Biro Perencanaan|Kementerian Perindustrian|2011
PERENCANAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2012-2014
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Menurut BPS, sejak tahun 1991 peran sektor industri manufaktur telah menggantikan
peran sektor pertanian sehingga saat ini masih memberikan share yang paling besar dalam
struktur perekonomian, yakni sekitar 25 persen (1,59 trilyun) dari total Produk Domestik
Bruto sebesar 6,42 trilyun atas dasar harga berlaku.
Perencanaan Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri merupakan salah satu upaya untuk
mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk sektor industri atau meningkatkan kualitas
tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara tenaga kerja yang
dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia. Dengan demikian perencanaan tenaga kerja ini
dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja pelaku usaha seperti kriteria tentang kompetensi,
skill/keterampilan, dan kualitas SDM.
Dengan pertimbangan karakteristik industri yang cenderung labor intensive, mempunyai
keterkaitan dengan industri lain yang cukup kuat atau backward dan forward linkage yang
cukup baik, maka ruang lingkup pembahasan dibatasi untuk (i) Kelompok Industri
Makanan dan Minuman, (ii) Kelompok Industri Tekstil dan Produk Tekstil dan (iii)
Kelompok Industri Elektronik.
Tujuan dilakukannya penyusunan tenaga kerja sektor industri ini adalah untuk (1)
menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja kelompok
industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan pakaian jadi, dan (iii) elektronik; (2)
menghitung ILOR (Incremental Labor Output Ratio) ketiga kelompok industri tersebut di
butir 1; (3) melakukan proyeksi tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri tersebut
periode 2011-2014; dan (4) mendapatkan temuan-temuan untuk menentukan strategi
perencanaan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
iii
Kondisi Eksisting
Jumlah industri skala besar dan sedang tahun 2009 berjumlah 24.468 buah dan tiga
industri terbanyak adalah a) industri makanan dan minuman, b) tekstil dan furniture dan
c) industri pengolahan lainnya dengan persentase berturut-turut 24%, 20,6% dan 9,8%.
Jumlah industri kecil tahun 2010 berjumlah 1.732.724 buah dengan proporsi terbanyak
adalah a) industri makanan, b) Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk
furnitur), c) Industri Barang Anyaman dari Rotan, d) Bambu dan sejenisnya dan yang
ketiga industri pakaian jadi (BPS, 2009).
Dengan menggunakan data Sakernas, jumlah tenaga kerja industri di industri makanan
dan minuman (mamin) pada tahun 2010 berjumlah 3.294.588 orang. Selama periode
2005-2010 jumlahnya meningkat dengan rata-rata 184.684 orang atau 6,9% per tahun.
Data terakhir juga menunjukkan pekerja di mamin didominasi oleh industri makanan
(96,1%) dan hanya 3.2% di industri minuman.
Jika dilihat menurut kategori 3 digit, proporsi tenaga kerja yang terbanyak terdapat pada a)
industri makanan lainnya, b) pengolahan padi dan c) makanan olahan dengan persentase
masing-masing 67,1%, 16,7 dan 11,5%. Tren periode 2005-2010 menunjukkan proporsi
(%) jumlah tenaga kerja industri makanan lainnya dan industri minuman cenderung
menurun, kemudian diikuti dengan peningkatan proporsi tenaga kerja di industri
pengolahan padi dan industri makanan olahan.
Berdasarkan indepth interview terhadap beberapa industri di Makasar dan Surabaya,
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk industri makanan dan minuman sudah tercukupi dari
wilayah setempat karena kebanyakan tenaga kerja yang dipelukan berpendidikan SMP dan
SMA dan ketersediaan tenaga kerja dengan pendidikan tersebut masih tersedia. Untuk
tenaga kerja yang memerlukan kualifikasi atau keahlian khusus, industri mengalami
kesulitan seperti tenaga packing, pengawetan dan pewarnaan, serta tenaga untuk operator
mesin boiler masih sulit untuk didapatkan. Bahkan untuk tenaga cold storage masih
didatangkan dari Jepang. Teknologi yang digunakan di industri makanan dan minuman
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
iv
masih relatif sederhana, dan ini terlihat dari tenaga kerja yang terserap masih didominasi
oleh yang pendidikan kurang dari SLTA.
Dengan menggunakan data Sakernas, jumlah tenaga kerja industri Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT) berjumlah 2.941.664 orang tahun 2010 dan rata-rata penyerapan tenaga
kerja industri TPT 156.108 orang per tahun. Dilihat dari distribusi menurut umur, pekerja
industri TPT didominasi usia muda (15- 44) tahun sekitar 87%.
Distribusi tenaga kerja menurut jenis kelamin menunjukkan proporsi perempuan (60%)
lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (40%). Proporsi tenaga kerja perempuan
cenderung meningkat dan sebaliknya dengan proporsi tenaga kerja laki-laki cenderung
menurun.
Jika dilihat menurut pendidikan, sebagian besar tenaga kerja berpendidikan tertinggi SMP,
kemudian SMA dan SMK yakni berturut-turut 66,2%, 19,0% dan 12,0% pada tahun 2010.
Jumlah pekerja dengan pendidikan tertinggi SMP terus meningkat, namun proprosinya
sejak tahun 2007 cenderung menurun.
Hasil wawancara di beberapa industri dan dinas perindustrian serta asosiasi/kadin di
Bandung, secara umum ketersediaan tenaga kerja untuk industri tekstil dan pakaian jadi
tersedia dalam jumlah yang cukup, karena banyak tenaga lulusan SLTA atau SMK yang
tertarik untuk bekerja di industri TPT. Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja
kasar, industri tidak kesulitan mencari tenaga kerja. Namun untuk beberapa jenis
pekerjaan seperti tenaga teknik pencelupan dan tenaga teknik elektro lemah sulit untuk
direkrut.
Jumlah tenaga kerja di industri elektronik sebanyak 509.950 orang tahun 2010 dan jika
dilihat perkembangan jumlah tenaga kerja industri ini mengalami penurunan rata-rata
11.828 orang/tahun. Jika diperhatikan menurut umur, tenaga industri elektronik
didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24 tahun sebanyak 235.707 orang
(46.22%), kemudian disusul dengan tenaga kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850
orang (32,52%).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
v
Jika diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa tenaga kerja laki-laki (lebih dari 50%)
masih mendominasi pekerja industri elektronik. Tenaga kerja berpendidikan maksimal
SMP mengalami fluktuasi, dari 22,99% tahun 2005 meningkat menjadi 29,93% tahun 2007
dan menurun kembali menjadi hanya 16,32% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan bahwa
untuk rekruitmen tenaga kerja baru lebih banyak disyaratkan untuk mereka yang
berpendidikan minimal SLTA.
Berdasarkan hasil wawancara dengan industri elektronik, jumlah tenaga kerja khusus
untuk operator jumlahnya sudah memadai, karena jumlah pekerja akan bertambah atau
berkurang berdasarkan pasar atau rencana produksi yang akan dilakukan. Jika permintaan
pasar meningkat, maka industri dengan cepat akan mencari tenaga operator baru. Tenaga
kerja umumnya bekerja dengan sistem kontrak kerja sehingga memudahkan industri
untuk segera mencari tambahan atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai dengan
kondisi permintaan pasar.
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja Industri Manufaktur
Proyeksi penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman, tekstil dan produk
tekstil (TPT), dan elektronik didasarkan pada hasil etimasi ILOR. Angka ILOR
menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan untuk setiap 1 (satu)
persen penambahan output.
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa selama tahun 2011-2014 diperkirakan jumlah tenaga
kerja di sektor manufaktur terus meningkat dari 14,1 juta orang pada tahun 2011 menjadi
15,2 juta orang pada tahun 2014 atau ada tambahan tenaga kerja sebesar 1,1 juta orang
selama 3 tahun ke depan.
Hasil estimasi ILOR industri makanan sebesar 10.507 artinya pertumbuhan industri
manufaktur satu persen akan meningkatkan jumlah pekerja di industri makanan sebesar
10.507 orang. Sedangkan ILOR di industri minuman lebih kecil yakni 2.376.
Pada industri makanan dan minuman, secara umum diproyeksikan akan ada tambahan
tenaga kerja sebanyak 99.500 orang per tahun dari tahun 2011 hingga 2014. Pertambahan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
vi
tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pengolahan padi (50.468 orang/tahun),
kemudian makanan lainnya (26.862 orang/tahun), minuman 18.351 orang/tahun dan
industri makanan olahan dan industri susu berturut-turut 2.595 orang/tahun dan makanan
olahan 1.244 orang/tahun.
Karakteristik tenaga kerja industri makanan dan minuman di masa depan adalah:
a. berpendidikan maksimal SMP: untuk industri makanan, dan berpendikan SMA/SMK:
untuk industri minuman,
b. mayoritas tenaga kerja industri makanan adalah perempuan sedangkan mayoritas
tenaga kerja industri minuman adalah laki-laki,
c. berumur 15-44 tahun,
d. status pekerjaan yang dominan, untuk industri makanan adalah buruh/karyawan/
pegawai dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, untuk industri
minuman adalah buruh/karyawan/pegawai,
e. jenis pekerjaan yang dominan untuk industri makanan adalah tenaga pengolahan
sedangkan untuk industri minuman adalah tenaga operator dan tenaga kasar.
Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya pertumbuhan industri
manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan serapan tenaga kerja sebesar 7.986
orang. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen akan meningkatkan penyerapan tenaga
kerja sebanyak 48.715 orang dengan rincian industri tekstil 23.669 orang dan industri
pakaian jadi/produk testil sebanyak 25.046 orang.
Pada industri TPT, diproyeksikan selama periode 2011-2014 rata-rata pertambahan
penyerapan tenaga kerja per tahun sebesar 61.679 orang/tahun. Jika diamati menurut jenis
industri TPT secara lebih rinci, tambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri
pakaian jadi bulu (40.211 orang/tahun), kemudian diikuti oleh industri permadani (15.262
orang/tahun), industri benang dan kain (12.203 orang/tahun) dan industri perajutan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
vii
(2.139 orang/tahun). Namun, industri pakaian jadi diperkirakan akan mengalami
penurunan tenaga kerja sebanyak 8.486 orang per tahun.
Karakteristik tenaga kerja industri TPT di masa depan adalah sebagai berikut:
a. sebagian besar berpendidikan SMA/SMK
b. mayoritas tenaga kerja perempuan
c. berumur 15-44 tahun
d. status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan/pegawai
e. jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga operator
Industri elektronik cenderung lebih bersifat capital intensive dibandingkan dengan industri
makanan dan minuman dan industri TPT. Perhitungan dengan ILOR menghasilkan angka
sebesar 1.189, yang menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan output akan
menghasilkan tambahan tenaga kerja sebanyak 1.189 orang.
Secara umum jumlah penambahan tenaga kerja di industri mesin dan elektronik mencapai
9.183 orang pertahun. Jika dilihat menurut jenis industri tambahan tenaga kerja yang
cukup besar terjadi pada industri komponen elektronik yaitu mencapai rata-rata 3.304
orang per tahun. Posisi kedua ditempati oleh industri mesin lainnya yaitu sebanyak 1.388
orang pertahun.
Karakteristik industri elektronik di masa depan adalah sebagai berikut:
a. sebagian besar berpendidikan maksimal SMP
b. mayoritas tenaga kerja perempuan
b. berumur 15-44 tahun
c. status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan/pegawai tapi ada
kecenderungan di masa depan pada industri tekstil banyak didominasi berusaha
sendiri.
d. jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga pengolahan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
viii
Strategi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja
Untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, 2 (dua) strategi yang direkomendasikan
yaitu:
1. Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui :
a. Penyediaan Balai Latihan Kerja baik pemerintah atau swasta;
b. Mengoptimalkan Balai Diklat Industri yang sekarang sudah ada di 7 (tujuh) wilayah
di Indonesia; dan
c. Meningkatkan mutu tenaga pengajar di Balai Diklat industri.
2. Kompetensi Tenaga kerja :
Kompetensi adalah motif, konsep diri, sifat pengetahuan dan kemampuan/ keahlian
yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat
kinerjanya, dimana :
a. Tenaga kerja yang akan memasuki sektor industri perlu menyiapkan diri untuk
dapat memiliki Sertifikat Kompetensi tersebut. Untuk dapat memiliki Sertifikat
Kompetensi, masing-masing individu harus mengikuti pelatihan dan lulus Uji
Kompetensi.
b. Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, ada dua pendekatan baru yang
sebaiknya dilakukan oleh industri yaitu: Pertama, penyiapan tenaga kerja
didasarkan atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan Kedua, proses diklat
sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan
pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
ix
KATA PENGANTAR
Di dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional,
dijelaskan, bahwa dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan,
pendalaman dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas, yakni :
I. Kelompok Industri Manufaktur, yang meliputi (1) Industri Material Dasar : Industri
Besi dan Baja, Industri semen, Industri Petrokimia dan Industri Keramik; (2) Industri
Permesinan : Industri Peralatan Listrik & Mesin Listrik, dan Industri Mesin & Peralatan
Umum dan (3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja : Industri Tekstil dan Produk
Tekstil, Industri Alas Kaki, dan Industri Farmasi dengan bahan baku dalam negeri.
II. Kelompok Industri Agro, yang meliputi cabang Industri kelapa sawit, Industri karet
dan barang karet, Industri Kakao dan Coklat, Industri Gula, Industri Kopi, Industri
Buah-buahan, Industri Kayu dan Barang Kayu, Industri Hasil Perikanan dan Laut,
Industri Pulp dan Kertas , dan Industri Pengolahan Susu.
III. Kelompok Industri Alat Angkut, yang meliputi Industri Kendaraan Bermotor,
Industri Perkapalan, Industri Kedirgantaraan, dan Industri Perkeretaapian.
IV. Kelompok Industri Elektronika dan Telematika, yang meliputi Industri Elektronika,
Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat
Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri
Perangkat Lunak dan Content Multimedia dan Industri Kreatif Teknologi Informasi dan
Komunikasi.
V. Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu,
yang meliputi Industri Perangkat Lunak dan Content Multimedia, Fashion, dan
Kerajinan & Barang Seni.
VI. Kelompok Industri Kecil dan Menengah Tertentu, meliputi industry-industri
pengolahan : Industri batu Mulia & Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah
& Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
x
Berdasarkan kelompok-kelompok industri tersebut, dalam penyusunan Perencanaan
Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2012-2014 dipilih 3 (tiga) industri yang padat tenaga
kerja (Industri Tekstil dan Produk Testil, Industri Makanan dan Minuman, serta Industri
Elektronika).
Perencanaan tenaga kerja (PTK) di sektor industri perlu dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk di sektor industri atau
meningkatkan kualitas tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara
tenaga kerja yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia.
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah tersusun buku “Buku
Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2012-2014” yang merupakan hasil
kerjasama Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian dengan Tim Ahli dari Lembaga
Demografi Universitas Indonesia dan Biro Pusat Statistik.
Disadari bahwa buku ini berisi tulisan awal dan selanjutnya perlu diikuti dengan kajian-
kajian, seperti standar kompetensi, strategi peningkatan kualitas SDM dan lain sebagainya.
Akhir kata kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu selesainya penulisan ini, masukan dan saran sangat diperlukan untuk
penyempurnaan isi buku ini selanjutnya.
Jakarta, Desember 2011
Biro Perencanaan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xi
DAFTAR ISI
EXECUTIVE SUMMARY ii KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI x BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan 3 1.3 Ruang Lingkup kegiatan 4 1.4 Hasil yang Diharapkan 4 II METODOLOGI 5 2.1 2.2
Data Beberapa Pengertian Dasar
5 6
2.2.1 Pengertian Incremental Labor Output Ratio (ILOR) 6 2.2.2 Pengertian Output 7 2.2.3 Pengertian Tenaga Kerja 7 2.2.4 Industri Manufaktur 7 2.3 Rumus Dasar 9 2.4 Asumsi dasar 10 2.5 Proyeksi Tenaga Kerja 10 III KEBIJAKAN INDUSTRI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA 12 3.1 Kebijakan Industri Nasional 12 3.2 Peta Panduan (road map) industri terpilih. 18 3.2.1 Road map Industri Makanan dan Minuman 18 3.2.2 Road map industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) 19 3.2.3 Road map Industri Elektronika dan Telematika. 20 3.3 Kebijakan Tenaga Kerja 21 IV INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL 24 4.1 Struktur Produk Domestik Bruto 2005-2010 24 4.2 Struktur Industri Manufaktur 27 4.2.1 Perkembangan Nilai Tambah Industri Manufaktur 28 4.2.2 Perkembangan Jumlah Industri Manufaktur 30 V TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN
NASIONAL 35
5.1 Struktur Tenaga Kerja dalam Perekonomian Nasional 2005-2011 35 5.2 Struktur Tenaga Kerja dalam Sektor Industri Manufaktur 2005-2011 37
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xii
VI PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL (ITPT), DAN ELEKTRONIK
44
6.1. Industri Makanan dan Minuman 44 6.1.1 Perkembangan Jumlah dan Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman 44 6.2 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) 47 6.2.1 Perkembangan Jumlah Industri TPT Besar, Sedang, dan Kecil 48 6.2.2 Perkembangan Nilai Tambah Industri TPT 51 6.3 Industri Elektronik 51 6.3.1 Perkembangan Jumlah Industri Elektronik Besar-Sedang dan Kecil 53 6.3.2 Nilai Tambah Industri Elektronik 55 VII PERKEMBANGAN TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN
MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL DAN ELEKTRONIK 57
7.1 Gambaran Tenaga Kerja Industri Manufaktur 57 7.2 Gambaran Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 69 7.2.1 Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 69 7.2.2 Permasalahan Industri Makanan dan Minuman: Kasus Kota Surabaya dan
Makassar 82
7.3 Gambaran Tenaga Kerja ITPT 85 7.3.1 Tenaga Kerja ITPT menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi 86 7.3.2 Permasalahan Industri Tekstil & Produk Tekstil: Studi Kasus Jawa Barat 93 7.4 Gambaran Tenaga Kerja di Industri Elektronik 96 7.4.1 Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Karakteristik Demografi dan
Ekonomi 98
7.4.2 Permasalahan Tenaga Kerja Industri Elektronik : Kasus Kota Batam 105 VIII PROYEKSI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI 2012-2014 109 8.1 Asumsi Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur 109 8.1.1 Hasil Estimasi Incremental Labor Output Ratio (ILOR) 109 8.1.2 Pertumbuhan Industri Manufaktur 111 8.1.3 Hasil Estimasi Pertambahan Tenaga Kerja 113 8.2 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur 115 8.3 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 124 8.4 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil 133 8.5 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Elektronik 144 IX STRATEGI PERENCANAAN DAN PENINGKATAN SDM INDUSTRI 152 9.1 Strategi Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri 152 9.2 Peningkatan Kompetensi SDM Industri 155 X PENUTUP 159 10.1 Kesimpulan 159 10.2 Rekomendasi 169 DAFTAR PUSTAKA 173
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL Hal
4.1 Komposisi PDB berdasarkan Harga Konstan 2000, 2005-2010 25
4.2 Rata-rata Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000, 2005-2010 26
4.3 Struktur Industri Manufaktur HK 2000, 2005-2010 27
4.4 Nilai Tambah Industri Besar Sedang (IBS), 2005-2009 28
4.5 Distribusi Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri, 2005-2009
29
4.6 Nilai Output Industri Kecil, 2010 30
4.7 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil 2004-2007 31
4.8 Persentase Jumlah Industri Besar Terhadap Semua Skala Industri
di masing-masing Kelompok Industri, 2004-2007
32
4.9 Distribusi Jumlah Industri Besar dan Sedang 2005-2009 33
4.10 Distribusi Jumlah Industri Kecil, 2010 34
5.1 Jumlah Tenaga Kerja Umur 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha 2005-2011
35
5.2 Persentase Tenaga Kerja Umur 15+ Tahun Menurut Lapangan Usaha, 2005-2011
36
5.3 Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Pertanian, Industri, Perdagangan dan Jasa, 2005-2011 (Persen/Tahun)
37
5.4 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Umur Menurut Pendidikan
38
5.5 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2005-2011
39
5.6 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2011
40
5.7 Rata-rata Upah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Umur 15+ Tahun Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2011 (Rp/bulan)
42
5.8 Produktifitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang 2005-2009 ((Juta Rp/Pekerja/tahun)
43
6.1 Jumlah dan Distribusi Industri Makanan dan Minuman Menurut Skala Usaha 2004-2007
45
6.2 Jumlah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar dan Sedang 2004-2009
45
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xiv
6.3 Distribusi Jumlah Perusahaan Makanan Minuman Skala Besar Sedang 2004-2008
46
6.4 Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar Sedang 2001-2009
46
6.5 Struktur Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar dan Sedang (%), 2004-2009
47
6.6 Daftar Lokasi Pengembangan Industri Pengolahan Komoditi Unggulan Daerah Menurut Provinsi
48
6.7 Jumlah Industri TPT Skala Besar dan Sedang 2004-2009 49
6.8 Distribusi Persentase Industri TPT Skala Besar Sedang 2004-2009 49
6.9 Jumlah Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Skala Besar dan Sedang, 2004-2009
50
6.10 Jumlah Industri Tekstil dan Pakaian Untuk Kategori Mikro dan Kecil, 2004-2007
50
6.11 Nilai Tambah Industri TPT Skala Besar dan Sedang (Dalam Miliar Rupiah), 2005-2009
51
6.12 Jumlah Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang Tahun 2004-2009 53
6.13 Persentase Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang Tahun 2005-2009 54
6.14 Jumlah Industri Elektronik Skala Kecil Tahun 2004-2007 54
6.15 Nilai Tambah Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang, 2005-2009 55
6.16 Nilai Tambah Industri Elektronik 3 Digit Skala Besar dan Sedang, 2005-2009
55
7.1. Jumlah dan Presentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Kelompok Industri, 2005-2010
58
7.2. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010 60
7.3. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Umur, 2005-2010
60
7.4 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Pendidikan, 2005-2010
61
7.5 Jumlah dan Persentase Angkatan Kerja Usia 15+ Menurut Pendidikan, 2008-2010
63
7.6. Jumlah dan Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan, 2008-2010
63
7.7. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010
65
7.8. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut 66
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xv
Jabatan, 2005-2010 7.9 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut
Koridor Ekonomi, 2005-2010 68
7.10 Distribusi Penduduk Menurut Wilayah Koridor Ekonomi, 2010 68 7.11 Jumlah Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Skala
Usaha, 2004-2007 71
7.12 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Kelompok Industri, 2005-2010
72
7.13 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Pendidikan, 2005-2010
73
7.14 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Pendidikan, 2005-2010
74
7.15 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010
75
7.16 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010
76
7.17 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Umur, 2005-2010
77
7.18 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Umur, 2005-2010
78
7.18 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010
78
7.20 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010
79
7.21 Distribusi Sepuluh Terbanyak Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Pekerjaan 2010
79
7.22 Distribusi Sepuluh Terbanyak Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Pekerjaan 2010
80
7.23 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Koridor Ekonomi 2005-2010
81
7.24 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Skala Usaha, 2005-2009
86
7.25 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Umur, 2005-2010
87
7.26 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010
88
7.27 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Pendidikan, 2005-2010
89
7.28 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010
89
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xvi
7.29 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2010
90
7.30 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak di Subsektor Industri Tekstil, 2010 91
7.31 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Di Subsektor Industri Pakaian Jadi, 2010 91 7.32 Distribusi Tenaga Kerja Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Menurut
Koridor Ekonomi, 2005-2010 92
7.33 Distribusi Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Skala Usaha, 2005-2009
96
7.34 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Industri, 2005-2010
97
7.35 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Jenis Kelamin 2005-2010
98
7.36 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Umur 2005-2010
99
7.37 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Jenis Pekerjaan, 2007-2010
100
7.38 Jumlah dan Persentase Pekerja Industri Elektronik Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010
101
7.39 Jumlah dan Persentase Pekerja Industri Elektronik Menurut Pendidikan, 2005-2010
102
7.40 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Industri Mesin Listrik Lainnya, 2010 103
7.41 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi serta Perlengkapannya
103
7.42 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Sektor Industri Elektronik Menurut Koridor Ekonomi 2005 – 2010
104
8.1 ILOR dan Elastisitas Beberapa Jenis Industri Terpilih 111 8.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Industri Manufaktur,
2011-2014 112
8.3 Proyeksi Pertambahan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Terpilih, 2011-2014
113
8.4 Proyeksi Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Terpilih 2011-2014 115 8.5. Proyeksi Jumlah dan Presentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur
Menurut Kelompok Industri, 2011-2014 116
8.6. Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Umur, 2011-2014
117
8.7 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014
118
8.8 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Tingkat Pendidikan, 2011-2014
118
8.9 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
119
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xvii
8.10 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
120
8.11 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Koridor 2011-2014
122
8.12 Distribusi Pengangguran Menurut Koridor Ekonomi, 2010 123
8.13 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Pendidikan, 2011-2014
124
8.14 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Pendidikan, 2011-2014
125
8.15 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
126
8.16 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
127
8.17 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
127
8.18 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
128
8.19 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Umur, 2011-2014
129
8.20 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Umur, 2011-2014
130
8.21 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014
130
8.22 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014
131
8.23 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Kelompok Industri, 2011-2014
132
8.24 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Koridor Ekonomi, 2011-2014
133
8.25 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Umur, 2011-2014
134
8.26 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014
135
8.27 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Pendidikan, 2011-2014
136
8.28 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
137
8.29 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
138
8.30 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi 138
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xviii
Menurut Umur, 2011-2014
8.31 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014
139
8.32 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Tingkat Pendidikan, 2011-2014
140
8.33 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
141
8.34 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
142
8.35 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Koridor Ekonomi 2011-2014
143
8.36 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Kelompok Industri
144
8.37 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronika Menurut Jenis Kelamin, 2010-2014
145
8.38 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Umur, 2011-2014
146
8.39 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Pendidikan, 2011-2014
147
8.40 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014
147
8.41 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronika Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014
148
8.42 Hasil Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Industri, 2011-2014
150
8.43 Hasil Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Koridor Ekonomi, 2011-2014
151
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
xix
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Hal
4.1 Pertumbuhan PDB Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Indonesia 1997 24
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengalaman beberapa negara dalam transformasi ekonomi, peningkatan share industri
manufaktur dalam perekonomian, diikuti dengan penurunan share sektor pertanian.
Hal ini akan disertai pula dengan share penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur
yang mempunyai produktifitas tinggi dan penurunan tenaga kerja pertanian yang
mempunyai produktifitas lebih rendah. Hal ini akan berdampak positif pada
peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat pada umumnya.
Menurut BPS1, peran industri manufaktur sejak tahun 1991 telah menggantikan peran
sektor pertanian sehingga saat ini masih memberikan share yang paling besar dalam
struktur perekonomian yakni sekitar 25 persen (1,59 trilyun) dari total Produk
Domestik Bruto sebesar 6,42 trilyun atas dasar harga berlaku (BPS, 20112).
Menurut Kuncoro, salah satu permasalahan yang dihadapi industri manufaktur
Indonesia adalah rendahnya kualitas SDM, sebagaimana tercermin dari tingkat
pendidikan tenaga kerja industri. Permasalahan lain yang dihadapi yang tidak kalah
beratnya adalah (i), masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan
antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30% antara
tahun 1993-2002; (ii) lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri
di Indonesia masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan “tukang rakit”, (iii) belum
terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan
industri skala besar dan (iv) kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak
subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati “monopoli”, setidaknya
oligopoli.
1 BPS. Statistik Indonesia. 60 Tahun Indonesia Merdeka. 2 BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
2
Pengamatan pertumbuhan produksi industri manufaktur selama 3 tahun terakhir
meningkat walaupun berfluktuasi dari 3,01%, 1,34% dan 4,41% berturut-turut tahun
2008-2010. Jika dilihat menurut sub sektor ISIC 2 digit, pertumbuhan produksi sangat
bervariasi antar ISIC dan sangat fluktuatif. Misalnya di tahun 2008 angka pertumbuhan
produksi berkisar antara -28,72% (industri pakaian jadi) hingga 35,45% (industri alat
angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih). Selanjutnya tahun 2009
pertumbuhan minimal -8.86% (industri pakaian jadi) dan maksimal 25,53% (industri
tembakau) dan di tahun 2010 minimal -5,43% (industri kayu) dan maksimal 19,59%
(kendaraan bermotor) ( BPS, 2011).
Berbagai upaya kebijakan dilakukan oleh Kementerian Perindustrian untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kembali nilai tambah industri manufaktur di
Indonesia sehingga industri manufaktur di dalam periode 5 tahun mendatang masih
diharapkan tumbuh diatas rata-rata nasional. Menurut Renstra Kementerian
Perindustrian, target rata-rata pertumbuhan industri manufaktur 6,79% dengan tren
yang semakin lama semakin meningkat menjadi 8,95% di tahun 2014. Target rata-rata
menurut cabang industri bervariasi dari 2,87% (industri kayu) hingga industri
makanan, minuman dan tembakau 8,40% selama periode 2010-2014. Target yang
relatif tinggi ini tentunya akan diikuti dengan penyerapan tenaga kerja berkualitas agar
produktifitas sektor industri meningkat.
Perencanaan tenaga kerja di sektor industri merupakan salah satu upaya untuk
mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk di sektor industri atau meningkatkan
kualitas tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara tenaga kerja
yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia. Dengan demikian perencanaan tenaga
kerja ini dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja pelaku usaha seperti kriteria tentang
kompetensi, skill/keterampilan, dan kualitas SDM.
Perencanaan dan pengembangan sumberdaya manusia industri memiliki
peran/kedudukan yang sangat penting dan strategis karena dapat digunakan oleh
berbagai pihak dalam upaya pengembangan potensi SDM industri sebagai tenaga kerja
profesional yang mandiri, beretos kerja tinggi dan produktif. Pihak-pihak tersebut
antara lain pemerintah (Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Tenaga Kerja
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
3
dan Transmigrasi, dan Kementrian Perindustrian) maupun swasta (Lembaga-lembaga
pendidikan SDM milik swasta).
Karakteristik industri yang beragam memerlukan perencanaan tenaga kerja untuk jenis
industri yang spesifik. Pemilihan jenis industri yang dimaksud adalah (i) Kelompok
industri makanan dan minuman, (ii) Kelompok industri tekstil dan pakaian jadi dan (iii)
Kelompok Industri Elektronik. Pemilihan jenis industri ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa industri ini termasuk kategori yang labor intensive, mempunyai
backward dan forward linkage yang cukup baik dengan sektor-sektor lainnya yang
ditunjukkan dengan nilai lebih dari 1.
Selanjutnya penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dapat dijadikan
dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di sektor industri.
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Tujuan dilakukannya penyusunan tenaga kerja sektor industri ini adalah:
1. Menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja sektor
industri, khususnya kelompok industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan
pakaian jadi, dan (iii) elektronik.
2. Menghitung ILOR ketiga kelompok industri tersebut di butir 1 untuk periode
2005-2010.
3. Menganalisis kaitan dampak makro maupun mikro nilai ILOR ketiga kelompok
industri tersebut di butir 1 untuk menyusun proyeksi ILOR 2011-2014
4. Melakukan proyeksi tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri di butir 1
periode 2011-2014.
5. Mendapatkan temuan-temuan untuk menentukan strategi perencanaan dan
peningkatan produktivitas tenaga kerja di masing-masing kelompok industri.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
4
1.3. Ruang Lingkup Kegiatan
1. Menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja sektor
industri, khususnya kelompok industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan
pakaian jadi, dan (iii) elektronik.
2. Penghitungan ILOR ketiga kelompok industri di butir 1 berdasarkan
pengelompokan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI 2005) .
3. Melakukan analisis dan evaluasi ILOR ketiga kelompok industri di butir 1 untuk
menentukan proyeksi
4. Melakukan analisis kebutuhan tenaga kerja ketiga kelompok industri di butir 1
5. Analisis jenis tenaga yang dibutuhkan di ketiga sektor indutri di butir 1 menurut
Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002
6. Analisis permasalahan kebutuhan tenaga kerja di sektor industri selama ini.
1.4. Hasil yang Diharapkan
a) Mendapatkan gambaran tentang industri dan tenaga kerja sektor industri,
khususnya industri makanan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi dan
industri elektronik
b) Tersusunnya hasil perhitungan ILOR untuk sektor industri, khususnya industri
makanan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi dan industri elektronik
periode 2005-2010,
c) Tersusunnya Analisis kebutuhan dan permasalahan tenaga kerja di sektor
industri
d) Tersusunnya Analisis dan strategi perencanaan dan peningkatan produktifitas
SDM untuk masing-masing kelompok industri.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
5
BAB II METODOLOGI
2.1. Data
Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif
diperlukan untuk menggambarkan kondisi industri makanan dan minuman, industri
tekstil dan produk tekstil serta industri elektronik. Data kuantitatif juga digunakan
untuk menghitung ILOR. Data kuantitatif yang dibutuhkan merupakan data sekunder
yang sudah dipublikasi atau tidak dipublikasi seperti Statistik Industri (SI) skala besar
dan sedang, Survei Industri kecil dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
berbagai tahun, data beberapa tulisan/artikel/studi sebelumnya.
Informasi yang diperlukan dari Statistik Industri adalah output yang diukur dengan
menggunakan nilai tambah, produktifitas dan distribusi jumlah tenaga kerja. Data yang
digunakan untuk menghitung ILOR dalam periode waktu tertentu dengan tujuan
melihat konsistensi perubahan ILOR. Data yang diperlukan dari Sakernas adalah
keadaan pekerja menurut umur, pendidikan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan
upah.
Sumber data yang digunakan dalam penyusunan angka ILOR beberapa jenis industri ini
berasal dari Survei Industri Besar dan Sedang (IBS) dan Survei Industri Mikro dan Kecil
(IMK) periode 2000-2009. Selain itu digunakan pula data Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga konstan. Untuk mendeflate output menjadi harga konstan
digunakan data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sektor industri pengolahan
menurut subsektor sebagai deflator output.
Data kualitatif digunakan untuk menangkap permasalahan tenaga kerja yang
dibutuhkan dan pengembangan sumberdaya manusia di ketiga kelompok industri
terpilih. Pengumpulan data dilakukan melalui indepth interview dengan Dinas
Perindustrian Provinsi, KADINDA/Asosiasi, dan pelaku usaha.
Informasi kualitatif diperoleh dari indepth interview terhadap masing-masing 3 industri
yang terdapat di Bandung, Surabaya, Makasar dan Batam dengan kategori kelompok
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
6
industri yang berbeda. Pemilihan keempat wilayah tersebut dengan pertimbangan
bahwa daerah tersebut cukup industri makanan dan minuman untuk wilayah Surabaya
dan Makasar, industri tekstil dan garmen untuk wilayah Bandung, dan Industri
Elektronik untuk wilayah Batam. Dengan demikian akan didapatkan masing-masing 3
industri makanan minuman di Surabaya dan Makasar, 3 industri tekstil/pakaian jadi di
Bandung dan 3 industri elektronik di Batam.
2.2. Beberapa Pengertian Dasar
2.2.1. Pengertian Incremental Labor Output Ratio (ILOR)
Incremental Labor Output Ratio (ILOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan
besarnya tambahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah
satu unit output. Besaran ILOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan
tenaga kerja dengan tambahan output yang dihasilkan.
Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh penambahan
tenaga kerja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar tenaga kerja seperti pemakaian
investasi, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Diasumsikan bahwa
faktor-faktor diluar tenaga kerja bersifat konstan (ceteris paribus) sehingga rasio
perubahan tenaga kerja terhadap perubahan output bersifat konstan atau ILOR
diasumsikan konstan.
Pengkajian mengenai ILOR menjadi sangat menarik karena ILOR dapat merefleksikan
besarnya produktifitas tenaga kerja. Pada akhirnya produktifitas tenaga kerja akan
menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Konsep ILOR ini lebih
bersifat dinamis karena menunjukkan perubahan kenaikan/penambahan output
sebagai akibat langsung dari penambahan tenaga kerja.
ILOR merupakan statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan tenaga kerja untuk
menaikkan satu unit output. Sebagai contoh, misalnya tambahan tenaga kerja pada
suatu tahun di negara A adalah sebesar 300 ribu orang, sedangkan tambahan output
yang diperoleh dari hasil penambahan tenaga kerja sebesar Rp 60 miliar, maka nilai
ILOR negara A adalah sebesar 5000 orang per milyar (300.000 / 60 miliar). Angka ini
menunjukkan bahwa untuk menambahkan output sebesar 1 milyar dibutuhkan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
7
tambahan tenaga kerja sebanyak 5.000 orang. Contoh lain adalah jika laju
pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tambahan tenaga kerja 100.000 orang, maka
tenaga kerja yang terserap untuk 1 (satu) persen pertumbuhan ekonomi adalah sebesar
20.000 orang (100.000/5).
2.2.2. Pengertian Output
Output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan seluruh faktor produksi baik
berbentuk barang atau jasa seperti tanah, tenaga kerja, modal dan kewiraswastaan. Dari
segi ekonomi nasional, output merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan oleh faktor-faktor domestik dalam negeri dalam suatu periode tertentu.
Dari segi industri, output mencakup nilai barang (komoditi) jadi yang dihasilkan selama
suatu periode tertentu ditambah nilai perubahan stok barang (komoditi) yang masih
dalam proses. Output yang dimaksud adalah:
• Barang-barang yang dihasilkan.
• Tenaga listrik yang dijual.
• Selisih nilai stok setengah jadi.
Output ini dihitung atas dasar harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen
pada tingkat transaksi pertama. Karena masih mengandung nilai penyusutan barang
modal, output ini masih bersifat bruto. Untuk mendapatkan output neto atas harga
pasar, output bruto atas harga pasar harus dikurangi dengan penyusutan barang modal.
Dalam pengertian ILOR, output adalah tambahan (flow) produk dari hasil kegiatan
ekonomi dalam suatu periode atau nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan
faktor produksi. Output ini merupakan seluruh nilai tambah atas dasar biaya faktor
produksi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan usaha.
2.2.3. Pengertian Tenaga Kerja
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam
dalam seminggu yang lalu sebelum survei. Bekerja selama satu jam tersebut harus
dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Penghasilan atau keuntungan mencakup
upah/gaji termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
8
hasil usaha berupa sewa atau keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi
pengusaha. Usia penduduk yang bekerja adalah mereka yang berumur 15 tahun keatas.
2.2.4. Industri Manufaktur
Industri pengolahan adalah kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi
atau setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih
tinggi nilainya. Termasuk di dalamnya adalah industri yang melakukan kegiatan jasa
industri dan pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu industri.
Industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar
menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya
menjadi barang yang lebih tinggi nilainya yang terletak di suatu bangunan atau lokasi
tertentu yang mempunyai catatan administrasi sendiri mengenai produksi dan struktur
biaya serta ada orang yang bertanggungjawab terhadap resiko usaha.
Sektor industri yang termasuk dalam analisis adalah:
• Industri besar, dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih
• Industri sedang, dengan tenaga kerja 20-99 orang
• Industri mikro dan kecil, dengan tenaga kerja < 20 orang
Kode klasifikasi dan deskripsi industri manufaktur menurut KBLI 2005 industri terpilih
sebagai berikut:
Kode KBLI dan deskripsi industri makanan dan minuman terdiri dari:
151 Makanan olahan
152 Susu
153 Pengolahan padi
154 Makanan lainnya
155 Minuman
Kode KBLI dan deskripsi Industri tekstil dan produk tekstil:
171 Benang dan Kain
172 Permadani
173 Perajutan
174 Kapuk
181 Pakaian jadi kain
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
9
182 Pakaian jadi bulu
Kode KBLI dan deskripsi industri elektronika:
291 Mesin umum
292 Mesin khusus
293 Mesin lainnya
300 Peralatan kantor
311 Motor listrik dan perlengkapan
312 Alat Pengontrol listrik
313 Kabel listrik
314 Akumulator listrik
315 Bola lampu pijar
319 Alat listrik lainnya
321 Komponen electronik
322 Alat komunikasi
323 Radio dan sejenisnya
2.3. Rumus Dasar
Secara matematis rumus yang digunakan untuk menghitung ILOR adalah:
QLILOR
∆∆
= ................................................. (1)
dimana:
∆L = perubahan tenaga kerja
∆Q = Perubahan output/nilai tambah, atau Upah dan gaji
Melalui rumus dasar di atas dapat dilihat seberapa besar penambahan tenaga kerja
periode 1999-2009 dapat berpengaruh terhadap penambahan output.
Rumus dasar ILOR pada rumus (1) dapat pula dikembangkan untuk melihat seberapa
banyak tenaga yang terserap untuk setiap persentase kenaikan PDB, PDB sektor
industri manufaktur, maupun PDB total, atau dapat pula dengan menggunakan
persentase pertumbuhan output di masing-masing industri terpilih.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
10
Formula yang digunakan adalah:
PDBnPertumbuhaLILOR
%∆
= ............................. (2)
dimana:
L∆ = Perubahan jumlah Tenaga Kerja.
2.4. Asumsi dasar
Dalam penghitungan ILOR terdapat asumsi bahwa perubahan output semata-mata
hanya disebabkan oleh perubahan tenaga kerja. Faktor-faktor lain di luar tenaga kerja
seperti pemakaian barang modal, penerapan teknologi dan kemampuan
kewiraswastaan diasumsikan konstan.
Nilai output khususnya sektor industri pengolahan dalam sub bab 2.2.2 di atas masih
merupakan nilai yang berdasarkan pada harga berlaku. Untuk mendapatkan series nilai
tambah riil yang terlepas dari pengaruh perubahan harga (menurut harga konstan),
maka series tersebut harus dideflate dengan suatu indeks. Indeks yang digunakan
sebagai deflator adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk masing-masing
sub sektor industri (2 digit ISIC). Dengan menggunakan harga konstan, maka perubahan
nilai tambah dari waktu ke waktu pada masing-masing sub-sektor industri pengolahan
lebih terbanding secara riil.
2.5. Proyeksi Tenaga Kerja
Tahapan melakukan estimasi jumlah tenaga kerja di industri terpilih adalah sebagai
berikut:
(i) Menghitung jumlah tenaga kerja yang terserap di tiga industri terpilih dari hasil
ILOR terpilih untuk masing-masing Industri. Sehingga dari tahapan ini akan
didapatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk masing-masing industri
di tahun 2011-2014.
(ii) Jumlah industri yang terpilih di masing-masing industri didistribusikan
menurut kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, status pekerjaan, jenis
pekerjaan, dan wilayah menurut koridor ekonomi. Diasumsikan pola
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
11
pertumbuhan tahun 2005-2010 masih akan berlanjut dalam periode 2011-2014
dan penghitungan proyeksi distribusi dengan menggunakan persamaan
eksponensial dan dengan melakukan penyesuaian agar total distribusi
berjumlah 100%.
(iii) Selanjutnya dari tahapan (i) dan (ii) akan didapatkan jumlah tenaga kerja di
masing-masing industri terpilih menurut umur, jenis kelamin, pendidikan,
status pekerjaan, jenis pekerjaan dan wilayah koridor ekonomi.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
12
BAB III KEBIJAKAN INDUSTRI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
3.1. Kebijakan Industri Nasional
Kebijakan makro ekonomi tahun 1967 sampai 1980 merupakan kombinasi antara
kebijakan substitusi impor dengan investasi asing di sektor manufaktur terutama di
Pantai Utara Jawa. Kebijakan tersebut diikuti dengan pemusatan kegiatan ekonomi di
seputaran DKI Jakarta, akibatnya terjadi aliran tenaga kerja dari pedesaan ke daerah ini.
Kemudian pada tahun 1980-an perkembangan industri substitusi impor telah
digunakan oleh industri nasional seperti industri tekstil, yang memiliki ketergantungan
sangat besar pada ekspor minyak dan gas, sumber daya alam, serta pasar domestik
untuk produk-produk yang dihasilkan (Douglass dalam Tjiptoherijanto, 1998).
Ketika harga minyak dunia turun maka sektor industri terkena dampak dari penurunan
tersebut. Penurunan harga minyak pada era ini, menyebabkan tidak baiknya proses
industrialisasi di Indonesia. Walaupun pertumbuhan industri secara umum mengalami
penurunan, perkembangan sektor manufaktur tetap terkonsentrasi di Jawa, sehingga
76% seluruh tenaga kerja sektor manufaktur di Indonesia berada di pulau Jawa.
Perkembangan ekonomi dunia, yang memasuki era globalisasi juga mempengaruhi
kinerja perindustrian dan ketenagakerjaan di Indonesia. Kebijakan ketenagakerjaan
yang tadinya kebijakan pekerja tetap berubah menjadi tenaga kerja sistem kontrak, dan
sejak era tersebut sistem kontrak semakin berkembang, baik sistem kontrak antar
individu dan sistem kontrak melalui jasa pengerah tenaga kerja.
Sektor industri di Indonesia sampai saat ini memberikan sumbangan yang cukup besar
bagi PDB di Indonesia, tahun2010, sumbangan sektor ini mencapai 24,82%.
Industrialisasi di Indonesia sejak masa Presiden Soeharto hingga saat ini telah
mengubah struktur perekonomian Indonesia. Selama periode 1967 sampai dengan
1997 atau dalam jangka waktu 30 tahun, peran sektor industri terhadap perekonomian
Indonesia cenderung terus meningkat sampai pada akhir jabatan tahun 1997 atau
dalam jangka waktu 30 tahun peranan sektor industri pengolahan telah mencapai
26,8% dari PDB, sedangkan pangsa pertanian tercatat 16,1%.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
13
Pada pemerintahan transisi, Presiden Habibie, Abdurahman Wahid dan Megawati,
peranan sektor industri pengolahan tercatat 25% dari PDB pada tahun 1998 dan pada
tahun 2004 mencapai 28,1%. Sementara peran sektor Pertanian terhadap PDB
menurun dari 18,1% ke 14,3%. Demikian pula dengan sektor pertambangan dari 12,6%
bahkan menjadi hanya 8,9%.
Selama sepuluh tahun sampai dengan tahun 2004, kontribusi sektor industri
pengolahan terhadap perekonomian Indonesia rata-rata sebesar 26,9 %, dimana dari
jumlah tersebut industri pengolahan non migas berperan sebesar 86,5 %, dan sisanya
adalah industri pengolahan migas. Cabang (kelompok utama) industri manufaktur yang
memberikan sumbangan tinggi terhadap pembentukan PDB industri pengolahan non-
migas adalah cabang industri makanan, minuman dan tembakau; industri alat angkut,
mesin dan peralatannya; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta industri
tekstil, barang kulit dan alas kaki.
