1. Judul Penelitian
Analisis Produktivitas Unit Peremuk Batubara (Coal Crushing Plant) Untuk Pencapaian
Target Produksi di PT. X
2. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya permintaan batubara oleh para konsumen yang
merupakan tantangan terhadap perusahaan pertambangan batubara untuk memenuhi
permintaan dengan melakukan usaha pencapaian target batubara yang dihasilkan
dengan memperhatikan berbagai hal. Salah satunya adalah unit coal crushing plant atau
unit peremuk batubara yang bertugas untuk mengolah batubara.
Pada kegiatan penambangan, keberadaan unit peremuk sangat dibutuhkan untuk
menunjang keberhasilan operasi penambangan. Walaupun demikian dalam
penggunaannya perlu dilakukan perencanaan secara tepat agar kemampuan unit
peremuk dapat digunakan secara optimal serta mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi.
Unit peremuk adalah tahapan mekanik pertama dalam proses kominusi. Proses
peremukan harus dilakukan dengan perencanaan secara tepat. Hal ini yang menjadi
salah satu dasar untuk dilakukannya analisis terhadap unit peremuk. Analisis tersebut
meliputi tingkat kesediaan dan penggunaan alat, efektifitas alat, efisiensi alat serta
produktifitas alat peremuk batubara.
Dalam mencapai target produksi permasalahan yang dihadapi adalah adanya penundaan
waktu baik yang dapat dihindari maupun tidak. Contoh seperti alat pengolahan batubara
yang sedang breakdown, hopper penuh, sedang hujan, dan atau alat pengolahan
batubara sedang maintenance. Terhadap keadaan ini tentunya diperlukan optimalisasi
untuk mendapatkan waktu kerja yang produktif yang diinginkan.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui produktivitas crushing plant
2. Mengetahui faktor-faktor hambatan produksi crushing plant
1
3. Mengetahui kemampuan produktivitas optimum crushing plant
4. Mengoptimalkan waktu kerja produktif.
4. Perumusan Masalah
Masalah yang diamati antara lain :
a. Mengetahui produktivitas crushing plant batubara PT. X
b. Menganalisis faktor-faktor yang menghambat produksi crushing plant
c. Mengetahui apakah kegiatan yang berlangsung dapat memenuhi target produksi yang
telah ditetapkan
d. Optimalisasi waktu kerja produktif dengan mengurangi penundaan waktu yang dapat
dihindari.
5. Ruang Lingkup / Batasan Masalah
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada masalah:
a. Evaluasi produktivitas crusher
b. Menghitung produksi crusher
c. Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu hambatan pada proses peremukan
batubara
6. Tinjauan Pustaka
6.1 Kegiatan Pengolahan Batubara
6.1.1 Tujuan Proses Pengolahan
Dikaitannya dengan rencana pemasaran dan operasi penambangan batubara, maka
pengadaan proses pengolahan batubara (Coal Processing Plant/CCP) bertujuan untuk
mengolah batubara menjadi produk batubara (product area) yang sesuai dengan
permintaan pasar. Dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kualitas atau
2
mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan
pasar, maka proses pengolahan batubara, meliputi ruang lingkup proses sebagai berikut:
a. Melakukan reduksi ukuran (size reduction) melalui penggerusan (crushing)
b. Melakukan pemisahan (clasification) melalui pengayakan (screening)
c. Melakukan pencampuran (blending) batubara
d. Melakukan penimbunan/penumpukan batubara (stockpilling)
e. Melakukan penanganan limbah air (water pollution treatment).
6.1.2 Desain Pengolahan Batubara
Dalam upaya mengolah batubara menjadi produk akhir yang diminati konsumen perlu
rancangan pengolahan yang komprehensif agar pelayanannya memuaskan. Rancang
bangun unit pengolahan didasarkan pada faktor-faktor antara lain: target atau
permintaan pasar rata-rata, kualitas batubara dari tambang (raw coal), spesifikasi
produk akhir yang diminta, ketersediaan lahan untuk area pengolahan termasuk tempat
penimbunan (stockpile) dan ketersediaan air disekitar area pengolahan. Semua faktor
tersebut diatas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin
pengolahan yang dibutuhkan serta flowsheet pengolahan yang sesuai dengan
memperhatikan unsur keselamatan kerja.
6.2 Unit Pengolahan Batubara (Coal Processing Plant)
Prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara mulai dari
penimbunan raw coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir. Unit
peremukan (crushing plant) merupakan rangkaian peralatan mekanis yang digunakan
untuk mereduksi ukuran batubara hasil penambangan. Pengolahan yang dilakukan pada
saat ini hanya dilakukan pengecilan ukuran (peremukan). Batubara dari pit atau yang
berada di ROM stockpile diloading dengan wheel loader, kemudian dimasukkan ke
hopper untuk selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses peremukan untuk mereduksi
ukuran batubara. Outlet crusher selanjutnya melalui belt conveyor akan dibawa ke mine
stockyard.
