AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA EKSTRAK LENGKUAS (Lenguas galangal) DALAM PERANANNYA SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL
Tugas Terstruktur Pangan Fungsional
Disusun oleh :
Marina Irawati A1M008017
Greda Anggia Lantani A1M008021
Andi Setiawan A1M008026
Agus Rusdaiana A1M008043
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi
pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam
substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna mengatasi terjadinya
kontaminasi oleh mikroorganisme terhadap benda-benda baik hidup maupun mati
(Adilfiet,1994). Upaya pengendalian terhadap mikroorganisme adalah dengan
penggunaan bahan-bahan kimiawi yang disebut dengan antimikroba/antibiotik.
Antibiotik/antimikroba adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari atau
dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah
mampu menghambat pertumbuhan mikrooranisme lainnya. (Sudarmono, 1994).
Salah satu kendala yang dihadapi dalam upaya pengendalian
mikroorganisme yang berbahaya (patogen) adalah terjadinya resistensi
mikroorganisme patogen terhadap bahan-bahan antimikroba yang digunakan.
Terjadinya resistensi mikroorganisme yang awalnya peka terhadap antibiotik adalah
melalui mutasi pada kromosom atau pertukaran materi genetik di antara
mikroorganisme. Pertukaran materi kromosomal sangat jarang, tetapi yang banyak
terjadi adalah pertukaran materi genetik ekstrakromosomal, baik berupa plasmid
konjugatif ataupun plasmid non konjugatif. Secara biokimiawi, resistensi bakteri
terhadap antibiotik dapat terjadi melalui mekanisme: 1) berkurangnya permeabilitas
mikroba terhadap obat, 2) inaktifasi antibiotik oleh enzim yang dihasilkan bakteri, 3)
modifikasi reseptor obat, 4) meningkatnya sintesa senyawa yang antagonistik
terhadap obat (Sjahrurachman, 1996). Untuk mengatasi resisntesi yang terjadi maka
dilakukan penelitian untuk menemukan senyawa-senyawa baru yang dapat digunakan
untuk mengembangkan obat-obatan baru. (Radji, 2005). Salah satu tanaman yang
telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah
lengkuas.
Tanaman lengkuas sering digunakan sebagai bahan ramuan tradisional dan
penyembuh berbagai penyakit diantaranya penyakit perut, diare, penyakit kulit,
radang tengorokan, sariawan, menghilangkan bau mulut dan herpes. (Atjung, 1990;
Itokawa & Takeya, 1993; Sinaga, 2000).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui aktivitas
senyawa antimikroba yang terkandung dalam lengkuas diaplikasikan sebagai bahan
pangan fungsional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada era sekarang ini, beberapa orang mungkin telah menyadari akan peran
makanan sebagai pemenuh kebutuhan gizi. Pertimbangan konsumen dalam memilih
bahan pangan adalah kandungan gizi, cita rasa, dan aspek kesehatan. Hal ini
menuntut adanya bahan pangan yang tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan dasar
tubuh tetapi juga bersifat fungsional,
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami atau telah melalui proses
tertentu mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah
dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan Salah satu bentuk pangan fungsional adalah sebagai antimikroba.
Mikroorganisme memiliki habitat alami yang beragam. Beberapa habitat yang
baik untuk organisme tingkat tinggi juga dapat menunjang pertumbuhan
mikroorganisme. Tetapi ada beberapa habitat dikarenakan faktor fisik ataupun faktor
kimia yang ekstrem, organisme tingkat tinggi tidak dapat tumbuh sedangkan
mikroorganisme dapat bertahan bahkan berkembang dengan baik. Mikroorganisme
dapat hidup pada permukaan tubuh dari organisme tingkat tinggi ataupun pada bagian
dalam dari hewan, tumbuhan dan manusia. Beberapa mikroorganisme yang hidup di
dalam hewan memberikan keuntungan untuk kebutuhan nutrisi dari hewan tersebut
(Brock & Madigan, 1997).