Menurut Kuncoro (2007), terdapat beberapa masalah struktural dalam sektor industri,
yaitu (1) tingginya tingkat konsentrasi dalam perekonomian dan banyaknya monopoli,
baik yang terselubung maupun terang-terangan pada pasar yang diproteksi; (2)
dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-seeking) ternyata belum memanfaatkan
keunggulan mereka dalam skala produksi dan kekuatan finansial untuk bersaing di
pasar global; (3) lemahnya hubungan intra industri, sebagaimana ditunjukkan oleh
minimnya industri yang bersifat spesialis yang mampu menghubungkan klien bisnisnya
yang berjumlah besar secara efisien; (4) struktur industri Indonesia terbukti masih
dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah; (5) masih kakunya BUMN sebagai
pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan teknologi; (6) investor asing
masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan sasaran
usahanya sebagian besar masih pada pasar yang diproteksi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa industri manufaktur Indonesia menghadapi berbagai
masalah. Pertama, masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara,
dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 persen antara tahun
1993-2002. Kedua, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita
masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan “tukang rakit”. Ketiga, rendahnya kualitas
SDM, sebagaimana tercermin dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri. Keempat,
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
14
belum terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai
dengan industri skala besar. Kelima, kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak
subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati “monopoli”, setidaknya
oligopoli. Ini terbukti dari lebih dari 50 persen subsektor industri memiliki indeks
konsentrasi dua industri (CR2) di atas 0,5 pada tahun 2002.
Menghadapi hal tersebut maka pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono,
pembangunan sektor industri diarahkan pada visi pembangunan nasional jangka
panjang yaitu menjadikan Indonesia Negara Industri Tangguh Dunia, yang
dijabarkan dalam tahapan 5 tahunan pembangunan jangka pendek. Tahun 2015-2019,
visi pembangunan industri adalah menjadikan Indonesia Negara Industri Maju baru.
Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008
tentang Kebijakan Industri Nasional, yang diimplementasikan secara sinergi dan
terintegrasi dengan dua pendekatan yaitu:
1. Pendekatan atas bawah (Top-down)
Sebagaimana tertuang dalam pasal 2 Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008,
tentang kebijakan Industri Nasional, telah ditetapkan bahwa pemerintah yang
dalam hal ini dilakukan oleh menteri perindustrian, bertanggungjawab untuk
menyusun dan menetapkan peta panduan (road map) pengembangan klaster
industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis
agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri
penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan
menengah tertentu. Berdasarkan pasal ini pendekatan pembangunan ekonomi
dilakukan dengan pendekatan atas bawah.
Dalam pendekatan ini pemerintah menetapkan klaster industri prioritas dalam
koridor ekonomi. Industri prioritas yang dipilih sebanyak 35 klaster industri,
yang dipilih berdasarkan kemampuan daya saing domestik dan internasional.
Adapun klaster tersebut adalah: 1) kelompok klaster industri basis industri
manufaktur, 2) kelompok klaster industri agro, 3) kelompok klaster industri alat
angkut, 4) kelompok klaster industri elektronika dan telematika, 5) kelompok
klaster industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta 6)
kelompok klaster industri kecil dan menengah tertentu.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
15
Berbagai klaster tadi diarahkan pada industri-industri unggulan yang bisa
dikembangkan lebih lanjut seperti industri kecil dan menengah tertentu
difokuskan pada 5 klaster yaitu klaster industri batu mulia dan perhiasan,
klaster industri garam, klaster industri gerabah dan keramik hias, klaster
industri minyak atsiri dan klaster industri makanan ringan.
2. Pendekatan bawah atas (Bottom-up)
Pasal 3 ayat 1 Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 menetapkan bahwa dalam
rangka menetapkan kompetensi industri daerah maka pemerintah provinsi
harus menyusun peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota menyusun peta panduan pengembangan
kompetensi inti industri kabupaten/kota. Namun dalam ayat berikutnya
disebutkan bahwa Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab menetapkan
peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan
kompetensi inti industri Kabupaten/Kota.
Berdasarkan pasal tersebut pendekatan pengembangan industri juga dilakukan
dengan pendekatan bottom-up. Pendekatan ini dilakukan dengan
mempertimbangkan keberagaman potensi kekayaan alam dan keunggulan
komparatif dari tiap-tiap daerah yang layak dikembangkan. Oleh sebab itu
Daerah harus lebih kreatif dalam menciptakan inovasi industri berbasis potensi
dan keunggulan wilayah. Dalam hal ini pemerintah daerah harus membuat basis
kompetensi inti industri daerah. Basis kompetensi inti daerah adalah
sekumpulan keunggulan sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk
membangun daya saing dalam rangka mengembangkan perekonomian daerah.
Kompetensi inti yang dibuat harus memenuhi kriteria: 1). mempunyai nilai
tambah tinggi, 2). memiliki keunikan daerah, 3). keterkaitan kuat dengan sumber
daya yang dimiliki daerah, 4). mempunyai peluang menembus pasar
internasional.
Implementasi Peraturan Presiden tersebut perlu dilakukan dengan menyusun peta
panduan (roadmap) pengembangan industri prioritas dan industri dengan kompetensi
inti. Sebagai tindak lanjut untuk menyusun roadmap tersebut telah diterbitkan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
16
Peraturan Menteri Perindustrian untuk 35 klaster industri prioritas, dan 18 Peraturan
Menteri Perindustrian untuk Industri Unggulan di 18 provinsi, yaitu:
1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 138 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi D.I. Yogyakarta
2. Peraturan Menteri Perindustrian No. 139 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Tengah
3. Peraturan Menteri Perindustrian No. 140 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Papua
4. Peraturan Menteri Perindustrian No. 93 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat
5. Peraturan Menteri Perindustrian No. 94 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Selatan
6. Peraturan Menteri Perindustrian No. 95Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Lampung
7. Peraturan Menteri Perindustrian No. 96 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kalimantan Timur
8. Peraturan Menteri Perindustrian No. 97 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan
9. Peraturan Menteri Perindustrian No. 98 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Gorontalo
10. Peraturan Menteri Perindustrian No. 99 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur
11. Peraturan Menteri Perindustrian No. 100 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat
12. Peraturan Menteri Perindustrian No. 130 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Aceh
13. Peraturan Menteri Perindustrian No. 131 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Riau
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
17
14. Peraturan Menteri Perindustrian No. 132 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kepulauan Riau
15. Peraturan Menteri Perindustrian No. 133 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
16. Peraturan Menteri Perindustrian No. 134 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kalimantan Barat
17. Peraturan Menteri Perindustrian No. 135 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara
18. Peraturan Menteri Perindustrian No. 136 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road
Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Utara.
Dari 18 Peraturan Menteri Perindustrian tersebut, 11 diantaranya untuk industri
makanan dan minuman, 5 peraturan untuk industri elektronika dan komunikasi serta 2
peraturan untuk industri tekstil dan fashion.
Adapun kondisi yang harus dicapai dalam RPJMN bidang industri selama 2010 – 2014
meliputi:
1. Terselesaikannya program revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri
yang terkena dampak krisis
2. Tumbuhnya industri baru yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar
3. Terolahnya potensi sumber daya alam daerah menjadi produk-produk olahan
4. Meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor
5. Tumbuhnya industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak
pertumbuhan industri di masa depan
6. Tumbuh dan berkembangnya IKM, khususnya industri menengah sekitar 2 kali
lebih cepat dibandingkan industri kecil.
Kondisi diatas diharapkan mampu mendorong keluaran (output) pembangunan industri
jangka menengah yang meliputi:
1. Besarnya kemampuan sektor industri menyerap tenaga kerja baru
2. Pulihnya industri yang terpuruk akibat krisis
3. Meningkatnya kemampuan daerah menghasilkan industri olahan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
18
4. Menguatnya struktur industri penunjang, komponen dan bahan baku industri
5. Meningkatnya ekspor secara sigifikan
6. Terbangunnya pilar-pilar industri masa depan
7. Semakin kuatnya keterkaitan antar skala industri dan seimbangnya nilai tambah
antara industri besar dan IKM.
Dari berbagai keluaran (ouput) di atas yang diambil dalam penelitian ini adalah
kemampuan sektor industri untuk menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja
baru. Industri yang banyak menyerap tenaga kerja baru tersebut antara lain industri
TPT maupun industri penunjang lainnya.
Kebijakan penyusunan klaster ini merupakan salah satu faktor kunci yang dapat
membantu pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan industri.
Literatur mengenai klaster industri mengajarkan bahwa ciri penting dan utama dari
suatu kluster adalah konsentrasi geografis dan spesialisasi sektoral. Dengan kata lain,
kluster merujuk pentingnya spesialisasi dalam suatu daerah geografis yang berdekatan.
3.2. Peta Panduan (Road Map) Industri Terpilih.
Dalam penelitian ini telah dipilih 3 kelompok industri yaitu industri makanan dan
minuman (mamin), industri tekstil dan produk tekstil (ITPT), dan industri elektronik.
Ketiga industri ini dipandang sebagai industri unggulan yang mampu menyerap tenaga
kerja lebih banyak.
3.2.1 Road Map Industri Makanan dan Minuman
Panduan pemetaan untuk industri makanan dan minuman, dikelompokkan dalam
beberapa klaster yaitu klaster industri olahan berbasis agro seperti pengolahan kakao,
kelapa, minyak sawit, dan lain-lain, kemudian klaster makanan ringan. Dalam
pembangunan industri makanan dan minuman dilakukan sejumlah program, yang
selanjutnya diterjemahkan ke dalam tahapan kegiatan.
Program revitalisasi industri agro. Ini merupakan salah satu progam yang lebih
spesifik ke industri makanan dan minuman. Tujuannya untuk memulihkan kinerja
industri yang terkena dampak krisis global, menumbuh kembangkan klaster industri
agro. Terdapat dua indikator kunci yang digunakan, pertama adalah 100% industri
terkena dampak krisis pulih ke kondisi sebelum krisis paling lambat akhir tahun 2012,
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
19
kedua pencapaian persentase utilisasi kapasitas produksi dalam industri sebesar 80%
dan tercapai paling lambat 2014. Program ini diterjemahkan kedalam kegiatan-
kegiatan:
a. Revitalisasi dan penumbuhan industri makanan hasil laut. Dalam tahapan ini
diharapkan nilai tambah industri berbasis hasil perikanan dengan indikator
pencapaian 75 persen seperti sebelum krisis. Kegiatan ini didukung dengan
rencana aksi: (i) revitalisasi industri gula, (ii) pengembangan klaster industri
pengolahan kakao, kelapa, hasil laut dan perikanan serta gula, (iii) standarisasi
industri makanan, hasil laut, dan perikanan, serta (iv) ketahanan pangan dan (v)
kegiatan penunjang.
b. Revitalisasi dan penumbuhan industri minuman dan tembakau. Dalam tahapan
ini diharapkan terjadi pertumbuhan industri minuman dengan indikator
pencapaian pada tahun 2004 sebesar 87,5%. Untuk mencapai hal tersebut harus
didukung oleh SDM yang memadai serta peningkatan kerjasama, promosi dan
investasi. Rencana aksi untuk mendukung industri makanan dan minuman
dilakukan melalui antara lain: (i) pengembangan klaster industri pengolahan
buah, kopi, susu, (ii) pengembangan kerjasama, promosi dan investasi industri,
(iii) peningkatan iklim usaha industri, (iv) pengembangan SDM industri, (v)
peningkatan standarisasi dan teknologi industri.
c. Penyusunan dan evaluasi program revitalisasi dan penumbuhan industri agro.
Kegiatan ini didukung dengan rencana aksi antara lain: (i) peningkatan
penggunaan produk industri agro dalam negeri, (ii) peningkatan koordinasi
perumusan perencanaan, evaluasi, dan laporan, (iii) peningkatan koordinasi
perumusan kebijakan, standarisasi, teknologi dan kerjasama.
3.2.2. Road Map Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Industri TPT termasuk dalam industri berbasis manufaktur, yang ditujukan untuk
memulihkan kinerja industri yang terkena dampak krisis keuangan global, khususnya
industri yang melakukan ekspor ke Amerika dan Eropa. Khusus untuk industri TPT,
kegiatan ditujukan untuk menumbuhkan dan menguatkan kembali struktur industri
tekstil dan aneka produk tekstil dengan indikator peningkatan nilai tambah produk
industri tekstil.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
20
Salah satu program Kementerian Perindustrian yang mendukung pengembangan
industri TPT adalah Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis
Manufaktur. Tujuannya untuk memulihkan kinerja industri yang terdampak krisis
finansial, mengatasi permasalahan aktual industri, menghasilkan rumusan dalam
pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis serta menumbuh kembangkan klaster.
Indikator kunci pertama adalah 100% industri berhasil pulih dan diharapkan pulih
paling lambat tahun 2012, kedua adalah 80% utilitas kapasitas produksi terpasang dan
paling lambat akhir tahun 2014.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah untuk mencapai Indikator kunci
tersebut di industri Tekstil dan Produk Tekstil meliputi: 1). Restrukturisasi permesinan
industri tekstil, alas kaki dan penyamakan kulit, 2) Pengembangan klaster industri
tekstil dan produk,, 3) peningkatan standarisasi dan teknologi industri tekstil dan
aneka, 4) peningkatan iklim usaha dan jasa industri tekstil dan aneka, 5) pengembangan
SDM industri, 6) peningkatan kerjasama, promosi dan investasi serta peningkatan
desain produk industri tekstil dan aneka.
Semua hal tersebut dilakukan untuk meningatkan daya saing global serta peningkatan
penyerapan tenaga kerja. Kebijakan industri pengolahan khususnya TPT tahun 2010-
2014 diarahkan pada mantapnya struktur industri TPT melalui peningkatan investasi
dengan proyeksi total sebanyak Rp172 trilyun tahun 2014, peningkatan ekspor dengan
proyeksi Rp16,7 trilyun dan peningkatan keamanan pasar dalam negeri dan
penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan ekspor ke pasar non tradisional.
Sementara untuk jangka panjang diarahkan pada meningkatnya produktifitas, kualitas
dan efisiensi yang berdaya saing ke arah competitive advantage; Meningkatnya daya
saing melalui spesialisasi pada produk TPT bernilai tambah tinggi dan high fashion yang
berbahan baku lokal; Berkembangnya merek-merek Indonesia untuk pasar dunia dan
meningkatnya penggunaan produk TPT lokal di dalam negeri.
3.2.3 Road Map Industri Elektronik
Pengembangan industri elektronik merupakan pengembangan industri berbasis
teknologi tinggi, yang dilakukan dengan pengembangan klaster industri elektronika,
pengembangan industri telekomunikasi, pengembangan klaster industri komputer dan
peralatannya, pengembangan klaster industri perangkat lunak dan konten multi media.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
21
Peningkatan kerjasama, promosi dan investasi industri elektronika serta
pengembangan SDM industri.
Pengembangan industri elektronika dan telematika dimaksudkan untuk menumbuhkan
dan mengembangkan industri elektronika dan telematika dengan indikator pencapaian
meliputi : 1) perumusan dan pelaksanaan kebijakan, perumusan standar, bimbingan
teknis dan evaluasi pengembangan industri elektronika dan telematika, 2) penumbuhan
industri elektronika dan telematika serta 3) peningkatan nilai tambah produk industri
elektronik dan telematika.
3.3 Kebijakan Tenaga Kerja Tenaga kerja menjadi bagian tidak terpisahkan dalam proses produksi. Oleh sebab itu
dimensi ketenagakerjaan yang meliputi banyaknya serapan, kualitas SDM baik hard
skill maupun soft skill dan dukungan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif baik
dari sisi upah maupun lingkungan kerja perlu mendapat perhatian. Indonesia dengan
jumlah penduduk usia produktif yang besar yaitu mencapai kurang lebih 170,79 juta,
harus menjadi perhatian pemerintah dalam hal menciptakan kesempatan kerja, agar
mampu menyerap tambahan tenaga kerja baru.
Adioetomo (2010) mengatakan bahwa setiap tahun Indonesia akan memperoleh entry
tenaga kerja baru sekitar 44 juta selama tahun 2010-2015, dengan kualitas SDM yang
rendah. Padahal peningkatan jumlah tenaga kerja, penurunan jumlah penduduk usia
dibawah 15 tahun serta peningkatan jumlah lansia sebagai akibat transisi demografi di
masa lalu, akan menyebabkan penurunan rasio beban ketergantungan. Penurunan rasio
beban ketergantungan tersebut akan mencapai titik terendah sebelum meningkat
kembali di masa depan. Kondisi ini disebut sebagai jendela kesempatan atau bonus
demografi, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tabungan keluarga dan
investasi SDM, dengan syarat apabila seluruh tenaga kerja mampu terserap dalam pasar
kerja. Bonus demografi ini di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2015
sampai dengan tahun 2040.
Momentum ini seharusnya mampu dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dengan
semakin meningkatkan jumlah maupun kualitas perekonomian, termasuk industri,
terutama industri yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Namun demikian
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
22
Indonesia masih dihadapkan pada lebih banyaknya penawaran dibandingkan
permintaan tenaga kerja. Oleh sebab itu, kebijakan ketenagakerjaan mestinya mulai
memikirkan untuk menitikberatkan pembangunan ekonomi yang mampu menyerap
kelebihan tenaga kerja tersebut.
Selain hal itu masalah yang juga dihadapi adalah masalah produktifitas yang
menentukan penciptaan output oleh tenaga kerja. Kondisi ketenagakerjaan yang masih
rendah kualitasnya menjadi persoalan sendiri, sehingga diperlukan human capital
investment, agar produktifitas tenaga kerja Indonesia menjadi lebih baik. Karena
kualitas dan produktifitas tenaga kerja Indonesia rendah maka posisi tawar juga
rendah. Sementara pembangunan ekonomi ditentukan oleh bagaimana para pelaku baik
pelaku usaha, masyarakat penyedia tenaga kerja maupun pemerintah sebagai regulator
dan stabilitator masalah tenaga kerja.
Untuk menangani masalah ketenagakerjaan maka pemerintah menetapkan UU No 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut pasal 4 menetapkan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi,
b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah,
c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan, dan
d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Selanjutnya dikatakan, bahwa semua tenaga kerja memperoleh perlakuan yang tidak
diskriminatif untuk memperoleh pekerjaan maupun dari pelaku usaha. Dalam aturan ini
juga dilengkapi dengan aturan tentang upah, pemutusan hubungan kerja dan
penyelesaian perselisihan antara tenaga kerja dengan pelaku usaha.
Peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah menciptakan kesempatan
kerja seluas-luasnya, baik sendiri maupun bersama masyarakat sebagaimana tercantum
dalam pasal 39. Dalam kapasitasnya memperluas lapangan kerja, pemerintah harus
mendayagunakan berbagai sektor ekonomi baik berbasis sumber daya alam maupun
teknologi.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
23
Yang penting harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki iklim ketenagakerjaan
dengan meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja agar terampil, ahli dan
kompeten dalam persaingan global. Pemerintah dalam hal ini harus memberikan
pelatihan berbasis kompetensi untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini dan ke
depan. Dari hasil penelitian di lapangan (Batam, Surabaya, Bandung dan Makasar),
diketahui bahwa Indonesia lemah dalam menyediakan tenaga-tenaga keja di level
engineer, baik untuk industri elektronik, maupun industri lainnya. Sementara untuk
tenaga operator tidak masalah karena industri mempunyai sistem pelatihan sendiri.
Sistem pendidikan tinggi terutama tidak menyediakan pendidikan yang fokus pada
kebutuhan industri. Oleh sebab itu kebijakan ketenagakerjaan juga tidak boleh lepas
dari kebijakan pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara
keseluruhan.
Upaya di bidang pendidikan yang terkait dengan peningkatan SDM industri adalah
dalam Program Pendidikan Menengah yang di dalam salah satu kegiatan pokoknya
adalah pengembangan pendidikan kejuruan mengacu pada standard kompetensi kerja
nasional, internasional dan industri serta penataan bidang keahlian pada pendidikan
menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja serta
mendukung upaya meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan industri.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
24
BAB IV INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
4.1 Struktur Produk Domestik Bruto 2005-2010
Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan hasil penjumlahan nilai tambah bruto yang
dihasilkan oleh unit-unit seluruh kegiatan ekonomi dalam batas wilayah suatu negara
dalam periode satu tahun. PDB menurut lapangan usaha Indonesia secara riil tahun
2010 sebesar 2.310,7 trilyun menurut Harga Konstan 2000 atau 3.517,2 trilyun
menurut harga berlaku. PDB Indonesia menurut harga konstan meningkat menjadi 1,6
kalinya selama periode 2001-2010.
GAMBAR 4.1 PERTUMBUHAN PDB SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI INDONESIA 1997
Sebelum Krisis Setelah Krisis Sumber: Yanfitri (2010)
Sejarah pertumbuhan PDB berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yanfitri (2010)3,
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun sepuluh tahun terakhir
mempunyai dua pola yang berbeda. Periode sebelum krisis (1990-1996) pertumbuhan
rata-rata mencapai 7,25% dengan variasi terkecil 6,46% tahun 1992 dan tertinggi
8,22% tahun 1995, kemudian pola sejak tahun 2000-2009 rata-rata mencapai 5,10%
dengan kisaran terendah tahun 2001 (3,63%) dan tertinggi tahun 2007 (6,35%).
3Yanfitri, Yanti K. 2010. Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus Bisnis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
25
Pertumbuhan ekonomi yang rendah tersebut dapat disebabkan karena dampak krisis
tahun 2007 dan ditambah dengan dampak krisis global di beberapa tahun terakhir.
Pengamatan dalam lima tahun terakhir menunjukkan Nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) selama periode 2005-2010 meningkat rata-rata sebesar 18,8% per tahun
menurut harga berlaku atau sebesar 5,7% per tahun.
PDB menurut 9 sektor lapangan usaha adalah (i)Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan, (ii) Pertambangan dan Penggalian, (iii) Industri Pengolahan, (iv) Listrik, Gas,
dan Air Bersih, (v) Konstruksi, (vi) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (vii)
Pengangkutan dan komunikasi, (viii) Keuangan, real estat, jasa industri dan (ix) Jasa-
jasa.
TABEL 4.1 KOMPOSISI PDB BERDASARKAN HARGA KONSTAN 2000, 2005-2010
Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pertanian 14,5 14,2 13,8 13,7 13,6 13,2 Pertambangan 9,3 9,1 8,7 8,3 8,3 8,1 Industri 28,1 27,8 27,4 26,8 26,2 25,8 Listrik, Gas, Air 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 Bangunan 5,9 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 Perdagangan 16,8 16,9 17,3 17,5 16,9 17,3 Pengangkutan 6,3 6,8 7,2 8,0 8,8 9,4 Keuangan 9,3 9,2 9,4 9,5 9,6 9,5 Jasa-jasa 9,1 9,2 9,3 9,3 9,4 9,4 PDB (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 PDB (milyar) 1.749,5 1847,1 1.964,3 2.082,3 2.177,7 2.310,7 Sumber: BPS berbagai tahun
Struktur PDB Indonesia didominasi oleh sektor industri sejak tahun 1991 dari yang
sebelumnya sektor pertanian (BPS, 2005). Hingga saat ini industri manufaktur masih
mendominasi struktur PDB nasional, dengan sumbangan terhadap total PDB sebesar
25,8%, kemudian diikuti perdagangan, hotel dan restoran (17,3%) dan pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan 13,2% di tahun 2010 menurut harga berlaku
2000 (Tabel 4.1). Dengan demikian industri manufaktur diharapkan tidak hanya dapat
memberikan sumbangan yang cukup berarti atau memperkuat struktur perekonomian,
namun juga dengan dukungan sektor pertanian mampu sebagai motor penggerak
perekonomian.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
26
Namun sumbangan sektor industri terhadap PDB menunjukkan kecenderungan
menurun dari 28,1% tahun 2005 menjadi 25,8% tahun 2010 atas harga konstan. Hal ini
menunjukkan sebagian kecil peran sektor industri mulai tergantikan oleh sektor lain.
Terlihat dari penurunan sumbangan sektor industri diikuti dengan peningkatan yang
cukup besar di sektor pengangkutan dan komunikasi dari 6,3% menjadi 9,4%,
kemudian peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan sektor
konstruksi meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri lebih
rendah dibandingkan dengan sektor-sektor tersebut.
Padahal sektor industri merupakan sektor yang diharapkan mampu menunjang
pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan karena pola sejak tahun 1967
pertumbuhan ekonomi industri manufaktur cenderung diatas rata-rata pertumbuhan
PDB. Dampak krisis global menjadikan pertumbuhan industri manufaktur berada di
bawah pertumbuhan PDB.
TABEL 4.2 RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB HARGA KONSTAN 2000, 2005-2010
2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 Rata2
Pertanian 3,1 3,5 4,8 4,0 2,9 3,7 Pertambangan 3,3 2,0 0,6 4,5 3,4 2,8 Industri 4,6 4,7 3,7 2,2 4,5 3,9 Listrik, Gas, Air 6,0 9,8 11,1 14,0 5,8 9,3 Bangunan 8,5 8,6 7,6 7,1 7,0 7,7 Perdagangan 6,1 8,9 6,9 1,3 8,7 6,4 Pengangkutan 14,1 14,0 16,6 15,5 13,5 14,7 Keuangan 5,0 8,0 8,2 5,0 5,7 6,4 Jasa-jasa 6,7 6,4 6,2 6,4 6,0 6,4 PDB 5,6 6,3 6,0 4,6 6,1 5,7 Sumber: Diolah dari BPS berbagai tahun
Pertumbuhan sektor industri dalam periode yang sama rata-rata sebesar 3,9% atas
dasar harga konstan 2000 atau 30,1% atas harga berlaku. Pertumbuhan ini lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yakni rata-rata
5,7% atas harga konstan atau 18,8% atas harga berlaku. Sementara itu sektor lainnya
yang meningkat rata-rata per tahun jauh melebihi sektor industri yakni dengan besaran
14,7% untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, 9,3 % untuk listrik gas dan air
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
27
minum, dan 7,7% sektor konstruksi atas dasar harga konstan untuk periode 2005-2010
(Tabel 4.2).
4.2 Struktur Industri Manufaktur. Industri manufaktur dapat dikategorikan ke dalam industri migas dan industri bukan
migas. Industri non migas memberikan peran yang cukup besar dalam struktur industri
nasional yakni dengan sumbangan sebesar lebih dari 90%, sedangkan industri migas
kurang dari 10% di tahun 2010. Dalam perkembangannya, industri non migas
menunjukkan sumbangan yang semakin meningkat dan diiringi dengan penurunan
peran industri migas.
Di dalam industri non migas, kategori industri alat angkutan, mesin dan peralatan
memberikan sumbangan terbesar kemudian kedua oleh industri makanan dan
minuman dan ketiga industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebagaimana terlihat
pada Tabel 4.3.
TABEL 4.3 STRUKTUR NILAI TAMBAH INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT HK 2000, 2005-2010
2005 2006 2007 2008 2009* 2010** a. Industri M i g a s 9,9 9,3 8,9 8,5 8,2 7,6 1) Pengilangan Minyak Bumi 4,3 4,0 3,9 3,8 3,7 3,6 2) Gas Alam Cair 5,6 5,3 5,0 4,8 4,5 4,1 b. Industri Bukan Migas 90,1 90,7 91,1 91,5 91,8 92,4 1) Makanan, Minuman dan Tembakau 24,7 25,3 25,4 25,1 27,3 26,9 2) Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 11,0 10,7 9,8 9,1 9,0 8,8 3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 4,1 3,9 3,7 3,6 3,5 3,3 4) Kertas dan Barang Cetakan 4,9 4,8 4,8 4,6 4,8 4,6 5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,1 12,0 12,2 12,3 12,2 12,2 6) Semen dan Barang Galian bukan Logam 3,2 3,1 3,0 2,9 2,8 2,7 7) Logam Dasar Besi dan Baja 1,6 1,6 1,5 1,4 1,4 1,3 8) Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan 27,8 28,6 30,0 31,8 30,2 31,9 9) Barang Lainnya 0,8 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 Industri Pengolahan (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Dalam milyar Rp 491.561 514.100 538.085 557.764 569.785 595.313
Sumber. BPS. 2010. Statistik Indonesia 2010 dan www.bi.go.id * angka sementara ** angka sangat sementara
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
28
Dua kelompok industri non migas yang memberikan sumbangan nilai tambah terbesar
dan juga mempunyai sumbangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun adalah
industri alat angkutan, mesin dan peralatan dan industri makanan dan minuman.
Artinya, nilai tambah kedua industri ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan nilai
tambah kelompok industri lainnya. Sebaliknya kategori industri non migas yang
perannya mengalami penurunan terbesar adalah kelompok industri tekstil, barang kulit
dan alas kaki.
4.2.1 Perkembangan Nilai Tambah Industri Manufaktur Nilai tambah industri manufaktur non migas disumbangkan oleh industri besar sedang
sebesar 800,39 trilyun atau sebesar 54,2% di tahun 2009. Dengan demikian
sumbangan industri kecil terhadap nilai tambah industri manufaktur kurang dari 50%.
Industri besar dan sedang adalah industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja
berturut-turut lebih dari 100 orang dan 20-99 orang, serta industri kecil/mikro adalah
industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang.
Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang.
Perkembangan dari tahun ke tahun jumlah nilai tambah industri skala besar dan sedang
(IBS) menurut harga berlaku meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 19,4% untuk
periode 2005-2009. Secara-rata pertumbuhan tersebut hampir sama dengan
pertumbuhan PDB nasional. Namun jika diamati, sejak tahun 2006 pertumbuhan nilai
tambah IBS lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDB (Tabel 4.4).
TABEL 4.4. NILAI TAMBAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG (IBS), 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009 Nilai tambah (NT) IBS (milyar Rp) 396.438 514.343 598.400 719.493 800.391 % NT IBS thd NT industri manufaktur 51,8 55,9 56,0 52,1 54,2
2005-06 2006-07 2007-08 2008-9 Rata-rata
Pertumbuhan ind NT IBS HB (%/tahun) 29,7 16,3 20,2 11,2 19,4
Pertumbuhan PDB HB (%/tahun) 22,3 18,3 25,3 13,2 19,6 Sumber: BPS. Survei Industri Besar dan Sedang dan Statistik Indonesia berbagai tahun, diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
29
Tabel 4.5 menunjukkan sumbangan terbesar terhadap nilai tambah industri manufaktur
adalah dari kelompok sub sektor makanan dan minuman, dan sub sektor kimia dan
barang dari bahan kimia dengan besaran masing-masing 17,3% dan 15,5% di tahun
2009. Jika dilihat tren historisnya, sumbangan kedua sektor tersebut semakin lama
semakin meningkat yakni dari 14,9% untuk sub sektor makanan dan minuman dan
10,9% untuk sub sektor kimia dan barang kimia di tahun 2005.
TABEL 4.5. DISTRIBUSI NILAI TAMBAH INDUSTRI MANUFAKTUR SKALA BESAR DAN SEDANG MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005-2009
Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Makanan dan minuman 14,9 15,9 15,8 17,3 17,3 Tembakau 10,1 9,6 9,8 7,8 7,6 Tekstil 6,6 7,3 6,6 4,3 5,4 Pakaian jadi 3,0 3,8 3,5 3,3 3,4 Kulit dan barang dari kulit 1,9 2,0 1,6 1,8 1,7 Kayu, brg dr kayu, n anyamn 4,0 2,8 3,0 2,4 2,2 Kertas dan barang dr kertas 6,1 6,0 5,4 5,2 5,9 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 1,3 1,3 1,3 0,9 1,0 Batubara, minyak dan gas bumi, dan bhn bakar nuklir 0,2 1,0 0,5 0,6 0,3 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 10,9 11,3 13,3 17,0 15,5 Karet dan barang2 dr plastik 5,6 5,8 5,8 5,9 5,3 Barang galian bukan logam 4,8 3,7 4,0 3,6 3,8 Logam dasar 3,5 3,9 4,1 4,4 3,6 Barang-barang dari logam dan peralatannya 2,3 2,4 2,4 2,9 3,4 Mesin dan perlengkapannya 1,8 1,8 1,6 2,0 1,9 Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 2,4 2,1 2,0 3,1 2,6 Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 3,9 3,6 3,1 2,0 2,4 Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dn jam 0,2 0,4 0,3 0,3 0,2 Kendaraan bermotor 10,8 9,0 6,8 6,7 7,1 Alat angkutan lainnya 3,6 3,6 6,3 6,4 6,2 Furniture dan industry pengolahan lainnya 1,9 2,5 2,5 1,9 1,9 Daur ulang 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Total (Milyar Rp) 396.438 514.343 598.400 719.493 800.391
Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
30
Peningkatan sumbangan nilai tambah kelompok industri makanan dan minuman skala
besar dan sedang menunjukkan peran yang semakin meningkat karena pertumbuhan
rata-rata pertahun atas harga berlaku untuk kedua industri tersebut jauh diatas rata-
rata industri besar dan sedang (19,4%) yakni berturut-turut 24,3% dan 32,5% selama
periode 2005-2009. Pertumbuhan yang besar pada industri makanan dan minuman
dapat disebabkan karena untuk konsumsi domestik karena jumlah yang besar dan terus
menerus meningkat , selain untuk ekspor.
Nilai Output Industri Kecil.
Nilai tambah bagi industri kecil sangat sulit untuk didapatkan. Untuk itu nilai tambah
industri kecil didekati dari nilai outputnya. Nilai output industri kecil dari kelompok
industri makanan juga memberikan sumbangan yang terbesar kemudian diikuti oleh
industri pakaian jadi dan industri tekstil yakni dengan besaran masing-masing 40,50
milyar, 12,7 milyar dan 7,9 milyar rupiah di tahun 2010 (Tabel 4.6).
TABEL 4.6. NILAI OUTPUT INDUSTRI KECIL, 2010
Kelompok Industri (KBLI 2009)*) Nilai (Rp000) 10 Industri Makanan 40.496.970 11 Industri Minuman 505.054 13 Industri Tekstil 7.882.110 14 Industri Pakaian Jadi 12.799.131
15 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 4.229.041
26 Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik 74.984
27 Industri Peralatan Listrik 29.002
28 Industri Mesin dan Perlengkapannya yang terkait 339.365
Total 66.355. 657
Sumber: Diolah dari Survei Industri Kecil 2010 *) Hanya Industri Mikro dan Kecil 2010 yang menggunakan KBLI 2009
4.2.2 Perkembangan Jumlah Industri Manufaktur
Jumlah industri skala kecil/sedang/besar tahun 2007 berjumlah 3.816.996 buah. Dari
tahun 2004-2007 jumlah industri menunjukkan pola kecenderungan yang semakin
meningkat yakni dengan penambahan 262 ribu per tahun. Peningkatan jumlah industri
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
31
terbesar disumbangkan oleh peningkatan industri kelompok industri makanan dan
minuman yakni rata-rata 120 ribu industri per tahun.
Industri makanan dan minuman juga mempunyai proporsi yang paling banyak yakni
33,6% atau 1281.906 buah (Tabel 4.7). Potensi sumber daya pertanian sebagai input
industri makanan, aneka ragam jenis makanan nusantara, dan jumlah penduduk yang
meningkat terus membuat industri makanan dan minuman berkembang. Industri
makanan di Indonesia yang cenderung low technology dan sesuai dengan ketersediaan
tenaga kerja yang masih belum mempunyai keahlian khusus, serta kemudahan secara
teknis untuk mendirikan industri makanan dan minuman mudah mendukung
berkembangnya industri ini.
TABEL 4.7 DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI BESAR, SEDANG DAN KECIL 2004-2007
Kelompok Industri 2004 2005 2006 2007 Industri Makanan dan Minuman 30,4 28,5 34,7 33,6
Industri Tekstil 9,8 9,7 9,1 8,7 Industri Pakaian Jadi 2,9 3,1 3,2 3,0 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 1,3 1,6 1,1 1,2 Industri Mesin dan perlengkapannya 0,4 0,4 0,4 0,3 Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akutansi & Pengolahn Data 0,0 0,0 0,0 0,0 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya 0,3 0,3 0,3 0,3 Industri Radio, Televisi dan Pelaralatan Komunikasi 0,6 0,5 0,5 0,5 Lainnya 54,4 55,8 50,7 52,3 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 Total (buah) 3.030.570 2.950.457 3.708.949 3.816.997
Sumber: Diolah dari BPS. Survei Industri Besar dan Sedang, dan Survei Industri Kecil berbagai tahun Komposisi jumlah industri terbagi menjadi 15,7% termasuk kategori industri skala
besar dan sedang dan 84,3% termasuk kategori industri skala kecil di tahun 2007
(Tabel 4.8). Ini menunjukkan persentase industri yang termasuk kategori besar dan
sedang termasuk kategori rendah.
Jika dilihat menurut jenis industri, kelompok industri yang didominasi (lebih dari 70%
jumlahnya) oleh skala besar adalah (i) Industri radio, televisi dan peralatan komunikasi,
(ii) Industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya, (iii) industri mesin dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
32
peralatan kantor, akutansi dan pengolahan data dan (iv) industri mesin dan
perlengkapannya.
TABEL 4.8 PERSENTASE JUMLAH PERUSAHAN BESAR TERHADAP SEMUA SKALA INDUSTRI DI MASING-MASING KELOMPOK INDUSTRI, 2004-2007
Jenis Industri 2004 2005 2006 2007 Industri Makanan dan Minuman 5,5 7,0 6,4 7,4 Industri Tekstil 8,8 9,1 11,2 11,8 Industri Pakaian Jadi 14,0 13,0 16,4 18,3 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 17,9 16,6 24,5 20,2 Industri Mesin dan perlengkapannya 50,4 53,6 65,5 70,2 Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akutansi & Pengolahn Data 66,3 80,1 53,0 71,4 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya 98,4 98,2 97,0 97,2 Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi 99,3 97,1 98,7 98,2 Lainnya 14,0 15,7 17,4 19,7 Total 11,8 13,4 13,9 15,7
Sumber. BPS. Survey Industri Besar dan Sedang, dan Survei Industri Mikro/Kecil berbagai tahun, diolah
Kelompok industri tersebut merupakan jenis industri dengan kategori middle dan high
technology sehingga industri kecil kurang bisa akses. Selain itu, keterkaitan dari aspek
produksi yang masih kurang antara industri besar dan industri kecil di kategori ke
empat industri tersebut membuat industri kecil kurang berkembang. Dengan kata lain
juga menunjukkan industri besar masih kurang dalam transfer teknologi antara industri
besar dengan industri kecil.
Jika dilihat dari trennya, selama periode 2004-2007, proporsi jumlah industri besar dan
sedang semakin meningkat yakni dari 11,8% menjadi 15,7% (Tabel 4.8). Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan industri besar sedang lebih cepat dibandingkan
dengan pertumbuhan jumlah industri kecil. Peningkatan proporsi industri besar juga
terlihat pada hampir semua kelompok industri, kecuali industri Mesin Listrik Lainnya
dan Perlengkapannya dan Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi karena
komposisinya sudah hampir sebagian besar merupakan industri besar.
Pertumbuhan jumlah industri besar selama periode 2004-2009 secara rata-rata
meningkat sebesar 24,38% per tahun. Namun jika dicermati lebih jauh, sejak tahun
2006 pertumbuhan jumlah industri besar secara agregat menunjukkan penurunan
dengan besaran rata-rata 6% per tahun. Penurunan jumlah industri besar bisa
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
33
dikarenakan berbagai sebab antara lain industri relokasi ke industri lain atau pindah ke
negara lain.
Namun demikian masih ada industri yang jumlahnya meningkat cukup tinggi selama
periode 2008-2009 yakni kelompok industri tekstil dan kelompok industri radio,
televisi dengan besaran berturut-turut 10,45% dan 5,37 % per tahun. Peningkatan
jumlah perusahan di industri tekstil ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah
dalam bidang tekstil mengenai insentif dalam bentuk peremajaan mesin-mesin.
TABEL 4.9. DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG 2005-2009
Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 Makanan dan minuman 22,8 22,4 22,6 23,6 24,0 Tembakau 4,1 4,4 4,3 4,4 4,3 Tekstil 9,3 9,5 10,1 9,2 10,6 Pakaian jadi 9,3 11,0 10,4 10,3 8,7 Kulit dan barang dari kulit 2,4 2,8 2,7 2,7 2,7 Kayu, barang dari kayu, dan anyaman 6,4 6,0 5,9 5,6 5,1 Kertas dan barang dari kertas 2,0 1,8 2,0 1,9 1,8 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 2,6 3,0 2,8 2,9 2,8 Batubara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar nuklir 0,3 0,2 0,3 0,3 0,3 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 4,9 4,0 4,1 4,2 4,5 Karet dan barang-barang dariplastik 7,1 6,3 6,3 6,7 6,7 Barang galian bukan logam 7,3 6,9 6,8 6,9 6,9 Logam dasar 1,0 0,9 0,9 0,9 1,0 Barang-barang darilogam dan peralatannya 4,1 3,5 3,5 3,5 3,7 Mesin dan perlengkapannya 2,0 1,6 1,6 1,7 1,7 Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 1,2 0,9 1,0 1,1 1,0 Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 0,9 0,8 0,8 0,8 0,9 Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 Kendaraan bermotor 1,3 1,1 1,1 1,2 1,2 Alat angkutan lainnya 1,4 1,3 1,4 1,3 1,3 Furniture dan industri pengolahan lainnya 9,0 10,6 10,4 10,0 9,8 Daurulang 0,3 0,5 0,6 0,6 0,5 Jumlah (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 (N) 20.729 29.468 27.998 25.694 24.468
Sumber: BPS. Industri Besar dan Sedang berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
34
Kelompok industri makanan dan minuman tidak hanya jumlahnya terbanyak,
melainkan tren komposisinya juga meningkat selama periode 2004-2009 dengan
peningkatan dari 22,4 % menjadi 24% dan untuk kelompok industri tekstil dengan
peningkatan dari 9,1% menjadi 10,6% (Tabel 4.9).
Jumlah Industri Industri Mikro/Kecil.
Jumlah industri kecil tahun 2010 berjumlah 1.732.724 buah dengan proporsi terbanyak
adalah industri makanan, kemudian Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak
termasuk furnitur), Industri Barang Anyaman dari Rotan, Bambu dan sejenisnya dan
yang ketiga industri pakaian jadi (Tabel 2.10). Menurut klasifikasi baku lapangan usaha
2009 (BPS. 2009)4 , industri makanan adalah mencakup pengolahan produk pertanian,
kehutanan dan perikanan menjadi makanan dan juga mencakup produk setengah jadi
yang tidak secara langsung menjadi produk makanan tetapi nilainya dapat lebih besar
atau lebih kecil. Kategori industri kayu mencakup pembuatan barang-barang dari kayu
dan kebanyakan digunakan untuk konstruksi dan juga mencakup berbagai proses
pengerjaan dari penggergajian sampai pembentukan dan perakitan barang-barang dari
kayu, dan dari perakitan sampai produk jadi seperti kontainer kayu. Golongan pokok
ini tidak mencakup pembuatan mebeler, atau perakitan/pemasangan perabot kayu dan
sejenisnya.
TABEL 4.10 DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI INDUSTRI KECIL, 2010
No. Kelompok Industri Persen 1. Industri Makanan 34,0 2. Industri Kayu 23,4 3. Industri Pakaian Jadi 10,1 4. Industri Tekstil, 8,6 5. Industri Barang Galian Bukan Logam 7,9 6. Industri Furnitur KBLI 3,9 7. Industri Pengolahan Lainnya 2,3 8. Industri Barang Logam bukan Mesin dan Peralatannya 2,3 9. Industri Pengolahan Tembakau 1,9 10. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 1,2 11. Industri Minuman 1,1 12. Industri lainnya 2,4
13. Total 100,0 Jumlah industri (buah) 2.732.724
Sumber. BPS. 2010. Survei Industri Mikro dan Kecil 2010
4BPS. 2009. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No, 57 Tahun 2009 mengenai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
35
BAB V
KEADAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL
5.1 Struktur Tenaga Kerja dalam Perekonomian Nasional 2005-2011
Sebagai dampak jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlah
tenaga kerja dalam perekonomian juga terus meningkat. Menurut BPS, selama 10 tahun
terakhir (2000-2010) laju pertumbuhan penduduk meningkat sebesar 1,49%. Jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas per Februari yang bekerja meningkat dari 94,9 juta
tahun 2005 menjadi 111,0 juta tahun 2011 (Tabel 5.1). Jika dihitung rata-rata
pertumbuhan per tahun, tenaga kerja Indonesia meningkat sebesar 2,51% selama
periode tahun 2005-2011.
Jika dilihat menurut sektor, sektor pertanian masih menjadi penampung terbanyak
tenaga kerja karena sifat pekerjaan pertanian yang luwes yakni untuk bekerja di sektor
pertanian tidak diperlukan keahlian atau pendidikan khusus. Sebanyak 38% atau 42,4
juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua yang menyerap
banyak tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 20,93% atau 23,2 juta disusul oleh
sektor jasa-jasa yang menyerap 15,33%. Sementara sektor industri menempati urutan
keempat penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 12,33% atau 13,7 juta tenaga kerja.
TABEL 5.1. JUMLAH TENAGA KERJA UMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT LAPANGAN USAHA 2005-2011
(ORANG)
Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian 41.814.197 42.323.190 42.608.760 42.689.635 43.029.493 42.825.807 42.475.329 Pertambangan 808.842 947.097 1.020.807 1.062.309 1.139.495 1.188.634 1.352.219 Industri 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12440141 12.615.440 13.052.521 13.696.024 Listrik, gas, air 186.801 207.102 247.059 207.909 209.441 208.494 25.727 Bangunan 4.417.087 4.373.950 4.397.132 4.733.679 4.610.695 4.844.689 5.591.084 Perdagangan 18.896.902 18.555.057 19.425.270 20.684.041 21.836.768 22.212.885 23.239.792 Pengangkutan 5.552.525 5.467.308 5.575.499 6.013.947 5.947.673 5.817.680 5.585.124 Keuangan 1.042.786 1.153.292 1.252.195 1.440.042 1.484.598 1.639.748 2.058.968 Jasa-jasa 10.576.572 10.571.965 10.962.352 12.778.154 13.611.841 15.615.114 17.025.934
Jumlah
94.948.118
95.177.102
97.583.141
102.049.857
104.485.444
107.405.572
111.050.201
Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
36
Jika dilihat proporsi tenaga kerja di keempat sektor tersebut, sektor pertanian
cenderung mengalami penurunan sedangkan tiga sektor lainnya ada kecenderungan
meningkat. Proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami
penurunan dari 44,04% tahun 2005 menjadi 38,25% tahun 2011. Proporsi sektor
perdagangan mengalami kenaikan dari 19,90% tahun 2005 menjadi 20,93% tahun
2011. Pada kurun waktu yang sama sektor jasa meningkat dari 11,14% menjadi
15,33%. Sedangkan proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor industri hanya
meningkat tipis dari 12,27% menjadi 12,33% (Tabel 5.2).
