192
Biro Perencanaan|Kementerian Perindustrian|2011 PERENCANAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2012-2014

Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri

Embed Size (px)

Citation preview

Biro Perencanaan|Kementerian Perindustrian|2011

PERENCANAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2012-2014

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Menurut BPS, sejak tahun 1991 peran sektor industri manufaktur telah menggantikan

peran sektor pertanian sehingga saat ini masih memberikan share yang paling besar dalam

struktur perekonomian, yakni sekitar 25 persen (1,59 trilyun) dari total Produk Domestik

Bruto sebesar 6,42 trilyun atas dasar harga berlaku.

Perencanaan Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri merupakan salah satu upaya untuk

mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk sektor industri atau meningkatkan kualitas

tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara tenaga kerja yang

dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia. Dengan demikian perencanaan tenaga kerja ini

dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja pelaku usaha seperti kriteria tentang kompetensi,

skill/keterampilan, dan kualitas SDM.

Dengan pertimbangan karakteristik industri yang cenderung labor intensive, mempunyai

keterkaitan dengan industri lain yang cukup kuat atau backward dan forward linkage yang

cukup baik, maka ruang lingkup pembahasan dibatasi untuk (i) Kelompok Industri

Makanan dan Minuman, (ii) Kelompok Industri Tekstil dan Produk Tekstil dan (iii)

Kelompok Industri Elektronik.

Tujuan dilakukannya penyusunan tenaga kerja sektor industri ini adalah untuk (1)

menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja kelompok

industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan pakaian jadi, dan (iii) elektronik; (2)

menghitung ILOR (Incremental Labor Output Ratio) ketiga kelompok industri tersebut di

butir 1; (3) melakukan proyeksi tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri tersebut

periode 2011-2014; dan (4) mendapatkan temuan-temuan untuk menentukan strategi

perencanaan dan peningkatan produktivitas tenaga kerja.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

iii

Kondisi Eksisting

Jumlah industri skala besar dan sedang tahun 2009 berjumlah 24.468 buah dan tiga

industri terbanyak adalah a) industri makanan dan minuman, b) tekstil dan furniture dan

c) industri pengolahan lainnya dengan persentase berturut-turut 24%, 20,6% dan 9,8%.

Jumlah industri kecil tahun 2010 berjumlah 1.732.724 buah dengan proporsi terbanyak

adalah a) industri makanan, b) Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk

furnitur), c) Industri Barang Anyaman dari Rotan, d) Bambu dan sejenisnya dan yang

ketiga industri pakaian jadi (BPS, 2009).

Dengan menggunakan data Sakernas, jumlah tenaga kerja industri di industri makanan

dan minuman (mamin) pada tahun 2010 berjumlah 3.294.588 orang. Selama periode

2005-2010 jumlahnya meningkat dengan rata-rata 184.684 orang atau 6,9% per tahun.

Data terakhir juga menunjukkan pekerja di mamin didominasi oleh industri makanan

(96,1%) dan hanya 3.2% di industri minuman.

Jika dilihat menurut kategori 3 digit, proporsi tenaga kerja yang terbanyak terdapat pada a)

industri makanan lainnya, b) pengolahan padi dan c) makanan olahan dengan persentase

masing-masing 67,1%, 16,7 dan 11,5%. Tren periode 2005-2010 menunjukkan proporsi

(%) jumlah tenaga kerja industri makanan lainnya dan industri minuman cenderung

menurun, kemudian diikuti dengan peningkatan proporsi tenaga kerja di industri

pengolahan padi dan industri makanan olahan.

Berdasarkan indepth interview terhadap beberapa industri di Makasar dan Surabaya,

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk industri makanan dan minuman sudah tercukupi dari

wilayah setempat karena kebanyakan tenaga kerja yang dipelukan berpendidikan SMP dan

SMA dan ketersediaan tenaga kerja dengan pendidikan tersebut masih tersedia. Untuk

tenaga kerja yang memerlukan kualifikasi atau keahlian khusus, industri mengalami

kesulitan seperti tenaga packing, pengawetan dan pewarnaan, serta tenaga untuk operator

mesin boiler masih sulit untuk didapatkan. Bahkan untuk tenaga cold storage masih

didatangkan dari Jepang. Teknologi yang digunakan di industri makanan dan minuman

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

iv

masih relatif sederhana, dan ini terlihat dari tenaga kerja yang terserap masih didominasi

oleh yang pendidikan kurang dari SLTA.

Dengan menggunakan data Sakernas, jumlah tenaga kerja industri Tekstil dan Produk

Tekstil (TPT) berjumlah 2.941.664 orang tahun 2010 dan rata-rata penyerapan tenaga

kerja industri TPT 156.108 orang per tahun. Dilihat dari distribusi menurut umur, pekerja

industri TPT didominasi usia muda (15- 44) tahun sekitar 87%.

Distribusi tenaga kerja menurut jenis kelamin menunjukkan proporsi perempuan (60%)

lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki (40%). Proporsi tenaga kerja perempuan

cenderung meningkat dan sebaliknya dengan proporsi tenaga kerja laki-laki cenderung

menurun.

Jika dilihat menurut pendidikan, sebagian besar tenaga kerja berpendidikan tertinggi SMP,

kemudian SMA dan SMK yakni berturut-turut 66,2%, 19,0% dan 12,0% pada tahun 2010.

Jumlah pekerja dengan pendidikan tertinggi SMP terus meningkat, namun proprosinya

sejak tahun 2007 cenderung menurun.

Hasil wawancara di beberapa industri dan dinas perindustrian serta asosiasi/kadin di

Bandung, secara umum ketersediaan tenaga kerja untuk industri tekstil dan pakaian jadi

tersedia dalam jumlah yang cukup, karena banyak tenaga lulusan SLTA atau SMK yang

tertarik untuk bekerja di industri TPT. Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja

kasar, industri tidak kesulitan mencari tenaga kerja. Namun untuk beberapa jenis

pekerjaan seperti tenaga teknik pencelupan dan tenaga teknik elektro lemah sulit untuk

direkrut.

Jumlah tenaga kerja di industri elektronik sebanyak 509.950 orang tahun 2010 dan jika

dilihat perkembangan jumlah tenaga kerja industri ini mengalami penurunan rata-rata

11.828 orang/tahun. Jika diperhatikan menurut umur, tenaga industri elektronik

didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24 tahun sebanyak 235.707 orang

(46.22%), kemudian disusul dengan tenaga kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850

orang (32,52%).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

v

Jika diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa tenaga kerja laki-laki (lebih dari 50%)

masih mendominasi pekerja industri elektronik. Tenaga kerja berpendidikan maksimal

SMP mengalami fluktuasi, dari 22,99% tahun 2005 meningkat menjadi 29,93% tahun 2007

dan menurun kembali menjadi hanya 16,32% pada tahun 2010. Hal ini disebabkan bahwa

untuk rekruitmen tenaga kerja baru lebih banyak disyaratkan untuk mereka yang

berpendidikan minimal SLTA.

Berdasarkan hasil wawancara dengan industri elektronik, jumlah tenaga kerja khusus

untuk operator jumlahnya sudah memadai, karena jumlah pekerja akan bertambah atau

berkurang berdasarkan pasar atau rencana produksi yang akan dilakukan. Jika permintaan

pasar meningkat, maka industri dengan cepat akan mencari tenaga operator baru. Tenaga

kerja umumnya bekerja dengan sistem kontrak kerja sehingga memudahkan industri

untuk segera mencari tambahan atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai dengan

kondisi permintaan pasar.

Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Proyeksi penyerapan tenaga kerja industri makanan dan minuman, tekstil dan produk

tekstil (TPT), dan elektronik didasarkan pada hasil etimasi ILOR. Angka ILOR

menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan untuk setiap 1 (satu)

persen penambahan output.

Hasil proyeksi menunjukkan bahwa selama tahun 2011-2014 diperkirakan jumlah tenaga

kerja di sektor manufaktur terus meningkat dari 14,1 juta orang pada tahun 2011 menjadi

15,2 juta orang pada tahun 2014 atau ada tambahan tenaga kerja sebesar 1,1 juta orang

selama 3 tahun ke depan.

Hasil estimasi ILOR industri makanan sebesar 10.507 artinya pertumbuhan industri

manufaktur satu persen akan meningkatkan jumlah pekerja di industri makanan sebesar

10.507 orang. Sedangkan ILOR di industri minuman lebih kecil yakni 2.376.

Pada industri makanan dan minuman, secara umum diproyeksikan akan ada tambahan

tenaga kerja sebanyak 99.500 orang per tahun dari tahun 2011 hingga 2014. Pertambahan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

vi

tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pengolahan padi (50.468 orang/tahun),

kemudian makanan lainnya (26.862 orang/tahun), minuman 18.351 orang/tahun dan

industri makanan olahan dan industri susu berturut-turut 2.595 orang/tahun dan makanan

olahan 1.244 orang/tahun.

Karakteristik tenaga kerja industri makanan dan minuman di masa depan adalah:

a. berpendidikan maksimal SMP: untuk industri makanan, dan berpendikan SMA/SMK:

untuk industri minuman,

b. mayoritas tenaga kerja industri makanan adalah perempuan sedangkan mayoritas

tenaga kerja industri minuman adalah laki-laki,

c. berumur 15-44 tahun,

d. status pekerjaan yang dominan, untuk industri makanan adalah buruh/karyawan/

pegawai dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, untuk industri

minuman adalah buruh/karyawan/pegawai,

e. jenis pekerjaan yang dominan untuk industri makanan adalah tenaga pengolahan

sedangkan untuk industri minuman adalah tenaga operator dan tenaga kasar.

Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya pertumbuhan industri

manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan serapan tenaga kerja sebesar 7.986

orang. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen akan meningkatkan penyerapan tenaga

kerja sebanyak 48.715 orang dengan rincian industri tekstil 23.669 orang dan industri

pakaian jadi/produk testil sebanyak 25.046 orang.

Pada industri TPT, diproyeksikan selama periode 2011-2014 rata-rata pertambahan

penyerapan tenaga kerja per tahun sebesar 61.679 orang/tahun. Jika diamati menurut jenis

industri TPT secara lebih rinci, tambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri

pakaian jadi bulu (40.211 orang/tahun), kemudian diikuti oleh industri permadani (15.262

orang/tahun), industri benang dan kain (12.203 orang/tahun) dan industri perajutan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

vii

(2.139 orang/tahun). Namun, industri pakaian jadi diperkirakan akan mengalami

penurunan tenaga kerja sebanyak 8.486 orang per tahun.

Karakteristik tenaga kerja industri TPT di masa depan adalah sebagai berikut:

a. sebagian besar berpendidikan SMA/SMK

b. mayoritas tenaga kerja perempuan

c. berumur 15-44 tahun

d. status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan/pegawai

e. jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga operator

Industri elektronik cenderung lebih bersifat capital intensive dibandingkan dengan industri

makanan dan minuman dan industri TPT. Perhitungan dengan ILOR menghasilkan angka

sebesar 1.189, yang menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan output akan

menghasilkan tambahan tenaga kerja sebanyak 1.189 orang.

Secara umum jumlah penambahan tenaga kerja di industri mesin dan elektronik mencapai

9.183 orang pertahun. Jika dilihat menurut jenis industri tambahan tenaga kerja yang

cukup besar terjadi pada industri komponen elektronik yaitu mencapai rata-rata 3.304

orang per tahun. Posisi kedua ditempati oleh industri mesin lainnya yaitu sebanyak 1.388

orang pertahun.

Karakteristik industri elektronik di masa depan adalah sebagai berikut:

a. sebagian besar berpendidikan maksimal SMP

b. mayoritas tenaga kerja perempuan

b. berumur 15-44 tahun

c. status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan/pegawai tapi ada

kecenderungan di masa depan pada industri tekstil banyak didominasi berusaha

sendiri.

d. jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga pengolahan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

viii

Strategi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja

Untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, 2 (dua) strategi yang direkomendasikan

yaitu:

1. Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui :

a. Penyediaan Balai Latihan Kerja baik pemerintah atau swasta;

b. Mengoptimalkan Balai Diklat Industri yang sekarang sudah ada di 7 (tujuh) wilayah

di Indonesia; dan

c. Meningkatkan mutu tenaga pengajar di Balai Diklat industri.

2. Kompetensi Tenaga kerja :

Kompetensi adalah motif, konsep diri, sifat pengetahuan dan kemampuan/ keahlian

yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat

kinerjanya, dimana :

a. Tenaga kerja yang akan memasuki sektor industri perlu menyiapkan diri untuk

dapat memiliki Sertifikat Kompetensi tersebut. Untuk dapat memiliki Sertifikat

Kompetensi, masing-masing individu harus mengikuti pelatihan dan lulus Uji

Kompetensi.

b. Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, ada dua pendekatan baru yang

sebaiknya dilakukan oleh industri yaitu: Pertama, penyiapan tenaga kerja

didasarkan atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan Kedua, proses diklat

sebagai wahana penyiapan tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan

pendekatan pelatihan berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

ix

KATA PENGANTAR

Di dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional,

dijelaskan, bahwa dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan,

pendalaman dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas, yakni :

I. Kelompok Industri Manufaktur, yang meliputi (1) Industri Material Dasar : Industri

Besi dan Baja, Industri semen, Industri Petrokimia dan Industri Keramik; (2) Industri

Permesinan : Industri Peralatan Listrik & Mesin Listrik, dan Industri Mesin & Peralatan

Umum dan (3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja : Industri Tekstil dan Produk

Tekstil, Industri Alas Kaki, dan Industri Farmasi dengan bahan baku dalam negeri.

II. Kelompok Industri Agro, yang meliputi cabang Industri kelapa sawit, Industri karet

dan barang karet, Industri Kakao dan Coklat, Industri Gula, Industri Kopi, Industri

Buah-buahan, Industri Kayu dan Barang Kayu, Industri Hasil Perikanan dan Laut,

Industri Pulp dan Kertas , dan Industri Pengolahan Susu.

III. Kelompok Industri Alat Angkut, yang meliputi Industri Kendaraan Bermotor,

Industri Perkapalan, Industri Kedirgantaraan, dan Industri Perkeretaapian.

IV. Kelompok Industri Elektronika dan Telematika, yang meliputi Industri Elektronika,

Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat

Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri

Perangkat Lunak dan Content Multimedia dan Industri Kreatif Teknologi Informasi dan

Komunikasi.

V. Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu,

yang meliputi Industri Perangkat Lunak dan Content Multimedia, Fashion, dan

Kerajinan & Barang Seni.

VI. Kelompok Industri Kecil dan Menengah Tertentu, meliputi industry-industri

pengolahan : Industri batu Mulia & Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah

& Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

x

Berdasarkan kelompok-kelompok industri tersebut, dalam penyusunan Perencanaan

Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2012-2014 dipilih 3 (tiga) industri yang padat tenaga

kerja (Industri Tekstil dan Produk Testil, Industri Makanan dan Minuman, serta Industri

Elektronika).

Perencanaan tenaga kerja (PTK) di sektor industri perlu dilakukan sebagai salah satu

upaya untuk mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk di sektor industri atau

meningkatkan kualitas tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara

tenaga kerja yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia.

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah tersusun buku “Buku

Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2012-2014” yang merupakan hasil

kerjasama Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian dengan Tim Ahli dari Lembaga

Demografi Universitas Indonesia dan Biro Pusat Statistik.

Disadari bahwa buku ini berisi tulisan awal dan selanjutnya perlu diikuti dengan kajian-

kajian, seperti standar kompetensi, strategi peningkatan kualitas SDM dan lain sebagainya.

Akhir kata kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu selesainya penulisan ini, masukan dan saran sangat diperlukan untuk

penyempurnaan isi buku ini selanjutnya.

Jakarta, Desember 2011

Biro Perencanaan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xi

DAFTAR ISI

EXECUTIVE SUMMARY ii KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI x BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan 3 1.3 Ruang Lingkup kegiatan 4 1.4 Hasil yang Diharapkan 4 II METODOLOGI 5 2.1 2.2

Data Beberapa Pengertian Dasar

5 6

2.2.1 Pengertian Incremental Labor Output Ratio (ILOR) 6 2.2.2 Pengertian Output 7 2.2.3 Pengertian Tenaga Kerja 7 2.2.4 Industri Manufaktur 7 2.3 Rumus Dasar 9 2.4 Asumsi dasar 10 2.5 Proyeksi Tenaga Kerja 10 III KEBIJAKAN INDUSTRI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA 12 3.1 Kebijakan Industri Nasional 12 3.2 Peta Panduan (road map) industri terpilih. 18 3.2.1 Road map Industri Makanan dan Minuman 18 3.2.2 Road map industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) 19 3.2.3 Road map Industri Elektronika dan Telematika. 20 3.3 Kebijakan Tenaga Kerja 21 IV INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL 24 4.1 Struktur Produk Domestik Bruto 2005-2010 24 4.2 Struktur Industri Manufaktur 27 4.2.1 Perkembangan Nilai Tambah Industri Manufaktur 28 4.2.2 Perkembangan Jumlah Industri Manufaktur 30 V TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN

NASIONAL 35

5.1 Struktur Tenaga Kerja dalam Perekonomian Nasional 2005-2011 35 5.2 Struktur Tenaga Kerja dalam Sektor Industri Manufaktur 2005-2011 37

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xii

VI PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL (ITPT), DAN ELEKTRONIK

44

6.1. Industri Makanan dan Minuman 44 6.1.1 Perkembangan Jumlah dan Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman 44 6.2 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) 47 6.2.1 Perkembangan Jumlah Industri TPT Besar, Sedang, dan Kecil 48 6.2.2 Perkembangan Nilai Tambah Industri TPT 51 6.3 Industri Elektronik 51 6.3.1 Perkembangan Jumlah Industri Elektronik Besar-Sedang dan Kecil 53 6.3.2 Nilai Tambah Industri Elektronik 55 VII PERKEMBANGAN TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN

MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL DAN ELEKTRONIK 57

7.1 Gambaran Tenaga Kerja Industri Manufaktur 57 7.2 Gambaran Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 69 7.2.1 Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 69 7.2.2 Permasalahan Industri Makanan dan Minuman: Kasus Kota Surabaya dan

Makassar 82

7.3 Gambaran Tenaga Kerja ITPT 85 7.3.1 Tenaga Kerja ITPT menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi 86 7.3.2 Permasalahan Industri Tekstil & Produk Tekstil: Studi Kasus Jawa Barat 93 7.4 Gambaran Tenaga Kerja di Industri Elektronik 96 7.4.1 Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Karakteristik Demografi dan

Ekonomi 98

7.4.2 Permasalahan Tenaga Kerja Industri Elektronik : Kasus Kota Batam 105 VIII PROYEKSI TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI 2012-2014 109 8.1 Asumsi Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur 109 8.1.1 Hasil Estimasi Incremental Labor Output Ratio (ILOR) 109 8.1.2 Pertumbuhan Industri Manufaktur 111 8.1.3 Hasil Estimasi Pertambahan Tenaga Kerja 113 8.2 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur 115 8.3 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 124 8.4 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil 133 8.5 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Elektronik 144 IX STRATEGI PERENCANAAN DAN PENINGKATAN SDM INDUSTRI 152 9.1 Strategi Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri 152 9.2 Peningkatan Kompetensi SDM Industri 155 X PENUTUP 159 10.1 Kesimpulan 159 10.2 Rekomendasi 169 DAFTAR PUSTAKA 173

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xiii

DAFTAR TABEL

TABEL Hal

4.1 Komposisi PDB berdasarkan Harga Konstan 2000, 2005-2010 25

4.2 Rata-rata Pertumbuhan PDB Harga Konstan 2000, 2005-2010 26

4.3 Struktur Industri Manufaktur HK 2000, 2005-2010 27

4.4 Nilai Tambah Industri Besar Sedang (IBS), 2005-2009 28

4.5 Distribusi Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Besar dan Sedang Menurut Kelompok Industri, 2005-2009

29

4.6 Nilai Output Industri Kecil, 2010 30

4.7 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil 2004-2007 31

4.8 Persentase Jumlah Industri Besar Terhadap Semua Skala Industri

di masing-masing Kelompok Industri, 2004-2007

32

4.9 Distribusi Jumlah Industri Besar dan Sedang 2005-2009 33

4.10 Distribusi Jumlah Industri Kecil, 2010 34

5.1 Jumlah Tenaga Kerja Umur 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha 2005-2011

35

5.2 Persentase Tenaga Kerja Umur 15+ Tahun Menurut Lapangan Usaha, 2005-2011

36

5.3 Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Pertanian, Industri, Perdagangan dan Jasa, 2005-2011 (Persen/Tahun)

37

5.4 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Umur Menurut Pendidikan

38

5.5 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2005-2011

39

5.6 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2011

40

5.7 Rata-rata Upah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Umur 15+ Tahun Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2011 (Rp/bulan)

42

5.8 Produktifitas Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang 2005-2009 ((Juta Rp/Pekerja/tahun)

43

6.1 Jumlah dan Distribusi Industri Makanan dan Minuman Menurut Skala Usaha 2004-2007

45

6.2 Jumlah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar dan Sedang 2004-2009

45

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xiv

6.3 Distribusi Jumlah Perusahaan Makanan Minuman Skala Besar Sedang 2004-2008

46

6.4 Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar Sedang 2001-2009

46

6.5 Struktur Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Skala Besar dan Sedang (%), 2004-2009

47

6.6 Daftar Lokasi Pengembangan Industri Pengolahan Komoditi Unggulan Daerah Menurut Provinsi

48

6.7 Jumlah Industri TPT Skala Besar dan Sedang 2004-2009 49

6.8 Distribusi Persentase Industri TPT Skala Besar Sedang 2004-2009 49

6.9 Jumlah Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Skala Besar dan Sedang, 2004-2009

50

6.10 Jumlah Industri Tekstil dan Pakaian Untuk Kategori Mikro dan Kecil, 2004-2007

50

6.11 Nilai Tambah Industri TPT Skala Besar dan Sedang (Dalam Miliar Rupiah), 2005-2009

51

6.12 Jumlah Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang Tahun 2004-2009 53

6.13 Persentase Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang Tahun 2005-2009 54

6.14 Jumlah Industri Elektronik Skala Kecil Tahun 2004-2007 54

6.15 Nilai Tambah Industri Elektronik Skala Besar dan Sedang, 2005-2009 55

6.16 Nilai Tambah Industri Elektronik 3 Digit Skala Besar dan Sedang, 2005-2009

55

7.1. Jumlah dan Presentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Kelompok Industri, 2005-2010

58

7.2. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010 60

7.3. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Umur, 2005-2010

60

7.4 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Pendidikan, 2005-2010

61

7.5 Jumlah dan Persentase Angkatan Kerja Usia 15+ Menurut Pendidikan, 2008-2010

63

7.6. Jumlah dan Persentase Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan, 2008-2010

63

7.7. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010

65

7.8. Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut 66

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xv

Jabatan, 2005-2010 7.9 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut

Koridor Ekonomi, 2005-2010 68

7.10 Distribusi Penduduk Menurut Wilayah Koridor Ekonomi, 2010 68 7.11 Jumlah Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Skala

Usaha, 2004-2007 71

7.12 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Kelompok Industri, 2005-2010

72

7.13 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Pendidikan, 2005-2010

73

7.14 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Pendidikan, 2005-2010

74

7.15 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010

75

7.16 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010

76

7.17 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Umur, 2005-2010

77

7.18 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Umur, 2005-2010

78

7.18 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010

78

7.20 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010

79

7.21 Distribusi Sepuluh Terbanyak Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Pekerjaan 2010

79

7.22 Distribusi Sepuluh Terbanyak Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Pekerjaan 2010

80

7.23 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Koridor Ekonomi 2005-2010

81

7.24 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Skala Usaha, 2005-2009

86

7.25 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Umur, 2005-2010

87

7.26 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Jenis Kelamin, 2005-2010

88

7.27 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Pendidikan, 2005-2010

89

7.28 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010

89

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xvi

7.29 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Jenis Pekerjaan, 2005-2010

90

7.30 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak di Subsektor Industri Tekstil, 2010 91

7.31 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Di Subsektor Industri Pakaian Jadi, 2010 91 7.32 Distribusi Tenaga Kerja Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Menurut

Koridor Ekonomi, 2005-2010 92

7.33 Distribusi Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Skala Usaha, 2005-2009

96

7.34 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Industri, 2005-2010

97

7.35 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Jenis Kelamin 2005-2010

98

7.36 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Umur 2005-2010

99

7.37 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Jenis Pekerjaan, 2007-2010

100

7.38 Jumlah dan Persentase Pekerja Industri Elektronik Menurut Status Pekerjaan, 2005-2010

101

7.39 Jumlah dan Persentase Pekerja Industri Elektronik Menurut Pendidikan, 2005-2010

102

7.40 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Industri Mesin Listrik Lainnya, 2010 103

7.41 Sepuluh Jenis Pekerja Terbanyak Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi serta Perlengkapannya

103

7.42 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Sektor Industri Elektronik Menurut Koridor Ekonomi 2005 – 2010

104

8.1 ILOR dan Elastisitas Beberapa Jenis Industri Terpilih 111 8.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Industri Manufaktur,

2011-2014 112

8.3 Proyeksi Pertambahan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Terpilih, 2011-2014

113

8.4 Proyeksi Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Terpilih 2011-2014 115 8.5. Proyeksi Jumlah dan Presentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Menurut Kelompok Industri, 2011-2014 116

8.6. Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Umur, 2011-2014

117

8.7 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014

118

8.8 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Tingkat Pendidikan, 2011-2014

118

8.9 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

119

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xvii

8.10 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

120

8.11 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Manufaktur Menurut Koridor 2011-2014

122

8.12 Distribusi Pengangguran Menurut Koridor Ekonomi, 2010 123

8.13 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Pendidikan, 2011-2014

124

8.14 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Pendidikan, 2011-2014

125

8.15 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

126

8.16 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

127

8.17 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

127

8.18 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

128

8.19 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Umur, 2011-2014

129

8.20 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Umur, 2011-2014

130

8.21 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014

130

8.22 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Minuman Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014

131

8.23 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Kelompok Industri, 2011-2014

132

8.24 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman Menurut Koridor Ekonomi, 2011-2014

133

8.25 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Umur, 2011-2014

134

8.26 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014

135

8.27 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Pendidikan, 2011-2014

136

8.28 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

137

8.29 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Tekstil Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

138

8.30 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi 138

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xviii

Menurut Umur, 2011-2014

8.31 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Jenis Kelamin, 2011-2014

139

8.32 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Tingkat Pendidikan, 2011-2014

140

8.33 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

141

8.34 Proyeksi Jumlah Dan Persentase Tenaga Kerja Industri Pakaian Jadi Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

142

8.35 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Koridor Ekonomi 2011-2014

143

8.36 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri TPT Menurut Kelompok Industri

144

8.37 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronika Menurut Jenis Kelamin, 2010-2014

145

8.38 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Umur, 2011-2014

146

8.39 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Pendidikan, 2011-2014

147

8.40 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Status Pekerjaan, 2011-2014

147

8.41 Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronika Menurut Jenis Pekerjaan, 2011-2014

148

8.42 Hasil Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Kelompok Industri, 2011-2014

150

8.43 Hasil Proyeksi Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Koridor Ekonomi, 2011-2014

151

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

xix

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Hal

4.1 Pertumbuhan PDB Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi Indonesia 1997 24

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengalaman beberapa negara dalam transformasi ekonomi, peningkatan share industri

manufaktur dalam perekonomian, diikuti dengan penurunan share sektor pertanian.

Hal ini akan disertai pula dengan share penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur

yang mempunyai produktifitas tinggi dan penurunan tenaga kerja pertanian yang

mempunyai produktifitas lebih rendah. Hal ini akan berdampak positif pada

peningkatan kesejahteraan pekerja dan masyarakat pada umumnya.

Menurut BPS1, peran industri manufaktur sejak tahun 1991 telah menggantikan peran

sektor pertanian sehingga saat ini masih memberikan share yang paling besar dalam

struktur perekonomian yakni sekitar 25 persen (1,59 trilyun) dari total Produk

Domestik Bruto sebesar 6,42 trilyun atas dasar harga berlaku (BPS, 20112).

Menurut Kuncoro, salah satu permasalahan yang dihadapi industri manufaktur

Indonesia adalah rendahnya kualitas SDM, sebagaimana tercermin dari tingkat

pendidikan tenaga kerja industri. Permasalahan lain yang dihadapi yang tidak kalah

beratnya adalah (i), masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan

antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30% antara

tahun 1993-2002; (ii) lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri

di Indonesia masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan “tukang rakit”, (iii) belum

terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan

industri skala besar dan (iv) kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak

subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati “monopoli”, setidaknya

oligopoli.

1 BPS. Statistik Indonesia. 60 Tahun Indonesia Merdeka. 2 BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

2

Pengamatan pertumbuhan produksi industri manufaktur selama 3 tahun terakhir

meningkat walaupun berfluktuasi dari 3,01%, 1,34% dan 4,41% berturut-turut tahun

2008-2010. Jika dilihat menurut sub sektor ISIC 2 digit, pertumbuhan produksi sangat

bervariasi antar ISIC dan sangat fluktuatif. Misalnya di tahun 2008 angka pertumbuhan

produksi berkisar antara -28,72% (industri pakaian jadi) hingga 35,45% (industri alat

angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih). Selanjutnya tahun 2009

pertumbuhan minimal -8.86% (industri pakaian jadi) dan maksimal 25,53% (industri

tembakau) dan di tahun 2010 minimal -5,43% (industri kayu) dan maksimal 19,59%

(kendaraan bermotor) ( BPS, 2011).

Berbagai upaya kebijakan dilakukan oleh Kementerian Perindustrian untuk

menumbuhkan dan meningkatkan kembali nilai tambah industri manufaktur di

Indonesia sehingga industri manufaktur di dalam periode 5 tahun mendatang masih

diharapkan tumbuh diatas rata-rata nasional. Menurut Renstra Kementerian

Perindustrian, target rata-rata pertumbuhan industri manufaktur 6,79% dengan tren

yang semakin lama semakin meningkat menjadi 8,95% di tahun 2014. Target rata-rata

menurut cabang industri bervariasi dari 2,87% (industri kayu) hingga industri

makanan, minuman dan tembakau 8,40% selama periode 2010-2014. Target yang

relatif tinggi ini tentunya akan diikuti dengan penyerapan tenaga kerja berkualitas agar

produktifitas sektor industri meningkat.

Perencanaan tenaga kerja di sektor industri merupakan salah satu upaya untuk

mempersiapkan tenaga kerja yang akan masuk di sektor industri atau meningkatkan

kualitas tenaga kerja serta untuk mengurangi terjadinya mismatch antara tenaga kerja

yang dibutuhkan dan tenaga kerja yang tersedia. Dengan demikian perencanaan tenaga

kerja ini dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja pelaku usaha seperti kriteria tentang

kompetensi, skill/keterampilan, dan kualitas SDM.

Perencanaan dan pengembangan sumberdaya manusia industri memiliki

peran/kedudukan yang sangat penting dan strategis karena dapat digunakan oleh

berbagai pihak dalam upaya pengembangan potensi SDM industri sebagai tenaga kerja

profesional yang mandiri, beretos kerja tinggi dan produktif. Pihak-pihak tersebut

antara lain pemerintah (Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Tenaga Kerja

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

3

dan Transmigrasi, dan Kementrian Perindustrian) maupun swasta (Lembaga-lembaga

pendidikan SDM milik swasta).

Karakteristik industri yang beragam memerlukan perencanaan tenaga kerja untuk jenis

industri yang spesifik. Pemilihan jenis industri yang dimaksud adalah (i) Kelompok

industri makanan dan minuman, (ii) Kelompok industri tekstil dan pakaian jadi dan (iii)

Kelompok Industri Elektronik. Pemilihan jenis industri ini dilakukan dengan

pertimbangan bahwa industri ini termasuk kategori yang labor intensive, mempunyai

backward dan forward linkage yang cukup baik dengan sektor-sektor lainnya yang

ditunjukkan dengan nilai lebih dari 1.

Selanjutnya penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dapat dijadikan

dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program

pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di sektor industri.

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Tujuan dilakukannya penyusunan tenaga kerja sektor industri ini adalah:

1. Menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja sektor

industri, khususnya kelompok industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan

pakaian jadi, dan (iii) elektronik.

2. Menghitung ILOR ketiga kelompok industri tersebut di butir 1 untuk periode

2005-2010.

3. Menganalisis kaitan dampak makro maupun mikro nilai ILOR ketiga kelompok

industri tersebut di butir 1 untuk menyusun proyeksi ILOR 2011-2014

4. Melakukan proyeksi tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri di butir 1

periode 2011-2014.

5. Mendapatkan temuan-temuan untuk menentukan strategi perencanaan dan

peningkatan produktivitas tenaga kerja di masing-masing kelompok industri.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

4

1.3. Ruang Lingkup Kegiatan

1. Menyajikan data dan informasi tentang perkembangan dan tenaga kerja sektor

industri, khususnya kelompok industri: (i) makanan minuman, (ii) tekstil dan

pakaian jadi, dan (iii) elektronik.

2. Penghitungan ILOR ketiga kelompok industri di butir 1 berdasarkan

pengelompokan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI 2005) .

3. Melakukan analisis dan evaluasi ILOR ketiga kelompok industri di butir 1 untuk

menentukan proyeksi

4. Melakukan analisis kebutuhan tenaga kerja ketiga kelompok industri di butir 1

5. Analisis jenis tenaga yang dibutuhkan di ketiga sektor indutri di butir 1 menurut

Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002

6. Analisis permasalahan kebutuhan tenaga kerja di sektor industri selama ini.

1.4. Hasil yang Diharapkan

a) Mendapatkan gambaran tentang industri dan tenaga kerja sektor industri,

khususnya industri makanan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi dan

industri elektronik

b) Tersusunnya hasil perhitungan ILOR untuk sektor industri, khususnya industri

makanan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi dan industri elektronik

periode 2005-2010,

c) Tersusunnya Analisis kebutuhan dan permasalahan tenaga kerja di sektor

industri

d) Tersusunnya Analisis dan strategi perencanaan dan peningkatan produktifitas

SDM untuk masing-masing kelompok industri.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

5

BAB II METODOLOGI

2.1. Data

Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif

diperlukan untuk menggambarkan kondisi industri makanan dan minuman, industri

tekstil dan produk tekstil serta industri elektronik. Data kuantitatif juga digunakan

untuk menghitung ILOR. Data kuantitatif yang dibutuhkan merupakan data sekunder

yang sudah dipublikasi atau tidak dipublikasi seperti Statistik Industri (SI) skala besar

dan sedang, Survei Industri kecil dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

berbagai tahun, data beberapa tulisan/artikel/studi sebelumnya.

Informasi yang diperlukan dari Statistik Industri adalah output yang diukur dengan

menggunakan nilai tambah, produktifitas dan distribusi jumlah tenaga kerja. Data yang

digunakan untuk menghitung ILOR dalam periode waktu tertentu dengan tujuan

melihat konsistensi perubahan ILOR. Data yang diperlukan dari Sakernas adalah

keadaan pekerja menurut umur, pendidikan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan

upah.

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan angka ILOR beberapa jenis industri ini

berasal dari Survei Industri Besar dan Sedang (IBS) dan Survei Industri Mikro dan Kecil

(IMK) periode 2000-2009. Selain itu digunakan pula data Produk Domestik Bruto

(PDB) atas dasar harga konstan. Untuk mendeflate output menjadi harga konstan

digunakan data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sektor industri pengolahan

menurut subsektor sebagai deflator output.

Data kualitatif digunakan untuk menangkap permasalahan tenaga kerja yang

dibutuhkan dan pengembangan sumberdaya manusia di ketiga kelompok industri

terpilih. Pengumpulan data dilakukan melalui indepth interview dengan Dinas

Perindustrian Provinsi, KADINDA/Asosiasi, dan pelaku usaha.

Informasi kualitatif diperoleh dari indepth interview terhadap masing-masing 3 industri

yang terdapat di Bandung, Surabaya, Makasar dan Batam dengan kategori kelompok

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

6

industri yang berbeda. Pemilihan keempat wilayah tersebut dengan pertimbangan

bahwa daerah tersebut cukup industri makanan dan minuman untuk wilayah Surabaya

dan Makasar, industri tekstil dan garmen untuk wilayah Bandung, dan Industri

Elektronik untuk wilayah Batam. Dengan demikian akan didapatkan masing-masing 3

industri makanan minuman di Surabaya dan Makasar, 3 industri tekstil/pakaian jadi di

Bandung dan 3 industri elektronik di Batam.

2.2. Beberapa Pengertian Dasar

2.2.1. Pengertian Incremental Labor Output Ratio (ILOR)

Incremental Labor Output Ratio (ILOR) adalah suatu besaran yang menunjukkan

besarnya tambahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menaikkan atau menambah

satu unit output. Besaran ILOR diperoleh dengan membandingkan besarnya tambahan

tenaga kerja dengan tambahan output yang dihasilkan.

Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya disebabkan oleh penambahan

tenaga kerja, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di luar tenaga kerja seperti pemakaian

investasi, penerapan teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Diasumsikan bahwa

faktor-faktor diluar tenaga kerja bersifat konstan (ceteris paribus) sehingga rasio

perubahan tenaga kerja terhadap perubahan output bersifat konstan atau ILOR

diasumsikan konstan.

Pengkajian mengenai ILOR menjadi sangat menarik karena ILOR dapat merefleksikan

besarnya produktifitas tenaga kerja. Pada akhirnya produktifitas tenaga kerja akan

menyangkut besarnya pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Konsep ILOR ini lebih

bersifat dinamis karena menunjukkan perubahan kenaikan/penambahan output

sebagai akibat langsung dari penambahan tenaga kerja.

ILOR merupakan statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan tenaga kerja untuk

menaikkan satu unit output. Sebagai contoh, misalnya tambahan tenaga kerja pada

suatu tahun di negara A adalah sebesar 300 ribu orang, sedangkan tambahan output

yang diperoleh dari hasil penambahan tenaga kerja sebesar Rp 60 miliar, maka nilai

ILOR negara A adalah sebesar 5000 orang per milyar (300.000 / 60 miliar). Angka ini

menunjukkan bahwa untuk menambahkan output sebesar 1 milyar dibutuhkan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

7

tambahan tenaga kerja sebanyak 5.000 orang. Contoh lain adalah jika laju

pertumbuhan ekonomi 5 persen dan tambahan tenaga kerja 100.000 orang, maka

tenaga kerja yang terserap untuk 1 (satu) persen pertumbuhan ekonomi adalah sebesar

20.000 orang (100.000/5).

2.2.2. Pengertian Output

Output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan seluruh faktor produksi baik

berbentuk barang atau jasa seperti tanah, tenaga kerja, modal dan kewiraswastaan. Dari

segi ekonomi nasional, output merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang

dihasilkan oleh faktor-faktor domestik dalam negeri dalam suatu periode tertentu.

Dari segi industri, output mencakup nilai barang (komoditi) jadi yang dihasilkan selama

suatu periode tertentu ditambah nilai perubahan stok barang (komoditi) yang masih

dalam proses. Output yang dimaksud adalah:

• Barang-barang yang dihasilkan.

• Tenaga listrik yang dijual.

• Selisih nilai stok setengah jadi.

Output ini dihitung atas dasar harga produsen, yaitu harga yang diterima oleh produsen

pada tingkat transaksi pertama. Karena masih mengandung nilai penyusutan barang

modal, output ini masih bersifat bruto. Untuk mendapatkan output neto atas harga

pasar, output bruto atas harga pasar harus dikurangi dengan penyusutan barang modal.

Dalam pengertian ILOR, output adalah tambahan (flow) produk dari hasil kegiatan

ekonomi dalam suatu periode atau nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan

faktor produksi. Output ini merupakan seluruh nilai tambah atas dasar biaya faktor

produksi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan usaha.

2.2.3. Pengertian Tenaga Kerja

Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau

membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam

dalam seminggu yang lalu sebelum survei. Bekerja selama satu jam tersebut harus

dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Penghasilan atau keuntungan mencakup

upah/gaji termasuk semua tunjangan dan bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

8

hasil usaha berupa sewa atau keuntungan, baik berupa uang atau barang termasuk bagi

pengusaha. Usia penduduk yang bekerja adalah mereka yang berumur 15 tahun keatas.

2.2.4. Industri Manufaktur

Industri pengolahan adalah kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi

atau setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih

tinggi nilainya. Termasuk di dalamnya adalah industri yang melakukan kegiatan jasa

industri dan pekerjaan perakitan (assembling) dari suatu industri.

Industri adalah suatu unit usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar

menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya

menjadi barang yang lebih tinggi nilainya yang terletak di suatu bangunan atau lokasi

tertentu yang mempunyai catatan administrasi sendiri mengenai produksi dan struktur

biaya serta ada orang yang bertanggungjawab terhadap resiko usaha.

Sektor industri yang termasuk dalam analisis adalah:

• Industri besar, dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih

• Industri sedang, dengan tenaga kerja 20-99 orang

• Industri mikro dan kecil, dengan tenaga kerja < 20 orang

Kode klasifikasi dan deskripsi industri manufaktur menurut KBLI 2005 industri terpilih

sebagai berikut:

Kode KBLI dan deskripsi industri makanan dan minuman terdiri dari:

151 Makanan olahan

152 Susu

153 Pengolahan padi

154 Makanan lainnya

155 Minuman

Kode KBLI dan deskripsi Industri tekstil dan produk tekstil:

171 Benang dan Kain

172 Permadani

173 Perajutan

174 Kapuk

181 Pakaian jadi kain

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

9

182 Pakaian jadi bulu

Kode KBLI dan deskripsi industri elektronika:

291 Mesin umum

292 Mesin khusus

293 Mesin lainnya

300 Peralatan kantor

311 Motor listrik dan perlengkapan

312 Alat Pengontrol listrik

313 Kabel listrik

314 Akumulator listrik

315 Bola lampu pijar

319 Alat listrik lainnya

321 Komponen electronik

322 Alat komunikasi

323 Radio dan sejenisnya

2.3. Rumus Dasar

Secara matematis rumus yang digunakan untuk menghitung ILOR adalah:

QLILOR

∆∆

= ................................................. (1)

dimana:

∆L = perubahan tenaga kerja

∆Q = Perubahan output/nilai tambah, atau Upah dan gaji

Melalui rumus dasar di atas dapat dilihat seberapa besar penambahan tenaga kerja

periode 1999-2009 dapat berpengaruh terhadap penambahan output.

Rumus dasar ILOR pada rumus (1) dapat pula dikembangkan untuk melihat seberapa

banyak tenaga yang terserap untuk setiap persentase kenaikan PDB, PDB sektor

industri manufaktur, maupun PDB total, atau dapat pula dengan menggunakan

persentase pertumbuhan output di masing-masing industri terpilih.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

10

Formula yang digunakan adalah:

PDBnPertumbuhaLILOR

%∆

= ............................. (2)

dimana:

L∆ = Perubahan jumlah Tenaga Kerja.

2.4. Asumsi dasar

Dalam penghitungan ILOR terdapat asumsi bahwa perubahan output semata-mata

hanya disebabkan oleh perubahan tenaga kerja. Faktor-faktor lain di luar tenaga kerja

seperti pemakaian barang modal, penerapan teknologi dan kemampuan

kewiraswastaan diasumsikan konstan.

Nilai output khususnya sektor industri pengolahan dalam sub bab 2.2.2 di atas masih

merupakan nilai yang berdasarkan pada harga berlaku. Untuk mendapatkan series nilai

tambah riil yang terlepas dari pengaruh perubahan harga (menurut harga konstan),

maka series tersebut harus dideflate dengan suatu indeks. Indeks yang digunakan

sebagai deflator adalah Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk masing-masing

sub sektor industri (2 digit ISIC). Dengan menggunakan harga konstan, maka perubahan

nilai tambah dari waktu ke waktu pada masing-masing sub-sektor industri pengolahan

lebih terbanding secara riil.

2.5. Proyeksi Tenaga Kerja

Tahapan melakukan estimasi jumlah tenaga kerja di industri terpilih adalah sebagai

berikut:

(i) Menghitung jumlah tenaga kerja yang terserap di tiga industri terpilih dari hasil

ILOR terpilih untuk masing-masing Industri. Sehingga dari tahapan ini akan

didapatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk masing-masing industri

di tahun 2011-2014.

(ii) Jumlah industri yang terpilih di masing-masing industri didistribusikan

menurut kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, status pekerjaan, jenis

pekerjaan, dan wilayah menurut koridor ekonomi. Diasumsikan pola

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

11

pertumbuhan tahun 2005-2010 masih akan berlanjut dalam periode 2011-2014

dan penghitungan proyeksi distribusi dengan menggunakan persamaan

eksponensial dan dengan melakukan penyesuaian agar total distribusi

berjumlah 100%.

(iii) Selanjutnya dari tahapan (i) dan (ii) akan didapatkan jumlah tenaga kerja di

masing-masing industri terpilih menurut umur, jenis kelamin, pendidikan,

status pekerjaan, jenis pekerjaan dan wilayah koridor ekonomi.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

12

BAB III KEBIJAKAN INDUSTRI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA

3.1. Kebijakan Industri Nasional

Kebijakan makro ekonomi tahun 1967 sampai 1980 merupakan kombinasi antara

kebijakan substitusi impor dengan investasi asing di sektor manufaktur terutama di

Pantai Utara Jawa. Kebijakan tersebut diikuti dengan pemusatan kegiatan ekonomi di

seputaran DKI Jakarta, akibatnya terjadi aliran tenaga kerja dari pedesaan ke daerah ini.

Kemudian pada tahun 1980-an perkembangan industri substitusi impor telah

digunakan oleh industri nasional seperti industri tekstil, yang memiliki ketergantungan

sangat besar pada ekspor minyak dan gas, sumber daya alam, serta pasar domestik

untuk produk-produk yang dihasilkan (Douglass dalam Tjiptoherijanto, 1998).

Ketika harga minyak dunia turun maka sektor industri terkena dampak dari penurunan

tersebut. Penurunan harga minyak pada era ini, menyebabkan tidak baiknya proses

industrialisasi di Indonesia. Walaupun pertumbuhan industri secara umum mengalami

penurunan, perkembangan sektor manufaktur tetap terkonsentrasi di Jawa, sehingga

76% seluruh tenaga kerja sektor manufaktur di Indonesia berada di pulau Jawa.

Perkembangan ekonomi dunia, yang memasuki era globalisasi juga mempengaruhi

kinerja perindustrian dan ketenagakerjaan di Indonesia. Kebijakan ketenagakerjaan

yang tadinya kebijakan pekerja tetap berubah menjadi tenaga kerja sistem kontrak, dan

sejak era tersebut sistem kontrak semakin berkembang, baik sistem kontrak antar

individu dan sistem kontrak melalui jasa pengerah tenaga kerja.

Sektor industri di Indonesia sampai saat ini memberikan sumbangan yang cukup besar

bagi PDB di Indonesia, tahun2010, sumbangan sektor ini mencapai 24,82%.

Industrialisasi di Indonesia sejak masa Presiden Soeharto hingga saat ini telah

mengubah struktur perekonomian Indonesia. Selama periode 1967 sampai dengan

1997 atau dalam jangka waktu 30 tahun, peran sektor industri terhadap perekonomian

Indonesia cenderung terus meningkat sampai pada akhir jabatan tahun 1997 atau

dalam jangka waktu 30 tahun peranan sektor industri pengolahan telah mencapai

26,8% dari PDB, sedangkan pangsa pertanian tercatat 16,1%.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

13

Pada pemerintahan transisi, Presiden Habibie, Abdurahman Wahid dan Megawati,

peranan sektor industri pengolahan tercatat 25% dari PDB pada tahun 1998 dan pada

tahun 2004 mencapai 28,1%. Sementara peran sektor Pertanian terhadap PDB

menurun dari 18,1% ke 14,3%. Demikian pula dengan sektor pertambangan dari 12,6%

bahkan menjadi hanya 8,9%.

Selama sepuluh tahun sampai dengan tahun 2004, kontribusi sektor industri

pengolahan terhadap perekonomian Indonesia rata-rata sebesar 26,9 %, dimana dari

jumlah tersebut industri pengolahan non migas berperan sebesar 86,5 %, dan sisanya

adalah industri pengolahan migas. Cabang (kelompok utama) industri manufaktur yang

memberikan sumbangan tinggi terhadap pembentukan PDB industri pengolahan non-

migas adalah cabang industri makanan, minuman dan tembakau; industri alat angkut,

mesin dan peralatannya; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta industri

tekstil, barang kulit dan alas kaki.

