NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT DEPRESI
PADA REMAJA SANTRI PONDOK PESANTERN
Oleh :
Bangun Purnomo
Yulianti Dwi Astuti
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2005
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA SANTRI PONDOK PESANTREN
Telah Disetujui pada tanggal
____________________
Dosen Pembimbing Utama
(Yulianti Dwi Astuti, S.Psi.)
Pengantar
Pondok pesantren merupakan salah satu tempat pendidikan keagamaan yang
populer di Indonesia. Selain sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren juga
berfungsi sebagai tempat penyiaran agama Islam dan pusat pengembangan jamaah
(masyarakat) yang diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman dengan
masjid sebagai pusat pendidikan dan pembinanya. Sejarah menunjukan, pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling berpengaruh sampai sekarang
(Djaelani 1994). Keberadaan pondok pesantren sampai saat ini telah banyak diakui
oleh masyarakat dalam kaitannya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejauh ini sudah
banyak diketahui para tokoh-tokoh berpengaruh yang merupakan hasil dari
pendidikan pondok pesantren.
Kepribadian seorang santri pada dasarnya adalah pancaran dari kepribadian dari
seorang ulama yang menjadi pemimpin dan guru pada setiap pondok pesantren yang
bersangkutan. Ulama bagi seorang santri bukan saja berfungsi sebagai guru dan
pemimpin, tetapi juga sebagai uswah hasanah (suri tauladan yang baik). Kharisma
dan wibawa seorang ulama mempengaruhi kehidupan setiap santri dalam setiap aspek
kehidupannya. Oleh karena itu, apabila seorang ulama telah memerintahkan sesuatu
kepada para santrinya, maka bagi santri itu tidak ada pilihan lain kecuali mentaati
perintah itu (Djaelani, 1994).
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan pada santri di pondok
pesantren, terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan para santri sangat padat dan rutin.
Kegiatan tersebut dimulai pada saat menjelang shalat shubuh. Para santri
dibangunkan sekitar satu setengah jam sebelum adzan shubuh, setelah itu langsung
diarahkan untuk ke masjid. Di masjid, para santri melakukan shalat tahajud
berjamaah. Setelah selesai shalat tahajud santri mendengarkan tausiah dari ustadz.
Biasanya tausiah ini baru selesai setelah adzan subuh berkumandang dan dilanjutkan
dengan shalat shubuh berjamaah. Kegiatan setelah sholat subuh adalah mengaji Al-
Quran. Setelah itu, para santri mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Kegiatan
belajar mengajar disekolah dimulai sejak pukul tujuh dan baru berakhir pada pukul
setengah dua siang. Setelah istirahat sebentar mereka sudah mempersiapkan diri
untuk shalat ashar berjamaah yang dilanjutkan dengan mengaji kitab, sampai
menjelang shalat maghrib. Setelah shalat maghrib mereka melakukan hafalan surat.
Kemudian selesai shalat isya mereka melakukan belajar.
Kegiatan yang dilakukan para santri ternyata menyisakan suatu permasalahan,
permasalahan utama yang sering dialami santri adalah perasaan terkekang akibat
peraturan-peraturan yang ketat yang dijalankan pondok pesantren, dan juga beban
moral yang dialami oleh santri kepada orang tua dan juga kepada masyarakat sekitar
tempat tinggalnya terhadap status dia sebagai seorang santri, perbedaan status
ekonomi dikalangan santri juga mengakibatkan santri merasa rendah diri atau minder.
Bila dihitung secara kuantitas santri yang mengalami hal tersebut mungkin mencapai
25% dari jumlah santri.
Usia santri terbanyak adalah usia remaja dimana seseorang individu mencari
identitas dirinya. Didalam pencarian identitas tersebut tidak jarang seorang remaja
mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut sangat banyak mulai dari
dalam dirinya sendiri sampai dengan dari lingkungan sekitarnya. Kaum remaja ini
sedang bertumbuh dalam suatu dunia yang dapat menekan mereka. Suatu hal yang
menambah problemnya adalah, kaum remaja yang menghadapi tekanan hidup untuk
pertama kalinya, dan mereka tidak mempunyai ketrampilan maupun pengalaman
yang dimiliki oleh orang dewasa. Oleh karena itu, para remaja sering kali menjadi
seperti pelancong yang mencari-cari jalan disuatu daerah yang asing baginya.
