PENGARUH UKURAN RAJANGAN DAUN DAN LAMA PENYULINGAN
TERHADAP RENDEMEN DAN KARAKTERISTIK MINYAK SIRIH
(Piper betle L.)
Oleh
DIAN NOVALNY
F34101084
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
DIAN NOVALNY. F341101084. Pengaruh Ukuran Rajangan Daun dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Karakteristik Minyak Sirih (Piper betle L.). Di bawah bimbingan S. Ketaren. 2006.
RINGKASAN
Tanaman sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu jenis tanaman
obat dan merupakan tanaman yang sudah dikenal luas di Indonesia, namun penelitian mengenai budidaya, pasca panen maupun pemanfaatannya belum banyak dilakukan. Tanaman ini juga merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang sedang diusahakan untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran rajangan yang digunakan dan lama penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak yang dihasilkan. Isolasi minyak sirih dilakukan dengan cara penyulingan air dan uap (kukus).
Perlakuan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah ukuran rajangan dengan 3 taraf (2.1-3.0 cm), (3.1-4.0 cm) dan (4.1-5.0 cm) dan lama penyulingan dengan 3 taraf (3 jam), (4 jam) dan (5 jam). Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Analisis karakteristik yang dilakukan meliputi rendemen, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam dan analisis GCMS. Dari hasil analisa daun sirih segar diperoleh kadar air sebesar 84 % dan kadar minyak atsiri 0.4 %.
Ukuran rajangan berpengaruh terhadap rendemen minyak sirih. Semakin kecil ukuran rajangan maka rendemennya cenderung semakin meningkat. Lama penyulingan berpengaruh terhadap bobot jenis. Nilainya cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyulingan. Ukuran rajangan, lama penyulingan dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap indeks bias, kelarutan dalam alkohol 90 % dan bilangan asam. Dari analisis GCMS diperoleh bahwa komponen minyak atsiri yang dominan adalah senyawa golongan fenol dengan persentase 55.27 % yaitu chavicol (1.86 %), 2-(2 propenyl) phenol (24.80 %), 2 methoxy -4-(2 propenyl) phenol (17.10 %) dan eugenol (11.51 %).
Kombinasi perlakuan terbaik adalah perlakuan bahan dengan ukuran rajangan 2.1-3.0 cm dan lama penyulingan 5 jam dengan rendemen 0.43 %. Sifat fisik kimianya sebagai berikut: bobot jenis: 0.9873, indeks bias: 1.4983, kelarutan dalam alkohol 90 %: 1:1.5 dan bilangan asam: 6.88.
DIAN NOVALNY. F34101084. The Effect of Cutting Size and Distiliation Time to The Yield and Characteristic of Betle Oil (Piper betle L.). Supervised by S. Ketaren. 2006.
SUMMARY
Betle is one of the medicinal plant and has been widely recognized in Indonesia, but the research about cultivation, post harvest and utilization has been rarely done. This plant also one of the essential oil resource which is being developed because of its high economic value.
This research aim to know the effect of cutting size and distillation time to the yield and characteristic of the oil. The betle oil was isolated by water-steam distillation.
Treatment in this research are cutting size by 3 level (2.1-3.0 cm), (3.1-4.0 cm) and (4.1-5.0 cm), and distillation time by 3 level (3 hours), (4 hours) and (5 hours). This experiment use two repetition of Factorial Complete Random Design. Physico chemical of the oil involves yield of the oil, specific gravity, refractive index, solubility in alcohol, acid value and GCMS analysis. Result of fresh betle leaf analysis obtained: water content 84 % and essential oil content 0.4 %.
Cutting size has a significant effect on the yield of betle oil. The smaller cutting size tend to increase the yield. Distillation time has a significant effect on specific gravity. The longer distillation time tend to increase specific gravity value. The cutting size, distillation time and its interaction haven’t affected on refractive index, solubility in alcohol 90 % and acid value.
GCMS analysis show that the main component is fenol (55.27 %), contain of chavicol (1.86 %), 2-(2 propenyl) phenol (24.80 %), 2 methoxy-4-(2 propenyl) phenol (17.10 %) and eugenol (11.51 %).
Best treatment is cutting size is 2.1-3.0 cm and distillation time 5 hours. These treatment produce the oil, oil yield (0.43 %), specific gravity (0.9873), refractive index (1.4983), solubility in alcohol 90 % (1:1.5) and acid value (6.88).
PENGARUH UKURAN RAJANGAN DAUN DAN LAMA PENYULINGAN
TERHADAP RENDEMEN DAN KARAKTERISTIK MINYAK SIRIH
(Piper betle L.)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertaniaan Bogor
Oleh
DIAN NOVALNY
F34101084
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
” PENGARUH UKURAN RAJANGAN DAUN DAN LAMA PENYULINGAN
TERHADAP RENDEMEN DAN KARAKTERISTIK MINYAK SIRIH (Piper
betle. L.)”
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, April 2006
Yang membuat pernyataan.
Nama: Dian Novalny
Nrp : F34101084
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dian Novalny, dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 13
November 1983. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, pasangan
Bapak Naumar dan Ibu Mardiani.
Setelah menyelesaikan sekolah di bangku taman kanak-kanak pada tahun
1989, penulis kemudian melanjutkan ke sekolah dasar di SD Negeri 005
Pekanbaru-Riau. Pada tahun 1995, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1
Pekanbaru-Riau, setelah itu melanjutkan ke SMU Negeri 1 Pekanbaru-Riau pada
tahun 1998. Setelah lulus SMU pada tahun 2001, penulis melanjutkan studi ke
Insitut Pertanian Bogor pada Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui
jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Teknologi Minyak Lemak dan Oleokomia dan asisten mata kuliah Teknologi
Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun ajaran 2004/2005.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
Laboratorium Teknologi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dan
Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Purwoko, MSi dan Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku dosen
penguji yang telah memberikan bantuan dan saran.
2. Bapak Ir. S. Ketaren, MS, sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan dan saran kepada penulis.
3. Papa, Mama, Kak Iya, Adek dan Adit, serta seluruh keluarga, yang telah
banyak memberikan bantuan materil, kasih sayang, semangat dan doanya.
4. Manda, Nunung, Maya, Anni, Oryza, Hanni, Wiwin dan Yeni atas
kebersamaannya selama kuliah.
5. Dicki dan Wina teman sebimbingan atas bantuan dan kebersamaannya.
6. Fricy family yang telah memberikan dorongan dan semangat.
7. Bapak Yayan yang telah membantu untuk menyediakan bahan.
8. Segenap staf dan karyawan Laboratorium Teknologi Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Bogor.
9. Segenap staf dan karyawan Laboratorium Pengawasan Mutu, Teknik Kimia
dan Pengemasan yang telah membantu penulis pada saat penelitian.
