LAPORAN PRAKTIKUMFISIOLOGI BIOTA AIR
ANESTESI DAN PEMBEDAHAN
NAMA : YUNI MAHARANISTAMBUK : L221 12 269KELOMPOK : X (SEPULUH)ASISTEN : 1. ASIAH ZAHRAH ZAINUDDIN 2. JUNAEDI 3. UTAMI NACHDATULLAH
LABORATORIUM FISIOLOGI BIOTA AIRJURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fisiologi sebagai salah satu cabang ilmu biologi yang berkaitan dengan
fungsi dan kegiatan kehidupan dapat lebih mudah dipahami bila organisasi dan
fungsi sel diketahui. Fisiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
fungsi, mekanisme dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme.
Fisiologi mencoba menerangkan faktor-faktor fisika dan kimia yang
mempengaruhi seluruh proses kehidupan. Oleh karena luas bidang fisiologi,
maka dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus, diantaranya yaitu fisiologi
hewan air dalam hal ini ikan dimana didalamnya terdapat salah satu yang akan
dibahas adalah tentang anestesi dan pembedahan (Fujaya dalam Salam, 2013).
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai
hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan
membawa masalah-masalah tersendiri sesuai dengan penderita atau pasien
yang sedang ditangani karena efek samping dari obat-obat anestesi mendepresi
organ-organ vital di tubuh (Irawan dalam Salam, 2013).
Ada beberapa jenis anestesi antara lain, Anestesi lokal, digunakan untuk
operasi kecil pada bagian tubuh tertentu. Suntikan diberikan pada area yang
akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit. Anestesi regional diberikan di
sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang lebih besar. obat
anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit
selama dan setelah prosedur bedah. Anestesi umum ditujukan membuat pasien
sepenuhnya tidak sadar selama operasi (Bambuta dalam Salam, 2013).
pembedahan yaitu merupakan suatu perlakuan dimana praktikan dapat
mengamati bagian internal dari ikan. Melalui perlakuan ini, maka akan diketahui
anatomi internal dari ikan. Metode ini dilakukan dengan cara menyisik sisik ikan
pada bagian truncus setelah dibius dengan kloroform terlebih dahulu. Bagian
truncus yang telah dihilangkan sisiknya kemudian dibedah. Pembedahan
dilakukan mulai dari bagian pinna pectoralis, venter, sampai dengan bagian
pinna analis (Soni dan Ahmad, 2009).
Ikan nila (Oreochromis niloticus) terkenal sebagai ikan yang tahan
terhadap perubahan lingkungan hidup. Ikan nila dapat hidup di lingkungan air
tawar, air payau, dan air asin (Suyanto, 2005). Pada mulanya, ikan nila berasal
dari perairan tawar di Afrika. Perkembangan selanjutnya, ikan nila meluas dan
dibudidayakan di berbagai negara, antara lain Taiwan, Thailand, Vietnam,
Bangladesh, dan Indonesia (Safitri dkk, 2013).
Berasarkan uraian diatas, diketahui bahwa anestesi dan pembedahan
pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan proses fisiologi yang sangat
penting. Oleh karena itu praktikum ini dilakukan untuk mengetahui beberapa hal
yang berkaitan dengan anestesi dan pembedahan.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum Anestesi dan Pembedahan adalah untuk
mengetahui dan membedakan karakteristik seks primer dan seks sekunder pada
ikan dan untuk mengetahui metode anestesi serta untuk mengetahui teknik
pembedahan.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat mengetahui teknik
atau cara melakukan pembiusan dan pembedahan pada ikan dan dapat melihat
seks primer jantan dan betina pada ikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis nilooticus)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Order : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Scientific name: Oreochromis niloticus (Ika, 2011).
Gambar 1. Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Amri, 2003).
