BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun sekelompok
orang pada setiap saat dan di mana saja. Hal ini dapat berupa serangan penyakit
secara mendadak, kecelakaan atau bencana alam. Keadaan ini membutuhkan
pertolongan segera yang dapat berupa pertolongan pertama sampai pada pertolongan
selanjutnya secara mantap di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk
menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan
penderita.
Pertolongan pertama biasanya diberikan oleh orang-orang di sekitar korban.
Pertolongan ini harus diberikan secara tepat sebab penanganan yang salah justru
dapat berakibat kematian atau cacat tubuh. Pertolongan selanjutnya diberikan setelah
penderita tiba di rumah sakit, dilakukan oleh dokter umum atau dokter spesialis yang
mempunyai kompetensi untuk melakukan tindakan pada kasus tersebut.
Pada penyakit kulit, dikenal beberapa penyakit yang dianggap sebagai suatu
kasus kegawat daruratan. Dimana kasus-kasus tersebut membutuhkan pertolongan
yang cepat dan tepat agar tidak menimbulkan kecacatan sampai kematian.
Beberapa contoh kegawatdaruratan penyakit kulit antara lain :
1. Toxic Epidermal Nekrolisis
2. Steven Johnson Syndrome
3. Erythema Multiforme
4. Erythroderma
5. Angioedema
6. Reversal reaction
7. Erythema Nodosum Leprosum
8. Pemfigus Vulgaris
10. Staphylococcus Scaled Skin Syndrome
1
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui penyakit yang menjadi kegawatdaruratan pada penyakit kulit
seperti SJS dan TEN.
2. Mengetahui gambaran klinik dan diagnosis kegawatdaruratan penyakit kulit
SJS dan TEN.
3. Mengetahui etiopatologi penyakit SJS dan TEN.
4. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit-penyakit yang termasuk
kedalam kegawat daruratan penyakit kulit seperti SJS dan TEN sesuai
kapasitas sebagai dokter umum.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. STEVENS-JOHNSON SYNDROME
A. 1. Definisi
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit
vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922
oleh dua dokter, Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki.
Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.
A. 2. Patofisiologi
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai
faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun
terhadap obat. Sekitar 50% penyebab SSJ adalah obat. Beberapa faktor
penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit),
obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),
lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai
saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi
hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh
kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan
IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity
3
reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Oleh karena proses Hipersensitivitas, maka terjadi proses kerusakan kulit
sehingga terjadi : 1). Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan
cairan, 2). Stress hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin,
hiperglikemia, dan glukosuria, 3). Kegagalan termoregulasi, 4). Kegagalan
fungsi imun, dan 5). Infeksi.
A. 3. Gejala Klinis / Symptom
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise,
batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang
sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akan timbul lesi di :
- Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada
hampir seluruh tubuh.
4
- Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta
berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala
prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut,
anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif
dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
- Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis,
iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat
terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan
terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik
dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang
diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
5
A. 4. Diagnosa
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias
kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab
yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan
pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara
lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji
resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi
kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit
biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar
IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan
dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila
lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-
kasus atipik.
A. 5. Diagnosis Banding
Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan Stevens-Johnson Syndrome:
1. Nekrosis epidermal toksik (NET). SJS sangat dekat dengan NET /
TEN, SJS dengan bula lebih dari 30% disebut TEN. Selain itu
ditemukannya epidermólisis generalisata
2. Eksantema Fikstum Multipel Generalisata.
Persamaan : eritem, vesikel, bula.
Perbedaan : EFM selalu (+) di tempat yang sama, tidak terjadi di
seluruh tubuh. Serta penyembuhannya meninggalkan hiperpigmentasi.
A. 6. Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat
sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah :
- Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
- Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji
resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
6
- Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB
bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam.
Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang
mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa
menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang
signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan
dan menyelamatkan nyawa.
- Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin
hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3
tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3
kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia
anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1
kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
- Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
- Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
- Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
- Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan
alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat
nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari
intravena, diberikan 2 kali/hari.