3
6.3 Penimbunan Batubara
6.3.1 Run Of Mine (ROM) Stockpile
Run of mine stockpile adalah tempat penumpukan sementara batubara hasil dari
penambangan yang berada dekat dengan lokasi hooper, jika pada saat unit pengolahan
sedang memproses suatu produk batubara dengan kualitas tertentu maka batubara yang
tidak sama kualitasnya untuk sementara di tumpuk di ROM stockpile. Atau jika terjadi
kerusakan pada unit pengolahan sehingga unit pengolahan tidak dapat bekerja. Dan
selain itu proses pengangkutan batubara dari ROM stockpile sangat mempengaruhi
kelancaran supplay batubara menuju ke hooper, apalagi jika ada masalah pada
pengangkutan batubara dari pit.
6.3.2 Stockpile
Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses, sebagai
persediaan yang baik, strategis dan meminimmalkan gangguan yang bersifat jangka
pendek atau jangka panjang. Selain itu juga berfungsi tempat pencampuran dan
pembagian menurut jenis batubara agar sesuai dengan permintaan yang disyaratkan.
Disamping tujuan tersebut, stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara agar
homogenasi sesuai dengan kebutuhan. Homogenasi bertujuan untuk menyiapkan produk
dari satu tipe material dimana fluktuasi dalam kualitas batubara dan distribusi ukuran
disamakan. Dalam proses homogenisasi ada dua tipe yaitu blending dan mixing.
6.4 Stockpile Management
Stockpile management adalah suatu proses pengaturan atau prosedur yang terdiri dari
pengaturan kuantitas, pengaturan kualitas dan prosedur penumpukan batubara di
stockpile. Stockpile management merupakan suatu upaya agar batubara yang diproduksi
dapat dikontrol, baik kuantitasnya maupun kualitasnya. Selain itu stockpile management
juga dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang mungkin muncul dari proses
handling atau penanganan batubara di stockpile. Seperti misalnya terjadi penyusutan
4
kuantitas batubara baik yang diakibatkan oleh erosi pada musim hujan, debu pada saat
musim kering, atau terbuang yang disebabkan oleh terbakarnya batubara di stockpile.
Kegiatan stockpile management meliputi :
6.4.1 Pengaturan Penimbunan Batubara
Merupakan pengaturan bagaimana cara menyimpan (menimbun) batubara di stockpile
yang aman, baik bagi kualitas batubaranya maupun aman dari kontaminasi. Dalam
mengatur penimbunan batubara di stockpile, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
desain stockpile, metode penimbunan dan pembongkaran, serta sistem penimbunan.
6.5.3.1 Desain Stockpile
Pada umumnya stockpile batubara berbentuk kerucut dan limas terpancung. Bentuk
kerucut biasanya terbentuk dari curahan belt conveyor, dan hanya digunakan sementara
pada stockpile. Ditinjau dari panjang bidang miring dan sudut yang dibentuk, limas
terpancung dianggap lebih efisien untuk menyimpan batubara dalam waktu lama.
Desain dari suatu stockpile ditentukan oleh beberapa hal berikut ini :
1. Kapasitas penyimpanan batubara
Kapasitas penyimpanan batubara di stockpile menentukan desain suatu stockpile.
Stockpile yang berkapasitas kecil dengan kapasitas besar mungkin berbeda
khususnya dalam penyiapan lahan dan preparasi lahan tersebut. Pada stockpile
dengan kapasitas yang besar, dasar stockpile harus benar-benar kuat dan kokoh
menahan beban yang besar. Kalau tidak, base stockpile tersebut akan turun di
bagian tengah, dan juga akan ikut menurunkan batubara yang ada di atasnya. Dalam
kondisi seperti itu akan terjadi kehilangan batubara di stockpile.
2. Banyaknya jenis product yang akan dipisahkan pada stockpile
Banyaknya jumlah product yang akan dipisahkan menentukan luasan stockpile
yang diperlukan. Semakin banyak jumlah product yang dipisahkan semakin besar
areal yang diperlukan.
5
3. Fasilitas dan sistem penumpukan dan pemuatan
Alat yang digunakan dalam sistem penumpukan dan pemuatan batubara di stockpile
juga mempengaruhi desain atau area stockpile yang digunakan. Penggunaan
stacker-reclaimer dalam sistem penumpukan dan pemuatan, membuat desain dan
sistem penumpukan memanjang. Stacker-reclaimer juga mempermudah dalam
pemisahan batubara yang memiliki kualitas yang berbeda dan sekaligus juga
mempermudah dalam blending batubara-batubara tersebut.
