BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kota Makassar yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan
merupakan wilayah strategis yang memiliki hubungan erat dengan
wilayah di Sulawesi lainnya. Kota ini berada di kawasan aglomerasi
Mamminasata yang menghubungkan Makassar, Maros,
Sungguminasa, dan Takalar. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
signifikan dalam satu dasawarsa terakhir telah mendorong pesatnya
laju pembangunan di segala bidang terutama bidang sosial ekonomi,
seperti berkembangnya kawasan fungsional permukiman dan kota
baru Gowa - maros, kawasan perkantoran/pemerintahan (jl. A.
Pettarani dsk), kawasan perdagangan dan jasa (jl.Urip Sumoharjo -
perintis Kemerdekaan - Kota Maros), kawasan pengembangan
pendidikan Unhas (eks pabrik gula Gowa) dan uin (Samata Gowa),
kawasan budidaya pertanian dan perikanan (bagian timur dan selatan
Mamminasata). Dengan kondisi demikian menjadikan aktivitas
masyarakat sehari - hari semakin meningkat sehingga membutuhkan
akses serta mobilitas yang tinggi. Sehingga persoalan transportasi
menuntut pengelolaan dan manajemen yang terus meningkat dari segi
sarana dan prasarananya.
Terminal Malengkeri yang berlokasi di jalan Sultan Alauddin kota
Makassar berfungsi sebagai Terminal Penumpang tipe B dan sebagai
titik simpul pergantian moda transportasi angkutan penumpang umum
bagi mobilitas masyarakat di kawasan selatan kota Makassar. Dari segi
posisinya terhadap wilayah lain, Terminal Malengkeri memilliki koneksi
jaringan dengan bagian selatan Kota Makasar dan Kota Gowa
sehingga memiliki fungsi strategis dalam sistem transportasi regional
1
dan lokal. Terminal Malengkeri merupakan terminal penumpang tipe B
dengan luas lahan 26.151 m2, yang melayani 12 trayek yaitu AKDP,
ANGKOT, dan ANGKUDES dengan total armada adalah 3.275 unit
kendaraan jenis Mobil Penumpang Umum (MPU).
Dari pengamatan langsung di lapangan diperoleh sejumlah
permasalahan pada kawasan Terminal Malengkeri diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tata layout bangunan dalam terminal tidak mencerminkan standar
terminal penumpang tipe B pada umumnya.
2. Fasilitas terminal yang tidak memenuhi standar pelayanan terminal
penumpang tipe B.
3. Kapasitas/daya tampung tidak memadai pada Hari Raya atau hari
libur nasional
Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat disimpulkan
bahwa terminal Malengkeri membutuhkan perancangan ulang dengan
menerapkan sistem yang lebih terpadu, dari pola penataan hingga sistem
operasional yang mampu membawa perbaikan terhadap kondisi terminal
saat ini. Untuk kepentingan akses/mobilitas bagi pengembangan kawasan
Mamminasata perancangan ulang ini bersifat antisipatif terhadap
kemungkinan kemacetan, perkembangan SOSBUD & IPTEK, jumlah
kendaraan jumlah penumpang, isu lingkungan, jaringan jalan, infrastruktur,
tata ruang dll.
1.2 Rumusan Masalahan
Dari latar belakang tersebut di atas maka diperoleh rumusan
masalah yang timbul pada perancangan ulang Terminal Malengkeri
yaitu sebegai berikut :
a. Bagaimana menentukan/menetapkan tata letak bangunan
sesuai dengan fungsi sebagai terminal sehingga saling
mendukung, dan disertai dengan kejelasan sirkulasi ?
2
b. Bagaimana menentukan kapasitas besaran ruang terminal
berdasarkan fungsi dan studi besaran ruang untuk antisipasi
daya tampung 10 tahun ke depan?
c. Bagaimana menentukan bentuk ataupun penampilan bangunan
yang dapat mencerminkan sebuah bangunan terminal dan
memiliki ciri khas yang dapat menjadi daya tarik dan tidak
dimiliki oleh bangunan yang lainnya?
d. Bagaimana menentukan sistem struktur, material-material,
utilitas, perlengkapan, pemeliharaan dan pengamanan pada
perancangan ulang Teminal Malengkeri?
I.3 Tujuan dan Sasaran Pembahasan
I.3.1 Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan pada perancangan ulang Terminal Malengkeri
adalah untuk mendapatkan hasil tulisan sebagai pedoman
perancangan yang dikembangkan berdasarkan rumusan masalah
yakni :
1) menentukan/menetapkan tata letak bangunan sesuai dengan
fungsi sebagai terminal sehingga saling mendukung, dan
disertai dengan kejelasan sirkulasi
2) menentukan kapasitas besaran ruang terminal berdasarkan
fungsi dan studi besaran ruang untuk antisipasi daya tampung
10 tahun ke depan.
3) menentukan bentuk ataupun penampilan bangunan yang
dapat mencerminkan sebuah bangunan terminal dan memiliki
ciri khas yang dapat menjadi daya tarik dan tidak dimiliki oleh
bangunan yang lainnya.
4) menentukan sistem struktur, material-material, utilitas,
perlengkapan, pemeliharaan dan pengamanan pada
perancangan ulang Teminal Malengkeri
3
I.3.2 Sasaran pembahasan
Sasaran yang ingin dicapai adalah pertama tersusunnya usulan
langkah-langkah proses perencanaan dan perancangan berdasarkan
aspek-aspek perencanaan dan perancangan sebagai acuan dan pedoman
dalam Desin Grafis Arsitektur (DGA). Kedua untuk merancang suatu
landasan konseptual perancangan ulang Terminal Malengkeri berdasarkan
poin-poin berikut :
a. Mewujudkan terminal penumpang angkatan darat tipe B
dengan klasifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan daya
tampung sebagai wujud respon kebijakan pengembangan
kawasan aglomerasi Mamminasata
b. Mendapatkan fasilitas dan suasana ruang yang mendukung
tapak, tata fisik, penampilan bangunan (Environment)
c. Mendapatkan acuan perancangan ulang terminal malengkeri
yang dapat ditransformasikan kedalam desain fisik bentuk dan
penampilan bangunan.
