I. MENETAPKAN PERMASALAHAN
UPPER RESPIRATORY SYSTEM
I.1 Anatomy dan Histologi
I.1.1 hidung
I.1.2 sinus paranasal
I.1.3 faring
I.1.4 laring
I.1.5 trachea
I.1.6 cavum thorak
I.1.6.1 otot
I.1.6.2 rangka
I.1.6.3 mediastinum
I.1.6.4 innervasi dan vaskularisasi
I.2 Fisiologi
I.2.1 Fungsi pernafasan
I.2.2 Mekanisme pernafasan
I.2.2.1 inspirasi
I.2.2.2 ekspirasi
I.2.3 Macam – macam pernafasan
I.2.3.1 Pernapasan Dada & pernafasan perut
I.2.3.2 Control pernafasan
I.2.4 Mekanisme protektive
I.2.4.1 batuk
I.2.4.2 bersin
I.3 Mikrobiologi
I.3.1 Flora normal
I.4 Patofisiologi
I.4.1 Demam
I.4.2 Batuk
I.5 Penatalaksanaan
I.5.1 Farmakologi dan Non farmakologi
II. MENGANALISIS PERMASALAHAN
UPPER RESPIRATORY SYSTEM
ANATOMY DAN HISTOLOGI
a. Anatomi dan Histologi Hidung
Anatomi hidung
Hidung merupakan suatu bentukan pyramid berongga yang
mempunyai rangka tulang dan tulang rawan.
a. Fungsi hidung: Septum nasi membagi hidung menjadi rongga nasal
dextra dan sinistra Bagian anterior septum adalah kartilago.
b. Naris eksternal dibatasi oleh kartilago nasal
1) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung
2) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril
c. Tulang hidung
1) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi
hidung
2) Vomer dan pars prependikular os etmoidalis membentuk bagian
posterior septum nasi
3) Lantai rongga nasal adalah palatum durum yang terbentuk dari os
maxilaris dan os palatinum
4) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari pars
cribiformis os etmoidalis, pada sisi anterior dari os frontal dan os
nasal, dan pada sisi posterior dari os sfenoid
5) Concha nasalis superior, medial dan inferior menonjol pada sisi
medial dinding lateral rongga nasal
6) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga
nasal yang terletak di bawah konka
Empat pasang sinus paranasa:
1. sebagai saluran pernafasan.
2. menyaring udara pernafasan oleh bulu-bulu
hidung(vibrissae).
3. menghangatkan dan melembabkan udara pernafasan
melalui evaporasi sekresi serus dan mucus.
4. Sebagai resepsi odor → epithelium olfaktori pada
hidung mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk
indera penciuman.
Nasal terdiri dari nasus eksternus, nasus internus, dan sinus paranasalis.
Nasus Eksternus
tersusun atas kerangka kerja tulang, katilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
terdiri dari:
1. Apek nasi
2. Dorsum nasi
3. Radix nasi
4. Kolumela
5. Basis nasi
6. Nares
7. Ala nasi
kartilago pada nasus eksternus:
1. kartilago lateral
2. kartilago alaris mayor
3. kartilago alaris minor
Nasus Internus
terdiri dari cavum nasi (rongga hidung) dan septum nasi.
cavum nasi terbentuk dari:
Atap: lamina cribosa os ethmoidalis
Anterior: os frontal dan os nasal
Posterior: os sfenoid
Di dalam cavum nasi terdapat concha, yaitu concha superior yang ditutupi oleh
epitel olfaktorius, concha medial dan concha inferior yang ditutupi oleh epitel
respirasi.
Hidung eksternal berbentuk piramid
disertai dengan suatu akar dan dasar.
Bagian ini tersusun dari kerangka
kerja tulang, kartilago hialin dan
jaringan fibroaerolar.
frontal,
etmoid,
maxilar, dan
sfenoid)
adalah
kantong
tertutup pada
bagian
frontal, etmoid, maxilar dan sfenoid.
1) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area
permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus dan memberi
efek resonansi dalam memproduksi wicara.
2) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui
duktus kecilyang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai
sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus ke dalam ronga nasal mungkin
terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
3) Duktus nasolakrimalis dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus
inferior
I. Membran mukosa nasal
a. Strukur
Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung merentang
sampai ke vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di
bagian dalam mengandung vibrissae yang berfungsi untuk
menyaring partikel dari udara yang terhisap
b. Fungsi
1) Penyaringan partikel kecil
2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara
yang kering akan dilembabkan melaui evaporasi sekresi
serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dri
pembuluh darah yang terletak di bawahya
3) Resepsi odor.
Septum nasi terdiri atas pars perpendicularis os ethmoidalis,
kartilago septi nasi, vomer, dan krista maxilla dan palatina.
Nasal terletak di dalam cavum nasi. Cavum nasi dibagi
menjadi dua oleh septum nasi, yaitu cavum nasi dextra dan
cavum nasi sinistra. Pintu masuk dari saluran pernafasan
adalah nares (lubang hidung). Kemudian terdapat
vestibulum nasi. Pada vestibulum nasi terdapat rambut-
rambut tebal yang menjulur keluar (vibrissae) untuk
menyaring partikel kasar (>5 mikrometer).
- Bagian – bagian dari hidung terdiri atas:
1. Atap
- Septal cartilage, os. Nasalis,spina frontal, lamina cribosa
ossis ethmoideal, corpus os. Ethmoidea.
- Bulbus olfaktorius untuk tempat keluarnya saraf
olfaktorius.
2. Dasar
- Palatine durum
- Palatine molle
3. Medial
Septum nasi yang membagi cavum nasi menjadi 2 bagian
yaitu dextra dan sinistra. Septum nasi terdiri dari:
- Superior : os ethmoidale
- Inferior: os. Vomer
4. Lateral
- Concha nasalis (superior, medial, dan inferior) dilapisi oleh
epitel respirasi.
Di dalam lamina propria konka terdapat vena besar yang
disebut juga badan pengembang (swell bodies). Setiap 20
menit badan pengembang pada satu sisi fosa nasalis akan
penuh terisi darah sehingga mukosa konka membengkak
dan mengurangi aliran udara. Sementara sebagian besar
udara diarahkan lewat fosa nasalis lain. Interval penutupan
periodik ini mrngurangi aliran udara sehingga epitel
respirasi dapat pulih dari kekeringan
- Meatus Nasi
Bagian meatus superior (muara dari sinus ethmoidea
posterior), medial (muara dari sinus frontalis, sinus
ethmoide anterior dan medial serta sinus maksila), dan
inferior (muara dari ductus nasolacrimalis). Pada daerah
apex terdapat recessus sphenoethmoidea (muara dari sinus
sphenoidalis). Tempat muara dari meatus adalah sinus.
Sinus adalah rongga yang berisi udara. Sinus dilapisi oleh
lapisan mukosa, ada 4 sinus:
a. Sinus frontalis paling beda karena mengalami involusi.
b. Sinus ethmoidalis
c. Sinus sphenoidalis
d. Sinus maxillaries.