Menurut Kuncoro (2007), terdapat beberapa masalah struktural dalam sektor industri,

yaitu (1) tingginya tingkat konsentrasi dalam perekonomian dan banyaknya monopoli,

baik yang terselubung maupun terang-terangan pada pasar yang diproteksi; (2)

dominasi kelompok bisnis pemburu rente (rent-seeking) ternyata belum memanfaatkan

keunggulan mereka dalam skala produksi dan kekuatan finansial untuk bersaing di

pasar global; (3) lemahnya hubungan intra industri, sebagaimana ditunjukkan oleh

minimnya industri yang bersifat spesialis yang mampu menghubungkan klien bisnisnya

yang berjumlah besar secara efisien; (4) struktur industri Indonesia terbukti masih

dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah; (5) masih kakunya BUMN sebagai

pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan teknologi; (6) investor asing

masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan sasaran

usahanya sebagian besar masih pada pasar yang diproteksi.

Lebih lanjut dikatakan bahwa industri manufaktur Indonesia menghadapi berbagai

masalah. Pertama, masih sangat tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara,

dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 persen antara tahun

1993-2002. Kedua, lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita

masih banyak yang bertipe “tukang jahit” dan “tukang rakit”. Ketiga, rendahnya kualitas

SDM, sebagaimana tercermin dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri. Keempat,

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

14

belum terintegrasinya UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai

dengan industri skala besar. Kelima, kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak

subsektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati “monopoli”, setidaknya

oligopoli. Ini terbukti dari lebih dari 50 persen subsektor industri memiliki indeks

konsentrasi dua industri (CR2) di atas 0,5 pada tahun 2002.

Menghadapi hal tersebut maka pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono,

pembangunan sektor industri diarahkan pada visi pembangunan nasional jangka

panjang yaitu menjadikan Indonesia Negara Industri Tangguh Dunia, yang

dijabarkan dalam tahapan 5 tahunan pembangunan jangka pendek. Tahun 2015-2019,

visi pembangunan industri adalah menjadikan Indonesia Negara Industri Maju baru.

Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008

tentang Kebijakan Industri Nasional, yang diimplementasikan secara sinergi dan

terintegrasi dengan dua pendekatan yaitu:

1. Pendekatan atas bawah (Top-down)

Sebagaimana tertuang dalam pasal 2 Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008,

tentang kebijakan Industri Nasional, telah ditetapkan bahwa pemerintah yang

dalam hal ini dilakukan oleh menteri perindustrian, bertanggungjawab untuk

menyusun dan menetapkan peta panduan (road map) pengembangan klaster

industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis

agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri

penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan

menengah tertentu. Berdasarkan pasal ini pendekatan pembangunan ekonomi

dilakukan dengan pendekatan atas bawah.

Dalam pendekatan ini pemerintah menetapkan klaster industri prioritas dalam

koridor ekonomi. Industri prioritas yang dipilih sebanyak 35 klaster industri,

yang dipilih berdasarkan kemampuan daya saing domestik dan internasional.

Adapun klaster tersebut adalah: 1) kelompok klaster industri basis industri

manufaktur, 2) kelompok klaster industri agro, 3) kelompok klaster industri alat

angkut, 4) kelompok klaster industri elektronika dan telematika, 5) kelompok

klaster industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta 6)

kelompok klaster industri kecil dan menengah tertentu.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

15

Berbagai klaster tadi diarahkan pada industri-industri unggulan yang bisa

dikembangkan lebih lanjut seperti industri kecil dan menengah tertentu

difokuskan pada 5 klaster yaitu klaster industri batu mulia dan perhiasan,

klaster industri garam, klaster industri gerabah dan keramik hias, klaster

industri minyak atsiri dan klaster industri makanan ringan.

2. Pendekatan bawah atas (Bottom-up)

Pasal 3 ayat 1 Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 menetapkan bahwa dalam

rangka menetapkan kompetensi industri daerah maka pemerintah provinsi

harus menyusun peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota menyusun peta panduan pengembangan

kompetensi inti industri kabupaten/kota. Namun dalam ayat berikutnya

disebutkan bahwa Menteri yang bertugas dan bertanggungjawab menetapkan

peta panduan pengembangan industri unggulan Provinsi dan peta panduan

kompetensi inti industri Kabupaten/Kota.

Berdasarkan pasal tersebut pendekatan pengembangan industri juga dilakukan

dengan pendekatan bottom-up. Pendekatan ini dilakukan dengan

mempertimbangkan keberagaman potensi kekayaan alam dan keunggulan

komparatif dari tiap-tiap daerah yang layak dikembangkan. Oleh sebab itu

Daerah harus lebih kreatif dalam menciptakan inovasi industri berbasis potensi

dan keunggulan wilayah. Dalam hal ini pemerintah daerah harus membuat basis

kompetensi inti industri daerah. Basis kompetensi inti daerah adalah

sekumpulan keunggulan sumber daya alam dan kemampuan suatu daerah untuk

membangun daya saing dalam rangka mengembangkan perekonomian daerah.

Kompetensi inti yang dibuat harus memenuhi kriteria: 1). mempunyai nilai

tambah tinggi, 2). memiliki keunikan daerah, 3). keterkaitan kuat dengan sumber

daya yang dimiliki daerah, 4). mempunyai peluang menembus pasar

internasional.

Implementasi Peraturan Presiden tersebut perlu dilakukan dengan menyusun peta

panduan (roadmap) pengembangan industri prioritas dan industri dengan kompetensi

inti. Sebagai tindak lanjut untuk menyusun roadmap tersebut telah diterbitkan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

16

Peraturan Menteri Perindustrian untuk 35 klaster industri prioritas, dan 18 Peraturan

Menteri Perindustrian untuk Industri Unggulan di 18 provinsi, yaitu:

1. Peraturan Menteri Perindustrian No. 138 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi D.I. Yogyakarta

2. Peraturan Menteri Perindustrian No. 139 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Tengah

3. Peraturan Menteri Perindustrian No. 140 Tahun 2009 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Papua

4. Peraturan Menteri Perindustrian No. 93 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Barat

5. Peraturan Menteri Perindustrian No. 94 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sumatera Selatan

6. Peraturan Menteri Perindustrian No. 95Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Lampung

7. Peraturan Menteri Perindustrian No. 96 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kalimantan Timur

8. Peraturan Menteri Perindustrian No. 97 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan

9. Peraturan Menteri Perindustrian No. 98 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Gorontalo

10. Peraturan Menteri Perindustrian No. 99 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur

11. Peraturan Menteri Perindustrian No. 100 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat

12. Peraturan Menteri Perindustrian No. 130 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Aceh

13. Peraturan Menteri Perindustrian No. 131 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Riau

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

17

14. Peraturan Menteri Perindustrian No. 132 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kepulauan Riau

15. Peraturan Menteri Perindustrian No. 133 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

16. Peraturan Menteri Perindustrian No. 134 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Kalimantan Barat

17. Peraturan Menteri Perindustrian No. 135 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara

18. Peraturan Menteri Perindustrian No. 136 Tahun 2010 tentang Peta Panduan (Road

Map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Utara.

Dari 18 Peraturan Menteri Perindustrian tersebut, 11 diantaranya untuk industri

makanan dan minuman, 5 peraturan untuk industri elektronika dan komunikasi serta 2

peraturan untuk industri tekstil dan fashion.

Adapun kondisi yang harus dicapai dalam RPJMN bidang industri selama 2010 – 2014

meliputi:

1. Terselesaikannya program revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri

yang terkena dampak krisis

2. Tumbuhnya industri baru yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar

3. Terolahnya potensi sumber daya alam daerah menjadi produk-produk olahan

4. Meningkatnya daya saing industri berorientasi ekspor

5. Tumbuhnya industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak

pertumbuhan industri di masa depan

6. Tumbuh dan berkembangnya IKM, khususnya industri menengah sekitar 2 kali

lebih cepat dibandingkan industri kecil.

Kondisi diatas diharapkan mampu mendorong keluaran (output) pembangunan industri

jangka menengah yang meliputi:

1. Besarnya kemampuan sektor industri menyerap tenaga kerja baru

2. Pulihnya industri yang terpuruk akibat krisis

3. Meningkatnya kemampuan daerah menghasilkan industri olahan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

18

4. Menguatnya struktur industri penunjang, komponen dan bahan baku industri

5. Meningkatnya ekspor secara sigifikan

6. Terbangunnya pilar-pilar industri masa depan

7. Semakin kuatnya keterkaitan antar skala industri dan seimbangnya nilai tambah

antara industri besar dan IKM.

Dari berbagai keluaran (ouput) di atas yang diambil dalam penelitian ini adalah

kemampuan sektor industri untuk menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja

baru. Industri yang banyak menyerap tenaga kerja baru tersebut antara lain industri

TPT maupun industri penunjang lainnya.

Kebijakan penyusunan klaster ini merupakan salah satu faktor kunci yang dapat

membantu pemerintah pusat dan daerah dalam merumuskan kebijakan industri.

Literatur mengenai klaster industri mengajarkan bahwa ciri penting dan utama dari

suatu kluster adalah konsentrasi geografis dan spesialisasi sektoral. Dengan kata lain,

kluster merujuk pentingnya spesialisasi dalam suatu daerah geografis yang berdekatan.

3.2. Peta Panduan (Road Map) Industri Terpilih.

Dalam penelitian ini telah dipilih 3 kelompok industri yaitu industri makanan dan

minuman (mamin), industri tekstil dan produk tekstil (ITPT), dan industri elektronik.

Ketiga industri ini dipandang sebagai industri unggulan yang mampu menyerap tenaga

kerja lebih banyak.

3.2.1 Road Map Industri Makanan dan Minuman

Panduan pemetaan untuk industri makanan dan minuman, dikelompokkan dalam

beberapa klaster yaitu klaster industri olahan berbasis agro seperti pengolahan kakao,

kelapa, minyak sawit, dan lain-lain, kemudian klaster makanan ringan. Dalam

pembangunan industri makanan dan minuman dilakukan sejumlah program, yang

selanjutnya diterjemahkan ke dalam tahapan kegiatan.

Program revitalisasi industri agro. Ini merupakan salah satu progam yang lebih

spesifik ke industri makanan dan minuman. Tujuannya untuk memulihkan kinerja

industri yang terkena dampak krisis global, menumbuh kembangkan klaster industri

agro. Terdapat dua indikator kunci yang digunakan, pertama adalah 100% industri

terkena dampak krisis pulih ke kondisi sebelum krisis paling lambat akhir tahun 2012,

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

19

kedua pencapaian persentase utilisasi kapasitas produksi dalam industri sebesar 80%

dan tercapai paling lambat 2014. Program ini diterjemahkan kedalam kegiatan-

kegiatan:

a. Revitalisasi dan penumbuhan industri makanan hasil laut. Dalam tahapan ini

diharapkan nilai tambah industri berbasis hasil perikanan dengan indikator

pencapaian 75 persen seperti sebelum krisis. Kegiatan ini didukung dengan

rencana aksi: (i) revitalisasi industri gula, (ii) pengembangan klaster industri

pengolahan kakao, kelapa, hasil laut dan perikanan serta gula, (iii) standarisasi

industri makanan, hasil laut, dan perikanan, serta (iv) ketahanan pangan dan (v)

kegiatan penunjang.

b. Revitalisasi dan penumbuhan industri minuman dan tembakau. Dalam tahapan

ini diharapkan terjadi pertumbuhan industri minuman dengan indikator

pencapaian pada tahun 2004 sebesar 87,5%. Untuk mencapai hal tersebut harus

didukung oleh SDM yang memadai serta peningkatan kerjasama, promosi dan

investasi. Rencana aksi untuk mendukung industri makanan dan minuman

dilakukan melalui antara lain: (i) pengembangan klaster industri pengolahan

buah, kopi, susu, (ii) pengembangan kerjasama, promosi dan investasi industri,

(iii) peningkatan iklim usaha industri, (iv) pengembangan SDM industri, (v)

peningkatan standarisasi dan teknologi industri.

c. Penyusunan dan evaluasi program revitalisasi dan penumbuhan industri agro.

Kegiatan ini didukung dengan rencana aksi antara lain: (i) peningkatan

penggunaan produk industri agro dalam negeri, (ii) peningkatan koordinasi

perumusan perencanaan, evaluasi, dan laporan, (iii) peningkatan koordinasi

perumusan kebijakan, standarisasi, teknologi dan kerjasama.

3.2.2. Road Map Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Industri TPT termasuk dalam industri berbasis manufaktur, yang ditujukan untuk

memulihkan kinerja industri yang terkena dampak krisis keuangan global, khususnya

industri yang melakukan ekspor ke Amerika dan Eropa. Khusus untuk industri TPT,

kegiatan ditujukan untuk menumbuhkan dan menguatkan kembali struktur industri

tekstil dan aneka produk tekstil dengan indikator peningkatan nilai tambah produk

industri tekstil.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

20

Salah satu program Kementerian Perindustrian yang mendukung pengembangan

industri TPT adalah Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis

Manufaktur. Tujuannya untuk memulihkan kinerja industri yang terdampak krisis

finansial, mengatasi permasalahan aktual industri, menghasilkan rumusan dalam

pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis serta menumbuh kembangkan klaster.

Indikator kunci pertama adalah 100% industri berhasil pulih dan diharapkan pulih

paling lambat tahun 2012, kedua adalah 80% utilitas kapasitas produksi terpasang dan

paling lambat akhir tahun 2014.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah untuk mencapai Indikator kunci

tersebut di industri Tekstil dan Produk Tekstil meliputi: 1). Restrukturisasi permesinan

industri tekstil, alas kaki dan penyamakan kulit, 2) Pengembangan klaster industri

tekstil dan produk,, 3) peningkatan standarisasi dan teknologi industri tekstil dan

aneka, 4) peningkatan iklim usaha dan jasa industri tekstil dan aneka, 5) pengembangan

SDM industri, 6) peningkatan kerjasama, promosi dan investasi serta peningkatan

desain produk industri tekstil dan aneka.

Semua hal tersebut dilakukan untuk meningatkan daya saing global serta peningkatan

penyerapan tenaga kerja. Kebijakan industri pengolahan khususnya TPT tahun 2010-

2014 diarahkan pada mantapnya struktur industri TPT melalui peningkatan investasi

dengan proyeksi total sebanyak Rp172 trilyun tahun 2014, peningkatan ekspor dengan

proyeksi Rp16,7 trilyun dan peningkatan keamanan pasar dalam negeri dan

penyerapan tenaga kerja serta meningkatkan ekspor ke pasar non tradisional.

Sementara untuk jangka panjang diarahkan pada meningkatnya produktifitas, kualitas

dan efisiensi yang berdaya saing ke arah competitive advantage; Meningkatnya daya

saing melalui spesialisasi pada produk TPT bernilai tambah tinggi dan high fashion yang

berbahan baku lokal; Berkembangnya merek-merek Indonesia untuk pasar dunia dan

meningkatnya penggunaan produk TPT lokal di dalam negeri.

3.2.3 Road Map Industri Elektronik

Pengembangan industri elektronik merupakan pengembangan industri berbasis

teknologi tinggi, yang dilakukan dengan pengembangan klaster industri elektronika,

pengembangan industri telekomunikasi, pengembangan klaster industri komputer dan

peralatannya, pengembangan klaster industri perangkat lunak dan konten multi media.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

21

Peningkatan kerjasama, promosi dan investasi industri elektronika serta

pengembangan SDM industri.

Pengembangan industri elektronika dan telematika dimaksudkan untuk menumbuhkan

dan mengembangkan industri elektronika dan telematika dengan indikator pencapaian

meliputi : 1) perumusan dan pelaksanaan kebijakan, perumusan standar, bimbingan

teknis dan evaluasi pengembangan industri elektronika dan telematika, 2) penumbuhan

industri elektronika dan telematika serta 3) peningkatan nilai tambah produk industri

elektronik dan telematika.

3.3 Kebijakan Tenaga Kerja Tenaga kerja menjadi bagian tidak terpisahkan dalam proses produksi. Oleh sebab itu

dimensi ketenagakerjaan yang meliputi banyaknya serapan, kualitas SDM baik hard

skill maupun soft skill dan dukungan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif baik

dari sisi upah maupun lingkungan kerja perlu mendapat perhatian. Indonesia dengan

jumlah penduduk usia produktif yang besar yaitu mencapai kurang lebih 170,79 juta,

harus menjadi perhatian pemerintah dalam hal menciptakan kesempatan kerja, agar

mampu menyerap tambahan tenaga kerja baru.

Adioetomo (2010) mengatakan bahwa setiap tahun Indonesia akan memperoleh entry

tenaga kerja baru sekitar 44 juta selama tahun 2010-2015, dengan kualitas SDM yang

rendah. Padahal peningkatan jumlah tenaga kerja, penurunan jumlah penduduk usia

dibawah 15 tahun serta peningkatan jumlah lansia sebagai akibat transisi demografi di

masa lalu, akan menyebabkan penurunan rasio beban ketergantungan. Penurunan rasio

beban ketergantungan tersebut akan mencapai titik terendah sebelum meningkat

kembali di masa depan. Kondisi ini disebut sebagai jendela kesempatan atau bonus

demografi, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tabungan keluarga dan

investasi SDM, dengan syarat apabila seluruh tenaga kerja mampu terserap dalam pasar

kerja. Bonus demografi ini di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada tahun 2015

sampai dengan tahun 2040.

Momentum ini seharusnya mampu dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dengan

semakin meningkatkan jumlah maupun kualitas perekonomian, termasuk industri,

terutama industri yang mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Namun demikian

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

22

Indonesia masih dihadapkan pada lebih banyaknya penawaran dibandingkan

permintaan tenaga kerja. Oleh sebab itu, kebijakan ketenagakerjaan mestinya mulai

memikirkan untuk menitikberatkan pembangunan ekonomi yang mampu menyerap

kelebihan tenaga kerja tersebut.

Selain hal itu masalah yang juga dihadapi adalah masalah produktifitas yang

menentukan penciptaan output oleh tenaga kerja. Kondisi ketenagakerjaan yang masih

rendah kualitasnya menjadi persoalan sendiri, sehingga diperlukan human capital

investment, agar produktifitas tenaga kerja Indonesia menjadi lebih baik. Karena

kualitas dan produktifitas tenaga kerja Indonesia rendah maka posisi tawar juga

rendah. Sementara pembangunan ekonomi ditentukan oleh bagaimana para pelaku baik

pelaku usaha, masyarakat penyedia tenaga kerja maupun pemerintah sebagai regulator

dan stabilitator masalah tenaga kerja.

Untuk menangani masalah ketenagakerjaan maka pemerintah menetapkan UU No 13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut pasal 4 menetapkan bahwa

pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:

a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan

manusiawi,

b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang

sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah,

c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan, dan

d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Selanjutnya dikatakan, bahwa semua tenaga kerja memperoleh perlakuan yang tidak

diskriminatif untuk memperoleh pekerjaan maupun dari pelaku usaha. Dalam aturan ini

juga dilengkapi dengan aturan tentang upah, pemutusan hubungan kerja dan

penyelesaian perselisihan antara tenaga kerja dengan pelaku usaha.

Peran dan fungsi pemerintah dalam ketenagakerjaan adalah menciptakan kesempatan

kerja seluas-luasnya, baik sendiri maupun bersama masyarakat sebagaimana tercantum

dalam pasal 39. Dalam kapasitasnya memperluas lapangan kerja, pemerintah harus

mendayagunakan berbagai sektor ekonomi baik berbasis sumber daya alam maupun

teknologi.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

23

Yang penting harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki iklim ketenagakerjaan

dengan meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja agar terampil, ahli dan

kompeten dalam persaingan global. Pemerintah dalam hal ini harus memberikan

pelatihan berbasis kompetensi untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini dan ke

depan. Dari hasil penelitian di lapangan (Batam, Surabaya, Bandung dan Makasar),

diketahui bahwa Indonesia lemah dalam menyediakan tenaga-tenaga keja di level

engineer, baik untuk industri elektronik, maupun industri lainnya. Sementara untuk

tenaga operator tidak masalah karena industri mempunyai sistem pelatihan sendiri.

Sistem pendidikan tinggi terutama tidak menyediakan pendidikan yang fokus pada

kebutuhan industri. Oleh sebab itu kebijakan ketenagakerjaan juga tidak boleh lepas

dari kebijakan pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia secara

keseluruhan.

Upaya di bidang pendidikan yang terkait dengan peningkatan SDM industri adalah

dalam Program Pendidikan Menengah yang di dalam salah satu kegiatan pokoknya

adalah pengembangan pendidikan kejuruan mengacu pada standard kompetensi kerja

nasional, internasional dan industri serta penataan bidang keahlian pada pendidikan

menengah kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja serta

mendukung upaya meningkatkan kerjasama dengan dunia usaha dan industri.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

24

BAB IV INDUSTRI MANUFAKTUR DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

4.1 Struktur Produk Domestik Bruto 2005-2010

Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan hasil penjumlahan nilai tambah bruto yang

dihasilkan oleh unit-unit seluruh kegiatan ekonomi dalam batas wilayah suatu negara

dalam periode satu tahun. PDB menurut lapangan usaha Indonesia secara riil tahun

2010 sebesar 2.310,7 trilyun menurut Harga Konstan 2000 atau 3.517,2 trilyun

menurut harga berlaku. PDB Indonesia menurut harga konstan meningkat menjadi 1,6

kalinya selama periode 2001-2010.

GAMBAR 4.1 PERTUMBUHAN PDB SEBELUM DAN SETELAH KRISIS EKONOMI INDONESIA 1997

Sebelum Krisis Setelah Krisis Sumber: Yanfitri (2010)

Sejarah pertumbuhan PDB berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yanfitri (2010)3,

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun sepuluh tahun terakhir

mempunyai dua pola yang berbeda. Periode sebelum krisis (1990-1996) pertumbuhan

rata-rata mencapai 7,25% dengan variasi terkecil 6,46% tahun 1992 dan tertinggi

8,22% tahun 1995, kemudian pola sejak tahun 2000-2009 rata-rata mencapai 5,10%

dengan kisaran terendah tahun 2001 (3,63%) dan tertinggi tahun 2007 (6,35%).

3Yanfitri, Yanti K. 2010. Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus Bisnis. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

25

Pertumbuhan ekonomi yang rendah tersebut dapat disebabkan karena dampak krisis

tahun 2007 dan ditambah dengan dampak krisis global di beberapa tahun terakhir.

Pengamatan dalam lima tahun terakhir menunjukkan Nilai Produk Domestik Bruto

(PDB) selama periode 2005-2010 meningkat rata-rata sebesar 18,8% per tahun

menurut harga berlaku atau sebesar 5,7% per tahun.

PDB menurut 9 sektor lapangan usaha adalah (i)Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan, (ii) Pertambangan dan Penggalian, (iii) Industri Pengolahan, (iv) Listrik, Gas,

dan Air Bersih, (v) Konstruksi, (vi) Perdagangan, Hotel, dan Restoran, (vii)

Pengangkutan dan komunikasi, (viii) Keuangan, real estat, jasa industri dan (ix) Jasa-

jasa.

TABEL 4.1 KOMPOSISI PDB BERDASARKAN HARGA KONSTAN 2000, 2005-2010

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pertanian 14,5 14,2 13,8 13,7 13,6 13,2 Pertambangan 9,3 9,1 8,7 8,3 8,3 8,1 Industri 28,1 27,8 27,4 26,8 26,2 25,8 Listrik, Gas, Air 0,7 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8 Bangunan 5,9 6,1 6,2 6,3 6,4 6,5 Perdagangan 16,8 16,9 17,3 17,5 16,9 17,3 Pengangkutan 6,3 6,8 7,2 8,0 8,8 9,4 Keuangan 9,3 9,2 9,4 9,5 9,6 9,5 Jasa-jasa 9,1 9,2 9,3 9,3 9,4 9,4 PDB (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 PDB (milyar) 1.749,5 1847,1 1.964,3 2.082,3 2.177,7 2.310,7 Sumber: BPS berbagai tahun

Struktur PDB Indonesia didominasi oleh sektor industri sejak tahun 1991 dari yang

sebelumnya sektor pertanian (BPS, 2005). Hingga saat ini industri manufaktur masih

mendominasi struktur PDB nasional, dengan sumbangan terhadap total PDB sebesar

25,8%, kemudian diikuti perdagangan, hotel dan restoran (17,3%) dan pertanian,

peternakan, kehutanan dan perikanan 13,2% di tahun 2010 menurut harga berlaku

2000 (Tabel 4.1). Dengan demikian industri manufaktur diharapkan tidak hanya dapat

memberikan sumbangan yang cukup berarti atau memperkuat struktur perekonomian,

namun juga dengan dukungan sektor pertanian mampu sebagai motor penggerak

perekonomian.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

26

Namun sumbangan sektor industri terhadap PDB menunjukkan kecenderungan

menurun dari 28,1% tahun 2005 menjadi 25,8% tahun 2010 atas harga konstan. Hal ini

menunjukkan sebagian kecil peran sektor industri mulai tergantikan oleh sektor lain.

Terlihat dari penurunan sumbangan sektor industri diikuti dengan peningkatan yang

cukup besar di sektor pengangkutan dan komunikasi dari 6,3% menjadi 9,4%,

kemudian peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan sektor

konstruksi meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri lebih

rendah dibandingkan dengan sektor-sektor tersebut.

Padahal sektor industri merupakan sektor yang diharapkan mampu menunjang

pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan karena pola sejak tahun 1967

pertumbuhan ekonomi industri manufaktur cenderung diatas rata-rata pertumbuhan

PDB. Dampak krisis global menjadikan pertumbuhan industri manufaktur berada di

bawah pertumbuhan PDB.

TABEL 4.2 RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB HARGA KONSTAN 2000, 2005-2010

2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 Rata2

Pertanian 3,1 3,5 4,8 4,0 2,9 3,7 Pertambangan 3,3 2,0 0,6 4,5 3,4 2,8 Industri 4,6 4,7 3,7 2,2 4,5 3,9 Listrik, Gas, Air 6,0 9,8 11,1 14,0 5,8 9,3 Bangunan 8,5 8,6 7,6 7,1 7,0 7,7 Perdagangan 6,1 8,9 6,9 1,3 8,7 6,4 Pengangkutan 14,1 14,0 16,6 15,5 13,5 14,7 Keuangan 5,0 8,0 8,2 5,0 5,7 6,4 Jasa-jasa 6,7 6,4 6,2 6,4 6,0 6,4 PDB 5,6 6,3 6,0 4,6 6,1 5,7 Sumber: Diolah dari BPS berbagai tahun

Pertumbuhan sektor industri dalam periode yang sama rata-rata sebesar 3,9% atas

dasar harga konstan 2000 atau 30,1% atas harga berlaku. Pertumbuhan ini lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yakni rata-rata

5,7% atas harga konstan atau 18,8% atas harga berlaku. Sementara itu sektor lainnya

yang meningkat rata-rata per tahun jauh melebihi sektor industri yakni dengan besaran

14,7% untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, 9,3 % untuk listrik gas dan air

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

27

minum, dan 7,7% sektor konstruksi atas dasar harga konstan untuk periode 2005-2010

(Tabel 4.2).

4.2 Struktur Industri Manufaktur. Industri manufaktur dapat dikategorikan ke dalam industri migas dan industri bukan

migas. Industri non migas memberikan peran yang cukup besar dalam struktur industri

nasional yakni dengan sumbangan sebesar lebih dari 90%, sedangkan industri migas

kurang dari 10% di tahun 2010. Dalam perkembangannya, industri non migas

menunjukkan sumbangan yang semakin meningkat dan diiringi dengan penurunan

peran industri migas.

Di dalam industri non migas, kategori industri alat angkutan, mesin dan peralatan

memberikan sumbangan terbesar kemudian kedua oleh industri makanan dan

minuman dan ketiga industri pupuk, kimia dan barang dari karet sebagaimana terlihat

pada Tabel 4.3.

TABEL 4.3 STRUKTUR NILAI TAMBAH INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT HK 2000, 2005-2010

2005 2006 2007 2008 2009* 2010** a. Industri M i g a s 9,9 9,3 8,9 8,5 8,2 7,6 1) Pengilangan Minyak Bumi 4,3 4,0 3,9 3,8 3,7 3,6 2) Gas Alam Cair 5,6 5,3 5,0 4,8 4,5 4,1 b. Industri Bukan Migas 90,1 90,7 91,1 91,5 91,8 92,4 1) Makanan, Minuman dan Tembakau 24,7 25,3 25,4 25,1 27,3 26,9 2) Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki 11,0 10,7 9,8 9,1 9,0 8,8 3) Barang Kayu dan Hasil Hutan Lain 4,1 3,9 3,7 3,6 3,5 3,3 4) Kertas dan Barang Cetakan 4,9 4,8 4,8 4,6 4,8 4,6 5) Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet 12,1 12,0 12,2 12,3 12,2 12,2 6) Semen dan Barang Galian bukan Logam 3,2 3,1 3,0 2,9 2,8 2,7 7) Logam Dasar Besi dan Baja 1,6 1,6 1,5 1,4 1,4 1,3 8) Alat Angkutan, Mesin dan Peralatan 27,8 28,6 30,0 31,8 30,2 31,9 9) Barang Lainnya 0,8 0,8 0,7 0,7 0,7 0,7 Industri Pengolahan (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Dalam milyar Rp 491.561 514.100 538.085 557.764 569.785 595.313

Sumber. BPS. 2010. Statistik Indonesia 2010 dan www.bi.go.id * angka sementara ** angka sangat sementara

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

28

Dua kelompok industri non migas yang memberikan sumbangan nilai tambah terbesar

dan juga mempunyai sumbangan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun adalah

industri alat angkutan, mesin dan peralatan dan industri makanan dan minuman.

Artinya, nilai tambah kedua industri ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan nilai

tambah kelompok industri lainnya. Sebaliknya kategori industri non migas yang

perannya mengalami penurunan terbesar adalah kelompok industri tekstil, barang kulit

dan alas kaki.

4.2.1 Perkembangan Nilai Tambah Industri Manufaktur Nilai tambah industri manufaktur non migas disumbangkan oleh industri besar sedang

sebesar 800,39 trilyun atau sebesar 54,2% di tahun 2009. Dengan demikian

sumbangan industri kecil terhadap nilai tambah industri manufaktur kurang dari 50%.

Industri besar dan sedang adalah industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja

berturut-turut lebih dari 100 orang dan 20-99 orang, serta industri kecil/mikro adalah

industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang.

Nilai Tambah Industri Besar dan Sedang.

Perkembangan dari tahun ke tahun jumlah nilai tambah industri skala besar dan sedang

(IBS) menurut harga berlaku meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 19,4% untuk

periode 2005-2009. Secara-rata pertumbuhan tersebut hampir sama dengan

pertumbuhan PDB nasional. Namun jika diamati, sejak tahun 2006 pertumbuhan nilai

tambah IBS lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDB (Tabel 4.4).

TABEL 4.4. NILAI TAMBAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG (IBS), 2005-2009

2005 2006 2007 2008 2009 Nilai tambah (NT) IBS (milyar Rp) 396.438 514.343 598.400 719.493 800.391 % NT IBS thd NT industri manufaktur 51,8 55,9 56,0 52,1 54,2

2005-06 2006-07 2007-08 2008-9 Rata-rata

Pertumbuhan ind NT IBS HB (%/tahun) 29,7 16,3 20,2 11,2 19,4

Pertumbuhan PDB HB (%/tahun) 22,3 18,3 25,3 13,2 19,6 Sumber: BPS. Survei Industri Besar dan Sedang dan Statistik Indonesia berbagai tahun, diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

29

Tabel 4.5 menunjukkan sumbangan terbesar terhadap nilai tambah industri manufaktur

adalah dari kelompok sub sektor makanan dan minuman, dan sub sektor kimia dan

barang dari bahan kimia dengan besaran masing-masing 17,3% dan 15,5% di tahun

2009. Jika dilihat tren historisnya, sumbangan kedua sektor tersebut semakin lama

semakin meningkat yakni dari 14,9% untuk sub sektor makanan dan minuman dan

10,9% untuk sub sektor kimia dan barang kimia di tahun 2005.

TABEL 4.5. DISTRIBUSI NILAI TAMBAH INDUSTRI MANUFAKTUR SKALA BESAR DAN SEDANG MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005-2009

Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Makanan dan minuman 14,9 15,9 15,8 17,3 17,3 Tembakau 10,1 9,6 9,8 7,8 7,6 Tekstil 6,6 7,3 6,6 4,3 5,4 Pakaian jadi 3,0 3,8 3,5 3,3 3,4 Kulit dan barang dari kulit 1,9 2,0 1,6 1,8 1,7 Kayu, brg dr kayu, n anyamn 4,0 2,8 3,0 2,4 2,2 Kertas dan barang dr kertas 6,1 6,0 5,4 5,2 5,9 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 1,3 1,3 1,3 0,9 1,0 Batubara, minyak dan gas bumi, dan bhn bakar nuklir 0,2 1,0 0,5 0,6 0,3 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 10,9 11,3 13,3 17,0 15,5 Karet dan barang2 dr plastik 5,6 5,8 5,8 5,9 5,3 Barang galian bukan logam 4,8 3,7 4,0 3,6 3,8 Logam dasar 3,5 3,9 4,1 4,4 3,6 Barang-barang dari logam dan peralatannya 2,3 2,4 2,4 2,9 3,4 Mesin dan perlengkapannya 1,8 1,8 1,6 2,0 1,9 Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 2,4 2,1 2,0 3,1 2,6 Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 3,9 3,6 3,1 2,0 2,4 Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dn jam 0,2 0,4 0,3 0,3 0,2 Kendaraan bermotor 10,8 9,0 6,8 6,7 7,1 Alat angkutan lainnya 3,6 3,6 6,3 6,4 6,2 Furniture dan industry pengolahan lainnya 1,9 2,5 2,5 1,9 1,9 Daur ulang 0,0 0,1 0,1 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Total (Milyar Rp) 396.438 514.343 598.400 719.493 800.391

Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

30

Peningkatan sumbangan nilai tambah kelompok industri makanan dan minuman skala

besar dan sedang menunjukkan peran yang semakin meningkat karena pertumbuhan

rata-rata pertahun atas harga berlaku untuk kedua industri tersebut jauh diatas rata-

rata industri besar dan sedang (19,4%) yakni berturut-turut 24,3% dan 32,5% selama

periode 2005-2009. Pertumbuhan yang besar pada industri makanan dan minuman

dapat disebabkan karena untuk konsumsi domestik karena jumlah yang besar dan terus

menerus meningkat , selain untuk ekspor.

Nilai Output Industri Kecil.

Nilai tambah bagi industri kecil sangat sulit untuk didapatkan. Untuk itu nilai tambah

industri kecil didekati dari nilai outputnya. Nilai output industri kecil dari kelompok

industri makanan juga memberikan sumbangan yang terbesar kemudian diikuti oleh

industri pakaian jadi dan industri tekstil yakni dengan besaran masing-masing 40,50

milyar, 12,7 milyar dan 7,9 milyar rupiah di tahun 2010 (Tabel 4.6).

TABEL 4.6. NILAI OUTPUT INDUSTRI KECIL, 2010

Kelompok Industri (KBLI 2009)*) Nilai (Rp000) 10 Industri Makanan 40.496.970 11 Industri Minuman 505.054 13 Industri Tekstil 7.882.110 14 Industri Pakaian Jadi 12.799.131

15 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 4.229.041

26 Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik 74.984

27 Industri Peralatan Listrik 29.002

28 Industri Mesin dan Perlengkapannya yang terkait 339.365

Total 66.355. 657

Sumber: Diolah dari Survei Industri Kecil 2010 *) Hanya Industri Mikro dan Kecil 2010 yang menggunakan KBLI 2009

4.2.2 Perkembangan Jumlah Industri Manufaktur

Jumlah industri skala kecil/sedang/besar tahun 2007 berjumlah 3.816.996 buah. Dari

tahun 2004-2007 jumlah industri menunjukkan pola kecenderungan yang semakin

meningkat yakni dengan penambahan 262 ribu per tahun. Peningkatan jumlah industri

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

31

terbesar disumbangkan oleh peningkatan industri kelompok industri makanan dan

minuman yakni rata-rata 120 ribu industri per tahun.

Industri makanan dan minuman juga mempunyai proporsi yang paling banyak yakni

33,6% atau 1281.906 buah (Tabel 4.7). Potensi sumber daya pertanian sebagai input

industri makanan, aneka ragam jenis makanan nusantara, dan jumlah penduduk yang

meningkat terus membuat industri makanan dan minuman berkembang. Industri

makanan di Indonesia yang cenderung low technology dan sesuai dengan ketersediaan

tenaga kerja yang masih belum mempunyai keahlian khusus, serta kemudahan secara

teknis untuk mendirikan industri makanan dan minuman mudah mendukung

berkembangnya industri ini.

TABEL 4.7 DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI BESAR, SEDANG DAN KECIL 2004-2007

Kelompok Industri 2004 2005 2006 2007 Industri Makanan dan Minuman 30,4 28,5 34,7 33,6

Industri Tekstil 9,8 9,7 9,1 8,7 Industri Pakaian Jadi 2,9 3,1 3,2 3,0 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 1,3 1,6 1,1 1,2 Industri Mesin dan perlengkapannya 0,4 0,4 0,4 0,3 Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akutansi & Pengolahn Data 0,0 0,0 0,0 0,0 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya 0,3 0,3 0,3 0,3 Industri Radio, Televisi dan Pelaralatan Komunikasi 0,6 0,5 0,5 0,5 Lainnya 54,4 55,8 50,7 52,3 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 Total (buah) 3.030.570 2.950.457 3.708.949 3.816.997

Sumber: Diolah dari BPS. Survei Industri Besar dan Sedang, dan Survei Industri Kecil berbagai tahun Komposisi jumlah industri terbagi menjadi 15,7% termasuk kategori industri skala

besar dan sedang dan 84,3% termasuk kategori industri skala kecil di tahun 2007

(Tabel 4.8). Ini menunjukkan persentase industri yang termasuk kategori besar dan

sedang termasuk kategori rendah.

Jika dilihat menurut jenis industri, kelompok industri yang didominasi (lebih dari 70%

jumlahnya) oleh skala besar adalah (i) Industri radio, televisi dan peralatan komunikasi,

(ii) Industri mesin listrik lainnya dan perlengkapannya, (iii) industri mesin dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

32

peralatan kantor, akutansi dan pengolahan data dan (iv) industri mesin dan

perlengkapannya.

TABEL 4.8 PERSENTASE JUMLAH PERUSAHAN BESAR TERHADAP SEMUA SKALA INDUSTRI DI MASING-MASING KELOMPOK INDUSTRI, 2004-2007

Jenis Industri 2004 2005 2006 2007 Industri Makanan dan Minuman 5,5 7,0 6,4 7,4 Industri Tekstil 8,8 9,1 11,2 11,8 Industri Pakaian Jadi 14,0 13,0 16,4 18,3 Industri Kulit dan Barang dari Kulit dan Alas kaki 17,9 16,6 24,5 20,2 Industri Mesin dan perlengkapannya 50,4 53,6 65,5 70,2 Industri Mesin & Peralatan Kantor, Akutansi & Pengolahn Data 66,3 80,1 53,0 71,4 Industri Mesin Listrik Lainnya dan Perlengkapannya 98,4 98,2 97,0 97,2 Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi 99,3 97,1 98,7 98,2 Lainnya 14,0 15,7 17,4 19,7 Total 11,8 13,4 13,9 15,7

Sumber. BPS. Survey Industri Besar dan Sedang, dan Survei Industri Mikro/Kecil berbagai tahun, diolah

Kelompok industri tersebut merupakan jenis industri dengan kategori middle dan high

technology sehingga industri kecil kurang bisa akses. Selain itu, keterkaitan dari aspek

produksi yang masih kurang antara industri besar dan industri kecil di kategori ke

empat industri tersebut membuat industri kecil kurang berkembang. Dengan kata lain

juga menunjukkan industri besar masih kurang dalam transfer teknologi antara industri

besar dengan industri kecil.

Jika dilihat dari trennya, selama periode 2004-2007, proporsi jumlah industri besar dan

sedang semakin meningkat yakni dari 11,8% menjadi 15,7% (Tabel 4.8). Hal ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan industri besar sedang lebih cepat dibandingkan

dengan pertumbuhan jumlah industri kecil. Peningkatan proporsi industri besar juga

terlihat pada hampir semua kelompok industri, kecuali industri Mesin Listrik Lainnya

dan Perlengkapannya dan Industri Radio, Televisi dan Peralatan Komunikasi karena

komposisinya sudah hampir sebagian besar merupakan industri besar.

Pertumbuhan jumlah industri besar selama periode 2004-2009 secara rata-rata

meningkat sebesar 24,38% per tahun. Namun jika dicermati lebih jauh, sejak tahun

2006 pertumbuhan jumlah industri besar secara agregat menunjukkan penurunan

dengan besaran rata-rata 6% per tahun. Penurunan jumlah industri besar bisa

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

33

dikarenakan berbagai sebab antara lain industri relokasi ke industri lain atau pindah ke

negara lain.

Namun demikian masih ada industri yang jumlahnya meningkat cukup tinggi selama

periode 2008-2009 yakni kelompok industri tekstil dan kelompok industri radio,

televisi dengan besaran berturut-turut 10,45% dan 5,37 % per tahun. Peningkatan

jumlah perusahan di industri tekstil ini erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah

dalam bidang tekstil mengenai insentif dalam bentuk peremajaan mesin-mesin.

TABEL 4.9. DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI BESAR DAN SEDANG 2005-2009

Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009 Makanan dan minuman 22,8 22,4 22,6 23,6 24,0 Tembakau 4,1 4,4 4,3 4,4 4,3 Tekstil 9,3 9,5 10,1 9,2 10,6 Pakaian jadi 9,3 11,0 10,4 10,3 8,7 Kulit dan barang dari kulit 2,4 2,8 2,7 2,7 2,7 Kayu, barang dari kayu, dan anyaman 6,4 6,0 5,9 5,6 5,1 Kertas dan barang dari kertas 2,0 1,8 2,0 1,9 1,8 Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 2,6 3,0 2,8 2,9 2,8 Batubara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar nuklir 0,3 0,2 0,3 0,3 0,3 Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 4,9 4,0 4,1 4,2 4,5 Karet dan barang-barang dariplastik 7,1 6,3 6,3 6,7 6,7 Barang galian bukan logam 7,3 6,9 6,8 6,9 6,9 Logam dasar 1,0 0,9 0,9 0,9 1,0 Barang-barang darilogam dan peralatannya 4,1 3,5 3,5 3,5 3,7 Mesin dan perlengkapannya 2,0 1,6 1,6 1,7 1,7 Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 1,2 0,9 1,0 1,1 1,0 Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 0,9 0,8 0,8 0,8 0,9 Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 Kendaraan bermotor 1,3 1,1 1,1 1,2 1,2 Alat angkutan lainnya 1,4 1,3 1,4 1,3 1,3 Furniture dan industri pengolahan lainnya 9,0 10,6 10,4 10,0 9,8 Daurulang 0,3 0,5 0,6 0,6 0,5 Jumlah (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 (N) 20.729 29.468 27.998 25.694 24.468

Sumber: BPS. Industri Besar dan Sedang berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

34

Kelompok industri makanan dan minuman tidak hanya jumlahnya terbanyak,

melainkan tren komposisinya juga meningkat selama periode 2004-2009 dengan

peningkatan dari 22,4 % menjadi 24% dan untuk kelompok industri tekstil dengan

peningkatan dari 9,1% menjadi 10,6% (Tabel 4.9).

Jumlah Industri Industri Mikro/Kecil.

Jumlah industri kecil tahun 2010 berjumlah 1.732.724 buah dengan proporsi terbanyak

adalah industri makanan, kemudian Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak

termasuk furnitur), Industri Barang Anyaman dari Rotan, Bambu dan sejenisnya dan

yang ketiga industri pakaian jadi (Tabel 2.10). Menurut klasifikasi baku lapangan usaha

2009 (BPS. 2009)4 , industri makanan adalah mencakup pengolahan produk pertanian,

kehutanan dan perikanan menjadi makanan dan juga mencakup produk setengah jadi

yang tidak secara langsung menjadi produk makanan tetapi nilainya dapat lebih besar

atau lebih kecil. Kategori industri kayu mencakup pembuatan barang-barang dari kayu

dan kebanyakan digunakan untuk konstruksi dan juga mencakup berbagai proses

pengerjaan dari penggergajian sampai pembentukan dan perakitan barang-barang dari

kayu, dan dari perakitan sampai produk jadi seperti kontainer kayu. Golongan pokok

ini tidak mencakup pembuatan mebeler, atau perakitan/pemasangan perabot kayu dan

sejenisnya.

TABEL 4.10 DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI INDUSTRI KECIL, 2010

No. Kelompok Industri Persen 1. Industri Makanan 34,0 2. Industri Kayu 23,4 3. Industri Pakaian Jadi 10,1 4. Industri Tekstil, 8,6 5. Industri Barang Galian Bukan Logam 7,9 6. Industri Furnitur KBLI 3,9 7. Industri Pengolahan Lainnya 2,3 8. Industri Barang Logam bukan Mesin dan Peralatannya 2,3 9. Industri Pengolahan Tembakau 1,9 10. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki 1,2 11. Industri Minuman 1,1 12. Industri lainnya 2,4

13. Total 100,0 Jumlah industri (buah) 2.732.724

Sumber. BPS. 2010. Survei Industri Mikro dan Kecil 2010

4BPS. 2009. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No, 57 Tahun 2009 mengenai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

35

BAB V

KEADAAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL

5.1 Struktur Tenaga Kerja dalam Perekonomian Nasional 2005-2011

Sebagai dampak jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, jumlah

tenaga kerja dalam perekonomian juga terus meningkat. Menurut BPS, selama 10 tahun

terakhir (2000-2010) laju pertumbuhan penduduk meningkat sebesar 1,49%. Jumlah

penduduk usia 15 tahun ke atas per Februari yang bekerja meningkat dari 94,9 juta

tahun 2005 menjadi 111,0 juta tahun 2011 (Tabel 5.1). Jika dihitung rata-rata

pertumbuhan per tahun, tenaga kerja Indonesia meningkat sebesar 2,51% selama

periode tahun 2005-2011.

Jika dilihat menurut sektor, sektor pertanian masih menjadi penampung terbanyak

tenaga kerja karena sifat pekerjaan pertanian yang luwes yakni untuk bekerja di sektor

pertanian tidak diperlukan keahlian atau pendidikan khusus. Sebanyak 38% atau 42,4

juta tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua yang menyerap

banyak tenaga kerja adalah perdagangan sebesar 20,93% atau 23,2 juta disusul oleh

sektor jasa-jasa yang menyerap 15,33%. Sementara sektor industri menempati urutan

keempat penyerap tenaga kerja terbanyak yaitu 12,33% atau 13,7 juta tenaga kerja.

TABEL 5.1. JUMLAH TENAGA KERJA UMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT LAPANGAN USAHA 2005-2011

(ORANG)

Lapangan usaha 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Pertanian 41.814.197 42.323.190 42.608.760 42.689.635 43.029.493 42.825.807 42.475.329 Pertambangan 808.842 947.097 1.020.807 1.062.309 1.139.495 1.188.634 1.352.219 Industri 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12440141 12.615.440 13.052.521 13.696.024 Listrik, gas, air 186.801 207.102 247.059 207.909 209.441 208.494 25.727 Bangunan 4.417.087 4.373.950 4.397.132 4.733.679 4.610.695 4.844.689 5.591.084 Perdagangan 18.896.902 18.555.057 19.425.270 20.684.041 21.836.768 22.212.885 23.239.792 Pengangkutan 5.552.525 5.467.308 5.575.499 6.013.947 5.947.673 5.817.680 5.585.124 Keuangan 1.042.786 1.153.292 1.252.195 1.440.042 1.484.598 1.639.748 2.058.968 Jasa-jasa 10.576.572 10.571.965 10.962.352 12.778.154 13.611.841 15.615.114 17.025.934

Jumlah

94.948.118

95.177.102

97.583.141

102.049.857

104.485.444

107.405.572

111.050.201

Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

36

Jika dilihat proporsi tenaga kerja di keempat sektor tersebut, sektor pertanian

cenderung mengalami penurunan sedangkan tiga sektor lainnya ada kecenderungan

meningkat. Proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian mengalami

penurunan dari 44,04% tahun 2005 menjadi 38,25% tahun 2011. Proporsi sektor

perdagangan mengalami kenaikan dari 19,90% tahun 2005 menjadi 20,93% tahun

2011. Pada kurun waktu yang sama sektor jasa meningkat dari 11,14% menjadi

15,33%. Sedangkan proporsi penyerapan tenaga kerja di sektor industri hanya

meningkat tipis dari 12,27% menjadi 12,33% (Tabel 5.2).