6.5.3.2 Metode Penimbunan dan Pembongkaran Batubara
Metode penimbunan yang biasa digunakan pada stockpile batubara yaitu :
1. Cone
Batubara secara berkesinambungan ditumpuk pada satu titik. Metode ini sangat
tidak efisien untuk blending batubara dan dapat menimbulkan segregasi yang
tinggi.
2. Strata
Batubara yang ditumpukan membentuk lapisan horizontal, sehingga dengan metode
ini blending dapat dilakukan dengan cukup baik dan batubara dapat tercampur
dengan merata. Metode ini terdiri dari :
a. Chevron, sistem yang paling simple dimana hanya diperlukan satu titik tengah
pada stockpile
b. Windrow, sistem ini menggunakan pola baris segitiga dan bentuk belah ketupat
c. Chevron-Windrow, sistem ini adalah gabungan dari kedua jenis diatas dan akan
menghasilkan segregasi ukuran butir yang sangat minimum, tapi jenis alat yang
digunakan sangat mahal.
6
Gambar 6.1 Metode Penimbunan pada Batubara
Sedangkan dalam pembongkaran timbunan terdapat beberapa macam metode, yaitu :
1. FIFO (First in, first out), dimana batubara yang terlebih dahulu ditimbun akan
dibongkar terlebih dahulu
2. LIFO (Last in, first out), dimana batubara yang terakhir ditimbun akan dibongkar
terlebih dahulu
3. SIRO (Service in random order), dimana batubara yang ditimbun akan dibongkar
dengan urutan yang tidak tentu atau secara acak.
Metode pembongkaran timbunan batubara yang baik adalah mengikuti metode FIFO.
Apabila metode pembongkaran mengikuti metode FIFO, maka akan didapatkan waktu
penimbunan yang minimal. Sehingga degradasi ukuran serta waktu yang tersedia unutk
reaksi pembentukan air asam dan swabakar selama di timbunan akan semakin sedikit.
6.4.2 Kontrol Terhadap Penyimpanan Batubara Produk
Berdasarkan kenyataan bahwa batubara adalah suatu kumpulan dari mineral yang
beragam, maka untuk mendapatkan kualitas batubara dan kualitas produk hasil yang
baik, perlu dilakukan kegitan control ataupun monitoring secara berkala. Selain itu yang
menjadi pertimbangan yaitu bila waktu penyimpanan menjadi terlalu lama, maka
7
COAL
Cone Chevron
Chevron-WindrowWindrow
kondisi batubara akan menurun. Karena itu, perlu dicari titik temu antara tuntutan
pembeli dengan kondisi batubara hasil produksi. Kegiatan tersebut meliputi :
1. Monitoring quantity (inventory) dan movement batubara di stockpile, meliputi
recording batubara yang masuk (coal in) dan recording batubara yang keluar (coal
out) di stockpile, termasuk recording batu bara yang tersisa (remnant of coal)
2. Menghindari batubara terlalu lama di stockpile, dapat dilakukan dengan penerapan
aturan FIFO (first in fist out)
3. Mengusahakan pergerakan batu bara sekecil mungkin di stockpile, termasuk
diantaranya mengatur posisi stock dekat dengan reclaimer, monitoring effectivity
dozing di stockpile dengan maksud mengurangi degradasi batu bara
4. Monitoring quality batubara yang masuk dan yang keluar dari stockpile, termasuk
diantara control temperatur untuk mengantisipasi spontaneous combustion
5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi, meliputi :
Pelaksanaan housekeeping, tidak diperkenankan membuang sampah
sembarangan di area stockpile
Inspeksi langsung adanya kotoran yang terdapat di stockpile. Menentukan
sumber kontaminasi dan kemudian melaporkan kepada pihak yang
berkompeten untuk tindakan preventive.
6. Perhatian terhadap faktor lingkungan yang bisa ditimbulkan, dalam ini mencakup
usaha :
Pengontrolan debu, penerapan dan pengawasan penggunaan spraying & dust
supressant
Adanya tempat penampungan khusus (fine coal trap) untuk buangan / limbah
air dari drainage stockpile
Penanganan waste coal (remnant & spillage coal).
7. Tidak dianjurkan menggunakan area stockpile untuk parkir dozer, baik untuk
keperluan maintenance dozer atau overshift operator. Kecuali dalam keadaan
emergency dan setelah itu harus diadakan housekeeping secara teliti
8. Menanggulangi batubara terbakar di stockpile. Dalam hal ini penanganan yang
diajurkan adalah sebagai berikut :
Melakukan spreading / penyebaran untuk mendinginkan batubara
Bila kondisi cukup parah, maka bagian batubara yang terbakar dapat dibuang
8
Memadatkan (kompaksi) batubara yang mengalami self heating atau
spontaneous combustion
Tidak diperbolehkan menggunakan air dalam memadamkan batubara yang
mengalami spontaneous combustion
Batubara yang mengalami spontaneous combustion tidak diperboleh langsung
diangkut ke tongkang sebelum dilakukan pendinginan terlebih dahulu
Untuk penyetokan yang relatif lama bagian atas stockpile harus dipadatkan
(kompaksi), guna mengurai resapan udara dan air ke dalam stockpile.
