NYERI PUNGGUNG BAWAH
Karen P. Barr and Mark A. Harrast
Nyeri punggung bawah telah menjadi beban bagi masyarakat karena membutuhkan
banyak biaya dalam pengobatannya dan merupakan penyebab utama keterbatasan
serta hilangnya produktivitas. Bab ini akan menguraikan mengenai anatomi dan
biomekanik vertebra lumbalis dan memberikan pemahaman mengenai fisiologi nyeri
punggung bawah. Kami akan membahas evaluasi klinis dan pengobatan dari berbagai
etiologi nyeri punggung bawah dan nyeri kaki yang disebabkan oleh penyakit pada
vertebra lumbalis.
Epidemiologi
Nyeri punggung bawah adalah suatu gejala dan bukan merupakan penyakit,
yang disebabkan oleh banyak kemungkinan. Gejala ini umumnya digambarkan
sebagai nyeri yang dimulai dari batas kosta hingga lipatan gluteal. Hal ini telah sangat
umum terjadi di masyarakat. Sekitar 40% orang mengatakan bahwa mereka telah
mengalami nyeri punggung bawah dalam 6 bulan terakhir.233 Penelitian telah
menunjukkan bahwa prevalensi seseorang menderita nyeri punggung bawah seumur
hidup sebesar 84%.240 Onset biasanya dimulai sejak usia remaja hingga awal usia 40-
an. Kebanyakan pasien mengalami serangan nyeri singkat yang ringan atau sedang
dan tidak membatasi aktivitasnya, akan tetapi gejala ini cenderung berulang selama
bertahun-tahun. Kebanyakan episode akan mereda dengan ataupun tanpa pengobatan.
Rerata waktu cuti untuk cedera punggung adalah 7 hari, dan kebanyakan orang yang
menderita nyeri punggung bawah tidak pernah merasa aktivitasnya terganggu.
Sebagian kecil nyeri punggung bawah akan berlanjut menjadi kronis, pada akhirnya
gejala ini akan menyebabkan keterbatasan yang signifikan. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa sekitar separuh dari hari sakit disebabkan oleh nyeri punggung,
hal ini tercatat dari 15% dari orang-orang yang pulang dari bekerja selama lebih dari
1 bulan. Sekitar 80% hingga 90% dari perawatan kesehatan dan biaya sosial nyeri
1
punggung adalah untuk 10% penderita yang mengalami nyeri punggung bawah
kronis dan yang telah memiliki keterbatasan. Hanya sekitar 1% orang dewasa di
Amerika Serikat yang mengalami keterbatasan secara permanen akibat nyeri
punggung, dan 1% lainnya hanya mengalami keterbatasan sementara.151
Persentase pasien yang mengalami keterbatasan akibat nyeri punggung, sama
halnya dengan biaya pengobatan untuk nyeri punggung bawah itu sendiri, yaitu
semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir. Tampaknya yang menjadi perhatian
utama adalah akibat sosial yang ditimbulkan dibandingkan dengan perubahan kondisi
yang menyebabkan nyeri punggung bawah. Dua faktor yang paling sering dikutip
adalah peningkatan penerimaan sosial dari nyeri punggung sebagai alasan untuk
menjadi cacat/ terbatas, dan perubahan dalam sistem sosial yang memberi manfaat
bagi pasien dengan nyeri punggung.238
Anatomi dan Biomekanik Vertebra Lumbalis
Konsep Umum
Vertebra lumbalis memiliki peran dikotomis dalam hal fungsi, yaitu memberi
kekuatan sekaligus berperan dalam fleksibilitas. Vertebra/ tulang belakang
melakukan peran utama dalam menyokong dan melindungi (kekuatan) isi kanalis
vertebralis (medulla spinalis, konus, dan cauda equina), selain itu juga memberikan
fleksibilitas inheren, sehingga memungkinkan kita untuk menempatkan kaki dalam
posisi yang tepat untuk fungsi sehari-hari.
Kekuatan tulang belakang berasal dari ukuran dan susunan tulang, serta dari
susunan ligamen dan otot. Fleksibilitas inheren berasal dari sejumlah besar sendi
yang ditempatkan begitu dekat satu sama lain. Setiap segmen tulang belakang dapat
dianggap sebagai suatu kompleks tiga sendi, yaitu satu diskus intervertebralis dengan
vertebra end plate, dan dua sendi zygapophyseal. Kerangka lordosis khas vertebra
lumbalis membantu fungsi fleksibilitas ini. Selain itu, kerangka ini juga
meningkatkan kemampuan vertebra lumbalis terhadap goncangan/ shock.
2
Vertebra/ tulang belakang
Struktur anatomi tulang dari vertebra lumbalis terdiri atas lima tulang belakang.
Sebagian kecil populasi bahkan hanya memiliki empat (tulang belakang kelima
mengalami sakralisasi) atau enam vertebra lumbalis (segmen pertama vertebra sacral
mengalami lumbalisasi). Variasi anatomi lainnya juga dapat terdiri atas vertebra S1
yang mengalami lumbalisasi parsial. Vertebra lumbalis memiliki komponen yang
berbeda dengan tulang belakang lainnya, yang meliputi korpus vertebra, arkus
neuralis, dan elemen-elemen posterior (Gambar 40-1). Ukuran korpus vertebra
semakin bertambah besar seiring dengan semakin kaudal tulang belakang tersebut.
Tiga tulang belakang terbawah biasanya lebih berbentuk baji (bagian anterior lebih
tinggi), yang mana bentuk ini membantu menciptakan lordosis lumbalis yang normal.
Struktur korpus vertebra yang besar berperan dalam fungsi menahan beban dengan
baik untuk menyokong beban aksial; namun mereka memiliki kecenderungan lebih
mudah patah karena diskus intervertebralis yang ditempatkan secara strategis antara
korpus vertebra tidak berfungsi dalam menyerap goncangan.
Sisi arkus neuralis tulang adalah pedikel, yang merupakan pilar tebal yang
menghubungkan elemen-elemen posterior ke korpus vertebra. Mereka dirancang
untuk menahan tekukan dan mentransmisikan kembali dan meneruskan kekuatan dari
korpus vertebra ke elemen-elemen posterior. Elemen-elemen posterior terdiri dari
lamina, prosesus artikularis, dan prosesus spinosus. Prosesus artikularis superior dan
inferior dari tulang belakang yang berdekatan membentuk sendi zygapophyseal. Pars
interarticularis merupakan bagian dari lamina antara prosesus artikularis superior dan
inferior (Gambar 40-2). Pars adalah tempat terjadinya fraktur tekanan (spondylolysis)
karena mengalami gaya tekuk yang besar. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kekuatan
yang ditransmisikan oleh lamina yang berorientasi vertikal mengalami perubahan
arah ke pedikel yang berorientasi horizontal.23
3
Sendi
Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis dan perlekatannya terhadap vertebral end plate dianggap
sebagai sendi kartilaginosa sekunder, atau simfisis. Diskus ini terdiri dari nukleus
pulposus pada bagian dalam dan anulus fibrosus pada bagian luar. Nukleus pulposus
adalah bagian dalam gelatin diskus. Bagian ini terdiri dari air, proteoglikan, dan
kolagen. Nukleus pulposus pada saat lahir terdiri dari 90% air. Kemudian seiring
dengan bertambahnya usia, diskus akan mengering dan mengalami degenerasi serta
kehilangan sebagian dari ketebalan/ tingginya, yang merupakan salah satu alasan
bahwa manusia akan sedikit lebih pendek saat usia geriatri.
4
5
Gambar 40.1. Tampak lateral vertebra lumbal
6
7
Gambar 40.2. Tampak dorsal obliq dari vertebra L5, menunjukkan bagian-bagian
dari lengkungan vertebral: 1, pars interarticularis ( area persilangan ), 2, pars
laminaris; dan 3, pars pedicularis. Garis putus-putus menunjukkan area yang paling
sering mengalami kegagalan mekanik pada pars interarticularis
Anulus fibrosus terdiri atas lapisan serat-serat konsentris dengan sudut miring
satu sama lain, yang berperan dalam menahan tekanan dari segala arah. Serat bagian
luar dari anulus memiliki lebih banyak kolagen dan kurang mengandung proteoglikan
dan air dibandingkan dengan serat bagian dalam.19 Komposisi yang bervariasi ini
mendukung peran fungsional dari serat terluar dalam perannya yang menyerupai
ligamen untuk menahan fleksi, ekstensi, rotasi, dan kekuatan distraksi.
Fungsi utama dari diskus intervertebralis adalah penyerapan terhadap
goncangan (Gambar 40-3). Hal ini terutama berasal dari anulus yang bertindak
sebagai shock absorber, dan bukanlah berasal dari nukleus. (Nukleus terutama terdiri
dari cairan dan inkompresibel.) Ketika terdapat beban aksial, peningkatan kekuatan
dalam nukleus inkompresibel akan mendorong anulus dan meregangkan serat-
seratnya. Jika serat tersebut “terputus”, maka terjadilah hernia nukleus pulposus.
Sendi zygapophyseal
Sendi zygapophyseal (juga dikenal sebagai sendi Z dan sendi faset) merupakan
sepasang sendi sinovial, yaitu sendi yang memiliki sinovium dan kapsul (Gambar 40-
4). Keselarasan atau arah artikulasi sendi menentukan arah gerak dari tulang belakang
yang berdekatan. Sendi zygapophyseal lumbalis terletak pada bidang sagital sehingga
terutama memungkinkan terjadinya gerakan fleksi dan ekstensi. Hanya sedikit
gerakan menekuk ke lateral dan sangat sedikit rotasi yang dimungkinkan, sehingga
membatasi tekanan torsi pada diskus lumbalis. Rotasi merupakan gerakan yang
terutama diperankan oleh vertebra thorakalis. Mayoritas fleksi dan ekstensi tulang
belakang (90%) terjadi pada level L4-L5 dan L5-S1, yang berkontribusi terhadap
tingginya insidensi masalah pada diskus pada level ini.
8
9
GAMBAR 40-3 Mekanisme transmisi berat pada intervertebralis disk. A, Kompresi
meningkatkan tekanan dalam nucleus pulposus. Ini diberikan secara radial ke anulus
fibrosus, dan ketegangan dalam anulus meningkat. B, Ketegangan di anulus yang
diberikan pada inti, mencegah dari perluasan radial. Tekanan inti ini kemudian
diberikan pada ujung vertebra end plate. C, Berat ditanggung, sebagian, oleh anulus
fibrosus dan dengan inti pulposus. D, Tekanan radial dalam lengkung inti anulus, dan
tekanan pada end plate mentransmisikan beban dari satu vertebra ke vertebra
berikutnya.
10
11
Gambar 40.4. Tampak posterior L3-L4 sendi zygapophyseal. Pada bagian kiri,
kapsul sendi (C) masih utuh. Di sebelah kanan, kapsul posterior telah direseksi untuk
melihat rongga sendi, tulang rawan artikular (AC), dan garis berhubungan dari kapsul
sendi (garis putus-putus). Kapsul sendi atas (C) menempel lebih dari margin artikular
daripada kapsul posterior
Biomekanik
Karena gerakan fleksi membebani diskus anterior, maka nukleus akan
berpindah ke posterior.111 Jika terdapat kekuatan yang cukup besar, maka nukleus
dapat mengalami herniasi melalui serat annulus posterior. Serat lateral dari
ligamentum longitudinal posterior merupakan serat yang tertipis, sehingga kondisi ini
dapat menyebabkan herniasi diskus posterolateral, yang merupakan herniasi yang
paling sering terjadi (Gambar 40-5). Bagian posterolateral diskus merupakan bagian
yang paling berisiko ketika berlangsung gerakan fleksi ke depan yang disertai dengan
penekukan ke lateral (misalnya gerakan membungkuk dan memutar). Sendi
zygapophyseal tidak dapat menahan rotasi ketika tulang belakang berada dalam
kondisi fleksi. Hal ini akan meningkatkan gaya geser torsi pada vertebra lumbalis,
sehingga, dengan demikian, gerakan berputar dalam posisi maju-fleksi merupakan
gerakan yang paling berisiko bagi diskus lumbalis.
12
13
Gambar 40.5. Herniasi diskus intervertebral posterolateral
Ligamentum
Dua ligamen utama bagi vertebra lumbalis adalah ligamentum longitudinal dan
ligamentum segmental. Terdapat dua ligamentum longitudinal, yaitu ligamentum
longitudinal anterior dan posterior. Kedua ligamen tersebut diberi nama sesuai
dengan posisi mereka terhadap korpus vertebra. Ligamentum longitudinal anterior
berperan dalam menahan ekstensi, translasi, dan rotasi. Ligamentum longitudinal
posterior berperan untuk menahan fleksi. Gangguan dari kedua ligamen tersebut
utamanya terjadi akibat gerakan rotasi, bukan akibat fleksi atau ekstensi. Ligamentum
longitudinal anterior memiliki kekuatan dua kali lipat dari ligamentum longitudinal
posterior.
Ligamentum segmental utama adalah ligamentum flavum, yang merupakan
struktur yang bergabung dengan lamina yang berdekatan. Ligamen ini adalah ligamen
yang tertusuk pada saat dilakukannya lumbal pungsi. Ligamen ini merupakan
ligamen yang sangat kuat, namun bersifat cukup elastis untuk memungkinkan
gerakan fleksi. Gerakan fleksi vertebra lumbalis akan menempatkan ligamen ini pada
kondisi teregang, menurunkan redundansi dan membuatnya lebih mudah ditembus
pada saat dilakukan lumbal pungsi.
Ligamentum segmental lainnya adalah ligamentum supraspinous, interspinous,
dan intertransversus. Ligamentum supraspinous adalah ligamen yang kuat, yang
bergabung dengan ujung prosesus spinosus yang berdekatan dan berperan untuk
menahan fleksi. Ligamen ini, bersama dengan ligamentum flavum, bertindak untuk
menahan tulang belakang dan mencegah gaya geser yang berlebihan ketika
membungkuk ke depan. Hal ini sesuai dengan penelitian elektromiografi yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat kontraksi aktif dari otot-otot erektor spinae dan
otot ekstensor pinggul ketika beristirahat dalam keadaan fleksi lumbal.
Otot-otot
14
Otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis
Otot-otot yang berorigo pada vertebra lumbalis ini dapat dibagi secara anatomis
menjadi otot posterior dan otot anterior. Otot-otot posterior terdiri atas otot latissimus
dorsi dan otot paraspinalis. Otot-otot paraspinalis lumbalis terdiri dari otot-otot
erector spinae (otot iliocostalis, otot longissimus, dan otot spinalis), yang berfungsi
sebagai ekstensor utama tulang belakang, dan otot lapisan dalam (otot rotator dan otot
multifidi) (Gambar 40-6 dan 40-7). Otot multifidi adalah otot stabilisator segmental
kecil yang berfungsi untuk mengontrol fleksi lumbal karena otot-otot ini tidak
menghasilkan kekuatan yang cukup untuk benar-benar mengekstensikan tulang
belakang. Dihipotesiskan bahwa fungsi terpenting dari otot-otot kecil ini adalah
sebagai organ sensorik proprioseptif bagi tulang belakang, mengingat dominasi
muscle spindle yang dilihat secara histologis pada otot-otot ini.
15
16
Gambar 40.6. Lapisan tengah otot punggung ; erktor spina
Otot-otot anterior pada vertebra lumbalis terdiri atas otot psoas dan otot
kuadratus lumborum. Karena perlekatan langsung dari otot psoas pada vertebra
lumbalis, peregangan dari otot ini akan menonjolkan lordosis lumbalis normal. Hal
ini dapat meningkatkan kekuatan pada elemen posterior dan dapat berkontribusi
terhadap nyeri pada sendi zygapophyseal. Otot kuadratus lumborum berperan dalam
sisi fleksibilitas dan dapat membantu ketika melakukan gerakan fleksi lumbal.
17
18
Gambar 40.7. Otot punggung dalam ; multifidus
Otot-otot abdomen
Otot abdomen superfisial termasuk di antaranya adalah otot rektus abdominis
dan otot obliquus eksternus (Gambar 40-8, A). Lapisan dalam terdiri dari otot obliqus
internus dan otot transversus abdominis (Gambar 40-8, B). Akhir-akhir ini, otot
transversus abdominis telah menarik perhatian yang signifikan karena dianggap
sebagai otot yang memiliki peranan penting dan dapat dilatih untuk mengobati nyeri
punggung bawah. Hubungannya dengan fasia torakolumbalis (sehingga memiliki
kemampuan untuk ikut berperan atas vertebra lumbalis) mungkin menjadi alasan
utama otot ini menarik perhatian seperti akhir-akhir ini.
Fascia torakolumbalis
Fascia torakolumbalis, dengan perlekatannya pada otot transversus abdominis
dan otot obliquus internus berperan sebagai "penguat" struktur abdomen dan lumbal.
Fascia ini mengurangi beberapa gaya geser yang diciptakan oleh otot lain dan oleh
gerakan lumbal. Mekanisme penguatan abdomen ini merupakan hasil kontraksi otot-
otot abdomen lapisan dalam, yang menciptakan tegangan pada fascia torakolumbalis,
yang kemudian dapat menciptakan kekuatan ekstensi pada vertebra lumbalis tanpa
meningkatkan kekuatan geser.75
Stabilisator pelvis
Stabilisator pelvis dipertimbangkan sebagai otot "inti" karena efek tidak
langsungnya pada vertebra lumbalis meskipun otot-otot tersebut tidak memiliki
perlekatan langsung ke tulang belakang. Otot gluteus medius menstabilkan pelvis
selama berjalan. Kelemahan atau inhibisi pada otot ini akan menyebabkan
"ketidakstabilan" pelvis, yang menyebabkan sisi lumbal membungkuk dan rotasi,
sehingga menciptakan peningkatan gaya geser atau torsi pada diskus lumbal.
19
Otot piriformis adalah rotator pinggul dan sakral serta dapat menyebabkan
rotasi eksternal berlebihan pinggul dan sakrum ketika teregang. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan gaya geser pada lumbosakral junction (yaitu, diskus L5-
S1 atau sendi Z). Beberapa praktisi juga percaya bahwa otot-otot dasar pelvis lainnya
bertindak untuk mempertahankan posisi tulang belakang pada tempatnya dan
merupakan fokus utama dari beberapa program rehabilitasi tulang belakang.
20
21
Gambar 40.8. A. Otot abdominal superfisial, B. Otot abdominal dalam
Biomekanik mengangkat dalam kaitannya dengan aktivitas otot dan beban diskus
Aktivitas otot-otot lumbal berkorelasi erat dengan tekanan intradiskus (yaitu,
ketika otot punggung berkontraksi, akan terjadi peningkatan pada tekanan
intradiskus). Tekanan tersebut berubah tergantung pada postur tulang belakang dan
aktivitas yang dilakukan. Gambar 40-9 menunjukkan perubahan tekanan diskus L3
dalam berbagai posisi dan aktivitas.149,150 Dengan menambahkan gerakan rotasi pada
postur yang sudah tertekuk akan meningkatkan tekanan diskus secara substansial.
Perbandingan pada saat manuver mengangkat telah menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan intradiskus saat mengangkat dengan
kaki (yaitu, dengan punggung lurus dan lutut ditekuk) dibandingkan saat mengangkat
dengan punggung (yaitu, dengan posisi maju-fleksi ke belakang dan kaki lurus).6,7
Teknik yang akan menurunkan beban untuk vertebra lumbalis adalah dengan
mengangkat beban sedekat mungkin dengan tubuh karena semakin jauh dari tubuh
maka semakin besar tekanan pada vertebra lumbalis.7
22
23
Gambar 40.9. A, perubahan relatif dalam tekanan (atau beban) pada dikus L3 dalam
berbagai posisi di subjek hidup. B, perubahan relatif dalam tekanan (atau beban) di
diskus L3 selama berbagai latihan penguatan otot pada subyek hidup. Postur tegak
netral dianggap 100% pada angka-angka ini, posisi lain dan kegiatan dihitung dalam
hubungan ini.
Persarafan
Konus medullaris berakhir kira-kira setinggi vertebra L2, dan di bawah tingkat
ini terdapat kauda equina. Kauda equina terdiri dari percabangan dorsal dan ventral,
yang bergabung bersama dalam neuroforamen intervertebralis menjadi saraf spinalis
(Gambar 40-10). Saraf spinalis mengeluarkan ramus primarius ventralis. Rami
primarius ventralis dari berbagai tingkat membentuk pleksus lumbalis dan
lumbosakralis yang berperan dalam inervasi anggota gerak. Ramus primarius
dorsalis, dengan tiga cabangnya (medial, intermediate, dan lateral), menginervasi
separuh dari bagian belakang tubuh, otot-otot paraspinalis, dan sendi zygapophyseal,
serta berperan untuk memberikan sensasi ke punggung. Cabang medial merupakan
cabang yang terpenting karena menginervasi sendi zygapophyseal dan otot multifidi
lumbalis, serta merupakan target selama neurotomi radiofrekuensi bagi nyeri yang
dianggap bersumber dari sendi zygapophyseal (Gambar 40-11). 24
24
25
Gambar 40.10. Saraf vertebra lumbal, akarnya, dan pembungkus meningeal. Akar
saraf yang dibungkus oleh pia mater, dan ditutupi oleh arachnoid dan dura sepanjang
saraf vertebra. Dura dari kantong dural memanjang sekitar akar sebagai lengan dural
mereka, yang menyatu dengan epineurium dari saraf tulang belakang
26
27
Gambar 40.11. Amati bahwa persarafan dari sendi zygapophyseal berasal dari
cabang medial dari ramus utama dorsal
Patofisiologi dan Pembentukan Nyeri
Kaskade degenerasi tulang belakang
Kirkaldy-Willis et al.108 telah menyokong kami dengan teori yang paling
diterima untuk mendeskripsikan kaskade peristiwa yang terjadi pada penyakit
degeneratif vertebra lumbalis yang dapat mengakibatkan perubahan spondilotik,
herniasi diskus, dan stenosis spinalis bertingkat (Gambar 40-12). Inti dari teori ini
adalah fakta bahwa meskipun sendi zygapophyseal posterior dan diskus
intervertebralis anterior dipisahkan secara anatomis, namun kekuatan dan lesi yang
mempengaruhi salah satunya pasti akan mengubah dan mempengaruhi yang lainnya.
Misalnya, cedera kompresi aksial dapat merusak vertebra end plate, sehingga akan
menyebabkan terjadinya penyakit sendi degeneratif, yang akhirnya menekan sendi
posterior, lalu menyebabkan suatu perubahan degeneratif yang akan terlihat dari
waktu ke waktu. Tekanan torsional dapat melukai sendi posterior dan diskus,
sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan pada kedua elemen tersebut, maka
terjadi perubahan degeneratif lebih lanjut seiring dengan berjalannya waktu. Ketika
perubahan degeneratif mempengaruhi suatu level tulang belakang, misalnya setinggi
vertebra L4-L5, maka suatu reaksi berantai akan terjadi, yang menyebabkan tekanan
pada level di atas dan di bawah level yang terpengaruh saat ini, dan dengan demikian
akan mengakibatkan perubahan spondilotik multilevel generalisata
Dalam mempelajari penyakit degeneratif lumbal, pertanyaan yang selalu
muncul adalah: mana yang terjadi lebih dahulu, degenerasi diskus atau degenerasi
sendi zygapophyseal. Fujiwara67 telah menjawab pertanyaan ini dengan meneliti
beberapa hasil magnetic resonance images (MRI) tulang belakang yang telah
mengalami penuaan. Dia berhipotesis bahwa degenerasi diskus mendahului
osteoarthritis sendi zygapophyseal, dan kemungkinan membutuhkan waktu sekitar 20
28
tahun untuk penyakit sendi zygapophyseal tersebut terjadi setelah onset degenerasi
diskus.
Untuk menggambarkan kaskade degeneratif secara lebih rinci, kami akan
memisahkan pembahasan kami mengenai perubahan yang terjadi pada sendi posterior
dari perubahan yang terjadi pada diskus tersebut, akan tetapi telah disadari
sepenuhnya bahwa kedua hal tersebut dapat terjadi secara bersamaan dan saling
mempengaruhi satu sama lain (lihat Gambar 40-12). Perubahan degeneratif yang
terjadi pada sendi zygapophyseal akibat penuaan dan mikrotrauma berulang mirip
dengan yang terjadi di sendi tulang apendikularis. Proses ini dimulai dengan
hipertrofi sinovial, yang akhirnya menghasilkan degenerasi tulang rawan dan
destruksi. Dengan semakin berkurang dan melemahnya tulang rawan maka terjadinya
kelemahan kapsuler, sehingga sendi menjadi tidak stabil. Sebagai akibat dari
ketidakstabilan tersebut maka terjadi gerakan sendi abnormal secara repetitif, yang
berlanjut menjadi hipertropi sendi. Hal ini akan mempersempit kanalis sentralis dan
resesus lateralis, sehingga berpotensi menjepit akar-akar saraf.
29
30
Gambar 40.12. Spektrum perubahan degeneratif yang mengarah dari strain kecil
ditandai spondylosis dan stenosis
Suatu proses serupa juga terjadi pada bagian anterior dari level diskus yang
mengalami mikrotrauma repetitif, terutama yang memiliki kekuatan geser. Robekan
pada anulus dianggap sebagai tanda anatomis pertama seseorang menderita penyakit
degeneratif. Ketika anulus sudah cukup melemah, biasanya terjadi pada bagian
posterolateral, nukleus pulposus internal dapat mengalami herniasi. Gangguan diskus
internal dapat terjadi tanpa herniasi, bagaimanapun juga hal ini dapat terjadi karena
usia dan tekanan berulang yang akan mempengaruhi tulang belakang sehingga
menyebabkan nukleus gelatinous menjadi lebih berserat seiring dengan bertambahnya
waktu. Robekan pada anulus dapat berlanjut menjadi robekan dalam materi fibrous
diskus, sehingga menyebabkan "gangguan diskus internal" tanpa herniasi punggung.
Semua ini akan menyebabkan hilangnya ketebalan diskus, yang akan menyebabkan
ketidakstabilan (karena koneksi end-plate ke diskus mengalami degenerasi), serta
penyempitan resesus lateral dan foraminal sehingga berpotensi menyebabkan
penekanan terhadap akar saraf. Hilangnya ketebalan diskus juga menempatkan
tekanan baru pada elemen posterior, yang menyebabkan ketidakstabilan lebih lanjut
dari sendi zygapophyseal dan degenerasi lebih lanjut serta penekanan pada akar saraf.
Radikulitis dan Radikulopati
Banyak pasien dengan nyeri radikuler tidak menunjukkan suatu penjepitan pada
saraf melalui MRI. Penelitian telah menunjukkan bahwa herniasi diskus dapat
menyebabkan respon inflamasi.131.136.187 Mekanisme ini berasal dari fakta bahwa
nukleus pulposus sangat antigenik karena berada dalam seting imunoproteksi dalam
status nonpatologis. Ketika cairan dari nukleus pulposus mengenai jaringan saraf
pada kanalis spinalis dan neuroforamen melalui defek pada serat annular, maka
dimulailah suatu kaskade inflamasi yang dimediasi oleh autoimun. Mediator-
mediator inflamasi yang dihasilkan dapat menyebabkan pembengkakan pada saraf.
31
Hal ini dapat mengubah fungsi elektrofisiologi, mensensitisasi saraf dan
meningkatkan pembentukan nyeri tanpa kompresi mekanikal spesifik.
Mekanisme kompresi mekanik pada akar - akar saraf juga telah diteliti.13.184.185
Kompresi akar saraf dapat menyebabkan perubahan struktural dan pembuluh darah,
serta peradangan.150 Kompresi saraf dapat menyebabkan penurunan aliran darah
intraneural, sehingga akan menurunkan pasokan nutrisi ke jaringan saraf,
menyebabkan iskemia lokal, dan terjadinya edema intraneural. Hal ini dapat memicu
kaskade inflamasi serupa seperti yang telah dijelaskan di atas. Stimulasi mekanik dari
akar-akar saraf lumbal juga telah menunjukkan stimulasi produksi substansi P,
neuropeptida yang dikenal untuk memodulasi masukan sensorik nosiseptif.13 Dengan
terjadinya reaksi biokimia ini, efek struktural lokal kompresi mekanik (blok
transportasi demyelinasi dan aksonal) hanya berperan menambah respon simtomatis.
Nyeri pada Stenosis Spinalis
Mekanisme penyakit stenosis lumbalis ini juga dapat menyebabkan terjadinya
gejala klaudikasio neurogenik. Teori baru juga mendukung peran pembuluh darah
spinalis sebagai penyebab gejala stenosis.
Jika kompresi mekanik merupakan satu-satunya penyebab dari stenosis spinalis,
maka operasi dekompresi akan menjadi satu-satunya pengobatan yang diperlukan.
Kita mengetahui bahwa hal tersebut tidaklah benar, dan akibatnya teori alternatif
tentang patogenesis gejala stenosis spinalis telah diteliti. Dua teori yang mendukung
komponen vaskular dengan gejala stenosis spinalis adalah teori pembengkakan vena
dan insufisiensi arteri.1
Dalam teori pembengkakan vena, pembuluh darah spinalis pada pasien dengan
stenosis mengalami pembesaran, hal ini menyebabkan kongestif vena dan stagnansi
aliran darah.45 Mengumpulnya darah pada pembuluh darah spinalis ini meningkatkan
32
tekanan epidural dan intratekal, yang menyebabkan terjadinya mikrosirkulasi, terjadi
neuroiskemik (yaitu, neuritis iskemik), yang selanjutnya akan menyebabkan gejala
klaudikasio neurogenik khas pada stenosis.
Sedangkan pada teori stenosis spinalis akibat insufisiensi arteri, gejala
didasarkan akibat dilatasi arteri dari pembuluh radikuler lumbal untuk meningkatkan
suplai aliran darah dan nutrisi ke akar saraf selama dilakukannya latihan pada
ekstremitas bawah. Pada pasien dengan stenosis spinalis, refleks dilatasi ini mungkin
terganggu.14 Karena pasien dengan stenosis spinalis biasanya berusia tua, mereka juga
berisiko lebih tinggi untuk aterosklerosis, yang pada akhirnya akan menambah
insufisiensi arteri.
Kotak 40.1Sumber nyeri berpotensial pada punggungSebuah sistem klasifikasi yang berguna untuk memahami potensi sumber nyeri punggung tergantung pada pengetahuan pada struktur apa yang dipersarafi (dan dapat mengirimkan rasa sakit) dan struktur apa yang tidak memiliki persarafan.struktur diinervasi• Tulang: Vertebra• Sendi: Zygapophyseal• Disk: Hanya bagian external anulus dan berpotensi nyeri disk• Ligamen: ligamentum longitudinal anterior, posterior longitudinal ligamen, interspinous• Otot dan fasia• akar sarafstruktur yang tidak diinervasi• Ligamentum flavum• internal anulus• Disk: Inti pulposus
Generator Nyeri pada Vertebra Lumbalis
33
Punggung bawah/ pinggang merupakan suatu struktur yang secara anatomis
beragam dan terdapat banyak sumber nyeri yang potensial. Salah satu strategi yang
berguna untuk memperjelas sumber nyeri potensial tersebut adalah dengan
mempelajari struktur pinggang apa yang mendapat persarafan (dan dapat
mentransmisikan nyeri melalui serabut saraf nyeri) dan struktur apa tidak
mendapatkan persarafan (Box 40-1).
Saraf sinuvertebral menginervasi korpus vertebra anterior, anulus eksternal, dan
ligamentum longitudinal posterior. Ligamentum longitudinal posterior adalah struktur
yang sangat banyak mendapat inervasi dan memainkan peran penting dalam persepsi
nyeri punggung bawah akibat herniasi diskus lumbalis. Cabang medial ramus
primarius dorsal menginervasi sendi zygapophyseal dan ligamentum interspinosum,
serta otot multifidi lumbal. Cabang-cabang kecil lainnya dari ramus rimarius dorsal
menginervasi korpus vertebral posterior dan otot paraspinalis lumbalis lainnya serta
fasia. Ligamentum longitudinal anterior dipersarafi oleh rami komunikans abu-abu,
yang merupakan cabang rantai simpatis lumbalis. Anulus fibrosus internal dan
nukleus pulposus tidak mendapatkan persarafan sehingga tidak dapat
mentransmisikan nyeri.
Karena banyak struktur yang berpotensi menjadi sumber nyeri, maka telah
dikembangkan teori-teori untuk membantu para praktisi menentukan sebab nyeri
tertentu pada pasien. Beberapa yang paling umum dijelaskan di bawah ini.
Disfungsi segmental
Disfungsi segmental dapat terjadi ketika salah satu segmen terlalu kaku atau
terlalu mobile. Suatu segmen meliputi diskus, vertebra pada setiap sisi diskus, otot-
otot, dan ligamen yang berperan pada area ini. Kekakuan yang berlebihan diduga
disebabkan oleh perubahan artritik dan ligamen. Mobilitas yang berlebihan, juga
disebut ketidakstabilan, atau lebih baik disebut "ketidakstabilan fungsional," dapat
diakibatkan dari dari kerusakan jaringan, daya tahan otot yang rendah, atau
pengendalian otot yang buruk, dan biasanya merupakan kombinasi dari ketiga faktor
34
tersebut. Perubahan struktural akibat kerusakan jaringan, seperti ligamen yang tegang
atau terganggu menyebabkan kelemahan sendi, fraktur vertebra end-plate, dan
hilangnya ketebalan diskus, dapat menyebabkan disfungsi segmental karena terjadi
perubahan anatomi. Otot juga merupakan komponen penting dari stabilitas tulang
belakang. Hal ini menarik bagi physiatrist karena struktur ini dapat dipengaruhi oleh
latihan. Dalam situasi normal, hanya sejumlah kecil koaktivasi otot (sekitar 10% dari
kontraksi maksimal) yang diperlukan untuk menciptakan suatu stabilitas segmental.