I.4 Lingkup Pembahasan
Pembahasan dibatasi pada perwujudan redesain terminal
malengkeri memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi pada
proses desain untuk menghasilkan suatu desain dengan kualitas sesuai
tuntutan fungsi yang dibahas menurut disiplin ilmu arsitektur.
I.5 Metode dan Sistematika Pembahasan
I.5.1 Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang dilakukan dalam penulisan ini adalah
Metode deskriptif, yaitu dengan mengadakan pengumpulan data.
4
Pengumpulan data ini ditempuh melalui studi pustaka/studi literature dan
observasi lapangan, untuk kemudian dianalisa dan dilakukan suatu
pendekatan yang menjadi dasar penyusunan konsep program
perencanaan dan perancangan. Tahap pengumpulan data yang dimaksud
dilakukan melalui :
a. Studi Literatur
Yaitu dengan mempelajari literature baik dari buku-buku maupun
browsing internet mengenai teori, konsep dan standar
perencanaan dan perancangan ulang Terminal Malengkeri.
b. Wawancara
Melakukan wawancara mengenai masalah-masalah yang
berkaitan dengan perencanaan dan perancangan ulang Terminal
Malengkeri dari beberapa sumber terkait.
c. Studi Banding
Melakukan perbandingan terhadap hasil-hasil observasi yang
dilakukan pada beberapa bangunan yang berfungsi sama untuk
analisa dan kriteria yang akan diterapkan pada Terminal
Malengkeri.
I.5.2 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan di bagi dalam beberapa tahap
pembahasan antara lain :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan,
lingkup pembahasan, metode pembahasan, dan sistematika
pembahasan.
BAB II TINJAUAN UMUM
Studi literatur untuk mendapatkan gambaran terminal penumpang
angkutan darat. Studi banding untuk mendapatkan gambaran terminal
penumpang angkutan darat. Membandingkan bangunan yang sudah ada
5
dan berada pada daerah yang sesuai dengan tempat yang akan dibangun
untuk mengetahui gambaran tentang pengguna hubungan ruang,
hubungan aktifitas serta aktivitasnya
BAB III TINJAUAN KHUSUS
Merupakan tijauan secara spesifik membahas perancangan
ulang Terminal Malengkeri untuk mendapatkan pendekatan
terhadap program dan konsep perancangan
BAB IV PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN ARSITEKTUR
Pendekatan fisik dan non-fisik sebagai dasar penentuan
kebutuhan ruang, sistem struktur, utilitas
BAB V LANDASAN KONSEPTUAL PROGRAM PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN ARSITEKTUR
Berisi tentang konsep dan program dasar perencanaan dan
perancangan arsitektur.
BAB II
6
TINJAUAN UMUM
II.1 Redesain
Redesain yang berasal dari kata redesign terdiri dari 2 kata, yaitu
re- dan design. Dalam Bahasa Inggris, penggunaan kata re- mengacu
pada pengulangan atau melakukan kembali, sehingga redesign dapat
diartikan sebagai design ulang. Beberapa definisi redesain dari beberapa
sumber :
− Menurut American Heritage Dictionary (2006) “redesign means to
make a revision in the appearance or function of”, yang dapat diartikan
membuat revisi dalam penampilan atau fungsi.
− Menurut Collins English Dictionary (2009), ”redesign is to change the
design of (something)”, yang dapat diartikan mengubah desain dari
(sesuatu).
− Menurut Salim’s Ninth Collegiate English-Indonesian Dictionary
(2000), redesign berarti merancang kembali.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa redesain
mengandung pengertian merancang ulang sesuatu sehingga terjadi
perubahan dalam penampilan atau fungsi.
Dalam arsitektur, merancang ulang identik dengan membangun
kembali karya arsitektur yang dirasakan kurang tepat guna. Heinz Frick
dan Bambang Suskiyanto (2007), mengartikan kata-kata membangun
kembali dengan membongkar secara seksama dan atau memperbaiki
kesalahan yang telah dibangun. Membangun kembali juga berarti
menggunakan kembali gedung yang sudah ada tetapi tidak dimanfaatkan
lagi seperti fungsi semula.
Redesain dalam arsitektur dapat dilakukan dengan mengubah,
mengurangi ataupun menambahkan unsur pada suatu bangunan.
Redesain perlu direncanakan secara matang, sehingga didapat hasil yang
7
efisien, efektif, dan dapat menjawab masalah yang ada dalam bangunan
tersebut.
Redesain yang dilakukan dengan penambahan baru pada
bangunan harus memperhitungkan interaksi antara bangunan yang lama
dengan bangunan yang baru. Dibner (1985), menjelaskan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam merancang bangunan tambahan, antara
lain :
− Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk bangunan yang ada tidak
perlu harus tetap sama ketika penambahan baru dirancang. Namun,
desain penambahan harus dilihat sebagai satu unit dengan
keseluruhan bangunan.
− Lahan. Kebanyakan bangunan ditambahkan secara horizontal
daripada vertikal. Oleh sebab itu, ukuran lahan yang memadai menjadi
sangat penting.