TABEL 5.2. PERSENTASE TENAGA KERJA UMUR 15 TAHUN KEATAS MENURUT LAPANGAN USAHA,

TAHUN 2005-2011

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 44,04 44,47 43,66 41,83 41,18 39,87 38,25 Pertambangan 0,85 1,00 1,05 1,04 1,09 1,11 1,22

Industri 12,27 12,16 12,39 12,19 12,07 12,15 12,33

Listrik, gas, air 0,20 0,22 0,25 0,20 0,20 0,19 0,02

Bangunan 4,65 4,60 4,51 4,64 4,41 4,51 5,03

Perdagangan 19,90 19,50 19,91 20,27 20,90 20,68 20,93

Pengangkutan 5,85 5,74 5,71 5,89 5,69 5,42 5,03

Keuangan 1,10 1,21 1,28 1,41 1,42 1,53 1,85

Jasa-jasa 11,14 11,11 11,23 12,52 13,03 14,54 15,33

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun

Jika dilihat dari pertumbuhan tenaga kerja per tahun terlihat bahwa dari keempat

sektor tersebut, sektor jasa-jasa merupakan sektor yang paling tinggi pertumbuhan

penyerapan tenaga kerja yaitu rata-rata 8,41% per tahun diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel dan restauran sebesar 3,55% per tahun, sektor industri manufaktur

2,75% dan terakhir sektor pertanian yang hanya tumbuh 0,26% per tahun. Dalam dua

tahun terakhir (2009-2011) pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian

cenderung negatif (Tabel 5.3).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

37

TABEL 5.3 PERTUMBUHAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN, INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN

JASA 2005-2011 (PERSEN/TAHUN)

2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 2010-11 Rata-rata

Pertanian 1,22 0,67 0,19 0,80 -0,47 -0,82 0,26

Industri -0,64 4,46 2,86 1,41 3,46 4,93 2,75

Perdagangan -1,81 4,69 6,48 5,57 1,72 4,62 3,55

Jasa -0,04 3,69 16,56 6,52 14,72 9,03 8,41

Total 0,24 2,53 4,58 2,39 2,79 3,39 2,65 Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah.

5.2 Struktur Tenaga Kerja dalam Sektor Industri Manufaktur Tahun 2005-2011

Menurut BPS, industri manufaktur didefinisikan sebagai kegiatan produksi yang

mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau

dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk

ke dalam kategori ini adalah kegiatan jasa industri pengolahan. Sejak tahun 2006

jumlah tenaga kerja sektor manufaktur meningkat setelah pada kurun waktu 2005-

2006 penyerapannya turun (Tabel 5.3).

Jika dilihat menurut tingkat pendidikan di Tabel 5.4, sekitar 40% tenaga kerja di

industri manufaktur berpendidikan rendah yaitu tidak tamat SD dan tamat SD.

Jumlahnya meningkat dari 4,9 juta tahun 2005 menjadi 5,6 juta tahun 2011. Tenaga

kerja manufaktur yang berpendidikan SLTP sekitar 24% dan jumlahnya juga meningkat

dari 2,7 juta orang menjadi 3,2 juta orang pada kurun waktu yang sama. Makin tinggi

pendidikan makin sedikit yang bekerja di sektor industri pengolahan. Tenaga kerja

dengan pendidikan diploma dan universitas yang terserap masing-masing 1,7%

(239.550) dan 2,5% (340.397). Kondisi ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan

tenaga kerja sektor industri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Banyaknya tenaga

kerja dengan pendidikan rendah ini juga mengindikasikan sebagian dari mereka diserap

oleh industri mikro dan kecil yang mempekerjakan buruh kurang dari 1-19 orang.

Secara absolut, penyerapan tenaga kerja dari tahun 2005 hingga 2011 terus mengalami

peningkatan untuk semua jenjang pendidikan. Namun dilihat dari proporsi, terlihat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

38

bahwa proporsi penyerapan tenaga kerja yang berpendidikan SD atau tidak tamat

cenderung turun dari 42,3% (2005) menjadi 40,6% (2011), tetapi untuk tenaga kerja

yang berpendidikan SLTA kejuruan mengalami kenaikan dari 11,6% (2005) menjadi

14,4% (2011). Tampaknya sudah mulai ada pergeseran dari tahun ke tahun bahwa

industri manufaktur mulai menggunakan tenaga yang terdidik yang berasal dari SLTA

kejuruan.

TABEL 5.4. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN

MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2011

Tingkat pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah ≤ SD 4.932.118 4.631.317 5.238.864 5.396.356 5.270.737 5.555.149 5.566.421 SLTP 2.781.354 2.892.983 2.969.941 2.983.851 2.950.450 2.969.202 3.240.355 SLTA Umum 2.157.435 2.349.863 2.121.423 2.026.669 2.392.376 2.271.880 2.340.247 SLTA Kejuruan 1.349.821 1.278.153 1.310.362 1.469.873 1.470.954 1.714.891 1.969.054 Diploma 161.156 166.033 206.898 224.065 213.940 238.005 239.550 Universitas 270.522 259.792 246.579 339.328 316.983 303.394 340.397 Jumlah 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.142 12.615.440 13.052.521 13.696.024

Persentase ≤ SD 42,3 40,0 43,3 43,4 41,8 42,6 40,6

SMTP 23,9 25,0 24,6 24,0 23,4 22,7 23,7 SLTA Umum 18,5 20,3 17,5 16,3 19,0 17,4 17,1 SLTA Kejuruan 11,6 11,0 10,8 11,8 11,7 13,1 14,4 Diploma I/II/III/Akademi 1,4 1,4 1,7 1,8 1,7 1,8 1,7 Universitas 2,3 2,2 2,0 2,7 2,5 2,3 2,5 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah

Menurut status pekerjaan, tenaga kerja di sektor industri manufaktur dapat dirinci

sebagai berikut yaitu:

1. Berusaha sendiri

2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar

3. Berusaha sendiri dibantu buruh tetap

4. Buruh/karyawan

5. Pekerja bebas non pertanian

6. Pekerja tak dibayar

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

39

Dari keenam kelompok tersebut dapat dibuat menjadi dua kategori, yaitu sektor formal

dan sektor informal. Jika yang termasuk sektor formal adalah (3) berusaha sendiri

dibantu buruh tetap serta dan (4) buruh atau karyawan, maka yang termasuk sektor

informal adalah (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak

dibayar, (5) pekerjan bebas non pertanian dan (6) pekerja tidak dibayar.

Berbeda dengan sektor perdagangan yang banyak didominasi oleh tenaga kerja sektor

informal, sektor industri didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.

Tahun 2011 jumlah tenaga kerja formal di industri manufaktur mencapai 56,6% dan

sebanyak 44,4% bekerja di sektor informal industri manufaktur.

TABEL 5.5. JUMLAH DAN PERSENTASE PEKERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN

MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2011

Status 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah

1 1.182.443 1.064.801 1.509.835 1558894 2.138.257 1.866.194 2.558.123

2 994.741 984.560 1.239.787 1252720 1.230.927 1.340.761 1.295.076

3 382.307 388.563 463.461 454199 512.518 490.740 593.907

4 7.487.410 7.355.615 7.391.480 7320335 6.973.014 6.646.308 7.162.465

5 503.761 745.723 639.937 794140 964.747 864.612 807.890

6 1.101.744 1.038.879 849.567 1059853 795.977 1.843.906 1.278.563

11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.141 12.615.440 13.052.521 13.696.024

Persentase

1 10,15 9,20 12,48 12,53 16,95 14,30 18,68

2 8,54 8,50 10,25 10,07 9,76 10,27 9,46

3 3,28 3,36 3,83 3,65 4,06 3,76 4,34

4 64,26 63,53 61,12 58,84 55,27 50,92 52,30

5 4,32 6,44 5,29 6,38 7,65 6,62 5,90

6 9,46 8,97 7,02 8,52 6,31 14,13 9,34

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Catatan: 1. Berusaha sendiri 2. Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tidak dibayar 3. Berusaha sendiri dibantu buruh tetap 4. Buruh/karyawan 5. Pekerja bebas non pertanian 6. Pekerja tak dibayar Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun, diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

40

Ada kecenderungan baik angka absolut maupun persentase dari tahun 2005 hingga

tahun 2011, jumlah dan persentase buruh dan karyawan cenderung menurun dari 7,5

juta orang atau 64,26% tahun 2005 menjadi 7,2 juta orang atau 52,3% tahun 2011.

Namun, untuk status pekerjaan lainnya jumlahnya mengalami kenaikan, misalnya yang

berusaha sendiri jumlahnya naik dari 1,2 juta orang atau 10,15% tahun 2005 menjadi

2,6 juta orang 18,68% tahun 2011. Jumlah dan persentase yang berusaha dibantu

buruh tidak tetap/tidak dibayar juga meningkat dari 990 ribu atau 8,54% tahun 2005

menjadi 1,3 juta atau 9,46% tahun 2011 (Tabel 5.5). Kondisi ini menunjukkan bahwa

adanya pergeseran penyerapan tenaga kerja dari status buruh ke status yang lain

terutama berusaha sendiri. Tampaknya ada kecenderungan “informalisasi” tenaga kerja

di sektor industri manufaktur. TABEL 5.6. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15 TAHUN

KEATAS MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2005-2011

Kode Jenis Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah

0/1 Professional 117.939 68.088 113.604 260.917 221.420 229.800 329.740 2 Kepemimpinan 68.029 58.979 77.995 154.486 216.563 195.878 256.447 3 Tata usaha 523.583 629.748 574.084 521.590 532.298 461.539 572.007 4 Penjualan 372.465 187.006 297.270 247.294 221.160 307.211 277.118 5 Jasa 355.086 408.718 389.870 393.049 328.889 362.023 351.502 7/8/9 Produksi 10.194.734 10.214.955 10.638.113 10.862.805 11.095.110 11.496.070 11.909.210 X/00 Lainnya 20.570 10.647 3.131 - - - -

Jumlah 11.652.406 11.578.141 12.094.067 12.440.141 12.615.440 13.052.521 13.696.024

Persentase

0/1 Professional 1,01 0,59 0,94 2,10 1,76 1,76 2,41 2 Kepemimpinan 0,58 0,51 0,64 1,24 1,72 1,50 1,87 3 Tata usaha 4,49 5,44 4,75 4,19 4,22 3,54 4,18 4 Penjualan 3,20 1,62 2,46 1,99 1,75 2,35 2,02 5 Jasa 3,05 3,53 3,22 3,16 2,61 2,77 2,57 7/8/9 Produksi 87,49 88,23 87,96 87,32 87,95 88,08 86,95 X/00 Lainnya 0,18 0,09 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Catatan: 0/1.Profesional: Tenaga profesional, teknisi & yg sejenis 2. Kepemimpinan: Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3. Tata usaha: Tenaga tata usaha dan yang sejenis 4. Penjualan: Tenaga usaha penjualan 5. Jasa: Tenaga usaha jasa dan yang sejenis 7/8/9. Produksi: Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

41

Jika dilihat dari jenis pekerjaan di Tabel 5.6, sebagian besar tenaga kerja (sekitar 12

juta atau 87%) bekerja sebagai tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja

kasar disusul oleh tata usaha (350 ribu atau 2,57%) dan professional (329 ribu atau

2,41%).

Dilihat dari kecenderungan selama 2005-2011, jenis pekerjaan tenaga produksi,

operator alat angkutan dan pekerja kasar jumlahnya cenderung mengalami kenaikan

dari 10,1 juta orang tahun 2005 menjadi 11,9 juta orang tahun 2011, tetapi secara

proporsi cenderung konstan pada angka sekitar 87-88%. Jenis pekerjaan yang

mengalami kenaikan adalah professional dari 118 juta orang atau 1,01% tahun 2005

menjadi 329 juta orang (2,41%) tahun 2011. Jenis pekerjaan kepemimpinan juga

mengalami kenaikan dari 68 juta orang menjadi 256 juta orang pada kurun waktu yang

sama. Kondisi ini mengindikasikan bahwa makin meningkatnya jumlah usaha industri

manufaktur yang memerlukan tenaga professional dan kepemimpinan yang umumnya

masuk dalam jajaran manajemen. Hal ini juga menunjukkan makin penting besarnya

peran pendidikan dan keahlian dalam industri manufaktur, karena tenaga professional

dan kepemimpinan mensyaratkan pendidikan dan keterampilan yang tinggi.

Upah pekerja per bulan industri manufaktur di Tabel 5.7, secara rata-rata dari tahun ke

tahun mengalami kenaikan dari Rp 855 ribu tahun 2005 menjadi 1,1 juta tahun 2011.

Kenaikan ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk meningkatkan upah minimum

yang diberlakukan tiap tahun. Dari semua jenis pekerjaan, jenis pekerjaan ‘tenaga

produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar’ memiliki upah yang paling rendah

yang nilainya masih di bawah Rp 1 juta selama 2005-2011. Untuk jenis pekerjaan ini

umumnya industri hanya menerapkan upah minimum sesuai dengan keputusan

Bupati/walikota dimana industri beroperasi.

Upah per bulan yang paling besar diterima oleh pekerja dengan jenis pekerjaan ‘tenaga

kepemimpinan dan ketatalaksanaan’ yang menerima antara Rp3 juta – 6 Rp juta

selanjutnya diikuti oleh professional yang menerima upah antara Rp 2,1 – Rp 2,7 juta.

Untuk kedua jenis pekerjaan ini, karena memerlukan pendidikan dan skill tertentu

besaran upah tidak mengikuti upah minimum.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

42

TABEL 5.7. RATA-RATA UPAH PEKERJA INDUSTRI MANUFAKTUR UMUR 15+ TAHUN MENURUT

JENIS PEKERJAAN, 2005-2011 (RP/BULAN) Kode

Jenis Pekerjaan 2007 2008 2009 2010 2011

0/1 Professional 2.515.593 2.199.771 2.797.166 2.432.138 2.769.512

2 Kepemimpinan 5.782.317 3.294.318 3.892.479 3.869.613 6.211.141

3 Tata usaha 1.276.816 1.569.274 1.858.933 2.014.104 1.953.385

4 Penjualan 1.344.650 1.316.262 1.755.368 1.824.861 1.349.918

5 Jasa 829.139 1.153.647 1.541.462 1.236.630 1.129.618

7/8/9 Produksi 742.977 742.611 849.989 892.774 940.358

X/00 Lainnya 1.247.006

- - -

Industri manufaktur 855.001 868.886 1.014.461 1.042.753 1.120.695 Catatan: 0/1.Profesional: Tenaga profesional, teknisi & yg sejenis 2. Kepemimpinan: Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan 3. Tata usaha: Tenaga tata usaha dan yang sejenis 4. Penjualan: Tenaga usaha penjualan 5. Jasa: Tenaga usaha jasa dan yang sejenis 7/8/9. Produksi: Tenaga produksi, operator alat angkutan dan pekerja kasar Sumber: Sakernas Februari berbagai tahun

Menurut BPS, produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam

menghasilkan barang dan dapat dihitung dengan cara membagi nilai tambah dengan

jumlah tenaga kerja yang dibayar. Produktivitas pekerja di sektor industri manufaktur

skala besar dan sedang menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun 2005

hingga tahun 2009. Pekerja yang mempunyai produktivitas paling tinggi adalah mereka

yang bekerja sub sektor Kendaraan bermotor dengan nilai Rp 669 juta per orang per

tahun, disusul Alat angkutan lainnya dengan nilai Rp 606 juta per orang per tahun, dan

Kimia dan barang-barang dari bahan kimia dengan nilai Rp 479 juta orang per tahun di

tahun 2009 (Tabel 5.8).

Produktivitas pekerja yang bekerja di sub sektor makanan dan minuman, tekstil,

pakaian jadi, termasuk yang mempunyai produktifitas rendah. Hal ini karena umumnya

pekerja di subsektor tersebut umumnya padat karya dan menggunakan teknologi yang

sederhana sehingga nilai produktivitasnya rendah.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

43

TABEL 5.8 PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TAHUN 2005-2009 (JUTA RP/PEKERJA/TAHUN)

Subsektor 2005 2006 2007 2008 2009

Makanan dan Minuman 92,52 104,45 126,50 172,15 193,35

Tembakau 147,06 155,95 176,37 161,34 184,09

Tekstil 46,26 65,53 70,40 64,51 86,83

Pakaian jadi 26,12 33,17 40,46 48,37 59,24

Kulit dan barang dari kulit 36,82 43,73 44,42 57,73 61,45

Kayu, barang dari kayu, dan anyaman 51,25 48,87 64,43 70,64 80,85

Kertas dan barang dari kertas 201,96 242,94 242,57 296,03 390,74

Penerbitan, percetakan, dan reproduksi 101,48 99,13 128,45 106,88 134,09

Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir 133,19 901,08 348,41 592,54 395,62

Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 208,01 279,46 374,37 611,46 585,73

Karet dan barang-barang dari plastik 66,77 85,64 100,34 118,65 124,58

Barang galian selain logam 116,42 99,22 135,59 147,55 173,41

Logam dasar 248,94 308,96 385,77 499,07 479,38

Barang-barang dari logam dan peralatannya 72,61 112,35 112,94 144,06 213,87

Mesin dan perlengkapannya 88,84 84,74 111,89 166,24 218,29

Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 174,42 77,18 77,04 103,69 109,27

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 115,20 135,09 146,36 291,86 253,59

Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 110,98 129,62 124,46 124,68 148,04

Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam 39,72 105,94 80,39 77,54 78,89

Kendaraan bermotor 593,81 538,74 516,55 558,44 669,76

Alat angkutan lainnya 239,33 256,34 440,54 504,49 606,36

Furniture dan industri pengolahan lainnya 29,33 40,02 45,09 43,93 47,82

Daur ulang 19,69 98,99 67,09 26,02 27,76

Jumlah 93,80 108,15 129,39 161,40 184,20 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

44

BAB VI PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN, TEKSTIL &

PRODUK TEKSTIL, DAN ELEKTRONIK 6.1. Industri Makanan dan Minuman Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat

besar. Jumlah penduduk yang sangat besar akan membutuhkan makanan dan minuman

yang juga besar. Kebutuhan makanan dan minuman masih didominasi oleh produksi

domestik, dan oleh sebab itu industri makanan dan minuman akan tumbuh dan

berkembang hanya dengan memenuhi permintaan domestik. Berkembangnya industri

makanan dan minuman tidak hanya mendukung pertumbuhan pertanian melainkan

juga mendukung program diversifikasi pangan.

Renstra Kementerian Perindustrian memasukkan industri makanan dan minuman

sebagai industri unggulan yang akan dikembangkan. Bahkan industri makanan dan

minuman akan dikembangkan di beberapa kabupaten/kota di provinsi-provinsi di

Indonesia.

6.1.1 Perkembangan Jumlah Industri dan Nilai Tambah Industri Makanan dan Minuman Sama halnya dengan komposisi industri manufaktur yang didominasi oleh usaha kecil,

industri makanan dan minuman juga didominasi oleh industri kecil. Proporsi industri

kecil pada industri makanan dan minuman lebih besar dibandingkan dengan industri

secara umum. Tren proporsi industri besar menunjukkan kecenderungan meningkat

yakni dari 5,5% menjadi 7,4% selama periode 2004-2007 (Tabel 6.1). Hal ini tentunya

diikuti dengan penurunan proporsi industri skala kecil.

Selanjutnya jumlah industri industri besar makanan dan minuman terus meningkat

menjadi 5.871 tahun 2009. Proporsi industri besar dan sedang makanan minuman

terhadap industri besar dan sedang meningkat dari 22,43% tahun 2004 menjadi 24,0%

tahun 2009. Hal ini menunjukkan angka pertumbuhan industri makanan dan minuman

lebih besar dibandingkan dengan total industri besar dan sedang yakni rata-rata

pertumbuhannya berturut-turut 6,04% dan 1,38% (Tabel 6.2). Perkembangan jumlah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

45

industri makanan skala besar dan sedang selama 6 tahun, dari 4.639 buah tahun 2004

menjadi 5.871 buah tahun 2009 (Tabel 6.3). Namun demikian bila dicermati lebih dekat,

pertumbuhan industri makanan minuman sejak tahun 2006-2009 cenderung

menunjukkan penurunan.

TABEL 6.1 JUMLAH DAN DISTRIBUSI INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT SKALA USAHA 2004-2007

Skala Usaha 2004 2005 2006 2007 Ind. Kecil dan Mikro 870.377 780.631 1.206.223 1.187.263 (%) 94,5 93,0 93,6 92,6 Ind. Besar dan sedang 50.548 58.900 81.906 94.643 (%) 5,5 7,0 6,4 7,4 Jumlah 920.925 839.531 1.288.129 1.281.906 (%) 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: BPS. Survei Industri Besar dan Sedang dan Survei Industri Kecil, berbagai tahun

TABEL 6.2 JUMLAH INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN BESAR DAN SEDANG, 2004-2009

Deskripsi

2004

2005

2006

2007

2008

2009

Rerata partumbuhan

(%/th) Ind. makanan dan minuman

4.639 4.722 6.615 6.341 6.063 5.871 6.04

% Ind. makanan minuman thd jumlah industri manufaktur

22,43 22,78 22,45 22,65 23,60 24,0 1,38

Sumber: BPS. Survei Industri Besar Sedang, berbagai tahun

Struktur jumlah industri makanan minuman skala besar dan sedang dengan

pengelompokan ISIC 3 digit, lebih dari 50% didominasi oleh kelompok makanan

lainnya, kemudian kategori makanan olahan dan pengolahan padi. Sedangkan untuk

kategori minuman dan susu masing-masing sekitar 5% dan 1% (Tabel 6.3).

Pengamatan selama 2004-2009 struktur tersebut tidak menunjukkan perubahan yang

cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sub kelompok industri di

dalam kelompok industri makanan dan minuman tidak banyak berbeda jauh satu sama

lain.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

46

TABEL 6.3. DISTRIBUSI JUMLAH INDUSTRI MAKANAN MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009

ISIC Jenis Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009

151 Makanan olahan 22,4 23,1 22,2 23,0 23,6 24,24

152 Susu 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 0,85

153 Pengolahan padi 16,1 15,7 17,1 16,2 16,4 16,23

154 Makanan lainnya 54,8 54,2 54,4 54,1 53,9 53,11

155 Minuman 5,9 6,1 5,4 5,8 5,4 5,57

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Jumlah 4.639 4.723 6.615 6.341 6.063 5.871 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar Sedang 2008 dan 2009

TABEL 6.4. NILAI TAMBAH INDUSTRI MAKANAN & MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009

Deskripsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009

% NT IBS Mamin thd NT IBS Jumlah

14,1 14,9 15,9 15,8 17,3 17,3

Nilai tambah ind mamin (miliar Rp)

50.548 58.900 81.906 94.643 124.202 138.211

Pertumbuhan (%/th)

2004-05 2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 Rata-rata

NT Mamin 16,5 39,1 15,6 31,2 11,3 22,74

NT semua industri 10,5 29,7 16,3 20,2 11,2 17,58

Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun Proporsi nilai tambah industri besar dan sedang makanan dan minuman menunjukkan

peningkatan yang konsisten dan cukup tajam yakni dari 14,1% di tahun 2004 menjadi

17,3% di tahun 2009. Hal ini menunjukkan pertumbuhan permintaan industri besar

sedang makanan dan minuman jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan

permintaan industri besar sedang secara keseluruhan. Rata-rata pertumbuhan nilai

tambah selama periode 2004-2009 untuk industri makanan dan minuman

22,74%/tahun sedangkan untuk semua industri hanya 17,58%/tahun atas harga

berlaku (Tabel 6.4).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

47

TABEL 6.5 STRUKTUR NILAI TAMBAH INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN SKALA BESAR DAN SEDANG (%), 2004-2009

Deskripsi 2004 2005 2006 2007 2008 2009

151 Makanan olahan 54,3 57,1 49,0 53,6 54,0 53,5

152 Susu 6,2 4,4 3,2 3,6 2,7 2,3

153 Pengolahan padi 8,9 7,9 19,2 14,1 10,9 9,9

154 Makanan lainnya 26,3 25,5 24,1 22,9 27,3 28,8

155 Minuman 4,3 5,1 4,5 5,9 5,1 5,4

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Miliar Rp 50.548 58.900 81.906 94.643 124.202 138.211

Sumber: BPS, Indikator Statistik Industri Besar Sedang 2008 dan 2009

Meskipun jumlah industri kelompok jenis makanan olahan menempati urutan kedua

dalam kelompok industri makanan minuman, namun nilai tambahnya menempati

urutan pertama. Proporsi sub kelompok industri makanan olah sekitar 50%, kemudian

diikuti oleh kelompok makanan lainnya dan pengolahan padi. Tingginya proporsi nilai

tambah untuk sub kelompok makanan olahan disebabkan karena nilai produknya lebih

bernilai tambah. Hal ini didukung oleh proporsi produk sub kelompok makanan olahan

yang diekspor cukup tinggi sedangkan proporsi komponen bahan baku impor sangat

rendah.

6.2 Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) Peranan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) dalam perekonomian Indonesia

cukup besar. Pada tahun 2008-209 industri TPT memberikan kontribusi sekitar 3,5%

terhadap total nilai ekspor nonmigas Indonesia dan sekaligus merupakan industri

padat karya yang mampu menyerap lebih dari satu juta tenaga kerja (SMERU, 2009).

Namun, ternyata industri TPT Indonesia menghadapi berbagai masalah. Masalah-

masalah tersebut diantaranya adalah biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan

yang belum kondusif, mesin-mesin pertekstilan yang sebagian besar sudah sangat tua,

dan maraknya produk impor ilegal terutama dari China. Berbagai permasalahan

tersebut menyebabkan Industri TPT Indonesia berjalan dengan kondisi yang kurang

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

48

sehat. Biaya operasional menjadi relatif mahal, produktivitas relatif rendah. Dengan

kondisi yang cukup berat tersebut, produk TPT Indonesia masih berhasil mendapat

tempat yang cukup baik di pasar luar negeri, bahkan memiliki daya saing yang cukup

tinggi di pasar internasional. Ini terbukti dari cukup besarnya kontribusi devisa yang

dihasilkan dari sektor ini dari tahun ke tahun maupun kontribusi Indonesia terhadap

perdagangan TPT internasional dibanding negara-negara eksportir lainnya5. Menurut

data Bank Indonesia, pada 2010 devisa yang dihasilkan dari sub sektor TPT mencapai

US$ 11,2 miliar.

Untuk mengembangkan industri TPT pemerintah menetapkan industri TPT sebagai

industri unggulan di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Riau, Jawa

Barat. Saat ini sekitar 60% industri TPT berada di Jawa Barat.

TABEL 6.6. DAFTAR LOKASI PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KOMODITI UNGGULAN DAERAH MENURUT PROVINSI

Sumber: Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional

6.2.1. Perkembangan Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil

Proporsi industri besar dan sedang TPT terhadap total industri besar sedang

meningkat dari 18,4% tahun 2004 menjadi 20,5% tahun 2009. Tapi mulai tahun 2008

hingga tahun 2009 trennya cenderung menurun menjadi 18,91% tahun 2009 (Tabel

6.7).

Jumlah industri TPT skala besar dan sedang meningkat dari 3.800 tahun 2004 menjadi

5.010 tahun 2008 tahun tapi jumlah menurun menjadi 4.741 tahun 2009. Sedangkan 5 Ermina Miranti, 2007. “Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi Dan Peluang”, dalam Economic Review, No. 209, 2007.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

49

total industri besar dan sedang dalam kurun waktu 2004-2009 meningkat dari 20.685

buah menjadi 25.077 buah tahun 2009 (Tabel 6.7). Kemungkinan dampak krisis

Amerika berpengaruh pada permintaan TPT Indonesia sehingga ada penutupan

industri.

TABEL 6.7 JUMLAH INDUSTRI TPT SKALA BESAR DAN SEDANG 2004-2009

Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tekstil 1.892 1.934 2.809 2.820 2.355 2.601 Pakaian jadi 1.908 1.922 3.256 2.917 2.655 2.140 Jumlah ITPT 3.800 3.856 6.065 5.737 5.010 4.741 % ITPT thd industri 18,4 18,6 20,6 20,5 19,5 18,91 Jml ind manufaktur 20.685 20.729 29.468 27.998 25.694 25.077

Sumber: www.bps.go.id Jika dilihat lebih detail, struktur jumlah industri TPT skala besar dan sedang terlihat

bahwa untuk kelompok tekstil didominasi oleh industri benang dan kain yang

persentasenya lebih dari 25% selama periode 2004-2009, diikuti permadani yang

persentasenya 10-11%. Sedangkan untuk pakaian jadi didominasi oleh pakaian jadi

kain yang persentasenya 50% ke atas kecuali tahun 2009 yang turun menjadi 45,1%.

Pengamatan selama 2004-2009 struktur tersebut tidak menunjukkan perubahan yang

cukup berarti baik kelompok tekstil maupun kelompok pakaian jadi (Tabel 6.8). Tabel

tersebut juga menunjukkan bahwa pertumbuhan sub kelompok industri dalam

kelompok industri TPT berfluktuasi dari tahun ke tahun selama periode 2004-2009.

TABEL 6.8. DISTRIBUSI PERSENTASE INDUSTRI TPT BESAR DAN SEDANG 2004-2009

Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tekstil

Benang dan kain 28,4 30,4 25,6 27,5 24,6 32,4 Permadani 11,2 10,7 11,9 11,2 11,7 11,7 Perajutan 8,2 6,8 7,1 8,5 8,3 8,2 Kapuk 2,0 2,2 1,7 1,9 2,4 2,6 Pakaian jadi Pakaian jadi kain 50,1 49,8 53,6 50,7 52,9 45,1 Pakaian jadi bulu 0,1 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Jumlah Ind TPT 3.800 3.856 6.065 5.737 5.010 4.741 Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

50

Dilihat dari jumlah absolut, ada kecenderungan jumlah industri benang dan kain naik

dari 1,081 (28,4%) tahun 2004 menjadi 1.536 (32,4%) tahun 2009. Jumlah industri

pakaian jadi mengalami kenaikan dari 1.904 menjadi 2.137 pada periode yang sama,

tapi secara proporsi mengalami penurunan 50% menjadi 45% (Tabel 6.9).

TABEL 6.9. JUMLAH INDUSTRI TEKSTIL DAN PAKAIAN JADI SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN 2004-2009

Industri 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tekstil

Benang dan kain 1.081 1.173 1.554 1.578 1.231 1.536

Permadani 424 414 719 645 585 553

Perajutan 312 262 430 487 418 388

Kapuk 75 86 106 110 121 124

Pakaian jadi

Pakaian jadi dari kain 1.904 1.920 3.249 2.911 2.652 2.137

Pakaian jadi dari bulu 4 1 7 6 3 3

Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun

Menurut BPS, industri mikro adalah industri yang memiliki tenaga kerja antara 1-4

orang, sedangkan industri kecil adalah industri yang memiliki jumlah tenaga kerja

antara 5-19 orang. Jumlah industri tekstil kategori industri mikro dan kecil terus

mengalami peningkatan dari 272.028 buah tahun 2004 menjadi 294.464 buah tahun

2007. Begitu pula untuk industri pakaian jadi mengalami peningkatan dari 74.857 buah

menjadi 94.232 buah pada kurun waktu yang sama (Tabel 6.10).

TABEL 6.10. JUMAH INDUSTRI TEKSTIL DAN INDUSTRI PAKAIAN JADI MIKRO DAN KECIL, 2004-2007

Jenis industri 2004 2005 2006 2007

Industri Tekstil 272.028 260.759 298.461 294.464

Industri Pakaian Jadi 74.857 78.888 98.806 94.232

Sumber: BPS. Profil Industri Kecil dan Mikro, 2004-2009

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

51

6.2.2 Perkembangan Nilai Tambah Industri TPT

Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas

karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam

suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai

selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak

termasuk tenaga kerja.

Nilai tambah industri besar dan sedang kelompok tekstil cenderung mengalami

peningkatan dari tahun 2005-2009 terutama pada industri benang dan kain yang

meningkat pesat dari dari 20.283 miliar tahun 2005 menjadi Rp 34.759 miliar tahun

2009 (Tabel 6.11). TABEL 6.11. NILAI TAMBAH INDUSTRI TPT SKALA BESAR DAN SEDANG (DALAM MILIAR RUPIAH),

2005-2009

Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Tekstil Benang dan kain 20.283 29.874 31.296 23.865 34.759 Permadani 1.754 3.038 2.639 1.981 2.290 Perajutan 4.175 4.585 5.300 5.363 6.119 Kapuk 21 32 100 61 71 Pakaian jadi

Pakaian jadi kain 11.805 19.353 21.125 23.949 27.530 Pakaian jadi bulu 1 5 40 20 2

Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar Sedang, berbagai tahun

Pada kelompok pakaian jadi yang memiliki nilai tambah paling tinggi adalah pakaian

jadi kain yang nilainya mengalami peningkatan dari Rp 11.805 miliar tahun 2005

menjadi Rp 27.530 miliar tahun 2008 (Tabel 6.11). Tingginya proporsi nilai tambah

untuk sub kelompok tekstil dan pakaian jadi disebabkan produk ini sebagian besar

untuk pasar ekspor dengan bahan baku impor yang rendah.

6.3 Industri Elektronik

Industri elektronik merupakan industri yang berkembang sejak tahun 1970-an sesudah

ada kebijakan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri elektronik dengan

pola substitusi impor sampai pertengahan tahun 1985. Kebijakan pemerintah tersebut

disambut baik oleh masyarakat industri elektronik. Puluhan industri bermunculan sejak

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

52

tahun 1970. Mereka ini boleh dibilang pioner dalam dunia elektronik. Dengan

rangsangan yang diberikan terhadap PMA (Penanaman Modal Asing), kemudian muncul

beberapa industri patungan dengan merek-merek terkenal dari Jepang, seperti National

dan Sanyo; dan beberapa industri dengan merek terkenal dari Eropa, seperti Grundig,

Philips, dan ITT. Sampai 1973 sudah 15 industri yang aktif, baik sebagai agen tunggal

pemegang merek (ATPM) maupun yang memproduksi dengan merek lokal.

Industri ATPM, misalnya PT Yasonta merakit televisi dengan merek Sharp dari Jepang,

PT Sanyo Industries Indonesia merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan

merek Sanyo dari Jepang; PT National Gobel merakit radio, televisi dan alat-alat rumah

tangga dengan merek National (sekarang berubah menjadi Panasonic) dari Jepang; PT

Asia Electronics Corp. merakit radio dan televisi merek Grundig dari Jerman.

Sedangkan yang memproduksi merek lokal adalah PT Galindra Electric Ltd., yang juga

merakit radio, televisi, tape recorder dengan merek Galindra; PT Telesonic, dan

sebagainya. Sampai 1985 jumlah industri elektronik bertambah menjadi sekitar 58

industri dengan berbagai merek produksi. Sebagian besar merek asing yang diproduksi

di Indonesia berasal dari Jepang, dari sisi jenis produk juga berkembang dan sampai

tahun 1973 produk yang dihasilkan terbatas pada radio, televisi, dan tape recorder. Ada

sedikit industri yang merakit beberapa produk alat-alat rumah tangga. Setelah tahun

1973, jenis produknya sudah mulai merambah ke alat-alat listrik rumah tangga.

Industri elektronik semakin lama semakin beraneka baik jenis maupun kegiatannya

dari barang elektronik penunjang kebutuhan rumah tangga, menuju barang-barang

elektronik yang berkaitan dengan mesin, listrik dan telematika. Namun demikian

industri elektronik di Indonesia menghadapi berbagai masalah. Masalah-masalah

tersebut diantaranya adalah biaya energi yang mahal, infrastruktur pelabuhan yang

belum kondusif, bahan baku masih impor, kebijakan pemerintah dan persoalan

ketenagakerjaan. Akibatnya beberapa industri elektronik telah menutup usaha mereka

dan pindah ke negara-negara yang dianggap lebih kondusif seperti Malaysia, Vietnam

dan Thailand.

Dengan kondisi yang cukup berat tersebut, produk elektronik Indonesia masih

mempunyai peluang untuk memperoleh tempat yang cukup baik di pasar dalam dan

luar negeri, bahkan memiliki daya saing yang cukup tinggi di pasar internasional. Ini

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

53

terbukti dari cukup besarnya kontribusi devisa yang dihasilkan dari sektor ini dari

tahun ke tahun maupun kontribusi Indonesia terhadap perdagangan elektronik

internasional dibanding negara-negara eksportir lainnya.

Tahun 2004, ekspor elektronik mencapai 7,6 miliar USD dan sampai sekarang

sumbangan ekspor industri elektronik mencapai 8,1% dari seluruh produk industri

(BPS, 2011). Dalam kaitannya dengan industri ungulan, untuk industri elektronik

pemerintah menetapkan industri elektronik menjadi unggulan di provinsi DKI Jakarta,

Surabaya dan Batam.

6.3.1 Perkembangan Jumlah Industri Elektronik Besar, Sedang, dan Kecil.

Jumlah industri elektronik besar dan sedang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Industri

mesin listrik dan perlengkapannya berjumlah 249 pada tahun 2004, jumlah ini

meningkat terus dan mencapai puncak pada tahun 2007 yaitu 285, namun kemudian

menurun dan menjadi 248 industri pada tahun 2009. Hal yang sama juga terlihat pada

industri radio, televisi dan peralatan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa industri ini

sangat tergantung pada situasi perekonomian global. Harga bahan baku yang sangat

berfluktuasi serta iklim usaha yang belum baik. Jumlah industri elektronik adalah 468

pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 464 industri di tahun 2009 (Tabel 6.12).

TABEL6.12 JUMLAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA BESAR DAN SEDANG TAHUN 2004 - 2009

Industri Elektronik 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 249 252 279 285 271 248

Radio, televisi, dan perlatan komunikasi 219 191 227 227 205 216

Jumlah 468 443 506 512 476 464 Sumber: www. bps.go.id

Pada tahun 2009, struktur jumlah industri elektronik skala besar dan sedang dengan

pengelompokan ISIC 3 digit menunjukkan bahwa 32,54% didominasi oleh kelompok

komponen elektronik, kemudian kategori kabel listrik 16,38% dan alat pengontrol

listrik 13,15% serta radio dan sejenisnya 11,42%. Sedangkan industri elektronik

lainnya hanya berada dibawah 10 % dari jumlah industri elektronik. Data tahun 2005-

2008 menunjukkan bahwa struktur industri elektronik tersebut tidak menunjukkan

perubahan yang cukup berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sub

kelompok industri di dalam kelompok industri elektronik tidak berbeda jauh satu sama

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

54

lain. Jika diperhatikan satu persatu seluruh jenis industri elektronik mengalami

penurunan meskipun persentasenya kecil. Hanya industri alat pengontrol listrik yang

menunjukkan peningkatan dari 12,42% tahun 2005 menjadi 13,15% tahun 2009 (Tabel

6.13).

TABEL 6.13 PERSENTASE INDUSTRI ELETRONIK BESAR DAN SEDANG TAHUN, 2005-2009

Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya & perlengkapannnya Motor listrik dan perlengkapannya 7,45 8,10 8,40 8,40 6,90 Alat pengontrol listrik 12,42 12,65 16,99 14,50 13,15 Kabel listrik 16,48 16,01 15,43 16,39 16,38 Akumulator listrik 8,35 7,31 6,05 6,72 6,68 Bola lampu pijar 6,09 5,93 5,86 5,67 5,82 Alat listrik lainnya 6,09 5,14 2,93 5,25 4,53 Radio, televisi dan peralatan komunikasi Komponen elektronik 29,57 32,02 33,20 30,88 32,54 Alat komunikasi 2,48 2,17 1,56 2,31 2,59 Radio dan sejenisnya 11,06 10,67 9,57 9,87 11,42 Jumlah % 100 100 100 100 100 Jumlah 443 506 512 476 464

Sumber: www. bps.go.id

Sementara itu industri kecil dan mikro di bidang elektronik tidak terlalu besar. Data

menunjukkan jumlah industri kecil di bidang elektronik meningkat dari 263 tahun 2004

menjadi 679 tahun 2007. Industri mesin listrik dan perlengkapannya menunjukkan

peningkatan dari 130 pada tahun 2004 menjadi 170 tahun 2005 dan meningkat terus

menjadi 349 pada tahun 2007. Sedangkan industri radio, televisi dan peralatan

komunikasi berfluktuasi pada tahun 2004 jumlah hanya 133 buah meningkat menjadi

471 buah tahun 2005 tapi turun lagi menjadi 330 tahun 2007 (Tabel 6.14).

TABEL 6.14 JUMLAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA KECIL, TAHUN 2004-2007

Industri 2004 2005 2006 2007

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 130 170 337 349

Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 133 471 241 330

Jumlah 263 641 578 679 Sumber: BPS, Profil Industri Mikro dan Kecil, berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

55

6.3.2 Nilai Tambah Industri Elektronik

Nilai tambah industri elektronik besar dan sedang dapat dilihat pada Tabel 6.15 berikut

ini. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai tambah industri elektronik menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun secara signifikan, yaitu dari 24.866 miliar rupiah pada

tahun 2005 menjadi 39.692 miliar rupiah di tahun 2009. Hal yang sama juga terjadi

pada kelompok industri mesin listrik dan perlengkapannya. Sedangkan untuk radio,

televisi dan peralatan komunikasi sempat mengalami penurunan pada tahun 2008

tetapi kemudian pulih kembali pada tahun 2009.

TABEL 6.15 NILAI TAMBAH INDUSTRI ELEKTRONIK SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN

2005-2009

Industri Elektronik 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

9.360 10.807 12.113 22.501 20.421

Radio, televisi, dan peralatan komunikasi

15.506 18.364 18.331 14.622 19.271

Jumlah 24.866 29.171 30.444 37.123 39.692 Sumber: BPS, Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang berbagai tahun.

Jika diperhatikan nilai tambah menurut ISIC 3 digit, tampak bahwa industri komponen

elektronik mempunyai nilai tambah yang besar yaitu Rp 13.784 miliar di tahun 2009.

Sementara alat pengontrol listrik yang jumlahnya besar hanya memberikan nilai

tambah Rp 1.421 miliar.

Tingginya nilai tambah industri komponen elektronik, mungkin disebabkan oleh

permintaan pasar luar negeri yang masih signifikan. Beberapa industri elektronik di

kota Batam yang menyediakan komponen elektronik, komponen peralatan komputer

dan lainnya memperkirakan peningkatan permintaan untuk tahun-tahun mendatang.

TABEL 6.16. NILAI TAMBAH INDUSTRI ELEKTRONIK 3 DIGIT SKALA BESAR DAN SEDANG, TAHUN

2005- 2009

Jenis Industri Elektronik 2005 2006 2007 2008 2009 Mesin listrik lainnya & perlengkapannnya Motor listrik dan perlengkapannya 1.564 1.754 1.096 1.576 2.745 Alat pengontrol listrik 755 1.172 1.530 1.347 1.421 Kabel listrik 1.200 2.591 3.346 4.124 4.540 akumulator listrik 3.010 3.082 3.493 4.864 3.873 Bola lampu pijar 863 874 1.241 702 801 Alat listrik lainnya 1.968 1.334 1.408 9.888 7.041

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

56

Radio, televisi dan peralatan komunikasi Komponen elektronik 8.662 10.931 12.594 9.186 13.784 Alat komunikasi 790 1.157 650 604 416 Radio dan sejenisnya 6.054 6.277 5.087 4.831 5.072 Jumlah 24.866 29.172 30.445 37.122 39.693

Sumber: BPS. Indikator Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun

Perubahan nilai tambah industri besar dan sedang elektronik menunjukkan kondisi

yang fluktuatif. Perubahan nilai untuk industri elektronik hampir seluruhnya

mengalami kenaikan cukup signifikan kecuali bola lampu pijar dan alat komunikasinya

mengalami penurunan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

57

BAB VII PERKEMBANGAN JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN &

MINUMAN, TEKSTIL & PRODUK TEKSTIL, DAN ELEKTRONIK

7.1 Gambaran Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Industri manufaktur di Indonesia mulai berkembang pada dasawarsa 1980-an, karena

kebijakan pembangunan ekonomi pada waktu itu adalah mendorong pertumbuhan

industri manufaktur yang diimbangi dengan mekanisasi pertanian. Pertumbuhan

industri manufaktur yang cepat akan meningkatkan nilai tambah yang cukup besar pula

dibandingkan dengan sektor pertanian sehingga proporsi nilai tambah industri

manufaktur dalam struktur PDB nasional menjadi yang terbesar di tahun 1991. Kondisi

ini dibarengi dengan pergeseran tenaga kerja dari yang produktifitasnya rendah, sektor

pertanian, ke sektor-sektor yang produktifitasnya tinggi, salah satunya adalah industri

manufaktur. Hal ini pula yang menyebabkan arus pergerakan penduduk dari desa-desa

di pulau Jawa menuju wilayah pantai utara Jawa yang menjadi daerah pengembangan

industri manufaktur.

Industri Manufaktur mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian di

Indonesia. Sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar,

dibandingkan sektor-sektor lainnya, khususnya industri manufaktur non-migas.

GAMBAR 7.1 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR,

2005-2010

Sumber: BPS. Sakernas berbagai tahun dan PDB Menurut Lapangan Usaha

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

58

Jumlah tenaga kerja meningkat dari 11.841.908 orang di tahun 2005 menjadi

13.824.251 orang di tahun 2010. Pertambahan tenaga kerja industri manufaktur

sebesar 1.982.343 orang periode 2005-2010 atau rata-rata pertambahan 396.469 orang

per tahun. Jika diperhatikan persentasenya terhadap total jumlah tenaga kerja nasional

hasilnya tidak banyak mengalami perubahan yakni sekitar 12%. Hal ini menunjukkan

bahwa pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur hampir sama

dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan.

Meskipun mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja, jika diperhatikan semua

kelompok industri manufaktur mengalami fluktuasi. Industri tekstil, barang kulit dan

alas kaki, industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri alat angkut, mesin dan

peralatannya serta barang lainnya menunjukkan kecenderungan meningkat. Sementara

untuk industri makanan dan minuman, barang kayu dan hasil hutan lainnya serta

semen dan barang galian bukan logam justru menunjukkan kecenderungan menurun.

Jika dirinci menurut jenis industri, pada tahun 2011 industri yang menyerap

tenagakerja terbanyak adalah industri makanan, minuman dan tembakau (27,01%),

industri tekstil, barangkulit dan alas kaki (25,22 %) dan industri barang kayu dan hasil

hutan lainnya 19,81%), industri alat angkut dan peralatannya (7,25%) dan industri

logam (7,07%).