Dalam suatu segmen yang rusak akibat kelemahan ligamen atau penyakit sendi,
kemungkinan diperlukan sedikit lebih banyak koaktivasi otot. Karena untuk
melakukan aktivitas sehari-hari hanya dibutuhkan kekuatan yang relatif ringan, maka
daya tahan otot lebih penting daripada kekuatan otot dan hal ini berlaku hampir untuk
kebanyakan pasien. Bagaimanapun tetap diperlukan cadangan energi untuk kegiatan-
kegiatan yang tak terduga seperti jatuh, beban tiba-tiba pada tulang belakang, atau
gerakan cepat. Dalam olahraga dan pekerjaan fisik yang berat, diperlukan
peningkatan baik kekuatan ataupun daya tahan. Misalnya, pada napas cepat yang
disebabkan oleh aktivitas berlebih, terdapat kontraksi dan relaksasi ritmis dari
dinding perut. Seseorang yang berada dalam kondisi fit, secara bersamaan dapat
memberikan sokongan untuk tulang belakang dan otot dinding perut serta memenuhi
kebutuhan pernapasan, tetapi orang yang berada dalam kondisi kurang fit mungkin
tidak mampu melakukan hal tersebut dan oleh karena itu lebih mudah mengalami
cedera atau menjadi sakit.139 Model biomekanik pada tulang belakang ini sangat
kompleks karena terdapat pola pergerakan global dan pola pergerakan segmental.
Dua tugas otot yang saling terkait harus dilakukan pada waktu yang bersamaan, yaitu:
menjaga postur dan posisi tulang belakang secara keseluruhan dan pengendalian
hubungan intersegmental individu. Diperlukan suatu kekakuan sendi yang cukup,
tetapi tidak berlebihan, pada tingkat segmental untuk mencegah cedera dan
memungkinkan pergerakan yang efisien. Kekakuan ini dapat dicapai dengan pola
aktivitas otot tertentu, yang berbeda tergantung pada posisi sendi dan beban pada
35
tulang belakang. Ketidakmampuan untuk mencapai kekakuan ini, dan masalah
segmental yang dihasilkan, diperkirakan menjadi faktor penyebab nyeri punggung
bawah.178
Ketidakseimbangan Otot dan Masalah Prosesi Saraf
Tampaknya terdapat masalah otot yang konsisten pada pasien dengan nyeri
punggung bawah kronis. Beberapa faktor tersebut mungkin sudah ada pada fase
sebelum cedera sehingga membuat tulang belakang lebih rentan terhadap cedera, dan
beberapa terjadi akibat adaptasi terhadap cedera. Sama seperti yang terlihat di bagian
tubuh yang lain (seperti lutut), fungsi otot dan kekuatan yang berada di sekitar tulang
belakang akan berubah setelah cedera.177 Penelitian telah menunjukkan pola
pelepasan abnormal pada stabilisator dalam tulang belakang dan otot transversus
abdominus dengan aktivitas, seperti gerakan anggota badan, menerima beban berat,
dan menanggapi tantangan keseimbangan. Peneliti lain menemukan rasio
abnormalitas kekuatan dan defisit ketahanan pada pasien dengan nyeri punggung
bawah, seperti rasio abnormal kekuatan fleksi terhadap ekstensi dan kurangnya daya
tahan otot batang tubuh.140
Penelitian mengenai otot paraspinalis lumbalis telah menemukan beberapa
kelainan pada pasien dengan nyeri punggung bawah. Beberapa penelitian yang
menggunakan pencitraan telah menunjukkan atrofi pada otot paraspinalis, terutama
dari otot multifidi, pada pasien dengan nyeri punggung bawah kronis.178 Pemulihan
otot multifidi tampaknya tidak terjadi secara spontan seiring dengan resolusi nyeri
punggung.91 Biopsi otot multifidi pada pasien dengan nyeri punggung bawah juga
menunjukkan terdapat kelainan pada otot tersebut. Ditemukan atrofi serat otot tipe 2
dan perubahan struktural internal serat tipe 1 yang terlihat seperti moth-eaten
appearance. Dalam sebuah penelitian terhadap pasien yang menjalani operasi akibat
herniasi diskus lumbalis dengan durasi gejala dari 3 minggu sampai 1 tahun, biopsi
otot multifidi yang terkumpul pada saat operasi menunjukkan atrofi otot tipe 2 dan
perubahan struktural serat tipe 1. Biopsi kemudian diulangi 5 tahun post-operasi.
36
Hasilnya, masih ditemukan atrofi serat tipe 2 pada semua pasien, baik mereka yang
telah menjalani pengobatan dengan operasi ataupun mereka yang tidak. Namun, pada
kelompok dengan hasil positif, persentase serat tipe 1 dengan struktur abnormal
mengalami penurunan, dan pada kelompok dengan hasil negatif terdapat peningkatan
serat tipe 1 abnormal.175 Ditemukan dukungan ilmiah yang semakin kuat mengenai
sebab multifaktorial dari nyeri punggung bawah, yang meliputi faktor-faktor
struktural dan dinamis. Hal ini memberikan dasar teoritis untuk pengobatan yang
bertujuan untuk meningkatkan biomekanik tulang belakang sebagai sarana untuk
mengobati nyeri punggung bawah, bersama dengan perawatan lain yang bertujuan
untuk manajemen nyeri. Penelitian pada area ini menarik, namun belum konklusif.
Tidak jelas apakah kelainan otot disebabkan oleh kondisi patologis yang
menyebabkan nyeri, atau ini merupakan penyebab nyeri punggung. Hasil penelitian
tidak sesuai dengan defisit konsisten yang ada pada pasien dengan nyeri punggung.
Hal ini kembali mencerminkan sifat heterogen dari kelompok pasien yang
diklasifikasikan sebagai nyeri punggung bawah, dan faktor-faktor berbeda yang
mendominasi pasien yang berbeda.
Faktor psikososial dan nyeri punggung bawah
Nyeri merupakan pengalaman individual, dan faktor-faktor biomekanik dan
neurologis sendiri tidak dapat menjelaskan banyak mengenai variasi klinis pasien
yang datang dengan nyeri punggung. Beberapa faktor psikososial ditemukan berperan
dalam terjadinya nyeri punggung bawah. Hal ini telah sangat jelas dibahas di sini dan
lebih lanjutnya dibahas pada bab nyeri kronik (lihat Bab 42) karena berita ini telah
tersebar pada berbagai kondisi nyeri, bukan hanya pada nyeri punggung bawah.
Depresi, anxietas, dan kemarahan. Hal ini tampak pada sekitar 30% hingga 40%
pasien yang mengalami nyeri punggung kronik juga mengalami depresi.115 Rerata ini
sangat tinggi karena pada pasien depresi cenderung mengeluhkan nyeri punggung dan
37
menjadi cacat akibat nyeri tersebut dan karena pada beberapa pasien yang menderita
nyeri persisten akan mengalami depresi. Pasien yang menderita depresi memiliki
peningkatan risiko untuk berkembang menjadi nyeri punggung dan leher. Pada
analisis terbaru mengenai faktor-faktor yang menyebabkan onset nyeri punggung dan
leher, mereka yang berada pada kuartil tertinggi dari skor depresi memiliki
peningkatan risiko sebesar empat kali lipat untuk berkembang menjadi nyeri
punggung bawah dibandingkan mereka yang berada pada kuartil terbawah dari skor
depresi.39 Bukti kuat menunjukkan bahwa faktor-faktor psikososial memiliki
hubungan yang erat terhadap transisi nyeri akut menjadi nyeri kronik dan terjadinya
disabilitas. Penelitian pada 1628 pasien dengan nyeri punggung yang ditemukan pada
klinik nyeri, mereka yang dengan diagnosis komorbid depresi cenderung berisiko
lebih dari tiga kali lipat menduduki kuartil terburuk dari fungsi fisik dan emosional
pada 36-Item Short-Form Health Survey dibandingkan mereka yang tidak mengalami
depresi.70 Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa depresi, anxietas, dan
tekanan berhubungan erat dengan intensitas dan durasi nyeri, serta disabilitas.118
Penelitian juga menunjukkan suatu korelasi yang erat antara kemarahan dan
nyeri, diperkirakan hal ini disebabkan oleh defisiensi modulasi opioid pada mereka
dengan anxietas, kemarahan, dan reaktivitas takut yang tinggi.32 Pasien dengan
gangguan stres post-traumatik memiliki insidensi tinggi terhadap nyeri punggung
bawah kronik.201
Kepercayaan pasien mengenai nyeri dan pengetahuan tentang nyeri.
Kepercayaan mengenai nyeri punggung bersifat sangat individual dan sering kali
tidak didasarkan atas fakta. Beberapa pasien dengan nyeri punggung, terutama
mereka yang dengan nyeri punggung bawah kronik, harus cuti bekerja akibat nyeri
tersebut, dan hal ini menyebabkan mereka sangat takut mengalami nyeri punggung.
Termasuk hal ini juga ketakutan bahwa nyeri yang mereka alami bersifat permanen,
nyeri berhubungan dengan aktivitas, dan dengan aktivitas akan menyebabkan
38
kerusakan dari punggung mereka. Kepercayaan ini disebut sebagai rasa takut
penghindaran. Sebagai contoh, penelitian telah menemukan bahwa pasien dengan
nyeri punggung bawah kronik yang memiliki kinerja buruk pada tes treadmill,191
berjalan lebih lambat pada tes treadmill,2 dan menunjukkan hasil yang lebih buruk
pada tes dengan latihan isometrik tulang belakang3 adalah mereka yang lebih banyak
mengantisipasi terhadap nyeri dibandingkan mereka yang menjalani tes ini dengan
baik. Kepercayaan mengenai rasa takut penghindaran bukanlah nyeri yang
sebenarnya terjadi selama dilakukannya pengujian terhadap kinerja mereka. Tingkat
rasa takut penghindaran menjelaskan mengenai disabilitas yang dilaporkan sendiri
dan waktu cuti secara lebih akurat daripada tingkat sakit yang sebenarnya atau
diagnosa medis.127 Temuan ini menyebabkan Waddell dan ahli lain menyatakan
bahwa "takut sakit mungkin lebih melumpuhkan daripada sakit itu sendiri." 234
Sebuah penelitian berbasis populasi besar menemukan bahwa subyek dengan
tingkat nyeri yang sangat tinggi, ditandai dengan pikiran terlalu negatif tentang nyeri
dan ketakutan yang tinggi terhadap gerakan dan cedera atau kemungkinan cedera
kembali (kinesophobia), yang bila mengalami nyeri kembali akan cenderung untuk
mengalami nyeri yang lebih berat atau lebih menyebabkan disabilitas pada evaluasi
follow up dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami nyeri yang sangat
tinggi. Bagi mereka yang pada kuesioner awal tanpa disertai nyeri punggung, bila
mengalami nyeri yang sangat tinggi maka lebih mungkin mengalami nyeri punggung
bawah dengan disabilitas pada evaluasi follow up dibandingkan dengan yang tidak
mengalami nyeri yang ekstrem.171 Proses berpikir, seperti halnya dengan keberadaan
kondisi nyeri ekstrem, tidak terbatas pada nyeri punggung dan sering terjadi dengan
bagian dan pola yang lebih besar sebagai hubungan dari proses berpikir.
Kepercayaan pasien tentang nyeri dan pendekatannya dalam mengatasi nyeri
tersebut secara konsisten ditemukan mempengaruhi outcome. Untungnya, perubahan
kepercayaan dan pola kognitif ini masih dimungkinkan. Program nyeri multidisiplin
39
telah terbukti efektif dalam mengurangi keyakinan rasa takut penghindaran dan nyeri
yang sangt ekstrem (lihat Bab 42).205
Perubahan-perubahan dalam keyakinan ini juga dapat meningkatkan fungsi.
Sebagai contoh, sebuah penelitian dimana sekelompok pasien dengan nyeri punggung
bawah kronik yang menjalani program pengobatan perilaku kognitif ditemukan
bahwa, meskipun tidak terdapat perubahan signifikan dalam intensitas nyeri, mereka
yang dengan penurunan kepercayaan rasa takut penghindaran memiliki pengurangan
yang signifikan dalam disabilitas. Perubahan keyakinan rasa takut penghindaran
menyumbang sekitar 71% dari varians pengurangan disabilitas dalam penelitian ini.252
Sentralisasi dan Nyeri
Pengalaman nosisepsi diproses oleh tubuh dalam cara yang kompleks. Teori
bahwa nyeri merupakan suatu loop sederhana dari cedera persepsi ternyata terlalu
sederhana. Pengolahan nyeri dimulai di sumsum tulang belakang/ medulla spinalis
dan berlanjut secara luas di otak, dan nyeri utama yang dialami seseorang merupakan
penjumlahan dari beberapa jalur fasilitasi dan penghambatan yang desendens dan
asendens. Bukti yang luas saat ini mendukung teori bahwa nyeri persisten mungkin
disebabkan oleh sensitisasi sentral, yang dapat membantu menjelaskan mengapa
sering kali tidak ditemukan generator nyeri dalam nyeri punggung bawah kronis.46
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Nyeri Punggung
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap sangat penting dalam evaluasi
nyeri punggung untuk menentukan penyebab gejala-gejala, mengesampingkan
patologi medis serius, dan menentukan apakah evaluasi diagnostik lebih lanjut
diperlukan
40
Anamnesis
Seperti halnya anamnesis, ciri nyeri punggung yang harus dieksplorasi antara
lain lokasi, karakter, tingkat keparahan, waktu, termasuk onset, durasi, dan frekuensi,
faktor yang mengurangi dan memperburuk, serta tanda dan gejala lainnya. Masing-
masing fitur ini dapat membantu dokter dalam memperoleh diagnosis dan prognosis
serta menentukan pengobatan yang tepat. Penyebab nyeri punggung seringkali sangat
sulit untuk ditentukan. Dari sebanyak 85% pasien, tidak terdapat penyebab khusus
dari nyeri punggung yang berhasil ditemukan.50 Salah satu tujuan utama dari
mengetahui anamnesis adalah untuk menyingkirkan penyebab yang jarang namun
serius dari nyeri punggung. Elemen informasi yang menunjukkan suatu kondisi serius
yang mendasari nyeri, seperti kanker, infeksi, tanda-tanda keterlibatan saluran secara
luas, dan fraktur disebut bendera merah/ red flag (Box 40-2). Ketika terdapat hal ini,
maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (Tabel 40-1).
Kotak 40.2Bendera Merah": Indikasi Paling Umum Dari Riwayat penyakit dan Pemeriksaan untuk Temuan patologis Membutuhkan Perhatian Khusus dan Terkadang Aksi Segera (Termasuk Pencitraan) Anak-anak berusia <18 tahun dengan nyeri yang cukup, atau
onset baru pada mereka berusia > 55 tahun Riwayat trauma kekerasan Sifat nyeri non mekanik (misalnya, nyeri konstan tidak
dipengaruhi oleh gerakan, nyeri pada malam hari) Riwayat kanker Penggunaan steroid sistemik Penyalahgunaan narkoba infeksi HIV atau pasien immunocompromised lainnya penurunan berat badan yang tidak disengaja Sakit sistemik, terutama tanda-tanda infeksi seperti demam atau
berkeringat di malam hari Menetapnya derajat keparahan dari gerakan atau rasa sakit
dengan gerak minim deformitas Struktural Kesulitan dengan berkemih
41
Kehilangan tonus sfingter anal atau fecal inkontinensia, sadelanestesi
kelemahan motorik progresif atau gangguan gait Ditandai kaku pagi Keterlibatan sendi perifer Iritis, ruam kulit, radang usus, keluarnya cairan dari uretra, atau
lainnya gejala penyakit rematologi gangguan inflamasi seperti suspek ankylosing spondylitis Riwayat penyakit rematologi keluarga atau struktural
abnormalitas
TABEL 40-1. Sensitifitas dan spesifitas yang Berbeda Elemen Sejarah dan
Pemeriksaan untuk Beberapa Penyebab spesifik Low Back Pain
Penyakit atau kelompok penyakit
Gejala atau tanda Sensitivitas Spesifitas
Keganasan spinal umur > 50 tahun 0,77 0,71
Riwayat penyakit dahulu kanker 0,31 0,98
Kehilangan berat badan yang tidak bisa dijelaskan
0,15 0,94
Nyeri tidak hilang dengn istirahat 0,90 0,46
Nyeri > 1 bulan 0,50 0,81Tidak membaik setelah 1 bulan terapi
konservatif0,31 0,90
Sedimentasi eritrosit > 20mm 0,78 0,67
Infeksi spinalKecanduan obat-obatan IV, UTI, infeksi
kulit0,4
Demam 0,27-0,83 0,98
Verbal tenderness "beralasan" "rendah"
Umur > 50 tahun 0,84 0,61
Fraktur Kompresi Umur > 70 tahun 0,22 0.96
Penggunaan kortikosteroid 0,66 0,99
Hernia diskus intervertebral sciatica 0,95 0,88
42
Selain menentukan diagnosis, tujuan mengetahui anamnesis ini adalah untuk
mengeksplorasi perspektif pasien dan pengalaman penyakit. Faktor psikososial
tertentu sangat penting dalam menentukan prognosis (Box 40-3). Faktor-faktor
seperti kepuasan kerja yang buruk, pola berpikir tentang nyeri sebagai bencana,
keberadaan depresi, dan istirahat atau cuti berlebihan jauh lebih sering terjadi pada
pasien yang mengalami nyeri punggung dan menyebabkan munculnya disabilitas
pada pasien. Hal ini disebut sebagai bendera kuning/ yellow flag, karena dokter harus
melanjutkan dengan hati-hati, dan membutuhkan evaluasi psikologis lebih lanjut atau
harus dipertimbangkan untuk melakukan pengobatan. Beberapa faktor psikososial
dapat ditanyakan melalui pertanyaan spesifik, dan beberapa akan menjadi jelas
melalui pernyataan pasien selama menceritakan mengenai perjalanan penyakit yang
mereka alami. Pertanyaan tentang, misalnya, apa yang pasien percaya menyebabkan
nyeri, apa ketakutan dan perasaan mengenai kepercayaannya ini, harapan mereka
tentang nyeri dan pengobatannya, serta bagaimana nyeri punggung mempengaruhi
kehidupan mereka (termasuk pekerjaan dan kehidupan rumah), dapat menghasilkan
informasi berharga. Banyak bendera kuning merupakan indikator prognosis, yang
lebih baik daripada diagnosis medis yang lebih tradisional.235
Kotak 40.3Beberapa Hal Umum " Bendera Kuning " Berhubungan Dengan Perkembangan Disabilitas Nyeri Dengan Perhatian Tambahan Lebih Baik
• Adanya pemikiran catastrophic: tidak ada cara untuk pasien mengontrol nyeri, bahaya ini terjadi bila nyeri berlanjut dan lainnya• Harapan nyeri memburuk dengan bekerja dan beraktivitas• Prilaku seperti penolakan dari aktivitas normal, dan istirahat berlebihan• Tidur memburuk• Kompensasi masalah• Emosi seperti stres dan anxietas• Masalah pekerjaan seperti kepuasan yang jelek dari pekerjaan dan hubungan yang buruk dengan atasan• Lamanya waktu bekerja
43
Pemeriksaan fisik
Tabel 40-2 menguraikan pemeriksaan menyeluruh vertebra lumbalis.
Observasi
Observasi harus mencakup survei kulit, massa otot, dan struktur tulang, serta
pengamatan postur secara keseluruhan (Gambar 40-13 dan 40-14), dan posisi
vertebra lumbalis pada khususnya. Cara berjalan juga harus diperhatikan sebagai
petunjuk mengenai etiologi dan faktor yang berkontribusi.
Palpasi
Palpasi harus mulai dari lapsisan paling superfisial dan semakin dalam ke jaringan di
bawahnya. Hal ini dapat dilakukan pada pasien yang berdiri. Untuk memastikan
bahwa otot punggung (Gambar 40-15) berada dalam kondisi relaksasi, palpasi sering
dilakukan pada pasien dalam posisi berbaring telentang, kemungkinan dengan bantal
yang diletakkan di bawah abdomen dapat sedikit melengkungkan tulang belakang ke
posisi yang nyaman. Selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis
untuk menentukan struktur apa yang terasa nyeri pada saat palpasi.
Lingkup gerak sendi
Kuantitas lingkup gerak sendi. Beberapa metode dapat digunakan untuk
mengukur berbagai lingkup gerak sendi (ROM) tulang belakang, antara lain : dengan
menggunakan inklinometer tunggal atau ganda; mengukur jarak ujung jari ke lantai;
dan, untuk fleksi ke depan digunakan tes Schober (mengukur distraksi antara dua
tanda pada kulit selama fleksi ke depan). Dari metode-metode tersebut, inklinometer
ganda terbukti memiliki korelasi terdekat dengan pengukuran pada radiografi.77.210
Jarak jari ke lantai memiliki intrarater baik dan handal, namun metode ini perlu
memperhitungkan gerakan panggul dan dipengaruhi oleh struktur luar tulang
belakang, seperti paha belakang.168 Tes Schober umumnya digunakan untuk menilai
44
penurunan fleksi dalam ankylosing spondylitis. Tes ini merupakan tes yang sensitif
untuk kondisi ini, tetapi tidak spesifik. Gambaran umum ROM normal adalah fleksi
ke depan, 40 sampai 60 derajat; ekstensi, 20 sampai 35 derajat; fleksi lateral, 15
sampai 20 derajat; dan rotasi, 3 sampai 18 derajat. Penelitian sebelumnya yang
meneliti mengenai ROM normal pada orang dewasa asimtomatik telah menemukan
variasi yang besar dari kisaran normal.165 Tidak jelas apa arti dari penurunan ROM
pada pasien dengan nyeri punggung karena banyak orang tanpa nyeri punggung juga
memiliki rentang yang terbatas. ROM juga dapat mengalami perubahan tergantung
pada waktu, upaya pasien untuk memperluas rentang tersebut, dan berbagai faktor
lainnya.255
TABEL 40-2 . Pemeriksaan Fisik Untuk Nyeri Punggung Bawah
Komponen Pemeriksaan
Aktivitas Spesifik Alasan Pada Pemeriksaan Ini
Observasi Observasi seluruh tubuhMelihat perbedaan struktur abnormal atau keseimbangan otot
Observasi Vertebra Lumbal
Menemukan perbedaan keseimbangan otot dengan kebiasaan posisi
Observasi kulitMencari diagnosa seperti psoariasis, penyakit ruam saraf, atau penyakit pembuluh darah penyebab nyeri
Observasi gaitMelihat gerakan kinetik dan mencari hubungan dengan gejala terhadap otot, neurologi atau masalah sendi
Palpasi Tulang Melihat masalah tulang seperti infeksi dan fraktur
Sendi facet mengidentifikasi level tertentuligamen dan jarak antar diskus
Melihat apakah kelembutan
Otot mencari trigger point, spasme otot dan atropi otot
ROM Aktif Flexsi kebelakang dihitung kualitas nyeri
extensi
bending side sama, begitu juga sisi sebelahnya
rotationPemeriksaan Neurologis
tes miotom otot manual L1-S1
Menentukan kelemahan
Sensasi menyentuh cahaya dan pinprick,
Menentukan kehilangan sensoris
45
dermatom L1-S1Reflek: patela, hamstring, archiles
injuri tes L4,L5 atau S1 jika berkurang, penyakit UMN
Tes keseimbangan dan kordinasi
Tanda penyakit UMN
Respon plantar sama tes pemanjangan tungkai
Ketegangan saraf L5 atau S1
Cabang saraf femoral Ketegangan saraf L3 atau L4Tes ortopedik khusus
Kekuatan otot abdominal Menentukan kelemahan dan deconditioning
Kekuatan stabilisasi pelvis misal glutes medius,maximus
Menentukan kelemahan dan deconditioning
Kekekatan dan kekauan hamstring
Menentukan area dengan flexibilitas lemah
Keketatan dan kekauan flexor pinggulKeketatan dan kekauan rotasi flexorUji ketidakstabilan prone Tanda ketidakstabilan
Kualitas lingkup gerak sendi. Pemeriksa harus mencermati apakah teradapat
abnormalitas pada pola pergerakan pasien selama pemeriksaan ROM, seperti gerakan
"menangkap" dalam jangkauan, apakah tindakan tersebut menyebabkan nyeri. Hal ini
dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis. Misalnya, terasa nyeri pada gerakan
fleksi ke depan dapat menandakan penyakit sendi, dan nyeri akibat gerakan ekstensi
dapat menunjukkan spondylolisthesis, penyakit sendi zygapophyseal, atau stenosis
spinalis.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada tungkai bawah dapat menyingkirkan penjepitan
pada akar saraf secara klinis dan penyebab neurologis lain dari nyeri kaki (Tabel 40-3
dan 40-4). Pemeriksaan fisik secara logis harus dilanjutkan untuk mengetahui
gangguan suatu level akar saraf tertentu, yaitu dengan menggabungkan temuan klinis
gejala dan tanda kelemahan, kehilangan sensorik, berkurang atau tidak adanya
refleks, dan tes-tes khusus seperti straight leg-raising sign. Abnormalitas pada motor
46
neuron atas juga harus dikesampingkan. Keakuratan pemeriksaan neurologis dalam
mendiagnosis suatu herniasi diskus masih pada level moderat. Akurasi terebut dapat
ditingkatkan secara signifikan, dengan menggabungkan berbagai temuan klinis yang
ada.50 Sensitivitas dan spesifisitas temuan yang berbeda untuk radikulopati lumbal
telah diteliti dengan baik (Tabel 40-5).
Tes khusus ortopedi untuk menilai kekuatan dan fleksibilitas relative
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh gangguan penyesuaian postur tubuh,
kurangnya daya tahan, dan ketidakseimbangan otot. Maka dari itu, penting untuk
mengidentifikasi pola pergerakan otot pengontrol gerakan tulang belakang dan posisi
panggul yang tidak efisien atau abnormal.
Karena memiliki efek menstabilkan tulang belakang, kekuatan otot perut dan
daya tahan adalah penting. Beberapa cara yang berbeda dapat digunakan untuk
mengukur kekuatan dan kontrol otot perut (Gambar 40-16 dan 40-17). Satu sistem
penilaian menilai apakah pasien mampu mempertahankan posisi tulang belakang
netral sambil menambahkan gerakan kaki (Gambar 40-18).
47
48
Gambar 40-13. Empat jenis postural alignment: Alignment Ideal (A), kyphosis-
lordosis postur (B), postur punggung datar (C), dan postur punggung-bergoyang (D)
Selain menentukan kekuatan otot perut, pengujian terhadap kekuatan otot
punggung dan stabilisator panggul, seperti otot-otot abduktor paha, juga bermanfaat.
Selain itu, juga penting untuk dilakukan penilaian terhadap area yang relatif kaku.
Tes yang biasa dilakukan antara lain untuk menilai fleksibilitas fleksor pinggul,
fleksibilitas hamstring, panjang ekstensor pinggul lainnya, dan panjang otot
gastrocnemius / soleus. Tantangan keseimbangan, seperti kemampuan untuk
mempertahankan posisi berdiri dengan kaki tunggal, kemampuan untuk menyerang
atau jongkok, dan tes fungsional lainnya juga membantu untuk menentukan status
dasar pasien.
Tes khusus ortopedi untuk instabilitas segmen lumbalis
Banyak dokter dan peneliti percaya bahwa salah satu penyebab nyeri
punggung bawah mekanik adalah ketidakstabilan segmental yang merespon terhadap
pengobatan stabilisasi tertentu. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi
kelompok ini secara akurat dari bentuk lain nyeri punggung bawah. Tes-tes khusus
termasuk uji gerak pasif intervertebralis dan uji ketidakstabilan pronasi.
Uji gerak pasif intervertebralis. Pasien berbaring telungkup. Pemeriksa
memberikan tekanan stabil di atas prosesus spinosus dan menilai jumlah gerak tulang
belakang dan apakah memprovokasi nyeri.90
Uji instabilitas telungkup. Pasien berbaring telungkup, dengan batang tubuh berada
pada meja periksa dan tungkai di tepi meja dengan kaki berpijak pada lantai.
Pemeriksa melakukan uji gerak pasif intervertebralis pada setiap level dan mencatat
provokasi nyeri. Kemudian pasien mengangkat kaki dari lantai, dan level yang
49
menyakitkan diulang. Sebuah tes dinyatakan positif bila nyeri menghilang ketika kaki
diangkat dari meja. Hal ini karena otot ekstensor dapat menstabilkan tulang belakang
dalam posisi ini. 90,138
50
51
Gambar 40-14. Keselarasan panggul rusak akibat lemah dan panjang otot perut (A),
pendek dan kaku fleksor pinggul (B), apparent anterior tilt (C), dan tilt posterior (D).
Pengaruh memiringkan panggul pada kemiringan dasar sakrum ke bidang transversal
(sudut sakral) selama berdiri tegak ditampilkan. E, Memiringkan panggul belakang
mengurangi sudut sakral dan merata pada tulang belakang lumbar. F, Selama santai
berdiri, sudut sakral adalah sekitar 30 derajat. G, Memiringkan panggul ke depan
meningkatkan sudut sakral dan menonjolkan tulang belakang lumbal
Pemeriksaan area di atas dan bawah vertebra lumbalis
Dalam kedokteran muskuloskeletal umumnya, sendi yang berada di atas dan
di bawah area yang nyeri harus diperiksa untuk memastikan tidak ada hal yang
terlewatkan. Merupakan ide yang baik untuk melakukan pemeriksaan pada vertebra
lumbalis. ROM dari sendi pinggul harus dinilai, dan skrining cepat sendi lutut dan
pergelangan kaki dapat menentukan apakah patologi di daerah tersebut juga
berkontribusi terhadap masalah pada punggung. Vertebra thorakalis dapat secara
cepat diskrining,demikian pula dengan ROM dan palpasi.
52
53
Gambar 40-15. Anatomi permukaan punggung bawah
Tabel 40-3. Faktor yang berakibat terhadap posture
Alasan kelainan
Contoh klinis
Struktur tulang Fraktur kompresi
Penyakit ScheurmanKelemahan ligamen
Hiperekstensi lutut, siku
Panjang otot dan fasia
Keketatan paha belakang yang menyokong panggul posterior
Otot perut yang lemah dan panjang yang memungkinkan anterior pelvic tiltKebiasaan tubuh
Obesitas atau kehamilan mengakibatkan perubahan paksa dan peningkatan lordosis lumbar
Penyakit neurologi
spastisitas mengakibatkan pola ekstensi dari ekstremitas bawah
mood Depresi menyebabkan merosotnya bahu
Kebiasaan Pengendara sepeda jarak jauh meningkatkan kifosis dada dan pendataran tulang belakang dari posisi berkepanjangan saat mengendarai sepeda
Perilaku penyakit dan tanda nonorganik pada pemeriksaan fisik
Beberapa alasan dapat menjelaskan mengapa pasien dengan nyeri punggung
mungkin menampilkan gejala yang tidak sesuai dengan cedera. Perilaku penyakit
adalah perilaku yang dipelajari dan sebagai respon yang digunakan oleh beberapa
pasien untuk mewakili penderitaan yang mereka alami. Beberapa penelitian
menemukan bahwa pasien dengan nyeri punggung bawah kronik dan sindrom nyeri
kronik mengalami kecemasan yang signifikan selama pemeriksaan fisik. Hal ini akan
mempersulit penilaian karena mengubah kondisi presentasi klinis. Kecemasan ini
umumnya bermanifestasi sebagai perilaku menghindar, seperti penurunan ROM atau
kurangnya usaha dalam uji otot.81 Alasan lain dari perilaku penyakit termasuk
keinginan untuk membuktikan kepada dokter bagaimana nyeri tersebut menimbulkan
keterbatasan dan berpura-pura sakit. Salah satu cara untuk menilai perilaku penyakit
pada pemeriksaan fisik adalah dengan melakukan pemeriksaan untuk mencari tanda-
tanda Waddell. Tanda-tanda Waddell adalah bentuk perilaku penyakit.234 Tanda
54
tersebut merupakan temuan nonorganik pada pemeriksaan fisik yang berhubungan
dengan gangguan psikologis. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut:
Kelembutan tidak sesuai yang meluas atau superficial
Nyeri pada pengujian yang hanya mensimulasikan beban tulang belakang, seperti
tekanan ringan yang diterapkan pada bagian atas kepala, yang menyebabkan nyeri
punggung, atau gerakan memutar pinggul dan bahu bersama-sama untuk
mensimulasikan gerakan berputar tanpa benar-benar menggerakkan tulang
belakang, yang mereproduksi nyeri punggung
Kinerja inkonsisten ketika menguji hal yang sama pada posisi yang berbeda,
seperti perbedaan dalam hasil tes straight leg-raising dengan pasien terlentang
dibandingkan duduk.
Defisit regional dalam kekuatan atau sensasi yang tidak memiliki dasar anatomi
Reaksi berlebihselama pemeriksaan fisik
Temuan tiga dari lima kategori tersebut menunjukkan gangguan psikologis dan juga
menunjukkan bahwa bagian lain dari pemeriksaan fisik memerlukan usaha pasien
atau pelaporan gejala yang kemungkinan tidak akurat.