− Struktur. Sebelum desain struktural dari bangunan baru dimulai,
sistem struktur bangunan yang ada harus ditinjau kecukupannya untuk
menangani efek dari penambahan baru. Jika penambahan baru
berdekatan dengan pijakan yang ada dan dinding pondasi, harus
dirancang dan dibangun sangat hati-hati untuk
menghindari mengganggu stabilitas bangunan yang ada.
− Sistem Mekanikal dan Elektrikal. Sistem mekanikal dan elektrikal
dalam sebuah bangunan umumnya telah dirancang sesuai dengan
kebutuhan dari bangunan tersebut. Dengan adanya penambahan baru
pada bangunan tentunya membutuhkan sistem mekanikal dan
elektrikal baru yang dapat menjawab kebutuhan baru, baik yang
berasal dari bangunan lama dan bagian tambahan dari bangunan.
II.2 Terminal
8
Definisi Terminal berdasarkan Juknis LLAJ pada tahun 1995 yang berisi
Terminal Transportasi merupakan:
1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai
pelayanan umum.
2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian
lalu lintas.
3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi
untuk melancarkan arus penumpang dan barang.
4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi
kehidupan kota.
Definisi Terminal yang terdapat di Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang disusun oleh Tim Redaksi yang dipimpin oleh Densy Sugono (2008),
adalah perhentian penghabisan(bis, kereta api, dsb); stasiun.
Terminal adalah suatu fasilitas yang sangat komplek, banyak
kegiatan tertentu yang dilakukan disana, terkadang secara bersamaan,
dan terkadang secara paralel, dan terkadang sering terjadi kemacetan
yang cukup mengganggu. Terminal adalah titik penumpang dan barang
memasuki serta meninggalkan suatu sistem transportasi. Terminal bukan
saja merupakan komponen fungsional utama dari sistem transportasi
tetapi juga merupakan prasarana yang merupakan biaya yang besar dan
titik kemacetan yang terjadi. (Morlok,E.K.,1995).
Terminal dapat dianggap sebagai alat pemroses, dimana suatu
urutan kegiatan tertentu harus dilakukan untuk memungkinkan suatu lalu-
lintas ( kendaraan, barang, dan sebagainya ) diproses penuh sehingga
dapat meneruskan perjalanan. Keberadaan terminal sangat penting untuk
terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib.
Pada hakikatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan
perangkutan jalan yang terdiri dari dua jenis terminal yaitu (1) terminal
9
penumpang dan (2) terminal barang. Keduanya merupakan sarana
transportasi jalan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang/barang,
serta pengaturan kedatangan dan keberangkatan kendaraan umum
sehingga terminal harus dikelola dan dipelihara agar dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat dan angkutan jalan raya dengan baik dan
termasuk didalamnya sarana dan fasilitas yang harus ada di dalam
terminal.
(Warpani, S., 2002) Direktorat Jendral Perhubungan Darat (1995)
menyatakan bahwa terminal angkutan umum merupakan titik simpul
dalam sistem jaringan transportasi jalan tempat terjadinya putus arus yang
merupakan prasarana angkutan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan
umum, berupa tempat kendaraan umum menaikkan dan menurunkan
penumpang dan atau barang, bongkar muat barang, sebagai tempat
berpindahnya penumpang baik intra maupun antar moda transportasi
yang terjadi sebagai akibat adanya arus pergerakan manusia dan barang
serta adanya tuntutan efisiensi transportasi. Dari pengertian terminal
diatas, maka peran terminal cukup komplek sehingga dalam perencanaan
dan pengolahan harus cukup baik.
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat
No.31 Tahun 1993 tentang terminal transportasi jalan, terminal berfungsi
sebagai berikut.
1. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan
menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan
yang satu ke moda atau kendaraan yang lain, tempat tersedianya
fasilitas-fasilitas dan informasi (pelataran parkir, ruang tunggu, papan
informasi, toilet, toko, loket, dll) serta fasilitas parkir bagi kendaraan
pribadi atau kendaraan pengantar penumpang.
2. Fungsi terminal bagi pemerintah, antara lain adalah dari segi
perencanaan dan manajemen lalu-lintas untuk menata lalu-lintas dan
10
menghindari kemacetan, sebagai sumber pemungutan restribusi dan
sebagai pengendali arus kendaraan.
3. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha jasa angkutan adalah untuk
pengaturan pelayanan operasi bus, menyediakan fasilitas istirahat dan
informasi awak bus dan fasilitas pangkalan.
Berdasarkan Mursin Say Consultans tahun 2007 dalam desain
teknis terminal Kota Meulaboh Propinsi Aceh mengemukakan studi
pemilihan lokasi terminal merupakantahapan yang cukup penting dalam
perencanaan terminal, karena terminal yang baik adalah terminal yang
secara sistem jaringan mampu berperan dalam melancarkan pergerakan
sistem transportasi secara keseluruhan. Dengan demikian, maka letak
terminal sangatlah berperan, terutama dalam kaitannya dengan peran
yang disandang oleh terminal yang bersangkutan dalam sistem jaringan
rute ataupun keberadaan terminal tersebut dalam sistem prasarana
jaringan jalan.
Beberapa penelitian tentang disain terminal penumpang yang dapat
dijadikan sebagai sumber pustaka yaitu.
1. SID (Survai Implementing Design) Terminal Penumpang Tipe A di Kota
Meulaboh Propinsi Aceh, oleh Mursin Say Consultans tahun 2007. Berikut
adalah tahap - tahap perencanaan Terminal Penumpang Tipe A di Kota
Meulaboh yang terdapat dalam bagan alir metodologi studi.