Penyebaran
Ikan nila (Oreochromis niloticus) terkenal sebagai ikan yang tahan
terhadap perubahan lingkungan hidup. Ikan nila dapat hidup di lingkungan air
tawar, air payau, dan air asin (Suyanto, 2005). Pada mulanya, ikan nila berasal
dari perairan tawar di Afrika. Ikan nila meluas dan dibudidayakan di berbagai
negara, antara lain Taiwan, Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia. Di
kawasan Asia, daerah penyebaran ikan nila pada mulanya terpusat di beberapa
negara, seperti Philipina dan Cina (Rukmana dalam Safitri, 2013).
Morfologi
Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik
berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih.
Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut,
tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip
dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggungnya
berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam (Amri dan Khairuman dalam Ika, 2011).
Habitat
Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya,
sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga di dataran
tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan ini cukup beragam, bisa di sungai,
danau, waduk, rawa, sawah, kolam, atau tambak. Nila dapat tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-38° C dan dapat memijah secara alami pada suhu
22-37° C. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimum bagi ikan
ini adalah 25-30° C. Pertumbuhan nila biasanya akan terganggu jika suhu
habitatnya lebih rendah dari 14° C atau pada suhu di atas 38° C. Selain suhu,
faktor lain yang bisa mepengaruhi kehidupan nila adalah salinitas atau kadar
garam. Nila bisa tumbuh dan berkembang biak di perairan dengan salinitas 0-
29% (promil). Ikan ini masih bisa tumbuh, tapi tidak bisa berproduksi di perairan
dengan salinitas 29-35%. Nila yang masih kecil atau benih biasanya lebih cepat
menyesuaikan diri terhadap kenaikan salinitas dibandingkan dengan nila yang
berukuran besar (Akbar dkk, 2010).
Kebiasaan Makan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk omnivore atau ikan pemakan
segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada
saat larva, setelah habis kuning telur, Ikan Nila suka dengan phyto plankton.
Besar edikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera
sp, Impusoria sp, Daphnia sp, Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa
sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex
(Taftajani, 2010).
Nila tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa
mengonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan. Karena itu, ikan ini sangat
mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, pakan yang disukainya adalah
zooplankton (plankton hewani), seperti Rotivera sp., Moina sp., atau Daphnia sp.
Selain itu, benih nila juga memakan alga atau lumut yang menempel di batuan
yang ada di habitat hidupnya. Ketika dibudidayakan, nila juga memakan tanaman
air yang tumbuh di kolam budidaya (Amri, 2003).
Siklus Hidup
Siklus hidup ikan Nila melewati lima fase kehidupan, yaitu telur, larva,
benih, konsumsi dan induk. Ciri setiap fase berubah. Demikian juga dengan
bentuk dan ukuran tubuh serta sifat sifatnya. Semua fase dilewati dalam waktu
yang berbeda-beda. Dari semua fase, konsumsi merpakan suatu fase komersil
pada sebuah usaha. Telur merupakan fase awal kehidupan ikan Nila, dimana
bakal anak itu baru dikeluarkan induknya. Fase ini dicirikan dengan bentuknya
yang bulat, berwarna kuning dan bersifat tidak melekat. Telur Ikan Nila
berdiameter antara 2 – 2,5 mm. setiap butir memiliki berat rata-rata 0,02 mg
(Taftajani, 2010).
Fase telur merupakan masa kritis dan dilewati selama 6 – 7 hari atau
tergantung suhu air, kemudian berubah menjadi fase larva yang masih memiliki
kuning telur atau makanan cadangan. Fase itu dilewati selama 2 – 3 hari. Selama
fase itu tidak memerlukan pakan dari luar, tetapi akan menghabiskan makanan
cadangan itu (Taftajani, 2010).
Seks Primer dan Seks Sekunder Pada Ikan
Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang
secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu ovarium dan
pembuluhnya pada ikan betina, dan pada ikan jantan testis dengan
pembuluhnya. Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan, kiranya akan sukar
untuk mengethaui organ seksual primernya. Dengan demikian kita tidak dapat
membedakan ikan jantan dengan ikan betina. Satu cara yang terbaik untuk
mengetahui hal tersebut dengan mengadakan anastesi. Namun
hasil pembedahan itu belum tentu positif. Lebih-lebih kalau kita belum
mengetahui bahwa ikan itu mempunyai sifat seksual yang lain. Biasanya pada
ikan-ikan muda sifat seksual primernya sukar ditentukan walaupun ikan itu
gonokhortis berdiferensiasi (Fujaya dalam Krisye, 2009).