10. Teman-teman TIN 38 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, April 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG...................................................................... 1
B. TUJUAN .......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
A. DAUN SIRIH ................................................................................... 3
1. Tanaman Sirih .............................................................................. 3
2. Komposisi dan Daya Guna Minyak Sirih .................................... 4
B. MINYAK SIRIH .............................................................................. 6
1. Komponen Kimia Minyak Sirih ................................................... 6
2. Sifat Fisik-Kimia dan Daya Guna Minyak Sirih .......................... 8
C. PENYULINGAN MINYAK SIRIH ................................................ 9
III. METODOLOGI .................................................................................... 12
A. BAHAN DAN ALAT ...................................................................... 12
B. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 12
1. Penelitian Pendahuluan ................................................................ 12
2. Penelitian Utama .......................................................................... 13
C. RANCANGAN PERCOBAAN ....................................................... 13
D. PENGAMATAN .............................................................................. 14
!V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 16
A. PENELITIAN PENDAHULUAN ................................................... 16
1. Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri ............................................ 16
2. Penyulingan Daun Sirih ............................................................... 17
B. PENELITIAN UTAMA ................................................................... 18
1. Rendemen ..................................................................................... 18
2. Bobot Jenis ................................................................................... 20
3. Indeks Bias .................................................................................. 21
4. Kelarutan dalam Alkohol 90 % ................................................... 22
5. Bilangan Asam ............................................................................ 23
6. Gas Chromatography/Mass Spectrometry (GCMS) ................... 24
7. Pemilihan Kombinasi Perlakuan Terbaik ................................... 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 27
A. KESIMPULAN ................................................................................ 27
B. SARAN ............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 28
LAMPIRAN ................................................................................................ 30
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi daun sirih ................................................................ 5 Tabel 2. Kadar minyak sirih .................................................................... 6 Tabel 3. Senyawa kimia penyusun minyak sirih ..................................... 7 Tabel 4. Senyawa dominan yang terdeteksi dalam minyak sirih ............ 7 Tabel 5. Sifat fisik dan kimia minyak sirih ............................................. 9 Tabel 6. Data analisa daun sirih segar ..................................................... 16 Tabel 7. Data rendemen dan karakteristik minyak sirih .......................... 17 Tabel 8. Hasil analisa indeks bias minyak sirih ...................................... 22 Tabel 9. Hasil analisa kelarutan dalam alkohol 90 % minyak sirih ........ 23 Tabel 10. Hasil analisa bilangan asam minyak sirih ................................. 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumus bangun komponen kimia minyak sirih ....................... 8 Gambar 2. Penampang ketel penyulingan air-uap .................................... 11 Gambar 3. Diagram alir penelitian utama ................................................. 15 Gambar 4. Histogram pengaruh ukuran rajangan dan lama penyulingan terhadap rendemen minyak sirih ............................................. 19 Gambar 5. Histogram pengaruh ukuran rajangan dan lama penyulingan terhadap bobot jenis minyak sirih ........................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Analisa daun sirih segar ...................................................... 31 Lampiran 2. Analisa karakteristik minyak sirih ...................................... 32 Lampiran 3a. Hasil analisa rendemen minyak sirih .................................. 35 Lampiran 3b. Analisa keragaman rendemen minyak sirih ........................ 36 Lampiran 3c. Hasil uji Duncan pengaruh ukuran rajangan terhadap rendemen minyak sirih ........................................................ 36 Lampiran 4a. Hasil analisa bobot jenis minyak sirih ................................ 37 Lampiran 4b. Analisa keragaman bobot jenis minyak sirih ...................... 37 Lampiran 4c. Hasil uji Duncan pengaruh lama penyulingan terhadap bobot jenis minyak sirih ...................................................... 37 Lampiran 5. Analisa keragaman indeks bias minyak sirih ...................... 38 Lampiran 6. Analisa keragaman kelarutan dalam alkohol 90 % minyak sirih ...................................................................................... 38 Lampiran 7. Analisa keragaman bilangan asam minyak sirih ................. 38 Lampiran 8. Gambar daun sirih ............................................................... 39 Lampiran 9. Gambar alat penyulingan air-uap yang digunakan dalam penelitian ............................................................................. 40 Lampiran 10. Kromatogram hasil analisis minyak sirih dengan GCMS ... 41 Lampiran 11. Senyawa yang terdeteksi dalam minyak sirih dengan GCMS ................................................................................. 42 Lampiran 12. Pembobotan pemilihan kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan nilai kepentingan ............................................. 43
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanaman sirih (Piper betle L.) merupakan salah satu tanaman yang
sudah dikenal luas di Indonesia, namun penelitian mengenai budidaya, pasca
panen maupun pemanfaatannya belum banyak dilakukan. Tanaman sirih
termasuk dalam jenis tanaman obat-obatan yang tergolong dalam famili
Piperacea, satu famili dengan tanaman lada. Tanaman sirih dibedakan
menjadi beberapa jenis berdasarkan bentuk daun, aroma dan rasa. Jenis-jenis
sirih tersebut diantaranya sirih jawa, sirih banda, sirih cengkeh, sirih hitam dan
sirih kuning (Syukur dan Hernani, 2002).
Mengingat kandungan bahan kimia yang cukup beragam dalam sirih,
maka peluang pemanfaatannya cukup terbuka, tidak saja untuk obat tetapi
untuk keperluan lainnya. Hampir semua bagian tanaman dapat digunakan
untuk obat, dan pemakaiannya sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai
jenis penyakit sudah meluas namun masih tradisional. Tanaman ini adalah
salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang sedang diusahakan untuk
dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Manfaat dari daun sirih cukup beragam diantaranya sebagai obat sakit
gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas dicabut gigi,
penghilang bau mulut, batuk dan serak serta antiseptik. Daun sirih
mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan dalam industri farmasi
(bahan baku obat batuk dan asma).
Penyulingan minyak sirih perlu dilakukan dengan memperhatikan
ukuran bahan yang disuling (perajangan) dan waktu penyulingan yang sesuai
agar diperoleh rendemen dan karakteristik minyak yang baik dan sesuai
dengan yang diinginkan.
Proses penyulingan minyak sirih dengan waktu dan kondisi (ukuran)
bahan yang tepat untuk menghasilkan minyak dengan rendemen dan
karakteristik yang baik, sejauh ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian tentang proses penyulingan yang dapat menghasilkan
minyak sirih dengan rendemen dan karakteristik yang baik.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran
rajangan yang digunakan dan lama penyulingan terhadap rendemen dan
karakteristik minyak yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DAUN SIRIH (Piper betle L.)
1. Tanaman Sirih
Di dalam taksonomi tumbuhan, tanaman sirih (Piper betle L.)
tergolong dalam famili Piperaceae, satu famili dengan tanaman lada
(Tampubolon, 1981). Klasifikasi lengkap tanaman sirih menurut Koesmiati
(1966) adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
Tanaman sirih banyak dijumpai di pantai timur Afrika, sekitar pulau
Zanzibar, lembah sungai Indus menyusuri sungai Yang Tse Kiang, kepulauan
Banin, Fiji, India, Srilangka dan daerah Melayu termasuk Indonesia, yang
menyebar hampir ke seluruh pulau meskipun dengan areal tanaman yang tidak
terlalu luas (Dharma, 1985).
Dalam bahasa Jawa. sirih dikenal dengan nama suruh atau sedah.
termasuk tumbuhan merambat. Tumbuh dengan baik pada ketinggian 5-700
meter dari permukaan laut, dengan ketinggian pohon bisa mencapai 5-15
meter. Biasanya tanaman sirih tumbuh merambat pada pohon randu dan kelor,
atau pada tonggak yang sengaja dibuat untuk keperluan tersebut.
Daun sirih kebanyakan berwarna hijau tua dengan bentuk seperti
jantung dan belahan daun sering tidak sama besarnya. Ujung daun meruncing
pendek, pinggiran daun merata tetapi sering agak berombak, helaian daun
tebal, telapak dan punggung daun licin mengkilap warna hijau terang,
biasanya berurat daun 5-7 pasang, tangkai daun kuat, panjang 2-2.5 cm
(Darwis, 1992). Daun sirih berukuran besar bisa mencapai 20 cm. Bunga
tanaman sirih berkumpul sebagai bulir jantan dan betina, dengan buah berbiji
yang ujungnya bundar (Dharma, 1985).
Menurut Sastroamidjojo (1962), berdasarkan bentuk dan tempat
tumbuhnya, daun sirih dibagi menjadi 5 jenis yaitu:
a. Sirih Jawa
Daunnya lunak, baunya kurang tajam, berwarna hijau rumput dan paling
banyak. Biasanya terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b. Sirih Banda
Daunnya besar, berwarna hijau atau kuning, berasa pedas dan berbau tajam,
ditemukan di daerah Banda, Seram timur dan Ambon, tetapi kurang
disenangi.
c. Sirih Cengkeh
Daun berwarna kuning, berasa pedas dan tajam seperti cengkeh
d. Sirih Kuning (Ondro)
Daunnya kecil dan berwarna kuning, lebih lunak, bau kurang tajam, banyak
ditemukan di daerah Jawa Barat.
e. Sirih Hitam
Berbau sangat tajam dan sering digunakan untuk campuran obat.
Menurut Dharma (1985), tanaman sirih dapat diperbanyak dengan
cara melakukan penyetekan, yaitu dengan menggunakan batang dari tanaman
sirih, selain itu tanaman sirih dapat diperbanyak menggunakan bijinya.
Pemanenan daun sirih dapat dilakukan dengan cara pemetikan.
Pemetikan daun sirih tidak boleh dilakukan pada daun muda dan sebaiknya
dilakukan setelah berumur 1 tahun serta dapat dipetik secara terus menerus
selama 10-12 tahun. Untuk mendapatkan daun yang berasa sedikit pedas dan
tajam, sebaiknya pemetikan dilakukan pada cabang samping dan tidak dipetik
pada waktu siang hari.
