RINGKASAN JURNAL MULTIPLE CROP KHUSUSNYA
LAHATADAH HUJAN
OLEH : TEDI AL FARUQI 150110070089
ALTERNATIF POLA TANAMAN PADI – PALAWIJA UNTUK
MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS LAHAN SAWAH IRIGASI DI
WILAYAH PENGAIRAN JATILUHUR
Pola tanam padi tiga kali dalam setahun tidak di anjurkan karena akan
menimbulkan masalah did lam perkembangan hama. Dengan meningkatkan intensitas
pertanaman sekaligus diharapakan meningkatkan produktifitas lahan. Namun untuk
meningkatkan intensitas pertanaman (IP) pada pola tanam padi padi – padi – paliwija
khusunya di wilayah jawa barat utara, perlu diikuti pula dengan meningkatkan
pendapatan. Dengan menanam kacang tunggak sebelum gora, hasil padi gora
meningkat 30% dari 2,3 ton/hektar menjadi 3,3/ha. Dibandingkan dengan hasil gora
tanpa penanaman kacang tunggak terlebih dahulu atau diberakan. Selain itu system
budidaya gora mempersempit tenggang waktu, sehingga inensitas tanam dapat
ditingkatkan, dan tanaman yang diusahakan berikutnya setelah padi kedua masih
mendapatkan air dalam demikian dapat diharapkan kejenuhan produktivitas lahan
dapat diperbaiki selain juga akan terjadinya peningkatan hasil setiap komoditas yang
dirakit kedalam pola tanam tersebut.
Bila dihitung dengan hasil setara padi, pola tanam padi sawah-walik jerami-
bera memperoleh hasil setara padi paling rendah (9,56 ton/ha/tahun). Hasil gabah
tertinggi dicapai oleh penanaman padi secara walik jerami pada pola tanam padi gora-
walik jerami-kedelai yang menghasilkan produktivitas sebanyak 5.92 ton/ha.
Dihubungkan dengan indeks pertanaman (IP) dan indeks intensitas pertanaman (IIP)
hasil setara padi tertinggi dicapai oleh pola gora-walik jerami-kedelai. Dan pola
tanam gora-walik jerami-kacang panjang yang memiliki IP dan IIP yang tinggi yaitu
masing-masing 300%. dan 95,83%. IP dan IIP yang tinggi tidak selalu selaras dengan
hasil setara padi yang tinggi pula, bergantung pada kecocokan komoditas yang
diusahakan pada lingkungan tersebut,dan nilai ekonomis dari komoditas yang
bersangkutan seperti ditunjukkan pola tanam gora-walik jerami-kacang tanah.
Peralihan dari system budidaya sawah ke gogo rancah yang sebelumnya telah
ditanami palawija (khususnya kacang-kacangan) dilanjutkan dengan penanaman padi
walik jerami, tampaknya berpotensi sebagai alternative untuk meningkatkan IP dan
IIP.
Pola tanam ganda secara sequential (gora-walik jerami-kacang kacangan)
memberikan pendapatan tertinggi yang disertain dengan IP,IIP<dan RC-ratio yang
tinggi pula. Pola tanam gora-walik jerami-kedelai merupakan pola tanam alternative
untuk segera dikembangkan sebagai langkah awal dalam mendukung perbaikan pola
tanam petani agar meningkatkan peroduktifvitas dan pendapatan.
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH TADAH HUJAN
CIANJUR SELATAN MELALUI PENGGUNAAAN SISTEM TANAM
GANDA PADI-PALAWIJA YANG DIBERIKAN PUPUK KANDANG DAN
KALIUM SECARA BERTAHAP
Masalah utama yang dihadapi untk mengambangkan lahan tadah hujan yaitu
kesulitan pengendalian tata air di musim hujan,dan kekeringan pada musim kemarau.