Klinis Evaluasi: Diagnostik
Studi Pencitraan
Pencitraan vertebra lumbal harus digunakan dalam evaluasi nyeri punggung bawah
jika dibutuhkan konfirmasi patologi spesifik setelah anamnesis menyeluruh dan
pemeriksaan fisik.
Radiografi polos
Radiografi konvensional diindikasikan dalam trauma untuk mengevaluasi fraktur dan
untuk mencari lesi tulang seperti tumor saat ditemukan red flag pada anamnesis.
Sebagai alat skrining awal untuk patologi vertebra lumbal, alat ini memiliki
55
sensitivitas dan spesifisitas yang sangat rendah. Antero-posterior dan lateral adalah
dua sudut pandang yang pada umumnya diperoleh. Sudut pandang oblique dapat
diperoleh untuk memeriksa spondylolysis dengan mem-visualisasikan pars
interarticularis dan gambaran “Scottie dog” dari vertebra lumbal (Gambar 40-19).
Sudut pandang fleksi-ekstensi lateral dilakukan untuk memeriksa ketidakstabilan
dinamis, meskipun literatur tidak mendukung kegunaannya. Foto ini berpotensi
paling berguna dari perspektif skrining bedah ketika mengevaluasi suatu
spondylolisthesis. Foto ini umumnya dilakukan pasca-trauma dan pasien
pascaoperasi.
Magnetic Resonance Imaging
MRI adalah metode pencitraan yang unggul dalam mengevaluasi penyakit
diskus degeneratif, herniasi diskus, dan radikulopati (Gambar 40-20) (lihat juga Bab
7). Pada pencitraan T2, anulus dapat dibedakan dari nukleus internal dan cedera
annular dapat dilihat sebagai zona dengan intensitas tinggi. Zona ini memiliki
signifikansi klinis yang tidak jelas namun dianggap sebagai sumber nyeri yang
potensial.
Penambahan penyangatan kontras gadolinium membantu untuk
mengidentifikasi struktur dengan peningkatan vaskularisasi. Kontras selalu
diindikasikan dalam mengevaluasi untuk tumor atau infeksi atau untuk menentukan
jaringan parut (vaskular) vs herniasi diskus yang berulang (avaskular) pada pasien
pascaoperasi dengan gejala radikuler berulang.
Tabel 40-4. Sindrom cabang lumbar
Cabang saraf
Dermatom Kelemahan Otot
Reflek atau tes spesial
Parestesi
L1
Punggung, trokanter atas, paha dalam
Paha dalam, setelah sikap badan,Dengan penyebab nyeri
L2 Punggung, bagian
Psoas, abduktor
Occasionally front of thigh
56
depan dan setinggi lutut
panggul
L3
punggung, bokong atas, depan paha atas dan lutut, medial tungkai bawah
Psoas, quadriceps–paha
Knee jerks sluggish, protein kinaseB-positive, nyeri saat tulang tungkai dipanjangkan
Lutut dalam, anterior tungkai bawah
L4
Bagian dalam bokong, bagian luar paha, bagian dalam tungkai, dorsum kaki, jempol kaki
Tibialis anterior, extensorhallucis
Meluruskan tungkai bawah, nyeri flexi leher, kelemahan lutut,Keterbatasan flexi
Aspek medial betis dan lutut
L5
Bokong, punggung dan sisi paha,lateral aspek tungkai, dorsum kaki, bagian dalam tapak kaki, jari kaki 1,2, 3
Extensor hallucis, peroneals,gluteus medius, ankledorsiflexors,hamstrings–calfwasting
Keterbatasan pelurusan tungkai ke satu sisi, nyeri flexi leher,Penurunan reflek lutut, nyeri saat menyilangkan kaki
Bagian lateral tungkai, bagian medial jari kaki 3
S1 bokong, belakang paha, and tungkai bawah
Calf and hamstrings, wastingof gluteals, peroneals,
Keterbatasan pelurusan tungkai bawah
Lateral jari kaki kedua, lateral kaki,lateral tungkai hingga lutut, bagian plantar kaki
57
plantarflexor
S2Sama dengan S1
Sama dengan S1 kecuali peroneal
Sama dengan S1 Tungkai lateral, lutut, tumit
S3
paha, dalam paha hingga lutut
S4
Perineum: genital, sakrum bawah
Kantung kemih dan rektum
Saddle area, genital, anus,impoten
Tabel 40-5. Lumbar radikulopati pada pasien dengan sciatica
TemuanSensitifitas (%)
Spesifitas (%)
Lumbosakral radikulopati positif
Lumbosakral radikulopati negatif
Pemeriksaan motorikDorsifleksi lutut
54 89 4,9 0,5
Ipsilateral betis
29 94 5,2 0,8
Pemeriksaan sensorikSensasi abnormal
16 86 NS NS
58
tungkaiPemeriksaan reflekAbnormal reflek lutut
48 89 4,3 0,6
Maniver pelurusan tungkai bawah
73-98 11-61 NS 0,2
Manuver penyilangan tungkai bawah
23-43 88-98 4,3 0,8
Kelemahan dari MRI adalah, meskipun merupakan tes yang sangat sensitif,
tidak sangat spesifik dalam menentukan sumber rasa sakit yang pasti. Telah diketahui
bahwa banyak orang tanpa nyeri punggung memiliki perubahan degeneratif, protrusi
dan bulging diskus pada MRI. Boden et al menunjukkan bahwa sepertiga dari 67
subyek tanpa gejala yang ditemukan memiliki " kelainan substansial " pada MRI
vertebra lumbar. Dari subyek yang berusia kurang dari 60 tahun, 20% memiliki
herniasi diskus, dan 36% dari mereka yang berusia lebih 60 memiliki herniasi diskus
dan 21% memiliki stenosis vertebra. Diskus yang mengalami bulging dan degenerasi
bahkan lebih umum ditemukan. Dalam studi lain mengenai temuan MRI lumbal pada
orang tanpa nyeri punggung, Jensen et al menunjukkan bahwa hanya 36% dari 98
pasien yang memiliki diskus normal. Mereka menemukan bahwa bulging dan protrusi
sangat sering ditemukan pada subyek tanpa gejala, tetapi tidak untuk ekstrusi. Dalam
sebuah penelitian yang lebih baru pada tahun 2001, Jarvik membenarkan temuan ini.
Computed Tomography
Karena resolusi struktur anatomi pada MRI, scanning dengan computed tomography
(CT) dapat menjadi pilihan sebagai studi pencitraan lain untuk nyeri punggung bawah
dan radikulopati. CT scan masih lebih berguna daripada MRI dalam mengevaluasi
lesi tulang. CT scan juga berguna pada pasien pascaoperasi dengan perangkat keras
59
yang berlebihan yang dapat mengaburkan pembacaan MRI, dan pada pasien dengan
implan (klip aneurisma atau alat pacu jantung) yang juga dapat menghalangi fungsi
MRI.
60
61
Gambar 40-16. Trunk meningkatkan maju: grading. Penekukan trunk sit-up
dilakukan dengan pasien berbaring telentang dan dengan kaki dipanjangkan. Panggul
posterior pasien miring dan fleksi vertebra, dan perlahan-lahan melengkapi
penekukan trunk sit-up. Kendall menyatakan bahwa "titik penting dalam tes untuk
kekuatan otot perut adalah pada saat fleksor pinggul bekerja keras. Otot perut pada
saat ini harus mampu untuk menentang kekuatan fleksor pinggul di samping
menjaga penekukan trunk. "Pada titik di mana fleksor pinggul sangat kontraksi,
pasien dengan otot perut yang lemah akan memiringkan panggul anterior dan
memperpanjang pinggang. A, A 100% atau kemampuan grade normal untuk
mempertahankan fleksi tulang belakang dan masuk ke dalam posisi duduk dengan
tangan terlipat di belakang kepala. B, An 80% atau grade baik adalah kemampuan
untuk melakukan hal ini dengan lengan terlipat di dada. C, A 60% atau grade imbang
adalah kemampuan untuk melakukan hal ini dengan lengan diperpanjang ke depan. A
50% atau grade imbang kemampuan untuk memulai fleksi tetapi tidak
mempertahankan fleksi tulang belakang dengan lengan diperpanjang depan
Myelografi
Pada myelografi, pewarna kontras disuntikkan ke dalam kantung dural dan radiografi
polos dilakukan untuk menghasilkan gambar dari batas/dinding dan isi dari kantung
dural (Gambar 40-21). Gambar CT juga dapat diperoleh setelah injeksi kontras untuk
menghasilkan gambar penampang aksial vertebra yang meningkatkan perbedaan
antara kantung dural dan struktur di sekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan sebagai
alat skrining pra-bedah yang potensial tetapi jarang digunakan setelah adanya
kemajuan MRI.
Skintigrafi
Scanning tulang radionuclear cukup sensitif tapi merupakan modalitas pencitraan
yang tidak spesifik yang dapat digunakan untuk mendeteksi fraktur tersembunyi,
metastasis tulang, dan infeksi. Untuk meningkatkan spesifisitas anatomi, scanning
62
tulang dengan single-photon emission computed tomography (SPECT) digunakan
untuk memperoleh scan tulang pada potongan aksial. Hal ini memungkinkan dokter
yang mendiagnosis untuk membedakan uptake elemen posterior dari struktur vertebra
yang lebih anterior. Penggunaan diagnostik metode ini berkaitan dengan perubahan
pengambilan keputusan klinis masih kontroversial. Studi menunjukkan bahwa
penggunaan SPECT dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan nyeri punggung
bawah yang mungkin bermanfaat dari injeksi sendi Z.
63
64
Gambar 40-17. Menurunkan tungkai: grading. Dalam tes kedua, pasien mengangkat
kaki satu per satu ke sudut kanan, dan kemudian meletakkan kembali pada tabel.
Pasien perlahan menurunkan kaki sambil memegang punggung rata. A 100% atau
kelas normal adalah kemampuan untuk memegang punggung bawah datar di atas
meja sebagai kaki diturunkan ke posisi penuh dipanjangkan. 80% atau kelas baik
adalah kemampuan untuk memegang pinggang datar dan menurunkan kaki ke sudut
30 derajat. A, A 60% atau kelas tambahan imbang adalah kemampuan untuk
menurunkan kaki sampai 60 derajat dengan punggung bawah datar. B, panggul
miring anterior dan pinggang melengkung sebagai kaki diturunkan. C, Posisi akhir.
Kendall mencatat bahwa tes kedua ini lebih penting daripada yang pertama (lihat
Gambar 40-16) pada otot penilaian penting untuk postur tubuh yang tepat, dan yang
sering pasien melakukannya dengan baik pada tes pertama dan melakukan buruk
pada tes kedua.
65
66
Gambar 40-18. Grade kekuatan perut. A, Pasien tidur telentang dengan lutut ditekuk
(terlentang berbaring). Dokter mengisyaratkan pasien untuk mengaktifkan transversus
abdominis ("Tarik pusar ke arah tulang punggung Anda"), dan lordosis lumbal sangat
sedikit dipertahankan dalam posisi netral di mana tulang belakang tidak tertekuk atau
diperpanjang. Kemampuan untuk menjaga tulang belakang netral semakin ditantang
dengan memuat tulang belakang melalui gerakan ekstremitas bawah. Gradenya
adalah sebagai berikut. B, Kelas 1: Pasien mampu mempertahankan tulang belakang
netral sementara memperluas satu kaki dengan menyeret tumit sepanjang meja, kaki
lainnya tetap di posisi awal. C, Kelas 2: Pasien mampu mempertahankan tulang
belakang netral sambil memegang kedua kaki tertekuk 90 derajat di pinggul dan 90
derajat pada lutut, dan menyentuh satu kaki ke matras dan kemudian yang lain. D,
kelas 3: Pasien mampu mempertahankan tulang belakang netral sementara
memperluas satu kaki dengan menyeret tumit sepanjang meja. Itu kaki lainnya adalah
dari tikar dan tertekuk 90 derajat pada pinggul dan 90 derajat di lutut. E, Kelas 4:
Pasien mampu mempertahankan tulang belakang netral sementara memperluas satu
kaki melayang satu atau dua inci di atas meja, sementara kaki yang lain istirahat dan
flexi 90 derajat pada pinggul dan 90 derajat di lutut. Kelas 5: Pasien dapat
memperpanjang kedua kaki beberapa inci dari meja dan kembali lagi sambil
mempertahankan tulang belakang dalam keadaan netral
67
68
Gambar 40.19. Gambar miring dari sendi lumbosakral, menguraikan
"Scottie dog" dan daerah spondylolysis
Elektromiografi
Elektromiografi berguna dalam mengevaluasi radikulopati karena memberikan
ukuran fisiologis untuk mendeteksi perubahan neurogenik dan denervasi dengan
sensitivitas yang baik dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini dapat membantu
untuk memberikan informasi untuk lesi anatomi yang ditemukan dalam studi
pencitraan secara fisiologis yang signifikan. Lihat Bab 9 sampai 11 untuk rincian
lebih lanjut.
Uji Laboratorium
Tes darah jarang digunakan sebagai strategi diagnostik untuk nyeri punggung bawah.
Beberapa tes darah sangat membantu sebagai tambahan dalam mendiagnosis penyakit
inflamasi vertebra (dengan marker inflamasi seperti tingkat sedimentasi dan protein
C-reaktif), serta beberapa gangguan neoplastik, seperti multiple myeloma dengan
elektroforesis protein serum dan elektroforesis protein urin.
Diagnosis dan Pengobatan: Prototipe Nyeri Punggung Lebih Besar daripada
Nyeri Kaki
Nyeri Punggung Bawah Mekanik
Hampir 85% dari mereka yang mencari perawatan medis untuk nyeri punggung
bawah tidak menerima diagnosis spesifik. Sebagian besar pasien ini paling mungkin
memiliki penyebab multifaktorial untuk nyeri punggung, yang meliputi
deconditioning, keterlibatan otot polos, stres emosional, dan perubahan yang
berhubungan dengan penuaan dan cedera seperti degenerasi diskus, arthritis, dan
hipertrofi ligamen. Jenis nyeri punggung dapat berbagai nama, nyeri punggung
sederhana, nyeri punggung bawah spesifik, strain lumbar, dan degenerasi vertebra
69
adalah beberapa nama-nama umum untuk kondisi ini. Nama yang diberikan untuk
kondisi ini mengandung makna tertentu kepada pasien yang menerima diagnosis.
Istilah nyeri punggung sederhana mungkin menyebabkan pasien berpikir bahwa
dokter salah memahami karena, dari perspektif pasien, rasa sakit adalah tidak
sederhana jika belum mereda dalam beberapa hari. Label nyeri punggung bawah non-
spesifik dapat menyebabkan pasien untuk terus mencari perawatan dari beberapa
penyedia layanan kesehatan untuk mendapat diagnosis spesifik. Strain lumbal
menunjukkan bahwa kondisi itu disebabkan oleh karena overaktivitas, yang sering
tidak terjadi, dan bahwa aktivitas fisik lebih lanjut akan menyebabkan kekambuhan.
Degenerasi vertebra memberi pesan bahwa perubahan akan permanen dan mungkin
akan memburuk. Istilah nyeri punggung mekanik mungkin merupakan istilah yang
terbaik untuk nyeri punggung aksial multifaktorial ini. Istilah ini menunjukkan
mekanisme cedera yang lebih baik daripada istilah-istilah seperti strain atau sprain,
dan tidak berimplikasi pada persistensi.
70
71
Gambar 40-20. Disk ekstrusi pada wanita 48 tahun dengan sakit punggung dan kaki
kiri. A dan B, sagital T2 dan T1-weighted (MRI) menunjukkan Ekstrusi disk yang
L5-S1 dengan ekstensi caudal. C, Axial T2-tertimbang MRI menunjukkan ekstrusi
parasentral kiri dalam reses lateral, menempati ruang di mana akar S1 berada
Biomekanika vertebra tidak seperti biomekanika pada sistem lainnya, bahwa
panjangnya umur dari komponen dan efisiensi sistem tergantung pada gerakan yang
tepat dari setiap segmen. Pada vertebra, hal ini berarti sebuah keselarasan dalam
postur yang berkelanjutan dan pola gerakan yang mengurangi ketegangan jaringan
dan memungkinkan untuk gerakan otot yang efisien tanpa trauma pada sendi atau
jaringan lunak. Dokter dan peneliti berteori bahwa ketika keselarasan dan gerakan
menyimpang dari ideal, degenerasi dan overload jaringan lebih sering terjadi. Hal ini
analog dengan memakai ban abnormal yang terjadi pada mobil ketika roda tidak
sejajar. Tidak seperti mesin, tubuh dapat beradaptasi selama waktu stres pada
segmen. Adaptasi ini bisa menjadi respon yang sehat terhadap beban jaringan (seperti
yang terlihat dengan latihan), seperti hipertrofi otot atau peningkatan kepadatan
tulang. Hal ini dapat memulai siklus mikrotrauma yang dapat menyebabkan
makrotrauma. Model teoritis untuk pendekatan ini cukup kuat, dan penelitian-
penelitian mulai memvalidasi banyak konsep, meskipun hal ini tidak mudah
mengingat sifat dari sistem yang sangat kompleks.
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Tes Diagnostik di bidang Nyeri punggung
bawah mekanik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik nyeri punggung bawah mekanik bervariasi. Tidak
ada tes diagnostik khusus yang ada untuk nyeri punggung bawah mekanik. Tes dan
pencitraan digunakan untuk mengeliminasi diagnosis lainnya.
72
Pengobatan Nyeri Punggung
Kebanyakan penelitian dari berbagai pengobatan untuk nyeri punggung bawah,
khususnya nyeri punggung bawah, sayangnya telah menunjukkan tingkat
keberhasilan yang rendah. Bahkan tatalaksana paling umum, seperti obat-obatan,
latihan, dan manipulasi, dalam percobaan besar cenderung menunjukkan perbaikan
hanya 10 sampai 20 poin pada nyeri skala visual analog 100 poin. Untuk alasan ini,
kebanyakan dokter menggunakan beberapa perawatan pada pasien tertentu dengan
harapan bahwa efek kumulatif mereka akan memberikan nyeri dan gejala yang
cukup. Perawatan yang paling umum untuk nyeri punggung bawah akan dibahas di
bawah ini.
Jaminan dan Pendidikan Pasien.
Pendidikan harus menyediakan penjelasan kepada pasien sesuai yang mereka
butuhkan agar mudah dimengerti. Dokter harus juga menyediakan empati dan
dukungan dan menyampaikan pesan positif. Yakinkan bahwa tidak ada patologi
serius yang mendasari, bahwa prognosis yang baik, dan bahwa pasien dapat tetap
aktif dan melanjutkan hidup meskipun sakit dapat memicu pikiran negatif dan
informasi yang salah yang dapat membuat pasien memiliki nyeri kembali.235 Bukti
kuat dari tinjauan sistematis menunjukkan bahwa saran untuk melanjutkan aktivitas
senormal mungkin mendorong pemulihan lebih cepat dan dapat menyebabkan cacat
minimal dari saran untuk beristirahat dan "biarkan nyeri memandu Anda." 236 Hal ini
masih kontroversial apakah pasien dengan nyeri punggung bawah memiliki tarif lebih
baik dengan diagnosis tertentu atau tidak. Pendidikan dan penjelasannya,
bagaimanapun, harus memadai. Seperti pernyataan Waddell di bukunya “The Back
Pain Revolution”, hanya mengatakan bahwa 'saya tidak bisa menemukan sesuatu
yang salah 'bisa berarti bahwa Anda tidak Pastikan dan membuat pasien lebih
khawatir!"235 Di sisi lain tangan, beberapa diagnosis membawa pesan-pesan negatif
kepada pasien yang menyatakan kerusakan permanen dan kebutuhan untuk
73
"diperbaiki" seperti penyakit sendi degeneratif atau arthritis.235 Nyeri punggung
bawah mekanik adalah istilah diagnostik yang berguna karena menyiratkan
mekanisme nyeri dan cara yang terbaik adalah diperlakukan tanpa menyatakan
permanen.
Selain diagnosis, ada informasi lain yang pasien inginkan tentang nyeri
punggung. Dalam sebuah penelitian terhadap pasien dengan nyeri punggung bawah
untuk perawatan primer dari dokter dalam pengaturan organisasi pemeliharaan
kesehatan, informasi yang pasien inginkan dari dokter mereka termasuk kemungkinan
perjalanan nyeri punggung mereka, bagaimana usia saat mereka sakit, bagaimana
untuk kembali ke aktivitas biasa cepat, dan bagaimana meminimalkan frekuensi dan
tingkat keparahan yang berulang. Sebagian besar menemukan penyebab atau
menerima diagnosis untuk nyeri.235 Informasi ini dalam jumlah dan dalam cara bahwa
pasien dapat memahami membantu membangun terapi hubungan dokter-pasien dan,
diharapkan, membantu mengurangi kecemasan dan kecepatan pemulihan.
Latihan Punggung. Istilah “Latihan Punggung” umumnya digunakan untuk kelas
kelompok yang diberikan edukasi tentang sakit punggung. Konten dan panjang kelas
ini sangat bervariasi, namun umumnya termasuk informasi tentang anatomi dan
fungsi tulang belakang, sumber umum dari nyeri pinggang, teknik mengangkat yang
tepat dan pelatihan ergonomis, dan kadang-kadang nasihat tentang olahraga dan tetap
aktif. Penelitian telah menemukan sekolah menjadi efektif dalam mengurangi
kecacatan dan nyeri punggung bawah kronik.224
Latihan. Tidak ada studi kontrol yang menunjukkan bahwa latihan efektif untuk
pengobatan nyeri punggung bawah akut. Banyak praktisi percaya bahwa latihan
untuk pasien dengan nyeri pinggang akut adalah untuk mencegah deformitas, untuk
mengurangi kemungkinan kekambuhan gejala, dan mengurangi risiko perkembangan
nyeri kronis dan kecacatan. Hal ini konsisten dengan prinsip-prinsip rehabilitasi
cedera akut lain, seperti cedera yang berhubungan dengan olahraga atau rehabilitasi
74
setelah operasi penggantian sendi.239 Prinsip ini belum didukung oleh penelitian
ilmiah, mungkin karena dari masalah dengan kepatuhan latihan jangka panjang,
terutama semua prognosis yang menguntungkan untuk setiap episode nyeri punggung
akut,atau hasil pengukuran yang digunakan.
Beberapa studi berkualitas tinggi telah ditemukan, bagaimanapun, bahwa hasil
latihan dalam hasil positif dalam pengobatan nyeri punggung bawah kronis.226 Ini
termasuk pereda nyeri (meskipun bantuan ini sederhana, dengan metaanalisis terbaru
dari 43 percobaan menunjukkan perbedaan rata-rata 10 poin dari skala 100 poin),
peningkatan fungsi, dan sedikit pengurangan nyeri.43,87 Tampaknya bahwa latihan
yang paling efektif untuk nyeri punggung bawah termasuk regimen yang dipelajari
dan dilakukan di bawah pengawasan yang meliputi peregangan dan penguatan.87 Hal
ini tidak mengherankan karena secara umum tujuan dari latihan untuk pengobatan
nyeri pinggang adalah untuk memperkuat dan meningkatkan ketahanan otot yang
mendukung tulang belakang dan meningkatkan fleksibilitas di daerah yang kurang.
Hal ini dikombinasikan dengan pelatihan motorik untuk membangun aktivitas otot
yang normal, dan pengobatan dari defisit rantai kinetik yang dapat mengganggu
efisiensi biomekanis. Salah satu alasan bahwa penelitian belum mampu untuk
menentukan apa yang terbaik untuk latihan pasien dengan nyeri punggung bawah
mungkin adalah berbagai bentuk latihan yang dapat bertujuan memulihkan fungsi
dan mengembalikan fisik.116,225.239
Dosis latihan yang tepat, berapa banyak latihan yang harus dilakukan, dan
panjang latihan untuk pengobatan tidak diketahui. Karena daya tahan adalah masalah
yang signifikan dengan banyak pasien dengan nyeri punggung kronik, aktivitas level
harus ditingkatkan dalam perencanaan, kenaikan tetap berdasarkan pada tujuan yang
realistis bukan pada gejala. Hal ini normal dalam proses nyeri punggung bawah
karena akan menjadi eksaserbasi sementara dan timbul nyeri. Selain memiliki
manfaat fisiologis, latihan dapat meningkatkan efek positif pada keyakinan dan
perilaku tentang nyeri. Dosis latihan yang kecil yang tidak cukup untuk menyebabkan
75
perubahan fisiologik telah ditemukan untuk meningkatkan fungsi dan mengurangi
nyeri. Ketika hal ini dipelajari, asal mulanya muncul dari penurunan kepercayaan
akan ketakutan menghindari dan mengurangi kecemasan. Dengan mengekspos pasien
takut untuk aktivitas fisik melalui bertahap meningkatkan tingkat aktivitas meskipun
sakit,mereka menerima penguatan positif oleh tujuan pertemuan, dan pengalaman
pribadi dapat ngurangi rasa takut gerakan, sakit kembali, dan katastropik.22 Efek
samping latihan untuk nyeri punggung bawah jarang dilaporkan, sehingga umumnya
sangat meaman bentuk pengobatan.
Latihan Pengobatan khusus untuk Nyeri punggung bawah. Resep latihan untuk
nyeri punggung bawah mekanik umumnya dimulai dengan tujuan meningkatkan
keselarasan dan postur tubuh. Meskipun peneliti belum mampu secara konsisten
mengidentifikasi kesalahan postural spesifik terkait dengan nyeri punggung kronik,56
koreksi postur bisa berguna untuk setidaknya dua alasan. Salah satunya adalah bahwa
latihan yang lebih efektif jika dilakukan dari posisi yang tepat dapat mengoptimalkan
fungsi sendi dan pola pergerakan. Yang kedua adalah untuk hampir semua pasien,
lebih banyak waktu yang akan dihabiskan dalam postur kebiasaan seperti duduk dan
berdiri dari sebelumnya akan dihabiskan saat berolahraga. Jika postur kebiasaan ini
dapat mengurangi strain jaringan abnormal, ada kesempatan yang lebih baik untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan penyembuhan.188
Penelitian pengukuran postur, terutama dalam hal postur yang disebut "normal"
dan apakah olahraga dapat mempengaruhi postur, sulit untuk dilakukan, dan ada
beberapa penelitian untuk membimbing kita dalam hal ini. Secara umum, postur
dievaluasi pada posisi duduk dan posisi berdiri, dan upaya untuk postur salah benar
dibuat. Beberapa kesalahan dari kebiasaan postural dapat ditingkatkan dengan
pendidikan, dan latihan. Beberapa kesalahan postural adalah masalah struktural yang
tidak berubah dengan latihan, seperti kifosis dari Penyakit Scheuermann atau
skoliosis idiopatik, dan harus ditangani dengan alat bantu seperti lengan kursi tinggi
76
atau kursi dengan peningkatan lumbar support. Banyak kesalahan postural dimulai
dari kebiasaan, dan kemudian menjadi struktural seperti kram otot dan tendon tidak
memungkinkan koreksi langsung dengan latihan, dan otot yang lemah tidak dapat
mempertahankan posisi yang tepat bahkan jika itu dapat dicapai. Inilah yang disebut
dengan kesalahan postural tipikal seperti lordosis lama, di mana fleksor pinggul dan
paraspinals lumbal menjadi lordosis, dan otot perut menjadi panjang dan lemah
karena tidak terpakai dan posisi panjang yang lama.
Jenis-jenis kesalahan dapat diatasi dengan latihan tepat untuk meregangkan
dan memperkuat daerah kuat dan lemah. Ini lebih sulit, namun, untuk mencapai pada
pasien dengan nyeri punggung bawa kronik. Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa subyek dengan nyeri punggung bawah kronik memiliki defisit proprioseptif
dalam tulang belakang dan membuat kesalahan reposisi. Misalnya, dalam sebuah
studi di mana pasien tanpa gejala dibandingkan dengan pasien dengan nyeri
punggung bawah kronik dalam suatu kegiatan di mana peserta dibantu dalam postur
netral tulang belakang dan kemudian diminta untuk mereproduksi posisi ini setelah
periode santai fleksi lumbal penuh, kelompok dengan nyeri punggung memiliki
signifikan lebih reposisi errors.157 ini memiliki implikasi yang penting untuk
pengobatan karena mereka yang kembali nyeri mungkin perlu pelatihan ekstensif
oleh fisioterapis untuk mengubah postur mereka, bukan hanya pendidikan mengenai
postur atau demonstrasi sederhana.
Stabilisasi lumbal dan latihan penguatan inti yang memperkuat otot-otot yang
menyokong tulang belakang merupakan latihan yang paling umum digunakan untuk
mengobati nyeri punggung bawah. Berbagai latihan dapat digunakan untuk
memperkuat jaringan ini. Karena penelitian yang menunjukkan bahwa dalam
stabilisasi, seperti transversus abdominus, tidak berfungsi dengan baik pada pasien
dengan nyeri punggung bawah, beberapa program menekankan pelatihan awal otot-
otot ini di pengobatan nyeri pinggang. Biasanya latihan program ini kemudian
berkembang untuk menyertakan lebih kompleks dinamis dan tugas fungsional. Ini
77
kadang-kadang disebut latihan kontrol motorik karena penekanan pada presisi
gerakan, bukan hanya memperoleh kekuatan global atau fleksibilitas. Beberapa uji
kontrol multipel acak telah menunjukkan bahwa latihan stabilisasi lumbal, inti
memperkuat, dan latihan kontrol motor yang bermanfaat dalam mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi pada pasien dengan nyeri punggung bawah kronik. Hal ini tidak
jelas apakah jenis latihan ini lebih unggul dibanding lainnya.121
Modifikasi bagi Pasien dengan Latihan yang bisa memperburuk Nyeri. McGill138
telah melakukan penelitian yang luas mengevaluasi kekuatan spinal yang dihasilkan
selama latihan. Misalnya, sit-up menyebabkan lebih dari 3000 N beban tekan pada
tulang belakang karena aktivitas psoas, hampir sama dengan angkat berat. Kaki yang
diangkat juga menyebabkan kekuatan kompresif yang cukup tinggi. Curl-up
menyebabkan kekuatan lebih rendah pada tulang belakang, sehingga latihan ini
adalah pilihan yang lebih baik untuk penguatan abdomen anterior pada tahap awal
rehabilitasi, atau mereka yang memiliki peningkatan nyeri dan tidak bisa mentolerir
latihan dengan peningkatan pemusatan tulang belakang. Berbaring tiarap dan
mengekstensikan tulang belakang sementara lengan dan kaki ekstensi menyebabkan
lebih dari 6000 N dari kompresi pada tulang belakang dan mungkin terlalu intens
bagi mereka dengan cedera punggung. Posisi quadruped dengan kaki diperpanjang,
juga mengaktifkan extensors tulang belakang tetapi menyebabkan kurang dari
setengah jumlah kompresi tulang belakang jika dilakukan dengan benar dengan otot-
otot perut dan tulang punggung dalam posisi netral.138 Contoh-contoh ini
menunjukkan bagaimana modifikasi latihan dapat mengurangi kekuatan tulang
belakang dan meningkatkan toleransi.
Beberapa pasien, terutama mereka dengan nyeri kronik, dapat memiliki
perilaku menghindari sakit dan mengembangkan kinesophobia (takut gerakan dan
keyakinan bahwa gerakan akanmeningkatkan nyeri atau menyebabkan mereka
terluka). Rasa takut sakit ini, bukan masalah kekuatan pada tulang belakang atau
78
spinal patologi, dapat mennyebabkan minim latihan. Jika ini adalah alasan untuk
toleransi minim latihan, dapat diatasi dengan penilaian reaktivasi dan peningkatan
bertahap dalam aktivitas. Sebuah pengalaman positif dengan ini mungkin mengurangi
ketakutan. Untuk kasus yang lebih parah, pendekatan multidisiplin yang meliputi
konseling psikologis untuk mengeksplorasi proses-proses pemikiran disfungsional
mungkin dibutuhkan. Dokter harus menekankan kepada pasien yang takut agar
latihan perlu menjadi kebiasaan sehari-hari. Kurangnya kepatuhan adalah salah satu
alasan utama mengapa pengobatan olahraga gagal. Manfaat kesehatan dari program
latihan di luar nyeri harus dibahas, dan pasien harus diingatkan bahwa kebutuhan
berolahraga harus dilakukan terus bahkan setelah gejala turun atau hilang.