2. Komposisi dan Daya Guna Daun Sirih
Menurut Darwis (1992) di dalam 100 gram daun sirih segar
terkandung komposisi seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi daun sirih
Kadar air 85.14 %
Protein 3.1 %
Lemak 0.8 %
Karbohidrat 6.1 %
Serat 2.3 %
Bahan mineral 2.3 %
Kalsium 230 mg
Fosfor 40 mg
Besi 7 mg
Besi ion 3.5 mg
Karoten (dalam bentuk vitamin A) 9600 IU
Tiamin 70 µg
Riboflavin 30 µg
Asam nikotinat 0.7 µg
Vitamin C 5 mg
Yodium 3.4 µg
Kalium nitrit 0.26-0.42 mg
Sumber: Darwis (1992)
Pada umumnya penggunaan daun sirih adalah sebagai makanan
kegemaran dan sebagai obat. Sebagai makanan kegemaran, daun sirih telah
digunakan sejak zaman dahulu sebagai jamuan kehormatan bagi tamu-tamu
raja. Biasanya daun sirih dimakan bersama kapur sirih, gambir dan pinang.
Kebiasaan makan sirih atau “nginang” ini masih berlangsung sampai
sekarang, terutama bagi wanita lanjut usia (Koesmiati, 1966).
Sebagai obat, seduhan daun sirih dapat dimanfaatkan untuk
menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, menciutkan
pembuluh darah serta sebagai obat batuk. Daun sirih yang masih segar dapat
dipergunakan untuk menghentikan pendarahan hidung atau “mimisan”,
sedangkan air rendaman daun sirih dapat digunakan untuk mencuci mata,
sehingga dapat menyembuhkan penyakit mata (Dharma, 1985).
B. MINYAK SIRIH
1. Komponen Kimia Minyak Sirih
Minyak sirih merupakan komponen yang penting dan memberikan bau
aromatik dan rasa pedas yang khas. Kadar minyak sirih telah banyak diteliti
dan ternyata memberikan hasil yang berbeda-beda, seperti terlihat pada Tabel
2. Adanya perbedaan kadar minyak sirih kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan jenis daun sirih, tempat tumbuh dan iklim. Menurut Koesmiati
(1966), perbedaan tempat tumbuh dan iklim akan mepengaruhi bentuk dan
rasa daun sirih yang berkaitan dengan sintesa minyak atsiri.
Tabel 2. Kadar minyak sirih
Peneliti Minyak sirih (%)
Bhoyan (1962) 0.5
Dutt (1957) 0.7-2.6
Ueda dan Sasaki (1952) 1.72-2.40
Guenther (1948) 0.6-1.8
Kofuku dan Ryakato (1935) 0.65
Nigan dan Purahoit (1962) 0.7
Hidayat (1962) 1.77-2.00
Duke (1929) 0.8-1.8
Sumber: Hidayat (1968)
Berdasarkan hasil penelitian Koesmiati (1966) menunjukkan bahwa
82.8 % komponen penyusun minyak sirih terdiri dari golongan fenol,
sedangkan 18.2 % merupakan senyawa non fenol. Senyawa kimia penyusun
minyak sirih disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Senyawa kimia penyusun minyak sirih *
Komponen kimia Kandungan dalam minyak atsiri (%) 1 2
Senyawa fenol: Kavikol 5.4 7.2-16.7
Karvakrol 4.4 2.2-5.6 Eugenol 40.5 26.8-42.5
Kavibetol 3.5 2.7-6.2 Metil eugenol - 4.2-15.8
Sineol 6.5 2.4-4.8 Estragol 7.5 -
Alil pirokatekol - 0-9.6 Senyawa non fenol
Terpen 2.3 - Kariofilen 11.9 3.0-9.8 Kadinen 9.1 2.4-8.8
Seskuiterpen 7.5 4.5-6.8 P-simen - 1.2-2.5
Polimerized oil 0.9 0.5-2.4 * Sumber: Hidayat (1968) Keterangan: 1. Dutt (1957) 2. Nigan dan Purahoit (1962)
Berdasarkan hasil penelitian Sosialsih (2002), menunjukkan bahwa
komponen minyak sirih dapat digolongkan menjadi kelompok fenol (32.36 %)
dan terpen. Fenol termasuk alkohol, bersifat lebih asam daripada alkali dan
dapat mematikan semua jenis sel. Oleh karena itu sering digunakan sebagai
desinfektan.
Tabel 4. Senyawa dominan yang terdeteksi dalam minyak sirih
Nama Senyawa Kadar (% Relatif) Rumus Kimia
Alilfenil asetat 7.64 C11H12O2
Kariofilena 9.48 C15H24
Kopana 20.6 C15H24
Kavikol 5.73 C9H10O
2-metoksi-4-(1 propenil) fenol 22.63 C12H14O3
Eugenol 4 C10H12O2
Isokariofilen 3.01 C15H24
α-farnesen 5.96 C15H24
1-metoksifenil 4.41 C11H16
Sumber: Sosialsih (2002)
Rumus bangun beberapa komponen kimia minyak sirih dapat dilihat
pada Gambar 1.
OH O
OH
Kopana Eugenol Kavikol
O
O
OH
α-farnesen
2-metoksi -4-(1 propenil) fenol
Gambar 1. Rumus bangun komponen kimia minyak sirih
2. Sifat Fisik-Kimia dan Daya Guna Minyak Sirih
Menurut Dutt (1957), minyak sirih mempunyai berat jenis sebesar
(0.9408-1.0482), indeks bias (1.5048-1.5088), bilangan asam (4.2-14.8) dan
bilangan penyabunan minyak sirih (5.84-8.36). Minyak sirih berwarna kuning
kecoklatan, mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut di dalam pelarut
organik seperti alkohol, eter dan kloroform serta tidak larut dalam air.
Sosialsih (2002) melakukan pengamatan terhadap sifat fisik daan
kimia minyak sirih, terdiri dari warna, bau, bobot jenis, indeks bias, kelarutan
dalam alkohol dan bilangan asam. Hasil pengamatan sifat fisik dan kimia
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat fisik dan kimia minyak sirih
Sifat Fisik dan Kimia Hasil Pengamatan
Warna Kuning jernih
Bau Khas sirih
Bobot jenis (25/25 ° C) 0.9898 g/ml
Indeks bias (20 ° C) 1.5026
Kelarutan dalam alkohol 85 % 1:5
Bilangan asam 6.32
Sumber: Sosialsih (2002)
Kegunaan minyak sirih menurut Quisumbing (1951) antara lain:
1. Untuk mengobati gangguan di daerah hidung dan tenggorokan.
2. Sebagai salep pada tumor.
3. Sebagai fungisida dan bakterisida yang dipakai untuk mengobati
gatal dan mencuci luka.
4. Untuk mengobati diphteria.
Minyak sirih ini belum diproduksi untuk diperdagangkan, meskipun
besar manfaatnya dalam industri farmasi.
C. PENYULINGAN MINYAK SIRIH
Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan
atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik
uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam
air (Ketaren, 1985).
Berdasarkan penelitian Yunilawati (2002), sebelum disuling. daun
sirih diiris halus (dirajang). Minyak atsiri dalam tanaman aromatik, dikelilingi
oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantung minyak atau rambut
glandular. Bila bahan dibiarkan utuh, minyak atsiri hanya dapat diekstraksi
apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya ke
permukaan. Proses ini hanya dapat terjadi karena peristiwa hidrodifusi, suatu
fenomena yang penting artinya dalam proses penyulingan tanaman. Tetapi
proses difusi berlangsung sangat lambat, bila tanaman atau bagian tanaman itu
dibiarkan dalam keadaan utuh atau dirajang berupa partikel-partikel kasar saja.
Jadi sebaiknya bahan tanaman sebelum diproses, dirajang terlebih dahulu
menjadi potongan-potongan kecil. Hal ini untuk memudahkan proses
penguapan minyak yang terdapat di dalamnya, karena perajangan ini
menyebabkan kelenjar minyak dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan lainnya
yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan waktu penyulingan lebih
singkat (Lutony, 1994).
Penyulingan (destilasi) minyak sirih dilakukan dengan cara
penyulingan air-uap (water-steam distilation). Penyulingan air-uap merupakan
salah satu metode penyulingan tidak langsung (indirect distilation).