Sinus frontal terbentuk dalam intrauterus dan sinus yang
lain terbentuk saat kanak-kanak.
a. Septum nasal
Membagi hidung menjadi dextra dan sinistra
Bagian anteriornya adalah kartilago
b. Nares (nostril) eksternal
Dibatasi oleh kartilago nasal
Dikelilingi oleh kartilago nasal ala mayor et minor
c. Os nasal
Membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi
hidung
Bagian posterior septum nasal dibentuk oleh vomer dan
lempeng perpendikular os ethmoidal
Bagian inferior (lantai) rongga nasal adalah pallatum
durum yang terbentuk dari os maxilla dan pallatinum
Bagian superior (langit-langit) rongga nasal pada sisi
medial terbentuk dari lempeng cribiform os ethmoidal,
pada sisi anteriornya dari os frontal dan nasal, dan pada sisi
posteriornya dari os sphenoidal
Konka (turbinatum) nasalis:
- Terdiri atas 3 bagian superior, medial, dan inferior yang
menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal
- Setiap konka dilapisi membran mukosa yang berisi
kelenjar penghasil mukus dan banyak mengandung
pembuluh darah
Meatus superior, medial, dan inferior merupakan jalan
udara rongga nasal yang terletak di bawah konka
Histologi Laring
Cavum nasi dibagi menjadi:
a. Vestibulum nasi (region vestibularis) merupakan rongga
terlebar dengan epitel berlapis pipih bertanduk terdapat
vibrissae untuk menyaring udara yang masuk, terdapat
kelenjar keringat dan lemak namun semakin ke dalam
kelenjar keringat dan lemak tidak ada begitu juga
dengan epitelnya menjadi tak bertanduk dan tipis.
b. Bagian Respiratorik, dibagi menjadi:
Mukosa respiratoria, merupakan epitel berderet
silindris dengan kinosilia dan sel goblet yang
menghasilkan lender untuk membasahi mukosa
rongga hidung. Kinosilia selalu bergerak ke arah
nasopharing untuk menghalau kotoran yang akan
masuk. Pada lamina propia terdapat jaringan ikat
kendor yang berisi sinus venosus, sabut elastis,
makrofag, limfosit, sel plasma, tissue eosinophyl
dan PMN.
Mukosa Olfaktoria, terdapat pada seluruh atap
rongga hidung, concha nasalis superior bagian atas,
dan septum bagian atas dengan Epitel Berderet
Silindris tebal yang terdiri dari sel pembau, sel
penyangga, dan sel basal. Tidak ada sel goblet,
lamina basalis tidak jelas, terdapat Fila olfaktoria.
Septum Nasi, kerangka jaringan tulang rawan hialin dan
jaringan tulang dengan kedua sisinya yang dilapisi oleh
mukosa olfactoria atau respiratoria.
Concha Nasalis, merupakan 3 penonjolan tulang yang
melengkung pada dinding lateral cavum nasi dan dilapisi
oleh mukosa. Kerangka terdiri dari tulang turbinate bone,
permukaannya dilapisi mukosa respiratoria atau olfactoria,
mempunyai sinus venosus banyak dan lebar yang disebut
plexus venosus. Ada 3 buah concha berdasarkan letaknya
yaitu superior, medius, dan inferior.
Sinus Paranasalis
Rongga berisi udara dalam tulang disekitar rongga
hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga
hidung
Terdiri dari :
o Sinus frontalis
o Sinus maksilaris
o Sinus ethmoidalis
o Sinus Sphenoidalis
Dilapisi epitel berderet silindris tipis dengan
kinosilia dan sedikit sel goblet
Lamina basalis kurang berkembang
Lamina propria menyatu dengan periost, tidak
terdapat jaringan erektil
Infeksi cavum nasi mudah menjalar ke sinus
paranasalis (sinusitis), sering menjadi kronis karena
drainage sulit.
Konka di hidung ada 3 : konka superior,medial dan inferior
1.) Konka Superior : Epitel Olfaktorius Epitel berderet
silindris tebal, terdiri dari 3 sel, yaitu sel pembau, sel
penyangga, & sel basal
a. Sel bipolar / sel pembau pada ujung bebas yang
berkontak langsung dengan lingkungan adalah
dendritnya yang pada ujungnya terdapat rambut untuk
reseptor bau.
b. Sel penyokong, merupakan sel terbanyak di epitel
olfaktorius bercirikan adanya brush border pada ujung
bebasnya.
c. Sel basal,merupakan sel induk dari sel penyokong.
d. Lamina basalis tidak jelas
e. Lamina propria tdd: jar. ikat kendor, berisi sinus
venosus, sabut elastis, sel plasma, makrofag, limfosit,
tissue eosinophyl, PMN
f. Schnederian membrane +
g. Fila olfactoria +
h. Tidak terdapat sel goblet
i. Selain itu memiliki kelenjar bowman yang
menghasilkan serus untuk membersihkan silia yang
memudahkan akses zat pembau yang baru.
2) Konka Media dan Inferior : Epitel Respirasi Epitel
Berderet Silindris Berkinosilia. Terdapat sel goblet
sebagai penghasil mukus dan terdapat saluran kelenjar
seromukus. terdapat yang namanya badan pengembang
yang akan mengembang bergantian pada fosa nasal
kanan dan kiri hal ini berfungsi untuk memberi
kesempatan pada mucosa yang akan mengering
sehingga akan mensekret mucus untuk membasahi
mukosa, pada keadaan patologi baik karena infeksi atau
peradangan akan terjadi pengembangan pada kedua
konka kanan dan kiri hingga menyebabkan hidung
buntu.
b. Anatomi dan histologi Sinus Paranasal
Anatomi sinus paranasal
Tempat muara dari meatus adalah sinus. Sinus adalah rongga yang berisi udara.
Sinus dilapisi oleh lapisan mukosa. Ada 4 sinus:
a. Sinus frontalis paling beda karena mengalami involusi.
b. Sinus ethmoidalis
c. Sinus sphenoidalis
d. Sinus maxillaris
Sinus frontal terbentuk dalam intrauterus dan sinus yang lain terbentuk saat anak-
anak.
Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan
tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang
masuk, memproduksi mukus dan memberi efek resonansi dalam memproduksi
wicara.
Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus
kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada
posisi tegak, aliran mukus ke dalam ronga nasal mungkin terhambat, terutama
pada kasus infeksi sinus (sinusitis).
Histology sinus paranasal
Dilapisi epitel berderet silindris tipis dengan kinosilia dan sedikit sel goblet.
Lamina basalis kurang berkembang, Lamina propria bersatu dengan periosteum
kelenjar, tidak ada jaringan erektil. Infeksi cavum nasi mudah menjalar ke sinus
paranasalis (sinusitis) dan sering menjadi kronis karena drainase sulit.
c. Anatomi dan histologi faring
Anatomi Faring
Terletak antara bagian dorsal cavum nasi, cavum oris dan bagian atas
laring.
Tabung muskular merentang dari dasar tulang tengkorak sampai esofagus.
Terbagi menjadi:
a. Nasofaring (Epifaring)
- Bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah
rongga nasal melalui dua naris internal (koana).
- Dua tuba eustachius (auditorik) menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah yang berfungsi untuk menyetarakan
tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
b. Orofaring (Mesofaring)
- Dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak (palatum
molle) yang merupakan perpanjangan dari palatum keras (palatum
durum).
