Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala pimpinan-
Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini penyusun laksanakan
dalam rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Jakarta yang berjudul Perdarahan Subarachnoid.
Besar harapan penyusun bahwa referat ini dapat berguna bagi kita semua, dan dalam
kesempatan ini penyusun hendak mengucapkan terima kasih kepada : dr. Zaki, Sp.S dan
semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dan bantuan sehingga referat ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari referat ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sehingga akan
tercipta referat yang lebih baik lagi.
Banjar, Agustus 2015
Penyusun
1 | P a g e
Daftar Isi
Kata Pengantar…………………………………………………………………………....1
Daftar Isi…………………………………….……………………………………………..2
BAB I.Pendahuluan…………………….…………………………………………………3
BAB II.Isi………………………………….…………………………………………….....4
2.1 Definisi………………………………………………………………………………….4
2.2 Anatomi…………………………………………………………………………………4
2.3 Epidemiologi…………………………………………………………………………....6
2.4 Etiologi……………………………………………………………………………….....6
2.5 Patofisiologi…………………………………………………………………………….7
2.6 Gejala…………………………………………………………………………………...8
2.7 Diagnosis………………………………………………………………………………..9
2.8 Diagnosis Banding…………………………………………………………………….14
2.9 Pengobatan…………………………………………………………………………….15
2.10 Komplikasi…………………………………………………………………………...22
2.11 Pronosis………………………………………………………………………………23
BAB III. Penutup ………………………………………………………………………..24
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...25
2 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA) menyiratkan
adanya darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis. Penggunaan
istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik, biasanya berasal
dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation (AVM)/malformasi
arteriovenosa (MAV).1
Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000. Lebih
dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya. Insiden
tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena kematian
dihubungkan dengan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi. Beragam
insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per 100.000).1
insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun.
Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang
usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Pada
MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.2
Mortalitas / Morbiditas dapat diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum
akhirnya sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu
pertama. Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan
morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien. Kemajuan
dalam manajemen PSA telah menghasilkan pengurangan relatif pada angka mortalitas yang
melebihi 25%. Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit neurologis
mayor.1
3 | P a g e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak
dan selaput otak (rongga subaraknoid).2 diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).3 Subarachnoid
hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat
permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara
wanita.3
2.2 Anatomi 2
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah
duramater dan lapisan dalamnya, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.
4 | P a g e
Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu
lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi
otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara
lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara
bagian-bagian otak.
Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.
Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara
relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut
menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut
cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna
ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid
umum.
5 | P a g e
Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di
seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus
callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan
bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk
pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari
ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.
2.3 Epidemiologi
Insiden subarachnoid hemoragik dibedakan atas: Pendarahan subarachnoid
menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran darah otak(GPDO), Usia: insidennya
62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh
darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun.
Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Kelamin: pada MAV laki-
laki lebih banyak daripada wanita.
2.4 Etiologi
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari
pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya
bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic
hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan
secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang
mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan
perdarahan berbagai jenis tumor.2
PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2 yang
pertama adalah yang tersering): 1
Aneurisma sakular
MAV
Ruptur aneurisma mikotik
Angioma
6 | P a g e
Neoplasma
Trombosis kortikal
PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom intraparenkim (misal
perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)
2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular
Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA
o Kejadian familial sesekali
o Frekuensi aneurisma multipel
o Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma
Ehlers-Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal polikistik
Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah dapat
termasuk usia, hipertensi, merokok dan arterosklerosis.
2.5 Patofisiologi 2
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada
dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan
untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan
mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.
Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian
dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun
John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma
dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atherosclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis,
sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan
riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma
sakular.
7 | P a g e
2.6 Gejala 3
Sebelum pecah aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai menekan
saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar (yang
menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti berikut di bawah
ini :
o Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut sakit
kepala thunderclap).
o Nyeri muka atau mata.
o Penglihatan ganda.
o Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.
Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam
hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat. Hampir
separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa orang tetap
dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk. Mereka
bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi
mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun. Dalam
waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada jaringan
yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit kepala
berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekwensi naik
turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai kejang.
Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada
bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :
o Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering terjadi).
o Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.
o Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).
8 | P a g e
Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam.
Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.
2.7 Diagnosis
Anamnesa 1
o Nyeri kepala
Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.
Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk sebagai
nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.
Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa bulan
sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2 minggu
sebelum diagnosa PSA.
Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang meningeal.
Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.
Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut; lokasi
pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi aneurisma.
Mual dan/atau muntah
Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai
bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun kebanyakan
membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.
Fotofobia dan perubahan visus
Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika onset
perdarahan.
9 | P a g e
Pemeriksaan Fisik 1
Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin menemukan beberapa
hal berikut:
o Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien
o Sindroma kompresi nervus kranialis
Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis posterior) dengan
atau tanpa midriasis ipsilateral.
Kelumpuhan nervus abdusens
Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika menekan nervus
optikus ipsilateral)
o Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien
o Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien
o Kejang
o Tanda-tanda oftalmologis
Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin terlihat miniskus,
dekat dengan pangkal nervus optikus), perdarahan retina lainnya.
Edema papil
o Tanda – tanda vital
Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah (TD) ringan sampai
sedang.
TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.
Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat dari
gangguan darah didalam ruang subarachnoid.
Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah kejadian perdarahan.
10 | P a g e
o Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:
Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang meningeal
Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal, dengan atau tanpa
midriasis
Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis, termasuk status
mental
Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit fokal
Grade V – posturisasi pasien atau koma
o Derajat Perdarahan Subarakhnoid (Hunt dan Hess)
• Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
• Derajat 1 : sakit kepala ringan
• Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan kemungkinan
adanya defisit saraf kranialis
• Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan
• Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi
• Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi
o ada juga skala baru telah disusun dan diakui oleh World Federation of Neurosurgeont
(WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale :
WFN Grade GCS Motor defisit
I 15 Tidak ada
II 14-13 Tidak ada
III 14-13 Ada
IV 12-7 Ada/tidak ada
V 6-3 Ada/tidak ada
Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid WFN¹
Studi Laboratorium 4
11 | P a g e
Jumlah sel darah lengkap
Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)
Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA teridentifikasi atau diduga
ada perdarahan hebat.
Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang sangat hebat pada
kemunculan komplikasi pulmonal dan kardial, namun cTnI tidak membawa nilai
prognosis tambahan untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan aneurisma PSA.
Studi Pencitraan 4
Pilihan studi awal adalah CT-scan urgensi tanpa zat kontras
Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi scanner yang lebih
tua.
Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of Medicine, CT scan yang
berkualitas baik mengungkapkan PSA pada 100% kasus dalam 12 jam onset dan 93%
dalam 24 jam onset. Studi tradisional lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam 24
jam onset perdarahan, 80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.
CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh massa, dan
hidrosefalus.
CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau PSA volume kecil.
Distribusi PSA dapat menyediakan informasi tentang lokasi aneurisma dan prognosis.
Perdarahan intraparenkim dapat muncul dengan aneurisma arteri komunikan
media dan arteri komunikan posterior. Perdarahan intrahemisfer dan
intraventrikular dapat muncul dengan aneurisma arteri komunis posterior.
12 | P a g e
Brain CT scan showing subtle finding of blood at the area of the circle of Willis consistent with acute subarachnoid hemorrhage.
Hasil akhir menjadi buruk pada pasien dengan bekuan luas pada cisterna basalis
dibandingkan mereka dengan perdarahan tipis yang difus.
Angiografi serebral dilakukan ketika diagnosa PSA sudah dibuat.
Studi ini menilai hal-hal berikut:
Anatomi vaskular
Tempat perdarahan terbaru
Kehadiran aneurisma lainnya
Studi ini membantu merencanakan pilihan operasi.