TABEL 7.1 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005 - 2010

Kelompok industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah I . Industri Migas:

Makanan, minuman & tembakau 2.890.756 2.885.159 3.384.421 3.402.704 3.526.972 3.734.252 Tekstil, barang kulit & alas kaki 2.976.037 2.887.636 2.888.566 2.959.399 3.153.708 3.486.086 Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.721.297 2.646.710 2.774.319 2.618.504 2.563.109 2.739.038 Kertas dan barang cetakan 499.946 433.199 511.757 528.585 554.923 589.547 Pupuk, kimia dan barang dari karet 739.506 711.003 694.889 727.673 721.022 835.268 Semen dan barang galian bukan logam 771.868 803.506 1.007.794 1.097.667 1.102.982 977.241

Logam dasar besi dan baja 198.711 229.023 98.070 120.137 115.347 144.321 Alat angkut, mesin dan peralatannya 681.548 589.438 778.313 869.390 877.017 1.001.925 Barang lainnya 310.037 268.817 210.551 200.527 193.896 288.424 II. Industri migas 52.202 20.440 20.049 24.790 30.824 28.149 Jumlah industri manufaktur 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

59

Persentase I . Industri Migas:

Makanan, minuman &

tembakau 24,41 25,14 27,36 27,11 27,47 27,01

Tekstil, barang kulit & alas kaki 25,13 25,16 23,35 23,58 24,56 25,22

Barang kayu & hasil hutan

lainnya 22,98 23,07 22,43 20,87 19,96 19,81

Kertas dan barang cetakan 4,22 3,78 4,14 4,21 4,32 4,26

Pupuk, kimia dan barang dari

karet 6,24 6,20 5,62 5,80 5,62 6,04

Semen dan barang galian

bukan logam 6,52 7,00 8,15 8,75 8,59 7,07

Logam dasar besi dan baja 1,68 2,00 0,79 0,96 0,90 1,04

Alat angkut, mesin dan

peralatannya 5,76 5,14 6,29 6,93 6,83 7,25

Barang lainnya 2,62 2,34 1,70 1,60 1,51 2,09

II. Industri migas 0,44 0,18 0,16 0,20 0,24 0,20

Jumlah industri manufaktur 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: Sakernas Agustus berbagai tahun

Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, nampak bahwa industri manufaktur lebih

banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Hal ini tidak terlepas dari sifat teknologi

yang digunakan dalam industri manufaktur cenderung lebih banyak yang memerlukan

ketelitian, ketekunan, kerapian dan kesabaran; dan untuk jenis pekerjaan tersebut lebih

tepat untuk pekerja perempuan. Persentase laki-laki yang bekerja di industri

manufaktur sepanjang tahun 2005 sampai 2008 mengalami penurunan dari 58,83%

(6,9 juta orang) pada tahun 2005 menjadi 56,61% (7,8 orang) pada tahun 2010.

Sementara untuk tenaga kerja perempuan, cenderung mengalami peningkatan dari

41,17% tahun 2005 (4,8 juta orang) menjadi 43,39% (5,9 juta orang) tahun 2010.

Semakin meningkatnya proporsi tenaga kerja perempuan di industri manufaktur

menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peluang untuk mendapatkan pekerjaan

di industri manufaktur lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

60

TABEL 7.2 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA MENURUT JENIS KELAMIN, 2005-2010

Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Laki-laki 6.967.149 6.823.489 7.119.262 7.128.631 7.219.614 7.826.231 Perempuan 4.874.759 4.651.442 5.249.467 5.420.745 5.620.186 5.998.020 Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251 Persentase 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Laki-laki 58,83 59,46 57,56 56,80 56,23 56,61 Perempuan 41,17 40,54 42,44 43,20 43,77 43,39 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Jika dilihat menurut kelompok umur, tenaga kerja di industri manufaktur didominasi

oleh tenaga kerja berumur produktif muda (25-34 tahun), dan proporsinya mengalami

sedikit kenaikan dari 32,86% dari tahun 2005 menjadi 33,69% tahun 2010. Yang cukup

menarik disimak, kelompok umur 15-24 tahun mempunyai proporsi cukup besar dan

menempati urutan ketiga yaitu mencapai 21,51% (2,9 juta orang) pada tahun 2010.

Padahal seharusnya penduduk kelompok ini masih menduduki bangku sekolah baik

sekolah menengah atas, maupun perguruan tinggi. Urutan kedua adalah mereka yang

berumur 35-44 tahun yaitu sebanyak 3,3 juta orang (24,13%) pada tahun 2010.

Kecenderungan proporsi tenaga kerja pada kelompok umur ini menurun dari 24,66%

tahun 2005 menjadi 22,88% tahun 2007 kemudian meningkat menjadi 24,13% tahun

2010. Secara absolut jumlahnya meningkat dari 2,9 juta orang tahun 2005 menjadi 3,3

juta orang tahun 2010. (Tabel 7.3).

TABEL 7.3. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT UMUR, 2005 – 2010

Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah 15 – 24 2.825.653 2.855.127 3.128.447 2.925.513 2.953.161 2.973.213 25 – 34 3.891.056 3.780.993 4.022.361 4.001.099 4.230.618 4.656.767 35 – 44 2.920.279 2.676.620 2.830.032 2.947.165 3.091.554 3.335.910 45 – 54 1.531.334 1.427.937 1.523.017 1.679.066 1.630.684 1.825.645 55 – 64 480.335 487.076 594.439 649.652 637.380 702.939

65+ 193.251 247.178 270.433 346.881 296.403 329.777 Total

11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

61

Persentase 15 - 24 23,86 24,88 25,29 23,31 23,00 21,51 25 - 34 32,86 32,95 32,52 31,88 32,95 33,69 35 - 44 24,66 23,33 22,88 23,48 24,08 24,13 45 - 54 12,93 12,44 12,31 13,38 12,70 13,21 55 - 64 4,06 4,24 4,81 5,18 4,96 5,08

65+ 1,63 2,15 2,19 2,76 2,31 2,39 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Jika dirinci menurut pendidikan, nampak bahwa sebagian tenaga kerja industri

manufaktur berpendidikan maksimal SMP yaitu sebesar 8,8 juta orang (63,73%) tahun

2010. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja industri manufaktur, masih banyak yang

menyerap tenaga kerja berumur muda dan berpendidikan relatif rendah.

Tenaga kerja berpendidikan SLTA turun dari 22,34% pada tahun 2005 menjadi 16,40%

pada tahun 2007, kemudian meningkat terus mejadi 18,22% pada tahun 2010.

Sementara, tenaga kerja yang berpendidikan SMK mengalami kenaikan dari 11.03%

tahun 2005 menjadi 14,04% tahun 2010 (Tabel 7.3). Diperkirakan dimasa dengan

semakin meningkatnya angka partisipasi sekolah SLTA dan PT maka kualitas

sumberdaya manusia di pasar kerja akan semakin meningkat. Pendidikan kejuruan

juga akan meningkatkan di masa depan karena lulusan ini memiliki skill yang

dibutuhkan di pasar kerja. TABEL 7.4 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2010

Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah Maks SMP 7.410.623 7.298.840 8.720.961 8.575.495 8.459.668 8.810.245

SMA 2.645.893 2.486.465 2.028.065 2.127.665 2.153.286 2.518.594

SMK 1.305.575 1.267.641 1.168.547 1.357.411 1.648.529 1.940.341

DIPLOMA 59.794 36.143 197.351 203.844 230.727 236.947

D4+ 420.023 385.842 253.805 284.961 347.590 318.124

Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

Persentase

Maks SMP 62,58 63,61 70,51 68,33 65,89 63,73

SMA 22,34 21,67 16,40 16,95 16,77 18,22

SMK 11,03 11,05 9,45 10,82 12,84 14,04

DIPLOMA 0,50 0,31 1,60 1,62 1,80 1,71

D4+ 3,55 3,36 2,05 2,27 2,71 2,30

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

62

Dengan semakin meningkatnya pendidikan angkatan kerja, maka tentunya mereka akan

mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan pendidikan yang lebih

rendah sehingga akan menghasilkan tenaga kerja yang semakin produktif. Supply

tenaga kerja yang semakin berpendidikan dapat diikuti oleh kebijakan pelaku usaha

industri manufaktur untuk menerima tenaga kerja dengan pendidikan minimal SLTA.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan kualitas yang lebih tinggi jika dibarengi

dengan peningkatan penggunaan teknologi yang padat karya, maka penyerapan tenaga

kerja industri manufaktur akan menjadi lebih cepat dan produktivitasnya akan

meningkat pula dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan industri

manufaktur itu sendiri. Masih dominannya kualitas tenaga kerja maksimal SMP di

industri manufaktur saat ini erat kaitannya dengan masih rendahnya pemanfaatan

teknologi pada sektor industri, terutama industri yang padat karya seperti industri

makanan dan minuman. Kualitas tenaga kerja dan jenis industri yang digunakan

merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Rendahnya teknologi yang digunakan

juga erat kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja di pasar kerja yang masih

didominasi oleh pendidikan rendah, selain faktor rendahnya pemanfaatan barang

modal. Dengan demikian, untuk mendukung pertumbuhan penyerapan tenaga kerja

yang berpendidikan, harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja dan

peningkatan pemanfaatan teknologi pada industri manufaktur. Peningkatan kualitas

pendidikan tidak hanya menekankan pada tingkat capaian pendidikan yang ditamatkan

melainkan juga kualitas lulusan. Penilaian yang tidak hanya dilihat dari kelulusan siswa

yang dibuktikan dari angka-angka ujian melainkan juga dengan etos kerja dan

kedisipilinan yang tinggi.

Rendahnya kualitas tenaga kerja industri manufaktur tidak terlepas dari struktur

tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja (angkatan kerja), yang terdiri dari mereka yang

sudah bekerja maupun yang mencari kerja, di Indonesia yang masih didominasi oleh

tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMP. Namun bila dicermati, proporsi

tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMP pada industri manufaktur sedikit lebih

rendah dibandingkan dengan proporsinya pada angkatan kerja secara keseluruhan.

Perbedaan mencolok terlihat pada yang berpendidikan SMK dengan proporsi jauh lebih

tinggi pada industri manufaktur (12,01%) dibandingkan dengan yang berpendidikan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

63

SMK di angkatan kerja hanya sebesar 8,6%. Nampaknya lulusan SMK mempunyai

peluang yang lebih besar untuk diterima di Industri manufaktur dibandingkan yang dari

lulusan SMA. Sementara itu struktur angkatan kerja yang berpendidikan Diploma ke

atas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan struktur pekerja di industri manufaktur

yakni masing-masing 12,76 dan 8,1%. Yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja

adalah penduduk usia 15 tahun yang bekerja dan yang mencari kerja. Hal ini

mengindikasikan bahwa kebutuhan tenaga kerja untuk lulusan Diploma atau PT belum

banyak dibutuhkan dan hal ini erat kaitannya dengan jenis pekerjaan yang banyak

dibutuhkan adalah pekerjaan tenaga pengolahan dan operator yang hanya cukup

dilakukan oleh tenaga kerja yang lulusan maksimal SMK/SMA.

TABEL 7.5. JUMLAH DAN DISTRIBUSI ANGKATAN KERJA USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT

PENDIDIKAN, 2008-2010

2008 2009 2010 2008 2009 2010 Jumlah Persentase

Mak SMP 78.994.099 78.538.043 78.969.574 70,6 69,0 67,8 SMA 16.800.257 17.054.375 18.063.408 15,0 15,0 15,5 SMK 8.165.461 9.647.924 10.071.305 7,3 8,5 8,6

Diploma 3.234.551 3.229.916 3.466.949 2,9 2,8 3,0 Univ 4.752.897 5.363.022 5.956.310 4,2 4,7 5,1 Nasional 111.947.265 113.833.280 116.527.546 100,0 100,0 100,0 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun

TABEL 7.6. DISTRIBUSI PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN, 2008-2010

Tingkat pendidikan 2008 2009 2010 2008 2009 2010

Jumlah Persentase Mak SMP 4.620.992 3.940.395 3.822.114 49,2 46,2 45,9 SMA 2.403.394 2.472.245 2.149.123 25,6 29,0 25,8 SMK 1.409.128 1.407.226 1.195.192 15,0 16,5 14,4 Diploma 362.683 4.411 443.222 3,9 0,1 5,3

Univ 598.318 701.651 710.128 6,4 8,2 8,5 Jumlah 9.394.515 8.525.928 8.319.779 100,0 100,0 100,0 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun

Jumlah pencari kerja juga masih didominasi oleh yang berpendidikan maksimal SMP

yakni sebesar 3.822.114 (45%) namun dilihat dari tren dalam tiga tahun terakhir

jumlahnya menurun dan proporsinya juga menunjukkan penurunan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

64

Di sisi lain juga data ini menunjukkan bahwa rendahnya tenaga kerja industri

manufaktur dalam menyerap tenaga kerja yang berpendidikan (minimal SMA)

mengindikasikan kualifikasi yang dibutuhkan sampai saat ini belum didominasi oleh

yang berpendidikan SMA. Hal ini terlihat dari masih cukup cukup banyak jumlah

tenaga kerja yang belum terserap di pasar kerja yang berpendidikan minimal SMA.

Jumlah pengangguran lulusan SMA dan SMK yang belum terserap di pasar kerja

berturut-turut 2.149.123 orang (25,8%) dan 1.195.192 orang (14,4%) dan yang

diploma sebesar 443.222 orang (5,3%) di tahun 2010. Jika dilihat perkembangan

selama tiga tahun terakhir, jumlah pencari kerja yang berpendidikan SMA cenderung

berfluktuasi, namun masih di atas 2 juta orang dan yang berpendidikan SMK juga

berfluktuasi namun masih di atas 360.000 orang.

Jika dilihat tenaga kerja menurut status pekerjaan, tenaga kerja industri manufaktur

pada umumnya berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai, namun

kecenderungannya menurun dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Proporsi tenaga kerja

berstatus buruh mencapai 65,16% (7,7 juta orang) tahun 2005, menurun menjadi

hanya 53,71% (7,4 juta orang) pada tahun 2010. Sementara itu tenaga kerja yang

berstatus berusaha sendiri cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari 8,55%

(1 juta orang) menjadi 17,07% (2,3 juta orang) pada periode yang (Tabel 7.6). Ini

menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur yang cenderung

lebih banyak diserap oleh sektor informal atau industri kecil. Artinya, semakin sulit

industri yang berstatus formal (kategori usaha sendiri dibantu buruh tetap) untuk

tumbuh dan berkembang sehingga penyerapan tenaga kerja dengan status

buruh/karyawan/pegawai semakin lambat. Sulitnya pekerja masuk ke industri

manufaktur di sektor formal mengakibatnya banyak pekerja yang membuka usaha

sendiri. Lambatnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal juga bisa disebabkan

karena banyaknya industri asing yang menarik investasi mereka dan memindahkan ke

negara-negara lain seperti China.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

65

TABEL 7.7. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010

Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Usaha sendiri (BS) 1.012.876 1.032.807 1.633.399 1.645.630 1.246.763 2.359.565 BS dg buruh tdk bayar 1.039.980 973.030 1.221.716 1.497.991 2.036.277 1.573.864

BS dg buruh dibayar 404.817 387.526 488.155 504.152 445.897 508.560

Buruh/karyawan/peg 7.716.153 7.305.338 7.030.572 6.762.721 6.814.606 7.425.111

Lainnya 1.668.082 1.776.230 1.994.887 2.138.882 2.296.257 1.957.151

Total 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

Persentae

Usaha sendiri (BS) 8,55 9,00 13,21 13,11 9,71 17,07 BS dg buruh tdk bayar 8,78 8,48 9,88 11,94 15,86 11,38

BS dg buruh dibayar 3,42 3,38 3,95 4,02 3,47 3,68

Buruh/karyawan/peg 65,16 63,66 56,84 53,89 53,07 53,71

Lainnya 14,09 15,48 16,13 17,04 17,88 14,16

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun

Dari sisi jenis pekerjaan, tenaga kerja industri manufaktur tahun 2010 didominasi oleh

tenaga kerja dengan jabatan tenaga pengolahan (54,73%) dan operator (19,21%).

Dilihat kecenderungannya, tenaga pengolahan jumlah dan persentasenya meningkat

dari 47,39% (5,6 juta orang) tahun 2005 menjadi 54,73% (7,5 juta orang) tahun 2010.

Sementara jumlah pekerjaan operator berfluktuasi namun berada pada kisaran sekitar

19,21% atau sebanyak 2,6 juta pada tahun 2010. Jenis pekerjaan lain yang juga

cenderung meningkat adalah jabatan manajer. Peningkatan ini erat kaitannya dengan

semakin meningkatnya status pekerja yang berusaha sendiri atau yang berusaha sendiri

dibantu buruh tidak tetap yang karena jabatannya, maka kategori jabatan pemilik usaha

tersebut termasuk dalam kategori manajer.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

66

TABEL 7.8. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2005-2010

Jenis Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Manajer 31.425 38.609 105.654 269.781 257.307 251.117

Tenaga profesional 59.611 57.747 55.714 84.175 71.822 99.303

Teknisi 759.457 624.867 233.269 272.960 289.837 344.508

Tata usaha 245.402 185.217 475.299 454.057 500.373 565.413 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 353.275 406.824 491.533 443.480 469.218 474.793

Tenaga pengolahan 5.611.420 5.486.577 7.012.406 6.964.058 6.926.092 7.565.872

Operator 2.322.216 2.250.280 2.191.451 2.201.440 2.200.794 2.655.619

Pekerja kasar 2.459.102 2.424.810 1.803.403 1.859.425 2.124.357 1.867.626

Jumlah 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251

Persentase

Manajer 0,27 0,34 0,85 2,15 2,00 1,82

Tenaga profesional 0,50 0,50 0,45 0,67 0,56 0,72

Teknisi 6,41 5,45 1,89 2,18 2,26 2,49

Tata usaha 2,07 1,61 3,84 3,62 3,90 4,09 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 2,98 3,55 3,97 3,53 3,65 3,43

Tenaga pengolahan 47,39 47,81 56,69 55,49 53,94 54,73

Operator 19,61 19,61 17,72 17,54 17,14 19,21

Pekerja kasar 20,77 21,13 14,58 14,82 16,55 13,51

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, Sakernas, Agustus berbagai tahun

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia, pemerintah menyusun

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

MP3EI diharapkan mampu mempercepat pengembangan dan memperluas berbagai

program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah

sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan energi, serta

pembangunan SDM dan Iptek. Percepatan pembangunan ini diharapkan akan

mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

67

Pelaksanaan MP3EI dilakukan melalui pengembangan 8 (delapan) program utama yang

terdiri dari 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama. Strategi pelaksanaan MP3EI

dilakukan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama yaitu:

(a) mengembangkan potensi ekonomi wilayah di 6 (enam) Koridor Ekonomi Indonesia,

yaitu: 1) Koridor Ekonomi Sumatera, 2) Koridor Ekonomi Jawa, 3) Koridor Ekonomi

Kalimantan, 4) Koridor Ekonomi Sulawesi, 5) Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara,

dan 6) Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;

(b) memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung

secara global (locally integrated, globally connected);

(c) memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung

pengembangan program utama di setiap koridor ekonomi.

Kondisi ketenagakerjaan enam koridor ekonomi disajikan berikut ini. Jumlah tenaga

kerja industri manufaktur terbanyak di koridor 2 (Jawa) yakni sebesar 77,7%

(10.743.142) di tahun 2010, kemudiaan urutan kedua walau angkanya berbeda Jauh

dengan Jawa yakni koridor 1 (Sumatera) yang jumlah dan proporsinya berturut-turut

11,6%. Proporsi tenaga kerja untuk koridor 3 hingga 6, masing-masing kurang dari 5%

(Tabel 7.10). Rata-rata pertambahan tenaga kerja industri manufaktur tertinggi juga

terdapat di Jawa yakni rata-rata 306.618 orang selama periode 2005-2010, kemudian

urutan kedua di Sumatera yakni sebesar 78.323 orang/tahun dan Bali-Nusa Tenggara

sebesar 5.711 orang/tahun. Sementara itu koridor Kalimantan dan Sulawesi

pertambahan tenaga kerja rata-ratanya kurang dari 10.000 orang/tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa industri manufaktur lebih banyak terkonsentrasi di Jawa.

Beberapa kemungkinan penyebabnya karena infrastruktur di Jawa lebih baik

dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya sehingga masih menjadi daerah tujuan

investor untuk melakukan kegiatan usaha di sektor industri manufaktur.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

68

TABEL 7.9 DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2005-2010

Koridor ekonomi 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

1. Sumatera

1.213.536

1.155.728

1.371.556

1.483.091

1.534.176

1.605.151

2. Jawa

9.210.050

9.098.378

9.604.410

9.682.322

9.864.699

10.743.142

3. Kalimantan

687.789

574.153

649.895

614.137

641.543

651.672

4. Sulawesi

344.970

320.049

341.971

317.369

295.184

349.482

5. Bali-NT

344.435

284.538

337.272

382.819

429.778

405.119 6. Papua-Maluku

41.128

42.085

63.625

69.638

74.420

69.685

Nasional

11.841.908

11.474.931

12.368.729

12.549.376

12.839.800

13.824.251 Persentase

1. Sumatera 10,2 10,1 11,1 11,8 11,9 11,6 2. Jawa 77,8 79,3 77,7 77,2 76,8 77,7 3. Kalimantan 5,8 5,0 5,3 4,9 5,0 4,7 4. Sulawesi 2,9 2,8 2,8 2,5 2,3 2,5 5. Bali-NT 2,9 2,5 2,7 3,1 3,3 2,9 6. Papua-Maluku 0,3 0,4 0,5 0,6 0,6 0,5

Nasional 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus, 2005-2010 diolah

TABEL 7.10. DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT WILAYAH KORIDOR EKONOMI, 2010

Koridor ekonomi Jumlah penduduk %

Sumatera 50.613.947 21,3

Jawa 136.563.142 57,5

Kalimantan 13.772.543 5,8

Sulawesi 17.359.398 7,3

Bali-NT 13.067.599 5,5

Papua-Maluku 6.179.734 2,6

Indonesia 237.556.363 100

Sumber: BPS. Sensus Penduduk 2010

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

69

Pulau Jawa tidak hanya menjadi sentra industri manufaktur, melainkan juga sebagai

pasar potensial bagi produk industri manufaktur. Jumlah penduduk Indonesia menurut

Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah 237.556.363 orang dengan konsentrasi di Jawa

sebesar 57,5% (136.563.142 orang). Selanjutnya potensi pasar urutan kedua adalah

pulau Sumatera walau jumlah penduduknya kurang dari setengahnya penduduk Jawa

yakni hanya 21,3% (50.613.947 orang) (Tabel 7.10). Konsentrasi penduduk di Jawa

dan jumlahnya yang cukup banyak dan mempunyai daya beli juga menjadi salah satu

pertimbangan banyaknya industri manufaktur mendirikan usahanya di Pulau Jawa.

Kedekatan dengan pasar konsumen bagi industri dapat menjadi pertimbangan untuk

dapat menekan biaya produksi dan biaya transportasi.

Industri manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja diantaranya adalah industri

tekstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman, industri elektronik.

Selanjutnya penyerapan tenaga kerja untuk ketiga kelompok industri tersebut dapat

dilihat dalam pembahasan dibawah ini.

7.2 Gambaran Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman

Seperti halnya gambaran industri manufaktur secara umum, gambaran tenaga kerja

industri makanan dan minuman akan menjelaskan mengenai komposisi atau distribusi

tenaga kerja menurut pendidikan, jenis pekerjaan, status pekerjaan dan wilayah sesuai

dengan koridor master plan percepatan dan pengembangan ekonomi Indonesia.

7.2.1 Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman menurut Karakteristik

Demografi dan Ekonomi

Manurut data Survei industri besar sedang dan survei industri kecil, jumlah tenaga kerja

di industri makanan dan minuman cukup besar sehingga mencapai 28,6% dari total

industri manufaktur skala besar/sedang/kecil di tahun 2007. Dilihat perkembangannya,

proprosi jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman semakin menunjukkan

peningkatan. Hal ini menunjukkan pertambahan tenaga kerja industri makanan dan

minuman melebihi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur secara

keseluruhan. Dengan demikian, industri makanan dan minuman sangat berprospek

dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

70

Jumlah tenaga kerja industri di industri makanan dan minuman tidak hanya mempunyai

jumlah yang cukup besar, melainkan juga pertambahan tenaga kerjanya juga cukup

besar. Selama periode 2005-2009 jumlahnya meningkat 1.108.103 orang atau sekitar

40% dengan peningkatan rata-rata 184.684 orang per tahun. Jumlah tenagakerja yang

dibutuhkan industri ini meningkat dari 2.371.169 orang menjadi 3.294.588 orang.

Peningkatan jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman erat kaitannya

dengan potensi permintaan produk makanan olahan yang cukup besar. Potensi

permintaan tersebut berasal dari peningkatan jumlah penduduk selama periode 2005-

2010 sebesar 42,8 juta orang yakni dari 194,8 juta orang menjadi 237,6 juta.

Selanjutnya peningkatan jumlah penduduk akan dibarengi dengan peningkatan jumlah

produk makanan dan minuman.

Selanjutnya peningkatan pendapatan masayarakat akan diikuti oleh meningkatnya daya

beli masyarakat. Peningkatan ini akan mendorong permintaan masyarakat ke produk-

produk makanan dan minuman olahan. PDB 2005 sebesar Rp 174,9 trilyun dan tahun

2010 sebesar 2.177,7 trilyun atau pendapatan perkapita meningkat dari Rp 8,91 juta

menjadi Rp 9,16 juta per tahun. Bila peningkatan daya beli masyarakat dilihat secara

kasar dari PDB per kapita maka peningkatan daya beli masyarakat juga bisa

menggeser permintaan akan jumlah yang lebih banyak dan jenis produk makanan

olahan yang makin bervariasi.

Distribusi tenaga kerja menurut skala usaha menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja

industri makanan dan minuman didominasi oleh industri kecil/mikro (78%) dan hanya

sebagian kecil di industri besar sebanyak 22% di tahun 2007 karena jumlah industri

besar sangat sedikit sekali (Tabel 7.11). Industri kecil identik dengan industri yang sifat

teknologinya masih low technology dan sifat penggunaan tenaga kerja masih labor

intensive dan low skilled. Hal ini akan mempengaruhi kualitas tenaga kerja yang

dibutuhkan.

Dilihat dari trennya, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri besar dan sedang

menunjukkan penurunan. Padahal, proporsi jumlah industri besar dan sedang semakin

meningkat yakni dari 11,8% menjadi 15,7%, Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga

kerja industri makanan dan minuman per industri semakin menurun. Dapat dikatakan

bahwa industri besar dan sedang cenderung mulai mengarah pada penggunaan tenaga

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

71

kerja yang mempunyai keterampilan atau keahlian tenaga kerja atau yang lebih

produktif. Terdapat juga indikasi bahwa pemakaian teknologi di industri makanan dan

minuman skala besar sedang semakin berkembang sehingga peningkatan jumlah

industri tidak selalu proporsional dengan penambahan tenaga kerjanya.

TABEL 7.11. DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT SKALA INDUSTRI, 2004-2007

Skala industri 2004 2005 2006 2007 Skala kecil 74,5 75,1 78,1 78,0 Skala besar dan sedang 25,5 24,9 21,9 22,0 Jumlah (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 Dalam jumlah absolut 2.877.542 2.557.831 3.579.684 3.401.982 % thd Industri Manufaktur 26,5 24,7 30,0 28,6 Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007

Menurut Sakernas, jumlah tenaga kerja industri makanan dan minuman di tahun 2010

berjumlah 3,294,588 dan persentasenya cukup besar (23,8%) terhadap total pekerja di

industri manufaktur. Jumlah pekerja industri makanan dan minuman didominasi oleh

pekerja di industri makanan dengan angka 96,1% dan hanya sebagian kecil pekerja

industri minuman. Pekerja industri makanan mencapai 22,9% dari total industri

manufaktur atau sebanyak 3,166,918 orang.

Jika dilihat dari tren penyerapan tenaga kerja 2005-2010, pertambahan tenaga kerja

industri makanan dan minuman sebesar 184.684 orang per tahun atau sekitar 6,9% per

tahun. Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan

tenaga kerja industri manufaktur yang hanya mencapai 3,2%.

Jumlah pekerja di industri minuman sebanyak 127.670 atau 0,92% dari total industri

manufaktur di tahun 2010. Selama periode 2005-2010, jumlah total tenaga kerja

industri minuman menunjukkan penurunan dengan besaran 2,2% per tahun.

Penurunan tersebut dapat disebabkan karena cukup banyaknya penurunan jumlah

tenaga kerja di tahun 2007 dan 2008. .

Jika dilihat jumlah tenaga kerja menurut kelompok industri yang lebih kecil (klasifikasi

3 digit KBLI 2005), proporsi tenaga kerja yang terbanyak terdapat di industri makanan

lainnya, kemudian pengolahan padi dan makanan olahan, masing-masing 67,1%, 16,7

dan 11,5% di tahun 2010 (Tabel 7.12).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

72

TABEL 7.12. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2005-2010 Kelompok Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Makanan olahan

214.067

307.675

320.599

299.029

361.316

379.304

Susu 16.409 15.110 32.510 29.206 31.176 28.865 Pengolahan padi

292.834

310.737

446.607

516.166

506.792

549.393

Makanan lainnya 1.677.108 1.623.210 1.933.064 1.953.080 1.948.231 2.209.356 Minuman

170.751

186.403

100.149 99.717

115.191

127.670

Jumlah 2.371.169 2.443.135 2.832.929 2.897.198 2.962.706 3.294.588

Makanan olahan 9,0 12,6 11,3 10,3 12,2 11,5

Susu 0,7 0,6 1,1 1,0 1,1 0,9 Pengolahan padi 12,3 12,7 15,8 17,8 17,1 16,7 Makanan lainnya 70,7 66,4 68,2 67,4 65,8 67,1 Minuman 7,2 7,6 3,5 3,4 3,9 3,9 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Tren perkembangan selama periode 2005-2010 menunjukkan proporsi (%) jumlah

tenaga kerja industri makanan lainnya dan industri minuman cenderung menurun,

kemudian diikuti dengan peningkatan proporsi tenaga kerja di industri pengolahan padi

dari 12,3% menjadi 16,7% dan industri makanan olahan dari 9,0% menjadi 11,5%. Hal

ini menunjukkan bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja untuk kedua

kelompok industri tersebut meningkat sangat pesat. Peningkatan rata-rata penyerapan

tenaga kerja di industri makanan olahan sebesar 33.047 orang (13,4% per tahun) dan

untuk industri pengolahan padi sebesar 51.312 orang (14,4% per tahun). Industri

makanan lainnya juga secara absolut masih lebih tinggi dalam penyerapan tenaga kerja

yakni 106.464 orang per tahun, namun pertumbuhannya hanya 6% per tahun.

Sebaliknya jumlah tenaga kerja industri minuman berfluktuasi dan menunjukkan tren

menurun yakni dengan penurunan rata-rata sebesar 8.616 orang atau sekitar 2,2% per

tahun. Akibatnya proporsi tenaga kerja industri susu juga menunjukkan penurunan

tajam dari 7,2% menjadi 3,9% dari total industri makanan dan minuman.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

73

TABEL 7.13. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT

PENDIDIKAN, 2005-2010

Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Maks SMP 1.660.103 1.692.162 2.124.375 2.138.863 2.123.948 2.333.926 SMA 355.759 338.988 357.561 373.212 387.781 457.122 SMK 128.019 169.539 178.381 207.036 253.379 281.801 DIPLOMA 5.260 4.425 35.280 37.823 38.426 41.746 D4+ 51.277 51.618 37.183 40.547 43.981 52.323 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918

Persentase Maks SMP 75,4 75,0 77,7 76,5 74,6 73,7 SMA 16,2 15,0 13,1 13,3 13,6 14,4 SMK 5,8 7,5 6,5 7,4 8,9 8,9 DIPLOMA 0,2 0,2 1,3 1,4 1,3 1,3 D4+ 2,3 2,3 1,4 1,4 1,5 1,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Industri makanan minuman didominasi oleh industri kecil dan hal ini menentukan

kualitas kebutuhan tenaga kerja. Industri kecil pada umumnya menggunakan teknologi

yang sederhana atau low technology dan cenderung bersifat labor intensive. Data

Sakernas menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja di industri makanan dan

minuman masih berpendidikan rendah. Hal ini bisa dimungkinkan karena sesuai

dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan di industri makanan yang sebagian

besar cenderung kurang memerlukan keahlian atau keterampilan khusus. Hal ini juga

tidak terlepas dari status pekerjaan pekerja di industri makanan dan minuman yang

masih banyak yang berstatus usaha sendiri dan usaha sendiri dibantu orang lain, selain

itu jenis pekerjaan yang paling banyak diperlukan di industi makanan dan minuman

bukan tenaga kerja yang memerlukan keahlian khusus.

Tenaga kerja industri makanan didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan

maksimal SMP, kemudian SMA dan SMK. Tahun 2010 jumlah pekerja industri makanan

sebesar 1,333,926 orang (73,7%) berpendidikan maksimal SMP. Namun tren

persentase pekerja yang berpendidikan maksimal SMP semakin lama semakin menurun

yakni dari 75,4% tahun 2005 menjadi 73,7% tahun 2010. Penurunan tersebut banyak

disumbangkan oleh penurunan tenaga kerja yang berpendidikan SD. Pekerja yang

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

74

berpendidikan SMA tahun 2010 sebanyak 457,122 orang dan komposisinya selama

periode 2005-2010 juga menunjukkan penurunan dari 16,2% ke 14,4% (Tabel 7.13).

Selanjutnya diikuti dengan pekerja yang lebih mempunyai keterampilan dan keahlian

khusus dan hal ini terlihat dari semakin meningkatnya proporsi tenaga kerja yang

berpendidikan SMK dan Diploma. Dengan demikian lulusan dari sekolah kejuruan atau

vokasi akan lebih mudah terserap di industri makanan.

TABEL 7.14 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT PENDIDIKAN, 2005-2010

Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Maks SMP 86.614 91.695 53.456 48.156 48.320 54.148 SMA 50.640 58.628 26.304 29.959 36.924 40.956 SMK 23.246 27.142 13.436 16.334 20.953 24.957 DIPLOMA

746 2.809 2.346 3.807 4.561

D4+ 10.251 8.192 4.144 2.922 5.187 3.048 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670

Persentase Maks SMP 50,7 49,2 53,4 48,3 41,9 42,4 SMA 29,7 31,5 26,3 30,0 32,1 32,1 SMK 13,6 14,6 13,4 16,4 18,2 19,5 DIPLOMA 0,0 0,4 2,8 2,4 3,3 3,6 D4+ 6,0 4,4 4,1 2,9 4,5 2,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Pendidikan tenaga kerja industri minuman tidak berbeda dengan industri makanan.

Sebagian besar pekerja di industri ini adalah tertinggi SMP(42,4%) kemudian SMA

(32,1%) dan SMK(19,5%). Namun kualitas tenaga kerja menunjukkan perbaikan dan

hal ini terlihat dari menurunnya proporsi tenaga kerja yang maksimal SMP dari 50,7%

menjadi 42,4% dan meningkatnya proporsi tenaga kerja lulusan SMA dari 29,7% mejadi

32,1%, lulusan SMK dari 13,6% menjadi 19,5% selama periode 2005-2010. Selama

periode tersebut, rata-rata pertambahan tenaga kerja sebesar 1,7% untuk SMA dan

7,0% untuk SMK (Tabel 7.14). Artinya tambahan tenaga kerja yang lebih banyak

digunakan di industri makanan adalah sekolah kejuruan atau yang lebih memiliki

keterampilan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

75

TABEL 7.15 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010

Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah Usaha sendiri (BS) 204.418 219.305 314.367 346.382 301.141 481.520 BS dg buruh tdk bayar 389.138 380.908 464.801 563.379 639.338 596.175 BS dg buruh dibayar 105.940 74.628 104.472 127.839 112.110 143.451 Buruh/karyawan/peg 956.572 983.306 1.146.154 1.075.189 1.067.268 1.198.627 Lainnya 544.350 598.585 702.986 684.692 727.658 747.145 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918

Persentase Usaha sendiri (BS) 9,3 9,7 11,5 12,4 10,6 15,2 BS dg buruh tdk bayar 17,7 16,9 17,0 20,1 22,5 18,8 BS dg buruh dibayar 4,8 3,3 3,8 4,6 3,9 4,5 Buruh/karyawan/peg 43,5 43,6 41,9 38,4 37,5 37,8 Lainnya 24,7 26,5 25,7 24,5 25,6 23,6 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Status pekerjaan pekerja di industri makanan sebagian besar adalah buruh. Namun

tren proporsi dengan status buruh selama periode 2005-2010 menunjukkan penurunan

dari 43,5% tahun 2005 menjadi 37,8% tahun 2010. Apabila industri makanan semakin

berkembang skala usahanya maka penyerapan tenaga kerja sebagai buruh akan

meningkat lebih cepat dibandingkan dengan status lainnya. Namun dalam realitanya

sebaliknya, terjadi penurunan proporsi tenaga kerja dengan status buruh. Artinya

pertumbuhan industri skala kecil cukup besar. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tenaga

kerja dengan status usaha sendiri dan usaha sendiri dengan dibantu buruh tidak

dibayar atau dibantu pekerja keluarga semakin meningkat. Peningkatan yang cukup

besar pada kelompok usaha sendiri yakni dari 9,3% menjadi 15,2% periode 2005-2010

(Relatif Tabel 7.15).berkembangnya jumlah pekerja yang status usaha mandiri

menunjukkan bahwa industri makanan relatif mudah untuk didirikan terutama yang

skala kecil.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

76

TABEL 7.16 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT STATUS

PEKERJAAN, 2005-2010

Status Pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Usaha sendiri (BS) 12.400 11.555 9.205 12.293 11.706 17.744 BS dg buruh tdk bayar 22.731 24.109 8.186 10.290 10.968 9.824 BS dg buruh dibayar 2.890 1.639 1.614 1.053 2.781 2.525 Buruh/karyawan/peg 111.515 119.349 76.416 71.424 78.103 90.313 Lainnya 21.215 29.751 4.728 4.657 11.633 7.264 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670

Persentase Usaha sendiri (BS) 7,3 6,2 9,2 12,3 10,2 13,9 BS dg buruh tdk bayar 13,3 12,9 8,2 10,3 9,5 7,7 BS dg buruh dibayar 1,7 0,9 1,6 1,1 2,4 2,0 Buruh/karyawan/peg 65,3 64,0 76,3 71,6 67,8 70,7 Lainnya 12,4 16,0 4,7 4,7 10,1 5,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Sama seperti halnya pada industri makanan, proporsi terbesar status tenaga kerja di

industri minuman juga yang sebagai buruh/karyawan/pegawai. Namun proporsi status

tenaga kerja sebagai buruh di industri minuman jauh lebih besar dibandingkan dengan

industri makanan. Hal ini bisa menunjukkan bahwa proprorsi skala usaha industri

minuman cenderung lebih besar dibandingkan dengan industri makanan. Proporsi

pekerja status buruh di industri minuman semakin meningkat yakni dari 65,3%

(111.515 orang) menjadi 70,7% (9.313 orang). Proporsi status pekerja dengan status

usaha sendiri juga menunjukkan peningkatan mulai dari 7,3% menjadi 13,9% selama

periode 2005-2010 (Tabel 7.16).

Proporsi pekerja industri makanan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa

sebagian besar (71,5%) pekerja berumur kurang dari 44 tahun dengan rincian 29,2%

umur 25-34 tahun, 24,7% umur 35-44 tahun dan 17,7% usia 15-24 tahun. Jika dilihat

dari tren periode 2005-2010, proporsi pekerja usia sekolah (15-24 tahun)

menunjukkan penurunan. Hal ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya angka

partisipasi sekolah. Peningkatan proporsi terjadi pada umur 25-34 tahun dari 26,4%

menjadi 29,2% (Tabel 7.17).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

77

TABEL 7.17 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT UMUR 2005-2010

Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

15 – 24 467.534 462.363 616.360 521.570 543.226 559.549 25 – 34 580.286 633.926 770.827 790.315 795.134 924.142 35 – 44 585.924 564.548 644.182 675.116 727.684 781.124 45 – 54 374.655 381.256 437.501 484.360 471.455 548.550 55 – 64 135.218 134.476 183.506 218.239 221.660 247.383

65+ 56.801 80.163 80.404 107.881 88.356 106.170 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918

Persentase 15 – 24 21,2 20,5 22,6 18,6 19,1 17,7 25 – 34 26,4 28,1 28,2 28,3 27,9 29,2 35 – 44 26,6 25,0 23,6 24,1 25,6 24,7 45 – 54 17,0 16,9 16,0 17,3 16,6 17,3 55 – 64 6,1 6,0 6,7 7,8 7,8 7,8

65+ 2,6 3,6 2,9 3,9 3,1 3,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Pola di industri minuman hampir serupa dengan di industri makanan, proporsi

terbanyak di industri makanan di kelompok umur 25-34 tahun 38,1%, kemudian umur

15-24 tahun dan 35-44 tahun. Terdapat kecenderungan proporsi pekerja di kelompok

umur cenderung menurun (Tabel 7.18).

Jumlah tenaga kerja untuk industri makanan tidak menunjukkan dominasi jenis

kelamin. Jumlah pekerja laki-laki sebanyak 1.569.732 orang dan perempuan 1.597.186

orang (Tabel 7.19). Jika dilihat dari pola kecenderungan menunjukkan bahwa proporsi

tenaga kerja laki-laki menjadi kurang begitu dibutuhkan dibandingkan dengan

perempuan, hal ini terlihat dari peningkatan proporsi tenaga kerja laki-laki di industri

makanan yang semakin menurun dari 51,0% menjadi 49,6% periode 2005-2010 dan

sebaliknya untuk pekerja perempuan meningkat dari 49,0% menjadi 50,4%.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

78

TABEL 7.18 JUMLAH DAN PERSENTAE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT UMUR 2005-2010

Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

15 - 24 43.824 51.664 23.697 24.776 31.135 34.723 25 - 34 56.749 50.531 42.879 35.254 42.747 48.632 35 - 44 46.688 44.564 21.886 25.496 24.464 24.206 45 - 54 18.400 30.934 8.746 10.440 11.899 13.814 55 - 64 4.013 6.539 1.709 2.824 3.666 4.141

65+ 1.077 2.171 1.232 927 1.280 2.154 Jumlah 170.751 186.403 100.149 99.717 115.191 127.670

Persentase 15 - 24 25,7 27,7 23,7 24,8 27,0 27,2 25 - 34 33,2 27,1 42,8 35,4 37,1 38,1 35 - 44 27,3 23,9 21,9 25,6 21,2 19,0 45 - 54 10,8 16,6 8,7 10,5 10,3 10,8 55 - 64 2,4 3,5 1,7 2,8 3,2 3,2

65+ 0,6 1,2 1,2 0,9 1,1 1,7 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

TABEL 7.19 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS KELAMIN, 2005-2010

Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah Laki-laki 1.121.429 1.132.174 1.359.027 1.402.815 1.382.490 1.569.732 Perempuan 1.078.989 1.124.558 1.373.753 1.394.666 1.465.025 1.597.186 Jumlah 2.200.418 2.256.732 2.732.780 2.797.481 2.847.515 3.166.918

Persentase Laki-laki 51,0 50,2 49,7 50,1 48,6 49,6 Perempuan 49,0 49,8 50,3 49,9 51,4 50,4 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Komposisi jenis kelamin pekerja di industri makanan berbeda dengan di industri

minuman, proporsi terbanyak pekerja di industri minuman adalah laki-laki. Tren

proporsi jumlah tenaga kerja laki-laki cenderung meningkat sampai tahun 2007

kemudian menurun, kemudian turun lagi hingga tahun 2010 (Tabel 7.20).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

79

TABEL 7.20 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT JENIS KELAMIN 2010

Jenis Kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah Laki-laki 111,429 125,591 80,501 77,141 85,308 89,591 Perempuan 59,322 60,812 19,648 22,576 29,883 38,079 Jumlah 170,751 186,403 100,149 99,717 115,191 127,670

Persentase Laki-laki 65,3 67,4 80,4 77,4 74,1 70,2 Perempuan 34,7 32,6 19,6 22,6 25,9 29,8 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Jika pekerja di industri makanan dirinci menurut jenis pekerjaan hingga kategori 4 digit,

dengan 10 jenis pekerjaan terbesar ternyata memberikan proporsi sebesar 82,73% dari

total pekerja di industri makanan. Terdapat tiga jenis pekerjaan yang paling banyak

dibutuhkan di industri makanan yakni (i) Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang

Gula, 31,2% (ii) Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya, 15,0% dan (iii)

Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan bahan yang berkaitan dengan itu

14,8%. Jenis pekerjaan ini sesuai dengan kualifikasi pendidikan di industri makanan

dan minuman yang sebagian besar tertinggi SMP kemudian SMA.

TABEL 7.21 DISTRIBUSI SEPULUH TERBANYAK TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2010

Jumlah (orang) % Jenis pekerjaan 987.861 31,19 Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang Gula 475.777 15,02 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 467.804 14,77 Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan bahan ydbi 225.393 7,12 Operator Mesin Penggiling Padi dan Bumbu-bumbuan

160.236 5,06 Tukang Potong Hewan, Penjual Ikan dan Tenaga penyedia makanan yang berkaitan dengan itu

106.735 3,37 Tenaga Penjualan Perdagangan Eceran 72.880 2,3 Juru Masak 47.211 1,49 Tukang Angkat Barang 38.721 1,22 Operator Mesin Produksi Gula 37.762 1,19 Manajer Umum Usaha Industri Pengolahan 546.538 17,27 Lainnya 3.166.918 100,00 Jumlah

Sumber: Sakernas Agustus 2010

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

80

Jenis pekerjaan yang membutuhkan ketrampilan atau keahlian khusus seperti operator

mesin menempati urutan ke empat 7,1% dan opertor mesin produksi di urutan

sembilan 1,2%. Rendahnya persentase pekerja untuk kualifikasi ini erat kaitannya

dengan masih rendahnya industri dan pekerja di industri besar/sedang atau industri

makanan masih didominasi oleh industri kecil.

Jenis pekerjaan 10 terbesar di industri minuman mempunyai porsi 68,9% dari total

kebutuhan pekerja di industri minuman. Dua jenis pekerjan yang diperlukan untuk

industri minuman adalah (i) Operator Mesin Pembuat Bir, Anggur, dan Minuman

lainnya, dan (ii) Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya. Nampaknya jenis

pekerjaan di industri minuman sebagian besar lebih membutuhkan

ketrampilan/keahlian dibandingkan dengan di industri makanan. Hal ini juga tercermin

dari persentase pekerja dengan pendidikan maksimal SMP (73,7%) di industri makanan

jauh lebih besar dibandingkan dengan di industri minuman (42,4%).

Nampaknya jenis pekerjaan yang dilakukan di industri makanan terdapat di industri

minuman. Kemungkinannya industri minuman tidak hanya memproduksi minuman,

melainkan juga memprodukai makanan, sehingga pekerja akan melakukan jenis

pekerjaan dalam proses produksi makanan, melainkan juga dalam proses produksi

minuman. TABEL 7.22 DISTRIBUSI SEPULUH TERBANYAK TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT JENIS PEKERJAAN 2010 NO KODE JUMLAH PERSENTASE Jenis pekerjaan

1 8278 22.940 17,97 Operator Mesin Pembuat Bir, Anggur, dan Minuman 2 9322 21.689 16,99 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 3 5230 12.302 9,64 Tenaga Penjualan Perdagangan Eceran 4 7414 9.562 7,49 Tenaga Pengawetan Buah-buahan, Sayur-sayuran, 5 8322 5.513 4,32 Pengemudi Mobil, Taksi, dan Box 6 7415 3.983 3,12 Penguji dan Penentu Kualitas Makanan dan Minuman 7 4121 3.588 2,81 Juru Tata Usaha Akuntansi dan Pembukuan 8 4131 3.249 2,54 Juru Tata Usaha Pergudangan 9 7412 2.577 2,02 Pembuat Roti, Kue Kering, dan Kembang Gula

10 9141 2.568 2,01 Pemelihara dan Penjaga Gedung 11

39.699 31,09 Lainnya

127.670 100,00 Jumlah Sumber: Diolah dari Sakernas 2005-2010

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

81

Jika dilihat distribusi tenaga kerja menurut wilayah Koridor Ekonomi sebagaimana

dalam Master Plan Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah

koridor 1) Sumatra, koridor 2) Jawa, koridor 3) Kalimantan, koridor 4) Sulawesi,

koridor 5) Bali-Nusa Tenggara dan koridor 6) Papua-Kep Maluku. Jumlah tenaga kerja

industri makanan dan minuman terdanyak terdapat di Pulau Jawa tahun 2010 yakni

sebesar 2.351.047 orang atau sekitar 70% dari total tenaga kerja industri makanan dan

minuman, selanjutnya urutan berikutnya di pulau Sumatra yakni sekitar 16%, Bali-Nusa

Tenggara 4,9%. Distribusi tenaga kerja menurut 6 koridor ekonomi tersebut

nampaknya tidak menunjukkan perubahan dalam pengamatan selama lima tahun

terakhir dengan dominasi koridor Jawa.

Pulau Jawa tidak hanya sebagai potensial market pasar bagi produk makanan dan

minuman melainkan juga sebagai sentra produksi makanan dan minuman. Hal ini tidak

terlepas dari konsentrasi penduduk di Jawa sebesar 57,5% (136.563.142 orang).

