2016)”
“Informan keluarga Aminah (Dokumentasi 2 Maret 2016)”
103
“Informan Keluarga Yeni Marlina (Dokumentasi 5 Maret 2016)”
104
105
106
107
108
RIWAYAT HIDUP
Rizal Amrullah lahir lahir 7 Januari 1994 di
Desa Campa penulis adalah anak dari Bapak Abdul
Hamid dan Ibu bernama Rohani anak pertama
dari dua bersaudara yakni Nuryuliana (adik).
Proses pendidikan formal berawal dari Sekolah Dasar Negeri 1 Campa
pada tahun 2001-2006, melanjutkan di SMP Negeri 3
Madapangga tahun 2006-2009, dan dilanjutkan di SMA Muhammadiyah Bolo
tahun 2009-2012. Padatahun 2012 penulis melanjutkan di Universitas Negeri
Makassar dengan memilih prodi Sosiologi Si Fakultas Ilmu Sosial hingga
sekarang.
Sejak masuk di Univeersitas Negeri Makassar, penulis pernah ikut andil
dalam berbagai kegiatan HIMA Sosiologi tahun 2013, baik yang ketika itu
menjabat sebagai panitia pelaksana, kemudian penulis bergelut dengan organasasi
eksternal kampus yaitu Kesatuan Mahasiswa Madapangga (KASAMAMPA) yang
ketika itu menjabat Bidang keorganisasian sebagai anggota periode 2013-2014,
dan organisasi Solidaritas Mahasiswa Rasa Campa (SAMARACA) yang
menjabat sebagai sekretaris umum organisasi periode 2014-2015.