Pengertian Kardiomiopati
Kardiomiopati kongestif adalah bentuk kardiomiopati yang ditandai adanya dilatasi atau pembesaran
rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan statis darah dalam
ventrikel. (Smeltzer and Bare,Alih bahasa Agung Waluyo,2001:833)
Kardiomiopati dilatasi (DCM) adalah kerusakan yang luas pada miofibril dan mengganggu metabolisme
jantung. (Ignatavicus et al,1995:918)
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kardiomiopati adalah penyakit miokard yang
primer atau idiopatik dengan adanya kerusakan yang luas pada miofibril jantung yang ditandai dengan
dilatasi dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran
antrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel.
Gejala Penyakit Kardiomiopati
1.Penyakit arteri koroner yang meluas.
Penyakit arteri koroner ini mengakibatkan pasokan darah yang tidak memadai ke otot jantung, yang bisa
menyebabkan cedera yang menetap. Otot jantung yang tidak terkena, selanjutnya akan meregang untuk
mengkompensasi kemampuan memompa yang hilang. Jika peregangan ini tidak dapat mengkompensasi
dengan baik, terjadilah kardiomiopati kongestif yang melebar.
2. Peradangan otot jantung akut (miokarditis) karena infeksi virus akan memperlemah otot jantung dan
menyebabkan kardiomiopati kongestif yang melebar (kadang-kadang disebut kardiomiopati virus). Di
AS, infeksi coxsackievirus B merupakan penyebab yang paling sering dari kardiomiopati virus.
3. Gangguan hormonal menahun tertentu seperti diabetes dan penyakit tiroid, pada akhirnya dapat
menyebabkan kardiomiopati kongestif yang melebar.
4. Obat-obat seperti alkohol, kokain dan anti depresi. Kardiomiopati alkohol bisa timbul setelah sekitar
10 tahun pemakaian alkohol dalam jumlah banyak.
5. Meskipun jarang, kehamilan atau penyakit jaringan ikat (seperti artritis rematoid) juga bisa
menyebabkan kardiomiopati kongestif yang melebar.
Gejala Penyakit Kardiomiopati
Biasanya gejala pertama adalah sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan mudah lelah, sebagai
akibat dari melemahnya kerja pompa jantung (gagal jantung). Jika penyebabnya infeksi, gejala
pertamanya bisa berupa demam mendadak dan gejala-gejala yang menyerupai flu.
Apapun penyebabnya, akan terjadi:
- denyut jantung menjadi cepat
- tekanan darah normal atau rendah
- penimbunan cairan di tungkai dan perut
- penimbunan cairan di paru-paru.
Pembesaran jantung menyebabkan katup jantung membuka dan menutup secara tidak sempurna dan
keadaan ini sering menyebabkan kebocoran ventrikel (katup mitral dan trikuspidalis). Penutupan katup
yang tidak sempurna menyebabkan terjadinya murmur, yang dapat didengar melalui stetoskop.
Kerusakan dan peregangan otot jantung bisa menyebabkan irama jantung menjadi cepat atau lambat
secara abnormal. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi kerja pompa jantung.
Pengobatan penyakit Kardiomiopati
Mengobati penyebab yang spesifik seperti penyalahgunaan alkohol atau infeksi dapat menyelamatkan
penderita. Jika penyalahgunaan alkohol merupakan penyebab, penderita harus dibebaskan dari alkohol.
Jika infeksi bakteri menyebabkan peradangan seketika pada otot jantung, diobati dengan antibiotik.
Pada penderita dengan penyakit arteri koroner, berkurangnya aliran darah ke otot jantung dapat
menyebabkan angina (nyeri dada karena penyakit jantung). Pada keadaan ini diberikan nitrat, beta-
blocker atau penghambat saluran kalsium. Beta-blocker dan penghambat saluran kalsium bisa
mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Istirahat dan tidur yang cukup serta menghindari stress membantu mengurangi tekanan terhadap jantung.