Daun sirih yang akan disuling ditempatkan di tempat tersendiri yang
dialiri dengan uap air, atau secara lebih sederhana daun diletakkan di atas air
mendidih (Harris, 1993). Prinsip penyulingan dengan cara ini adalah dengan
menggunakan tekanan uap rendah. Daun sirih diletakkan di atas saringan
berlubang yang terletak beberapa sentimeter di atas air di dalam ketel. Setelah
air mendidih, uap air akan keluar melalui melalui lubang-lubang saringan dan
terus mengalir melalui sela-sela daun sirih. Bersama uap air ini akan ikut
terbawa minyak sirih yang dikandung oleh daun. Uap air yang timbul
disalurkan melalui pipa, yang selanjutnya masuk ke ketel pendingin
(kondensor). Dalam ketel pendingin ini uap air berkondensasi menjadi air dan
minyak. Campuran antara minyak sirih dan air ini ditampung pada botol
florentine, kemudian dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah.
Walaupun minyak sudah dipisahkan dari destilat, namun masih terdapat air.
Air yang tersisa dalam minyak sirih diserap dengan menggunakan Na2SO4
anhidrat.
d b c g e
Gambar 2. Penampang ketel penyulingan air-uap (Lutony, 1994)
Keterangan:
a. Sumber panas e. Saluran pembuangan
b. Kondensor f. Tabung penampung dan pemisah
c. Saluran pemasukan air dingin minyak atsiri dan air
d. Saluran pengeluaran air dingin g. Plat berpori
a
bahan air f
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Baku
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih hijau
segar (Piper betle L.) yang diperoleh dari daerah Pasir Ipis, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor. Ciri-ciri dari daun sirih ini adalah daun berwarna
hijau, pangkal daunnya berbentuk jantung dengan ujung yang meruncing.
Daun sirih ini memiliki panjang 10-15 cm.
2. Bahan Kimia.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah: xilena, Na2SO4 anhidrat,
alkohol 90%, alkohol 95%, indikator penolphtalein dan NaOH 0.1%.
3. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan penyulingan dengan metode
air-uap, labu didih, gunting, timbangan, neraca analitik, erlenmeyer, gelas
piala, labu ukur, refraktometer, piknometer, tabung reaksi, buret dan alat untuk
analisa GCMS.
B. METODOLOGI PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi analisis kadar air, kadar minyak atsiri,
penyulingan daun sirih segar dan penyulingan daun sirih yang telah diangin-
anginkan. Analisis yang dilakukan terhadap minyak sirih pada penelitian
pendahuluan meliputi analisis rendemen, indeks bias dan kelarutan dalam
alkohol 70 %, 80 % dan 90 %. Metode pengujian kadar air dan kadar minyak
atsiri daun sirih segar dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui rendemen dan
karakteristik minyak sirih berdasarkan pengamatan faktor ukuran rajangan dan
lama penyulingan. Diagram alir penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 3.
2.a. Metode Penyulingan
Sebelum melakukan penyulingan, daun sirih dirajang dengan gunting.
Hasil rajangan langsung dimasukkan ke dalam ketel suling. Pengaturan bahan
pada waktu pengisian ke dalam ketel suling harus merata sehingga tidak
mengganggu proses penyulingan.
Penyulingan daun sirih segar dilakukan dengan menggunakan cara
penyulingan air-uap (water-steam distillation) dan lama penyulingan dihitung
mulai pada saat tetesan kondesat pertama kali.
2.b. Perlakuan
Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Ukuran rajangan daun sirih (A) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu:
2.1-3.0 cm (A1), 3.1-4.0 cm (A2) dan 4.1-5.0 cm (A3).
2. Lama penyulingan (B) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu:
3 jam (B1), 4 jam (B2) dan 5 jam (B3).
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap pada percobaan Faktorial, terdiri dari dua faktor dengan dua kali
ulangan.
Model matematis rancangan percobaan tersebut adalah:
Yijk = µ + Ai + Bj + AB ij + єij(k)
Keterangan:
Yijk : nilai pengamatan untuk perlakuan ukuran rajangan dan lama
penyulingan pada masing-masing taraf ke-i dan ke-j dan ulangan ke-k
µ : rataan
Ai : pengaruh faktor ukuran rajangan pada taraf ke-i, i= 1, 2, 3
Bj : pengaruh faktor lama penyulingan pada taraf ke-j, j= 1,2, 3
AB ij : pengaruh interaksi antara faktor ukuran rajangan dengan lama
penyulingan pada taraf ke-i, dan ke-j, ulangan ke-k.
єij(k) : galat (kesalahan percobaan)
D. PENGAMATAN
Pengamatan yang dilakukan setelah penyulingan meliputi rendemen
minyak (SNI 06-3735-1998), analisa sifat fisik dan kimia terdiri dari bobot
jenis (SNI 06-2388-1998), indeks bias (SNI 06-2388-1998), kelarutan dalam
alkohol 90% (SNI 06-2388-1998) dan bilangan asam (Ketaren. 1985) serta
analisis dengan GCMS. Metode pengujian karakteristik minyak dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Gambar 3. Diagram alir penelitian utama
Na2SO4.xH2O
Daun sirih segar
Penyortiran
Perajangan
2.1-3.0 cm 3.1-4.0 cm 4.1-5.0 cm
Penyulingan
3 jam 4 jam 5 jam
Minyak sirih dan air
Penambahan Na2SO4 anhidrat
Penyaringan
Analisa (bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol 90 % dan bilangan asam)
Minyak sirih
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Kadar Air dan Kadar Minyak Atsiri
Hasil pengukuran kadar air dan kadar minyak atsiri dari daun sirih
segar tertera pada Tabel 6.
Tabel 6. Data analisa daun sirih segar
Analisa Nilai (%) Kadar air 84
Kadar minyak atsiri 0.4
Hidayat (1968) menyatakan bahwa kadar air dari daun sirih segar
sebesar 85.4 %. Pengukuran kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan
air pada daun sirih segar. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa kadar air
daun sirih segar adalah 84 %. Nilai yang dihasilkan ini tidak begitu berbeda
dengan literatur sebelumnya. Tingginya kadar air yang diperoleh disebabkan
karena bahan yang digunakan dalam keadaan segar dan tidak dilakukan
pengeringan. Selain itu bisa juga disebabkan karena daun sirih biasanya hanya
dapat hidup di lingkungan dengan intensitas air yang tinggi.
Sosialsih (2002) menyatakan bahwa kadar minyak atsiri dari daun sirih
segar adalah sekitar 0.2 %. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa
kadar minyak atsiri dari daun sirih segar adalah 0.4 %. Nilai yang dihasilkan
sedikit berbeda dari literatur. Adanya perbedaan kadar minyak atsiri
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jenis daun sirih. tempat tumbuh atau
iklim. Menurut Koesmiati (1966), perbedaan tempat tumbuh dan iklim akan
mempengaruhi bentuk dan rasa daun sirih, yang berkaitan dengan sintesa
minyak atsiri.
2. Penyulingan Daun Sirih
Hasil penyulingan daun sirih segar dan penyulingan daun sirih yang
diangin-anginkan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Data rendemen dan karakteristik minyak sirih
Penyulingaan
Pendahuluan
Kadar Air
(%)
Rendemen
(%)
Indeks Bias Kelarutan
dalam
Alkohol
A 84.00 0.49 1.4979 Tidak larut
dalam alkohol
70 % dan 80
%, larut dalam
alkohol 90 %
B 79.30 0.40 1.4975
Keterangan: A. Daun sirih segar
B. Daun sirih yang diangin-anginkan Tabel 7 menunjukkan bahwa rendemen yang diperoleh dari daun segar
lebih besar nilainya daripada dengan daun yang diangin-anginkan. Hal ini
disebabkan karena pada daun yang diangin-anginkan ada sebagian kecil
minyak atsiri yang menguap. Air dalam tanaman akan berdifusi sambil
mengangkut minyak atsiri dan akhirnya menguap.
Daun segar mempunyai nilai indeks bias yang sedikit lebih tinggi yaitu
1.4979 daripada daun yang diangin-anginkan yaitu 1.4975. Pada daun segar,
ikatan tidak jenuh dapat mengalami resinifikasi sehingga nilai indeks bias
menjadi lebih tinggi. Di samping itu dengan kandungan air yang lebih tinggi
mengakibatkan kesempatan proses hidrolisis ester semakin tinggi yang
menghasilkan senyawa-senyawa baru seperti alkohol daan asam karboksilat
sehingga kerapatan komponen minyak menjadi semakin tinggi. Hasil analisis
kelarutan minyak sirih dalam alkohol menunjukkan bahwa minyak sirih tidak
larut dalam alkohol 70 %. Penambahan konsentrasi alkohol menjadi 80 %
tetap tidak dapat melarutkan minyak sirih. Uji selanjutnya dengan konsentrasi
alkohol 90 % menunjukkan bahwa minyak sirih dapat larut dalam alkohol 90
%. Minyak sirih tidak larut dalam alkohol 70 % dan 80 % disebabkan karena
belum ada kesesuaian polaritas antara minyak dan alkohol.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Rendemen
Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui persentase minyak
dalam bahan yang dapat diisolasi pada kondisi tertentu yang dijadikan sebagai
perlakuan. Rendemen minyak sirih yang dihasilkan dapat dilihat pada
Lampiran 3a. Berdasarkan hasil analisa, rendemen rata-rata minyak sirih yang
diperoleh berkisar dari 0.26 % sampai 0.46 % dengan rata-rata keseluruhan
0.36 %.