Bingung dengan keadaan sekitar mereka dan dalam banyak kasus tidak banyak minta
bantuan. Kondisi-kondisi seperti itu dapat menjadi ladang yang subur untuk
tumbuhnya depresi.
Depresi memiliki dampak yang menghancurkan terhadap remaja, bahkan para
pakar yakin bahwa depresi memainkan peranan yang signifikan dalam kasus-kasus
remaja yang mengalami kelainan perilaku makan, penyakit psikosomatik, masalah di
sekolah, dan penyalahgunaan zat-zat. Goleman mengatakan bahwa generasi yang
lahir sejak awal abad 20 memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami depresi berat
dibanding orang tua mereka. Mereka bukan hanya merasakan kesedihan, melainkan
juga ketidakberdayaan yang bersifat melumpuhkan, kemurungan, perasaan
mengasihani diri sendiri, dan keputusasaan yang tidak tertanggulangi selama hidup
mereka. Menurut Goleman hal tersebut terjadi mulai pada usia yang semakin muda.
Chaplin, (2000) mengatakan bahwa pengertian depresi pada orang normal
merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan
perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan
datang. Sedangkan pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim
bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi, ketidakpasan,
tidak mampu dan putus asa.
Menurut Beck (1985) berdasarkan penyebab dan gejala yang menyertainya
depresi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Deprsi endogen yaitu depresi yang hanya disebabkan aleh faktor biologis saja
dan sama sekali tidak berhubungan dengan faktor lingkungan. Depresi ini banyak
dijumpai pada pasien depresi rawat inap.
b. Depresi neurotic/depresi reaktif, yaitu depresi yang pada umumnya hanya
mempunyai gejala psikologis dalam bentuk stress psikososial. Depresi neurotic
munculnya sebagai respon terhadap situasi yang menekan. Intensitas perasaannya
dapat diperingan dengan faktor interpersonal dan bila situasi yang menekan telah
berlalu maka simtom depresinya hilang. Isi penyimpangan pada pola pikirnya
berkisar pada kejadian-kejadian yang menjadi pencetusnya (precipiting events).
Rahus dan Nevid (1991) menambahkan pendapat yang sejalan dengan
pendapat Beck (1985) terhadap perubahan yang sering terjadi pada penderita depresi
yaitu:
a. Perubahan emosi, meliputi perubahan mood, menangis, merasa bersalah dan
menyesal terhadap perilaku masa lalu, meningkatnya sensitivitas, gelisah dan
kehilangan kesabaran.
b. Perubahan Motivasi, meliputi kesukaran bangun pagi. Menurunnya partisipasi
dalam aktivitas sosial, kehilangan minat pada kegiatan yang menyenangkan,
kehilangan minat seksual serta gagal merespon pujian (reward).
c. Perubahan fungsi perilaku dan perilaku motorik, meliputi kelambatan dalam
berbicara atau bergerak, berubahnya kebiasaan hidup, berubahnya nafsu makan dan
berat badan, serta kurang efektif dalam bekerja.
d. Perubahan kognitif, meliputi sulit konsentrasi dan berpikir jelas, pikiran
negatif terhadap diri dan masa depan, merasa harga diri rendah dan tidak mampu
serta adanya pikiran atau ide-ide tentang kematian atau bunuh diri.
Remaja dengan masa transisinya merupakan fase yang rawan terhadap
depresi, seperti konflik dalam diri dan tututan dari lingkungan serta kebingungan
akan identitas dirinya. Umumnya, transisi remaja dilihat sebagai suatu kekacauan
ketidak stabilan yang melekat dan dipandang sebagai krisis identitas. Pada masa ini
remaja biasanya mengalami kebingungan, remaja dituntut untuk bersikap sebagai
mana individu dewasa, sementara mereka merasa belum mampu, tapi disisi lain
mereka juga ingin dipandang sebagai individu dewasa. Oleh Hall (dalam
Hurlock,1973)
Harga diri secara sederhana dapat dikatakan sebagai nilai diri. Seberapa tinggi
individu menilai dirinya. Dalam bahasa Inggris, harga diri sama dengan self esteem.