A. 7. Prognosis
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan
terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada
kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat
dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang
lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, sepsis, serta
syok.
7
B. TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS (TEN)
B. 1. Definisi
Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) umumnya merupakan bentuk
parah dari SJS, gejala kulit yang terpenting ialah epidermolisis generalisata,
dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata. Nekrolisis
Epidermal Toksika adalah sautu penyakit kulit yang bisa berakibat fatal,
dimana lapisan kulit paling atas mengelupas lembar demi lembar.
Alan Lyell mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu
erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis epidermal toksik
memerlukan penanganan segera, yang paling banyak disebabkan oleh obat-
obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan
vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini. Nekrolisis Epidermal Toksik
(TEN) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut dan berpotensi
mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan baru.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari
penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson.
Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas,
dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran
mukosa. Sinonimnya antara lain Sindrom Lyell ataupun Epidermolisis
nekrotikans kombustiformis.
B. 2. Epidemiologi
- Kejadian di seluruh dunia adalah 0,5 sampai 1,4 kasus per 1 juta penduduk
per tahun.
- Jenis kelamin ; frekuensi yang sama pada pria dan wanita
- Bisa mengenai semua kelompok usia tetapi lebih umum pada orang tua,
kemungkinan karena meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi oleh orang
tua.
8
B. 3. Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap bahwa N.E.T.
merupakan bentuk berat Sindrome Steven Johnson karena pada sebagian para
penderita Steven Johnson penyakitnya berkembang menjadi N.E.T. keduanya
dapat disebabkan oleh alergi obat dengan spectrum yang hampir sama.
Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan Sindrome Steven Johnson karena pada
N.E.T tidak didapati kompleks imun yang beredar seperti pada Sindrome
Steven Johnson dan eritema multiformis. Gambaran histologiknya juga
berlainan. Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolit obat pada
epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap individu.
Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang
menyebabkan apoptosis sel epidermis
B. 4. Etiologi
Etioliginya sama dengan Syndrome Steven Johnson. N.E.T. juga dapat
terjadi akibat reaksi graft versus host.
- Infeksi (virus,jamur,bakteri,parasit)
- Sepertiga kasus nekrolisis epidermal toksika disebabkan oleh suatu
reaksi terhadap suatu obat.
- Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah:
Alopurinol Eritromisin Fenolftalein Penisilin Sulfonamid
Aspirin Fenbufen Hidantoin Pirosikam Tetrasiklin
Barbiturat Fenilbutason Karbamasepin Rifampisin
B. 5. Gejala Klinis / Symptom
9
- Gejala prodromal : malaise, lelah, mual, muntah, diare, angina, demam,
konjungtivitis ringan, radang mukosa mulut & genital.
- Beberapa jam – hari kemudian timbul kelainan kulit : makula, papel,
eritematosa, morbiliformis disertai dengan bula flaccid yang cepat meluas
dan konfluens.
- Lesi terdapat pada wajah, ekstremitas dan badan.
- Lesi eritem,vesikel, erosi pada mukosa pipi, bibir, konjungtiva, genitalia,
anus.
- Onikolisis, alis, bulu mata rontok + epidermolisis kelopak mata
- KU buruk, suhu ↑, Kesadaran ↓
- Tanda Nikolsky (+): Jika daerah-daerah kulit yang tampak normal diantara
lesi-lesi digaruk, epidermis dengan mudah terkelupas dari permukaannya.
- Organ tubuh : perdarahan traktus GI, trakeitis, bronkopneumonia, edema
paru, emboli paru, gangguan keseimbangan cairan & elektrolit, syok
hemodinamik & kegagalan ginjal.
- Sebuah ruam papular atau makular yang “terbakar/nyeri” kemerah-merahan
dengan batas tidak tegas kemudian terbentuk membentang mulai dari
wajah sampai batang-tubuh atas. Pelepuhan terjadi dan kemudian
bergabung. Epidermis bisa terkelupas.
N.E.T. umumnya terdapat pada orang dewasa. Pada umumnya N.E.T.
merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena
gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip
Sindrome Steven Johnson.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Penderita tampak
sakit berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun (soporokomatosa).
Kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemidian banyak timbul
vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Kelainan pada kulit dapat
disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi,
dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam. Kelainan
10
semacam itu dapat pula terjadi di orifisium genetalia eksterna. Juga dapat
disertai kelainan pada mata seperti pada syndrome Steven Johnson.
Pada N.E.T. yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu
epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran
klinisnya menyerupai kombustio. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda
Nikolski positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan
digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat
yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena
biasanya penderita berbaring. Pada sebagian para penderita kelaina kulit
hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan
bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis). Bronkopneumonia dapat terjadi.
Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan di traktus gastrointestinal.
Pada penyakit ini terlihat adanya trias kelainan berupa :
· Kelainan kulit
· Kelainan selaput lendir di orifisium
· Kelainan mata
11
B. 6. Diagnosis Banding
1. Stevens-Johnson syndrome :
Tabel perbedaan SJS dengan NET
SJSSJS NETNET
UsiaUsia Anak sampai dewasaAnak sampai dewasa DewasaDewasa
KUKU Ringan sampai beratRingan sampai berat BeratBerat
KesadaranKesadaran Kompos mentisKompos mentis Sering menurunSering menurun
12
Tanda Tanda NikolskyNikolsky (-)(-) (+)(+)
EpidermolisisEpidermolisis (-)(-) (+)(+)
Nekrosis epidermisNekrosis epidermis (-)(-) (+)(+)
PrognosisPrognosis Lebih baikLebih baik BurukBuruk
2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome :
Perbedaan NET dengan SSSS
NETNET SSSSSSSS
Usia pasienUsia pasien > tua> tua > muda> muda
Lesi targetLesi target Sering ditemukanSering ditemukan Tidak adaTidak ada
Nyeri kulitNyeri kulit Ringan sampai Ringan sampai sedangsedang
Sangat nyeriSangat nyeri
Lesi oralLesi oral Umumnya adaUmumnya ada JarangJarang
Tanda Tanda NikolskyNikolsky (+) hanya di daerah (+) hanya di daerah lesilesi
(+) pada lesi dan kulit(+) pada lesi dan kulit normalnormal
Derajat eksudasiDerajat eksudasi 4+ (tampak dermis)4+ (tampak dermis) 1+ (tampak epdermis 1+ (tampak epdermis superfisial)superfisial)
PenyembuhanPenyembuhan > lama> lama 10 – 14 hari10 – 14 hari
Jaringan parutJaringan parut Sering ditemukan, Sering ditemukan, dapat disertai hiper / dapat disertai hiper / hipopigmentasihipopigmentasi
JarangJarang
MortalitasMortalitas Tinggi (20 – 50 %)Tinggi (20 – 50 %) Rendah, umumnya Rendah, umumnya sembuh spontansembuh spontan
3. Dermatitis Kontak Toksik :
Biasanya lesi timbul pada tempat kontak dan tidak ditemukan adanya
epidermolisis
13
B. 7. Penatalaksanaan
- Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
Infus dekstrosa 5 %, NaCl 0,9 %, Ringer laktat = 1: 1: 1
- Kortikosteroid : 20-30 mg/hr, i.v. dibagi 3-4 x/hr. Bila lesi baru (-) ®
dosis di ↓ secara cepat dengan laju 4 x 0,5 mg/hr atau dengan
prednison 4-5 mg/hr, oral ® di ↓ bertahap
- Antibiotik intravena untuk infeksi
Terapi antibiotic diberikan karena pemberian kortikosteroid dosis
tinggi mungkin menutup adanya tanda infeksi ataupun sepsis.
Antibiotik broad spectrum, bakterisidal dan tidak
menimbulkan rekasi alergi
a. Sefotaksim : 3 x 1 gr/hr, i.v. (maks. 12 gr/hr) dibagi 3-4 x
b. Gentamisin : 2 x 60 mg/hr, i.v.
c. Netilmisin sulfat : BB > 50 kg : 2 x 150 mg/hr, i.m.