Sifat seksual sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk
membedakan jantan dan betina. Apabila salah satu spesies ikan mempunyai sifat
morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan betina, maka
spesies itu mempunyai seksual dimorfisme. Apabila yang menjadi tanda tadi itu
warna, maka ikan itu mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik dari
pada ikan betina (Rahardjo dalam Krisye, 2009).
Respon yang diberikan ikan selama perlakuan pembiusan akan berbeda,
dan bergantung pada kadar bahan anaestesi dan kepadatan ikan yang
digunakan. Selama pingsan tersebut proses fisiologis tetap terjadi dalam tubuh
ikan. Pada saat ini biasanya ikan akan menyekresikan kortisol dan epinephrine,
dan selanjutnya peningkatan glukosa dan gangguan osmoregulasi sebagai
indikator stres (Yanto, 2012).
Untuk melihat atau menunjukkan pulih sadar dari ikan yang telah
dipingsankan tersebut ditandai dengan pergerakan ikan yang aktif dan responsif
terhadap rangsangan yang ada. Sebelum mencapai kondisi seperti ini banyak
proses ataupun tahap-tahap yang dilalui dalam ukuran menit. Pada kondisi pulih
sadar ini terlihat sistem pernafasan dan sirkulasi darah ikan mulai stabil seiring
dengan berpindahnya bahan pembiusan dari dalam jaringan tubuh ikan
kelingkungan. Sehingga pada kondisi tersebut bahan pembiusan pada tubuh
ikan telah berangsur-angsur berkurang (Sukmiwati dan Sari, 2007).
Bahan-bahan anestesi yang masuk kedalam tubuh ikan secara langsung
atau tidak langsung akan mengganggu kesetimbangan ionik dalam otak ikan.
Gangguan ini akan mempengaruhi kerja syaraf motorik dan pernapasan. Kondisi
ini menjadi dasar penggunaan bahan anestesi, jadi ikan yang diperlakukan
dengan menggunakan bahan-bahan anestesi akan menyebabkan kematian rasa
atau pingsan (Wilford dalam Arfah dan Supriyono, 2002).
Menurut (Nemoto dalam Arfah dan Supriyono, 2002) menyatakan bahwa
dengan pembiusan maka tingkat konsumsi oksigen ikan dan biota menjadi
berkurang, laju produksi karbondioksida berkurang dan senyawa nitrogen yang
diekskresikan ikan ke dalam lingkungan pun dapat ditekan. Respon yang
diberikan ikan selama mendapatkan perlakuan pembiusan akan berbeda
bergantung pada tingkat pembiusan yang diberikan.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Biota Air mengenai Anetesi dan Pembedahan
dilaksanakan pada hari Rabu, Tanggal 12 Maret 2014 pukul 15.20-17.30 WITA di
Laborarorium Fisiologi Biota Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Anestesi dan
Pembedahan dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Table 1. alat yang digunakan beserta fungsinya No Alat Fungsi1 Baskom Mewadahi ikan ketika dipingsankan2 Papan preparat Meletakkan ikan ketika akan dibedah3 Gunting bedah Memotong benang4 Pisau bedah Membedah Ikan567891011
Akuarium AeratorLab kasar StopwatchJarum bedahScapelPinset
Mewadahi ikan ketika proses pemulihanMembantu menyuplai oksigenMengalasi ikan saat pembedahanMenghitung waktu pada saat percobaanMenjahit ikan yang sudah dibedahAlat bantu dalam pembedahan ikanMencabut sisik ikan
Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinyaNo Bahan Fungsi1 Ikan Nila Oreocromis
niloticus Sampel yang akan diamati
2 Benang cat gut Menjahit ikan yang sudah dibedah3 Es batu Membius ikan4567
Alkohol 70 %Methylane blueAir tawarTissue
Mensterilkan alatMensterilkan air agar ikan tidak terinfeksiMedia ikan setelah pemulihanMembersihkan lendir ikan