Esteem berasal dari bahasa latin aestimare yang berarti menaksir atau memperkirakan
(Brehm & Kosin,1990). Harga diri merupakan komponen aktif dari self yang
menunjukan pada evaluasi diri yang positif maupun negatif. (Brehm & kossin, 1990).
Secara singkat dan sederhana Steinberg & Belsky (1991) mengartikan harga diri
sebagi perasaan seseorang tentang dirinya.
Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai penilaian diri yang
dilakukan oleh seseorang dan biasanya berkaitan dengan dirinya. Penilaian ini berasal
dari interaksi individu dengan lingkungannya, serta penerimaan, penghargaan dan
perlakuan orang lain terhadap individu. Penilaian ini kemudian ditegakan dan
dipertahankan individu sehingga menjadi sesuatu yang diyakini individu tentang
dirinya yaitu seberapa penting dirinya
Metode Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber utama data penelitian, yaitu yang
memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti dan yang akan dikenai
kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 1997)
Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sample atau sampel
kelompok. Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah remaja yang menjadi
santri di sebuah pondok pesantren, dan merupakan santri madrasah aliyah kelas satu
dan kelas dua di pondok pesantren.
Data yang akan dikumpulkan adalah data mengenai tingkat depresi dan harga
diri pada remaja santri. Kedua data dikumpulkan menggunakan metode angket.
Dengan alat ukur berupa skala. Metode ini merupakan metode yang yang didasarkan
pada respon tertulis dari subjek terhadap sejumlah pernyataan yang telah disusun.
Alasan digunakan metode skala ini berdasarkan pada pendapat Hadi (1991). Yang
menyatakan bahwa metode skala mendasari diri pada laporan tentatif diri sendiri atau
setidaknya pada pengetahuan dan keyakinan pribadi. Adapun anggapan yang
dipegang adalah subjek merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri,
apa yang dinyatakan subjek benar dan dapat dipercaya, serta interprestasi subjek
terhadap pernyataan-pernyataan sesuai dengan maksud peneliti. Angket yang
digunakan adalah angket langsung, yaitu angket daftar pernyataan diberikan secara
langsung pada responden (Hadi, 1991).
1. Skala Depresi
Data mengenai tingkat depresi akan didapatkan melalui metode angket dengan
menggunakan skala adaptasi BDI (Beck Depression Inventory). Skala ini mempunyai
empat respon pilihan yang diskor dengan angka 0,1,2,3 skor responden adalah total
jumlah jawaban yang menunjukan berbagai tingkat keparahan yaitu tidak depresi,
depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat.
Skala BDI disusun oleh Beck pada tahun 1986. pada walnya BDI disusun
untuk mengungkap tingkat depresi dalam populasi psikiatrik, kemudian dalam
perkembangan selanjutnya ditemukan bahwa BDI cukup valid digunakan dalam
populasi individu normal misalnya remaja.
Skala BDI terdiri dari dua puluh satu item. Skor untuk setiap item BDI
berkisar antara 0 – 3. semakin besar skor skor berarti semakin tinggi tingkat depresi.
Item paralel misalnya 1a dan 1b, 2a dan 2b, 3a dan 3b diberi skor sama. Jadi skor
item 1a sama dengan skor 1b dan seterusnya. Subjek boleh memilih lebih dari sau
jawaban, namun skor diambil dari nilai yang tertinggi. Skor akhir adalah jumlah skor
masing-masing butir sehingga skor BDI yang diperoleh berkisar antara 0-63.