Antimikroba merupakan senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Manusia telah dihadapkan oleh kerusakan atau
penurunan mutu bahan pangan, terutama bahan pangan yang mengandung kandungan
air dan gizi yang tinggi. Penambahan bahan pengawet pada makanan merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan
pada bahan pangan. Bahan pengawet untuk mencegah kerusakan biologi yang
disebabkan oleh mikroorganisme disebut dengan antimikroba.
Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi
spora bakteri).
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik.
1. Menggangu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang
terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi
penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dipengaruhi oleh
bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang
terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik,
dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase
lipid dari membran bakteri.
Beberapa laporan juga meyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa
antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram
negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua
kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri
atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram
negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya
terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein.
2. Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas
membran sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler,
seperti senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi
protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.
3. Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu
dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan
enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau jika kondisi ini
berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba terhenti (inaktif).
Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai
spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan
komponen senyawa antimikroba.
Corner (1995) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0,005 M alisin (senyawa
aktif dari bawang putih) dapat menghambat metabolisme enzim sulfhidril. Minyak
oleoresin yang dihasilkan dari kayu manis, cengkeh, thyme, dan oregano dapat
menghambat produksi ethanol, proses respirasi sel, dan sporulasi khamir dan kapang.
4. Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan
DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan
menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses
pembelahan sel untuk pembiakan.
Lengkuas (Lenguas galanga atau Alpinia galanga) sering digunakan oleh para
ibu di dapur sebagai penyedap masakan. Manfaat lain tanaman dari India ini adalah
sebagai bahan ramuan tradisional dan penyembuh berbagai penyakit, khususnya
penyakit yang disebabkan jamur kulit. Namun, di luar dua manfaat tersebut, lengkuas
ternyata juga punya peran dalam memperpanjang umur simpan atau mengawetkan
makanan karena aktivitas mikroba pembusuk. Antimikroba adalah senyawa biologis
atau kimia yang dapat mengganggu pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya
mikroba perusak dan pembusuk makanan.
Kita mengenal ada dua jenis tumbuhan lengkuas, yaitu varietas dengan
rimpang umbi (akar) berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah yang
ukurannya lebih besar. Lengkuas berimpang umbi putih umumnya digunakan sebagai
penyedap masakan, sedangkan lengkuas berimpang umbi merah banyak digunakan
sebagai obat. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga mempunyai aroma
yang khas.
Lengkuas muda berumur 3-4 bulan memiliki aktivitas antimikroba yang lebih
tinggi dibandingkan lengkuas tua yang berumur 12 bulan. Aktivitas yang tinggi ini
disebabkan komponen larut air pada lengkuas yang muda lebih besar dibandingkan
pada lengkuas tua. Komponen bioaktif lengkuas yang bersifat larut air adalah
golongan senyawa fenolik (Robinson 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
(1992, dalam Sukmawati, 2007) melaporkan bahwa rimpang lengkuas merah dan
putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur, pada Staphylococcus
aureus dan Candida albicans dengan 0,871 mg/ml dan pada Bacillus subtilis dan
Mucor gypseum dengan 1,741 mg/ml. Itokawa & Takeya (1993) menjelaskan bahwa
tanaman lengkuas mengandung golongan senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid.
Golongan senyawa-senyawa ini sering dipergunakan sebagai bahan dasar obat-obatan
modern. Senyawa terpenoid asetoksicavikol asetat, merupakan senyawa yang bersifat
antitumor dari tumbuhan lengkuas.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dan lama inkubasi terhadap pertumbuhan
bakteri. Dimana Fhit konsentrasi lebih besar dari Ftab yaitu: 606.778 > 3,55. Hal ini
disebabkan karena tanaman lengkuas memiliki senyawa-senyawa hasil metabolit
sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dimana telah diketahui
sebelumnya bahwa lengkuas mempunyai senyawa fenol, flavanoid dan terpenoid yang
sering digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat modern (Yuharmen, 2002).