Sebagian besar dari sawah tadah hujan hanya diusahakan untuk pertanaman padi
sekali dam setahun tanpa diikuti oleh tanaman lain and hanya sebagian kecil yang
diusahakan untuk pertanaman padi yang diikuti palawija,sehigga menimbulkan
rendahnya indeks intensitas pertanaman (IIP).untuk meningkatkan IIP dilahan sawah
tadah hujan dapat dilaksanakan melalui penyusunan pola tanam padi gogo rancah-
palawija (kedelai dan atau kacang tanah)-palawija (kacang hijau). Untuk
mengantisipasi kemungkinan fluktuasi curah hujan dengan jumlah dan distribusi yang
bervariasi diperlukan berbagai rakitan komponen teknologi yang mengarah kepada
konservasi hara dan air sehingga unsur hara dapat secara efektif diserap tanaman dan
pada gilirannya mampu meningkatkan profuktivitas lahan.
Penggunaan pupuk kalium dapat mengatasi masalah kelebihan air apabila
drainas air cukup baik dan kekeringan. Disamping itu pemberian pupuk kandang
perlu dilakukan untuk mencegah K dari efek pencucian di musim tanam kedua.
Dengan demikian di musim tanam ketiga efek sisa K masih dapat dimanfaatkan.
System budidaya gogo rancah membantu memudahkan pengolahan tanah,dan
menjadikan struktur tanah menjadi lebih baik untuk penanaman kacang-kacangan
berikutnya dibandingkan dengan system sawah.
Kerugian yang diperoleh dari pola tanam introduksi parsial padi sawah-
kedelai-bera dan padi sawah-kacang tanah-bera tanpa pupuk kandang disertai pupuk
K menunjukkan bahwa pada tanah liat dengan curah hujan tinggi,terjadi pelumpuran
tanah pada system padi sawah yang tidak cocok pada padi berikutnya. Kedelai dan
kacang tanah sangat sensitif terhadap cekaman kelebihan air pada fase kritis pada
pertumbuhannya. Hasil padi sawah yang ditanam pada tanah berlumpur juga lebih
rendah daripada hasil padi gogo rancah (3,572 ton/ha vs 4,97 ton/ha). Padi gogo
rancah yang ditanam pada lahan yang diolah kering memenuhi syarat terjadinya fisik
tanah. Hal ini menunjukkan bahwa system gogo rancah dapat diterapkan pad tanah
liat dan curah hujan tinggi,karena selama ini system gogo rancah bagi daerah tadah
hujan dengan curah hujan tidak menentu dan penyebarannya tidak merata.
Pada pola tanam introduksi II dengan memasukkan kacang hijau dan kacang
tanah setelah padi gogo rancah degan perlakuan dosis pupuk kandang disertai waktu
pemberian pupuk K (D11-D16), menunjukkan pendapatan/hektar/tahun dan RC/ratio
yang lebih rendah dibandingkan pola tanam introduksi padi gogo rancah-kedelai-
kacang hijau pada perlakuan yang sama. Kacang tanah menunjukkan tidak cocok
ditanam setelah padi gogo rancah pada lingkungan seperti di tanggeung,karena hasil
biji kacang tanah terbentuk didalam tanah. Nilai IIP yang lebih tinggi (95,83%)
merupakan imbalan dari umur kacang tanah yang relative lebih panjang dibandingkan
umur kedelai sehingga mengakibatkan lahan dapat diusahakan lebih lama. Dengan
kata lain masa bera dapat ditekan sekecil-kecilnya (dalam percobaan ini kurang lebih
5%). Berbeda dengan kedelai yang ditanam pada urutan padi gogo rancah-kedelai-
kacang hijau dengan perlakuan yang sama dengan kacang tanah,mampu tumbuh dan
menghasilkan lebih baik daripada kacang tanah yang diikuti dengan pendapatan
tertinggi dan RC-ratio 1,80 sejalan dengan meningkatnya hasil dari masing-masing
komoditas. Pendapatan yang lebih baik mengisyaratkan bahwa kedelai cocok ditanam
setelah padi gogo rancah dengfan dosisi pupuk kandang 10 ton/ha disertai waktu
pemberian pupuk K sekaligus maupun 2 kali,yang mampu menghasilkan biji kering
1,56 ton/ha, dilanjutkan dengan penanaman kacang hijau tanpa perlu dipupuj lagi,
yang menghasilkan biji kering tertinggi 1,8 ton/ha.