Hasil sidik ragam (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa perlakuan
ukuran rajangan berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak sirih yang
dihasilkan. Faktor lama penyulingan dan interaksi antara ukuran rajangan
dengan lama penyulingan tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak yang
dihasilkan.
Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa pengaruh ukuran rajangan
berbeda nyata terhadap rendemen minyak sirih. Bahan dengan ukuran
rajangan 2.1-3.0 cm menghasilkan rendemen dengan rata-rata terbesar 0.4100.
Semakin kecil ukuran rajangan, maka nilai rendemennya cenderung semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena pada bahan yang berukuran lebih kecil
(2.1-3.0 cm), sebagian jaringan daunnya telah hancur sehingga sebagian besar
kantong minyak pecah. Akibatnya minyak dapat keluar dengan mudah dan
akan menguap bila bersinggungan dengan uap air. Selain itu, ukuran rajangan
yang semakin kecil menyebabkan proses hidrodifusi berjalan lebih cepat.
Rendemen rata-rata minyak sirih terbesar diperoleh dari kombinasi
perlakuan ukuran rajangan 2.1-3.0 cm dengan lama penyulingan 4 jam
(A1B2), sedangkan rendemen terkecil diperoleh dari perlakuan ukuran
rajangan 3.1-4.0 cm dengan lama penyulingan 4 jam (A2B2). Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 4 .
Gambar 4. Histogram pengaruh ukuran rajangan dan lama penyulingan terhadap rendemen minyak sirih
Bahan yang berukuran besar akan sulit ditembus oleh uap air. Bahan
yang berukuran besar juga akan menyebabkan jarak ruang antar bahan lebih
besar sehingga sebagian uap air akan melalui jalur tersebut. Hal ini
mengakibatkan proses peresapan uap air ke dalam bahan menjadi kurang
sempurna. Hal ini yang menyebabkan rata-rata rendemen minyak sirih yang
dihasilkan dari ukuran rajangan 3.1-4.0 cm dan 4.1-5.0 cm relatif kecil.
Lama penyulingan tidak berpengaruh terhadap rendemen minyak yang
dihasilkan. Pada prinsipnya semakin lama proses penyulingan maka semakin
banyak uap air yang kontak dengan bahan sehingga minyak yang teruapkan
semakin besar jumlahnya. Lama penyulingan yang optimal dapat ditentukan
dengan mengetahui jumlah minyak yang sudah tersuling pada setiap
penambahan waktu tertentu dengan memperhatikan tetesan embun yang
keluar dari kondensor. Kecilnya rendemen yang diperoleh, diduga karena
banyaknya minyak dari kondensor yang melayang dalam air dan menempel
pada dinding dan dasar wadah penampung destilat sehingga ada minyak yang
terbuang.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
2.1-3.0 3.1-4.0 4.1-5.0
Ukuran rajangan (cm)
Rend
emen
(%)
3 jam4 jam5 jam
2. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan antara bobot minyak pada volume
tertentu dengan bobot air suling pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis
suatu minyak dipengaruhi oleh perbandingan komponen-komponen yang
menyusun minyak tersebut. Apabila komponen yang memiliki bobot molekul
yang tinggi terdapat dalam jumlah yang lebih besar, maka nilai bobot minyak
akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil analisa, bobot jenis rata-rata minyak sirih diperoleh
berkisar antara 0.9632 hingga 0.9883 dengan rata-rata keseluruhan 0.9758.
Data hasil analisa rata-rata bobot jenis minyak sirih dapat dilihat pada
Lampiran 4a.
Hasil sidik ragam pada Lampiran 4b, menunjukkan bahwa ukuran
rajangan tidak berpengaruh terhadap bobot jenis yang dihasilkan. Lama
penyulingan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot jenis yang dihasilkan.
Interaksi antara ukuran rajangan dengan lama penyulingan berpengaruh nyata
terhadap bobot jenis yang dihasilkan.
Hasil analisa Duncan yang terdapat pada Lampiran 4c terlihat bahwa
perlakuan lama penyulingan berpengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak
sirih. Bobot jenis minyak sirih dari lama penyulingan 3 jam berbeda nyata
dengan lama penyulingan 4 jam dan 5 jam. Rata-rata bobot jenis tertinggi
diperoleh dari perlakuan lama penyulingan 5 jam yaitu sebesar 0.9868.
Semakin lama penyulingan maka nilai bobot jenis cenderung semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena pada awal penyulingan, minyak sirih
yang berbobot molekul lebih rendah akan tersuling, selanjutnya secara
bertahap akan menguapkan minyak sirih yang berbobot molekul lebih tinggi.
Hal ini akan meningkatkan bobot jenis minyak sirih karena fraksi berat yang
terdapat dalam minyak sirih semakin tinggi.
Bobot jenis rata-rata minyak sirih terbesar diperoleh dari kombinasi
perlakuan ukuran rajangan 4.1-5.0 cm dengan lama penyulingan 5 jam
(A3B3), sedangkan bobot jenis terkecil diperoleh dari kombinasi perlakuan
ukuran rajangan 2.1-3.0 cm dengan lama penyulingan 3 jam (A1B1). Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Histogram pengaruh ukuran rajangan dan lama penyulingan
terhadap bobot jenis minyak sirih
Pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa penyulingan dengan waktu 5 jam
memberikan bobot jenis yang lebih besar dibandingkan dengan waktu 3 jam
dan 4 jam. Hal ini disebabkan karena semakin lama penyulingan maka
semakin besar jumlah uap air yang berdifusi ke dalam bahan dan semakin
besar pula jumlah komponen-komponen fraksi berat yang dapat teruapkan.
3. Indeks Bias
Indeks bias suatu zat merupakan perbandingan kecepatan cahaya
dalam zat tersebut dengan kecepatan cahaya di udara. Indeks bias dapat juga
dinyatakan sebagai perbandingan sinus sudut sinar datang dengan sinus sudut
sinar bias. Indeks bias suatu minyak akan menentukan tingkat kemurniannya.
Minyak yang dicampur dengan bahan lain atau komponen-komponen lain
yang bersifat larut dalam minyak, akan merubah nilai indeks bias minyak yang
bersangkutan.
0,95
0,96
0,97
0,98
0,99
1
2.1-3.0 3.1-4.0 4.1-5.0
Ukuran rajangan (cm)
Bobo
t jen
is 3 jam4 jam5 jam
Berdasarkan hasil analisa, indeks bias rata-rata minyak sirih yang
diperoleh berkisar antara 1.4969 sampai 1.4983 dengan rata-rata keseluruhan
1.4976. Data hasil analisa indeks bias minyak sirih dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil analisa indeks bias minyak sirih
Kode Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
A1B1 1.4967 1.4970 1.4969
A1B2 1.4980 1.4970 1.4975
A1B3 1.4985 1.4980 1.4983
A2B1 1.4968 1.4978 1.4973
A2B2 1.4978 1.4979 1.4979
A2B3 1.4978 1.4978 1.4978
A3B1 1.4970 1.4980 1.4975
A3B2 1.4970 1.4985 1.4978
A3B3 1.4979 1.4985 1.4982
Berdasarkan hasil sidik ragam pada Lampiran 5, terlihat bahwa ukuran
rajangan, lama penyulingan dan interaksi antara ukuran rajangan dengan lama
penyulingan tidak berpengaruh terhadap indeks bias minyak sirih. Hal ini
mungkin disebabkan karena rantai karbon yang merupakan senyawa penyusun
di dalam minyak sirih memiliki panjang yang sama dari setiap kombinasi
perlakuan, sehingga menghasilkan nilai indeks bias yang tidak terlalu berbeda.
4. Kelarutan dalam Alkohol 90 %
Kelarutan minyak atsiri dalam alkohol konsentrasi tertentu dipengaruhi
oleh jenis dan komponen kimia minyak tersebut. Minyak yang mengandung
senyawa ”oxygenated terpen” lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan
minyak yang hanya mengandung senyawa terpen. Kelarutan dalam alkohol
dapat menunjukkan kepolaran minyak tersebut.