Prosesur Kerja
a) Menyiapkan semua peralatan dan bahan yang akan digunakan
b) Mengambil baskom yang berisi air lalu masukkan es batu ke dalam baskom
c) Memasukkan ikan ke dalam baskom dan menhitung waktu pingsan
d) Setelah ikan pingsan, matikan waktu pingsan dan hitung rentang waktu
pingsan kemudian letakkan ikan diatas papan preparat yang telah dialasi lap
kasar
e) Menyeterilkan semua peralatan yang akan digunakan menggunakan alcohol
70%
f) Pembadahan mulai dilakukan menggunakan pisau bedah dan hitung
lamanya pembedahan menggunakan stopwatch
g) Pembedahan dilakukan dengan teknik menghitung sisik ke tiga diatas sirp
perut dan dari bagian tersebut mulai dibedah hingga ke atas sirip dubur
h) Setelah ikan dibedah, kita melihat seks primer ikan dengan bantuan scapel,
lalu dimulailah penjahitan ikan.
i) Penjahitan ikan dilakukan dengan menggunakan jarum bedah dan benang
cat gut, penjahitan dilakukan dengan hati-hati agar organ dalam ikan tidak
rusak
j) Setelah penjahitan luka selesai, ikan dimasukkan ke dalam akuarium yang
telah diberikan metylane blue untuk menyeterilkan air dan catat waktu yang
diperlukan agar pembiusan pada ikan hilang
Pengukuran Peubah
Waktu pingsan
Waktu pingsan adalah waktu dimana ikan dimasukkan kedalam wadah
yang berisi es batu hingga ikan kehilangan keseimbangan dan aktivitas akibat
pengaruh anestesi fisik dalam hal ini suhu dingin. Perhitungan dimulai ketika ikan
dimasukkan kedalam baskom hingga ikan kehilangan kesadaran.
Rentang waktu pingsan
Rentang pingsan adalah waktu yang dihitung mulai dari ikan tidak
mendapatkan respon sampai ikan selesai dibedah.
Waktu pembedahan
Waktu pembedahan adalah waktu yang digunakan selama proses
pembedahan dan setelah penutupan luka berlangsung dengan cara menjahit.
Waktu pulih
Waktu pulih adalah lamanya waktu yang dihitung setelah ikan dipindahkan
kedalam akuarium proses pembedahan. Kondisi ikan akan diamati sampai ikan
sadar, aktif, lincah, dan kembali bergerak normal.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari praktikum Anestesi dan Pembedahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Hasil pengamatan pada ikan Nila (Oreochromis niloticus)
No.
Jenis Perlakuan Ikan ♀ Ikan ♂
1. Waktu pingsan 03 menit 21 detik 03 menit 46 detik
2. Rentang waktu pingsan 19 menit 30 detik 20 menit 32 detik
3. Waktu pembedahan 07 menit 35 detik 07 menit 40 detik
4. Waktu pulih 11 menit 01 detik 08 menit 25 detik
Pembahasan
Waktu Pingsan
Waktu pingsan adalah waktu dimana ikan dimasukkan kedalam wadah
yang berisi es batu hingga ikan kehilangan keseimbangan dan aktivitas akibat
pengaruh anestesi fisik dalam hal ini suhu dingin. Pada saat dianastesi ikan
perlahan-lahan melakukan perlawanan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungan diluar tubuhnya, yang mana operculum ikan akan bergerak semakin
lambat. Waktu pingsan yang digunakan untuk ikan jantan adalah 03 menit 46
detik dan ikan betina 03 menit 21 detik. Perbedaan waktu pingsan disebabkan
oleh adanya perbedaan ukuran dimana ukuran tubuh dari ikan jantan lebih kecil
daripada ikan betina. Dimana ikan betina cenderung lebih besar, sehingga
ketebalan daging atau tubuh pada ikan betina mempengaruhi cepat atau
lambatnya anestesi. Selain itu jumlah es batu yang diberikan pada saat anestesi
pun akan mempengaruhi waktu pingsan ikan.