Menurut Achmad (1986), dalam Ajizah, (2002) flavanoid merupakan kelompok
senyawa fenol terbesar di alam. Aktivitas antimikroba dari flavanoid diduga disebabkan
oleh kemampuannya untuk membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan
terlarut, dan dengan dinding sel (Naim, 2007), selain itu senyawa fenol juga dapat
bersifat koagulator enzim (Dwidjoseputro, 1998) sehingga terjadinya hambatan
pembentukan dinding sel. Lebih lanjut dikatakan oleh Naim (2007) bahwa flavanoid juga
dapat merusak membran sel bakteri karena flavanoid merupakan senyawa yang bersifat
lipofilik. Dijelaskan pula bahwa efek antimikroba dari senyawa terpenoid adalah
kemampuannya merusak membran sel bakteri, sedangkan menurut Ajizah (2004) minyak
atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri dengan mengganggu
proses terbentuknya membran dan/atau dinding sel; membran atau dinding sel tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.
Kandungan zat aktif tumbuhan lengkuas adalah flavanoid, fenol, terpenoid
asetoksicavikol asetat dan minyak atsiri maka dapat dijelaskan bahwa aktivitas hambatan
pertumbuhan E. coli disebabkan oleh kemampuan dari zat aktif tumbuhan lengkuas untuk
merusak membran dan dinding sel bakteri. Menurut Sumarsih (2003) rangka dasar
dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Petptidoglikan tersusun dari N-asetil
glukosamin dan N-asetil asam muramat, yang terikat melalui ikatan 1,4-_-glikosida. Pada
N-asetil asam muramat terdapat rantai pendek asam amino: alanin, glutamat,
diaminopimelat, atau lisin dan alanin, yang terikat melalui ikatan peptida. Peranan ikatan
peptida ini sangat penting dalam menghubungkan antara rantai satu dengan rantai yang
lain.Secara umum dinding sel E. coli tersusun dari peptidoglikan relatif tipis
dibandingkan dengan gram positif dan fungsi dinding sel adalah memberi kekakuan serta
menjaga keutuhan sel bakteri. Mekanisme kerusakan dinding bakteri terjadi karena
proses perakitan dinding sel bakteri yang diawali dengan pembentukan rantai peptida
yang akan membentuk jembatan silang peptida yang menggabungkan rantai glikan dari
peptidoglikan pada rantai yang lain sehingga menyebabkan dinding sel terakit sempurna.
Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam pembentukannya dapat
terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk
koloni dan diikuti dengan kematian sel bakteri (Morin dan Gorman, 1994) dalam (Ajizah,
dkk, 2007). Selanjutnya dikatakan oleh Ajizah (2007) bahwa lisisnya sel bakteri
dikarenakan tidak berfungsinya dinding sel bakteri yang melindungi bakteri dari tekanan
osmotik dalam yang tinggi. Tanpa dinding sel, bakteri tidak dapat bertahan terhadap
pengaruh luar dan segera mati (Wattimena, dkk., 1991).
Dilain pihak bakteri yang tergolong dalam sel prokariot mempunyai membran sel
yang tersusun dari fosfolipid bilayer. Menurut Sumarsih (2003) permukaan luar lipid
bilayer membran sel bersifat hidrofilik, sedangkan permukaan dalamnya bersifat
hidrofobik. Stabilitas membran sel disebabkan oleh kekuatan hidrofobik antara residu
asam lemak dan kekuatan elektrostatis antara ujung-ujung hidrofilik. Pada bilayer
terdapat protein yang letaknya tenggelam (di dalam) bilayer atau terdapat pada
permukaannya. Membran sel bersifat selektif permeabel tetapi air, beberapa nutrien dan
ion logam dapat bebas melewatinya. Beberapa enzim yang berperan menghasilkan ATP
terdapat dalam membran sel bakteri. Flavanoid pada umumnya bersifat lipofilik sehingga
akan mengikat fosfolipid-fosfolipid pada membran sel bakteri sehingga dan mengurangi
permeabilitas sehingga sel mengalami lisis serta menyebabkan denaturasi protein,
menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan
ATP-ase pada membran sel (Ardiansyah, 2007; Todar, 2006). Kerusakan membran sel
dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel
seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar (Suwandi,
1992) akibat dari terganggunya permeabilitas sel sehingga sel tidak dapat melakukan
aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004, )
Konsentrasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 10%, 15% dan 20% dan
berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi 20%
mempunyai daya hambat bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 10%
dan 15%. Hal ini sejalan dengan Schleigel (1994), dalam Ajizah (2004) yang
menjelaskan bahwa kemampuan suatu antimikroba meniadakan kehidupan
mikrooganisme sangat tergantung dari konsentrasi bahan antimikroba itu. Lebih lanjut
dikatakan oleh Ajizah (2004) bahwa semakin kecil konsentrasi maka semakin sedikit
jumlah zat aktif yang terkandung didalamnya, sehingga semakin rendah kemampuan
dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri, artinya jumlah antimikroba dalam suatu
lingkungan bakteri sangat menentukan kehidupan bakteri yang terpapar.