Temuan angiografi negatif pada 10-20% pasien dengan PSA.
Jika negatif, beberapa menganjurkan untuk angiografi ulangan beberapa minggu
kemudian.
MRI jika tidak ditemukan lesi pada angiografi.
Sensitivitasnya dalam mendeteksi darah dianggap sama atau lebih rendah
dibanding CT scan.
Biaya lebih tinggi, availabilitas lebih rendah, dan waktu studi yang lebih lama
menjadikannya kurang optimal untuk mendeteksi PSA.
MRI seringnya digunakan untuk mendeteksi kemungkinan MAV yang tidak
terlihat pada angiografi.
MRI dapat kehilangan lesi simtomatik kecil yang belum ruptur.
Magnetic resonance angiography (MRA) kurang sensitif dibandingkan angiografi
dalam mendeteksi lesi vaskular; bagaimanapun banyak yang percaya angiografi
CT dan/atau MRA akan memainkan peranan yang lebih terpusat suatu hari nanti.
Multidetector computed tomography angiography (MD-CTA) pada pembuluh
darah intrakranial sekarang ini merupakan pemeriksaan rutin, digabungkan
seutuhnya kedalam algoritma pencitraan dan perawatan pada pasien dengan PSA
akut di banyak pusat studi di Inggris dan Eropa. *Pengurangan-digital angiografi
serebral telah menjadi kriteria standar untuk mendeteksi aneurisma serebral,
namun angiografi CT lebih populer dan sering digunakan berdasar pada sifat non-
invasifnya dan; sensitifitas dan spesifitas dapat dibandingkan dengan angiografi
serebral.
Tes Lainnya 4
EKG
Sekitar 20% kasus PSA memiliki iskemik miokard akibat peningkatan sirkulasi
katekolamin.
13 | P a g e
Hasil khusus adalah ST non-spesifik dan perubahan gelombang-T, segmen QRS
memanjang, gelombang U, dan peningkatan interval QT.
Perubahan EKG mencerminkan iskemik miokard atau infark dan harus diobati
dengan cara biasa. Dugaan PSA kontraindikasi untuk terapi trombolitik dan
antikoagulan.
Prosedur 4
Lumbal Punksi
Punksi lumbal diindikasikan jika pasien memiliki kemungkinan PSA dan temuan
CT-scan negatif.
Melakukan CT scan sebelum punksi lumbal untuk menyingkirkan efek massa
intrakranial penting atau perdarahan intrakranial yang nyata.
Punksi lumbal bisa jadi negatif jika dilakukan kurang dari 2 jam setelah
perdarahan; punksi lumbal paling sensitif pada 12 jam setelah onset gejala.
Sel darah merah pada cairan serebrospinal meningkat secara konsisten dalam 2
contoh tabung pada PSA, dimana jumlah sel darah merah pada trauma punksi
secara teknis menurun seiring berjalannya waktu.
Xanthochromia (supernatan cairan serebrospinal kuning-merah muda) biasanya
terlihat 12 jam setelah onset perdarahan; idealnya diukur secara spektrografis
walaupun banyak laboratorium bersandar pada inspeksi visual.
Temuan punksi lumbal disangka positif pada 5-15% dari seluruh gambaran PSA
yang tidak jelas pada CT-scan. Angka ini mungkin tidak lagi valid dengan
kehadiran generasi baru CT scan. Tabel retrospektif kecil akhir-akhir ini meninjau
ulang tentang pasien pada bagian emergensi yang mengalami generasi kelima CT-
scan dan punksi lumbal; menunjukkan tidak ada pasien dengan lumbal punksi
positif dan CT scan negatif.
2.8 Diagnosis Banding
Ensefalitis
Cluster headache
Migraine headache
Emergensi hipertensif
Meningitis
14 | P a g e
Stroke hemoragik
Stroke iskemik
Arteritis temporal
Transient Ischemic Attack
2.9 Pengobatan1
Perawatan pra-rumah sakit
Menilai prosedur ABC
Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau pemeriksaan
neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki CT scan dan bedah saraf.
Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.
Perawatan departemen emergensi
Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen emergensi
dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas.
Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi dan pantau
status neurologis pasien.
Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis berubah),
perawatan departemen emergensi lebih luas.
Menilai prosedur ABC
Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan oleh
refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.
Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:
Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA selama intubasi.
Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek sitoprotektif barbiturat. Thiopental
harusnya hanya digunakan pada pasien hipertensi karena kecenderungannya
menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan penyebab cedera otak
sekunder. Pada pasien hipotensi dan normotensi, gunakanlah etomidate.
Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada prosesnya, untuk
mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok
15 | P a g e
neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-TIK
(seperti lidokain intravena).
Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak mencukupi. Target
pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK. Hiperventilasi
berlebihan mungkin membahayakan daerah yang mengalami vasospasme.
Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial menjadi
lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.
Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi dibawah ini :
Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar 50% dalam
30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.
Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa meningkatkan serum
osmolalitas.
Terapi steroid intravena untuk mengontrol edema otak adalah kontroversial dan
ditentang.
Monitoring
Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO2 tidal-akhir,
ketika diaplikasikan.
Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi memungkinkan klinisi
menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO2 adalah 30-
35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.
Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang labil
(sering pada PSA tingkat tinggi).
Obat antihipertensi
Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk tekanan darah sistolik > 160
mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg.
Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum pengobatan
aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik < 200 mmHg.
Berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan yang akan terlibat dalam
pengobatan pasien, seiring praktek individu yang beragam.
Gunakan pengobatan yang dapat diencerkan dengan cepat.
16 | P a g e
Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada penumbra iskemik dari
vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.
Terapi adjuntif
Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.
Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-vena intrakranial.
Cairan dan hidrasi
Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada vasosapsme serebral,
pertahankan hipervolemia (CVP 8-12 mmHg, atau PCWP 12-16 mmHg)
Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko hidrosfalus
Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dengan terbuangnya garam
dari otak
Serum glukosa: pertahankan pada level 80-120 mg/dL; gunakan bolus atau infus
insulin jika dibutuhkan.
Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen (325-650 mg per oral
setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.
Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.
Berikan sedasi dengan hati-hati untuk mencegah penyelubungan pemeriksaan
neurologis, yang dapat membahayakan hasil temuan. Bagaimanapun, cegah
peningkatan TIK sehubungan dengan agitasi luas dari nyeri dan ketidaknyamanan.
Terapi Kejang
Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera mencegah kejang
setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang memang kejang atau
jika praktek lokal menginginkan penggunaan rutin.
Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat kesadaran (misal,
awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk menghentikan kejang
aktif).
Kalsium antagonis untuk mengurangi tingkat keparahan vasospasme otak
Penggunaannya yang bijak penting karena resiko kenaikan hipotensi primer atau
sekunder.
17 | P a g e
Medikasi kerja-singkat direkomendasikan; diskusikan intervensi ini dengan ahli
bedah.
Statin
Statin dapat memperbaiki reaktivitas vasomotor serebral melalui mekanisme
kolesterol-dependen dan kolesterol-independen.
Penggunaannya masih kontroversial, namun 2 studi kecil cukup menjanjikan.
Pengobatan akut dengan statin memperbaiki vasospasme serebral dan mengurangi
vasospasme sehubungan dengan defisit iskemik tertunda.
Magnesium
Percobaan baru saat ini sedang mengevaluasi peran magnesium sulfat untuk
mencegah iskemik serebral tertunda. Magnesium adalah agen neuroprotektif yang
bertindak sebagai antagonis reseptor-NMDA dan penghambat kanal kalsium. Studi
dua fase telah menunjukkan efek yang bermanfaat, dan percobaan fase ketiga sedang
berlangsung.