Penimbunan darah di dalam jantung yang membesar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah di
dalam dinding ruang jantung. Untuk mencegah terbentuknya bekuan darah, biasanya diberikan obat
antikoagulan. Sebagian besar obat yang digunakan untuk mencegah irama jantung abnormal diberikan
dalam dosis kecil dan dosisnya ditingkatkan secara perlahan, karena obat ini bisa mengurangi
kekuatan kontraksi jantung.
Gagal jantung juga diterapi dengan obat, yaitu penghambat ACE yang sering disertai dengan diuretik.
Tetapi jika penyebabnya tidak bisa diatasi, gagal jantung cenderung berakibat fatal.
Pantangan pengidap penyakit Kardiomiopati
Pantangan ini harus dihindari dengan disiplin untuk mengurangi resiko penyakit jantung bisa jadi lebih
parah. Bahkan pantangan ini harus diperhatikan untuk kita yang belum mengalami penyakit jantung.
Supaya serangan jantung bisa diperkecil kemungkinannya.
Inilah pantangan yang harus dihindari penderita penyakit jantung dan stroke, antara lain :
1. Makanan mengandung kolesterol. Cumi, udang, kepiting, otak sapi, daging kambing, daging
berlemak, organ dalam hewan, bebek, belut, kuning telur, susu sapi, kulit ayam, makanan kemasan olahan
daging ayam. Kolesterol adalah musuh utama jantung. Siapa pun bisa bangkrut jika kolesterol
menyumbat di pembuluh darah jantung dan kepala (stroke). 1 otak sapi kandungan kolesterolnya sama
dengan 1 tubuh sapi.
2. Makanan mengandung trigleserin. Trigleserida merupakan lemak jahat dari tumbuhan. Minyak
goreng, santan, kelapa dan margarin
3. Makanan mendangung gula alkoholik. Minuman alkohol, durian dan tape.
Itulah beberapa pantangan yang harus dihindari penderita penyakit jantung dan stroke yang harus
dihindari. Konsumsi kalsium jenis asam amino dapat membantu mempertahan kesehatan jantung dan
terhindar dari resiko aritmia jantung.
Askep Kardiomiopati
1. Pengertian
Kardiomiopati kongestif/Dilatasi adalah suatu penyakit miokard yang primer atau idiopatik yang ditandai
dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal jantung kongestif. (FKUI,1996:1072)
Kardiomiopati kongestif adalah bentuk kardiomiopati yang ditandai adanya dilatasi atau pembesaran
rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri, dan statis darah dalam
ventrikel. (Smeltzer and Bare,Alih bahasa Agung Waluyo,2001:833)
Kardiomiopati dilatasi (DCM) adalah kerusakan yang luas pada miofibril dan mengganggu metabolisme
jantung. (Ignatavicus et al,1995:918)
Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kardiomiopati adalah penyakit miokard yang
primer atau idiopatik dengan adanya kerusakan yang luas pada miofibril jantung yang ditandai dengan
dilatasi dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran
antrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel.