TABEL 5.2. PERSENTASE TENAGA KERJA UMUR 15 TAHUN KEATAS MENURUT LAPANGAN USAHA,
TAHUN 2005-2011
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian 44,04 44,47 43,66 41,83 41,18 39,87 38,25 Pertambangan 0,85 1,00 1,05 1,04 1,09 1,11 1,22
Industri 12,27 12,16 12,39 12,19 12,07 12,15 12,33
Listrik, gas, air 0,20 0,22 0,25 0,20 0,20 0,19 0,02
Bangunan 4,65 4,60 4,51 4,64 4,41 4,51 5,03
Perdagangan 19,90 19,50 19,91 20,27 20,90 20,68 20,93
Pengangkutan 5,85 5,74 5,71 5,89 5,69 5,42 5,03
Keuangan 1,10 1,21 1,28 1,41 1,42 1,53 1,85
Jasa-jasa 11,14 11,11 11,23 12,52 13,03 14,54 15,33
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun
Jika dilihat dari pertumbuhan tenaga kerja per tahun terlihat bahwa dari keempat
sektor tersebut, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang paling tinggi pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja yaitu rata-rata 8,41% per tahun diikuti oleh sektor
perdagangan, hotel dan restauran sebesar 3,55% per tahun, sektor industri manufaktur
2,75% dan terakhir sektor pertanian yang hanya tumbuh 0,26% per tahun. Dalam dua
tahun terakhir (2009-2011) pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian
cenderung negatif (Tabel 5.3).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
37
TABEL 5.3 PERTUMBUHAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN
JASA 2005-2011 (PERSEN/TAHUN)
2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 2010-11 Rata-rata
Pertanian 1,22 0,67 0,19 0,80 -0,47 -0,82 0,26
Industri -0,64 4,46 2,86 1,41 3,46 4,93 2,75
Perdagangan -1,81 4,69 6,48 5,57 1,72 4,62 3,55
Jasa -0,04 3,69 16,56 6,52 14,72 9,03 8,41
Total 0,24 2,53 4,58 2,39 2,79 3,39 2,65 Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah.
5.2 Struktur Tenaga Kerja dalam Sektor Industri Manufaktur Tahun 2005-2011
Menurut BPS, industri manufaktur didefinisikan sebagai kegiatan produksi yang
mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau
dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk
ke dalam kategori ini adalah kegiatan jasa industri pengolahan. Sejak tahun 2006
jumlah tenaga kerja sektor manufaktur meningkat setelah pada kurun waktu 2005-
2006 penyerapannya turun (Tabel 5.3).
Jika dilihat menurut tingkat pendidikan di Tabel 5.4, sekitar 40% tenaga kerja di
industri manufaktur berpendidikan rendah yaitu tidak tamat SD dan tamat SD.
Jumlahnya meningkat dari 4,9 juta tahun 2005 menjadi 5,6 juta tahun 2011. Tenaga
kerja manufaktur yang berpendidikan SLTP sekitar 24% dan jumlahnya juga meningkat
dari 2,7 juta orang menjadi 3,2 juta orang pada kurun waktu yang sama. Makin tinggi
pendidikan makin sedikit yang bekerja di sektor industri pengolahan. Tenaga kerja
dengan pendidikan diploma dan universitas yang terserap masing-masing 1,7%
(239.550) dan 2,5% (340.397). Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan
tenaga kerja sektor industri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Banyaknya tenaga
kerja dengan pendidikan rendah ini juga mengindikasikan sebagian dari mereka diserap
oleh industri mikro dan kecil yang mempekerjakan buruh kurang dari 1-19 orang.
Secara absolut, penyerapan tenaga kerja dari tahun 2005 hingga 2011 terus mengalami
peningkatan untuk semua jenjang pendidikan. Namun dilihat dari proporsi, terlihat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
38
bahwa proporsi penyerapan tenaga kerja yang berpendidikan SD atau tidak tamat
cenderung turun dari 42,3% (2005) menjadi 40,6% (2011), tetapi untuk tenaga kerja
yang berpendidikan SLTA kejuruan mengalami kenaikan dari 11,6% (2005) menjadi
14,4% (2011). Tampaknya sudah mulai ada pergeseran dari tahun ke tahun bahwa
industri manufaktur mulai menggunakan tenaga yang terdidik yang berasal dari SLTA
kejuruan.
TABEL 5.4. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN
MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2011
Tingkat pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah ≤ SD 4.932.118 4.631.317 5.238.864 5.396.356 5.270.737 5.555.149 5.566.421 SLTP 2.781.354 2.892.983 2.969.941 2.983.851 2.950.450 2.969.202 3.240.355 SLTA Umum 2.157.435 2.349.863 2.121.423 2.026.669 2.392.376 2.271.880 2.340.247 SLTA Kejuruan 1.349.821 1.278.153 1.310.362 1.469.873 1.470.954 1.714.891 1.969.054 Diploma 161.156 166.033 206.898 224.065 213.940 238.005 239.550 Universitas 270.522 259.792 246.579 339.328 316.983 303.394 340.397 Jumlah 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.142 12.615.440 13.052.521 13.696.024
Persentase ≤ SD 42,3 40,0 43,3 43,4 41,8 42,6 40,6
SMTP 23,9 25,0 24,6 24,0 23,4 22,7 23,7 SLTA Umum 18,5 20,3 17,5 16,3 19,0 17,4 17,1 SLTA Kejuruan 11,6 11,0 10,8 11,8 11,7 13,1 14,4 Diploma I/II/III/Akademi 1,4 1,4 1,7 1,8 1,7 1,8 1,7 Universitas 2,3 2,2 2,0 2,7 2,5 2,3 2,5 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah
Menurut status pekerjaan, tenaga kerja di sektor industri manufaktur dapat dirinci
sebagai berikut yaitu:
1. Berusaha sendiri
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
3. Berusaha sendiri dibantu buruh tetap
4. Buruh/karyawan
5. Pekerja bebas non pertanian
6. Pekerja tak dibayar
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
39
Dari keenam kelompok tersebut dapat dibuat menjadi dua kategori, yaitu sektor formal
dan sektor informal. Jika yang termasuk sektor formal adalah (3) berusaha sendiri
dibantu buruh tetap serta dan (4) buruh atau karyawan, maka yang termasuk sektor
informal adalah (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak
dibayar, (5) pekerjan bebas non pertanian dan (6) pekerja tidak dibayar.
Berbeda dengan sektor perdagangan yang banyak didominasi oleh tenaga kerja sektor
informal, sektor industri didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.
Tahun 2011 jumlah tenaga kerja formal di industri manufaktur mencapai 56,6% dan
sebanyak 44,4% bekerja di sektor informal industri manufaktur.
TABEL 5.5. JUMLAH DAN PERSENTASE PEKERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN
MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2011
Status 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah
1 1.182.443 1.064.801 1.509.835 1558894 2.138.257 1.866.194 2.558.123
2 994.741 984.560 1.239.787 1252720 1.230.927 1.340.761 1.295.076
3 382.307 388.563 463.461 454199 512.518 490.740 593.907
4 7.487.410 7.355.615 7.391.480 7320335 6.973.014 6.646.308 7.162.465
5 503.761 745.723 639.937 794140 964.747 864.612 807.890
6 1.101.744 1.038.879 849.567 1059853 795.977 1.843.906 1.278.563
11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.141 12.615.440 13.052.521 13.696.024
Persentase
1 10,15 9,20 12,48 12,53 16,95 14,30 18,68
2 8,54 8,50 10,25 10,07 9,76 10,27 9,46
3 3,28 3,36 3,83 3,65 4,06 3,76 4,34
4 64,26 63,53 61,12 58,84 55,27 50,92 52,30
5 4,32 6,44 5,29 6,38 7,65 6,62 5,90
6 9,46 8,97 7,02 8,52 6,31 14,13 9,34
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Catatan: 1. Berusaha sendiri 2. Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tidak dibayar 3. Berusaha sendiri dibantu buruh tetap 4. Buruh/karyawan 5. Pekerja bebas non pertanian 6. Pekerja tak dibayar Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
40
Ada kecenderungan baik angka absolut maupun persentase dari tahun 2005 hingga
tahun 2011, jumlah dan persentase buruh dan karyawan cenderung menurun dari 7,5
juta orang atau 64,26% tahun 2005 menjadi 7,2 juta orang atau 52,3% tahun 2011.
Namun, untuk status pekerjaan lainnya jumlahnya mengalami kenaikan, misalnya yang
berusaha sendiri jumlahnya naik dari 1,2 juta orang atau 10,15% tahun 2005 menjadi
2,6 juta orang 18,68% tahun 2011. Jumlah dan persentase yang berusaha dibantu
buruh tidak tetap/tidak dibayar juga meningkat dari 990 ribu atau 8,54% tahun 2005
menjadi 1,3 juta atau 9,46% tahun 2011 (Tabel 5.5). Kondisi ini menunjukkan bahwa
adanya pergeseran penyerapan tenaga kerja dari status buruh ke status yang lain
terutama berusaha sendiri. Tampaknya ada kecenderungan “informalisasi” tenaga kerja
di sektor industri manufaktur. TABEL 5.6. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15 TAHUN
KEATAS MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2005-2011
Kode Jenis Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah
0/1 Professional 117.939 68.088 113.604 260.917 221.420 229.800 329.740 2 Kepemimpinan 68.029 58.979 77.995 154.486 216.563 195.878 256.447 3 Tata usaha 523.583 629.748 574.084 521.590 532.298 461.539 572.007 4 Penjualan 372.465 187.006 297.270 247.294 221.160 307.211 277.118 5 Jasa 355.086 408.718 389.870 393.049 328.889 362.023 351.502 7/8/9 Produksi 10.194.734 10.214.955 10.638.113 10.862.805 11.095.110 11.496.070 11.909.210 X/00 Lainnya 20.570 10.647 3.131 - - - -
Jumlah 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.141 12.615.440 13.052.521 13.696.024
Persentase
0/1 Professional 1,01 0,59 0,94 2,10 1,76 1,76 2,41 2 Kepemimpinan 0,58 0,51 0,64 1,24 1,72 1,50 1,87 3 Tata usaha 4,49 5,44 4,75 4,19 4,22 3,54 4,18 4 Penjualan 3,20 1,62 2,46 1,99 1,75 2,35 2,02 5 Jasa 3,05 3,53 3,22 3,16 2,61 2,77 2,57 7/8/9 Produksi 87,49 88,23 87,96 87,32 87,95 88,08 86,95 X/00 Lainnya 0,18 0,09 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Catatan: 0/1.Profesional: Tenaga profesional, teknisi & yg sejenis 2. Kepemimpinan: Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3. Tata usaha: Tenaga tata usaha dan yang sejenis 4. Penjualan: Tenaga usaha penjualan 5. Jasa: Tenaga usaha jasa dan yang sejenis 7/8/9. Produksi: Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
41
Jika dilihat dari jenis pekerjaan di Tabel 5.6, sebagian besar tenaga kerja (sekitar 12
juta atau 87%) bekerja sebagai tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja
kasar disusul oleh tata usaha (350 ribu atau 2,57%) dan professional (329 ribu atau
2,41%).
Dilihat dari kecenderungan selama 2005-2011, jenis pekerjaan tenaga produksi,
operator alat angkutan dan pekerja kasar jumlahnya cenderung mengalami kenaikan
dari 10,1 juta orang tahun 2005 menjadi 11,9 juta orang tahun 2011, tetapi secara
proporsi cenderung konstan pada angka sekitar 87-88%. Jenis pekerjaan yang
mengalami kenaikan adalah professional dari 118 juta orang atau 1,01% tahun 2005
menjadi 329 juta orang (2,41%) tahun 2011. Jenis pekerjaan kepemimpinan juga
mengalami kenaikan dari 68 juta orang menjadi 256 juta orang pada kurun waktu yang
sama. Kondisi ini mengindikasikan bahwa makin meningkatnya jumlah usaha industri
manufaktur yang memerlukan tenaga professional dan kepemimpinan yang umumnya
masuk dalam jajaran manajemen. Hal ini juga menunjukkan makin penting besarnya
peran pendidikan dan keahlian dalam industri manufaktur, karena tenaga professional
dan kepemimpinan mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi.
Upah pekerja per bulan industri manufaktur di Tabel 5.7, secara rata-rata dari tahun ke
tahun mengalami kenaikan dari Rp 855 ribu tahun 2005 menjadi 1,1 juta tahun 2011.
Kenaikan ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan upah minimum
yang diberlakukan tiap tahun. Dari semua jenis pekerjaan, jenis pekerjaan ‘tenaga
produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar’ memiliki upah yang paling rendah
yang nilainya masih di bawah Rp 1 juta selama 2005-2011. Untuk jenis pekerjaan ini
umumnya industri hanya menerapkan upah minimum sesuai dengan keputusan
Bupati/walikota dimana industri beroperasi.
Upah per bulan yang paling besar diterima oleh pekerja dengan jenis pekerjaan ‘tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan’ yang menerima antara Rp3 juta – 6 Rp juta
selanjutnya diikuti oleh professional yang menerima upah antara Rp 2,1 – Rp 2,7 juta.
Untuk kedua jenis pekerjaan ini, karena memerlukan pendidikan dan skill tertentu
besaran upah tidak mengikuti upah minimum.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
42
TABEL 5.7. RATA-RATA UPAH PEKERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN MENURUT
JENIS PEKERJAAN, 2005-2011 (RP/BULAN) Kode
Jenis Pekerjaan 2007 2008 2009 2010 2011
0/1 Professional 2.515.593 2.199.771 2.797.166 2.432.138 2.769.512
2 Kepemimpinan 5.782.317 3.294.318 3.892.479 3.869.613 6.211.141
3 Tata usaha 1.276.816 1.569.274 1.858.933 2.014.104 1.953.385
4 Penjualan 1.344.650 1.316.262 1.755.368 1.824.861 1.349.918
5 Jasa 829.139 1.153.647 1.541.462 1.236.630 1.129.618
7/8/9 Produksi 742.977 742.611 849.989 892.774 940.358
X/00 Lainnya 1.247.006
- - -
Industri manufaktur 855.001 868.886 1.014.461 1.042.753 1.120.695 Catatan: 0/1.Profesional: Tenaga profesional, teknisi & yg sejenis 2. Kepemimpinan: Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3. Tata usaha: Tenaga tata usaha dan yang sejenis 4. Penjualan: Tenaga usaha penjualan 5. Jasa: Tenaga usaha jasa dan yang sejenis 7/8/9. Produksi: Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun
Menurut BPS, produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam
menghasilkan barang dan dapat dihitung dengan cara membagi nilai tambah dengan
jumlah tenaga kerja yang dibayar. Produktivitas pekerja di sektor industri manufaktur
skala besar dan sedang menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun 2005
hingga tahun 2009. Pekerja yang mempunyai produktivitas paling tinggi adalah mereka
yang bekerja sub sektor Kendaraan bermotor dengan nilai Rp 669 juta per orang per
tahun, disusul Alat angkutan lainnya dengan nilai Rp 606 juta per orang per tahun, dan
Kimia dan barang-barang dari bahan kimia dengan nilai Rp 479 juta orang per tahun di
tahun 2009 (Tabel 5.8).
Produktivitas pekerja yang bekerja di sub sektor makanan dan minuman, tekstil,
pakaian jadi, termasuk yang mempunyai produktifitas rendah. Hal ini karena umumnya
pekerja di subsektor tersebut umumnya padat karya dan menggunakan teknologi yang
sederhana sehingga nilai produktivitasnya rendah.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
43
TABEL 5.8 PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TAHUN 2005-2009 (JUTA RP/PEKERJA/TAHUN)
Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009
Makanan dan Minuman 92,52 104,45 126,50 172,15 193,35
Tembakau 147,06 155,95 176,37 161,34 184,09
Tekstil 46,26 65,53 70,40 64,51 86,83
Pakaian jadi 26,12 33,17 40,46 48,37 59,24
Kulit dan barang dari kulit 36,82 43,73 44,42 57,73 61,45
Kayu, barang dari kayu, dan anyaman 51,25 48,87 64,43 70,64 80,85
Kertas dan barang dari kertas 201,96 242,94 242,57 296,03 390,74
Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 101,48 99,13 128,45 106,88 134,09
Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir 133,19 901,08 348,41 592,54 395,62
Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 208,01 279,46 374,37 611,46 585,73
Karet dan barang-barang dari plastik 66,77 85,64 100,34 118,65 124,58
Barang galian selain logam 116,42 99,22 135,59 147,55 173,41
Logam dasar 248,94 308,96 385,77 499,07 479,38
Barang-barang dari logam dan peralatannya 72,61 112,35 112,94 144,06 213,87
Mesin dan perlengkapannya 88,84 84,74 111,89 166,24 218,29
Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 174,42 77,18 77,04 103,69 109,27
Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 115,20 135,09 146,36 291,86 253,59
Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 110,98 129,62 124,46 124,68 148,04
Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam 39,72 105,94 80,39 77,54 78,89
Kendaraan bermotor 593,81 538,74 516,55 558,44 669,76
Alat angkutan lainnya 239,33 256,34 440,54 504,49 606,36
Furniture dan industri pengolahan lainnya 29,33 40,02 45,09 43,93 47,82
Daur ulang 19,69 98,99 67,09 26,02 27,76
Jumlah 93,80 108,15 129,39 161,40 184,20 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
44
BAB VI PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN, TEKSTIL &
PRODUK TEKSTIL, DAN ELEKTRONIK 6.1. Industri Makanan dan Minuman Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat
besar. Jumlah penduduk yang sangat besar akan membutuhkan makanan dan minuman
yang juga besar. Kebutuhan makanan dan minuman masih didominasi oleh produksi
domestik, dan oleh sebab itu industri makanan dan minuman akan tumbuh dan
berkembang hanya dengan memenuhi permintaan domestik. Berkembangnya industri
makanan dan minuman tidak hanya mendukung pertumbuhan pertanian melainkan
juga mendukung program diversifikasi pangan.
Renstra Kementerian Perindustrian memasukkan industri makanan dan minuman
sebagai industri unggulan yang akan dikembangkan. Bahkan industri makanan dan
minuman akan dikembangkan di beberapa kabupaten/kota di provinsi-provinsi di
Indonesia.
6.1.1 Perkembangan Jumlah Industri dan Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Sama halnya dengan komposisi industri manufaktur yang didominasi oleh usaha kecil,
industri makanan dan minuman juga didominasi oleh industri kecil. Proporsi industri
kecil pada industri makanan dan minuman lebih besar dibandingkan dengan industri
secara umum. Tren proporsi industri besar menunjukkan kecenderungan meningkat
yakni dari 5,5% menjadi 7,4% selama periode 2004-2007 (Tabel 6.1). Hal ini tentunya
diikuti dengan penurunan proporsi industri skala kecil.
Selanjutnya jumlah industri industri besar makanan dan minuman terus meningkat
menjadi 5.871 tahun 2009. Proporsi industri besar dan sedang makanan minuman
terhadap industri besar dan sedang meningkat dari 22,43% tahun 2004 menjadi 24,0%
tahun 2009. Hal ini menunjukkan angka pertumbuhan industri makanan dan minuman
lebih besar dibandingkan dengan total industri besar dan sedang yakni rata-rata
pertumbuhannya berturut-turut 6,04% dan 1,38% (Tabel 6.2). Perkembangan jumlah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
45
industri makanan skala besar dan sedang selama 6 tahun, dari 4.639 buah tahun 2004
menjadi 5.871 buah tahun 2009 (Tabel 6.3). Namun demikian bila dicermati lebih dekat,
pertumbuhan industri makanan minuman sejak tahun 2006-2009 cenderung
menunjukkan penurunan.
TABEL 6.1 JUMLAH DAN DISTRIBUSI INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT SKALA USAHA 2004-2007
Skala Usaha 2004 2005 2006 2007 Ind. Kecil dan Mikro 870.377 780.631 1.206.223 1.187.263 (%) 94,5 93,0 93,6 92,6 Ind. Besar dan sedang 50.548 58.900 81.906 94.643 (%) 5,5 7,0 6,4 7,4 Jumlah 920.925 839.531 1.288.129 1.281.906 (%) 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: BPS. Survei Industri Besar dan Sedang dan Survei Industri Kecil, berbagai tahun
TABEL 6.2 JUMLAH INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN BESAR DAN SEDANG, 2004-2009
Deskripsi
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Rerata partumbuhan
(%/th) Ind. makanan dan minuman
4.639 4.722 6.615 6.341 6.063 5.871 6.04
% Ind. makanan minuman thd jumlah industri manufaktur
22,43 22,78 22,45 22,65 23,60 24,0 1,38
Sumber: BPS. Survei Industri Besar Sedang, berbagai tahun
Struktur jumlah industri makanan minuman skala besar dan sedang dengan
pengelompokan ISIC 3 digit, lebih dari 50% didominasi oleh kelompok makanan
lainnya, kemudian kategori makanan olahan dan pengolahan padi. Sedangkan untuk
kategori minuman dan susu masing-masing sekitar 5% dan 1% (Tabel 6.3).
Pengamatan selama 2004-2009 struktur tersebut tidak menunjukkan perubahan yang
cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sub kelompok industri di
dalam kelompok industri makanan dan minuman tidak banyak berbeda jauh satu sama
lain.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
46
TABEL 6.3. DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI MAKANAN MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009
ISIC Jenis Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009
151 Makanan olahan 22,4 23,1 22,2 23,0 23,6 24,24
152 Susu 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 0,85
153 Pengolahan padi 16,1 15,7 17,1 16,2 16,4 16,23
154 Makanan lainnya 54,8 54,2 54,4 54,1 53,9 53,11
155 Minuman 5,9 6,1 5,4 5,8 5,4 5,57
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Jumlah 4.639 4.723 6.615 6.341 6.063 5.871 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar Sedang 2008 dan 2009
TABEL 6.4. NILAI TAMBAH INDUSTRI MAKANAN & MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009
Deskripsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009
% NT IBS Mamin thd NT IBS Jumlah
14,1 14,9 15,9 15,8 17,3 17,3
Nilai tambah ind mamin (miliar Rp)
50.548 58.900 81.906 94.643 124.202 138.211
Pertumbuhan (%/th)
2004-05 2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 Rata-rata
NT Mamin 16,5 39,1 15,6 31,2 11,3 22,74
NT semua industri 10,5 29,7 16,3 20,2 11,2 17,58
Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun Proporsi nilai tambah industri besar dan sedang makanan dan minuman menunjukkan
peningkatan yang konsisten dan cukup tajam yakni dari 14,1% di tahun 2004 menjadi
17,3% di tahun 2009. Hal ini menunjukkan pertumbuhan permintaan industri besar
sedang makanan dan minuman jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan
permintaan industri besar sedang secara keseluruhan. Rata-rata pertumbuhan nilai
tambah selama periode 2004-2009 untuk industri makanan dan minuman
22,74%/tahun sedangkan untuk semua industri hanya 17,58%/tahun atas harga
berlaku (Tabel 6.4).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
47
TABEL 6.5 STRUKTUR NILAI TAMBAH INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG (%), 2004-2009
Deskripsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009
151 Makanan olahan 54,3 57,1 49,0 53,6 54,0 53,5
152 Susu 6,2 4,4 3,2 3,6 2,7 2,3
153 Pengolahan padi 8,9 7,9 19,2 14,1 10,9 9,9
154 Makanan lainnya 26,3 25,5 24,1 22,9 27,3 28,8
155 Minuman 4,3 5,1 4,5 5,9 5,1 5,4
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Miliar Rp 50.548 58.900 81.906 94.643 124.202 138.211
Sumber: BPS, Indikator Statistik Industri Besar Sedang 2008 dan 2009
Meskipun jumlah industri kelompok jenis makanan olahan menempati urutan kedua
dalam kelompok industri makanan minuman, namun nilai tambahnya menempati
urutan pertama. Proporsi sub kelompok industri makanan olah sekitar 50%, kemudian
diikuti oleh kelompok makanan lainnya dan pengolahan padi. Tingginya proporsi nilai
tambah untuk sub kelompok makanan olahan disebabkan karena nilai produknya lebih
bernilai tambah. Hal ini didukung oleh proporsi produk sub kelompok makanan olahan
yang diekspor cukup tinggi sedangkan proporsi komponen bahan baku impor sangat
rendah.
6.2 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) Peranan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) dalam perekonomian Indonesia
cukup besar. Pada tahun 2008-209 industri TPT memberikan kontribusi sekitar 3,5%
terhadap total nilai ekspor nonmigas Indonesia dan sekaligus merupakan industri
padat karya yang mampu menyerap lebih dari satu juta tenaga kerja (SMERU, 2009).
Namun, ternyata industri TPT Indonesia menghadapi berbagai masalah. Masalah-
masalah tersebut diantaranya adalah biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan
yang belum kondusif, mesin-mesin pertekstilan yang sebagian besar sudah sangat tua,
dan maraknya produk impor ilegal terutama dari China. Berbagai permasalahan
tersebut menyebabkan Industri TPT Indonesia berjalan dengan kondisi yang kurang
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
48
sehat. Biaya operasional menjadi relatif mahal, produktivitas relatif rendah. Dengan
kondisi yang cukup berat tersebut, produk TPT Indonesia masih berhasil mendapat
tempat yang cukup baik di pasar luar negeri, bahkan memiliki daya saing yang cukup
tinggi di pasar internasional. Ini terbukti dari cukup besarnya kontribusi devisa yang
dihasilkan dari sektor ini dari tahun ke tahun maupun kontribusi Indonesia terhadap
perdagangan TPT internasional dibanding negara-negara eksportir lainnya5. Menurut
data Bank Indonesia, pada 2010 devisa yang dihasilkan dari sub sektor TPT mencapai
US$ 11,2 miliar.
Untuk mengembangkan industri TPT pemerintah menetapkan industri TPT sebagai
industri unggulan di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Riau, Jawa
Barat. Saat ini sekitar 60% industri TPT berada di Jawa Barat.
TABEL 6.6. DAFTAR LOKASI PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KOMODITI UNGGULAN DAERAH MENURUT PROVINSI
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
6.2.1. Perkembangan Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil
Proporsi industri besar dan sedang TPT terhadap total industri besar sedang
meningkat dari 18,4% tahun 2004 menjadi 20,5% tahun 2009. Tapi mulai tahun 2008
hingga tahun 2009 trennya cenderung menurun menjadi 18,91% tahun 2009 (Tabel
6.7).
Jumlah industri TPT skala besar dan sedang meningkat dari 3.800 tahun 2004 menjadi
5.010 tahun 2008 tahun tapi jumlah menurun menjadi 4.741 tahun 2009. Sedangkan 5 Ermina Miranti, 2007. “Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi Dan Peluang”, dalam Economic Review, No. 209, 2007.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
49
total industri besar dan sedang dalam kurun waktu 2004-2009 meningkat dari 20.685
buah menjadi 25.077 buah tahun 2009 (Tabel 6.7). Kemungkinan dampak krisis
Amerika berpengaruh pada permintaan TPT Indonesia sehingga ada penutupan
industri.
TABEL 6.7 JUMLAH INDUSTRI TPT SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009
Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tekstil 1.892 1.934 2.809 2.820 2.355 2.601 Pakaian jadi 1.908 1.922 3.256 2.917 2.655 2.140 Jumlah ITPT 3.800 3.856 6.065 5.737 5.010 4.741 % ITPT thd industri 18,4 18,6 20,6 20,5 19,5 18,91 Jml ind manufaktur 20.685 20.729 29.468 27.998 25.694 25.077
Sumber: www.bps.go.id Jika dilihat lebih detail, struktur jumlah industri TPT skala besar dan sedang terlihat
bahwa untuk kelompok tekstil didominasi oleh industri benang dan kain yang
persentasenya lebih dari 25% selama periode 2004-2009, diikuti permadani yang
persentasenya 10-11%. Sedangkan untuk pakaian jadi didominasi oleh pakaian jadi
kain yang persentasenya 50% ke atas kecuali tahun 2009 yang turun menjadi 45,1%.
Pengamatan selama 2004-2009 struktur tersebut tidak menunjukkan perubahan yang
cukup berarti baik kelompok tekstil maupun kelompok pakaian jadi (Tabel 6.8). Tabel
tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuhan sub kelompok industri dalam
kelompok industri TPT berfluktuasi dari tahun ke tahun selama periode 2004-2009.
TABEL 6.8. DISTRIBUSI PERSENTASE INDUSTRI TPT BESAR DAN SEDANG 2004-2009
Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tekstil
Benang dan kain 28,4 30,4 25,6 27,5 24,6 32,4 Permadani 11,2 10,7 11,9 11,2 11,7 11,7 Perajutan 8,2 6,8 7,1 8,5 8,3 8,2 Kapuk 2,0 2,2 1,7 1,9 2,4 2,6 Pakaian jadi Pakaian jadi kain 50,1 49,8 53,6 50,7 52,9 45,1 Pakaian jadi bulu 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Jumlah Ind TPT 3.800 3.856 6.065 5.737 5.010 4.741 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
50
Dilihat dari jumlah absolut, ada kecenderungan jumlah industri benang dan kain naik
dari 1,081 (28,4%) tahun 2004 menjadi 1.536 (32,4%) tahun 2009. Jumlah industri
pakaian jadi mengalami kenaikan dari 1.904 menjadi 2.137 pada periode yang sama,
tapi secara proporsi mengalami penurunan 50% menjadi 45% (Tabel 6.9).
TABEL 6.9. JUMLAH INDUSTRI TEKSTIL DAN PAKAIAN JADI SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN 2004-2009
Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tekstil
Benang dan kain 1.081 1.173 1.554 1.578 1.231 1.536
Permadani 424 414 719 645 585 553
Perajutan 312 262 430 487 418 388
Kapuk 75 86 106 110 121 124
Pakaian jadi
Pakaian jadi dari kain 1.904 1.920 3.249 2.911 2.652 2.137
Pakaian jadi dari bulu 4 1 7 6 3 3
Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun
Menurut BPS, industri mikro adalah industri yang memiliki tenaga kerja antara 1-4
orang, sedangkan industri kecil adalah industri yang memiliki jumlah tenaga kerja
antara 5-19 orang. Jumlah industri tekstil kategori industri mikro dan kecil terus
mengalami peningkatan dari 272.028 buah tahun 2004 menjadi 294.464 buah tahun
2007. Begitu pula untuk industri pakaian jadi mengalami peningkatan dari 74.857 buah
menjadi 94.232 buah pada kurun waktu yang sama (Tabel 6.10).
TABEL 6.10. JUMAH INDUSTRI TEKSTIL DAN INDUSTRI PAKAIAN JADI MIKRO DAN KECIL, 2004-2007
Jenis industri 2004 2005 2006 2007
Industri Tekstil 272.028 260.759 298.461 294.464
Industri Pakaian Jadi 74.857 78.888 98.806 94.232
Sumber: BPS. Profil Industri Kecil dan Mikro, 2004-2009
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
51
6.2.2 Perkembangan Nilai Tambah Industri TPT
Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam
suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai
selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak
termasuk tenaga kerja.
Nilai tambah industri besar dan sedang kelompok tekstil cenderung mengalami
peningkatan dari tahun 2005-2009 terutama pada industri benang dan kain yang
meningkat pesat dari dari 20.283 miliar tahun 2005 menjadi Rp 34.759 miliar tahun
2009 (Tabel 6.11). TABEL 6.11. NILAI TAMBAH INDUSTRI TPT SKALA BESAR DAN SEDANG (DALAM MILIAR RUPIAH),
2005-2009
Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Tekstil Benang dan kain 20.283 29.874 31.296 23.865 34.759 Permadani 1.754 3.038 2.639 1.981 2.290 Perajutan 4.175 4.585 5.300 5.363 6.119 Kapuk 21 32 100 61 71 Pakaian jadi
Pakaian jadi kain 11.805 19.353 21.125 23.949 27.530 Pakaian jadi bulu 1 5 40 20 2
Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar Sedang, berbagai tahun
Pada kelompok pakaian jadi yang memiliki nilai tambah paling tinggi adalah pakaian
jadi kain yang nilainya mengalami peningkatan dari Rp 11.805 miliar tahun 2005
menjadi Rp 27.530 miliar tahun 2008 (Tabel 6.11). Tingginya proporsi nilai tambah
untuk sub kelompok tekstil dan pakaian jadi disebabkan produk ini sebagian besar
untuk pasar ekspor dengan bahan baku impor yang rendah.
6.3 Industri Elektronik
Industri elektronik merupakan industri yang berkembang sejak tahun 1970-an sesudah
ada kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri elektronik dengan
pola substitusi impor sampai pertengahan tahun 1985. Kebijakan pemerintah tersebut
disambut baik oleh masyarakat industri elektronik. Puluhan industri bermunculan sejak
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
52
tahun 1970. Mereka ini boleh dibilang pioner dalam dunia elektronik. Dengan
rangsangan yang diberikan terhadap PMA (Penanaman Modal Asing), kemudian muncul
beberapa industri patungan dengan merek-merek terkenal dari Jepang, seperti National
dan Sanyo; dan beberapa industri dengan merek terkenal dari Eropa, seperti Grundig,
Philips, dan ITT. Sampai 1973 sudah 15 industri yang aktif, baik sebagai agen tunggal
pemegang merek (ATPM) maupun yang memproduksi dengan merek lokal.
Industri ATPM, misalnya PT Yasonta merakit televisi dengan merek Sharp dari Jepang,
PT Sanyo Industries Indonesia merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan
merek Sanyo dari Jepang; PT National Gobel merakit radio, televisi dan alat-alat rumah
tangga dengan merek National (sekarang berubah menjadi Panasonic) dari Jepang; PT
Asia Electronics Corp. merakit radio dan televisi merek Grundig dari Jerman.
Sedangkan yang memproduksi merek lokal adalah PT Galindra Electric Ltd., yang juga
merakit radio, televisi, tape recorder dengan merek Galindra; PT Telesonic, dan
sebagainya. Sampai 1985 jumlah industri elektronik bertambah menjadi sekitar 58
industri dengan berbagai merek produksi. Sebagian besar merek asing yang diproduksi
di Indonesia berasal dari Jepang, dari sisi jenis produk juga berkembang dan sampai
tahun 1973 produk yang dihasilkan terbatas pada radio, televisi, dan tape recorder. Ada
sedikit industri yang merakit beberapa produk alat-alat rumah tangga. Setelah tahun
1973, jenis produknya sudah mulai merambah ke alat-alat listrik rumah tangga.
Industri elektronik semakin lama semakin beraneka baik jenis maupun kegiatannya
dari barang elektronik penunjang kebutuhan rumah tangga, menuju barang-barang
elektronik yang berkaitan dengan mesin, listrik dan telematika. Namun demikian
industri elektronik di Indonesia menghadapi berbagai masalah. Masalah-masalah
tersebut diantaranya adalah biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan yang
belum kondusif, bahan baku masih impor, kebijakan pemerintah dan persoalan
ketenagakerjaan. Akibatnya beberapa industri elektronik telah menutup usaha mereka
dan pindah ke negara-negara yang dianggap lebih kondusif seperti Malaysia, Vietnam
dan Thailand.
Dengan kondisi yang cukup berat tersebut, produk elektronik Indonesia masih
mempunyai peluang untuk memperoleh tempat yang cukup baik di pasar dalam dan
luar negeri, bahkan memiliki daya saing yang cukup tinggi di pasar internasional. Ini
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
53
terbukti dari cukup besarnya kontribusi devisa yang dihasilkan dari sektor ini dari
tahun ke tahun maupun kontribusi Indonesia terhadap perdagangan elektronik
internasional dibanding negara-negara eksportir lainnya.
Tahun 2004, ekspor elektronik mencapai 7,6 miliar USD dan sampai sekarang
sumbangan ekspor industri elektronik mencapai 8,1% dari seluruh produk industri
(BPS, 2011). Dalam kaitannya dengan industri ungulan, untuk industri elektronik
pemerintah menetapkan industri elektronik menjadi unggulan di provinsi DKI Jakarta,
Surabaya dan Batam.
6.3.1 Perkembangan Jumlah Industri Elektronik Besar, Sedang, dan Kecil.
Jumlah industri elektronik besar dan sedang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Industri
mesin listrik dan perlengkapannya berjumlah 249 pada tahun 2004, jumlah ini
meningkat terus dan mencapai puncak pada tahun 2007 yaitu 285, namun kemudian
menurun dan menjadi 248 industri pada tahun 2009. Hal yang sama juga terlihat pada
industri radio, televisi dan peralatan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa industri ini
sangat tergantung pada situasi perekonomian global. Harga bahan baku yang sangat
berfluktuasi serta iklim usaha yang belum baik. Jumlah industri elektronik adalah 468
pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 464 industri di tahun 2009 (Tabel 6.12).
TABEL6.12 JUMLAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA BESAR DAN SEDANG TAHUN 2004 - 2009
Industri Elektronik 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 249 252 279 285 271 248
Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 219 191 227 227 205 216
Jumlah 468 443 506 512 476 464 Sumber: www. bps.go.id
Pada tahun 2009, struktur jumlah industri elektronik skala besar dan sedang dengan
pengelompokan ISIC 3 digit menunjukkan bahwa 32,54% didominasi oleh kelompok
komponen elektronik, kemudian kategori kabel listrik 16,38% dan alat pengontrol
listrik 13,15% serta radio dan sejenisnya 11,42%. Sedangkan industri elektronik
lainnya hanya berada dibawah 10 % dari jumlah industri elektronik. Data tahun 2005-
2008 menunjukkan bahwa struktur industri elektronik tersebut tidak menunjukkan
perubahan yang cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sub
kelompok industri di dalam kelompok industri elektronik tidak berbeda jauh satu sama
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
54
lain. Jika diperhatikan satu persatu seluruh jenis industri elektronik mengalami
penurunan meskipun persentasenya kecil. Hanya industri alat pengontrol listrik yang
menunjukkan peningkatan dari 12,42% tahun 2005 menjadi 13,15% tahun 2009 (Tabel
6.13).
TABEL 6.13 PERSENTASE INDUSTRI ELETRONIK BESAR DAN SEDANG TAHUN, 2005-2009
Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya & perlengkapannnya Motor listrik dan perlengkapannya 7,45 8,10 8,40 8,40 6,90 Alat pengontrol listrik 12,42 12,65 16,99 14,50 13,15 Kabel listrik 16,48 16,01 15,43 16,39 16,38 Akumulator listrik 8,35 7,31 6,05 6,72 6,68 Bola lampu pijar 6,09 5,93 5,86 5,67 5,82 Alat listrik lainnya 6,09 5,14 2,93 5,25 4,53 Radio, televisi dan peralatan komunikasi Komponen elektronik 29,57 32,02 33,20 30,88 32,54 Alat komunikasi 2,48 2,17 1,56 2,31 2,59 Radio dan sejenisnya 11,06 10,67 9,57 9,87 11,42 Jumlah % 100 100 100 100 100 Jumlah 443 506 512 476 464
Sumber: www. bps.go.id
Sementara itu industri kecil dan mikro di bidang elektronik tidak terlalu besar. Data
menunjukkan jumlah industri kecil di bidang elektronik meningkat dari 263 tahun 2004
menjadi 679 tahun 2007. Industri mesin listrik dan perlengkapannya menunjukkan
peningkatan dari 130 pada tahun 2004 menjadi 170 tahun 2005 dan meningkat terus
menjadi 349 pada tahun 2007. Sedangkan industri radio, televisi dan peralatan
komunikasi berfluktuasi pada tahun 2004 jumlah hanya 133 buah meningkat menjadi
471 buah tahun 2005 tapi turun lagi menjadi 330 tahun 2007 (Tabel 6.14).
TABEL 6.14 JUMLAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA KECIL, TAHUN 2004-2007
Industri 2004 2005 2006 2007
Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 130 170 337 349
Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 133 471 241 330
Jumlah 263 641 578 679 Sumber: BPS, Profil Industri Mikro dan Kecil, berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
55
6.3.2 Nilai Tambah Industri Elektronik
Nilai tambah industri elektronik besar dan sedang dapat dilihat pada Tabel 6.15 berikut
ini. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai tambah industri elektronik menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun secara signifikan, yaitu dari 24.866 miliar rupiah pada
tahun 2005 menjadi 39.692 miliar rupiah di tahun 2009. Hal yang sama juga terjadi
pada kelompok industri mesin listrik dan perlengkapannya. Sedangkan untuk radio,
televisi dan peralatan komunikasi sempat mengalami penurunan pada tahun 2008
tetapi kemudian pulih kembali pada tahun 2009.
TABEL 6.15 NILAI TAMBAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN
2005-2009
Industri Elektronik 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
9.360 10.807 12.113 22.501 20.421
Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
15.506 18.364 18.331 14.622 19.271
Jumlah 24.866 29.171 30.444 37.123 39.692 Sumber: BPS, Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang berbagai tahun.
Jika diperhatikan nilai tambah menurut ISIC 3 digit, tampak bahwa industri komponen
elektronik mempunyai nilai tambah yang besar yaitu Rp 13.784 miliar di tahun 2009.
Sementara alat pengontrol listrik yang jumlahnya besar hanya memberikan nilai
tambah Rp 1.421 miliar.
Tingginya nilai tambah industri komponen elektronik, mungkin disebabkan oleh
permintaan pasar luar negeri yang masih signifikan. Beberapa industri elektronik di
kota Batam yang menyediakan komponen elektronik, komponen peralatan komputer
dan lainnya memperkirakan peningkatan permintaan untuk tahun-tahun mendatang.
TABEL 6.16. NILAI TAMBAH INDUSTRI ELEKTRONIK 3 DIGIT SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN
2005- 2009
Jenis Industri Elektronik 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya & perlengkapannnya Motor listrik dan perlengkapannya 1.564 1.754 1.096 1.576 2.745 Alat pengontrol listrik 755 1.172 1.530 1.347 1.421 Kabel listrik 1.200 2.591 3.346 4.124 4.540 akumulator listrik 3.010 3.082 3.493 4.864 3.873 Bola lampu pijar 863 874 1.241 702 801 Alat listrik lainnya 1.968 1.334 1.408 9.888 7.041
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
56
Radio, televisi dan peralatan komunikasi Komponen elektronik 8.662 10.931 12.594 9.186 13.784 Alat komunikasi 790 1.157 650 604 416 Radio dan sejenisnya 6.054 6.277 5.087 4.831 5.072 Jumlah 24.866 29.172 30.445 37.122 39.693
Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun
Perubahan nilai tambah industri besar dan sedang elektronik menunjukkan kondisi
yang fluktuatif. Perubahan nilai untuk industri elektronik hampir seluruhnya
mengalami kenaikan cukup signifikan kecuali bola lampu pijar dan alat komunikasinya
mengalami penurunan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
57
BAB VII PERKEMBANGAN JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN &
MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL, DAN ELEKTRONIK
7.1 Gambaran Tenaga Kerja Industri Manufaktur
Industri manufaktur di Indonesia mulai berkembang pada dasawarsa 1980-an, karena
kebijakan pembangunan ekonomi pada waktu itu adalah mendorong pertumbuhan
industri manufaktur yang diimbangi dengan mekanisasi pertanian. Pertumbuhan
industri manufaktur yang cepat akan meningkatkan nilai tambah yang cukup besar pula
dibandingkan dengan sektor pertanian sehingga proporsi nilai tambah industri
manufaktur dalam struktur PDB nasional menjadi yang terbesar di tahun 1991. Kondisi
ini dibarengi dengan pergeseran tenaga kerja dari yang produktifitasnya rendah, sektor
pertanian, ke sektor-sektor yang produktifitasnya tinggi, salah satunya adalah industri
manufaktur. Hal ini pula yang menyebabkan arus pergerakan penduduk dari desa-desa
di pulau Jawa menuju wilayah pantai utara Jawa yang menjadi daerah pengembangan
industri manufaktur.
Industri Manufaktur mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian di
Indonesia. Sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar,
dibandingkan sektor-sektor lainnya, khususnya industri manufaktur non-migas.
GAMBAR 7.1 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR,
2005-2010
Sumber: BPS. Sakernas berbagai tahun dan PDB Menurut Lapangan Usaha
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
58
Jumlah tenaga kerja meningkat dari 11.841.908 orang di tahun 2005 menjadi
13.824.251 orang di tahun 2010. Pertambahan tenaga kerja industri manufaktur
sebesar 1.982.343 orang periode 2005-2010 atau rata-rata pertambahan 396.469 orang
per tahun. Jika diperhatikan persentasenya terhadap total jumlah tenaga kerja nasional
hasilnya tidak banyak mengalami perubahan yakni sekitar 12%. Hal ini menunjukkan
bahwa pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur hampir sama
dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan.
Meskipun mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja, jika diperhatikan semua
kelompok industri manufaktur mengalami fluktuasi. Industri tekstil, barang kulit dan
alas kaki, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri alat angkut, mesin dan
peralatannya serta barang lainnya menunjukkan kecenderungan meningkat. Sementara
untuk industri makanan dan minuman, barang kayu dan hasil hutan lainnya serta
semen dan barang galian bukan logam justru menunjukkan kecenderungan menurun.
Jika dirinci menurut jenis industri, pada tahun 2011 industri yang menyerap
tenagakerja terbanyak adalah industri makanan, minuman dan tembakau (27,01%),
industri tekstil, barangkulit dan alas kaki (25,22 %) dan industri barang kayu dan hasil
hutan lainnya 19,81%), industri alat angkut dan peralatannya (7,25%) dan industri
logam (7,07%).
TABEL 7.1 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005 - 2010
Kelompok industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah I . Industri Migas:
Makanan, minuman & tembakau 2.890.756 2.885.159 3.384.421 3.402.704 3.526.972 3.734.252 Tekstil, barang kulit & alas kaki 2.976.037 2.887.636 2.888.566 2.959.399 3.153.708 3.486.086 Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.721.297 2.646.710 2.774.319 2.618.504 2.563.109 2.739.038 Kertas dan barang cetakan 499.946 433.199 511.757 528.585 554.923 589.547 Pupuk, kimia dan barang dari karet 739.506 711.003 694.889 727.673 721.022 835.268 Semen dan barang galian bukan logam 771.868 803.506 1.007.794 1.097.667 1.102.982 977.241
Logam dasar besi dan baja 198.711 229.023 98.070 120.137 115.347 144.321 Alat angkut, mesin dan peralatannya 681.548 589.438 778.313 869.390 877.017 1.001.925 Barang lainnya 310.037 268.817 210.551 200.527 193.896 288.424 II. Industri migas 52.202 20.440 20.049 24.790 30.824 28.149 Jumlah industri manufaktur 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
59
Persentase I . Industri Migas:
Makanan, minuman &
tembakau 24,41 25,14 27,36 27,11 27,47 27,01
Tekstil, barang kulit & alas kaki 25,13 25,16 23,35 23,58 24,56 25,22
Barang kayu & hasil hutan
lainnya 22,98 23,07 22,43 20,87 19,96 19,81
Kertas dan barang cetakan 4,22 3,78 4,14 4,21 4,32 4,26
Pupuk, kimia dan barang dari
karet 6,24 6,20 5,62 5,80 5,62 6,04
Semen dan barang galian
bukan logam 6,52 7,00 8,15 8,75 8,59 7,07
Logam dasar besi dan baja 1,68 2,00 0,79 0,96 0,90 1,04
Alat angkut, mesin dan
peralatannya 5,76 5,14 6,29 6,93 6,83 7,25
Barang lainnya 2,62 2,34 1,70 1,60 1,51 2,09
II. Industri migas 0,44 0,18 0,16 0,20 0,24 0,20
Jumlah industri manufaktur 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: Sakernas Agustus berbagai tahun
Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, nampak bahwa industri manufaktur lebih
banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Hal ini tidak terlepas dari sifat teknologi
yang digunakan dalam industri manufaktur cenderung lebih banyak yang memerlukan
ketelitian, ketekunan, kerapian dan kesabaran; dan untuk jenis pekerjaan tersebut lebih
tepat untuk pekerja perempuan. Persentase laki-laki yang bekerja di industri
manufaktur sepanjang tahun 2005 sampai 2008 mengalami penurunan dari 58,83%
(6,9 juta orang) pada tahun 2005 menjadi 56,61% (7,8 orang) pada tahun 2010.