Berdasarkan hasil analisa, rata-rata kelarutan dalam alkohol 90 %
diperoleh berkisar antara 1:1 sampai 1:2.5. Data hasil analisa kelarutan dalam
alkohol 90 % dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil analisa kelarutan dalam alkohol 90 % minyak sirih
Kode Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
A1B1 1:3 1:2 1:2.5
A1B2 1:2 1:2 1:2
A1B3 1:1 1:2 1:1.5
A2B1 1:1 1:1 1:1
A2B2 1:2 1:2 1:2
A2B3 1:3 1:1 1:2
A3B1 1:1 1:1 1:1
A3B2 1:1 1:2 1:1.5
A3B3 1:2 1:2 1:2
Hasil sidik ragam pada Lampiran 6, menunjukkan bahwa ukuran
rajangan, lama penyulingan dan interaksi antara ukuran rajangan dengan
lama penyulingan tidak berpengaruh terhadap nilai kelarutan dalam alkohol
pada minyak sirih. Hal ini mungkin disebabkan karena pada minyak sirih
banyak mengandung senyawa terpen-O, sehingga apabila minyak dilarutkan
dalam alkohol 90 %, hanya membutuhkan alkohol dalam jumlah kecil. Nilai
perbandingan minyak dengan alkohol yang diperoleh dari setiap kombinasi
dapat dianggap sama.
5. Bilangan Asam
Bilangan asam merupakan jumlah asam bebas yang terdapat dalam
minyak. Senyawa ini terbentuk dari proses degradasi ester oleh air. Dalam hal
ini asam dapat berfungsi sebagai katalisator yang mempercepat proses
penguraian ester menjadi asam dan alkohol. Selain itu juga dapat pula
disebabkan oleh oksidasi alkohol yang menghasilkan aldehida dan keton.
Bilangan asam suatu minyak atsiri dapat bertambah bila terjadi reaksi kimia
membentuk asam dalam minyak.
Berdasarkan hasil analisa, bilangan asam rata-rata minyak sirih yang
diperoleh berkisar antara 2.86 hingga 6.88 dengan rata-rata keseluruhan 4.87.
Data hasil analisa bilangan asam dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil analisa bilangan asam minyak sirih
Kode Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
A1B1 2.90 4.17 3.54
A1B2 6.58 6.35 6.47
A1B3 10.59 3.17 6.88
A2B1 2.15 3.57 2.86
A2B2 2.19 4.58 3.39
A2B3 3.39 3.79 3.59
A3B1 4.25 4.58 4.42
A3B2 2.19 3.77 2.98
A3B3 3.56 3.98 3.77
Hasil sidik ragam pada Lampiran 7, menunjukkan bahwa ukuran
rajangan, lama penyulingan dan interaksi antara ukuran rajangan dan lama
penyulingan tidak berpengaruh terhadap bilangan asam minyak sirih. Hal ini
mungkin disebabkan karena komposisi asam bebas yang terdapat di dalam
minyak sirih dari setiap kombinasi perlakuan hampir sama, sehingga tidak
memberikan nilai yang berbeda nyata.
6. Gas Chromatography/Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan alat gabungan antara Kromatografi Gas dan
Spektrometri Massa, yaitu hasil analisis pada GC langsung dihubungkan
dengan sistem pada spektrum massa dari beberapa senyawa yang ada dalam
sistem , sehingga akan diperoleh waktu retensi, nama dan struktur senyawa
yang ada dalam sampel yang dianalisis.
Dari kromatogram hasil analisis minyak sirih dengan GCMS
(Lampiran 10) diperoleh 30 puncak dengan luas puncak terkecil sebesar 0.15
% yang diperkirakan merupakan senyawa l-phellandrene. Komponen terbesar
dalam minyak sirih yaitu dengan luas puncak sebesar 24.80 % yang
diperkirakan merupakan senyawa 2-(2 propenyl) phenol. Hasil analisis
komponen minyak sirih dengan menggunakan GCMS disajikan dalam
Lampiran 11.
Hasil analisis menunjukkan bahwa komponen minyak sirih sebagian
besar terdiri dari atas golongan senyawa fenol dan terpen. Senyawa golongan
fenol mempunyai persentase yang cukup besar yaitu 55.27 %, yang termasuk
senyawa golongan fenol adalah: chavicol (1.86 %), 2-(2 propenyl) phenol
(24.80 %), 2 methoxy -4-(2 propenyl) phenol (17.10 %) dan eugenol (11.51
%). Senyawa golongan terpen memiliki persentase sebesar 30.23 % .
7. Pemilihan Kombinasi Perlakuan Terbaik
Pemilihan kombinasi perlakuan terbaik diperoleh dari hasil
pembobotan secara subyektif. Pemilihan ini dilakukan dengan
mempertimbangkan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap minyak
sirih yang dihasilkan. Pembobotan merupakan teknik yang penting untuk
memudahkan mengambil kesimpulan mengenai kombinasi perlakuan terbaik
dalam melakukan suatu percobaan, khususnya karena minyak sirih belum
memiliki standar mutu SNI.
Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan memberikan nilai dari
skala 1 sampai 5 berdasarkan nilai kepentingannya pada setiap parameter yang
diukur. Nilai 5 diberikan jika parameter tersebut dianggap penting, 4 jika
penting, 3 jika biasa, 2 jika tidak penting dan 1 jika tidak penting. Nilai
kepentingan kemudian dibobotkan ke dalam persen.
Nilai hasil analisa dari setiap parameter diurutkan berdasarkan
rangking terbaik. Peringkat terbaik pertama diberi nilai 9, terbaik kedua 8,
terbaik ketiga 7, terbaik keempat 6, terbaik kelima 5, terbaik keenam 4, terbaik
ketujuh 3, terbaik kedelapan 2 dan terbaik kesembilan 1. Sedangkan untuk
parameter yang tidak berpengaruh peringkatnya dianggap sama karena
nilainya dianggap sama. Nilai total akhir diperoleh dari akumulasi perkalian
antara nilai peringkat dikalikan dengan bobot dari setiap parameter. Nilai total
selanjutnya diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil dan nilai terbesar
merupakan perlakukan dengan rangking tertinggi.
Kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan metode pembobotan adalah
perlakuan bahan dengan ukuran rajangan 2.1-3.0 cm dan lama penyulingan 5
jam dengan rendemen 0.43 %. Sifat fisik kimianya sebagai berikut: bobot
jenis: 0.9873, indeks bias: 1.4983, kelarutan dalam alkohol 90 %: 1:1.5 dan
bilangan asam: 6.88. Adapun teknik pembobotan dan hasilnya dapat dilihat
pada Lampiran 12.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Rendemen minyak sirih berkisar antara 0.26 % -0.46 %. Bobot jenis
berkisar antara 0.9632-0.9883. Indeks bias berkisar antara 1.4969-1.4983.
Kelarutan dalam alkohol 90 % nilainya berkisar antara 1:1-1:2.5, sedangkan
bilangan asam nilainya berkisar antara 2.86 -6.88.
Ukuran rajangan berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak sirih.
Semakin kecil ukuran rajangan maka rendemennya cenderung semakin
meningkat. Lama penyulingan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot jenis.
Nilainya cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyulingan.
Ukuran rajangan, lama penyulingan dan interaksinya tidak
berpengaruh terhadap indeks bias, kelarutan dalam alkohol 90 % dan bilangan
asam minyak sirih. Dari analisis GCMS diperoleh bahwa komponen minyak
atsiri yang dominan adalah senyawa golongan fenol dengan persentase 55.27
% yaitu chavicol (1.86 %), 2-(2 propenyl) phenol (24.80 %), 2 methoxy -4-(2
propenyl) phenol (17.10 %) dan eugenol (11.51 %). Senyawa golongan terpen
memiliki persentase sebesar 30.23 %.
Kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan metode pembobotan adalah
perlakuan bahan dengan ukuran rajangan 2.1-3.0 cm dan lama penyulingan 5
jam dengan rendemen 0.43 %. Sifat fisik kimianya sebagai berikut: bobot
jenis: 0.9873, indeks bias: 1.4983, kelarutan dalam alkohol 90 %: 1:1.5 dan
bilangan asam: 6.88.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan taraf ukuran bahan yang
lebih halus lagi, untuk mengetahui kecenderungan pengaruh ukuran bahan
terhadap rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak sirih yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Sejarah dan Khasiat Sirih. Retrieved December 20, 2005. 10.10 AM. http://www.biosirih.semarakmas.com/sirih.htm.