9. Sebaiknya tidak membentuk stockpile dengan bagian atas yang cekung, hal ini
untuk menghindari swamp di atas stockpile.
10. Mengusahakan kontur permukaan basement berbetuk cembung atau minimal datar,
hal ini berkaitan dengan kelancaran sistem drainage.
6.5 Unit Peremukan (Crushing Plant)
Unit peremukan (crushing plant) merupakan rangkaian peralatan mekanis yang
digunakan untuk mereduksi ukuran hasil penambangan. Pengolahan batubara hasil
penambangan perlu dilakukan terutama untuk memenuhi atau menyesuaikan dengan
permintaan konsumen akan kualitas dan ukuran butiran. Secara umum peralatan yang
digunakan didalam proses pengolahan ialah semua peralatan yang dipakai dan
diperlukan didalam siklus kegiatan pengolahan bahan galian. Adapun peralatan yang
dipakai pada siklus pengolahan bahan galian antara lain terdiri dari :
6.5.1 Hopper
Hopper adalah alat untuk menampung batubara dari ROM stock untuk diperoses lebih
lanjut. hopper terdiri dari satu unit yang dilengkapi dengan grizzly yang terbuat dari
baja seperti anyaman dengan ukuran lubang tertentu untuk mensortasi ukuran batubara
yang akan masuk ke crusher menunju ke feeder breaker.
6.5.2 Grizzly
9
Merupakan susunan batang-batang baja yang membentuk ukuran lubang bukaan
tertentu. Grizzly berfungsi untuk menahan ukuran bongkah batubara tertentu yang
diijinkan lolos ke dalam hopper. Anyaman besi siku disusun bersilangan saling sejajar
pada jarak yang ditentukan dan ditempatkan di lubang masuk hopper.
6.5.3 Crusher
Proses pereduksian ukuran butir ini disebut kominusi. Pereduksian ukuran terdiri dari
primary crushing dan secondary crushing.
6.5.3.1 Primary crushing
Merupakan tahap penghancuran tahap pertama dengan umpan yang digunakan biasanya
berasal dari hasil penambangan dengan ukuran berkisar 300 mm. Alat-alat yang
digunakan pada tahap ini adalah jaw crusher dan gyratory crusher.
1. Jaw crusher
Jaw crusher terdiri dari 2 plate yang berhadap – hadapan membentuk sudut yang
kecil ke arah bawah, yang dapat membuka dan menutup seperti rahang binatang
(jaw). Salah satu jaw diam tertahan pada crusher frame (kerangka jaw crusher)
disebut fixed jaw, sedang yang satu lagi ditahan pada sumbunya dan dapat bergerak
sedikit mendekat dan menjauh dari fixed jaw, disebut swing jaw, batuan – batuan
(feed) yang masuk diantara kedua jaw mendekat dan dilepaskan pada saat jaw
menjauh.
Gaya pemecah atau penghancur dari jaw crusher adalah sebagai hasil tekanan
terhadap batuan oleh swing jaw kepada fixed jaw. Batuan yang dijepit diantara fixed
jaw dan swing jaw mendapat gaya tekan dan gaya pukulan (compression and
impact) dari kedua jaw yang mendekat. Kedua gaya tersebut dapat memecahkan
batuan kalau melebihi batas elastisitas dari batuan yang mendapatkan tekanan
dengan keras.
10
Gambar 6.2 Jaw Crusher
2. Gyratory crusher
Gyratory crusher dipakai untuk memecah batuan berbentuk bongkah besar maupun
kecil, yaitu sebagai primary crushing dan secondary crushing, mempunyai
kapasitas lebih besar dibanding jaw crusher.
Gyratory crusher terdiri dari 2 cronical shells (dinding berbentuk kerucut
terpancung) yang berdiri vertikal, dinding luar (outer shell) yang diam tidak dapat
bergerak dengan puncak kerucut sebelah bawah, sedang dinding dalam (inner shell)
dengan puncaknya sebelah atas dapat dibuat berkisar sambil berputar pada asnya.
Dinding dalam dan dinding luar (shells) dibuat dari besi atau baja cor dan dilapisi
besi alloy yang dapat diganti – ganti (mantle).
Permukaan yang berhadapan dari 2 shells yang dipasang terbalik satu sama lain
merupakan crushing surface dari gyratory crusher, dimana terjadi penghancuran,
pada gyratory crushing action (penghancuran) berjalan terus menerus selama inner
shell (dinding dalam) berkisar dan berputar pada as nya, sedang pada jaw crusher
action hanya terjadi pada saat swing jaw mendekat pada fixed jaw. Alat gyratory
crusher dikembangkan terus sampai sekarang sehingga dengan tenaga yang lebih
kecil diperoleh kapasitas yang lebih besar dibanding jaw crusher.