Selanjutnya potensi pasar urutan kedua adalah pulau Sumatera walau jumlah

penduduknya kurang dari setengahnya penduduk Jawa yakni hanya 21,3% (50.613.947

orang) (Tabel 7.23).

TABEL 7.23. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KORIDOR EKONOMI 2005-2010

Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Sumatra 379.133 431.493 491.535 464.723 508.127 527.843 Jawa 1.728.659 1.795.133 1.983.613 2.067.609 2.057.141 2.351.047 Kalimantan 73.263 59.818 103.166 99.033 107.891 117.851 Sulawesi 73.107 57.272 90.870 81.344 79.716 105.762 Bali-NT 107.357 111.431 140.561 155.276 175.958 160.967 Papua-Kep Maluku 9.650 12.641 23.184 29.213 33.873 31.118

Indonesia 2.371.169 2.467.788 2.832.929 2.897.198 2.962.706 3.294.588

Persentase Sumatra 16,0 17,5 17,4 16,0 17,2 16,0 Jawa 72,9 72,7 70,0 71,4 69,4 71,4 Kalimantan 3,1 2,4 3,6 3,4 3,6 3,6 Sulawesi 3,1 2,3 3,2 2,8 2,7 3,2 Bali-Nusa Tenggara 4,5 4,5 5,0 5,4 5,9 4,9 Papua-Kep Maluku 0,4 0,5 0,8 1,0 1,1 0,9 Indonesia 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

82

Pertambahan jumlah tenaga kerja di Jawa masih mendominasi penyerapan tenaga kerja

industri makanan dan minuman. Rata-rata penyerapan tenaga kerja selama periode

tersebut sebesar 124.478 orang per tahun. Sebanyak 746.866 orang atau 67,4%

tambahan tenaga kerja selama periode 2005-2010 terkonsentasi di Pulau Jawa. Hal ini

sesuai dengan kerangka acuan MP3EI, pulau Jawa sebagai koridor untuk pengembangan

industri makanan dan minuman. Selanjutnya, untuk Pulau Sumatra sebagai koridor 2

pertambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 178.452 orang selama periode 2005-

2010 atau sekitar 29.742 orang yang jauh dibandingkan dan Pulau Jawa. Pertumbuhan

penyerapan tenaga kerja untuk industri makanan di koridor 2-6 menunjukkan

penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah yakni berkisar antara 4.294 orang (Papua-

kepulauan Maluku) sampai 8.918 orang (Kalimantan).

7.2.2 Permasalahan Industri Makanan dan Minuman: Studi Kasus Kota Surabaya

dan Makassar

Pendahuluan

Studi kasus industri makanan dan minuman dilakukan di kota Surabaya dan Makassar.

Namun sebelum mendeskripsikan kedua kota tersebut, akan dijelaskan terlebih dahulu

kondisi di tingkat propinsi agar diketahui bagaimana kondisi kota terhadap rata-rata

propinsi secara keseluruhan.

Jumlah Industri

Diperkirakan jumlah industri di Jawa Timur sekitar 700 ribuan yang terdistribusi

menjadi 70,0% Industri kecil, 20% Industri sedang dan sisanya Industri besar 10 %. Di

kota Surabaya, industri lebih banyak yang kelompok kecil menengah. Jika dilihat

menurut jenis industri, sebanyak 80% industri di Jawa Timur di bidang Agro, dan 60 %

nya adalah industri makanan dan minuman.

Jumlah industri makanan dan minuman menengah kecil di propinsi Sulawesi Selatan

sekitar 48.842 buah dengan jenis industri yang dominan adalah markisah, coklat dan

rumput laut. Di kota Makasar terdapat sekitar 130 buah industri dengan jumlah jenis

industri yang dominan sama dengan di tingkat propinsi. Di tingkat propinsi, industri

yang banyak menyerap tenaga kerja adalah industri semen, khususnya PT Bosoa dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

83

Tonasa, selain itu terdapat industri tepung tapioka. Di tingkat kota Makasar, industri

yang banyak menyerap tenaga kerja adalah industri makanan dan minuman.

Tenaga kerja.

Dilihat dari penyerapan tenaga kerjanya, Industri Agro di propinsi sulawesi Selatan,

terutama makanan dan minuman menyerap sekitar 40 % tenaga kerja. Penyerapan

terbanyak terdapat pada industri dengan kelompok UKM. Industri makanan dan

minuman: 60 % dari Agro (sementara Agro 80 % dari keseluruhan). Sedangkan di

tingkat kota, industri makanan dan minuman hanya sebagian kecil saja karena yang

dominan industri perdagangan. Diperkirakan tenaga kerja yang digunakan di industri

makanan dan minuman kecil menengah rata-rata 6-10 orang per industri di Sulawesi

Selatan dan kota Makasar.

Kebutuhan tenaga kerja untuk industri makanan dan minuman di Jawa Timur sebagian

besar tercukupi dari wilayah tersebut, karena kebanyakan tenaga kerja yang

dibutuhkan hanya berpendidikan menengah bawah (SMP-SMA) dan skill tidak menjadi

tuntutan utama. Umumnya mereka bekerja pada jenis pekerjaan tenaga kasar. Mereka

yang sarjana pada umumnya menempati jenis pekerjaan administrasi. Sedangkan

kebutuhan untuk tenaga kerja dengan spesifikasi tertentu atau yang menuntut

ketrampilan/ keahlian tertentu, seperti yang menggunakan atau yang memakai

teknologi tinggi masih belum cukup tersedia di wilayah ini.

Permasalahan industri secara umum yang dihadapi di kota Surabaya adalah: (1)

ketersediaan kualitas dan kontinuitas ketersediaan bahan baku yang masih belum

terpenuhi, (ii) kemasan produk, terkait ketidakmampuan membeli dengan jumlah besar

(khususnya untuk UKM) dan (iii) produktivitas pekerja rendah.

Sama halnya dengan pola di Jawa Timur, kebutuhan tenaga kerja Sulawesi Selatan

cukup berasal dari wilayah sekitarnya, seperti untuk tenaga produksi dan tenaga kasar.

Sedangkan untuk tenaga yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli untuk

packing, pengawetan termasuk usia simpan, pewarnaan, rekayasa peralatan masih sulit

untuk didapatkan. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut antara lain

didapatkan dari Jakarta. Tenaga lain yang masih dibutuhkan adalah teknisi dan

operator. Misalnya operator untuk mesin boiler merupakan tenaga kerja yang sangat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

84

diperlukan bagi industri industri pengolahan mie. Contoh lain, tenaga kerja yang ahli

cold storage masih didatangkan dari Jepang.

Untuk meningkatkan kualitas hasil produksi industri makanan dan miuman kemasan,

maka dinas perindustrian dan perdagangan Sulawesi Selatan akan mengadakan

beberapa pelatihan seperti kemasan, pelatihan good manufacture practice, dan

pelatihan teknologi produksi. Kerjasama untuk lebih meningkatkan kualitas produk

telah dilakukan dengan JICA khusus untuk teknologi pengembangan industri lokal

seperti rumput laut,coklat dan markisah.

Lembaga pelatihan dalam bentuk Balai Latihan Kerja (BLK) sudah tersedia di Makasar,

namun lebih pada rekayasa teknik dan bukan khusus untuk industri makanan dan

minuman dan BLK tersebut. BLK yang telah ada antara lain BLK elektronik, BLK las, BLK

otomotif, BLK boga dan BLK listrik. BLK yang sudah tersedia dan berperan untuk

memenuhi kebutuhan industri adalah Balai Latihan Industri.

Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi oleh industri di kota Makasar adalah kemasan produk

yang berkualitas, terutama industri kecil. Kemasan produk selama ini masih

didatangkan dari Surabaya atau Jakarta. Permasalahan lain adalah teknologi

pengolahan makanan dan minuman yang masih rendah. Teknologi yang rendah identik

dengan kebutuhan tenaga kerja kualitas rendah, sehingga kualifikasi tenaga kerja yang

dibutuhkan tidak dituntut yang mempunyai kualifikasi atau keahlian khusus.

Beberapa upaya yang bisa dilakukan di wilayah Sulawesi Selatan dalam meningkatkan

penyerapan tenaga kerja melalui (i) pengembangan industri lokal karena akan

menyerap tenaga kerja, (ii) peningkatan ketrampilan melalui pelatihan. Metode

pelatihan yang lebih diharapkan oleh industri adalah lebih banyak praktek dan

diupayakan bahan yang digunakan dengan mempertimbangkan ketersediaan material

di tingkat lokal. Upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan penyerapan pekerja,

antara lain meningkatkan kapasitas produksi melalui perluasan pasar, dan untuk

meningkatkan kualitas tenaga kerja dengan meningkatkan ketrampilan proses dan

peralatan produksi. Menurut asosiasi, perlu ada pendataan UMK potensial penyerap

tenaga kerja dan selanjutnya pemerintah membina dan membantunya. Dianggapnya

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

85

UKM mempunyai keterbatasan informasi sehingga kurang optimal dalam

perkembangannya. Selanjutnya, upaya uang bisa dilakukan pada pekerja adalah

pemberdayakan UKM agar mampu mengelola managemen keuangan.

Permasalahan yang dihadapi industri di Jawa Timur cenderung yang berkaitan dengan

harga kebutuhan bahan baku yang meningkat dan harga produk cenderung menurun.

Masalah kebutuhan tenaga kerja tidak menjadi masalah karena tenaga kerja yang

dibutuhkan tidak memerlukan kualifikasi khusus. Peran asosiasi makanan dan

minuman ditingkat propinsi bisa membantu mencarikan infromasi ketika industri

memerlukan tenaga kerja dengan kualifikasi khusus. Di Jawa Timur, industri makanan

dan minuman merupakan industri yang potensial. Agar industri makanan semakin

berkembang atau semakin banyak industri makanan dan minuman baru, maka

pelatihan pengembangan kewirausahaan sangat diperlukan.

7.3. Gambaran Tenaga Kerja Industri TPT

Menurut data BPS Statistik Industri besar dan sedang tahun 2009, jumlah tenaga kerja

industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mencapai 962,782 orang sedangkan total

tenaga kerja industri manufaktur sedang dan sedang mencapai 4,345,174 orang.

Dengan kata lain industri TPT skala besar dan sedang menyerap tenaga kerja seperlima

dari jumlah tenaga kerja di industri sedang dan besar. Tingginya penyerapan tenaga

kerja di industri TPT di Indonesia juga erat kaitannya dengan sifat teknologi di industri

TPT yang bersifat labor intensive terutama di industri hulu (downstream) yaitu industri

pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang

menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap

tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya.

Menurut data Survei Industri Besar, Sedang dan Industri Kecil yang dilakukan oleh BPS,

proporsi tenaga kerja di industri TPT skala besar dan sedang cenderung stagnan pada

angka 53% antara tahun 2004 dan 2007 kecuali pada tahun 2005-2006 ada kenaikan

sedikit menjadi 54%. Begitu juga dengan proporsi tenaga kerja mengalami sedikit

penurunan dari 46% tahun 2004 menjadi 45% tahun 2005 kemudian naik lagi menjadi

46% tahun 2007. Secara umum, persentase tenaga kerja di industri TPT lebih banyak

diserap di industri besar dan sedang. Jika total tenaga kerja di industri TPT

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

86

dibandingkan dengan total tenaga kerja di industri manufaktur, proporsinya kurang

dari 19% selama tahun 2004-2007 (Tabel 7.24).

TABEL 7.24 DISTRIBUSI PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT SKALA USAHA, 2004-2007

Skala industri 2004 2005 2006 2007 Besar dan sedang 53.12 54.47 54.55 53.47 Mikro dan kecil 46.88 45.53 45.45 46.53 Jumlah(%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah absolut 1,864,771 1,870,716 2,119,795 2,023,504 % thd Ind manufaktur 17.15 18.09 17.74 16.98 Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007

7.3.1 Tenaga Kerja di Industri TPT menurut Karakteristik Demografi dan Ekonomi

Karakteristik demografi yang dimaksud di sini adalah umur, jenis kelamin dan

pendidikan, sedangkan yang termasuk ekonomi adalah status pekerjaan dan jenis

pekerjaan. Karena data yang dipakai adalah data dari Survei Angkatan Kerja Nasional

(BPS), maka jumlah tenaga kerja di industri TPT akan berbeda dengan data dari

Statistik Industri Besar dan Sedang maupun dari data Profil Industri Kecil dan Mikro.

Sampel Sakernas adalah rumah tangga, sedang sampel Industri Besar sedang dan kecil

adalah industri/industri.

Secara umum jumlah tenaga kerja di industri TPT terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Tahun 2005 jumlah tenaga kerja mencapai 2,6 juta orang dan dalam 5

tahun jumlahnya meningkat menjadi 2,9 juta orang tahun 2010. Meskipun

pertumbuhannya mengalami penurunan pada tahun 2005-2006, tetapi mulai tahun

2007-2010 pertumbuhannya mulai positif dan bahkan antara tahun 2009-2010

pertumbuhan tenaga kerja mencapai 10%. Secara rata-rata pertumbuhan tenaga kerja

di industri TPT mencapai 2,6% per tahun.

Dilihat dari umur, secara umum tenaga kerja di TPT didominasi usia muda mulai dari 15

tahun hingga 44 tahun sekitar 87% tahun 2010. Karena sifat pekerjaannya, industri

TPT memerlukan tenaga kerja yang secara fisik kuat dan telaten, terutama pada industri

garmen. Tenaga kerja pada kelompok umur 25-34 tahun jumlah dan proporsinya yang

tertinggi yaitu 965.130 orang atau 37,1% tahun 2005. Selama 6 tahun jumlah absolut

meningkat menjadi 1.111.464 orang, tetapi secara relatif persentasenya tetap yaitu

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

87

37,8%. Namun begitu, masih ada sekitar 1% tenaga kerja yang berusia 65 tahun ke atas

yang bekerja di industri TPT (Tabel 7.25).

TABEL 7.25 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT UMUR, 2005-

2010

Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

15 – 24 700.653 709.095 722.277 761.697 723.755 757.776

25 – 34 965.130 915.858 916.345 907.027 1.023.515 1.111.464

35 – 44 600.567 501.518 531.656 557.438 598.006 685.951

45 – 54 248.490 217.142 209.383 241.239 232.670 275.918

55 – 64 61.842 60.445 65.381 75.070 64.334 82.013

65+ 24.512 23.283 28.299 26.932 27.117 28.542

Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase

15 – 24 26,9 29,2 29,2 29,6 27,1 25,8

25 – 34 37,1 37,7 37,0 35,3 38,3 37,8

35 – 44 23,1 20,7 21,5 21,7 22,4 23,3

45 – 54 9,6 8,9 8,5 9,4 8,7 9,4

55 - 64 2,4 2,5 2,6 2,9 2,4 2,8

65+ 0,9 1,0 1,1 1,0 1,0 1,0

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Dilihat dari jenis kelamin, ada kecenderungan selama 5 tahun (2005-2010) tenaga kerja

perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Persentase

perempuan terus meningkat dari 56% (1,4 juta orang) tahun 2005 menjadi 60% (1,7

juta) tahun 2010 (Tabel 7.26). Ini mengindikasinya peran tenaga kerja perempuan

makin mendominasi. Ada dugaan hal ini berkaitan dengan berkembangnya industri

garmen yang membutuhkan banyak tenaga kerja perempuan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

88

TABEL 7.26 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT JENIS KELAMIN,

2005-2010

Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Laki-laki 1.140.936 1.080.562 976.252 954.010 1.003.798 1.177.015

Perempuan 1.460.258 1.346.779 1.497.089 1.615.393 1.665.599 1.764.649

Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase

Laki-laki (%) 43,9 44,5 39,5 37,1 37,6 40,0

Perempuan (%) 56,1 55,5 60,5 62,9 62,4 60,0

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di industri TPT terlihat bahwa sebagian besar

hanya berpendidikan tertinggi SMP dan kecenderungannya meningkat terus dari 1,6

juta tahun 2005 menjadi 1,9 juta tahun 2010. Diliihat dari proporsinya juga cenderung

meningkat dari 61,6% menjadi 66,2% pada periode yang sama. Pekerja dengan tingkat

pendidikan SMK justru mengalami kenaikan baik dari jumlah atau persentasenya yaitu

dari 242.663 (9,3%) tahun 2005 menjadi 353.201 (12%) pada kurun waktu yang sama,

sedangkan pekerja yang lulus SMA juga mengalami penurunan dari 658.124 orang

(25%) menjadi 559.628 (19%) (Tabel 7.27). Hal ini mengindikasikan adanya

pergeseran permintaan tenaga dari tenaga kerja dari yang lulusan sekolah umum ke

sekolah kejuruan. Tampaknya kebijakan pemerintah mendorong berkembangnya

sekolah kejuruan menulai hasilnya. Dengan makin banyaknya tenaga kerja sekolah

menengah, industri dapat mengurangi waktu training karena lulusan kejuruan

umumnya dibekali keterampilan.

Karena sifat industri TPT yang padat karya, maka status pekerjaan yang dominan

adalah buruh/karyawan yang proporsinya lebih dari 60% dari jumlah pekerja TPT.

Namun jumlahnya cenderung menurun dari 1,9 juta orang tahun 2005 menjadi 1,7 juta

orang tahun 2010, begitu pula dilihat dari proporsinya juga menurun dari 74% tahun

2005 menjadi 60% tahun 2010. Tetapi sebaliknya mereka yang berusaha sendiri justru

mengalami kenaikan dari 232.626 (8,9%) tahun 2005 menjadi 640.483 (22%) tahun

2010 (Tabel 7.28).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

89

TABEL 7.27 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT PENDIDIKAN,

2005-2010

Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Maks SMP 1.602.566 1.539.470 1.753.712 1.780.493 1.784.689 1.947.754 SMA 658.124 580.218 445.494 480.745 488.091 559.628 SMK 242.663 233.680 199.720 229.216 288.881 353.201 DIPLOMA 21.661 10.261 39.015 32.933 39.994 42.571 D4+ 76.180 63.712 35.400 46.016 67.742 38.510 Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase

Maks SMP 61,6 63,4 70,9 69,3 66,9 66,2 SMA 25,3 23,9 18,0 18,7 18,3 19,0 SMK 9,3 9,6 8,1 8,9 10,8 12,0 DIPLOMA 0,8 0,4 1,6 1,3 1,5 1,4 D4+ 2,9 2,6 1,4 1,8 2,5 1,3 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

TABEL 7.28 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010

Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Berusaha sendiri 232.626 241.934 426.444 371.764 296.527 640.483

Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 95.946 100.543 141.206 163.342 316.465 203.121

Berusaha dibantu pekerja dibayar 67.536 80.601 83.206 78.060 62.434 78.341

Karyawan/buruh/pegawai 1.926.048 1.720.806 1.586.956 1.648.450 1.682.693 1.752.014

Lainnya 279.038 283.457 235.529 307.787 311.278 267.705

Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase

Berusaha sendiri 8,9 10,0 17,2 14,5 11,1 21,8

Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 3,7 4,1 5,7 6,4 11,9 6,9

Berusaha dibantu pekerja dibayar 2,6 3,3 3,4 3,0 2,3 2,7

Karyawan/buruh/pegawai 74,0 70,9 64,2 64,2 63,0 59,6

Lainnya 10,7 11,7 9,5 12,0 11,7 9,1

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus 2005-2010 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

90

Jika tenaga kerja di industri TPT dianalisis berdasarkan jabatan terlihat tenaga

pengolahan, operator dan tenaga kasar mendominasi dari tahun 2007 hingga tahun

2010. Ada kecenderungan tenaga kerja pengolahan mengalami penurunan dari 63%

(1,5 juta orang) tahun 2007 menjadi 62% (1,8 juta orang) tahun 2010. Namun tenaga

operator mengalami sedikit kenaikan dari 21,05% (520.604) menjadi 21,25%

(624.997) pada kurun waktu yang sama (lihat tabel 7.29) . Hal ini diduga ada kaitannya

dengan krisis Amerika tahun 2008 yang menyebabkan permintaan produk TPT

mengalami penurunan. TABEL 7.29 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2007-2010

Jenis pekerjaan 2007 2008 2009 2010

Jumlah

Manajer 20.011 47.524 43.855 39.583 Tenaga profesional 2.014 6.972 10.210 6.105 Teknisi 29.525 43.363 55.265 57.014 Tata usaha 96.756 94.769 122.474 118.282 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 42.760 39.368 41.797 45.119 Tenaga pengolahan 1.555.850 1.543.758 1.593.255 1.824.388 Operator 520.604 576.093 547.773 624.997 Pekerja kasar 205.821 217.556 254.768 226.176 Total 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase

Manajer 0,81 1,85 1,64 1,35 Tenaga profesional 0,08 0,27 0,38 0,21 Teknisi 1,19 1,69 2,07 1,94 Tata usaha 3,91 3,69 4,59 4,02 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 1,73 1,53 1,57 1,53 Tenaga pengolahan 62,90 60,08 59,69 62,02 Operator 21,05 22,42 20,52 21,25 Pekerja kasar 8,32 8,47 9,54 7,69 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus 2007-2010 diolah

Jika diamati lebih rinci jenis pekerja di industri tekstil pada tahun 2010, dari 10 jenis

pekerjaan ada 5 yang paling dominan yaitu ‘Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ’yang

berkaitan dengan itu’ (ybdi). mendominasi pekerja di industri tekstil dengan jumlah

pekerja mencapai 356.295 orang (24,9%), disusul oleh ‘Tukang Jahit, Penyulam, dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

91

Tenaga (ybdi) sebanyak 162.157 orang (11,3%) dan ‘Operator Mesin Uap dan Ketel

Uap sebanyak 152.809 (10,7%), tenaga pembatikan sebanyak 84.450 orang (5,9%) dan

Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya sebanyak 80.544 orang (5,6%)

(Tabel 7.30). Dari kelima jenis pekerjaan itu, tenaga pembatikan menempati urutan

keempat. Hal ini tampaknya sebagai dampak dari permintaan batik yang meningkat,

setelah UNESCO menetapkan batik sebagai warisan dunia milik Indonesia. TABEL 7.30 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK DI SUB SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL, 2010

Kode Deskripsi Urutan Jumlah % 7432 Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ybdi 1 356.295 24,94 7436 Tukang Jahit, Penyulam, dan Tenaga ybdi 2 162.157 11,35 8262 Operator Mesin Uap dan Ketel Uap 3 152.809 10,7 7438 Tenaga Pembatikan 4 84.450 5,91 9322 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 5 80.544 5,64 7433 Tukang Jahit, Pembuat Pakaian dan Pembuat Topi 6 78.531 5,5 8261 Operator Mesin Pembangkit Tenaga Listrik 7 75.598 5,29 7332 Tenaga Kerajinan Tangan dari Tekstil, Kulit, dan 8 41.750 2,92 8263 Operator Mesin Jahit 9 37.194 2,6 8269 Operator Mesin Produksi Tekstil, Barang dari Bulu 10 36.187 2,53

Sumber: BPS. Sakernas Agustus 2010

TABEL 7.31 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK DI SUBSEKTOR INDUSTRI PAKAIAN JADI, 2010

Kode Deskripsi Urutan Jumlah % 7433 Tukang Jahit, Pembuat Pakaian dan Pembuat Topi 1 606.278 40,07 7436 Tukang Jahit, Penyulam, dan Tenaga ybdi 2 248.455 16,42 8263 Operator Mesin Jahit 3 183.539 12,13 9322 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 4 79.101 5,23 7435 Pembuat Pola dan Pemotong Tekstil, Kulit, dan 5 65.585 4,33 7432 Tukang Tenun, Rajut, dan Pekerja ybdi 6 36.301 2,4 8269 Operator Mesin Produksi Tekstil, Barang dari Bulu 7 20.772 1,37 4121 Juru Tata Usaha Akuntansi dan Pembukuan 8 19.239 1,27 3152 Pengawas Keamanan, Kesehatan, dan Kualitas 9 18.904 1,25 8262 Operator Mesin Uap dan Ketel Uap 10 18.163 1,2

Sumber: Diolah dari data Sakernas Agustus 2010

Pada subsektor industri pakaian jadi, 5 industri yang dominan ‘Tukang Jahit, Pembuat

Pakaian dan Pembuat Topi’ sebanyak 606.278 (40,0%), disusul oleh ‘Tukang Jahit,

Penyulam, dan Tenaga ybdi’ sebanyak 248.455 atau 12,3% dan ’operator mesin jahit’

sebanyak 183.539 orang atau 12,1%, Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik

lainnya sebanyak 79.101 orang atau 5,2%, dan Pembuat Pola dan Pemotong Tekstil,

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

92

Kulit sebanyak 65,585 orang atau 4,3% (Tabel 7.31). Pada industri pakaian jadi

kebutuhan tenaga penjahit cukup besar dan biasanya industri tertarik menerima tenaga

kerja perempuan. Karena itu, supply tenaga kerja untuk penjahit perlu mendapat

perhatian terutama untuk lulusan SLTA atau SMK .

Jika dilihat menurut koridor ekonomi berdasarkan MP3EI terlihat bahwa konsentrasi

industri TPT berada di Pulau Jawa. Lebih dari 85% tenaga kerja industri TPT berada di

Jawa karena sebagian besar pabrik TPT juga berlokasi di Jawa. Faktor ketersediaan

tenaga kerja, infrastruktur seperti jalan, listrik, air, dan pelabuhan tampaknya menjadi

pertimbangan para investor menanamkan modal di Pulau Jawa. Selain tenaga kerja

yang berlimpah dengan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan industri, Pulau Jawa

juga merupakan pasar yang besar bagi produk TPT karena 57% (136 juta) penduduk

Indonesia berada di Jawa. Ada kecenderungan selama tahun 2005-2007, jumlah tenaga

kerja di industri TPT mengalami kenaikan 85,8% (2,2 juta) menjadi 88,1% (2,6%)

(Tabel 7.32). Karena itu, sangat tepat jika dalam MP3EI industri TPT dipusatkan Pulau

Jawa. Selanjutnya, proporsi tenaga kerja industri TPT berada di Kalimantan dan

Sumatra yang hanya kurang dari 8% selama kurun waktu 2005-2007. TABEL 7.32. JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2005-2010

Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Sumatra 103.574 71.570 101.911 110.099 122.913 107.600 Jawa 2.230.859 2.146.492 2.163.590 2.262.629 2.324.998 2.592.941 Kalimantan 178.103 179.485 164.691 140.501 151.394 166.928 Sulawesi 9.894 11.586 12.863 13.943 19.264 21.102 Bali-Nusa Tenggara 78.364 16.930 29.920 41.755 49.542 52.268 Papua-Kep Maluku 400 1.278 366 476 1.286 825 Total 2.601.194 2.427.341 2.473.341 2.569.403 2.669.397 2.941.664

Persentase Sumatra 4,0 2,9 4,1 4,3 4,6 3,7 Jawa 85,8 88,4 87,5 88,1 87,1 88,1 Kalimantan 6,8 7,4 6,7 5,5 5,7 5,7 Sulawesi 0,4 0,5 0,5 0,5 0,7 0,7 Bali-Nusa Tenggara 3,0 0,7 1,2 1,6 1,9 1,8 Papua-Kep Maluku 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus berbagai tahun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

93

7.3.2 Permasalahan Industri Tekstil & Produk Tekstil: Studi Kasus Jawa Barat Jawa Barat merupakan salah satu sentra industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang

paling besar di Indonesia. Industri TPT merupakan industri andalan karena

menghasilkan devisa yang besar dan menyerap tenaga kerja yang banyak serta memiliki

rantai nilai dan nilai tambah dalam perekonomian daerah. Industri TPT di Jawa Barat

tersebar di berbagai kabupaten/kota yaitu: Bandung, Cimahi, Sumedang, Purwakarta,

Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cirebon dan Karawang. Karena itu studi kualitatif ini memilih

Jawa Barat sebagai studi kasus.

Studi kualitatif ini ditujukan untuk melengkapi kajian penyerapan tenaga kerja sektor

industri yang menggunakan data sekunder dari BPS. Data kualitatif ini didasarkan pada

wawancara mendalam (indepth interview) dengan pelaku usaha (industri tekstil dan

garmen), pemerintah daerah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat) dan

KADINDA Bandung.

Kondisi Industri TPT di Jawa Barat

Sektor industri berperan penting dalam memberikan kontribusi perekonomian Jawa

Barat. Menurut data BPS jumlah industri besar dan sedang di Jawa Barat mencapai

6.195 buah yang menyerap 1.145.629 tenaga kerja.

Salah satu sub sektor industri yang dominan di Jawa Barat adalah industri TPT karena

60% industri TPT nasional berada di Jawa Barat. Industri TPT merupakan industri yang

saling terkait mulai dari hulu hingga hilir. Jika dikelompokkan, sub sektor industri TPT

dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu 1) Serat 2) Benang 3) Kain 4).

Pakaian Jadi dan 5) Barang Jadi Tekstil . Di Jawa Barat semua industri TPT mulai dari

hulu hingga hilir (dari pembuatan serat hingga garmen) ada dan lokasinya tersebar di

berbagai kabupaten/kota.

Menurut data API Jawa Barat jumlah industri TPT hingga tahun 2010 mencapai 5.937

unit usaha yang terdiri dari industri besar sebanyak 1.205 buah dan industri kecil dan

menengah sebanyak 4.732 buah. Jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 500 ribu

orang. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai tahun 2010, realisasi ekspor

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

94

non migas (pakaian, benang, tenun, kain tekstil dan hasil-hasilnya) mencapai 1,08 juta

ton dengan US$ 5,6 juta.

Kontribusi ekspor TPT terhadap total ekspor non migas Jawa Barat pada periode

Januari-Desember 2010 mencapai 22,3%. Namun demikian, industri TPT di Jawa Barat

masih banyak menghadapi permasalahan antara lain:

- Kurang berkembangnya industri bahan baku (industri pendukung) dan komponen

permesinan tekstil (industri terkait).

- Turunnya daya saing produk sejak krisis moneter

- Tingginya bahan baku dan energi

- Kondisi mesin tekstil yang sudah cukup tua yang menyebabkan rendahnya efisiensi.

- Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung sehingga terjadi

keterlambatan pengiriman barang

- Desain dan diversifikasi produk belum berkembang ke arah produk yang memiliki

nilai tambah yang tinggi.

- Produktivitas tenaga kerja yang rendah serta masalah perburuhan

- Lemahnya sistem informasi industri

Di masa depan industri TPT masih mempunyai prospek dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan pendapatan masyarakat. Beberapa peluang untuk membangkitkan

industri TPT di Jawa Barat antara lain:

- Optimalisasi utilisasi kapasitas terpasang untuk memenuhi kebutuhan pasar melalui

revitalisasi kapasitas mesin serta usaha optimalisasi mesin terpasang.

- Menciptakan peluang pasar baru melalui kerja sama bisnis regional

- Permintaan ekspor tekstil Jawa Barat masih terbuka

- Sebagian industri tekstil telah mampu mengikuti standar internasional (ISO 9001, ISO

14001) (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat)

Permasalahan industri kecil dan mikro (IKM) TPT yang utama adalah: a) modal, b)

pemasaran, c) bahan baku, d) sumber daya manusia, dan e) manajemen. Umumnya IKM

TPT kesulitan mengakses modal ke bank karena ketiadaan jaminan atau karena

ketidaktahuan masalah administrasi. Kesulitan bahan baku juga dihadapi oleh pelaku

IKM karena harga bahan baku yang cenderung mahal dan tidak stabil. Pemasaran IKM

umumnya hanya dijual dalam negeri, belum banyak IKM yang melakukan ekspor.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

95

Sumber daya manusia pelaku IKM masih rendah baik sehingga kualitas barang yang

dihasilkan belum bisa bersaing dengan industri besar. Manajemen IKM masih

mengandalkan manajemen keluarga.

Permasalahan Ketenagakerjaan

Dari tiga industri besar TPT yang disurvei berpendapat bahwa secara umum tenaga

kerja untuk industri tekstil dan pakaian jadi tersedia dalam jumlah yang cukup, karena

banyak tenaga lulusan SLTA atau SMK yang tertarik untuk bekerja di industri TPT.

Ketiga industri tersebut menyerap tenaga kerja antara 950 ribu hingga 35.443 orang.

Industri TPT yang terintegrasi (hulu sampai hilir) menyerap lebih banyak tenaga kerja

dibandingkan dengan industri yang khusus di garmen (hilir) saja.

Untuk merekrut tenaga kerja baru persyaratan yang dibutuhkan antara lain:

- usia: antara 19-25 tahun

- diutamakan warga sekitar industri berdiri

- jenis kelamin: biasanya perempuan untuk tenaga operator

- pendidikan: SMA atau SMK

- kebutuhan /adanya pengunduran diri dari karyawan yang ada

- jumlah dan jenis mesin yang ada di pabrik

Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja kasar semua industri yang disurvei

menyatakan tidak ada masalah karena jumlah peminatnya cukup besar yaitu lulusan

SMA/SMK. Tetapi untuk beberapa jenis pekerjaan seperti a) tenaga teknik pencelupan

dan b) tenaga teknik elektro lemah sulit untuk direkrut.

Selain tenaga lulusan SLTA, industri juga menerima tenaga kerja yang pernah dilatih

Balai Latihan Kerja (BLK). BLK justru sangat membantu dalam kesiapan tenaga kerja

baru untuk bekerja di pabrik.

Tenaga kerja yang pernah dilatih di BLK umumnya telah memiliki keterampilan

sehingga tidak diperlukan training yang lama.

Untuk meningkatkan peran industri TPT, pemerintah telah melakukan restrukturisasi

industri TPT dengan jalan mengganti mesin tekstil yang lama dengan mesin yang baru

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

96

industri mendapat bantuan keringanan biaya pembelian. Diharapkan dengan adanya

mesin baru ini industri akan lebih banyak menyerap tenaga kerja terutama untuk

tenaga operator, sehingga dapat mengurangi pengangguran terutama di Jawa Barat.

Namun, harus disertai juga dengan upaya peningkatan sumber daya manusia di industri

TPT, sehingga mesin yang telah direstrukturisasi dapat dimanfaatkan secara optimal.

7.4. Gambaran Tenaga Kerja di Industri Elektronik

Menurut data Survei Industri Besar Sedang dan Kecil oleh BPS, industri elektronik di

Indonesia didominasi oleh industri skala besar dan sedang dengan persentase hingga

mencapai 99% selama periode 2004-2007. Hanya kurang dari 1% industri kecil dan

mikro yang mampu menyerap tenaga kerja (Tabel 7.33). Hal ini ini bisa dipahami

karena industri elektronik membutuhkan invesntasi yang besar dan tenaga kerja yang

terampil. Selain itu, industri elektronik juga harus terus berinovasi untuk bisa bersaing

di pasar sehingga keberadaan research and development sangat menentukan. Kondisi

ini hanya bisa dipenuhi oleh industri besar dan sedang mempunyai modal yang besara.

TABEL 7.33 DISTRIBUSI TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT SKALA USAHA, 2005-2009

Skala industri 2004 2005 2006 2007 Besar dan sedang 99.18 99.38 99.53 99.54 Mikro dan kecil 0.82 0.62 0.47 0.46 Jumlah(%) 100.00 100.00 100.00 100.00 Jumlah absolut 200,611 570,132 585,279 596,801 % thd Ind manufaktur 1.85 5.51 4.90 5.01

Sumber: BPS, Survei Industri Besar Sedang dan Industri Kecil 2004-2007

Menurut data Survei Angkata Kerja Nasional (Sakernas), jumlah tenaga kerja industri

elektronik cenderung menurun dari 569.090 tahun 2005 menjadi 509.950 tahun 2010.

Jika diperhatikan ISIC 3 digit, nampak bahwa proporsi tenaga kerja terbanyak pada

tahun 2010 adalah tenaga kerja industri komponen elektronik, mesin lainnya, serta

radio dan sejenisnya yaitu masing-masing 35,13%, 16,63% dan 13,27% (Tabel 7.34).

Kecenderungan proporsi tenaga kerja untuk seluruh jenis industri elektronik

menunjukkan fluktuasi ada yang meningkat kemudian turun dan ada pula yang turun

kemudian meningkat dan turun kembali. Kondisi pasar elektronik yang tidak menentu

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

97

serta harga bahan baku yang sangat tergantung pada pasar internasional diduga

menjadi penyebab pasang surut proporsi tenaga kerja di sektor ini.

TABEL 7.34 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS

INDUSTRI, 2005-2010

Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Mesin umum 17.999 10.864 41.977 30.029 30.433 31.049 Mesin khusus 20.640 12.628 34.792 39.022 39.236 44.651 Mesin lainnya 115.535 120.181 33.863 44.749 45.105 84.812 Peralatan kantor 15.236 10.570 7.218 12.873 11.908 16.398 Motor listrik dan perlengkapan 11.946 4.824 5.761 8.636 10.326 8.104 Alat Pengontrol listrik 1.758 2.902 6.909 3.387 8.395 5.215 Kabel listrik 25.642 25.793 23.162 22.603 28.899 24.719 Akumulator listrik 11.561 9.461 11.425 11.983 10.441 15.028 Bola lampu pijar 6.815 12.121 8.172 14.596 13.056 16.251 Alat listrik lainnya 43.751 45.974 16.202 15.781 15.065 7.537 Komponen electronic 143.855 119.828 115.618 129.286 112.952 179.138 Alat komunikasi 960 4.389 6.352 3.415 9.907 9.359 Radio dan sejenisnya 153.392 132.806 61.251 46.620 47.287 67.689 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase Mesin umum 3,16 2,12 11,26 7,84 7,95 6,09 Mesin khusus 3,63 2,46 9,34 10,19 10,24 8,76 Mesin lainnya 20,3 23,46 9,09 11,68 11,78 16,63 Peralatan kantor 2,68 2,06 1,94 3,36 3,11 3,22 Motor listrik dan perlengkapan 2,1 0,94 1,55 2,25 2,7 1,59 Alat Pengontrol listrik 0,31 0,57 1,85 0,88 2,19 1,02 Kabel listrik 4,51 5,03 6,21 5,9 7,55 4,85 Akumulator listrik 2,03 1,85 3,07 3,13 2,73 2,95 Bola lampu pijar 1,2 2,37 2,19 3,81 3,41 3,19 Alat listrik lainnya 7,69 8,97 4,35 4,12 3,93 1,48 Komponen electronic 25,28 23,39 31,02 33,76 29,49 35,13 Alat komunikasi 0,17 0,86 1,7 0,89 2,59 1,84 Radio dan sejenisnya 26,95 25,92 16,43 12,17 12,35 13,27 Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun diolah.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

98

7.4.1 Tenaga Kerja Industri Elektronik Menurut Karakteristik Demografi dan

Ekonomi

Karakteristik demografi yang dimaksud di sini adalah umur, jenis kelamin dan

pendidikan, sedangkan yang termasuk ekonomi adalah status pekerjaan dan jenis

pekerjaan. Karena data yang dipakai adalah data dari Survei Angkatan Kerja Nasional

(BPS), maka jumlah tenaga kerja di industri elektronik akan berbeda dengan data dari

Statistik Industri Besar dan Sedang maupun dari data Profil Industri Kecil dan Mikro.

Sample Sakernas adalah rumah tangga, sedang sample Industri Besar sedang dan kecil

adalah industri/industri.

Jumlah tenaga kerja industri elektronik berdasarkan data Sakernas 2005-2010

menunjukkan terjadi penurunan dari 569.090 menjadi 509.950 atau turun sebesar

10,4% dari tahun 2005 sampai tahun 2010. Penurunan jumlah tenaga kerja ini

mencapai puncak pada tahun 2007 yang hanya mampu menyerap 372.702 pekerja. Jika

diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa laki-laki masih mendominasi pekerja

industri elektronik. Meskipun demikian, terjadi kecenderungan penurunan proporsi

laki-laki yang bekerja di sektor ini, sedangkan pekerja perempuan cenderung

meningkat selama 2005-2010 (Tabel 7.35).

TABEL 7.35 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS KELAMIN 2005-2010

Jenis kelamin 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Laki-laki 357.136 318.587 220.826 204.410 205.563 260.600 Perempuan 211.954 193.754 151.876 178.570 177.447 249.350 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase Laki-laki 62,76 62,18 59,25 53,37 53,67 51,10 Perempuan 37,24 37,82 40,75 46,63 46,33 48,90 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

99

TABEL 7.36 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT UMUR, 2005 - 2010

Umur 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

15 - 24 206.782 186.406 170.518 177.748 149.290 235.707 25 - 34 186.103 167.307 120.021 120.028 135.857 165.850 35 – 44 111.776 99.468 61.067 59.972 68.871 74.577 45 - 54 44.701 37.108 17.690 22.220 23.096 25.165 55 – 64 13.957 16.685 3.022 1.553 5.282 8.339

65+ 5.771 5.367 384 1.459 614 312 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase 15 - 24 36,34 36,38 45,75 46,41 38,98 46,22 25 - 34 32,70 32,66 32,20 31,34 35,47 32,52 35 – 44 19,64 19,41 16,38 15,66 17,98 14,62 45 - 54 7,85 7,24 4,75 5,80 6,03 4,93 55 – 64 2,45 3,26 0,81 0,41 1,38 1,64

65+ 1,01 1,05 0,10 0,38 0,16 0,06 Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah

Tenaga industri elektronik didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24

tahun yaitu sebanyak 235.707 orang (46.22%), kemudian disusul dengan tenaga

kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850 orang (32,52%). Jika diperhatikan

tren tenaga kerja berdasarkan umur, nampak bahwa untuk tenaga kerja berumur

15-24 tahun menunjukkan peningkatan dari tahun 2005-2008 kemudian turun ada

tahun 2009 dan meningkat kembali pada tahun 2010. Pola yang sama juga terlihat

pada kelompok umur 25-34 tahun. Perlu diperhatikan tenaga kerja berumur 15-24

tahun, yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah/kuliah, tetapi terpaksan

sudah harus masuk ke pasar kerja (Tabel 7.36).

Jika tenaga kerja industri elektronik dianalisis berdasarkan jabatan. maka terlihat

bahwa tenaga operator mendominasi jumlah tenaga kerja di sektor industri

elektronik. Industri ini memang lebih banyak menyerap tenaga operator untuk

mengoperasikan mesin-mesin pembuat barang-barang elektronik baik barang

rumah tangga, peralatan computer, komunikasi dan lain sebagainya. Lowongan

kerja operator selalu tersedia setiap tahun mengingat pada umumnya operator dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

100

tenaga kerja kasar dan lainnya adalah tenaga kerja kontrakan (out sourcing), yang

turn over-nya cukup besar.

TABEL 7.37 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2007-2010

Jenis pekerjaan 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Manajer 2.772 9.947 8.963 11.067 Tenaga professional 2.341 6.619 3.060 5.367 Teknisi 30.697 31.114 37.118 54.195 Tata usaha 31.249 25.403 33.710 30.536 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 10.490 11.202 6.448 10.830 Tenaga pengolahan 58.869 45.823 43.562 60.186 Operator 179.381 193.429 168.729 280.752 Pekerja kasar 56.903 59.443 81.420 57.017 Jumlah 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase Manajer 0,74 2,60 2,34 2,17 Tenaga professional 0,63 1,73 0,80 1,05 Teknisi 8,24 8,12 9,69 10,63 Tata usaha 8,38 6,63 8,80 5,99 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 2,81 2,92 1,68 2,12 Tenaga pengolahan 15,80 11,96 11,37 11,80 Operator 48,13 50,51 44,05 55,05 Pekerja kasar 15,27 15,52 21,26 11,18 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah

Industri elektronik didominasi oleh pekerja operator yaitu dari 48,13% pada tahun

2007 menjadi 55,04% pada tahun 2010 Pekerjaan operator memang dibutuhkan untuk

industri ini katena sifat pekerjaannya adalah mengoperasikan mesin-mesin baik untuk

memproduksi dari chip sampai merakit menjadi barang jadi seperti televise, radio,

setrika, kulkas, peralatan computer dan lain sebagainya. Proporsi terbesar kedua

ditempati oleh pekerja bagian pengolahan dan tenaga kasar. Jika diperhatikan

kecenderungannya hampir semua jabatan mengalami fluktuasi dari tinggi kemudian

menurun dan meningkat kembali sepanjang 2007-2010 (Tabel 7.37).

Jika diperhatikan menurut status pekerjaan, tenaga kerja di industri elektronik besar

dan sedang dari tahun 2007 sampai 2010 pada umumnya bekerja sebagai buruh, buruh

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

101

dan karyawan industri elektronik pada tahun 2010 mencapai 417.156 orang 81,80%.

Jika diperhatikan lebih lanjut jumlah pekerja yang berstatus buruh/karyawan

mengalami penurunan dari tahun 2005 sebanyak 92,51 % menjadi 81,80% tahun 2010.

TABEL 7.38 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT STATUS PEKERJAAN, 2005-2010

Status pekerjaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Usaha sendiri (BS) 20.082 16.285 22.680 28.265 3.579 63.682 BS dg buruh tdk bayar 6.631 5.127 11.512 16.444 34.215 17.450 BS dg buruh dibayar 3.963 3.735 9.014 4.943 5.021 8.279 Buruh/karyawan/peg 526.799 471.807 325.257 331.744 330.721 417.156 Lainnya 11.615 15.387 4.239 1.584 9.474 3.383 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase Usaha sendiri (BS) 3,53 3,18 6,09 7,38 0,93 12,49 BS dg buruh tdk bayar 1,17 1,00 3,09 4,29 8,93 3,42 BS dg buruh dibayar 0,70 0,73 2,42 1,29 1,31 1,62 Buruh/karyawan/peg 92,57 92,09 87,27 86,62 86,35 81,80 Lainnya 2,04 3,00 1,14 0,41 2,47 0,66 Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah

Kemudian proporsi kedua terbesar ditempati oleh pekerja berstatus bekerja sendiri

yaitu 63.682 orang (12,49%) pada tahun 2010 (Tabel 7.38). Proporsi pekerja ini telah

mengalami peningkatan sejak tahun 2005. Hal yang sama juga terlihat pada jumlah

maupun proporsi tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri dengan dibantu buruh

tidak tetap. Artinya jika berusaha sendiri dan berusaha sendiri dibantu buruh tidak

tetap diasumsikan sama dengan pekerja informal, maka pekerja ini menunjukkan

kecenderungan meningkat. Ini berarti bahwa sektor formal untuk industri elektronik

tidak mampu menyerap tenaga kerja yang tersedia secara maksimal.

Indonesia secara keseluruhan mengalami persoalan kualitas sumber daya manusia,

karena proporsi penduduk yang berpendidikan rendah sangat besar. Sementara itu

industri elektronik pada umumnya memerlukan tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan tertentu karena industri ini merupakan industri yang berbasis teknologi.

Hal ini tercermin dari tingkat pendidikan tenaga kerja industri elektronik dalam tabel

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

102

berikut ini. Jumlah tenaga kerja terbanyak industri elektronik terbesar adalah mereka

yang berpendidikan SMA dan SMK, karena pada umumnya mereka bekerja sebagai

operator.

TABEL 7.39 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT PENDIDIKAN, 2005 - 2010

Pendidikan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Maks SMP 130.806 121.632 111.533 96.435 88.904 83.232 SMA 243.515 205.691 126.670 140.957 118.953 193.969 SMK 153.995 128.881 103.780 100.463 132.611 183.554 DIPLOMA 3.247 1.495 12.070 18.657 22.463 17.883 D4+ 37.527 54.642 18.649 26.468 20.079 31.312 Jumlah 569.090 512.341 372.702 372.702 383.010 509.950

Persentase Maks SMP 22,99 23,74 29,93 25,18 23,21 16,32 SMA 42,79 40,15 33,99 36,81 31,06 38,04 SMK 27,06 25,16 27,85 26,23 34,62 35,99 DIPLOMA 0,57 0,29 3,24 4,87 5,86 3,51 D4+ 6,59 10,67 5,00 6,91 5,24 6,14 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Sakernas Agustus, berbagai tahun, diolah

Jumlah tenaga kerja lulusan maksimal SMP menunjukkan tren yang terus menurun

yaitu dari 130.806 orang (2005) menjadi 83.232 orang (2010) namun proporsinya

mengalami fluktuasi, dari 22,99% tahun 2005 meningkat menjadi 29,93% tahun 2007

dan menurun kembali menjadi hanya 16,32% pada tahun 2010 (Tabel 7.39). Hal ini

disebabkan rekrutmen tenaga kerja baru lebih banyak disyaratkan untuk mereka yang

berpendidikan minimal SLTA, sedangkan untuk diploma dan sarjana biasanya

diperlukan untuk level manajer, staf maupun engineer.