Waktu inkubasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 jam, 16 jam dan 24
jam dan pada setiap penentuan waktu inkubasi dilakukan pengamatan dan pengukuran
zona hambatan dari ekstrak lengkuas dengan berbagai konsentrasi untuk mengetahui
pengaruh dari waktu inkubasi terhadap pertumbuhan bakteri, dan berdasarkan hasil
analisis data diketahui bahwa waktu inkubasi berpengaruh terhadap pertumbuhan E. coli
dimana Fhit waktu inkubasi lebih besar dari Ftab yaitu: 1522.111 > 3,55, dan berdasarkan
hasil uji lanjut maka diketahui bahwa waktu inkubasi 24 jam memiliki efektifitas
hambatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu inkubasi 8 dan 16 jam, hal ini
sesuai dengan Hidayati, dkk (2002) yang menyatakan bahwa lamanya waktu berada di
bawa pengaruh suatu antimikroba sangat mempengaruhi kehidupan suatu mikroba.
Namun, hal ini belum dapat diekstrapolasikan bahwa semakin lama waktu pendedahan
dari waktu yang digunakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan efektifitas hambatan
dan hanya dibatasi pada waktu pendedahan yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini
disebabkan karena terdapat faktor-faktor lain yang dapat menurunkan efektifitas
konsentrasi ekstrak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dwidjoseputro (1998),
Hidayati (2002), bahwa pada waktu pendedahan tertentu medium, suhu dan temperatur
dapat menurunkan aktifitas konsentrasi ekstrak sehingga bakteri yang tidak terpapar akan
mempunyai kemampuan untuk melakukan reproduksi dan menambah jumlah sel bakteri.
Interaksi antara konsentrasi dan lamanya waktu inkubasi mempengaruhi
pertumbuhan E. coli. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa Fhit interaksi
konsentrasi dan lama inkubasi lebih besar dari Ftab yaitu: 5.444 > 2,93. Hal ini sejalan
dengan Adilfiet (1994), yang menyatakan bahwa pekat encernya konsentrasi, lamanya
berada di bawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan semakin
lama berada dibawah pengaruh suatu antimikroba maka akan semakin efektif hambatan
pertumbuhan suatu mikroorganisme.
Berikut beberapa contoh pangan fungsional yang menggunakan lengkuas sebagai
antimikroba :
a. Jamu Lengkuas b. Abon Lengkuas
c. Ayam Goreng Lengkuas
BAB IV
SIMPULAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa lengkuas (Lenguas
galangal) berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan lengkuas
untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif maupun bakteri positif (penelitian
terdahulu. Yuharmen, 2002). Suatu bahan alam dapat dikatakan berpotensi sebagai
antimikroba apabila telah dilakukan percobaan pada bakteri gram negatif maupun positif.