Kacang hijau yang ditanam setelah kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan
setelah kacang tanah, karena umur kedelai lebih pendek dibandingkan dengan umur
kacang tanah,sehingga kacang hijau dapat memanfaatkan sisa air setelah kedelai lebih
banyak dibandingkan dengan sisa air setelah kacang tanah.
Dari hasil percobaan ini dapat disimpulan bahwa pola tanam introduksi
dengan urutan padi gogo rancah – kedelai - kacang hijau yang diberi pupuk kandanng
10 ton/ha disertai waktu pemberian pupuk K sekaligus maupun 2 kali pada saat tanam
kedelai, meningkatkan produktivitas lahan sawah tadah hujan pada iklim basah yang
lebih unggul dibandingkan pola-pola yang lainnya.kenyataan ini terukur dari
beberapa variabel hasil setara padi, setara kalori, setara protein, IIP , RC-ratio dan
pendapatan bersih.
TUMPANG SARI JAGUNG DENGAN LEGUM PENUTUP TANAH
BERUMUR EMPAT BULAN DISERTAI PEMUPUKAN NITROGEN
Permintaan terhadap jagung di inidonesia terus bertambah seiiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang menggunakan
jagung sebagai bahan bakunya. Pada tanmana belum menghasilkan legume penutup
tanah memberikan banyak manfaat, pertumbuhan gulma dihambat ,kesuburan N
tanah meningkat dan kegemburan tanah dipertahanakan. Kebutuhan N tanman jagung
yang di tumpangsarikan dengan dengan kacang-kacangan penutup tanah sebagian
akan akan dapat dipenuhi dari rembesan ini, sehingga dosis pupuk N tanaman jagung
dapat diperkecil.
Perlakuan kacangan berpengaruh sangat nyata menekan pertumbuhan gulma
pada 3, 7 dan 13 MST. Pemupukan N berpengaruh sangat nyata pada 13 MST
sedangkan pada 3 dan 7 MST pengaruh pemupukan tidak nyata. Perbedaan bobot
kering gulma antara perlakuan tumpangsari dengan yang tidak tumpangsari semakin
jelas terlihat pada pengamatan 13MSTpada saat periode tumbuh gulma sejak
penyiangan kedua sudah berselang 6 minggu. Pada 13 MST pemupukan N
berpengaruh nyata secara linier meningkatkan bobot kering gulma dengan
persamanan Y=2,2109+0,0198N ; R2=0,0846. Rataan perlakuan tumpangsari
menaikan nilai tinggi tanaman dan lilit batang sebanyak 3,2 dan 3,4 persen
dibandingkan perlakuan tanpa kacangan. Perlakuan mulsa lilit batang dan bobot
kering tajuk berturut-turut sebesar 5,4%, 8,7% dan 6,1%.
Pemupukan nitrogen berpengaruh nyata meningkatkan nilai komponen hasil
dan hasil jagung. Pemupukan N berpengaruh nyata meningkatkan semua peubah
komponen hasil dan hasil jagung. Kenaikan tertinggi untuk semua peubah komponen
hasil ditunjukan oleh pemupukan 60 kg N/hasedangkan dosis pupuk 120 dan 180 kg
N/ha memberikan kenaikan yang hamper sama. Hasil pipilan tertinggi (3,73 ton/ha)
diperoleh pada perlakuan mulsa C. charuleum disertai pemupukan 60 kg N/ha.
Produktifitas jagung dalam percobaan ini rataan dari 20 perlakuan hanya mencapai
2,53 ton/ha. Tingkat produktifitas ini jauh dibawah potensi hasil jagung varietas
arjuna 5-6 ton/ha. Slah satu penyebabnya munkin karena pengaruh alelopati. Hal
kedua yang mengakibatkan produktifitas rendah adalah populasi tanaman yang terlalu
rendah.
Dapat disimpulkan bahwa tanaman jagung dapat di tumpangsarikan dengan
Calopogonium caeruleum maupun Centrosema pubescens yang telah berumur lebih
dari 4 bulan. Dibandingkan dengan pertanaman jagung tanpa kacangan, nilai peubah
pertumbuhan, komponen hasil maupun hasil pada jagung pada pertanaman tumpang
sari tidak lebih rendah. Pada pertanman tumpang sari pemupukan dosis N dosis 60 kg
N/ha memberikan hasil yang tertinggi. Dosis lebih tinggi dari 60 kg N/ha nampaknya
tidak diperlukan karena akan menurunkan aktifitas fiksasi nitrogen oleh rhizobium.