Sementara untuk tenaga kerja perempuan, cenderung mengalami peningkatan dari
41,17% tahun 2005 (4,8 juta orang) menjadi 43,39% (5,9 juta orang) tahun 2010.
Semakin meningkatnya proporsi tenaga kerja perempuan di industri manufaktur
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan
di industri manufaktur lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
60
TABEL 7.2 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA MENURUT JENIS KELAMIN, 2005-2010
Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Laki-laki 6.967.149 6.823.489 7.119.262 7.128.631 7.219.614 7.826.231 Perempuan 4.874.759 4.651.442 5.249.467 5.420.745 5.620.186 5.998.020 Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251 Persentase 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Laki-laki 58,83 59,46 57,56 56,80 56,23 56,61 Perempuan 41,17 40,54 42,44 43,20 43,77 43,39 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Jika dilihat menurut kelompok umur, tenaga kerja di industri manufaktur didominasi
oleh tenaga kerja berumur produktif muda (25-34 tahun), dan proporsinya mengalami
sedikit kenaikan dari 32,86% dari tahun 2005 menjadi 33,69% tahun 2010. Yang cukup
menarik disimak, kelompok umur 15-24 tahun mempunyai proporsi cukup besar dan
menempati urutan ketiga yaitu mencapai 21,51% (2,9 juta orang) pada tahun 2010.
Padahal seharusnya penduduk kelompok ini masih menduduki bangku sekolah baik
sekolah menengah atas, maupun perguruan tinggi. Urutan kedua adalah mereka yang
berumur 35-44 tahun yaitu sebanyak 3,3 juta orang (24,13%) pada tahun 2010.
Kecenderungan proporsi tenaga kerja pada kelompok umur ini menurun dari 24,66%
tahun 2005 menjadi 22,88% tahun 2007 kemudian meningkat menjadi 24,13% tahun
2010. Secara absolut jumlahnya meningkat dari 2,9 juta orang tahun 2005 menjadi 3,3
juta orang tahun 2010. (Tabel 7.3).
TABEL 7.3. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT UMUR, 2005 – 2010
Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah 15 – 24 2.825.653 2.855.127 3.128.447 2.925.513 2.953.161 2.973.213 25 – 34 3.891.056 3.780.993 4.022.361 4.001.099 4.230.618 4.656.767 35 – 44 2.920.279 2.676.620 2.830.032 2.947.165 3.091.554 3.335.910 45 – 54 1.531.334 1.427.937 1.523.017 1.679.066 1.630.684 1.825.645 55 – 64 480.335 487.076 594.439 649.652 637.380 702.939
65+ 193.251 247.178 270.433 346.881 296.403 329.777 Total
11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
61
Persentase 15 - 24 23,86 24,88 25,29 23,31 23,00 21,51 25 - 34 32,86 32,95 32,52 31,88 32,95 33,69 35 - 44 24,66 23,33 22,88 23,48 24,08 24,13 45 - 54 12,93 12,44 12,31 13,38 12,70 13,21 55 - 64 4,06 4,24 4,81 5,18 4,96 5,08
65+ 1,63 2,15 2,19 2,76 2,31 2,39 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Jika dirinci menurut pendidikan, nampak bahwa sebagian tenaga kerja industri
manufaktur berpendidikan maksimal SMP yaitu sebesar 8,8 juta orang (63,73%) tahun
2010. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja industri manufaktur, masih banyak yang
menyerap tenaga kerja berumur muda dan berpendidikan relatif rendah.
Tenaga kerja berpendidikan SLTA turun dari 22,34% pada tahun 2005 menjadi 16,40%
pada tahun 2007, kemudian meningkat terus mejadi 18,22% pada tahun 2010.
Sementara, tenaga kerja yang berpendidikan SMK mengalami kenaikan dari 11.03%
tahun 2005 menjadi 14,04% tahun 2010 (Tabel 7.3). Diperkirakan dimasa dengan
semakin meningkatnya angka partisipasi sekolah SLTA dan PT maka kualitas
sumberdaya manusia di pasar kerja akan semakin meningkat. Pendidikan kejuruan
juga akan meningkatkan di masa depan karena lulusan ini memiliki skill yang
dibutuhkan di pasar kerja. TABEL 7.4 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2010
Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Maks SMP 7.410.623 7.298.840 8.720.961 8.575.495 8.459.668 8.810.245
SMA 2.645.893 2.486.465 2.028.065 2.127.665 2.153.286 2.518.594
SMK 1.305.575 1.267.641 1.168.547 1.357.411 1.648.529 1.940.341
DIPLOMA 59.794 36.143 197.351 203.844 230.727 236.947
D4+ 420.023 385.842 253.805 284.961 347.590 318.124
Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251
Persentase
Maks SMP 62,58 63,61 70,51 68,33 65,89 63,73
SMA 22,34 21,67 16,40 16,95 16,77 18,22
SMK 11,03 11,05 9,45 10,82 12,84 14,04
DIPLOMA 0,50 0,31 1,60 1,62 1,80 1,71
D4+ 3,55 3,36 2,05 2,27 2,71 2,30
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
62
Dengan semakin meningkatnya pendidikan angkatan kerja, maka tentunya mereka akan
mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan yang lebih
rendah sehingga akan menghasilkan tenaga kerja yang semakin produktif. Supply
tenaga kerja yang semakin berpendidikan dapat diikuti oleh kebijakan pelaku usaha
industri manufaktur untuk menerima tenaga kerja dengan pendidikan minimal SLTA.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan kualitas yang lebih tinggi jika dibarengi
dengan peningkatan penggunaan teknologi yang padat karya, maka penyerapan tenaga
kerja industri manufaktur akan menjadi lebih cepat dan produktivitasnya akan
meningkat pula dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan industri
manufaktur itu sendiri. Masih dominannya kualitas tenaga kerja maksimal SMP di
industri manufaktur saat ini erat kaitannya dengan masih rendahnya pemanfaatan
teknologi pada sektor industri, terutama industri yang padat karya seperti industri
makanan dan minuman. Kualitas tenaga kerja dan jenis industri yang digunakan
merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Rendahnya teknologi yang digunakan
juga erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja di pasar kerja yang masih
didominasi oleh pendidikan rendah, selain faktor rendahnya pemanfaatan barang
modal. Dengan demikian, untuk mendukung pertumbuhan penyerapan tenaga kerja
yang berpendidikan, harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja dan
peningkatan pemanfaatan teknologi pada industri manufaktur. Peningkatan kualitas
pendidikan tidak hanya menekankan pada tingkat capaian pendidikan yang ditamatkan
melainkan juga kualitas lulusan. Penilaian yang tidak hanya dilihat dari kelulusan siswa
yang dibuktikan dari angka-angka ujian melainkan juga dengan etos kerja dan
kedisipilinan yang tinggi.
Rendahnya kualitas tenaga kerja industri manufaktur tidak terlepas dari struktur
tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja (angkatan kerja), yang terdiri dari mereka yang
sudah bekerja maupun yang mencari kerja, di Indonesia yang masih didominasi oleh
tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMP. Namun bila dicermati, proporsi
tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMP pada industri manufaktur sedikit lebih
rendah dibandingkan dengan proporsinya pada angkatan kerja secara keseluruhan.
Perbedaan mencolok terlihat pada yang berpendidikan SMK dengan proporsi jauh lebih
tinggi pada industri manufaktur (12,01%) dibandingkan dengan yang berpendidikan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
63
SMK di angkatan kerja hanya sebesar 8,6%. Nampaknya lulusan SMK mempunyai
peluang yang lebih besar untuk diterima di Industri manufaktur dibandingkan yang dari
lulusan SMA. Sementara itu struktur angkatan kerja yang berpendidikan Diploma ke
atas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan struktur pekerja di industri manufaktur
yakni masing-masing 12,76 dan 8,1%. Yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja
adalah penduduk usia 15 tahun yang bekerja dan yang mencari kerja. Hal ini
mengindikasikan bahwa kebutuhan tenaga kerja untuk lulusan Diploma atau PT belum
banyak dibutuhkan dan hal ini erat kaitannya dengan jenis pekerjaan yang banyak
dibutuhkan adalah pekerjaan tenaga pengolahan dan operator yang hanya cukup
dilakukan oleh tenaga kerja yang lulusan maksimal SMK/SMA.
TABEL 7.5. JUMLAH DAN DISTRIBUSI ANGKATAN KERJA USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT
PENDIDIKAN, 2008-2010
2008 2009 2010 2008 2009 2010 Jumlah Persentase
Mak SMP 78.994.099 78.538.043 78.969.574 70,6 69,0 67,8 SMA 16.800.257 17.054.375 18.063.408 15,0 15,0 15,5 SMK 8.165.461 9.647.924 10.071.305 7,3 8,5 8,6
Diploma 3.234.551 3.229.916 3.466.949 2,9 2,8 3,0 Univ 4.752.897 5.363.022 5.956.310 4,2 4,7 5,1 Nasional 111.947.265 113.833.280 116.527.546 100,0 100,0 100,0 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun
TABEL 7.6. DISTRIBUSI PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN, 2008-2010
Tingkat pendidikan 2008 2009 2010 2008 2009 2010
Jumlah Persentase Mak SMP 4.620.992 3.940.395 3.822.114 49,2 46,2 45,9 SMA 2.403.394 2.472.245 2.149.123 25,6 29,0 25,8 SMK 1.409.128 1.407.226 1.195.192 15,0 16,5 14,4 Diploma 362.683 4.411 443.222 3,9 0,1 5,3
Univ 598.318 701.651 710.128 6,4 8,2 8,5 Jumlah 9.394.515 8.525.928 8.319.779 100,0 100,0 100,0 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun
Jumlah pencari kerja juga masih didominasi oleh yang berpendidikan maksimal SMP
yakni sebesar 3.822.114 (45%) namun dilihat dari tren dalam tiga tahun terakhir
jumlahnya menurun dan proporsinya juga menunjukkan penurunan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
64
Di sisi lain juga data ini menunjukkan bahwa rendahnya tenaga kerja industri
manufaktur dalam menyerap tenaga kerja yang berpendidikan (minimal SMA)
mengindikasikan kualifikasi yang dibutuhkan sampai saat ini belum didominasi oleh
yang berpendidikan SMA. Hal ini terlihat dari masih cukup cukup banyak jumlah
tenaga kerja yang belum terserap di pasar kerja yang berpendidikan minimal SMA.
Jumlah pengangguran lulusan SMA dan SMK yang belum terserap di pasar kerja
berturut-turut 2.149.123 orang (25,8%) dan 1.195.192 orang (14,4%) dan yang
diploma sebesar 443.222 orang (5,3%) di tahun 2010. Jika dilihat perkembangan
selama tiga tahun terakhir, jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA cenderung
berfluktuasi, namun masih di atas 2 juta orang dan yang berpendidikan SMK juga
berfluktuasi namun masih di atas 360.000 orang.
Jika dilihat tenaga kerja menurut status pekerjaan, tenaga kerja industri manufaktur
pada umumnya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai, namun
kecenderungannya menurun dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Proporsi tenaga kerja
berstatus buruh mencapai 65,16% (7,7 juta orang) tahun 2005, menurun menjadi
hanya 53,71% (7,4 juta orang) pada tahun 2010. Sementara itu tenaga kerja yang
berstatus berusaha sendiri cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari 8,55%
(1 juta orang) menjadi 17,07% (2,3 juta orang) pada periode yang (Tabel 7.6). Ini
menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur yang cenderung
lebih banyak diserap oleh sektor informal atau industri kecil. Artinya, semakin sulit
industri yang berstatus formal (kategori usaha sendiri dibantu buruh tetap) untuk
tumbuh dan berkembang sehingga penyerapan tenaga kerja dengan status
buruh/karyawan/pegawai semakin lambat. Sulitnya pekerja masuk ke industri
manufaktur di sektor formal mengakibatnya banyak pekerja yang membuka usaha
sendiri. Lambatnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal juga bisa disebabkan
karena banyaknya industri asing yang menarik investasi mereka dan memindahkan ke
negara-negara lain seperti China.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
65
TABEL 7.7. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010
Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Usaha sendiri (BS) 1.012.876 1.032.807 1.633.399 1.645.630 1.246.763 2.359.565 BS dg buruh tdk bayar 1.039.980 973.030 1.221.716 1.497.991 2.036.277 1.573.864
BS dg buruh dibayar 404.817 387.526 488.155 504.152 445.897 508.560
Buruh/karyawan/peg 7.716.153 7.305.338 7.030.572 6.762.721 6.814.606 7.425.111
Lainnya 1.668.082 1.776.230 1.994.887 2.138.882 2.296.257 1.957.151
Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251
Persentae
Usaha sendiri (BS) 8,55 9,00 13,21 13,11 9,71 17,07 BS dg buruh tdk bayar 8,78 8,48 9,88 11,94 15,86 11,38
BS dg buruh dibayar 3,42 3,38 3,95 4,02 3,47 3,68
Buruh/karyawan/peg 65,16 63,66 56,84 53,89 53,07 53,71
Lainnya 14,09 15,48 16,13 17,04 17,88 14,16
Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun
Dari sisi jenis pekerjaan, tenaga kerja industri manufaktur tahun 2010 didominasi oleh
tenaga kerja dengan jabatan tenaga pengolahan (54,73%) dan operator (19,21%).
Dilihat kecenderungannya, tenaga pengolahan jumlah dan persentasenya meningkat
dari 47,39% (5,6 juta orang) tahun 2005 menjadi 54,73% (7,5 juta orang) tahun 2010.
Sementara jumlah pekerjaan operator berfluktuasi namun berada pada kisaran sekitar
19,21% atau sebanyak 2,6 juta pada tahun 2010. Jenis pekerjaan lain yang juga
cenderung meningkat adalah jabatan manajer. Peningkatan ini erat kaitannya dengan
semakin meningkatnya status pekerja yang berusaha sendiri atau yang berusaha sendiri
dibantu buruh tidak tetap yang karena jabatannya, maka kategori jabatan pemilik usaha
tersebut termasuk dalam kategori manajer.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
66
TABEL 7.8. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2005-2010
Jenis Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Manajer 31.425 38.609 105.654 269.781 257.307 251.117
Tenaga profesional 59.611 57.747 55.714 84.175 71.822 99.303
Teknisi 759.457 624.867 233.269 272.960 289.837 344.508
Tata usaha 245.402 185.217 475.299 454.057 500.373 565.413 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 353.275 406.824 491.533 443.480 469.218 474.793
Tenaga pengolahan 5.611.420 5.486.577 7.012.406 6.964.058 6.926.092 7.565.872
Operator 2.322.216 2.250.280 2.191.451 2.201.440 2.200.794 2.655.619
Pekerja kasar 2.459.102 2.424.810 1.803.403 1.859.425 2.124.357 1.867.626
Jumlah 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251
Persentase
Manajer 0,27 0,34 0,85 2,15 2,00 1,82
Tenaga profesional 0,50 0,50 0,45 0,67 0,56 0,72
Teknisi 6,41 5,45 1,89 2,18 2,26 2,49
Tata usaha 2,07 1,61 3,84 3,62 3,90 4,09 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 2,98 3,55 3,97 3,53 3,65 3,43
Tenaga pengolahan 47,39 47,81 56,69 55,49 53,94 54,73
Operator 19,61 19,61 17,72 17,54 17,14 19,21
Pekerja kasar 20,77 21,13 14,58 14,82 16,55 13,51
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia, pemerintah menyusun
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
MP3EI diharapkan mampu mempercepat pengembangan dan memperluas berbagai
program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah
sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta
pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini diharapkan akan
mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
67
Pelaksanaan MP3EI dilakukan melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang
terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI
dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu:
(a) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia,
yaitu: 1) Koridor Ekonomi Sumatera, 2) Koridor Ekonomi Jawa, 3) Koridor Ekonomi
Kalimantan, 4) Koridor Ekonomi Sulawesi, 5) Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara,
dan 6) Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;
(b) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung
secara global (locally integrated, globally connected);
(c) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung
pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.
Kondisi ketenagakerjaan enam koridor ekonomi disajikan berikut ini. Jumlah tenaga
kerja industri manufaktur terbanyak di koridor 2 (Jawa) yakni sebesar 77,7%
(10.743.142) di tahun 2010, kemudiaan urutan kedua walau angkanya berbeda Jauh
dengan Jawa yakni koridor 1 (Sumatera) yang jumlah dan proporsinya berturut-turut
11,6%. Proporsi tenaga kerja untuk koridor 3 hingga 6, masing-masing kurang dari 5%
(Tabel 7.10). Rata-rata pertambahan tenaga kerja industri manufaktur tertinggi juga
terdapat di Jawa yakni rata-rata 306.618 orang selama periode 2005-2010, kemudian
urutan kedua di Sumatera yakni sebesar 78.323 orang/tahun dan Bali-Nusa Tenggara
sebesar 5.711 orang/tahun. Sementara itu koridor Kalimantan dan Sulawesi
pertambahan tenaga kerja rata-ratanya kurang dari 10.000 orang/tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa industri manufaktur lebih banyak terkonsentrasi di Jawa.
Beberapa kemungkinan penyebabnya karena infrastruktur di Jawa lebih baik
dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya sehingga masih menjadi daerah tujuan
investor untuk melakukan kegiatan usaha di sektor industri manufaktur.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
68
TABEL 7.9 DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2005-2010
Koridor ekonomi 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
1. Sumatera
1.213.536
1.155.728
1.371.556
1.483.091
1.534.176
1.605.151
2. Jawa
9.210.050
9.098.378
9.604.410
9.682.322
9.864.699
10.743.142
3. Kalimantan
687.789
574.153
649.895
614.137
641.543
651.672
4. Sulawesi
344.970
320.049
341.971
317.369
295.184
349.482
5. Bali-NT
344.435
284.538
337.272
382.819
429.778
405.119 6. Papua-Maluku
41.128
42.085
63.625
69.638
74.420
69.685
Nasional
11.841.908
11.474.931
12.368.729
12.549.376
12.839.800
13.824.251 Persentase
1. Sumatera 10,2 10,1 11,1 11,8 11,9 11,6 2. Jawa 77,8 79,3 77,7 77,2 76,8 77,7 3. Kalimantan 5,8 5,0 5,3 4,9 5,0 4,7 4. Sulawesi 2,9 2,8 2,8 2,5 2,3 2,5 5. Bali-NT 2,9 2,5 2,7 3,1 3,3 2,9 6. Papua-Maluku 0,3 0,4 0,5 0,6 0,6 0,5
Nasional 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus, 2005-2010 diolah
TABEL 7.10. DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT WILAYAH KORIDOR EKONOMI, 2010
Koridor ekonomi Jumlah penduduk %
Sumatera 50.613.947 21,3
Jawa 136.563.142 57,5
Kalimantan 13.772.543 5,8
Sulawesi 17.359.398 7,3
Bali-NT 13.067.599 5,5
Papua-Maluku 6.179.734 2,6
Indonesia 237.556.363 100
Sumber: BPS. Sensus Penduduk 2010
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
69
Pulau Jawa tidak hanya menjadi sentra industri manufaktur, melainkan juga sebagai
pasar potensial bagi produk industri manufaktur. Jumlah penduduk Indonesia menurut
Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah 237.556.363 orang dengan konsentrasi di Jawa
sebesar 57,5% (136.563.142 orang). Selanjutnya potensi pasar urutan kedua adalah
pulau Sumatera walau jumlah penduduknya kurang dari setengahnya penduduk Jawa
yakni hanya 21,3% (50.613.947 orang) (Tabel 7.10). Konsentrasi penduduk di Jawa
dan jumlahnya yang cukup banyak dan mempunyai daya beli juga menjadi salah satu
pertimbangan banyaknya industri manufaktur mendirikan usahanya di Pulau Jawa.
Kedekatan dengan pasar konsumen bagi industri dapat menjadi pertimbangan untuk
dapat menekan biaya produksi dan biaya transportasi.
Industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja diantaranya adalah industri
tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, industri elektronik.
Selanjutnya penyerapan tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri tersebut dapat
dilihat dalam pembahasan dibawah ini.
7.2 Gambaran Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman
Seperti halnya gambaran industri manufaktur secara umum, gambaran tenaga kerja
industri makanan dan minuman akan menjelaskan mengenai komposisi atau distribusi
tenaga kerja menurut pendidikan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan wilayah sesuai
dengan koridor master plan percepatan dan pengembangan ekonomi Indonesia.
7.2.1 Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman menurut Karakteristik
Demografi dan Ekonomi
Manurut data Survei industri besar sedang dan survei industri kecil, jumlah tenaga kerja
di industri makanan dan minuman cukup besar sehingga mencapai 28,6% dari total
industri manufaktur skala besar/sedang/kecil di tahun 2007. Dilihat perkembangannya,
proprosi jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman semakin menunjukkan
peningkatan. Hal ini menunjukkan pertambahan tenaga kerja industri makanan dan
minuman melebihi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur secara
keseluruhan. Dengan demikian, industri makanan dan minuman sangat berprospek
dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
70
Jumlah tenaga kerja industri di industri makanan dan minuman tidak hanya mempunyai
jumlah yang cukup besar, melainkan juga pertambahan tenaga kerjanya juga cukup
besar. Selama periode 2005-2009 jumlahnya meningkat 1.108.103 orang atau sekitar
40% dengan peningkatan rata-rata 184.684 orang per tahun. Jumlah tenagakerja yang
dibutuhkan industri ini meningkat dari 2.371.169 orang menjadi 3.294.588 orang.
Peningkatan jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman erat kaitannya
dengan potensi permintaan produk makanan olahan yang cukup besar. Potensi
permintaan tersebut berasal dari peningkatan jumlah penduduk selama periode 2005-
2010 sebesar 42,8 juta orang yakni dari 194,8 juta orang menjadi 237,6 juta.
Selanjutnya peningkatan jumlah penduduk akan dibarengi dengan peningkatan jumlah
produk makanan dan minuman.
Selanjutnya peningkatan pendapatan masayarakat akan diikuti oleh meningkatnya daya
beli masyarakat. Peningkatan ini akan mendorong permintaan masyarakat ke produk-
produk makanan dan minuman olahan. PDB 2005 sebesar Rp 174,9 trilyun dan tahun
2010 sebesar 2.177,7 trilyun atau pendapatan perkapita meningkat dari Rp 8,91 juta
menjadi Rp 9,16 juta per tahun. Bila peningkatan daya beli masyarakat dilihat secara
kasar dari PDB per kapita maka peningkatan daya beli masyarakat juga bisa
menggeser permintaan akan jumlah yang lebih banyak dan jenis produk makanan
olahan yang makin bervariasi.
Distribusi tenaga kerja menurut skala usaha menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja
industri makanan dan minuman didominasi oleh industri kecil/mikro (78%) dan hanya
sebagian kecil di industri besar sebanyak 22% di tahun 2007 karena jumlah industri
besar sangat sedikit sekali (Tabel 7.11). Industri kecil identik dengan industri yang sifat
teknologinya masih low technology dan sifat penggunaan tenaga kerja masih labor
intensive dan low skilled. Hal ini akan mempengaruhi kualitas tenaga kerja yang
dibutuhkan.
Dilihat dari trennya, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri besar dan sedang
menunjukkan penurunan. Padahal, proporsi jumlah industri besar dan sedang semakin
meningkat yakni dari 11,8% menjadi 15,7%, Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga
kerja industri makanan dan minuman per industri semakin menurun. Dapat dikatakan
bahwa industri besar dan sedang cenderung mulai mengarah pada penggunaan tenaga
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
71
kerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian tenaga kerja atau yang lebih
produktif. Terdapat juga indikasi bahwa pemakaian teknologi di industri makanan dan
minuman skala besar sedang semakin berkembang sehingga peningkatan jumlah
industri tidak selalu proporsional dengan penambahan tenaga kerjanya.
TABEL 7.11. DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT SKALA INDUSTRI, 2004-2007
Skala industri 2004 2005 2006 2007 Skala kecil 74,5 75,1 78,1 78,0 Skala besar dan sedang 25,5 24,9 21,9 22,0 Jumlah (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 Dalam jumlah absolut 2.877.542 2.557.831 3.579.684 3.401.982 % thd Industri Manufaktur 26,5 24,7 30,0 28,6 Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007
Menurut Sakernas, jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman di tahun 2010
berjumlah 3,294,588 dan persentasenya cukup besar (23,8%) terhadap total pekerja di
industri manufaktur. Jumlah pekerja industri makanan dan minuman didominasi oleh
pekerja di industri makanan dengan angka 96,1% dan hanya sebagian kecil pekerja
industri minuman. Pekerja industri makanan mencapai 22,9% dari total industri
manufaktur atau sebanyak 3,166,918 orang.
Jika dilihat dari tren penyerapan tenaga kerja 2005-2010, pertambahan tenaga kerja
industri makanan dan minuman sebesar 184.684 orang per tahun atau sekitar 6,9% per
tahun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
tenaga kerja industri manufaktur yang hanya mencapai 3,2%.
Jumlah pekerja di industri minuman sebanyak 127.670 atau 0,92% dari total industri
manufaktur di tahun 2010. Selama periode 2005-2010, jumlah total tenaga kerja
industri minuman menunjukkan penurunan dengan besaran 2,2% per tahun.
Penurunan tersebut dapat disebabkan karena cukup banyaknya penurunan jumlah
tenaga kerja di tahun 2007 dan 2008. .
Jika dilihat jumlah tenaga kerja menurut kelompok industri yang lebih kecil (klasifikasi
3 digit KBLI 2005), proporsi tenaga kerja yang terbanyak terdapat di industri makanan
lainnya, kemudian pengolahan padi dan makanan olahan, masing-masing 67,1%, 16,7
dan 11,5% di tahun 2010 (Tabel 7.12).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
72
TABEL 7.12. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005-2010 Kelompok Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Makanan olahan
214.067
307.675
320.599
299.029
361.316
379.304
Susu 16.409 15.110 32.510 29.206 31.176 28.865 Pengolahan padi
292.834
310.737
446.607
516.166
506.792
549.393
Makanan lainnya 1.677.108 1.623.210 1.933.064 1.953.080 1.948.231 2.209.356 Minuman
170.751
186.403
100.149 99.717
115.191
127.670
Jumlah 2.371.169 2.443.135 2.832.929 2.897.198 2.962.706 3.294.588
Makanan olahan 9,0 12,6 11,3 10,3 12,2 11,5
Susu 0,7 0,6 1,1 1,0 1,1 0,9 Pengolahan padi 12,3 12,7 15,8 17,8 17,1 16,7 Makanan lainnya 70,7 66,4 68,2 67,4 65,8 67,1 Minuman 7,2 7,6 3,5 3,4 3,9 3,9 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Tren perkembangan selama periode 2005-2010 menunjukkan proporsi (%) jumlah
tenaga kerja industri makanan lainnya dan industri minuman cenderung menurun,
kemudian diikuti dengan peningkatan proporsi tenaga kerja di industri pengolahan padi
dari 12,3% menjadi 16,7% dan industri makanan olahan dari 9,0% menjadi 11,5%. Hal
ini menunjukkan bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja untuk kedua
kelompok industri tersebut meningkat sangat pesat. Peningkatan rata-rata penyerapan
tenaga kerja di industri makanan olahan sebesar 33.047 orang (13,4% per tahun) dan
untuk industri pengolahan padi sebesar 51.312 orang (14,4% per tahun). Industri
makanan lainnya juga secara absolut masih lebih tinggi dalam penyerapan tenaga kerja
yakni 106.464 orang per tahun, namun pertumbuhannya hanya 6% per tahun.
Sebaliknya jumlah tenaga kerja industri minuman berfluktuasi dan menunjukkan tren
menurun yakni dengan penurunan rata-rata sebesar 8.616 orang atau sekitar 2,2% per
tahun. Akibatnya proporsi tenaga kerja industri susu juga menunjukkan penurunan
tajam dari 7,2% menjadi 3,9% dari total industri makanan dan minuman.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
73
TABEL 7.13. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT
PENDIDIKAN, 2005-2010
Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Maks SMP 1.660.103 1.692.162 2.124.375 2.138.863 2.123.948 2.333.926 SMA 355.759 338.988 357.561 373.212 387.781 457.122 SMK 128.019 169.539 178.381 207.036 253.379 281.801 DIPLOMA 5.260 4.425 35.280 37.823 38.426 41.746 D4+ 51.277 51.618 37.183 40.547 43.981 52.323 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918
Persentase Maks SMP 75,4 75,0 77,7 76,5 74,6 73,7 SMA 16,2 15,0 13,1 13,3 13,6 14,4 SMK 5,8 7,5 6,5 7,4 8,9 8,9 DIPLOMA 0,2 0,2 1,3 1,4 1,3 1,3 D4+ 2,3 2,3 1,4 1,4 1,5 1,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Industri makanan minuman didominasi oleh industri kecil dan hal ini menentukan
kualitas kebutuhan tenaga kerja. Industri kecil pada umumnya menggunakan teknologi
yang sederhana atau low technology dan cenderung bersifat labor intensive. Data
Sakernas menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja di industri makanan dan
minuman masih berpendidikan rendah. Hal ini bisa dimungkinkan karena sesuai
dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan di industri makanan yang sebagian
besar cenderung kurang memerlukan keahlian atau keterampilan khusus. Hal ini juga
tidak terlepas dari status pekerjaan pekerja di industri makanan dan minuman yang
masih banyak yang berstatus usaha sendiri dan usaha sendiri dibantu orang lain, selain
itu jenis pekerjaan yang paling banyak diperlukan di industi makanan dan minuman
bukan tenaga kerja yang memerlukan keahlian khusus.
Tenaga kerja industri makanan didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan
maksimal SMP, kemudian SMA dan SMK. Tahun 2010 jumlah pekerja industri makanan
sebesar 1,333,926 orang (73,7%) berpendidikan maksimal SMP. Namun tren
persentase pekerja yang berpendidikan maksimal SMP semakin lama semakin menurun
yakni dari 75,4% tahun 2005 menjadi 73,7% tahun 2010. Penurunan tersebut banyak
disumbangkan oleh penurunan tenaga kerja yang berpendidikan SD. Pekerja yang
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
74
berpendidikan SMA tahun 2010 sebanyak 457,122 orang dan komposisinya selama
periode 2005-2010 juga menunjukkan penurunan dari 16,2% ke 14,4% (Tabel 7.13).
Selanjutnya diikuti dengan pekerja yang lebih mempunyai keterampilan dan keahlian
khusus dan hal ini terlihat dari semakin meningkatnya proporsi tenaga kerja yang
berpendidikan SMK dan Diploma. Dengan demikian lulusan dari sekolah kejuruan atau
vokasi akan lebih mudah terserap di industri makanan.
TABEL 7.14 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2010
Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Maks SMP 86.614 91.695 53.456 48.156 48.320 54.148 SMA 50.640 58.628 26.304 29.959 36.924 40.956 SMK 23.246 27.142 13.436 16.334 20.953 24.957 DIPLOMA
746 2.809 2.346 3.807 4.561
D4+ 10.251 8.192 4.144 2.922 5.187 3.048 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670
Persentase Maks SMP 50,7 49,2 53,4 48,3 41,9 42,4 SMA 29,7 31,5 26,3 30,0 32,1 32,1 SMK 13,6 14,6 13,4 16,4 18,2 19,5 DIPLOMA 0,0 0,4 2,8 2,4 3,3 3,6 D4+ 6,0 4,4 4,1 2,9 4,5 2,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Pendidikan tenaga kerja industri minuman tidak berbeda dengan industri makanan.
Sebagian besar pekerja di industri ini adalah tertinggi SMP(42,4%) kemudian SMA
(32,1%) dan SMK(19,5%). Namun kualitas tenaga kerja menunjukkan perbaikan dan
hal ini terlihat dari menurunnya proporsi tenaga kerja yang maksimal SMP dari 50,7%
menjadi 42,4% dan meningkatnya proporsi tenaga kerja lulusan SMA dari 29,7% mejadi
32,1%, lulusan SMK dari 13,6% menjadi 19,5% selama periode 2005-2010. Selama
periode tersebut, rata-rata pertambahan tenaga kerja sebesar 1,7% untuk SMA dan
7,0% untuk SMK (Tabel 7.14). Artinya tambahan tenaga kerja yang lebih banyak
digunakan di industri makanan adalah sekolah kejuruan atau yang lebih memiliki
keterampilan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
75
TABEL 7.15 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010
Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Usaha sendiri (BS) 204.418 219.305 314.367 346.382 301.141 481.520 BS dg buruh tdk bayar 389.138 380.908 464.801 563.379 639.338 596.175 BS dg buruh dibayar 105.940 74.628 104.472 127.839 112.110 143.451 Buruh/karyawan/peg 956.572 983.306 1.146.154 1.075.189 1.067.268 1.198.627 Lainnya 544.350 598.585 702.986 684.692 727.658 747.145 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918
Persentase Usaha sendiri (BS) 9,3 9,7 11,5 12,4 10,6 15,2 BS dg buruh tdk bayar 17,7 16,9 17,0 20,1 22,5 18,8 BS dg buruh dibayar 4,8 3,3 3,8 4,6 3,9 4,5 Buruh/karyawan/peg 43,5 43,6 41,9 38,4 37,5 37,8 Lainnya 24,7 26,5 25,7 24,5 25,6 23,6 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Status pekerjaan pekerja di industri makanan sebagian besar adalah buruh. Namun
tren proporsi dengan status buruh selama periode 2005-2010 menunjukkan penurunan
dari 43,5% tahun 2005 menjadi 37,8% tahun 2010. Apabila industri makanan semakin
berkembang skala usahanya maka penyerapan tenaga kerja sebagai buruh akan
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan status lainnya. Namun dalam realitanya
sebaliknya, terjadi penurunan proporsi tenaga kerja dengan status buruh. Artinya
pertumbuhan industri skala kecil cukup besar. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tenaga
kerja dengan status usaha sendiri dan usaha sendiri dengan dibantu buruh tidak
dibayar atau dibantu pekerja keluarga semakin meningkat. Peningkatan yang cukup
besar pada kelompok usaha sendiri yakni dari 9,3% menjadi 15,2% periode 2005-2010
(Relatif Tabel 7.15).berkembangnya jumlah pekerja yang status usaha mandiri
menunjukkan bahwa industri makanan relatif mudah untuk didirikan terutama yang
skala kecil.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
76
TABEL 7.16 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT STATUS
PEKERJAAN, 2005-2010
Status Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Usaha sendiri (BS) 12.400 11.555 9.205 12.293 11.706 17.744 BS dg buruh tdk bayar 22.731 24.109 8.186 10.290 10.968 9.824 BS dg buruh dibayar 2.890 1.639 1.614 1.053 2.781 2.525 Buruh/karyawan/peg 111.515 119.349 76.416 71.424 78.103 90.313 Lainnya 21.215 29.751 4.728 4.657 11.633 7.264 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670
Persentase Usaha sendiri (BS) 7,3 6,2 9,2 12,3 10,2 13,9 BS dg buruh tdk bayar 13,3 12,9 8,2 10,3 9,5 7,7 BS dg buruh dibayar 1,7 0,9 1,6 1,1 2,4 2,0 Buruh/karyawan/peg 65,3 64,0 76,3 71,6 67,8 70,7 Lainnya 12,4 16,0 4,7 4,7 10,1 5,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Sama seperti halnya pada industri makanan, proporsi terbesar status tenaga kerja di
industri minuman juga yang sebagai buruh/karyawan/pegawai. Namun proporsi status
tenaga kerja sebagai buruh di industri minuman jauh lebih besar dibandingkan dengan
industri makanan. Hal ini bisa menunjukkan bahwa proprorsi skala usaha industri
minuman cenderung lebih besar dibandingkan dengan industri makanan. Proporsi
pekerja status buruh di industri minuman semakin meningkat yakni dari 65,3%
(111.515 orang) menjadi 70,7% (9.313 orang). Proporsi status pekerja dengan status
usaha sendiri juga menunjukkan peningkatan mulai dari 7,3% menjadi 13,9% selama
periode 2005-2010 (Tabel 7.16).
Proporsi pekerja industri makanan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa
sebagian besar (71,5%) pekerja berumur kurang dari 44 tahun dengan rincian 29,2%
umur 25-34 tahun, 24,7% umur 35-44 tahun dan 17,7% usia 15-24 tahun. Jika dilihat
dari tren periode 2005-2010, proporsi pekerja usia sekolah (15-24 tahun)
menunjukkan penurunan. Hal ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya angka
partisipasi sekolah. Peningkatan proporsi terjadi pada umur 25-34 tahun dari 26,4%
menjadi 29,2% (Tabel 7.17).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
77
TABEL 7.17 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT UMUR 2005-2010
Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
15 – 24 467.534 462.363 616.360 521.570 543.226 559.549 25 – 34 580.286 633.926 770.827 790.315 795.134 924.142 35 – 44 585.924 564.548 644.182 675.116 727.684 781.124 45 – 54 374.655 381.256 437.501 484.360 471.455 548.550 55 – 64 135.218 134.476 183.506 218.239 221.660 247.383
65+ 56.801 80.163 80.404 107.881 88.356 106.170 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918
Persentase 15 – 24 21,2 20,5 22,6 18,6 19,1 17,7 25 – 34 26,4 28,1 28,2 28,3 27,9 29,2 35 – 44 26,6 25,0 23,6 24,1 25,6 24,7 45 – 54 17,0 16,9 16,0 17,3 16,6 17,3 55 – 64 6,1 6,0 6,7 7,8 7,8 7,8
65+ 2,6 3,6 2,9 3,9 3,1 3,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Pola di industri minuman hampir serupa dengan di industri makanan, proporsi
terbanyak di industri makanan di kelompok umur 25-34 tahun 38,1%, kemudian umur
15-24 tahun dan 35-44 tahun. Terdapat kecenderungan proporsi pekerja di kelompok
umur cenderung menurun (Tabel 7.18).
Jumlah tenaga kerja untuk industri makanan tidak menunjukkan dominasi jenis
kelamin. Jumlah pekerja laki-laki sebanyak 1.569.732 orang dan perempuan 1.597.186
orang (Tabel 7.19). Jika dilihat dari pola kecenderungan menunjukkan bahwa proporsi
tenaga kerja laki-laki menjadi kurang begitu dibutuhkan dibandingkan dengan
perempuan, hal ini terlihat dari peningkatan proporsi tenaga kerja laki-laki di industri
makanan yang semakin menurun dari 51,0% menjadi 49,6% periode 2005-2010 dan
sebaliknya untuk pekerja perempuan meningkat dari 49,0% menjadi 50,4%.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
78
TABEL 7.18 JUMLAH DAN PERSENTAE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT UMUR 2005-2010
Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
15 - 24 43.824 51.664 23.697 24.776 31.135 34.723 25 - 34 56.749 50.531 42.879 35.254 42.747 48.632 35 - 44 46.688 44.564 21.886 25.496 24.464 24.206 45 - 54 18.400 30.934 8.746 10.440 11.899 13.814 55 - 64 4.013 6.539 1.709 2.824 3.666 4.141
65+ 1.077 2.171 1.232 927 1.280 2.154 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670
Persentase 15 - 24 25,7 27,7 23,7 24,8 27,0 27,2 25 - 34 33,2 27,1 42,8 35,4 37,1 38,1 35 - 44 27,3 23,9 21,9 25,6 21,2 19,0 45 - 54 10,8 16,6 8,7 10,5 10,3 10,8 55 - 64 2,4 3,5 1,7 2,8 3,2 3,2
65+ 0,6 1,2 1,2 0,9 1,1 1,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
TABEL 7.19 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS KELAMIN, 2005-2010
Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Laki-laki 1.121.429 1.132.174 1.359.027 1.402.815 1.382.490 1.569.732 Perempuan 1.078.989 1.124.558 1.373.753 1.394.666 1.465.025 1.597.186 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918
Persentase Laki-laki 51,0 50,2 49,7 50,1 48,6 49,6 Perempuan 49,0 49,8 50,3 49,9 51,4 50,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Komposisi jenis kelamin pekerja di industri makanan berbeda dengan di industri
minuman, proporsi terbanyak pekerja di industri minuman adalah laki-laki. Tren
proporsi jumlah tenaga kerja laki-laki cenderung meningkat sampai tahun 2007
kemudian menurun, kemudian turun lagi hingga tahun 2010 (Tabel 7.20).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
79
TABEL 7.20 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT JENIS KELAMIN 2010
Jenis Kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah Laki-laki 111,429 125,591 80,501 77,141 85,308 89,591 Perempuan 59,322 60,812 19,648 22,576 29,883 38,079 Jumlah 170,751 186,403 100,149 99,717 115,191 127,670
Persentase Laki-laki 65,3 67,4 80,4 77,4 74,1 70,2 Perempuan 34,7 32,6 19,6 22,6 25,9 29,8 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Jika pekerja di industri makanan dirinci menurut jenis pekerjaan hingga kategori 4 digit,
dengan 10 jenis pekerjaan terbesar ternyata memberikan proporsi sebesar 82,73% dari
total pekerja di industri makanan. Terdapat tiga jenis pekerjaan yang paling banyak
dibutuhkan di industri makanan yakni (i) Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang
Gula, 31,2% (ii) Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya, 15,0% dan (iii)
Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan bahan yang berkaitan dengan itu
14,8%. Jenis pekerjaan ini sesuai dengan kualifikasi pendidikan di industri makanan
dan minuman yang sebagian besar tertinggi SMP kemudian SMA.
TABEL 7.21 DISTRIBUSI SEPULUH TERBANYAK TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2010
Jumlah (orang) % Jenis pekerjaan 987.861 31,19 Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang Gula 475.777 15,02 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 467.804 14,77 Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan bahan ydbi 225.393 7,12 Operator Mesin Penggiling Padi dan Bumbu-bumbuan
160.236 5,06 Tukang Potong Hewan, Penjual Ikan dan Tenaga penyedia makanan yang berkaitan dengan itu
106.735 3,37 Tenaga Penjualan Perdagangan Eceran 72.880 2,3 Juru Masak 47.211 1,49 Tukang Angkat Barang 38.721 1,22 Operator Mesin Produksi Gula 37.762 1,19 Manajer Umum Usaha Industri Pengolahan 546.538 17,27 Lainnya 3.166.918 100,00 Jumlah
Sumber: Sakernas Agustus 2010
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
80
Jenis pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan atau keahlian khusus seperti operator
mesin menempati urutan ke empat 7,1% dan opertor mesin produksi di urutan
sembilan 1,2%. Rendahnya persentase pekerja untuk kualifikasi ini erat kaitannya
dengan masih rendahnya industri dan pekerja di industri besar/sedang atau industri
makanan masih didominasi oleh industri kecil.
Jenis pekerjaan 10 terbesar di industri minuman mempunyai porsi 68,9% dari total
kebutuhan pekerja di industri minuman. Dua jenis pekerjan yang diperlukan untuk
industri minuman adalah (i) Operator Mesin Pembuat Bir, Anggur, dan Minuman
lainnya, dan (ii) Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya. Nampaknya jenis
pekerjaan di industri minuman sebagian besar lebih membutuhkan
ketrampilan/keahlian dibandingkan dengan di industri makanan. Hal ini juga tercermin
dari persentase pekerja dengan pendidikan maksimal SMP (73,7%) di industri makanan
jauh lebih besar dibandingkan dengan di industri minuman (42,4%).
Nampaknya jenis pekerjaan yang dilakukan di industri makanan terdapat di industri
minuman. Kemungkinannya industri minuman tidak hanya memproduksi minuman,
melainkan juga memprodukai makanan, sehingga pekerja akan melakukan jenis
pekerjaan dalam proses produksi makanan, melainkan juga dalam proses produksi
minuman. TABEL 7.22 DISTRIBUSI SEPULUH TERBANYAK TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT JENIS PEKERJAAN 2010 NO KODE JUMLAH PERSENTASE Jenis pekerjaan
1 8278 22.940 17,97 Operator Mesin Pembuat Bir, Anggur, dan Minuman 2 9322 21.689 16,99 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 3 5230 12.302 9,64 Tenaga Penjualan Perdagangan Eceran 4 7414 9.562 7,49 Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, 5 8322 5.513 4,32 Pengemudi Mobil, Taksi, dan Box 6 7415 3.983 3,12 Penguji dan Penentu Kualitas Makanan dan Minuman 7 4121 3.588 2,81 Juru Tata Usaha Akuntansi dan Pembukuan 8 4131 3.249 2,54 Juru Tata Usaha Pergudangan 9 7412 2.577 2,02 Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang Gula
10 9141 2.568 2,01 Pemelihara dan Penjaga Gedung 11
39.699 31,09 Lainnya
127.670 100,00 Jumlah Sumber: Diolah dari Sakernas 2005-2010
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
81
Jika dilihat distribusi tenaga kerja menurut wilayah Koridor Ekonomi sebagaimana
dalam Master Plan Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah
koridor 1) Sumatra, koridor 2) Jawa, koridor 3) Kalimantan, koridor 4) Sulawesi,
koridor 5) Bali-Nusa Tenggara dan koridor 6) Papua-Kep Maluku. Jumlah tenaga kerja
industri makanan dan minuman terdanyak terdapat di Pulau Jawa tahun 2010 yakni
sebesar 2.351.047 orang atau sekitar 70% dari total tenaga kerja industri makanan dan
minuman, selanjutnya urutan berikutnya di pulau Sumatra yakni sekitar 16%, Bali-Nusa
Tenggara 4,9%. Distribusi tenaga kerja menurut 6 koridor ekonomi tersebut
nampaknya tidak menunjukkan perubahan dalam pengamatan selama lima tahun
terakhir dengan dominasi koridor Jawa.
Pulau Jawa tidak hanya sebagai potensial market pasar bagi produk makanan dan
minuman melainkan juga sebagai sentra produksi makanan dan minuman. Hal ini tidak
terlepas dari konsentrasi penduduk di Jawa sebesar 57,5% (136.563.142 orang).