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan struktur sel antara gram positif dan negatif.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti di Jurusan Teknologi Pangan
dan Gizi, IPB yang dimotori oleh Winiati Pudji Rahayu misalnya telah membuktikan
bahwa lengkuas merah yang muda memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, yaitu
dengan daya hambat rata-rata 38,3 persen. Lengkuas ini mampu menghambat
pertumbuhan mikroba patogen dan perusak pada pangan khususnya terhadap Bacillus
cereus. Penelitian yang dilakukan terhadap ikan kembung terbukti dapat memperpanjang
masa simpan ikan kembung pada suhu 40 oC dari 5 hari menjadi 7 hari dengan
menggunakan bubuk lengkuas 2,5 persen yang dikombinasikan dengan garam 5 persen.
Penelitian ini telah berhasil menemukan sebuah pengawet alami untuk membuat
makanan tetap segar dan tahan lama. Pemanfaatan lengkuas diharapkan mampu
memperpanjang masa simpan bahan pangan dan minuman tanpa mengurangi kualitas dan
lebih penting tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Pengawet alami ini jelas lebih
murah dan mudah didapat di sekitar kita
B. SARAN
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lanjutan yang bermaksud
menguji senyawa-senyawa yang terkandung di dalam potensi lengkuas (Lenguas
galangal) dengan mengisolasi senyawa-senyawa yang diduga mempunyai efek toksik
terhadap bakteri dan diuji secara terpisah untuk mengetahui efektifitas dari masing-
masing senyawa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adilfiet. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.Penerbit Binarupa Aksara: Jakarta.Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun
Psidium guajava L. BIOSCIENTIAE. Volume 1, Nomor 1, Januari 2004. Halaman 31-38. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat: Banjarmasin.
Ajizah. A., Mirhanuddin. T. 2007. Potensi Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara in vitro. BIOSCIENTIAE. Volume 4, Nomor 1. Halaman 37-42. Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat: Banjarmasin.
Ardiansyah, 2007. Senyawa Antimikroba Tumbuhan. Bagian Kedua. http://kompas.com/kompas-cetak/0409/15/sorotan/1265264.htm. diakses tanggal 21 Januari 2006.
Atjung. 1990. Tanaman Obat dan Minuman Segar. Penerbit Yasaguna: Jakarta.Dwijoseputro. 1998. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan: Jakarta.Hidayati. E., Juli. N., Marwanti. E. 2002. Isolasi Enterobacteriaceae Patogen dari
Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma longa L) Serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Yang Diisolasi. Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No. 2 Oktober.
Itokawa, H. & Takeya, K. 1993. Antitumor Subtances from Higher Plants. Heterocycles 35: 1467-1501.
Kurnia, K. Lengkuas Pengganti Formalin. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/012006/26/cakrawala/utama02.htm. diakses tanggal 21 Desember 2006.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavanoid, Fenilpropanoida dan Alkaloid. Karya Ilmiah. Departemen Kimia. Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara: SUMUT.
Naim . R. 2007. Senyawa Antimikroba dari Tanaman. http://kompas.com/kompas-cetak/0409/15/sorotan/1265264.htm. diakses tanggal 21 Januari 2006.
Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.3, Desember 2005, 113 – 126.
Sinaga, E. 2000. Lengkuas (Lenguas galanga). Pusat Pengembangan dan Penelitian Tumbuhan Obat UNAS / P3TO UNAS. Diakses tanggal 27 april 2008.
Sjahrurachman, A. 1996. Resistensi Terhadap Aminoglikosida. Cermin Dunia Kedokteran N0. 108.
Sudarmono. 1994. Genetika dan Resistensi. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Binarupa Aksara: Jakarta.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Veteran Yogyakarta
Todar, K. 2006. Text Book Of Bacteriologi. Department of Bacteriology, University of Winconsin. Wattimena JR, Sugiarso NC, Widianto MB, Sukandar EY, Soemardji AA, Setiadi AR. 1991. Farmakologi dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Wattimena JR, Sugiarso NC, Widianto MB, Sukandar EY, Soemardji AA, Setiadi AR. 1991. Farmakologi dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Yuharmen, dkk. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Methanol Lengkuas (Lenguas galanga) Jurusan Kimia, FMIPA. Universitas Riau: Riau. Diakses tanggal 27 Oktober 2010.