11
Gambar 6.3 Gyratory Crusher
6.5.3.2 Secondary Crushing
Merupakan tahapan peremukan yang kedua kelanjutan dari primary crushing,
secondary crusher mempunyai beban yang lebih ringan dari primary crusher yang
termasuk heavy duty machine. Produk dari primary crushing merupakan umpan (feed)
dari secondary crusher dengan ukuran diameter biasanya kurang dari 150 mm. Benda-
benda yang membahayakan crusher seperti logam, kayu, lempeng dan butiran sangat
halus (slimes) telah lebih dahulu dikeluarkan. Secondary crusher di operasikan dalam
keadaan kering, tujuannya untuk memeperkecil (mereduksi) ukuran batuan sehingga
sesuai untuk dijadikan umpan (feed) bagi tertiary crushing. Secondary crushing dapat
dilakukan dengan menggunakan alat :
1. Jaw crusher
Dengan ukuran kecil (peremuk kasar) gaya yang bekerja adalah sistem tekan.
2. Gyratory crusher
Ukuran kecil (peremuk kasar) gaya yang bekerja adalah sistem tekan /geser.
3. Hammer mill (peremuk sangat halus)
Gaya yang bekerja adalah sistem tumbuk/gesek/geser.
12
Gambar 6.4 Hammer Mill
4. Roll crusher (peremuk sedang /halus)
Gaya yang bekerja adalah sistem tekan /geser/ gesek roller crusher merupakan alat
yang terdiri dari tiga buah silinder baja dan masing-masing dihubungkan pada as
(poros) sendiri-sendiri. Silinder ini hanya satu saja yang berputar dan lainnya diam
tapi karena adanya material yang masuk dan pengaruh silinder lainnya maka
silinder ini ikut berputar pula. Putaran masing-masing silinder tersebut berlawanan
arahnya sehingga material yang berada di atas roll akan terjepit dan hancur. Roller
biasanya digunakan untuk batuan keras dan lunak seperti sand stone, shale,
lempung, dan material lengket sampai setengah keras termasuk batubara.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produksi crusher adalah
sebagai berikut :
a. Sifat fisik material yang akan direduksi, sifat fisik ini meliputi kekerasan, berat
jenis, dan kandungan air.
b. Impirities yaitu ada tidaknya pengotor yang terdapat pada batubara.
c. Kondisi roll crusher.
d. Kemampuan feeding batubara baik dari tambang maupun ROM stockpile ke
hopper.
13
Gambar 6.5 Roll Crusher
Produktivitas crusher dibedakan menjadi dua macam yaitu produktivitas desain dan
produktivitas nyata. produktivitas desain merupakan kemampuan produksi yang
seharusnya dicapai oleh alat tersebut dan dapat diketahui spesifikasi alat yang
dibuat oleh pabrik, sedangkan produktivitas nyata merupakan kemampuan produksi
alat peremuk sesungguhnya yang didasarkan pada sistem produksi yang diterapkan.
Alat peremuk batubara masih digunakan dalam beberapa penggilingan, walaupun
crusher telah digantikan menjadi banyak instalasi oleh roll crusher.
6.5.4 Sistem Conveyor
Conveyor adalah salah satu jenis alat pengangkut yang berfungsi untuk mengangkut
bahan-bahan industri yang berbentuk padat. Pemilihan alat transportasi (conveying
equipment) material padatan antara lain tergantung pada :
1. Kapasitas material yang ditangani
2. Jarak pemindahan material
3. Arah pengangkutan, yaitu horizontal, vertikal dan inklinasi
4. Ukuran (size), bentuk (shape), dan sifat dari material (properties)
Secara umum conveyor diklasifikaikan sebagai berikut :
1. Belt conveyor
2. Chain conveyor, terdiri dari berbagai tipe yaitu :
a. Scraper conveyor
b. Appron conveyor
c. Bucket conveyor
3. Screw conveyor
14
4. Pneumatic conveyor
Keuntungan dalam menggunakan conveyor adalah :
1. Menurunkan biaya dan waktu dalam memindahkan material
2. Meningkatkan efisiensi pemindahan material
3. Menghemat ruang
4. Meningkatkan kondisi lingkungan kerja
Komponen-komponen utama belt conveyor dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 6.6 Komponen-Komponen Sistem Conveyor
1. Counterweight / Belt Scale
Belt scale ini antara lain adalah untuk menunjukkan kecepatan belt, kapasitas
conveyor (ton/jam) dan jumlah total batubara yang lewat ke conveyor.