Selanjutnya potensi pasar urutan kedua adalah pulau Sumatera walau jumlah
penduduknya kurang dari setengahnya penduduk Jawa yakni hanya 21,3% (50.613.947
orang) (Tabel 7.23).
TABEL 7.23. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KORIDOR EKONOMI 2005-2010
Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Sumatra 379.133 431.493 491.535 464.723 508.127 527.843 Jawa 1.728.659 1.795.133 1.983.613 2.067.609 2.057.141 2.351.047 Kalimantan 73.263 59.818 103.166 99.033 107.891 117.851 Sulawesi 73.107 57.272 90.870 81.344 79.716 105.762 Bali-NT 107.357 111.431 140.561 155.276 175.958 160.967 Papua-Kep Maluku 9.650 12.641 23.184 29.213 33.873 31.118
Indonesia 2.371.169 2.467.788 2.832.929 2.897.198 2.962.706 3.294.588
Persentase Sumatra 16,0 17,5 17,4 16,0 17,2 16,0 Jawa 72,9 72,7 70,0 71,4 69,4 71,4 Kalimantan 3,1 2,4 3,6 3,4 3,6 3,6 Sulawesi 3,1 2,3 3,2 2,8 2,7 3,2 Bali-Nusa Tenggara 4,5 4,5 5,0 5,4 5,9 4,9 Papua-Kep Maluku 0,4 0,5 0,8 1,0 1,1 0,9 Indonesia 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
82
Pertambahan jumlah tenaga kerja di Jawa masih mendominasi penyerapan tenaga kerja
industri makanan dan minuman. Rata-rata penyerapan tenaga kerja selama periode
tersebut sebesar 124.478 orang per tahun. Sebanyak 746.866 orang atau 67,4%
tambahan tenaga kerja selama periode 2005-2010 terkonsentasi di Pulau Jawa. Hal ini
sesuai dengan kerangka acuan MP3EI, pulau Jawa sebagai koridor untuk pengembangan
industri makanan dan minuman. Selanjutnya, untuk Pulau Sumatra sebagai koridor 2
pertambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 178.452 orang selama periode 2005-
2010 atau sekitar 29.742 orang yang jauh dibandingkan dan Pulau Jawa. Pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja untuk industri makanan di koridor 2-6 menunjukkan
penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah yakni berkisar antara 4.294 orang (Papua-
kepulauan Maluku) sampai 8.918 orang (Kalimantan).
7.2.2 Permasalahan Industri Makanan dan Minuman: Studi Kasus Kota Surabaya
dan Makassar
Pendahuluan
Studi kasus industri makanan dan minuman dilakukan di kota Surabaya dan Makassar.
Namun sebelum mendeskripsikan kedua kota tersebut, akan dijelaskan terlebih dahulu
kondisi di tingkat propinsi agar diketahui bagaimana kondisi kota terhadap rata-rata
propinsi secara keseluruhan.
Jumlah Industri
Diperkirakan jumlah industri di Jawa Timur sekitar 700 ribuan yang terdistribusi
menjadi 70,0% Industri kecil, 20% Industri sedang dan sisanya Industri besar 10 %. Di
kota Surabaya, industri lebih banyak yang kelompok kecil menengah. Jika dilihat
menurut jenis industri, sebanyak 80% industri di Jawa Timur di bidang Agro, dan 60 %
nya adalah industri makanan dan minuman.
Jumlah industri makanan dan minuman menengah kecil di propinsi Sulawesi Selatan
sekitar 48.842 buah dengan jenis industri yang dominan adalah markisah, coklat dan
rumput laut. Di kota Makasar terdapat sekitar 130 buah industri dengan jumlah jenis
industri yang dominan sama dengan di tingkat propinsi. Di tingkat propinsi, industri
yang banyak menyerap tenaga kerja adalah industri semen, khususnya PT Bosoa dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
83
Tonasa, selain itu terdapat industri tepung tapioka. Di tingkat kota Makasar, industri
yang banyak menyerap tenaga kerja adalah industri makanan dan minuman.
Tenaga kerja.
Dilihat dari penyerapan tenaga kerjanya, Industri Agro di propinsi sulawesi Selatan,
terutama makanan dan minuman menyerap sekitar 40 % tenaga kerja. Penyerapan
terbanyak terdapat pada industri dengan kelompok UKM. Industri makanan dan
minuman: 60 % dari Agro (sementara Agro 80 % dari keseluruhan). Sedangkan di
tingkat kota, industri makanan dan minuman hanya sebagian kecil saja karena yang
dominan industri perdagangan. Diperkirakan tenaga kerja yang digunakan di industri
makanan dan minuman kecil menengah rata-rata 6-10 orang per industri di Sulawesi
Selatan dan kota Makasar.
Kebutuhan tenaga kerja untuk industri makanan dan minuman di Jawa Timur sebagian
besar tercukupi dari wilayah tersebut, karena kebanyakan tenaga kerja yang
dibutuhkan hanya berpendidikan menengah bawah (SMP-SMA) dan skill tidak menjadi
tuntutan utama. Umumnya mereka bekerja pada jenis pekerjaan tenaga kasar. Mereka
yang sarjana pada umumnya menempati jenis pekerjaan administrasi. Sedangkan
kebutuhan untuk tenaga kerja dengan spesifikasi tertentu atau yang menuntut
ketrampilan/ keahlian tertentu, seperti yang menggunakan atau yang memakai
teknologi tinggi masih belum cukup tersedia di wilayah ini.
Permasalahan industri secara umum yang dihadapi di kota Surabaya adalah: (1)
ketersediaan kualitas dan kontinuitas ketersediaan bahan baku yang masih belum
terpenuhi, (ii) kemasan produk, terkait ketidakmampuan membeli dengan jumlah besar
(khususnya untuk UKM) dan (iii) produktivitas pekerja rendah.
Sama halnya dengan pola di Jawa Timur, kebutuhan tenaga kerja Sulawesi Selatan
cukup berasal dari wilayah sekitarnya, seperti untuk tenaga produksi dan tenaga kasar.
Sedangkan untuk tenaga yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli untuk
packing, pengawetan termasuk usia simpan, pewarnaan, rekayasa peralatan masih sulit
untuk didapatkan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut antara lain
didapatkan dari Jakarta. Tenaga lain yang masih dibutuhkan adalah teknisi dan
operator. Misalnya operator untuk mesin boiler merupakan tenaga kerja yang sangat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
84
diperlukan bagi industri industri pengolahan mie. Contoh lain, tenaga kerja yang ahli
cold storage masih didatangkan dari Jepang.
Untuk meningkatkan kualitas hasil produksi industri makanan dan miuman kemasan,
maka dinas perindustrian dan perdagangan Sulawesi Selatan akan mengadakan
beberapa pelatihan seperti kemasan, pelatihan good manufacture practice, dan
pelatihan teknologi produksi. Kerjasama untuk lebih meningkatkan kualitas produk
telah dilakukan dengan JICA khusus untuk teknologi pengembangan industri lokal
seperti rumput laut,coklat dan markisah.
Lembaga pelatihan dalam bentuk Balai Latihan Kerja (BLK) sudah tersedia di Makasar,
namun lebih pada rekayasa teknik dan bukan khusus untuk industri makanan dan
minuman dan BLK tersebut. BLK yang telah ada antara lain BLK elektronik, BLK las, BLK
otomotif, BLK boga dan BLK listrik. BLK yang sudah tersedia dan berperan untuk
memenuhi kebutuhan industri adalah Balai Latihan Industri.
Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi oleh industri di kota Makasar adalah kemasan produk
yang berkualitas, terutama industri kecil. Kemasan produk selama ini masih
didatangkan dari Surabaya atau Jakarta. Permasalahan lain adalah teknologi
pengolahan makanan dan minuman yang masih rendah. Teknologi yang rendah identik
dengan kebutuhan tenaga kerja kualitas rendah, sehingga kualifikasi tenaga kerja yang
dibutuhkan tidak dituntut yang mempunyai kualifikasi atau keahlian khusus.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan di wilayah Sulawesi Selatan dalam meningkatkan
penyerapan tenaga kerja melalui (i) pengembangan industri lokal karena akan
menyerap tenaga kerja, (ii) peningkatan ketrampilan melalui pelatihan. Metode
pelatihan yang lebih diharapkan oleh industri adalah lebih banyak praktek dan
diupayakan bahan yang digunakan dengan mempertimbangkan ketersediaan material
di tingkat lokal. Upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan penyerapan pekerja,
antara lain meningkatkan kapasitas produksi melalui perluasan pasar, dan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan meningkatkan ketrampilan proses dan
peralatan produksi. Menurut asosiasi, perlu ada pendataan UMK potensial penyerap
tenaga kerja dan selanjutnya pemerintah membina dan membantunya. Dianggapnya
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
85
UKM mempunyai keterbatasan informasi sehingga kurang optimal dalam
perkembangannya. Selanjutnya, upaya uang bisa dilakukan pada pekerja adalah
pemberdayakan UKM agar mampu mengelola managemen keuangan.
Permasalahan yang dihadapi industri di Jawa Timur cenderung yang berkaitan dengan
harga kebutuhan bahan baku yang meningkat dan harga produk cenderung menurun.
Masalah kebutuhan tenaga kerja tidak menjadi masalah karena tenaga kerja yang
dibutuhkan tidak memerlukan kualifikasi khusus. Peran asosiasi makanan dan
minuman ditingkat propinsi bisa membantu mencarikan infromasi ketika industri
memerlukan tenaga kerja dengan kualifikasi khusus. Di Jawa Timur, industri makanan
dan minuman merupakan industri yang potensial. Agar industri makanan semakin
berkembang atau semakin banyak industri makanan dan minuman baru, maka
pelatihan pengembangan kewirausahaan sangat diperlukan.
7.3. Gambaran Tenaga Kerja Industri TPT
Menurut data BPS Statistik Industri besar dan sedang tahun 2009, jumlah tenaga kerja
industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai 962,782 orang sedangkan total
tenaga kerja industri manufaktur sedang dan sedang mencapai 4,345,174 orang.
Dengan kata lain industri TPT skala besar dan sedang menyerap tenaga kerja seperlima
dari jumlah tenaga kerja di industri sedang dan besar. Tingginya penyerapan tenaga
kerja di industri TPT di Indonesia juga erat kaitannya dengan sifat teknologi di industri
TPT yang bersifat labor intensive terutama di industri hulu (downstream) yaitu industri
pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang
menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap
tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya.
Menurut data Survei Industri Besar, Sedang dan Industri Kecil yang dilakukan oleh BPS,
proporsi tenaga kerja di industri TPT skala besar dan sedang cenderung stagnan pada
angka 53% antara tahun 2004 dan 2007 kecuali pada tahun 2005-2006 ada kenaikan
sedikit menjadi 54%. Begitu juga dengan proporsi tenaga kerja mengalami sedikit
penurunan dari 46% tahun 2004 menjadi 45% tahun 2005 kemudian naik lagi menjadi
46% tahun 2007. Secara umum, persentase tenaga kerja di industri TPT lebih banyak
diserap di industri besar dan sedang. Jika total tenaga kerja di industri TPT
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
86
dibandingkan dengan total tenaga kerja di industri manufaktur, proporsinya kurang
dari 19% selama tahun 2004-2007 (Tabel 7.24).
TABEL 7.24 DISTRIBUSI PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT SKALA USAHA, 2004-2007
Skala industri 2004 2005 2006 2007 Besar dan sedang 53.12 54.47 54.55 53.47 Mikro dan kecil 46.88 45.53 45.45 46.53 Jumlah(%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah absolut 1,864,771 1,870,716 2,119,795 2,023,504 % thd Ind manufaktur 17.15 18.09 17.74 16.98 Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007
7.3.1 Tenaga Kerja di Industri TPT menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi
Karakteristik demografi yang dimaksud di sini adalah umur, jenis kelamin dan
pendidikan, sedangkan yang termasuk ekonomi adalah status pekerjaan dan jenis
pekerjaan. Karena data yang dipakai adalah data dari Survei Angkatan Kerja Nasional
(BPS), maka jumlah tenaga kerja di industri TPT akan berbeda dengan data dari
Statistik Industri Besar dan Sedang maupun dari data Profil Industri Kecil dan Mikro.
Sampel Sakernas adalah rumah tangga, sedang sampel Industri Besar sedang dan kecil
adalah industri/industri.
Secara umum jumlah tenaga kerja di industri TPT terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Tahun 2005 jumlah tenaga kerja mencapai 2,6 juta orang dan dalam 5
tahun jumlahnya meningkat menjadi 2,9 juta orang tahun 2010. Meskipun
pertumbuhannya mengalami penurunan pada tahun 2005-2006, tetapi mulai tahun
2007-2010 pertumbuhannya mulai positif dan bahkan antara tahun 2009-2010
pertumbuhan tenaga kerja mencapai 10%. Secara rata-rata pertumbuhan tenaga kerja
di industri TPT mencapai 2,6% per tahun.
Dilihat dari umur, secara umum tenaga kerja di TPT didominasi usia muda mulai dari 15
tahun hingga 44 tahun sekitar 87% tahun 2010. Karena sifat pekerjaannya, industri
TPT memerlukan tenaga kerja yang secara fisik kuat dan telaten, terutama pada industri
garmen. Tenaga kerja pada kelompok umur 25-34 tahun jumlah dan proporsinya yang
tertinggi yaitu 965.130 orang atau 37,1% tahun 2005. Selama 6 tahun jumlah absolut
meningkat menjadi 1.111.464 orang, tetapi secara relatif persentasenya tetap yaitu
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
87
37,8%. Namun begitu, masih ada sekitar 1% tenaga kerja yang berusia 65 tahun ke atas
yang bekerja di industri TPT (Tabel 7.25).
TABEL 7.25 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT UMUR, 2005-
2010
Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
15 – 24 700.653 709.095 722.277 761.697 723.755 757.776
25 – 34 965.130 915.858 916.345 907.027 1.023.515 1.111.464
35 – 44 600.567 501.518 531.656 557.438 598.006 685.951
45 – 54 248.490 217.142 209.383 241.239 232.670 275.918
55 – 64 61.842 60.445 65.381 75.070 64.334 82.013
65+ 24.512 23.283 28.299 26.932 27.117 28.542
Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase
15 – 24 26,9 29,2 29,2 29,6 27,1 25,8
25 – 34 37,1 37,7 37,0 35,3 38,3 37,8
35 – 44 23,1 20,7 21,5 21,7 22,4 23,3
45 – 54 9,6 8,9 8,5 9,4 8,7 9,4
55 - 64 2,4 2,5 2,6 2,9 2,4 2,8
65+ 0,9 1,0 1,1 1,0 1,0 1,0
Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Dilihat dari jenis kelamin, ada kecenderungan selama 5 tahun (2005-2010) tenaga kerja
perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Persentase
perempuan terus meningkat dari 56% (1,4 juta orang) tahun 2005 menjadi 60% (1,7
juta) tahun 2010 (Tabel 7.26). Ini mengindikasinya peran tenaga kerja perempuan
makin mendominasi. Ada dugaan hal ini berkaitan dengan berkembangnya industri
garmen yang membutuhkan banyak tenaga kerja perempuan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
88
TABEL 7.26 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT JENIS KELAMIN,
2005-2010
Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Laki-laki 1.140.936 1.080.562 976.252 954.010 1.003.798 1.177.015
Perempuan 1.460.258 1.346.779 1.497.089 1.615.393 1.665.599 1.764.649
Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase
Laki-laki (%) 43,9 44,5 39,5 37,1 37,6 40,0
Perempuan (%) 56,1 55,5 60,5 62,9 62,4 60,0
Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di industri TPT terlihat bahwa sebagian besar
hanya berpendidikan tertinggi SMP dan kecenderungannya meningkat terus dari 1,6
juta tahun 2005 menjadi 1,9 juta tahun 2010. Diliihat dari proporsinya juga cenderung
meningkat dari 61,6% menjadi 66,2% pada periode yang sama. Pekerja dengan tingkat
pendidikan SMK justru mengalami kenaikan baik dari jumlah atau persentasenya yaitu
dari 242.663 (9,3%) tahun 2005 menjadi 353.201 (12%) pada kurun waktu yang sama,
sedangkan pekerja yang lulus SMA juga mengalami penurunan dari 658.124 orang
(25%) menjadi 559.628 (19%) (Tabel 7.27). Hal ini mengindikasikan adanya
pergeseran permintaan tenaga dari tenaga kerja dari yang lulusan sekolah umum ke
sekolah kejuruan. Tampaknya kebijakan pemerintah mendorong berkembangnya
sekolah kejuruan menulai hasilnya. Dengan makin banyaknya tenaga kerja sekolah
menengah, industri dapat mengurangi waktu training karena lulusan kejuruan
umumnya dibekali keterampilan.
Karena sifat industri TPT yang padat karya, maka status pekerjaan yang dominan
adalah buruh/karyawan yang proporsinya lebih dari 60% dari jumlah pekerja TPT.
Namun jumlahnya cenderung menurun dari 1,9 juta orang tahun 2005 menjadi 1,7 juta
orang tahun 2010, begitu pula dilihat dari proporsinya juga menurun dari 74% tahun
2005 menjadi 60% tahun 2010. Tetapi sebaliknya mereka yang berusaha sendiri justru
mengalami kenaikan dari 232.626 (8,9%) tahun 2005 menjadi 640.483 (22%) tahun
2010 (Tabel 7.28).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
89
TABEL 7.27 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT PENDIDIKAN,
2005-2010
Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Maks SMP 1.602.566 1.539.470 1.753.712 1.780.493 1.784.689 1.947.754 SMA 658.124 580.218 445.494 480.745 488.091 559.628 SMK 242.663 233.680 199.720 229.216 288.881 353.201 DIPLOMA 21.661 10.261 39.015 32.933 39.994 42.571 D4+ 76.180 63.712 35.400 46.016 67.742 38.510 Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase
Maks SMP 61,6 63,4 70,9 69,3 66,9 66,2 SMA 25,3 23,9 18,0 18,7 18,3 19,0 SMK 9,3 9,6 8,1 8,9 10,8 12,0 DIPLOMA 0,8 0,4 1,6 1,3 1,5 1,4 D4+ 2,9 2,6 1,4 1,8 2,5 1,3 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
TABEL 7.28 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010
Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Berusaha sendiri 232.626 241.934 426.444 371.764 296.527 640.483
Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 95.946 100.543 141.206 163.342 316.465 203.121
Berusaha dibantu pekerja dibayar 67.536 80.601 83.206 78.060 62.434 78.341
Karyawan/buruh/pegawai 1.926.048 1.720.806 1.586.956 1.648.450 1.682.693 1.752.014
Lainnya 279.038 283.457 235.529 307.787 311.278 267.705
Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase
Berusaha sendiri 8,9 10,0 17,2 14,5 11,1 21,8
Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 3,7 4,1 5,7 6,4 11,9 6,9
Berusaha dibantu pekerja dibayar 2,6 3,3 3,4 3,0 2,3 2,7
Karyawan/buruh/pegawai 74,0 70,9 64,2 64,2 63,0 59,6
Lainnya 10,7 11,7 9,5 12,0 11,7 9,1
Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
90
Jika tenaga kerja di industri TPT dianalisis berdasarkan jabatan terlihat tenaga
pengolahan, operator dan tenaga kasar mendominasi dari tahun 2007 hingga tahun
2010. Ada kecenderungan tenaga kerja pengolahan mengalami penurunan dari 63%
(1,5 juta orang) tahun 2007 menjadi 62% (1,8 juta orang) tahun 2010. Namun tenaga
operator mengalami sedikit kenaikan dari 21,05% (520.604) menjadi 21,25%
(624.997) pada kurun waktu yang sama (lihat tabel 7.29) . Hal ini diduga ada kaitannya
dengan krisis Amerika tahun 2008 yang menyebabkan permintaan produk TPT
mengalami penurunan. TABEL 7.29 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2007-2010
Jenis pekerjaan 2007 2008 2009 2010
Jumlah
Manajer 20.011 47.524 43.855 39.583 Tenaga profesional 2.014 6.972 10.210 6.105 Teknisi 29.525 43.363 55.265 57.014 Tata usaha 96.756 94.769 122.474 118.282 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 42.760 39.368 41.797 45.119 Tenaga pengolahan 1.555.850 1.543.758 1.593.255 1.824.388 Operator 520.604 576.093 547.773 624.997 Pekerja kasar 205.821 217.556 254.768 226.176 Total 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase
Manajer 0,81 1,85 1,64 1,35 Tenaga profesional 0,08 0,27 0,38 0,21 Teknisi 1,19 1,69 2,07 1,94 Tata usaha 3,91 3,69 4,59 4,02 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 1,73 1,53 1,57 1,53 Tenaga pengolahan 62,90 60,08 59,69 62,02 Operator 21,05 22,42 20,52 21,25 Pekerja kasar 8,32 8,47 9,54 7,69 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus 2007-2010 diolah
Jika diamati lebih rinci jenis pekerja di industri tekstil pada tahun 2010, dari 10 jenis
pekerjaan ada 5 yang paling dominan yaitu ‘Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ’yang
berkaitan dengan itu’ (ybdi). mendominasi pekerja di industri tekstil dengan jumlah
pekerja mencapai 356.295 orang (24,9%), disusul oleh ‘Tukang Jahit, Penyulam, dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
91
Tenaga (ybdi) sebanyak 162.157 orang (11,3%) dan ‘Operator Mesin Uap dan Ketel
Uap sebanyak 152.809 (10,7%), tenaga pembatikan sebanyak 84.450 orang (5,9%) dan
Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya sebanyak 80.544 orang (5,6%)
(Tabel 7.30). Dari kelima jenis pekerjaan itu, tenaga pembatikan menempati urutan
keempat. Hal ini tampaknya sebagai dampak dari permintaan batik yang meningkat,
setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan dunia milik Indonesia. TABEL 7.30 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK DI SUB SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL, 2010
Kode Deskripsi Urutan Jumlah % 7432 Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ybdi 1 356.295 24,94 7436 Tukang Jahit, Penyulam, dan Tenaga ybdi 2 162.157 11,35 8262 Operator Mesin Uap dan Ketel Uap 3 152.809 10,7 7438 Tenaga Pembatikan 4 84.450 5,91 9322 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 5 80.544 5,64 7433 Tukang Jahit, Pembuat Pakaian dan Pembuat Topi 6 78.531 5,5 8261 Operator Mesin Pembangkit Tenaga Listrik 7 75.598 5,29 7332 Tenaga Kerajinan Tangan dari Tekstil, Kulit, dan 8 41.750 2,92 8263 Operator Mesin Jahit 9 37.194 2,6 8269 Operator Mesin Produksi Tekstil, Barang dari Bulu 10 36.187 2,53
Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2010
TABEL 7.31 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK DI SUBSEKTOR INDUSTRI PAKAIAN JADI, 2010
Kode Deskripsi Urutan Jumlah % 7433 Tukang Jahit, Pembuat Pakaian dan Pembuat Topi 1 606.278 40,07 7436 Tukang Jahit, Penyulam, dan Tenaga ybdi 2 248.455 16,42 8263 Operator Mesin Jahit 3 183.539 12,13 9322 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 4 79.101 5,23 7435 Pembuat Pola dan Pemotong Tekstil, Kulit, dan 5 65.585 4,33 7432 Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ybdi 6 36.301 2,4 8269 Operator Mesin Produksi Tekstil, Barang dari Bulu 7 20.772 1,37 4121 Juru Tata Usaha Akuntansi dan Pembukuan 8 19.239 1,27 3152 Pengawas Keamanan, Kesehatan, dan Kualitas 9 18.904 1,25 8262 Operator Mesin Uap dan Ketel Uap 10 18.163 1,2
Sumber: Diolah dari data Sakernas Agustus 2010
Pada subsektor industri pakaian jadi, 5 industri yang dominan ‘Tukang Jahit, Pembuat
Pakaian dan Pembuat Topi’ sebanyak 606.278 (40,0%), disusul oleh ‘Tukang Jahit,
Penyulam, dan Tenaga ybdi’ sebanyak 248.455 atau 12,3% dan ’operator mesin jahit’
sebanyak 183.539 orang atau 12,1%, Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik
lainnya sebanyak 79.101 orang atau 5,2%, dan Pembuat Pola dan Pemotong Tekstil,
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
92
Kulit sebanyak 65,585 orang atau 4,3% (Tabel 7.31). Pada industri pakaian jadi
kebutuhan tenaga penjahit cukup besar dan biasanya industri tertarik menerima tenaga
kerja perempuan. Karena itu, supply tenaga kerja untuk penjahit perlu mendapat
perhatian terutama untuk lulusan SLTA atau SMK .
Jika dilihat menurut koridor ekonomi berdasarkan MP3EI terlihat bahwa konsentrasi
industri TPT berada di Pulau Jawa. Lebih dari 85% tenaga kerja industri TPT berada di
Jawa karena sebagian besar pabrik TPT juga berlokasi di Jawa. Faktor ketersediaan
tenaga kerja, infrastruktur seperti jalan, listrik, air, dan pelabuhan tampaknya menjadi
pertimbangan para investor menanamkan modal di Pulau Jawa. Selain tenaga kerja
yang berlimpah dengan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri, Pulau Jawa
juga merupakan pasar yang besar bagi produk TPT karena 57% (136 juta) penduduk
Indonesia berada di Jawa. Ada kecenderungan selama tahun 2005-2007, jumlah tenaga
kerja di industri TPT mengalami kenaikan 85,8% (2,2 juta) menjadi 88,1% (2,6%)
(Tabel 7.32). Karena itu, sangat tepat jika dalam MP3EI industri TPT dipusatkan Pulau
Jawa. Selanjutnya, proporsi tenaga kerja industri TPT berada di Kalimantan dan
Sumatra yang hanya kurang dari 8% selama kurun waktu 2005-2007. TABEL 7.32. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2005-2010
Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Sumatra 103.574 71.570 101.911 110.099 122.913 107.600 Jawa 2.230.859 2.146.492 2.163.590 2.262.629 2.324.998 2.592.941 Kalimantan 178.103 179.485 164.691 140.501 151.394 166.928 Sulawesi 9.894 11.586 12.863 13.943 19.264 21.102 Bali-Nusa Tenggara 78.364 16.930 29.920 41.755 49.542 52.268 Papua-Kep Maluku 400 1.278 366 476 1.286 825 Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664
Persentase Sumatra 4,0 2,9 4,1 4,3 4,6 3,7 Jawa 85,8 88,4 87,5 88,1 87,1 88,1 Kalimantan 6,8 7,4 6,7 5,5 5,7 5,7 Sulawesi 0,4 0,5 0,5 0,5 0,7 0,7 Bali-Nusa Tenggara 3,0 0,7 1,2 1,6 1,9 1,8 Papua-Kep Maluku 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus berbagai tahun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
93
7.3.2 Permasalahan Industri Tekstil & Produk Tekstil: Studi Kasus Jawa Barat Jawa Barat merupakan salah satu sentra industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang
paling besar di Indonesia. Industri TPT merupakan industri andalan karena
menghasilkan devisa yang besar dan menyerap tenaga kerja yang banyak serta memiliki
rantai nilai dan nilai tambah dalam perekonomian daerah. Industri TPT di Jawa Barat
tersebar di berbagai kabupaten/kota yaitu: Bandung, Cimahi, Sumedang, Purwakarta,
Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cirebon dan Karawang. Karena itu studi kualitatif ini memilih
Jawa Barat sebagai studi kasus.
Studi kualitatif ini ditujukan untuk melengkapi kajian penyerapan tenaga kerja sektor
industri yang menggunakan data sekunder dari BPS. Data kualitatif ini didasarkan pada
wawancara mendalam (indepth interview) dengan pelaku usaha (industri tekstil dan
garmen), pemerintah daerah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat) dan
KADINDA Bandung.
Kondisi Industri TPT di Jawa Barat
Sektor industri berperan penting dalam memberikan kontribusi perekonomian Jawa
Barat. Menurut data BPS jumlah industri besar dan sedang di Jawa Barat mencapai
6.195 buah yang menyerap 1.145.629 tenaga kerja.
Salah satu sub sektor industri yang dominan di Jawa Barat adalah industri TPT karena
60% industri TPT nasional berada di Jawa Barat. Industri TPT merupakan industri yang
saling terkait mulai dari hulu hingga hilir. Jika dikelompokkan, sub sektor industri TPT
dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu 1) Serat 2) Benang 3) Kain 4).
Pakaian Jadi dan 5) Barang Jadi Tekstil . Di Jawa Barat semua industri TPT mulai dari
hulu hingga hilir (dari pembuatan serat hingga garmen) ada dan lokasinya tersebar di
berbagai kabupaten/kota.
Menurut data API Jawa Barat jumlah industri TPT hingga tahun 2010 mencapai 5.937
unit usaha yang terdiri dari industri besar sebanyak 1.205 buah dan industri kecil dan
menengah sebanyak 4.732 buah. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 500 ribu
orang. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai tahun 2010, realisasi ekspor
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
94
non migas (pakaian, benang, tenun, kain tekstil dan hasil-hasilnya) mencapai 1,08 juta
ton dengan US$ 5,6 juta.
Kontribusi ekspor TPT terhadap total ekspor non migas Jawa Barat pada periode
Januari-Desember 2010 mencapai 22,3%. Namun demikian, industri TPT di Jawa Barat
masih banyak menghadapi permasalahan antara lain:
- Kurang berkembangnya industri bahan baku (industri pendukung) dan komponen
permesinan tekstil (industri terkait).
- Turunnya daya saing produk sejak krisis moneter
- Tingginya bahan baku dan energi
- Kondisi mesin tekstil yang sudah cukup tua yang menyebabkan rendahnya efisiensi.
- Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung sehingga terjadi
keterlambatan pengiriman barang
- Desain dan diversifikasi produk belum berkembang ke arah produk yang memiliki
nilai tambah yang tinggi.
- Produktivitas tenaga kerja yang rendah serta masalah perburuhan
- Lemahnya sistem informasi industri
Di masa depan industri TPT masih mempunyai prospek dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan pendapatan masyarakat. Beberapa peluang untuk membangkitkan
industri TPT di Jawa Barat antara lain:
- Optimalisasi utilisasi kapasitas terpasang untuk memenuhi kebutuhan pasar melalui
revitalisasi kapasitas mesin serta usaha optimalisasi mesin terpasang.
- Menciptakan peluang pasar baru melalui kerja sama bisnis regional
- Permintaan ekspor tekstil Jawa Barat masih terbuka
- Sebagian industri tekstil telah mampu mengikuti standar internasional (ISO 9001, ISO
14001) (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat)
Permasalahan industri kecil dan mikro (IKM) TPT yang utama adalah: a) modal, b)
pemasaran, c) bahan baku, d) sumber daya manusia, dan e) manajemen. Umumnya IKM
TPT kesulitan mengakses modal ke bank karena ketiadaan jaminan atau karena
ketidaktahuan masalah administrasi. Kesulitan bahan baku juga dihadapi oleh pelaku
IKM karena harga bahan baku yang cenderung mahal dan tidak stabil. Pemasaran IKM
umumnya hanya dijual dalam negeri, belum banyak IKM yang melakukan ekspor.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
95
Sumber daya manusia pelaku IKM masih rendah baik sehingga kualitas barang yang
dihasilkan belum bisa bersaing dengan industri besar. Manajemen IKM masih
mengandalkan manajemen keluarga.
Permasalahan Ketenagakerjaan
Dari tiga industri besar TPT yang disurvei berpendapat bahwa secara umum tenaga
kerja untuk industri tekstil dan pakaian jadi tersedia dalam jumlah yang cukup, karena
banyak tenaga lulusan SLTA atau SMK yang tertarik untuk bekerja di industri TPT.
Ketiga industri tersebut menyerap tenaga kerja antara 950 ribu hingga 35.443 orang.
Industri TPT yang terintegrasi (hulu sampai hilir) menyerap lebih banyak tenaga kerja
dibandingkan dengan industri yang khusus di garmen (hilir) saja.
Untuk merekrut tenaga kerja baru persyaratan yang dibutuhkan antara lain:
- usia: antara 19-25 tahun
- diutamakan warga sekitar industri berdiri
- jenis kelamin: biasanya perempuan untuk tenaga operator
- pendidikan: SMA atau SMK
- kebutuhan /adanya pengunduran diri dari karyawan yang ada
- jumlah dan jenis mesin yang ada di pabrik
Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja kasar semua industri yang disurvei
menyatakan tidak ada masalah karena jumlah peminatnya cukup besar yaitu lulusan
SMA/SMK. Tetapi untuk beberapa jenis pekerjaan seperti a) tenaga teknik pencelupan
dan b) tenaga teknik elektro lemah sulit untuk direkrut.
Selain tenaga lulusan SLTA, industri juga menerima tenaga kerja yang pernah dilatih
Balai Latihan Kerja (BLK). BLK justru sangat membantu dalam kesiapan tenaga kerja
baru untuk bekerja di pabrik.
Tenaga kerja yang pernah dilatih di BLK umumnya telah memiliki keterampilan
sehingga tidak diperlukan training yang lama.
Untuk meningkatkan peran industri TPT, pemerintah telah melakukan restrukturisasi
industri TPT dengan jalan mengganti mesin tekstil yang lama dengan mesin yang baru
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
96
industri mendapat bantuan keringanan biaya pembelian. Diharapkan dengan adanya
mesin baru ini industri akan lebih banyak menyerap tenaga kerja terutama untuk
tenaga operator, sehingga dapat mengurangi pengangguran terutama di Jawa Barat.
Namun, harus disertai juga dengan upaya peningkatan sumber daya manusia di industri
TPT, sehingga mesin yang telah direstrukturisasi dapat dimanfaatkan secara optimal.
7.4. Gambaran Tenaga Kerja di Industri Elektronik
Menurut data Survei Industri Besar Sedang dan Kecil oleh BPS, industri elektronik di
Indonesia didominasi oleh industri skala besar dan sedang dengan persentase hingga
mencapai 99% selama periode 2004-2007. Hanya kurang dari 1% industri kecil dan
mikro yang mampu menyerap tenaga kerja (Tabel 7.33). Hal ini ini bisa dipahami
karena industri elektronik membutuhkan invesntasi yang besar dan tenaga kerja yang
terampil. Selain itu, industri elektronik juga harus terus berinovasi untuk bisa bersaing
di pasar sehingga keberadaan research and development sangat menentukan. Kondisi
ini hanya bisa dipenuhi oleh industri besar dan sedang mempunyai modal yang besara.
TABEL 7.33 DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT SKALA USAHA, 2005-2009
Skala industri 2004 2005 2006 2007 Besar dan sedang 99.18 99.38 99.53 99.54 Mikro dan kecil 0.82 0.62 0.47 0.46 Jumlah(%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah absolut 200,611 570,132 585,279 596,801 % thd Ind manufaktur 1.85 5.51 4.90 5.01
Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007
Menurut data Survei Angkata Kerja Nasional (Sakernas), jumlah tenaga kerja industri
elektronik cenderung menurun dari 569.090 tahun 2005 menjadi 509.950 tahun 2010.
Jika diperhatikan ISIC 3 digit, nampak bahwa proporsi tenaga kerja terbanyak pada
tahun 2010 adalah tenaga kerja industri komponen elektronik, mesin lainnya, serta
radio dan sejenisnya yaitu masing-masing 35,13%, 16,63% dan 13,27% (Tabel 7.34).
Kecenderungan proporsi tenaga kerja untuk seluruh jenis industri elektronik
menunjukkan fluktuasi ada yang meningkat kemudian turun dan ada pula yang turun
kemudian meningkat dan turun kembali. Kondisi pasar elektronik yang tidak menentu
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
97
serta harga bahan baku yang sangat tergantung pada pasar internasional diduga
menjadi penyebab pasang surut proporsi tenaga kerja di sektor ini.
TABEL 7.34 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS
INDUSTRI, 2005-2010
Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Mesin umum 17.999 10.864 41.977 30.029 30.433 31.049 Mesin khusus 20.640 12.628 34.792 39.022 39.236 44.651 Mesin lainnya 115.535 120.181 33.863 44.749 45.105 84.812 Peralatan kantor 15.236 10.570 7.218 12.873 11.908 16.398 Motor listrik dan perlengkapan 11.946 4.824 5.761 8.636 10.326 8.104 Alat Pengontrol listrik 1.758 2.902 6.909 3.387 8.395 5.215 Kabel listrik 25.642 25.793 23.162 22.603 28.899 24.719 Akumulator listrik 11.561 9.461 11.425 11.983 10.441 15.028 Bola lampu pijar 6.815 12.121 8.172 14.596 13.056 16.251 Alat listrik lainnya 43.751 45.974 16.202 15.781 15.065 7.537 Komponen electronic 143.855 119.828 115.618 129.286 112.952 179.138 Alat komunikasi 960 4.389 6.352 3.415 9.907 9.359 Radio dan sejenisnya 153.392 132.806 61.251 46.620 47.287 67.689 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase Mesin umum 3,16 2,12 11,26 7,84 7,95 6,09 Mesin khusus 3,63 2,46 9,34 10,19 10,24 8,76 Mesin lainnya 20,3 23,46 9,09 11,68 11,78 16,63 Peralatan kantor 2,68 2,06 1,94 3,36 3,11 3,22 Motor listrik dan perlengkapan 2,1 0,94 1,55 2,25 2,7 1,59 Alat Pengontrol listrik 0,31 0,57 1,85 0,88 2,19 1,02 Kabel listrik 4,51 5,03 6,21 5,9 7,55 4,85 Akumulator listrik 2,03 1,85 3,07 3,13 2,73 2,95 Bola lampu pijar 1,2 2,37 2,19 3,81 3,41 3,19 Alat listrik lainnya 7,69 8,97 4,35 4,12 3,93 1,48 Komponen electronic 25,28 23,39 31,02 33,76 29,49 35,13 Alat komunikasi 0,17 0,86 1,7 0,89 2,59 1,84 Radio dan sejenisnya 26,95 25,92 16,43 12,17 12,35 13,27 Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun diolah.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
98
7.4.1 Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Karakteristik Demografi dan
Ekonomi
Karakteristik demografi yang dimaksud di sini adalah umur, jenis kelamin dan
pendidikan, sedangkan yang termasuk ekonomi adalah status pekerjaan dan jenis
pekerjaan. Karena data yang dipakai adalah data dari Survei Angkatan Kerja Nasional
(BPS), maka jumlah tenaga kerja di industri elektronik akan berbeda dengan data dari
Statistik Industri Besar dan Sedang maupun dari data Profil Industri Kecil dan Mikro.
Sample Sakernas adalah rumah tangga, sedang sample Industri Besar sedang dan kecil
adalah industri/industri.
Jumlah tenaga kerja industri elektronik berdasarkan data Sakernas 2005-2010
menunjukkan terjadi penurunan dari 569.090 menjadi 509.950 atau turun sebesar
10,4% dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Penurunan jumlah tenaga kerja ini
mencapai puncak pada tahun 2007 yang hanya mampu menyerap 372.702 pekerja. Jika
diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa laki-laki masih mendominasi pekerja
industri elektronik. Meskipun demikian, terjadi kecenderungan penurunan proporsi
laki-laki yang bekerja di sektor ini, sedangkan pekerja perempuan cenderung
meningkat selama 2005-2010 (Tabel 7.35).
TABEL 7.35 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS KELAMIN 2005-2010
Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Laki-laki 357.136 318.587 220.826 204.410 205.563 260.600 Perempuan 211.954 193.754 151.876 178.570 177.447 249.350 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase Laki-laki 62,76 62,18 59,25 53,37 53,67 51,10 Perempuan 37,24 37,82 40,75 46,63 46,33 48,90 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
99
TABEL 7.36 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT UMUR, 2005 - 2010
Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
15 - 24 206.782 186.406 170.518 177.748 149.290 235.707 25 - 34 186.103 167.307 120.021 120.028 135.857 165.850 35 – 44 111.776 99.468 61.067 59.972 68.871 74.577 45 - 54 44.701 37.108 17.690 22.220 23.096 25.165 55 – 64 13.957 16.685 3.022 1.553 5.282 8.339
65+ 5.771 5.367 384 1.459 614 312 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase 15 - 24 36,34 36,38 45,75 46,41 38,98 46,22 25 - 34 32,70 32,66 32,20 31,34 35,47 32,52 35 – 44 19,64 19,41 16,38 15,66 17,98 14,62 45 - 54 7,85 7,24 4,75 5,80 6,03 4,93 55 – 64 2,45 3,26 0,81 0,41 1,38 1,64
65+ 1,01 1,05 0,10 0,38 0,16 0,06 Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah
Tenaga industri elektronik didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24
tahun yaitu sebanyak 235.707 orang (46.22%), kemudian disusul dengan tenaga
kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850 orang (32,52%). Jika diperhatikan
tren tenaga kerja berdasarkan umur, nampak bahwa untuk tenaga kerja berumur
15-24 tahun menunjukkan peningkatan dari tahun 2005-2008 kemudian turun ada
tahun 2009 dan meningkat kembali pada tahun 2010. Pola yang sama juga terlihat
pada kelompok umur 25-34 tahun. Perlu diperhatikan tenaga kerja berumur 15-24
tahun, yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah/kuliah, tetapi terpaksan
sudah harus masuk ke pasar kerja (Tabel 7.36).
Jika tenaga kerja industri elektronik dianalisis berdasarkan jabatan. maka terlihat
bahwa tenaga operator mendominasi jumlah tenaga kerja di sektor industri
elektronik. Industri ini memang lebih banyak menyerap tenaga operator untuk
mengoperasikan mesin-mesin pembuat barang-barang elektronik baik barang
rumah tangga, peralatan computer, komunikasi dan lain sebagainya. Lowongan
kerja operator selalu tersedia setiap tahun mengingat pada umumnya operator dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
100
tenaga kerja kasar dan lainnya adalah tenaga kerja kontrakan (out sourcing), yang
turn over-nya cukup besar.
TABEL 7.37 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2007-2010
Jenis pekerjaan 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Manajer 2.772 9.947 8.963 11.067 Tenaga professional 2.341 6.619 3.060 5.367 Teknisi 30.697 31.114 37.118 54.195 Tata usaha 31.249 25.403 33.710 30.536 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 10.490 11.202 6.448 10.830 Tenaga pengolahan 58.869 45.823 43.562 60.186 Operator 179.381 193.429 168.729 280.752 Pekerja kasar 56.903 59.443 81.420 57.017 Jumlah 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase Manajer 0,74 2,60 2,34 2,17 Tenaga professional 0,63 1,73 0,80 1,05 Teknisi 8,24 8,12 9,69 10,63 Tata usaha 8,38 6,63 8,80 5,99 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 2,81 2,92 1,68 2,12 Tenaga pengolahan 15,80 11,96 11,37 11,80 Operator 48,13 50,51 44,05 55,05 Pekerja kasar 15,27 15,52 21,26 11,18 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah
Industri elektronik didominasi oleh pekerja operator yaitu dari 48,13% pada tahun
2007 menjadi 55,04% pada tahun 2010 Pekerjaan operator memang dibutuhkan untuk
industri ini katena sifat pekerjaannya adalah mengoperasikan mesin-mesin baik untuk
memproduksi dari chip sampai merakit menjadi barang jadi seperti televise, radio,
setrika, kulkas, peralatan computer dan lain sebagainya. Proporsi terbesar kedua
ditempati oleh pekerja bagian pengolahan dan tenaga kasar. Jika diperhatikan
kecenderungannya hampir semua jabatan mengalami fluktuasi dari tinggi kemudian
menurun dan meningkat kembali sepanjang 2007-2010 (Tabel 7.37).
Jika diperhatikan menurut status pekerjaan, tenaga kerja di industri elektronik besar
dan sedang dari tahun 2007 sampai 2010 pada umumnya bekerja sebagai buruh, buruh
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
101
dan karyawan industri elektronik pada tahun 2010 mencapai 417.156 orang 81,80%.
Jika diperhatikan lebih lanjut jumlah pekerja yang berstatus buruh/karyawan
mengalami penurunan dari tahun 2005 sebanyak 92,51 % menjadi 81,80% tahun 2010.
TABEL 7.38 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010
Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Usaha sendiri (BS) 20.082 16.285 22.680 28.265 3.579 63.682 BS dg buruh tdk bayar 6.631 5.127 11.512 16.444 34.215 17.450 BS dg buruh dibayar 3.963 3.735 9.014 4.943 5.021 8.279 Buruh/karyawan/peg 526.799 471.807 325.257 331.744 330.721 417.156 Lainnya 11.615 15.387 4.239 1.584 9.474 3.383 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase Usaha sendiri (BS) 3,53 3,18 6,09 7,38 0,93 12,49 BS dg buruh tdk bayar 1,17 1,00 3,09 4,29 8,93 3,42 BS dg buruh dibayar 0,70 0,73 2,42 1,29 1,31 1,62 Buruh/karyawan/peg 92,57 92,09 87,27 86,62 86,35 81,80 Lainnya 2,04 3,00 1,14 0,41 2,47 0,66 Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah
Kemudian proporsi kedua terbesar ditempati oleh pekerja berstatus bekerja sendiri
yaitu 63.682 orang (12,49%) pada tahun 2010 (Tabel 7.38). Proporsi pekerja ini telah
mengalami peningkatan sejak tahun 2005. Hal yang sama juga terlihat pada jumlah
maupun proporsi tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri dengan dibantu buruh
tidak tetap. Artinya jika berusaha sendiri dan berusaha sendiri dibantu buruh tidak
tetap diasumsikan sama dengan pekerja informal, maka pekerja ini menunjukkan
kecenderungan meningkat. Ini berarti bahwa sektor formal untuk industri elektronik
tidak mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia secara maksimal.
Indonesia secara keseluruhan mengalami persoalan kualitas sumber daya manusia,
karena proporsi penduduk yang berpendidikan rendah sangat besar. Sementara itu
industri elektronik pada umumnya memerlukan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan tertentu karena industri ini merupakan industri yang berbasis teknologi.
Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri elektronik dalam tabel
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
102
berikut ini. Jumlah tenaga kerja terbanyak industri elektronik terbesar adalah mereka
yang berpendidikan SMA dan SMK, karena pada umumnya mereka bekerja sebagai
operator.