Latihan Fleksi untuk Nyeri Punggung Bawah. Dalam pengobatan nyeri punggung
bawah akut, menggunakan serangkaian latihan fleksi belum terbukti menjadi lebih
berguna untuk mengurangi nyeri punggung bawah akut daripada intervensi lain,
seperti manipulasi tulang belakang, dalam beberapa penelitian. Tidak ada penelitian
telah dilakukan pada efektivitas latihan fleksi untuk nyeri punggung bawah kronik.223
Latihan ekstensi untuk Nyeri Punggung Bawah. Masih umum digunakan oleh
terapis dalam pengobatan nyeri pinggang, dan sakit punggung tertentu disertai nyeri
radikuler kaki, latihan berbasis penyuluhan sering dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip dari metode McKenzie terapi fisik. Pendekatan terapi ini dengan cara
membagi diagnosis nyeri kembali ke tiga kategori: kekacauan, disfungsi, dan sindrom
postural. Yang paling umum ini adalah kekacauan, dan latihan yang dipilih yang
memusatkan nyeri, yaitu, memindahkan nyeri dari kaki atau pantat ke punggung
bawah. Walau penelitian awal yang sangat menjanjikan, penelitian kemudian telah
menemukan jenis terapi fisik untuk membantu untuk nyeri punggung tetapi tidak
lebih efektif daripada latihan jenis lain.40,223
79
Aktivitas aerobik. Peningkatan aktivitas aerobik adalah program latihan untuk nyeri
punggung bawah. Studi di daerah ini sering kali sulit untuk ditafsirkan karena, baik
dalam pengaturan klinis dan penelitian, aktivitas aerobik biasanya dikombinasikan
dengan penguatan dan latihan fleksibilitas. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
kelompok kelas yang menggabungkan low-impact aerobik dengan penguatan dan
peregangan latihan dasar dapat efektif dalam mengurangi nyeri dan mengurangi
keterbatasan kemampuan sebagai terapi fisik individual dan memperkuat dengan alat
berat.128 Banyak dokter telah menemukan bahwa pasien dengan nyeri punggung
bawah kronik cenderung memiliki tingkat kebugaran rendah, tetapi penelitian di
bidang ini telah memiliki hasil yang bermasalah. Sebagai contoh, dalam sebuah studi
di mana prediksi persamaan untuk memperkirakan VO2max (ukuran aerobik fitness)
pada pasien dengan nyeri punggung bawah kronik dibandingkan dengan nilai normal,
nilai-nilai untuk nyeri punggung bawah kronik pasien sakit tidak berbeda dari usia
yang normal nilai untuk pria menetap dan wanita.250, 251 Ini disebabkan karena mereka
yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini adalah tidak mewakili semua
pasien dengan nyeri punggung bawah kronik, atau mungkin hanya menunjukkan
latihan minim aerobik pada umumnya. Mungkin tingkat minim latihan berhubungan
dengan gaya hidup lebih daripada nyeri punggung.
Tidak ada jenis tertentu dari aktivitas aerobik yang telah ditemukan menjadi
lebih efektif untuk mendapatkan kebugaran atau menurunkan nyeri dari yang lain
untuk pasien dengan nyeri punggung. Sebuah kemauan secara teratur berpartisipasi
dalam kegiatan tersebut pada tingkat intensitas meningkatkan kebugaran merupakan
faktor yang lebih penting daripada jenis latihan spesifik. Satu studi kecil yang
membandingkan latihan yang terbatas dilakukan pada treadmill, sepeda stasioner,
atau ergometer ekstremitas atas oleh pasien dengan nyeri punggung bawah ditemukan
bahwa skor nyeri yang lebih tinggi pada akhir tes treadmill daripada tes lainnya. Hal
ini tampaknya terjadi karena latihan sepeda dan ergometer pasien dihentikan akibat
kelelahan otot, dan pasien mampu mencapai denyut jantung secara signifikan lebih
80
tinggi dan puncak VO2 pada tes treadmill meskipun terdapat keluhan nyeri.251 Jika
kebugaran aerobik ditingkatkan dalam kegiatan digunakan adalah tujuan, kemudian
berjalan mungkin cara terbaik untuk mencapai ini, meskipun keluhan nyeri pada
pasien dengan nyeri punggung. Pasien dengan nyeri punggung bawah kronik
cenderung berjalan lambat dalam analisis dibandingkan mereka yang tanpa nyeri. Ini
terkait lagi dengan rasa takut akan sakit dan nilai yang tinggi pada menghindari nyeri.
Menariknya, jalan lambat mengurangi gerak tulang belakang dan menyebabkan
pembebanan jaringan, secara keseluruhan lebih tinggi pemuatan tulang belakang, dan
nyeri karena berjalan cepat dengan ayunan lengan. Berjalan lebih cepat menyebabkan
jaringan siklik dan hasil dalam torsi lebih rendah pada tulang belakang, aktivitas otot,
dan pembebanan. Lengan yang berayun memfasilitasi penyimpanan yang efisien dan
penggunaan elastis energi, yang mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot
konsentrik pada tiap langkah.140 Jalan cepat telah terbukti menjadi terapi untuk nyeri
punggung bawah, seperti yang aktivitas aerobik lainnya.140,195
Latihan air untuk Nyeri Punggung Bawah Mekanik.
Pasien yang belum bisa mentoleransi latihan di daratan, biasanya sering
diikutsertakan dalam latihan renang. Berolahraga di air memiliki beberapa manfaat.
Salah satunya adalah pengapungan dan pengurangan tekanan gravitasi. Semakin
besar jumlah tubuh yang terendam, semakin besar efeknya. Misalnya, tekanan
gravitasi berkurang sekitar 90% ketika latihan dilakukan dalam posisi vertikal dengan
pasien tenggelam sampai ke leher.110 Air juga dapat mengurangi nyeri melalui teori
ambang batas, di mana input sensorik dari temperatur suhu, tekanan hidrostatik, dan
turbulensi menyebabkan pasien merasa nyeri berkurang. Keaktifan otot dan aktivitas
otot berlebihan mungkin juga akan menurun pada air hangat. Bagi pasien takut
bergerak dan cedera, bergerak di kolam renang dapat meningkatkan kepercayaan diri
mereka karena mereka melihat bahwa mereka bisa maju tanpa nyeri. Prinsip-prinsip
81
yang sama untuk kemajuan terapi berlaku untuk latihan air dan juga untuk latihan di
darat. Pasien bisa belajar pada posisi netral, stabil, dan kekuatan latihan lainnya, dan
dengan berjalan, jogging (ini dapat dilakukan di air dengan menggunakan sabuk
apung atau rompi), atau berenang dapat menambahkan komponen aerobik.110
Beberapa studi telah menemukan efek yang menguntungkan pada nyeri dan fungsi
bagi pasien dengan nyeri punggung bawah yang berolahraga di air.11, 110.241
Latihan Setelah Bedah Tulang Belakang. Sebagian besar penelitian di daerah ini
telah dilakukan pada pasien yang melakukan operasi diskus lumbal. Satu ulasan
sistematis ini subjek tidak menemukan bukti bahwa berolahraga setelah operasi
diskus meningkatkan tingkat cedera atau perlu operasi ulang.160 Secara keseluruhan,
latihan efektif dalam mengurangi nyeri dan semakin meningkatkan taraf kerja.
Mereka yang menggunakan latihan intensitas tinggi dibandingkan dengan latihan
intensitas rendah mengakibatkan nyeri jangka pendek secara signifikan lebih baik,
status fungsional, dan kembali cepat bekerja. Tidak ada perbedaan yang ditemukan,
antara intensitas tinggi dan intensitas rendah kelompok pada evaluasi 1 tahun tindak
lanjut, mungkin karena masalah latihan jangka panjang dengan intensitas tinggi. Studi
lain menemukan program latihan di rumah sama efektifnya untuk program latihan
yang diawasi ketika semua pasien diberi latihan.160
Latihan secara umum telah ditemukan untuk menjadi salah satu pengobatan
yang paling efektif untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi dalam nyeri
punggung bawah kronik. Banyak kesehatan lainnya didapat dari olahraga, yang
menjadi alasan untuk pengobatan line pertama pada nyeri punggung bawah mekanik.
Obat Anti inflamasi Nonsteroid. Beberapa studi memberikan bukti kuat bahwa obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat diresepkan secara berkala untuk mengurangi
nyeri pada nyeri punggung bawah akut dan kronis. Studi membandingkan efektivitas
NSAID belum menemukan NSAID tertentu untuk menjadi unggul dibandingkan
82
dengan yang lain.225,229 NSAID berhubungan dengan beberapa risiko, termasuk
perdarahan gastrointestinal, penurunan hemostasis, dan disfungsi ginjal atau
kegagalan pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau hipovolemia.16 Risiko
kardiovaskular NSAID juga menjadi lebih jelas. Data efek samping jangka panjang
yang berhubungan dengan NSAID untuk nyeri punggung bawah masih kurang.
Misalnya dari 51 percobaan termasuk dalam ulasan Cochrane pada NSAID dan nyeri
punggung bawah, percobaan terapi dievaluasi hanya selama 6 minggu saja.43
Pelemas otot. Penggunaan pelemas otot tetap kontroversial. Salah satu
alasannya adalah bahwa ketidak jelasan peran dari otot yang "spasme" pada nyeri
punggung bawah mekanik. Beberapa objek keberatan dengan istilah kejang otot
untuk otot rangka karena hanya otot polos memiliki persarafan sinsisial yang
diperlukan untuk terjadinya kejang. Beberapa lebih memilih istilah muscle guarding.
Ahli lainnya tidak percaya bahwa nyeri punggung bawah umumnya disebabkan oleh
otot. Meskipun kontroversial, 35% dari pasien yang mengunjungi dokter perawatan
primer untuk nyeri punggung bawah yang diresepkan pelemas otot.228 Obat ini dibagi
dalam tiga kelas obat: benzodiazepines, nonbenzodiazepines yang merupakan
antispasmodik, dan obat antispastisitas.
Mekanisme aksi untuk benzodiazepin adalah peningkatan aktivitas asam γ-
aminobutyric (GABA) inhibitor. Penelitian terbatas dilakukan pada kelas ini, obat
terbukti efektif baik untuk nyeri punggung bawah akut dan kronik untuk
menghilangkan nyeri jangka pendek (percobaan umumnya berlangsung dari 5 sampai
14 hari). Mereka memiliki efek merugikan yang signifikan, namun, sedasi, dizziness,
dan gangguan mood. Penghentian obat yang cepat dapat menyebabkan kejang. Obat-
obat ini memiliki efek samping yang serius dan potensi kecanduan, dan mereka tidak
direkomendasikan untuk nyeri punggung bawah mekanik kecuali dalam kasus-kasus
yang tidak biasa untuk waktu singkat.44,228 Tidak ada bukti yang mendukung bahwa
obat ini lebih efektif daripada pelemas otot lainnya seperti siklobenzaprine.43,154
83
Antispasmodik nonbenzodiazapine termasuk obat dengan beragam mekanisme
aksi. Siklobenzaprine memiliki struktur mirip dengan trisiklik antidepresan dan
diyakini bekerja di batang otak. Carisoprodol aktivitas blok interneuronal di medula
spinalis dan turun formasio retikularis. Mekanisme aksi Methocarbamol tidak
diketahui, tetapi bisa karena depresi sistem saraf pusat.8 Penelitian menunjukkan
bahwa kualitas obat ini efektif untuk pasien dengan nyeri punggung bawah akut
untuk nyeri jangka pendek (biasanya durasi 2 sampai 4 hari). Efek samping yang
paling umum adalah mengantuk dan pusing. Saat ini tidak ada bukti menunjukkan
bahwa satu lebih efektif daripada yang lain. Carisoprodol dimetabolisme untuk
meprobamate, sebuah antiansietas. Ini memiliki potensi yang signifikan karena
melanggar dan dapat mengakibatkan psikologis dan ketergantungan fisik.228 Karena
risiko ini, dan fakta bahwa tidak lebih efektif daripada pelemas otot lain, maka obat
ini tidak boleh digunakan kecuali dalam kasus langka. Ada Sedikit literatur pada
penggunaan pelemas otot untuk nyeri kronik. Produsen obat dalam kelas ini
menyarankan penggunaan tidak untuk jangka panjang.44,170
Obat Antispastisitas juga telah digunakan untuk mengobati nyeri punggung
bawah. Baclofen merupakan turunan GABA yang berguna untuk menghambat
transmisi pada tingkat medula spinalis dan otak. Satu studi telah menunjukkan obat
ini efektif untuk pereda nyeri jangka pendek pada pasien dengan nyeri punggung
bawah akut. Dantrolene bekerja pada otot, memblokade sarkoplasma retikulare
saluran kalsium. Sebuah studi kecil dari 20 pasien ditemukan efektif untuk nyeri
punggung bawah akut. Obat tersebut tidak memiliki efek samping mengantuk
daripada pelemas otot lainnya, tapi ada resiko berat hepatotoxicity.228 Tizanidine, α2
agonis bertindak terpusat dikembangkan untuk mengobati spastisitas, telah terbukti
efektif untuk nyeri punggung bawah akut pada beberapa percobaan. Tidak ada
penelitian yang mendukung penggunaannya untuk nyeri punggung bawah kronik.43
Antidepresan. Antidepresan trisiklik adalah pengobatan yang efektif untuk
kondisi yang menyakitkan, seperti diabetic neuropati, postherpetic neuralgia,
84
fibromyalgia, dan sakit kepala. Tidak ada studi yang memadai menunjukkan apakah
mereka efektif untuk pengobatan nyeri punggung bawah akut. Penelititian multipel
dan ulasan telah menunjukkan efektivitas, namun, untuk nyeri punggung bawah
kronik. Staiger et al.206 melakukan penelitian bukti evidens secara acak, percobaan
kontrol plasebo tentang topik ini, menggunakan 440 pasien. Mereka menemukan
bahwa trisiklik dan tetrasiklik memiliki signifikan efek dalam mengurangi nyeri.
Pengurangan ini terlihat pada studi di mana pasien depresi dikeluarkan, sehingga
mekanisme independen adalah suatu pengobatan yang mendasari depresi. Dosis yang
digunakan di hampir semua studi ini adalah dalam Badan Kebijakan Kesehatan dan
Penelitian pedoman untuk pengobatan depresi. Efek samping yang paling umum
terlihat dengan penggunaan antidepresan trisiklik adalah mulut kering, penglihatan
kabur, sembelit, pusing, tremor, dan gangguan berkemih.
Selective serotonin reuptake inhibitor dan Trazodone dilakukan tidak efektif
dalam mengobati nyeri punggung bawah kronik, yang konsisten dengan temuan
dalam studi untuk kondisi menyakitkan lainnya, seperti neuropati diabetik.206
Opioid. Banyak penyedia menggunakan opioid short-acting untuk mengobati
nyeri punggung bawah akut. Penggunaan opioid untuk nyeri kronik nonmalignant
jauh lebih kontroversial. Opioid yang digunakan untuk nyeri punggung kronik sangat
bervariasi dengan perlakuan pengaturan, mulai dari 3% menjadi 66%, dengan angka
tertinggi di pusat pengobatan.132 Studi mengenai kemanjuran opioid untuk nyeri
punggung bawah kronik belum dibuktikan secara signifikan bahwa hal tersebut lebih
baik daripada plasebo atau obat-obatan nonopioid lainnya.48,132 Studi juga belum
mampu menunjukkan perbaikan dalam fungsi dengan penggunaan opioid untuk nyeri
punggung.132 Efek samping opiat bermacam-macam, dan dalam banyak studi terjadi
pada lebih dari setengah peserta. Efek ini termasuk mual, konstipasi, mengantuk,
pusing, dan pruritus.17 Dalam studi yang membandingkan opioid jangka panjang
dengan opioid jangka pendek, obat jangka panjang tampaknya memberikan
penghilang nyeri yang lebih baik, lebih baik ditoleransi, dan diperkirakan kurang
85
potensial untuk disalahgunakan. Karena efek samping, potensi penyalahgunaan,
toleransi, efek jangka panjang yang belum diketahui pada nyeri, dan efektivitasnya
masih dipertanyakan, pengobatan opioid umumnya dihindari, dan pendekatan yang
lebih global untuk nyeri punggung bawah mekanik digunakan. Seperti pengobatan
lainnya, pengobatan opioid jangka panjang harus digunakan hanya setelah dilakukan
analisis yang cermat tentang dampak positif dan negatif pada fungsi dan kualitas
hidup. Hasil yang didapat dari pengurangan nyeri harus digunakan, dan titik akhir
rasional pengobatan dan kriteria menghentikan obat-obatan harus ditentukan. Obat-
obatan opioid tidak boleh digunakan tanpa evaluasi tindak lanjut rutin (Lihat Bab
42).16,17
Antikonvulsan. Antikonvulsan, khususnya gabapentin dan pregabalin, secara
luas digunakan untuk nyeri neuropatik. Pada percobaan secara acak dengan uji coba
besar dengan kontrol belum dilakukan dengan obat tersebut untuk pengobatan nyeri
punggung. Salah satu studi menunjukkan topiramate menunjukkan perbaikan kecil
dalam nyeri punggung bawah kronik. Efek samping termasuk sedasi dan diare.106,147
Tramadol. Satu studi telah menunjukkan tramadol bermanfaat untuk
pengobatan jangka pendek nyeri punggung bawah kronik dengan tingkat efek
samping yang rendah.192
Steroid sistemik. Beberapa studi telah menemukan bahwa steroid tidak efektif
untuk nyeri punggung bawah.43
Obat-obatan herbal untuk nyeri pinggang bawah. Beberapa obat-obatan
herbal digunakan dalam pengobatan nyeri pinggang. Studi literatur di bagian ini
cenderung berkualitas rendah, tetapi beberapa persiapan herbal tampaknya
mengurangi lebih banyak rasa sakit dari plasebo, termasuk Capsicum frutescens
(cayenne) pada preparat topical, Salix albab (kulit pohon willow putih), dan
Harpagophytum procumbens (devil’s claw). Penelitian lebih lanjut dalam hal ini
diperlukan.
86
Pengobatan topikal. Patch lidokain (lignocaine) telah ditemukan efektif oleh
beberapa pasien untuk pengobatan sakit punggung. Ada penelitian yang besar telah
membuktikan atau tidak membuktikan kemanjurannya. Berbagai krim dan lotion
digunakan oleh pasien, termasuk krim iritan dan antiinflamasi. Beberapa orang
membuktikan mereka efektif, tetapi mereka tidak dijadikan subjek untuk penelitian
yang luas. Perawatan ini membawa sedikit resiko dan memiliki insiden efek samping
yang rendah.
Terapi suntikan dan jarum untuk nyeri punggung bawah mekanik
Nyeri myofascial, dan titik injeksi pemicu. Teori bahwa fokus iritabel pada otot
rangka dapat menyebabkan baik nyeri lokal dan nyeri yang dijalarkan umumnya
diterima, meskipun beberapa dokter ragu-ragu pada saat menegakkan diagnosis nyeri
myofascial karena, secara umum, penelitian yang mendukung adanya point pemicu
dasar biochemical dan mekanik adalah tidak meyakinkan (Lihat bab 43). Dalam hal
mekanime nyeri pinggang bawah, dianggap bahwa trauma akut atau berlebihan, kerja
berlebihan yang kronis dan kelelahan, atau perubahan input neurologis menyebabkan
terjadinya perkembangan titik pemicu. Mereka diobati dengan teknik kombinasi,
yang meliputi mengurangi stres biomechanical di bagian tersebut dengan
menghindari overload jaringan, melakukan perubahan postur, kompresi iskemik,
peregangan, dan injeksi.217,218 Komponen injeksi paling banyak dipelajari. Ulasan
Cochrane terhadap terapi injeksi untuk nyeri pinggang bawah menyatukan hasil
beberapa studi yang telah menemukan suntikan pada poin pemicu adalah efektif pada
pengobatan nyeri pinggang bawah. Hal ini mencakup studi yang mengevaluasi
needling kering, lidokain (lignocaine) saja, dan lidokain dengan suntikan steroid.
Ulasaner menyimpulkan bahwa suntikan pada titik pemicu lebih baik daripada
suntikan plasebo untuk menghilangkan rasa sakit jangka panjang berdasarkan ini
studi.152
87
Akupunktur. Akupunktur telah digunakan untuk mengobati kondisi nyeri
selama ribuan tahun. Dari perspektif ilmu kedokteran Barat, hal ini tampaknya
memiliki beberapa mekanisme tindakan, termasuk efek pada sistem peptida opioid
endogenous, efek pada sistem saraf simpatik, dan perubahan-perubahan dalam
pengolahan nyeri di sumsum tulang belakang dan otak.89 Kemanjuran akupunktur
pada pengobatan nyeri pinggang sulit untuk dientukan. Seperti perawatan fisik
lainnya, sangat sulit untuk melakukan studi buta. Ketika membandingkan akupunktur
dengan standar pengobatan lain untuk nyeri pinggang, seperti olahraga, hasilnya sulit
untuk ditafsirkan karena efek plasebo diperkirakan meningkat dengan lebih banyak
prosedur invasif. Variasi yang besar terdapat dalam diagnosis dan pengobatan nyeri
pinggang bawah dengan akupunktur. Seperti banyak perawatan lain untuk nyeri
pinggang bawah, seperti terapi fisik dan rejimen obat, perawatan adalah spesifik
terhadap pasien dan penyedia, dan perawatan akupuntur bervariasi satu sama lain
sesuai dengan poin yang dipilih, apa jenis stimulasi jarum yang dilakukan, dan lama
terapi.92,99
Meskipun terdapat kesulitan seperti ini, efektivitas akupuntur untuk mengobati
nyeri pinggang sedang semakin banyak dipelajari. Hal ini juga telah menjadi subjek
beberapa ulasan sistematis dan metaanalisis. Sebagian besar ulasan komentar ulasan
adalah mengenai kualitas studi yang dilakukan, dan kebanyakan penelitian dianggap
sebagai kualitas rendah; oleh karena itu hanya dapat dibuat kesimpulan tentang
efektivitas akupuntur yang terbatas. Tampaknya ada konsensus umum di beberapa
resensi, namun, bukti akupuntur dapat menghilangkan nyeri pinggang bawah adalah
positif atau meyakinkan. Sebagai contoh, analisis British Medical Association pada
tahun 2002 bahwa akupuntur ditemukan efektif untuk nyeri pinggang, Sedangkan
laporan analisis otoritas kesehatan Alberta di Kanada dilakukan pada tahun yang
sama menemukan hasil meyakinkan untuk nyeri pinggang bawah.20
Ulasan sistematis lebih baru juga telah menghasilkan hasil yang beragam
dengan konsensus adalah bahwa akupuntur dapat berguna suplemen untuk terapi
88
bentuk lain, tetapi tidak jelas apakah akupuntur palsu dapat efektif sebagai akupuntur
yang sebenarnya.254 Studi definitif dengan kualitas lebih tinggi dan pengalaman klinis
yang jelas diperlukan untuk mencapai kesimpulan akhir pada bidang ini. Akupuntur
aman untuk pengobatan nyeri pinggang bawah, dengan beberapa efek samping dan
komplikasi sangat rendah. Efek samping yang paling umum adalah memar dan nyeri
di lokasi insersi jarum.20
Prosedur eksperimental injeksi. Dengan injeksi toksin botulinum yang
digunakan untuk mengobati sakit punggung bawah. Mekanisme kerja bisa melalui
perubahan dalam tonus simpatik, mengurangi kejang otot, atau mekanisme lain tidak
diketahui. Studi di bagian ini sedikit, dan hasilnya dapat disimpulkan apakah ini akan
menjadi pengobatan yang efektif untuk sakit punggung bawah.
Proloterapi adalah prosedur kontroversial lain yang mendapatkan popularitas di
negara bagian tertentu. Hal ini terdiri dari serangkaian suntikan ke tulang belakang
ligamen menyebabkan inflamasi dan penebalan ligamen. Berdasarkan scientific
sastra, kemampuan prosedur ini untuk mengobati nyeri punggung bawah belum
divalidasi.
Suntikan steroid dan prosedur lainnya tulang belakang. Lihat Bab 25 untuk
prosedur tulang belakang khusus lainnya yang digunakan dalam pengobatan nyeri
pinggang.
Mobilisasi manual atau manipulasi. Sejarah merujuk pada pengobatan
manual kembali lebih dari 4000 tahun. Pada abad kesembilan belas, peningkatan
minat dalam pengobatan manual mulai di Britania Raya dan Amerika Serikat. Ada
beberapa teori tentang bagaimana manual obat bekerja. Salah satu teori adalah bahwa
ia mengembalikan gerakan normal pada segmen yang terbatas. Teori lain adalah
bahwa perubahan kontrol neurologis melalui mekanisme reflex, terutama interaksi
antara sistem saraf otonom dan tulang belakang.76
Beberapa ulasan percobaan acak terkontrol dan sistematis telah dilakukan untuk
menilai khasiat terapi manual. Di kebanyakan negara dengan pedoman Nasional
89
untuk pengobatan nyeri pinggang, manipulasi tulang belakang disarankan untuk nyeri
pinggang bawah akut,237,238 meskipun hal ini tidak universal. Rekomendasi untuk sakit
punggung kronis banyak yang lebih bervariasi. Assendelft et al.12 melakukan
metaanalisis efektivitas pengobatan ini untuk nyeri pinggang bawah dan menemukan
banyak penelitian berkualitas tinggi. Metaanalisis ini mempunyai kelemahan umum
untuk semua metaanalisis, termasuk berbagai kualitas studi, kemungkinan publikasi
bias, dan masalah-masalah Statistik. Kekuatannya adalah pada ukuran kelompok
pasien, ketelitian, dan kesertaan data terbaru tersedia hingga 2002. Meta-analisis
mencakup total 5486 pasien. Untuk nyeri punggung bawah akut dan kronis, penulis
menemukan manipulasi spinal lain lebih efektif daripada plasebo (yang mana baik
manipulasi palsu atau perawatan dinilai tidak efektif) untuk nyeri jangka pendek.
Perbaikan dalam fungsi terjadi, tetapi hal ini tidak mencapai Statistik yang signifikan.
Ketika manipulasi tulang belakang dibandingkan dengan perawatan lain diketahui
efektif, seperti analgesik, latihan dan terapi fisik, penulis menemukan tidak ada
manfaat yang signifikan secara statistik dibandingkan dengan terapi lain. Hasil tidak
berubah ketika kami melihat studi manipulasi yang satunya dan tidak ada mobilisasi
yang digunakan. Mereka juga tidak bisa mengidentifikasi subkelompok pasien
tertentu yang mana manipulasi adalah sangat efektif, walaupun mereka berteori
bahwa jika ada sebuah kelompok, hal ini akan menjadi kecil (Lihat Bab 22). Penulis
juga tidak menemukan pengobatan lain yang biasa digunakan, seperti terapi fisik dan
obat-obatan, harus secara statistik lebih efektif daripada manipulasi tulang belakang.
Kesimpulan mereka adalah bahwa manipulasi tulang belakang lebih efektif daripada
plasebo, dan adalah salah satu dari beberapa pilihan sederhana yang efektif untuk
pasien dengan nyeri punggung bawah.
Traksi. Literatur di bagian ini telah dikritik karena ketidaksepakatan apakah
studi ini telah menggunakan berat traksi, frekuensi pengobatan, dan lama sesi
pengobatan yang sesuai. Banyak studi telah menggunakan traksi sekali per minggu,
dan beberapa praktisi percaya bahwa traksi harus dilakukan setiap hari dan hasil studi
90
dengan frekuensi kurang dari ini bersifat tidak valid.85 Beberapa studi acak terkontrol
menggunakan dosis pemberian traksi berbeda telah dilakukan, bagaimanapun, dan
sebagian belum menemukan traksi efektif untuk mengobati nyeri punggung. Tidak
ada studi yang dilakukan dengan baik menunjukkan bahwa berat tertentu atau
frekuensi traksi yang efektif pada pengobatan.225,229
Penyokong lumbal. Sokongan lumbal digunakan untuk mengobati dan
mencegah nyeri pinggang. Beberapa jenis lumbar support dapat digunakan. Mereka
bervariasi dari bungkus elastis sederhana hingga custom-molded plastik kawat. Studi
berkualitas tinggi membandingkan efektivitas kawat berbeda secara umum kurang,
meskipun satu studi menunjukkan bahwa pasien yang memakai lumbar support
dengan kasur kaku memiliki lebih banyak perbaikan subyektif daripada mereka yang
memakai kawat tanpa support.144
Beberapa mekanisme aksi telah diusulkan untuk mengapa lumbal support akan
efektif. Satu hypotesis adalah bahwa mereka mencegah gerak tulang belakang
berlebihan, baik memblokir gerak fisik secara ekstrem atau dengan menyediakan
masukan sensorik untuk mengingatkan pasien untuk tidak menekuk berlebihan.
Teori lain adalah bahwa mereka meningkatkan tekanan intraabdominal tanpa
meningkatkan otot aktivitas perut, dan karena itu dapat mengurangi kekuatan otot,
kelelahan, dan muatan kompresif pada tulang belakang.222 Ulasan mengenai
mekanisme tindakan penyokong lumbal menunjukkan bahwa tak satu pun dari teori-
teori ini telah terbukti. Secara umum, lumbal mendukung penurunan ROM, tetapi
hasilnya tidak konsisten. Penurunan ROM bervariasi antar subyek, dengan beberapa
subjek yang bahkan menampilkan peningkatan ROM ketika memakai kawat. Ruang
lingkup gerak yang berkurang juga bervariasi antar subjek dan jenis kawat yang diuji.
Beberapa jenis kawat mengurangi rotasi, sedangkan lainnya mengurangi fleksi dan
ekstensi. Tidak ada bukti bahwa penyokong lumbal benar-benar meningkatkan
tekanan dukungan atau mengurangi kekuatan otot dan kelelahan.222 Mengenai
keampuhan pendukung lumbal, ada bukti terbatas pendukung lumbal memberikan
91
sedikit pengurangan rasa sakit untuk nyeri punggung bawah bila dibandingkan
dengan tidak ada perawatan, tapi bila dibandingkan dengan pengobatan lainnya, uji
penilaian mereka tidak lebih efektif. Studi juga menunjukkan pada umumnya
kepatuhan subjek untuk memakai terus-menerus penyokong lumbal buruk. Tidak ada
bukti konsisten yang ada mengenai penyokong lumbal dapat mencegah terjadinya
kembali nyeri (Lihat Bab 16).226
Stimulasi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation. Perkembangan
transcutaneous electrical nerve Stimulation (TENS) berdasarkan teori ambang rasa
sakit dari Melzack dan Wall. Dalam teori ini, stimulasi besar serat aferen
menghambat serat nociceptive kecil, menyebabkan pasien merasa sedikit sakit.
Beberapa jenis aplikasi TENS dapat digunakan, seperti frekuensi tinggi intensitas
sedang, frekuensi rendah intensitas tinggi, dan frekuensi burst (Lihat bab 21). Banyak
pasien menemukan TENS berguna untuk bantuan sementara dari nyeri pinggang
bawah. Evaluasi penelitian di bagian ini sulit karena kesulitan penyetaraan plasebo
dan jenis aplikasi TENS yang digunakan antara studi, dan karena kebanyakan
penelitian menggunakan memori pasien tentang nyeri yang mereka alami (yang
sering tidak akurat sebagai ukuran hasil).30 Hasil metaanalisis TENS menunjukkan
kecenderungan ke arah pengurangan nyeri yang lebih baik, fungsi lebih baik, dan
kepuasan dengan pengobatan dibandingkan dengan plasebo. Tren ini tidak mencapai
signifikansi statistik, bagaimanapun, dan, memberikan perubahan kecil, adalah
signifikansi klinis yang tidak jelas. Studi dan metodologi yang lebih besar masih
diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan ini.145
Pijat. Pijat adalah salah satu terapi pelengkap yang paling umum digunakan
untuk nyeri pinggang. Mekanisme tindakan ini dipikirkan termasuk relaksasi,
manfaat terapeutik sentuhan, dan efek yang menguntungkan pada struktur atau fungsi
jaringan.68 Penelitian tentang pijat umumnya terbagi dalam dua Kategori: studi yang
mengukur efek dari pijat dan studi yang mengevaluasi efektivitas dari intervensi lain
dan penggunaan pijat sebagai kontrol dengan efek tangan. Dalam studi di mana pijat
92
digunakan sebagai kontrol, pijat umumnya tidak ditemukan menjadi lebih
bermanfaat. Hal ini bisa jadi karena efektivitas dari intervensi kedua, menjelaskan
mengapa tidak ada perbedaan yang ditemukan, atau bisa saja karena publikasi yang
bias. Dalam studi di mana pijat adalah salah satu intervensi utama, pijat telah
ditemukan efektif untuk rasa sakit dan mengembalikan fungsi. Sebagai contoh,
Cherkin et al.41 melakukan studi yang menarik bahwa membandingkan pijat,
Akupunktur, dan pendidikan perawatan diri untuk nyeri pinggang bawah kronis.
Setelah 10 minggu di mana sampai 10 pengobatan dilakukan, kelompok Pemijatan
menunjukkan peningkatkan yang nyata pada skala disabilitas, sempat mengalami
penurunan penggunaan obat, dan memiliki sedikit waktu dengan aktivitas yang
dibatasi dibandingkan kelompok kontrol. Setelah 1 tahun, banyak keuntungan ini
yang dipertahankan.41 Penelitian berkualitas tinggi lainnya juga menemukan pijat
efektif untuk memperbaiki gejala dan fungsi pasien dengan nyeri pinggang bawah
subakut dan kronis.68 Studi berkualitas tinggi tentang efek Pemijatan pada nyeri
pinggang bawah akut belum diselesaikan.
Terapi pelengkap gerakan. Terapi banyak bergerak digunakan dalam
pengobatan nyeri pinggang. Beberapa terapi yang paling umum digunakan terdaftar
di bawah ini. Terapi ini telah ditemukan berguna dalam kasus serial tetapi tidak
diperlakukan pada uji coba acak terkontrol.
• Yoga: ini adalah sistem latihan dan filsafat yang mempromosikan relaksasi,
penerimaan, dan teknik pernapasan sementara berbagai peregangan dan latihan
penguatan dilakukan. Beberapa studi telah menemukan hal ini menjadi efektif untuk
nyeri punggung bawah seperti program latihan grup lainnya.200,214
• Pilates: ini adalah bentuk latihan penguatan inti yang menitik beratkan pada
keselarasan dan bentuk yang tepat. Hasil positif dari penelitian kecil menunjukkan
bahwa hal ini mungkin jenis pengobatan yang efektif untuk nyeri punggung bawah.183
• Teknik Alexander: teknik ini adalah pendekatan pendidikan untuk postur tubuh dan
menormalkan pola gerakan. Percobaan satu hari acak controlled dari teknik ini
93
menunjukkan efektivitas jangka pendek dan jangka panjang (sampai dengan 1 tahun)
dengan pengobatan ini.119
• Metode Feldenkrais: metode ini adalah kombinasi dari kelas dan tangan bekerja
dengan latihan terapi untuk mempromosikan pola gerakan alami dan nyaman dan
meningkatkan kesadaran tubuh.