2. Jenis-jenis pulley yaitu sebagai berikut :
a. Drive pulley
Pulley yang dipasang sistem penggerak untuk menggerakkan seluruh sistem
conveyor.
b. Tail pulley
Pulley yang terletak bagian belakang conveyor. Untuk beberapa kasus
berfungsi sebagai pulley penggerak atau pengencang pulley (take-up)
c. Snub pulley
15
Pulley yang berfungsi untuk memperluas bidang kontak antara belt dengan
drive pulley.
d. Bend pulley
Pulley yang digunakan untuk mengubah arah belt.
e. Take-up Pulley
Pulley yang memiliki sistem pengencang belt. Fungsi dari take-up pulley yaitu ;
Untuk menjaga tension belt pada saat loading.
Untuk mencegah belt kendor.
Untuk kompensasi perubahan panjang belt.
Untuk mencegah belt slippage.
Untuk kemudahan repair.
Jenis take-up pulley ada bermacam-macam, yaitu :
1) Screw take-up
2) Counterweight (gravity) take-up, yang inipun ada dua macam, yaitu:
a) Vertical gravity take-up
b) Horizontal (carriage) gravity take-up
16
Gambar 6.7 Jenis-jenis Pemberat (take-up)
3. Feeder (pengumpan)
Adalah alat untuk pemuatan material ke atas belt dengan kecepatan yang teratur.
Dari pengumpanan dapat langsung ke belt atau melalui corongan untuk mengurangi
benturan pada waktu material jatuh ke atas belt.
Macam-macam pengumpanan yang pernah digunakan yaitu :
a. Apron feeder
b. Reciprocating feeder
c. Rotary vane feeder
d. Rotary plow feeder
17
Gambar 6.8 Beberapa Tipe Pengumpan (feeder)
4. Idler
Berguna untuk menahan atau menyangga belt. Menurut letak dan fungsinya, maka
idler dibagi menjadi :
a. Impact roller
Roll penunjang daerah bermuatan material, biasanya roller ini diselimuti
dengan rubber untuk mengurangi impact langsung dengan roller.
Gambar 6.9 Impact Roller
b. Carrier roller
Roll penunjang belt yang bermuatan material. Ada dua macam, yaitu :
1) Throughting idler, untuk belt yang melengkung.
2) Flat idler, untuk belt yang datar.
18
Gambar 6.10 Carrier Roller (throughting idler)
c. Return roller
Roll penunjang belt yang tidak bermuatan material.
Gambar 6.11 Return Roller
d. Return training idle
Roll untuk membantu kelurusan belt dengan alat bantu pelurus (guide roller).
19
Gambar 6.12 Return Training Idle
5. Belt
Belt adalah permukaan yang bergerak dan digunakan untuk menyangga material
yang akan diangkut di atasnya dan berfungsi sebagai pengangkut material yang
telah direduksi sebelumnya. Permukaan atas dan bawah belt dilapisi karet untuk
melindungi tulangan terhadap keausan dan kerusakan akibat benturan material
ketika dimuati.
Kontruksi belt, yaitu sebagai berikut :
a. Top cover, memproteksi carcass terhadap kondisi operasi
b. Skim coat, compound sebagai adhesive antar ply
c. Carcass, penguat/kekuatan belt
d. Bottom cover, memproteksi terhadap abrasi dan gesekan dari pulley dan roller
20
Top Cover
Skim coat
Carcass
Gambar 6.13 Conveyor Belt Construction
6. Skirt board
Skirts adalah semacam sekat yang dipasang dikiri kanan belt pada tempat pemuatan
(loading point) yang terbuat dari logam atau kayu dan dapat dipasang tegak atau
miring yang dipergunakan untuk mencegah terjadinya ceceran (spills) pada saat
curah dan membentuk curahan keposisi tengah ban berjalan.
21
Gambar 6.14 Skirt board
7. Belt scraper
Kriteria pemilihan belt scraper :
Nilai abrasion loss
Kekerasan yang tidak terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu kaku
Tensile strength dan parameternya
Bentuk blade
8. Belt cleaner
a. Primary belt cleaner
Sisa material/carry-back/spillage yang tidak terkendali akan mengakibatkan :
Lingkungan kerja penuh dengan tumpahan material dari sisi balik
Spillage menyebabkan penumpukan material pada roller dan pulley
sehingga diameter komponen tidak sama dan mengakibatkan belt berjalan
tidak lurus
Spillage mengeras pada komponen yang bergesekan dengan belt dan akan
menyebabkan keausan yang tidak wajar dan memperpendek usia belt
Kerusakan pada komponen lainnya.
22
Gambar 6.15 Primary Belt Cleaner
b. Secondary cleaner
Sebagai pembersih belt.
23
Gambar 6.16 Secondary Belt Cleaner
9. Drive unit
Motor yang digunakan sebagai sumber penggerak, umumnya dipakai electric motor
atau diesel. Besar kecilnya daya mesin tergantung pada :
a. Beban material yang akan diangakut di atas belt.
b. Kecepatan belt.
c. Lebar dan macam belt.
d. Diameter roda drive pulley dan roda tail pulley.
e. Luas bidang kontak antara drive pulley dengan belt.