2. Etiologi
Tidak ada etilogi yang pasti dari kardimiopati, tetapi kemungkinan ada hubungan dengan beberapa hal,
yaitu:
a. Primer (penyakit otot jantung tanpa diketahui penyebabnya)
b. Sekunder (penyakit otot dengan adanya penyebab atau kemungkinan penyebab), yaitu:
§ Kelainan autoimun
§ Hipertensi sistemik
§ Autoantibodi yaitu antimyocardial antibodies
§ Proses infeksi (infeksi bakteri/virus)
§ Gangguan metabolik (defisiensi thiamine dan scurvy)
§ Gangguan imunitas (leukimia)
§ Kehamilan dan kelainan post partum
§ Toxic proses (alkohol dan chemoterapi)
§ Proses infiltrasi (amyloidosis dan kanker)
3. Manifestasi Klinis
a. Kelelahan dan kelemahan
b. Dispneu saat beraktivitas
c. Paroksimal Nokturnal Dispneu
d. Batuk dan mudah lelah
e. Distensi vena jugularis
f. Kongesti vena sistemik
g. Disritmia atau blok jantung
h. Gagal jantung (bagian kiri)
i. Emboli sistemik/ pulmonary
j. Kardiomegali sedang-berat
k. Suara S3 dan S4 gallop pada auskultasi jantung
l. Insufisiensi mitral dan trikuspid
m. Tekanan darah normal/turun
n. Hepatomegali
o. Asites
p. Pittimg edema pada bagian tubuh bawah, Kulit dingin
4. Patofisiologi
Kardiomiopati Dilatasi mengakibatkan disfungsi pada ventrikel kiri dan kanan sehingga kekuatan
kontraksi jantung menurun yang akan disertai penurunan kardiak outut. Penurunan kardiak autput dapat
berakibat pada beberapa hal yaitu :
� Penurunan CO akan meningkatkan preload sehingga kongestif paru juga meningkat yang
menyebabkan darah residu di ventrikel kanan berlebihan. Karena darah residu di darah berlebihan maka
tekanan di ventrikel kanan juga meningkat sehingga aliran darah di atrium kanan terganggu, aliran balik
vena kava serta vena hepatika menjadi terhambat yang berefek pada peningkatan tekanan partial dan
statis darah di vena portal. Stasis darah yang berada di vena porta lama kelamaan menyebabkan vena di
hepar semakin membesar sehingga terjadilah hepatomegali. Hepatomegali yang terjadi pada klien dengan
kardiomiopati dilatasi akan mengkibatkan menurunnya fungsi hepar sebagai pembentuk protein plasma
yang mengatur perpindahan tekanan osmotik koloid dari cairan intraseluler ke ekstraseluler.
Terganggunya perpindahan CIS ke CES akan mengakibatkan terjadinya asites.
� Penurunan CO akan diikuti penurunan suplai darah dan Oksigen ke tubuh sehingga sup[lai dan
kebuthan darah sera oksigen yang diperlukan tubuh menjadi tidak seimabng dan perfusi jaringan menjadi
terganggu yang berdampak pada kelemahan dan kelelahan pada klien. Kelemahan dan kelelahan yang
dialami klien menyebabkan intoleransi aktivitas sehingga klien immobilisasi. Immobilisasi yan terlalu
lama akan mengakibatka penekanan yang menetap apda daerah yang ,menonjol sehingga sirkulasi
jaringan pada area tersebut akan terhambat dan terjadi hipoksia jaringan yang jika dibiarkan akan terjadi
gangguan pada integritas kulit.
� Penurunan CO mengakibatkan darah residu pada ventrikel kiri bertambah sehingga tekanan dalam
ventrikel kiri dan atrium kiri akan meningkat. Peningkatan tekanan ventrikel kanan dan atrium kiri akan
menghambat darah dari paru-pariu sehingga tekanan kapiler paru akan meningkat melebihi tekanan
osmotik koloid pada jaringan. Darah yang terhamabt akan menjadi transudat intertisisal alveolar yang
akan berdampak sesak pada klien.
� Pada penurunan CO mengakibatkan suplai darah ke ginjal menurun sehingga perfusi ginjal juga
menurun yang akan disertai penurunan filtrasi glomelurus. Hal-hal tersebut menyebabkan vasokontrikasi
pembuluh darah ginjal sehingga aldosteron meningkat. Peningkatan aldosteron dan retensi natrium akan
menyebbakan udema.
� Penurunan CO diiukti oleh penurunan suplai darah ke otak. Jika suplai darah ke otak menurun
menyebabkan perfusi di otak atau serebral terganggu yang dapat berakibat pada perubahan status mental.
Gambaran Kardiomiopati Dilatasi
(Ignatavicius et al,1995:919)
1. Dampak Terhadap Sistem Tubuh berkaitan Dengan Kebutuhan Dasar Manusia
a. Dampak Terhadap Sistem Tubuh
1) Sistem Pernafasan
Batuk dapat terjadi akibat darah kembali ke belakang entrikel menujupulmonary vessels. Abnormalitas
ketiaknyamanan bernafas atau dispneu dapat terjadi disebabkan menurunnya pengisian ventrikel kiri,
meningkatnya tekanan vena pulmonar dan pulmonar kongestif.