- Uvula merupakan prosesus kerucut (conical) kecil yang
menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
c. Laringofaring (Hypofaring)
- Mengelilingi mulut esofagus dan laring yang merupakan
gerbang untuk sistem respirasi selanjutnya.
Pada tunika mukosa banyak mengandung jaringan lymphoid:
a. Tonsila Pharingeal, merupakan penumpukan jaringan limfatik yang
terletak di dekat naris internal.
b. Tonsila Palatine, terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
c. Tonsila Lingualis, terletak di lidah.
Struktur khas -> Waldeyer’s Ring, merupakan cincin tonsilaris pada isthmus
orofarigeal yang dibentuk oleh tonsil lingual, tonsila palatine, tuba eustachii, dan
pharigeal.
Histologi faring
Rongga pipih, dilewati udara dan makanan
Terdiri dari:
- Nasopharinx
- Oropharinx
- Laringopharinx
Dapat membuka dan menutup kecuali nasopharinx
Saat menelan, palatum molle menempel pada dinding post
pharynx → nasopharinx terpisah dari oropharinx → makanan
tidak ke nasopharinx
Lapisan-lapisan pharynx
Epitel :
Epitel berderet silindris dengan kinosilia, dan sedikit sel goblet
pada permukaan yang sering dapat gesekan → epitel berlapis
pipih → pada ujung post palatum molle dan dinding post
pharynx yang sering terkena palatum molle
Lamina propria
Terdiri dari jaringan ikat kendor dengan kelenjar dan sabut-
sabut elastis
Tunika submukosa
Terdiri dari jaringan ikat kendor dengan banyak jaringan
limfoid:
- Tonsila pharyngica → belakang nasopharinx
- Tonsila palatine → antara rongga mulut dan oropharinx
- Tonsila lingualis → pada akar lidah
- Tonsila tubaria → muara tuba eustachii
d. Anatomi dan Histologi Laring
Anatomi Laring
Merupakan kotak suara yang menghubungkan faring dengan trakhea
Merupakan tabung yang berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang
oleh 9 kartilago: 3 berpasangan dan 3 tidak berpasangan
a. Kartilago tidak berpasangan
Kartilago tiroid (jakun)
Terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid dan biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat
hormon yang disekresi saat pubertas
Kartilago cricoid
Merupakan cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal
yang terletak di bawah kartilago tiroid
Epiglotis
Merupakan katup kartilago elastis yang melekat pada tepian
kartilago tiroid
b. Kartilago berpasangan
Kartilago arytenoid
Terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid serta
melekat pada plica vocalis
Kartilago corniculata
Melekat pada ujung kartilago arytenoid
Kartilago cuneiform
Berupa batang-batang kecil yang membantu menopang
jaringan lunak
c. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring
Lipatan ventrikular (plica vestibularis)
Merupakan pita suara semu yang terletak di bagian atas
dan tidak berfungsi saat produksi suara
Plica vocalis
Merupakan pita suara sejati yang melekat pada kartilago
tiroid, cricoid, dan arytenoid dimana terdapat pula pembuka kedua
pita ini yaitu glottis
Histologi Laring
Penghubung pharinx dengan trachea
Dilapisi selaput lendir tapi pada epligotis dan pita suara tidak
Kerangka:
Terdapat tulang rawan hyalin dan elastis, dihubungkan bersama os hyoid
oleh membran yang terdiri dari jaringan ikat padat dengan sabut-sabut
elastis
Mempinyai 2 lipatan mukosa:
- Pika ventrikularis (falls vocalis cord)
Epitel berderet silindris, tidak ada m.vokalis, terdapat kelenjar
- Plika vokalis (true vocalis cord)
Epitel berlapis pipih, terdapat muskulus dan ligamentum vokalis,
tidak ada kelenjar
Diantaranya terdapat ventriculus laryngis (ventriculus dr morgagni)
dilapisi epitel berlapis silindris, banyak mengandung sabut elastis, tunika
submukosa tidak jelas, terdapat nodulus limfalicus soliter
e. Anatomi dan Histologi Trachea
Trakhea merupakan tuba atau saluran berdinding tipis, panjang ± 10-20
cm dengan diameter 2,5 cm
Meluas mulai dari pangkal laring sampai percabangan bronkus
Terdiri dari tulang rawan hyalin berbentuk seperti huruf C, jumlahnya 16-
20 yang berfungsi menjaga agar lumen trakhea tetap terbuka
Ujung tulang rawan hyalin berbentuk seperti huruf C ini berada pada
permukaan posterior trakhea
Terdapat ligamentum fibroelastis (ligamentum trakhealis) dan muskulus
trakhealis yang terikat pada periosteum dan menjaembatani ujung bebas
dari tulang rawan hyalin berbentuk seperti huruf C
Fungsi ligamentum untuk mencegah overdistensi dari lumen
Fungsi muskulus untuk memungkinkan lumen menutup
Secara anatomi terletak di atas permukaan anterior esofagus
Terdapat glandulla trachealis dan paries membranaceus
Terdapat ligamentum anularia yang berfungsi menghubungkan cartilago
trachealis dengan cartilago trachealis lainnya
Pada mendekati percabangan bronkus terdapat karina, yang merupakan
reseptor batuk
Trakhea (membujur 20X)
Keterangan :
o LT : lumen trakhea
o CR : cartilago berbentuk huruc C (C-rings)
o Tr : trakhea
o CT : connective tissue
Keterangan :
GC : goblet cell, yang berfungsi mengaktivasi sekret dari mucus
Terdapat epitel berderet silindris bersilia (E)
Terdapat lamina propria (LP) yang terdiri dari jaringan ikat kendor dan
sabut elastin
Terdapat submukosa (SM) yang berisi mucus dan kelenjar submukosa
(Gl), hasil yang dikeluarkan oleh kelenjar ini akan dikirim ke permukaan
epitel melalui pembuluh yang mampu menembus lamina propria
Juga terdapat perichondrium (Pc) dari tulang rawan hyalin berbentuk
seperti huruf C (CR) yang dihubungkan dengan jaringan submukosa
f. cavum thorakCavum thorak bagian Musculi Musculi intrinsik:
- m.intercostali externus
- Origo : tepi bwh costae 1-11
- Arah serat : ventro caudal
- Fungsi : mengangkat costae
- m. levator costarum
- origo:proc. Tranversus VC8-Th11
- m. intercoatalis internus
origo : tepi bawah costae& cartilago costae
-arah serat: dorsocaudal
-fungsi: menekan costae
- m. intercostalis intimus
- m. subcostalis,.
- m. tranversus costalis
Cavum thorak bagian rangka1. Kerangka thorax
Sternum
- Setinggi Vth 2-3 s/d 12
- Manubrium :
- incisura jugularis
- incisura clavicula
- incisura costa 1
- incisura costa 2
- Corpus sterni :
- incisura costa 2,3,4,5,6,7
- angulus ludovici
Processus xyphoideus
- incisura costa 7
2. Costae
- Jumlah 12 ps
- 1-7 : costae verae
- 8-10 : costae arcuariae
- 11-12 : costae fluctuantes
- Bagian costae 3-10:
- extremitas dorsal:capitulum, collum, tuberculum
- corpus : angulus, sulcus
-extremitas ventral ; cartilago costae
Costae 1
- Pendek, extremitas ventral besar ,tebal
- Tdk ada crista capituli, angulus, sulcus costae
- Ada tuberculum scaleni, sulcus v et a. subclavia
Costae 2 :
- panjang 2x costae 1
- ciri lain sama costae 3-10
Costae 11-12
- capitulum kecil, tdk ada crista capituli
- tdk ada collum, tuberculum, angulus costae
- costa 11 sulcus dangkal, 12 tdk punya
- extremitas ventralis tajam
3. Vertebra thoracalis
Corpus
- Arcus : radix, lamina
- Processus spinosus
- Processus tranversus(tdk ada for.tranversarium)
- Processus articularis sup. Et inf.