11
Gambar 2.1. Bagan Alir Metodologi Studi Terminal Meulaboh.
2. Review Terminal Penumpang Tipe A di Kabupaten Badung Propinsi
Bali, Departemen Perhubungan Darat dan PT. Pillar Nugraha Consultants
tahun 2007. Berikut gambar bagan alir pemilihan lokasi Terminal Badung.
12
Gambar 2.2. Metodologi Pemilihan Lokasi Terminal Badung.
3. Perencanaan Terminal Regional Kota Palopo Sulawesi, Departemen
Perhubungan Darat tahun 2006. Gambaran desain rencana
pembangunan Terminal regional Palopo dapat dilihat sebagai berikut
13
Gambar 2.3. Gambar Disain Rencana Pembangunan Terminal Regional Palopo.
II.3 Klasifikasi Terminal Penumpang
14
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat
No.31 Tahun 1993 mengemukakan tentang sarana dan prasarana lalu-
lintas jalan, mengklasifikasikan terminal menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai
berikut ini.
1. Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP), dan/atau angkutan lalu
lintas batas antar Negara, Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi
(AKDP), Angkutan Antar Kota (Angkot), dan Angkutan Pedesaan
(Ades).
2. Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), Angkutan Kota
(Angkot), dan/atau Angkutan Pedesaan (Ades).
3. Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum
untuk Angkutan Pedesaan (Ades). Klasifikasi tersebut akan mendasari
kriteria perencanaan yang akan disusun kerena dengan fungsi
pelayanan yang berbeda tentu akan menuntut fasilitas yang berbeda
pula. Namun demikian, konsep perencanaan diantara ketiganya tidak
akan berbeda sehingga fasilitas yang melayani perpindahan
pergerakan penumpang memakai jasa angkutan umum.
II.4 Perencanaan Terminal
Menurut Iskandar Abubakar,dkk (1995) kriteria perencanaan
terminal meliputi:
a. Siklus Lalu Lintas
1. Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar dan mudah
dalam bergerak.
2. Jalan masuk dan keluar kendaraan harus terpisah dengan jalan
keluar masuk calon penumpang
3. Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa
halangan yang tidak perlu.
b. Sistem sirkulasi kendaraan dalam terminal ditentukan berdasarkan :
15
1. Jumlah arah perjalanan
2. Frekuensi perjalanan
3. Waktu yang diperlukan untuk turun atau naik penumpang.
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus atau
kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antar kota.
II.5 Persyaratan Penentuan Lokasi Terminal
Dalam Pasal 42 PP Tahun 1993 disebutkan penentuan lokasi terminal
harus diperhatikan :
1. rencana umum tata ruang,
2. kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan disekitar terminal,
3. keterpaduan moda transportasi baik udara maupun antar moda,
4. kondisi topografi terminal,
5. kelestarian lingkungan.
II.6 Fasilitas Terminal
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang Terminal
Transportasi Jalan dan Pedoman Teknis Pembangunan Terminal Angkutan
Penumpang. Fasilitas terminal terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas
penunjang.
1. Fasilitas utama, merupakan fasilitas yang mutlak dimiliki dalam suatu
terminal meliputi.
a. Jalur keberangkatan angkutan umum, yaitu pelataran yang
disediakan bagi kendaraan angkutan umum untuk menaikan
penumpang (loading) dan untuk memulai perjalanan.
b. Jalur kedatangan kendaraan umum, yaitu pelataran yang
disediakan bagi kendaraan angkutan umum untuk menurunkan
penumpang (unloading) yang dapat pula merupakan akhir dari
perjalanan.
16
c. Areal menunggu, yaitu pelataran yang disediakan bagi kendaraan
angkutan umum yang beristirahat sementara dan siap untuk
menuju jalur keberangkatan.
d. Jalur lintas, yaitu pelataran yang disediakan bagi kendaraan
angkutan umum untuk beristirahat sementara dan untuk menaikan
dan menurunkan penumpang.
e. Tempat tunggu penumpang, yaitu pelataran yang disediakan bagi
orang yang akan melakukan perjalanan dengan kendaraan
angkutan umum.
f. Bangunan kantor terminal, yaitu suatu bangunan yang biasanya
berada didalam wilayah-wilayah terminal.
g. Pos pemeriksaan KPS, yaitu pos yang berada di pintu masuk dari
terminal yang bertugas memeriksa terhadap masing-masing
angkutan umum yang memasuki terminal.
h. Loket penjualan tiket, yaitu suatu ruangan yang digunakan oleh
masingmasing perusahaan untuk keperluan penjualan tiket bus
yang melayani perjalanan dari terminal.
i. Rambu-rambu dan petunjuk informasi yang berupa petunjuk
jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, hal ini harus disediakan
karena hal ini sangat penting untuk memberikan informasi kepada
penumpang baik yang meninggalkan maupun yang baru datang di
terminal sehingga tidak tersesat dan kelihatan semrawut.
j. Pelataran kendaraan pengantar dan taxi.
k. Menara pengawas, yang berfungsi sabagai tempat untuk
memantau pergerakan kendaraan dan penumpang dari atas
menara.
2. Fasilitas penunjang, selain fasilitas utama dalam sistem terminal
terdapat pula fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap.
a. Ruang pengobatan, yaitu untuk memberikan pertolongan pertama
pada kecelakaan.
b. Mushola.
17
c. Taman
d. Kios/Kantin.
e. Ruang informasi dan pengaduan, yaitu untuk memberikan
informasi pada para penumpang maupun pengaduan apabila
terjadi sesuatu terhadap penumpang, misalkan ada calo,
kehilangan barang dan sebagainya.
f. Telepon umum (wartel).
g. Kamar mandi dan WC, dan lain-lain.