Simtom-simtom yang dapat diungkap dari skala BDI terdiri dari dua puluh
satu kategori. Tiap kategori menggambarkan perilaku khusus yang merupakan
manifestasi dari deprsi dan terdiri dari empat sampai lima pernyataan. Pernyataan
tersebut disusun berjenjang berdasarkan tingkat intensitas gejala sebagai berikut:
0, berarti tidak ada gejala depresi
1, berati ada gejala depresi ringan
2, berarti ada gejala depresi sedang
3, berarti ada gejala depresi berat
Kedua puluh satu kategori yang diungkap adalah pesimisme, kesedihan, rasa
gagal, perasaan bersalah, ketidak puasan, perasaan tidak suka pada diri sendiri,
menuduh diri sendiri, tingginya frekuensi menangis, kejengkelan, kecenderunan
untuk menarik diri dari lingkungan sosial, ketidak mampuan untuk mengambil
keputusan, perubahan gambaran tubuh, kelambanan dalam bekerja, insomnia
perasaan mudah lelah, anorexia, penurunan berat badan, peokupasi somatik,
hilangnya libido, pengharapan akan hukuman, dan pikiran-pikiran untuk bunuh diri
(Beck,1985)
2. Skala harga diri
Skala harga diri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil
adaptasi dari skala self esteem yang disusun oleh Coopersmith pada tahun 1967, yang
telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan nama skala self esteem
adaptasi dari Coopersmith, yang disebut dengan SE`85 (Atamimi, 1988),yang
dimodifikasi oleh peneliti.
Blue print skala SE`85 tersebut adalah:
Tabel1 Distribusi butir skala harga diri setelah uji coba
Butir Favorabel Butir Unfavorabel Jumlah Indikator
Nomor Butir Nomor Butir Sahih
42(21),48(24),51 1,3,12,15(7),17(8), 8 Penerimaan diri (26),55(28),59(29) 18,27,28,43,47(23)
56
4(2),19(9),35(16),39(19) 2(1),11(5),23(10),25, Kepercayaan diri 40(20),58,61(30)
29,36,37(17),50,57 10
5(3),8,14(6),20,32(13),53
(27),64(32),65(33) 21,22,26(11),33(14),34(15),
38(18),41,46(22) 11
Hubungan Interpersonal
Kemampuan menghadapi
10(4),24,30(12),44,49(25), 52,54
6,7,9,13,16,31,45,60, 62(31),63
4
20 13 33 Keterangan : angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru setelah uji coba.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan hipotesis dengan
korelasi negatif yaitu korelasi yang menunjukkan hubungan yang berlawanan yaitu
besarnya pada satu variabel terjadi bersamaan dengan rendahnya skor pada variabel
yang lain. Sehingga rendahnya skor pada variabel yang satu terjadi bersamaan dengan
tingginya skor pada variabel yang lain. Kuat lemahnya saling hubungan yang ada
diantara dua variabel yang ditunjukkan oleh besar kecilnya angka yang merupakan
koefisien korelasi itu. Koefisien yang besarnya semakin mendekati angka -1, 0 maka
hal itu menunjukkan semakin kuatnya hubungan negatif yang ada. Sedangkan
koefisien yang semakin besar mendekati angka 0, berarti semakin lemahnya
hubungan negatif yang terjadi (Azwar, 1997).
Koefisien korelasi yang akan digunakan dalam analisis data pada nantinya
adalah koefisien korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Untuk
mempermudah pengolahan dan analisis data akan dilakukan dengan komputasi SPSS
for windows 13.
Hasil Penelitian
Lembar angket yang dibagikan kepada subyek seluruhnya berjumlah 150
lembar. Dari 150 angket tersebut terdapat 127 angket yang layak untuk dianalisis, 20
angket tidak dapat diolah karena angket tidak diisi lengkap atau usia subyek tidak
sesuai kriteria, sedangkan 3 angket tidak kembali. Dari 127 angket yang layak
dianalisis, terdiri dari 59 laki – laki dan 68 perempuan. Usia subyek penelitian antara
13 tahun sampai dengan 18 tahun.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi Product
Moment yang dikemukakan oleh Pearson untuk menguji hipotesis. Namun sebelum
dilakukan analisis dilakukan uji asumsi terlebih dahulu. Uji asumsi tersebut meliputi
uji normalitas, uji linieritas dan uji homogenitas. Uji asumsi dan uji hipotesis
dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 12.0 for windows.