- Fovea costalis
- Foramen vertebralis
- Vertebra TI punya 1 fovea costalis sup. Dan ½ fovea costalis inf.
- Vertebra TII-IX punya ½ fovea costalis sup. Dan ½ fovea costalis inf.
- Vertebra TX hanya punya 1 fovea costalis superior
- Vertebra TXI-XII hanya punya 1 fovea costalis
Mediastinum
Mediastinum merupakan lapisan diantara paru – paru termasuk mediastinal
pleura. Dan terletak di diantara dua lapisan pleura.
• batas-batasnya :
-cranial : apertura thoracis cranialis
-caudal : apertura thoracis caudalis
-ventral : sternum dan cartilagines costalis
-dorsal : corpora vertebrae thoracalis dan
capituli costae
-lateral : pleura mediastinalis
Mediastinum dibagi oleh bidang imaginer yang melalui angulus ludovici dan
corpus vertebra thoracalis iv, menjadi :
1. mediastinum superior
2. mediastinum inferior :
a. med. anterior
b. med. medius
c. med. Posterior
STRUKTUR-STRUKTUR YANG TERDAPAT DIDALAM
MEDIASTINUM
MEDIASTINUM SUPERIOR :
a.origo m. sternohyoid dan m. sternothyroid
b.thymus
c.saluran-saluran :
1. arteri :
- arcus aorta, a. brachiocephalica, a. carotis communis sin, a. subclavia sin
2. vena :
- v. cava superior, v. brachiocephalica dex et sin & muara dari v. azygos
3. ductus thoracicus
d. viscera :
trachea dan oesophagus
e. nervi :
nervi vagi dex et sin, plexus cardiacus, nervus
recurrent sin, nervi phrenici dex et sin
MEDIASTINUM ANTERIOR :
tidak terdapat struktur-struktur yang penting, disini hanya terdapat jaringan
ikat kendor, pembuluh-pembuluh darah kecil, saluran lymphe dan beberapa
lymphonodi.
MEDIASTINUM MEDIUS :
A. pericardium dan cor
B. pembuluh-pembuluh darah besar :
1. v. cava superior
2. aorta ascendens
3. truncus pulmonalis dan bifurcatio trunci pulmonalis
4. radix pulmonis dex et sin
c. nervi phrenici dex et sin.
MEDIASTINUM POSTERIOR :
a. saluran-saluran :
1. aorta thoracalis
2. v. azygos
3. v. hemiazygos
4. ductus thoracicus
b. viscera :
1. oesophagus
2. trachea
c. nervi :
1. nervi vagus dex et sin
2. nervus splanchnicus major
3. nervus splanchnicus minor
innervasi dan vaskularisasi
Vascularisasi
arteri
- aorta a. intercostalis post. 3-11 et a.subcostalis
- a. mamaria interna a. intercostalis 1-6
- a. intercostalis suppremaa. intercostalis post.1-2
Vena
-v.inetrcostalis 1v. brachiocephalica
-v. intercostalis2-4 membentuk v. intercostalis cranialis,
sinv.brachiocephalica, dexv.azygos
- v. intercostalis 5-12, sin v.hemiazygos, dexv.azygos.
Innervasi
Berasal dari rami ventralis nervi thoracalis
- N.Intercostalis I memelihara Extremitas Sup
- N.Intercostalis II memelihara Thorax dan sensoris daerah medial brachii
- N.Intercostalis III-VII memelihara Thorax saja
- N.Intercostalis VIII-XI memelihara Thorax dan Abdomen
- N.Subcostalis memelihara dinding abdomen
Fisiologi
Fungsi pernafasanFungsi pernafasan
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke
dalam sel-sel tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida yang dihasilkan oleh sel-
sel tubuh kembali ke atmosfer.
Jadi, fungsi sistem pernapasan secara keseluruhan adalah:
1. Pertukaran gas
Oksigen akan masuk ke dalam aliran darah dan karbondioksida akan
meninggalkan darah.
2. Pengaturan pH darah
Dilakukan dengan cara mengubah konsentrasi karbon dioksida. Karbon
dioksida yang ditransportasikan melalui pembuluh darah dalam tiga
bentuk yaitu terlarut dalam plasma darah, berikatan dengan hemoglobin
dan berupa ion bikarbonat dalam plasma, mereka memiliki sifat asam.
3. Produksi suara
Pergerakan udara dari paru-paru menuju keluar paru yang melalui plica
vocalis akan menggetarkan plica tersebut sehingga akan menimbulkan
suara
4. Organ Pembauan
Pada hidung terdapat mukosa olfactoris yang mengandung sel-sel olfaktori
yang berfungsi sebagai indra pembau.
5. Pertahanan tubuh
Saluran pernapasan juga berperan dalam sistem perthanan tubuh. Misalnya
dengan menghalau mikroorganism, menghalangi mereka masuk dengan
bulu hidung, memerangkap mereka dengan mukus, dan mengeluarkan
mereka melalui mekanisme batuk maupun dengan pergerakan silia.
6. Pengaturan hormonal tekanan darah
Fungsi Saluran Pernapasan
1. Rongga Hidung
Rongga hidug memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
a. Penyaring udara
Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan ke
belakang dalam suatu lapisan mukus.
Partikel besar : dengan bulu-bulu hidung
Partikel kecil : Gerakan silia dan mukus membentuk
membentuk suatu perangkap untuk partikel
yang kemudian akan disapu ke atas untuk
ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
b. Menghangatkan udara
Udara akan dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah
yang terletak di bawah mukus dalam rongga hidung.
c. Melembabkan udara
Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi skresi serosa
dan mukus yang ada di dalam rongga hidung.
d. Sebagai saluran udara untuk pernapasan
e. Indra penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat epitelium olfactori yang
mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk
indra penciuman
f. Resonansi suara
2. Faring
Berfungsi sebai saluran pernapasan dan merupakan gerbang untuk menuju
sitem rspirasi selanjutnya.
3. Larinx
a. Laring berfungsi menghubungkan faring dengan trakea.
b. Epiglotis berfungsi untuk mencegah masuknya makanan atau apapun
ke laring
c. Plika vokalis berfungsi sebagi pembentuk suara melalui getarannya.
4. Trakea
a. Trakea akan barfungsi sebagai saluran pernapasan.
b. Pada trakea terdapat mukus dan silia-silia yang dapat berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dengan cara memerangkap partikel-
partikel asing dan membuangnya.
5. Bronkus
a. Bronkus berfungsi sebagai saluran pernapasan
b. Pada ujung trakea yang bercabang menjadi bronkus terdapat refleks
bersin yang juga berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh.