2005. Daun Sirih. Retrieved December 20, 2005. 10.25 AM.
http://www.e-nioi.net/ image/sirih.jpg. Darwis. 1992. Potensi Sirih (Piper betle) Sebagai Tanaman Obat. Warta
Tanaman Obat Indonesia 1: 9-11.
Dharma, A. P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Duke, J. A. 1985. Handbook of Medicinal Herbs. CRC Press, Inc, Florida. Guenther, E. 1948. The Essential Oil. Volume I. D. Van Nostrand Company,
Inc, New York.
1952. The Essential Oil. Volume V. D. Van Nostrand Company, Inc, New York.
1987. Minyak Atsiri. Volume I dan II. Terjemahan. UI Press,
Jakarta. Harborne, J. B. 1976. Metode Fitokimia. Penerbit ITB, Bandung.
Hargono, D. 1986. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Harris, R. 1993. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta.
Hidayat, J. 1968. Penentuan Kadar Minyak Sirih (Piper betle Linn.) Segar dan Kering. Skripsi. Departemen Farmasi. ITB, Bandung.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta.
Koesmiati, S. 1966. Daun Sirih (Piper betle Linn.) Sebagai Desinfektan. Skripsi. Departemen Farmasi. ITB, Bandung.
Lutony, T. L. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Mulyani, S dan Didik G. 2002. Ramuan Tradisional untuk Penderita Asma. Penebar Swadaya, Jakarta.
Quisumbing, E. 1951. Medical Plants of Phillipines. Dept. Agriculture and
Natural Resources, Phillipines. Sastroamidjojo, A. S. 1961. Obat Asli Indonesia. Pustaka Rakyat, Jakarta.
Sosialsih, L. 2002. Penambahan Vitamin E dan Detergen terhadap Sifat Fisik dan Daya Antibakteri Pasta Gigi Minyak Sirih. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeahuan Alam IPB, Bogor.
Syukur, C, dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Tampubolon, O. T. 1981. Tanaman Obat. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Yunilawati, R. 2002. Minyak Atsiri Daun Sirih Sebagai Antibakteri
Streptococcus mutans dalam Pasta Gigi. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeahuan Alam IPB, Bogor.
Lampiran 1. Analisa daun sirih segar
1. Kadar Air (AOAC. 1984)
Prinsip:
Penguapan air dari bahan melalui penyulingan dengan menggunakan
pelarut yang bersifat tidak saling melarutkan dengan air.
Prosedur:
Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml.
kemudian ditambahkan 60-100 ml xilena. Lalu dipasangkan pada alat
aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin dan dididihkan selama 3-6 jam
sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika jumlah air tidak bertambah lagi,
maka penyulingan dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca skala
yang terdapat pada aufhauser.
Perhitungan:
Kadar air (%) = )(
)(grcontohberat
mlskalapadapembacaan x 100%
2. Kadar Minyak Atsiri (AOAC. 1984)
Prinsip:
Penyulingan seluruh minyak atsiri yang terdapat dalam bahan dengan
menggunakan pelarut yang bersifat tidak saling melarutkan dengan minyak
atsiri.
Prosedur:
Sebanyak 100 gram bahan dimasukkan ke dalam labu didih berukuran 1
liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 4 kali berat bahan atau sampai
seluruh contoh terendam. Labu dihubungkan dengan pendingin tegak dan
dididihkan hingga seluruh minyak dalam bahan tersuling. Minyak yang
diperoleh didinginkan dan dihitung volumenya.
Perhitungan:
Kadar minyak (%) = )(
)(mingbahanbobotmlyakvolume x 100%
Lampiran 2. Analisa karakteristik minyak sirih
1. Rendemen (SNI 06-3735-1998)
Prosedur:
Rendemen diukur berdasarkan volume minyak atsiri yang dihasilkan
(ml) dari setiap satuan berat bahan yang disuling.
Perhitungan:
Rendemen minyak (%) = )(
)(mingbahanberatmlyakvolume x 100%
2. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)
Prinsip:
Bobot jenis merupakan perbandingan antara kerapatan minyak dengan
kerapatan air suling pada volume dan suhu yang sama.
Prosedur:
Piknometer dibersihkan dengan alkohol. kemudian dikeringkan dan
ditimbang dengan teliti. Aquades diisi ke dalam piknometer sampai melebihi
tanda tera, ditutup dan dihindari dari adanya gelembung-gelembung udara.
Bagian luar piknometer dikeringkan dari bahan yang menempel. Piknometer
yang telah diisi oleh aquades didiamkan beberapa saat, kemudian ditimbang.
Pengukuran terhadap minyak sirih dilakukan dengan cara yang sama.
Perhitungan:
Bobot jenis = )()(
)()min(kosongpiknometerbobotairpiknometerbobot
kosongpiknometerbobotpiknometeryakbobot−+−+
3. Indeks Bias (SNI 06-2388-1998)
Prinsip:
Jika cahaya dari media kurang padat melewati media lebih padat, maka
cahaya tersebut dibelokkan mendekati garis normal. Penentuan indeks bias
didasarkan pada perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut sinar
bias.
Prosedur:
Sebelum digunakan, prisma refraktometer dibersihkan terlebih dahulu
dengan menggunakan alkohol. Contoh minyak diteteskan di atas prisma
refraktometer, prisma dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit supaya suhu
alat dan contoh merata. Dengan mengatur slide akan diperoleh garis batas
antara terang dan gelap yang jelas dan jika garis ini berhimpit dengan titik
potong dua garis yang bersilangan. maka indeks bias dapat dibaca pada skala.
Perhitungan:
ntD = nt1D + 0.0004 (25-20)
Keterangan:
ntD : indeks bias pada suhu 20 °C
nt1D: indeks bias pada suhu 25 °C
4. Kelarutan dalam Alkohol 90% (SNI 06-2388-1998)
Prinsip:
Suatu cairan dapat larut dalam pelarut, jika memiliki kepolaran yang
sama atau hampir sama. Kelarutan minyak atsiri dalam alkohol tergantung
pada komposisi minyaknya. Semakin tinggi kandungan komponen terpen-O.
maka semakin mudah larut dalam alkohol dan sebaliknya.
Prosedur:
Sampel diambil 1 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sampel
ditambahkan alkohol 90% sebanyak 1 ml lalu dikocok. Alkohol terus
ditambahkan sebanyak 1 ml setiap penambahan sampai minyak larut dan
jernih.
Perhitungan:
ml minyak : ml alkohol
5. Bilangan Asam (Ketaren, 1985)
Prinsip:
Rekasi netralisasi asam bebas yang terdapat dalam minyak dengan basa.
Prosedur:
Sebanyak ± 2 gram minyak dimasukkan ke dalam sebuah labu
erlenmeyer 100 ml, tambahkan 15 ml alkohol 95% dan 3 tetes larutan
phenolphtalein. Asam bebas dititrasi dengan larutan standar sodium
hidroksida 0.1 N. Penambahan tetesan alkali yang baik sewaktu titrasi ialah
kira-kira 30 tetes permenit. Isi labu harus digoyangkan terus selama titrasi
berlangsung. Warna merah yang timbul pertama dan tidak hilang dalam 10
menit menunjukkan titik akhir titrasi.
Perhitungan:
Bilangan asam = )(
40gcontohbobotNaOHvolxNaOHNx
6. Kromatografi Gas/Spektrometri Massa (GCMS)
Prinsip:
Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan untuk senyawa yang
mudah menguap berdasarkan perbedaan titik didihnya. Pemisahan tercapai
dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dengan fase diam berupa cairan
dengan titik didih tinggi yang terikat pada zat padat penunjangnya. Suatu
kromatograf terdiri dari komponen-komponen penting antara lain regulator
tekanan, sistem injeksi sampel, kolom penunjang fase diam, fase diam
detektor dan pencatat sinyal.
Pada dasarnya spektrum massa adalah sistem penguraian senyawa
organik dan pola fragmentasi menurut massanya. Uap cuplikan yang berdifusi
ke dalam sistem spektrometer massa yang bertekanan rendah akan diionkan
dengan energi yang cukup untuk mekarakteristikskan ikatan kimianya.