Dispneu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispneu
bahkan dapat terjadi saat istirahat matau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi
orttopnu, kesulitan bernafas saat berbaring. Pasien yang mengalami ortopneu tidak akan mau berbaring,
tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.
2) Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada yang kemungkinan disebabkan adanya iskemik miokard. Adanya penurunanya curah jantung,
gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan
menyebabkan kelemahan.
3) Sistem Pencernaan
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
Bila proses ini berkembang maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat nsehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan disstres pernafasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam
rongga abdomen.
4) Sistem Muskuloskeletal
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal
dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
5) Sistem Persyarafan
Menurunnya perfusi serebral akibat menurunnya cardiac out put menyebabkan terjadinya perubahan
mental status.
6) Sistem Integumen
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan
paha dan akhirnya ke genetalia ekstyerna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi
pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema
adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ujung jari, baru jelas terlihat setelah
terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.
7) Sistem Perkemihan
Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi
penderita pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
b. Dampak Terhadap Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga
dispneu, yang pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan lingkaran setan.
2. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Digitalis
Cardiak Output seperti digitalis mempunyai efek isotropic positif dan digunakan untuk meninngalkan
miokardium contractility dan cardiac output. Kegiatan mereka dengan peningkatan cardiac output
berlanjut dengan waktu kondisi, dan peningkatan refractory period . Permulaan obat-obat tersebut
diberikan dalam digitalis dosis untuk memperoleh efisiensi cardiac output yang maksimal. Jika efektivitas
obat itu diperoleh sangat besar, dosis lebih rendah digunakan untuk pemeliharaan. Efek samping obat ini
adalah mual dan muntah.
b. Vasodilator
Vasodilator menyebabkan relaksasi otot secara halus oleh karena mempersatukan vena, menurunkan
resistensi peripheral, dan akhirnya menurunkan daya kerja jantung. Vasodilator dalam dosis rendah
adalah aktivitas penurunan kapiler pulmonary dan ventrikel kiri sudut tekanan, dalam dosis tinggi, hal itu
menurunkan kelebihan daya. Efek samping obat ini diantaranya hipotensi, mual, muntah, sakit kepala
atau compensatory.
c. Istirahat
Pasien harus diletakan pada posisi untuk menghindari ketidakperluan membuang energi. Jika pasien
dalam ortopneu harus didukung dalam posisi fowler yang tingi. Pasien harus dimobilisasi secara teratur
untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah robeknyajaringan dikarenakan tekanan dari edema.
d. Pemenuhan oksigen ke jaringan
Penambahan oksigen digunakan untuk menjamin secara adekuat oksigen ke sel-sel. Selama pemberian
oksigen ini, harus diobservasi warna, respirasi dan tanda-tanda vital.
e. Menurunkan volume darah
Bila payah jantung, hal itu menyulitkan sirkulasi darah, dan akumulasi cairan di dalam jaringan. Volume
darah dapat diturunkan dengan menggunakan diuretic, diet pembatasan sodium. Bila perlu dilakukan
paracentesisi untuk mengangkat kelebihan cairan di operut. Perubahan CVP, berat badan dan tekanan
artery pulmonary adalah kemajuan yangbaik dalam indikasi mengurangi volume darah. Seperti volume
darah diturunkan penguatan kardiak akan meningkat dan oksigen ke sel-sel diperbaiki.
f. Terapi dengan diuretic
Diuretik digunakan untuk meningkatkan pengeluaran cairan secara cepat. Bila pasien diberi diuretic,
biasanya pasien menjadi lemah atau kebimbangan. Harus diobservasi kehilangan elektrolit, ketika diuretic
digunakan. Kehilangan tersebut dapat berupa kehilangan potassium, klorida, sodium, dan calsium.