6. Bronkiolus
a. Bronkiolus terminalis
Bronkiolus ini berfungsi sebagai saluran udara
b. Bronkiolus respiratoris
Bronkiolus ini berfungi sebagai salran udara dan juga berfungsi
sebagai tempat pertukaran gas karena pada bronkiolus ini mulai
terdapat gelembng-gelembung alveolus.
7. Duktus alveolis
Ductus alveolis ini berfungi sebagai saluran udara dan juga berfungsi
sebagai tempat pertukaran gas karena pada bronkiolus ini mulai terdapat
gelembng-gelembung alveolus.
8. Alveolus
Alveolus merupakan terminal dari perjalanan saluran pernapasan.
Disinilah terjadiny proses pertukaran gas yang sesungguhnya.
9. Pleura
a. Pleua parietalis melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, dan
meiastinum)
b. Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal
de bagian bawah paru.
c. Rongga pleura berisi cairan intrapleural yang disekresi oleh sel-sel
pleural sehingga paru-paru dapat berkembang tanpa melakukan friksi.
Mekanisme pernafasanInspirasi
II.1.1.1 Inspirasi
Inspirasi
Volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat
akibat kontraksi beberapa otot, yaitu:
M. Intercostalis eksternus, merupakan otot yang paling berperan
dalam mengangkat rangka iga
M. Sternocleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas
M. Scalenus, mengangkat 2 iga pertama
M. Seratus anterior, mengangkat sebagian besar iga
Toraks membesar ke 3 arah, yaitu anteroposterior, lateral, dan vertikal
Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari
sekitar -5 cm H2O menjadi sekitar -7,5 cm H2O. Tekanan intrapleura
adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura
dinding dada.
Tekanan alveolus juga menurun sampai sekitar -1 cm H2O. Tekana
alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru
Tekanan yang sedikit negatif ini cukup untuk menarik sekitar 0,5 liter
udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik sebagaimana yang diperlukan
untuk inspirasi yang normal atau tenang
Ekspirasi
II.1.1.2 Ekspirasi
Merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru
Pada waktu m. Intercostalis eksternus berelaksasi, rongga iga turun,
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, hal ini
menyebabkan volume rongga toraks berkurang
M. Intercostalis internus memanjang ke depan dan bawah, sehingga
tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah
Otot-otot abdomen (rektus abdominis) dapat berkontraksi sehingga
tekanan intraabdominal membesar dan menekan diaragma ke atas
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura dari -7,5
cm H2O menjadi -5 cm H2O dan tekanan alveolus meningkat sampai
sekitar +1 cm H2O
II.2Tekanan ini dapat mendorong 0,5 liter udara inspirasi keluar paru saat
ekspirasi
Macam – macam pernafasan
a. Pernapasan Dada & pernafasan perut
Pernapasan Dada & pernafasan perut
Paru dapat dikembang dan dikempiskan melalui dua cara : (1) gerakan turun dan
naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2)
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada.
Pernapasan normal dan tenang hampir sempurna dengan metode yang pertama
dari kedua metode ini, yaitu oleh gerakan dari diafragma atau biasa disebut
pernapasan perut. Selama inspirasi, kontraksi dari diafragma akan menarik
permukaan bawah paru ke bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma
relaksasi dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada dan isi
perut menekan paru-paru. Selama bernapas hebat, bagaimanapun tenaga elastis
tidak cukup kuat untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga
diperoleh sebagian besar oleh kontraksi otot-otot perut, yang mendorong isi perut
ke atas melawan dasar dari diafragma.
Metode kedua untuk mengembangkan paru atau pernapasan dada adalah untuk
mengangkat rangka iga. Pengembangan paru ini dikarenakan pada posisi istirahat,
iga miring ke bawah sehingga sternum turun ke belakang ke arah kolumna
spinalis. Tetapi, bila rangka dielevasikan, tulang iga secara langsung maju
demikian juga sternum, bnergerak ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak
anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi maksimal
daripada selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang meninggikan rangka
dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi dan otot-otot yang
menurunkan rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot-
otot yang mengangkat rangka iga adalah : (1) otot sternokleidomastoideus yang
mengangkat sternum ke atas, (2) seratus anterior yang mengangkat sebagian besar
iga, (3) skalenus yang mengangkat dua iga pertama, dan (4) interkostal eksternus.
Otot-otot yang menarik iga ke bawah selama ekspirasi adalah : (1) rektus
abdominus yang mempunyai efek menarik ke bawah iga-iga bagian bawah dan
pada waktu yang sama, otot-otot perut yang lain juga menekan isi perut ke arah
diafragma, dan (2) interkostalis interior.
Pada ekspirasi, tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah dan otot
interkostalis eksternus memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot-otot ini
berkontraksi, mereka akan menarik tulang iga bagian atas ke depan dalam
hubungannya dengan tulang iga yang lebih bawah, keadaan ini akan
menyebabkan kekuatan pengungkit pada tulang iga untuk mengangkatnya ke atas.
Sebaliknya, pada posisi inspirasi, interkostalis internus teregang, dan kontraksi
otot ini akan menarik tulang iga atas ke belakang dalam hubungannya dengan
tulang iga yang lebih ke bawah. Keadaan ini menyebabkan pengungkit dalam arah
yang berlawanan dan memperendah rangka dada.
Macam-macam pernafasan :
1. Pernapasan eksterna : proses penyerapan oksigen dari lingkungan luar dan
pengeluaran karbondioksida ke lingkungan luar
2. Pernapasan interna : proses penggunaan oksigen dan pembentukan
karbondioksida oleh sel-sel tubuh
Mekanisme respirasi :
1. Mekanisme Pernafasan Dada
Inspirasi terjadi jika otot-otot antar rusuk berkontraksi, sehingga
tulang-tulang rusuk terangkat keatas, akibatnya rongga dada
membesar dan tekanan udar mengecil dari paru-paru dan udara masuk
Ekspirasi terjadi jika otot-otot antar rusuk relaksasi dan kembali
keposisi semula, sehingga rongga dada mengecil akibatnya tekanan
udara dalam paru meningkat dan udara keluar
2. Pernafasan Perut
Inspirasi terjadi jika otot-oto diafragma berkontraksi sehingga volume
rongga dada membesar, akibatnya tekanan udara dalam paru-paru
menurun sehingga udara luar masuk
Ekspirasi terjadi jika otot-otot diafragma relaksasi sehingga rongga
dada mengecil akibatnya tekanan udara dalam paru-paru meningkat
dan udara keluar.
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh
diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada:
1. Tekanan intar-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam
keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena
ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan
intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume
rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah
tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga
dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar
meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal
sebagai copliance. Ada dua bentuk compliance:
- Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran
nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda
normal : 100 ml/cm H2O
- Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan.
Normal: ±50 ml/cm H2O
Compliance dapat menurun karena:
- Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru
- Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
- Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas.
3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)
Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas
Volume & Kapasitas Paru
1. Volume tidal (VT) adalah volume yang masuk dan keluar paru-paru selama
ventilasi normal biasa.pada laki-laki berkisar:500ml dan perempuan berkisar
380ml.
2. Volume cadangan inspirasi (VCI) adalah volume udara ekstra yang masuk
paru-paru dengan inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal.pada laki-laki 3100
ml dan perempuan 1900 ml.