TABEL 7.39 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT PENDIDIKAN, 2005 - 2010
Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Maks SMP 130.806 121.632 111.533 96.435 88.904 83.232 SMA 243.515 205.691 126.670 140.957 118.953 193.969 SMK 153.995 128.881 103.780 100.463 132.611 183.554 DIPLOMA 3.247 1.495 12.070 18.657 22.463 17.883 D4+ 37.527 54.642 18.649 26.468 20.079 31.312 Jumlah 569.090 512.341 372.702 372.702 383.010 509.950
Persentase Maks SMP 22,99 23,74 29,93 25,18 23,21 16,32 SMA 42,79 40,15 33,99 36,81 31,06 38,04 SMK 27,06 25,16 27,85 26,23 34,62 35,99 DIPLOMA 0,57 0,29 3,24 4,87 5,86 3,51 D4+ 6,59 10,67 5,00 6,91 5,24 6,14 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah
Jumlah tenaga kerja lulusan maksimal SMP menunjukkan tren yang terus menurun
yaitu dari 130.806 orang (2005) menjadi 83.232 orang (2010) namun proporsinya
mengalami fluktuasi, dari 22,99% tahun 2005 meningkat menjadi 29,93% tahun 2007
dan menurun kembali menjadi hanya 16,32% pada tahun 2010 (Tabel 7.39). Hal ini
disebabkan rekrutmen tenaga kerja baru lebih banyak disyaratkan untuk mereka yang
berpendidikan minimal SLTA, sedangkan untuk diploma dan sarjana biasanya
diperlukan untuk level manajer, staf maupun engineer.
Jika dirinci berdasarkan KBJI 4 digit, pekerja terbanyak di sektor industri mesin listrik
lainnya didominasi oleh buruh pengepak barang dan buruh pabrik lainnya yaitu sebesar
16.736 orang (22%). Proporsi kedua terbesar adalah perakit peralatan listrik dan
perakit peralatan elektronik masing-masing 12,7% dan 12%. Pekerja sebagai tukang
angkat barang, tukang las dan las potong, operator mesin cetak, pemelihara dan penjaga
gedung dan operator mesin pembangkit listrik, masing-masing kurang dari 2 persen
(Tabel 7.40).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
103
TABEL 7.40 SEPULUH 10 JENIS PEKERJA TERBANYAK INDUSTRI MESIN LISTRIK LAINNYA, 2010
Deskripsi Urutan Jml pekerja % thd
pekerja Elektronik
Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 1 16.736 22,0 Perakit Peralatan Listrik 2 9.639 12,7 Perakit Peralatan Elektronik 3 9.143 12,0 Operator dan Perakit Mesin Lainnya 4 5.803 7,6 Tukang Pasang Peralatan Elektronik 5 2.852 3,7 Tukang Gerinda, Poles, dan Asah Perkakas 6 2.542 3,3 Kurir dan Pengantar Paket serta Barang-barang 7 1.855 2,4 Buruh Pemasangan 8 1.781 2,3 Operator Mesin Penyelesai, Penyepuh, dan Pelapis Logam
9 1.665 2,2
Sumber: Sakernas Agustus, 2010
Sedangkan 10 jenis pekerjaan terbanyak untuk industri radio, televisi dan peralatan
komunikasi serta perlengkapannya adalah perakit peralatan elektronik yaitu 99.946
orang (50,4%). Sedangkan jenis pekerjaan sebagai tukang las, kurir, perakit barang dari
logam, perakit peralatan listrik dan sopir truk mempunyai proporsi yang sangat kecil
yaitu masing-masing sebesar 0,3% (Tabel 7.41).
TABEL 7.41 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK INDUSTRI RADIO, TELEVISI DAN PERALATAN
KOMUNIKASI, SERTA PERLENGKAPANNYA, 2010
Deskripsi Jumlah pekerja Urutan
% thd pekerja
Elektronik Perakit Peralatan Elektronik 99.946 1 50,4 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 19.428 2 9,8 Operator dan Perakit Mesin Lainnya 12.214 3 6,2 Buruh Pemasangan 1.979 4 1,0 Operator Perakit Otomatis 1.972 5 1,0 Operator Mesin Pembangkit Tenaga Listrik 1.781 6 0,9 Tukang Pasang Peralatan Elektronik 1.588 7 0,8 Pengemudi Bis, Trem dan Kendaraan ybdi 1.516 8 0,8 Pengemudi Mobil, Taksi, dan Box 1.516 9 0,8 Operator Mesin Perkakas 933 10 0,5
Sumber: Sakernas, Agustus 2010 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
104
MP3EI merupakan suatu terobosan untuk meningkatkan industri manufaktur, dengan
mengacu pada koridor-koridor pertumbuhan ekonomi. Dalam mendorong percepatan
pertumbuhan ekonomi, ada 6 koridor ekonomi yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku.
TABEL 7.42 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI ELEKTRONIK
MENURUT KORIDOR EKONOMI 2005 – 2010
Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Sumatra 160.898 90.195 80.169 113.575 91.279 160.732 Jawa 394.013 412.526 288.015 263.562 282.836 340.552 Lainnya 14.179 9.620 4.518 5.843 8.895 8.666 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950
Persentase Sumatra 28,27 17,60 21,51 29,66 23,83 31,52 Jawa 69,24 80,52 77,28 68,82 73,85 66,78 Lainnya 2,49 1,88 1,21 1,53 2,32 1,70 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: Sakernas berbagai tahun, diolah
Berkaitan dengan hal tersebut, kondisi ketenagakerjaan menjadi faktor penting dalam
mendukung pengembangan koridor ekonomi yang telah disusun di atas. Jika dilihat
menurut koridor pembangunan ekonomi, tenaga kerja industri elektronik di Pulau Jawa
masih mendominasi yaitu 66,78% dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Sejak
awal industri elektronik memang lebih banyak dikembangkan di Pulau Jawa, kemudian
industri ini dikembangkan di Sumatera, khususnya di Pulau Batam, yang
mengkhususkan pada elektronik untuk keperluan ekspor. Disusul kemudian
Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang total persentasenya masih di bawah
2 % (Tabel 7.42).
Kecenderungan proporsi tenaga kerja di Jawa mengalami fluktuasi dari tinggi menurun
dan meningkat kembali selama kurun waktu 2005-2010, sedangkan untuk koridor
Sumatera justru memperlihatkan hal yang sebaliknya. Untuk koridor lainnya
menunjukkan peningkatan tetapi masih sangat kecil.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
105
7.4.2 Permasalahan Tenaga Kerja Industri Elektronik: Kasus Kota Batam.
Industri elektronik di Indonesia mempunyai peran yang cukup besar dalam
menggerakkan perekonomian Indonesia. Nilai ekspor pada tahun 2008 mencapai US$
8,6 miliar atau naik 9,61% dibandingkan 2007 sebesar US$ 7,9 miliar. Sementara untuk
periode Januari-November 2009 tercatat US$ 7,7 miliar atau turun 2,53% dibandingkan
periode yang sama pada 2008 sebesar US$ 7,9 miliar. Negara tujuan utama ekspor
elektronika adalah Singapura dengan pangsa 27,14%, diikuti Jepang 12,14%, Amerika
Serikat 4,29% dan Hong Kong 4,26%.
Memasuki akhir tahun 2009, industri elektronik berhasil memulihkan kembali
penjualannya yang semula sempat anjlok di kwartal I dan II tahun 2009. Dengan
menguatnya kembali rupiah, maka harga barang elektronik menjadi lebih terjangkau
masyarakat karena selama ini harga barang elektronik selalu dikaitkan dengan nilai
tukar rupiah terhadap US dollar. Ketika rupiah hampir menyentuh Rp. 12.000 di awal
tahun 2009 penjualan elektronik menurun. Semenjak semester II rupiah menguat dan
berdampak kepada harga barang elektronik yang mulai turun.
Meskipun persaingan dengan barang Cina makin ketat, pada tahun 2009 penjualan
produk elektronik dari industri elektronik di Indonesia terutama industri elektronik
besar yang tergabung dalam Electronic Marketer Club (EMC) terus meningkat. Realisasi
omzet produk elektronik di pasar lokal sepanjang 2009 menembus Rp20,09 triliun atau
tumbuh 11% dibandingkan dengan realisasi pada 2008 sebesar Rp18,1 triliun.
Untuk tahun 2011 industri elektronik diperkirakan akan tumbuh sebesar 15%,
mengingat permintaan pasar domestik masih tinggi. Dengan jumlah penduduk 237,6
juta masih menjadi pasar potensial. Untuk pasar televisi hampir menembus angka
100% sedangkan untuk kulkas mencapai 60% dan mesin cuci mencapai 40%, belum
lagi barang-barang elektronik lain seperti komputer, hardisk dan perlengkapan
komputer lainnya. Kota Batam menjadi salah satu kota yang ditengarai mempunyai
industri elektronik terbesar di Indonesia terutama untuk pasar ekspor. Industri
elektronik di kota ini terdiri dari industri peralatan rumah tangga seperti setrika,
televisi, kulkas juga peralatan komputer dan peralatan elektronik lain seperti alat-alat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
106
listrik dan lain sebagainya. Industri elektronik pada umumnya mampu menyerap tenaga
kerja cukup banyak terutama tenaga kerja perempuan.
Permasalahan Ketenagakerjaan
Dari tiga industri besar elektronik yang disurvei, menunjukkan bahwa industri
elektronik di Kota Batam, tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Industri
elektronik yang pada umumnya untuk pasar luar negeri ini menyerap tenaga kerja di
bawah 1000 orang, dan sebagian besar adalah tenaga kerja operator. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa khusus untuk operator jumlahnya sudah memadai, karena jumlah
pekerja akan bertambah atau berkurang berdasarkan pasar atau rencana produksi yang
akan dilakukan. Jika permintaan pasar meningkat, maka industri dengan cepat akan
mencari tenaga operator baru. Perekrutan tenaga kerja ini pada umumnya
menggunakan jasa pengerah tenaga kerja yang sudah memiliki kerjasama dengan
industri bersangkutan.
Dengan sistem kontrak kerja, memudahkan industri untuk segera mencari tambahan
atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai dengan kondisi permintaan pasar. Pada
umumnya industri elektronik yang didatangi masih beroperasi di bawah kapasitas
terpasang. Hal ini terjadi karena persoalan permintaan pasar yang belum maksimal,
persaingan dengan industri sejenis dari luar maupun dalam negeri serta kondisi
perekonomian global yang kurang menentu.
Tenaga kerja sektor industri pada umumnya perempuan karena sektor ini memerlukan
ketelitian dan kesabaran disamping ketrampilan. Banyaknya komponen yang kecil-kecil
dan rumit, menuntut ketelitian, kecermatan dan kesabaran.
Untuk merekrut tenaga kerja baru persyaratan yang dibutuhkan antara lain:
- Usia: antara diatas 19 tahun
- Diutamakan warga sekitar industri berdiri
- jenis kelamin: biasanya perempuan untuk tenaga operator
- pendidikan: SMA atau SMK
- kebutuhan /adanya pengunduran diri dari karyawan yang ada
- Jumlah permintaan pasar.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
107
Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja kasar semua industri yang disurvei
menyatakan tidak ada masalah karena jumlah peminatnya cukup besar yaitu lulusan
SMA/SMK. Lulusan SMA tetap diperhatikan meskipun dari sisi ketrampilan belum
sebaik lulusan SMK, karena pada umumnya industri memiliki sistem pelatihan sendiri
untuk mendidik tenaga lulusan SMA untuk mampu mengoperasikan mesin di pabrik.
Setiap kali selesai merekrut pegawai baru, mereka langsung masuk ke pelatihan untuk
mengenal industri, sistem kerja, etika kerja dan cara mengoperasikan mesin.
Kesulitan yang dialami oleh industri elektronik adalah mencari tenaga kerja level
engineer, yang mampu untuk membuat desain, quality control, maupun pekerjaan yang
memerlukan skill dan intelegensia tersendiri. Pada umumnya, industri mencari tenaga
engineer, melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, memasang iklan di koran,
maupun melalui jasa pengerah tenaga kerja baik dari wilayah sekitar Batam maupun
dari Jawa dan Sumatra. Kesulitannya adalah selain keahlian yang dibutuhkan langka,
tenaga kerja pada umumnya enggan untuk bekerja di Kota Batam, atau permintaan
upah yang jauh lebih tinggi dari maksimal nilai yang disediakan oleh industri.
Industri elektronik di Kota Batam seperti PT Phillips. PT. Panasonic Sikoku, PT
Schneider, memiliki pusat-pusat pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.
Sehingga memungkinkan pekerja untuk memperoleh pelatihan yang lebih baik, agar
bisa menempati posisi-posisi yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jenjang karir
dimungkinkan diperoleh oleh pekerja, yang bersedia untuk menjadi pekerja tetap di
industri tersebut.
Industri elektronik di Kota Batam masih mempunyai prospek yang baik, apabila
ditunjang dengan iklim usaha yang baik pula. Peraturan perundangan, kebijakan
pemerintah, kemudahan akses perijinan dan peluang lain dibutuhkan untuk menjaga
kestabilan industri ini. Beberapa industri yang telah memindahkan pabriknya keluar
Indonesia, menjadi bukti bahwa iklim usaha di industri ini masih belum menunjang
keberadaan dan keberlangsungan industri elektronik. Dua industri elektronik telah
memindahkan pabrik mereka dari Batam ke Vietnam, yang dianggap lebih ramah
dibanding di Indonesia dan ini menjadi PR bagi pemerintah baik pusat maupun daerah
untuk memperbaiki iklim usaha di negara ini.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
108
Tantangan terbesar industri elektronik adalah serbuan barang-barang elektronik dari
China, terutama barang-barang kebutuhan rumah tangga, yang akan berpengaruh pada
permintaan pasar dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengatur kebijakan
ekspor impor agar tidak mematikan industri ini di dalam negeri, karena akan
berdampak pada tenaga kerja yang terpaksa harus menganggur karena tempat kerja
mereka ditutup.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
109
BAB VIII
PROYEKSI TENAGA KERJA 2012-2014
8.1. Asumsi Proyeksi Tenaga Kerja
Untuk menghitung proyeksi tenaga kerja dalam kajian ini, informasi yang diperlukan
adalah Incremental Labor Output Ratio (ILOR) untuk masing-masing industri terpilih,
pertumbuhan industri manufaktur dan data dasar jumlah pekerja.
8.1.1. Hasil Estimasi Incremental Labor Output Ratio (ILOR)
Dalam bab ini disajikan beberapa kategori estimasi dan model estimasi ILOR. Kategori
estimasi : A) Elastisitas terhadap masing-masing sub sektor, B) Elastisitas terhadap
pertumbuhan sub sektor, dan C) Elastisitas terhadap pertumbuhan total. Estimasi A
untuk mengukur kebutuhan tenaga kerja industri tertentu (misalnya makanan) karena
perubahan nilai output/nilai tambah sektor industri yang sama. Untuk mengukur nilai
output atau tepatnya nilai tambah untuk industri tertentu masih memiliki beberapa
keterbatasan. Misalnya nilai tambah seharusnya mencakup industri besar/sedang dan
industri kecil/mikro, namun data nilai tambah untuk industri kecil tidak ada.
Keterbatasan dalam nilai output di estimasi A, maka selanjutnya nilai tambah diprediksi
dari nilai tambah industri manufaktur secara agregat. Informasi ini bisa didapatkan
dari PDB menurut lapangan usaha dan selanjutnya disebut estimasi B.
Selain itu, dicoba juga estimasi ILOR dengan mengukur pertambahan tenaga kerja
terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Untuk itu disajikan estimasi C dan
estimasi ini menunjukkan perubahan penyerapan tenaga kerja di industri tertentu
sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Nampaknya
terlalu global untuk memprediksi pertumbuhan sub sektor industri didekati dari
pertumbuhan ekonomi nasional secara makro.
Dari ketiga estimasi yang disajikan, maka jenis estimasi B lebih mungkin untuk
mempredikasi rasio perubahan tenaga kerja karena perubahan output. Kelemahan
jenis estimasi A dan C memperkuat pilihan untuk menggunakan estimasi B.
Selanjutnya, mempredikasi industri tertentu yang porsi dalam perekonomian sangat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
110
kecil dari pertumbuhan perekonomian secara global (estimasi C) nampaknya lebih
kurang akurat dibandingkan dengan estimasi B. Dengan demikian, maka model yang
terpilih adalah yang estimasi B.
Selanjutnya model yang disajikan terdiri dari 6 model, ILOR di model 1 menunjukkan
besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan untuk setiap penambahan output
sebesar Rp 1 miliar. Misalnya ILOR industri makanan di Model B1 sebesar 2,3
menunjukkan pertumbuhan industri manufatur yang diukur dari pertambahan nilai
tambah sebesar Rp 1 milyar, akan menambah tenaga kerja di industri makanan sebesar
2,3 orang. Kelembahannya, ILOR Model 1 ini belum mempertimbangkan perubahan
tahunan sehingga Model 1 diperbaikai dengan menggunakan model 2 yang sudah
menunjukkan ILOR rata-rata tahunan. ILOR sebesar 3,47 di industri makanan
menunjukkan pertambahan tenaga kerja di industri makanan sebesar 3,5 orang karena
pertambahan nilai tambah industri manufaktur sebesar Rp 1 milyar.
Model 3, ILOR menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan
untuk setiap 1 persen penambahan output. ILOR industri makanan di Model 3B sebesar
10.507 menunjukkan besarnya tenaga kerja yang bisa diciptakan di industri makanan
untuk setiap pertumbuhan industri manufaktur sebesar 1 (satu) persen.
Selanjutnya untuk model 4, 5 dan 6 menunjukkan Elastisitas. Kenaikan 1 persen output
akan menambah/meningkatkan tenaga kerja sebesar elastisitasnya (dalam persentase).
Model estimasi 1 dan 2 sebenarnya tepat untuk menghitung ILOR yang menunjukkan
perubahan pekerja dengan perubahan nilai output, namun karena data nilai output
merupakan proksi maka menjadi kurang tepat. Sedangkan untuk model estimasi 4, 5
dan 6 merupakan model estimasi yang bisa untuk memprediksi persentase perubahan
tenaga kerja karena persentase perubahan output. Namun konsep di sini cenderung
bukan menunjukkan rasio tenaga kerja terhadap output namun lebih dekat dengan
konsep elastisitas. Dengan demikian model yang terpilih adalah model 3 atau lebih
tepatnya Estimasi B dan Model 3.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
111
TABEL 8.1 ILOR DAN ELASTISITAS BEBERAPA JENIS INDUSTRI TERPILIH
Jenis Industri Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6
A. Elastisitas terhadap Masing-masing sub sektornya
1.Makanan 2,67 3,96 2 101 0,18 0,13 0,17
2.Minuman 22,15 17,08 937 0,77 0,79 0,71
3. Tekstil dan Pakaian jadi 3,06 1,73 4 083 0,19 0,18 0,13
4. Mesin/Elektronika 1,07 2,12 122 0,35 0,11 1,53
B. Elastisitas terhadap Pertumbuhan Sektor Industri
1.Makanan 2,3 3,47 10 507*) 0,58 0,38 0,36
2.Minuman 0,48 0,45 2 376*) 1,79 1,68 1,25
3. Tekstil dan Pakaian jadi 1,48 1,15 7 986*) 0,36 0,34 0,03
4. Mesin/Elektronika 0,37 0,19 1 189*) 1,14 0,75 3,08
Industri Manufaktur 9,67 6,5 48 878*) 0,42 0,41 0,22
C. Elastisitas terhadap Pertumbuhan Total
1.Makanan 0,84 0,81 13 764 0,67 0,5 0,37
2.Minuman 0,1 0,1 1 801 1,42 1,34 1,22
3. Tekstil dan Pakaian 0,23 0,27 4 631 0,22 0,2 0,02
4. Mesin/Elektronika 0,1 0,04 1 299 1,15 0,81 2,98
Industri Manufaktur 1,38 1,52 25 296 0,22 0,21 0,2
*) ILOR terpilih
ILOR di industri manufaktur sebesar 48.878 artinya pertumbuhan industri manufaktur
satu persen akan meningkatkan tenaga kerja sebanyak 48.878 orang. Selanjutnya dalam
industri terpilih, ILOR terbesar di industri makanan 10.507 kemudian industri tekstil
dan pakaian jadi 7.986, industri minuman 2.376 dan mesin/elektronik 1.189 (Tabel
8.1). Artinya masing-masing ILOR tersebut setiap satu persen pertumbuhan industri
manufaktur akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja sebesar 10.507 orang di
industri makanan, 7.986 di industri tekstil dan pakaian jadi, 2.376 orang di industri
minuman, dan 1.189 di industri mesin/elektronik.
8.1.2 Pertumbuhan Industri Manufaktur
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah membuat skenario pertumbuhan
industri manufaktur 2011-2014 yakni berkisar antara 6,10% hingga 8,95% dengan
asumsi pertumbuhan PDB berkisar antara 6,15% hingga 7,70%. Beberapa skenario
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
112
proyeksi pertumbuhan ekonomi nampaknya tidak jauh berbeda dengan skenario-
skenario yang terdapat pada Tabel 8.2.
Namun proyeksi pertumbuhan industri manufaktur cukup beragam dan proyeksi
pertumbuhan oleh Kemenperin terdapat diantara skenario LM FEUI dan Kemenkeu.
Proyeksi pertumbuhan yang dilakukan oleh LM terlalu optimis dengan pertumbuhan
industri manufaktur diatas 10% walau berupaya untuk membuat dua skenario rendah
dan tinggi. Sementara itu, skenario Kementerian Keuangan hanya untuk satu tahun ke
depan dan angkanya menyerupai skenario Kemenperin. Nampaknya skenario
pertumbuhan industri manufaktur yang lebih mungkin mengikuti Renstra Kementrian
Perindustrian yakni dengan asumsi pertumbuhan 6,10% tahun 2011, 6,75% tahun
2012, 7,47% tahun 2013 dan 8,95% tahun 2014 (Tabel 8.2).
TABEL 8.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI MANUFAKTUR,
2011-2014
Deskripsi/sumber 2011 2012 2013 2014
Pertumbuhan PDB L H L H L H L H
LM FEUI1)) 5,7 6,3 6,3 6,5 6,8 7,0 7,4 7,5
Kemenperin2) 6,15 6,65 7,05 7,70
RPJMN3)
Bank Indonesia4) 6,2 6,9 6,5 7,0 6,5 7,0 6,7 7,2
Kemenkeu5) 6,5 6,9 - - - - - -
Pertumbuhan Industri Pengolahan
LM FEUI1)) 14.4 14.5 16.9 16.5 19.4 19.5 22.1 22.5
Kemenperin2) 6,10* 6,75* 7,47* 8,95*
RPJMN3)
Kemenkeu5) 4,8 5,1 - - - - - - Catatan: L skenario rendah, H skenario tinggi Sumber: 1) Biro Riset Lembaga Manajemen FEUI. Proyeksi Ekonomi Makro 2011-2014. Masukan Bagi Pengelola BUMN. 2) Kementerian Perindustrian 2010. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014 3) RPJMN 4) Proyeksi Bank Indonesia Juli 2008 5) Proyeksi Kemenkeu 2012. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijaksanaan Fiskal 2012 Note: * pertumbuhan industri manufaktur terpilih
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
113
8.1.3. Hasil Estimasi Pertambahan Tenaga Kerja
Dengan menggunakan ILOR terpilih di Tabel 8.1 dan dan asumsi pertumbuhan industri
manufaktur menurut Kementerian Perindustrian di Tabel 8.2, maka proyeksi tenaga
pertambahan tenaga kerja dapat dilihat di Tabel 8.3.
Hasil estimasi didapatkan ILOR industri manufaktur sebesar 48.878 dan dengan
pertumbuhan industri sebesar 6,10% di tahun 2010-2011, maka penambahan pekerja
yang dibutuhkan sebanyak 298.256 orang. Selanjutnya pertumbuhan industri
manufaktur mengikuti Renstra Kementrian Perindustrian diasumsikan selalu
meningkat yakni 6,75% sehingga pertambahan pekerja yang dibutuhkan untuk industri
manufaktur juga meningkat menjadi 329.927 orang. Selanjutnya pada periode 2013-
2014, dengan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 8,95% maka penambahan
pekerja sebesar 437.458 orang (Tabel 8.3). Dengan demikian pertambahan tenaga
kerja industri manufaktur tahun 2011-2014 diperkirakan sebesar 1.132.503 orang atau
sekitar 377.501 orang/tahun .
TABEL 8.3 PROYEKSI PERTAMBAHAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2011-2014
Industri
ILOR**) Pertambahan tenaga kerja
(Orang/tahun) Orang
2010-11 2011-12 2012-13 2013-14 2011-2014
Makanan minuman - 78.586 86.960 96.236 115.303 298.499
-Makanan
10.507
64.093 70.922 78.487 94.038 243.447
-Minuman
2.376
14.494 16.038 17.749 21.265 55.052
Tekstil & pakaian jadi
7.986
48.715 53.906 59.655 71.475 185.036
-Tekstil -
23.669 26.191 28.985 34.727 89.903
-Pakaian jadi -
25.046 27.715 30.671 36.747 95.133
Elektronika
1.189
7.253 8.026 8.882 10.642 27.549
Industri Manufaktur
48.878
298.156 329.927 365.119 437.458 1.132.503 Sumber: BPS dan LD-UI, 2011 diolah
Jika dilihat penyerapan tenaga kerja pada industri terpilih, peningkatan kebutuhan
tenaga kerja pertahun paling banyak pada kelompok industri makanan dan minuman,
kemudian industri tekstil dan pakaian jadi, dan industri elektronik. Penyerapan tenaga
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
114
kerja tertinggi pada industri makanan karena sifat industrinya yang cenderung padat
karya.
Pada industri makanan dan minuman, dengan ILOR industri makanan 10.507 dan ILOR
industri minuman 2.376 serta proyeksi pertumbuhan industri manufaktur
sebagaimana skenario Kemenperin, maka pertambahan tenaga kerja industri makanan
sebesar 70.922 orang dan di industri minuman 16.038 orang periode 2011-2012 dan
selanjutnya meningkat sesuai karena pertumbuhan industri manufaktur juga meningkat
sehingga total pertambahan tenaga kerja industri makanan minuman di tahun 2011-
2014 menjadi 298.499 dengan rincian 243.447 orang di industri makanan dan 55.052 di
industri minuman. Diperkirakan rata-rata penyerapan tenaga kerja per tahun untuk
industri makanan minuman sebesar 99.500 orang/tahun dengan rincian industri
makanan 81.149 orang/tahun dan industri minuman 18.351 orang/tahun.
Industri teksril dan pakaian jadi mempunyai ILOR 7.986. Dengan pertumbuhan industri
manufaktur sebesar 6,75% periode 2011-2012, maka pertambahan penyerapan tenaga
kerja 53.906 orang dengan rincian 26.191 dari industri tekstil dan 27.715 dari industri
pakaian jadi.
Kemudian periode berikutnya pertumbuhan industri manufaktur 7,47%, maka
tambahan penyerapan tenaga kerja industri tekstil dan pakaian jadi 59.655 orang dan
demikian juga untuk periode 2013-2014 dengan pertumbuhan industri manufaktur
8,95% maka pertambahannya 71.475 orang (Tabel 8.3). Total pertambahan
penyerapan tenaga kerja industri tekstil dan pakaian jadi selama periode 2011-2014
sebesar 185.036 orang. Rata-rata pertambahannya per tahun 61.679 orang dengan
rincian 29.953 orang untuk industri tekstil dan 31.725 orang untuk industri pakaian
jadi.
Industri elektronik mempunyai ILOR di industri elektronika dan dengan asumsi
pertumbuhan industri manufaktur sebagaimana dalam Renstra Kemenperin, maka
pertambahan penyerapan pekerja tahun 2011-2012 sebanyak 329.927 orang, tahun
2012-2013 sebanyak 365.119 orang dan periode 2013-2014 sebanyak 437.458 orang
atau selama periode 2011-2014 sebanyak 27.549 orang dan 9.183 orang/tahun.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
115
TABEL 8.4 PROYEKSI JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR TERPILIH 2011-2014
Industri 2011 2012 2013 2014
Makanan minuman 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673
-Makanan 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
-Minuman 142.164 158.202 175.950 197.216
Tekstil & pakaian jadi 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414
-Tekstil 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089
-Pakaian jadi 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325
Elektronik 517.203 525.229 534.110 544.752
Industri Manufaktur 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri manufaktur tahun 2011
diperkirakan sebesar 14.122.407 orang dan semakin lama semakin meningkat sehingga
jumlahnya menjadi 15.254.910 orang. Dari tiga industri terpilih, industri makanan
dan minuman mempunyai tenaga kerja terbanyak kemudian diikuti oleh industri
tekstil dan pakaian jadi serta elektronik (Tabel 8.4).
8.2. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur
Jumlah tenaga kerja industri manufaktur diproyeksikan akan terus meningkat dari 14,1
juta orang pada tahun 2011 menjadi 15,2 juta orang pada tahun 2014 atau ada kenaikan
sebesar 1,1 juta selama periode 2011-2014.
Industri manufaktur non migas akan mendominasi penyerapan tenaga kerja industri
manufaktur. Jika industri manufaktur non migas dilihat menurut jenis industri, tiga
kelompok industri yang merupakan industri padat karya akan tetap mendominasi
penyerapan tenaga kerja di masa depan yaitu: a) industri makanan, minuman, dan
tembakau dan b) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, c) barang kayu & hasil
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
116
hutan lainnya. Dari ketiga industri padat karya tersebut, industri makanan, minuman,
dan tembakau menyerap tenaga kerja paling besar dan akan tetap tumbuh yaitu dari
27,3% tahun 2011 dan menjadi 28,2% tahun 2011. Dua sektor berikutnya proporsinya
cenderung stagnan atau turun. Tenaga kerja di industri tekstil, barang kulit dan alas
kaki diproyeksikan akan stagnan pada angka 25,3% hingga tahun 2014. Sedangkan
tenaga kerja di industri barang kayu dan hasil hutan lainnya akan mengalami
penurunan dari 18,9% tahun 2011 menjadi 16,5%. Penurunan ini diduga sebagai
dampak dari ketersediaan bahan baku hasil hutan yang mulai berkurang sejak
pemerintah mencanangkan gerakan illegal logging. TABEL 8.5. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR
MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2011 – 2014
Jenis industri 2011 2012 2013 2014
Jumlah I . Industri Migas:
Makanan, minuman & tembakau 3.860.792 3.994.405 4.135.950 4.295.760 Tekstil, barang kulit & alas kaki 3.570.963 3.660.459 3.755.202 3.864.315 Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.675.542 2.615.341 2.558.541 2.510.718 Kertas dan barang cetakan 618.124 648.539 680.995 717.287 Pupuk, kimia dan barang dari karet 846.631 858.748 871.735 887.656 Semen dan barang galian bukan logam 1.002.763 1.029.668 1.058.143 1.090.769 Logam dasar besi dan baja 130.780 118.592 107.626 97.976 Alat angkut, mesin dan peralatannya 1.102.489 1.213.993 1.337.845 1.478.892 Barang lainnya 283.688 279.225 275.053 271.780 II. Industri migas 30.635 33.363 36.364 39.757 Jumlah industri manufaktur 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910 Persentase
I. Industri non migas: Makanan, minuman & tembakau 27,3 27,6 27,9 28,2
Tekstil, barang kulit & alas kaki 25,3 25,3 25,3 25,3 Barang kayu & hasil hutan lainnya 18,9 18,1 17,3 16,5 Kertas dan barang cetakan 4,4 4,5 4,6 4,7 Pupuk, kimia dan barang dari karet 6,0 5,9 5,9 5,8 semen dan barang galian bukan logam 7,1 7,1 7,1 7,2 Logam dasar besi dan baja 0,9 0,8 0,7 0,6 Alat angkut, mesin dan peralatannya 7,8 8,4 9,0 9,7 Barang lainnya 2,0 1,9 1,9 1,8
II. Industri migas 0,2 0,2 0,2 0,3 Jumlah industri manufaktur 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: SAKERNAS, Data Diolah
Industri manufaktur adalah industri yang mengubah barang dasar (bahan mentah)
menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
117
barang yang lebih tinggi nilainya. Industri ini menyerap tenaga kerja terbanyak setelah
sektor pertanian dan perdagangan. Selama 2011-2014 diperkirakan jumlah tenaga
kerja di sektor manufaktur terus meningkat dari 14,1 juta orang tahun 2011 menjadi
15,2 juta orang tahun 2015 atau ada tambahan tenaga kerja sebesar 1,1 juta orang
selama 3 tahun ke depan. TABEL 8.6. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR
MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014
Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 2.918.318 2.868.091 2.822.639 2.788.163
% 20,7 19,8 19,0 18,3 25 – 34 (n) 4.778.187 4.909.029 5.050.449 5.215.127
% 33,8 34,0 34,1 34,2 35 – 44 (n) 3.444.047 3.560.225 3.685.428 3.829.120
% 24,4 24,6 24,9 25,1 45 – 54 (n) 1.890.667 1.960.502 2.035.737 2.121.664
% 13,4 13,6 13,7 13,9 55 – 64 (n) 745.936 792.573 843.294 900.573
% 5,3 5,5 5,7 5,9 65+ (n) 345.251 361.913 379.905 400.264
% 2,4 2,5 2,6 2,6 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Dilihat dari umur, hingga tahun 2014 jumlah tenaga kerja di industri manufaktur
didominasi oleh tenaga kerja muda yang berusia 15-44 tahun. Kelompok usia 25-34
tahun merupakan kelompok usia yang paling dominan yang jumlahnya di tahun 2014
diperkirakan mencapai 5,2 juta orang atau 34% dari seluruh kelompok umur, disusul
oleh kelompok umur 35-44 tahun yang mencapai 3,8 juta (25%) dan kelompok umur
15-24 tahun sebesar 2,7 juta orang (18%), sebagaimana terdapat di Tabel 8.5.
Secara umum ada kecenderungan jumlah tenaga kerja laki-laki yang bekerja di industri
manufaktur lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Secara absolut jumlah
tenaga kerja laki-laki terus meningkat dari 7,8 juta tahun 2011 menjadi 8,2 juta tahun
2014, tapi dilihat dari proporsinya mengalami penurunan dari 55,0% menjadi 53,8%
pada kurun waktu yang sama. Tenaga kerja perempuan juga meningkat dari 6,2 juta
orang (2011) menjadi 7 juta orang (2014), begitu pula secara relatif proporsinya
mengalami 44% menjadi 46% pada waktu yang sama (Tabel 8.6). Hal ini menunjukkan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
118
bahwa tenaga kerja perempuan di masa mendatang akan semakin penting perannya
dalam industri manufaktur. Tenaga kerja perempuan lebih disukai oleh industri yang
memerlukan ketelitian, ketekunan dan kerapian, seperti industri TPT dan elektronik.
TABEL 8.7. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014
Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 7.894.755 7.976.229 8.071.858 8.200.877
% 55,9 55,2 54,5 53,8 Perempuan (n) 6.227.652 6.476.104 6.745.594 7.054.033
% 44,1 44,8 45,5 46,2 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
% 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Tenaga kerja industri manufaktur hingga tahun 2014 masih akan didominasi oleh
tenaga kerja berpendidikan rendah (maksimal SMP) yang proporsinya sekitar 60%.
Meskipun secara absolut jumlahnya meningkat dari 8,8 juta (2011) menjadi 8,9 juta
(2014), ada kecenderungan proporsinya akan makin berkurang dari 62,8% menjadi
58,5%. Yang menarik, lulusan pendidikan kejuruan (SMK) makin meningkat
dibandingkan dengan lulusan sekolah umum (SMA). Proporsi lulusan SMK meningkat
dari 15,1% (2011) menjadi 18,1% (2014), sedangkan proporsi lulusan SMA cenderung
mengalami penurunan dari 17,5% (2011) menjadi 15,1% (2014), lihat Tabel 8.7. Hal ini
menunjukkan ada pergeseran peran lulusan pendidikan kejuruan makin penting di
masa depan, termasuk pendidikan diploma.
TABEL 8.8. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014
Tingkat pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 8.874.442 8.918.231 8.931.957 8.922.469
% 62,8 61,7 60,3 58,5 SMA (n) 2.471.739 2.420.091 2.361.517 2.298.375
% 17,5 16,7 15,9 15,1 SMK (n) 2.127.780 2.327.878 2.538.187 2.760.310
15,1 16,1 17,1 18,1 DIPLOMA (n) 341.106 489.906 701.240 1.001.130
% 2,4 3,4 4,7 6,6 D4+ (n) 307.339 296.227 284.551 272.626
% 2,2 2,0 1,9 1,8 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
119
TABEL 8.9. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR
MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014
Berusaha sendiri (n) 2.636.079 2.938.539 3.268.330 3.634.780
% 18,7 20,3 22,1 23,8 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar (n) 1.774.258 1.995.781
2.239.910
2.513.657
% 12,6 13,8 15,1 16,5 Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 517.741 525.933 533.051 540.213
% 3,7 3,6 3,6 3,5
Buruh/karyawan (n) 7.225.289 7.015.426 6.796.328 6.583.433
% 51,2 48,5 45,9 43,2
Lainnya (n) 1.969.039 1.976.655 1.979.834 1.982.826
% 13,9 13,7 13,4 13,0
Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Dilihat dari status pekerjaan, selama periode 2011-2014 proporsi buruh/karyawan
akan mendominasi tenaga kerja di industri manufaktur. Namun dilihat dari jumlah
absolut dan relatif, jumlahnya akan cenderung menurun dari 7.225.289 (51,2%) tahun
2011 menjadi 6.583.433 (43,2%) tahun 2014. Di sisi lain, tenaga kerja yang berusaha
sendiri dan berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap jumlah dan proporsinya
meningkat. Mereka yang berusaha sendiri meningkat dari 18,7% (2011) menjadi
23,8% (2014) dan mereka yang berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap juga
meningkat dari 12,6% menjadi 16,5% pada periode waktu yang sama (Tabel 8.8).
Tampaknya di masa depan tenaga kerja di industri manufaktur yang berstatus
buruh/karyawan akan berkurang dan banyak yang akan berstatus berusaha sendiri. Ini
perlu perhatian pemerintah untuk memberikan fasilitas sehingga mereka bisa
berkembang.
Dalam industri manufaktur, jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga pengolahan
yang jumlah lebih dari separuh pekerja di manufaktur, disusul tenaga operator dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
120
tenaga kasar. Jumlah tenaga kerja yang sebagai tenaga pengolahan mencapai 7,6 juta
orang tahun 2011 tapi jumlahnya meningkat menjadi 8,0 juta orang tahun 2014 (ada
tambahan 400 ribu orang) tapi secara proporsi ada penurunan dari 54% menjadi 52%
pada kurun waktu yang sama (Tabel 8.9).
TABEL 8.10. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR
MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 235.416 220.835 207.306 195.192 % 1.7 1.5 1.4 1.3
Tenaga professional (n) 104.804 110.680 116.969 123.987
% 0.7 0.8 0.8 0.8
Teknisi (n) 376.077 410.797 449.044 492.330
% 2.7 2.8 3.0 3.2
Tata usaha 613.086 665.194 722.252 786.562
% 4.3 4.6 4.9 5.2
Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 477.361 480.244 483.492 488.226
% 3.4 3.3 3.3 3.2
Tenaga pengolahan (n) 7.662.758 7.765.741 7.875.779 8.011.403
% 54.3 53.7 53.2 52.5
Operator (n) 2.834.151 3.026.579 3.234.400 3.466.889
% 20.1 20.9 21.8 22.7
Pekerja kasar (n) 1.818.752 1.772.264 1.728.209 1.690.319
% 12.9 12.3 11.7 11.1
Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910
% 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Tenaga operator di masa depan akan makin banyak terserap di industri manufaktur. Ini
dapat dilihat dari tren jumlah tenaga operator yang meningkat dari 2,8 juta orang tahun
2011 menjadi 3,5 juta orang atau ada tambahan tenaga kerja sebanyak 700 ribu orang.
Secara proporsi juga ada kenaikan sebesar dari 2% dari 20% menadi 23% pada kurun
waktu yang sama. Tenaga kasar jumlahnya diperkirakan akan turun dari 1,8 juta orang
(2011) menjadi 1,7 juta orang pada (2014), begitu pula persentasenya juga
diperkirakan akan turun. Lihat Tabel 8.9. Penurunan jumlah tenaga kerja kasar diduga
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
121
berkaitan dengan kecenderungan menurunnya tenaga kerja lulusan SD-SMP dan
meningkatnya lulusan SLTA.
Jika diperhatikan proyeksi tenaga kerja menurut koridor ekonomi berdasarkan MP3EI,
terlihat bahwa jumlah tenaga kerja industri manufaktur terbanyak yang terserap masih
terjadi di koridor Jawa, kemudian Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara yakni dengan
penyerapan rata-rata per tahun berturut-turut 217.317 orang, 112.356 orang dan
38.547 orang selama periode 2011-2014.
Meskipun secara absolut pertambahan tenaga kerja manufaktur di Jawa masih relatif
besar, kecepatan pertumbuhannya mulai menunjukkan perlambatan, sebaliknya di
koridor Sumatera, Bali-Nusa Tenggara mulai menunjukkan percepatan penyerapan
tenaga kerja sampai dengan akhir periode proyeksi. Dengan demikian proporsi tenaga
kerja industri manufaktur di Jawa menunjukkan penurunan dari 77,3% menjadi 75,8%,
demikian juga di Kalimantan menurun walau tidak terlalu signifikan.
Pulau Jawa meskipun secara proporsi menunjukkan kecenderungan semakin menurun,
namun penyerapan tenaga kerja secara absolut masih masih menunjukkan peningkatan
yakni total tenaga kerja sekitar 10,91 juta di tahun 2011 menjadi sekitar 11,56 juta di
tahun 2014 atau dengan penyerapan rata-rata sebesar 217.317 orang/tahun (Tabel
8.10).
Penurunan proporsi tingkat penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur di Jawa
mengindikasikan bahwa di masa datang memungkinkan pertumbuhan peningkatan
penyerapan tenaga kerja untuk industri manufaktur yang lebih besar di wilayah selain
Pulau Jawa. Peningkatan penyerapan tenaga kerja di luar P Jawa akan semakin lebih
besar ketika dibarengi dengan ketersediaan sarana infrastruktur pendukung, termasuk
listrik dan air bersih.
Selanjutnya peningkatan proporsi tenaga kerja terjadi beberapa wilayah walau tidak
terlalu signifikan yakni di wilayah Sumatera dari 12,0% menjadi 13,3%, dan
Kalimantan dengan penurunan yang kecil pula. Sebaliknya, penurunan penyerapan
jumlah tenaga kerja industri manufaktur terjadi di koridor Sulawesi.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
122
TABEL 8.11 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR
MENURUT KORIDOR EKONOMI, TAHUN 2011-2014
Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan per tahun
Jumlah
Sumatera 1.698.730 1.800.303 1.910.818 2.035.799 112.356
Jawa 10.912.805 11.100.798 11.309.005 11.564.757 217.317
Kalimantan 654.151 657.566 661.993 668.974 4.941
Sulawesi 343.469 338.035 333.188 329.654 -4.605
Bali-NT 436.524 471.027 509.021 552.164 38.547
Papua-Maluku 76.729 84.604 93.427 103.562 8.944
Jumlah 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910 377.501
Persentase
Sumatera 12,0 12,5 12,9 13,3 -
Jawa 77,3 76,8 76,3 75,8 -
Kalimantan 4,6 4,5 4,5 4,4 -
Sulawesi 2,4 2,3 2,2 2,2 -
Bali-NT 3,1 3,3 3,4 3,6 -
Papua-Maluku 0,5 0,6 0,6 0,7 -
Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Jika pertambahan kebutuhan tenaga kerja per tahun rata-rata sebanyak 377.501 orang
untuk industri manufaktur, apakah supply tenaga kerja mencukupi? Untuk menjawab
hal ini, maka perlu dilihat bagaimana ketersediaan angkatan kerja yang belum terserap
di pasar kerja yaitu mereka yang menganggur. Jumlah pengangguran di Indonesia
tahun 2010 sebanyak 8.319.779 orang dengan distribusi tenaga kerja yang
berpendidikan SMA sebanyak 25,8%, SMK 14,4%, Diploma 5,3% dan S1+ 8,5% (Tabel
8.11).
Dilihat dari jumlahnya ketersediaan tenaga kerja untuk industri manufaktur jauh lebih
banyak dibandingkan dengan kebutuhannya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana
untuk mempertemukan tenaga kerja yang dibutuhkan dengan tenaga kerja yang
tersedia. Bagi pengusaha apakah kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan sesuai
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
123
dengan yang dibutuhkan dan bagi pekerja apakah mereka bisa mendapatkan informasi
dimana lowongan kerja tersebut berada dan apakah upah yang didapatkan sesuai
dengan yang diharapkan.
Jika ternyata mereka tidak setuju dengan upah yang dibayarkan, maka para penganggur
terdidik akan lebih memilih menganggur hingga mendapatkan pekerjaan yang layak.
Jika industri manufaktur tumbuh sebagaimana ketika sebelum krisis ekonomi 1997
berlangsung, maka kebutuhan tenaga kerja akan meningkat dan tentunya akan
dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur yang tinggi pula.
Jika dilihat dari kebutuhan tenaga kerja industri manufaktur menurut koridor, rata-rata
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pertahun di koridor Jawa sebesar 217.317 orang,
koridor Sumatera 112.356 orang, di koridor Bali-Nusa Tenggara 38.547 orang. Supply
tenaga kerja masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja.
Distribusi pengangguran menurut koridor juga menunjukkan masih cukup banyak
pengangguran terdidik yang tersebar di keenam wilayah koridor ekonomi.
TABEL 8.12. JUMLAH DAN PERSENTASE PENGANGGURAN MENURUT PENDIDIKAN DAN KORIDOR
EKONOMI, TAHUN 2010
Koridor Maks SMP SMA SMK Diploma S1+ Jumlah
Jumlah
Sumatera 683.203 568.438 213.194 101.150 126.928 1.692.913
Jawa 2.539.587 1.153.593 831.263 264.692 454.450 5.243.585
Bali-NT 109.165 79.736 30.037 16.316 23.832 259.086
Kalimantan 197.524 111.671 46.639 22.212 30.958 409.004
Sulawesi 235.920 168.303 56.327 27.670 55.693 543.913
Papua-Kep Maluku 56.715 67.382 17.732 11.182 18.267 171.278
Indonesia 3.822.114 2.149.123 1.195.192 443.222 710.128 8.319.779
Persentase
Sumatera 40,4 33,6 12,6 6,0 7,5 100,0
Jawa 48,4 22,0 15,9 5,0 8,7 100,0
Bali-NT 42,1 30,8 11,6 6,3 9,2 100,0
Kalimantan 48,3 27,3 11,4 5,4 7,6 100,0
Sulawesi 43,4 30,9 10,4 5,1 10,2 100,0
Papua-Kep Maluku 33,1 39,3 10,4 6,5 10,7 100,0
Jumlah 45,9 25,8 14,4 5,3 8,5 100,0
Sumber: Sakernas, Agustus 2010 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
124
8.3 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 2011-2014
Di bab sebelumnya telah disebutkan jumlah pekerja industri makanan tahun 2010
sebanyak 3.166.918 dan hasil estimasi ILOR 10.507. Artinya pertumbuhan industri
manufaktur satu persen akan meningkatkan jumlah pekerja di industri makanan
sebesar 10.507 orang. Jumlah tenaga kerja di industri minuman tahun 2010 (sebagai
tahun dasar) berjumlah 127.670 orang dan ILOR di industri minuman lebih kecil yakni
2.376. ILOR industri makanan lebih tinggi dibandingkan dengan industri minuman
karena industri makanan cenderung lebih labor intensive dibandingkan dengan industri
minuman.