Jika dirinci berdasarkan KBJI 4 digit, pekerja terbanyak di sektor industri mesin listrik

lainnya didominasi oleh buruh pengepak barang dan buruh pabrik lainnya yaitu sebesar

16.736 orang (22%). Proporsi kedua terbesar adalah perakit peralatan listrik dan

perakit peralatan elektronik masing-masing 12,7% dan 12%. Pekerja sebagai tukang

angkat barang, tukang las dan las potong, operator mesin cetak, pemelihara dan penjaga

gedung dan operator mesin pembangkit listrik, masing-masing kurang dari 2 persen

(Tabel 7.40).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

103

TABEL 7.40 SEPULUH 10 JENIS PEKERJA TERBANYAK INDUSTRI MESIN LISTRIK LAINNYA, 2010

Deskripsi Urutan Jml pekerja % thd

pekerja Elektronik

Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 1 16.736 22,0 Perakit Peralatan Listrik 2 9.639 12,7 Perakit Peralatan Elektronik 3 9.143 12,0 Operator dan Perakit Mesin Lainnya 4 5.803 7,6 Tukang Pasang Peralatan Elektronik 5 2.852 3,7 Tukang Gerinda, Poles, dan Asah Perkakas 6 2.542 3,3 Kurir dan Pengantar Paket serta Barang-barang 7 1.855 2,4 Buruh Pemasangan 8 1.781 2,3 Operator Mesin Penyelesai, Penyepuh, dan Pelapis Logam

9 1.665 2,2

Sumber: Sakernas Agustus, 2010

Sedangkan 10 jenis pekerjaan terbanyak untuk industri radio, televisi dan peralatan

komunikasi serta perlengkapannya adalah perakit peralatan elektronik yaitu 99.946

orang (50,4%). Sedangkan jenis pekerjaan sebagai tukang las, kurir, perakit barang dari

logam, perakit peralatan listrik dan sopir truk mempunyai proporsi yang sangat kecil

yaitu masing-masing sebesar 0,3% (Tabel 7.41).

TABEL 7.41 SEPULUH JENIS PEKERJA TERBANYAK INDUSTRI RADIO, TELEVISI DAN PERALATAN

KOMUNIKASI, SERTA PERLENGKAPANNYA, 2010

Deskripsi Jumlah pekerja Urutan

% thd pekerja

Elektronik Perakit Peralatan Elektronik 99.946 1 50,4 Buruh Pengepak Barang dan Buruh Pabrik lainnya 19.428 2 9,8 Operator dan Perakit Mesin Lainnya 12.214 3 6,2 Buruh Pemasangan 1.979 4 1,0 Operator Perakit Otomatis 1.972 5 1,0 Operator Mesin Pembangkit Tenaga Listrik 1.781 6 0,9 Tukang Pasang Peralatan Elektronik 1.588 7 0,8 Pengemudi Bis, Trem dan Kendaraan ybdi 1.516 8 0,8 Pengemudi Mobil, Taksi, dan Box 1.516 9 0,8 Operator Mesin Perkakas 933 10 0,5

Sumber: Sakernas, Agustus 2010 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

104

MP3EI merupakan suatu terobosan untuk meningkatkan industri manufaktur, dengan

mengacu pada koridor-koridor pertumbuhan ekonomi. Dalam mendorong percepatan

pertumbuhan ekonomi, ada 6 koridor ekonomi yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku.

TABEL 7.42 JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI ELEKTRONIK

MENURUT KORIDOR EKONOMI 2005 – 2010

Koridor 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah

Sumatra 160.898 90.195 80.169 113.575 91.279 160.732 Jawa 394.013 412.526 288.015 263.562 282.836 340.552 Lainnya 14.179 9.620 4.518 5.843 8.895 8.666 Jumlah 569.090 512.341 372.702 382.980 383.010 509.950

Persentase Sumatra 28,27 17,60 21,51 29,66 23,83 31,52 Jawa 69,24 80,52 77,28 68,82 73,85 66,78 Lainnya 2,49 1,88 1,21 1,53 2,32 1,70 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sakernas berbagai tahun, diolah

Berkaitan dengan hal tersebut, kondisi ketenagakerjaan menjadi faktor penting dalam

mendukung pengembangan koridor ekonomi yang telah disusun di atas. Jika dilihat

menurut koridor pembangunan ekonomi, tenaga kerja industri elektronik di Pulau Jawa

masih mendominasi yaitu 66,78% dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Sejak

awal industri elektronik memang lebih banyak dikembangkan di Pulau Jawa, kemudian

industri ini dikembangkan di Sumatera, khususnya di Pulau Batam, yang

mengkhususkan pada elektronik untuk keperluan ekspor. Disusul kemudian

Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang total persentasenya masih di bawah

2 % (Tabel 7.42).

Kecenderungan proporsi tenaga kerja di Jawa mengalami fluktuasi dari tinggi menurun

dan meningkat kembali selama kurun waktu 2005-2010, sedangkan untuk koridor

Sumatera justru memperlihatkan hal yang sebaliknya. Untuk koridor lainnya

menunjukkan peningkatan tetapi masih sangat kecil.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

105

7.4.2 Permasalahan Tenaga Kerja Industri Elektronik: Kasus Kota Batam.

Industri elektronik di Indonesia mempunyai peran yang cukup besar dalam

menggerakkan perekonomian Indonesia. Nilai ekspor pada tahun 2008 mencapai US$

8,6 miliar atau naik 9,61% dibandingkan 2007 sebesar US$ 7,9 miliar. Sementara untuk

periode Januari-November 2009 tercatat US$ 7,7 miliar atau turun 2,53% dibandingkan

periode yang sama pada 2008 sebesar US$ 7,9 miliar. Negara tujuan utama ekspor

elektronika adalah Singapura dengan pangsa 27,14%, diikuti Jepang 12,14%, Amerika

Serikat 4,29% dan Hong Kong 4,26%.

Memasuki akhir tahun 2009, industri elektronik berhasil memulihkan kembali

penjualannya yang semula sempat anjlok di kwartal I dan II tahun 2009. Dengan

menguatnya kembali rupiah, maka harga barang elektronik menjadi lebih terjangkau

masyarakat karena selama ini harga barang elektronik selalu dikaitkan dengan nilai

tukar rupiah terhadap US dollar. Ketika rupiah hampir menyentuh Rp. 12.000 di awal

tahun 2009 penjualan elektronik menurun. Semenjak semester II rupiah menguat dan

berdampak kepada harga barang elektronik yang mulai turun.

Meskipun persaingan dengan barang Cina makin ketat, pada tahun 2009 penjualan

produk elektronik dari industri elektronik di Indonesia terutama industri elektronik

besar yang tergabung dalam Electronic Marketer Club (EMC) terus meningkat. Realisasi

omzet produk elektronik di pasar lokal sepanjang 2009 menembus Rp20,09 triliun atau

tumbuh 11% dibandingkan dengan realisasi pada 2008 sebesar Rp18,1 triliun.

Untuk tahun 2011 industri elektronik diperkirakan akan tumbuh sebesar 15%,

mengingat permintaan pasar domestik masih tinggi. Dengan jumlah penduduk 237,6

juta masih menjadi pasar potensial. Untuk pasar televisi hampir menembus angka

100% sedangkan untuk kulkas mencapai 60% dan mesin cuci mencapai 40%, belum

lagi barang-barang elektronik lain seperti komputer, hardisk dan perlengkapan

komputer lainnya. Kota Batam menjadi salah satu kota yang ditengarai mempunyai

industri elektronik terbesar di Indonesia terutama untuk pasar ekspor. Industri

elektronik di kota ini terdiri dari industri peralatan rumah tangga seperti setrika,

televisi, kulkas juga peralatan komputer dan peralatan elektronik lain seperti alat-alat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

106

listrik dan lain sebagainya. Industri elektronik pada umumnya mampu menyerap tenaga

kerja cukup banyak terutama tenaga kerja perempuan.

Permasalahan Ketenagakerjaan

Dari tiga industri besar elektronik yang disurvei, menunjukkan bahwa industri

elektronik di Kota Batam, tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Industri

elektronik yang pada umumnya untuk pasar luar negeri ini menyerap tenaga kerja di

bawah 1000 orang, dan sebagian besar adalah tenaga kerja operator. Hasil wawancara

menunjukkan bahwa khusus untuk operator jumlahnya sudah memadai, karena jumlah

pekerja akan bertambah atau berkurang berdasarkan pasar atau rencana produksi yang

akan dilakukan. Jika permintaan pasar meningkat, maka industri dengan cepat akan

mencari tenaga operator baru. Perekrutan tenaga kerja ini pada umumnya

menggunakan jasa pengerah tenaga kerja yang sudah memiliki kerjasama dengan

industri bersangkutan.

Dengan sistem kontrak kerja, memudahkan industri untuk segera mencari tambahan

atau mengurangi jumlah tenaga kerja sesuai dengan kondisi permintaan pasar. Pada

umumnya industri elektronik yang didatangi masih beroperasi di bawah kapasitas

terpasang. Hal ini terjadi karena persoalan permintaan pasar yang belum maksimal,

persaingan dengan industri sejenis dari luar maupun dalam negeri serta kondisi

perekonomian global yang kurang menentu.

Tenaga kerja sektor industri pada umumnya perempuan karena sektor ini memerlukan

ketelitian dan kesabaran disamping ketrampilan. Banyaknya komponen yang kecil-kecil

dan rumit, menuntut ketelitian, kecermatan dan kesabaran.

Untuk merekrut tenaga kerja baru persyaratan yang dibutuhkan antara lain:

- Usia: antara diatas 19 tahun

- Diutamakan warga sekitar industri berdiri

- jenis kelamin: biasanya perempuan untuk tenaga operator

- pendidikan: SMA atau SMK

- kebutuhan /adanya pengunduran diri dari karyawan yang ada

- Jumlah permintaan pasar.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

107

Untuk tenaga kerja level operator dan tenaga kerja kasar semua industri yang disurvei

menyatakan tidak ada masalah karena jumlah peminatnya cukup besar yaitu lulusan

SMA/SMK. Lulusan SMA tetap diperhatikan meskipun dari sisi ketrampilan belum

sebaik lulusan SMK, karena pada umumnya industri memiliki sistem pelatihan sendiri

untuk mendidik tenaga lulusan SMA untuk mampu mengoperasikan mesin di pabrik.

Setiap kali selesai merekrut pegawai baru, mereka langsung masuk ke pelatihan untuk

mengenal industri, sistem kerja, etika kerja dan cara mengoperasikan mesin.

Kesulitan yang dialami oleh industri elektronik adalah mencari tenaga kerja level

engineer, yang mampu untuk membuat desain, quality control, maupun pekerjaan yang

memerlukan skill dan intelegensia tersendiri. Pada umumnya, industri mencari tenaga

engineer, melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, memasang iklan di koran,

maupun melalui jasa pengerah tenaga kerja baik dari wilayah sekitar Batam maupun

dari Jawa dan Sumatra. Kesulitannya adalah selain keahlian yang dibutuhkan langka,

tenaga kerja pada umumnya enggan untuk bekerja di Kota Batam, atau permintaan

upah yang jauh lebih tinggi dari maksimal nilai yang disediakan oleh industri.

Industri elektronik di Kota Batam seperti PT Phillips. PT. Panasonic Sikoku, PT

Schneider, memiliki pusat-pusat pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri.

Sehingga memungkinkan pekerja untuk memperoleh pelatihan yang lebih baik, agar

bisa menempati posisi-posisi yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jenjang karir

dimungkinkan diperoleh oleh pekerja, yang bersedia untuk menjadi pekerja tetap di

industri tersebut.

Industri elektronik di Kota Batam masih mempunyai prospek yang baik, apabila

ditunjang dengan iklim usaha yang baik pula. Peraturan perundangan, kebijakan

pemerintah, kemudahan akses perijinan dan peluang lain dibutuhkan untuk menjaga

kestabilan industri ini. Beberapa industri yang telah memindahkan pabriknya keluar

Indonesia, menjadi bukti bahwa iklim usaha di industri ini masih belum menunjang

keberadaan dan keberlangsungan industri elektronik. Dua industri elektronik telah

memindahkan pabrik mereka dari Batam ke Vietnam, yang dianggap lebih ramah

dibanding di Indonesia dan ini menjadi PR bagi pemerintah baik pusat maupun daerah

untuk memperbaiki iklim usaha di negara ini.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

108

Tantangan terbesar industri elektronik adalah serbuan barang-barang elektronik dari

China, terutama barang-barang kebutuhan rumah tangga, yang akan berpengaruh pada

permintaan pasar dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengatur kebijakan

ekspor impor agar tidak mematikan industri ini di dalam negeri, karena akan

berdampak pada tenaga kerja yang terpaksa harus menganggur karena tempat kerja

mereka ditutup.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

109

BAB VIII

PROYEKSI TENAGA KERJA 2012-2014

8.1. Asumsi Proyeksi Tenaga Kerja

Untuk menghitung proyeksi tenaga kerja dalam kajian ini, informasi yang diperlukan

adalah Incremental Labor Output Ratio (ILOR) untuk masing-masing industri terpilih,

pertumbuhan industri manufaktur dan data dasar jumlah pekerja.

8.1.1. Hasil Estimasi Incremental Labor Output Ratio (ILOR)

Dalam bab ini disajikan beberapa kategori estimasi dan model estimasi ILOR. Kategori

estimasi : A) Elastisitas terhadap masing-masing sub sektor, B) Elastisitas terhadap

pertumbuhan sub sektor, dan C) Elastisitas terhadap pertumbuhan total. Estimasi A

untuk mengukur kebutuhan tenaga kerja industri tertentu (misalnya makanan) karena

perubahan nilai output/nilai tambah sektor industri yang sama. Untuk mengukur nilai

output atau tepatnya nilai tambah untuk industri tertentu masih memiliki beberapa

keterbatasan. Misalnya nilai tambah seharusnya mencakup industri besar/sedang dan

industri kecil/mikro, namun data nilai tambah untuk industri kecil tidak ada.

Keterbatasan dalam nilai output di estimasi A, maka selanjutnya nilai tambah diprediksi

dari nilai tambah industri manufaktur secara agregat. Informasi ini bisa didapatkan

dari PDB menurut lapangan usaha dan selanjutnya disebut estimasi B.

Selain itu, dicoba juga estimasi ILOR dengan mengukur pertambahan tenaga kerja

terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Untuk itu disajikan estimasi C dan

estimasi ini menunjukkan perubahan penyerapan tenaga kerja di industri tertentu

sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Nampaknya

terlalu global untuk memprediksi pertumbuhan sub sektor industri didekati dari

pertumbuhan ekonomi nasional secara makro.

Dari ketiga estimasi yang disajikan, maka jenis estimasi B lebih mungkin untuk

mempredikasi rasio perubahan tenaga kerja karena perubahan output. Kelemahan

jenis estimasi A dan C memperkuat pilihan untuk menggunakan estimasi B.

Selanjutnya, mempredikasi industri tertentu yang porsi dalam perekonomian sangat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

110

kecil dari pertumbuhan perekonomian secara global (estimasi C) nampaknya lebih

kurang akurat dibandingkan dengan estimasi B. Dengan demikian, maka model yang

terpilih adalah yang estimasi B.

Selanjutnya model yang disajikan terdiri dari 6 model, ILOR di model 1 menunjukkan

besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan untuk setiap penambahan output

sebesar Rp 1 miliar. Misalnya ILOR industri makanan di Model B1 sebesar 2,3

menunjukkan pertumbuhan industri manufatur yang diukur dari pertambahan nilai

tambah sebesar Rp 1 milyar, akan menambah tenaga kerja di industri makanan sebesar

2,3 orang. Kelembahannya, ILOR Model 1 ini belum mempertimbangkan perubahan

tahunan sehingga Model 1 diperbaikai dengan menggunakan model 2 yang sudah

menunjukkan ILOR rata-rata tahunan. ILOR sebesar 3,47 di industri makanan

menunjukkan pertambahan tenaga kerja di industri makanan sebesar 3,5 orang karena

pertambahan nilai tambah industri manufaktur sebesar Rp 1 milyar.

Model 3, ILOR menunjukkan besarnya tambahan tenaga kerja yang bisa diciptakan

untuk setiap 1 persen penambahan output. ILOR industri makanan di Model 3B sebesar

10.507 menunjukkan besarnya tenaga kerja yang bisa diciptakan di industri makanan

untuk setiap pertumbuhan industri manufaktur sebesar 1 (satu) persen.

Selanjutnya untuk model 4, 5 dan 6 menunjukkan Elastisitas. Kenaikan 1 persen output

akan menambah/meningkatkan tenaga kerja sebesar elastisitasnya (dalam persentase).

Model estimasi 1 dan 2 sebenarnya tepat untuk menghitung ILOR yang menunjukkan

perubahan pekerja dengan perubahan nilai output, namun karena data nilai output

merupakan proksi maka menjadi kurang tepat. Sedangkan untuk model estimasi 4, 5

dan 6 merupakan model estimasi yang bisa untuk memprediksi persentase perubahan

tenaga kerja karena persentase perubahan output. Namun konsep di sini cenderung

bukan menunjukkan rasio tenaga kerja terhadap output namun lebih dekat dengan

konsep elastisitas. Dengan demikian model yang terpilih adalah model 3 atau lebih

tepatnya Estimasi B dan Model 3.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

111

TABEL 8.1 ILOR DAN ELASTISITAS BEBERAPA JENIS INDUSTRI TERPILIH

Jenis Industri Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 Model 6

A. Elastisitas terhadap Masing-masing sub sektornya

1.Makanan 2,67 3,96 2 101 0,18 0,13 0,17

2.Minuman 22,15 17,08 937 0,77 0,79 0,71

3. Tekstil dan Pakaian jadi 3,06 1,73 4 083 0,19 0,18 0,13

4. Mesin/Elektronika 1,07 2,12 122 0,35 0,11 1,53

B. Elastisitas terhadap Pertumbuhan Sektor Industri

1.Makanan 2,3 3,47 10 507*) 0,58 0,38 0,36

2.Minuman 0,48 0,45 2 376*) 1,79 1,68 1,25

3. Tekstil dan Pakaian jadi 1,48 1,15 7 986*) 0,36 0,34 0,03

4. Mesin/Elektronika 0,37 0,19 1 189*) 1,14 0,75 3,08

Industri Manufaktur 9,67 6,5 48 878*) 0,42 0,41 0,22

C. Elastisitas terhadap Pertumbuhan Total

1.Makanan 0,84 0,81 13 764 0,67 0,5 0,37

2.Minuman 0,1 0,1 1 801 1,42 1,34 1,22

3. Tekstil dan Pakaian 0,23 0,27 4 631 0,22 0,2 0,02

4. Mesin/Elektronika 0,1 0,04 1 299 1,15 0,81 2,98

Industri Manufaktur 1,38 1,52 25 296 0,22 0,21 0,2

*) ILOR terpilih

ILOR di industri manufaktur sebesar 48.878 artinya pertumbuhan industri manufaktur

satu persen akan meningkatkan tenaga kerja sebanyak 48.878 orang. Selanjutnya dalam

industri terpilih, ILOR terbesar di industri makanan 10.507 kemudian industri tekstil

dan pakaian jadi 7.986, industri minuman 2.376 dan mesin/elektronik 1.189 (Tabel

8.1). Artinya masing-masing ILOR tersebut setiap satu persen pertumbuhan industri

manufaktur akan meningkatkan kebutuhan tenaga kerja sebesar 10.507 orang di

industri makanan, 7.986 di industri tekstil dan pakaian jadi, 2.376 orang di industri

minuman, dan 1.189 di industri mesin/elektronik.

8.1.2 Pertumbuhan Industri Manufaktur

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah membuat skenario pertumbuhan

industri manufaktur 2011-2014 yakni berkisar antara 6,10% hingga 8,95% dengan

asumsi pertumbuhan PDB berkisar antara 6,15% hingga 7,70%. Beberapa skenario

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

112

proyeksi pertumbuhan ekonomi nampaknya tidak jauh berbeda dengan skenario-

skenario yang terdapat pada Tabel 8.2.

Namun proyeksi pertumbuhan industri manufaktur cukup beragam dan proyeksi

pertumbuhan oleh Kemenperin terdapat diantara skenario LM FEUI dan Kemenkeu.

Proyeksi pertumbuhan yang dilakukan oleh LM terlalu optimis dengan pertumbuhan

industri manufaktur diatas 10% walau berupaya untuk membuat dua skenario rendah

dan tinggi. Sementara itu, skenario Kementerian Keuangan hanya untuk satu tahun ke

depan dan angkanya menyerupai skenario Kemenperin. Nampaknya skenario

pertumbuhan industri manufaktur yang lebih mungkin mengikuti Renstra Kementrian

Perindustrian yakni dengan asumsi pertumbuhan 6,10% tahun 2011, 6,75% tahun

2012, 7,47% tahun 2013 dan 8,95% tahun 2014 (Tabel 8.2).

TABEL 8.2. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI MANUFAKTUR,

2011-2014

Deskripsi/sumber 2011 2012 2013 2014

Pertumbuhan PDB L H L H L H L H

LM FEUI1)) 5,7 6,3 6,3 6,5 6,8 7,0 7,4 7,5

Kemenperin2) 6,15 6,65 7,05 7,70

RPJMN3)

Bank Indonesia4) 6,2 6,9 6,5 7,0 6,5 7,0 6,7 7,2

Kemenkeu5) 6,5 6,9 - - - - - -

Pertumbuhan Industri Pengolahan

LM FEUI1)) 14.4 14.5 16.9 16.5 19.4 19.5 22.1 22.5

Kemenperin2) 6,10* 6,75* 7,47* 8,95*

RPJMN3)

Kemenkeu5) 4,8 5,1 - - - - - - Catatan: L skenario rendah, H skenario tinggi Sumber: 1) Biro Riset Lembaga Manajemen FEUI. Proyeksi Ekonomi Makro 2011-2014. Masukan Bagi Pengelola BUMN. 2) Kementerian Perindustrian 2010. Rencana Strategis Kementerian Perindustrian Tahun 2010-2014 3) RPJMN 4) Proyeksi Bank Indonesia Juli 2008 5) Proyeksi Kemenkeu 2012. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijaksanaan Fiskal 2012 Note: * pertumbuhan industri manufaktur terpilih

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

113

8.1.3. Hasil Estimasi Pertambahan Tenaga Kerja

Dengan menggunakan ILOR terpilih di Tabel 8.1 dan dan asumsi pertumbuhan industri

manufaktur menurut Kementerian Perindustrian di Tabel 8.2, maka proyeksi tenaga

pertambahan tenaga kerja dapat dilihat di Tabel 8.3.

Hasil estimasi didapatkan ILOR industri manufaktur sebesar 48.878 dan dengan

pertumbuhan industri sebesar 6,10% di tahun 2010-2011, maka penambahan pekerja

yang dibutuhkan sebanyak 298.256 orang. Selanjutnya pertumbuhan industri

manufaktur mengikuti Renstra Kementrian Perindustrian diasumsikan selalu

meningkat yakni 6,75% sehingga pertambahan pekerja yang dibutuhkan untuk industri

manufaktur juga meningkat menjadi 329.927 orang. Selanjutnya pada periode 2013-

2014, dengan pertumbuhan industri manufaktur sebesar 8,95% maka penambahan

pekerja sebesar 437.458 orang (Tabel 8.3). Dengan demikian pertambahan tenaga

kerja industri manufaktur tahun 2011-2014 diperkirakan sebesar 1.132.503 orang atau

sekitar 377.501 orang/tahun .

TABEL 8.3 PROYEKSI PERTAMBAHAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2011-2014

Industri

ILOR**) Pertambahan tenaga kerja

(Orang/tahun) Orang

2010-11 2011-12 2012-13 2013-14 2011-2014

Makanan minuman - 78.586 86.960 96.236 115.303 298.499

-Makanan

10.507

64.093 70.922 78.487 94.038 243.447

-Minuman

2.376

14.494 16.038 17.749 21.265 55.052

Tekstil & pakaian jadi

7.986

48.715 53.906 59.655 71.475 185.036

-Tekstil -

23.669 26.191 28.985 34.727 89.903

-Pakaian jadi -

25.046 27.715 30.671 36.747 95.133

Elektronika

1.189

7.253 8.026 8.882 10.642 27.549

Industri Manufaktur

48.878

298.156 329.927 365.119 437.458 1.132.503 Sumber: BPS dan LD-UI, 2011 diolah

Jika dilihat penyerapan tenaga kerja pada industri terpilih, peningkatan kebutuhan

tenaga kerja pertahun paling banyak pada kelompok industri makanan dan minuman,

kemudian industri tekstil dan pakaian jadi, dan industri elektronik. Penyerapan tenaga

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

114

kerja tertinggi pada industri makanan karena sifat industrinya yang cenderung padat

karya.

Pada industri makanan dan minuman, dengan ILOR industri makanan 10.507 dan ILOR

industri minuman 2.376 serta proyeksi pertumbuhan industri manufaktur

sebagaimana skenario Kemenperin, maka pertambahan tenaga kerja industri makanan

sebesar 70.922 orang dan di industri minuman 16.038 orang periode 2011-2012 dan

selanjutnya meningkat sesuai karena pertumbuhan industri manufaktur juga meningkat

sehingga total pertambahan tenaga kerja industri makanan minuman di tahun 2011-

2014 menjadi 298.499 dengan rincian 243.447 orang di industri makanan dan 55.052 di

industri minuman. Diperkirakan rata-rata penyerapan tenaga kerja per tahun untuk

industri makanan minuman sebesar 99.500 orang/tahun dengan rincian industri

makanan 81.149 orang/tahun dan industri minuman 18.351 orang/tahun.

Industri teksril dan pakaian jadi mempunyai ILOR 7.986. Dengan pertumbuhan industri

manufaktur sebesar 6,75% periode 2011-2012, maka pertambahan penyerapan tenaga

kerja 53.906 orang dengan rincian 26.191 dari industri tekstil dan 27.715 dari industri

pakaian jadi.

Kemudian periode berikutnya pertumbuhan industri manufaktur 7,47%, maka

tambahan penyerapan tenaga kerja industri tekstil dan pakaian jadi 59.655 orang dan

demikian juga untuk periode 2013-2014 dengan pertumbuhan industri manufaktur

8,95% maka pertambahannya 71.475 orang (Tabel 8.3). Total pertambahan

penyerapan tenaga kerja industri tekstil dan pakaian jadi selama periode 2011-2014

sebesar 185.036 orang. Rata-rata pertambahannya per tahun 61.679 orang dengan

rincian 29.953 orang untuk industri tekstil dan 31.725 orang untuk industri pakaian

jadi.

Industri elektronik mempunyai ILOR di industri elektronika dan dengan asumsi

pertumbuhan industri manufaktur sebagaimana dalam Renstra Kemenperin, maka

pertambahan penyerapan pekerja tahun 2011-2012 sebanyak 329.927 orang, tahun

2012-2013 sebanyak 365.119 orang dan periode 2013-2014 sebanyak 437.458 orang

atau selama periode 2011-2014 sebanyak 27.549 orang dan 9.183 orang/tahun.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

115

TABEL 8.4 PROYEKSI JUMLAH TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR TERPILIH 2011-2014

Industri 2011 2012 2013 2014

Makanan minuman 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673

-Makanan 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

-Minuman 142.164 158.202 175.950 197.216

Tekstil & pakaian jadi 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414

-Tekstil 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089

-Pakaian jadi 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325

Elektronik 517.203 525.229 534.110 544.752

Industri Manufaktur 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri manufaktur tahun 2011

diperkirakan sebesar 14.122.407 orang dan semakin lama semakin meningkat sehingga

jumlahnya menjadi 15.254.910 orang. Dari tiga industri terpilih, industri makanan

dan minuman mempunyai tenaga kerja terbanyak kemudian diikuti oleh industri

tekstil dan pakaian jadi serta elektronik (Tabel 8.4).

8.2. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Manufaktur

Jumlah tenaga kerja industri manufaktur diproyeksikan akan terus meningkat dari 14,1

juta orang pada tahun 2011 menjadi 15,2 juta orang pada tahun 2014 atau ada kenaikan

sebesar 1,1 juta selama periode 2011-2014.

Industri manufaktur non migas akan mendominasi penyerapan tenaga kerja industri

manufaktur. Jika industri manufaktur non migas dilihat menurut jenis industri, tiga

kelompok industri yang merupakan industri padat karya akan tetap mendominasi

penyerapan tenaga kerja di masa depan yaitu: a) industri makanan, minuman, dan

tembakau dan b) industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, c) barang kayu & hasil

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

116

hutan lainnya. Dari ketiga industri padat karya tersebut, industri makanan, minuman,

dan tembakau menyerap tenaga kerja paling besar dan akan tetap tumbuh yaitu dari

27,3% tahun 2011 dan menjadi 28,2% tahun 2011. Dua sektor berikutnya proporsinya

cenderung stagnan atau turun. Tenaga kerja di industri tekstil, barang kulit dan alas

kaki diproyeksikan akan stagnan pada angka 25,3% hingga tahun 2014. Sedangkan

tenaga kerja di industri barang kayu dan hasil hutan lainnya akan mengalami

penurunan dari 18,9% tahun 2011 menjadi 16,5%. Penurunan ini diduga sebagai

dampak dari ketersediaan bahan baku hasil hutan yang mulai berkurang sejak

pemerintah mencanangkan gerakan illegal logging. TABEL 8.5. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR

MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, 2011 – 2014

Jenis industri 2011 2012 2013 2014

Jumlah I . Industri Migas:

Makanan, minuman & tembakau 3.860.792 3.994.405 4.135.950 4.295.760 Tekstil, barang kulit & alas kaki 3.570.963 3.660.459 3.755.202 3.864.315 Barang kayu & hasil hutan lainnya 2.675.542 2.615.341 2.558.541 2.510.718 Kertas dan barang cetakan 618.124 648.539 680.995 717.287 Pupuk, kimia dan barang dari karet 846.631 858.748 871.735 887.656 Semen dan barang galian bukan logam 1.002.763 1.029.668 1.058.143 1.090.769 Logam dasar besi dan baja 130.780 118.592 107.626 97.976 Alat angkut, mesin dan peralatannya 1.102.489 1.213.993 1.337.845 1.478.892 Barang lainnya 283.688 279.225 275.053 271.780 II. Industri migas 30.635 33.363 36.364 39.757 Jumlah industri manufaktur 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910 Persentase

I. Industri non migas: Makanan, minuman & tembakau 27,3 27,6 27,9 28,2

Tekstil, barang kulit & alas kaki 25,3 25,3 25,3 25,3 Barang kayu & hasil hutan lainnya 18,9 18,1 17,3 16,5 Kertas dan barang cetakan 4,4 4,5 4,6 4,7 Pupuk, kimia dan barang dari karet 6,0 5,9 5,9 5,8 semen dan barang galian bukan logam 7,1 7,1 7,1 7,2 Logam dasar besi dan baja 0,9 0,8 0,7 0,6 Alat angkut, mesin dan peralatannya 7,8 8,4 9,0 9,7 Barang lainnya 2,0 1,9 1,9 1,8

II. Industri migas 0,2 0,2 0,2 0,3 Jumlah industri manufaktur 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: SAKERNAS, Data Diolah

Industri manufaktur adalah industri yang mengubah barang dasar (bahan mentah)

menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

117

barang yang lebih tinggi nilainya. Industri ini menyerap tenaga kerja terbanyak setelah

sektor pertanian dan perdagangan. Selama 2011-2014 diperkirakan jumlah tenaga

kerja di sektor manufaktur terus meningkat dari 14,1 juta orang tahun 2011 menjadi

15,2 juta orang tahun 2015 atau ada tambahan tenaga kerja sebesar 1,1 juta orang

selama 3 tahun ke depan. TABEL 8.6. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR

MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014

Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 2.918.318 2.868.091 2.822.639 2.788.163

% 20,7 19,8 19,0 18,3 25 – 34 (n) 4.778.187 4.909.029 5.050.449 5.215.127

% 33,8 34,0 34,1 34,2 35 – 44 (n) 3.444.047 3.560.225 3.685.428 3.829.120

% 24,4 24,6 24,9 25,1 45 – 54 (n) 1.890.667 1.960.502 2.035.737 2.121.664

% 13,4 13,6 13,7 13,9 55 – 64 (n) 745.936 792.573 843.294 900.573

% 5,3 5,5 5,7 5,9 65+ (n) 345.251 361.913 379.905 400.264

% 2,4 2,5 2,6 2,6 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Dilihat dari umur, hingga tahun 2014 jumlah tenaga kerja di industri manufaktur

didominasi oleh tenaga kerja muda yang berusia 15-44 tahun. Kelompok usia 25-34

tahun merupakan kelompok usia yang paling dominan yang jumlahnya di tahun 2014

diperkirakan mencapai 5,2 juta orang atau 34% dari seluruh kelompok umur, disusul

oleh kelompok umur 35-44 tahun yang mencapai 3,8 juta (25%) dan kelompok umur

15-24 tahun sebesar 2,7 juta orang (18%), sebagaimana terdapat di Tabel 8.5.

Secara umum ada kecenderungan jumlah tenaga kerja laki-laki yang bekerja di industri

manufaktur lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Secara absolut jumlah

tenaga kerja laki-laki terus meningkat dari 7,8 juta tahun 2011 menjadi 8,2 juta tahun

2014, tapi dilihat dari proporsinya mengalami penurunan dari 55,0% menjadi 53,8%

pada kurun waktu yang sama. Tenaga kerja perempuan juga meningkat dari 6,2 juta

orang (2011) menjadi 7 juta orang (2014), begitu pula secara relatif proporsinya

mengalami 44% menjadi 46% pada waktu yang sama (Tabel 8.6). Hal ini menunjukkan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

118

bahwa tenaga kerja perempuan di masa mendatang akan semakin penting perannya

dalam industri manufaktur. Tenaga kerja perempuan lebih disukai oleh industri yang

memerlukan ketelitian, ketekunan dan kerapian, seperti industri TPT dan elektronik.

TABEL 8.7. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014

Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 7.894.755 7.976.229 8.071.858 8.200.877

% 55,9 55,2 54,5 53,8 Perempuan (n) 6.227.652 6.476.104 6.745.594 7.054.033

% 44,1 44,8 45,5 46,2 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

% 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Tenaga kerja industri manufaktur hingga tahun 2014 masih akan didominasi oleh

tenaga kerja berpendidikan rendah (maksimal SMP) yang proporsinya sekitar 60%.

Meskipun secara absolut jumlahnya meningkat dari 8,8 juta (2011) menjadi 8,9 juta

(2014), ada kecenderungan proporsinya akan makin berkurang dari 62,8% menjadi

58,5%. Yang menarik, lulusan pendidikan kejuruan (SMK) makin meningkat

dibandingkan dengan lulusan sekolah umum (SMA). Proporsi lulusan SMK meningkat

dari 15,1% (2011) menjadi 18,1% (2014), sedangkan proporsi lulusan SMA cenderung

mengalami penurunan dari 17,5% (2011) menjadi 15,1% (2014), lihat Tabel 8.7. Hal ini

menunjukkan ada pergeseran peran lulusan pendidikan kejuruan makin penting di

masa depan, termasuk pendidikan diploma.

TABEL 8.8. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014

Tingkat pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 8.874.442 8.918.231 8.931.957 8.922.469

% 62,8 61,7 60,3 58,5 SMA (n) 2.471.739 2.420.091 2.361.517 2.298.375

% 17,5 16,7 15,9 15,1 SMK (n) 2.127.780 2.327.878 2.538.187 2.760.310

15,1 16,1 17,1 18,1 DIPLOMA (n) 341.106 489.906 701.240 1.001.130

% 2,4 3,4 4,7 6,6 D4+ (n) 307.339 296.227 284.551 272.626

% 2,2 2,0 1,9 1,8 Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

119

TABEL 8.9. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR

MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014

Berusaha sendiri (n) 2.636.079 2.938.539 3.268.330 3.634.780

% 18,7 20,3 22,1 23,8 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar (n) 1.774.258 1.995.781

2.239.910

2.513.657

% 12,6 13,8 15,1 16,5 Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 517.741 525.933 533.051 540.213

% 3,7 3,6 3,6 3,5

Buruh/karyawan (n) 7.225.289 7.015.426 6.796.328 6.583.433

% 51,2 48,5 45,9 43,2

Lainnya (n) 1.969.039 1.976.655 1.979.834 1.982.826

% 13,9 13,7 13,4 13,0

Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Dilihat dari status pekerjaan, selama periode 2011-2014 proporsi buruh/karyawan

akan mendominasi tenaga kerja di industri manufaktur. Namun dilihat dari jumlah

absolut dan relatif, jumlahnya akan cenderung menurun dari 7.225.289 (51,2%) tahun

2011 menjadi 6.583.433 (43,2%) tahun 2014. Di sisi lain, tenaga kerja yang berusaha

sendiri dan berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap jumlah dan proporsinya

meningkat. Mereka yang berusaha sendiri meningkat dari 18,7% (2011) menjadi

23,8% (2014) dan mereka yang berusaha sendiri dibantu buruh tidak tetap juga

meningkat dari 12,6% menjadi 16,5% pada periode waktu yang sama (Tabel 8.8).

Tampaknya di masa depan tenaga kerja di industri manufaktur yang berstatus

buruh/karyawan akan berkurang dan banyak yang akan berstatus berusaha sendiri. Ini

perlu perhatian pemerintah untuk memberikan fasilitas sehingga mereka bisa

berkembang.

Dalam industri manufaktur, jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga pengolahan

yang jumlah lebih dari separuh pekerja di manufaktur, disusul tenaga operator dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

120

tenaga kasar. Jumlah tenaga kerja yang sebagai tenaga pengolahan mencapai 7,6 juta

orang tahun 2011 tapi jumlahnya meningkat menjadi 8,0 juta orang tahun 2014 (ada

tambahan 400 ribu orang) tapi secara proporsi ada penurunan dari 54% menjadi 52%

pada kurun waktu yang sama (Tabel 8.9).

TABEL 8.10. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR

MENURUT JENIS PEKERJAAN, 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 235.416 220.835 207.306 195.192 % 1.7 1.5 1.4 1.3

Tenaga professional (n) 104.804 110.680 116.969 123.987

% 0.7 0.8 0.8 0.8

Teknisi (n) 376.077 410.797 449.044 492.330

% 2.7 2.8 3.0 3.2

Tata usaha 613.086 665.194 722.252 786.562

% 4.3 4.6 4.9 5.2

Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 477.361 480.244 483.492 488.226

% 3.4 3.3 3.3 3.2

Tenaga pengolahan (n) 7.662.758 7.765.741 7.875.779 8.011.403

% 54.3 53.7 53.2 52.5

Operator (n) 2.834.151 3.026.579 3.234.400 3.466.889

% 20.1 20.9 21.8 22.7

Pekerja kasar (n) 1.818.752 1.772.264 1.728.209 1.690.319

% 12.9 12.3 11.7 11.1

Jumlah (n) 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910

% 100.0 100.0 100.0 100.0

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Tenaga operator di masa depan akan makin banyak terserap di industri manufaktur. Ini

dapat dilihat dari tren jumlah tenaga operator yang meningkat dari 2,8 juta orang tahun

2011 menjadi 3,5 juta orang atau ada tambahan tenaga kerja sebanyak 700 ribu orang.

Secara proporsi juga ada kenaikan sebesar dari 2% dari 20% menadi 23% pada kurun

waktu yang sama. Tenaga kasar jumlahnya diperkirakan akan turun dari 1,8 juta orang

(2011) menjadi 1,7 juta orang pada (2014), begitu pula persentasenya juga

diperkirakan akan turun. Lihat Tabel 8.9. Penurunan jumlah tenaga kerja kasar diduga

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

121

berkaitan dengan kecenderungan menurunnya tenaga kerja lulusan SD-SMP dan

meningkatnya lulusan SLTA.

Jika diperhatikan proyeksi tenaga kerja menurut koridor ekonomi berdasarkan MP3EI,

terlihat bahwa jumlah tenaga kerja industri manufaktur terbanyak yang terserap masih

terjadi di koridor Jawa, kemudian Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara yakni dengan

penyerapan rata-rata per tahun berturut-turut 217.317 orang, 112.356 orang dan

38.547 orang selama periode 2011-2014.

Meskipun secara absolut pertambahan tenaga kerja manufaktur di Jawa masih relatif

besar, kecepatan pertumbuhannya mulai menunjukkan perlambatan, sebaliknya di

koridor Sumatera, Bali-Nusa Tenggara mulai menunjukkan percepatan penyerapan

tenaga kerja sampai dengan akhir periode proyeksi. Dengan demikian proporsi tenaga

kerja industri manufaktur di Jawa menunjukkan penurunan dari 77,3% menjadi 75,8%,

demikian juga di Kalimantan menurun walau tidak terlalu signifikan.

Pulau Jawa meskipun secara proporsi menunjukkan kecenderungan semakin menurun,

namun penyerapan tenaga kerja secara absolut masih masih menunjukkan peningkatan

yakni total tenaga kerja sekitar 10,91 juta di tahun 2011 menjadi sekitar 11,56 juta di

tahun 2014 atau dengan penyerapan rata-rata sebesar 217.317 orang/tahun (Tabel

8.10).

Penurunan proporsi tingkat penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur di Jawa

mengindikasikan bahwa di masa datang memungkinkan pertumbuhan peningkatan

penyerapan tenaga kerja untuk industri manufaktur yang lebih besar di wilayah selain

Pulau Jawa. Peningkatan penyerapan tenaga kerja di luar P Jawa akan semakin lebih

besar ketika dibarengi dengan ketersediaan sarana infrastruktur pendukung, termasuk

listrik dan air bersih.

Selanjutnya peningkatan proporsi tenaga kerja terjadi beberapa wilayah walau tidak

terlalu signifikan yakni di wilayah Sumatera dari 12,0% menjadi 13,3%, dan

Kalimantan dengan penurunan yang kecil pula. Sebaliknya, penurunan penyerapan

jumlah tenaga kerja industri manufaktur terjadi di koridor Sulawesi.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

122

TABEL 8.11 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR

MENURUT KORIDOR EKONOMI, TAHUN 2011-2014

Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan per tahun

Jumlah

Sumatera 1.698.730 1.800.303 1.910.818 2.035.799 112.356

Jawa 10.912.805 11.100.798 11.309.005 11.564.757 217.317

Kalimantan 654.151 657.566 661.993 668.974 4.941

Sulawesi 343.469 338.035 333.188 329.654 -4.605

Bali-NT 436.524 471.027 509.021 552.164 38.547

Papua-Maluku 76.729 84.604 93.427 103.562 8.944

Jumlah 14.122.407 14.452.333 14.817.452 15.254.910 377.501

Persentase

Sumatera 12,0 12,5 12,9 13,3 -

Jawa 77,3 76,8 76,3 75,8 -

Kalimantan 4,6 4,5 4,5 4,4 -

Sulawesi 2,4 2,3 2,2 2,2 -

Bali-NT 3,1 3,3 3,4 3,6 -

Papua-Maluku 0,5 0,6 0,6 0,7 -

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Jika pertambahan kebutuhan tenaga kerja per tahun rata-rata sebanyak 377.501 orang

untuk industri manufaktur, apakah supply tenaga kerja mencukupi? Untuk menjawab

hal ini, maka perlu dilihat bagaimana ketersediaan angkatan kerja yang belum terserap

di pasar kerja yaitu mereka yang menganggur. Jumlah pengangguran di Indonesia

tahun 2010 sebanyak 8.319.779 orang dengan distribusi tenaga kerja yang

berpendidikan SMA sebanyak 25,8%, SMK 14,4%, Diploma 5,3% dan S1+ 8,5% (Tabel

8.11).

Dilihat dari jumlahnya ketersediaan tenaga kerja untuk industri manufaktur jauh lebih

banyak dibandingkan dengan kebutuhannya. Yang menjadi masalah adalah bagaimana

untuk mempertemukan tenaga kerja yang dibutuhkan dengan tenaga kerja yang

tersedia. Bagi pengusaha apakah kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan sesuai

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

123

dengan yang dibutuhkan dan bagi pekerja apakah mereka bisa mendapatkan informasi

dimana lowongan kerja tersebut berada dan apakah upah yang didapatkan sesuai

dengan yang diharapkan.

Jika ternyata mereka tidak setuju dengan upah yang dibayarkan, maka para penganggur

terdidik akan lebih memilih menganggur hingga mendapatkan pekerjaan yang layak.

Jika industri manufaktur tumbuh sebagaimana ketika sebelum krisis ekonomi 1997

berlangsung, maka kebutuhan tenaga kerja akan meningkat dan tentunya akan

dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur yang tinggi pula.

Jika dilihat dari kebutuhan tenaga kerja industri manufaktur menurut koridor, rata-rata

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pertahun di koridor Jawa sebesar 217.317 orang,

koridor Sumatera 112.356 orang, di koridor Bali-Nusa Tenggara 38.547 orang. Supply

tenaga kerja masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan tenaga kerja.

Distribusi pengangguran menurut koridor juga menunjukkan masih cukup banyak

pengangguran terdidik yang tersebar di keenam wilayah koridor ekonomi.

TABEL 8.12. JUMLAH DAN PERSENTASE PENGANGGURAN MENURUT PENDIDIKAN DAN KORIDOR

EKONOMI, TAHUN 2010

Koridor Maks SMP SMA SMK Diploma S1+ Jumlah

Jumlah

Sumatera 683.203 568.438 213.194 101.150 126.928 1.692.913

Jawa 2.539.587 1.153.593 831.263 264.692 454.450 5.243.585

Bali-NT 109.165 79.736 30.037 16.316 23.832 259.086

Kalimantan 197.524 111.671 46.639 22.212 30.958 409.004

Sulawesi 235.920 168.303 56.327 27.670 55.693 543.913

Papua-Kep Maluku 56.715 67.382 17.732 11.182 18.267 171.278

Indonesia 3.822.114 2.149.123 1.195.192 443.222 710.128 8.319.779

Persentase

Sumatera 40,4 33,6 12,6 6,0 7,5 100,0

Jawa 48,4 22,0 15,9 5,0 8,7 100,0

Bali-NT 42,1 30,8 11,6 6,3 9,2 100,0

Kalimantan 48,3 27,3 11,4 5,4 7,6 100,0

Sulawesi 43,4 30,9 10,4 5,1 10,2 100,0

Papua-Kep Maluku 33,1 39,3 10,4 6,5 10,7 100,0

Jumlah 45,9 25,8 14,4 5,3 8,5 100,0

Sumber: Sakernas, Agustus 2010 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

124

8.3 Proyeksi Tenaga Kerja Industri Makanan dan Minuman 2011-2014

Di bab sebelumnya telah disebutkan jumlah pekerja industri makanan tahun 2010

sebanyak 3.166.918 dan hasil estimasi ILOR 10.507. Artinya pertumbuhan industri

manufaktur satu persen akan meningkatkan jumlah pekerja di industri makanan

sebesar 10.507 orang. Jumlah tenaga kerja di industri minuman tahun 2010 (sebagai

tahun dasar) berjumlah 127.670 orang dan ILOR di industri minuman lebih kecil yakni

2.376. ILOR industri makanan lebih tinggi dibandingkan dengan industri minuman

karena industri makanan cenderung lebih labor intensive dibandingkan dengan industri

minuman.

TABEL 8.13. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN

MENURUT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014

Kategori Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 2.350.991 2.364.253 2.370.864 2.371.701

% 72,8 71,6 70,1 68,3 SMA (n) 462.135 466.428 469.430 471.299

% 14,3 14,1 13,9 13,6 SMK (n) 305.185 329.961 355.739 382.597

9,4 10,0 10,5 11,0 DIPLOMA (n) 62.303 92.828 137.919 204.412

% 1,9 2,8 4,1 5,9 D4+ (n) 50.397 48.462 46.469 44.449

% 1,6 1,5 1,4 1,3 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Distribusi tenaga kerja industri makanan menurut pendidikan menunjukkan, bahwa

jumlah tenaga kerja masih didominasi oleh maksimal SMP. Diperkirakan masih sekitar

68% pekerja di industri makanan berpendidikan maksimal SMP di tahun 2014. Namun

dilihat dari perkembangan proyeksinya, proporsi tenaga kerja yang berpendidikan

maksimal SMP semakin lama semakin menunjukkan penurunan. Tenaga kerja yang

berpendidikan SMA menempati urutan kedua dan proporsinya juga semakin

menunjukkan penurunan.