3.Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume ekstra udara yang dapat kuat
dikeluarkan pada akhir ekspirasi tidal normal.pada laki-laki1200ml dan
perempuan 800 ml.
4.Volume residual (VR) adalah volume udara sisa dalam paru-paru setelah
melakukan ekspirasi kuat.volume residual penting untuk kelangsungan dalam
darah saat jeda pernapasan. Pada laki-laki sekitar 1200ml dan pada perempuan
berkisar 1000ml.
b. Control pernafasan
Laju terjadinya respirasi sel (dan karenanya oksigen digunakan) bervariasi dengan
keadaan umum aktivitas badan. Bergerak badan dengan giat dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen untuk jaringan 20-25 kali. Kebutuhan oksigen yang meningkat
dipenuhi dengan meningkatkan laju dan dalamnya pernapasan.
• Konsentrasi karbon dioksida memegang peranan tertentu dalam mengatur laju
dan dalamnya pernapasan.
• Karbon dioksida mengatur pengaruh tersebut melalui pengaruhnya terhadap
bagian otak yang disebut medula oblongata. Bila kandungan karbon dioksida
dalam darah naik di atas batas normal, sel-sel medula oblongata yang sangat peka
terhadap konsentrasi karbon dioksida menanggapi dengan banyaknya dan laju
impuls syaraf yang mengontrol aksi otot interkosta dan diafragma. Terjadilah
peningkatan pertukaran hawa dalam paru-paru yang mengembalikan konsentrasi
karbon dioksida ke konsentrasi normal.
• Pertukaran hawa dalam paru-paru juga dikontrol secara lokal oleh dinding otot
licin bronkiol yang peka terhadap konsentrasi karbondioksida. Konsentrasi karbon
dioksida yang naik menyebabkan bronkiol membesar dan menyebabkan
ketahanan tabung udara berkurang, sehingga pada waktu yang sama
memungkinkan penambahan oksigen dan meningkatkan jumlah karbon dioksida
yang dihembuskan.
• Laju dan dalamnya pernapasan pada limit tertentu juga di bawah kontrol
kesadaran. Kita dapat menahan napas pada waktu terbatas. Jika kandungan karbon
dioksida darah yang mencapai medula oblongata menjadi sangat tinggi, medula
akan menolak kontrol kesadaran tersebut, disebut keadaan "titik cekik".
Mekanisme protektive
a. Batuk
Secara umum terjadinya batuk Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada
reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak
baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks
antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan
semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar
reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, sinus paranasalis,
perikardial, dan diafragma.
Serabut afferent terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan
rangsangan dari larink, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsangan dari
telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan
rangsang dari sinus paranasalis, nervus glossopharingeus, menyalurkan
rangsangan dari farink dan nervus vernikus menyalurkan rangsangan dari
pericardium dan diafragma,
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang ada di
medulla, di dekat pusat pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh
serabut aferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar,
nervus trigeminus, nervus facialis, nervus hiplogosus, dll menuju ke efektor.
Efektor ini terdiri dari otot-otot larink, trakea, brokus diafragma, otot-otot
interkostal, dll. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu:
1. Fase iritasi
Pada fase ini terjadi iritasi pada salah satu saraf sensori nervus vagus di
laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus
glosopahringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor
batuk di lapisan farink dan esophagus, rongga pleura, dan saluran telinga luar
dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru.
Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan
diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan
peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah
banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi
sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga menghasilkan mekanisme pembersih yang potensial.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan
intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif.
Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka. Batuk
dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu
meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan
bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang
bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan
disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi
akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
b. Bersin
Bersin adalah sebuah refleks penolakan terhadap benda asing yang masuk ke
dalam rongga hidung. Udara yang dihirup menuju paru itu harus bersih, partikel-
partikel asing akan tersaring di rongga hidung dan banyak mekanisme lainnya di
rongga pernapasan kita (dari mucocilliary escalator, mukus, surfaktan, lisozim,
defensins serta makrofag, sekresi IgA, BALT/Bronchus Associated Lymphatic
Tissue yang merupakan yang merupakan system kekebalan spesifik ). Refleks
bersin timbul sebagai bagian dari sistem kekebalan di bagian pernapasan kita ,
sama halnya dengan refleks batuk. Saat ada partikel lain masuk dan mengiritasi
saluran hidung, ujung saraf (aferen) yang kebetulan ada disana akan terangsang
dan terjadilah aliran impuls listrik saraf yang sangat cepat yang mengalir melalui
saraf kepala nomor 5 (saraf trigeminus) yang menuju ke pusat refleks Bersin
(medula ). Setelah pusat refleks bersin mendapat sinyal "bahaya" ini, maka
dikirimlah sinyal yang sangat cepat kepada otot-ototnya yang dipengaruhinya
untuk melakukan gerakan bersin dan terjadilah refleks bersin itu guna
mengeluarkan/menolak
benda asing yang tak diinginkan tadi. selain itu kelenjar lendir akan mengeluarkan
cairan yang lebih banyak guna "menangkap" benda asing tadi dan menyeretnya
keluar bersama lendir tersebut dari hidung.
Reflek bersin sangat mirip dengan reflek batuk, kecuali bahwa reflek ini
berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran nafas bagian bawah
Rangsangan → impuls aferen (n.trigeminus) → menuju medulla → reflek
dicetuskan
Terjadi serangkaian reflek yang mirip dengan batuk tetapi uvula ditekan sehingga
sejumlah udara dengan cepat melalui hidung dengan demikian membantu
membersihkan saluran hidung dari benda asing
Mekanisme Bersin
Bersin adalah respon tubuh yang dilakukan oleh membran hidung ketika
mendeteksi adanya bakteri dan kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung,
sehingga secara otomatis tubuh akan menolak bakteri tersebut. Bersin juga dapat
timbul akibat adanya peradangan (rhinosinusitis), benda asing, infeksi virus, atau
reaksi alergi. Reaksi alergi tersebut muncul karena paparan terhadap bahan
alergen.
Selain karena alergi, gejala pada hidung tersebut disebabkan bahan-bahan
nonalergi yang ditimbulkan faktor lingkungan. Di antaranya, perubahan udara,
temperatur, suhu, kelembapan, tekanan udara, atau bahan-bahan kimia dari obat-
obat atau kosmetik tertentu. Mungkin juga akibat polusi udara karena asap
kendaraan dan lingkungan industri. Kepantasan udara yang dilepaskan ketika
bersin bisa mencapai 160 km/jam.
Bersin sebetulnya berguna menjaga agar hidung tetap bersih (cleansing effect).
Udara yang mengembus kuat dengan tekanan tinggi dari paru-paru mendorong
keluar melalui hidung dan mulut. Refleks bersin itu bisa terjadi berulang-ulang,
sehingga diharapkan pembersihan bisa maksimal.
Bersin sebaiknya tidak ditahan. Karena selain menyebabkan kuman dan benda
asing tertahan dalam tubuh, menahan bersin juga menyebabkan beberapa hal
lainnya. Misalnya pecahnya gendang telinga, kehilangan pendengaran,
Pembengkakan wajah sementara dan keretakan tulang rawan hidung. Sebab,
saluran hidung dan mulut yang menjadi sarana keluaran bersin berhubungan juga
dengan telinga.