TABEL 8.13. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN
MENURUT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014
Kategori Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 2.350.991 2.364.253 2.370.864 2.371.701
% 72,8 71,6 70,1 68,3 SMA (n) 462.135 466.428 469.430 471.299
% 14,3 14,1 13,9 13,6 SMK (n) 305.185 329.961 355.739 382.597
9,4 10,0 10,5 11,0 DIPLOMA (n) 62.303 92.828 137.919 204.412
% 1,9 2,8 4,1 5,9 D4+ (n) 50.397 48.462 46.469 44.449
% 1,6 1,5 1,4 1,3 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Distribusi tenaga kerja industri makanan menurut pendidikan menunjukkan, bahwa
jumlah tenaga kerja masih didominasi oleh maksimal SMP. Diperkirakan masih sekitar
68% pekerja di industri makanan berpendidikan maksimal SMP di tahun 2014. Namun
dilihat dari perkembangan proyeksinya, proporsi tenaga kerja yang berpendidikan
maksimal SMP semakin lama semakin menunjukkan penurunan. Tenaga kerja yang
berpendidikan SMA menempati urutan kedua dan proporsinya juga semakin
menunjukkan penurunan.
Selanjutnya tenaga kerja di industri makanan semakin membutuhkan tenaga kerja yang
mempunyai ketrampilan. Hal ini terlihat dari proporsi tenaga kerja yang lulusan SMK
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
125
dan diploma semakin meningkat. Peningkatan yang sangat besar terlihat pada yang
berpendidikan Diploma yakni dari 1,3% menjadi 5,9% dan SMK dari 8,9% menjadi
11,0% periode 2010-2014 (Tabel 8.12).
Peningkatan penggunaan tenaga kerja yang lebih mempunyai ketrampilan tentunya
akan berdampak pada meningkatnya produktivitas pekerja di industri makanan.
Peningkatan produktivitas selanjutnya akan lebih meningkatkan pertumbuhan industri
itu dan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja itu sendiri.
TABEL 8.14. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT
PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014
Kategori Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 56.840 59.406 61.823 64.598
% 40,0 37,6 35,1 32,8 SMA (n) 46.462 52.480 59.023 66.649
% 32,7 33,2 33,5 33,8 SMK (n) 30.228 36.453 43.773 52.774
21,3 23,0 24,9 26,8 DIPLOMA (n) 5.620 6.895 8.424 10.332
% 4,0 4,4 4,8 5,2 D4+ (n) 3.014 2.967 2.908 2.862
% 2,1 1,9 1,7 1,5 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan untuk industri minuman juga menunjukkan
peningkatan. Proporsi tenaga kerja terbesar di tahun 2011 adalah maksimal SMP,
kemudian proporsi tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMK di akhir periode
proyeksi menjadi 32,8%. Selanjutnya posisi tenaga kerja maksimal SMP digantikan oleh
pekerja yang lulusan SMA, SMK dan Diploma.
Peningkatan penyerapan yang cukup besar terlihat pada yang berpendidikan SMK dari
21,3% tahun 2011 menjadi 26,8% tahun 2014, selanjutnya yang SMA dari 32,7%
(2011) menjadi 33,8% (2014) dan diploma dari 4,0% (2011) menjadi 5,2% (2014). Hal
ini menunjukkan pertambahan tenaga kerja lulusan SMK paling banyak dibutuhkan
kemudian diploma dan SMA. Sebagaimana terlihat di Tabel 8.13, jumlah tenaga kerja
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
126
lulusan SMK yang dibutuhkan di industri minuman meningkat dari 30.228 orang (2011)
menjadi 52.774 orang (2014), suatu peningkatan yang cukup signifikan.
Bila pekerja yang dibutuhkan dilihat menurut status pekerja, komposisinya di industri
makanan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai, kemudian berusaha sendiri
dibantu atau tidak oleh buruh tidak tetap dan yang berusaha dibantu buruh tetap.
Proporsi tenaga kerja yang berstatus menjadi buruh menunjukkan penurunan dari
36,2% menjadi 31,2% periode 2011-2014.
Sesuai dengan skala usaha di industri makanan yang sebagian besar merupakan
industri kecil, maka status pekerjaan kategori berusaha sendiri dan usaha sendiri
dibantu dengan buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar cukup banyak. Diperkirakan
komposisi ini masih akan terjadi di tahun 2014 dan trennya meningkat dari 16,4%
menjadi 20,3% untuk yang berusaha sendiri dan 19,7% menjadi 22,2% untuk kelompok
berusaha dibantu buruh tidak tetap (Tabel 8.14).
TABEL 8.15. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Status Pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 529.988 582.897 640.645 705.125
% 16,4 17,7 19,0 20,3 Berusaha dibantu buruh tdk
tetap/tdk dibayar (n) 635.822 677.599 721.620 769.605 % 19,7 20,5 21,3 22,2
Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 155.501 168.437 182.323 197.637
% 4,8 5,1 5,4 5,7 Buruh/karyawan (n) 1.169.475 1.140.179 1.110.846 1.083.823
% 36,2 34,5 32,9 31,2 Lainnya (n) 740.225 732.820 724.987 718.268
% 22,9 22,2 21,4 20,7 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Industri minuman dan industri makanan mempunyai kategori status pekerjaan yang
agak berbeda. Industri minuman mempunyai pekerja dengan status pekerjaan yang
dominan sebagai karyawan/buruh/pegawai, tetapi proporsinya lebih besar
dibandingkan dengan industri makanan. Tren keduanya menunjukkan penurunan.
Penurunan proporsi tenaga kerja sebagai buruh untuk industri minuman dari 69,7%
menjadi 64,2% periode 2011-2014. Peningkatan proporsi tenaga kerja dengan status
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
127
berusaha sendiri juga terjadi yakni dari 16,1% menjadi 24,2%. Dengan demikian
jumlah pekerja yang berusaha sendiri meningkat dari 22.934 orang menjadi 47.789
orang pada periode 2011-2014 (Tabel 8.15). TABEL 8.16. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI
MINUMAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Status Pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 22.934 29.431 37.492 47.789
% 16,1 18,6 21,3 24,2 Berusaha dibantu buruh tdk
tetap/tdk dibayar (n) 9.789 9.685 9.512 9.348
% 6,9 6,1 5,4 4,7 Berusaha dibantu pekerja
dibayar (n) 3.366 4.456 5.855 7.699
% 2,4 2,8 3,3 3,9 Buruh/karyawan (n) 99.132 108.040 116.884 126.529
% 69,7 68,3 66,4 64,2 Lainnya (n) 6.943 6.589 6.207 5.851
% 4,9 4,2 3,5 3,0 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
TABEL 8.17. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN
MENURUT JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer/tenaga professional (n) 49.112 39.706 32.122 26.061
% 1,5 1,2 1,0 0,8 Teknisi (n) 44.889 52.895 62.369 73.752
% 1,4 1,6 1,8 2,1 Tata usaha (n) 74.194 73.385 72.630 72.090
% 2,3 2,2 2,1 2,1 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 240.210 239.309 238.560 238.500
% 7,4 7,2 7,1 6,9 Tenaga pengolahan (n) 1.758.471 1.798.531 1.840.652 1.889.199
% 54,4 54,5 54,5 54,4 Tenaga Operator (n) 469.061 491.584 515.511 542.164
% 14,5 14,9 15,2 15,6 Pekerja kasar (n) 595.075 606.523 618.577 632.692
% 18,4 18,4 18,3 18,2 Jumlah 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
128
Jenis pekerjaan yang banyak dibutuhkan industri makanan adalah tenaga pengolahan
(54,4%) kemudian pekerja kasar (18,4%), operator 14,5 %, tenaga usaha jasa dan
penjualan 7,4% dan posisinya manajer/tenaga profesional, teknisi dan tata usaha di
tahun 2011. Pertumbuhan tenaga kerja untuk tenaga pengolahan cenderung stagnan
sehingga proporsi tenaga kerja untuk tenaga pengolahan tidak berubah yaitu 54,4%
pada periode 2011-2014.
Tenaga kerja sebagai operator yang pertumbuhannya cukup baik, sehingga proporsinya
meningkat sedikit dari 14,5% menjadi 15,6%. Selanjutnya peningkatan proporsi tenaga
kerja juga terjadi untuk tenaga teknisi dari 1,4% menjadi 2,1% pada periode yang sama.
Meskipun proporsinya stagnan, jumlah tenaga pengolahan meningkat dari 1.758.471
orang menjadi 1.889.199 orang dan tenaga operator meningkat dari 469.061 orang
menjadi 542.164 pada periode 2011-2014 (Tabel 8.16).
TABEL 8.18. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT
JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer/tenaga professional (n) 4.029 3.534 3.010 2.505
% 2,8 2,2 1,7 1,3 Teknisi (n) 10.459 17.012 26.869 41.475
% 7,4 10,8 15,3 21,0 Tata usaha (n) 12.739 14.151 15.266 16.094
% 9,0 8,9 8,7 8,2 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 20.898 25.202 29.513 33.777
% 14,7 15,9 16,8 17,1 Tenaga pengolahan (n) 25.563 29.890 33.938 37.659
% 18,0 18,9 19,3 19,1 Tenaga Operator (n) 31.990 27.812 23.481 19.373
% 22,5 17,6 13,3 9,8 Pekerja kasar (n) 36.486 40.601 43.873 46.332
% 25,7 25,7 24,9 23,5 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Komposisi tenaga kerja di industri minuman masih cenderung menyebar pada jenis
pekerja kasar, pekerjaan operator, pengolahan dan tenaga usaha jasa/penjualan
dengan persentase masing-masing 25,7%, 22,5%, 18% dan 14,7% di tahun 2011.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
129
Selanjutnya pertambahan penyerapan tenaga kerja cukup tinggi pada jenis pekerjaan
tenaga pengolahan sehingga proporsinya meningkat dari 18,0% menjadi 19,1%,
sebaliknya terjadi penurunan yang cukup tajam pada jenis operator dari 22,5% menjadi
9,8% pada kurun waktu 2011-2014.
Meskipun jumlahnya tidak sebesar tenaga pengolahan, proporsi tenaga teknisi
meningkat tajam dari 7,4% menjadi 21% pada periode yang sama (Tabel 8.17).
Kualifikasi yang sangat dibutuhkan pada industri minuman dalam periode mendatang
adalah tenaga pengolahan dan teknisi. Ini menunjukkan bahwa teknologi yang
digunakan di industri minuman cenderung lebih membaik sehingga kualifikasi tenaga
kerja yang dibutuhkan juga yang lebih mempunyai keahlian, seperti tenaga teknisi dan
pengolahan dalam proses produksinya.
TABEL 8.19. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN
MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014
Umur 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 543.900 529.161 515.330 503.443
% 16,8 16,0 15,2 14,5 25 – 34 (n) 947.159 971.614 997.686 1.027.689
% 29,3 29,4 29,5 29,6 35 – 44 (n) 799.490 819.017 839.850 863.930
% 24,7 24,8 24,8 24,9 45 – 54 (n) 563.194 578.744 595.312 614.285
% 17,4 17,5 17,6 17,7 55 – 64 (n) 269.845 294.609 321.963 352.967
% 8,4 8,9 9,5 10,2 65+ (n) 107.423 108.788 110.280 112.144
% 3,3 3,3 3,3 3,2 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Proporsi pekerja menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 70,8% pekerja
berumur kurang dari 44 tahun dengan rincian 29,3% usia 25-34 tahun, 24,7% usia 35-
44 tahun dan 16,8% usia 15-24 tahun tahun 2011 (Tabel 8.18). Jika dilihat dari tren
periode 2011-2014, proporsi pekerja usia sekolah (15-24 tahun) menunjukkan
penurunan dan ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya angka partisipasi
sekolah.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
130
TABEL 8.20. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN
MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014
Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 38.649 42.900 47.496 52.888
% 27,2 27,1 27,0 26,8 25 – 34 (n) 56.577 65.639 75.954 88.400
% 39,8 41,5 43,2 44,8 35 – 44 (n) 25.405 26.591 27.759 29.147
% 17,9 16,8 15,8 14,8 45 – 54 (n) 14.218 14.594 14.941 15.384
% 10,0 9,2 8,5 7,8 55 – 64 (n) 4.783 5.511 6.332 7.317
% 3,4 3,5 3,6 3,7 65+ (n) 2.532 2.967 3.469 4.079
% 1,8 1,9 2,0 2,1 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri minuman diperkirakan sebanyak 197.216
orang tahun 2014. Distribusi menurut kelompok umur menunjukkan bahwa proporsi
terbanyak juga pada kelompok umur kurang dari 44 tahun yakni pada kelompok umur
25-34 tahun 44,8%, umur 15-24 tahun 26,8% dan umur 35-44 tahun 14,8% (Tabel
8.19). Masih tingginya proporsi usia tersebut erat kaitannya dengan penduduk
Indonesia termasuk dalam usia muda sehingga pola ini juga terjadi pada struktur usia
tenaga kerjanya.
TABEL 8.21. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA
INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014
Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014
Laki-laki (n) 1.593.806 1.620.965 1.651.522 1.689.309
% 49,3 49,1 48,9 48,6
Perempuan (n) 1.637.223 1.681.081 1.729.187 1.785.703
% 50,7 50,9 51,2 51,4
Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
131
Jumlah tenaga kerja untuk industri makanan tidak menunjukkan dominasi jenis
kelamin. Jumlah pekerja laki-laki sebanyak 1.689.309 orang dan perempuan
1.785.703 orang pada tahun 2014. Jika dilihat dari pola kecenderungan menunjukkan
bahwa proporsi tenaga kerja laki-laki menjadi kurang begitu dibutuhkan dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini terlihat dari peningkatan proporsi tenaga kerja laki-laki di
industri makanan yang semakin menurun dari 49,3% menjadi 48,6% periode 2011-
2014 dan sebaliknya untuk pekerja perempuan meningkat dari 50,7% menjadi 51,4%
(Tabel 8.20).
TABEL 8.22 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN
MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014
Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 99.462 110.347 122.353 136.719
% 70,0 69,8 69,5 69,3 Perempuan (n) 42.702 47.854 53.598 60.496
% 30,0 30,2 30,5 30,7 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Komposisi jenis kelamin pekerja di industri makanan berbeda dengan di industri
minuman, proporsi terbanyak pekerja di industri minuman adalah laki-laki. Tren
proporsi jumlah tenaga kerja laki-laki cenderung meningkat selama periode 2011-2014
(Tabel 8.21).
Jika diperhatikan proyeksi tenaga kerja industri makanan dan minuman menurut
kelompok industri, terlihat bahwa pada periode tahun 2011-2014 rata-rata
pertambahan penyerapan tenaga kerjanya sebesar 99.500 orang per tahun.
Pertambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pengolahan padi (50.468
orang/tahun), kemudian makanan lainnya (26.862 orang/tahun), minuman 18.351
orang/tahun dan industri makanan olahan dan industri susu berturut-turut 2.595
orang/tahun dan makanan olahan 1.244 orang/tahun. Di akhir periode proyeksi
jumlah tenaga kerja terbanyak adalah industri makanan lainnya (2.309.997 orang)
kemudian industri pengolahan padi (742.527 orang) dan yang paling rendah industri
susu (38.802 orang).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
132
Perubahan kecepatan pertumbuhan tenaga kerja diindustri makanan dan minuman
tidak mengakibatkan struktur industrinya mengalami perubahan. Peningkatan proporsi
tenaga kerja terbesar terjadi pada industri pengolahan padi yakni dari 17,5% menjadi
20,2%, kemudian diikuti oleh industri minuman dan susu walau tidak terlampau besar.
Industri makanan lainnya yang mendominasi kebutuhan tenaga kerja menunjukkan
percepatan tambahan tenaga kerja yang diminishing sehingga proporsinya turun dari
66,1% menjadi 62,9% (Tabel 8.22).
TABEL 8.23. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, TAHUN 2011-2014
Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan
(TK) per tahun Jumlah Makanan olahan 379.460 379.998 380.948 383.132 1.244 Susu 31.016 33.360 35.920 38.802 2.595 Pengolahan padi 591.124 636.664 686.454 742.527 50.468 Makanan lainnya 2.229.411 2.251.911 2.277.098 2.309.997 26.862 Minuman 142.164 158.202 175.950 197.216 18.351 Jumlah 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673 99.500 Persentase Makanan olahan 11,2 11,0 10,7 10,4 - Susu 0,9 1,0 1,0 1,1 - Pengolahan padi 17,5 18,4 19,3 20,2 - Makanan lainnya 66,1 65,1 64,0 62,9 - Minuman 4,2 4,6 4,9 5,4 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Berdasarkan proyeksi tenaga kerja koridor ekonomi di Tabel 8.23, terlihat bahwa rata-
rata pertambahan tenaga kerja terbanyak terdapat di koridor Jawa (51.010
orang/tahun), kemudian koridor Kalimantan (15.749 orang/tahun), dan koridor Bali-
Nusa Tenggara 11.005 orang/tahun. Pertambahan yang paling sedikit terdapat di
koridor Sumatera (3.585 orang/tahun) kemudian Papua-Kep Maluku (8.948
orang/tahun) dalam periode 2011-2014.
Secara absolut koridor Jawa mempunyai pertambahan penyerapan tenaga kerja
terbanyak, namun kecepatan pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan
koridor Kalimantan, sehingga proporsi tenaga kerja industri makanan dan minuman
menurun dari 70,95 menjadi 69,3% dalam periode 2011-2014. Wilayah koridor lainnya
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
133
seperti Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Papua-Kep Maluku juga menunjukkan
peningkatan proporsi namun tidak signifikan.
TABEL 8.24 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN
MINUMAN MENURUT KORIDOR EKONOMI , TAHUN 2011-2014
Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan TK per tahun Jumlah
Sumatera 529.693 532.177 535.322 540.448 3.585 Jawa 2.392.472 2.437.498 2.486.388 2.545.502 51.010 Kalimantan 130.242 144.104 159.637 177.488 15.749 Sulawesi 113.369 121.666 130.728 140.978 9.203 Bali-Nusa Tenggara 170.219 180.216 191.031 203.234 11.005 Papua – Kep Maluku 37.179 44.474 53.264 64.024 8.948 Jumlah 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673 99.500 Persentase Sumatera 15,7 15,4 15,1 14,7 - Jawa 70,9 70,4 69,9 69,3 - Kalimantan 3,9 4,2 4,5 4,8 - Sulawesi 3,4 3,5 3,7 3,8 - Bali- Nusa Tenggara 5,0 5,2 5,4 5,5 - Papua – Kep Maluku 1,1 1,3 1,5 1,7 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
8.4. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (Pakaian Jadi)
Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya dengan
pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan serapan
tenaga kerja sebesar 7.986 orang. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen akan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 48.715 orang dengan rincian industri
tekstil 23.669 orang dan industri pakaian jadi/produk testil sebanyak 25.046 orang.
Dengan pertumbuhan industri manufaktur yang lebih tinggi maka pertambahan tenaga
kerja yang lebih banyak. Jika pertumbuhan ekonomi 7,47% di tahun 2012-2013 maka
pertambahan tenaga kerja sebanyak 59.655 orang dengan rincian 28.985 di industri
tekstil dan 30.671 di industri pakaian jadi.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri tekstil tahun 2011 sebesar 1.452.229
meningkat menjadi 1.542.089 tahun 2014. Sedangkan jumlah tenaga kerja di industri
produk tekstil (pakaian jadi) mengalami peningkat dari 1.538.149 tahun 2011 menjadi
1.633.325 tahun 2014. Komposisi tenaga kerja di industri tekstil mencapai 48,6% dan
komposisi tenaga kerja di industri pakaian jadi mencapai 51,4% dari jumlah seluruh
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
134
pekerja di industri TPT yang mencapai 2.990.379 orang tahun 2011. Komposisi ini
tidak berubah hingga tahun 2014. Jumlah tenaga kerja industri TPT tahun 2014
mencapai 3.175.414 orang (Tabel 8.4).
Dengan ILOR 7.986 untuk industri tekstil dan produk tekstil dan pertumbuhan industri
manufaktur mengikuti Renstra Kemenperin, maka selama periode 2011-2014 jumlah
tenaga kerja yang terserap sebanyak 185.036 orang (Tabel 8.3). Apabila diasumsikan
jumlah tenaga kerja tahun 2011 untuk industri tekstil dan produk tesktil sebanyak
2.990.379 orang (Tabel 8.4), maka peningkatan tenaga kerja sebanyak 6,19%.
Jika dilihat dari umur, tenaga kerja yang bekerja di industri tekstil mayoritas berusia
25-34 tahun yang jumlahnya mencapai 526.055 orang tahun 2011. Jumlahnya
diperkirakan akan meningkat menjadi 529.300 orang tahun 2014, tapi secara proporsi
turun dari 36.2% tahun 2011 menjadi 34.3% tahun 2014. Proporsi yang meningkat justru
pada kelompok usia 35-44 tahun dari 26% menjadi 28,7% pada periode yang sama.
Yang menarik banyak tenaga kerja usia lanjut (65 tahun ke atas) yang bekerja di
industri tekstil yang jumlahnya mencapai 23.237 orang tahun 2011. Diduga mereka
bekerja di industri kecil atau mikro yang masih memungkinkan lansia (lanjut usia)
untuk ikut bekerja. Jumlahnya diperkirakan akan turun menjadi 21.021 orang tahun
2014, begitu pula proporsinya akan turun dari 1,6% menjadi 1,4% (Tabel 8.24).
TABEL 8.25 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014
Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 306.554 308.164 310.110 312.967
% 21,1 20,8 20,6 20,3 25 – 34 (n) 526.055 526.258 527.019 529.300
% 36,2 35,6 35,0 34,3 35 – 44 (n) 377.994 397.564 418.590 441.997
% 26,0 26,9 27,8 28,7 45 – 54 (n) 163.472 168.099 173.039 178.638
% 11,3 11,4 11,5 11,6 55 – 64 (n) 54.917 55.887 56.934 58.167
% 3,8 3,8 3,8 3,8 65+ (n) 23.237 22.436 21.686 21.021
% 1,6 1,5 1,4 1,4 Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
135
Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar tenaga kerja di industri tekstil adalah
perempuan. Tahun 2011 komposisi tenaga kerja perempuan yang bekerja di industri
tekstil mencapai 58,7% (852.272 orang) dan diperkirakan komposisinya meningkat
menjadi 61,8% (953.068 orang) tahun 2014 (Tabel 8.25). Tampaknya perempuan lebih
disukai bekerja di industri tekstil karena ketekunan dan kerapiannya.
TABEL 8.26 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT
JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014
Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014
Laki-laki (n) 599.958 595.280 591.281 589.021
% 41,3 40,3 39,2 38,2 Perempuan
(n) 852.272 883.128 916.098 953.068
% 58,7 59,7 60,8 61,8
Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Sumber daya manusia yang bekerja di industri tekstil masih rendah. Diperkirakan dari
tahun 2011 hingga 2014 komposisi tenaga kerja di industri tekstil masih berpendidikan
rendah yaitu maksimal SMP yang mencapai lebih dari 60%. Rinciannya adalah sebagai
berikut: tahun 2011 sebanyak 969.063 orang atau 66,7% berpendidikan maksimal SMP
dan meningkat jumlahnya menjadi 1.025.594 orang tapi secara persentase cenderung
stagnan yaitu 66,5% tahun 2014.
Yang menarik adalah persentase tenaga kerja lulusan SMA cenderung turun dari 17,6%
atau 255.813 orang tahun 2011 akan menjadi 13,8% atau 213.557 tahun 2014.
Sedangkan tenaga kerja yang berpendidikan SMK meningkat baik proporsi maupun
absolutnya yaitu dari 13,4% atau 177.654 orang tahun 2011 menjadi 16,9% atau
211.557 orang tahun 2014 (Tabel 8.26). Pergeseran ini berkaitan dengan kebijakan
pemerintah untuk mendorong masyarakat untuk memasukkan anak mereka ke sekolah
menengah kejuruan.
Pertambahan pekerja di industri tekstil selama periode 2011-2014 masih didominasi
tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP sebanyak 56.531 orang, SMK 33.555 orang
dan minimal Diploma 41.927 orang.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
136
TABEL 8.27. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT
PENDIDIKAN, 2011-2014
Tingkat Pendidikan 2011 2012 2013 2014
Maks SMP (n) 969.063 988.876 1.007.329 1.025.594
% 66,7 66,9 66,8 66,5
SMA (n) 255.813 241.195 227.014 213.557
% 17,6 16,3 15,1 13,8
SMK (n) 177.654 188.453 199.559 211.210
12,2 12,7 13,2 13,7
DIPLOMA (n) 28.973 39.095 52.662 70.899
% 2,0 2,6 3,5 4,6
D4+ (n) 20.727 20.789 20.814 20.829
% 1,4 1,4 1,4 1,4
Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Pada tahun 2011 status pekerjaan di industri tekstil didominasi oleh karyawan/buruh
dengan persentase 52% (753.682 orang) kemudian berusaha sendiri 29% (426.473
orang), lainnya sebanyak 9% (136.812 orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap 7%
(107.832 orang), berusaha dibantu buruh tetap 1,9% (27.430 orang). Namun,
diperkirakan ini akan berubah pada tahun 2014 dimana mereka yang berstatus
berusaha sendiri akan meningkat menjadi 45% dan mereka yang berstatus
karyawan/buruh akan turun menjadi 37% (Tabel 8.27).
Pergeseran dari mereka yang berstatus buruh/karyawan menjadi berusaha sendiri ini
perlu mendapat perhatian karena hal ini terjadi deformalisasi pekerjaan (makin banyak
tenaga kerja yang bekerja di sektor informal) yang berarti kondisi pekerjaan kurang
terjamin karena mereka umumnya bekerja di industri kecil.
Selama 2011-2014 terjadi penurunan tambahan pekerja menurut status pekerjaan
buruh/karyawan sebanyak 175.545 orang, tapi status berusaha sendiri mengalami
tambahan tenaga kerja sebanyak 270.339 orang, berusaha sendiri dibantu buruh tidak
tetap juga mengalami sedikit tambahan yaitu 13.970 orang.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
137
TABEL 8.28. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT
STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014
Berusaha sendiri (n)
426.473
507.867
597.908
696.812
% 29,4 34,4 39,7 45,2 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk
dibayar (n)
107.832
113.545
118.199
121.802 % 7,4 7,7 7,8 7,9
Berusaha dibantu pekerja dibayar (n)
27.430
26.588
25.478
24.168 % 1,9 1,8 1,7 1,6
Buruh/karyawan (n)
753.682
697.568
638.279
578.138 % 51,9 47,2 42,3 37,5
Lainnya (n)
136.812
132.841
127.515
121.169 % 9,4 9,0 8,5 7,9
Jumlah (n)
1.452.229
1.478.408
1.507.379
1.542.089 % 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Dari delapan kelompok jenis pekerjaan dalam kategori jabatan menurut Klasifikasi
Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI 2002), proposi terbanyak yang bekerja di industri
tekstil adalah tenaga pengolahan (58%) kemudian operator 26%, pekerja kasar (8%),
tata usaha (4%), dan tenaga usaha jasa dan penjualan (2%). Diperkirakan pola
distribusi persentase ini masih akan terjadi sampai dengan tahun 2014 artinya tenaga
pengolahan dan operator masih tetap mendominasi tenaga kerja di industri tekstil.
Diproyeksikan pertambahan pekerja menurut jenis pekerjaan selama periode 2011-
2014 yang terbesar untuk kelompok tenaga pengolahan, kemudian tenaga usaha jasa
dan penjualan dan operator dengan jumlah berturut-turut 54.281 orang, 25.407
orang dan 9.529 orang. Jumlah pekerja tahun 2014 untuk pekerja jenis tenaga
pengolahan menjadi 897.749 orang, tenaga operator 383.145 orang dan Tenaga Usaha
Jasa dan Penjualan sebesar 55.167 orang. Lebih rinci mengenai hal itu dapat dilihat di
Tabel 8.28. Selama tahun 2011 hingga 2014, diperkirakan tenaga pengolahan dan
operator akan mendominasi dengan karakteristik berpendidikan rendah, usia muda dan
berjenis kelamin perempuan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
138
TABEL 8.29. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT
JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 15.369 13.692 12.200 10.890
% 1,1 0,9 0,8 0,7 Tenaga professional (n) 2.935 2.563 2.238 1.959
% 0,2 0,2 0,1 0,1 Teknisi (n) 17.521 14.924 12.714 10.851
% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tata usaha (n) 59.535 61.927 64.422 67.139
% 4,1 4,2 4,3 4,4 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 29.760 36.534 44.853 55.167
% 2,0 2,5 3,0 3,6 Tenaga pengolahan (n) 843.468 860.609 878.183 897.749
% 58,1 58,2 58,3 58,2 Operator (n) 373.616 376.513 379.469 383.145
% 25,7 25,5 25,2 24,8 Pekerja kasar (n) 110.025 111.645 113.300 115.189
7,6 7,6 7,5 7,5 Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089
% 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
TABEL 8.30. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI
MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014
Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 444.801 437.619 431.008 425.723
% 28,9 27,9 27,0 26,1 25 – 34 (n) 604.871 625.899 648.341 673.528
% 39,3 40,0 40,6 41,2 35 – 44 (n) 336.794 348.044 360.050 373.546
% 21,9 22,2 22,6 22,9 45 – 54 (n) 118.643 120.639 122.797 125.355
% 7,7 7,7 7,7 7,7 55 – 64 (n) 28.385 28.805 29.263 29.813
% 1,8 1,8 1,8 1,8 65+ (n) 4.655 4.871 5.103 5.361
% 0,3 0,3 0,3 0,3 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
139
Tidak berbeda dengan tenaga kerja di industri tekstil, tenaga kerja yang bekerja di
industri pakaian jadi mayoritas berusia 25-34 tahun yang jumlahnya mencapai 604.871
orang tahun 2011. Jumlahnya meningkat menjadi 673.528 orang tahun 2014. Seperti
pada industri tekstil, masih ada tenaga kerja usia lanjut (65 tahun ke atas) yang bekerja
di industri pakaian jadi yang jumlahnya mencapai 4.655 orang tahun 2011. Diduga
mereka bekerja di industri kecil atau mikro yang masih memungkinkan lansia untuk
ikut bekerja. Jumlahnya diperkirakan akan naik menjadi 5.103 orang tahun 2014.
Namun proporsinya diperkirakan tidak akan berubah selama 2011-2014 yaitu sebesar
0,3% (Tabel 8.29).
Industri pakaian jadi merupakan industri hulu dari TPT yang banyak menyerap tenaga
kerja terutama perempuan. Tahun 2011 komposisi tenaga kerja perempuan yang
bekerja di industri pakaian jadi mencapai 63,5% (976.431 orang) dan diperkirakan
komposisinya meningkat menjadi 67,2% (1.633.325 orang) tahun 2014, Tabel 8.30.
Perempuan lebih disukai bekerja di industri tekstil karena ketekunan dan
ketelatenannya dalam bekerja.
TABEL 8.31 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI
MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014
Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 561.719 552.284 543.480 536.261
% 36,5 35,3 34,0 32,8 Perempuan (n) 976.431 1.013.592 1.053.081 1.097.064
% 63,5 64,7 66,0 67,2 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Tingkat pendidikan tenaga kerja di industri pakaian jadi umumnya masih rendah.
Diperkirakan dari tahun 2011 hingga 2014 komposisi tenaga kerja di industri pakaian
jadi masih berpendidikan rendah yaitu maksimal SMP (yaitu dari tidak sekolah hingga
SMP) yang mencapai lebih dari 60%. Pada tahun 2011 sebanyak 1.008.609 orang atau
65.6% berpendidikan maksimal SMP dan meningkat jumlahnya menjadi 1.032.782
orang tapi secara persentase turun menjadi 63,2% tahun 2014. Yang menarik adalah
persentase tenaga kerja lulusan SMA cenderung turun dari 18,4% atau 282.726 orang
tahun 2011 menjadi 16,2% atau 264.572 tahun 2014. Sedangkan tenaga kerja yang
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
140
berpendidikan SMK meningkat baik proporsi maupun absolutnya yaitu dari 13,4% atau
205.460 orang tahun 2011 menjadi 16,9% atau 276.074 orang tahun 2014 (Tabel 8.31).
Tampaknya pergeseran ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong
masyarakat memilih ke sekolah menengah kejuruan yang setelah lulus langsung dapat
menerapkan keterampilannya.
Pertambahan pekerja di industri pakaian jadi selama periode 2011-2014 masih
didominasi tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP sebanyak 24.171 orang, SMK
70.614 orang dan minimal Diploma 24.740 orang.
TABEL 8.32 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI
MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, 2011-2014
Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 1.008.609 1.016.987 1.024.491 1.032.782
% 65,6 64,9 64,2 63,2 SMA (n) 282.726 276.644 270.445 264.572
% 18,4 17,7 16,9 16,2 SMK (n) 205.460 226.807 250.142 276.074
13,4 14,5 15,7 16,9 DIPLOMA (n) 26.377 32.898 40.993 51.116
% 1,7 2,1 2,6 3,1 D4+ (n) 14.978 12.541 10.490 8.781
% 1,0 0,8 0,7 0,5 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Seperti pada pola industri tekstil, sebagian besar tenaga kerja di industri pakaian jadi
berstatus karyawan/buruh. Pada tahun 2011 status pekerjaan di industri pakaian jadi
didominasi oleh karyawan/buruh dengan persentase 60,8% (934.687 orang) kemudian
berusaha sendiri 19,3% (297.384 orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap 8,9%
(136.750 orang), lainnya sebanyak 8% (123.149 orang), berusaha dibantu buruh tetap
3% (46.178 orang). Namun, diperkirakan pola ini akan berubah pada tahun 2014
dimana mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetap akan meningkat
menjadi 19,4% (316.545 orang) dan mereka yang berstatus karyawan/buruh akan
turun menjadi 52,7% (860.033 orang), Tabel 8.32.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
141
Selama 2011-2014 dari lima status pekerjaan di industri pakaian jadi ada 2 status yang
jumlah tenaga kerjanya mengalami kenaikan yaitu berusaha sendiri sebanyak 21.324
orang dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 179.795 orang. Sedangkan
status pekerjaan buruh/karyawan mengalami penurunan sebanyak 12.140 orang.
TABEL 8.33. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI
MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 297.384 306.960 314.169 318.708
% 19,3 19,6 19,7 19,5 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar
(n) 136.750 182.461 241.395 316.545 % 8,9 11,7 15,1 19,4
Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 46.178 42.075 38.012 34.039 % 3,0 2,7 2,4 2,1
Buruh/karyawan (n) 934.687 916.970 891.992 860.033 % 60,8 58,6 55,9 52,7
Lainnya (n) 123.149 117.410 110.993 104.001 % 8,0 7,5 7,0 6,4
Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.32
5 % 100,0 100,0 100,0 100,0
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Tidak berbeda dengan pola pada industri tekstil, jenis pekerjaan yang mendominasi
industri pakaian jadi adalah tenaga pengolahan dan tenaga operator. Pada tahun 2011,
dilihat dari proporsi (persentase) terbanyak yang bekerja di industri pakaian jadi
adalah tenaga pengolahan (66,9% atau 1.029.361 orang) kemudian operator (16% atau
246.113 orang), pekerja kasar (7% atau 108.128 orang), dan tata usaha (4,3% atau
65.640 orang), Tabel 8.33. Diperkirakan pola distribusi ini masih akan terjadi sampai
dengan tahun 2014, meskipun persentasenya bisa berubah (naik atau turun).
Diproyeksikan pertambahan pekerja menurut jenis pekerjaan selama periode 2011-
2014 yang terbesar untuk kelompok tenaga pengolahan, disusul tenaga teknisi, dan tata
usaha masing-masing sebesar 75.503 orang, 75.411 orang dan 14.114 orang. Jumlah
tenaga kerja tahun 2014 untuk tenaga pengolahan sebesar 1.104.864 orang dan tenaga
teknisi sebanyak 125.326 orang. Kondisi ini diduga karena adanya pergeseran tingkat
pendidikan tenaga kerja industri tekstil yang cenderung lebih banyak menyerap tenaga
berpendidikan terutama pendidikan kejuruan dan diploma.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
142
TABEL 8.34. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI
MENURUT JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 18.671 15.553 12.901 10.664
% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tenaga professional (n) 2.504 2.276 2.060 1.859
% 0,2 0,1 0,1 0,1 Teknisi (n) 49.915 68.113 92.550 125.326
% 3,2 4,3 5,8 7,7 Tata usaha (n) 65.640 70.323 75.018 79.754
4,3 4,5 4,7 4,9 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 17.818 15.153 12.832 10.829
% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tenaga pengolahan (n) 1.029.361 1.058.149 1.083.097 1.104.864
% 66,9 67,6 67,8 67,6 Operator (n) 246.113 237.374 227.967 218.189
% 16,0 15,2 14,3 13,4 Pekerja kasar (n) 108.128 98.934 90.136 81.840
7,0 6,3 5,6 5,0 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325
% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Jika diamati menurut koridor ekonomi berdasarkan Master Plan Percepatan dan
Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang terbagi menjadi enam koridor
ekonomi, rata-rata pertambahan terbanyak terdapat di koridor Jawa (33.439
orang/tahun), kemudian koridor Bali dan Nusa Tenggara (23.904 orang/tahun), dan
koridor Sumatra sebanyak 8.658 orang/tahun. Pertambahan yang paling sedikit
terdapat di koridor Papua-Kep Maluku (5 orang/tahun) dalam periode 2011-2014. Di
koridor Kalimantan diperkirakan akan terjadi penurunan tenaga kerja industri Tekstil
dan Produk Tektil (TPT). Secara rata-rata pertambahan tenaga kerja industri TPT
mencapai 99.500 orang pertahun selama periode 2011-2014 (Tabel 8.34).
Diasumsikan pola distribusi penyerapan tenaga kerja di masa yang akan datang
mengikuti pola selama periode 2005-2010. Secara absolut koridor Jawa mempunyai
pertambahan penyerapan dan total tenaga kerja industri TPT secara absolut terbanyak,
namun kecepatan pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan koridor Bali
dan Nusa Tenggara, sehingga proporsi tenaga kerja industri TPT di Jawa menurun dari
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
143
87,6% menjadi 85,9%%, sedangkan koridor Bali Nusa Tenggara mengalami kenaikan
dari 2,2% menjadi 4,4% dalam periode 2011-2014. Bali dan Nusa Tenggara merupakan
daerah tujuan wisata sehingga industri TPT terutama pakaian jadi cukup berkembang,
terutama industri kecil dan menengah.
TABEL 8.35. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT KORIDOR EKONOMI 2011-2014
Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan TK per tahun
Jumlah Sumatra 115.158 123.223 131.803 141.133 8.658 Jawa 2.625.787 2.658.521 2.690.634 2.726.106 33.439 Kalimantan 157.944 149.414 141.290 133.754 (8.063) Sulawesi 23.981 27.248 30.948 35.188 3.736 Bali-Nusa Tenggara 66.678 85.044 108.427 138.390 23.904 Papua-Kep Maluku 830 834 839 844 5 Jumlah 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414 61.679
Persentase
Sumatra 3,9 4,0 4,2 4,4 -
Jawa 87,8 87,3 86,7 85,9 - Kalimantan 5,3 4,9 4,6 4,2 - Sulawesi 0,8 0,9 1,0 1,1 - Bali-Nusa Tenggara 2,2 2,8 3,5 4,4 - Papua-Kep Maluku 0,03 0,03 0,03 0,03 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0
- Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Diproyeksikan selama periode 2011-2014 rata-rata pertambahan penyerapan tenaga
kerja industri TPT per tahun sebesar 61.679 orang/tahun. Jika amati menurut jenis
industri TPT secara lebih rinci, terlihat bahwa pertambahan tenaga kerja terbesar
terdapat pada industri pakaian jadi bulu (40.211 orang/tahun), kemudian permadani
(15.262 orang/tahun), benang dan kain (12.203 orang/tahun) dan perajutan (2.139
orang/tahun). Industri pakaian jadi diperkirakan akan mengalami penurunan tenaga
kerja sebanyak 8.486. Di akhir periode proyeksi jumlah tenaga kerja terbanyak adalah
industri pakaian jadi bulu (1.097.064 orang) kemudian industri permadani (785.717
orang), industri benang dan kain (628.275 orang) dan yang paling rendah industri
kapuk (17.992 orang), Tabel 8.35.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
144
Dilihat dari proporsi ada kecenderungan di beberapa industri seperti benang dan kain,
permadani, perajutan dan kapuk cenderung stagnan. Peningkatan proporsi tenaga
kerja terbesar terjadi pada industri pakaian jadi bulu dari 32,7% menjadi 34,5% selama
periode 2011-2014.
TABEL 8.36. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT KELOMPOK INDUSTRI
Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan per tahun Jumlah
Benang dan Kain 591.665 602.330 614.133 628.275 12.203 Permadani 739.932 753.271 768.032 785.717 15.262 Perajutan 103.689 105.558 107.627 110.105 2.139 Kapuk 16.944 17.249 17.587 17.992 349 Pakaian jadi kain 561.719 552.284 543.480 536.261 (8.486) Pakaian jadi bulu 976.431 1.013.592 1.053.081 1.097.064 40.211 Jumlah 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414
61.679 Persentase Benang dan Kain 19,8 19,8 19,8 19,8 - Permadani 24,7 24,7 24,7 24,7 - Perajutan 3,5 3,5 3,5 3,5 - Kapuk 0,6 0,6 0,6 0,6 - Pakaian jadi kain 18,8 18,1 17,5 16,9 - Pakaian jadi bulu 32,7 33,3 33,9 34,5 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
8.5. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Elektronik 2011-2014
Industri elektronik mengalami pasang surut sebagai akibat perubahan perekonomian
dunia dan yang menjadi penyebab antara lain adalah harga bahan baku dan
ketergantungan pada impor menjadi penyebab dari kondisi di atas.
Rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri dari tahun 2005 – 2010 mencapai -
0,3 % per tahun dan selanjutnya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja masih akan
terjadi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi kemudian semakin mendorong permintaan
produk elektronik di Indonesia dan diharapkan industri elektronik di Indonesia mampu
memenuhi kebutuhan di dalam negeri selain untuk memenuhi pangsa pasar
internasional terutama ke Eropa dan Amerika.
Industri elektronika cenderung lebih bersifat capital intensive dibandingkan dengan
industri makanan dan minuman dan industri tekstil dan pakaian jadi. Perhitungan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
145
dengan ILOR menghasilkan angka sebesar 1.189, yang menunjukkan bahwa setiap 1%
pertumbuhan industri manufaktur akan menghasilkan tambahan tenaga kerja sebanyak
1.189 orang. Berdasarkan hal tersebut maka tenaga kerja industri elektronika
diproyeksikan akan meningkat dari 517.203 orang pada tahun 2011, untuk kemudian
terus meningkat menjadi 544.752 orang pada tahun 2014. Meskipun jumlah tenaga
kerja industri elektronika terus meningkat, namun jumlah tenaga kerja industri ini
pada tahun 2014 masih lebih rendah dibandingkan jumlahnya di tahun 2005 yaitu
569.090 orang.
Industri elektronik biasanya lebih banyak menyerap tenaga kerja perempuan, karena
sifat pekerjaan bidang elektronik selain memerlukan ketrampilan khusus, juga
memerlukan ketelitian, kecermatan dan kesabaran. Sifat-sifat tersebut terdapat pada
kelompok pekerja perempuan. Hasil proyeksi menunjukkan jumlah tenaga kerja
perempuan terus meningkat dan proporsinya juga meningkat dari tahun ke tahun, yaitu
dari 51,73% pada tahun 2011 menjadi 60,09% pada tahun 2014 (Tabel 8.36).
TABEL 8.37. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIKA
MENURUT JENIS KELAMIN, 2010-2014
Jenis Kelamin 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Laki-laki 249.654 238.706 227.824 217.399 Perempuan 267.549 286.523 306.286 327.353 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752
Persentase Laki-laki 48,27 45,45 42,65 39,91 Perempuan 51,73 54,55 57,35 60,09 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Tenaga kerja industri elektronik diproyeksikan pada tahun 2014 tetap didominasi
tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24 tahun sebesar 50,74% (276.423 orang) dan
tenaga kerja berumur 25-34 tahun yaitu 32,57% (177.408 orang), Tabel 8.37. Kedua
kelompok umur tersebut menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun
selama masa proyeksi. Sistem perekrutan tenaga kerja yang menggunakan out-sourcing
terutama untuk tenaga operator dan pengolahan, pada umumnya lebih mensyaratkan
pada kelompok umur muda dan berpendidikan setingkat SLTA baik umum maupun
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
146
SMK. Sedangkan untuk kelompok umur yang lebih tua menunjukkan kecenderungan
menurun terus. TABEL 8.38. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK
MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014 Umur 2011 2012 2013 2014 Jumlah
15 - 24 245.087 254.886 265.170 276.423 25 - 34 168.530 171.284 174.145 177.408 35 - 44 71.639 68.830 66.154 63.709 45 - 54 24.043 22.975 21.962 21.035 55 - 64 7.717 7.143 6.614 6.136
65+ 186 111 66 40 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752
Persentase
15 - 24 47,39 48,53 49,65 50,74 25 - 34 32,58 32,61 32,60 32,57 35 - 44 13,85 13,10 12,39 11,70 45 - 54 4,65 4,37 4,11 3,86 55 - 64 1,49 1,36 1,24 1,13
65+ 0,04 0,02 0,01 0,01 Jumlah 100 100 100 100
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Jika diperhatikan dari tingkat pendidikan, pada industri elektronik diproyeksikan akan
mengalami peningkatan untuk tenaga kerja dengan jenjang pendidikan tertentu seperti
SMK dan diploma. Industri ini membutuhkan banyak tenaga kerja untuk operator dan
pengolahan, atau membutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki ketrampilan
meskipun masih ketrampilan dasar.
Sementara untuk tenaga kerja yang berpendidikan SMP dan SMA diproyeksikan akan
mengalami penurunan cukup signifikan. Persyaratan rekrutmen pekerja baru terutama
untuk operator pada umumnya SLTA keatas, diduga menjadi faktor yang menyebabkan
penurunan tenaga kerja pada level tersebut.
Menarik untuk diperhatikan adalah lonjakan peningkatan proporsi tenaga kerja yang
berpendidikan Diploma, dari 5,93% pada tahun 2011 menjadi 24,10% pada tahun 2014.