BB < / = 50 kg : 2 x 100 mg/hr, i.m.
Rata2 : 4 – 6 mg/kgBB/hr
AB dihentikan bl dosis prednison tlh mencapai 5 mg/hr &
tanda infeksi (-)
- Penatalaksanaan nyeri
- Dukungan gizi dan nutrisi : Diet tinggi protein & rendah garam
- Perawatan luka
Topikal : PK 1:10.000, kenalog in orabase
- KCL 3 x 500 mg/hr secara oral mencegah hipokalemia
- Obat anabolik
- Debridement
- Kemungkinan penggunaan immunoglobulin intravena, siklosporin,
plasmaferesis atau oksigen hiperbarik. Steroid sistemik tidak lagi
direkomendasikan.
- Konsultasi disiplin ilmu lain : THT, mata, penyakit dalam, gigi mulut,
dll
14
B. 8. Komplikasi
Perdarahan tr. Gastro-intestinalPerdarahan tr. Gastro-intestinal Kegagalan ginjalKegagalan ginjal
TrakeitisTrakeitis SepsisSepsis
BronkopneumoniaBronkopneumonia SimblefaronSimblefaron
Udem paru-paruUdem paru-paru EktropionEktropion
Emboli paruEmboli paru Kekeruhan korneaKekeruhan kornea
Ggg keseimbangan cairan & Ggg keseimbangan cairan & elektrolitelektrolit
KebutaanKebutaan
Syok hemodinamikSyok hemodinamik KematianKematian
B. 9. Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik dari pada jika
disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70%
permukaan kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang dikenai
mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan
leukopenia. Angka kematian lebih tinggi dari pada Sindrome Steven Johnson,
karena N.E.T. memang lebih berat. Menurut kepustakaan angka kematian 25-
50%.
15
BAB III
KESIMPULAN
1. Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit
vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.
2. Factor penyebab timbulnya SSJ diantaranya: respon imun terhadap obat,
infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat antibiotic (salisilat, sulfa, penisilin,
etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), fisik (udara dingin,
sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit kolagen, keganasan, kehamilan),
obat antikejang (mis. fenitoin) dan obat antinyeri, termasuk yang dijual tanpa
resep (mis.ibuprofen).
3. Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) umumnya merupakan bentuk parah
dari SJS, gejala kulit yang terpenting ialah epidermolisis generalisata (Tanda
Nikolsky [+]), dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium dan
mata.
4. Perawatan dilakukan di dalam unit rawat luka bakar (ICU), dan kewaspadaan
dilakukan secara ketat untuk menghindari infeksi maupun sepsis, perawatan
dilakukan secara komperhensif.
16
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2006. Jakarta: FKUI.
Darmstadt GL, Sidbury L. Vesicobullous disorders. In: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed
Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 2181-4.
Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity
syndrome in pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.
Fitzpatric, T.B., Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller,
A.S., Leffel, D.J. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.
McGraw Hill, New York
Gruchalla R. : Understanding drug allergies. J Allergy Clin Immunol 2000;
105 : S637-44.
Hamzah, Mochtar. 2002. Nekrolisis Epidermal Toksik (NET), dalam
Djuanda, Adi dkk: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed.3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Parra, Gregory P. 2010. Toxic Epidermal Necrolysis, diakses 1 Juni 2012 dari
http://www.emedicine/787323-overview.htm
Reilly TP, Lash LH, Doll MA. A role for bioactivation and covalent binding
within epidermal keratinocytes in sulfonamide-induced cutaneous drug
reactions. J Invest Dermatol 2000; 114 : 1164–73.
Yawalkar N, Egli F, Hari Y. Infiltration of cytotoxic T cells in drug-induced
cutaneous eruptions. Clin Exp Allergy 2000; 30 : 847-55.
Yawalkar N, Shrikhande M, Hari Y. Evidence for a role for IL-5 and eotaxin
in activating and recruiting eosinophils in drug-induced cutaneous
eruptions. J Allergy Clin Immunol 2000; 106 : 1171-76.
17
Recommended