II.7 Akses Terminal
Suryadharma Hendra dan Susanto B., 1999, mengatakan jarak
terminal terhadap jalan disekitarnya pada dasarnya ditentukan oleh
intensitas arus pada terminal dan ruas jalan tersebut. Berdasarkan area
pelayanannya, maka disarankan terminal tipe A mempunyai akses kejalan
arteri, terminal tipe B mempunyai akses jalan arteri dan kolektor dan
terminal tipe C mempunyai akses kejalan kolektor atau lokal. Adapun
persyaratan-persyaratan tentang lokasi terminal menurut tipenya :
1. Persyaratan lokasi terminal tipe A adalah sebagai berikut.
a. Terletak di ibukota propinsi, kotamadya / kabupaten dalam
jaringan trayek bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), Antar Kota
Dalam Propinsi (AKDP) dan Angkutan Lintas Batas Negara.
b. Terletak dijalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya
kelas III A.
c. Jarak antar dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya
20 Km di pulau Jawa, 30 Km di pulau Sumatra, dan 50 Km di
pulau lainya.
d. Mempunyai jarak akses / ke dan dari terminal sekurang-kurangnya
berjarak 100 m di pulau jawa dan 50 m di pulau lainya.
2. Persyaratan lokasi terminal tipe B adalah sebagai berikut.
18
a. Terletak di kotamadya / kabupaten dan didalam jaringan trayek
angkutan kota dalam propinsi.
b. Terletak di jalan arteri / kolektor dengan kelas jalan sekurang-
kurangnya III B.
c. Jalan antara dua terminal tipe B / dengan terminal tipe A
sekurangkurangnya 15 Km di pulau Jawa, dan 30 Km di pulau
lainya.
d. Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di
pulau Jawa dan 2 Ha di pulau lainya.
e. Mempunyai jalan akses masuk / atau jalan keluar ke dan dari
terminal sekurang-kurangnya 50 m di pulau Jawa dan 30 m
dipulau lainya.
3. Persyaratan terminal tipe C adalah sebagai berikut ini.
a. Terletak diwilayah kabupaten dan dalam jaringan trayek angkutan
pedesaan.
b. Terletak di jalan kolektor / lokal dengan kelas jalan paling tinggi III
A.
c. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan.
d. Mempunyai jalan akses masuk / keluar kendaraan dari terminal
sesuai dengan kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas disekitar
terminal.
II.8 Pemahaman Tipologi Bangunan
II.8.1 Landasan Hukum Terhadap Terminal Bis
Adapun peraturan – peraturan yang menjadi pegangan bagi
perencanaan terminal bis. Beberapa peraturan yang di rangkum adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan Undang – Undang yang melandaskan perencanaan,
berupa:
a. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
19
b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
c. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah yang melandaskan perencanaan,
berupa:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom
b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan p
c. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan
Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II
d. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan
Jalan
e. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan
3. Berdasarkan Keputusan – keputusan para penguasa yang
melandasan perencanaan, berupa:
a. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003
tentang Penyelengaraan Angkutan Orang Di Jalan dengan
Kendaraan Umum
c. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor SK. 136/
AJ. 106/ DRJD/ 2003 tentang Penetapan Simpul Jaringan
Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A di Seluruh
Indonesia
d. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Departemen
20
II.8.2 Isu yang Berkenaan dengan Tipologi
a. Fungsionalitas
Terminal sebagai tempat pengendali operasi perjalanan bus,
mengatur penjadwalan dan pemberangkatan bus. Dalam fungsi
operasional ini berfungsi membentuk keteraturan lintasan setiap trayek
dan memberi kenyamanan pengguna jasa transportasi baik pelayanan
umum naik-turun penumpang/bongkar muat barang.
Sebagai simpul dari sistem jaringan angkutan jalan sehingga
memegang kunci dalam kelancaran alur transportasi; seperti diantaranya
menciptakan keterpaduan intra dan antarmoda secara lancar dan tertib.
Seperti hubungannya dengan stasiun kereta api, bandara, maupun moda
transpotasi yang lain.
Ditinjau dari aspek yang lain, terminal dapat menjadi cerminan
keadaan suatu kota, mampu berperan sebagai gerbang bagi para
pendatang dari berbagai daerah. Di sini terminal berperan sebagai sebuah
ikon pemberi kesan psikologis bagi pengunjung, meskipun menghasilkan
penilaian parsial yang relatif dan subjektif, namun cukup untuk
memberikan kebutuhan akan citra dan pemberi makna.
Fungsi lainnya adalah sebagai tempat yang tepat untuk kegiatan
usaha perdagangan dan rekreasi sebagai kegiatan penunjang. Sehingga
terminal dikenal sebagai pusat kegiatan masyarakat.
Di luar fungsi perangkutan, sejarah mencatat terminal menyandang
fungsi kewilayahan yakni sebagai pusat pengembangan wilayah. Terminal
bus adalah sebuah 'aset' ke suatu daerah karena dapat bertindak sebagai
katalis untuk ekonomi dan pembangunan sosial di daerah sekitarnya.
Menurut Abubakar (1996), dijelaskan bahwa fungsi terminal
penumpang dapat ditinjau dari 3 unsur utama, yaitu :
1. Fungsi Terminal bagi Penumpang
21
Bagi penumpang adalah kenyamanan menunggu, kenyamanan
perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda lain, tempat fasilitas
– fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.