PENGARUH WAKTU TANAM JAGUNG (Zeamays L) DAN KACANG
TANAH (Aracis hypogaea L) YANG BERBEDA TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PAD SISTEM
PERTANAMAN TUMPANG SARI.
Pertanaman tumpang sari adalah penanaman dua atau lebih jenis tanaman
sekaligus pada sebidang tanah yang sama dan pada hakekatnya merupakan usaha tani
yang intensif berdasarkan pemanfaatan waktu dan ruang tumbuh. Dalam pelaksanaan
tumpang sari dapat dipilih tanaman yang berakar dalam dengan jenis tanaman yang
berakar dangkal sehingga tidka terjadi persaingan penyerapan unsur hara. Salah satu
kombinasi tanaman dalam tumpang sari yang paling banyak diusahakan adalah
kacang tanah dengan jagung. Secara morfologi bentuk tanaman jagung lebih tinggi,
sedangkan lebih rendah, sehingga kedua tanaman tersebut ditanam pada waktu yang
sama, dapat menyebabkan terjadinya naungan maksimal dari tanaman jagung
terhadap kacang tanah, juga dapat terjadi kompetisi terhadap faktor-faktor
pertumbuhan.
Waktu tanam jagung yang ditumpang sarikan dengan kacang tanah
berpengaruh terhadap luas daun kacang tanah dan jagung, tetapi terhadap tinggi
kacang tanah pad 10 mst dan bobot kering kacanga tanah tidak meunjukkan
perbedaan. Luas daun jagung pada perlakuan TK-2 sama dengan perlakuan TK+1,
TK+2 dan TK+3. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya luas daun jagung tidak
menurun dengan penundaan waktu tanam jagung terhadap kacang tanah. Semakin
lama penundaan penanaman jagung setelah kacnag tanah maka lamanya penaungan
maksimal tanaman jagung terhadap kacang tanah semakin kecil, sehingga tanaman
kacang tanah dapat memperoleh intensitas radiasi yang cukup untuk memperoleh
hasil yang maksimal.
Waktu tanam jagung yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah
mempengaruhi komponen hasil kacang tanah, tidak menunjukkan perbedaan.
Meskipun terdapat perbedaan cipo pertanaman kacang tanah antara beberapa
perlakuan, pada umumnya pada cipo pertanaman tidak berbeda. Di pihak lain,jumlah
biji per polong,jumlah polong isi,jumlah biji pertanaman kacang tanah pada
perlakuan TK+1,TK+2 dan TK+3 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang
lainnya. Pertumbuhan reproduktif kacang tanah pada penundaan penanaman jagung
setelah kacang tanah menunjukkan pertumbah reproduktif yang lebih baik
dibandingkan dengan penanaman jagung sebelum dan bersamaan kacang tanah.
Bobot biji kacang tanah per petak pada perlakuan TK+3 tidak berbeda dengan
perlakuan TK+1 dan TK+2, tetapi lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil
ini menunjukkan lebih meningkatnya hasil pada penundaan waktu tanam jagung tiga
minggu setelah kacang tanah. Pada perlakuan TK+3 nisbah kesetaraan lahan (NKL)
berbeda perlakuan lainnya. Setiap perlakuan menunjukkan NKL >1 yang berarti
produktivitas lahan atau pemanfaatan lahan pertanaman tumpang sari lebih baik
dibandingkan pertanaman tunggalnya.
Penundaan waktu tanam jagung tiga minggu setelah kacang tanah,
memberikan nilai NKL lebih tinggi, yang berarti pertanaman tumpang sari ini
meningkatkan produktivitas lahan 67% daripada produktivitas lahan pertanaman
tunggalnya. Nisbah kompetisi untuk tanaman kacang tanah (NKa) pada perlakuan
TK-1 dan TK-2 tidak berbeda tetapi keduanya lebih kecil dibandingkan dengan NKa
perlakuan lainnya. Nisbah kompetisi untuk tanaman jagung pada perlakuan TK-1 dan
TK-2 tidak berbeda, tetapi keduanya lebih besar dibandingkan dengan NKb perlakuan
lainnya.