Mikrobiologi
Flora normal
Flora normal
Bagian sistem respirasi yang mengandung flora normal :
1. Flora Nasal
a) Corynebacterium
Gram positif
Tidak menghasilkan spora
Kandungan sitosin dan guanine tinggi
Aerob
Akibat : - toksik pada daerah tertentu (ex:
paralisis palatum molle, kerusakan saraf)
- radang difteri (nyeri tenggorokan, demam, sulit
menelan)
b) Staphylococcus
Gram positif
Bulat, bergerombol seperti anggur
Tidak menghasilkan spora
Tidak memiliki kapsul
Aerob
Ada tiga jenis Staphylococcus yaitu :
• Staphylococcus aureus
• Staphylococcus epidermidis
• Staphylococcus sapropiticus
Manifestasi klinik :
• Folikulitis
• Furunkel
• Karbunkel
• Broncopneumonia
• Osteomyelitis
• Endocarditis
• Food poisoning
• Meningitis
Toksin yang dihasilkan Staphylococcus
• Dermonecrotic
• Hemolysin
• Exfoliative toksin
• Enterotoksin
c) Streptococcus
Bulat
Gram positif
Anaerob (kecuali peptostreptococcus yang
obligat anaerob)
Tidak menghasilkan spora
Memiliki kapsul
Non motil
Klasifikasi Streptococcus :
- Berdasarkan sifat hemolisis :
• Streptococcus α hemoliticus (hemolisis
parsial)
• Streptococcus β hemoliticus (hemolisis
total)
• Streptococcus nonhemoliticus (tidak
menyebabkan hemolisis)
- Berdasarkan klasifikasi lancefield :
• A,B,C,.......U
Jenis-jenis streptococcus :
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus viridians
- Streptococcus pneumonia
- Streptococcus agalactiae
- Streptococcus enterococcus faecalis
- Peptostreptococcus
Manifestasi klinik:
- Pyoderma
- Impetigo
- Faringitis
- Pneumonia
d) Haemophilus aprophilus
2. Flora Membrane Mukosa
a) Streptococcus Viridans
Berasal dari saluran pernapasan ibu dan orang-orang
yang hadir saat persalinan.
b) Staphylococcus Aerob dan Anaerob
Ada saat awal kehidupan
c) Diplococcus gram negatif (Neisserria dan Moraxella
catarhallis)
Ada saat awal kehidupan. Moraxella catarhallis dapat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, dan otitis media.
d) Difteroid
Ada saat awal kehidupan
e) Lactobacillus
Ada saat awal kehidupan
3. Flora Faring
a) Neisseria
Di dalam faring, neisseria dominan ada.
Terdiri atas :
• Neisseria sicca
• Neisseria subflova
• Neisseria cinera
• Neisseria mucosa
• Neisseria flavescens
b) Streptococcus α hemoliticus dan nonhemoliticus
Di dalam laring, bakteri tersebut dominan ada.
c) Staphylococcus
d) Difteroid
e) Hemofilia
f) Pneumococcus
g) Mikoplasma
h) Prevotella
Patofisiologi
a. Demam
Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal dapat di sebabkan oleh kelainan
didalam otak sendiri atau oleh bahan bahan toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu.
Macam macam demam.
1. Infeksi : Bakteri, jamur, Virus, parasit.
2. Non Infeksi : Tumor, trauma ( fisik, kimia)
3. Fisiologis
Mekanisme Demam karena infeksi.
Rangsangan infeksi (Bakteri, Virus, Jamur, Parasit) di fagosit oleh Leukosit,
monosit, makrofag, sel sel endotel mencerna hasil pemecahan bakteri
peningkatan pirogen sitokine melepaskan IL-1, IL-6 yang fungsinya untuk
mengaktifkan proses yang menghasilkan demam TNF (tumor nekrosis faktor)
merangsang hipotalamus anterior sehingga meningkatkan Prostaglandin
(PGE2), set point ( nilai suhu kritis) jadi meningkat, panas menjadi meningkat
terjadinya reflek demam.
Mekanisme lainnya:
Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior yang berfungsi
sebagai termostat yang mengendalikan keseimbangan antara produksi dan
kehilangan panas. Demam berkembang bila termostat digeser ke set yang lebih
tinggi. Untuk tubuh mencapai suatu suhu lebih tinggi kehilangan panas melalui
kulit dikurangi dengan vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu
suhu meningkat, kulit secara paradoks menjadi dingin. Saat pergeseran ini, secara
klinis terlihat sebagai gemetar, yang artinya suhu lingkungan mendadak
diterjemahkan sebagai dingin.
IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-mediator penting dari reaksi ini. Sitokin-
sitokin ini dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap
organisme infeksi atau reaksi-reaksi imunologis dan toksik, yang dilepaskan
dalam sirkulasi. IL-1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan
reaksi fase akut, keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan
reseptor-reseptor vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan
aksi langsung dari sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi
prostaglandin lokal (PGE), informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus
anterior ke posterior ke pusat vasomotor, menyebabkan stimulasi saraf simpatis,
vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit, mengurangi perspirasi dan timbul panas
demam. Pirogen endogen yang diketahui mencakup TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka
dilepaskan oleh monosit/makrofag dan sel-sel inang yang lain dalam respons
terhadap mikroba dan stimulasi pirogen lain. Aspirin melawan demam dangan
melalui inhibisi siklooksigenasi dalam hipotalamus. TNF juga menstimulasi pusat
hipotalamus secara langsung.
Mekanisme Demam karena non infeksi.
Demam karena lesi otak .
Bila seorang ahli bedah otak melakukan operasi di daerah hipotalamus, demam
yang berat hampir selalu terjadi akan tetapi jarang timbul efek yang berlawanan,
yakni terjadi Hipotermia. Hal tersebut memperlihatkan kemampuan mekanisme
hipotalamus untuk pengaturan suhu tubuh dan mudahnya kelainan di hipotalamus
dapat menubah set point pengaturan suhu. Keadaan lain yang sering menyebabkan
suhu tinggi yang berkepanjangan adalah penekanan hipotalamus oleh tumor otak.
Sifat demam
Menggigil. Apabila set point hipotalamus berubah tiba-tiba dari tingkat normal ke
tingkat lebih tinggi, suhu tubuh biasanya membutuhkan beberapa jam untuk
mencapai set point suhu baru.
Jadi suhu pembuluh darah lebih rendah dari set point thermostat hipotalamus.
Maka akan terjadi kenaikan suhu tubuh untuk mencapai set point . dalam proses
kenaikan ini orang akan menggigil dan merasa kedinginan walaupun suhunya
telah diatas normal dan kulit mendingin akibat vasokontriksi. Setelah mencapai
set point orang tersebut tidak lagi menggigil melainkan akan merasa panas.
Dalam keadaan demam juga pengaturan suhu oleh hipotalamus tetap dijalankan
tapi pada set point yang tinggi tersebut.
b. Batuk
Definisi
Batuk merupakan suatu refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial, yang berguna untuk membersihkan saluran pernapasan bagian
bawah dan batuk dapat juga merupakan sebuah gejala terserang penyakit
pernapasan.