2. Fungsi Terminal bagi Pemerintah
Bagi pemerintah, keberadaan terminal dari segi perencanaan dan
manajemen lalulintas adalah untuk menata lalu lintas dan angkutan serta
menghindari dari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan sebagai
pengendali kendaraan angkutan umum
3. Fungsi Terminal bagi Operator/ Pengusaha Angkutan
Salah satu kepentingan operator kendaraan terhadap terminal adalah
untuk pengaturan operasi bus/angkutan umum, penyediaan fasilitas
istirahat dan informasi bagi awak angkutan/bus, dan juga sebagai fasilitas
pangkalan.
II.9 Studi Banding
II.9.1 Terminal Bis Cicaheum - Bandung
Meskipun Terminal Cicaheum sebagai tempat transit penumpang
keluar kota, juga terdapat loket pembeli tiket sendiri dan penumpang
sendiri. Selain terdapat kendaraan bis, juga terdapat angkutan kota
(Angkot) yang berjalur Ciroyom, Ledeng, Gedebage, Cileunyi dan
beberapa lagi.
Terminal Bis Cicaheum terletak di Jl. Jenderal Abdul Haris
Nasution, Bandung. Terminal ini hanya memiliki dua sisi jalan berhadapan
yaitu Jl. Jenderal Abdul Haris Nasution dan Jl. Antanan. Yang merupakan
jalan terusan utama yang lebar adalah Jl. Jenderal Abdul Haris Nasution
dan berjalur Jl. Ujungberung.
Gerbang utama hanya memiliki bentang kira-kira 10m. Material
gapura untuk gerbang terbuat dari besi dan di rakit sedemikian rupa.
Dengan ketinggian sisi bawah dari permukaan tanah 4 meter dan
22
Gambar 2.4: Peta Terminal Bis Cicaheum
keseluruhan tinggi hingga ke ujung paling atas 7,8m. Gerbang masuk
memiliki tanda sapaan baik yang tertulis dengan “selamat datang ” dan
“selamat berpergian” maupun visual yang di berikan dari bentukkan
gerbang. Gerbang terminal dirancang dengan tipe sederhana.
23
24
Gambar 2.5: Gerbang Terminal Bis Cicaheum
Pembelian tiket diloket – loket dilakukan secara langsung sesuai
jurusan. Namun ruang pembelian tiket tidak memiliki kantilever beratap
yang cukup untuk antrian panjang.
25
Gambar 2.6: Loket Tiket
26
Ruang tunggu yang disediakan diletakkan pada tempat yang
beraktifitas jualan makanan.
Gambar 2.7: Tenants Gambar 2.8 : Jembatan Penyebrangan
Ruang parkir bis yang lebih rapi dibandingkan dengan Terminal
Malengkeri. Namun kekurangannya adalah parkir bis tidak berdasarkan
jalur keberangkatan. Tersusun rapi, tetapi tidak teratur dengan jalur
keberangkatan.
27
Gambar 2.9: Ruang parkir bis
Setiap jalur keberangkatan diberi gapura sebagai pembatas tapak
bahwa kendaraan telah keluar dari tempat parkir. Pada jalan raya Jenderal
28
Abdul Haris Nasution dan berjalur Jl. Ujung berung memiliki jembatan
penyebrangan.
29
Gambar 2.10: Ruang Tunggu
Meskipun memiliki beberapa toilet umum yang disediakan pada bangunan
tenan, juga di bangun gedung toilet terpisah yang dapat di jangkau.
30
Gambar 2.11: WC Umum
31
Gedung Toilet dipisah dari gedung – gedung tenan. Namun pada tenan
masih terdapat toilet kecil pada bentang yang cukup jauh.
II.9.2 Terminal Bis Purabaya - Surabaya
Pada pulau Jawa, yang dijadikan studi banding terletak pada
Purabaya di Surabaya yang masih termasuk Jawa bagian Timur. Letak
terminal ini pada pulau Jawa Timur di Jl. Letnan Jenderal S Parman,
Surabaya. Lokasi terminal yang memiliki banyak cabang jalan.
32
Gambar 2.12: Gerbang Terminal Purabaya Gambar 2.13: Peta Terminal Bis
Surabaya
Toilet umum diletakkan secara terpisah pada bangunan lain dengan
diletakkan pada beberapa sisi menyudut dari lahan terminal. Seperti pada
dibawah ini.
Gambar 2.14: toilet Gambar 2.15: kantin
Gambar dikanan atas menunjukan kios/kantin/bisnis area yang rapi
dan bersih. Loket Tiket terletak pada sisi terdepan dari kios – kios. Loket
keluar/masuk bis terpisah dengan rapi dengan pembatas yang kuat.
Dengan demikian keluar/masuk bis menjadi lebih teratur.
33
Gambar 2.16: Loket Tiket
34
Gambar 2.17: Pool Bus
35
II.9.3 Terminal Bis Kampung Rambutan – Jakarta Timur
Terminal ini terletak di sekitar kawasan Kampung Rambutan
dengan sempadan jalan tol Lingkaran Luar pada dua sisi lahan. Dengan
demikian akses bis keluar kota dapat dengan langsung bersisi dengan
jalan tol.