Perbedaan waktu tanam jagung terhadap kacang tanah dalam pertanaman
tumpang sari umumnya tidka menunjukkan perbedaan pertumbuhan kacang tanah,
tetapi menunjukkan perbedaaan komponen hasil kacang tanah dan hasil kacang tanah.
Jumlah biji per polong, jumlah polong isi, jumlah biji pertanaman, dan jumlah bobot
biji pertanaman lebih tinggi pada tanaman kacang tanah yang ditanam terlebih dahulu
dari jagung. Dalam hal bobot biji per petak hanya kacang tanah yang ditanam tinga
minggu sebelum jagung yang lebih baik daripada yang ditanam bersamaan dari
jagung. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) tertinggi terdapat pada pertanaman jagung
tiga minggu setelah kacang tanah. Nisbah kompetisi kacang tanah (NKa) terkecil dan
nisbah kompetisi jagung (NKb) tertinggi masing-masing terdapat pada penanaman
jagung satu dan dua minggu sesudah kacang tanah.
ANALISIS NERACA AIR LAHAN PADA CURAH HUJAN NORMAL
UNTUK PERENCANAAN POLA TANAM DI KECAMATAN
TENGGARONG KABUPATEN KUTAI KALIMANTAN TIMUR
Kecamatan tenggarong provinsi Kalimantan timur walaupun terdiri dari
hamparan lahan kering, sebenarnya memiliki potesi yang sangat besar untuk
dikembangkan menjadi daerah pertanian. Hal ini disebabkan karena sunagi
Mahakam yang melintas didaerah tersebut dapat menyediakan air untuk pengairan
secara berlimpah. Perencanaan tanam merupakan salah satu kelemahan karena belum
memperhatikan prediksi aspek agroklimat terutama dalam hal neraca air. Dengan
mengetahui neraca air disuatu wilayah akan diketahui kapan waktu yang tepat untuk
melaksanakan budidaya, sehingga optimalisisasi sarana dan prasarana produksi
pertanian dapat dilakukan seoptimal mungkin.
Kecamatan tenggarong terletak pada 0023’LU dan 117008’BT Luas
wilayahnya sekitar 397 km2 atau hanya 0,42% dari seluruh luas wilayah administratif
kabupaten kutai kartanegara. Wilayah administratifnya mencakup 11 desa dengan
luas wilayah 39.810 ha. Sebanyak 10 desa merupakan desa swasembada. Kondisi
lahanny bervariasi dari dataran rendah,datar,berbukit hingga dataran tinggi yang
didominasi oleh lahan pertanian, kebun rakyat,ladang,dan pemukiman. Dari hasil
analisis neraca air lahan pada curah hujan normal tersebut dapat diketahui bahwa
daerah ini mengalami surplus air selama 8 bulan yang terjadi pada periode bulan
desember sampai dengan juni dan bulan oktober.
Defisit air kumulatif bulanan terjadi pada periode bulan juli-september dan
bulan November yang secara keseluruhan sebanyak 27,4 mm/tahun, perincian deficit
pada bulan juli sebesar 1,5mm/bulan, bulan agustus sebesar 5,4 mm/bulan, bulan
September sebesar 19,2 mm/bulan dan bulan oktober sebesar 1,3 mm/bulan. Untuk
menentukan lamanya musim tanam dapat dilakukan berdasarakan nilai P/PE
(perbandingan antara curah hujan kumulatif rata-rata bulanan dengan rata-rata
evapotranspirasi kumulatif bulanan). Berdasarkan hasil analisis tersebut maka dapat
diketahui bahwa nilai P/PE pada curah hujan rata-rata kumulatif bulanan selama 11
bulan selalu >0,75, kecuali pada bulan oktober yang <0,5. Menurut batasan yang
diberikan FAO kecamatan tenggarong memiliki panjang musim tanam untuk
pengelolaan tanaman pangan selama 11 bulan atau 330 hari. Potensi yang dimiliki
dengan surplus air selama 8 bulan memungkinkan penanaman padi (sawah dan gogo)
serta palawija dapat dilakukan secara monokultur, tumpang sari maupun tumpang
gilir. Apabila mengacu kepada kebutuhan aiar tanaman dengan menggunakan
pendekatan data kumulatif bulanan maka kondisi neraca air lahan di kecamatan
tenggarong pada curah hujan normal dapat dibudidayakan maksimal dua kali musim
tanam padi sawah dengan satu kali musim tanam palawija (kedelai atau jagung) atau
tiga kali musim tanam padi gogo secara monokultur.