Kehilangan pitasium dan klorida dapat menajdi asidosis metabolic. Observasi juga tanda-tanda
kehilangan elektrolit yaitu haus, kram, pada poerut, lemah, banyak tidur, kejang otot.
g. Diet pembatasan sodium
Membatasi pemasukan sodium dalam cara lain, sehingga darah dapat diturunkan. Sodium menyeabkan
retensi air, sumber eliminasi diet dari sodium dapat mencegah dan mengontrol rtensi cairan.
h. Rotating tourniquets
Memberikan tourniquet pada tungkai menurunkan kembalinya darah vena. Sirkulasi darah vena di
tungkai bawah dibatasi, dan muatan kerja dari jantung diperkecil/dikurangi. Tourniquet biasanya
digunakan selama dekompensasi dan edema pulmonary keras dan hanya sampai kekuatan kardiak
ditingkatkan. Beberapa ahli menentang penggunaan ini karena menyebabkan darah berkumpul pada
ekstremitas bagian bawah, tergantung pada posisi.
i. Pembedahan
Transplantasi jantung adalah pilihan pengobatan pada klien dengan kardiomiopati dilatasi berat (DCM)
Kriteria untuk seleksi dilakukannya transplantasi jantung adalah:
§ Harapan hidup kurang dari 1 tahun
§ Umur lebih muda dari 65 tahun
§ New York Heart Association (NYHA) kelas III-IV
§ Normal atau dengan peningkatan resistensi pulmonal yang sedikit
§ Tidak adanya infeksi aktif
§ Status psikososial yang stabil
§ Tidak adanya penyalahgunaan obat atau alkohol
8) Data Penunjang
(a) Pemeriksaan Laboratorium
Radiologi: Pada foto rontgen dada, terlihat adanya kardiomegali, terutama ventrikel kiri. Juga ditemukan
adanya bendungan paru dan efusi pleura
Elektrokardiografi: ditemukan adanya sinus takikardia, aritmia atrial dan ventrikel, kelainan segmen ST
dan gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular. Kadang-kadang ditemukan voltase QRS yang
rendah, atau gelombang Q patologis, akibat nekrosis miokard.
Ekokardiografi : Tampak ventrikel kiri membesar, disfungsi ventrikel kiri, dan kelainan katup mitral
waktu diastolik, akibat complience dan tekanan pengisian yang abnormal.
Bila terdapat insufisiensi trikuspid, pergerakan septum menjadi paradoksal. Volume akhir diastolik dan
akhir sistolik membesar dan parameter fungsi pompa ventrikel, fraksi ejeksi (EF) mengurang. Penutupan
katup mitral terlambat dan penutupan katup aorta bisa terjadi lebih dini dari normal. Trombus ventrikel
kiri dapat ditemukan dengan pemeriksaan 2D-ekokardiografi, juga aneurisma ventrikel kiri dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan ini.
Radionuklear: pada pemeriksaan radionuklear tampak ventrikel kiri disertai fungsinya yang berkurang.
Sadapan jantung: pada sadapan jantung ditemukan ventrikel kiri membesar serta fungsinya berkurang,
regurgitasi mitral dan atau trikuspid, curah jantung berkurang dan tekanan pengisian intraventrikular
meninggi dan tekanan atrium meningkat.
Bila terdapat pula gagal ventrikel kanan, tekanan akhir diastolik ventrikel kanan, atrium kanan dan
desakan vena sentralis akan tinggi. Dengan angiografi ventrikel kiri dapat disingkirkan dana neurisma
ventrikel sebagai penyebab gagal jantung.
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyimpangan yang menggunakan respon manusia (status kesehatan,
pola interaksi, baik aktual maupun potensial sebagai individu atau kelompok dimana perawat dapat
mengidentifikasi dan melaksanakan intervensi secara legal untuk mempertahankan status kesehatan).
Adapun diagnosa yang muncul adalah :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup,
aneurisme ventricular )
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,
kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya
curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
4. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus,
contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan
perfusi jaringan.
6. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
1. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien. Perawatan pada klien dengan kardiomiopati sama dengan pasien dengan gagal
jantung (Ignatavicius et al, 1995: 919) Menurut Doengoes, (alih bahasa I Made Kariasa, 2000:762)
adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan structural ( mis kelainan katup,
aneurisme ventricular )
Tujuan : Curah jantung tidak menurun
Kriteria hasil :
- Menunjukkan tanda vital yang dapat diterima ( disritmia terkontrol atau hilang )
- Menunjukan tanda gagal jantung ( mis: parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine
adekuat )
- Menunjukkan penurunan episode dipsnea
- Menunjukkan penurunan episode angina
- Ikur serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi Rasional
1. Auskultasi nadi apical : kaji frekuensi,
irama jantung ( dokumentasikan disritmia bila
tersedia telemetri )
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau TD
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
1. Biasanya terjadi takhikardi ( meskipun
pada saat istirahat ) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventricular.
Disritmia ventricular yang tidak responsive
terhadap obat didugaaneurisma ventricular.
2. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama gallops
umum ( S3 dan S4 ) dihasilkan sebagai aliran
darah ke dalam serambi yang distensi. Mur-
mur dapat menunjukkaninkompetensi/
stenosis katup.
3. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis pedis dan postibial. Nadi
mungkin cepat hilang atau tidak teraturuntuk
dipalpasi dan pulsus alternan ( denyut kuat
lain dan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Pada GJK dini, sedang dan kronis TD
dapat meningkat sehubungan dengan SVR.
Pada GJK lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
normal lagi
5. Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap tidak
11. Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
indikasi
12. Kolaborasi pemberian obat :
Diuretik : contoh furosemid (lasix),
asam etakrinik (Edecrin) ,bumetamid
(Bumex), spironolaton (Aldakton).
Vasodilator : contoh nitrat (nitro-dur,
isodril), arteriodilator, contoh
hidralazin (Apresoline), kombinasi
obat, contoh prazosin (Minippres)
Digoksin ( Lanoxin )
Captopril ( Capoten ), lisinopril
( Prinivil ), enalapril ( Vasotec )
Morfin Sulfat
Transquilizer/sedatif
Antikoagulan, contoh heparin dosis
rendah, warfarin ( Coumadin )
13. Kolaborasi pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total sesuai indikasi.
Hindari cairan garam
15. Kolaborasi EKG dan perubahan foto
dada.
16. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium,
contoh BUN, kreatinin. Pemeriksaan fungsi
hati ( AST, LDH ). PT/APTT/Pemeriksaan
koagulasi
adekuatnya curah jantung, vasokonstriktsi dan
anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai
refaktoriGJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan
kongestif vena.
11. Meningkatkan sediaan oksegen untuk
kebutuhanmiokard melawan efek
hipoksia/iskemia.
12.
Tipe dan dosis diuretic tergantung
pada derajat gagal jantung dan fungsi
ginjal. Penurunan preload paling
banyak digunakan dalam mengobati
pasien dengan curah jantung relatif
normal ditambah dengan gejala
kongesti. Diuretik blik reabsorbsi
diuretic, sehingga mempengaruhii
reabsorbsi natrium dan air.
Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi
( vasodilator ) dan tahanan vaskuler
sistemik ( arteriodilator ), juga kerja
ventrikel.
Meningklatkan kekuatan kontraksi
miokard dan memperlambat frekuensi
jantung dengan menurunkan konduksi
dan memperlama periode refaktori
pada hubungan AV untuk
meningkatkan efisiensi/curah jantung.
Inhibitor HCE dapat digunakan untuk
mengontrol gagal jantung dengan
menghambat konversi angiotensin
dalam paru dan menurunkan
vasokonstriksi, SVR dan tekanan
darah.
Penurunan tahan vaskuler dan aliran
balik vena menurunkan kerja miokard.
Menghilangkan cemas dan
mengistirahatkan siklus umpan balik
cemas/pengeluaran
katekolamin/cemas.
Meningkatkan istirahat/relaksasi dan
menurunkan kebutuhan oksegen dan
kerja miokard. Catatan : Ada ‘on trial’
oral yang analog dengan amrinon
( inocor ) agen inotropik positif,
disebut milrinon yang dapat cock
untuk penggunaan jangka panjang.