Penggunaan anti fibrinolitik, seperti asam aminokaproat epsilon, merupakan kontroversi
Anti fibrinolitik secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen dan telah
dilaporkan mengurangi insiden perdarahan ulang.
Laporan lainnya memperingatkan pengurangan efek vasospasme dan meningkatkan
kemunculan hidrosefalus. Diskusikan dengan ahli bedah saraf tentang
penggunaannya.
Drainase ventrikular emergensi oleh ahli bedah saraf mungkin penting.
Konsultasi
Dapatkan konsultasi bedah saraf emergensi untuk pengobatan yang pasti.
Intervensi radiologi mungkin dibutuhkan ketika intervensi bedah dianggap penting oleh
konsultan bedah saraf (misalnya, bekuan besar yang menyebabkan munculnya efek massa
dan membutuhkan pengangkatan emergensi)
Banyak pusat-pusat pemeriksaan untuk angiografi dini pada semua pasien.
Medikasi
Tujuan medikasi adalah untuk mengurangi nyeri, edema, dan keparahan vasospasme serebral,
membebaskan mual dan muntah dan mencegah konvulsi.
Analgetik
18 | P a g e
Kontrol nyeri penting untuk kualitas perawatan pasien. Analgetik memastikan
kenyamanan pasien. Kebanyakan analgetik memiliki kemampuan sedasi yang
menguntungkan pasien yang didukung oleh trauma.
Fentanyl citrate (Sublimaze)
Dosis
Dewasa :
2- 3 mcg/kg BB i.v; tidak boleh melebihi 50 mcg
Antiemetik
Promethazi ne (phenergan)
Obat anti dopaminergik yang efektif dalam mengobati muntah. Menghambat reseptor
dopaminergik mesolimbik post sinaptik di otak dan mengurangi stimulus pada sistem
retikular batang otak.
Dosis
Dewasa :
12,5 mg p.o/p.r 3 x sehari; 25 mg pada jam
25 mg i.v/i.m; diulang setiap 2 jam seperlunya
Antikonvulsi
Obat ini digunakan untuk mencegah kejang paska trauma. Penggunaan pada pasien
dengan PSA yang tidak kejang merupakan kontroversi dan bergantung pada pilihan bedah
saraf masing-masing individu; biasanya digunakan pada pasien yang kejang. Mungkin
diberikan dosis awal konvensional.
Phenytoin (Dilantin)
Bekerja di korteks motorik, dimana fenitoin dapat menghambat aktivitas kejang;
aktivitas pusat batang otak yang bertanggung jawab pada fase tonik kejang grand mal juga
dihambat.Dosis individual; berikan dosis yang lebih besar sebelum dihentikan jika dosis tidak
bisa dibagi rata.
Dosis
Dewasa
dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis terbagi, diikuti dengan
100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit
dosis awal : 100 mg (suspensi 125 mg) p.o/i.v dibagi 3 x/hari
19 | P a g e
dosis pemeliharaan : 300-400 mg/hari p.o/i.v dibagi 3 x/hari (1 x sehari/2 x sehari jika
darurat); naikkan menjadi 600 mg/hari (suspensi 625 mg) seperlunya; tidak lebih dari 1500
mg/hari; infus rata-rata tidak lebih dari 50 mg/menit
Fosphenytoin (Cerebyx)
Garam ester difosfat pada fenitoin yang bekerja sebagai prodrug fenitoin larut-air;
esterase plasma merubah fosfenitoin menjadi fosfat, formaldehida, dan fenitoin; fenitoin,
pada gilirannya, menstabilkan membran neuron dan menurunkan aktivitas kejang.