Tabel 2 Deskripsi data penelitian
Variabel Empirik Hipotetik Min Maks M SD Min Maks M SD
Harga diri Tingkat depresi
60 123 91.6378 10. 87787 1 46 15.1260 8.57367
33 132 82.5 16.5 0 63 52.5 10.5
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik harga diri sebesar
91.6378 diatas rerata hipotetik sebesar 82.5 dengan standar deviasi (SD) sebesar
10.87787. Sedangkan mean empirik tingkat depresi sebesar 15.1260 diatas rerata
hipotetik sebesar 0 dengan standar deviasi (SD) sebesar 8.57367.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dibuat suatu kategori skor guna
mendapatkan informasi tentang keadaan subyek penelitian tersebut termasuk dalam
kelompok tinggi rendah pada tiap variabel penelitian. Dalam penelitian ini subyek
digolongkan ke dalam 5 kategori diagnostik
Tabel 3 Kriteria kategori skala
Kategori Nilai
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
Sangat Rendah
M + 1.5 SD = X M + 0.5 SD < X = M + 1.5 SD M – 0.5 SD < X = M + 0.5 SD M – 1.5 SD < X = M – 0.5 SD
X = M – 1.5 SD
Kriteria klasifikasi berdasarkan pada standar deviasi dan mean empirik dari
skor harga diri dan tingkat depresi dapat diuraikan untuk mengetahui keadaan
kelompok subyek penelitian, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4 Kategorisasi Skala harga diri
Kategori Nilai Jumlah % Sangat Tinggi
Tinggi Sedang Rendah
Sangat Rendah
107,25 = X 90,75 < X = 107,25 74,25 < X = 90,75 57,75 < X = 74,25
X = 57,25
8 59 54 6 0
6,30% 46,46% 42,52%
4,7% 0%
Hasil masing – masing variabel yaitu harga diri memiliki rentang X = 107,25 untuk
ketegori tinggi, 90.75 = X < 107,25 untuk kategori sedang. 57,75 < X = 74,25 untuk
kategori rendah dan X < 57,25 untuk kategori sangat rendah. Berdasarkan deskripsi
data penelitian diketahui bahwa rerata empirik keseluruhan subyek adalah 91,6378
sehingga dapat disimpulkan bahwa harga diri dalam penelitian ini berada dalam
kategori tinggi.
Tabel 5 Kriteria Kategorisasi Skala tingkat depresi
Kategori Rentang nilai Jumlah % normal ringan sedang berat
0 - 9 10 - 15 16 - 23
>24
36 39 34 18
28,23 30,71 26,77 14,17
Dari data tabel 8 tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi subjek penelitian
paling banyak berada dalam kategori ringan.
Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan pada variabel harga diri dan tingkat depresi dengan
menggunakan teknik One sample Kolmogorov smirnov. Hasil uji normalitas dapat
dilihat dalam tabel
Tabel 6 Hasil uji normalitas
Variabel Skor KS-Z p Kategori Harga diri
Tingkat depresi 0.678 1.087
0.747 0.188
Normal Normal
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa harga diri mempunyai skor KS-Z = 0.678 dan p
= 0.747 (p=0.05) sehingga data normal. Sedangkan tingkat depresi mempunyai KS-Z
= 1.087 dan p = 0.188 (p=0.05) sehingga data normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan pada variabel harga diri dan tingkat depresi. Hasil
uji linieritas dapat dilihat dalam tabel 10.
Tabel 7 Hasil uji linieritas
Variabel F p Kategori Harga diri
Tingkat depresi 65.417 0.000 Linier
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa antara harga diri dan tingkat depresi mempunyai
nilai F = 65.417 dan p = 0.000 (p= 0.05) sehingga data linier.
Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment
dari Pearson, didapatkan hasil bahwa nilai r = -0. 563 dan p = 0.000 ( p< 0.01 )
dengan demikian hipotesis diterima. Variabel harga diri memberikan sumbangan
efektif sebesar 31,7%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang
sangat signifikan antara harga diri dan tingkat depresi.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa ada hubungan negatif
yang sangat signifikan antara harga diri dengan tingkat depresi yang ditunjukkan
dengan nilai r = -0.563 dan p = 0.000 ( p< 0.01 ). Dengan demikian hipotesis
diterima. Harga diri yang rendah akan diikuti dengan tingginya tingkat depresi.
Sebaliknya, tingginya harga diri akan diikuti dengan rendahnya tingkat depresi.
Adanya hubungan yang negatif antara harga diri dengan depresi senada
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bibring (Beck,1985) bahwa depresi
dipengaruhi oleh bagian dari karakter yaitu rendahnya harga diri. Senada dengan
pendapat dari Bibring, Jacobson (Beck,1985) berpendapat bahwa rendahnya harga
diri merupakan pusat problem psikologi dalam depresi. Ia berpendapat bahwa tujuan
dari pengembangan harga diri, super ego dan ego ideal, pendirian suatu identitas,
perbedaan diri seseorang dari orang lain,memelihara harga diri dan kapasitas untuk
memuaskan bentuk objek hubungan.
Salah satu aspek kepribadian adalah harga diri, yang terbentuk dari berbagai
faktor yang ada di lingkungan sekitar. Pembentukan harga diri tersebut akan
menghasilkan tingkat harga diri yang berbeda-beda. Remaja yang memiliki harga diri
yang tinggi memiliki perasaan untuk menghargai dirinya sendiri, sehingga dapat
memunculkan sikap yang positif pada diri remaja, serta dapat menumbuhkan rasa
percaya diri.
Remaja pada penelitian ini paling banyak mengalami depresi ringan.
Kondisi ini dapat dikaitkan dengan data deskripsi subjek yang menunjukan bahwa
subjek penelitian ini sebagian besar berusia 15 tahun (39%), 16 tahun (43%) dan usia
17 (29%). Menurut Hurlock (1973) pada usia 15-17 tahun remaja mengalami masa
kritis. Remaja banyak mengalami tuntutan. Masa krisis ini menyebabkan tekanan
emosi pada remaja. Situasi-situasi yang menekan inilah yang sering kali
menyebabkan munculnya gangguan deprsesi pada individu.
Masa remaja merupakan masa dengan idealisme yang ditandai dengan
harapan, keinginan dan cita-cita yang tinggi akan tetapi penuh juga oleh berbagai
hambatan dan tantangan. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
realita dan berusaha mengatasi segala tantangan yang dihadapi. Hal ini menyebabkan
remaja berada dalam keadaan yang tertekan. Semakin besar ketidak sesuaian antara
tuntutan lingkungan denga kemampuan yang dimiliki semakin besar tekanan yang
dialami dan semakin besar pula kemungkinan individu mengalami stres. Penelitian
Sulistyaningsih (1988) membuktikan bahwa stres mempunyai hubungan yang
signifikan dengan depresi
Rathus dan Nevid (1991) mengklasifikasikan gambaran yang muncul pada
penderita gangguan depresi yaitu perubahan emosi, motivasi, fungsi dan perlaku
motorik, serta perubahan kognitif. Perubahan kognitif yang terjadi antara lain harga
diri yang rendah serta pikiran negatif tentang diri dan masa depan.