36
Gambar 2.18 : terminal rambutan
37
II.9.4 Terminal Bis Manggarai
Gambar 2.19 : terminal tipe A manggarai
II.9.5 Terminal Bis Tasikmalaya
38
Gambar 2.20 : terminal angkutan darat tipe A tasikmalaya
39
Gambar 2.21 : terminal Tasikmalaya
II.9.6 Terminal Bis Purwokerto
40
41
Gambar 2.21 : terminal tipe A purwokerto
II.9.7 Terminal Bis Indhiang
42
Gambar 2.23 : terminal indhiang
II.9.8 Victoria Coach Station Buckingham London
43
Gambar 2.24 : gaya bangunan art deco Wallis - Gilbert
44
Gambar 2.25 : operasional terminal melayani masyarakat
II.9.9 Port Authority Terminal New York and New Jersey
45
46
Gambar 2.26 : stasiun bus Amerika
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
III.1 Tinjauan Kota Makassar
III.1.1 Gambaran umum kawasan Mamminasata
Wilayah metropolitan Mamminasata meliputi Kota Makassar, Kabupaten
Maros, Gowa dan Takaar yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003. Wilayah Mamminasata mencakup
seluruh kecamatan di Kota Makassar dan Kabupaten Takalar, kecuali 2
dari 14 kecamatan di Maros dan 6 dari 16 kecamatan di Goea.
47
Pengecualian tersebut dilakukan mengingat jarak lokasi kecamatan yang
jauh dari wilayah metropolitan. Luas wilayah Mamminasata adalah 2.462,3
km2 (246.230 ha) dengan total jumlah penduduk sekitar 2,06 juta jiwa
(2003).
Tabel 3.1 : jarak antara Makasar dengan Maros
48
Tabel 3.2 : jarak antara Makasar dengan Takalar
49
Tabel 3.3 : jarak antara Makasar dengan Gowa
III.1.2 Jaringan Transportasi
Jaringan transportasi umum di Mamminasata terdiri atas transportasi
darat, laut dan udara. Transportasi darat merupakan sub-sektor utama
yang perlu ditingkatkan untuk pelayanan transportasi yang lebih baik di
Wilayah Aglomeraasi Mamminasata.
50
Gambar 3.1 : peta jaringan transportasi umum
51
Gambar 3.2 : peta rencana jaringan transportasi umum Mamminasata
Saat ini pelayanan transortasi umum di Mamminasata dijalankan oleh
damri atau bus besar, pete pete mini bus dengan 3 klasifikasi dalam area
pelayanan, taksi dan becak. Menurut data Statistik Perhubungn 2012,
komposisi kendaraan di Mamminasata didapatkan seperti terlihat pada
tabel berikut.
52
Tabel 3.4 : jumlah perusahaan bus antar provinsi menurut provinsi
53
Tabel 3.5 : jumlah bus antar provinsi menurut provinsi
54
Tabel 3.6 : jumlah perusahaan bus pariwisata antar provinsi menurut provinsi
55
`
Tabel 3.7 : jumlah bus pariwisata antar provinsi menurut provinsi
Berdasarkan data statristik perhubungan 2012, perkembangan terminal
penumpang angkutan darat di Mamminasata tampak seperti tabel 3.8
TERMINAL TAHUN
56
2008 2009 2010 2011 2012
TIPE A 1 1 1 2 2
TIPE B 10 2 2 4 4
TIPE C 0 2 2 14 14
Tabel 3.8 : jumlah terminal penumpang angkutan darat 2008-2012
III.2 TInjauan Lokasi Terminal Malengkeri
III.2.1 Batasan Wilayah
Batasan Wilayah Penelitian Wilayah penelitian difokuskan pada
lingkungan kerja .Terminal Malengkeri, sedangkan lingkungan sekitarnya
hanya sebatas memperhitungkan volume lalu lintas kendaraan pada ruas
jalan yang melalui terminal tersebut, yaitu Jalan Sultan Alauddin dan Jalan
Malengkeri.
Gambar 3.3 : lokasi terminal Malengkeri
57
III.2.2 Batasan Skala Pelayanan
− Tipe : terminal tipe B
− Luas lahan : 26.151 m2
− Melayani : angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), dan angkutan
kota serta angkutan non-trayek seperti becak, bentor (bacak motor)
dan taksi.
III.2.1 Evaluasi
Berdasarkan hasil pengamatan lannsung di lapangan terdapat
kekurangan pada fasilitas terminal Malengkeri yang seharusnya terpenuhi
sebagai terminal tipe B. Sehingga dibutuhkan pengembangan untuk
memenuhi fasilitas tersebut, yakni ;
1. Kantor
2. Menara pengawas
3. Ruang parkir AKDP
4. Ruang parkir ANGKOT
5. Ruang tunggu penumpang
6. Kios
7. Telepon umum
8. Mushollah
9. Toilet umum
10. Parkir cadangan
11. Bengkel
12. Fasilitas kedatangan/keberangkatan
13. Peron
14. Ruang informasi
15. Loket
58
16. Klinik
17. Tempat istirahat kru/angkutan
18. Pompa bensin
Gambar 3.4 : situasi terminal yang tidak teratur
59
60
Gambar 3.5 : fasilitas kantin terminal
Gambar 3.6 : penumpang menunggu tidak pada tempatnya
61
62
Gambar 3.7 : kondisi jalan yang tidak terawat
63
64
Gambar 3.8 : kantor dinas perhibungan Makassar
Gambar 3.9 : pelataran parkir kendaraan tidak teratur
65
Berdasarkan penelitian UGM tahun 20013 dalam Evaluasi dan
Pengembangan Terminal Penumpang Tipe B mengemukakan studi kasus
Terminal Malengkeri secara keseluruhan demand terminal cukup besar
dengan total kendaraan ± 3.516/hari dengan perbandingan presentase
29% jenis kendaraan umum dan 71% kendaraan pribadi. Bila ditinjau dari
aspek penumpang, total penumpang untuk kedatangan ± 1.390/hari dan
keberangkatan ± 914/hari.