Penanaman padi gogo atau padi sawah dapat dilakukan pada periode bulan
oktober sampai dengan bulan januari dan periode bulan februari sampai dengan bulan
mei, sedangkan penanaman jagung dilakukan pada periode bulan juni sampai dengan
bulan September. Factor pendukung iklim yang memungkinkan dilakukan pola tanam
secara optimal masing-masing sekali musim tanam padi diseling dengan pemberaan
dan selanjutnya penanaman palawija pada periode bulan april sampai dengan agustus.
Neraca air lahan bulanan kecamatan tenggarong menunjukkan surplus selama
8 bulan yang seluruhnya sejumlah 226,6 mm/tahun sedangkan deficit air terjadi
selama 3 bulan sebanyak 27,4 mm/tahun. Daerah ini memiliki periode tanam selama
11 bulan 330 hari, sehingga pola tanam yang dianjurkan adalah dua musim tanam
padi dan satu musim tanaman palawija (kedelai atau jagung).
TANGGAP FISIOLOGIS TANAMAN JAGUNG DAN KACANG TANAH
DALAM SISTEM TUMPANG SARI DILAHAN BERIKLIM KERING
Tumpang sari merupakan salah satu bentuk system tanam ganda dengan
menanam dua atau lebih jenis tanaman ada suatu areal dan waktu yang bersamaan
dengan jarak tanam tertentu. Budidaya tumpang sari sering juga disebut sebagai
tanaman campuran bila dalam system tersebut tidak menentukan jarak tanam pada
setiap jenis tanaman. Lahan kering beriklim kering merupakan sebidang lahan denagn
pemasokan air untuk kebutuhan tanaman yang tumbuh diatasnya hanya
mengandalkan dari curah hujan. Pemberian air pada tanaman di lahan kering oleh
petani pada dasarnya sering tidak sesuai dari segi waktu maupun jumlah yang
dibutuhkan tanaman sehingga produksi yang diperoleh kadang bervariasi.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa pada musim hujan hanya indeks
luas daun, jumlah biji per tongkol dan bobot 100 biji yang mempunyai korelasi positif
terhadap hasil pipilan kering jagung, ILD dengan bobot 100 butir dan jumlah biji
dengan bobot 100 butir, sedangkan tinggi tanaman panjang tongkol memiliki korelasi
positif yang kurang berarti. Pada tanaman kacang tanah yang ditumpang sarikan
dengan jagung, tinggi tanaman, ILD,jumlah polong terbentuk,dan jumlah polong
bernas per rumpun serta bobot 100 butir mempunyai korelasi positif dengan hasil,
tinggi tanaman, ILD, dan jumlah polong bernas dengan bobot 100 butir dan jumlah
polong dengan bobot 100 butir namun umur berbunga dan persentase polong hampa
mempunyai korelasi negative terhadap hasil. Pada musim kemarau, korelasi positif
terjadi diantara tinggi tanaman,ILD,jumlah biji dan bobot 100 butir dengan hasil
jagung, tinggi tanaman,ILD, dan jumlah biji dengan bobot 100 butir, ILD dengan
jumlah biji dan tinggi tanaman dengan ILD sedangkan korelasi negative terjadi
diantara tinggi tanaman dengan umur berbunga.
Bertambah tingginya jagung akan menghambat saat munculnya bunga jantan
dan selanjutnya akan mempengaruhi panjang tongkol. Dengan demikian sifat-sifat
yang ditampilkan oleh masing-masing tanaman dan tanah saling berkolerasi. Hasil
analisis menunjukkan hubungan antara sifat yang berbeda pada kondisi musim hujan
dengan musim kemarau.