Program pengobatan nyeri multidisiplin. Ada bukti kuat bahwa program
multidisiplin dengan tujuan fungsional restorasi ini berguna untuk nyeri.225 hal ini
dibahas lebih lanjut dalam bab 42 pada nyeri kronis.
Pengobatan Komorbiditas. Beberapa penyakit komorbid sering ditemui pada orang
dengan sakit punggung. Masalah yang sering dikaitkan dengan nyeri punggung
bawah termasuk depresi, kecemasan, dan gangguan tidur. Mengobati kondisi ini
sering mengurangi rasa sakit dan meningkatkan fungsi. Mereka yang menderita nyeri
punggung bawah sering juga memiliki penyakit lain yang terkait dengan gaya hidup
yang tidak sehat, seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2, dan penyakit
kardiovaskular. Komorbid ini harus menjadi catatan ketika merumuskan rencana
rehabilitasi.
Prognosis Nyeri Punggung Bawah
Prognosis sulit untuk sepenuhnya dipastikan karena beberapa alasan. Salah
satunya adalah bahwa nyeri punggung bawah adalah gejala yang disebabkan oleh
spektrum patologi yang luas dengan berbagai hasil prognostik. Lainnya adalah bahwa
pengalaman nyeri bersifat individual, dan harapan pengobatan bervariasi. Sejumlah
besar literatur medis menyoroti faktor-faktor budaya, psikologis, dukungan sosial,
dan ekonomi yang kompleks dan mempengaruhi rasa sakit dan hasil rehabilitasi.117
94
Bila kesemuanya diperhitungkan, prognosis untuk nyeri punggung bawah dapat
didefinisikan dengan baik. Pandangan yang banyak mengutip bahwa 90% dari kasus
nyeri punggung bawah akut akan sembuh dalam 6 minggu tidak termasuk seluruh
perjalanan penyakit dari nyeri punggung bawah, baik dalam praktek klinis atau dalam
tinjauan literatur ilmiah. Sebagian besar studi dilakukan dengan subyek yang mencari
perawatan medis untuk nyeri pinggang mereka, dan hal ini mungkin menjadi populasi
terpilih sehingga bukan generalisasi untuk semua orang yang mengembangkan nyeri
punggung. Sebuah metaanalisis terbaru dari pasien yang mencari perawatan medis
untuk nyeri punggung yang berdurasi kurang dari 3 minggu telah dilakukan. Mereka
memasukkan orang tersebut dalam kelompok studi pengobatan dan dalam kelompok
plasebo, sehingga baik proses alamiah maupun perjalanan klinis dari nyeri punggung
dapat dievaluasi. Studi ini menemukan bahwa sebagian besar pasien cepat membaik
dalam waktu 1 bulan, dan bahwa sebagian besar terus mengalami penurunan rasa
nyeri, meskipun lebih lambat, sampai sekitar 3 bulan. Dari 3 bulan sampai 1 tahun,
sedikit perubahan terhadap nyeri terlihat. Risiko kekambuhan dalam waktu 3 bulan
bervariasi antara 19% dan 34%, dan risiko kekambuhan dalam waktu 1 tahun adalah
antara 66% dan 84%. Ini adalah populasi diagnostik heterogen, meskipun sebagian
besar pasien diberikan diagnosis nyeri punggung bawah mekanik.
Penyebab lain dari nyeri punggung melebehi nyeri pada kaki
Spondilosis lumbal
Kaskade degeneratif Kirkaldy-Willis telah dijelaskan di atas. Karena penyakit
degeneratif sendi zygapofiseal umumnya berdampingan dengan penyakit sendi
degeneratif, sulit untuk memisahkan dua kesatuan tersebut. Keduanya dapat
menyebabkan sakit punggung aksial. Keduanya juga dapat menyebabkan nyeri alih
ke bokong dan kaki. Mooney dan Robertson146 dan McCall et al.135 telah mempelajari
95
distribusi skeleretoma nyeri sendi zygapofiseal secara rinci. Nyeri sendi zygapofiseal
bahkan telah dilaporkan untuk beralih ke bawah lutut dalam beberapa kasus
Penggambaran sendi zygapofiseal degeneratif sebagai pemicu nyeri utama
dalam nyeri punggung bawah aksial, bagaimanapun juga, adalah sulit. Pencitraan
tidak terlalu berguna karena banyak orang yang tanpa gejala memiliki perubahan
spondilosis pada tulang belakang mereka. Diagnosis ini juga dibuat lebih sering pada
pasien yang lebih tua. Orang tua memiliki beberapa temuan dalam riawayat, dalam
pemeriksaan fisik, dan studi pencitraan mereka yang menyulitkan tercapainya
diagnosa tertentu atau pemicu nyeri spesifik sebagai penyebab keluhan mereka.
Spondilosis sendi zygapofiseal terlihat sering dengan sumber potensial lainnya dari
nyeri punggung bawah, seperti diskus degeneratif dan stenosis lumbalis. Pada
pemeriksaan fisik, pasien dengan temuan pencitraan umumnya memiliki kelainan
postural, sabuk panggul mekanik yang buruk, dan berpotensi sebagai sumber
beberapa nyeri miofasial. Mereka biasanya memiliki lordosis lumbal yang menonjol,
sebagian karena tegangnya fleksor pinggul, yang memperburuk masalah dengan
meningkatkan tekanan pada elemen posterior
Dari penelitian biomekanik dan pengetahuan tentang anatomi, kami tahu bahwa
ekstensi lumbar dan peningkatan kekuatan rotasi ditempatkan pada sendi
zygapophyseal posterior. Manuver tertentu ini, bagaimanapun juga, belum terbukti
untuk diagnostik nyeri sendi zygapophyseal dalam pengaturan klinis (baik oleh
riwayat atau pemeriksaan). Tidak ada ciri identifikasi unik yang ditemukan dalam
riwayat, pemeriksaan fisik, dan pencitraan radiologis untuk diagnostik nyeri sendi
zygapophyseal. Satu-satunya manuver diagnostik untuk nyeri sendi zygapophyseal
adalah suntikan sendi zygapophyseal yang dipandu fluoroskopi dengan anestesi lokal,
dan blok cabang medial (yaitu, blok anestesi lokal dari cabang medial rami primer
dorsal yang menginervasi sendi zygapophyseal).52,130 Menggunakan teknik injeksi ini,
prevalensi facet yang dimediasi nyeri pada penderita nyeri punggung bawah kronis
telah diperkirakan 15% pada populasi yang lebih muda dan 40% pada kelompok usia
96
yang lebih tua.193, 194 Studi Schwarzer dkk. 1994 193 menunjukkan bahwa sebagian
besar nyeri sendi zygapophyseal lumbar berasal dari sendi zygapophyseal L4-L5 dan
L5-S1. Akibatnya, jika suntikan yang digunakan sebagai pengobatan, sebagian besar
dapat diarahkan pada dua tingkat lumbal.
Pilihan pengelolaan yang lebih konservatif untuk spondilosis tulang belakang
dan faset yang dimediasi nyeri harus dicoba sebelum beralih ke prosedur invasif
seperti suntikan kortikosteroid intra-artikular sendi zygapofoseal atau cabang medial
neurotomis. Perawatan konservatif mirip dengan pengobatan untuk sendi
osteoarthritis dan dapat dikategorikan sebagai modifikasi gaya hidup dan aktivitas,
obat-obatan, dan olahraga.
Modifikasi gaya hidup dan aktivitas meliputi pengendalian berat badan,
istirahat cukup, dan membatasi aktivitas awal yang menghasilkan peningkatan nyeri
(misalnya, tidur tengkurap umumnya harus dihindari). Obat-obatan yang digunakan
meliputi analgesik seperti acetaminophen dan NSAID. Peran dari glukosamin
mungkin ada karena telah menunjukkan respon yang signifikan untuk menghilangkan
rasa sakit pada osteoarthritis lutut. Program latihan umumnya dirancang untuk
mengurangi gaya yang bekerja pada sendi zygapophyseal. Hal ini dapat mencakup
peningkatan kontrol postural dengan mengurangi setiap lordosis lumbalis berlebihan.
Hal ini dilakukan melalui peregangan fleksor pinggul, mengayunkan panggul, dan
dengan mengembangkan otot-otot pendukung tulang belakang (termasuk otot perut
dalam, kuadratus lumborum, dan otot gluteal) untuk menstabilkan panggul dan
mengurangi potensi kekuatan geser di tulang belakang lumbal. Tidak ada program
latihan tunggal terbukti ada, namun, untuk protokol latihan pada nyeri zygapophyseal
yang dimediasi sendi. Jika latihan di daratan awalnya terlalu menjengkelkan, terapi
air dapat menjadi tempat memulai yang terbaik. Brace atau korset lumbar belum
terbukti berguna dalam jangka panjang, tetapi untuk pasien kelebihan berat badan
dengan perut menonjol atau pannus besar (yang tentunya dapat meningkatkan
97
tekanan pada sendi zygapofiseal dengan meningkatkan postur lordosis) salah satu dari
ini bisa menjadi alternatif terbaik.
Intervensi pengobatan untuk nyeri sendi zygapophyseal telah disebutkan
singkat di atas. Sebuah diskusi yang lebih rinci dapat ditemukan dalam bab tentang
intervensi pengelolaan nyeri (lihat Bab 25).
Penyakit diskus lumbar
Penyebab terganggunya diskogenik nyeri pinggang umumnya terjadi akibat
salah satu dari tiga kategori: penyakit diskus degeneratif, gangguan diskus internal,
dan herniasi diskus. Nyeri diskogenik secara klasik digambarkan sebagai seperti
diikat dan diperburuk oleh fleksi lumbal, tetapi ini tidak selalu terjadi. Hal ini dapat
unilateral, dapat menyebar ke pantat, dan bahkan dapat memburuk dengan ekstensi
atau pembengkokan ke samping (tergantung pada tempat patologi diskus).
Terganggunya diskus internal
Bogduk23 mendefinisikan gangguan diskus internal sebagai kondisi di mana
arsitektur diskus internal terganggu, namun permukaan eksternal pada dasarnya tetap
normal (yaitu, tidak ada tonjolan atau herniasi). Hal ini ditandai dengan degradasi
nucleus pulposus dan celah radial yang memanjang ke sepertiga bagian luar anulus
(daerah zona intensitas tinggi pada MRI).9 Hal ini dapat didiagnosis hanya dengan CT
postdiskografi, yang menunjukkan degradasi inti dan munculnya dan meluasnya
celah annular. Meskipun penggunaan diskografi bersifat kontroversial, kebanyakan
percaya bahwa robekan annular (terutama yang mencapai sepertiga bagian luar
anulus, yaitu serabut yang diinervasi) dapat menjadi sumber nyeri pinggang.
Bagaimanapun juga, harus diingat, bahwa seperti kebanyakan kelainan pada
pencitraan tulang belakang lumbal, robekan annular atau zona intensitas tinggi sering
terlihat pada subyek tanpa gejala.
98
Mekanisme yang diusulkan untuk timbulnya nyeri dari gangguan diskus
internal adalah sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk herniasi diskus
dan radikulopati, yaitu, nosisepsi kimia dari mediator inflamasi dan stimulasi
mekanik.
Herniasi diskus
Terminologi yang digunakan untuk menggambarkan materi diskus yang
melampaui ruang diskus intervertebralis masih membingungkan. Herniasi diskus,
herniasi pulposus nucleus, protursi diskus, diskus bulging, robekan diskus, dan
prolaps diskus merupakan istilah yang umum digunakan, dan kadang-kadang tidak
benar digunakan secara sinonim. Materi diskus yang berada tidak pada tempatnya
awalnya dapat diklasifikasikan sebagai pononjolan (pergeseran materi diskus > 50%
dari lingkar) atau sebagai herniasi (<50% dari lingkar) (Gambar 41-22).57 Herniasi
diskus kemudian dapat disubklasifikasikan ke protursi atau ekstrusi. Protursi diskus
didefinisikan sebagai herniasi dengan jarak tepi bahan hernia kurang dari jarak tepi
pada dasarnya. Ekstrusi diskus terjadi ketika jarak tepi materi herniasi lebih besar dari
jarak tepi pada dasarnya. Sebuah ekstrusi diskus dapat lebih disubklasifikasikan
sebagai sekuester jika materi diskus yang ekstrusi tidak memiliki kesinambungan
dengan diskus asal. Herniasi diskus juga dapat digambarkan sebagai bermuatan atau
tidak bermuatan tergantung pada integritas dari serabut annular luar. Jika serabut
annulus luar masih utuh, hal ini dijelaskan sebagai herniasi diskus yang bermuatan.
Klasifikasi ini tidak memiliki relevansi dengan integritas ligamentum longitudinal
posterior.
99
100
Gambar 40-22. Herniasi diskus, protrusi dan exstrusi
Lebih dari 95% dari herniasi diskus lumbal terjadi pada L4-L5 dan L5-S1.49, 204
Berikutnya yang paling umum adalah L3-L4, diikuti oleh L2-L3. Radiculopati
lumbosakral paling umum terjadi pada L5 dan S1. Herniasi diskus posterolateral
paling umum terjadi karena anulus fibrosus posterolateral merupakan yang paling
lemah. Diskus posterolateral dapat mempengaruhi akar saraf karena menurun dalam
resesus lateral atau sesaat sebelum memasuki foramen neural. Herniasi lateral jauh
atau ekstra-foraminal dapat mempengaruhi akar saraf saat keluar foramen neural dan
herniasi diskus sentral dapat mempengaruhi setiap bagian dari cauda equina,
tergantung pada tingka yang terkena.
Herniasi diskus dapat menyebabkan respons peradangan yang dapat
mempengaruhi akar saraf, atau dapat terjadi kompresi mekanik, yang keduanya dapat
menyebabkan gejala radikuler. Herniasi diskus, bagaimanapun, juga hanya dapat
menyebabkan rasa nyeri aksial. Diagnosis diskogenik nyeri punggung bawah adalah
sebuah tantangan karena kita tahu subyek tanpa gejala dapat memiliki herniasi diskus
ang tampak pada MRI.21,96,97 Diskografi adalah alat diagnostik yang kontroversial
untuk nyeri diskogenik (lihat Bab 25). Hal ini biasanya digunakan sebagai alat
skrining sebelum pembedahan.
Pengobatan nyeri punggung diskogenik
Pengobatan andalan untuk nyeri punggung diskogenik bersifat konservatif.
Karena sulitnya mendapatkan diagnosis definitif ini sebagai sumber nyeri punggung
bawah, tidak ada perawatan khusus terbukti efektif. Akibatnya, banyak perawatan
konservatif untuk nyeri diskogenik adalah sama dengan yang untuk " nyeri punggung
bawah mekanis " seperti disebutkan di atas.
101
Bahkan ketika disepakati bahwa etiologi nyeri punggung bawah adalah
diskogenik, pasien masih merespon secara berbeda terhadap berbagai rejimen latihan,
terutama karena lokasi herniasi diskus yang biasanya menentukan mana gerakan
tulang belakang lumbal dapat meningkatkan rasa nyeri dan yang tidak (misal, diskus
posterolateral menyebabkan rasa sakit dengan fleksi, diskus sentral biasanya lebih
menyakitkan dalam ekstensi, dan untuk diskus lateral lebih sakit dengan
membungkuk sisi ipsilateral). Sangat tepat untuk membedakan program rehabilitasi
secara individual sesuai dengan pergerakan yang dapat dilakukan dengan sedikit rasa
nyeri, dan perlahan-lahan mengembangkan program latihan atau pola gerakan mereka
untuk memasukkan lebih banyak sudut gerak (yang mungkin awalnya menyakitkan)
untuk memperbaiki fungsi pasien dengan sedikit nyeri .
Sebagian besar pasien dengan nyeri diskogenik melakukannya dengan baik
dengan manajemen konservatif. Namun, masih ada beberapa pasien yang tidak
merespon tindakan konservatif ini. Selama beberapa tahun terakhir, telah ada
sejumlah prosedur intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah nyeri
punggung diskogenik, ditujukan untuk mencegah kebutuhan pengelolaan bedah.
Literatur yang berkembang mendukung suntikan steroid epidural sebagai strategi
pengelolaan nyeri untuk herniasi diskus dengan radikulitis. Karena diterima dengan
baik bahwa herniasi diskus dapat menyebabkan respon inflamasi, injeksi steroid
epidural untuk nyeri diskogenik (yaitu, tanpa gejala radikuler) telah digunakan dan
mungkin diindikasikan, meskipun tidak ada literatur untuk membuktikan ini.
Buttermann37 telah memberikan kami beberapa potensi kriteria untuk peran suntikan
steroid epidural dalam gejala dugaan diskus degeneratif. Banyak prosedur diskus
perkutan yang sedang digunakan, dan yang baru-baru ini terus-menerus
dikembangkan untuk mengobati pasien dengan nyeri diskogenik telah gagal untuk
melebihi respon pengelolaan konservatif (Kotak 40-4 dan 40-5).173,203 Tak satu pun
dari ini, bagaimanapun juga, telah terbukti secara definitif memiliki hasil yang lebih
baik daripada bedah mikro-diskektomi. Literatur tentang pengelolaan bedah untuk
102
nyeri diskogenik mirip dengan suntikan steroid epidural yang terkait, di mana operasi
adalah yang paling efektif dalam memperbaiki gejala kaki radikuler dan kurang
mengesankan untuk keluhan nyeri punggung aksial. Prosedur bedah yang paling
umum adalah diskektomi. Jika ada kekhawatiran terhadap ketidakstabilan (yaitu,
pada pasien dengan penyakit degeneratif bertingkat signifikan), bagaimanapun juga,
fusi tulang belakang kadang-kadang tetap harus dipertimbangkan. Penggantian
prostetik diskus terbaru telah dianggap sebagai pengganti fusi tulang belakang.
Namun, literatur tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dengan artroplasti diskus
dibandingkan dengan fusi, hanya menunjukkan hasil yang sama. Namun, komplikasi
potensial dengan artroplasti diskus secara lebih memprihatinkan secara signifikan,
dan saat ini tidak jelas siapa yang akan mendapatkan keuntungan dari artroplasti
diskus dibandingkan dengan fusi lumbal.
Kotak 40-4Prosedur untuk Disk herniations dan Radiculopathy (Leg Sakit >> Nyeri Axial)• suntikan steroid epidural• Prosedur dekompresi disk yang Percutaneous • chemonucleolysis ozon • Thermal laser • Mekanik perangkat otomatis Radiofrequency nucleoplasty: Koblasi• Bedah Microdiskectomy
Kotak 40-5
Prosedur untuk Diskogenic Low Back Pain (internal Disk Gangguan) (Axial Nyeri >> Nyeri Kaki)• steroid Intradiskal• Annuloplasty• fusi lumbal• Disk artroplasti
103
Spondilolisis
Spondilolisis adalah defek dari pars interarticularis dan merupakan penyebab
umum nyeri punggung pada anak-anak dan remaja. Mekanisme hipotesis yang paling
umum dari cedera tersebut adalah hiperekstensi berulang pada tulang belakang yang
imatur, dan umumnya dilaporkan dalam pesenam remaja dan penjaga garis sepak
bola.60, 94 Fraktur akut dari cedera hiperekstensi parah juga mungkin terjadi tetapi
kurang umum dilaporkan.59 Defek pars telah dilaporkan pada individu yang tidak
atletis juga. Dalam pertumbuhan anak-anak, defek jarang terlihat sebelum masa
berjalan dimulai dan paling sering terjadi pada usia 7 sampai 8 tahun.153 Peningkatan
insiden terjadi selama percepatan pertumbuhan remaja antara usia 11 dan 15 tahun.
Defek pars tampaknya merupakan hasil dari kombinasi displasia herediter dari pars
dan penekanan berulang tulang belakang dengan berjalan dan ekstensi berlebihan.51
Defek unilateral atau bilateral dapat terjadi, tetapi keterlibatan bilateral mungkin
mengakibatkan spondilolistesis. Sembilan puluh persen dari lesi ini terjadi pada
tingkat L5-S1.
Pasien biasanya datang dengan nyeri punggung bawah yang diperburuk dengan
ekstensi dan diatasi dengan istirahat atau pembatasan aktivitas. Pemeriksaan fisik
dapat menunjukkan nyeri fokal, nyeri dengan ekstensi lumbal, dan hamstring terasa
mengencang (Gambar 40-23). Pemeriksaan neurologis biasanya normal. Jika
spondilolistesis muncul, mungkin bisa teraba jelas cekungan pada pemeriksaan
prosesus spinosus.
104
105
Gambar 40-23. Tes berdiri satu kaki hiperekstensi
Penilaian radiografi yang ideal dari suspek defek pars masih diperdebatkan. Radiografi polos terbatas dalam penggunaannya utnuk
mendiagnosis gejala spondilosis. Sudut miring dapat menunjukkan defek pars dengan baik, namun sensitivitas deteksi pada film polos tidak banyak
meningkat, dan paparan radiasi lebih besar secara signifikan.174 Radiografi posisi berdiri anteroposterior dan lateral awalnya dapat diperoleh untuk
mengidentifikasi spondilolistesis atau kelainan tulang yang mencolok.207 SPECT lebih sensitif dibandingkan radiografi polos dan scan tulang
planar. Sebuah scan tulang positif atau scan SPECT berkorelasi dengan lesi pars yang menyakitkan.86 Pada sebagian besar analisis retrospektif,
bagaimanapun juga, peningkatan uptake muncul selama kurang lebih 1 tahun setelah terjadinya fraktur.174 Jika studi SPECT konsisten dengan pars
cedera aktif, potongan CT yang tipis melalui tingkat yang abnormal dapat membantu untuk memastikan diagnosis dan tahap lesi. Penentuan
stadium lesi sesuai dengan kronisitas sangat membantu untuk memprediksi penyembuhan. Klasifikasi Tokushima menilai defek dari CT sebagai
akut, progresif, atau terminal (Box 40-6).66 Sebuah metaanalisis terbaru menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem klasifikasi ini, 68% dari
defek akut sembuh, 28% lesi progresif sembuh, dan tidak ada lesi terminal yang sembuh.109 Penentuan kronisitas dapat membantu dokter
memutuskan seberapa cepat atlet harus mengalami kemajuan melalui pengobatan. Penggunaan MRI dalam mendiagnosis spondilolisis telah
mengumpulkan banyak perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Rangkaian resonansi magnetik standar mengidentifikasi hanya 80% dari lesi pars
yang terlihat pada SPECT dan harus digunakan untuk mencari patologi lainmya.133 Namun, Campbell et al.,38 menunjukkan bahwa rangkaian
resonansi magnetik nonstandar (gambar sagital miring) dapat menemukan 39 dari 40 defek pars yang terlihat pada CT dan SPECT, tetapi MRI
masih dapat menentukan stadium dengan tepat.29
Kotak 40.6
Klasifikasi Tokushima untuk Grading Pars Cacat
• akut (awal): Hairline cacat• Progresif: defek luas sedang dengan putaran margin• Terminal (kronis): efek lebar dengan margin sklerotik
Sejumlah strategi pengelolaan yang sukses untuk spondilolisis telah digunakan.
Pengelolaan konservatif merupakan hal yang paling umum dilakukan, biasanya
dimulai dengan istirahat cukup dan menghindari kegiatan yang meningkatkan nyeri
(terutama ekstensi berulang-ulang). Pasien biasanya disarankan untuk beristirahat
selama 3 bulan.207 Hal tersebut adalah waktu tercepat di mana penyembuhan dari lesi
pars telah diidentifikasi pada pencitraan serial.253 Bracing tidak mutlak diperlukan,
106
meskipun pengobatan tersebut sangat sering dikutip. Sebuah metaanalisis terbaru
menunjukkan 84% dari 665 pasien dengan spondilolisis yang diobati secara
nonoperatif mampu kembali ke kondisi bebas nyeri tanpa dibatasi aktivitas selama 1
tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hasil klinis yang terlihat antara
kelompok dengan brace dan tanpa brace.109 Brace kaku mungkin dapat
dipertimbangkan setelah 2 minggu istirahat jika gejala tidak teratasi.207 Penyatuan
tulang yang stabil secara radiografis adalah tujuan yang jelas namun bukan kebutuhan
mutlak, karena mengingat banyak atlet muda yang bisa mencapai kondisi bebas
gejala dalam olahraga maupun kehidupan sehari-hari bahkan dengan defek pars
persisten. Metaanalisis yang sama mempelajari 847 defek dan menunjukkan tingkat
penyembuhan radiografi 28%, dengan 71%-nya berasal dari defek unilateral yang
sembuh dan hanya 18% dari defek bilateral yang sembuh.109
Dalam hal apapun, dengan brace atau tidak, atlet muda tetap memiliki risiko
penurunan kondisi. Ketika rasa sakit mungkin terjadi, pasien harus dimotivasi untuk
memulai pengkondisian aerobik dan akhirnya memasuki program rehabilitasi tulang
belakang sebelum kembali ke olahraga. Setelah atlet telah menguasai inti program
stabilisasi dasar, pengembalian perkembangan fungsional ke olahraga tertentu
disesuaikan, dengan fokus pada kontrol neuromuskular proprioseptif dan olahraga
latihan khusus sebelum kembali bermain penuh. Untuk pasien dengan nyeri
punggung bawah kronis dan spondilolisis, O'Sullivan et al.158 menunjukkan bahwa
program latihan khusus yang difokuskan pada pelatihan multifidi lumbar dan perut
bagian dalam, dapat sangat efektif. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien
dengan spondilolisis saja tetapi lebih umum pada keadaan spondilolistesis dan / atau
radikulopati.
Riwayat alami spondilolisis dan spondilolistesis tingkat rendah (<2) adalah
jinak, yaitu, sangat jarang untuk memiliki selip yang progresif. Saraste190
menunjukkan bahwa hal ini dalam sebuah studi dari 225 pasien dengan masa tindak
lanjut 20 tahun. Namun, sebagian besar kasus selip yang terjadi progresif selama
107
percepatan pertumbuhan remaja, sehingga atlet sangat muda harus dipantau dengan
yang film polos lateral fleksi-ekstensi. Selain percepatan pertumbuhan remaja, listesis
yang lebih besar dari 50% bisa dianggap sebagai faktor risiko untuk selip yang
progresif.
Spondilolistesis
Spondilolistesis lumbal atau selip satu vertebra anterior dengan yang lainnya
dapat disebabkan oleh banyak penyebab. Spondilolistesis dapat dikelompokkan
menjadi enam kategori yang berbeda dengan etiologi. Yang paling umum adalah
spondilolistesis isthmus (Gambar 40-24). Selip isthmus terjadi sebagai akibat dari
spondilolisis atau " stres fraktur " dari pars interarticularis (seperti dijelaskan di atas).
Spondilolistesis displastik adalah selip kongenital dan disebabkan oleh displasia dari
sendi faset sakrum atas, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menahan
pergeseran berlebih dan selip ke depan. Spondilolistesis degeneratif dilihat pada
tulang belakang lebih tua dan berhubungan dengan ketidakstabilan intersegmental
lama dari faset degeneratif atau penyakit sendi. Tingkat yang paling umum
terpengaruh dalam selip degeneratif adalah tingkat L4-L5. Spondilolistesis traumatik
jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur sekunder akut akibat trauma.
Spondilolistesis patologis disebabkan oleh penyebab medis dari penyakit tulang
umum atau lokal yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan tulang. Bentuk ini
dapat muncul sebagai defek isthmus atau pars utuh yang memanjang. Kategori
terakhir adalah pasca operasi dan disebabkan oleh ketidakstabilan dari dekompresi
luas, yang sekarang jarang terjadi karena sejumlah perangkat keras yang digunakan
untuk fusi setelah dekompresi yang luas.
108
109
Gambar 40-24. Grade I ismus spondilolistesis
Pasien dengan spondilolistesis biasanya memiliki gejala nyeri punggung bawah.
Kadang-kadang ada keluhan gejala radikuler intermiten yang berhubungan dengan
radikulitis dinamis, yaitu, iritasi akar saraf yang disebabkan oleh sedikit
ketidakstabilan pada segmen listesis. Pemeriksaan fisik tidak berbeda dari yang
terlihat pada spondilolisis. Ketika pencitraan pasien dengan dugaan spondilolistesis,
sudut pandang fleksi-ekstensi lateral berguna untuk skrining sebelum pembedahan.
Dengan film polos lateral, derajat selip dinilai 1 sampai 5 (Tabel 40-6).
Riwayat alami spondilolistesis adalah stabilisasi spontan. Hal ini umumnya
diterima bahwa perkembangan selip signifikan jarang terjadi pada dewasa.190, 196
Beberapa kontroversi yang ada mengenai perkembangan selip pada remaja. Harris
dan Weinstein84 meneliti pemuda dengan selip derajat 3 atau 4 dalam studi tindak
lanjut jangka panjang dan mencatat bahwa ada insiden yang lebih tinggi untuk
perkembangan slip hingga maturitas skeletal tercapai. Saraste190 dan Seitsalo196
memiliki studi observasional jangka panjang berskala besar yang mirip dan
menunjukkan bahwa perkembangan selip orang muda dan orang dewasa insidensinya
kecil secara keseluruhan. Faktor positif yang mungkin berhubungan dengan
perkembangan selip termasuk derajat slip, penyakit sendi degeneratif dengan derajat
selip, usia remaja, dan kelemahan ligamen yang bermanifestasi terjadinya
hipermobilitas pada pencitraan (yaitu, gerakan pada sudut pandang fleksi-ekstensi).
Tabel 40-6. Sistem grade Meyerding untuk spondilolistesis
Derajat Persentase slip1 <25%2 25 - 49%3 50 - 74%4 75- 99%5 > 100 (spondiloptosis)
110
Pengobatan untuk spondilolistesis isthmus pada pasien muda mirip dengan
untuk atlet dengan spondilolisis, seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Operasi fusi umumnya dipertimbangkan untuk remaja jika memiliki selip derajat 3
atau lebih. Untuk spondilolistesis degeneratif, pengelolaan nonoperatif dengan
program rehabilitasinya sama dengan yang dijelaskan pada bagian sendi degeneratif
zygapofiseal dan penyakit diskus yang tepat karena keduanya memiliki temuan khas
dengan selip degeneratif. Intervensi operasi dengan fusi umumnya dianggap hanya
untuk nyeri bandel setelah program yang sesuai rehabilitasi, radikulopati persisten,
atau ketidakstabilan progresif.
Fraktur Tulang Belakang Lainnya
Banyak fraktur tulang belakang jenis lainnya yang dapat terjadi, yang paling
umum akan dibahas di bawah secara singkat. Banyak yang terjadi secara sekunder
akibat trauma. Pedoman berbasis bukti belum dikembangkan untuk pengobatan
fraktur tulang belakang traumatis. Literatur tentang topik ini terutama berasal dari
serangkaian kasus retrospektif. Hasil yang muncul tampaknya sangat bergantung
pada jumlah cedera neurologis pada waktu cedera, terjadi dan pada waktu lampau
antara cedera dan operasi jika cedera neurologis ada.230
Konsep struktural tiga-kolumna dari Denis adalah cara yang paling umum
untuk mengklasifikasikan patah tulang belakang. Konsep ini membagi tulang
belakang menjadi kolumna anterior, tengah, dan posterior. Kolumna anterior terdiri
dari ligamentum longitudinal anterior dan setengah bagian depan corpus dan diskus
vertebra. Kolumna tengah terdiri dari ligamentum longitudinal posterior dan setengah
bagian belakang corpus dan diskus vertebra. Kolumna posterior terdiri dari sisa
tulang dan jaringan lunak tulang belakang. Jika dua dari tiga kolumna utuh, tulang
belakang masih stabil dan pengobatan dengan pengelolaan nyeri dan rehabilitasi
umumnya dapat dilakukan.
111
Fraktur Kolumna Posterior
Topik ini termasuk fraktur prosesus transversal dan prosesus spinosus. Ini
adalah cedera yang stabil. Mereka diobati dengan teknik pengelolaan nyeri dan
menghindari aktivitas olahraga sampai patah tulang telah sembuh.
Fraktur Kolumna Anterior
Ini adalah fraktur kompresi dan umumnya disebabkan oleh cedera fleksi. Patah
tulang ini biasanya tidak menyebabkan defisit neurologis dan tidak memerlukan
operasi. Jika terdapat kehilangan lebih dari 50% ketinggian corpus vertebra, bisa
terjadi peningkatan peluang patah yang tidak stabil karena cedera posterior juga
mungkin terlibat, dan penyelidikan lebih lanjut masih diperlukan. Pengobatan fraktur
kompresi traumatik masih kontroversial.
Fraktur Kolumna Anterior dan Tengah
Ini adalah fraktur hentakan dan biasanya berasal dari cedera kompresi dan
fleksi. Ketidakstabilan dan kompresi tulang belakang harus disingkirkan dengan film
polos, CT scan, dan penilaian neurologis menyeluruh. Jika neurologis pasien utuh dan
tidak ada tanda-tanda ketidakstabilan posterior, mereka sering dapat diobati dengan
brace, yang biasanya berupa orthosis toraks-lumbal-sakral selama 12 minggu. Jika
ada cedera pada ligamentum longitudinal posterior, maka operasi biasanya
diperlukan. Fraktur hentakan di mana terdapat hilangnya corpus vertebra 50% atau
lebih, pergeseran lebih dari 50% ke kanalis tulang belakang, atau kifosis yang lebih
besar dari 20 derajat memerlukan operasi untuk mencapai stabilitas.