Dosis ditampilkan sebagai phenytoin equivalents (PE) untuk menghindari perlunya
melakukan penyesuaian berbasis berat molekul ketika mengubah antara dosis sodium
fosfenitoin dan fenitoin. Pemberian secara intravena merupakan pilihan dan harus digunakan
pada situasi emergensi
Dosis
Dewasa
Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m pada 100-150 mg PE/menit
Dosis pemeliharaan : 4-6 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m pada 150 mg PE/menit untuk
meminimalkan resiko hipotensi
Agen Osmotik
Obat ini digunakan dalam usaha menurunkan TIK dan edema otak dengan
menciptakan gradien osmotik melewati sawar darah otak yang tetap utuh; sebagaimana difusi
air dari otak ke kompartemen pembuluh darah, TIK menurun.
Mannitol (Osmitrol, Resectisol)
Dapat mengurangi tekanan ruang subaraknoid dengan menciptakan gradien osmotik
antara CSS didalam ruang subaraknoid dan plasma; tidak untuk pemakaian jangka panjang
Dosis
Dewasa : Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan dosis
percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit (harus menghasilkan urin
sekurang-kurangnya 30-50 mL/jam urin selama 2-3 jam) 1,5-2 g/kg BB sebagai larutan
20% (7,5-10 mL/kg BB) atau larutan 15% (10-13 mL/kg BB) i.v selama setidaknya 30
menit
Diuretik
Obat ini digunakan untuk menurunkan volume plasma dan edema dengan
menyebabkan diuresis.
20 | P a g e
Furosemide (Lasix)
Digunakan pada keadaan akut untuk mengurangi peningkatan TIK. Mekanisme
usulan dalam menurunkan TIK termasuk berikut: (1) supresi ambilan sodium serebral, (2)
hambatan karbonik anhidrase menghasilkan pengurangan produksi CSS, dan (3) hambatan
pompa kation-klorida membran sel, dengan demikian mempengaruhi perpindahan air
kedalam sel astroglial. Dosis tersendiri.
Dosis
Dewasa : 20-40 mg/hari i.v/i.m diberikan lambat; bergantung pada respon, berikan pada
kenaikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam setelah dosis sebelumnya, sampai muncul
diuresis yang diinginkan
Penghambat kanal kalsium
Obat ini dapat mengurangi efek mengganggu influks kalsium pada pasien dengan
trauma saraf akut. Sayangnya studi eksperimental menggunakan penghambat kanal kalsium
konvensional pada model cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara keseluruhan;
bagaimanapun, beberapa studi menyarankan penghambat kanal kalsium yang mungkin efektif
dalam mengurangi edema otak dan disfungsi kognitif dibandingkan dengan plasebo.
Nimodipine (Nimotop)
Digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme yang mengikuti PSA
disebabkan ruptur kongenital aneurisma intrakranial pada pasien dalam kondisi neurologis
yang baik. Ketika penelitian menunjukkan manfaatnya, tidak ada bukti yang
mengidentifkasikan obat untuk mencegah atau mengurangi spasme arteri serebral; karenanya
mekanisme aksi sesungguhnya tidak diketahui.
Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak dapat menelan kapsul
karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan tidak sadar, buatlah lubang pada kedua
ujung kapsul dengan jarum 18-gauge dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan isinya
kedalam NGT pasien, dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 mL.
Dosis
Dewasa : 60 mg p.o/n.g setiap 4 jam selama 21 hari
Agen Hemostatik
21 | P a g e
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik keadaan yang
dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih kontroversial; dihimbau untuk
berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.
Aminocaproic acid (Amicar)
Menghambat fibrinolisis melalui hambatan substansi plasminogen activator dan,
untuk mengurangi derajatnya, melalui aktivitas anti plasmin. Masalah utama pada
penggunaan obat ini adalah trombus yang terbentuk selama pengobatan tidak mengalami lisis
dan efektivitasnya tidak pasti. Telah digunakan untuk mencegah rekurensi PSA.
Dosis
Dewasa : 36 g/hari p.o/i.v dibagi dalam 6 dosis, tidak boleh melebihi 30
g/hari
Obat anti hipertensi
Obat ini digunakan dalam usaha mengurangi TIK dengan mengurangi tekanan darah perifer.