Dapat digunakan secara
profilaksisuntuk mencegah
pembentukkan thrombus/emboli pada
adanya factor resiko seperti stasis
vena, tirah baring, disritmia jantung
dan riwayat episode trombolik
sebelumnya.
13. Karena adanya peningkatan tekanan
ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi
peningkatan volume cairan ( preload ). Pasien
GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.
15. Depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen miokard,
meskipun tak ada penyakit arteri koroner.
Foto dada dapat menunjukkan pembesaran
jantung dan perubahan kongestif pulmonal.
16. Peningkatan BUN/Kreatinin
menunjukkan hiperfungsi/gagal ginjal.
AST/LDH dapat meningkat sehubungan
dengan kongesti hati dan menunjukkan
kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil
yang didetoksikasi oleh hati. Mengukur
perubahan pada proses koagulasi atau
keefektifan terapi antikoagulan.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,
kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan : Aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,
- Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan
dan kelelahan
- Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan
sesudah segera aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, diuretic,
penyekat beta.
2. Catat respon kardiopulmonal
terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat, pucat.
4. Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
6. Kolaborasi program rehabilitasi
jantung/aktivitas.
1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dengan aktivitas karena efek obat
( vasodilasi ), perpindahan cairan
( diurestik ) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen,
juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
4. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
6. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress,
bila disfungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus ( menurunnya
curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
Tujuan : volume cairan dalam batas normal/ adekuat
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran,
- Bunyi nafas bersih/jelas
- Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima
- Berat badan stabil
- Tak ada edema
- Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual.
Intervensi Rasional
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan
warna saat hari dimana diuresis terjadi.
5. Kaji distensi leher dan pembuluh
perifer. Lihat area tubuh dependen untuk
edema dengan/tanpa pitting ; cata adanya
edem tubuh umum ( anasarka ).
7. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan
dan/atau bunyi tambahan. Contoh krekels,
mengi. Catat adanya peningkatan dispnea,
1. Haluaran urine mungkin sedikit dan
pelkat ( khususnya selama sehari ) karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi telentang
membantu diuresis : sehingga haluaran
urine dapat ditingkatkan pada
malam/selama tirah baring.
5. Retensi cairan berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembendungan vena
dan pembentukan edema. Edema perifer
takipnea, ortopnea, dipsnea nocturnal
paroksismal, batuk persisten.
9. Pantau TD dan CVP ( bila ada ).
16. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi : diuretic, thiazid dan tambahan
kalium .
18. Konsul dengan ahli diet.
19. Kolaborasi foto torak
mulai pada kaki/mata kaki ( atau area
dependen ) dan meningkat sebagai
kegagalan paling buruk. Edema pitting
adalah gambaran secara umum hanya
setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan.
Peningkatan kongesti vascular
( sehubungan dsengan gagal jantung
kanan ) secara nyata mengakibatkan edema
jaringan sistemik.
7. Kelebihan volume cairan sering
menimbulkan kongesti paru. Gejala edema
paru dapat menunjukan gagal jantung kiri
akut. Gejala pernafasan pada gagal jantung
kanan ( dispnea, batuk, ortopnea ) dapat
timbul lambat tetapi lebih sulit membaik.
9. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukan kelebihan volume cairan dan
dapat menunjukan terjadinya/peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.
16. Meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada tubulus ginjal.
Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan
kalium berlebihan. Mengganti kehilangan
kalium sebagai efek samping terapi diuretic
yang dapat mempengaruhi fungsi jantung.
18. Perlu memberikan diet yang dapat
diterima pasien yang memenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan cairan.
19. Menunjukan perubahan indikasif
peningkatan/perbaikan kongesti paru.
d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-alveolus,
contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan
- GDA/oksimetri dalam rentang normal
- bebas gejala distress pernafasan
- Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, 1. Menyatakan adanya kongesti
mengi.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
dalam.
3. Dorong perubahan posisi sering.
4. Pertahankan duduk di kursi/tirah
baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-
30 derajat, posisi semi fowler. Sokong
tangan dengan bantal.