Fraktur Kolumna Anterior dan Posterior
112
Ini disebabkan oleh cedera fleksi dan distraksi, dan disebut juga sebagai fraktur
kebetulan. Mereka biasanya disebabkan oleh cedera sabuk pengaman pada
kecelakaan kendaraan bermotor yang berkecepatan tinggi. Mereka adalah fraktur
tidak stabil dan kadang-kadang diobati dengan brace tetapi sering membutuhkan
pembedahan.166
Fraktur Kompresi Osteoporosis
Fraktur kompresi osteoporosis penting untuk didiagnosis, karena mereka
merupakan sumber morbiditas yang signifikan dan karena mereka juga dapat
memperantarai risiko fraktur selanjutnya, terutama fraktur tulang pinggul, yang
memiliki tingkat morbiditas dan kematian yang tinggi. Pasien yang memiliki fraktur
tulang belakang sebelumnya memiliki 3,8 kali risiko menderita fraktur tulang pinggul
dibandingkan dengan mereka yang tidak. Risiko fraktur kompresi meningkat ketika
kepadatan tulang menurun. Faktor genetik diperhitungkan sebagai risiko yang besar,
begitu juga dengan olahraga, asupan kalsium, merokok, penggunaan alkohol, dan usia
saat pubertas (lihat Bab 41).
Fraktur kompresi bisa menjadi penyebab nyeri yang signifikan dan umumnya
menjadi alasan bahwa terdapat insiden nyeri punggung yang lebih tinggi pada wanita
lansia dibandingkan dengan laki-laki. Nyeri sangat lazim jika terdapat tiga atau lebih
fraktur. Subyek ini mengalami nyeri punggung yang dua kali lebih banyak daripada
mereka yang tanpa fraktur kompresi.65 Fraktur dapat bersifat asimptomatik atau dapat
muncul dengan gejala nyeri parah yang memiliki onset tiba-tiba. Nyeri dapat
menjalar ke anterior dan biasanya secara bertahap meningkat selama beberapa
minggu.
Evaluasi Diagnostik untuk Fraktur Vertebra
113
Sampai dengan 30% dari mereka dengan fraktur kompresi osteoporosis
memiliki penyebab yang mendasar, dan biasa disebut osteoporosis sekunder.
Penyebab umum dari osteoporosis sekunder adalah penggunaan steroid oral,
hipertiroidisme, metastasis, dan multiple myeloma. Penyebab yang mendasari harus
selalu dikesampingkan. Hal ini dapat dilakukan dengan hitung darah lengkap, tes
sedimentasi, protein reaktif, tes fungsi tiroid, profil tulang, dan profil biokimia
(seperti tes fungsi hati, elektrolit, dan albumin).159 Pengukuran kepadatan mineral
tulang berguna untuk mengkonfirmasi diagnosis osteoporosis dan untuk menilai
efektivitas pengobatan.
Pengobatan. Keseimbangan antara mengurangi nyeri dan efek samping obat
pereda nyeri harus ditemukan. Kalsitonin, baik subkutan atau intranasal, telah
ditemukan dalam berbagai penelitian untuk mengurangi rasa sakit tanpa efek samping
yang signifikan. Pengobatan tambahan dan modalitas seperti TENS mungkin bisa
membantu. Blok saraf interkostal kadang-kadang digunakan untuk mengobati rasa
nyeri.
Vertebroplasti adalah prosedur di mana semen tulang disuntikkan ke tulang
untuk menghilangkan rasa sakit dan memperkuat tulang. Studi sejauh ini terutama
adalah studi kasus serial atau prospektif terkontrol, tetapi tampaknya bahwa hingga
80% dari pasien yang diobati memperoleh nyeri yang signifikan, dan komplikasi
jarang terjadi. Komplikasi dapat mencakup kompresi akar saraf tulang belakang dan
sumsum tulang belakang, dan emboli paru.65
Osteoporosis memerlukan pengobatan dengan kombinasi dari obat-obatan,
modifikasi gaya hidup, dan latihan (lihat Bab 41).
Kanker dan Nyeri Punggung Bawah
Kanker adalah penyebab utama kematian kedua di Amerika Serikat, dan dua
pertiga pasien dengan kanker mengembangkan metastasis. Tulang belakang adalah
tempat yang paling umum untuk metastasis tulang, dan metastasis corpus vertebra
114
ditemukan pada lebih dari satu sepertiga pasien kanker. Kanker yang paling umum
melibatkan tulang belakang adalah paru-paru, payudara, prostat, dan sel ginjal.167
Nyeri punggung sejauh ini adalah gejala yang paling umum dari metastasis
kanker. Hal ini disebabkan oleh peregangan dari efek massa periosteum dan tumor.
Daerah tulang belakang thoraks yang paling sering terlibat, meskipun tulang belakang
lumbar adalah tempat yang lebih umum untuk kanker kolorektal.176 Rasa sakit dapat
mulai secara bertahap dan semakin meningkat ketika tulang ini hancur. Ini adalah
sakit konstan yang tidak diperburuk oleh gerakan. Kadang-kadang rasa sakit memiliki
onset yang lebih mendadak karena fraktur patologis, dan jenis nyeri bisa menjadi
lebih buruk dengan gerakan, terutama jika tulang belakang tidak stabil. Deyo et al.50
menemukan bahwa ciri riwayat yang paling spesifik untuk keganasan sebagai sumber
nyeri punggung adalah riwayat kanker (98% spesifik), dan penulis menganggap
bahwa perlu pertimbangan yang bijaksana terhadap onset nyeri punggung yang baru
pada pasien dengan riwayat kanker yang bersifat ganas sampai terbukti sebaliknya.
Namun, ciri riwayat ini memiliki sensitivitas hanya 0,31 sehingga hanya sekitar
sepertiga dari pasien dengan neoplasma ganas tulang belakang memiliki riwayat
kanker. Akibatnya, ciri lain terhadap curiga keganasan harus dieksplorasi dalam
riwayat pasien. Nyeri punggung yang tidak hilang dengan istirahat di tempat tidur
memiliki sensitivitas lebih besar dari 90%, jadi jika rasa sakit bisa hilang dengan
istirahat tidur, keganasan tidak dimungkinkan. Namun, hal ini tidak spesifik, karena
banyak pasien tanpa keganasan juga mengeluhkan bahwa nyeri mereka tidak
berkurang dengan istirahat. Ciri riwayat lain yang terkait dengan kanker termasuk
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan gagal mengalami perbaikan
dengan perawatan konservatif. Onset nyeri punggung baru setelah usia 50 tahun
adalah kecurigaan terhadap keganasan karena banyak penyebab umum nyeri
punggung lainnya dimulai pada usia lebih dini. Ciri ini dapat dikombinasikan untuk
memberikan keyakinan dokter dalam menentukan apakah kanker harus dimasukkan
dalam diagnosis diferensial.50 Defisit neurologis terjadi pada 5% sampai 10% dari
115
pasien dengan metastasis tulang belakang baik dari tekanan mekanis akibat tumor
atau dari ekstrusi tulang tubuh dari corpus vertebral yang hancur.220 Defisit neurologis
sering terjadi beberapa bulan setelah nyeri punggung mulai dirasakan.72 MRI adalah
modalitas pencitraan pilihan untuk evaluasi penuh dari metastasis tulang belakang.
Hal ini sangat sensitif dan dapat menunjukkan perubahan awal dalam sumsum tulang.
Hal ini juga dapat menunjukkan kerusakan tulang dan kompresi saraf. 72.176
Infeksi Tulang Belakang
Infeksi tulang belakang meliputi osteomyelitis, diskitis, arthropathy faset
piogenik, dan infeksi epidural. Struktur ini sering terinfeksi semua pada waktu yang
sama. Insidensi infeksi tulang belakang meningkat. Beberapa penyebabnya termasuk
meningkatnya jumlah pasien immunokompromise yang berisiko tinggi, resistensi
obat dari beberapa infeksi, dan peningkatan infeksi tuberculosis baru-baru ini.212 Hal
ini penting dalam mendiagnosa dan mengobati infeksi tulang belakang dengan cepat
untuk mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan untuk mencegah
komplikasi seperti abses epidural yang dapat menyebabkan kelumpuhan.105 Namun,
hal ini tidak selalu mudah. Dalam ulasan artikel dari Tali tentang infeksi tulang
belakang,212 ia menjelaskan "aturan 50" untuk membantu dalam diagnosis infeksi
tulang belakang: 50% dari pasien yang usianya lebih tua dari 50, 50% akan
mengalami demam, dan 50% akan memiliki jumlah sel darah putih yang normal.
Saluran kemih adalah sumber pada 50% kasus, Staphylococcus aureus adalah
organisme dalam 50% kasus, tulang belakang lumbal terpengaruh pada 50% kasus,
dan gejala muncul selama lebih dari 3 bulan pada 50% kasus.212
Osteomielitis vertebra dapat terjadi dari penyebaran hematogen atau menjadi
fokus infeksi sekunder ke jaringan sekitar. Penyebaran hematogen terjadi melalui
arteri tulang belakang, dan infeksi dengan cepat dapat menyebar dari satu ujung
lempeng corpus vertebra menuju diskus dan kemudian ke dalam corpus vertebra yang
berdekatan. Sumber yang paling umum adalah infeksi saluran kemih, dan sering
disebabkan oleh Escherichia coli dan basil enterik lainnya. Penyebaran hematogen
116
juga terlihat dari sumber lain, seperti infus yang terinfeksi atau endokarditis. Pasien
dengan diabetes, melakukan hemodialisis, pengguna narkoba suntikan, dan pasien
imunokompromise lainnya mengalami peningkatan risiko.126, 212 Lokasi yang paling
umum adalah tulang belakang lumbal, dan gejala yang paling umum adalah nyeri
punggung, meskipun 15% pasien juga mengalami nyeri radikuler. Gejala dapat mulai
secara perlahan-lahan dan kemajuan terjadi selama beberapa bulan. Banyak pasien
yang tidak mengalami demam atau peningkatan jumlah sel darah putih. Namun,
tingkat sedimentasi eritrosit biasanya meningkat. Infeksi dapat menyebar ke jaringan
sekitarnya, dan abses epidural, paraspinal, dan psoas juga dapat muncul.
Film polos biasanya normal pada 2 minggu pertama, dan kemudian tanda
pertama yang muncul adalah reaksi periosteal. Ketika infeksi berlangsung, film polos
menunjukkan erosi teratur pada ujung lempeng corpus vertebra yang berdekatan dan
penyempitan ruang diskus. Tampilan ini hampir patognomonik untuk infeksi karena
tumor dan penyebab lainnya yang mengakibatkan erosi ireguler jarang melewati
ruang diskus. Scan tulang menunjukkan perubahan yang cepat selama 24 jam setelah
gejala dimulai, tetapi tidak spesifik. MRI sama sensitifnya dengan scan tulang dan
dapat memberikan informasi anatomi yangpenting. Oleh karena itu, umumnya teknik
pencitraan ini yang seharusnya digunakan.105, 108
Pengobatan infeksi tulang belakang biasanya memerlukan antibiotik intravena
selama 4 - 6 minggu. Sensitivitas sering dapat ditentukan dengan kultur darah, tetapi
jika terdapat hasil negatif, sampel dari biopsi tulang mungkin diperlukan. Setelah
tingkat sedimentasi eritrosit sangat membantu untuk menentukan efektivitas
pengobatan. Operasi umumnya hanya diperlukan jika tulang belakang telah menjadi
tidak stabil, terdapat defisit neurologis progresif, atau kegagalan perawatan medis.
Fusi spontan dari segmen yang terinfeksi sering terjadi setelah pengobatan.105
Osteomielitis sekunder akibat fokus infeksi ke sekitarnya terlihat setelah
prosedur bedah dan dengan perpanjangan infeksi dari jaringan lunak yang
berdekatan. Organisme yang paling umum adalah S. aureus.126.212 Faktor risiko
117
pengembangan osteomyelitis pasca operasi termasuk riwayat merokok, obesitas, gizi
buruk, diabetes yang tidak terkontrol, pemberian steroid, riwayat keganasan, dan
pengobatan radiasi di daerah pembedahan.105 Infeksi ini biasanya muncul sekitar 14
sampai 30 hari setelah operasi.105 Diagnosis kadang-kadang sulit dicapai karena gejala
seperti nyeri atau demam dapat dikaitkan dengan infeksi jaringan lunak atau prosedur
bedah. Pencitraan juga bisa kurang meyakinkan karena perubahan jaringan lunak atau
pembedahan. Tingkat sedimentasi eritrosit biasanya meningkat setelah operasi,
sehingga tidak berguna dalam membuat diagnosis pada minggu-minggu pertama
setelah operasi.105 Pengobatan untuk jenis infeksi ini biasanya memerlukan
debridement dan kemudian antibiotik.126.212
Diskitis dapat terjadi dari penyebaran infeksi ke sekitar atau secara iatrogenik
dari prosedur seperti diskeektomi dan diskografi. Insidensi jenis infeksi ini masih
rendah, bahkan studi hanya melaporkan 0% sampai 3% kejadian dari prosedur
tersebut, tetapi morbiditas jika infeksi terjadi bersifat signifikan. Satu studi
menemukan bahwa 55% sampai 87% pasien tidak dapat kembali bekerja normal
setelah diskitis. Salah satu alasan terjadinya luaran yang buruk ini adalah kesulitan
penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi karena diskus relatif avaskuler.31
Spondiloarthropati
Spondiloartropati adalah kelompok penyakit yang berhubungan dengan alel
HLA-B27. Yang termasuk di dalamnya adalah spondilitis ankilosa, sindrom Reiter,
arthritis reaktif, psoriasis arthritis, arthritis enteropai, dan spondiloartropati tak
terinci. Hal ini diduga bahwa, pada individu yang rentan secara genetik, interaksi
faktor lingkungan dan imunologi menyebabkan manifestasi klinis. Meskipun
penyakit dikelompokkan secara bersama masing-masing memiliki ciri unik pada
presentasi klinis.102
Spondilitis Ankilosa
118
Spondilitis ankilosa adalah prototipe untuk spondiloartropati. Hal ini terjadi 3
kali lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Gejala biasanya dimulai pada
usia remaja atau 20-an. Penyakit ini umumnya muncul pertama-tama dengan gejala
kekakuan di pagi hari dan rasa nyeri di pinggang atau pantat. Pada pemeriksaan fisik,
ada penurunan mobilitas tulang belakang, penurunan ekspansi dada, dan nyeri sendi
sakroiliaka dengan penekanan langsung dan dengan manuver yang menekan sendi.102
Temuan di luar tulang belakang juga umum didapatkan. Arthritis pinggul atau
bahu terlihat pada sekitar 30% pasien, dan arthritis sendi perifer asimetris juga
terlihat pada sekitar 30% pasien. Nyeri tekan tulang dan entesitis umum terjadi pada
beberapa tempat, seperti tumit, trochanter mayor, krista iliaka, dan tuberositas tibia.
Manifestasi penyakit sistemik termasuk uveitis anterior, penyakit jantung, dan
penyakit inflamasi usus.213
Radiografi membantu menegakkan diagnosis dengan menunjukkan erosi dan
sklerosis dari sendi-sendi sacroiliaka. Ketika penyakit berlangsung, perubahan ini
juga terlihat di tulang belakang lumbal. Hal ini dapat menyebabkan corpus vertebra
menjadi sejajar dan akhirnya menjadi jembatan tulang antar vertebra.213 Tes
laboratorium darah dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Gen HLA-B27
muncul dalam 90% pasien dengan spondilitis ankilosa. Kebanyakan pasien juga
memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi.
Pengobatan awal meliputi latihan yang menyebabkan ekstensi tulang belakang.
Ada bukti bahwa olahraga meningkatkan mobilitas, meningkatkan fungsi, dan
mencegah cacat parah pada banyak kasus.213 NSAID membantu untuk mengurangi
nyeri dan peradangan, sehingga latihan dapat dilakukan dan fungsi tetap
dipertahankan. Indometasin sangat efektif untuk kondisi ini. Sulfasalazine dan
methotrexat kadang-kadang digunakan, terutama jika terdapat arthritis perifer. Agen
yang mengubah penyakit seperti inhibitor tumor necrosis factor juga digunakan untuk
mengobati spondilitis ankilosa. Mereka tampaknya efektif dalam mengendalikan
peradangan artikuler tetapi tampaknya tidak dapat mencegah ankilosis.95 Suntikan
119
sacroiliaka bersama melalui fluoroskopi dapat mengurangi gejala akut tetapi tidak
memiliki manfaat jangka panjang.213
Spondiloartropati Lainnya
Sindrom Reiter dan artritis reaktif dapat mempengaruhi tulang belakang.
Sakroiliitis asimetris dan spondilitis diskontinuitas bisa terlihat. Ini biasanya
dimulai setelah infeksi genitourinaria atau gastrointestinal. Gejala-gejala sistemik
yang umum, dan konjungtivitis terlihat hingga 50% pasien.
Psoriatic arthritis dapat mempengaruhi tulang belakang, tetapi pola sendi
oligoarticular distal jauh lebih umum.
Spondiloarthropati enteropati terjadi pada sekitar 20% pasien dengan penyakit
inflamasi usus dan dapat dibedakan dari spondilitis ankilosa.
Spondiloartropati tak terinci dikatakan terjadi jika pasien memiliki beberapa
gejala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik sepenuhnya untuk
spondiloarhtropati yang terdefinisi dengan baik. Pengobatan kondisi tersebutdari
sudut pandang rehabilitasi mirip dengan pengobatan spondilitis ankilosa.102
Diagnosis Banding dan Pengobatan: Nyeri Kaki Melebihi Nyeri Punggung
Diagnosis banding untuk mereka yang menderita sakit kaki yang melebihi nyeri
punggung melebihi porsi yang lebih sedikit dari pada mereka dengan nyeri punggung
yang menonjol. Penyebab umum dari nyeri ini akan dibahas di bawah, yang
umumnya menyerupai nyeri radikuler.
Radikulopati Lumbosakral
Gejala radikuler dapat berasal dari kompresi mekanik yang jelas dari akar saraf
atau proses inflamasi yang dimediasi secara kimiawi. Lesi kompresi yang paling
umum sejauh ini adalah protursi diskus. Kurang dari 1% pasien yang datang dengan
120
gejala radikuler memiliki penyebab lain, termasuk infeksi, keganasan, atau fraktur.47
Gejala radikulopati yang langka, seperti demam, penurunan berat badan, nyeri saat
malam hari, riwayat kanker, atau faktor risiko osteoporosis, tentu memerlukan
perhatian khusus dalam mengevaluasi gejala yang kurang umum terjadi tersebut
namun bisa menjadi penyebab radikulopati yang lebih berbahaya.
Herniasi diskus paling umum terjadi pada tingkat L4-L5 dan L5-S1, dengan L5
dan S1 menjadi akar saraf yang paling umum terlibat dalam radikulopati. Beberapa
akar saraf dapat dipengaruhi oleh herniasi diskus tunggal, mengingat cauda equina
tersusun dari banyak serabut saraf. Herniasi diskus sentral juga dapat mempengaruhi
akar saraf yang turun di cauda equina. Tingkat akar saraf yang terkena dampak
mungkin tidak berkorelasi dengan tingkat herniasi diskus yang terkana. Sebagai
contoh, herniasi diskus sentral di L3-L4 dapat mempengaruhi akar saraf L5 atau S1
saat mereka turun melalui saccus techal sebelum keluar dari foramen saraf yang
diperkirakan. Sindrom cauda equina sejati terjadi ketika akar saraf sakral terendah
yang terpengaruh, sehingga terjadi disfungsi usus, kandung kemih, dan seksual.
Herniasi diskus yang muncul sebagai sindrom cauda equina diperkirakan mencapai
1%.198 Dengan keadaan klinis yang tepat, residu urin post-miksi yang banyak adalah
prediktor yang baik dari sindrom cauda equina.47 Sindrom kauda equina memerlukan
sebuah operasi darurat. Pemulihan terbaik dari defisit neurologis, termasuk disfungsi
usus dan kandung kemih, terjadi apabila operasi dekompresi dilakukan dalam kurun
waktu 48 jam.240
Riwayat alami radikulopati lumbosakral yang berasal dari herniasi diskus
cenderung mengalami resolusi spontan gejala dari waktu ke waktu.36 Beberapa
laporan menunjukkan bahwa protursi dan ekstrusi diskus dapat berkurang tanpa terapi
pembedahan.215 Pengobatan konservatif paling baik digunakan untuk mengurangi rasa
sakit dan meningkatkan tingkat fungsional pasien selama pengelolaan radikulopati
akut. Bahkan dengan beberapa cedera neurologis, pengelolaan konservatif harus
dipertimbangkan karena berbagai studi telah mendokumentasikan pemulihan
121
neurologis yang sama dalam kelompok diberi pengobatan dengan pembedahan dan
tanpa pembedahan.244
Pengelolaan konservatif spesifik terhadap radiculopati lumbosakral,
bagaimanapun juga, masih diperdebatkan. NSAID belum ditemukan efektif pada
pasien dengan radikulopati.4 3.227 Tidak ada dukungan pasti terhadap steroid oral
dalam pengobatan radikulopati.42 Agen nyeri neuropatik akut (antikonvulsan dan
antidepresan trisiklik) sering digunakan untuk nyeri radikuler.42 Studi berskala kecil
telah menemukan bahwa gabapentin dan topiramate berkaitan dengan perbaikan
minimal dalam skor nyeri.43
Meskipun terapi latihan tidak pernah secara khusus ditujukan untuk mengubah
jalannya radikulopati akut, terapi latihan mungkin memiliki peran tertentu.223 Saal et
al.186 melaporkan hasil yang sangat menguntungkan dengan menggunakan perawatan
nonoperatif agresif (program latihan aktif potensial dengan suntikan epidural steroid)
dalam pengobatan herniasi diskus lumbal dengan radikulopati. Saat ini, protokol
mereka menjadi dasar bagi program latihan yang banyak digunakan dalam
pengobatan herniasi diskus lumbal dengan nyeri radikulopati.
Suntikan steroid epidural lumbar telah menjadi pengobatan adjuvan yang umum
diberikan untuk radikulopati lumbosakral. Literatur yang lebih baru mendukung
penggunaan suntikan epidural transforaminal yang dipandu fluoroskopi untuk
menghilangkan rasa sakit lebih awal dan memiliki potensi pemulihan yang lebih
cepat serta mengurangi kebutuhan untuk intervensi bedah.101, 120.179.221 Mereka terbaik
digunakan dalam kombinasi dengan program rehabilitasi aktif dan biasanya
digunakan untuk memfasilitasi terapi aktif dengan mengurangi rasa nyeri dan
peradangan.
122
123
Gambar 40-25. Pendekatan algoritmik untuk radikulopati lumbosakral akut
(tanpa cauda equina)
Pengelolaan bedah radikulopati lumbosakral terbaik diberikan untuk pasien
yang memiliki gejala radikuler persisten signifikan meskipun pengelolaan konservatif
telah dimaksimalkan 6 sampai 8 minggu, perkembangan defisit neurologis, atau
sindrom cauda equina. Prosedur dekompresi umum dengan hasil yang
menguntungkan meliputi hemilaminotomi lumbal dengan diskektomi, dan
hemilaminektomi lumbal.208 Spine Patient Outcome Research Trial adalah uji coba
secara acak yang mengevaluasi dampak dari operasi terhadap individu dengan
pengobatan nonoperatif yang melibatkan 13 senter tulang belakang di seluruh
Amerika Serikat dengan 501 kandidat bedah dengan gejala radikuler lumbal selama
minimal 6 minggu yang disebabkan oleh herniasi diskus.247 Subyek secara acak baik
dengan operasi atau pengobatan nonoperatif mengalami perbaikan secara substansial
selama periode 2 tahun penelitian, dan hasil utama tidak berbeda secara statistik
antara kelompok. Sebuah hasil sekunder keparahan skiatika, bagaimanapun juga,
menunjukkan signifikansi statistik dalam mendukung operasi. Pasien perlu diberi
konseling mengenai harapan kesembuhan setelah operasi untuk herniasi diskus
lumbal dengan radikulopati. Pembedahan mungkin sedikit mempercepat resolusi
defisit neurologis untuk radikulopati khas, namun manfaat utama dari intervensi
bedah adalah meredanya nyeri.49 Meredanya nyeri pada kaki seharusnya diharapkan
terjadi, namun meredanya nyeri punggung lebih sulit untuk diprediksi. Pasien harus
diberitahu bahwa mereka cenderung memiliki nyeri punggung berulang bahkan
setelah operasi dekompresi sukses dilakukan. Gambar 40-25 menunjukkan
pendekatan algoritmik yang berguna untuk pengelolaan radikulopati lumbosakral
akut.
Kotak 40-7
Klasifikasi stenosis spinal
• kongenital • Achondroplasia atau dwarfisme
124
• Idiopatik atau bawaan• Acquired • degeneratif • iatrogenik atau pascaoperasi• Trauma• Kombinasi
Stenosis Tulang Belakang Lumbal
Gejala-gejala stenosis tulang belakang berasal dari serangkaian perubahan
kompleks pada tulang belakang lumbal.71 Perubahan ini umumnya terkait dengan
penuaan. Penyempitan kanalis tulang belakang yang terjadi berasal dari stenosis dari
perubahan degeneratif seperti yang dijelaskan oleh Kirkaldy-Willis et al.108 Tidak
semua pasien memiliki gejala walaupun memiliki penyempitan yang signifikan.
Faktor vaskuler dan biokimia mungkin terlibat dalam peningkatan kompresi mekanik
(akibat penyempitan kanalis), yang akhirnya mengarah pada gejala stenosis tulang
belakang. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya dalam bab ini. Kotak 40-7 memberikan
skema klasifikasi untuk stenosis tulang belakang, dan Tabel 40-7 menguraikan skala
penilaian radiologis. Studi elektrodiagnostik sering dilakukan pada pasien dengan
stenosis tulang belakang. Selain mengesampingkan alasan lain untuk gejala kaki
(misalnya neuropati perifer), mereka dapat sepenuhnya membantu penegakan
stenosis. Dalam satu penelitian terbaru, refleks H dan gelombang F yang terbukti
berkorelasi dengan perubahan struktur anatomi stenosis tulang belakang pada MRI,
sedangkan elektromiografi tungkai tidak.42 Hal ini konsisten dengan pengamatan
klinis bahwa temuan MRI dan keluhan radikuler sering tidak berkorelasi.
Tabel 40-7. Grade stenosis lumbal pada MRI
DerajatPersentase dari dimensi canal anteroposterior pada level normal
Ringan 75-99Sedang 50-74Berat <50
125
Variabel gejala stenosis tulang belakang disebabkan oleh fakta bahwa saraf
tunggal atau beberapa akar saraf dapat terpengaruh dari satu atau beberapa lokasi
dalam tulang belakang lumbar. Kompresi mekanik dari saraf dapat terjadi sebagai
akibat dari penyempitan kanalis sentral, penyempitan resesus lateralis, dan
penyempitan foraminal intervertebralis. Hal ini menyebabkan variabel gejala, dari
monoradikulopati menjadi poliradikulopati dengan ciri khas gejala klaudikasio
neurogenik.
Klaudikasi neurologis adalah gejala yang paling umum dari stenosis lumbalis
dan hasil dari penyempitan kanalis pusat. Hal ini secara klasik digambarkan sebagai
nyeri kaki bilateral yang dimulai dengan berjalan, berdiri terlalu lama, dan berjalan
menuruni bukit (ekstensi relatif lumbal). Hal ini biasanya berkurang dengan duduk
atau membungkuk ke depan. Jika stenosis foraminal atau lateral resesus adalah
masalah patologis utama, maka pasien bisa memiliki gejala standar nyeri radikuler
dengan distribusi dermatoma khas. Kebanyakan pasien gagal untuk mencapai postur
fleksi ke depan untuk memperlebar kanalis sentral, kemudian menurunkan kompresi
mekanik dari akar saraf. Hal ini dapat menyebabkan kontraktur fleksi pinggul yang
signifikan.
Riwayat alami stenosis tulang belakang lumbal cukup menguntungkan secara
keseluruhan. Johnsson et al.98 mengikuti pasien dengan stenosis lumbalis selama
periode 4-tahun dengan pengobatan konservatif. Berdasarkan laporan subyektif
pasien, 70% tetap tidak berubah, 15% membaik, dan 15% memburuk. Kapasitas
berjalan meningkat pada 42% dari pasien, tetap tidak berubah pada 32%, dan
penurunan pada 26%. Amundsen et al.5 melaporkan sebuah studi 10-tahun terhadap
penderita yang secara acak ditugaskan untuk pengobatan bedah atau non-bedah.
Pengobatan non operasi terdiri dari penggunaan brace selama 1 bulan diikuti dengan
terapi fisik. Mereka menunjukkan bahwa kerusakan neurologis jarang terjadi, di mana
penundaan pembedahan (dengan pengelolaan konservatif) tidak mempengaruhi hasil
pasca operasi, dan bahwa, dalam waktu 4 tahun, setengah dari kelompok pengobatan
126
konservatif dan empat perlima dari kelompok pembedahan memiliki hasil yang
menguntungkan. Selama 6 tahun terakhir studi, pemburukan gejala klinis jarang
terjadi. Secara umum, kebanyakan pasien dengan gejala stenosis tetap tidak berubah,
sedangkan beberapa mengalami perbaikan dan lainnya malah memburuk. Tidak
mungkin untuk memprediksi pasien yang akan masuk ke dalam masing-masing
kategori tersebut. Hal ini merupakan informasi yang berguna bahwa diagnosis
stenosis lumbal tidak berarti selalu terjadi kerusakan neurologis yang cepat, dan
bahwa pengelolaan konservatif diperlukan bagi mereka dengan gejala ringan sampai
sedang.
Tujuan utama dari pengelolaan konservatif adalah mengontrol nyeri dan
mengurangi keterbatasan fungsional yang berasal dari berkurangnya aktivitas dan
rasa nyeri dari stenosis. Beberapa aspek bisa digunakan dalam pengelolaan program,
termasuk medikasi oral, steroid epidural, dan program rehabilitasi fungsional
lengkap. Medikasi oral tidak berbeda dari apa yang telah dijelaskan sebelumnya
untuk pengobatan radikulopati. Namun, perhatian lebih harus diberikan pada efek
samping obat, karena kebanyakan pasien dengan stenosis lumbalis sudah berusia
lanjut dan memiliki beberapa masalah medis potensial yang memang memerlukan
beberapa obat.
Botwin et al.28 telah menunjukkan bahwa mungkin ada peran injeksi steroid
epidural dalam pengobatan nonoperative gejala stenosis lumbalis. Mereka melakukan
suntikan steroid transforaminal epidural pada pasien stenosis yang dianggap kandidat
bedah. Pasien juga menerima medikasi oral dan terapi fisik. Bahkan pada evaluasi
tindak lanjut 1 tahun, 64% dari pasien secara subyektif merasa lebih baik. Hanya 17%
dari pasien melanjutkan operasi dalam periode tindak lanjut 1 tahun.
Meskipun studi yang memeriksa protokol rehabilitasi tertentu masih kurang,
terdapat peran penting dari program latihan terapi dalam pengelolaan stenosis tulang
belakang lumbar. Dasar dari setiap protokol mengharuskan latihan stabilisasi fleksi
lumbal. Ini termasuk memperkuat otot perut dan stabilisator korset panggul, termasuk
127
gluteal. Perbaikan mobilitas pinggul melalui peregangan, terutama otot-otot anterior
(iliopsoas dan rektus femoris), juga menjadi kunci yang penting. Pengkondisian
aerobik merupakan komponen akhir dari program rehabilitasi yang komprehensif
untuk stenosis. Penggunaan brace dengan korset perut mungkin menguntungkan
untuk pasien kelebihan berat badan dengan perut yang menonjol dalam mengurangi
kekuatan yang menimbulkan postur lordosis berlebihan. Namun, terdapat kekurangan
data yang dengan jelas mendukung peran orthosis lumbosakral pada stenosis tulang
belakang.