Untuk luas total Terminal Malengkeri saat ini sebesar 26.151 m2 dan
hasil analisis untuk luas total terminal ke depannya ± 7,8 ha. Ini
menandakan ada keharusan untuk pengembangan lokasi, yang mana
bisa didapatkan dengan pembebasan lahan di sekitar terminal sehingga
kebutuhan fasilitas dapat terwadahi dan sesuai dengan peruntukan
terminal ke depannya.
III.3 Kondisi dan Peluang Serta Ancaman Dalam Redesain Terminal
III.3.1 Strength
1. Lokasi diperkirakan layak hingga 10-15 tahun ke depan
2. Posisi di pinggir kota sangat tepat untuk perkembangan ke luar, untuk
3. pengembangan kawasan
4. Kemampuan SDM dan teknologi yang meningkat
5. Tuntutan untuk mengembangkan sistem transportasi massa berikut
sarana dan prasarananya
III.3.2 Weakness
1. Besarnya sektor informal
2. Kurangnya ketertiban dan kenyamanan
3. Lalu lintas terminal kurang efisien dan terpadu
4. Kondisi terminal pada umumnya kurang tertata
66
III.3.3 Oppurtunities
1. Program pembangunan pemerintahan, diantaranya adalah perbaikan
sistem transportasi kota dan kawasan mamminasata
2. Kebutuhan terhadap sistem transportasi terpadu
3. Harapan masyarakat terhadap perbaikan sistem transportasi
4. Peningkatan infrastruktur kota
III.3.4 Thread
1. Jaringan transportasi kurang terpadu
2. Arus perpindahan orang dan barang yang tinggi sementara
perkembangan transportasi massa kurang mendukung
3. Peningkatan jumlah kendaraan pribadi
4. Kepadatan penduduk
5. Tingginya tingkat urbanisasi
III.4 Manajemen Ruang
III.4.1 Analisis Program Ruang Terminal dari Studi Literatur
Berdasarkan buku Transport Terminals and Modal Interchanges,
Planning and Design, kebutuhan ruang untuk terminal penumpang adalah
sebagai berikut:
a. Fasilitas untuk kendaraan
Banyaknya bay yang akan disatukan (istilah 'bay' digunakan
dalam terminal sebagai ganti istilah 'pemberhentian bus'), ditentukan oleh
banyaknya bus yang akan diberangkatkan dari terminal, sesuai dengan
jadwal yang ada, dapat digunakan satu bay untuk berbagai rute
[jasa;layanan]. Kendaraan yang akan melakukan manuver lebih memilih
untuk mendekati bay. Ada tiga jenis manuver, yakni 'shunting/pelangsiran’,
'drive-through/melintas' dan 'sawtooth/gigi gergaji’, Pilihan jenis manuver
67
yang digunakan akan dipengaruhi oleh ukuran dan proporsi dari lokasi
yang tersedia.
Gambar 3.10 : pola parkir bus dengan kemiringan 45o dan tegak lurus
Gambar 3.11 : pola platform tegak lurus dan memanjang
68
Gambar 3.12 : pola platform posisi miring
Gambar 3.13 : area kedatangan
69
Gambar 3.14 : area keberangkatan
Gambar 3.15 : parkir area kedatangan dan keberangkatan
70
Gambar 3.16 : perputaran bis 1800 dan 900
71
Gambar 3.17 : perputaran bis 1800 dan 900
Disini kendaraan/bus hanya mengambil penumpang hingga
waktu yang telah ditentukan untuk selanjutnya berangkat menuju tujuan.
Sedangkan tempat untuk mengumpulkan penumpang diadakan di tempat
lain dari terminal. Tata ruang untuk ini harus didasarkan pada kebutuhan
untuk memarkir, tetapi lebih disukai tipe manuver yang tidak mengurung
kendaraan sedemikian rupa sehingga ketika untuk bergerak tidak
berhadapan dengan pergerakan bus lain. Dalam beberapa kasus, berbagi
waktu dan berbagi tempat dalam penggunaan bay lebih efisien dan efektif.
Fasilitas untuk pemeliharaan bus. Pemeriksaan rutin,
perbaikan, dan pencucian bus adalah suatu bagian integral dari tanggung
jawab pemilik armada/kendaraan. Suatu terminal akan lebih baik
menyediakan fasilitas untuk pemeliharaan bus, selain mendapatkan
pemasukan juga mempermudah pemilik kendaraan untuk mengawasi
kendaraan dan pada akhirnya mempercepat penyediaan armada yang
dibutuhkan penumpang (tidak perlu keluar terminal untuk dapat
memperbaiki kendaraan). Masalahnya adalah penyediaan infrastruktur
72
untuk pemeliharaan harus terintegrasi dengan fasilitas infrastruktur untuk
publik/penumpang
b. Fasilitas untuk penumpang
Fasilitas yang disediakan untuk para penumpang tergantung
jumlah penumpang yang menggunakan fasilitas tersebut. Fasilitas yang
disediakan disesuaikan dengan kebutuhan penumpang yang melakukan
perjalanan, pergantian moda transportasi, dan mengantar penumpang.
Sebagai contoh, kamar kecil publik, ruang tunggu fasilitas yang nyaman,
ruang informasi, ruang kontrol, kiosk-kiosk, tempat penitipan barang, dll
c. Fasilitas untuk karyawan
Fasilitas untuk staff selain kantor perlu disediakan terutama
yang berkaitan dengan kenyamanan kerja mereka. Seperti contohnya:
bank, kantin, kamar kecil privat, locker karyawan, klinik, dll.
III.4.3 Pola Hubungan Ruang
Pola hubungan ruang berdasarkan aktivitas pengguna terminal
1. Keberangkatan penumpang
73
2. Kedatangan penumpang
74
3. Sopir dan staff pekerja
75
76