Nitroprusside (Nitropress)
Menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Kerja-
singkat dan poten. Pentingnya pengawasan yang cermat.
Dosis
Dewasa
Dosis awal : 0,3-0,5 mcg/kg BB/menit i.v; meningkat pada kenaikan 0,5 mcg/kg
BB/menit; pengenceran untuk mendapatkan efek hemodinamik
Dosis rata-rata : 3 mcg/kg BB/menit
Labetalol (Trandate, Normodyne)
Menghambat kedudukan reseptor α, β-1 dan β-2 adrenergik; menurunkan TD
Dosis
Dewasa : 20-30 mg i.v selama 2 menit diikuti dengan 40-80 mg selang 10
menit; tidak boleh melebihi 300 mg/dosis
2.10 Komplikasi 1,8
Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam
sistem ventrikular oleh gumpalan darah.
22 | P a g e
Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama. Puncak
insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan
aneurisma.
Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.
Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.
Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat
menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.
Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.
Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.
Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA
dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik
abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus
simpatetik miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.
2.11 Prognosis1,8
Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki
hasil akhir yang baik.
Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:
o Beratnya perdarahan
o Derajat vasospasme serebral
o Muculnya perdarahan ulang
o Lokasi perdarahan
o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien
o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal infeksi, infark
miokard)
23 | P a g e
o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat munculnya. Laporan
menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I, 60% untuk grade II, 50%
untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk grade V.11
BAB III
PENUTUP
Orang yang mengalami subarachnoid hemorrhage dirawat di rumah sakit dengan
segera. Istirahat total tanpa alasan adalah perlu. Analgesik seperti opoid (tetapi bukan aspirin
atau obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal lainnya, yang dapat memperburuk
pendarahan) diberikan untuk mengendalikan sakit kepala hebat. Pelembut tinja diberikan
untuk mencegah bersusah payah selama buang air besar. Nimodipine, penghambat saluran
kalsium, biasanya diberikan melalui mulut untuk mencegah vasospasm dan stroke ischemis
berikutnya. Dokter melakukan penghitungan (seperti memberikan obat-obatan dan
menyesuaikan jumlah cairan infus yang diberikan) untuk menjaga tekanan darah pada level
rendah yang cukup untuk menghindari pendarahan lebih lanjut dan cukup tinggi untuk
menjaga aliran darah menuju bagian-bagian rusak pada otak. Kadangkala, potongan tabung
plastik (shunt) kemungkinan diletakkan di dalam otak untuk mengeringkan cairan
cerebrospinal keluar dari otak. Prosedur ini menghilangkan tekanan dan mencegah
hydrochepalus.1,2,5
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase didalam otak
untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri
yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit
dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau
stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu
3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang
mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan
kembali. 4,8,11
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)
Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Madya University
Press; 2009. hal. 59-107
2. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 961-79
3. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama ; 2008. pg 180-204.
4. Jauch CE. Acute Stroke Management [Online]. 2007 Apr 9 [cited 2007 June 8]; Available from:
URL:hhtp://emedicine.com/neuro-vascular/topic334.htm
5. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management. Neurology and
Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone; 2004. p. 238-44
6. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer; 2006. p. 22-43
7. Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke In: Clinical Manifestation
In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p 61-74
8. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat Dalam Mardjono M,
Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT Dian Rakyat; 2003. hal. 269-92
9. Caplan LR, Chung C-S. Neurovascular Disorders In: Goetz CG eds. Textbook Of Clinical Neurology.
2nd ed. Chicago: Saunders; 1996. p. 991-1016
10. Georgiadis D, Schwab S, Werner H. Critical Care of The Patient with Acute Stroke In: Therapy In:
Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and
Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2004. p. 987-1024
11. Mendelow AD. Intracerebral Hemorrage In: Therapy In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf
PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed. Philadelphia: Churchill
Livingstone; 2004. p. 1217-30
25 | P a g e