Pertimbangan bedah untuk stenosis lumbalis harus diberikan kepada pasien
dengan nyeri persisten terhadap pengelolaan nonoperatif, defisit neurologis yang
mendalam atau progresif, atau gangguan gaya hidup. Sebuah studi baru-baru ini
membandingkan pengelolaan bedah stenosis tulang belakang dibanding "perawatan
biasa" dan menunjukkan bahwa dengan 3 bulan pascaoperasi, kelompok bedah
memiliki kontrol nyeri yang lebih baik daripada kelompok perawatan konservatif dan
bahwa perbaikan nyeri berlangsung selama bertahun-tahun. Namun, tidak ada
perbaikan yang terlihat dalam fungsi pada kelompok bedah dibandingkan dengan
kelompok perawatan konservatif.248 Dari catatan studi , ini bukan penelitian plasebo-
terkontrol, dan studi lain yang melibatkan operasi telah menunjukkan bahwa efek
plasebo yang mendalam dengan operasi.182 Usia bukanlah kontraindikasi untuk
bedah, meskipun status kesehatan umum pasien harus dipertimbangkan.10, 88
Laminektomi adalah prosedur dekompresi paling umum.182 Ketika stenosis tulang
belakang berhubungan dengan ketidakstabilan, spondylolisthesis degeneratif,
deformitas, atau stenosis berulang, teknik fusi sering dilakukan. Instrumentasi sering
meningkatkan tingkat fusi tetapi tidak mempengaruhi hasil klinis.197 Jika dipilih
secara selektif, sebagian besar pasien dengan klaudikasio neurogenik mengalami
perbaikan yang bagus dari pengelolaan bedah. Jika keluhan gejala utama adalah nyeri
punggung bawah aksial, bagaimanapun juga, hasil dari pembedahan umumnya
kurang baik.103
128
Tulang Belakang Nonlumbal yang Menyebabkan Gejala “Radikuler” Kaki
Sejumlah gangguan yang bukan berasal dari tulang belakang meniru
radikulopati lumbal karena mereka menghasilkan pola nyeri alih mirip dengan
dermatom lumbosakral. Etiologi mereka beragam dan termasuk di antaranya
bersumber dari sendi, jaringan lunak, pembuluh darah, dan saraf perifer. Riwayat dan
pemeriksaan fisik pasien secara menyeluruh biasanya dapat membantu membedakan
kelainan ini dari radikulopati lumbosakral, namun studi diagnostik lainnya mungkin
diperlukan
Gangguan Sendi
Sendi sakroiliaka sekarang diterima secara umum sebagai penghasil nyeri
potensial yang dapat menjalarkan nyeri ke ekstremitas bawah. Selain sakroiliitis sejati
(terkait dengan spondiloarthropati), struktur patologis yang sebenarnya atau sumber
nyeri dari sendi sakroiliaka masih belum pasti. Pada tahun 2002, Vilensky et al.231
melaporkan bahwa substansi P dapat ditemukan di ligamen sakroiliaka posterior.
Namun, hal ini masih belum diketahui, apakah itu berasal dari sinovium, tulang
rawan artikular, kapsul, struktur ligamen, otot yang menyokong sendi sakroiliaka,
atau kombinasi di atas yang menejadi sumber utama untuk nyeri alih ke sendi
sakroiliaka.
Meskipun ada beberapa manuver pemeriksaan fisik yang diciptakan untuk
menyebabkan stres pada sendi sakroiliaka dan mereproduksi nyeri, studi yang cermat
telah menunjukkan bahwa tidak ada manuver pemeriksaan fisik (atau kombinasi)
yang berkorelasi baik untuk mendiagnosis nyeri sendi sakroiliaka dikonfirmasi dari
suntikan diagnostik anestesi lokal ke dalam sendi.53 Standar baku emas untuk
mendiagnosis nyeri sendi sakroiliaka merupakan suntikan anestesi lokal dipandu
fluoroskopi ke dalam sendi sakroiliaka.
Suntikan yang dipandu tersebut telah membantu dalam menggambarkan pola
rujukan sklerotomal rasa sakit yang berasal dari sendi sakroiliaka.63, 64 Nyeri sendi
129
sakroiliaka umumnya tidak menyebar di atas perpotongan lumbosakral. Hal ini dapat
meyebarkan selangkangan, paha, dan bahkan di bawah lutut, dengan tumpang tindih
signifikan dari pola nyeri radikuler lumbosakral.
Gangguan yang melibatkan sendi panggul umumnya menghasilkan nyeri alih
ke pangkal paha dan kadang-kadang paha anterior. Gangguan prototipikal adalah
osteoarthritis pinggul. Pola nyeri ini mudah dikacaukan dengan keterlibatan akar
saraf L1-L2 ke L3. Film polos dari pinggul dan ROM pinggul pada pemeriksaan fisik
umumnya paling membantu dalam membedakan sumber nyeri paha intraartikular dari
nyeri tulang belakang disebut.
Gangguan Jaringan Lunak
Sindrom piriformis diduga menyebabkan linu panggul melalui otot piriformis
menyebabkan tekanan lokal pada saraf siatik di panggul. Nyeri umumnya menjalar ke
paha posterior, tetapi dapat merujuk ke bawah lutut dalam pola dermatomal L5 atau
S1. Pasien juga menjelaskan nyeri pantat dan biasanya terdapat nyeri tekan takik
skiatik. Beberapa manuver pemeriksaan digunakan untuk mereproduksi linu panggul
akibat sindrom piriformis. Manuver18 Pace digambarkan sebagai keterbatasan dalam
gerak abduksi dan rotasi eksternal paha. Manuver Freiberg adalah rotasi internal yang
kuat dari paha. Beatty menggambarkan manuvernya sebagai nyeri pantat mendalam
yang dihasilkan oleh pasien yang berbaring menyamping sambil memegang lutut
yang fleksi beberapa inci dari meja. Fishman menjelaskan pendekatan
elektropsikologi untuk mendiagnosis sindrom piriformis dengan menggunakan
gelombang H.62
Sindrom nyeri trokanterika mayor adalah istilah deskriptif untuk sindrom nyeri
regional yang berfokus pada trokanter mayor, pantat, dan paha lateral.199 Hal ini
sering awalnya didiagnosis sebagai bursitis trokanterika tetapi mungkin etiologinya
multifaktorial. Sebuah asosiasi mungkin ada dengan patologi otot gluteal (medius dan
minimus), berpotensi nyeri tendonopati, robekan, atau myofascial. Pemeriksaan fisik
130
umumnya menunjukkan nyeri tekan di wilayah tersebut, dan biasanya terdapat
penghambatan otot glutealis signifikan dan penurunan kondisi yang dapat
bermanifestasi sebagai kelemahan abduktor pinggul. Sebuah program rehabilitasi
komprehensif awalnya berfokus pada kontrol nyeri dan reedukasi neuromuskuler otot
glutealis yang merupakan hal yang penting sebelum maju ke latihan membangun
kekuatan otot gluteal.
Sindrom ikatan iliotibial dapat dikelirukan dengan radikulopati L4 atau L5.
Ikatan iliotibial merupakan perpanjangan dari tensor fasia lata yang melintasi aspek
lateral paha, menempel pada tuberkulum Gerdy di proksimal tibia lateral. Sindrom
ikatan iliotibial biasanya muncul sebagai nyeri lutut lateral, tetapi juga dapat muncul
sebagai nyeri lebih proksimal (lateral paha) atau menyebar ke distal betis. Ketika
ikatan iliotibial menjadi kencang, juga dapat memperburuk bursitis trokanterika dan
berhubungan dengan nyeri pinggul lateral dan pantat. Ikatan ilitibial yang kencang
dievaluasi dengan manuver Ober.124
Sindrom nyeri miofasial umum terjadi dan diperkirakan muncul dari titik
pemicu aktif dalam otot atau fascianya.202 Aktivasi titik pemicu pada berbagai otot
memiliki pola nyeri alih khas yang dapat meniru dermatom lumbosakral (lihat Bab
43).
Kelainan vaskuler
Klaudikasio vaskular dari penyakit pembuluh darah perifer bisa sulit untuk
membedakan dari klaudikasio neurogenik sekunder untuk stenosis tulang belakang
lumbal, terutama karena keduanya umum terjadi pada pasien usia lanjut. Gejala dari
keduanya diperburuk dengan berjalan kaki. Namun, perbedaan utamanya adalah
bahwa gerakan fleksi tulang belakang ke depan atau duduk diperlukan untuk
mengurangi gejala klaudikasio neurogenik. Rasa sakit klaudikasio intermiten
biasanya berhenti ketika kegiatan berjalan dihentikan, bahkan jika pasien tetap
berdiri. Membungkuk ke depan pada troli atau walker swaktu ambulasi juga dapat
131
mengurangi klaudikasio neurogenik tetapi tidak membantu dengan klaudikasio
vaskular. Tes sepeda dapat digunakan untuk membedakan dua hal tersebut karena
setiap latihan ekstremitas bawah seharusnya memperburuk klaudikasio vaskuler,
tetapi bersepeda stasioner (sambil duduk dengan fleksi lumbal) seharusnya tidak
memperburuk klaudikasio neurogenik. Seorang pasien dengan klaudikasio
neurogenik juga biasanya lebih nyeri bila berjalan menurun karena lumbal relatif
mengalami ekstensi dan penyempitan resultan dari kanalis tulang belakang. Berjalan
menanjak dapat menyebabkan gejala penyakit vaskuler yang lebih berat dan cepat.
Gangguan Saraf Perifer
Polineuropati perifer merupakan penyebab umum dari parestesia di distal
tungkai bawah dan kaki yang dapat meniru gejala stenosis lumbalis. Mereka sering
terlihat bersama-sama pada pasien lanjut usia dengan diabetes. Studi
elektrodiagnostik dapat digunakan untuk mendiagnosis polineuropati perifer yang
pada pasien yang tumpang tindih memiliki temuan MRI stenosis lumbalis. Suntikan
steroid epidural kadang-kadang dapat berguna dalam situasi ini untuk membantu
menentukan berapa banyak kaki pasien dan gejala kaki yang berhubungan dengan
stenosis tulang belakang daripada polineuropati perifer. Alasan untuk ini adalah
bahwa injeksi steroid epidural sering meningkatkan gejala sindrom stenosis tulang
belakang, tetapi tidak berdampak pada gejala neuropati perifer.
Nyeri Punggung Bawah pada Populasi Tertentu
Nyeri Punggung Bawah pada Kehamilan
Nyeri punggung bawah adalah masalah umum pada kehamilan. Pasien
umumnya dibagi menjadi dua kategori: mereka yang menderita nyeri punggung
bawah dan mereka dengan nyeri di sekeliling panggul (nyeri di bawah krista iliaka,
seperti nyeri terkait sendi sakroiliaka). Beberapa penelitian telah memperkirakan
prevalensi nyeri punggung bawah pada kehamilan sebesar 49% sampai
132
76%.58,112,162,163,242 Faktor risiko termasuk riwayat nyeri punggung sebelumnya, nyeri
punggung yang berhubungan dengan kehamilan sebelumnya, dan nyeri pinggang
selama menstruasi.33,242 Nyeri punggung bawah dapat dimulai setiap saat selama
kehamilan dan umumnya mencapai puncaknya pada 36 minggu.112,163,242 Nyeri akan
berkurang setelah titik waktu ini dan sebagian besar pasien secara substansial
membaik dalam kurun waktu 3 bulan setelah melahirkan.163
Sekelompok kecil pasien akan mengalami nyeri persisten bahkan setelah
mengalami pemulihan postpartum. Faktor risiko untuk nyeri punggung persisten
setelah kehamilan di antaranya adalah memiliki nyeri punggung dan nyeri di
sekililing panggul, nyeri yang terjadi pada awal kehamilan, kelemahan ekstensor
kembali, pasien yang lebih tua, dan mereka dengan ketidakpuasan kerja.79
Etiologi nyeri pinggang bawah pada wanita hamil dihipotesis terjadi karena
meningkatnya ketegangan biomekanik atau berubahnya pengaruh hormonal.
Perubahan biomekanik terjadi karena perubahan postur tulang belakang yang
berhubungan dengan gerakan anterior dari pusat gravitasi wanita hamil. Namun,
ketidaksetujuan terhadap faktor biomekanik murni sebagai penyebab utama, adalah
karena nyeri punggung sering dimulai sebelum terjadi kenaikan berat badan
signifikan pada ibu, dan kejadian tersebut tidak paralel dengan kenaikan berat
badan.34 Pengaruh hormonal mungkin menjadi penyebab nyeri pinggang pada
kehamilan. Hipotesis ini etiologi adalah bahwa perubahan hormonal selama
kehamilan akan mengubah ligamen lumbopelvis, yang mempengaruhi stabilitas
tulang belakang lumbosakral dan membuatnya lebih rentan terhadap beban.112
Sebuah korelasi langsung antara tingkat sirkulasi hormon relaksin dan nyeri panggul
dan punggung, bagaimanapun juga, masih kontroversial.4,82,113,123 Prevalensi kelainan
diskus pada MRI adalah sama untuk wanita hamil dan tidak hamil, jadi ini mungkin
menjadi sumber rasa nyeri pada beberapa wanita hamil.246 Hanya beberapa studi
berkualitas tinggi telah mengevaluasi intervensi terapi pada kehamilan yang
berhubungan dengan nyeri punggung bawah, dan tidak ada banyak bukti yang
133
menjadi dasar rekomendasi untuk pengelolaan.209 Terapi individual fisik, aerobik air,
akupunktur, dan terapi pijat dapat direkomendasikan untuk mengurangi
nyeri.61,107,156,245 Petunjuk program latihan di rumah, penggunaan sabuk sakroiliaka,
dan latihan punggung belum terbukti secara signifikan menurunkan intensitas
nyeri.54,129,142,155 Tidak ada data yang mendukung penggunaan orthosis lumbal-perut
yang dirancang untuk menyokong perut wanita hamil. Sebuah diskusi lengkap
tentang penggunaan obat selama kehamilan berada di luar lingkup bab ini. Secara
umum, penggunaan obat harus didiskusikan dengan dokter kandungan. Bahkan obat
yang umumnya dianggap aman dan bisa ditoleransi dengan baik dapat memiliki
konsekuensi yang tak terduga selama kehamilan. Sebagai contoh, penggunaan
NSAID pada akhir kehamilan dapat menyebabkan penutupan dini ductus arteriosus
dan gagal ginjal pada neonatal.169 Kebanyakan antidepresan belum disetujui untuk
digunakan selama kehamilan, dan sebagian besar obat anti kejang, seperti gabapentin,
terdapat bukti peningkatan kejadian cacat lahir pada hewan, dan mereka belum diteliti
dengan baik pada manusia.100
Nyeri Punggung Bawah Pada Anak
Di waktu lampau, nyeri punggung pada populasi anak secara tradisional
dianggap relatif jarang, dan ketika muncul, menjadi keprihatinan terhadap patologi
yang serius. Anggapan ini sekarang diakui tidak benar. Pada sekumpulan studi yang
melibatkan masing-masing lebih dari 300 anak, prevalensi nyeri punggung dikutip
terjadi antara 30% dan 51%.15,74 Nyeri punggung yang parah, baik kambuh atau
permanen, dilaporkan sebesar 3% sampai 15%.15 Peningkatan prevalensi nyeri
punggung tercatat meningkat seiring meningkatnya umur anak. Dalam sebuah studi
kohort Finlandia, prevalensi nyeri punggung dilaporkan sekitar 1% pada anak-anak
berusia 7 tahun, 6% dalam 10 tahun, dan 18% saat berusia 14 tahun.211 Lainnya
melaporkan prevalensi sebesar 12% untuk anak-anak 11 tahun dan 50% bagi mereka
15 sampai 18 tahun, yang mendekati prevalensi dewasa.35 Penelitian yang sama
134
melaporkan bahwa nyeri sering kambuh, tetapi pengalaman nyeri punggung sering
dilupakan. Penelitian lain menunjukkan bahwa prevalensi nyeri pinggang memiliki
peningkatan terbesar selama masa pubertas dan saat percepatan pertumbuhan
maksimum.114,232 Faktor risiko spesifik untuk nyeri pinggang pada populasi pediatrik
termasuk peningkatan usia, jenis kelamin perempuan, orang tua dengan nyeri
pinggang, postur hiperlordosis, riwayat trauma tulang belakang, keikutsertaan dalam
olahraga kompetitif, tingkat aktivitas fisik yang tinggi, dan depresi.15 Literatur tidak
mendukung faktor risiko berikut sebagai nyeri punggung anak: kelebihan berat
badan, kekakuan hamstring , rendahnya tingkat aktivitas fisik, dan prestasi sekolah
yang buruk.15 Duduk tampaknya menjadi faktor utama yang memperburuk nyeri
pinggang pada populasi anak.15 Tampaknya ada juga korelasi positif antara nyeri
pinggang pada masa remaja dan munculnya nyeri ketika menjadi orang dewasa.83
Perhatian lebih baru difokuskan pada peran penggunaan ransel pada
perkembangan nyeri punggung bawah pada anak, namun, masih ada korelasi yang
tidak terbukti. Membawa ransel yang lebih besar dari 7,5% sampai 15% dari berat
badan pemakainya akan meningkatkan kebutuhan metabolik atas apa yang diperlukan
untuk memindahkan berat tubuh seseorang saja.122,180 Rekomendasi umum untuk berat
ransel anak dibatasi hingga 10% dari berat badan.122 Batas ini didasarkan pada
kekhawatiran meningkatnya laju metabolik dan bukan pada risiko perkembangan
nyeri punggung (ada laporan yang bertentangan dalam literatur mengenai berat ransel
dan sakit punggung).80,122,219,243 Banyak desain baru dari ransel untuk meningkatkan
ergonomis, namun, tidak ada penelitian yang menunjukkan efektivitas mereka dalam
mengurangi nyeri punggung.122
Beberapa penyebab spesifik nyeri pinggang pada populasi anak tercantum
dalam Kotak 40-8. Spondilolisis dan isthmus spondilolistesis sering muncul pada
atlet muda dengan nyeri punggung dan telah dilaporkan sebagai penyebab paling
umum dari nyeri punggung bawah persisten di kalangan anak-anak dan remaja.143
Sebagian besar mempercayai etiologinya adalah penggunaan berlebihan, terutama
135
selama percepatan pertumbuhan. Munculnya defek isthmus pada anak-anak di dunia
Barat adalah antara 2% dan 7%, dan sebesar 30% pada atlet elit.161
Kotak 40-8
Etiologi nyeri punggung bawah pada anak
• nonspesifik• Spondylolysis dengan atau tanpa spondylolisthesis• herniasi disk Lumbar• menyelinap apophysis vertebral• penyakit Scheuermann• Diskitis• vertebra osteomielitis• Neoplasma• Penyakit rematik• somatisasi
Penyakit Scheuermann pada remaja biasanya memiliki gejala kifosis toraks
berlebihan yang tidak nyeri. Dari sudut pandang postural, remaja biasanya
menunjukkan kifosis toraks berlebihan (yang ditunjukkan untuk tetap pada percobaan
hiperekstensi), dengan kompensasi hiperlordosis lumbal. Kriteria radiografi untuk
diagnosis penyakit Scheuermann termasuk desakan anterior setidaknya tiga vertebra
yang berdekatan, penyimpangan ujung lempeng, nodus Schmorl, dan penyempitan
ruang diskus.78 Temuan ini tampaknya sama pada populasi remaja tanpa sakit
punggung, tetapi terdapat prevalensi yang lebih tinggi seiring perubahan sendi
degeneratif pada mereka dengan rasa sakit.216
Etiologi penyakit Scheuermann tidak pasti. Beberapa percaya bahwa itu adalah
akibat pembebanan berulang pada tulang belakang imatur yang mungkin sebelumnya
sudah memiliki beberapa kelainan ujung lempeng tulang rawan.93 Tampaknya
terdapat faktor keturunan.141 Penyakit Scheuermann dapat memiliki perjalanan
penyakit yang jinak, meskipun beberapa pasien yang tidak diobati berkembang
menjadi kifosis struktural progresif. Penggunaan brace dianjurkan sampai maturitas
skeletal tercapai untuk membantu mencegah kyphosis progresif.
136
Skoliosis idiopatik umumnya tidak menyakitkan. Jika dikaitkan dengan nyeri,
sering terdapat patologi mendasar yang lebih serius seperti tumor, infeksi, atau
spondilolistesis. Arah kurva skoliosis idiopatik biasanya toraks ke kanan dan lumbal
ke kiri. Jika kurva atipikal ditemui, evaluasi lebih lanjut di luar film polos umumnya
diperlukan.
Penyakit neoplastik tulang belakang pediatrik untungnya jarang terjadi.
Sebagian besar tumor tulang belakang pada pediatrik bersifat primer (bukan
metastasis) berupa tumor jinak tulang yang timbul dari vertebra.93 Tumor yang paling
umum dari tulang belakang pediatrik termasuk osteoid osteoma, osteoblastoma, dan
aneurisma kista tulang. Nyeri klasik osteoid osteoma adalah nyeri nokturnal yang
berespon terhadap aspirin. Lesi ganas yang paling sering mempengaruhi tulang
belakang anak adalah sarkoma Ewing
DAFTAR PUSTAKA
1. Akuthota V, Lento P, Sowa G: Pathogenesis of lumbar spinal stenosis pain: why
does an asymptomatic stenotic patient flare? Phys Med Rehabil Clin N Am 14(1):17-
28, 2003.
2. Al-Obaidi SM, Al-Zoabi B, Al-Shuwaie N, et al: The influence of pain and pain-
related fear and disability beliefs on walking velocity in chronic low back pain, Int J
Rehabil Res 26(2):101-108, 2003.
3. Al-Obaidi SM, Nelson RM, Al-Awadhi S, et al: The role of anticipation and fear of
pain in the persistence of avoidance behavior in patients with chronic low back pain,
Spine 25(9):1126-1131, 2000.
4. Albert H, Godskesen M, Westergaard JG, et al: Circulating levels of relaxing are
normal in pregnant women with pelvic pain, Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol
74(1):19-22, 1997.
5. Amundsen T, Weber H, Nordal HJ, et al: Lumbar spinal stenosis: Conservative or
137
surgical management? A prospective 10-year study, Spine 25(11):1424-1435, 2000.
6. Andersson GBJ, Johnsson B, Nachemson AL: Intradiscal pressure, intra-abdominal
pressure and myoelectric back muscle activity related to posture and loading, Clin
Orthop 129:156-164, 1977.
7. Andersson GBJ, Johnsson B, Nachemson AL: Quantitative studies of back load
lifting, Spine 1, 1976:178–64.
8. Anonymous. Physicians’ desk reference, Montvale, NJ, 2004, Thomson Healthcare.
9. Aprill C, Bogduk N: High-intensity zone: a diagnostic sign of painful lumbar disc
on magnetic resonance imaging, Br J Radiol 65(773):361-369, 1992.
10. Arinzon ZH, Fredman B, Zohar E, et al: Surgical management of spinal stenosis:
a comparison of immediate and long term outcome in two geriatric patient
populations, Arch Gerontol Geriatr 36(3):273-279, 2003.
11. Ariyoshi M, Sonoda K, Nagata K, et al: Efficacy of aquatic exercises for patients
with low-back pain, Kurume Med J 46(2):91-96, 1999.
12. Assendelft WJ, Morton SC, Yu EI, et al: Spinal manipulative therapy for low
back pain: a meta-analysis of effectiveness relative to other therapies, Ann Intern Med
138(11):871-881, 2003.
13. Badalamente MA, Dee R, Ghillani R, et al: Mechanical stimulation of dorsal root
ganglia induces increased production of substance P: a mechanism for pain following
nerve root compromise? Spine 12(6):552-555, 1987.
14. Baker AR, Collins TA, Porter RW, et al: Laser Doppler study of porcine cauda
equina blood flow: the effect of electrical stimulation of the rootlets during single and
double site, low pressure compression of the cauda equina, Spine 20(6):660-664,
1995.
15. Balague F, Troussier B, Salminen JJ: Non-specific low back pain in children and
adolescents: risk factors, Eur Spine J 8(6):429-438, 1999.
16. Ballantyne J: Nonsteroidal anti-inflammatory drugs. In Ballantyne J, Fishman
SM, Abdi S, editors: The Massachusetts General Hospital handbook of pain
138
management, ed 2, Philadelphia, 2002, Lippincott Williams & Wilkins.
17. Bartleson JD: Evidence for and against the use of opioid analgesics for chronic
nonmalignant low back pain: a review, Pain Med 3(3):260-271, 2002.
18. Beatty RA: The piriformis muscle syndrome: a simple diagnostic maneuver,
Neurosurgery 34(3):512-514, 1994.
19. Best BA, Guilak F, Setton LA, et al: Compressive mechanical properties of the
human anulus fibrosis and their relationship to biomechanical composition, Spine
19:212-221, 1994.
20. Birch S, Hesselink JK, Jonkman FA, et al: Clinical research on acupuncture: Part
1. What have reviews of the efficacy and safety of acupuncture told us so far? J
Altern Complement Med 10(3):468-480, 2004.
21. Boden SD, Davis DO, Dina TS, et al: Abnormal magnetic-resonance scans of the
lumbar spine in asymptomatic subjects: a prospective investigation, J Bone Joint Surg
Am 72(3):403-408, 1990.
22. Boersma K, Linton S, Overmeer T, et al: Lowering fear-avoidance and enhancing
function through exposure in vivo: a multiple baseline study across six patients with
back pain, Pain 108(1-2):8-16, 2004.
23. Bogduk N: Clinical anatomy of the lumbar spine and sacrum, Edinburgh, 1997,
Churchill Livingstone.
24. Bogduk N: The innervation of the lumbar spine, Spine 8(3):286-293, 1983.
25. Bogduk N: The inter-body joint and the intervertebral discs. In Bogduk N, editor:
Clinical anatomy of the lumbar spine and sacrum, ed 3, Edinburgh, 1977, Churchill
Livingstone.
26. Bogduk N: Nerves of the lumbar spine. In Bogduk N, editor: Clinical anatomy of
the lumbar spine and sacrum, ed 3, Edinburgh, 1977, Churchill Livingstone.
27. Bogduk N: The zygapophysial joints. In Bogduk N, editor: Clinical anatomy of
the lumbar spine and sacrum, ed 3, Edinburgh, 1977, Churchill Livingstone.
28. Botwin KP, Gruber RD, Bouchlas CG, et al: Fluoroscopically guided lumbar
139
transformational epidural steroid injections in degenerative lumbar stenosis: an
outcome study, Am J Phys Med Rehabil 81(12):898-905, 2002.
29. Brady RJ, Dean JB, Skinner TM, et al: Limb length inequality: clinical
implications for assessment and intervention, J Orthop Sports Phys Ther 33(5):221-
234, 2003.
30. Brosseau L, Milne S, Robinson V, et al: Efficacy of the transcutaneous electrical
nerve stimulation for the treatment of chronic low back pain: a meta-analysis, Spine
27(6):596-603, 2002.
31. Brown EM, Pople I, de Louvois J, et al: Spine update: Prevention ofpostoperative
infection in patients undergoing spinal surgery, Spine 29(8):938-945, 2004.
32. Bruehl S, Burns JW, Chung OY, et al: Anger management style and emotional
reactivity to noxious stimuli among chronic pain patients and healthy controls: the
role of endogenous opioids, Health Psychol 27(2):204-214, 2008.
33. Brynhildsen J, Hansson A, Persson A, et al: Follow-up of patients with low back
pain during pregnancy, Obstet Gynecol 91(2):182-186, 1998.
34. Bullock JE, Gwendolen AJ, Bullock MI: The relationship of low back pain to
postural changes during pregnancy, Aust J Physioth 33:10-17, 1987.
35. Burton AK, Clarke RD, McClune T, et al: The natural history of low back pain in
adolescents, Spine 21(20):2323-2328, 1996.
36. Bush K, Cowan N, Katz DE, et al: The natural history of sciatica associated with
disc pathology: a prospective study with clinical and independent radiologic follow-
up, Spine 17(10):1205-1212, 1992.
37. Buttermann GR: The effect of spinal steroid injections for degenerative disc
disease, Spine J 4:495-505, 2004.
38. Campbell RS, Grainger AJ, Hide IG, et al: Juvenile spondylolysis: a comparative
analysis of CT, SPECT and MRI, Skeletal Radiol 34(2): 63-73, 2005.
39. Carroll LJ, Cassidy JD, Cote P: Depression as a risk factor for onset of an episode
of troublesome neck and low back pain, Pain 107(1-2):134-139, 2004.
140
40. Cherkin DC, Deyo RA, Battie M, et al: A comparison of physical therapy,
chiropractic manipulation, and provision of an educational booklet for the treatment
of patients with low back pain, N Engl J Med 339(15):1021-1029, 1998.
41. Cherkin DC, Eisenberg D, Sherman KJ, et al: Randomized trial comparing
traditional Chinese medical acupuncture, therapeutic massage, and self-care
education for chronic low back pain, Arch Intern Med 161(8):1081-1088, 2001.
42. Chiodo A, Haig AJ: Lumbosacral radiculopathies: conservative approaches to
management, Phys Med Rehabil Clin N Am 13(3): 609-621, vii, 2002.
43. Chou R, Huffman LH: Medications for acute and chronic low back pain: a review
of the evidence for an American Pain Society/AmericanCollege of Physicians clinical
practice guideline, Ann Intern Med 147(7):505-514, 2007.
44. Cluff RS: Adjuvant treatments. In Ballantyne J, editor: The Massachusetts
General Hosptal handbook of pain management, Philadelphia , 2002, Lippincott
Williams & Wilkins.
45. Crock HV: The applied anatomy of spinal circulation in spinal stenosis. In
McNeill TW, editor: Lumbar spinal stenosis, St. Louis, 1992, Mosby.
46. DeLeo JA, Winkelstein BA: Physiology of chronic spinal pain syndromes: From
animal models to biomechanics, Spine (Phila Pa 1976) 27(22):2526-2537, 2002.
47. Della-Giustina DA: Emergency department evaluation and treatment of back
pain, Emerg Med Clin North Am 17(4):877-893, vi-vii, 1999.
48. Deshpande A, Furlan A, Mailis-Gagnon A, et al: Opioids for chronic
low-back pain, Cochrane Database Syst Rev (3):2007, CD004959.
49. Deyo RA, Loeser JD, Bigos SJ: Herniated lumbar intervertebral disk, Ann Intern
Med 112(8):598-603, 1990.
50. Deyo RA, Rainville J, Kent DL: What can the history and physical examination
tell us about back pain? JAMA 268(6):760-765, 1992.
51. Dietrich M, Kurowski P: The importance of mechanical factors in the etiology of
spondylolysis: a model analysis of loads and stresses in human lumbar spine, Spine
141
10(6):532-542, 1985.
52. Dreyer SJ, Dreyfuss PH: Low back pain and the zygapophyseal (facet) joints,
Arch Phys Med Rehabil 77:290-300, 1996.
53. Dreyfuss P, Michaelsen M, Pauza K, et al: The value of medical history and
physical examination in diagnosing sacroiliac joint pain, Spine 21(22):2594-2602,
1996.
54. Dumas GA, Reid JG, Wolfe LA, et al: Exercise, posture, and back pain during
pregnancy. Part 2. Exercise and back pain, Clin Biomech (Bristol, Avon) 10:104-109,
1995.
55. Dvorak J, Panjabi MM, Novotny JE, et al: Clinical validation of functional
flexion-extension roentgenograms of the lumbar spine, Spine 16(8):943-950, 1991.
56. Fann AV: The prevalence of postural asymmetry in people with and without
chronic low back pain, Arch Phys Med Rehabil 83(12): 1736-1738, 2002.
57. Fardon DF, Milette PC: Nomenclature and classification of lumbar disc
pathology: recommendations of the combined task forces of the North American
Spine Society, American Society of Spine Radiology, and American Society of
Neuroradiology, Spine 26(5):E93-E113, 2001.
58. Fast A, Shapiro D, Ducommun EJ, et al: Low-back pain in pregnancy, Spine
12(4):368-371, 1987.
59. Ferguson RL, Allen BLJ: A mechanistic classification of thoracolumbar spine
fractures, Clin Orthop Oct (189):77-88, 1984.
60. Ferguson RL, McMasters MC, Stanitski CL: Low back pain in college football, J
Bone Joint Surg 56:1300, 1974.
61. Field T, Hernandez-Reif M, Hart S, et al: Pregnant women benefit from massage
therapy, J Psychosom Obstet Gynaecol 20(1):31-38, 1999.
62. Fishman LM, Zybert PA: Electrophysiologic evidence of piriformis syndrome,
Arch Phys Med Rehabil 73(4):359-364, 1992.
63. Fortin JD, Aprill CN, Ponthieux B, et al: Sacroiliac joint: pain referral maps upon
142
applying a new injection/arthrography technique. Part II. Clinical evaluation, Spine
19(13):1483-1489, 1994.
64. Fortin JD, Dwyer AP, West S, et al: Sacroiliac joint: pain referral maps upon
applying a new injection/arthrography technique. Part I. Asymptomatic volunteers,
Spine 19(13):1475-1482, 1994.
65. Francis RM, Baillie SP, Chuck AJ, et al: Acute and long-term management
of patients with vertebral fractures, Q J Med 97(2): 63-74, 2004.
66. Fujii K, Katoh S, Sairyo K, et al: Union of defects in the pars interarticularis of
the lumbar, J Bone Joint Surg Br 86B(2):225-231, 2004.
67. Fujiwara A, Tamai K, Yamato M, et al: The relationship between facet joint
osteoarthritis and disc degeneration of the lumbar spine: an MRI study, Eur Spine J
8(5):396-401, 1999.
68. Furlan AD, Brosseau L, Imamura M, et al: Massage for low back pain, Cochrane
Database Syst Rev 2:2002, CD001929.
69. Gagnier JJ, van Tulder MW, Berman B, et al: Herbal medicine for low back pain:
a Cochrane review, Spine (Phila Pa 1976) 32(1):82-92, 2007.
70. Gallagher RM, Mossey JM: Impact of co-morbid depression on selfreported pain
and physical and emotional functioning in low back pain patients, Pain Med 2(3):242,
2001.
71. Garfin SR, Rydevik BL, Lipson SJ, et al: Spinal stenosis: pathophysiology. In
Herkowitz HN, Garfin SR, Balderson RA, et al: Rothman Simeone: The spine, ed 4,
Philadelphia, 1999, WB Saunders.
72. Gerrard GE, Franks KN: Overview of the diagnosis and management of brain,
spine, and meningeal metastases, J Neurol Neurosurg Psychiatry 75(2):ii37-ii42,
2004.
73. Gibson ES: The value of preplacement screening radiograph of low back pain,
Spine: State of the Art Reviews 2:91-107, 1987.