Bahan anestetik dapat berupa bahan kimia sintetik atau bahan alami.
Bahan kimia yang biasa digunakan dalam anestetik diantaranya MS-222,
benzocaine, metomidate, phenoxy ethanol, quinaldine, chinaldine. Bahan kimia
seperti MS-222, benzocaine, metomidate, phenoxy ethanol, quinaldine,
chinaldine merupakan cairan toksik. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan
anestetik dapat meninggalkan residu yang berbahaya bagi ikan, manusia dan
lingkungan.Sedangkan bahan anestetik alami yang biasa digunakan misalnya
minyak cengkeh (Sygnium aromaticum). Pada praktikum yang dilakukan bahn
anestesi yang dilakukan adalah bahan anestesi alami yaitu dengan
menggunakan es batu (Saskia dkk, 2010).
Rentang Waktu Pingsan
Untuk menghitung rentang waktu pingsan dimulai saat ikan mulai pingsan
sampai ikan pulih kembali dan berenang aktif. Pada percobaan ini, rentang waktu
pingsan yang dibutuhkan oleh ikan jantan adalah 20 menit 32 detik sedangkan
pada ikan betina waktu yang dibutuhkan adalah 19 menit 30 detik.
Selama pingsan, proses fisiologis tetap terjadi dalam tubuh ikan. Pada
saat ini biasanya ikan akan menyekresikan kortisol dan ephineprine, dan
selanjutnya peningkatan glukosa dan gangguan osmoregulasi sebagai indikator
stres. Glukosa diproduksi dari proses glikogenolisis di hati sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan energi selama stres. Sebagai steroid hormon, kortisol
diproduksi untuk berbagai aktifitas biologis, termasuk glukoneogenesis dan
peningkatan ketahanan tubuh (Yanto, 2012).
Waktu Pembedahan
Waktu pembedahan adalah waktu yang digunakan selama proses
pembedahan dan setelah penutupan luka berlangsung dengan cara menjahit.
dimana ikan nila jantan membutuhkan waktu pembedahan selama 07 menit 40
detik dan pada ikan betina 07 menit 35 detik. Saat proses pembedahan kita
dapat mengamati perbedaan seks primer jantan dan betina. Pada ikan jantan
gonadnya berwarna putih bening sedangkan pada ikan betina gonadnya
berwarna kekuning-kuningan. (Haryono, 2006) menyatakan bahwa ikan
mempunyai penampakan yang bebeda antara jantan dan betina, yang meliputi
ciri primer antara ovarium dan testis maupun ciri sekunder. Pada ciri kelamin
sekunder (dimorfisme jenis kelamin) berguna untuk membedakan jenis kelamin
jantan dan betina secara morfologis tanpa harus melakukan pembedahan
terhadap organ reproduksinya.
Waktu Pulih
Waktu pulih adalah lamanya waktu yang dihitung setelah ikan
dipindahkan kedalam akuarium proses pembedahan. Kondisi ikan akan diamati
samapi ikan sadar, aktif, lincah, dan kembali bergerak normal, dimana ikan nila
jantan membutuhkan waktu pulih 08 menit 25 detik dan pada ikan nila betina
membutuhkan waktu pembedahan 11 menit 01 detik.
Saat pemulihan pada ikan terjadi, laju metabolisme tinggi (karena suhu
lingkungan tinggi pada siang hari). Maka produksi CO2 juga akan semakin tinggi.