5. Kolaborasi pemeriksaan GDA, nadi
oksimetri.
6. Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan sesuai indikasi.
7. Berikan obat sesuai indikasi :
Diuretik dan bronkodilator
paru/pengumpulan secret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
3. Membantu mencegah ateletaksis dan
pneumonia.
4. Menurunkan konsumsi
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
inflamasi paru maksimal.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat
selama edema paru. Perubahan kompensasi
biasanya ada pada GJK kronis.
6. Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar yang dapat memperbaiki
/menurunkan hipoksemia jaringan.
7. Menurunkan kongesrti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasi jalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema, penurunan
perfusi jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
- Mempertahankan integritas kulit
- Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit , catat penonjolan tulang,
adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi, atau
kegemukan/kurus.
2. Pijat area kemerahan atau yang
memutih.
3. Ubah posisi sering di tempat
tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
4. Berikan perawatan kulit sering ,
meminimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.
1. Kulit beresiko karena gangguan
sirkulasi perifer, immobilitas fisik dan
gangguan status emosi.
2. Meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.
3. Memperbaiki sirkulasi/menurunkan
waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.
4. Terlalu kering atau lembab merusak
kulit dan mempercepat kerusakan.
5. Edema dependen dapat menyebabkan
sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko
5. Periksa sepatu kesempitan/sandal dan
ubah sesuai kebutuhan.
6. Hindari obat intramuskuler.
7. Kolaborasi berikan tekanan
alternatif/kasur, kulit domba, perlindungan
siku/tumit.
tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Edema interstitial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi.
7. Menurunkan tekanan pada kulit, dapat
memperbaiki sirkulasi.
f. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah tentang kondisi dan program pengobatan.
Kriteria hasil :
- Mengidentifikasi hubungan terapi ( program pengobatan ) untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi
- Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi cepat
- Mengidentifikasi stress pribadi/factor resiko dan beberapa teknik untuk menangani
- Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi Rasional
1. Diskusikan fungsi jantung normal.
Meliputi informasi sehubungan dengan
perbedaan dari fungsi normal. Jelaskan
perbedaan antra serangan jantung dan GJK
2. Kuatkan rasional pengobatan.
3. Diskusikan pentingnya menjadi seaktif
mungkin tanpa menjadi kelelahan dan
istirshat diantara aktivitas.
4. Diskusikan pentingnya pembatasan
natrium.
5. Diskusikan obat, tujuan dan efek
samping. Berikan instruksi secara verbal dan
tertulis.
6. Anjurkan makan diet pada pagi hari.
7. Anjurkan dan lakukan demonstrasi
ulang kemampuan mengambil dan mencatat
nadi harian dan kapan memberi tahu pemberi
perawatan.
8. Jelaskan dan diskusikan peran pasien
dalam mengontrol factor resiko (merokok)
dan factor pencetus atau pemberat( diet
tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif,
terpajan pada suatu ekstrem )
1. Pengetahuan proses penyakit dan
harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.
2. Pemahaman program, obat dan
pembatasan dapat meningkatkan kerjasama
untuk mengontrol gejala.
3. Aktivitas fisik berlebihan dapat
berlanjut menjadi melemahkan jantung,
eksaserbasi kegagalan.
4. Pemasukkan diet natrium diatas 3
gr/hari akan menghasilkan efek diuretic.
5. Pemahaman kebutuhan terapeutik
dan pentingnya upaya pelaporan efek
samping obat dapat mencegah terjadinya
komplikasi obat.
6. Memberikan waktu adekuat untuk
efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah /membatasi menghentikan tidur.
7. Meningkatkan pemantauan sendiri
pada kondisi/efek obat. Deteksi dini
perubahan memungkinkan intervensi tepat
waktu dan mencegah komplikasi seperti
toksisitas digitalis.
8. Menambah pengetahuan dan
memungkinkan pasien untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi
sehubungan dengan kontrol kondisi dan
mencegah berulang/komplikasi.