Batuk adalah ekspulsi udara yang tiba-tiba dan berisik dari paru-paru, biasanya
terjadi untuk menjaga agar jalan udara paru-paru bebas dari benda asing (disebut
juga tusiss)
Refleks Batuk
Ada 5 komponen utama refleks batuk, yaitu:
1. Reseptor batuk
Berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak di dalam dan di
luar rongga toraks. Sebagian besar reseptor ada di laring, trakea, karina, dan
daerah percabangan bronkus.
2. Serabut saraf aferen
Serabut saraf aferen yang utama adalah n. Vagus, mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsang dari
telinga. Selain itu ada n. Trigeminus yang mengalirkan rangsang dari sinus
paranasalis, n. Glossopharyngeus yang mengalirkan rangsang dari faring, dan
n. Frenikus yang mengalirkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
3. Pusat batuk
Oleh serabut saraf aferen, rangsang dibawa ke pusat batuk yang
berada di medula, dekat pusat pernapasan dan pusat muntah.
4. Serabut saraf eferen
Oleh serabut saraf eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Intercostal dan
lumbar, n. Trigeminus, n. Facialis, dll dibawa menuju ke efektor.
5. Efektor
Terdiri dari otot-otot laring, trakhea, bronkus, diafragma, otot-otot
intercostal, dll.
1. Iritasi pada dinding trachea dan bronkus ekstra pulmonar serta
biasanya pada carina yang merupakann tempat khusus reflek batuk
2. Merangsang saraf vagus dan membawa impuls tersebut ke medula
oblongata.
3. Terjadi inspirasi daninhalasi yang cepat.
Inhalasi : proses ketika otot-otot pernafasan berkontraksi untuk
meningkatkan volum thoraks, menurunkan intrapleura sehingga udara
dapat masuk
4. Glotis menutup dan kontraksi kuat otot-otot pernafasan thoraks dan
abdomen sehingga meningkatkan tekanan intrapulmonar dan
intrapleura.
5. Glotis terbuka tiba-tiba karena tekana yang begitu besar dari dalam
sehingga mengakibatkan ledakan aliran udara ke luar dengan
kecepatanmencapai 600 mil/ jam (sekitar 965 km/jam) dan kemudian
iritan terbawa keluar.
Mekanisme Batuk
Secara umum terjadinya batuk Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor
batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di
dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara
lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan
semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar
reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, sinus paranasalis,
perikardial, dan diafragma.
Serabut afferent terpenting ada pada cabang nervus vagus yang
mengalirkan rangsangan dari larink, trakea, bronkus, pleura, lambung dan
juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus.
Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus
glossopharingeus, menyalurkan rangsangan dari farink dan nervus
vernikus menyalurkan rangsangan dari pericardium dan diafragma,
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang ada di
medulla, di dekat pusat pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini
oleh serabut aferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan
lumbar, nervus trigeminus, nervus facialis, nervus hiplogosus, dll menuju
ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot larink, trakea, brokus
diafragma, otot-otot interkostal, dll. Di daerah efektor ini mekanisme
batuk kemudian terjadi.
Mekanisme batuk dibagi menjadi empat fase:
1. Fase iritasi
Pada fase ini terjadi iritasi pada salah satu saraf sensori nervus vagus di
laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus
glosopahringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan farink dan esophagus, rongga pleura, dan saluran
telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi, glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago arytenoideus. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat,
sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam
paru.
Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat
serta kuat dan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga
menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor
kartilago arytenoideus, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini
tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm/Hg
4. Fase ekspirasi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda
asing dan bahan-bahan lain.
Etiology
Batuk secara garis besarnya disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
1. Iritans → rokok, asap, SO2, gas di tempat kerja
2. Mekanik → retensi sekret bronkopulmoner, benda asing dalam saluran
napas, pot nasal drip, aspirasi
3. Penyakit paru obsruktif → bronkitis kronik, asma, emfisema, fibriosis
kistik, bronkiektasis
4. Penyakit paru restriktif → pneumokoniosis
5. Infeksi → laringitis akut, pneumonia, bronkitis akut
6. Tumor → tumor laring, tumor paru
7. Psikogenik
8. Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial
yang banyak.
9. Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda
asing dalam saluran nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner.
10. Rangsang suhu seperti asap rokok ( merupakan oksidan ), udara panas/
dingin, inhalasi gas.
11. Rangsang psikogenik.
Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Terapi Farmako untuk batuk
Untuk batuk akut dan subakut yang umum biasanya bisa sembuh dengan
sendirinya tanpa terapi farmakologi. Selain itu untuk pencegahan bisa dengan
menghindari pemicu batuk. Untuk terapi farmakologi kita bisa menggunakan
1. Antitusif : Bekerja dengan menekan reseptor batuk.
2. Ekspektoran : Ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan
pengeluaran dahak.
3. Mukolitik : Bekerja menurunkan viskositas mukus, sehingga memudahkan
ekspektorasi. (Ikawati, 2008)
a. Kodein , Hidrokodon, Hidro morfon
Menurunkan sensitivitas pusat batuk di SSP terhadap rangsangan
perifer dan menurunkan sekresi mukosa.
b. Dekstrometorfan
Merupakan derivat dari morfin sintetik yang bisa menekan respon
pusat batuk. Obat ini tidak memiliki potensi analgesik dan kurang
menyebabkan konstipasi bila di bandingkan dengan kodein.
Beberapa obat batuk yang dapat dibeli tanpa resep dokter antara lain yang
mengandung:
1. Guaifenesin (Cohistan Expectorant, Probat, Bisolvon Extra, Actifed
Expectorant, dll). Yang harus diingat adalah jika minum obat-obatan yang
mengandung Guaifenesin adalah harus minum banyak air.
2. Dekongestan seperti pseudoephedrine (Actifed, Actifed Expectorant,
Disudrin, Clarinase, Rhinos SR, Triaminic, dll). Obat-obatan yang
mengandung pseudoephedrine ini dapat digunakan untuk menghentikan pilek
encer (meler) dan postnasal drip. Tidak boleh digunakan jika ada penyakit darah
tinggi atau untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun kecuali atas resep dokter anda.
Terapi Farmako untuk demam
• Antipiretik
1. Pengertian dan Penanganan Demam obat antipiretik adalah obat yang
dapat menurunkan suhu tubuh. Antipiretik adalah zat-zat yang dapat
mengurangi suhu tubuh
• Antipyretic (antipiretik) merupakan zat atau yang berhubungan dengan
suatu zat atau prosedur yang menurunkan demam. Antipiretik adalah obat
yang dapat menurunkan suhu tubuh.
• Penggunaan Umum : digunakan untuk menurunkan demam dengan
berbagai penyebab, penyebab itu dapat berupa infeksi, inflamasi, dan
neoplasma.
• Kerja obat : Antipiretik menurunkan demam dengan mempengaruhi
termoregulasi pada SSP dan dengan menghambat kerja prostaglandin
secara perifer.
b. Terapi Non farmakologi
Terapi non-farmakologi :
Pada umumnya batuk berdahak maupun tidak berdahak dapat dikurangi dengan
cara sebagai berikut:
Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi atau rasa gatal.
Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang
tenggorokan dan udara malam yang dingin.
Recommended