Lingkungan mikro yang tercipta oleh kedua kondisi tersebut mengubah secara
drastis proses fisiologis pada tanaman sehingga pengaruh suatu sifat terhada sifat
lainnya berbeda sama sekali. Analisis statistic menunjukkan bahwa interaksi antara
pemberian bahan organic,frekuensi penyiraman dan waktu tanam kacang tanah dalam
tumpang sari jagung kacang tanah berpengaruh nyata terhadap rasio setara lahan.
Pada penanaman musim hujan dan musim kemarau,hasil setara jagung tertinggi
diperoleh pada pemberian bahan organik 10 ton/ha. Pada musim hujan, LER tertinggi
terjadi pada waktu tanam kacang tanah bersamaan jagung yang disiram setiap empat
hari dan diberikan bahan organic 10 ton/ha, dan waktu musim kemarau dengan
frekuensi LER penyiraman setiap tiga hari. Hal ini sejalan dengan hasil jagung dan
kacang tanah diperoleh pada penanaman secara bersamaan dengan hasil total sebesar
47% lebih tinggi dibandingkan pertanaman tunggal. Jika dilakukan pertanaman
secara bersamaan maka keduanya akan mengalami fase pertumbuhan aktif tidak sama
sehingga pada stadia ini kacang tanah mampu mengikat nitrogen dari udara dan dapat
dimanfaatkan secara efektif oleh jagung.
Terdapat korelasi positif antara ILD, jumlah biji per tongkol dan bobot 100
biji dengan hasil jagung untuk musim hujan sedangkan untuk musim kemarau
disamping ILD,jumlah biji dan bobot 100 biji, tinggi tanaman cukup berarti dalam
menentukan hasil jagung pada musim hujan dan musim kemarau, korelasi positif
terjadi antara tinggi tanaman, ILD, jumlah polong terbentuk dan bobot 100 butir
dengan hasil polong kering namun umur berbunga dan persentase polong hampa
berkorelasi negative terhadap hasil polong kering.
Hasil total setara jagung tertinggi 5,27 ton/ha diperoleh apda interaksi antara
pemberian bahan organic 10 ton/ha, frekuensi penyiraman setiap hari pada musim
hujan dan tiga hari pada musim kemarau dan waktu tanam jagung dan kacang tanah
bersamaan atau 43% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil dalam
monokultur 3,81 ton/ha dan pada musim kemarau total 4,46 ton/ha atau 42% lebib
tinggi dibandingkan dengan rata-rata monokultur. Nisbah setara lahan tertinggi
dicapai pada waktu tanam kacang tanah bersamaan jagung yang diberi bahan organik
10 ton/ha dengan frekuensi penyiraman setiap empat hari sekali dalam musim hujan
dan tiga hari sekali dalam musim kemarau dengan nilai LER masing-masing 1,76 dan
1,73.
PERTUMBUHAN VEGETATIF PADI GOGO DAN BEBERAPA VARIETAS
NANAS DALAM SISTEM TUMPANG SARI DILAHAN KERING GUNUNG
KIDUL,YOGYAKARTA
Jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan pangan juga meningkatkan
terjadinya perubahan fungsi lahan untuk pertanian menjadi non pertanian
menyebabkan semakin menurunnya produski bahan pangan. Pada umumnya
penduduk di wilayah lahan kering selain menghadapi masalah pangan juga masalah
kekurangan gizi, terutama buah-buahan. Tumpang sari tanaman pangan dan tanaman
buah-buahan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sekaligus pemenuhan kebutuhan buah-buahan. Jenis tanaman
yang digunakan dalam tumpang sari harus memiliki pertumbuhan dan habitus
berbeda, sehingga dapat memanfaatkan fakto-faktor pertumbuhan dengan lebih baik.