74. Goodman JE, McGrath PJ: The epidemiology of pain in children and adolescents:
143
a review, Pain 46(3):247-264, 1991.
75. Gracovetsky S, Farfan H, Helleur C: The abdominal mechanism, Spine
10(4):317-324, 1985.
76. Greenman PE: Pelvic girdle dysfunction. In Butler JP, editor: Principles of
manual medicine, ed 2, Baltimore, MD, 1996, Williams & Wilkins.
77. Gronblad M, Hurr H, Kouri JP: Relationships between spinal mobility, physical
performance tests, pain intensity and disability assessments in chronic low back pain
patients, Scand J Rehabil Med 29(1):17-24, 1997.
78. Guanciale AF, Dillin WH, Watkins RG: Back pain in children and adolescents. In
Herkowitz HN, Garfin SR, Balderston RA, et al: The spine, ed 4, Philadelphia, 1999,
WB Saunders.
79. Gutke A, Ostgaard HC, Oberg B: Association between muscle function and low
back pain in relation to pregnancy, J Rehabil Med 40(4):304-311, 2008.
80. Guyer L: Backpack = back pain, Am J Public Health 91:16-19, 2001.
81. Hadjistavropoulos HD, LaChapelle DL: Extent and nature of anxiety experienced
during physical examination of chronic low back pain, Behav Res Ther 38(1):13-29,
2000.
82. Hansen A, Jensen DV, Larsen E, et al: Relaxin is not related to symptom- giving
pelvic girdle relaxation in pregnant women, Acta Obstet Gynecol Scand 75(3):245-
249, 1996.
83. Harreby M, Neergaard K, Hesselsoe G, et al: Are radiologic changes in the
thoracic and lumbar spine of adolescents risk factors for low back pain in adults? A
25-year prospective cohort study of 640 school children, Spine 20(21):2298-2302,
1995.
84. Harris IE, Weinstein SL: Long-term follow-up of patients with grade- III and IV
spondylolisthesis. treatment with and without posterior fusion, J Bone Joint Surg Am
69(7):960-969, 1987.
85. Harte AA, Baxter GD, Gracey JH: The efficacy of traction for back pain: a
144
systematic review of randomized controlled trials, Arch Phys Med Rehabil
84(10):1542-1553, 2003.
86. Harvey CJ, Richenberg JL, Saifuddin A, et al: Pictorial review: the radiologic
investigation of lumbar spondylolysis, Clin Radiol 53: 723-728, 1998.
87. Hayden JA, van Tulder MW, Tomlinson G: Systematic review: strategies for
using exercise therapy to improve outcomes in chronic low back pain, Ann Intern
Med 142(9):776-785, 2005.
88. Hee HT, Wong HK: The long-term results of surgical treatment for spinal
stenosis in the elderly, Singapore Med J 44(4):175-1780, 2003.
89. Helms JM: The basic, clinical, and speculative science of acupuncture:
Acupuncture energetics—a clinical approach for physicians, Berkeley, CA, 1995,
Medical Acupuncture Publishers.
90. Hicks GE, Fritz JM, Delitto A, et al: Interrater reliability of clinical examination
measures for identification of lumbar segmental instability, Arch Phys Med Rehabil
84(12):1858-1864, 2003.
91. Hodges PW: Core stability exercise in chronic low back pain, Orthop Clin North
Am 34(2):245-254, 2003.
92. Hogeboom CJ, Sherman KJ, Cherkin DC: Variation in diagnosis and treatment of
chronic low back pain by traditional Chinese medicine acupuncturists, Complement
Ther Med 9(3):154-166, 2001.
93. Hollingworth P: Back pain in children, Br J Rheumatol 35(10): 1022-1028, 1996.
94. Jackson DW, Wiltse LL, Cirincoine RJ: Spondylolysis in the female gymnast,
Clin Orthop Jun (117):68-73, 1976.
95. Jacques P, Mielants H, De Vos M, et al: Spondyloarthropathies: Progress and
challenges, Best Pract Res Clin Rheumatol 22(2):325-337, 2008.
96. Jarvik JJ, Hollingworth W, Heagerty P, et al: The longitudinal assessment of
imaging and disability of the back (laidback) study: baseline data, Spine 26(10):1158-
1166, 2001.
145
97. Jensen MC, Brant-Zawadzki MN, Obuchowski N, et al: Magnetic resonance
imaging of the lumbar spine in people without back pain, N Engl J Med 331(2):69-73,
1994.
98. Johnsson KE, Rosen I, Uden A: The natural course of lumbar spinal stenosis, Clin
Orthop Jun (279):82-86, 1992.
99. Kalauokalani D, Sherman KJ, Cherkin DC: Acupuncture for chronic low back
pain: diagnosis and treatment patterns among acupuncturists evaluating the same
patient, South Med J 94(5):486-492, 2001.
100. Kaplan BS, Restaino I, Raval DS, et al: Renal failure in the neonate associated
with in utero exposure to non-steroidal anti-inflammatory agents, Pediatr Nephrol
8(6):700-704, 1994.
101. Karppinen J, Ohinmaa A, Malmivaara A, et al: Cost effectiveness of
periradicular infiltration for sciatica: subgroup analysis of a randomized controlled
trial, Spine 26(23):2587-2595, 2001.
102. Kataria RK, Brent LH: Spondyloarthropathies, Am Fam Physician 69(12):2853-
2860, 2004.
103. Katz JN, Lipson SJ, Chang LC, et al: Seven- to 10-year outcome of
decompressive surgery for degenerative lumbar spinal stenosis, Spine 21(1):92-98,
1996.
104. Kendall FP, McCreary EK: Trunk muscles in muscle testing and function,
Philadelphia, 1983, Williams & Wilkins, p 194.
105. Khan IA, Vaccaro AR, Zlotolow DA: Management of vertebral diskitis and
osteomyelitis, Orthopedics 22(8):758-765, 1999.
106. Khoromi S, Patsalides A, Parada S, et al: Topiramate in chronic lumbar radicular
pain, J Pain 6(12):829-836, 2005.
107. Kihlstrand M, Stenman B, Nilsson S, et al: Water-gymnastics reduced the
intensity of back/low back pain in pregnant women, Acta Obstet Gynecol Scand
78(3):180-185, 1999.
146
108. Kirkaldy-Willis WH, Wedge JH, Yong-Hing K, et al: Pathology and
pathogenesis of lumbar spondylosis and stenosis, Spine 3(4): 319-328, 1978.
109. Klein G, Mehlman CT, McCarty M: Nonoperative treatment of spondylolysis
and grade I spondylolisthesis in children and young adults: a meta-analysis of
observational studies, J Pediatr Orthop 29(2): 146-156, 2009.
110. Konlian C: Aquatic therapy: Making a wave in the treatment of low back pain,
Orthop Nursing 18(1):11-20, 1999.
111. Krag MH, Seroussi RE, Wilder DG, et al: Internal displacement distribution
from in vitro loading of human thoracic and lumbar spinal motion segments:
experimental results and theoretical predictions, Spine 12:1001-1007, 1987.
112. Kristiansson P, Svardsudd K, von Schoultz B: Back pain during pregnancy: a
prospective study, Spine 21(6):702-709, 1996.
113. Kristiansson P, Svardsudd K, von Schoultz B: Serum relaxin, symphyseal pain,
and back pain during pregnancy, Am J Obstet Gynecol 175(5):1342-1347, 1996.
114. Leboeuf-Yde C, Kyvik KO, Bruun NH: Low back pain and lifestyle. II. Obesity.
Information from a population-based sample of 29,424 twin subjects, Spine
24(8):779-783, 1999; discussion 83–4.
115. Levy HI, Hanscom B, Boden SD: Three-question depression screener used for
lumbar disc herniations and spinal stenosis, Spine 27(11):1232-1237, 2002.
116. Liddle SD, Baxter GD, Gracey JH: Exercise and chronic low back pain: What
works? Pain 107(1-2):176-190, 2004.
117. Linton SJ: Psychological risk factors for neck and back pain. In Nachemson
AL, Jonsson E, editors: Neck and back pain, Philadelphia, 2000, Lippincott Williams
& Wilkins.
118. Linton SJ, van Tulder MW: Preventive interventions for back and neck pain. In
Nachemson AL, Johnsson B, editors: Neck and back pain: the scientific evidence of
causes, diagnosis, and treatment, Philadelphia, 2000, Lippincott Williams & Wilkins.
119. Little P, Lewith G, Webley F, et al: Randomised controlled trial of Alexander
147
technique lessons, exercise, and massage (ATEAM) for chronic and recurrent back
pain, BMJ 337:a884, 2008.
120. Lutz GE, Vad VB, Wisneski RJ: Fluoroscopic transforaminal lumbar epidural
steroids: an outcome study, Arch Phys Med Rehabil 79(11):1362-1366, 1998.
121. Macedo LG, Maher CG, Latimer J, et al: Motor control exercise for persistent,
nonspecific low back pain: a systematic review, Phys Ther 89(1):9-25, 2009.
122. Mackenzie WG, Sampath JS, Kruse RW, et al: Backpacks in children, Clin
Orthop 409:78-84, 2003.
123. MacLennan AH, Nicolson R, Green RC, et al: Serum relaxin and pelvic pain of
pregnancy, Lancet 2(8501):243-245, 1986.
124. Magee DJ: Hip. In Magee DJ, editor: Orthopaedic physical assessment,
Philadelphia, 1992, WB Saunders.
125. Magee DJ: Lumbar spine. Orthopedic physical assessment, ed 4, Philadelphia,
2002, Elsevier Science.
126. Maguire JH: Osteomyelitis. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, et al,
editors: Harrison’s principles of internal medicine, ed 5, New York, 2001, McGraw-
Hill.
127. Main CJ, Waddell G: Beliefs about back pain. The back pain revolution,
Edinburgh, UK, 2004, Churchill Livingstone.
128. Mannion AF, Muntener M, Taimela S, et al: Comparison of three active
therapies for chronic low back pain: results of a randomized clinical trial with one-
year follow-up, Rheumatology (Oxford) 40(7):772-778, 2001.
129. Mantle MJ, Holmes J, Currey HL: Backache in pregnancy II: Prophylactic
influence of back care classes, Rheumatol Rehabil 20(4):227-232, 1981.
130. Marks RC, Houston T, Thulbourne T: Facet joint injection and facet nerve
block: a randomized comparison in 86 patients with chronic low back pain, Pain
49(3):325-328, 1992.
131. Marshall LL, Trethewie ER, Curtain CS: Chemical radiculitis: a clinical,
148
physiological, and immunological study, Clin Orthop 129:61-67, 1979.
132. Martell BA, O’Connor PG, Kerns RD, et al: Systematic review: opioid treatment
for chronic back pain—prevalence, efficacy, and association with addiction, Ann
Intern Med 146(2):116-127, 2007.
133. Masci L, Pike J, Malara F, et al: Use of the one-legged hyperextension test and
magnetic resonance imaging in the diagnosis of active spondylolysis, Br J Sports
Med 40(11):940-946, 2006; discussion 6.
134. Maus TP: Imaging of the spine and nerve roots. In Kraft GH, editor: Physical
medicine and rehabilitation clinics of North America, Philadelphia, 2002, Saunders
135. McCall IW, Park WM, O’Brien JP: Induced pain referral from posterior lumbar
elements in normal subjects, Spine 4(5):441-446, 1979.
136. McCarron RF, Wimpee MW, Hudkins PG, et al: The inflammatory effect of
nucleus pulposus: a possible element in the pathogenesis of low-back pain, Spine
12(8):760-764, 1987.
137. McGee SR: Evidence-based physical diagnosis, Philadelphia, 2001, Saunders.
138. McGill S: Developing the exercise program. In Low back disorders: evidence-
based prevention and rehabilitation, Champaign, IL, 2002, Human Kinetics.
139. McGill S: Lumbar spine stability: Myths and realities. In Low back disorders:
Evidence-based prevention and rehabilitation, Champaign, IL, 2002, Human
Kinetics.
140. McGill S: Normal and injury mechanics of the lumbar spine. In Low back
disorders: Evidence-based prevention and rehabilitation, Champaign, IL, 2002,
Human Kinetics.
141. McKenzie L, Sillence D: Familial Scheuermann disease: a genetic and linkage
study, J Med Genet 29(1):41-45, 1992.
142. Mens JM, Snijders CJ, Stam HJ: Diagonal trunk muscle exercises in peripartum
pelvic pain: a randomized clinical trial, Phys Ther 80(12):1164-1173, 2000.
143. Micheli LJ, Wood R: Back pain in young athletes: significant differences from
149
adults in causes and patterns, Arch Pediatr Adolesc Med 149(1):15-18, 1995.
144. Million R, Nilsen KH, Jayson MI, et al: Evaluation of low back pain and
assessment of lumbar corsets with and without back supports, Ann Rheum Dis
40(5):449-454, 1981.
145. Milne S, Welch V, Brosseau L, et al: Transcutaneous electrical nerve stimulation
(TENS) for chronic low back pain, Cochrane Database Syst Rev 2001(2), 2001,
CD003008.
146. Mooney V, Robertson J: The facet syndrome, Clin Orthop Mar-Apr (115):149-
156, 1976.
147. Muehlbacher M, Nickel MK, Kettler C, et al: Topiramate in treatment of
patients with chronic low back pain: a randomized, double-blind, placebo-controlled
study, Clin J Pain 22(6):526-531, 2006.
148. Nachemson A, Vingard E: Assessment of patients with neck and back pain: a
best-evidence synthesis. In Nachemson AL, Johnsson B, editors: Neck and back pain:
the scientific evidence of causes, diagnosis, and treatment, Philadelphia, 2001,
Lippincott Williams & Wilkins.
149. Nachemson AL: Disc pressure measurements, Spine 6(1):93-97, 1981.
150. Nachemson AL: The lumbar spine: An orthopaedic challenge, Spine 1:59, 1976.
151. Nachemson AL, Waddell G, Norlund AI: Epidemiology of neck and low back
pain. In Nachemson AL, Johnsson B, editors: Neck and back pain: the scientific
evidence of causes, diagnosis, and treatment, Philadelphia, 2000, Lippincott Williams
& Wilkins.
152. Nelemans PJ, de Bie RA, de Vet HCW, et al: Injection therapy for subacute and
chronic benign low-back pain (Cochrane review), Cochrane Database Syst Rev (2),
2000, CD001824.
153. Newman PH: The etiology of spondylolisthesis, J Bone Joint Surg Br 45:39-59,
1963.
154. Nibbelink DW, Strickland SC, McLean LF, et al: Cyclobenzaprine, diazepam,
150
and placebo in the treatment of skeletal muscle spasm of local origin, Clin Ther
1:409-424, 1978.
155. Nilsson-Wikmar L, Holm K, Oijerstedt R, et al. Proceedings of the Third
Interdisciplinary World Congress on Low Back and Pelvic Pain; Vienna, 1998.
156. Noren L, Ostgaard S, Nielsen TF, et al: Reduction of sick leave for lumbar back
and posterior pelvic pain in pregnancy, Spine 22(18):2157-2160, 1997.
157. O’Sullivan PB, Burnett A, Floyd AN, et al: Lumbar repositioning deficit in a
specific low back pain population, Spine 28(10):1074-1079, 2003.
158. O’Sullivan PB, Phyty GD, Twomey LT, et al: Evaluation of specific stabilizing
exercise in the treatment of chronic low back pain with radiologic diagnosis of
spondylolysis or spondylolisthesis, Spine 22(24):2959-2967, 1997.
159. Old JI, Calvert M: Vertebral compression fractures in the elderly, Am Fam
Physician 69(1):111-116, 2004.
160. Ostelo RW, de Vet HC, Waddell G, et al: Rehabilitation following first-time
lumbar disc surgery: a systematic review within the framework of the Cochrane
collaboration, Spine 28(3):209-218, 2003.
161. Osterman K, Schlenzka D, Poussa M, et al: Isthmic spondylolisthesis in
symptomatic and asymptomatic subjects, epidemiology, and natural history with
special reference to disk abnormality and mode of treatment, Clin Orthop 297(65-70),
1993.
162. Ostgaard HC, Andersson GB, Karlsson K: Prevalence of back pain in
pregnancy, Spine 16(5):549-552, 1991.
163. Ostgaard HC, Zetherstrom G, Roos-Hansson E: Back pain in relation to
pregnancy: a 6-year follow-up, Spine 22(24):2945-2950, 1997.
164. Parke WW: Applied anatomy of the spine. In Rothman RH, Simeone FA,
editors: The spine, ed 4, Philadelphia, 1999, Saunders.
165. Parks KA, Crichton KS, Goldford RJ, et al: A comparison of lumbar range of
motion and functional ability scores in patients with low back pain: Assessment for
151
range of motion validity, Spine 28(4): 380-384, 2003.
166. Patel RV, DeLong W Jr, Vresilovic EJ: Evaluation and treatment of spinal
injuries in the patient with polytrauma, Clin Orthop May (422):43-54, 2004.
167. Patel SR, Benjamin RS: Soft tissue and bone sarcomas and bone metastases. In
Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, et al: Harrison’s principles of internal medicine,
ed 15, New York, 2001, McGraw-Hill.
168. Perret C, Poiraudeau S, Fermanian J, et al: Validity, reliability, and
responsiveness of the fingertip-to-floor test, Arch Phys Med Rehabil 82(11):1566-
1570, 2001.
169. Petrere JA, Anderson JA: Developmental toxicity studies in mice, rats, and
rabbits with the anticonvulsant gabapentin, Fundam Appl Toxicol 23(4):585-589,
1994.
170. Physician, Desk Reference, Montvale, NJ, 2004, Thomson Healthcare.
171. Picavet HS, Vlaeyen JW, Schouten JS: Pain catastrophizing and kinesiophobia:
predictors of chronic low back pain, Am J Epidemiol 156(11):1028-1034, 2002.
172. Pneumaticos SG, Chatziioannou SN, Hipp JA, et al: Low back pain: prediction
of short-term outcome of facet joint injection with bone scintigraphy, Radiology
238(2):693-698, 2006.
173. Pomerantz SR, Hirsch JA: Intradiscal therapies for discogenic pain, Semin
Musculoskelet Radiol 10(2):125-135, 2006.
174. Radcliff KE, Kalantar SB, Reitman CA: Surgical management of spondylolysis
and spondylolisthesis in athletes: indications and return to play, Curr Sports Med Rep
8(1):35-40, 2009.
175. Rantanen J, Hurme M, Falck B, et al: The lumbar multifidus muscle five years
after surgery for a lumbar intervertebral disc herniation, Spine 18(5):568-574, 1993.
176. Ratliff JK, Cooper PR: Metastatic spine tumors, South Med J 97(3):246-253,
2004.
177. Richardson C, Jull G, Hodges P, et al: General considerations in motor control
152
and joint stabilization: the basis of assessment and exercise techniques. Therapeutic
exercise for spinal segmental stabilization in low back pain: scientific basis and
clinical approach, Edinburgh, 1999, Churchill Livingstone.
178. Richardson C, Jull G, Hodges P, et al: Traditional views of the function of the
muscles of the local stabilizing system of the spine. Therapeutic exercise for spinal
segmental stabilization in low back pain: scientific basis and clinical approach,
Edinburgh, 1999, Churchill Livingstone.
179. Riew KD, Yin Y, Gilula L, et al: The effect of nerve-root injections on the need
for operative treatment of lumbar radicular pain: a prospective, randomized,
controlled, double-blind study, J Bone Joint Surg Am 82(11):1589-1593, 2000.
180. Robertson RJ, Caspersen CJ, Allison TG, et al: Differentiated perceptions of
exertion and energy cost of young women while carrying loads, Eur J Appl Physiol
Occup Physiol 49(1):69-78, 1982.
181. Robinson LR: Electromyography, magnetic resonance imaging, and
radiculopathy: it’s time to focus on specificity, Muscle Nerve 22(2):149-150, 1999.
182. Russell MD, Hanley EN: Surgical management of lumbar spinal stenosis. In
Herkowitz HN, Garfin SR, Balderson RA, et al: Rothman Simeone: the spine, ed 4,
Philadelphia, 1999, WB Saunders.
183. Rydeard R, Leger A, Smith D: Pilates-based therapeutic exercise: effect on
subjects with nonspecific chronic low back pain and functional disability: a
randomized controlled trial, J Orthop Sports Phys Ther 36(7):472-484, 2006.
184. Rydevik B, Brown MD, Lundborg G: Pathoanatomy and pathophysiology of
nerve root compression, Spine 9(1):7-15, 1984.
185. Rydevik B, Holm S: Pathophysiology of the intervertebral disc and adjacent
neural structures. In Rothman RH, Simeone FA, editors: The spine, Philadelphia,
1990, WB Saunders.
186. Saal JA, Saal JS, Herzog RJ: The natural history of lumbar intervertebral disc
extrusions treated nonoperatively, Spine 15(7):683-686, 1990.
153
187. Saal JS, Franson RC, Dobrow R, et al: High levels of inflammatory
phospholipase a2 activity in lumbar disc herniations, Spine 15(7):674-678, 1990.
188. Sahrmann SA: Concepts and principles of movement. Diagnosis and treatment
of movement impairment syndromes, St. Louis, 2002, Mosby.
189. Sahrmann SA: Movement impairment syndromes of the lumbar spine: diagnosis
and treatment of movement impairment syndromes, St. Louis, 2002, Mosby.
190. Saraste H: Long-term clinical and radiological follow-up of spondylolysis and
spondylolisthesis, J Pediatr Orthop 7(6):631-638, 1987.
191. Schmidt AJ: Cognitive factors in the performance level of chronic low back pain
patients, J Psychosom Res 29(2):183-189, 1985.
192. Schnitzer TJ, Ferraro A, Hunsche E, et al: A comprehensive review of clinical
trials on the efficacy and safety of drugs for the treatment of low back pain, J Pain
Symptom Manage 28(1):72-95, 2004.
193. Schwarzer AC, April CN, Derby R, et al: Clinical features of patients with pain
stemming from the lumbar zygapophysial joints: is the lumbar facet syndrome a
clinical entity? Spine 19(10):1132-1137, 1994.
194. Schwarzer AC, Wang SC, Bogduk N, et al: Prevalence and clinical features of
lumbar zygapophysial joint pain: a study in an Australian population with chronic
low back pain, Ann Rheum Dis 54(2): 100-106, 1995.
195. Sculco AD, Paup DC, Fernhall B, et al: Effects of aerobic exercise on low back
pain patients in treatment, Spine J 1(2):25-101, 2001.
196. Seitsalo S: Operative and conservative treatment of moderate spondylolisthesis
in young patients, J Bone Joint Surg Br 72(5):908-913, 1990.
197. Sengupta DK, Herkowitz HN: Lumbar spinal stenosis. Treatment strategies and
indications for surgery, Orthop Clin North Am 34(2):281-295, 2003.
198. Shapiro S: Medical realities of cauda equina syndrome secondary to lumbar disc
herniation, Spine 25(3):348-351, 2000.
199. Shbeeb MI, Matteson EL: Trochanteric bursitis (greater trochanter pain
154
syndrome), Mayo Clin Proc 71(6):565-569, 1996.
200. Sherman KJ, Cherkin DC, Erro J, et al: Comparing yoga, exercise, and a self-
care book for chronic low back pain: a randomized, controlled trial, Ann Intern Med
143(12):849-856, 2005.
201. Shipherd JC, Keyes M, Jovanovic T, et al: Veterans seeking treatment for
posttraumatic stress disorder: what about comorbid chronic pain? J Rehabil Res Dev
44(2):153-166, 2007.
202. Simons DG, Travell JG: Myofascial pain syndromes. In Melzack R, editor:
Textbook of pain, New York, 1989, Churchill Livingstone.
203. Singh V, Derby R: Percutaneous lumbar disc decompression, Pain Physician
9(2):139-146, 2006.
204. Spangfort EV: The lumbar disc herniation: a computer-aided analysis of 2,504
operations, Acta Orthop Scand Suppl 142: 1-95, 1972.
205. Spinhoven P, Ter Kuile M, Kole-Snijders AM, et al: Catastrophizing and
internal pain control as mediators of outcome in the multidisciplinary treatment of
chronic low back pain, Eur J Pain 8(3):211-219, 2004.
206. Staiger TO, Gaster B, Sullivan MD, et al: Systematic review of antidepressants
in the treatment of chronic low back pain, Spine 28(22):2540-2545, 2003.
207. Standaert CJ, Herring SA: Expert opinion and controversies in musculoskeletal
and sports medicine: core stabilization as a treatment for low back pain, Arch Phys
Med Rehabil 88(12):1734-1736, 2007.
208. Storm PB, Chou D, Tamargo RJ: Surgical management of cervical and
lumbosacral radiculopathies: indications and outcomes, Phys Med Rehabil Clin N Am
13(3):735-759, 2002.
209. Stuge B, Hilde G, Vollestad N: Physical therapy for pregnancy-related low back
and pelvic pain: a systematic review, Acta Obstet Gynecol Scand 82(11):983-990,
2003.
210. Sullivan MS, Shoaf LD, Riddle DL: The relationship of lumbar flexion to
155
disability in patients with low back pain, Phys Ther 80(3):240-250, 2000.
211. Taimela S, Kujala UM, Salminen JJ, et al: The prevalence of low back pain
among children and adolescents: a nationwide, cohort-based questionnaire survey in
Finland, Spine 22(10):1132-1136, 1997.
212. Tali ET: Spinal infections, European J Radiol 50(2):120-133, 2004.
213. Taurog JD, Lipsky PE: Ankylosing spondylitis, reactive arthritis, and
undifferentiated spondyloarthropathy. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, et al:
Harrison’s principles of internal medicine, ed 15, New York, 2001, McGraw-Hill.
214. Tekur P, Singphow C, Nagendra HR, et al: Effect of short-term intensive yoga
program on pain, functional disability and spinal flexibility in chronic low back pain:
a randomized control study, J Altern Complement Med 14(6):637-644, 2008.
215. Teplick JG, Haskin ME: Spontaneous regression of herniated nucleus pulposus,
Am J Roentgenol 145(2):371-375, 1985. 216. Tertti MO, Salminen JJ, Paajanen HE,
et al: Low-back pain and disk degeneration in children: a case-control MR imaging
study, Radiology 180(2):503-507, 1991.
217. Travell JG, Simons DG: Apropos of all muscles: myofascial pain and
dysfunction-
the trigger point manual-the upper extremities, vol 1, Baltimore, MD, 1983, Williams
& Wilkins.
218. Travell JG, Simons DG: Background and principles. In Myofascial pain and
dysfunction- the trigger point manual-the upper extremities, vol 1, Baltimore, Md,
1983, Williams & Wilkins.
219. Troussier B, Marchou-Lopez S, Pironneau S, et al: Back pain and spinal
alignment abnormalities in schoolchildren, Rev Rhum Engl Ed 66(7-9):370-830,
1999.
220. Tschirhart CE, Nagpurkar A, Whyne CM: Effects of tumor location, shape and
surface serration on burst fracture risk in the metastatic spine, J Biomech 37(5):653-
660, 2004.
156
221. Vad VB, Bhat AL, Lutz GE, et al: Transforaminal epidural steroid injections in
lumbosacral radiculopathy: a prospective randomized study, Spine 27(1):11-16, 2002.
222. van Poppel MN, de Looze MP, Koes BW, et al: Mechanisms of action of lumbar
supports: A systematic review, Spine 25(16):2103-2113, 2000.
223. van Tulder M, Malmivaara A, Esmail R, et al: Exercise therapy for low back
pain: a systematic review within the framework of the Cochrane collaboration back
review group, Spine 25(21):2784-2796, 2000.
224. van Tulder MW, Esmail R, Bombardier C, et al: Back schools for non-specific
low back pain, Cochrane Database Syst Rev (2), 2000, CD000261.
225. van Tulder MW, Goossens M, Waddell G, et al: Conservative treatment of
chronic low back pain. In Nachemson AL, Jonsson E, editors: Neck and back pain,
Philadelphia, 2000, Lippincott Williams & Wilkins.
226. Van Tulder MW, Jellema P, van Poppel MN, et al: Lumbar supports for
prevention and treatment of low back pain, Cochrane Database Syst Rev (3),
CD001823, 2000 .
227. van Tulder MW, Scholten RJ, Koes BW, et al: Nonsteroidal antiinflammatory
drugs for low back pain: a systematic review within the framework of the Cochrane
collaboration back review group, Spine 25(19):2501-2513, 2000.
228. van Tulder MW, Touray T, Furlan AD, et al: Muscle relaxants for nonspecific
low back pain: a systematic review within the framework of the Cochrane
collaboration, Spine 28(17):1978-1992, 2003.
229. van Tulder MW, Waddell G: Conservative treatment of acute and subacute low
back pain. In Nachemson AL, Jonsson E, editors: Neck and back pain, Philadelphia,
2000, Lippincott Williams & Wilkins.
230. Verlaan JJ, Diekerhof CH, Buskens E, et al: Surgical treatment of traumatic
fractures of the thoracic and lumbar spine: a systematic review of the literature on
techniques, complications, and outcome, Spine 29(7):803-814, 2004.
231. Vilensky JA, O’Connor BL, Fortin JD, et al: Histologic analysis of neural
157
elements in the human sacroiliac joint, Spine 27(11):1202-1207, 2002.
232. Viry P, Creveuil C, Marcelli C: Nonspecific back pain in children: a search for
associated factors in 14-year-old schoolchildren, Rev Rhum Engl Ed 66(7-9):381-388,
1999.
233. Von Korff M, Dworkin SF, Le Resche L, et al: An epidemiologic comparison of
pain complaints, Pain 32(2):173-183, 1988.
234. Waddell G: Illness behavior, In The back pain revolution, Edinburgh, 2000,
Churchill Livingstone.
235. Waddell G, Burton K: Information and advice for patients, In The back pain
revolution, Edinburgh, UK, 2004, Churchill Livingstone.
236. Waddell G, Feder G, Lewis M: Systematic reviews of bed rest and advice to stay
active for acute low back pain, Br J Gen Pract 47(423):647-652, 1997.
237. Waddell G, van Tulder M: Clinical guidelines: the back pain revolution,
Edinburgh, 2000, Elsevier Science, .
238. Waddell G, Waddell H: A review of social influences on neck and back pain and
disability. In Nachemson AL, Jonsson E, editors: Neck and back pain, Philadelphia,
2000, Lippincott Williams & Wilkins.
239. Waddell G, Watson PJ: Rehabilitation, In The back pain revolution, Edinburgh,
2004, Churchill Livingstone.
240. Walker BF: The prevalence of low back pain: a systematic review of the liter
from 1966 to 1998, J Spinal Disord 13(3):205-217, 2000.
241. Waller B, Lambeck J, Daly D: Therapeutic aquatic exercise in the treatment of
low back pain: a systematic review, Clin Rehabil 23(1):3- 14, 2009.
242. Wang SM, Dezinno P, Maranets I, et al: Low back pain during pregnancy:
prevalence, risk factors, and outcomes, Obstet Gynecol 104(1):65-70, 2004.
243. Watson KD, Papageorgiou AC, Jones GT, et al: Low back pain in
schoolchildren: the role of mechanical and psychosocial factors, Arch Dis Child
88(1):12-17, 2003.
158
244. Weber H: Lumbar disc herniation. A controlled, prospective study with ten years
of observation, Spine 8(2):131-140, 1983.
245. Wedenberg K, Moen B, Norling A: A prospective randomized study comparing
acupuncture with physiotherapy for low-back and pelvic pain in pregnancy, Acta
Obstet Gynecol Scand 79(5):331-335, 2000.
246. Weinreb JC, Wolbarsht LB, Cohen JM, et al: Prevalence of lumbosacral
intervertebral disk abnormalities on MR images in pregnant and asymptomatic
nonpregnant women, Radiology 170(1 Pt 1):125-128, 1989.
247. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al: Surgical vs nonoperative treatment
for lumbar disk herniation: the spine patient outcomes research trial (sport)
observational cohort, JAMA 296(20): 2451-2459, 2006.
248. Weinstein JN, Lurie JD, Tosteson TD, et al: Surgical versus nonoperative
treatment for lumbar disc herniation: four-year results for the spine patient outcomes
research trial (sport), Spine (Phila Pa 1976) 33(25):2789-2800, 2008.
249. Wiltse LL, Winter RB: Terminology and measurement of spondylolisthesis, J
Bone Joint Surg Am 65(6):768-772, 1983.
250. Wittink H, Hoskins MT, Wagner A, et al: Deconditioning in patients with
chronic low back pain: fact or fiction? Spine 25(17):2221-2228, 2000.
251. Wittink H, Michel TH, Kulich R, et al: Aerobic fitness testing in patients with
chronic low back pain: which test is best? Spine 25(13):1704-1710, 2000.
252. Woby SR, Watson PJ, Roach NK, et al: Are changes in fear-avoidance beliefs,
catastrophizing, and appraisals of control, predictive of changes in chronic low back
pain and disability? Eur J Pain 8(3): 201-210, 2004.
253. Yamane T, Yoshida T, Mimatsu K: Early diagnosis of lumbar spondylolysis by
MRI, J Bone Joint Surg Br 75(5):764-768, 1993.
254. Yuan J, Purepong N, Kerr DP, et al: Effectiveness of acupuncture for low back
pain: a systematic review, Spine (Phila PA 1976) 33(23):E887-E900, 2008.
255. Zuberbier OA, Hunt DG, Kozlowski AJ, et al: Commentary on the American
159
Medical Association guides’ lumbar impairment validity checks, Spine 26(24):2735-
2737, 2001
160