Selanjutnya tenaga kerja di industri makanan semakin membutuhkan tenaga kerja yang

mempunyai ketrampilan. Hal ini terlihat dari proporsi tenaga kerja yang lulusan SMK

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

125

dan diploma semakin meningkat. Peningkatan yang sangat besar terlihat pada yang

berpendidikan Diploma yakni dari 1,3% menjadi 5,9% dan SMK dari 8,9% menjadi

11,0% periode 2010-2014 (Tabel 8.12).

Peningkatan penggunaan tenaga kerja yang lebih mempunyai ketrampilan tentunya

akan berdampak pada meningkatnya produktivitas pekerja di industri makanan.

Peningkatan produktivitas selanjutnya akan lebih meningkatkan pertumbuhan industri

itu dan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja itu sendiri.

TABEL 8.14. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT

PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014

Kategori Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 56.840 59.406 61.823 64.598

% 40,0 37,6 35,1 32,8 SMA (n) 46.462 52.480 59.023 66.649

% 32,7 33,2 33,5 33,8 SMK (n) 30.228 36.453 43.773 52.774

21,3 23,0 24,9 26,8 DIPLOMA (n) 5.620 6.895 8.424 10.332

% 4,0 4,4 4,8 5,2 D4+ (n) 3.014 2.967 2.908 2.862

% 2,1 1,9 1,7 1,5 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan untuk industri minuman juga menunjukkan

peningkatan. Proporsi tenaga kerja terbesar di tahun 2011 adalah maksimal SMP,

kemudian proporsi tenaga kerja yang berpendidikan maksimal SMK di akhir periode

proyeksi menjadi 32,8%. Selanjutnya posisi tenaga kerja maksimal SMP digantikan oleh

pekerja yang lulusan SMA, SMK dan Diploma.

Peningkatan penyerapan yang cukup besar terlihat pada yang berpendidikan SMK dari

21,3% tahun 2011 menjadi 26,8% tahun 2014, selanjutnya yang SMA dari 32,7%

(2011) menjadi 33,8% (2014) dan diploma dari 4,0% (2011) menjadi 5,2% (2014). Hal

ini menunjukkan pertambahan tenaga kerja lulusan SMK paling banyak dibutuhkan

kemudian diploma dan SMA. Sebagaimana terlihat di Tabel 8.13, jumlah tenaga kerja

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

126

lulusan SMK yang dibutuhkan di industri minuman meningkat dari 30.228 orang (2011)

menjadi 52.774 orang (2014), suatu peningkatan yang cukup signifikan.

Bila pekerja yang dibutuhkan dilihat menurut status pekerja, komposisinya di industri

makanan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai, kemudian berusaha sendiri

dibantu atau tidak oleh buruh tidak tetap dan yang berusaha dibantu buruh tetap.

Proporsi tenaga kerja yang berstatus menjadi buruh menunjukkan penurunan dari

36,2% menjadi 31,2% periode 2011-2014.

Sesuai dengan skala usaha di industri makanan yang sebagian besar merupakan

industri kecil, maka status pekerjaan kategori berusaha sendiri dan usaha sendiri

dibantu dengan buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar cukup banyak. Diperkirakan

komposisi ini masih akan terjadi di tahun 2014 dan trennya meningkat dari 16,4%

menjadi 20,3% untuk yang berusaha sendiri dan 19,7% menjadi 22,2% untuk kelompok

berusaha dibantu buruh tidak tetap (Tabel 8.14).

TABEL 8.15. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Status Pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 529.988 582.897 640.645 705.125

% 16,4 17,7 19,0 20,3 Berusaha dibantu buruh tdk

tetap/tdk dibayar (n) 635.822 677.599 721.620 769.605 % 19,7 20,5 21,3 22,2

Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 155.501 168.437 182.323 197.637

% 4,8 5,1 5,4 5,7 Buruh/karyawan (n) 1.169.475 1.140.179 1.110.846 1.083.823

% 36,2 34,5 32,9 31,2 Lainnya (n) 740.225 732.820 724.987 718.268

% 22,9 22,2 21,4 20,7 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Industri minuman dan industri makanan mempunyai kategori status pekerjaan yang

agak berbeda. Industri minuman mempunyai pekerja dengan status pekerjaan yang

dominan sebagai karyawan/buruh/pegawai, tetapi proporsinya lebih besar

dibandingkan dengan industri makanan. Tren keduanya menunjukkan penurunan.

Penurunan proporsi tenaga kerja sebagai buruh untuk industri minuman dari 69,7%

menjadi 64,2% periode 2011-2014. Peningkatan proporsi tenaga kerja dengan status

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

127

berusaha sendiri juga terjadi yakni dari 16,1% menjadi 24,2%. Dengan demikian

jumlah pekerja yang berusaha sendiri meningkat dari 22.934 orang menjadi 47.789

orang pada periode 2011-2014 (Tabel 8.15). TABEL 8.16. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI

MINUMAN MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Status Pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 22.934 29.431 37.492 47.789

% 16,1 18,6 21,3 24,2 Berusaha dibantu buruh tdk

tetap/tdk dibayar (n) 9.789 9.685 9.512 9.348

% 6,9 6,1 5,4 4,7 Berusaha dibantu pekerja

dibayar (n) 3.366 4.456 5.855 7.699

% 2,4 2,8 3,3 3,9 Buruh/karyawan (n) 99.132 108.040 116.884 126.529

% 69,7 68,3 66,4 64,2 Lainnya (n) 6.943 6.589 6.207 5.851

% 4,9 4,2 3,5 3,0 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

TABEL 8.17. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN

MENURUT JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer/tenaga professional (n) 49.112 39.706 32.122 26.061

% 1,5 1,2 1,0 0,8 Teknisi (n) 44.889 52.895 62.369 73.752

% 1,4 1,6 1,8 2,1 Tata usaha (n) 74.194 73.385 72.630 72.090

% 2,3 2,2 2,1 2,1 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 240.210 239.309 238.560 238.500

% 7,4 7,2 7,1 6,9 Tenaga pengolahan (n) 1.758.471 1.798.531 1.840.652 1.889.199

% 54,4 54,5 54,5 54,4 Tenaga Operator (n) 469.061 491.584 515.511 542.164

% 14,5 14,9 15,2 15,6 Pekerja kasar (n) 595.075 606.523 618.577 632.692

% 18,4 18,4 18,3 18,2 Jumlah 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

128

Jenis pekerjaan yang banyak dibutuhkan industri makanan adalah tenaga pengolahan

(54,4%) kemudian pekerja kasar (18,4%), operator 14,5 %, tenaga usaha jasa dan

penjualan 7,4% dan posisinya manajer/tenaga profesional, teknisi dan tata usaha di

tahun 2011. Pertumbuhan tenaga kerja untuk tenaga pengolahan cenderung stagnan

sehingga proporsi tenaga kerja untuk tenaga pengolahan tidak berubah yaitu 54,4%

pada periode 2011-2014.

Tenaga kerja sebagai operator yang pertumbuhannya cukup baik, sehingga proporsinya

meningkat sedikit dari 14,5% menjadi 15,6%. Selanjutnya peningkatan proporsi tenaga

kerja juga terjadi untuk tenaga teknisi dari 1,4% menjadi 2,1% pada periode yang sama.

Meskipun proporsinya stagnan, jumlah tenaga pengolahan meningkat dari 1.758.471

orang menjadi 1.889.199 orang dan tenaga operator meningkat dari 469.061 orang

menjadi 542.164 pada periode 2011-2014 (Tabel 8.16).

TABEL 8.18. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN MENURUT

JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer/tenaga professional (n) 4.029 3.534 3.010 2.505

% 2,8 2,2 1,7 1,3 Teknisi (n) 10.459 17.012 26.869 41.475

% 7,4 10,8 15,3 21,0 Tata usaha (n) 12.739 14.151 15.266 16.094

% 9,0 8,9 8,7 8,2 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 20.898 25.202 29.513 33.777

% 14,7 15,9 16,8 17,1 Tenaga pengolahan (n) 25.563 29.890 33.938 37.659

% 18,0 18,9 19,3 19,1 Tenaga Operator (n) 31.990 27.812 23.481 19.373

% 22,5 17,6 13,3 9,8 Pekerja kasar (n) 36.486 40.601 43.873 46.332

% 25,7 25,7 24,9 23,5 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Komposisi tenaga kerja di industri minuman masih cenderung menyebar pada jenis

pekerja kasar, pekerjaan operator, pengolahan dan tenaga usaha jasa/penjualan

dengan persentase masing-masing 25,7%, 22,5%, 18% dan 14,7% di tahun 2011.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

129

Selanjutnya pertambahan penyerapan tenaga kerja cukup tinggi pada jenis pekerjaan

tenaga pengolahan sehingga proporsinya meningkat dari 18,0% menjadi 19,1%,

sebaliknya terjadi penurunan yang cukup tajam pada jenis operator dari 22,5% menjadi

9,8% pada kurun waktu 2011-2014.

Meskipun jumlahnya tidak sebesar tenaga pengolahan, proporsi tenaga teknisi

meningkat tajam dari 7,4% menjadi 21% pada periode yang sama (Tabel 8.17).

Kualifikasi yang sangat dibutuhkan pada industri minuman dalam periode mendatang

adalah tenaga pengolahan dan teknisi. Ini menunjukkan bahwa teknologi yang

digunakan di industri minuman cenderung lebih membaik sehingga kualifikasi tenaga

kerja yang dibutuhkan juga yang lebih mempunyai keahlian, seperti tenaga teknisi dan

pengolahan dalam proses produksinya.

TABEL 8.19. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN

MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014

Umur 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 543.900 529.161 515.330 503.443

% 16,8 16,0 15,2 14,5 25 – 34 (n) 947.159 971.614 997.686 1.027.689

% 29,3 29,4 29,5 29,6 35 – 44 (n) 799.490 819.017 839.850 863.930

% 24,7 24,8 24,8 24,9 45 – 54 (n) 563.194 578.744 595.312 614.285

% 17,4 17,5 17,6 17,7 55 – 64 (n) 269.845 294.609 321.963 352.967

% 8,4 8,9 9,5 10,2 65+ (n) 107.423 108.788 110.280 112.144

% 3,3 3,3 3,3 3,2 Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Proporsi pekerja menurut kelompok umur menunjukkan bahwa 70,8% pekerja

berumur kurang dari 44 tahun dengan rincian 29,3% usia 25-34 tahun, 24,7% usia 35-

44 tahun dan 16,8% usia 15-24 tahun tahun 2011 (Tabel 8.18). Jika dilihat dari tren

periode 2011-2014, proporsi pekerja usia sekolah (15-24 tahun) menunjukkan

penurunan dan ini erat kaitannya dengan semakin meningkatnya angka partisipasi

sekolah.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

130

TABEL 8.20. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN

MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014

Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 38.649 42.900 47.496 52.888

% 27,2 27,1 27,0 26,8 25 – 34 (n) 56.577 65.639 75.954 88.400

% 39,8 41,5 43,2 44,8 35 – 44 (n) 25.405 26.591 27.759 29.147

% 17,9 16,8 15,8 14,8 45 – 54 (n) 14.218 14.594 14.941 15.384

% 10,0 9,2 8,5 7,8 55 – 64 (n) 4.783 5.511 6.332 7.317

% 3,4 3,5 3,6 3,7 65+ (n) 2.532 2.967 3.469 4.079

% 1,8 1,9 2,0 2,1 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri minuman diperkirakan sebanyak 197.216

orang tahun 2014. Distribusi menurut kelompok umur menunjukkan bahwa proporsi

terbanyak juga pada kelompok umur kurang dari 44 tahun yakni pada kelompok umur

25-34 tahun 44,8%, umur 15-24 tahun 26,8% dan umur 35-44 tahun 14,8% (Tabel

8.19). Masih tingginya proporsi usia tersebut erat kaitannya dengan penduduk

Indonesia termasuk dalam usia muda sehingga pola ini juga terjadi pada struktur usia

tenaga kerjanya.

TABEL 8.21. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA

INDUSTRI MAKANAN MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014

Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014

Laki-laki (n) 1.593.806 1.620.965 1.651.522 1.689.309

% 49,3 49,1 48,9 48,6

Perempuan (n) 1.637.223 1.681.081 1.729.187 1.785.703

% 50,7 50,9 51,2 51,4

Jumlah (n) 3.231.011 3.301.933 3.380.420 3.474.458

% 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

131

Jumlah tenaga kerja untuk industri makanan tidak menunjukkan dominasi jenis

kelamin. Jumlah pekerja laki-laki sebanyak 1.689.309 orang dan perempuan

1.785.703 orang pada tahun 2014. Jika dilihat dari pola kecenderungan menunjukkan

bahwa proporsi tenaga kerja laki-laki menjadi kurang begitu dibutuhkan dibandingkan

dengan perempuan. Hal ini terlihat dari peningkatan proporsi tenaga kerja laki-laki di

industri makanan yang semakin menurun dari 49,3% menjadi 48,6% periode 2011-

2014 dan sebaliknya untuk pekerja perempuan meningkat dari 50,7% menjadi 51,4%

(Tabel 8.20).

TABEL 8.22 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MINUMAN

MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014

Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 99.462 110.347 122.353 136.719

% 70,0 69,8 69,5 69,3 Perempuan (n) 42.702 47.854 53.598 60.496

% 30,0 30,2 30,5 30,7 Jumlah (n) 142.164 158.202 175.950 197.216

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Komposisi jenis kelamin pekerja di industri makanan berbeda dengan di industri

minuman, proporsi terbanyak pekerja di industri minuman adalah laki-laki. Tren

proporsi jumlah tenaga kerja laki-laki cenderung meningkat selama periode 2011-2014

(Tabel 8.21).

Jika diperhatikan proyeksi tenaga kerja industri makanan dan minuman menurut

kelompok industri, terlihat bahwa pada periode tahun 2011-2014 rata-rata

pertambahan penyerapan tenaga kerjanya sebesar 99.500 orang per tahun.

Pertambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pengolahan padi (50.468

orang/tahun), kemudian makanan lainnya (26.862 orang/tahun), minuman 18.351

orang/tahun dan industri makanan olahan dan industri susu berturut-turut 2.595

orang/tahun dan makanan olahan 1.244 orang/tahun. Di akhir periode proyeksi

jumlah tenaga kerja terbanyak adalah industri makanan lainnya (2.309.997 orang)

kemudian industri pengolahan padi (742.527 orang) dan yang paling rendah industri

susu (38.802 orang).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

132

Perubahan kecepatan pertumbuhan tenaga kerja diindustri makanan dan minuman

tidak mengakibatkan struktur industrinya mengalami perubahan. Peningkatan proporsi

tenaga kerja terbesar terjadi pada industri pengolahan padi yakni dari 17,5% menjadi

20,2%, kemudian diikuti oleh industri minuman dan susu walau tidak terlampau besar.

Industri makanan lainnya yang mendominasi kebutuhan tenaga kerja menunjukkan

percepatan tambahan tenaga kerja yang diminishing sehingga proporsinya turun dari

66,1% menjadi 62,9% (Tabel 8.22).

TABEL 8.23. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, TAHUN 2011-2014

Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan

(TK) per tahun Jumlah Makanan olahan 379.460 379.998 380.948 383.132 1.244 Susu 31.016 33.360 35.920 38.802 2.595 Pengolahan padi 591.124 636.664 686.454 742.527 50.468 Makanan lainnya 2.229.411 2.251.911 2.277.098 2.309.997 26.862 Minuman 142.164 158.202 175.950 197.216 18.351 Jumlah 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673 99.500 Persentase Makanan olahan 11,2 11,0 10,7 10,4 - Susu 0,9 1,0 1,0 1,1 - Pengolahan padi 17,5 18,4 19,3 20,2 - Makanan lainnya 66,1 65,1 64,0 62,9 - Minuman 4,2 4,6 4,9 5,4 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Berdasarkan proyeksi tenaga kerja koridor ekonomi di Tabel 8.23, terlihat bahwa rata-

rata pertambahan tenaga kerja terbanyak terdapat di koridor Jawa (51.010

orang/tahun), kemudian koridor Kalimantan (15.749 orang/tahun), dan koridor Bali-

Nusa Tenggara 11.005 orang/tahun. Pertambahan yang paling sedikit terdapat di

koridor Sumatera (3.585 orang/tahun) kemudian Papua-Kep Maluku (8.948

orang/tahun) dalam periode 2011-2014.

Secara absolut koridor Jawa mempunyai pertambahan penyerapan tenaga kerja

terbanyak, namun kecepatan pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan

koridor Kalimantan, sehingga proporsi tenaga kerja industri makanan dan minuman

menurun dari 70,95 menjadi 69,3% dalam periode 2011-2014. Wilayah koridor lainnya

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

133

seperti Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Papua-Kep Maluku juga menunjukkan

peningkatan proporsi namun tidak signifikan.

TABEL 8.24 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI MAKANAN DAN

MINUMAN MENURUT KORIDOR EKONOMI , TAHUN 2011-2014

Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan TK per tahun Jumlah

Sumatera 529.693 532.177 535.322 540.448 3.585 Jawa 2.392.472 2.437.498 2.486.388 2.545.502 51.010 Kalimantan 130.242 144.104 159.637 177.488 15.749 Sulawesi 113.369 121.666 130.728 140.978 9.203 Bali-Nusa Tenggara 170.219 180.216 191.031 203.234 11.005 Papua – Kep Maluku 37.179 44.474 53.264 64.024 8.948 Jumlah 3.373.174 3.460.135 3.556.371 3.671.673 99.500 Persentase Sumatera 15,7 15,4 15,1 14,7 - Jawa 70,9 70,4 69,9 69,3 - Kalimantan 3,9 4,2 4,5 4,8 - Sulawesi 3,4 3,5 3,7 3,8 - Bali- Nusa Tenggara 5,0 5,2 5,4 5,5 - Papua – Kep Maluku 1,1 1,3 1,5 1,7 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

8.4. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (Pakaian Jadi)

Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya dengan

pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan serapan

tenaga kerja sebesar 7.986 orang. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen akan

meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 48.715 orang dengan rincian industri

tekstil 23.669 orang dan industri pakaian jadi/produk testil sebanyak 25.046 orang.

Dengan pertumbuhan industri manufaktur yang lebih tinggi maka pertambahan tenaga

kerja yang lebih banyak. Jika pertumbuhan ekonomi 7,47% di tahun 2012-2013 maka

pertambahan tenaga kerja sebanyak 59.655 orang dengan rincian 28.985 di industri

tekstil dan 30.671 di industri pakaian jadi.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri tekstil tahun 2011 sebesar 1.452.229

meningkat menjadi 1.542.089 tahun 2014. Sedangkan jumlah tenaga kerja di industri

produk tekstil (pakaian jadi) mengalami peningkat dari 1.538.149 tahun 2011 menjadi

1.633.325 tahun 2014. Komposisi tenaga kerja di industri tekstil mencapai 48,6% dan

komposisi tenaga kerja di industri pakaian jadi mencapai 51,4% dari jumlah seluruh

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

134

pekerja di industri TPT yang mencapai 2.990.379 orang tahun 2011. Komposisi ini

tidak berubah hingga tahun 2014. Jumlah tenaga kerja industri TPT tahun 2014

mencapai 3.175.414 orang (Tabel 8.4).

Dengan ILOR 7.986 untuk industri tekstil dan produk tekstil dan pertumbuhan industri

manufaktur mengikuti Renstra Kemenperin, maka selama periode 2011-2014 jumlah

tenaga kerja yang terserap sebanyak 185.036 orang (Tabel 8.3). Apabila diasumsikan

jumlah tenaga kerja tahun 2011 untuk industri tekstil dan produk tesktil sebanyak

2.990.379 orang (Tabel 8.4), maka peningkatan tenaga kerja sebanyak 6,19%.

Jika dilihat dari umur, tenaga kerja yang bekerja di industri tekstil mayoritas berusia

25-34 tahun yang jumlahnya mencapai 526.055 orang tahun 2011. Jumlahnya

diperkirakan akan meningkat menjadi 529.300 orang tahun 2014, tapi secara proporsi

turun dari 36.2% tahun 2011 menjadi 34.3% tahun 2014. Proporsi yang meningkat justru

pada kelompok usia 35-44 tahun dari 26% menjadi 28,7% pada periode yang sama.

Yang menarik banyak tenaga kerja usia lanjut (65 tahun ke atas) yang bekerja di

industri tekstil yang jumlahnya mencapai 23.237 orang tahun 2011. Diduga mereka

bekerja di industri kecil atau mikro yang masih memungkinkan lansia (lanjut usia)

untuk ikut bekerja. Jumlahnya diperkirakan akan turun menjadi 21.021 orang tahun

2014, begitu pula proporsinya akan turun dari 1,6% menjadi 1,4% (Tabel 8.24).

TABEL 8.25 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014

Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 306.554 308.164 310.110 312.967

% 21,1 20,8 20,6 20,3 25 – 34 (n) 526.055 526.258 527.019 529.300

% 36,2 35,6 35,0 34,3 35 – 44 (n) 377.994 397.564 418.590 441.997

% 26,0 26,9 27,8 28,7 45 – 54 (n) 163.472 168.099 173.039 178.638

% 11,3 11,4 11,5 11,6 55 – 64 (n) 54.917 55.887 56.934 58.167

% 3,8 3,8 3,8 3,8 65+ (n) 23.237 22.436 21.686 21.021

% 1,6 1,5 1,4 1,4 Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

135

Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar tenaga kerja di industri tekstil adalah

perempuan. Tahun 2011 komposisi tenaga kerja perempuan yang bekerja di industri

tekstil mencapai 58,7% (852.272 orang) dan diperkirakan komposisinya meningkat

menjadi 61,8% (953.068 orang) tahun 2014 (Tabel 8.25). Tampaknya perempuan lebih

disukai bekerja di industri tekstil karena ketekunan dan kerapiannya.

TABEL 8.26 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT

JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014

Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014

Laki-laki (n) 599.958 595.280 591.281 589.021

% 41,3 40,3 39,2 38,2 Perempuan

(n) 852.272 883.128 916.098 953.068

% 58,7 59,7 60,8 61,8

Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Sumber daya manusia yang bekerja di industri tekstil masih rendah. Diperkirakan dari

tahun 2011 hingga 2014 komposisi tenaga kerja di industri tekstil masih berpendidikan

rendah yaitu maksimal SMP yang mencapai lebih dari 60%. Rinciannya adalah sebagai

berikut: tahun 2011 sebanyak 969.063 orang atau 66,7% berpendidikan maksimal SMP

dan meningkat jumlahnya menjadi 1.025.594 orang tapi secara persentase cenderung

stagnan yaitu 66,5% tahun 2014.

Yang menarik adalah persentase tenaga kerja lulusan SMA cenderung turun dari 17,6%

atau 255.813 orang tahun 2011 akan menjadi 13,8% atau 213.557 tahun 2014.

Sedangkan tenaga kerja yang berpendidikan SMK meningkat baik proporsi maupun

absolutnya yaitu dari 13,4% atau 177.654 orang tahun 2011 menjadi 16,9% atau

211.557 orang tahun 2014 (Tabel 8.26). Pergeseran ini berkaitan dengan kebijakan

pemerintah untuk mendorong masyarakat untuk memasukkan anak mereka ke sekolah

menengah kejuruan.

Pertambahan pekerja di industri tekstil selama periode 2011-2014 masih didominasi

tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP sebanyak 56.531 orang, SMK 33.555 orang

dan minimal Diploma 41.927 orang.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

136

TABEL 8.27. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT

PENDIDIKAN, 2011-2014

Tingkat Pendidikan 2011 2012 2013 2014

Maks SMP (n) 969.063 988.876 1.007.329 1.025.594

% 66,7 66,9 66,8 66,5

SMA (n) 255.813 241.195 227.014 213.557

% 17,6 16,3 15,1 13,8

SMK (n) 177.654 188.453 199.559 211.210

12,2 12,7 13,2 13,7

DIPLOMA (n) 28.973 39.095 52.662 70.899

% 2,0 2,6 3,5 4,6

D4+ (n) 20.727 20.789 20.814 20.829

% 1,4 1,4 1,4 1,4

Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089

% 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Pada tahun 2011 status pekerjaan di industri tekstil didominasi oleh karyawan/buruh

dengan persentase 52% (753.682 orang) kemudian berusaha sendiri 29% (426.473

orang), lainnya sebanyak 9% (136.812 orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap 7%

(107.832 orang), berusaha dibantu buruh tetap 1,9% (27.430 orang). Namun,

diperkirakan ini akan berubah pada tahun 2014 dimana mereka yang berstatus

berusaha sendiri akan meningkat menjadi 45% dan mereka yang berstatus

karyawan/buruh akan turun menjadi 37% (Tabel 8.27).

Pergeseran dari mereka yang berstatus buruh/karyawan menjadi berusaha sendiri ini

perlu mendapat perhatian karena hal ini terjadi deformalisasi pekerjaan (makin banyak

tenaga kerja yang bekerja di sektor informal) yang berarti kondisi pekerjaan kurang

terjamin karena mereka umumnya bekerja di industri kecil.

Selama 2011-2014 terjadi penurunan tambahan pekerja menurut status pekerjaan

buruh/karyawan sebanyak 175.545 orang, tapi status berusaha sendiri mengalami

tambahan tenaga kerja sebanyak 270.339 orang, berusaha sendiri dibantu buruh tidak

tetap juga mengalami sedikit tambahan yaitu 13.970 orang.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

137

TABEL 8.28. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT

STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014

Berusaha sendiri (n)

426.473

507.867

597.908

696.812

% 29,4 34,4 39,7 45,2 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk

dibayar (n)

107.832

113.545

118.199

121.802 % 7,4 7,7 7,8 7,9

Berusaha dibantu pekerja dibayar (n)

27.430

26.588

25.478

24.168 % 1,9 1,8 1,7 1,6

Buruh/karyawan (n)

753.682

697.568

638.279

578.138 % 51,9 47,2 42,3 37,5

Lainnya (n)

136.812

132.841

127.515

121.169 % 9,4 9,0 8,5 7,9

Jumlah (n)

1.452.229

1.478.408

1.507.379

1.542.089 % 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Dari delapan kelompok jenis pekerjaan dalam kategori jabatan menurut Klasifikasi

Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI 2002), proposi terbanyak yang bekerja di industri

tekstil adalah tenaga pengolahan (58%) kemudian operator 26%, pekerja kasar (8%),

tata usaha (4%), dan tenaga usaha jasa dan penjualan (2%). Diperkirakan pola

distribusi persentase ini masih akan terjadi sampai dengan tahun 2014 artinya tenaga

pengolahan dan operator masih tetap mendominasi tenaga kerja di industri tekstil.

Diproyeksikan pertambahan pekerja menurut jenis pekerjaan selama periode 2011-

2014 yang terbesar untuk kelompok tenaga pengolahan, kemudian tenaga usaha jasa

dan penjualan dan operator dengan jumlah berturut-turut 54.281 orang, 25.407

orang dan 9.529 orang. Jumlah pekerja tahun 2014 untuk pekerja jenis tenaga

pengolahan menjadi 897.749 orang, tenaga operator 383.145 orang dan Tenaga Usaha

Jasa dan Penjualan sebesar 55.167 orang. Lebih rinci mengenai hal itu dapat dilihat di

Tabel 8.28. Selama tahun 2011 hingga 2014, diperkirakan tenaga pengolahan dan

operator akan mendominasi dengan karakteristik berpendidikan rendah, usia muda dan

berjenis kelamin perempuan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

138

TABEL 8.29. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL MENURUT

JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 15.369 13.692 12.200 10.890

% 1,1 0,9 0,8 0,7 Tenaga professional (n) 2.935 2.563 2.238 1.959

% 0,2 0,2 0,1 0,1 Teknisi (n) 17.521 14.924 12.714 10.851

% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tata usaha (n) 59.535 61.927 64.422 67.139

% 4,1 4,2 4,3 4,4 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 29.760 36.534 44.853 55.167

% 2,0 2,5 3,0 3,6 Tenaga pengolahan (n) 843.468 860.609 878.183 897.749

% 58,1 58,2 58,3 58,2 Operator (n) 373.616 376.513 379.469 383.145

% 25,7 25,5 25,2 24,8 Pekerja kasar (n) 110.025 111.645 113.300 115.189

7,6 7,6 7,5 7,5 Jumlah (n) 1.452.229 1.478.408 1.507.379 1.542.089

% 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

TABEL 8.30. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI

MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014

Umur (tahun) 2011 2012 2013 2014 15 – 24 (n) 444.801 437.619 431.008 425.723

% 28,9 27,9 27,0 26,1 25 – 34 (n) 604.871 625.899 648.341 673.528

% 39,3 40,0 40,6 41,2 35 – 44 (n) 336.794 348.044 360.050 373.546

% 21,9 22,2 22,6 22,9 45 – 54 (n) 118.643 120.639 122.797 125.355

% 7,7 7,7 7,7 7,7 55 – 64 (n) 28.385 28.805 29.263 29.813

% 1,8 1,8 1,8 1,8 65+ (n) 4.655 4.871 5.103 5.361

% 0,3 0,3 0,3 0,3 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

139

Tidak berbeda dengan tenaga kerja di industri tekstil, tenaga kerja yang bekerja di

industri pakaian jadi mayoritas berusia 25-34 tahun yang jumlahnya mencapai 604.871

orang tahun 2011. Jumlahnya meningkat menjadi 673.528 orang tahun 2014. Seperti

pada industri tekstil, masih ada tenaga kerja usia lanjut (65 tahun ke atas) yang bekerja

di industri pakaian jadi yang jumlahnya mencapai 4.655 orang tahun 2011. Diduga

mereka bekerja di industri kecil atau mikro yang masih memungkinkan lansia untuk

ikut bekerja. Jumlahnya diperkirakan akan naik menjadi 5.103 orang tahun 2014.

Namun proporsinya diperkirakan tidak akan berubah selama 2011-2014 yaitu sebesar

0,3% (Tabel 8.29).

Industri pakaian jadi merupakan industri hulu dari TPT yang banyak menyerap tenaga

kerja terutama perempuan. Tahun 2011 komposisi tenaga kerja perempuan yang

bekerja di industri pakaian jadi mencapai 63,5% (976.431 orang) dan diperkirakan

komposisinya meningkat menjadi 67,2% (1.633.325 orang) tahun 2014, Tabel 8.30.

Perempuan lebih disukai bekerja di industri tekstil karena ketekunan dan

ketelatenannya dalam bekerja.

TABEL 8.31 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI

MENURUT JENIS KELAMIN, TAHUN 2011-2014

Jenis kelamin 2011 2012 2013 2014 Laki-laki (n) 561.719 552.284 543.480 536.261

% 36,5 35,3 34,0 32,8 Perempuan (n) 976.431 1.013.592 1.053.081 1.097.064

% 63,5 64,7 66,0 67,2 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Tingkat pendidikan tenaga kerja di industri pakaian jadi umumnya masih rendah.

Diperkirakan dari tahun 2011 hingga 2014 komposisi tenaga kerja di industri pakaian

jadi masih berpendidikan rendah yaitu maksimal SMP (yaitu dari tidak sekolah hingga

SMP) yang mencapai lebih dari 60%. Pada tahun 2011 sebanyak 1.008.609 orang atau

65.6% berpendidikan maksimal SMP dan meningkat jumlahnya menjadi 1.032.782

orang tapi secara persentase turun menjadi 63,2% tahun 2014. Yang menarik adalah

persentase tenaga kerja lulusan SMA cenderung turun dari 18,4% atau 282.726 orang

tahun 2011 menjadi 16,2% atau 264.572 tahun 2014. Sedangkan tenaga kerja yang

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

140

berpendidikan SMK meningkat baik proporsi maupun absolutnya yaitu dari 13,4% atau

205.460 orang tahun 2011 menjadi 16,9% atau 276.074 orang tahun 2014 (Tabel 8.31).

Tampaknya pergeseran ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong

masyarakat memilih ke sekolah menengah kejuruan yang setelah lulus langsung dapat

menerapkan keterampilannya.

Pertambahan pekerja di industri pakaian jadi selama periode 2011-2014 masih

didominasi tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP sebanyak 24.171 orang, SMK

70.614 orang dan minimal Diploma 24.740 orang.

TABEL 8.32 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI

MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN, 2011-2014

Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Maks SMP (n) 1.008.609 1.016.987 1.024.491 1.032.782

% 65,6 64,9 64,2 63,2 SMA (n) 282.726 276.644 270.445 264.572

% 18,4 17,7 16,9 16,2 SMK (n) 205.460 226.807 250.142 276.074

13,4 14,5 15,7 16,9 DIPLOMA (n) 26.377 32.898 40.993 51.116

% 1,7 2,1 2,6 3,1 D4+ (n) 14.978 12.541 10.490 8.781

% 1,0 0,8 0,7 0,5 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Seperti pada pola industri tekstil, sebagian besar tenaga kerja di industri pakaian jadi

berstatus karyawan/buruh. Pada tahun 2011 status pekerjaan di industri pakaian jadi

didominasi oleh karyawan/buruh dengan persentase 60,8% (934.687 orang) kemudian

berusaha sendiri 19,3% (297.384 orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap 8,9%

(136.750 orang), lainnya sebanyak 8% (123.149 orang), berusaha dibantu buruh tetap

3% (46.178 orang). Namun, diperkirakan pola ini akan berubah pada tahun 2014

dimana mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetap akan meningkat

menjadi 19,4% (316.545 orang) dan mereka yang berstatus karyawan/buruh akan

turun menjadi 52,7% (860.033 orang), Tabel 8.32.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

141

Selama 2011-2014 dari lima status pekerjaan di industri pakaian jadi ada 2 status yang

jumlah tenaga kerjanya mengalami kenaikan yaitu berusaha sendiri sebanyak 21.324

orang dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 179.795 orang. Sedangkan

status pekerjaan buruh/karyawan mengalami penurunan sebanyak 12.140 orang.

TABEL 8.33. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI

MENURUT STATUS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Berusaha sendiri (n) 297.384 306.960 314.169 318.708

% 19,3 19,6 19,7 19,5 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar

(n) 136.750 182.461 241.395 316.545 % 8,9 11,7 15,1 19,4

Berusaha dibantu pekerja dibayar (n) 46.178 42.075 38.012 34.039 % 3,0 2,7 2,4 2,1

Buruh/karyawan (n) 934.687 916.970 891.992 860.033 % 60,8 58,6 55,9 52,7

Lainnya (n) 123.149 117.410 110.993 104.001 % 8,0 7,5 7,0 6,4

Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.32

5 % 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Tidak berbeda dengan pola pada industri tekstil, jenis pekerjaan yang mendominasi

industri pakaian jadi adalah tenaga pengolahan dan tenaga operator. Pada tahun 2011,

dilihat dari proporsi (persentase) terbanyak yang bekerja di industri pakaian jadi

adalah tenaga pengolahan (66,9% atau 1.029.361 orang) kemudian operator (16% atau

246.113 orang), pekerja kasar (7% atau 108.128 orang), dan tata usaha (4,3% atau

65.640 orang), Tabel 8.33. Diperkirakan pola distribusi ini masih akan terjadi sampai

dengan tahun 2014, meskipun persentasenya bisa berubah (naik atau turun).

Diproyeksikan pertambahan pekerja menurut jenis pekerjaan selama periode 2011-

2014 yang terbesar untuk kelompok tenaga pengolahan, disusul tenaga teknisi, dan tata

usaha masing-masing sebesar 75.503 orang, 75.411 orang dan 14.114 orang. Jumlah

tenaga kerja tahun 2014 untuk tenaga pengolahan sebesar 1.104.864 orang dan tenaga

teknisi sebanyak 125.326 orang. Kondisi ini diduga karena adanya pergeseran tingkat

pendidikan tenaga kerja industri tekstil yang cenderung lebih banyak menyerap tenaga

berpendidikan terutama pendidikan kejuruan dan diploma.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

142

TABEL 8.34. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI PAKAIAN JADI

MENURUT JENIS PEKERJAAN, TAHUN 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Manajer (n) 18.671 15.553 12.901 10.664

% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tenaga professional (n) 2.504 2.276 2.060 1.859

% 0,2 0,1 0,1 0,1 Teknisi (n) 49.915 68.113 92.550 125.326

% 3,2 4,3 5,8 7,7 Tata usaha (n) 65.640 70.323 75.018 79.754

4,3 4,5 4,7 4,9 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan (n) 17.818 15.153 12.832 10.829

% 1,2 1,0 0,8 0,7 Tenaga pengolahan (n) 1.029.361 1.058.149 1.083.097 1.104.864

% 66,9 67,6 67,8 67,6 Operator (n) 246.113 237.374 227.967 218.189

% 16,0 15,2 14,3 13,4 Pekerja kasar (n) 108.128 98.934 90.136 81.840

7,0 6,3 5,6 5,0 Jumlah (n) 1.538.149 1.565.876 1.596.561 1.633.325

% 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Jika diamati menurut koridor ekonomi berdasarkan Master Plan Percepatan dan

Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang terbagi menjadi enam koridor

ekonomi, rata-rata pertambahan terbanyak terdapat di koridor Jawa (33.439

orang/tahun), kemudian koridor Bali dan Nusa Tenggara (23.904 orang/tahun), dan

koridor Sumatra sebanyak 8.658 orang/tahun. Pertambahan yang paling sedikit

terdapat di koridor Papua-Kep Maluku (5 orang/tahun) dalam periode 2011-2014. Di

koridor Kalimantan diperkirakan akan terjadi penurunan tenaga kerja industri Tekstil

dan Produk Tektil (TPT). Secara rata-rata pertambahan tenaga kerja industri TPT

mencapai 99.500 orang pertahun selama periode 2011-2014 (Tabel 8.34).

Diasumsikan pola distribusi penyerapan tenaga kerja di masa yang akan datang

mengikuti pola selama periode 2005-2010. Secara absolut koridor Jawa mempunyai

pertambahan penyerapan dan total tenaga kerja industri TPT secara absolut terbanyak,

namun kecepatan pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan koridor Bali

dan Nusa Tenggara, sehingga proporsi tenaga kerja industri TPT di Jawa menurun dari

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

143

87,6% menjadi 85,9%%, sedangkan koridor Bali Nusa Tenggara mengalami kenaikan

dari 2,2% menjadi 4,4% dalam periode 2011-2014. Bali dan Nusa Tenggara merupakan

daerah tujuan wisata sehingga industri TPT terutama pakaian jadi cukup berkembang,

terutama industri kecil dan menengah.

TABEL 8.35. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT KORIDOR EKONOMI 2011-2014

Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan TK per tahun

Jumlah Sumatra 115.158 123.223 131.803 141.133 8.658 Jawa 2.625.787 2.658.521 2.690.634 2.726.106 33.439 Kalimantan 157.944 149.414 141.290 133.754 (8.063) Sulawesi 23.981 27.248 30.948 35.188 3.736 Bali-Nusa Tenggara 66.678 85.044 108.427 138.390 23.904 Papua-Kep Maluku 830 834 839 844 5 Jumlah 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414 61.679

Persentase

Sumatra 3,9 4,0 4,2 4,4 -

Jawa 87,8 87,3 86,7 85,9 - Kalimantan 5,3 4,9 4,6 4,2 - Sulawesi 0,8 0,9 1,0 1,1 - Bali-Nusa Tenggara 2,2 2,8 3,5 4,4 - Papua-Kep Maluku 0,03 0,03 0,03 0,03 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0

- Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Diproyeksikan selama periode 2011-2014 rata-rata pertambahan penyerapan tenaga

kerja industri TPT per tahun sebesar 61.679 orang/tahun. Jika amati menurut jenis

industri TPT secara lebih rinci, terlihat bahwa pertambahan tenaga kerja terbesar

terdapat pada industri pakaian jadi bulu (40.211 orang/tahun), kemudian permadani

(15.262 orang/tahun), benang dan kain (12.203 orang/tahun) dan perajutan (2.139

orang/tahun). Industri pakaian jadi diperkirakan akan mengalami penurunan tenaga

kerja sebanyak 8.486. Di akhir periode proyeksi jumlah tenaga kerja terbanyak adalah

industri pakaian jadi bulu (1.097.064 orang) kemudian industri permadani (785.717

orang), industri benang dan kain (628.275 orang) dan yang paling rendah industri

kapuk (17.992 orang), Tabel 8.35.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

144

Dilihat dari proporsi ada kecenderungan di beberapa industri seperti benang dan kain,

permadani, perajutan dan kapuk cenderung stagnan. Peningkatan proporsi tenaga

kerja terbesar terjadi pada industri pakaian jadi bulu dari 32,7% menjadi 34,5% selama

periode 2011-2014.

TABEL 8.36. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI TPT MENURUT KELOMPOK INDUSTRI

Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan per tahun Jumlah

Benang dan Kain 591.665 602.330 614.133 628.275 12.203 Permadani 739.932 753.271 768.032 785.717 15.262 Perajutan 103.689 105.558 107.627 110.105 2.139 Kapuk 16.944 17.249 17.587 17.992 349 Pakaian jadi kain 561.719 552.284 543.480 536.261 (8.486) Pakaian jadi bulu 976.431 1.013.592 1.053.081 1.097.064 40.211 Jumlah 2.990.379 3.044.284 3.103.940 3.175.414

61.679 Persentase Benang dan Kain 19,8 19,8 19,8 19,8 - Permadani 24,7 24,7 24,7 24,7 - Perajutan 3,5 3,5 3,5 3,5 - Kapuk 0,6 0,6 0,6 0,6 - Pakaian jadi kain 18,8 18,1 17,5 16,9 - Pakaian jadi bulu 32,7 33,3 33,9 34,5 - Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 -

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

8.5. Proyeksi Tenaga Kerja Industri Elektronik 2011-2014

Industri elektronik mengalami pasang surut sebagai akibat perubahan perekonomian

dunia dan yang menjadi penyebab antara lain adalah harga bahan baku dan

ketergantungan pada impor menjadi penyebab dari kondisi di atas.

Rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri dari tahun 2005 – 2010 mencapai -

0,3 % per tahun dan selanjutnya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja masih akan

terjadi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi kemudian semakin mendorong permintaan

produk elektronik di Indonesia dan diharapkan industri elektronik di Indonesia mampu

memenuhi kebutuhan di dalam negeri selain untuk memenuhi pangsa pasar

internasional terutama ke Eropa dan Amerika.

Industri elektronika cenderung lebih bersifat capital intensive dibandingkan dengan

industri makanan dan minuman dan industri tekstil dan pakaian jadi. Perhitungan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

145

dengan ILOR menghasilkan angka sebesar 1.189, yang menunjukkan bahwa setiap 1%

pertumbuhan industri manufaktur akan menghasilkan tambahan tenaga kerja sebanyak

1.189 orang. Berdasarkan hal tersebut maka tenaga kerja industri elektronika

diproyeksikan akan meningkat dari 517.203 orang pada tahun 2011, untuk kemudian

terus meningkat menjadi 544.752 orang pada tahun 2014. Meskipun jumlah tenaga

kerja industri elektronika terus meningkat, namun jumlah tenaga kerja industri ini

pada tahun 2014 masih lebih rendah dibandingkan jumlahnya di tahun 2005 yaitu

569.090 orang.

Industri elektronik biasanya lebih banyak menyerap tenaga kerja perempuan, karena

sifat pekerjaan bidang elektronik selain memerlukan ketrampilan khusus, juga

memerlukan ketelitian, kecermatan dan kesabaran. Sifat-sifat tersebut terdapat pada

kelompok pekerja perempuan. Hasil proyeksi menunjukkan jumlah tenaga kerja

perempuan terus meningkat dan proporsinya juga meningkat dari tahun ke tahun, yaitu

dari 51,73% pada tahun 2011 menjadi 60,09% pada tahun 2014 (Tabel 8.36).

TABEL 8.37. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIKA

MENURUT JENIS KELAMIN, 2010-2014

Jenis Kelamin 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Laki-laki 249.654 238.706 227.824 217.399 Perempuan 267.549 286.523 306.286 327.353 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752

Persentase Laki-laki 48,27 45,45 42,65 39,91 Perempuan 51,73 54,55 57,35 60,09 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Tenaga kerja industri elektronik diproyeksikan pada tahun 2014 tetap didominasi

tenaga kerja berumur muda yaitu 15-24 tahun sebesar 50,74% (276.423 orang) dan

tenaga kerja berumur 25-34 tahun yaitu 32,57% (177.408 orang), Tabel 8.37. Kedua

kelompok umur tersebut menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun

selama masa proyeksi. Sistem perekrutan tenaga kerja yang menggunakan out-sourcing

terutama untuk tenaga operator dan pengolahan, pada umumnya lebih mensyaratkan

pada kelompok umur muda dan berpendidikan setingkat SLTA baik umum maupun

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

146

SMK. Sedangkan untuk kelompok umur yang lebih tua menunjukkan kecenderungan

menurun terus. TABEL 8.38. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK

MENURUT UMUR, TAHUN 2011-2014 Umur 2011 2012 2013 2014 Jumlah

15 - 24 245.087 254.886 265.170 276.423 25 - 34 168.530 171.284 174.145 177.408 35 - 44 71.639 68.830 66.154 63.709 45 - 54 24.043 22.975 21.962 21.035 55 - 64 7.717 7.143 6.614 6.136

65+ 186 111 66 40 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752

Persentase

15 - 24 47,39 48,53 49,65 50,74 25 - 34 32,58 32,61 32,60 32,57 35 - 44 13,85 13,10 12,39 11,70 45 - 54 4,65 4,37 4,11 3,86 55 - 64 1,49 1,36 1,24 1,13

65+ 0,04 0,02 0,01 0,01 Jumlah 100 100 100 100

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Jika diperhatikan dari tingkat pendidikan, pada industri elektronik diproyeksikan akan

mengalami peningkatan untuk tenaga kerja dengan jenjang pendidikan tertentu seperti

SMK dan diploma. Industri ini membutuhkan banyak tenaga kerja untuk operator dan

pengolahan, atau membutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki ketrampilan

meskipun masih ketrampilan dasar.

Sementara untuk tenaga kerja yang berpendidikan SMP dan SMA diproyeksikan akan

mengalami penurunan cukup signifikan. Persyaratan rekrutmen pekerja baru terutama

untuk operator pada umumnya SLTA keatas, diduga menjadi faktor yang menyebabkan

penurunan tenaga kerja pada level tersebut.

Menarik untuk diperhatikan adalah lonjakan peningkatan proporsi tenaga kerja yang

berpendidikan Diploma, dari 5,93% pada tahun 2011 menjadi 24,10% pada tahun 2014.

Sementara proporsi tenaga kerja berpendidikan SMK menunjukkan peningkatan dari

2011 sebesar 38,29% menjadi 40,15% pada tahun 2013 namun kemudian menurun

menjadi 38,78% pada tahun 2014, Tabel 8.38. Penurunan tenaga kerja lulusan SMK

disebabkan karena terjadi peningkatan yang cukup tajam penyerapan tenaga kerja

lulusan Diploma.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

147

Jika proporsi pekerja dengan jenjang pendidikan SMK menunjukkan grafik huruf “u”

terbalik tetapi sangat lebar, maka proporsi pekerja dengan pendidikan SMA justru

menunjukkan penurunan yang sangat besar yaitu dari 36,13% tahun 2011 menjadi

hanya 26,05% tahun 2014. TABEL 8.39. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK

MENURUT PENDIDIKAN, TAHUN 2011-2014

Pendidikan 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Maks SMP 73.977 64.376 54.369 44.120 SMA 186.857 176.244 161.328 141.898 SMK 198.029 209.181 214.440 211.232 DIPLOMA 30.661 51.469 83.850 131.260 D4+ 27.680 23.957 20.124 16.242 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752

Persentase Maks SMP 14,30 12,26 10,18 8,10 SMA 36,13 33,56 30,21 26,05 SMK 38,29 39,83 40,15 38,78 DIPLOMA 5,93 9,80 15,70 24,10 D4+ 5,35 4,56 3,77 2,98 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

TABEL 8.40. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT STATUS PEKERJAAN TAHUN 2011-2014

Status pekerjaan 2011 2012 2013 2014

Berusaha sendiri 69.985 76.407 82.695 88.625 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 25.016 35.627 50.300 70.320 Berusaha dibantu pekerja dibayar 9.214 10.187 11.165 12.117 Buurh/karyawan 410.262 400.828 388.221 372.331 Lainnya 2.725 2.181 1.730 1.359 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752

Persentase Berusaha sendiri 13,53 14,55 15,48 16,27 Berusaha dibantu buruh tdk tetap/tdk dibayar 4,84 6,78 9,42 12,91 Berusaha dibantu pekerja dibayar 1,78 1,94 2,09 2,22 Buurh/karyawan 79,32 76,31 72,69 68,35 Lainnya 0,53 0,42 0,32 0,25 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: LD-UI 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

148

Hasil proyeksi tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan didominasi oleh pekerja

berstatus buruh/karyawan, meskipun kecenderungannya justru menurun dari 79,32%

tahun 2011 menjadi 68,35% pada tahun 2014 atau menurun sebanyak hampir 11%

selama kurun waktu 4 tahun. Sementara itu proporsi tenaga kerja berstatus berusaha

sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap meningkat cukup besar yaitu dari 4,89%

tahun 2011 menjadi 12,91% pada tahun 2014, Tabel 8.39. Hal yang sama juga terjadi

pada kelompok tenaga kerja berstatus berusaha sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadi peningkatan industri elektronik yang lebih bersifat informal dibandingkan yang

formal.