10. Kerangka (frame)
24
Kerja lancar Mengisi BBM Diminta Waktu Waktu Ganti bit standby perbaikan perbaikan Peledakan Tak ada tunggu suku suku cadang Mengatur alat operator cadang Lain-lain.
berat Makan, Lain-lain. Tunggu alat istirahat, dan
muat rapat Tunggu truk Hujan lebat, Pengawasan kabut
rutin Lain-lain Semprot lubang
bor Pelumasan Manuver alat Pengecekan
awal sebelumjalan
Membersihkanscreen
Batu macet dicrusher, corong , dll.
Idler lepas Lain-lain.
Perbaikan Mendadak
(Unschedule Maintenance );
UM
Perbaikan Terjadwal (Schedule
Maintenance ); SM
Terjadwal (Scheduled ); STersedia (Available ); A Perawatan (Maintenance ); M
Jalan (Operation ); O
Kerja (Working ); W
Tertunda (Delayed ); D
Terhenti (Idle ); I
Konstruksi baja yang menyangga belt conveyor dan harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga jalannya belt yang berada di atasnya tidak terganggu. Hal ini sangat
tergantung kepada medan operasinya, yaitu apakah mendatar, miring atau
kombinasi keduanya.
6.6 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan elemen produksi yang harus diperhitungan di dalam upaya
mendapatkan harga produksi alat per satuan waktu yang akurat. Sebagaian besar harga
efisiensi kerja diarahkan terhadap operator, yaitu orang yang menjalankan atau
mengoperasikan unit alat. Walaupun demikian, apabila ternyata efisiensi kerjanya
rendah belum tentu penyebabnya adalah kemalasan operator yang bersangkutan. Ada
penyebab yang tidak bisa dihindari seperti cuaca, kerusakan mendadak, kabut dan lain-
lain. Untuk meningkatkan efisiensi kerja operator kadang-kadang perlu semacam
perangsang atau bonus yang mendidik dari perusahaan dengan harapan operator dapat
mempertinggi etos kerja, lebih bertanggungjawab dan termotivasi.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan alat tidak dapat dimasukkan sebagai penyebab
berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat maintenance
harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel workshop. Oleh sebab itu sebab itu untuk
memperoleh harga efisiensi kerja operator yang mewakili perlu diberikan batasan –
batasan pekerjaan dan itu semua harus dipahami oleh seluruh jajaran karyawan
operasional maupun mekanik.
25
Tabel 6.1 Parameter pengukur efisiensi
Beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan alat mekanis dan efektifitas
penggunaannya antara lain :
1. Kesediaan Mekanis (Mechanical Availability), merupakan cara untuk mengetahui
kesediaan mekanis yang sesungguhnya dari alat yang digunakan, persamaannya
adalah sebagai berikut :
Error: Reference source not found...................................................................(6.1)
dimana :
W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan pada alat dalam kondisi dapat
beroperasi, dalam arti tidak rusak (jam), hal ini termasuk juga hambatan yang di alami
alat ketika dalam melakukan kerja.
R = Jumlah jam untuk perbaikan ( repair hours )
2. Ketersediaan Fisik (Physical Availability), merupakan catatan mengenai keadaan
fisik dari alat yang sedang dipergunakan, persamaannya adalah sebagai berikut :
26
Error: Reference source not found...................................................................(6.2)
dimana :
S = Stand by hours, atau jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal
alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap beroperasi
W+R+S = Schedule hours, atau jumlah seluruh jam jalan dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
Physical availability pada umumnya selalu lebih besar daripada mechanical
availability. Tingkat effesiensi dari sebuah alat mekanis naik jika angka physical
availability mendekati mechanical availability.
3. Kesediaan Digunakan (Use of availability), adalah menunjukkan berapa persen
waktu yang digunakan alat untuk beroprasi pada saat ia dapat digunakan
(available), persamaannya adalah sebagai berikut :
Error: Reference source not found...................................................................(6.3)
Use of availability biasanya dapat memperhitungkan seberapa efektif suatu alat
yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan, hal ini dapat menjadi ukuran seberapa
baik pengelolaan (management) peralatan yang dipergunakan.