Model Distorsi kognitif dari Beck (1985) menyebutkan bahwa depresi dapat
digambarkan sebagai cognitive triad, yaitu pikiran negatif terhadap dirinya sendiri,
terhadap situasi, dan terhadap masa depan. Seseorang yang depresi akan membuat
interpretasi yang salah terhadap fakta kemalangannya karena adanya kekurangan
pada dirinya. Hal ini menyebabkan konsep diri yang positif tertutupi (Semiarti,1989)
Holmes (1991) menyebutkan bahwa individu yang mengalami depresi
merasa sedih, putus asa, kecewa dan murung. Orang yang mengalami depresi juga
sering merasa diisolasi, ditolak, dan tidak dicintai sehingga harga dirinya cenderung
menurun. Salah satunya gejala yang penting dari penderita depresi adalah harga
dirinya yang sangat rendah (Indriana,1998)
Harga diri yang tinggi memberi pengaruh pada perilaku sosial yang positif
dan cenderung bisa menerima diri mereka. Sedangkan harga diri yang rendah akan
membawa pengaruh yang kurang baik bagi perilaku individu dan cenderung tidak
bisa membawa diri mereka. Banyak masalah yang timbul karena seseorang
mempunyai harga diri yang rendah. Harga diri yang rendah cenderung menyebabkan
seseorang berperilaku kurang terpuji karena adanya perasaan kurang yakin akan
kemampuan dirinya. Selain itu harga diri yang rendah dapat menimbulkan masalah
akademik, penampilan dan interaksi sosial, bahkan dapat menimbulkan depresi.
Penelitian tentang hubungan harga diri dengan tingkat depresi pada remaja
santri pondok pesantren ini, memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kurangnya
data tambahan, sehingga penelitian ini tidak dapat mengetahui faktor lain yang dapat
menyebabkan subjek mengalami depresi. Selain itu, penelitian ini hanya pada satu
pondok pesantren dan pada tingkat pendidikan yang sama sehingga kurang
menggambarkan keadaan santri yang sebenarnya.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dan tingkat
depresi.
Semakin rendah skor harga diri maka semakin tinggi pula skor tingkat depresi
pada remaja santri pondok pesantren.
2. Harga diri mempunyai sumbangan efektif sebesar 31,7% untuk tingkat depresi.
Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya :
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tingkat depresi dengan cara,
memperluas variabel – variabel yang diperhitungkan dalam penelitian misalnya
jumlah saudara, alasan masuk pondok, dan sebagainya dan juga memperbanyak
jumlah sampel. Selain itu agar melakukan uji validitas secara berulang agar
didapatkan instrument yang benar-benar valid dan reliabel.
2. Bagi Subjek penelitian
Melihat adanya hubungan antara harga diri dengan tingkat depresi pada
remaja santri. Maka para remaj santri harus mempunyai harga diri yang positif,
dengan cara berpikiran positif terhadap apa yang dirasakannya, dengan demikian
akan mempunyai mood yang baik, sehingga tidak akan mengalami depresi. Bagi
Pondok Pesantren
Sebaiknya Pondok pesantren memberikan pendampingan Psikologis bagi para
santri. Pendampingan psikologis diharapkan dapat meningkatkan harga diri yang
dimiliki oleh para santri, dengan demikian para santri bisa terhindar dari gangguan
mood yang bisa menyebabkan timbulnya depresi.
Daftar Pustaka
Atamimi,N.1988. Self Esteem dan Tingkat Kecemasan pada Wanita Bekerja di Yogyakarta. Laporan penelitian. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron. R. A. & Byrne. P. 1994. Social Psychology Understanding Human
Interaction. Boston. Hily an Baron Inc. Beck, A. T. 1985. Depression, Causes and Treatment. Philadelpia: University of
Pensylvania Press. Chaplin, J. P., 2002, Kamus Lengkap Psikologi, cetakan ke-6, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta Coopersmith, S. 1967. The Antecedent of Self Esteem. San Fransisco.W.H. Freman.
Co Djaelani, A. Q. 1994. Peran santri dan Ulama. Surabaya. Bina Ilmu.
Holmes,D.1991, Abnormal Psychology, New York, Harpercal, Publisher,Inc.
Hurlock, E. B.1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc Grraw-hill Kogakusha, Ltd
Rathus, dan Nevid. 1991. Abnormal Psychology USA. Prentice, Hall.inc
Retnowati, S. 1990. Pola Pikir dan Aktivitas Positif yang Menyenangkan Dengan Depresi pada Mahasiswa. (lap. Penelitian, tidak diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas psikologi. UGM.
Steinberg, L. & Belsky, J. 1991. Infancy, Chilhood & Adolescendt: Mc. Graw Hill. Inc.