Kondisi GCMS yang digunaakan untuk analisis adalah:
Instrumen : GCMS-QP 2010
Suhu oven kolom : 50 ºC
Suhu injeksi : 225 ºC
Tekanan : 75 kPa
Aliran total : 15.3 ml/menit
Aliran kolom : 0.65 ml/menit
Kecepatan linier : 20.7 cm/detik
Aliran bersih : 3 ml/menit
Suhu antar muka : 200 ºC
Lampiran 3a. Hasil analisa rendemen minyak sirih
Kode Ulangan 1 (%) Ulangan 2 (%) Rata-rata (%)
A1B1 0.38 0.31 0.35
A1B2 0.50 0.41 0.46
A1B3 0.36 0.50 0.43
A2B1 0.37 0.28 0.33
A2B2 0.32 0.20 0.26
A2B3 0.31 0.36 0.34
A3B1 0.39 0.30 0.35
A3B2 0.35 0.37 0.36
A3B3 0.27 0.26 0.27
Keterangan:
A : Ukuran rajangan
A1 : 2.1-3.0 cm
A2 : 3.1-4.0 cm
A3 : 4.1-5.0 cm
B : lama penyulingan
B1 : 3 jam
B2 : 4 jam
B3 : 5 jam
Lampiran 3b. Analisa keragaman rendemen minyak sirih
Sumber db JK KT F hit F tab
5 % 1 % A 2 0.036933 0.018467 5.021148* 4.26 8.02 B 2 0.0013 0.00065 0.176737 4.26 8.02
A*B 4 0.029067 0.007267 1.975831 3.63 6.42 Galat 9 0.0331 0.003678 Total
Koreksi 17 0.1004 *) berbeda nyata
Lampiran 3c. Hasil uji Duncan pengaruh ukuran rajangan terhadap rendemen minyak sirih
Perlakuan Rataan Beda Antar Perlakuan A2 0.3067 A A3 0.3233 A A1 0.4100 B
Lampiran 4a. Hasil analisa bobot jenis minyak sirih
Kode Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata
A1B1 0.9635 0.9628 0.9632
A1B2 0.9756 0.9753 0.9755
A1B3 0.9872 0.9874 0.9873
A2B1 0.9709 0.9668 0.9689
A2B2 0.9787 0.9777 0.9782
A2B3 0.9841 0.9859 0.9850
A3B1 0.9679 0.9805 0.9742
A3B2 0.9711 0.9664 0.9688
A3B3 0.9880 0.9886 0.9883
Lampiran 4b. Analisa keragaman bobot jenis minyak sirih
Sumber db JK KT F hit F tab
5 % 1 %
A 2 1.49E-05 7.45E-06 0.661327 4.26 8.02 B 2 0.00104 0.00052 46.1459** 4.26 8.02
A*B 4 0.000213 5.33E-05 4.728731* 3.63 6.42 Galat 9 0.000101 1.13E-05 Total
Koreksi 17 0.00137 *) berbeda nyata **)berbeda sangat nyata
Lampiran 4c. Hasil uji Duncan pengaruh lama penyulingan terhadap bobot jenis minyak sirih
Perlakuan Rataan Beda Antar Perlakuan B1 0.96873 A B2 0.97413 B B3 0.98687 C
Lampiran 5. Analisa keragaman indeks bias minyak sirih
Sumber db JK KT F hit F tab
5 % 1 % A 2 2.43E-07 1.22E-07 0.36745 4.26 8.02 B 2 2.26E-06 1.13E-06 3.417785 4.26 8.02
A*B 4 5.73E-07 1.43E-07 0.432886 3.63 6.42 Galat 9 2.98E-06 3.31E-07
Total Koreksi 17 6.06E-06 Lampiran 6. Analisa keragaman kelarutan dalam alkohol 90 % minyak sirih
Lampiran 7. Analisa keragaman bilangan asam minyak sirih
Sumber db JK KT F hit F tab
5 % 1 %
A 2
18.68048 9.340239 2.494707 4.26 8.02
B 2
3.962978 1.981489 0.529241 4.26 8.02
A*B 4
11.96772 2.991931
0.799122 3.63 6.42 Galat 9 33.6962 3.744022
Total Koreksi 17 68.30738
Sumber
db
JK
KT
F hit
F tabel 5 % 1 %
A 2 0.777778 0.388889 1 4.26 8.02 B 2 0.444444 0.222222 0.571429 4.26 8.02
A*B 4 2.888889 0.722222 1.857143 3.63 6.42 Galat 9 3.5 0.388889
Total Koreksi 17 7.611111
Lampiran 8. Gambar daun sirih
Lampiran 9. Gambar alat penyulingan air-uap yang digunakan dalam penelitian
Lampiran 10. Kromatogram hasil analisis minyak sirih dengan GCMS
Lampiran 11. Senyawa yang terdeteksi dalam minyak sirih dengan GCMS
No. Nama Senyawa Rumus Molekul % Area
1 α-thujene C10H16 0.61
2 α-pinene C10H16 0.75
3 Camphene C10H16 0.34
4 Sabinene C10H16 5.82
5 β-myrcene C10H16 1.27
6 1-phellandrene C10H16 0.15
7 (+)-2-carene C10H16 1.02 8 1-methyl-4-(1-methylethyl)benzene C10H14 1.03
9 Neryl acetate C12H20O2 2.53
10 Ocimene C10H16 0.72
11 3.7 dimethyl. 1.3.6 octatriene C10H16 1.74
12 γ-terpinene C10H16 0.90
13 α-terpinolene C10H16 0.36
14 Linalool C10H18O 1.59
15 4 methyl-1-(1-methylethyl) 3 cyclohexen-1-ol C10H18O 2.92
16 1-methoxy-4-(2-propenyl) benzene C10H12O 0.91
17 Chavicol C9H10O 1.86
18 2-(2-propenyl) phenol C9H10O 24.80
19 δ-elemene C15H24 2.76
20 2-methoxy-4-(2 propenyl) phenol C10H12O2 17.10
21 1-(1-ethyl-2.3dimethyl cyclopent-2-enyl)ethanone C11H18O 0.48
22 β-elemene C15H24 1.48
23 α-bergamotene C15H24 6.03
24 Caryophyllene C15H24 1.47
25 Copaene C15H24 2.63
26 Eugenol C10H12O2 11.51
27 β-selinene C15H24 2.18
28 3.5 dimethyl benzoic acid C9H10O2 4.02
29 α-cadinol C15H26O 0.59
30 t-muurolol C15H26O 0.43
Lampiran 12. Pembobotan pemilihan kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan nilai kepentingan
Parameter Rendemen Kelarutan dalam alkohol 90 % Bilangan
asam Bobot jenis
Indeks bias Total
Rangking Nilai 5 5 5 4 4 23 Bobot 0.22 0.22 0.22 0.17 0.17 1.00
A1B1 A 0.35 1:2.5 3.54 0.9632 1.4969
7 N 6 4 4 1 4 B 1.32 0.88 0.88 0.17 0.68 3.93
A1B2 A 0.46 1:2 6.47 0.9755 1.4975
2 N 9 4 4 5 4 B 1.98 0.88 0.88 0.85 0.68 5.27
A1B3 A 0.43 1:1.5 6.88 0.9873 1.4983
1 N 8 4 4 8 4 B 1.76 0.88 0.88 1.36 0.68 5.56
A2B1 A 0.33 1:1 2.86 0.9689 1.4973
9 N 4 4 4 3 4 B 0.88 0.88 0.88 0.51 0.68 3.83
A2B2 A 0.26 1:2 3.39 0.9782 1.4979
8 N 2 4 4 6 4 B 0.44 0.88 0.88 1.02 0.68 3.90
A2B3 A 0.34 1:2 3.59 0.9850 1.4978
3 N 5 4 4 7 4 B 1.10 0.88 0.88 1.19 0.68 4.73
Lampiran 12. Pembobotan pemilihan kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan nilai kepentingan (lanjutan)
Parameter Rendemen Kelarutan dalam alkohol 90 % Bilangan asam
Bobot jenis
Indeks bias
Total Rangking
A3B1 A 0.35 1:1 4.42 0.9742 1.4975 5 N 6 4 4 4 4
B 1.32 0.88 0.88 0.68 0.68 4.44 A3B2 A 0.36 1:1.5 2.98 0.9688 1.4978
6 N 7 4 4 2 4 B 1.54 0.88 0.88 0.34 0.68 4.32
A3B3 A 0.27 1:2 3.77 0.9883 1.4982 4 N 3 4 4 9 4
B 0.66 0.88 0.88 1.53 0.68 4.63
= kombinasi perlakuan terbaik
A : data hasil analisa
N : nilai peringkat
B : hasil perkalian antara bobot dengan nilai perigkat