Hal ini membuat pH air semakin asam dan dapat mengakibatkan ionisasi dari
molekul amonia yang dihasilkan oleh ikan (Andriyanto dkk, 2010). Menurut (Arfah
dan Supriyono, 2002) pada proses pemingsangan ikan, produksi urin akan
meningkat dan setelah 2 jam penyembuhan dan pada saat ini ikan bergerak
sangat aktif. Kondisi inilah yang pada akhirnya diduga dapat meningkatkan
kandungan CO2 dalam media.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yakni :
1. Pada ikan jantan gonadnya berwarna putih bening yang menandakan
bahwa ikan adalah jantan dan pada ikan betina gonadnya berwarna
kekuning-kuningan yang berarti ikan itu adalah betina. Kemudian teknik
anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yang menyebabkan
tubuh ikan tidak sakit apabila dibedah.
2. Teknik pembedahan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pisau
bedah dengan pola pada tubuh ikan di atas sirip perut dengan patokan
tiga sisik ke atas hingga ke sirip dubur
Saran
1. Laboratorium
Alat dan bahan yang terdapat di Laboratorium yang masih dapat
digunakan, sebaiknya digunakan kembali agar praktikan bisa menghemat biaya
praktikum.
2. Asisten
Asiah Zahrah Zainuddin
Baik, pintar dan sangat tegas.
Junaedi
Sangat membantu saat proses pembedahan dan ramah pada praktikan.
Utami Nachdatullah
Kakak orangnya baik tapi pendiam, sebaiknya kakak lebih aktif dengan praktikan
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, M,Y., Devi, Alfira N., Kusuma, MI. 2010. Pengaruh Jahe Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Lele (Clarias bathracus) Pada Polikultur Dengan Sistem Sirkulasi Tertutup. Universitas Airlangga. Surabaya.
Amri, khairul. 2003. Sumber Daya 15 Ikan Air Tawar Ekonomis. Penerbit agromedia, jagakarsa. Jakarta selatan
Andriyanto., Sutisna, A., Manalu, W., Andini, L., Hidayat, R., Suanda, K., Valinata, S. 2009. Potensi Penggunaan Acepromazine Sebagai Sediaan Transquilizer Pada Transportasi Ikan Patin. Universitas Riau. Pekanbaru
Arfah dan Supriyono. 2002. Penggunaan MS-222 Pada Pengangkutan Benih Ikan Patin (Pangasius sutchi) Seed. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Haryono. 2006. Aspek Biologi Ikan Tambra (Tor tambroides Blkr.) yang Eksotik dan Langka sebagai Dasar Domestikasi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bogor
Ika, Yuyun. 2011. Anatomi Ekternal dan Internal Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya.Malang
Krisye. 2009. Laporan Fisiologi Hewan Air. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar
Safitri, D., Sugito., Suryaningsih, S. 2013. Kadar Hemoglobin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diberi Cekaman Panas Dan Pakan Yang Disuplementasikan Tepung Daun Jaloh (Salix tetrasperma Roxb). Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Salam, Marwah. 2013. Laporan Praktikum Fisiologi Biota Air. Universitas Hasanuddin. Makassar
Saskia, Y., Harpeni, E., Kadarini, T. 2010. Toksisitas dan Kemampuan Anestetik Minyak Cengkeh (Sygnium aromaticum) Terhadap Benih Ikan Pelangi Merah (Glossolepis incius). Universitas Lampung
Soni dan Ahmad. 2009. Pengamatan Anatomi Eksternal dan Internal Pisces. Fakultas Mate-matika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang
Sukmiwati dan sari. 2007. Pengaruh konsentrasi ekstrak biji karet (havea brancillienstes muel. Arg) sebagai pembius terhadap aktivitas dan kelulusan hidup ikan mas (cyprinus carpio) selama transportasi.Laboratorium teknologi hasl perikanan fapeka. Universitas riau.
Taftajani, Ujang Shadudin. 2010. Budidaya Ikan Nila. Sukabumi
Yanto, H. 2012. Kinerja MS-222 dan Kepadatan Ikan Botia (Botia macracanthus) yang Berbeda Selama Transportasi. Universitas Muhammadiyah. Pontianak