TABEL 8.41. PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK

MENURUT JENIS PEKERJAAN TAHUN 2011-2014

Jenis pekerjaan 2011 2012 2013 2014 Jumlah

Manajer 10.143 9.246 8.387 7.587 Tenaga profesional 4.199 3.268 2.530 1.954 Teknisi 62.151 70.882 80.450 91.060 Tata usaha 29.091 27.562 25.987 24.436 Tenaga Usaha Jasa & Penjualan 9.253 7.862 6.648 5.606 Tenaga pengolahan 59.936 59.358 58.502 57.502 Operator 293.907 305.984 317.018 327.556 Pekerja kasar 48.522 41.066 34.588 29.052 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752

Persentase Manajer 1,96 1,76 1,57 1,39 Tenaga profesional 0,81 0,62 0,47 0,36 Teknisi 12,02 13,50 15,06 16,72 Tata usaha 5,62 5,25 4,87 4,49 Tenaga Usaha Jasa dan Penjualan 1,79 1,50 1,24 1,03 Tenaga pengolahan 11,59 11,30 10,95 10,56 Operator 56,83 58,26 59,35 60,13 Pekerja kasar 9,38 7,82 6,48 5,33 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Bila dilihat menurut jenis pekerjaan, tenaga kerja sektor industri elektronik pada

umumnya didominasi oleh tenaga operator, karena jenis pekerjaan inilah yang paling

banyak dibutuhkan untuk memproduksi barang elektronik maupun penunjang

elektronik. Tenaga kerja industri elektronik didominasi oleh operator yang meningkat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

149

terus dari tahun ke tahun. Hasil proyeksi menunjukkan, proporsi operator meningkat

dari 56,83% (294.907 orang) pada tahun 2011 menjadi 60,13% (327.556 orang) pada

tahun 2014. Proporsi tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaan yang juga diproyeksikan

meningkat adalah teknisi yaitu dari 12,02% pada tahun 2011 menjadi 16,72% pada

tahun 2014 (Tabel 8.40). Untuk jenis pekerjaan manajer, tenaga professional, tata

usaha, tenaga usaha jasa dan penjualan, serta pekerja kasar justru diproyeksikan akan

menurun selama masa proyeksi, meskipun penurunannya masih kecil.

Proyeksi tenaga kerja industri elektronik berdasarkan kelompok industri, menunjukkan

perubahan yang tidak berarti. Secara umum jumlah penambahan tenaga kerja yang

cukup besar terjadi pada industri komponen elektronik yaitu mencapai rata-rata 3.304

orang per tahun, posisi kedua ditempati oleh industri mesin lainnya yaitu sebanyak

1.388 orang pertahun. Sedangkan industri lainnya bertambah rata-rata kurang dari

1.000 orang per tahun (Tabel 8.41).

Pertambahan proporsi jumlah tenaga kerja industri elektronik menurut kelompok

industri, juga tidak menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Hampir semua

kelompok industri elektronik tidak menunjukkan adanya perubahan dari tahun ke

tahun, meskipun secara jumlah menunjukkan adanya pertambahan tenaga kerja.

Proyeksi tenaga kerja industri elektronik mengalami rata-rata penambahan tenaga

kerja sebanyak 9.183 orang per tahun sepanjang masa proyeksi 2011-2014. Tambahan

tenaga kerja terbanyak terjadi di koridor pembangunan ekonomi Sumatera yaitu rata-

rata mencapai 25.023 orang per tahun, sedangkan di koridor pembangunan ekonomi

Jawa justru berkurang rata-rata 16.157 orang per tahun. Sedangkan koridor lainnya

juga mengalami penambahan tenaga kerja tetapi jumlahnya hanya mencapai rata-rata

318 orang per tahun, Tabel 8.42.

Perubahan proporsi tenaga kerja industri elektronik menurut koridor menunjukkan

adanya pergantian antara Jawa dengan Sumatra. Koridor Jawa masih mendominasi

jumlah tenaga kerja tetapi secara perlahan-lahan menunjukkan kecenderungan

penurunan yaitu dari 63,03% (326.010 orang) pada tahun 2011 menjadi 50,95%

(277.538 orang) pada tahun 2014. Sementara koridor Sumatra justru meningkat dari

35.22% (182.143) pada tahun 2011 menjadi 47.22% (257.211 orang) pada tahun 2014.

Koridor lainnya, meskipun terjadi peningkatan tetapi penambahannya sangat kecil.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

150

TABEL 8.42. HASIL PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK MENURUT KELOMPOK INDUSTRI, TAHUN 2011-2014

Jenis Industri 2011 2012 2013 2014 Pertambahan/tahun Jumlah

Mesin umum 35.634 36.187 36.799 37.532 633 Mesin khusus 55.888 56.756 57.715 58.865 992 Mesin lainnya 78.199 79.412 80.755 82.364 1.388 Peralatan kantor 18.082 18.363 18.673 19.045 321 Motor listrik dan perlengkapan 9.155 9.297 9.455 9.643 163 Alat Pengontrol listrik 5.744 5.833 5.932 6.050 102 Kabel listrik 24.072 24.446 24.859 25.355 427 Akumulator listrik 15.695 15.938 16.208 16.531 279 Bola lampu pijar 17.349 17.618 17.916 18.273 308 Alat listrik lainnya 5.007 5.084 5.170 5.273 89 Komponen elektronik 186.067 188.955 192.150 195.978 3.304 Alat komunikasi 10.936 11.106 11.294 11.519 194 Radio dan sejenisnya 55.375 56.234 57.185 58.324 983 Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752 9.183

Persentase Mesin umum 6,89 6,89 6,89 6,89 - Mesin khusus 10,81 10,81 10,81 10,81 - Mesin lainnya 15,12 15,12 15,12 15,12 - Peralatan kantor 3,50 3,50 3,50 3,50 - Motor listrik dan perlengkapan 1,77 1,77 1,77 1,77

-

Alat Pengontrol listrik 1,11 1,11 1,11 1,11

-

Kabel listrik 4,65 4,65 4,65 4,65 - Akumulator listrik 3,03 3,03 3,03 3,03 - Bola lampu pijar 3,35 3,35 3,35 3,35 - Alat listrik lainnya 0,97 0,97 0,97 0,97 - Komponen electronik 35,98 35,98 35,98 35,98

-

Alat komunikasi 2,11 2,11 2,11 2,11 - Radio dan sejenisnya 10,71 10,71 10,71 10,71 - Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 - Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

151

TABEL 8.43 PROYEKSI JUMLAH DAN PERSENTASE TENAGA KERJA INDUSTRI ELEKTRONIK

MENURUT KORIDOR EKONOMI, 2011-2014

Koridor 2011 2012 2013 2014 Pertambahan

TK per tahun Jumlah

Sumatra 182.143 205.343 230.269 257.211 25.023

Jawa 326.010 310.483 294.124 277.538 -16.157

Lainnya 9.050 9.403 9.717 10.003 318

Jumlah 517.203 525.229 534.110 544.752 9.183

Persentase

Sumatra 35,22 39,10 43,11 47,22 -

Jawa 63,03 59,11 55,07 50,95 -

Lainnya 1,75 1,79 1,82 1,84 -

Jumlah 100 100 100 100 -

Sumber: LD-UI, 2011 diolah

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

152

BAB IX

STRATEGI PERENCANAAN DAN PENINGKATAN SDM INDUSTRI

Salah satu masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah saat ini adalah pengangguran.

Tahun 2005 jumlah pengangguran mencapai 10,9 juta orang (10,3%) dan menurun

menjadi 8,12 juta orang (6,8%) pada tahun 20116. Meskipun telah terjadi penurunan

jumlah penganggur, tetapi angka absolut tersebut masih cukup tinggi. Selain itu

persoalan yang juga sangat mendasar adalah penduduk yang bekerja tetapi kurang

produktif yang juga disebut sebagai pengangguran terselubung atau setengah

menganggur. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan penciptaan lapangan kerja

di semua sektor terutama di sektor industri untuk menjamin bahwa seluruh penduduk

usia kerja dapat memperoleh pekerjaan yang layak.

Dalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian 2010-2014 disebutkan secara

eksplisit, bahwa salah satu kondisi yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah

“tumbuhnya industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar”. Segala

upaya pembangunan industri, baik di tahap pemulihan ekonomi maupun upaya

pembangunan industri-industri baru dan perluasan, diorientasikan untuk sesegera

mungkin menciptakan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya Hal ini berarti

pemerintah harus memberikan prioritas kebijakan pada industri-industri yang

menyediakan lapangan kerja dalam jumlah besar seperti industri makanan dan

minuman, tekstil dan produk tekstil serta elektronik.

9.1 Strategi Perencanaan Tenaga Kerja Sektor Industri

Salah satu masalah tenaga kerja di sektor industri adalah rendahnya sumber daya

manusia (SDM) terutama tingkat pendidikan yang rendah yakni sebagian besar

berpendidikan SD-SMP. Meskipun ada kecenderungan tingkat pendidikan meningkat

pada tahun 2014 menjadi SMA atau SMK, tapi proporsi yang berpendidikan rendah

masih besar. Karena itu diperlukan upaya peningkatan pendidikan dan keterampilan

sehingga diharapkan produkvitas mereka juga meningkat.

6 Angka pengangguran berdasarkan Sakernas bulan Februari 2005 dan 2011, Berita Resmi Statistik, BPS, www.bps.go.id

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

153

Upaya peningkatan pendidikan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberikan

beasiswa bagi siswa dari keluarga yang tidak mampu minimal sampai SMA/SMK, serta

perluasan aksesibiltas dan akseptabilitas pendidikan bagi semua orang, dan mendorong

penurunan tenaga kerja anak. Aksesibilitas tidak hanya menyangkut ekonomi yaitu

biaya-biaya pendidikan tetapi juga aksesibilitas secara non ekonomi. Dengan demikian

mereka (lulusan SMA/SMK) memiliki keterampilan yang cukup untuk masuk ke pasar

kerja.

Untuk meningkatkan keterampilan calon tenaga kerja, pemerintah menyediakan Balai

Latihan Kerja yang bertujuan untuk membekali tenaga kerja dengan berbagai

keterampilan sehingga mereka dapat lebih cepat beradaptasi dengan kondisi pekerjaan

di industri. Balai Ketrampilan Kerja ini harus lebih spesifik dan mampu menjawab

kebutuhan sektor industri apapun, terutama yang membutuhkan ketrampilan khusus.

Hal lain yang juga harus menjadi perhatian adalah mendekatkan BLK pada penduduk

usia kerja yang membutuhkan sehingga mempermudah akses. Pendirian BLK swasta

juga perlu diberi ruang, sehingga penduduk mempunyai pilihan untuk memilih BLK

sesuai minat masing-masing.

Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan, prioritas diberikan kepada angkatan kerja

usia muda yang akan masuk ke pasar kerja, agar mereka dapat berperan menjadi tenaga

kerja produktif. Selain itu pelatihan keterampilan juga diberikan kepada angkatan kerja

yang sudah bekerja, baik dalam rangka meningkatkan mutu dan produktivitas pekerja

maupun efisiensi industri.

Menurut Renstra Kementerian Perindustrian 2010-2014, peningkatan mutu SDM

industri dilakukan dengan sub kegiatan sebagai berikut:

a) Pengembangan SDM Industri, dengan indikator pencapaian:

(1) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM industri;

(2) Terwujudnya pendidikan untuk mendukung pengembangan kompetensi inti

daerah;

(3) Penguatan kelembagaan pelatihan dan pendidikan;

b) Pengembangan Pendidikan Vokasi Industri, dengan indikator pencapaian:

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

154

(1) Terciptanya SDM industri terampil siap kerja, dan

(2) Terciptanya SDM industri terampil dan ahli madya sesuai dengan kebutuhan

industri;

c) Pengembangan SDM Aparatur, dengan indikator pencapaian:

(1) Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM aparatur; dan

(2) Meningkatnya pelayanan Diklat SDM Industri;

d) Assesment SDM, dengan indikator pencapaian meningkatnya produktivitas SDM

aparatur dan Industri;

e) Pendidikan Tinggi, dengan indikator pencapaian meningkatnya produktivitas SDM

aparatur dan Industri;

Untuk meningkatkan SDM industri, di Kementerian Perindustrian sudah terbentuk Balai

Diklat yang ditujukan untuk meningkatkan SDM industri. Tugas pokok dan fungsi Balai

Diklat adalah melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur dan dunia usaha

serta masyarakat industri. Saat ini ada 7 Balai Diklat Industri yang tersebar di Indonesia

yaitu:

1. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional I Medan

2. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional II Padang

3. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional III Jakarta

4. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional IV Yogyakarta,

5. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional V Surabaya

6. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional VI Denpasar,

7. Pendidikan dan Pelatihan Balai Diklat Industri Regional VII Makassar

Tantangan yang dihadapi Balai Diklat adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan

dan keterampilan terutama mengenai jumlah aparat yang kompeten dan berkualitas.

Selain itu, Balai Diklat Industri juga harus membangun kerja sama dengan industri

sehingga kualitas diklat tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi di dalam industri.

Selain itu, jumlah Balai Diklat Industri hanya 7 (tujuh) dan berada di ibukota provinsi.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

155

Jumlah dan jarak balai diklat ini menyebabkan akses tenaga kerja yang ingin

memperoleh pendidikan ketrampilan maupun perusahaan/industri yang ingin

meningkatkan kualitas dan ketrampilan pekerja menjadi sulit. Oleh sebab itu,

penambahan balai diklat serta diversifikasi ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan

industri perlu ditingkatkan.

Dalam proses rekrutment, industri sering mengalami masalah dalam mencari tenaga

kerja untuk jenis pekerjaan yang secara spesifik membutuhkan keterampilan khusus.

Untuk itu menjadi tantangan bagi Balai Diklat untuk dapat menyediakan tenaga kerja

yang dibutuhkan, sehingga industri tidak merekrut tenaga kerja dari luar negeri.

9.2 Peningkatan Kompetensi SDM Industri

Kompetensi seorang individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang

dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa

menyangkut motif, konsep diri, sifat pengetahuan dan kemampuan/ keahlian.

Kompetensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan

melalui pendidikan dan pelatihan, sedangkan motif kompetensi dapat diperoleh pada

saat proses seleksi diri7. Sedangkan, standar kompetensi adalah perumusan tentang

kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau

pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan

unjuk kerja yang disyaratkan.

Tenaga kerja yang akan memasuki sektor industri perlu menyiapkan diri untuk dapat

memiliki Sertifikat Kompetensi tersebut. Untuk dapat memiliki Sertifikat Kompetensi,

masing-masing individu harus mengikuti dan lulus Uji Kompetensi.

Secara nasional, infrastruktur untuk proses sertifikasi sudah dibentuk lembaganya,

yaitu Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). BNSP merupakan badan independen

yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas

sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi

tenaga kerja8.

7 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf 8 www.bnsp.go.id

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

156

Dalam struktur organisasi BNSP terdapat Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang akan

menangani sertifikasi masing-masing profesi (bidang keahlian).

Tugas pokok LSP antara lain adalah :

- Menyusun Standar Kompetensi

- Menyusun prosedur pelaksanaan Uji Kompetensi

- Menyusun kriteria Tempat Uji Kompetensi

- Menyiapkan Assesor

- Menyelenggarakan Uji Kompetensi

- Menerbitkan Sertifikat Kompetensi.

Secara umum kompetensi diperlukan pada seluruh tenaga kerja yang terlibat dalam

industri. Tenaga kerja dalam industri dapat dikelompok menjadi tiga golongan besar

yaitu eksekutif, manajer dan karyawan yang masing-masing memiliki kompetensi yang

berbeda-beda9.

Pada tingkat eksekutif diperlukan kompetensi yang berkaitan dengan strategic thingking

dan change leadership management. Strategic thingking adalah kompetensi untuk

memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang cepat, melihat peluang pasar,

ancaman, kekuatan, kelemahan organisasi agar dapat mengidentifikasi strategic response

secara optimal. Sedangkan change leadership adalah kompetensi untuk

mengkomunikasikan visi dan strategi industri dan dapat mentransformasikan kepada

pegawai.

Berbeda dengan tingkat eksekutif, pada tingkat manajer kompetensi yang diperlukan

meliputi aspek-aspek fleksibilitas, “change implementation”, interpersonal understanding

and empowering. Aspek fleksibilitas adalah kemampuan mengubah struktur dan proses

manajerial apabila strategi perubahan organisasi diperlukan untuk efektivitas

pelaksanaan tugas organisasi. Dimensi interpersonal understanding adalah kemampuan

untuk memahami nilai berbagai tipe manusia. Sedangkan, interpersonal empowering

adalah kemampuan mengembangkan karyawan, mendelegasikan tanggung jawab dan 9 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

157

memberikan umpan balik, menyatakan harapan-harapan yang positif untuk bawahan dan

memberikan reward untuk peningkatan kinerja.

Pada tingkat karyawan kompetensi yang diperlukan meliputi: fleksibilitas yang berarti

kemampuan untuk melihat perubahan sebagai kesempatan bukan sebagai ancaman,

mencari informasi dan motivasi untuk mengembangkan kesempatan belajar keahlian

teknis dan interpesonal, motivasi berprestasi yaitu kemampuan untuk mendorong

inovasi dan perbaikan berkelanjutan, dimensi kolaborasi yaitu kemampuan bekerja sama

secara kooperatif dalam kelompok yang multidisiplin.

Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, ada dua pendekatan baru yang

sebaiknya dilakukan oleh industri yaitu: pertama, penyiapan tenaga kerja didasarkan

atas kebutuhan pengguna (demand driven); dan kedua, proses diklat sebagai wahana

penyiapan tenaga kerja yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan pelatihan

berbasis kompetensi (Competency Based Training / CBT)10.

CBT merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada

hasil akhir. CBT merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk

mengembangkan kemampuan dan keterampilan secara khusus untuk mencapai hasil

kerja yang berbasis target kinerja. Tujuan utama CBT adalah:

1. Menghasilkan kompetensi dalam menggunakan keterampilan yang ditentukan untuk

pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai

pekerjaan dan jabatan

2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang dicapai dan sertifikasi11.

Selain masalah kompetensi, yang diperlukan oleh tenaga kerja industri adalah etos kerja.

Etos kerja yang tinggi berarti bersungguh-sungguh menggerakkan seluruh potensi

dirinya untuk mencapai sesuatu. Orang yang mempunyai etos kerja tinggi sangat

menghargai waktu, tidak pernah merasa puas, berhemat dan memiliki semangat kerja

yang tinggi. Etos kerja yang tinggi akan terlihat dari perilaku pekerja yaitu mampu

10 www.bnsp.go.id 11 Endah Setyowati, “Pengembangan SDM berbasis kompetensi: solusi untuk meningkatkan kinerja organisasi” http://blog.fitb.itb.ac.id/.../pengembangan-sdm-berbasis-kompetensi.pdf

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

158

bekerja keras, penuh tanggung jawab, ulet, dan mandiri12. Dengan etos kerja yang tinggi

diharapkan pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya. Menumbuhkan etos kerja

memerlukan komitmen dua pihak yaitu pemberi kerja dan tenaga kerja. Pemberi kerja

wajib memenuhi hak-hak pekerja seperti upah, tunjangan, reward, dan fasilitas yang lain

sehingga pekerja merasa nyaman dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Di sisi lain,

pekerja harus menyiapkan diri untuk memberikan hasil kerja terbaik bagi pemberi kerja.

12 Otto Iskandar, 2002. “Etos kerja, motivasi, dan sikap inovatif terhadap produktivitas petani” dalam Jurnal MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 6, NO. 1, JUNI 2002

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

159

BAB X KESIMPULAN

10.1. Kesimpulan

10.1.1 Industri Manufaktur

Jumlah tenaga kerja sektor manufaktur ada kecenderungan meningkat dari

11,6 juta tahun 2005 menjadi 13,6 juta tahun 2011 atau ada tambahan 2 juta

selama 6 tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh ILOR di industri manufaktur

sebesar 48.878 artinya pertumbuhan industri manufaktur satu persen akan

meningkatkan tenaga kerja sebanyak 48.878 orang. Dengan pertumbuhan

industri manufaktur sebagaimana yang ditetapkan dalam renstra Kementerian

Perindustrian sebesar 6,1% (2010-2011), 6,75% (2011-2012), 7,47% (2012-

2013) dan 8,95% (2013-2014), maka tambahan tenaga kerja untuk periode

2010-2011 sebesar 298.156 orang, periode 2011-2012 sebesar 329.927 orang,

periode 2012-2013 sebesar 365.119 orang, dan periode 2013-2014 sebesar

437.458 orang.

Secara umum tenaga kerja manufaktur ke depan dari 2011 – 2014 mempunyai

karakteristik seperti berikut:

1. Masih didominasi kelompok umur 25 – 34 tahun

2. Tenaga kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, namun

proporsinya akan menurun dari 55% menjadi 53,8%.

3. Masih didominasi tenaga kerja berpendidikan rendah yaitu SD dan SMP,

namun proporsinya cenderung menurun dan digantikan tenaga kerja

berpendidikan SLTA terutama SMK.

4. Dari sisi status, didominasi buruh dan karyawan meskipun

kecenderungannya menurun. Namun demikian proporsi tenaga kerja yang

berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tidak tetap justru mengalami

peningkatan.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

160

5. Dari sisi jabatan, masih didominasi tenaga pengolahan kemudian disusul

tenaga operator dan tenaga kasar. Namun proporsinya akan mengalami

penurunan sampai akhir masa proyeksi

6. Dari koridor ekonomi berdasarkan MP3EI, terlihat bahwa jumlah tenaga

kerja terbanyak yang terserap di industri manufaktur masih terjadi di

koridor Jawa, kemudian Sumatera dan Bali-Nusa Tenggara. Namun proporsi

tenaga kerja industri manufaktur di Jawa menunjukkan penurunan dari

77,3% menjadi 75,8%

7. Jika dilihat dari ketersediaan tenaga kerja, ternyata masih banyak pencari

kerja yang berpendidikan SLTA ke atas. Dengan asumsi kualifikasi tenaga

kerja sesuai dengan yang dibutuhkan pasar kerja maka supply tenaga kerja

yang tersedia di pasar kerja masih tercukupi. Jumlah pencari kerja paling

banyak tersedia di P Jawa, kemudian P Sumatera. Namun jenis pekerjaan

yang dibutuhkan belum tentu sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan

atau kualifikasinya terlalu tinggi dibandingkan dengan pendidikannya.

10.1.2 Industri Makanan dan Minuman

Berdasarkan data historis, industri makanan dan minuman didominasi oleh

industri kecil. Jenis industri makanan dan minuman untuk industri skala

besar didominasi oleh kelompok makanan lainnya dan industri minuman

hanya sekitar 6%. Proporsi nilai tambah industri mamin terhadap nilai

tambah industri skala yang sama menunjukkan peningkatan yang sangat

tajam dan di tahun 2009 mencapai 17,1%.

Tenaga kerja industri mamin dari total tenaga kerja industri manufaktur

sekitar 28,6% tahun 2007. Pekerja industri mamin skala kecil mendominasi

sekitar lebih dari 75% dari semua tenaga kerja industri mamin 2005-2007.

Nilai tambah terbesar jumlah tenaga kerja industri mamin skala besar yang

dominan berasal dari makanan lainnya, kemudian makanan olahan. Proporsi

tenaga kerja industri minuman meskipun rendah, namun proporsinya dalam

industri mamin semakin meningkat menjadi 5,6% tahun 2009.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

161

Adapun tenaga kerja industri makanan dan minuman tahun 2005-2010

menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

1. Tenaga kerja berpendidikan rendah (maksimal SMP) masih mendominasi

namun proporsinya semakin lama semakin menurun dan diikuti oleh

peningkatan proporsi tenaga kerja yang berpendidikan SMK dan diploma.

Pola yang sama untuk industri minuman, namun tenaga kerja industri

minuman berpendidikan lebih tinggi karena proprosi tenaga kerjanya

yang berpendidikan maksimal SMP jauh lebih sedikit dibandingkan

dengan yang di industri makanan.

2. Status tenaga kerja industri makanan sebagai pekerja/buruh/karyawan

paling dominan, namun proporsinya semakin menunjukkan penurunan,

diiringi dengan peningkatan pekerja yang berstatus usaha sendiri. Pola

yang sama terjadi pada industri minuman, proporsi yang bekerja dengan

status buruh/karyawan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi

yang di industri makanan.

3. Pada industri makanan, proporsi pekerja menurut umur didominasi oleh

umur kurang dari 45 tahun. Meskipun demikian proporsi pekerja pada

kelompok umur 55-64 tahun meningkat. Hal yang sama juga terjadi

pada kelompok umur pensiun (55 tahun). Pola yang sama terjadi untuk

industri minuman, dan besaran proprosi industri minuman lebih tinggi

pada kelompok umur 25-34 tahun dan lebih rendah pada kelompok usia

pensiun.

4. Hampir tidak ada perbedaan proporsi tenaga kerja menurut jenis kelamin

laki-laki dan perempuan pada industri makanan, namun pada industri

minuman proporsi tenaga kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan

perempuan.

5. Sekitar sepertiga tenaga kerja di industri makanan bekerja sebagai

pembuat roti, kue kering dan kembang gula. Sedangkan di industri

minuman proporsi tenagakerja terbanyak bekerja sebagai operator mesin

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

162

pembuat bir, anggur dan minuman kemudian buruh pengepak barang dan

buruh pabrik lainnya.

6. Kebijakan yang dikeluarkan dalam mendukung perkembangan industri

makanan dan minumam dalam bentuk klaster industri dan dengan

diikutkannya kelompok industri makanan dan minuman atau dikenal

dengan industri agro akan mempercepat pertumbuhan industri ini dan

pada akhirnya akan menambah penyerapan tenaga kerja.

Hasil perhitungan ILOR dan proyeksi tenaga kerja ditemukan hal-hal sebagai

berikut:

1. Hasil estimasi ILOR dengan mengunakan data 2000-2010 untuk industri

makanan adalah 10.507 dan industri minuman 2.376. Artinya dengan

pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen, maka akan ada

penambahan tenaga kerja di industri makanan sebesar 10.507 orang dan

di industri minuman 2.376 orang.

2. Dengan pertumbuhan industri manufaktur sebagaimana yang ditetapkan

dalam renstra Kementrian Perindustrian 6,1% (2010-2011), 6,75%

(2011-2012), 7,47% (2012-2013) dan 8,95% (2013-2014), maka

tambahan tenaga kerja untuk masing-masing periode 64.093 orang,

70.922 orang, 78.487 orang, 94.038 orang untuk industri makanan dan

adalah 14.494 orang, 16.038 orang, 17.749 orang dan 21.265 orang

untuk industri minuman

3. Hasil proyeksi menunjukkan terjadi peningkatan pekerja usia 55-60 tahun

yanng cukup tajam untuk industri makanan, sedangkan pada industri

minuman lonjakan yang cukup besar pada tenaga kerja yang berumur 25-

34 tahun.

4. Terjadi peningkatan kebutuhan tenaga kerja yang cukup cepat pada

jenjang pendidikan SMK dan diploma sehingga proporsi tenaga kerja

untuk kedua jenjang semakin membesar. Namun proporsi terbanyak

masih didominasi oleh tenaga kerja berpendidikan maksimal SMP.

Kecepatan kebutuhan tenaga kerja yang berpendidikan SMA yang lebih

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

163

tinggi dan kecepatan penurunan kebutuhan tenaga kerja yang

berpendidikan maksimal SMP sehingga menyebabkan komposisi

terbanyak tenaga kerja di industri minuman di tahun 2014 didominasi

oleh yang berpendidikan SMA dari yang sebelumya (2009)

didominasioleh yang berpendidikan maksimal SMP.

5. Status pekerjaan berusaha sendiri dengan tidak dibantu atau dibantu

dengan buruh tidak tetap di industri makanan cenderung meningkat.

Sebaliknya tenaga kerja dengan status buruh/pegawai/karyawan

diindustri makanan menurun. Pada industri minuman akan terjadi

pertambahan yang cukup besar pada pekerja dengan status usaha sendiri

dan diikuti dengan penurunan pada status karyawan dan berusaha

sendiri dibantu dengan buruh tidak tetap.

Pada tahun 2014 proporsi tenaga kerja dengan status berusaha sendiri

sebesar 20,3% dan berusaha sendiri dibantu dengan buruh tidak tetap

sebesar 22,2% di industri makanan; dan sebanyak 24,2% pekerja dengan

status usaha sendiri di industri minuman. Hal ini erat kaitannya dengan

cepatnya peningkatan pekerja umur pensiun di atas 55 tahun dan bagi

mereka yang sudah mempunyai pengalaman dan cukup modal

kemungkinan akan membuka suatu usaha.

6. Proprosi tenaga kerja dengan jabatan/jenis pekerjaan tenaga pengolahan

masih mendominiasi kebutuhan tenaga kerja industri makanan walau

kecepatan pertumbuhannya tidak setinggi teknisi. Namun kebutuhan

tenaga teknisi di tahun 2014 hanya 2,1% dari sebelumnya 1,45 di tahun

2011. Tenaga kerja yang permintaannya berkurang di industri makanan

adalah jenis pekerjaan manajer/tenaga profesional.

Di industri minuman, jenis pekerjaan yang mendominasi adalah pekerja

kasar walau prorporsinya menurun dari 25,7% menjadi 23,5%. Dalam

proyeksi ini juga terjadi peningkatan kebutuhan teknisi cukup besar dari

dari 7,4% menjadi 21,0%.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

164

7. Proporsi tenaga kerja menurut jenis kelamin pada industri makanan tidak

menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, sebaliknnya

pada industri minuman didominasi oleh pekerja laki-laki walau

proporsinya mulai menunjukkan penurunan.

Tenaga kerja industri makanan dan minuman hingga tahun 2014 masih

dominan di Jawa walau proporsinya mulai menurun dan tidak terlampau

signifikan yakni menjadi 69,3% tahun 2014. Sebaliknya yang mulai

menunjukkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja di hampir semua

wilayah koriodor walau tidak terlalu besar, kecuali Sumatra yang

proporsinya menunjukkan penurunan.

10.1.3 Industri Tekstil dan Produk Tekstil

Industri TPT menyerap 21% dari total tenaga kerja industri manufaktur skala

besar dan sedang pada tahun 2009. Tingginya penyerapan tenaga kerja di

industri TPT karena sifat teknologi di industri TPT yang bersifat labor intensive

terutama di industri hulu. Berdasarkan skala industri besar dan sedang ada

kecenderungan selama tahun 2005-2009, jumlah tenaga kerja di industri tekstil

menurun tapi di industri pakaian jadi jumlahnya meningkat. Pola yang serupa

terjadi pada industri TPT skala kecil dan mikro.

Gambaran tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil tahun 2005-2010

adalah sebagai berikut:

1. Dilihat dari karakteristik demografi mayoritas tenaga kerja di industri TPT

didominasi usia muda mulai dari 15 tahun hingga 44 tahun sekitar 87%

tahun 2010. Ada kecenderungan jumlah tenaga yang bekerja di industri

TPT lebih banyak perempuan dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki.

Dilihat dari tingkat pendidikan pekerja di industri TPT sebagian besar

hanya berpendidikan rendah (maksimal SMP).

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

165

2. Status pekerjaan yang dominan adalah buruh/karyawan yang proporsinya

lebih dari 60% dari jumlah pekerja TPT. Di industri TPT selama tahun

2005 hingga tahun 2010 jenis pekerjaan yang dominan adalah tenaga

pengolahan, operator dan tenaga kasar.

Hasil proyeksi tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil adalah sebagai

berikut:

1. Industri tekstil dan produk tekstil mempunyai ILOR 7.986 artinya dengan

pertumbuhan industri manufaktur sebesar satu persen akan meningkatkan

serapan tenaga kerja sebesar 7.986 orang.

2. Hingga tahun 2014 tenaga kerja yang dominan di industri TPT diperkirakan

berusia muda dalam rentang usia 15-44 tahun. Diperkirakan juga tingkat

pendidikan tenaga kerja di industri TPT umumnya maksimal SMP hingga

tahun 2014. Tenaga kerja yang bekerja di industri TPT diperkirakan hingga

tahun 2014 mayoritas berstatus karyawan/buruh. Selama tahun 2011

hingga 2014, tenaga pengolahan dan operator masih akan mendominasi

dengan karaktersitik berpendidikan rendah dan berjenis kelamin

perempuan

3. Secara absolut koridor Jawa mempunyai pertambahan penyerapan dan total

tenaga kerja industri TPT secara absolut terbanyak, namun kecepatan

pertumbuhan mulai melamban dibandingkan dengan koridor Bali dan Nusa

Tenggara, sehingga proporsi tenaga kerja industri TPT di Jawa menurun,

sedangkan koridor Bali Nusa Tenggara mengalami kenaikan periode 2011-

2014.

4. Jika amati menurut jenis industri TPT secara lebih rinci, terlihat bahwa

pertambahan tenaga kerja terbesar terdapat pada industri pakaian jadi bulu,

kemudian permadani, benang & kain; dan perajutan. Di akhir periode

proyeksi jumlah tenaga kerja terbanyak adalah industri pakaian jadi bulu

kemudian industri permadani dan yang paling rendah industri kapuk.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

166

10.1.4 Industri Elektronik

Industri elektronik menyerap tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan industri

makanan dan minuman maupun industri TPT. Meskipun penyerapan tenaga

kerja di sektor industri elektronik tidak sebesar penyerapan tenaga kerja di

sektor makanan dan minuman maupun TPT, namun industri elektronik masih

mampu menyerap 4,85% dari seluruh tenaga kerja sektor industri. Adapun

gambaran industri elektronik dari tahun 2005-2010 adalah sebagai berikut:

1. Data Sakernas menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja industri elektronik

cenderung menurun dari 569.090 tahun 2005 menjadi 509.950 atau turun

sebanyak 10,4% tahun 2010. Meskipun demikian jika diperhatikan proporsi

industri besar dan sedang menunjukkan kecenderungan sedikit meningkat

dari 99,18% tahun 2004 menjadi 99,54% pada tahun 2007. Sebaliknya

industri kecil juga cenderung menurun sedikit pula.

2. Jika diperhatikan ISIC 3 digit, nampak bahwa proporsi tenaga kerja

terbanyak pada tahun 2010 adalah tenaga kerja industri komponen

elektronik, mesin lainnya, serta radio dan sejenisnya yaitu masing-masing

35,13%, 16,63% dan 13,27%

3. Jika diperhatikan dari jenis kelamin nampak bahwa laki-laki masih

mendominasi pekerja industri elektronik. Meskipun demikian, terjadi

kecenderungan penurunan proporsi laki-laki yang bekerja di sektor ini,

sedangkan pekerja perempuan cenderung meningkat selama 2005-2010

4. Tenaga industri elektronik didominasi tenaga kerja berumur muda yaitu 15-

24 tahun yaitu sebanyak 235.707 orang (46.22%), kemudian disusul dengan

tenaga kerja yang berumur 25-34 tahun yaitu 165.850 orang (32,52%).

5. Tenaga kerja industri elektronik berpendidikan SMA mengalami fluktuasi

dari 42,79% pada tahun 2005 turun menjadi 33,99% pada tahun 2007 dan

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

167

meningkat kembali menjadi 38,04% pada tahun 2010. Hal yang sama juga

terjadi pada tenaga kerja berpendidikan SMK.

6. Industri elektronik didominasi oleh pekerja operator yaitu dari 48,13% pada

tahun 2007 menjadi 55,04% pada tahun 2010 Pekerjaan operator memang

dibutuhkan untuk industri ini karena sifat pekerjaannya adalah

mengoperasikan mesin-mesin baik untuk memproduksi dari chip sampai

merakit menjadi barang jadi seperti televise, radio, setrika, kulkas, peralatan

computer dan lain sebagainya. Posisi kedua ditempati oleh pekerja bidang

pengolahan, meskipun kecenderungannya menurun sampai 2010.

7. Tenaga kerja di industri elektronik pada umumnya bekerja sebagai buruh,

pegawai dan karyawan industri elektronik pada tahun 2010 mencapai

417.156 orang 81,80%. Jika diperhatikan lebih lanjut jumlah pekerja yang

berstatus buruh/karyawan mengalami penurunan dari tahun 2005 sebanyak

92,51 % menjadi 81,80% tahun 2010

8. Dilihat dari KBJI 4 digit, pekerja terbanyak di sektor industri mesin listrik

lainnya didominasi oleh buruh pengepak barang dan buruh pabrik lainnya

yaitu sebesar 16.736 orang (22%). Proporsi kedua terbesar adalah perakit

peralatan listrik dan perakit peralatan elektronik masing-masing 12,7% dan

12%.

9. 10 jenis pekerjaan terbanyak untuk industri radio, televisi dan peralatan

komunikasi serta perlengkapannya adalah perakit peralatan elektronik yaitu

99.946 orang (50,4%). Sedangkan jenis pekerjaan sebagai tukang las, kurir,

perakit barang dari logam, perakit peralatan listrik dan sopir truk

mempunyai proporsi yang sangat kecil yaitu masing-masing sebesar 0,3%.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

168

Hasil proyeksi tenaga kerja industri elektronik adalah sebagai berikut:

1. Dengan ILOR sebesar 1.189 artinya setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi

akan menciptakan peluang kerja sebanyak 1.189 orang. Meskipun tidak

setinggi industri mamin dan ITPT, namun industri ini masih mampu

menyerap tambahan tenaga kerja.

2. Tenaga kerja industri elektronika diproyeksikan akan meningkat dari

517.203 orang pada tahun 2011, untuk kemudian meningkat terus menjadi

525.229 orang tahun 2012 dan terus meningkat menjadi 544.752 orang pada

tahun 2014.

3. Tenaga kerja perempuan mengalami peningkatan dari 249.654 tahun 2011

menjadi 327.353 orang. Sedangkan tenaga kerja laki-laki diproyeksikan

menurun dari 249.654 menjadi 217.399 (2014).

4. Tenaga kerja industri elektronik sampai tahun 2014 masih didominasi

tenaga kerja berpendidikan SMA dan SMK, dimana jumlah yang

berpendidikan SMK meningkat terus dari tahun ke tahun. Hal yang sama juga

diperlihatkan oleh tenaga kerja berpendidikan diploma.

5. Tahun 2011 jumlah tenaga kerja berstatus bekerja sendiri dengan buruh

tidak dibayar hanya berkisar 25.016 orang dan meningkat menjadi 70.320

orang pada tahun 2014. Hal yang sama juga terjadi pada tenaga kerja yang

berstatus bekerja sendiri meningkat dari 69.985 tahun 2011 menjadi 88.625

tahun 2014.

6. Tenaga kerja industri elektronik didominasi oleh jenis pekerjaan operator.

Tenaga kerja kelompok ini meningkat dari yaitu 56,83% pada tahun 2011

menjadi 60,13% pada tahun 2014. Pekerjaan operator sangat dibutuhkan

dalam industri ini, sehingga pendidikan pun diutamakan mereka yang

berpendidikan minimal SMA atau SMK sederajat. Proporsi kedua ditempati

oleh pekerja teknisi dan menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari

12,02% tahun 2011 menjadi 16,72% tahun 2014.

7. Tenaga kerja industri elektronik nantinya juga akan didominasi dengan

tenaga kerja berpendidikan SMK, SMA dan Diploma, berada pada umur yang

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

169

masih muda yaitu 15-34 tahun, dan sebagian besar berjenis kelamin

perempuan.

8. Dari sisi Koridor pengembangan ekonomi, diproyeksikan peran Jawa akan

mulai menurun digantikan oleh Koridor Sumatra. Diperkirakan pada tahun

2014 nanti, Koridor Sumatra akan menyerap tenaga kerja sebanyak 47,22%

Sementara Jawa menurun menjadi hanya 50,95%.

10.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, maka direkomendasikan untuk

beberapa hal dalam rangka pengembangan ketenagakerjaan sektor industri

manufaktur, industri makanan minuman, ITPT dan elektronik sebagai berikut;

1. Peningkatan SDM Industri melalui peningkatan pemerataan dan akses

pendidikan menengah dan menengah atas hingga ke pelosok-pelosok

daerah. Peningkatan aksesibilitas dan pemerataan pendidikan dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

• Menyusun grand strategy untuk meningkatkan sumber daya manusia

dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti kementerian

pendidikan, kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, kementerian

pemberdayaan perempuan, kementerian agama (jalur pendidikan

madrasah) dan lain sebagainya.

• Di jalur pendidikan formal, pemerintah (dalam hal ini bisa bekerjasama

dengan swasta) untuk memberikan beasiswa lebih luas kepada penduduk

miskin untuk menamatkan pendidikan SLTP dan SLTA nya. Beasiswa

yang diberikan tidak hanya meliputi biaya sekolah tetapi juga

memperhitungkan jarak dan biaya-biaya minimal untuk pendidikan

tersebut (biaya buku dan peralatan sekolah). Selain itu diperlukan

langkah-langkah untuk menahan murid agar tetap bersekolah, dengan

skema beasiswa dengan persyaratan yang lebih keras agar tidak terjadi

drop out sekolah.

• Mengembangkan kurikulum yang lebih baik dan beragam untuk

menjawab tantangan permintaan pasar yang semakin meningkat

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

170

terutama untuk pendidikan SMK, sehingga mereka mampu memenuhi

permintaan pasar. Lulusan SMK diharapkan sudah memiliki sertifikat

sesuai dengan bidang yang pelajari di sekolah, sehingga mereka lebih

mudah diterima di pasar kerja terutama di industri.

• Di jalur pendidikan non formal peningkatan kualitas SDM bisa dilakukan

dengan memberikan training bagi lulusan SLTA umum atau SLTP, agar

memiliki ketrampilan untuk memenuhi permintaan pasar tenaga kerja.

Training dapat diselenggarakan oleh Balai Diklat atau Balai Latihan Kerja

yang dikelola oleh pemerintah maupun pusat-pusat training yang dikelola

oleh swasta. Dalam hal training ini diperlukan diversifikasi ketrampilan

yang dibutuhkan, yang dilengkapi dengan kurikulum yang jelas sesuai

bidang ketrampilan yang diberikan, tenaga pendidikan/instruktur yang

handal, memiliki kompetensi dan berkualitas.

• Balai latihan kerja sudah harus mempunyai standar kompetensi tertentu

dan lulusannya haru sudah mempunyai sertifikasi sesuai bidang keahlian

yang diberikan. Dalam hal ini pemerintah mendorong terjadinya

kerjasama antara balai latihan kerja, balai pendidikan dan latihan

maupun training center dengan lembaga-lembaga sertifikasi nasional

untuk memperoleh sertifikat bagi lulusannya.

• Mendorong berdirinya balai latihan kerja baik pemerintah maupun

swasta ke kabupaten/kota agar memudahkan akses penduduk untuk

mengikuti latihan kerja di tempat tersebut.

• Melakukan pemetaan kebutuhan spesifikasi tenaga kerja dari pelaku

industri, agar BLK mampu mengembangkan kurikulum sesuai permintaan

industri.

2. Kompetensi Tenaga Kerja

Melakukan pemetaan dan penyusunan standar kompetensi tenaga kerja

yang dibutuhkan dalam kegiatan industri, sehingga menjadi pedoman bagi

pemerintah di Kabupaten/Kota dan pelaku industri serta masyarakat,

standar kompetensi apa yang harus dipersiapkan. Pada tahap pertama bisa

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

171

dilakukan untuk 3 industri terpilih yaitu industri makanan dan minuman,

industri tekstil dan produk tekstil dan produk tekstil serta industri

elektronik.

3. Peningkatan etos kerja

Selain masalah kompetensi, yang diperlukan oleh tenaga kerja industri adalah

etos kerja. Etos kerja yang tinggi berarti bersungguh-sungguh

menggerakkan seluruh potensi dirinya untuk mencapai sesuatu. Orang yang

mempunyai etos kerja tinggi sangat menghargai waktu, tidak pernah merasa

puas, berhemat dan memiliki semangat kerja yang tinggi. Dengan etos kerja

yang tinggi diharapkan pekerja dapat meningkatkan produktivitasnya

4. Pemerintah harus membuat sistem informasi pasar kerja industri terpadu

yang berisi tentang informasi pasar kerja yang tersedia, yang dilengkapi

dengan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Sistem pasar kerja ini

dibangun dari kabupaten/kota sampai ke pusat dan harus on line dengan

pelaku usaha industri. Didalam sistem ini berisi database perusahaan,

permintaan tenaga kerja dan spesifikasinya, penawaran tenaga kerja,

kesempatan kerja yang sudah terisi, skala industri, upah dan jabatan yang

ada di masing-masing industri. Dalam hal, ini pelaku industri diharapkan

berpartisipasi aktif untuk mengupdate informasi mereka.

Sistem ini harus mudah diakses oleh masyarakat yang memerlukan

informasi pasar kerja, sehingga masyarakat mempunyai berbagai pilihan

sesuai dengan sepsifikasi masing-masing.

Sistem ini diharapkan on line dengan sistem pasar kerja Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi, pajak, Ditjen administrasi kependudukan, asuransi

agar tenaga kerja memperoleh kemudahan untuk mengurus berbagai hal

yang menyangkut pelayanan publik di atas.

5. Mendorong tersusunnya database industri yang meliputi jenis industri (8

industri utama), skala industri, tenaga kerja yang terserap, karakteristik

tenaga kerja yang terserap (menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, jenis

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

172

pekerjaan, status pekerjaan, upah, jam kerja dll), tenaga kerja yang

dibutuhkan industri tersebut.

6. Mendorong peran Dinas Perindustrian Kabupaten/Kota untuk berperan aktif

dalam pembinaan industri besar dan sedang selain industri kecil. Dalam hal

ini pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan mampu menyusun sistem

informasi pasar kerja yang on line dengan Kementerian Perindustrian,

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta kantor pelayanan publik

yang terkait.

Rencana Tenaga Kerja Sektor Industri 2012-2014

173

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Statistik Indonesia. 60 Tahun Indonesia Merdeka.

BPS. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia (Sakernas), berbagai tahun

BPS. Statistik Industri Besar dan Sedang, berbagai tahun.

BPS. Profil Industri Kecil dan Mikro, berbagai tahun

BPS. Berita Resmi BPS berbagai tahun

BPS. 2010. Data Strategis BPS.

BPS. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia

Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014. Edisi Januari 2009,

Jakarta

Kementerian Perindustrian. 2010. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian

Perindustrian 2010 – 2014, Jakarta

Kementerian Perindustrian 2010. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok

Kebijaksanaan Fiskal 2012. Jakarta

Kuncoro, Mudrajad. 2005. “Industri Indonesia di Persimpangan Jalan”, KOMPAS (Sabtu,

19 Februari 2005)

Lembaga Manajemen FEUI, 2010. Proyeksi Ekonomi Makro 2011-2014, Masukan Bagi

Pengelola BUMN.

Miranti, Ermina 2007. “Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi Dan

Peluang”, dalam Economic Review, No. 209, 2007.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004 - 2009.

Yanfitri, Yanti K. 2010. “Dinamika Industri Manufaktur dan Respon terhadap Siklus

Bisnis”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010.