Sementara proporsi tenaga kerja berpendidikan SMK menunjukkan peningkatan dari
2011 sebesar 38,29% menjadi 40,15% pada tahun 2013 namun kemudian menurun
menjadi 38,78% pada tahun 2014, Tabel 8.38. Penurunan tenaga kerja lulusan SMK
disebabkan karena terjadi peningkatan yang cukup tajam penyerapan tenaga kerja
lulusan Diploma.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
147
Jika proporsi pekerja dengan jenjang pendidikan SMK menunjukkan grafik huruf “u”
terbalik tetapi sangat lebar, maka proporsi pekerja dengan pendidikan SMA justru
menunjukkan penurunan yang sangat besar yaitu dari 36,13% tahun 2011 menjadi
hanya 26,05% tahun 2014. TABEL 8.39. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK
MENURUT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014
Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Maks SMP 73.977 64.376 54.369 44.120 SMA 186.857 176.244 161.328 141.898 SMK 198.029 209.181 214.440 211.232 DIPLOMA 30.661 51.469 83.850 131.260 D4+ 27.680 23.957 20.124 16.242 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752
Persentase Maks SMP 14,30 12,26 10,18 8,10 SMA 36,13 33,56 30,21 26,05 SMK 38,29 39,83 40,15 38,78 DIPLOMA 5,93 9,80 15,70 24,10 D4+ 5,35 4,56 3,77 2,98 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
TABEL 8.40. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT STATUS PEKERJAAN TAHUN 2011-2014
Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014
Berusaha sendiri 69.985 76.407 82.695 88.625 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 25.016 35.627 50.300 70.320 Berusaha dibantu pekerja dibayar 9.214 10.187 11.165 12.117 Buurh/karyawan 410.262 400.828 388.221 372.331 Lainnya 2.725 2.181 1.730 1.359 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752
Persentase Berusaha sendiri 13,53 14,55 15,48 16,27 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 4,84 6,78 9,42 12,91 Berusaha dibantu pekerja dibayar 1,78 1,94 2,09 2,22 Buurh/karyawan 79,32 76,31 72,69 68,35 Lainnya 0,53 0,42 0,32 0,25 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: LD-UI 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
148
Hasil proyeksi tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan didominasi oleh pekerja
berstatus buruh/karyawan, meskipun kecenderungannya justru menurun dari 79,32%
tahun 2011 menjadi 68,35% pada tahun 2014 atau menurun sebanyak hampir 11%
selama kurun waktu 4 tahun. Sementara itu proporsi tenaga kerja berstatus berusaha
sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup besar yaitu dari 4,89%
tahun 2011 menjadi 12,91% pada tahun 2014, Tabel 8.39. Hal yang sama juga terjadi
pada kelompok tenaga kerja berstatus berusaha sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan industri elektronik yang lebih bersifat informal dibandingkan yang
formal.
TABEL 8.41. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK
MENURUT JENIS PEKERJAAN TAHUN 2011-2014
Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Manajer 10.143 9.246 8.387 7.587 Tenaga profesional 4.199 3.268 2.530 1.954 Teknisi 62.151 70.882 80.450 91.060 Tata usaha 29.091 27.562 25.987 24.436 Tenaga Usaha Jasa & Penjualan 9.253 7.862 6.648 5.606 Tenaga pengolahan 59.936 59.358 58.502 57.502 Operator 293.907 305.984 317.018 327.556 Pekerja kasar 48.522 41.066 34.588 29.052 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752
Persentase Manajer 1,96 1,76 1,57 1,39 Tenaga profesional 0,81 0,62 0,47 0,36 Teknisi 12,02 13,50 15,06 16,72 Tata usaha 5,62 5,25 4,87 4,49 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 1,79 1,50 1,24 1,03 Tenaga pengolahan 11,59 11,30 10,95 10,56 Operator 56,83 58,26 59,35 60,13 Pekerja kasar 9,38 7,82 6,48 5,33 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Bila dilihat menurut jenis pekerjaan, tenaga kerja sektor industri elektronik pada
umumnya didominasi oleh tenaga operator, karena jenis pekerjaan inilah yang paling
banyak dibutuhkan untuk memproduksi barang elektronik maupun penunjang
elektronik. Tenaga kerja industri elektronik didominasi oleh operator yang meningkat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
149
terus dari tahun ke tahun. Hasil proyeksi menunjukkan, proporsi operator meningkat
dari 56,83% (294.907 orang) pada tahun 2011 menjadi 60,13% (327.556 orang) pada
tahun 2014. Proporsi tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaan yang juga diproyeksikan
meningkat adalah teknisi yaitu dari 12,02% pada tahun 2011 menjadi 16,72% pada
tahun 2014 (Tabel 8.40). Untuk jenis pekerjaan manajer, tenaga professional, tata
usaha, tenaga usaha jasa dan penjualan, serta pekerja kasar justru diproyeksikan akan
menurun selama masa proyeksi, meskipun penurunannya masih kecil.
Proyeksi tenaga kerja industri elektronik berdasarkan kelompok industri, menunjukkan
perubahan yang tidak berarti. Secara umum jumlah penambahan tenaga kerja yang
cukup besar terjadi pada industri komponen elektronik yaitu mencapai rata-rata 3.304
orang per tahun, posisi kedua ditempati oleh industri mesin lainnya yaitu sebanyak
1.388 orang pertahun. Sedangkan industri lainnya bertambah rata-rata kurang dari
1.000 orang per tahun (Tabel 8.41).
Pertambahan proporsi jumlah tenaga kerja industri elektronik menurut kelompok
industri, juga tidak menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Hampir semua
kelompok industri elektronik tidak menunjukkan adanya perubahan dari tahun ke
tahun, meskipun secara jumlah menunjukkan adanya pertambahan tenaga kerja.
Proyeksi tenaga kerja industri elektronik mengalami rata-rata penambahan tenaga
kerja sebanyak 9.183 orang per tahun sepanjang masa proyeksi 2011-2014. Tambahan
tenaga kerja terbanyak terjadi di koridor pembangunan ekonomi Sumatera yaitu rata-
rata mencapai 25.023 orang per tahun, sedangkan di koridor pembangunan ekonomi
Jawa justru berkurang rata-rata 16.157 orang per tahun. Sedangkan koridor lainnya
juga mengalami penambahan tenaga kerja tetapi jumlahnya hanya mencapai rata-rata
318 orang per tahun, Tabel 8.42.
Perubahan proporsi tenaga kerja industri elektronik menurut koridor menunjukkan
adanya pergantian antara Jawa dengan Sumatra. Koridor Jawa masih mendominasi
jumlah tenaga kerja tetapi secara perlahan-lahan menunjukkan kecenderungan
penurunan yaitu dari 63,03% (326.010 orang) pada tahun 2011 menjadi 50,95%
(277.538 orang) pada tahun 2014. Sementara koridor Sumatra justru meningkat dari
35.22% (182.143) pada tahun 2011 menjadi 47.22% (257.211 orang) pada tahun 2014.
Koridor lainnya, meskipun terjadi peningkatan tetapi penambahannya sangat kecil.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
150
TABEL 8.42. HASIL PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, TAHUN 2011-2014
Jenis Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan/tahun Jumlah
Mesin umum 35.634 36.187 36.799 37.532 633 Mesin khusus 55.888 56.756 57.715 58.865 992 Mesin lainnya 78.199 79.412 80.755 82.364 1.388 Peralatan kantor 18.082 18.363 18.673 19.045 321 Motor listrik dan perlengkapan 9.155 9.297 9.455 9.643 163 Alat Pengontrol listrik 5.744 5.833 5.932 6.050 102 Kabel listrik 24.072 24.446 24.859 25.355 427 Akumulator listrik 15.695 15.938 16.208 16.531 279 Bola lampu pijar 17.349 17.618 17.916 18.273 308 Alat listrik lainnya 5.007 5.084 5.170 5.273 89 Komponen elektronik 186.067 188.955 192.150 195.978 3.304 Alat komunikasi 10.936 11.106 11.294 11.519 194 Radio dan sejenisnya 55.375 56.234 57.185 58.324 983 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752 9.183
Persentase Mesin umum 6,89 6,89 6,89 6,89 - Mesin khusus 10,81 10,81 10,81 10,81 - Mesin lainnya 15,12 15,12 15,12 15,12 - Peralatan kantor 3,50 3,50 3,50 3,50 - Motor listrik dan perlengkapan 1,77 1,77 1,77 1,77
-
Alat Pengontrol listrik 1,11 1,11 1,11 1,11
-
Kabel listrik 4,65 4,65 4,65 4,65 - Akumulator listrik 3,03 3,03 3,03 3,03 - Bola lampu pijar 3,35 3,35 3,35 3,35 - Alat listrik lainnya 0,97 0,97 0,97 0,97 - Komponen electronik 35,98 35,98 35,98 35,98
-
Alat komunikasi 2,11 2,11 2,11 2,11 - Radio dan sejenisnya 10,71 10,71 10,71 10,71 - Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 - Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
151
TABEL 8.43 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK
MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2011-2014
Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan
TK per tahun Jumlah
Sumatra 182.143 205.343 230.269 257.211 25.023
Jawa 326.010 310.483 294.124 277.538 -16.157
Lainnya 9.050 9.403 9.717 10.003 318
Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752 9.183
Persentase
Sumatra 35,22 39,10 43,11 47,22 -
Jawa 63,03 59,11 55,07 50,95 -
Lainnya 1,75 1,79 1,82 1,84 -
Jumlah 100 100 100 100 -
Sumber: LD-UI, 2011 diolah
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
152
BAB IX
STRATEGI PERENCANAAN DAN PENINGKATAN SDM INDUSTRI
Salah satu masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah pengangguran.
Tahun 2005 jumlah pengangguran mencapai 10,9 juta orang (10,3%) dan menurun
menjadi 8,12 juta orang (6,8%) pada tahun 20116. Meskipun telah terjadi penurunan
jumlah penganggur, tetapi angka absolut tersebut masih cukup tinggi. Selain itu
persoalan yang juga sangat mendasar adalah penduduk yang bekerja tetapi kurang
produktif yang juga disebut sebagai pengangguran terselubung atau setengah
menganggur. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan penciptaan lapangan kerja
di semua sektor terutama di sektor industri untuk menjamin bahwa seluruh penduduk
usia kerja dapat memperoleh pekerjaan yang layak.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014 disebutkan secara
eksplisit, bahwa salah satu kondisi yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah
“tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar”. Segala
upaya pembangunan industri, baik di tahap pemulihan ekonomi maupun upaya
pembangunan industri-industri baru dan perluasan, diorientasikan untuk sesegera
mungkin menciptakan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya Hal ini berarti
pemerintah harus memberikan prioritas kebijakan pada industri-industri yang
menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar seperti industri makanan dan
minuman, tekstil dan produk tekstil serta elektronik.
9.1 Strategi Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri
Salah satu masalah tenaga kerja di sektor industri adalah rendahnya sumber daya
manusia (SDM) terutama tingkat pendidikan yang rendah yakni sebagian besar
berpendidikan SD-SMP. Meskipun ada kecenderungan tingkat pendidikan meningkat
pada tahun 2014 menjadi SMA atau SMK, tapi proporsi yang berpendidikan rendah
masih besar. Karena itu diperlukan upaya peningkatan pendidikan dan keterampilan
sehingga diharapkan produkvitas mereka juga meningkat.
6 Angka pengangguran berdasarkan Sakernas bulan Februari 2005 dan 2011, Berita Resmi Statistik, BPS, www.bps.go.id
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
153
Upaya peningkatan pendidikan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberikan
beasiswa bagi siswa dari keluarga yang tidak mampu minimal sampai SMA/SMK, serta
perluasan aksesibiltas dan akseptabilitas pendidikan bagi semua orang, dan mendorong
penurunan tenaga kerja anak. Aksesibilitas tidak hanya menyangkut ekonomi yaitu
biaya-biaya pendidikan tetapi juga aksesibilitas secara non ekonomi. Dengan demikian
mereka (lulusan SMA/SMK) memiliki keterampilan yang cukup untuk masuk ke pasar
kerja.
Untuk meningkatkan keterampilan calon tenaga kerja, pemerintah menyediakan Balai
Latihan Kerja yang bertujuan untuk membekali tenaga kerja dengan berbagai
keterampilan sehingga mereka dapat lebih cepat beradaptasi dengan kondisi pekerjaan
di industri. Balai Ketrampilan Kerja ini harus lebih spesifik dan mampu menjawab
kebutuhan sektor industri apapun, terutama yang membutuhkan ketrampilan khusus.
Hal lain yang juga harus menjadi perhatian adalah mendekatkan BLK pada penduduk
usia kerja yang membutuhkan sehingga mempermudah akses. Pendirian BLK swasta
juga perlu diberi ruang, sehingga penduduk mempunyai pilihan untuk memilih BLK
sesuai minat masing-masing.
Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, prioritas diberikan kepada angkatan kerja
usia muda yang akan masuk ke pasar kerja, agar mereka dapat berperan menjadi tenaga
kerja produktif. Selain itu pelatihan keterampilan juga diberikan kepada angkatan kerja
yang sudah bekerja, baik dalam rangka meningkatkan mutu dan produktivitas pekerja
maupun efisiensi industri.
Menurut Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014, peningkatan mutu SDM
industri dilakukan dengan sub kegiatan sebagai berikut:
a) Pengembangan SDM Industri, dengan indikator pencapaian:
(1) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM industri;
(2) Terwujudnya pendidikan untuk mendukung pengembangan kompetensi inti
daerah;
(3) Penguatan kelembagaan pelatihan dan pendidikan;
b) Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri, dengan indikator pencapaian:
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
154
(1) Terciptanya SDM industri terampil siap kerja, dan
(2) Terciptanya SDM industri terampil dan ahli madya sesuai dengan kebutuhan
industri;
c) Pengembangan SDM Aparatur, dengan indikator pencapaian:
(1) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM aparatur; dan
(2) Meningkatnya pelayanan Diklat SDM Industri;
d) Assesment SDM, dengan indikator pencapaian meningkatnya produktivitas SDM
aparatur dan Industri;
e) Pendidikan Tinggi, dengan indikator pencapaian meningkatnya produktivitas SDM
aparatur dan Industri;
Untuk meningkatkan SDM industri, di Kementerian Perindustrian sudah terbentuk Balai
Diklat yang ditujukan untuk meningkatkan SDM industri. Tugas pokok dan fungsi Balai
Diklat adalah melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur dan dunia usaha
serta masyarakat industri. Saat ini ada 7 Balai Diklat Industri yang tersebar di Indonesia
yaitu:
1. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional I Medan
2. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional II Padang
3. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional III Jakarta
4. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional IV Yogyakarta,
5. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional V Surabaya
6. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional VI Denpasar,
7. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional VII Makassar
Tantangan yang dihadapi Balai Diklat adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan
dan keterampilan terutama mengenai jumlah aparat yang kompeten dan berkualitas.
Selain itu, Balai Diklat Industri juga harus membangun kerja sama dengan industri
sehingga kualitas diklat tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi di dalam industri.
Selain itu, jumlah Balai Diklat Industri hanya 7 (tujuh) dan berada di ibukota provinsi.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
155
Jumlah dan jarak balai diklat ini menyebabkan akses tenaga kerja yang ingin
memperoleh pendidikan ketrampilan maupun perusahaan/industri yang ingin
meningkatkan kualitas dan ketrampilan pekerja menjadi sulit. Oleh sebab itu,
penambahan balai diklat serta diversifikasi ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan
industri perlu ditingkatkan.
Dalam proses rekrutment, industri sering mengalami masalah dalam mencari tenaga
kerja untuk jenis pekerjaan yang secara spesifik membutuhkan keterampilan khusus.
Untuk itu menjadi tantangan bagi Balai Diklat untuk dapat menyediakan tenaga kerja
yang dibutuhkan, sehingga industri tidak merekrut tenaga kerja dari luar negeri.
9.2 Peningkatan Kompetensi SDM Industri
Kompetensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang
dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa
menyangkut motif, konsep diri, sifat pengetahuan dan kemampuan/ keahlian.
Kompetensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan
melalui pendidikan dan pelatihan, sedangkan motif kompetensi dapat diperoleh pada
saat proses seleksi diri7. Sedangkan, standar kompetensi adalah perumusan tentang
kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau
pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan
unjuk kerja yang disyaratkan.
Tenaga kerja yang akan memasuki sektor industri perlu menyiapkan diri untuk dapat
memiliki Sertifikat Kompetensi tersebut. Untuk dapat memiliki Sertifikat Kompetensi,
masing-masing individu harus mengikuti dan lulus Uji Kompetensi.
Secara nasional, infrastruktur untuk proses sertifikasi sudah dibentuk lembaganya,
yaitu Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP merupakan badan independen
yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas
sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi
tenaga kerja8.
7 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf 8 www.bnsp.go.id
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
156
Dalam struktur organisasi BNSP terdapat Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang akan
menangani sertifikasi masing-masing profesi (bidang keahlian).
Tugas pokok LSP antara lain adalah :
- Menyusun Standar Kompetensi
- Menyusun prosedur pelaksanaan Uji Kompetensi
- Menyusun kriteria Tempat Uji Kompetensi
- Menyiapkan Assesor
- Menyelenggarakan Uji Kompetensi
- Menerbitkan Sertifikat Kompetensi.
Secara umum kompetensi diperlukan pada seluruh tenaga kerja yang terlibat dalam
industri. Tenaga kerja dalam industri dapat dikelompok menjadi tiga golongan besar
yaitu eksekutif, manajer dan karyawan yang masing-masing memiliki kompetensi yang
berbeda-beda9.
Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thingking
dan change leadership management. Strategic thingking adalah kompetensi untuk
memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang cepat, melihat peluang pasar,
ancaman, kekuatan, kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasi strategic response
secara optimal. Sedangkan change leadership adalah kompetensi untuk
mengkomunikasikan visi dan strategi industri dan dapat mentransformasikan kepada
pegawai.
Berbeda dengan tingkat eksekutif, pada tingkat manajer kompetensi yang diperlukan
meliputi aspek-aspek fleksibilitas, “change implementation”, interpersonal understanding
and empowering. Aspek fleksibilitas adalah kemampuan mengubah struktur dan proses
manajerial apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektivitas
pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi interpersonal understanding adalah kemampuan
untuk memahami nilai berbagai tipe manusia. Sedangkan, interpersonal empowering
adalah kemampuan mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab dan 9 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
157
memberikan umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan
memberikan reward untuk peningkatan kinerja.
Pada tingkat karyawan kompetensi yang diperlukan meliputi: fleksibilitas yang berarti
kemampuan untuk melihat perubahan sebagai kesempatan bukan sebagai ancaman,
mencari informasi dan motivasi untuk mengembangkan kesempatan belajar keahlian
teknis dan interpesonal, motivasi berprestasi yaitu kemampuan untuk mendorong
inovasi dan perbaikan berkelanjutan, dimensi kolaborasi yaitu kemampuan bekerja sama
secara kooperatif dalam kelompok yang multidisiplin.
Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, ada dua pendekatan baru yang
sebaiknya dilakukan oleh industri yaitu: pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan
atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan kedua, proses diklat sebagai wahana
penyiapan tenaga kerja yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan
berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT)10.
CBT merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada
hasil akhir. CBT merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan secara khusus untuk mencapai hasil
kerja yang berbasis target kinerja. Tujuan utama CBT adalah:
1. Menghasilkan kompetensi dalam menggunakan keterampilan yang ditentukan untuk
pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai
pekerjaan dan jabatan
2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang dicapai dan sertifikasi11.
Selain masalah kompetensi, yang diperlukan oleh tenaga kerja industri adalah etos kerja.
Etos kerja yang tinggi berarti bersungguh-sungguh menggerakkan seluruh potensi
dirinya untuk mencapai sesuatu. Orang yang mempunyai etos kerja tinggi sangat
menghargai waktu, tidak pernah merasa puas, berhemat dan memiliki semangat kerja
yang tinggi. Etos kerja yang tinggi akan terlihat dari perilaku pekerja yaitu mampu
10 www.bnsp.go.id 11 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
158
bekerja keras, penuh tanggung jawab, ulet, dan mandiri12. Dengan etos kerja yang tinggi
diharapkan pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya. Menumbuhkan etos kerja
memerlukan komitmen dua pihak yaitu pemberi kerja dan tenaga kerja. Pemberi kerja
wajib memenuhi hak-hak pekerja seperti upah, tunjangan, reward, dan fasilitas yang lain
sehingga pekerja merasa nyaman dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Di sisi lain,
pekerja harus menyiapkan diri untuk memberikan hasil kerja terbaik bagi pemberi kerja.
12 Otto Iskandar, 2002. “Etos kerja, motivasi, dan sikap inovatif terhadap produktivitas petani” dalam Jurnal MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 6, NO. 1, JUNI 2002
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
159
BAB X KESIMPULAN
10.1. Kesimpulan
10.1.1 Industri Manufaktur
Jumlah tenaga kerja sektor manufaktur ada kecenderungan meningkat dari
11,6 juta tahun 2005 menjadi 13,6 juta tahun 2011 atau ada tambahan 2 juta
selama 6 tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh ILOR di industri manufaktur
sebesar 48.878 artinya pertumbuhan industri manufaktur satu persen akan
meningkatkan tenaga kerja sebanyak 48.878 orang. Dengan pertumbuhan
industri manufaktur sebagaimana yang ditetapkan dalam renstra Kementerian
Perindustrian sebesar 6,1% (2010-2011), 6,75% (2011-2012), 7,47% (2012-
2013) dan 8,95% (2013-2014), maka tambahan tenaga kerja untuk periode
2010-2011 sebesar 298.156 orang, periode 2011-2012 sebesar 329.927 orang,
periode 2012-2013 sebesar 365.119 orang, dan periode 2013-2014 sebesar
437.458 orang.
Secara umum tenaga kerja manufaktur ke depan dari 2011 – 2014 mempunyai
karakteristik seperti berikut:
1. Masih didominasi kelompok umur 25 – 34 tahun
2. Tenaga kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, namun
proporsinya akan menurun dari 55% menjadi 53,8%.
3. Masih didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah yaitu SD dan SMP,
namun proporsinya cenderung menurun dan digantikan tenaga kerja
berpendidikan SLTA terutama SMK.
4. Dari sisi status, didominasi buruh dan karyawan meskipun
kecenderungannya menurun. Namun demikian proporsi tenaga kerja yang
berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap justru mengalami
peningkatan.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
160
5. Dari sisi jabatan, masih didominasi tenaga pengolahan kemudian disusul
tenaga operator dan tenaga kasar. Namun proporsinya akan mengalami
penurunan sampai akhir masa proyeksi
6. Dari koridor ekonomi berdasarkan MP3EI, terlihat bahwa jumlah tenaga
kerja terbanyak yang terserap di industri manufaktur masih terjadi di
koridor Jawa, kemudian Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara. Namun proporsi
tenaga kerja industri manufaktur di Jawa menunjukkan penurunan dari
77,3% menjadi 75,8%
7. Jika dilihat dari ketersediaan tenaga kerja, ternyata masih banyak pencari
kerja yang berpendidikan SLTA ke atas. Dengan asumsi kualifikasi tenaga
kerja sesuai dengan yang dibutuhkan pasar kerja maka supply tenaga kerja
yang tersedia di pasar kerja masih tercukupi. Jumlah pencari kerja paling
banyak tersedia di P Jawa, kemudian P Sumatera. Namun jenis pekerjaan
yang dibutuhkan belum tentu sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan
atau kualifikasinya terlalu tinggi dibandingkan dengan pendidikannya.
10.1.2 Industri Makanan dan Minuman
Berdasarkan data historis, industri makanan dan minuman didominasi oleh
industri kecil. Jenis industri makanan dan minuman untuk industri skala
besar didominasi oleh kelompok makanan lainnya dan industri minuman
hanya sekitar 6%. Proporsi nilai tambah industri mamin terhadap nilai
tambah industri skala yang sama menunjukkan peningkatan yang sangat
tajam dan di tahun 2009 mencapai 17,1%.
Tenaga kerja industri mamin dari total tenaga kerja industri manufaktur
sekitar 28,6% tahun 2007. Pekerja industri mamin skala kecil mendominasi
sekitar lebih dari 75% dari semua tenaga kerja industri mamin 2005-2007.
Nilai tambah terbesar jumlah tenaga kerja industri mamin skala besar yang
dominan berasal dari makanan lainnya, kemudian makanan olahan. Proporsi
tenaga kerja industri minuman meskipun rendah, namun proporsinya dalam
industri mamin semakin meningkat menjadi 5,6% tahun 2009.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
161
Adapun tenaga kerja industri makanan dan minuman tahun 2005-2010
menunjukkan karakteristik sebagai berikut:
1. Tenaga kerja berpendidikan rendah (maksimal SMP) masih mendominasi
namun proporsinya semakin lama semakin menurun dan diikuti oleh
peningkatan proporsi tenaga kerja yang berpendidikan SMK dan diploma.
Pola yang sama untuk industri minuman, namun tenaga kerja industri
minuman berpendidikan lebih tinggi karena proprosi tenaga kerjanya
yang berpendidikan maksimal SMP jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan yang di industri makanan.
2. Status tenaga kerja industri makanan sebagai pekerja/buruh/karyawan
paling dominan, namun proporsinya semakin menunjukkan penurunan,
diiringi dengan peningkatan pekerja yang berstatus usaha sendiri. Pola
yang sama terjadi pada industri minuman, proporsi yang bekerja dengan
status buruh/karyawan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi
yang di industri makanan.
3. Pada industri makanan, proporsi pekerja menurut umur didominasi oleh
umur kurang dari 45 tahun. Meskipun demikian proporsi pekerja pada
kelompok umur 55-64 tahun meningkat. Hal yang sama juga terjadi
pada kelompok umur pensiun (55 tahun). Pola yang sama terjadi untuk
industri minuman, dan besaran proprosi industri minuman lebih tinggi
pada kelompok umur 25-34 tahun dan lebih rendah pada kelompok usia
pensiun.
4. Hampir tidak ada perbedaan proporsi tenaga kerja menurut jenis kelamin
laki-laki dan perempuan pada industri makanan, namun pada industri
minuman proporsi tenaga kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan.
5. Sekitar sepertiga tenaga kerja di industri makanan bekerja sebagai
pembuat roti, kue kering dan kembang gula. Sedangkan di industri
minuman proporsi tenagakerja terbanyak bekerja sebagai operator mesin
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
162
pembuat bir, anggur dan minuman kemudian buruh pengepak barang dan
buruh pabrik lainnya.
6. Kebijakan yang dikeluarkan dalam mendukung perkembangan industri
makanan dan minumam dalam bentuk klaster industri dan dengan
diikutkannya kelompok industri makanan dan minuman atau dikenal
dengan industri agro akan mempercepat pertumbuhan industri ini dan
pada akhirnya akan menambah penyerapan tenaga kerja.
Hasil perhitungan ILOR dan proyeksi tenaga kerja ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Hasil estimasi ILOR dengan mengunakan data 2000-2010 untuk industri
makanan adalah 10.507 dan industri minuman 2.376. Artinya dengan
pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen, maka akan ada
penambahan tenaga kerja di industri makanan sebesar 10.507 orang dan
di industri minuman 2.376 orang.
2. Dengan pertumbuhan industri manufaktur sebagaimana yang ditetapkan
dalam renstra Kementrian Perindustrian 6,1% (2010-2011), 6,75%
(2011-2012), 7,47% (2012-2013) dan 8,95% (2013-2014), maka
tambahan tenaga kerja untuk masing-masing periode 64.093 orang,
70.922 orang, 78.487 orang, 94.038 orang untuk industri makanan dan
adalah 14.494 orang, 16.038 orang, 17.749 orang dan 21.265 orang
untuk industri minuman
3. Hasil proyeksi menunjukkan terjadi peningkatan pekerja usia 55-60 tahun
yanng cukup tajam untuk industri makanan, sedangkan pada industri
minuman lonjakan yang cukup besar pada tenaga kerja yang berumur 25-
34 tahun.
4. Terjadi peningkatan kebutuhan tenaga kerja yang cukup cepat pada
jenjang pendidikan SMK dan diploma sehingga proporsi tenaga kerja
untuk kedua jenjang semakin membesar. Namun proporsi terbanyak
masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP.
Kecepatan kebutuhan tenaga kerja yang berpendidikan SMA yang lebih
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
163
tinggi dan kecepatan penurunan kebutuhan tenaga kerja yang
berpendidikan maksimal SMP sehingga menyebabkan komposisi
terbanyak tenaga kerja di industri minuman di tahun 2014 didominasi
oleh yang berpendidikan SMA dari yang sebelumya (2009)
didominasioleh yang berpendidikan maksimal SMP.
5. Status pekerjaan berusaha sendiri dengan tidak dibantu atau dibantu
dengan buruh tidak tetap di industri makanan cenderung meningkat.
Sebaliknya tenaga kerja dengan status buruh/pegawai/karyawan
diindustri makanan menurun. Pada industri minuman akan terjadi
pertambahan yang cukup besar pada pekerja dengan status usaha sendiri
dan diikuti dengan penurunan pada status karyawan dan berusaha
sendiri dibantu dengan buruh tidak tetap.
Pada tahun 2014 proporsi tenaga kerja dengan status berusaha sendiri
sebesar 20,3% dan berusaha sendiri dibantu dengan buruh tidak tetap
sebesar 22,2% di industri makanan; dan sebanyak 24,2% pekerja dengan
status usaha sendiri di industri minuman. Hal ini erat kaitannya dengan
cepatnya peningkatan pekerja umur pensiun di atas 55 tahun dan bagi
mereka yang sudah mempunyai pengalaman dan cukup modal
kemungkinan akan membuka suatu usaha.
6. Proprosi tenaga kerja dengan jabatan/jenis pekerjaan tenaga pengolahan
masih mendominiasi kebutuhan tenaga kerja industri makanan walau
kecepatan pertumbuhannya tidak setinggi teknisi. Namun kebutuhan
tenaga teknisi di tahun 2014 hanya 2,1% dari sebelumnya 1,45 di tahun
2011. Tenaga kerja yang permintaannya berkurang di industri makanan
adalah jenis pekerjaan manajer/tenaga profesional.
Di industri minuman, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah pekerja
kasar walau prorporsinya menurun dari 25,7% menjadi 23,5%. Dalam
proyeksi ini juga terjadi peningkatan kebutuhan teknisi cukup besar dari
dari 7,4% menjadi 21,0%.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
164
7. Proporsi tenaga kerja menurut jenis kelamin pada industri makanan tidak
menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sebaliknnya
pada industri minuman didominasi oleh pekerja laki-laki walau
proporsinya mulai menunjukkan penurunan.
Tenaga kerja industri makanan dan minuman hingga tahun 2014 masih
dominan di Jawa walau proporsinya mulai menurun dan tidak terlampau
signifikan yakni menjadi 69,3% tahun 2014. Sebaliknya yang mulai
menunjukkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja di hampir semua
wilayah koriodor walau tidak terlalu besar, kecuali Sumatra yang
proporsinya menunjukkan penurunan.
10.1.3 Industri Tekstil dan Produk Tekstil
Industri TPT menyerap 21% dari total tenaga kerja industri manufaktur skala
besar dan sedang pada tahun 2009. Tingginya penyerapan tenaga kerja di
industri TPT karena sifat teknologi di industri TPT yang bersifat labor intensive
terutama di industri hulu. Berdasarkan skala industri besar dan sedang ada
kecenderungan selama tahun 2005-2009, jumlah tenaga kerja di industri tekstil
menurun tapi di industri pakaian jadi jumlahnya meningkat. Pola yang serupa
terjadi pada industri TPT skala kecil dan mikro.
Gambaran tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil tahun 2005-2010
adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari karakteristik demografi mayoritas tenaga kerja di industri TPT
didominasi usia muda mulai dari 15 tahun hingga 44 tahun sekitar 87%
tahun 2010. Ada kecenderungan jumlah tenaga yang bekerja di industri
TPT lebih banyak perempuan dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki.
Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di industri TPT sebagian besar
hanya berpendidikan rendah (maksimal SMP).
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
165
2. Status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan yang proporsinya
lebih dari 60% dari jumlah pekerja TPT. Di industri TPT selama tahun
2005 hingga tahun 2010 jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga
pengolahan, operator dan tenaga kasar.
Hasil proyeksi tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil adalah sebagai
berikut:
1. Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya dengan
pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan
serapan tenaga kerja sebesar 7.986 orang.
2. Hingga tahun 2014 tenaga kerja yang dominan di industri TPT diperkirakan
berusia muda dalam rentang usia 15-44 tahun. Diperkirakan juga tingkat
pendidikan tenaga kerja di industri TPT umumnya maksimal SMP hingga
tahun 2014. Tenaga kerja yang bekerja di industri TPT diperkirakan hingga
tahun 2014 mayoritas berstatus karyawan/buruh. Selama tahun 2011
hingga 2014, tenaga pengolahan dan operator masih akan mendominasi
dengan karaktersitik berpendidikan rendah dan berjenis kelamin
perempuan
3. Secara absolut koridor Jawa mempunyai pertambahan penyerapan dan total
tenaga kerja industri TPT secara absolut terbanyak, namun kecepatan
pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan koridor Bali dan Nusa
Tenggara, sehingga proporsi tenaga kerja industri TPT di Jawa menurun,
sedangkan koridor Bali Nusa Tenggara mengalami kenaikan periode 2011-
2014.
4. Jika amati menurut jenis industri TPT secara lebih rinci, terlihat bahwa
pertambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pakaian jadi bulu,
kemudian permadani, benang & kain; dan perajutan. Di akhir periode
proyeksi jumlah tenaga kerja terbanyak adalah industri pakaian jadi bulu
kemudian industri permadani dan yang paling rendah industri kapuk.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
166
10.1.4 Industri Elektronik
Industri elektronik menyerap tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan industri
makanan dan minuman maupun industri TPT. Meskipun penyerapan tenaga
kerja di sektor industri elektronik tidak sebesar penyerapan tenaga kerja di
sektor makanan dan minuman maupun TPT, namun industri elektronik masih
mampu menyerap 4,85% dari seluruh tenaga kerja sektor industri. Adapun
gambaran industri elektronik dari tahun 2005-2010 adalah sebagai berikut:
1. Data Sakernas menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja industri elektronik
cenderung menurun dari 569.090 tahun 2005 menjadi 509.950 atau turun
sebanyak 10,4% tahun 2010. Meskipun demikian jika diperhatikan proporsi
industri besar dan sedang menunjukkan kecenderungan sedikit meningkat
dari 99,18% tahun 2004 menjadi 99,54% pada tahun 2007. Sebaliknya
industri kecil juga cenderung menurun sedikit pula.
2. Jika diperhatikan ISIC 3 digit, nampak bahwa proporsi tenaga kerja
terbanyak pada tahun 2010 adalah tenaga kerja industri komponen
elektronik, mesin lainnya, serta radio dan sejenisnya yaitu masing-masing
35,13%, 16,63% dan 13,27%
3. Jika diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa laki-laki masih
mendominasi pekerja industri elektronik. Meskipun demikian, terjadi
kecenderungan penurunan proporsi laki-laki yang bekerja di sektor ini,
sedangkan pekerja perempuan cenderung meningkat selama 2005-2010
4. Tenaga industri elektronik didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-
24 tahun yaitu sebanyak 235.707 orang (46.22%), kemudian disusul dengan
tenaga kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850 orang (32,52%).
5. Tenaga kerja industri elektronik berpendidikan SMA mengalami fluktuasi
dari 42,79% pada tahun 2005 turun menjadi 33,99% pada tahun 2007 dan
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
167
meningkat kembali menjadi 38,04% pada tahun 2010. Hal yang sama juga
terjadi pada tenaga kerja berpendidikan SMK.
6. Industri elektronik didominasi oleh pekerja operator yaitu dari 48,13% pada
tahun 2007 menjadi 55,04% pada tahun 2010 Pekerjaan operator memang
dibutuhkan untuk industri ini karena sifat pekerjaannya adalah
mengoperasikan mesin-mesin baik untuk memproduksi dari chip sampai
merakit menjadi barang jadi seperti televise, radio, setrika, kulkas, peralatan
computer dan lain sebagainya. Posisi kedua ditempati oleh pekerja bidang
pengolahan, meskipun kecenderungannya menurun sampai 2010.
7. Tenaga kerja di industri elektronik pada umumnya bekerja sebagai buruh,
pegawai dan karyawan industri elektronik pada tahun 2010 mencapai
417.156 orang 81,80%. Jika diperhatikan lebih lanjut jumlah pekerja yang
berstatus buruh/karyawan mengalami penurunan dari tahun 2005 sebanyak
92,51 % menjadi 81,80% tahun 2010
8. Dilihat dari KBJI 4 digit, pekerja terbanyak di sektor industri mesin listrik
lainnya didominasi oleh buruh pengepak barang dan buruh pabrik lainnya
yaitu sebesar 16.736 orang (22%). Proporsi kedua terbesar adalah perakit
peralatan listrik dan perakit peralatan elektronik masing-masing 12,7% dan
12%.
9. 10 jenis pekerjaan terbanyak untuk industri radio, televisi dan peralatan
komunikasi serta perlengkapannya adalah perakit peralatan elektronik yaitu
99.946 orang (50,4%). Sedangkan jenis pekerjaan sebagai tukang las, kurir,
perakit barang dari logam, perakit peralatan listrik dan sopir truk
mempunyai proporsi yang sangat kecil yaitu masing-masing sebesar 0,3%.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
168
Hasil proyeksi tenaga kerja industri elektronik adalah sebagai berikut:
1. Dengan ILOR sebesar 1.189 artinya setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi
akan menciptakan peluang kerja sebanyak 1.189 orang. Meskipun tidak
setinggi industri mamin dan ITPT, namun industri ini masih mampu
menyerap tambahan tenaga kerja.
2. Tenaga kerja industri elektronika diproyeksikan akan meningkat dari
517.203 orang pada tahun 2011, untuk kemudian meningkat terus menjadi
525.229 orang tahun 2012 dan terus meningkat menjadi 544.752 orang pada
tahun 2014.
3. Tenaga kerja perempuan mengalami peningkatan dari 249.654 tahun 2011
menjadi 327.353 orang. Sedangkan tenaga kerja laki-laki diproyeksikan
menurun dari 249.654 menjadi 217.399 (2014).
4. Tenaga kerja industri elektronik sampai tahun 2014 masih didominasi
tenaga kerja berpendidikan SMA dan SMK, dimana jumlah yang
berpendidikan SMK meningkat terus dari tahun ke tahun. Hal yang sama juga
diperlihatkan oleh tenaga kerja berpendidikan diploma.
5. Tahun 2011 jumlah tenaga kerja berstatus bekerja sendiri dengan buruh
tidak dibayar hanya berkisar 25.016 orang dan meningkat menjadi 70.320
orang pada tahun 2014. Hal yang sama juga terjadi pada tenaga kerja yang
berstatus bekerja sendiri meningkat dari 69.985 tahun 2011 menjadi 88.625
tahun 2014.
6. Tenaga kerja industri elektronik didominasi oleh jenis pekerjaan operator.
Tenaga kerja kelompok ini meningkat dari yaitu 56,83% pada tahun 2011
menjadi 60,13% pada tahun 2014. Pekerjaan operator sangat dibutuhkan
dalam industri ini, sehingga pendidikan pun diutamakan mereka yang
berpendidikan minimal SMA atau SMK sederajat. Proporsi kedua ditempati
oleh pekerja teknisi dan menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari
12,02% tahun 2011 menjadi 16,72% tahun 2014.
7. Tenaga kerja industri elektronik nantinya juga akan didominasi dengan
tenaga kerja berpendidikan SMK, SMA dan Diploma, berada pada umur yang
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
169
masih muda yaitu 15-34 tahun, dan sebagian besar berjenis kelamin
perempuan.
8. Dari sisi Koridor pengembangan ekonomi, diproyeksikan peran Jawa akan
mulai menurun digantikan oleh Koridor Sumatra. Diperkirakan pada tahun
2014 nanti, Koridor Sumatra akan menyerap tenaga kerja sebanyak 47,22%
Sementara Jawa menurun menjadi hanya 50,95%.
10.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka direkomendasikan untuk
beberapa hal dalam rangka pengembangan ketenagakerjaan sektor industri
manufaktur, industri makanan minuman, ITPT dan elektronik sebagai berikut;
1. Peningkatan SDM Industri melalui peningkatan pemerataan dan akses
pendidikan menengah dan menengah atas hingga ke pelosok-pelosok
daerah. Peningkatan aksesibilitas dan pemerataan pendidikan dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
• Menyusun grand strategy untuk meningkatkan sumber daya manusia
dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti kementerian
pendidikan, kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, kementerian
pemberdayaan perempuan, kementerian agama (jalur pendidikan
madrasah) dan lain sebagainya.
• Di jalur pendidikan formal, pemerintah (dalam hal ini bisa bekerjasama
dengan swasta) untuk memberikan beasiswa lebih luas kepada penduduk
miskin untuk menamatkan pendidikan SLTP dan SLTA nya. Beasiswa
yang diberikan tidak hanya meliputi biaya sekolah tetapi juga
memperhitungkan jarak dan biaya-biaya minimal untuk pendidikan
tersebut (biaya buku dan peralatan sekolah). Selain itu diperlukan
langkah-langkah untuk menahan murid agar tetap bersekolah, dengan
skema beasiswa dengan persyaratan yang lebih keras agar tidak terjadi
drop out sekolah.
• Mengembangkan kurikulum yang lebih baik dan beragam untuk
menjawab tantangan permintaan pasar yang semakin meningkat
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
170
terutama untuk pendidikan SMK, sehingga mereka mampu memenuhi
permintaan pasar. Lulusan SMK diharapkan sudah memiliki sertifikat
sesuai dengan bidang yang pelajari di sekolah, sehingga mereka lebih
mudah diterima di pasar kerja terutama di industri.
• Di jalur pendidikan non formal peningkatan kualitas SDM bisa dilakukan
dengan memberikan training bagi lulusan SLTA umum atau SLTP, agar
memiliki ketrampilan untuk memenuhi permintaan pasar tenaga kerja.
Training dapat diselenggarakan oleh Balai Diklat atau Balai Latihan Kerja
yang dikelola oleh pemerintah maupun pusat-pusat training yang dikelola
oleh swasta. Dalam hal training ini diperlukan diversifikasi ketrampilan
yang dibutuhkan, yang dilengkapi dengan kurikulum yang jelas sesuai
bidang ketrampilan yang diberikan, tenaga pendidikan/instruktur yang
handal, memiliki kompetensi dan berkualitas.
• Balai latihan kerja sudah harus mempunyai standar kompetensi tertentu
dan lulusannya haru sudah mempunyai sertifikasi sesuai bidang keahlian
yang diberikan. Dalam hal ini pemerintah mendorong terjadinya
kerjasama antara balai latihan kerja, balai pendidikan dan latihan
maupun training center dengan lembaga-lembaga sertifikasi nasional
untuk memperoleh sertifikat bagi lulusannya.
• Mendorong berdirinya balai latihan kerja baik pemerintah maupun
swasta ke kabupaten/kota agar memudahkan akses penduduk untuk
mengikuti latihan kerja di tempat tersebut.
• Melakukan pemetaan kebutuhan spesifikasi tenaga kerja dari pelaku
industri, agar BLK mampu mengembangkan kurikulum sesuai permintaan
industri.
2. Kompetensi Tenaga Kerja
Melakukan pemetaan dan penyusunan standar kompetensi tenaga kerja
yang dibutuhkan dalam kegiatan industri, sehingga menjadi pedoman bagi
pemerintah di Kabupaten/Kota dan pelaku industri serta masyarakat,
standar kompetensi apa yang harus dipersiapkan. Pada tahap pertama bisa
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
171
dilakukan untuk 3 industri terpilih yaitu industri makanan dan minuman,
industri tekstil dan produk tekstil dan produk tekstil serta industri
elektronik.
3. Peningkatan etos kerja
Selain masalah kompetensi, yang diperlukan oleh tenaga kerja industri adalah
etos kerja. Etos kerja yang tinggi berarti bersungguh-sungguh
menggerakkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu. Orang yang
mempunyai etos kerja tinggi sangat menghargai waktu, tidak pernah merasa
puas, berhemat dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Dengan etos kerja
yang tinggi diharapkan pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya
4. Pemerintah harus membuat sistem informasi pasar kerja industri terpadu
yang berisi tentang informasi pasar kerja yang tersedia, yang dilengkapi
dengan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Sistem pasar kerja ini
dibangun dari kabupaten/kota sampai ke pusat dan harus on line dengan
pelaku usaha industri. Didalam sistem ini berisi database perusahaan,
permintaan tenaga kerja dan spesifikasinya, penawaran tenaga kerja,
kesempatan kerja yang sudah terisi, skala industri, upah dan jabatan yang
ada di masing-masing industri. Dalam hal, ini pelaku industri diharapkan
berpartisipasi aktif untuk mengupdate informasi mereka.
Sistem ini harus mudah diakses oleh masyarakat yang memerlukan
informasi pasar kerja, sehingga masyarakat mempunyai berbagai pilihan
sesuai dengan sepsifikasi masing-masing.
Sistem ini diharapkan on line dengan sistem pasar kerja Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, pajak, Ditjen administrasi kependudukan, asuransi
agar tenaga kerja memperoleh kemudahan untuk mengurus berbagai hal
yang menyangkut pelayanan publik di atas.
5. Mendorong tersusunnya database industri yang meliputi jenis industri (8
industri utama), skala industri, tenaga kerja yang terserap, karakteristik
tenaga kerja yang terserap (menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
172
pekerjaan, status pekerjaan, upah, jam kerja dll), tenaga kerja yang
dibutuhkan industri tersebut.
6. Mendorong peran Dinas Perindustrian Kabupaten/Kota untuk berperan aktif
dalam pembinaan industri besar dan sedang selain industri kecil. Dalam hal
ini pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan mampu menyusun sistem
informasi pasar kerja yang on line dengan Kementerian Perindustrian,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta kantor pelayanan publik
yang terkait.
Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014
173
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Statistik Indonesia. 60 Tahun Indonesia Merdeka.
BPS. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia (Sakernas), berbagai tahun
BPS. Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun.
BPS. Profil Industri Kecil dan Mikro, berbagai tahun
BPS. Berita Resmi BPS berbagai tahun
BPS. 2010. Data Strategis BPS.
BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014. Edisi Januari 2009,
Jakarta
Kementerian Perindustrian. 2010. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian
Perindustrian 2010 – 2014, Jakarta
Kementerian Perindustrian 2010. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok
Kebijaksanaan Fiskal 2012. Jakarta
Kuncoro, Mudrajad. 2005. “Industri Indonesia di Persimpangan Jalan”, KOMPAS (Sabtu,
19 Februari 2005)
Lembaga Manajemen FEUI, 2010. Proyeksi Ekonomi Makro 2011-2014, Masukan Bagi
Pengelola BUMN.
Miranti, Ermina 2007. “Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi Dan
Peluang”, dalam Economic Review, No. 209, 2007.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009.
Yanfitri, Yanti K. 2010. “Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus
Bisnis”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010.