Fase pertumbuhan tanaman padi gogo terdiri dari,fase vegetatif, reproduktif dan
pemasakan. Fase pertumbuhan tanaman nanas terdiri dari fase vegetative lambat,fase
vegetative cepat,generative,dan vegetative berikutnya.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tanamaan padi gogo sampai
dengan 77 hari setelah tanam tidka dipengaruhi oleh perlakuan. Pertumbuhan tinggi
padi gogo berlangsung cepat mulai 21 hari sampai dengan 56 hari setelah tanam dan
setelah umur 56 pertumbuhan lebih lambat. Keberadaan tanaman nanas dalam
tumpang sari dengan tanaman padi gogo tidak menggaggu pertumbuhan tinggi
tanaman padi gogo,keadaan ini disebabkan karena sampai dengan umur 77 hari HST
pertumbuhan vegetative awal tanaman nanas masih lambat dan belum menaungi
tanaman padi gogo. Luas daun dan indeks luas daun pada tumpang sari tanaman padi
gogo dengan nanas queen blitar secara nyata lebih rendah daripada tumpang sari
dengan nanas queen hijau bogor dan caynne subang, tanaman padi gogo lebih giat
melakukan fotosintesis sehingga mampu menghasilkan berat kering tanaman yang
tinggi.
Hasil analisis pertumbuhan vegetative tanaman nanas sampai 40 HST
menunjukan bahwa varietas nanas berpengaruh terhadap tinggi tanaman ,jumlah
daun,lebar kanopi,berat kering,dan indeks luas daun pada umur 144 hari HST. Derajat
tumpang sari sampai pada 140 HST secara tunggal tidak berpengaruh terhada
pertumbuhan nanas. Pertumbuhan vegetative tanaman akan berpengaruh terhadap
bahan kering total tanaman yang terbentuk. Keadaan ini dipengaruhi oleh
tinggi,jumlah dauh,lebar kanopi,dan indeks luas daun. Tanaman nanas varietas
caynne yang ditanam secara monokultur paling tinggi dibandingkan kombinasi
perlakuan yang lain sehingga berat kering total tanaman yang terbentuk juga paling
tinggi.
Pertumbuhan vegetatit tanaman padi gogo yang terbaik diperoleh pada
monokultur padi gogo,sedangkan pertumbuhan vegetative awal tanaman nanas yang
paling cepat diperoleh pada monokultur nanas vaietas caynne subang.
KAJIAN KELAYAKAN USAHA TANI POLA TANAM SAMBILOTO
DENGAN JAGUNG
Sambiloto (Andrografis paniculata Nees) secara alami hidup subur diantara
tegakan hutan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman ini toleran terhadap naungan.
Kajian pola tanam jagung dan sambiloto diharapkan mendorong efisiensi produksi
dan meningkatkan daya saing.
Hasil penelitian ini menunjukkan mutu simplicia semua pola tanam memenuhi
standar material medica Indonesia. Produktifitas sambiloto meter2 makin menurun
engan kerapatan pola tanam; pada pola monokuktur diperoleh hasil 1,1 kg/m2
sedangkan pada pola tanam dengan jagung jarak tanak 90x20cm menghasilkan 0,5
kg/m2 karena basah. Produktifias jagung meningkat dengan makin rapatnya pola
tanam yaitu mecapai 13,3 tongkol pada jagung jarak tanam 150cm x 20cm, dan 22,2
tongkol pad jarak tanam jagung 90cm x 20cm yaitu 36%. Untuk menekan biaya
usaha tani disarankan petani melakukan penyemaian benih sendiri. Pola tanam
sambiloto dengan jagung jarak tanam 90cm x 20cm, paling layak secara financial
dengan pendapatan bersih mencapai Rp 1.188.360 dan b/c ratio 1,45/1000m2 lahan
dna memberikan sumbangan lebih dari 20% terhadap pendapatan petani sebagai
manajer usaha tani, mempunyai daya adaptasi yang cukup fleksibel terhadap
perubahan biaya produksi dan harga produk, serta memberikan tambahan pendapatan
bersih Rp. 51.675/1000m2 lahan dibandingkan pola monokultur.
TUGAS
MATA KULIAHTANAMAN BERGANDA
RIVIEW JURNAL MULTIPLE CROP LAHAN TADAH HUJAN
Disusun oleh :
Tedi Al Faruqi
150110070089
JURUSAN BUDIDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013