4. Efesiensi Alat (Effective Utilization), menunjukkan persen dari seluruh waktu kerja
yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif. Effective utilization
sebenarnya sama dengan pengertian effesiensi kerja, persamaanya adalah sebagai
berikut :
Error: Reference source not found...................................................................(6.4)
27
6.7 Produktifitas Crusher
Untuk menghitung produktivitas alat crusher dapat menggunakan rumus, yaitu :
Error: Reference source not found..........................................................................(6.5)
Untuk menghitung produktivitas crusher terdapat dua rumus sebagai perbandingan
yaitu sebagai berikut :
1. Perhitungan Target Produktifitas
Error: Reference source not found..........................................................................(6.6)
2. Perhitungan Produktivitas Aktual
Error: Reference source not found..........................................................................(6.7)
Untuk menghitung target produksi rencana crusher dapat menggunakan rumus, yaitu :
Error: Reference source not found
……… (6.8)
Untuk waktu produktif aktual diperoleh dari persamaan di bawah ini :
Error: Reference source not found..........................................................................(6.9)
Sedangkan untuk menghitung waktu produksi yang terkoreksi alat crusher tersebut
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Error: Reference source not found........................................................................(6.10)
28
6.8 Efektifitas Alat Peremuk
Efektifitas alat peremuk berhubungan dengan produksi yang dihasilkan dari peralatan
tersebut. Efektivitas alat peremuk ini pada umumnya merupakan perbandingan antara
kapasitas nyata dengan kapasitas desain dinyatakan dengan persen. Efektifitas crusher
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Error: Reference source not found........................................................................(6.11)
7. Metodologi
Penelitian dilakukan dengan menggunakan secara teori dengan data-data yang diperoleh
di lapangan, sehingga dari keduanya didapatkan pendekatan masalah. Adapun urutan
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Studi literatur tentang
Studi literatur dengan mencari bahan pustaka maupun laporan-laporan yang
berhubungan dengan masalah yang ada, antara lain :
Kualitas batubara
Spesifikasi teknis alat peremuk
2. Pengamatan di Lapangan
Melakukan pengamatan di lapangan yang meliputi kinerja alat, kondisi alat, waktu
produksi peremukan dan waktu hambatan pada proses peremukan.
3. Pengambilan dan Analisa Sampel Batubara
Pengambilan data meliputi :
a. Data primer, seperti :
Produksi unit peremuk
Waktu tunda : - Cycle Time Loading Dump Truck di hopper Stockpil.
- Cycle Time Loading Trailer di Silo.
- Cycle Time Loading Trailer ke hopper pelabuhan.
b. Data sekunder, seperti :
29
Target produksi
Jam kerja efektif
Produksi harian
Spesifikasi alat
1. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan secara matematis dengan menggabungkan data-data
yang diperoleh baik data primer maupun sekunder, dengan mengacu pada teori
yang diperoleh melalui literatur, kemudian dianalisa secara kualitatif maupun
kuantitatif sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Kesimpulan dan saran
Setelah diperoleh korelasi antara hasil pengolahan data dengan permasalahan yang
ada, maka kesimpulan dan saran dapat diambil sesuai dengan keadaan dan kondisi
lapangan.
30
Kesimpulan
Analisis Permasalahan
Usaha optimalisasi
Optimal Belum optimal
Analisis Produktifitas Unit Peremuk Batubara (Coal Crushing Plant) Untuk
Pencapaian Target Produksi
Analisis Produktifitas Unit Peremuk Batubara (Coal Crushing Plant) Untuk
Pencapaian Target Produksi
Pengamatan dan Kegiatan Lapangan Proses kerja unit peremukan Efektivitas unit alat peremuk
Pengambilan Data
Data Primer
Jam kerja Produktivitas crusher Waktu hambatan unit
peremukan
Data Sekunder
Produksi unit peremuk pada waktu kerja, spesifikasi alat – alat yang digunakan
Pengolahan Data Kesediaan unit Produktifitas unit Waktu kerja terkoreksi
Gambar 6.17 Diagram Alir Penelitian
31
8. Relevansi
Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah meningkatnya waktu produktif crushing
plant berpengaruh pada meningkatnya produksi crushing plant.
9. Jadwal Kegiatan
Rencana penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan
Juli 2014 dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
Tabel 9.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Studi Literatur
Pengamatan lapangan
Evaluasi dan pengolahan data
Pembuatan Skripsi
Penyerahan
10. Daftar Pustaka
Ajie, Mokh Winanto. 2001. Pengolahan Bahan Galian. Teknik Pertambangan FTM,
UPN “Veteran”. Yogyakarta
Manual Book STAMLER Feeder Breaker BF - 29C - 59 - 76F. Pt. Kideco Jaya Agung,
Batukajang
Prodjosumarto, Partanto. 1993. Pemindahan Tanah Mekanis. Teknik Pertambangan,
ITB. Bandung
Sudarsono, A. 1989. Pengolahan Bahan Galian Umum, Jurusan Teknik Pertambangan,
Institut Tegnologi Bandung, Bandung
32
Sukmono, Eko. 2007. Produktifitas Crusher Coal Proccesing Plant 1 Pada Triwulan
Pertama Tahun 2010 PT Indominco Mandiri Bontang ”Laporan PKL”.
Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Mulawaran
Suwandhi, Awang. 2004. Rencana Pengolahan Batubara, Diktat Diklat Perencanaan
Tambang Terbuka. Unisba. Bandung
33